Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQUIRY UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
PADA MATERI VIRUS DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH
Ariannisa Ramadhanti1*, Muhibbuddin1, Andi Ulfa Tenri Pada1, Asiah1,
Supriatno1
1Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia,
*Corresponding author
Abstrak
Motivasi belajar siswa tergolong kurang Optimal dikarenakan beberapa alasan yaitu siswa
cenderung kurang berpartisipasi saat kegiatan tanya jawab dari gurunya serta kurang
memperhatikan gurunya saat penyampaian materi dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan riset bertujuan mengetahui penerapan Model Pembelajaran Scientific Inquiry
dalam peningkatan motivasi serta hasil belajar siswa pada materi virus. Risetini
menggunakan metode eksperimen berdesain Pretest-Posttest Control Group. Parameter
yang digunakan yaitu motivasi belajar serta hasil belajar siswa yang dikumpulkan melalui
pretest dan posttest. Data yang diperoleh selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan
rumus N-Gain untuk mengetahui peningkatan skor. Selanjutnya, dilakukan analisis
statistika berupa uji Independent sample t-test dan uji Mann-Whitney untuk mengetahui
perbedaan skor motivasi dan hasil belajar pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Untuk motivasi belajar, data yang diperoleh juga dianalisis persentase skor per indikator
untuk diketahui kategorisasinya. Hasil riset uji Independent sample t-test untuk motivasi
belajar, diperoleh thitung = 5,07 > ttabel = 4,1. Untuk kategorisasi, kelas ekperimen mendapat
rata-rata kategori “sangat baik”, “baik”, dan “cukup baik”. Sedangkan untuk hasil belajar
diperoleh hasil uji Mann-Whitney yaitu Zhitung = 5,71 > Ztabel = 1,96 sehingga dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Scientific Inquiry dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi virus.
Kata Kunci: Motivasi Belajar, Komponen, Indikator, Scientific Inquiry, Hasil Belajar
298
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
APPLICATION OF SCIENTIFIC INQUIRY LEARNING MODEL TO
IMPROVE MOTIVATION AND LEARNING OUTCOMES OF CLASS X
STUDENTS IN VIRUS MATERIALS IN SMA NEGERI 11 BANDA ACEH
Ariannisa Ramadhanti1*, Muhibbuddin1, Andi Ulfa Tenri Pada1, Asiah1,
Supriatno1
1Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia,
*Corresponding author
Abstract
Student learning motivation is classified as less optimal due to several reasons, namely
students tend to participate less during question and answer activities from their teacher
and pay less attention to the teacher when delivering material in the learning process. The
purpose of this research is to find out the application of the Scientific Inquiry Learning
Model in increasing motivation and student learning outcomes on virus material. This
study uses a pretest-posttest control group design experimental method. The parameters
used are learning motivation and student learning outcomes collected through pretest and
posttest. The data obtained were then tabulated and analyzed using the N-Gain formula
to find out the improvement in learning outcomes. Next, a statistical analysis was carried
out in the form of the Independent sample t-test and the Mann-Whitney test to determine
differences in motivation scores and learning outcomes in the experimental and control
class students. For learning motivation, the data obtained were also analyzed by the
percentage of scores per indicator to determine its categorization. The results obtained
for Independent sample t-test of the average learning motivation, obtained tcount = 5.07>
ttable = 4.1. For categorization, the experimental class received an average of "very good",
"good", and "good enough" categorizations. As for the learning outcomes obtained Mann-
Whitney test results namely Zcount = 5.71> Ztable = 1.96 so it can be concluded that the
Scientific Inquiry learning model can increase student motivation and can improve
student learning outcomes on virus material.
Keywords: Learning Motivation, Components, Indicators, Scientific Inquiry, Learning
Outcomes
299
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
PENDAHULUAN
Motivasi belajar perlu
ditanamkan kepada tiap siswa selama
proses pembelajaran berlangsung dengan
cara memberikan dorogan yang kuat
untuk belajar, menumbuhkan perhatian
dan minat siswa selama kegiatan belajar
dan mengajar berlangsung, dan
menumbuhkan keinginan (hasrat) siswa
untuk berhasil mempelajari materi virus.
Dengan adanya motivasi belajar yang
baik, maka kemampuan siswa untuk
mempelajari biologi akan berkembang
dengan optimal (Lestari, 2014). Motivasi
belajar memiliki beberapa parameter
yang dilihat. Pintrich et al. (1991) dalam
bukunya mengungkapkan bahwa
terdapat enam parameter yang
diperhatikan dalam motivasi belajar
siswa. Keenam parameter tersebut
tersusun dari tiga komponen. Komponen
pertama yaitu komponen nilai yang
terdiri atas tiga parameter yang terdiri
atas orientasi tujuan intrinsik, ekstrinsik,
srta nilai tugas. Komponen kedua yaitu
komponen harapan yang terdiri atas dua
parameter yaitu kontrol keyakinan
belajar dan kemajuan siswa untuk belajar
dan kinerja. Komponen ketiga adalah
komponen sikap yang terdiri atas satu
parameter yaitu tes kecemasan.
Parameter tersebut didasari oleh Pintrich
et al. (1991) yang menyatakan bahwa
motivasi belajar memiliki keterlibatan
secara langsung yang mengandung unsur
kognitif (pengetahuan) berupa
pengadopsian strategi belajar mengajar
yang dapat memberikan dampak positif
kepada siswa selama proses
pembelajaran berlangsung supaya
mencapai kompetensi yang baik.
Motivasi belajar dapat dikatakan baik
apabila keenam parameter tersebut
memiliki nilai yang baik sehingga dapat
memberikan pengaruh terhadap hasil
belajar.
Namun, hasil studi pendahuluan
terhadappmotivasi belajarrsiswa dikelas
menunjukkan bahwa motivasiibelajar
pada siswa kurang optimal. Kurang
maksimalnya motivasi belajar siswa
dibuktikan dari observasi proses
pembelajaran seperti siswa cenderung
kurang berpartisipasi saat kegiatan tanya
jawab dari gurunya serta kurang
memperhatikan gurunya saat
penyampaian materi dalam proses
pembelajaran. Hal ini dapat
mempengaruhi prestasi belajar, terutama
hasil belajar pada siswa. Untuk
memperbaiki proses pembelajaran ini,
dilakukan penerapan model
pembelajaran lain untuk diterapkan.
Modell pembelajaran yang
diterapkan adalah modellpembelajaran
yaitu Scientific Inquiry yang merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan
oleh Joseph Schwab dkk (Joyce, et al.,
2016). Model pembelajaran Scientific
Inquiry menunjukkan keterlibatan siswa
yang lebih mengarah pada pemahaman
konsep. Selain itu, siswa juga terlibat
dalam kegiatan belajar mengajar yang
menunjukkan adanya keterampilan serta
sikap dari siswa tersebut yang
memungkinkan untuk mencari jawaban
atas beberapa pertanyaan serta
permasalahan saat memberikan
informasi (Hussain et al., 2011). Aspek-
aspek yang terdapat dalam model
pembelajaran Scientific Inquiry dianggap
sesuai dengan konteks pendidikan sains
K-12. Secara khusus, siswa harus
memahami bahwa: semua penyelidikan
yang bersifat ilmiah dimulai dengan
mengajukan pertanyaan tetapi tidak perlu
300
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
menguji hipotesis; prosedur
penyelidikan dipandu oleh pertanyaan
yang telah diajukan sebelumnya. Semua
siswa yang menjalankan prosedur
penyelidikan yang sama mungkin belum
tentu mendapatkan hasil yang sama;
namun, prosedur penelitian dapat
mempengaruhi hasil (Lederman et al.,
2017).
Beberapa kajian tentang model
pembelajaran Scientific Inquiry
dilakukan Dabhokar et al. (2018) yang
membahas mengenai penerapann model
pembelajarann Scientific Inquiry dalam
peningkatan hasillbelajar pada siswaa
untuk materi pelajaran genetika dan
evolusi. Sedangkan riset yang dilakukan
oleh Suhila et al. (2016) dan Nabban et
al. (2019) membuahkan hasil yaitu KPS
(Keterampilan Proses Sains)pada siswa
dapat meningkat dengan penggunaan
Scientific Inquiry sebagai model
pembelajaran. Saat ini, belum diketahui
pengaplikasian model pembelajaran
Scientific Inquiry untuk motivasi belajar
serta hasil belajar pada siswa untuk
materi virus. Berdasarkan permasalahan
tersebut, dilakukan riset mengenai model
pembelajaran Scientific Inquiry yang
berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Scientific Inquiry Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar dan
Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Materi
Virus di SMA 11 Banda Aceh”.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan riset berlangsung
selama ± 1 bulan terhitung dari tanggal
23 September-19 Oktober 2019 dan
berlokasi di SMA Negeri 11 Banda
Aceh.
Metode Penelitian
Riset ini dilakukan dengan
metode eksperimen berdesain pretest-
posttest control group (Fraenkel et al.,
2012) yang mana desainnya di Tabel 1.
Tabel 1. Pretest-Posttest Control Group Design
Kelas Sampel Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen R O X O
Kontrol R O C O
Riset ini menggunakan 84 siswa sebagai
subjek (sampel) yang diambil dengan
teknik random sampling. Parameter
untuk riset ini adalah motivasi belajar
pada siswa yang diukur dengan
menggunakan angket yang diadopsi dari
MSLQ (Motivated Strategies for
Learning Quisionaire) yang dibuat oleh
Pintrich et al. (1991) sebanyak 31 item
pernyataan. Parameter kedua adalah
hasil belajar pada siswa yang diukur
dengan objektif tes terdiri dari materi
virus sebanyak 30 soal pilihan ganda.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data motivasi dan
hasil belajar, digunakan sistem pretest
(kemampuan awal) dan posttest
(kemampuan akhir). Data yang
dikumpulkan selanjutnya dilakukan
analisis data yang berawal dari tabulasi
301
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
data untuk pretest dan posttest untuk
diketahui selisih nilai (gain).
Teknik Analisis Data
Selanjutnya, data yang telah
ditabulasikan dicari nilai N-Gain dengan
menggunakan rumus yang berasal dari
Meltzer (2002).
𝑁𝑔𝑎𝑖𝑛 = 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒−𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒
𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑝𝑜𝑠𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒−𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 × 100
Data yang didapat kemudian dilakukan
analisis statistik yaitu ujii normalitass &
ujii homogenitass yang merupakan uji
syarat dilakukan uji lanjut yaitu uji
Independent sample t-test atau uji Mann-
Whitney. Motivasi belajar juga dianalisis
dengan menghitung persentase terhadap
skor motivasi belajar dan kemudian
dikelompokkan berdasarkan kategorisasi
baik secara umum maupun tiap indikator
dengan menggunakan acuan kategori
dengan rentang skor yaitu kategori “tidak
baik” (20-35), “kurang baik” (36-51)
cukup baik (52-69), “baik” (70-85),
“sangat baik” (86-100) (Riduwan, 2010).
HASIL PENELITIAN
Peningkatan Motivasi Belajar
Hasil riset untuk motivasi belajar pada
siswa secara umum (Gambar 1)
menunjukkan peningkatan motivasi
belajarr pada ssiswa. Padaa pertemuan
awal di kelasseksperimen, sebesar 2%
tergolong “tidak baik”, sebesar 79%
tergolong “kurang baik” dan sebesar
19% tergolong “cukup baik”. Sedangkan
pada kelas kontrol, sebesar 2% tergolong
“tidak baik”, sebesar 76% tergolong
“kurang baik” dan sebesar 21%
tergolong “cukup baik”. Motivasi belajar
diakhir pertemuan pada kelas
eksperimen, sebesar 10% yang tergolong
“cukup baik”, sebesarr 67% tergolong
“baik” & sebesarr 24% tergolong “sangat
baik”. Sedangkan untuk kelas kontrol,
sebesar 29% yang tergolong “cukup
baik” dan sebesar 71% tergolong “baik”.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat
perbedaan peningkatan motivasiibelajar
antara siswaa kelass eksperimen
dengann kelasskontrol.
302
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
Gambar 1. Kategorisasiimotivasi belajarr kelas eksperimenndan kelasskontrol
Motivasi belajarr memiliki enam
indikator yang tersusun atas tiga
komponen yang berbeda. Komponen
pertama yaitu komponen nilai yang
terdiri atas tiga indikator. Indikator
pertama yaitu orientasi tujuan intrinsik
(Gambar 2) yang merupakan kemauan
siswa dalam hal yang berkaitan dalam
akademis seperti kemauan siswa dalam
mempelajari materi virus dan
mengerjakan tugas untuk memenuhi
tujuan pembelajaran. Berdasarkan
gambar 2, dapat diketahui kelas
eksperimennmempunyai persentase
kategorisasi yang lebih tinggi dibanding
kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen,
sebesar 52% tergolong “sangat baik”,
31% tergolong “baik”, 14% tergolong
“cukup baik”, dan 2% tergolong “tidak
baik”. Sedangkan untuk kelas kelompok,
sebesar 2% tergolong “sangat baik”, 67%
tergolong “baik”, 26% tergolong “cukup
baik”, dan 5% tergolong “tidak baik”.
(a) (b)
Gambar 2. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Orientasi Tujuan Intrinsik.
(a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Indikator kedua dari komponen nilai
adalah orientasi tujuan ekstrinsik
(Gambar 3) yang merupakan kemauan
siswa dalam mempelajari materi virus
303
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
dan mengerjakan tugas bukan hanya
untuk memenuhi tujuan pembelajaran,
tetapi untuk berkompetisi, mendapatkan
sanjungan, dan penghargaan dari guru
ataupun orang lain. Berdasarkan Gambar
3, dapat diketahui untuk kkelas
eksperimenn memilikii ppersentase
kategorisasi yangglebih tinggi dibanding
kelasakontrol. Untukkkelas eksperimen,
sebesar 57% tergolong “sangat baik”,
29% tergolong “baik” dan 14%
tergolong “cukup baik”. Sedangkan
untuk kelas kontrol, sebesar 33%
tergolong “sangat baik”, 52% tergolong
“baik” dan 14% tergolong “cukup baik”.
(a) (b)
Gambar 3. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Orientasi Tujuan Ekstrinsik.
(a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Indikator ketiga dari komponen nilai
adalah nilai tugas (Gambar 4) yang
merupakan respon siswa mengenai
seberapa penting materi virus tersebut
utuk dipelajari. Berdasarkan Gambar 4,
dapat diketahui bahwaa kelas
eksperimen memiliki persentase
kategorisasi yang lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Untuk kelas
eksperimen, sebesar 17% (7 siswa)
tergolong “sangat baik”, 62% tergolong
“baik” dan 21% tergolong “cukup baik”.
Sedangkan untuk kelas kontrol, sebesar
2% tergolong “sangat baik”, 57%
tergolong “baik”, 36% tergolong “cukup
baik”, dan 5% tergolong “kurang baik”.
(a) (b)
304
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
Gambar 4. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Nilai Tugas.
(a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Komponen kedua dalam motivasi belajar
adalah komponen harapan. Komponen
harapan terdiri atas dua indikator.
Indikator pertamanya adalah kontrol
keyakinan belajar (Gambar 5) yang
merupakan unsur keyakinan siswa dalam
cara untuk berhasil dalam mempelajari
serta memahami materi virus tersebut
baik itu bagian yang mudah maupun
bagian yang sulit. Berdasarkan Gambar
5, dapat diketahui bahwaakelas
eksperimenm memiliki persentase
kategorisasi yang lebihhtinggi
dibandingkan kelas kontrol. Untuk kelas
eksperimen, sebesar 57% tergolong
“sangat baik”, 29% tergolong “baik”,
12% tergolong “cukup baik”, dan 2%
tergolong “kurang baik”. Sedangkan
untuk kelas kontrol, sebesar 19%
tergolong “sangat baik”, 50% tergolong
“baik” dan 31% tergolong “cukup baik”.
(a) (b)
Gambar 5. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Kontrol Keyakinan Belajar.
(a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Indikator kedua dari komponen harapan
adalah kontrol keyakinan siswa untuk
belajar dan kinerja (Gambar 6) yang
merupakan tingkat keyakinan siswa
untuk belajar dan berusaha agar lebih
giat lagi dalam mempelajari materi virus
tersebut. Berdasarkan Gambar 6, dapat
diketahui bahwaa kelasseksperimen
memiliki persentase kategorisasi yang
lebihh tinggii dibandingkan
kelasskontrol. Untuk kelas eksperimen,
sebesar 48% tergolong “sangat baik”,
50% tergolong “baik” dan 2% tergolong
“cukup baik”. Sedangkan untuk kelas
kontrol, sebesar 19% tergolong “sangat
baik”, 52% tergolong “baik” dan 29%
tergolong “cukup baik”.
305
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
(a) (b)
Gambar 6. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Kemajuan Diri untuk Belajar
dan Kinerja. (a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Komponen akhir dalam motivasiibelajar
adalah komponen afektif tediri atas satu
indikator yaitu tes kecemasan (Gambar
7) yang merupakan tingkat pesimis siswa
dalam upaya mempelajari maupun
mengerjakan tugas dari materi virus.
Berdasarkan Gambar 7, dapattdiketahui
bahwaa kelas eksperimen memiliki
kategorisasi yangl lebihh tinggi
dibandingkannkelas kontrol. Untuk kelas
eksperimen, sebesar 19% tergolong
“sangat baik”, 40% tergolong “baik”,
36% tergolong “cukup baik”, dan 5%
tergolong “kurang baik”. Sedangkan
untuk kelas kontrol, sebesar 38%
tergolong “baik”, 60% tergolong “cukup
baik” dan 2% tergolong “kurang baik”.
(a) (b)
Gambar 7. Persentase Kategorisasi Siswa pada Indikator Tes Kecemasan.
(a) pada kelas Eksperimen, (b) pada kelas kontrol.
Hasilluji Independentt samplee tt-test
untuk skor motivasi belajar sebelum
pembelajaran serta setelah pembelajaran
menunjukkan bahwa adanya
peningkatannmotivasi belajarssiswa
kelas eksperimen (Tabel 1). Berdasarkan
hal ini, dapat diyakini bahwaaadanya
perbedaannpeningkatan motivasiibelajar
dengan mmenggunakan
modelppembelajaran Scientific Inquiry.
306
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
Tabel 1. Uji Independent sample t-test skor motivasi sebelum dan setelah kegiatan
belajar mengajar Kelas Mean Sebelum Kegiatan
Belajar Mengajar
Uji
Independent
Sample T-
test
Mean Setelah Kegiatan
Belajar Mengajar
Uji
Independent
Sample T-
test
Eksperimen 46,92 *Uji Normalitas = 3,58
(normal)
**Uji Homogenitas = 1,49
(homogen) ***Tidak
Sig= 1,71
79,94 *Uji Normalitas= 0,82
(normal)
**Uji Homogenitas =
1,37 (homogen) ***Sig=
5,07 Kontrol 46,77
*Uji Normalitas = 2,12 (normal)
**Uji Homogenitas = 1,49
(homogen)
73,30
*Uji Normalitas= 1,49 (normal)
**Uji Homogenitas =
1,37 (homogen)
Keterangan: *Uji Normalitas (Normal, x2hitung < x2
tabel (=0,05))
** Uji Homogenitas (Homogen, Fhitung < Ftabel (=0,05))
*** Uji Beda dua Rata-rata (Signifikan, thitung > ttabel (=0,05))
Motivasii belajari siswa padaakelas
eksperimen rata-rataa tergolong “baik”
daripada sebelumnya yang tergolong
“kurang baik”. Pemberian mmodel
pembelajarannyang tepattmempengaruhi
motivasiibelajar pada siswa. Hal ini
didukung dengan referensi dari Joyce et
al. (2016) bahwa model pembelajaran
disusun untuk mendesain dan
menyampaikan pelajaran yang baik,
memotivasi para siswa, dan
melaksanakan pelatihan yang efektif.
Peningkatan Hasil Belajar
Hasil riset untuk hasil belajar (Gambar 8)
menunjukkannadanya ppeningkatan
hasillbelajar pada kelasseksperimen.
Berdasakan Gambar 8, dapat diketahui
skorrpretest kelasseksperimen & kelas
kontroll adalah 43,74 & 39,30. Skor
posttesttkelas kelas eksperimenndan
kelasbkontrol adalah 81,71 dan 52,54.
Persentase N-Gain rrata-rata kelas
eksperimen dan kelas kontrol adalah
71,80 dan 37,79.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
Gambar 8. Nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hasil uji beda dua rata-rata dengan
menggunakan uji parametrik (skor
pretest) & uji non-parametrik (N-Gain)
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan (Tabel 2). Berdasarkan hal
tersebut, dapat diyakini terdapat
peningkatannhasil belajar siswa pada
materi virus dengan penggunaan model
pembelajarannScientific Inquiry.
Tabel 2. Uji Beda dua rata-rata pretest dan N-Gain Kelas Mean Pretest Uji
Independent
Sample T-
test
Mean N-gain Uji
Mann-
Withney
Eksperimen 43,74
*Uji Normalitas = 5,13
(normal) **Uji Homogenitas = 1,04
(homogen) Sig= 1,22
71,80
*Uji Normalitas= 17,89
(normal) **Uji Homogenitas =
3,58 (tidak homogen) Sig= 5,71
Kontrol 39,30
*Uji Normalitas = 6,70
(normal)
**Uji Homogenitas = 1,04 (homogen)
37,79
*Uji Normalitas= 4,58
(normal)
**Uji Homogenitas = 3,58 (tidak homogen)
Keterangan: *Uji Normalitas (Normal, x2hitung < x2
tabel (=0,05))
** Uji Homogenitas (Tidak Homogen, Fhitung > Ftabel (=0,05))
*** Uji Beda Dua Rata-Rata (Signifikan, thitung > ttabel (=0,05))
**** Uji Mann-Whitney (Signifikan, Zhitung > Ztabel (=0,05))
Penyampaian materi “virus” dengam
menggunakan model pembelajaran
Scientific Inquiry dapat memberikan
dampak positif bagi siswa. Siswa dapat
membedakan virus dengan makhluk
hidup lainnya, menggali lebih dalam
peranan virus dalam kehidupan dan
mencari informasi tentang pencegahan
penyakit yang disebabkan oleh virus.
Secara tidak langsung, siswa
memperoleh pengetahuan lebih banyak
selain mencari melalui buku pelajaran.
Pembelajaran yang menggunakann
model pembelajaran Scientific Inquiry
ini mengajak seluruh siswaauntuk
berperan aktif dalam mencari,
mengumpulkan, dan bertukar informasi
sehingga tidak meinmbulkan rasa bosan
307
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
terhadap siswa dalam mengumpulkan
informasi serta menimbulkan suasana
pembelajaran yang aktif. Berdasarkan
hal tersebut, modellpembelajaran
ScientificIInquiry dapatt menaikkan
hasillbelajar siswa. Pendapat iniisejalan
dengan sebuah riset yang dilakukan oleh
Pratiwi et al. (2016) yyang mengatakan
bahwa model pembelajaran Scientific
Inquiry dapat berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Pendapat serupa dalam
riset yyang dilakukann ooleh Anggraini
et al. (2015) bahwa keterampilan proses
sains (KPS) dapat meningkattdengan
digunakannya Scientific Inquiry sebagai
model pembelajaran.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil riset mengenai
motivasi belajar setelah kegiatan belajar
mengajar yang memiliki kategorisasi
sebesar 10% tergolong “cukup baik”,
sebesar 67% tergolong “baik” dan
sebesar 24% tergolong “sangat baik”
serta hasil belajar siswa dengan Zhitung =
5,71 disimpulkan “model pembelajaran
Scientific Inquiry meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa
padaamateri virus”.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D.P dan Sani, R.A. 2015.
Analisis Model Pembelajaran
Scientific Inquiry & Kemampuan
Berpikir Kreatif terhadapp
Keterampilan Proses Sains Siswa
SMA. Jurnal Pendidikan Fisika,
4(2): 47-54.
Dabholkar, S., Gabriella, A dan Uri, W.
2018. GenEvo – An Emergent
System Microworld For Model-
Based Scientific Inquiry in the
Context of Genetics and
Evolution. International Society
of the Learning Sciences 2018
Proceedings. USA:
NorthWestern University.
Fraenkel, J.R., Wallen, N.E dan Hyun,
H.H. 2012. How to design and
evaluate research in education.
New York: McGraw-Hill.
Hussain, A., Muhammad, A dan Azra, S.
2011. Physics Teaching Methods:
Scientific Inquiry Vs Traditional
Lecture. International Journal of
Humanities & Social Science,
1(19): 269-276.
Joyce, B., Marsha, W dan Emily, C.
2016. Models of Teaching:
Model-Model Pengajaran (Edisi
Sembilan). (Terjemahan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lederman,J., Lederman, N., Bartels, S.,
Pavez, J.J., Lavonen, J., Blanquet,
E., Neumann, I., Kremer, K.,
Naaman, R.M., Blonder, R.,
Gaigher, E., Hattingh, A.M., Al-
Lai, S.A., Lin, S., Tosunoglu, C.H
dan Yalaki, Y. 2017.
Understandings of Scientific
Inquiry: An International
Collaborative Investigation of
Seventh Grade Students. ESERA
2017 Conference, Dublin: Dublin
City University.
Lestari, K.E. 2014. Implementasi Brain-
Based Learning untuk
Meningkatkann Kemampuan
Koneksi dan Kemampuan
308
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Vol 5(1) , Februari 2020 (297 – 309)
Berpikir Kritis Serta Motivasi
Belajar Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika, 2(1): 36-46.
Meltzer, D.E. 2002. The relationship
between mathematics preparation
and conceptual learning gains in
physics: A possible ‘‘hidden
variable’’ in diagnostic pretest
scores. Am. J. Phys. 70(2): 1259-
1268.
Nabban, N.P., Nasution, D dan Jayanti,
R.D. 2019. The Effect of
Scientific Inquiry Learning Model
and Scientific Argumentation on
The Students’ Science Process
Skill. Journal of Physics, 1155, 1-
6.
Pintrich, P,R., David, A, F, Smith.,
Teresa, G dan Wilbert, J. M.
1991. A Manual for the Use of the
Motivated Strategies for Learning
Questionaire (MSLQ). Michigan:
The Regents of the University of
Michigan.
Pintrich, P.R dan Teresa, G. 1991.
Student Motivation and Self-
Regulated Learning: A LISREL
Model. Michigan: The Regents of
the University of Michigan.
Pratiwi, Y dan Motlan. 2016. Pengaruh
Model Pembelajaran Scientific
Inquiry terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Fluida
Dinamis Kelas XI Semester II di
SMA Negeri 1 Pancur Batu
Tahun Pelajaran 2015/2016.
Jurnal Inpafi, 4(4), 1-7.
Riduwan. 2010. Skala Pengukuran
Variabel-variabel Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Suhila, E., Rochman, C dan Yuningsih,
K. 2016. Penerapann Model
Pembelajaran Scientific Inquiry
untuk Meningkatkan
Kemampuan Literasi Sains
Peserta Didik pada Sub Materi
Pokok Fluida Dinamis. Journal of
Teaching and Learning Physics,
1(1): 7-12.
309