Penerapan Metode Ali Mustafa Ya’qub dalam Memahami Hadis Larangan
Pemakaian Parfum bagi Wanita
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh:
Nafi Aisyah
NIM. 1113034000146
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2017 M
Penerapan Metode Ali Mustafa Ya'qub dalam Memahami HadisLarangan Pemak*ian Parfum bagi Wanita
Skripsi Diajukan Untuk Ntemenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sa{ana Agama (S.Ae.)
Oleh:
Nafi AisyahNIM : 1113034000146
Pembimbing:
PROGRAM STUDI ILMU AL.QUR'AN DAN TAFSIR
FAKTJLTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH, JAI(ARTA
t439IIr20I7 M
:19531231
l.
LEMBAR PERNYATAAI\T
Dengan Ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini menrpakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakana.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
J.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "Penerapan Metode Ali Mustafa Ya'qub Dalam Memahami
Hadis Larungan Pemakaian Parfum Bagi Wanita" telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakatta, pada 31
Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sadana Agama (S.Ag) padaprogram studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.
Ciputat, 31 Oktober 2017
Sidang Munaqasyah,
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Dr. Bustamin. SE. M.SiNrP. 19630701 199803 I 003
Anggota,
Penguji I
Lisfa Sentosa Aisyah. S.Ag. MANIP. 19750506 200s01 2003
Pembimbing
NrP. 1968061 8 199903 2 001
Penguji II
mmad Fatkhi. MA0tt2 199603 2 001
19531231 198603 I 010
iv
ABSTRAK
Nafi Aisyah (1113034000146)
Penerapan Metode Ali Mustafa Ya’qub Dalam Memahami Hadis Larangan Pemakaian Parfum Bagi Wanita
Kata Kunci : Hadis, Parfum, Ali Mustafa Ya’qub, dan Larangan.
Selain harus menjaga kebersihan dan kerapihan tuntutan untuk menjaga aroma tubuh agar tetap wangi dan segar sudah menjadi kewajiban siapa saja sebagai makhluk sosial yang banyak bertemu dengan banyak orang setiap harinya. Pada zaman sekarang menggunakan parfum merupakan bentuk profesionalitas seseorang.
Dalam skripsi ini penulis akan membahas pemahaman hadis Nabi tentang larangan terhadap penggunan parfum/wewangian pada wanita. Hadis yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yaang melarang penggunaan parfum bagi wanita.
Karena banyaknya pemahaman dari para ‘ulama, saya ingin menggunakan metode pemahaman hadis Ali Mustafa Ya’qub yang sudah dirangkum pada buku karya beliau yang berjudul “Cara Benar Memahami Hadis”. Empat langkah yang digunakan adalah mencari tahu kondisi sosial, latar belakang, budaya Arab dalam hadis, serta mengetahui Illat dalam hadis.
Kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah penggunaan parfum bagi wanita dibolehkan selama wanita tersebut menggunakannya tidak berlebihan dan tidak bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Karena pada zaman Nabi, penggunaan parfum bagi wanita disimbolkan sebagai fitnah. Sementara untuk saat ini, penggunaan parfum sudah menjadi kebutuhan wajib bagi wanita sebagai simbol kebersihan dan kerapihan.
v
KATA PENGANTAR
Bismillhirrahmānirrahīm
Assalāmualaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan
serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Tidak lupa juga salam serta
sholawat terus saya ucapkan teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita
termasuk umat yang mendapat syafaat darinya. Serta doa untuk keluarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan
untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir/ Tafsir Hadis Fakultas Ushulludin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan,
bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu,
pada keempatan ini saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan rasa
terimakasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu
penyelesaian tugas akhir ini :
1. Papah tercinta Maulana Hafid dan Mamah tercinta Ummi Salamah yang
tidak pernah lepas memberikan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai
waktu yang tak terkira, Terimakasih selalu memberikan semangat,
vi
motivasi, kasih sayang, dan doa yang tulus untuk kesuksesan penulis. Dan
untuk adik-adik tersayang Nur Shabrina, Desy Afriany, Hanifah, & M.
Yusuf Ramadhan Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan
memberikan umur panjang kepada mereka.
2. Bapak Dr. M. Isa H.A.Salam, M.Ag, selaku dosen pembimbing penulis
yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dan Bapak Moh Anwar
Syarifuddin, MA selaku Penasehat Akademik yang memberikan arahan
dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. Semoga
senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āmīn.
3. Bapak Prof. Dr Dede Rosyada, M.A Selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd,
selaku sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen
dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu
pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis.
6. Keluarga Besar H. Thabranie dan Keluarga Besar Muchtarudin yang
senantiasa mendukung penulis. yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan moril maupun materil sehingga saya bisa seperti sekarang ini.
vii
7. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Tafsir-Hadis
2013 Salman, Lia,Oom, khususnya teman-teman TH-D: Meida, Nurul,
Salwa, Olla, Hilma, Nuy, Ilda, serta teman-teman lain yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi
dan jalinan pertemanan yang indah.
8. Kepada sahabat-sahabat tersayang geng Hyperactive, Amaliyah Arief,
Rizky Dwi Putri, Muthya Kariema Fajrin, Rayyan Adilla Anwar, Siti
Aisyah, Adinda Khairani, Siti Rohmawati, Yoshiko Mutia Hanifa dan
Novia Ganefi yang telah menemani dan tanpa henti memberikan
semangat, juga teman-teman berlima Godel, Nurul, Elis, Ummu, Leha.
Terima Kasih, semoga Allah Swt membalas kebaikan kalian semua. Āmīn
9. Teman-teman KKN Soda Gembira 2016 Putri, Dini, Ayu, Uli, Dayang,
Jodi, Arbil, Sukmaya, Ubet & Rafi terima kasih atas kebersamaan dan
warna baru dalam perjalanan kuliah serta pengabdian di masyarakat,
semoga selama kita KKN dapat menjadi jembatan ukhuwah antara kita di
masa yang akan datang.
10. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam
proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang sepantasnya dan
mendapatkan ridho dari Allah SWT Āmīn. Semoga penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para pembaca agar
selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah Saw. Āmīn. Penulis menyadari
bahwa sedikit karya tulis ini bukanlah akhir dan puncak dari pencarian ilmu
pengetahuan akan tetapi merupakan awal dalam mengembangkan karya-karya
viii
ilmiah lainnya. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai
pihak guna penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya.Semoga
Allah Swt senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, Agustus 2017
Nafi Aisyah
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................. 8 C. Pembatasan dan Perumusan masalah .................................. 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 9 E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 9 F. Metodologi Penelitian ......................................................... 11 G. Sistematika Penulisan ......................................................... 13
BAB II BIOGRAFI ALI MUSTAFA YAQUB DAN METODE PEMAHAMAN HADISNYA
A. Biografi Ali Mustafa Yaqub ............................................... 15 B. Guru-guru ............................................................................ 18 C. Karya-karyanya ................................................................... 19 D. Metode Pemahaman Hadis .................................................. 22
1. Majaz dalam hadis ......................................................... 22 2. Takwil dalam hadis ........................................................ 23 3. Illat dalam hadis ............................................................. 26 4. Geografi dalam hadis ..................................................... 29 5. Budaya Arab dalam hadis .............................................. 30 6. Kondisi sosial dalam hadis ............................................ 32 7. Asbabul wurud hadis ..................................................... 33
BAB III PENERAPAN METODE ALI MUSTAFA YAQUB DALAM MEMAHAMI HADIS LARANGAN PARFUM BAGI WANITA
A. Takhrij Hadis ............................................................................ 35 1. Skema Sanad Hadis ........................................................... 39 2. Kritik Sanad ....................................................................... 40 3. Penilaian Hadis................................................................... 45
x
B. Analisis Hadis .......................................................................... 48 1. Illat dalam hadis ................................................................. 48 2. Budaya Arab dalam hadis .................................................. 53 3. Kondisi Sosial dan Sababul wurud hadis hadis ................. 54
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 58 B. Saran-Saran .......................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
xi
PEDOMAN TRANSELITASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis di bawah ظ
xii
koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y ye ي
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U ḏammah و
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
xiii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
3. Vokal panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ا
î i dengan topi di atas ي
û u dengan topi di atas و
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-
syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Tasydīd
Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
turut, seperti ةالسن = al-sunnah.
6. Ta marbūṯah
Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abū Hurairah.
7. Huruf Kapital
xiv
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhāri.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, hadis dimaknai dengan sesuai
kebutuhan pada zaman tersebut, dikarenakan teks hadis itu sangat terbatas adanya,
sedangkan realitas perkembangan zaman selalu dinamis. Teks hadis Nabi saw
yang telah melewati masa yang sangat panjang tetap harus dilakukan pemahaman
yang sesuai dengan maksudnya. Mengingat Nabi saw sudah tiada, pemahaman
dari satu teks hadis bisa bervariasi. Banyak pendekatan yang dapat diterapkan
dalam pemahaman hadis.
Untuk memahami hadis secara utuh, dibutuhkan ilmu-ilmu lain yang
berkenaan dengan pendekatan hadis Nabi saw. Karena hadis terkadang tidak
hanya dipahami secara tekstual saja akan tetapi hadis yang harus dipahami secara
kontekstual. Ketidaksepahaman mengenai pendekatan hadis inilah yang sering
menyebabkan perbedaan pandangan. Dan pada akhirnya melahirkan pendapat
yang terkadang menjatuhkan pihak lain yang tidak sepaham dengannya.
Diketahui hadis adalah ucapan, perbuatan atau penetapan yang dinisbatkan
kepada Nabi SAW.1 Oleh karena itu, hadis merupakan sumber ajaran kedua
setelah Al-Qur’an. Dan berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an, seperti menjelaskan
permasalahan yang global, mengkhususkan permasalahan yang umum, dan
digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an.2
1 Subhi Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, terj. Tim pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1995), h. 15. 2 Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodelogi Kritik Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 1
2
Berhias adalah naluri yang dimiliki setiap orang. Berhias sudah menjadi
kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Agar dapat memperindah diri baik di
lingkungan sekitar maupun diluar. Berhias adalah salah satu cara untuk
mengekspresikan diri yang menunjukan identitas serta jati diri seseorang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia berhias merupakan usaha untuk memperelok diri
dengan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan dengan dandanan
yang indah dan menarik.3
Berhias dapat memberikan kesan indah tersendiri bagi orang lain yang
melihatnya, baik dari segi pakaian, maupun make up wajah mereka. Oleh karena
itu berhias dapat dikategorikan sebagai perbuatan terpuji. Dalam hadits Nabi
SAW bersabda:
ثـنا محمد بن المثـنى ومحمد قال ابن -بن بشار وإبـراهيم بن دينار جميعا عن يحيى بن حماد وحدأخبـرنا شعبة عن أبان بن تـغلب عن فضيل الفقيمى عن إبـراهيم -المثـنى حدثنى يحيى بن حماد
ال يدخل الجنة « قال -صلى اهللا عليه وسلم-قمة عن عبد الله بن مسعود عن النبى النخعى عن عل لبه مثـقال ذرة من كبر قال رجل إن الرجل يحب أن يكون ثـوبه حسنا ونـعله حسنة. »من كان فى قـ
ر بطر الحق وغمط الناس « ال ق 3».إن الله جميل يحب الجمال الكبـ F
4 Artinya: Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada
kesombongan seberat debu. Ada seseorang yang bertanya,” Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang Indah dan alas kaki yang bagus, ( apakah ini termasuk sombong?) Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Di zaman sekarang bukan sesuatu hal aneh kalau parfum atau minyak
wangi adalah bagian dari gaya hidup seseorang. Selain untuk pengharum tubuh,
parfum juga sebagai pelengkap penampilan seseorang. Apalagi saat ini aroma
parfum yang ditawarkan mulai beragam, baik yang dikhususkan untuk wanita dan
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Ke-4 h. 4Abu al-Husain al-Hajjaj al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut Dar-al Fikr, tt,
3
pria. Parfum atau minyak wangi adalah wewangian yang dihasilkan dari proses
ekstraksi bahan bahan aromatik yang digunakan untuk memberikan aroma wangi
bagi tubuh, objek benda ataupun ruangan.
Dalam riwayatnya Rasulullah saw menganjurkan penggunaan parfum
secara umum sebagai bagian dari sunnahnya. Sebagaimana sabda beliau:
أيوب حدثنا سفيان بن وكيع حدثناحفص بن غياث عن الحجاج عن مكحول عن أبي الشمال عن أبيالمرسلين الحياء والتـعطر والسواك والنكاح قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أربع من سنن قال
Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’ telah menceritakan kepada kami Hafsu bin Ghiyas dari al-Hajjaj dari Makhul dari Abi Syimal dari Abi Ayyub berkata Rasulullah saw.bersabda: “empat perkara yang merupakan sunnah rasul: malu, memakai parfum, bersiwak dan menikah”. Rasulullah SAW. secara pribadi menyukai parfum, sebab beliau menyukai
wewangian secara fitrah.
Menggunakan parfum merupakan bagian dari berhias diri. Pada zaman
sekarang selain harus menjaga kebersihan dan kerapihan tuntutan untuk menjaga
aroma tubuh agar tetap wangi dan segar sudah menjadi kewajiban siapa saja
sebagai makhluk sosial yang banyak P
bertemuP dengan banyak orang setiap harinya.
Nabi Muhammad SAW sangat menyukai wangi-wangian, bahkan ada
hadis yang berbunyi untuk tidak menolak jika diberi wangi-wangian. Berikut
haditsnya:
ثـنا عزرة بن ثابت األنصاري قال حدثني ثمامة بن عبد الله عن ثـنا أبو نـعيم حد أنس رضي الله حد4يب.عنه أنه كان ال يـرد الطيب وزعم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان ال يـرد الط F
5 Dari Tsumamah bin Abdullah, dari Anas RA, sesungguhnya dia
tidak menolak wangi-wangian, dan beliau mengatakan juga bahwa Nabi Saw tidak menolak wangi-wangian. Menurut kamus Besar Ilmu Pengetahuan parfum adalah campuran zat
yang memiliki bau harum, terutama bila diencerkan; dikenal sejak jaman kuno
5 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 5, h. 2216, no 5585. Kualitas hadits Shahih.
4
sebagai bahan untuk mengadakan upacara dan penyembuhan.6 Menurut kamus
besar bahasa Indonesia parfum adalah minyak wangi; bau wangi-wangian yang
berupa cairan, padatan, dsb.7
Parfum atau minyak wangi adalah wewangian yang dihasilkan dari proses
ekstraksi bahan bahan aromatik yang digunakan untuk memberikan aroma wangi
bagi tubuh, objek benda ataupun ruangan.8
Untuk perempuan menjaga keindahan dan kecantikan sudah merupakan
hal yang wajar dan sangat diutamakan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan
wanita semua sudah diatur oleh agama baik dari segi adab berpakaian, adab
berbicara, adab berperilaku dan bergaul, dan lain sebagainya. Banyak sekali
tuntutan dan aturan untuk wanita, sehingga apa saja yang dilakukan wanita yang
bertujuan untuk mempercantik diri selalu dikategorikan ke dalam tindakan
tabarruj. Salah satunya ialah penggunaan parfum bagi wanita. Sesuai dengan
firman Allah:
ها وقل للمؤمنات يـغضضن من أبصارهن ويحفظن فـروجهن وال يـبدين زينتـهن إال ما ظهر منـوال يـبدين زينتـهن إال لبـعولتهن أو آبائهن أو آباء بـعولتهن أو وليضربن بخمرهن على جيوبهن
ائهن أو ما ملكت أبـنائهن أو أبـناء بـعولتهن أو إخوانهن أو بني إخوانهن أو بني أخواتهن أو نس ربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على ع ورات النساء وال أيمانـهن أو التابعين غير أولي اإل
8.يـها المؤمنون لعلكم تـفلحون يضربن بأرجلهن ليـعلم ما يخفين من زينتهن وتوبوا إلى الله جميعا أ F
9 Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain krudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka atau putra-puti mereka, atau
6 Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,
1997 h. 783 7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Ke-4 h. 1022 8https://id.wikipedia.org/wiki/Parfum 9Al-Qur’an Surat An-Nur : 31
5
putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra saudara-perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita, dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan . dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” Pesan ayat ini tidaklah diperselisihkan karena ayat di atas dalam surat an-
Nur ayat 31, mengandung pesan bahwa segala bentuk pakaian, gerak-gerik, serta
aroma yang bertujuan atau dapat mengundang rangsangan birahi serta perhatian
yang berlebihan adalah terlarang.
Dewasa ini, sudah menjadi hal yang sangat biasa untuk seseorang tak
terkecuali wanita, jika ingin bepergian atau keluar rumah menggunakan parfum.
Hal ini dilakukan untuk menghindari aroma tak sedap yang berasal dari keringat.
Akan tetapi dalam hadis Rasulullah SAW penggunaan parfum bagi perempuan
dilarang. Berikut haditsnya:
ثـنا مسد ثنى غنـيم بن قـيس عن أبى موسى عن النبى حد ثـنا يحيى أخبـرنا ثابت بن عمارة حد د حدقال إذا استـعطرت المرأة فمرت على القوم ليجدوا ريحها فهى كذا وكذا -صلى اهللا عليه وسلم
9.قـوال شديدا قال F
10 Artinya: “Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya telah
menceritakan kepada kami Tsabit bin ‘Umarah telah mengabarkan kepada kami ‘Ghunaim bin Qais telah menceritakan kepadaku dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Seorang perempuan yang menggunakan wewangian kemudian melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai, maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” Beliau berkata dengan nada yang tegas. Dalam memahami hadis larangan parfum bagi wanita terdapat perbedaan
pendapat ulama ada yang melarang secara mutlak dikarenakan memahami hadis
secara tekstual saja seperti Syaikh Abu Malik berkata bahwa sebab wanita mengenakan
wewangian itu sangat jelas karena dapat membangkitkan syahwat para pria yang
10 Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud, kitab tarjil bab ma ja’a fi
marati bitatoyub lil khuruj juz 4 h. 258 no. 4173
6
mencium baunya.11 Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Dianalogikan dengan
minyak wangi (yang terlarang dipakai oleh muslimah ketika hendak keluar
rumah) segala hal yang semisal dengan minyak wangi (sabun wangi dan lain-lain)
karena penyebab dilarangnya wanita memakai minyak wangi adalah adanya
sesuatu yang menggerakkan dan membangkitkan syahwat.”12 Lalu ada Al Haitami
berkata bahwa keluarnya wanita dari rumahnya dengan mengenakan wewangian
sambil berhias diri termasuk dosa besar, meskipun suami mengizinkannya
berpenampilan seperti itu.13
Ada juga ulama yang memahaminya secara kontekstual, artinya bahwa
larangan tersebut tergantung pada illat tertentu, meliputi jenis parfum, motivasi,
waktu dan tempat pemakaian parfum. Seperti Quraish Shihab yang melarang
pemakaian parfum apabila disebabkan fitnah yang dikhawatirkan menimpa
perempuan tersebut, maka boleh saja ia keluar menggunakan parfum apabila ia
aman dari fitnah.14
Jika memahami hadis hanya secara tekstual itu sangat bertentangan
dengan kondisi masyarakat zaman sekarang khususnya wanita yang sehari-hari
aktivitasnya sudah hampir setara dengan laki-laki, seperti ke kantor, kuliah,
belanja dan kegiatannya lainnya yang memungkinkan bertemu dengan orang
banyak. Karena dapat menganggu kenyamanan orang lain dengan menimbulkan
bau badan yang tidak sedap.
11Abu Malik Kamal , Shahih Fiqih Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhihu Madzahibi al-
Aimmah, juz: 3, h. 35 12 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, juz: 2, h. 349 13 Ibn Hajar al-Makki al-Haitami, Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair, juz: 2, h. 37. 14 Quraish Shihab, Perempuan (Tangerang: Lentera Hati, 2005) h. 393-394. Lihat juga
Siti Masyitoh, Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis Perempuan di Wilayah Publik,(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) h. 7
7
Dalam perkembangan kajian hadis di Indonesia, tidak luput oleh ‘Ulama
hadis yang berperan di dalamnya, karena berkembangnya kajian hadis dilihat dari
sejauh mana kontribusi para ulama-ulama khususnya dalam bidang hadis dalam
menyebarkan kajian hadis di Indonesia. Setiap bidang keilmuan tentunya
memiliki pakar masing-masing dalam bidangnya, seperti ulama dalam bidang
hadis. di Indonesia sudah banyak ulama yang berkiprah dalam bidang hadis serta
melahirkan karya-karyanya. Seperti, Syaikh Yasin Padang, Syaikh Mahfudz
Termas, Hasbi Ash-Shiddideqy, Lutfi Fathullah, dan juga Ali Mustafa Yaqub.
Disini saya memiliki keinginan untuk menerapkan metode pemahaman hadis
menurut Ali Mustafa Yaqub.
Menurut saya skripsi ini akan menarik jika saya menerapkan metode
pemahaman hadis menurut Ali Mustafa Yaqub, karena beliau adalah salah satu
ulama hadis berpengaruh di Indonesia, banyak menekuni dan mendalami hadis,
baik meneliti kualitasnya, menjelaskan makna dan kandungannya. Jika
penggunaan parfum bagi wanita di Arab dulu disimbolkan sebagai fitnah,
sekarang penggunaan parfum bagi wanita di Indonesia lebih kepada
prefesionalitas seseorang dikarenakan aktivitas kesehariannya sudah hampir setara
dengan laki-laki.
Berdasarkan teks hadis di atas, tentang larangan wanita menggunakan
parfum, penulis ingin mengkaji lebih dalam bagaimana pemahaman hadis tersebut
dan mengapa seorang wanita dilarang untuk memakai parfum/wewangian. Oleh
karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian skripsi dengan judul
“Penerapan Metode Ali Mustafa Yaqub dalam Memahami Hadis Larangan
Pemakaian Parfum bagi Wanita”
8
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemahaman tentang memakai parfum bagi wanita?
2. Bagaimana memahami hadis tentang pelarangan penggunaan parfum bagi
wanita dalam konteks kekinian?
3. Apa yang melatarbelakangi munculnya hadis yang mengindikasikan
pelarangan penggunaan parfum bagi wanita?
4. Apa kualitas sanad hadis memakai parfum bagi perempuan?
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini membahas hadis tentang larangan penggunaan parfum bagi
wanita, Untuk mengarahkan penelitian ini agar sesuai dengan masalah yang dicari
dan supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memahami hadis ini, maka penulis
membatasi masalah ini hanya dalam kajian studi keadaan memahami hadis
penggunaan parfum bagi wanita riwayat Abû Dâwud saja.
Berdasarkan pembatasan yang telah dirumuskan di atas maka penulis akan
merumuskannya dengan sebuah pertanyaan yaitu bagaimana penerapan metode
Ali Mustafa Yaqub dalam memahami hadis larangan pemakaian parfum bagi
wanita?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang telah penulis angkat maka tujuan penulisan
skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahi bagaimana kualitas dan pemahaman hadis tentang
memakai parfum bagi wanita.
9
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode pemahaman Ali Mustafa
Yaqub dalam memahami hadis larangan parfum bagi wanita.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana
program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai bahan untuk menambah wawasan pemikiran penulis.
3. Sebagai bahan rujukan tambahan bagi seseorang dalam menggunakan
parfum/wewangian
D. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan pembacaan yang intensif di berbagai sejumlah
perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, khususnya tentang kajian pustaka yang
fokus membahas tentang pemakaian parfum/wewangian bagi perempuan, penulis
menemukan skripsi yang lebih umum dan juga membahas tentang “Penggunaan
Parfum bagi Wanita dalam Perspektif Hadis” oleh Nurhasanah, 2008. Dalam
skripsinya, Nurhasanah menganalisis mengenai pemahaman hadis larangan
parfum yang terdapat dalam kutub al-Sittah dengan metode pengumpulan hadis
yang bertema sama. Kesimpulan penelitiannya adalah parfum di zaman
Rasulullah SAW. memiliki kriteria dan fungsi dengan parfum yang ada di zaman
sekarang. Dengan kata lain parfum telah mengalami perubahan makna dan
fungsi.15
Skripsi fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir oleh Siti
Masyitoh dengan judul “Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis
15 Nurhasanah, Penggunaan Parfum bagi Wanita dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
10
Perempuan di Wilayah Publik”. Dalam skripsinya berisi tentang hadis-hadis yang
berkaitan dengan perempuan di wilayah publik yang menjadikan hadis larangan
parfum bagi wanita sebagai salah satu sampel dari penelitian. Adapun objek yang
digunakan pada penelitian skripsinya adalah pemahaman tekstual dan kontekstual
terhadap hadis hadis yang berkenaan dengan perempuan di wilayah publik.16
Skripsi Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam
Negeri Sunan Syarif Kasim Pekanbaru Riau karya Rabi’atul Awaliyyah Hasmin
yang berjudul “Perspektif Hadis Memakai Parfum bagi Perempuan (Studi Ilmu
Mukhtalif Hadis)”. Dalam skripsi ini mengetahui bagaimana kualitas hadis-hadis
tentang kebolehan dan larangan memakai parfum bagi perempuan dalam hadis
Nabi saw dan untuk mengetahui bagaimana pemahaman serta penyelesaian hadis
mukhtalif tentang memakai parfum bagi perempuan. Kesimpulan dari
penelitiannya adalah kedua hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dalam beramal
karena hadis tentang larangan menggunakan parfum bagi perempuan berstatus
“shahih” dan hadis tentang kebolehan menggunakan parfum bagi perempuan
berstatus “shahih”. Jika merujuk kepada pendapat ulama, dapat kita ketahui
bahwa hadis mukhtalif tentang penggunaan parfum bagi perempuan ini bisa
diselesaikan dengan metode al-Jam’u wa at-Taufiq, dikarenakan ulama
mengamalkan kedua hadis tersebut.17
Berangkat dari penelusuran yang penulis lakukan, tentunya bisa dipastikan
bahwa pembahasan yang akan penulis kaji dalam skrispi ini berbeda dengan
16 Siti Masyitoh, Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis Perempuan di
Wilayah Publik,(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016)
17 Rabi’atul Awaliyyah Hasim, Perspektif Hadis Memakai Parfum bagi Perempuan (Studi Ilmu Mukhtalif Hadis), (Skripsi S1 Ushuluddin. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2015)
11
tulisan-tulisan sebelumnya. Dalam kajian metode pemahaman hadis, penulis
hanya terfokus pada hadis larangan penggunaan parfum bagi wanita yang
diriwayatkan oleh Abû Dâwud saja dengan metode pemahaman Ali Mustafa
Yaqub.
E. Metodelogi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan.18 Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang bersifat kepustakaan (liblary research), dengan menggunakan
sumber primer seperti kitab Sunan Abû Dâwud dan kitab hadis lain yang termasuk
dalam al-Kutub al-Tis’ah, dan buku-buku karya Ali Mustafa Yaqub yang
berkaitan dengan metode pemahaman hadis. Sumber pendukung yang akan
penulis gunakan adalah kitab-kitab syarah hadis serta referensi-referensi lain, baik
dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun hasil penelitian yang terkait dengan
kajian/penelitian.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara mentakhrij hadis
dengan kata kunci استـعطر dan awal matan إذا استـعطرت guna mengumpulkan hadis-
hadis yang membahas mengenai larangan penggunaan parfum bagi wanita.
Metode pencarian ini menggunakan kitab al-Mujam al-Mufahras li Alfâẓ al-
Hadîts al-Nabawî karya A. J. Wensinck dan Mausū‘ah Aṯrâf al-Ḫadîts al-
Nabawwî al-Syarîf karya Abû Ḫajar Muẖammad al-Sa’id Basyûni Zaghlûl.
18 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), h. 174
12
2. Metode Pembahasan
Penelitian ini mengkaji sebuah teks hadis dengan pendekatan pemikiran
tokoh yaitu Ali Mustafa Yaqub, dalam bukunya yaitu “Cara Benar Memahami
Hadis”. Metode pembahasan pada penelitian ini menggunakan metodelogi
pemahaman hadis yang ditawarkan oleh Ali Mustafa Yaqub. Ada tujuh metode
untuk memahami hadis yang ditawarkan, yaitu 1. Membahas Majaz hadis 2.
Mentakwil hadis 3. Memahami hadis dari segi geografis 4. Mengetahui budaya
arab 5. Mengetahui latar belakang hadis (asbab al-wurud) 6. Mengetahui kondisi
sosial kemasyarakatan dan 7. Mengetahui illat (faktor) yang menyebabkan
terjadinya suatu hukum dalam hadis berdasarkan illat manshusah (eksplisit) dan
illat mustanbathah (implisit). Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini
hanya empat metode saja karena yang berkaitan dengan hadis yang akan dikaji
yaitu:
1. Mengetahui budaya arab,
2. Mengetahui latar belakang hadis (asbab al-wurud),
3. Mengetahui kondisi sosial kemasyarakatan dan
4. Mengetahui illat (faktor) yang menyebabkan terjadinya suatu hukum
dalam hadis.
Adapun yang digunakan dalam menganalisa data yang diperoleh dari
penelitian pustaka adalah dengan deskriptif analisis. Deskriptif analisis adalah
suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
13
berlaku untuk umum".19 Dengan kata lain mengambil masalah atau memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil
kesimpulannya.
Maka dalam penelitian ini adalah supaya memberikan gambaran secara
sisetematis dan akurat mengenai pemahaman hadis larangan penggunaan parfum
bagi wanita.
3. Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini dengan membagi beberapa bab
sebagai judul besar yang sesuai dengan isi bab tersebut. Kemudian setiap bab
tersebut terbagi pula kepada beberapa sub bab. Selanjutnya disusun dengan
sistematis sehingga mudah dipahami.
BAB Pertama, berupa pendahuluan sebagai judul besar, kemudian terdiri
dari beberapa sub bab antara lain: latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB Kedua, berupa biografi Ali Mustafa Yaqub, guru-gurunya, karya-
karya, dan metode pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub
19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta 2010) h. 29
14
BAB Ketiga, berupa takhrij hadis dan penerapan metode Ali Mustafa
Yaqub dalam memahami hadis larangan penggunaan parfum bagi wanita meliputi
mengetahui budaya arab, mengetahui latar belakang hadis (asbab al-wurud),
mengetahui kondisi sosial kemasyarakatan dan mengetahui illat (faktor) yang
menyebabkan terjadinya suatu hukum dalam hadis.
BAB Keempat, berupa penutup yang terdiri dari dua sub bab, yakni
kesimpulan dan saran. Pada lembaran terakhir berisi daftar pustaka yang dijadikan
sumber penelitian ini.
15
BAB II
BIOGRAFI ALI MUSTAFA YAQUB DAN METODE PEMAHAMAN
HADISNYA
A. Biografi
Ali Mustafa Yaqub lahir di desa Kemiri, kecamatan Subah, Kabupaten
Batang Jawa Tengah, pada tanggal 02 Maret 1952, ia lahir dari sebuah keluarga
yang taat menjalankan agama. Ali Mustafa Yaqub lahir dan tumbuh dalam
lingkungan keluarga yang taat beragama Islam dan berkecukupan. Pada masa
kecilnya setelah pulang dari belajar di sekolah dasar (SD) di tempat kelahiranya,
ia membantu temannya menggembala kerbau di lereng-lereng bukit pesisir Utara
Jawa Tengah. Kebiasaan ini kelak membentuk karakter dan kepribadiannya yang
tegas, kritis dan peduli. 1
Ayahnya bernama Yaqub, seorang muballig terkemuka pada zamannya
dan imam di masjid-masjid Jawa Tengah. Ayahnya memiliki misi “Menegakkan
Amar Ma’ruf dan memberantas kemungkaran”. Sejak matahari terbit sampai
terbenam ayahnya melakukan rutinitas belajar dan mengajar. Ayahnya mengajar
tanpa pamrih dan hanya mengharap Ridha Allah SWT, berjiwa besar, bersahaja
dan tegas dalam membela agama Allah SWT. Sedangkan ibunya bernama
Zulaikha, seorang ustadzah dan ibu rumah tangga yang ikut membantu perjuangan
suaminya (Yaqub). Zulaikha meninggal pada tahun 1996. Ali Mustafa Yaqub
memiliki tujuh bersaudara, salah satu kakaknya yang bernama Dahlan Nuri Yaqub
1Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2003), 143
16
mengikuti jejak ayahnya, dan sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren
Darussalam di Batang Jawa Tengah.2
Pendidikan Ali Mustafa Yaqub mulai dari SD sampai SMP, semua dijalani
di Batang kota kelahirannya. Setelah tamat SMP minatnya untuk belajar agama
mulai tumbuh, Ali Mustafa kecil bertandang ke sebuah pesantren di Seblak,
Jombang untuk belajar agama sampai tahun 1969. Kemudian beliau nyantri lagi di
pesantren Tebu Ireng, Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja
dari pondok Seblak. Selanjutnya ia melanjutkan menuntut ilmu di Fakultas
Syari’ah Universitas Hasyim As’ari dan selesai pada tahun 1975. Pada
pertengahan tahun 1976 atas beasiswa penuh dari pemerintahan Arab Saudi, ia
masuk Fakultas Syari’ah Universitas Muhammad Ibnu Sa’ud Riyadh, Saudi
Arabia, sampai tamat dengan ijazah Licence (Lc) sampai tahun 1985. Kemudian
masih di kota yang sama ia melanjutkan studi lagi di Universitas King Sa’ud
Departemen Studi Islam jurusan Tafsir Hadis sampai tamat dengan ijazah master
tahun 1985.3 pada tahun 2005 Ali Mustafa Ya’qub melanjutkan studi doktoralnya
di Universitas Nizamia Hyderabad India. Pada pertengahan tahun 2008 Ali
Mustafa Ya’qub menyelesaikan program doktor pada kosentrasi Hukum Islam di
Universitas tersebut.
Secara garis besar, pendidikan Ali Mustafa Yaqub adalah: 4
1. Pondok Pesantren Seblak Jombang (1966– 1969), Tsanawiyyah
2. Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1969 –1971), Aliyyah
2 Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan
Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”, (Skripsi, di UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2011), 11-12.
3 Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015), cet. iv, 145. 4 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1997), 240
17
3. Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1972 – 1975),
4. Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud,
Riyadh, Saudi Arabia S1 (1976 – 1980),
5. Fakultas Pascasarjana Universitas King Saud, Riyadh, Saudi Arabia,
Spesialisasi Tafsir Hadis S2 (1980 – 1985),
6. Universitas Nizamia, Hyderabad, India, dengan Spesialisasi Hukum
Islam S3 (2005 – 2008).
Setelah pulang ke Indonesia beliau aktif mengajar. Di antara tempat
mengajarnya yaitu di Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur`an (PTIQ), Jakarta,
Institute Ilmu al-Qur`an (IIQ), Pengajian Islam di Masjid Istiqlal, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan dia juga mengasuh Pesantren Mahasiswa Darus Sunnah
Jakarta.5
Peran terpenting Ali Mustafa Yaqub di dalam ranah kajian hadis di
Indonesia adalah berusaha mengembangkan wawasan pemikiran dalam ilmu hadis
dan berupaya melakukan pembelaan dari serangan orientalis dan rasionalis
murni.6 Kehadiran Ali Mustafa Yaqub di panggung kajian hadis di Indonesia
memberi cakrawala baru bagi pemahaman hadis, terkhusus di Indonesia. Setelah
sekian lama mengabdikan diri untuk agama dan umat, tidak pernah berhenti
berkontribusi positif untuk nusa dan bangsa, baik melalui lisan maupun tulisan,
akhirnya Ali Mustafa Yaqub menghembuskan nafasnya yang terakhir di Rumah
5 Muhammad Husnul Mubarak‚ Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah Kiblat‛,
Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, 2015, 62 6 Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia, (Medan: IAIN Press,
2010), 37- 40
18
Sakit Hermina, Ciputat, pada hari Kamis 28/4/2016 pukul 06.00 WIB dalam usia
64 tahun.7
B. Guru-gurunya
Kesuksesan dan ilmu-ilmu yang telah didapat tentunya tidak luput dari
guru guru yang berpengaruh dalam pendidikannya. Ketika di pesantren Tebuireng
ia mempelajari dan mendalami kitab-kitab kuning dibawah bimbingan para kyai
seperti KH Idris Kamali, ia mempelajari ilmu-ilmu alat (bahasa Arab), hadis dan
tafsir dengan metode sorogan (individual) yang dimana ia diwajibkan menghafal
lebih dari sepuluh kitab, antara lain: Alfiyyah Ibn Mālik, al-Baiqūniyyah, al-
Waraqāt, dan lain-lain. Lalu ada KH Adlan Ali, ia mempelajari Ilmu Akhlak dan
lain-lain. KH Sobari ia belajar Ilmu Hadis dan lain-lain. Dan juga dari KH
Syamsuri Badawi ia belajar hadis dan Usul Fiqh dan dari beliaulah ia memperoleh
sanad Hadis yang bersambung sampai kepada Nabi saw.8 Ia juga pernah belajar
dengan Aburrahman Wahid (Gusdur) dibidang studi bahasa Arab dan Kitab Qatr
al-Nada.9
Selain itu, tokoh yang sangat berpengaruh dalam intelektualnya khususnya
di bidang hadis adalah Muhammad Mustafa al-Aẓamī. Guru hadisnya di
Universitas King Sa’ud Riyadh. Aẓamī dalam pandangan Ali Mustafa adalah satu
contoh ulama kontemporer yang punya karakter kuat. Walaupun kuliah di
Universitas Cambridge Inggris yang saat itu menjadi salah satu sarangnya
orientalis, Aẓamī sama sekali tidak terpengaruh oleh mereka. Bahkan disertasi
7 Ray Jordan, Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yaqub Wafat, diambil dari https://news.detik.com/berita/3198463/mantan-imam-besar-masjid-istiqlal-kh-ali-mustafa-yaqub-wafat Diakses pada 10 Desember 2017.
8 MM. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 701
9 Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”, (Skripsi, di UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2011), h. 13
19
Aẓamī justru mengkritik dua tokoh utama orientalis bidang hadis, yakni Ignaz
Goldziher (1950-1921) dan Joseph Schahct (1902-1969). Sikap kritik ilmiah
Azami ini akhirnya mendapat pengakuan dan pujian dari tokoh-tokoh orientalis
sendiri seperti Arthur John Arberry (1905-1969). Ulama’ kontemporer pakar fiqh
dan Tafsir Waḥbah al-Zuhailī juga merupakan gurunya. Dari beliau pula Ali
Mustafa belajar untuk produktif dalam menulis.10
Ali Mustafa juga rajin menghadiri halaqah-halaqah di luar kampus selama
kuliah di Arab Saudi, misalnya halaqah hadis kutub al-sittah yang diasuh oleh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (w.1999 M). Di samping itu, Ali Mustafa juga
menghadiri perkuliahan-perkuliahan yang dibawakan oleh al-Aziz ‘Alu Syaikh
dan tokoh-tokoh lainnya.11
Pada tahun 2006 ketika melanjutkan pendidikan program doktoralnya, Di
Universitas Nizamia Hyderabad India, ia berada dibawah bimbingan M Hasan
Hitou, yaitu seorang Guru Besar Fiqih Islam dan Ushul Fiqh Universitas Kuwait
dan Direktur lembaga studi Islam Internasional di Frankrut Jerman.12
C. Karya-karyanya
Adapun karya-karya Ali Mustafa Yaqub di bidang hadis antara lain yaitu:13
1. Memahami Hakikat Hukum Islam (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muhammad
Abdul Fattah al-Bayanuni, 1986)
2. Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal al Qur'an (1990)
10Annisa Nurul Khasanah, Orientasi Hadis Dalam Pemikiran Ali Mustafa Ya’qub, ”,
(Skripsi, di UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2016), h. 20 11Hartono, Tesis: Perkembangan Pemikiran Hadis Kontemporer di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Abdul Hakim Abdat dan Ali Mustafa Ya’qub), h. 85. 12Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan
Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”, (Skripsi, di UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2011), h. 14
13Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h. 151
20
3. Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (1991)
4. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Alih Bahasa dari Prof. Dr.
Muhammad Mustafa Azami, 1994)
5. Kritik Hadis (1995)
6. Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Ma syarakat (Alih Bahasa dari
Muhammad Jameel Zino, diterbitkan di Saudi Arabia, 1418 H)
7. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997)
8. Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam (1999)
9. Kerukunan Umat dalam Perspektif akQur'an dan Hadis (2000)
10. Islam Masa Kini (2001)
11. Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi'i (Alih Bahasa dari Prof Dr. Abd.
al-Rahman al-Khumayis, 2001)
12. Aqidah Imam Empat Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad (Alih
Bahasa Prof. dari Dr. Abd. al Rahman al-Khumayis, 2001)
13. Fatwa fatwa Kontemporer (2002)
14. MM Azami Pembela Eksistensi Hadis (2002)
15. Pengajian Ramadhan Kiai Duladi (2003)
16. Hadis-hadis Bermasalah (2003)
17. Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan (2003)
18. Nikah Beda Agama dalam Perspektif al- Qur'an dan Hadis (2005)
19. Imam Perempuan (2006)
20. Haji Pengabdi Setan (2006)
21. Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (2007)
22. Ada Bawal Kok Pilih Tiram (2008)
21
23. Toleransi Antar Umat Beragama, dua bahasa, Arab Indonesia 2008)
24. Islam di Amerikai (dua bahasa, Inggris Indonesia, 2009)
25. Kriteria Halal Haram untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut al
Qur'an dan Hadis (bahasa Indonesia, 2009)
26. Mewaspadai Provokator Haji (2009)
27. Islam Between War and Peace (Pustaka Darus Sunnah 2009)
28. Kidung Bilik Pesantren (Pustaka Darus Sunnah 2009)
29. Ma‟āyrī al-Ḥalāl wa al-Ḥarām Fi al-Aṭ‟imah, wa al-Ashribah, wa al-
Adwiyah wa al-Mustaḥdlarāt al-Tajmiliyyah Ala Dhaū‟ al-Kitāb wa al-
Sunnah (2010)
30. Kiblat; Antara Bangunan dan Arah Ka'bah (dua bahasa, Arab Indonesia
2010
31. Al-Qiblah Alā Dhaū‟ al-Kitāb wa al-Sunnah (2011)
32. 25 Menit Bersama Obama Hadis, (2010)
33. Kiblat Menurut al-Qur'an Hadis; Kritik Atas Fatwa MUI No 5/2010 (2011)
34. Ramadhan Bersama Ali Mustafa Yaqub (2011)
35. Cerita Dari Maroko (2012)
36. Makan Tak Pernah Kenyang (2012)
37. Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme (Bahasa Arab-Indonesia, 2012)
38. Dalīl al-Ḥisbah (2012)
39. Panduan Amar Ma'rfu Nahi Mungkar (Bahasa Arab-Indonesia 2012)
40. Isbāt Ramadlān wa Syawwāl wa Dzī al-Ḥijjah Ala Dhaū‟ al-Kitāb wa al-
Sunnah (2013).
22
41. Isbat Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah Obat, Menurut Al-Qur'an dan
Sunnah (Bahasa Hadis Indonesia, 2013)
42. Menghafal al-Qur'an di Amerika Serikat (2014)
43. al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥaḥ fī Fahm al-Sunnah al-Nabawiyyah (2014)
44. Cara Benar Memahami Hadis (2014)
45. Setan Berkalung Surban (2014)
D. Metode Pemahaman Hadis
Metode Pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub sudah terkonsep secara
langsung, metodenya tergambar dalam buku karyanya yang berjudul “Cara Benar
Memahami Hadis”. Buku tersebut menjelaskan secara rinci bagaimana cara
memahami hadis yang benar, Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa terkadang
yang dimaksud dari sebuah hadis adalah kandungan secara tekstual, sehingga
maksud seperti ini harus diamalkan. Terkadang juga yang dimaksud adalah
kandungan secara kontekstual, sehingga pengamalannya pun harus secara
kontekstual. Namun terkadang yang dimaksud adalah kandungan hadis secara
tekstual dan kontekstual sekaligus. Sehingga hadis tersebut boleh diamalkan
berdasarkan salah satu dari keduanya.14
Ali Mustafa Yaqub dalam paparannya juga memberikan kaidah dan cara
memahami hadis dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut ini :
a. Majaz dalam Hadis15
Sama seperti bahasa Indonesia terkadang bahasa Arab bermakna yang
sebenarnya (haqiqi atau denotatif) dan terkadang bermakna kiasan konotatif
14Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
9 15Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
10
23
(majazi atau konotatif). Karena teks hadis berbahasa Arab, maka maknannya pun
terkadang donotatif dan terkadang konotatif. Jika yang dimaksud makna hadis
adalah konotatif, maka tidak ragu lagi bahwa makna yang dimaksud dalam hadis
tersebut bukan yang denotatif, sehingga tidak perlu diamalkan dengan makna itu,
dan apabila mengamalkannya dengan makna denotatif, maka salah dalam
memahaminya, meskipun tidak termasuk dalam kesesatan. Hadis yang diambil
Ali mustafa untuk memberikan contoh Majaz dalam Hadis ini adalah hadis Aroma
mulut orang berpuasa.
ثـنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن أبي الزناد عن األعرج عن أبي هريـرة رضي ال له عنه أن حديجهل وإن امرؤ قاتـله أو شاتمه فـليـقل إني رسول الله صلى الله عليه وسلم قال الصيام جنة فال يـرفث وال
15.صائم مرتـين والذي نـفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله تـعالى من ريح المسك F
16 Abd Allah bin Maslamah telah menyampaikan hadits pada kami dari
Malik, dari Abi al-Zinad, dari al-A’raj, dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasul SAW bersabda: "Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali). Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta'ala dari pada aroma parfum kasturi. Al Khatabi menyatakan bahwa maksud dari aroma wangi parfum kasturi
adalah keridhaan dan pujian Allah kepadanya. Artinya, lebih suci di sisi Allah dan
lebih dekat daripada keridhaan-Nya. Menurut Al Baghawi, maknannya Adalah
pujian Allah kepada orang yang berpuasa dan ridha dengan perbuatannya.
b. Takwil dalam HadisP16F
17
Takwil Menurut Ulama Mutaakhirin Makna takwil yang ketiga populer di
kalangan ulama mutaakhirin. Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh allslam Ibnu
16 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 2, h. 670, no 880. Kualitas hadits Shahih. 17 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
26
24
Taimiyah (w. 728 H) takwil menurut pengertian ulama mutaakhirin dari kalangan
ahli Fikih, ahli Kalam, ahli Hadis, dan ahli Tasawuf serta ulama ulama yang
sepakat dengan mereka, adalah mengalihkan suatu dari maknanya yang rajih (kuat
kepada maknanya yang marjuh (lemah) karena ada indikasi yang menyertainya.
Al-Jurjani (w.816 H) dalam kitab al-Ta’rifat berkata: "Takwil adalah makna yang
diambil dari lafazh yang musytarak (memiliki banyak arti) dengan menggunakan
sebagian arti berdasarkan kekuatan logika. Ketika menelaah topik suatu lafazh dan
mengalihkan lafazh tersebut dari arti-arti yang dapat dipahami kepada suatu
pengertian tertentu dengan menggunakan jenis logika, maka berarti telah
melakukan takwil terhadapnya."
Perkataannya "Dari lafazh yang musytarak,” merupakan batasan definisi
berdasarkan kesepakatan, namun bukan keharusan. Sebab lafaz yang musykil dan
khafi (sulit dan tidak jelas maknanya) apabila dapat diketahui dengan logika juga
masuk dalam kategori ini). Karena seandainya makna lafazh itu dikuatkan oleh
nash (teks maka artinya adalah mufassar (lafazh yang dijelaskan) bukan
mu’awwal (lafazh yang ditakwili).
Menurut Ibn al-Atsir (w. 606 H) dalam kitabnya al-Nihayah, takwil adalah
mengalihkan teks lafazh dari makna asalnya (secara eksplisit) kepada makna yang
memerlukan suatu indikasi yang jika indikasi ini tidak ada, maka tidak pcrlu
mengabaikan makna eksplisit dari teks tersebut. Maka, hadis yang ditakwil adalah
hadis yang tidak dapat dipahami dengan makna eksplisit, melainkan dengan
makna yang lain.
Syarat Takwil yang benar
25
Takwil yang benar memiliki syaratsyarat yang harus dipenuhi agar takwil
tersebut menjadi benar. Yaitu:
1. Takwil itu harus sesuaidengan ketentuan bahasa Arab atau kebiasaan
dalam penggunaannya Setiap produk takwil yang melenceng dari syarat
ini, maka takwilnya tidak benar.
2. Harus ada dalil indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dari
lafazh tersebut adalah makna yang dipahami secara takwil dari yang zhahir
tekstual. Jika dalil ini tidak ada, maka takwilnya batal.
3. Apabila dalil takwil berdasarkan qias, maka qiyas tersebut disyaratkan
harus jali (jelas) sehingga langsung dapat dipahami bukan khafi (samar).
4. Takwil tersebut tidak dihukumi batal berdasarkan zhahir al nash (teks dalil
secara eksplisit.
Berikut adalah contoh takwil dalam hadis, Hadis Allah turun ke langit:
ثـنا يحيى بن يحيى قال قـرأت على مالك عن ابن شهاب عن أبى عبد الله األغر وعن أ بى سلمة بن حدلة يـنزل ربـنا تـب « قال -صلى اهللا عليه وسلم-عبد الرحمن عن أبى هريـرة أن رسول الله ارك وتـعالى كل ليـ
قى ثـلث الليل اآلخر فـيـقول من يدعونى فأستجيب له ومن يسأ نـيا حين يـبـ لنى فأعطيه ومن إلى السماء الد17يستـغفرنى فأغفر له F
18 Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah
membacakan kepada Malik dari Ibnu Syihab dari Abu Abdullah Al Agharr dan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, (kemudian) Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.”
Berkenaan dengan hadis ini kita harus mengimaninya sesuai dengan apa
yang disabdakan oleh Rasulullah saw tanpa membahas bagaimana caranya, tanpa
18 Abu al-Husain Muslim, al-jami' al-shahih, (t.t, t.th) juz 2, h. 175. Diriwayatkan juga
oleh Shahih Bukhari, Sunan Abu dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah.
26
menyerupakannya (dengan makhluk) tanpa menghilangkan maknanya, tanpa
mengubahnya dan tanpa menakwilkannya. Sebab, sifat sifat Allah tersebut
merupakan bagian dari hal-hal gaib yang tidak dapat kita ketahui kecuali dari
Allah Swt dan Rasulullah Saw. Sedangkan dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya
tidak menjelaskan maknanya. Maka, kita tidak dapat memahaminya kecuali yang
disampaikan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Sehingga apabila ada ulama
mengatakan bahwa nuzul (turun) itu memiliki beberapa makna namun kita tetap
tidak mampu menentukan makna yang manakah yang dikehendaki Allah dan
Rasul-Nya dari makna-makna tersebut. Tidak ada cara lain bagi kita kecuali
disampaikan oleh Allah swt dan Rasulullah Saw.
c. Illat dalam Hadis19
Hadis nabi kadang berbentuk perintah, larangan, atau yang serupa lafal
yang serupa dengan keduanya. Jika illatnya disebutkan di dalam hadis, maka illat
tersebut manshuhah (eksplisit). Namun jika tidak disebutkan illatnya maka illat
tersebut mustanbathah (implisit). Maksud illat disini bukan illat dalam ilmu hadis
yang menjadi salah satu faktor penyebab kedhaifan hadis akan tetapi illat menurut
ilmu Ushul Fiqh yang artinya sifat zhahir yang dapat dipedomani dan menjadi
pendeteksi hukum, atau suatu sifat yang keberadaannya menyebabkan adanya
hukum dan ketiadaanya menyebabkan tidak adanya hukum. Berikut adalah contoh
illat eksplisit, Memabukan dalam minuman dan ll:
ثـنا الزهري، عن أبي سلمة، عن ثـنا سفيان، قال: حد ثـنا علي بن عبد الله، قال: حد عائشة حد19سكر فـهو حرام كل شراب أ النبي صلى اهللا عليه وسلم قال عن F
20
19 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
62 20Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 5, h. 2121, no. 5263. Kualitas hadits Shahih.
27
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdillah, dia berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan, dia berkata telah menceritakan kepada kami Azzuhri, dari Abu Salamah, dari ‘Aisyah, dari Nabi s.a.w, dia berkata : “Setiap minuman yang dapat memabukkan adalah haram”
ثـنا يحيى ثـنا محمد بن المثـنى ومحمد بن حاتم قاال حد عن عبـيد الله -وهو القطان -حدكل مسكر خمر « قال -صلى اهللا عليه وسلم-أخبـرنا نافع عن ابن عمر قال وال أعلمه إال عن النبى
20وكل خمر حرام F
21 “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-mutsanna dan
Muhammad bin Hatim, mereka berdua berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya, dan Dia adalah al-Qattan, dari Ubaidillah, telah mengabarkan kepada kami Nafi’, dari Ibnu Umar, dia berkata : Aku tidak mengetahui perkara ini kecuali dari Nabi s.a.w, beliau bersabda :“Setiap yang memabukkan adalah khamer, & semua jenis khamer adalah haram.”
ثـنا مسدد وموسى بن ثـنا مهدى حد ثـنا أبو عثمان -يـعنى ابن ميمون -إسماعيل قاال حد -حدعن القاسم عن عائشة رضى اهللا عنها قالت سمعت رسول -قال موسى هو عمرو بن سلم األنصارى
كل مسكر حرام وما أسكر منه الفرق فملء الكف منه حرام « ول يـق -صلى اهللا عليه وسلم-الله 21 F
22 “Seluruh yang memabukkan adalah haram, dan apa saja yang jika
diminum seukuran farq memabukkan maka meminum seukuran telapak tangan juga haram.”
Hadis-hadis di atas menyatakan secara eksplisit bahwa setiap yang
memabukkan, cairan maupun benda padat, matang maupun dimasak, dari perasan
anggur atau dari bahan lainnya, adalah haram. Illat keharaman benda tersebut
adalah memabukkan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan
ulama, sebab illat yang menyebabkan keharamannya tercantum di dalam teks dalil
(manshushah). Para ulama juga memahami Hadis-hadis di atas bahwa setiap
minuman yang tidak memabukkan adalah tidak haram, karena tidak ada illat
memabukkan di dalamnya.
Berikut adalah contoh illat implisit, kurban diganti uang:
عن محمد أبو الصابغ نافع بن الله عبد حدثنا المدني الحذاء عمرو بن مسلم عمرو أبو حدثنا عمل ما قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن: عائشة عن ابيه عن عروة بن هشام عن المثنى أبي
21 Abu al-Husain Muslim, al-Jami' al-Shahih, (t.t, t.th) juz 6, h. 101. 22 Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud, juz 3 h. 379 no. 3689
28
وأشعارها بقرونها القيامة يوم لتأتي انها الدم إهراق من الله الى احب النحر يوم عمل من آدمي22 نفسا بها فطيبوا الرضا من يقع ان قبل الله من ليقع الدم وأن واظالفها F
23 Telah menceritakan kepada kami Abu Amr Muslim bin Amr Al
Hadzdza` Al Madani, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Nafi’ Ashshabigh Abu Muhammad, dari Abul Mutsanna, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidak beramal anak Adam pada hari Nahr ('Iedul Adha) yang paling disukai Allah selain daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari qiyamat dengan tanduk dan kukunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Allah sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah dengan senang hati. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan dan tidak dianjurkan
meninggalkannya bagi orang yang mampu melakukannya. Hanya saja yang terjadi
sekarang di Indonesia, banyak orang-orang fakir miskin setelah menerima daging
kurban mereka malah menjual daging-daging tersebut. Sebab mereka lebih
memerlukan uang daripada daging. Permasalahannya, manakah yang lebih utama
beribadah kurban dengan menyembelih binatang atau bersedekah seharga
binatang tersebut? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Madzhab pertama, Abdullah bin Umar ra dan beberapa ulama Salaf
misalnya Imam Ahmad Hanbal dan Imam Abu al-Zinad rahimahullah
berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban lebih utama daripada bersedekah
dengan harga hewan tersebut. Mereka mengatakan bahwa Nabi dan para khalifah
setelahnya menyembelih hewan kurban. Seandainya mereka mengetahui bahwa
sedekah (dengan harga hewan tersebut lebih utama dari menyembelih hewan
kurban tentu mereka akan beralih untuk bersedekah Karena sesungguhnya
mengutamakan sedekah daripada berkurban akan berdampak pada sikap
mengabaikan perilaku yang disunahkan Rasulullah Saw. Madzhab kedua, Ummul
23 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘isa bin Saurat al Turmudzi, Sunan At-Turmudzi Wa Hawa al-
Jami al-Shahih (Beirut: Darul Fikr, tt) juz. 4, h. 83
29
Mukminin Aisyah RA dan Bilal RA (petugas azan Rasulullah Saw) berpendapat
bahwa bersedekah seharga hewan kurban lebih utama daripada menyembelih
hewannya. Ummul Mukminin Aisyah RA berkata:
Fألن أتصدق بخاتمي هذا أوجب إلي من أن أهدي إلى البيت ألفا23
24 "Sungguh aku bersedekah dengan cincinku ini lebih aku suka dari pada
menyembelih seribu (hewan). Dan ku hadiahkan ke baitullah” Fما أبالي أن ال أضحي إال بديك وألن أضعه في يتيم قد ترب فوه فهو أحب إلي من أن أضحي24
25 “Aku tidak peduli untuk berkurban hanya dengan seekor ayam jantan.
Karena sungguh dengan memberikannya kepada anak yatim mulutnya berdebu karena tidak makan, lebih aku sukai daripada berkurban”
Demikianlah, apa yang dikatakan oleh Aisyah RA dan Bilal RA dalam
menentukan illat dalan syariat kurban. Illat tersebut memberi makan kepada kaum
fakir miskin dan membantu perekonomian mereka. Menurut mereka, bukan
merupakan ibadah qashirah (individual) melainkan ibadah muta'addiyah atau
ibadah sosial. Karena illat ini tidak tercantum di dalam teks Hadis, maka illat
tersebut adalah illat mustanbathah.
d. Geografi dalam Hadis P25F
26
Geografi merupakan ilmu peta bumi yang dapat membantu seorang
muslim dalam memahami hadis. Seorang muslim terkadang keliru dalam
memamaknai hadis jika tidak mengetahui peta bumi. Contoh hadis, menghadap
timur dan barat saat buang hajat:
ثـنا الزهري عن عطاء بن يزيد الليثي عن ثـنا ابن أبي ذئب قال حد ثـنا آدم قال حد أبي أيوب حدلة وال يـولها قال رسول الله صلى الله عليه و األنصاري قال سلم إذا أتى أحدكم الغائط فال يستـقبل القبـ
26ظهره شرقوا أو غربوا F
27
24 Ibnu Qudamah, al-Mughni, xiii, h. 361 25 Imam Abd Razzaq, al- Mushanaf, iv, 385 26 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
85 27 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 1, h.66, no. 144. Kualitas hadits Shahih.
30
Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi’b berkata, telah menceritakan kepada kami Az Zuhri dari ‘Atha’ bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari berkata, “Rasulullah bersabda: “apabila salah seorang dari kalian buang hajat maka hendaklah ia tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya. Menghadaplah ke timur atau ke barat” Dalam Hadis ini tidak disebutkan letak tempat ketika Rasulullah Saw
menyampaikan Hadis tersebut. Namun dalam riwayat lain dari Abdullah Umar
RA, beliau berkata: "Aku naik ke atas rumah Hafshah untuk suatu keperluan. Di
sana aku melihat Rasulullah Saw buang hajat dengan membelakangi menghadap
ke Syam.” Hadis di atas memberikan petunjuk bahwa Rasulullah Saw sabdanya
itu setelah berada di Madinah. Hal ini berdasarkan indikasi dari perkataan
Abdullah bin Umar: "Rumah Hafshah” Hafshah adalah Ummul Mukminin, istri
Nabi Saw, saudara perempuan Abdullah bin Umar. beliau baru menikah dengan
Hafshah setelah beliau hujrah dan menetap di Madinah. Karenanya, dapat
ditetapkan bahwa tempat kejadian ketika Rasulullah menyampaikan hadis tersebut
adalah Madinah. Sementara letak geografis Madinah dari Makkah adalah arah
Utara.
e. Budaya Arab dalam Hadis28
Contoh hadis, Menabuh Rebana Saat Pernikahan:
Imam al Tirmidzi rahimahrullalu dalam kitabnya Sunan al Tirmidzi
meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ثـنا يزيد بن هارون أخبـرنا عيسى بن ميمون األنصاري عن الق ثـنا أحمد بن منيع حد اسم بن حداجعلوه في المساجد محمد عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أعلنوا هذا النكاح و
واضربوا عليه بالدفوف 28 F
29
28 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
96 29 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘isa bin Saurat al Turmudzi, Sunan At-Turmudzi Wa Hawa al-
Jami al-Shahih (Beirut: Darul Fikr, tt) juz. 3, h. 398 no. 1089
31
"Umumkanlah pernikahan ini. Jadikan masjid sebagai tempatnya. Tabuhlah rebana untuk mengumumkannya." Imam al Tirmidzi berkata: "Hadis ini hasan gharib Sebagaimana riwayat
yang lain dari Muhammad bin Hathib allumahi yang berkata bahwa Rasulullah
Saw bersabda:
ثـنا هشيم أخبـرنا أبو بـلج عن محمد بن حاطب الجمحي قال ثـنا أحمد بن منيع حد قال حدما بـين الحرام والحالل الدف والصوت رسول الله صلى الله عليه وسلم فصل
29 F
30 "Pembeda antara yang hamam dan yang halal adalah (tabuhan)
elana dan suara." Menurut Imam al Tirmidzi, hadis ini hasan, Tidak diragukan bahwa Hadis-
hadis tentang menabuh rebana saat pernikahan dapat dijadikan hujjah, meskipun
sebagiannya berstatus dhaif (lemah), Imam al Kahlani (w. 1182 H) dalam kitab
Subul al Salam berkata: "Hadis-hadis tersebut menunjukkan perintah untuk
mengumumkan pernikahan. Mengumumkan adalah kebalikan dar merahasiakan.
Perintahnya adalah dengan menabuh al-ghirbal yang ditafsirkan dengan rebana
(al-duff). Hadis-hadis dalam masalah ini menjadi hujjah (dalil), kendati masing-
masing riwayat memiliki catatan, namun antara satu dengan yang lain saling
menguatkan. Semuanya menunjukkan tentang disyariatkannya menabuh rebana
(dalam pernikahan). Sebab, menabuh rebana lebih kuat gaungnya untuk
mengumumkan pernikahan daripada tidak melakukannya. Secara zhahir, perintah
beliau menunjukkan perbuatan yang wajib. Dan barangkali tidak ada ulama yang
mengatakan demikian. Hukumnya pun menjadi sunnah, namun dengan syarat
tidak disertai perbuatan yang haram." Benar seperti yang dikatakan oleh Imam al
Kahlani rahimahullah bahwa menabuh rebana bukan suatu kewajiban dan tidak
ada seorang pun ulama yang berpendapat demikian. Hukumnya hanya sunah.
30 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘isa bin Saurat al Turmudzi, Sunan At-Turmudzi Wa Hawa al-
Jami al-Shahih (Beirut: Darul Fikr, tt) juz. 3, h. 398 no. 1088
32
Sebab yang diperintahkan dalam Hadis adalah mengumumkan nikah. Sehingga
andai kita mengatakan bahwa menabuh rebana adalah sunah, apakah dalam
mengumumkan pernikahan wajib dengan menabuh rebana atau boleh dengan cara
yang lain? Dalam mengumumkan pernikahan, tampaknya kita boleh saja dengan
cara yang lain selain menabuh rebana. Karena rebana merupakan alat musik bagi
bangsa Arab pada masa Nabi. Hal ini bukan bagian dari agama, hanya merupakan
salah satu budaya Arab saat itu. Oleh karena itu, dalam mengumumkan
pernikahan, boleh saja dengan cara yang lain menurut adat setempat, dengan
syarat tidak bercampur dengan hal-hal yang diharamkan.
f. Kondisi Sosial dalam Hadis31
Di antara hal yang dapat membantu kita dalam memahami Hadis Nabi
adalah mengetahui kondisi sosial yang terjadi saat Rasulullah menyampaikan
sabdanya. Kondisi sosial pada zaman Nabi terkadang berbeda dengan kondisi
sosial sekarang ini. Berikutnya hadis yang berkaitan dengan kondisi saat itu tidak
boleh dipraktikkan dan diamalkan secara harfiah (tekstual) pada kondisi saat ini
karena kondisi sosialnya berbeda. Jika tetap dipraktikkan, maka kesimpulan
hukumnya tidak tepat, bahkan dapat menyalahi Sunnah Nabi. Lebih jelasnya,
berikut ini contoh hadis yang berkaitan dengan kondisi masa Nabi, Meludah di
Masjid:
لة، فشق ذلك عليه حتى رئي في و حكه جهه، فـقام ف أن النبي صلى اهللا عليه وسلم رأى نخامة في القبـنه وبـي زقن أحدكم بيده، فـقال: " إن أحدكم إذا قام في صالته فإنه يـناجي ربه أو إن ربه بـيـ لة، فال يـبـ ن القبـ
لته، ولكن عن يساره أو تحت قدميه، ثم أخ ذ طرف ردائه فـبصق فيه، ثم رد بـعضه على بـعض، قبل قبـ31فـقال: أو يـفعل هكذا F
32
31 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h. 121
32 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah, 1400 H), juz 1, h.159, no. 397. Kualitas hadits Shahih.
33
“Bahwa Nabi Saw melihat dahak di bagian kiblat. Beliau merasa berat hingga terlihat perubahan di raut wajahnya. Beliau pun berdiri dan menggosok dahak itu dengan tangannya. Lalu bersabda: "Sesungguhnya salah seorang kalian ketika sedang shalat, ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Atau sungguh posisi Tuhannya berada di antara ia dan kiblat. Karenanya, janganlah sekali kali seorang dari kalian meludah arah kiblatnya. Namun silakan ke sebelah kiri atau di bawah kakinya." Kemudian beliau mengambil ujung selendangnya lalu meludah ke in tersebut. Selanjutnya beliau melipat sebagiannya di atas sebagian yang lain. Lalu bersabda: "Atau ia dapat melakukannya seperti ini.
ثـنا قـتادة قال سمعت أنس بن مالك قال ثـنا شعبة قال حد ثـنا آدم قال حد حدز قال النبي صلى الله عليه وسلم إن المؤمن إذا كان في الصالة فإنما يـناجي ربه ف قن بـين يديه وال عن ال يـبـ
يمينه ولكن عن يساره أو تحت قدمه 32 F
33 Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah
menceritakan kepada kami Syu’bah berkata, telah menceritakan kepada kami Qatadah berkata, aku mendengar Anas bin Malik berkata, “Nabi bersabda: "Sesungguhnya seorang mukmin apabila sedang shalat ia bermunajat kepada Tuhannya. Maka jangan ia meludah di depan dan sebelah kanannya, tetapi sebelah kiri atau bawah kakinya”. Hadis hadis tentang meludah di masjid banyak dengan redaksi yang
berbeda-beda namun maknanya sama. Imam al-Bukhari meriwayatkan Hadis
tentang kifarat meludah di dalam masjid. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah
Saw bersabda:
ثـنا قـتادة قال ثـنا شعبة قال حد ثـنا آدم قال حد سمعت أنس بن مالك قال حد قال النبي صلى الله عليه وسلم البـزاق في المسجد خطيئة وكفارتـها دفـنـها
33 F
34 Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah
menceritakan kepada kami Syu’bah berkata, telah menceritakan kepada kami Qatadah berkata, aku mendengar Anas bin Malik berkata, “Nabi bersabda: "Meludah di masjid adalah dosa. Kafaratnya adalah dengan mengurugnya Tidak diragukan bahwa lantai masjid pada masa Nabi berbeda dari lantai
masjid pada masa sekarang. Sebagaimana boleh memakai sandal di masjid ketika
shalat, boleh juga meludah di dalam masjid. Hanya meludah disini termasuk dosa,
dan penebusnya adalah dengan mengurugnya. Hadis-hadis tersebut tidak boleh
33 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 1, h.160, no. 403. Kualitas hadits Shahih. 34 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 1, h.161, no. 405. Kualitas hadits Shahih.
34
diamalkan secara tekstual di masjid saat ini. Karena lantai masjid sekarang terdiri
dari keramik dan marmer serta beralaskan karpet yang indah. Apabila sekarang
setiap orang diperbolehkan meludah di lantai masjid, terjadi banjir ludah Dan ini
menyalahi Sunnah yang memerintahkan untuk menjaga kebersihan.
g. Sababul Wurud dalam Hadis35
Di antara cara yang dapat membantu kita dalam memahami hadis adalah
sabab wurud al-hadis. Jika dalam ayat al-Qur'an terdapat sabab al-nuzul (latar
belakang turunnya ayat), maka dalam hadis terdapat sabab wurud. Mengetahui
latar belakang suatu hadis dapat membantu untuk mengetahui maksud hadis
tersebut. Imam Ibn Taimiyah (w.728 H) rahimahullah berkata: "Mengetahui
tentang sabab al-nuzul dapat membantu untuk memahami ayat al-Quran. Karena
sesungguhnya dengan mengetahui al-sabab (faktor penyebab) dapat melahirkan
pengetahuan terhadap al-musabbab (akibat). Diantara contohnya adalah, Hijrah
dan perempuan:
إنما األعمال بالنـيات وإنما لكل امريء ما نـوى فمن كانت هجرته إلى اهللا ورسوله فهجرته إلى35اهللا ورسوله ومن كانت هجرته لدنـيا يصيبها أو امرأة يـنكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه F
36 “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan niat. Dan
sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Karena siapa yang berhijrah (dengan niat menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang berhijrah (dengan niat) memuja kemewahan duniawi yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu menuju kepada apa yang ia hijrahi. Tidak diragukan bahwa orang yang belum mengetahui sebab yang
melatarbelakangi hadis akan sulit untuk mengetahui maksudnya. Karena ia akan
bingung untuk menghubungkan antara hijrah dan menikahi wanita. Kesulitan ini
35 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) h.
133 36 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 1, h.3, no.1. Kualitas hadits Shahih.
35
akan hilang mengetahui sebab yang melatarbelakangi terjadinya hadis ini. Sabab
wurud hadis ini adalah, sesungguhnya seorang laki-laki berhijrah dari Makkah ke
Madinah bukan mengharap keutaman hijrah, melainkan bertujuan untuk menikahi
seorang perempuan bernama Ummu Qais.
35
BAB III
PENERAPAN METODE ALI MUSTAFA YAQUB DALAM MEMAHAMI
HADIS LARANGAN PARFUM BAGI WANITA
A. Takhrij Hadis
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya
yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya
ketika diperlukan
ثنى غنـيم بن قـيس عن أبى موسى ثـنا يحيى أخبـرنا ثابت بن عمارة حد ثـنا مسدد حد عن النبى حديجدوا ريحها فهى كذا وكذا قال إذا استـعطرت المرأة فمرت على القوم ل -صلى اهللا عليه وسلم
0.قال قـوال شديدا F
1 “Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Yahya telah mengabarkan kepada kami Tsabit bin ‘Umarah telah menceritakan kepadaku ‘Ghunaim bin Qais dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang perempuan memakai wewangian lalu sengaja lewat diantara orang-orang agar mencium wanginya, maka dia begini begitu (sindiran berbuat zina).” Beliau berkata dengan nada yang tegas”. Apabila wanita memakai wewangian atau wangi-wangian dengan
semerbak harumnya dikarenakan wewangian tersebut (hingga wanginya tercium)
yakni untuk membuat sekitarnya mencium wewangiannya. Dan begitulah dia
gambaran untuk wanita pezina. P1F
2
1Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud kitab tarjil bab ma ja’a fi marati
bitatoyub lil khuruj juz 4 h. 258 no. 4173 2 M. Syamsul haq abadi, Aunul Ma'bud Kitab tarjil (Madinah, Muhammad Abd al-
Muhsin, 1968 juz 11h. 230
36
1. Penelusuran dengan metode lafadz
Setelah ditelusuri menggunakan kitab Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-
hadîts al-nabawî melalui lafal yang jarang digunakan dari suatu matan hadis, pada
lafal استـعطر ditemukan data-data sebagai berikut: P
2F
3
4 ترجل: د
4أدب : ت
8 ةيزن : ن
2 استئذان : دى
٤ : حم
1. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata إذا استـعطرت yang terdapat dalam matan
hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausū‘ah Aṯrâf al-Ḫadîts al-Nabawwî
al-Syarîf, ditemukan data sebagai berikut.
3.استـعطرت المرأة إذا F
4
400 4حم :
3 Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî
(Belanda: E.J Brill, 1936), Juz 4 h. 259 4 Abû Ḫajar Muẖammad al-Sa’id Basyûni Zaghlûl, Mausû’ah Aṯrâf al-Ḫadîts, al-
Nabawiy al-Syarîf Juz 1, h. 312.
37
4183د :
4500كنز:
Dari hasil takhrij diatas berikut adalah hadisnya yang terdapat di, Sunan
At Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimi, dan Musnad Ahmad bin
Hanbal.
ثـنا يحيى بن سعيد القطان عن ثابت بن عمارة الحنفى عن ثـنا محمد بن بشار حد غنـيم بن حدقـيس عن أبى موسى عن النبى –صلى اهللا عليه وسلم كل عين زانية والمرأة إذا استـعطرت فمرت
4.بالمجلس فهى كذا وكذا يـعنى زانية F
5 “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Qaththan dari Tsabit bin Imarah al-Hanafiy dari Ghunaim bin Qais dari Abi Musa, Rasulullah saw. bersabda: “setiap mata pernah berzina, begitu pula wanita yang memakai wangi-wangian, kemudian ia melewati suatu majelis (perkumpulan), maka ia begini dan begitu”. Maksudnya itu juga dianggap zina”.
ثـنا ثابت وهو ابن عمارة ثـنا خالد قال حد عن غنـيم بن -أخبـرنا إسماعيل بن مسعود قال حدقـيس عن األشعرى قال قال رسول الله صلى اهللا عليه وسلم أيما امرأة استـعطرت فمرت على
5.قـوم ليجدوا من ريحها فهى زانية F
6 “Telah mengabarkan kepada kami Ismail bin Mas’ud berkata telah
menceritakan kepada kami Khalid berkata telah menceritakan kepada kami Tsabit-bin Umarah- dari Ghunaim bin Qais dari al-Asy’ariy berkata, Rasulullah saw. bersabda: “siapa saja wanita yang memakai minyak wangi, kemudian ia melintas dihadapan suatu kaum, dimana mereka mencium baunya, maka ia adalah pezina”.
األشعري عن النبي صلى موسى بىأخبـرنا أبو عاصم عن ثابت بن عمارة عن غنـيم بن قـيس عن أ Fاهللا عليه و سلم قال : أيما امرأة استـعطرت ثم خرجت ليوجد ريحها فهى زانية وكل عين زانى.6
7 “Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Ashim dari Tsabit bin
Umarah dari Ghunaim bin Qais dari Abi Musa berkata: “Siapa saja wanita yang memakai minyak wangi, kemudian ia keluar agar tercium baunya, maka dia adalah pezina dan setiap mata adalah zina”.
5 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘isa bin Saurat al Turmudzi, Sunan At-Turmudzi Wa Hawa al-
Jami al-Shahih (Beirut: Darul Fikr, tt), 6 Jalaluddin al-Suyuti dan al-Sindi, Sunan al-Nasai kitab Zaniyah Mina Sunan bab
Yakrohu in Nisa mina Tibi, Beirut: Daar al-Ma'rifat, 1138 juz 4 h. 532 no 5141 7 Abdullah bin Abdurrahman. Sunan al-Dârimî,
38
ثـنا يحيى بن سعيد عن ثابت ثـنا عبد الله حدثنى أبى حد ن عمارة عن غنـيم عن أبى يـعنى اب حدموسى األشعرى عن النبى صلى اهللا عليه وسلم- قال إذا استـعطرت المرأة فخرجت على القوم
7.ليجدوا ريحها فهى كذا وكذا F
8 “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Tsabit –
yaitu ibnu Umarah- dari Ghunaim dari Abu Musa al-Asy’ariy, Rasulullah saw. bersabda:”Jika wanita memakai minyak wangi dan keluar melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka dia begini dan begini”.
ثـنا عبد الله حدثنى ثـنا مروان بن معاوية قال حدثـناحد ثابت بن عمارة عن غنـيم بن قـيس أبى حدعن األشعرى قال قال رسول الله -صلى اهللا عليه وسلم أيما امرأة استـعطرت فمرت بقوم ليجدوا
8انية.ريحها فهى ز F
9 “Telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu’awiyyah
berkata telah menceritakan kepada kami Tsabit bin umarah dari Ghunaim bin Qais dari Asy’ariy berkata, Rasulullah saw. bersabda:”siapa saja wanita yang memakai minyak wangi dan melintas dihadapan suatu kaum agar mereka mencium baunya maka ia seperti pezina”.
ثـنا ثابت بن ثـنا عبد الواحد وروح بن عبادة قاال حد ثـنا عبد الله حدثنى أبى حد عمارة عن حدأيما امرأة -صلى اهللا عليه وسلم-شعرى قال قال رسول الله غنـيم بن قـيس عن أبى موسى األ
استـعطرت P9F
10P. ثم مرت على القوم ليجدوا ريحها فهى زان
“Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid dan Raih bin ‘Ubadah berkata telah menceritakan kepada kami Tsabit bin Umarah dari Ghunaim bin Qais dari Abi Musa al-Asy’ariy berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja wanita yang memakai minyak wangi kemudian melintas di depan suatu kaum agar mereka mendapati baunya maka ia seperti pezina.
Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah:
1. Mengetahui sumber otentik suatu hadits dari buku hadis apa saja.
2. Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis.
3. Mengetahui kualitas hadis (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).
8 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Darul Fikr, 1999), jilid 4, 400. 9 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Darul Fikr, 1999), jilid 4, 414. 10 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Darul Fikr, 1999), jilid 4,
418.
39
B. Skema Sanad Gabungan Hadis Larangan Parfum bagi Wanita
Tujuan dari skema sanad adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis
dengan jelas dari jalur sanad yang akan diteliti dan untuk mengetahui kualitas
hadis yang bersangkutan dengan sanad yang diteliti.
صلى اهللا عليه وسلم-النبى
أبى موسى األشعرى
بن احمد
مسدد
غنـيم بن قـيس
ثابت بن عمارة
خالد يحيى بن سعيد
بن محمد
مروان بن معاوية أبو عاصم عبد الواحد روح بن عبادة
النسائ الترمذي ابي داود الدارمي
إسماعيل بن
40
C. Kritik Sanad
Melihat banyaknya jalur sanad yang berkaitan dengan hadis yang akan diteliti,
maka penulis memfokuskan penelitian kepada jalur sanad Abû Dâwud dan Imam
Turmudzi:
Jalur Abû Dâwud
1. Abû Dâwud11
a. Nama Lengkap : Sulaimân bin al-Asy’ats bin Syaddâd bin ‘Amr bin
Ȃ’mir, atau Sulaiman bin al-Asy’ats bin Bisyr bin Syaddâd, atau Sulaimân
bin al-Asy’ats bin Isẖâq bin Basyîr bin Syaddâd, ibnu ‘Amr bin ‘Imrân al-
Azdî Abû Dâwud al-Sijjistânî al-Ḫâfîẕ. Perjalanan rihlah yang dilakukan
yaitu ke Irak, Khurasan, Syam, Mesir, Hijaz dan lain-lain. Lahir pada
tahun 202 H dan wafat pada bulan Syawâl tahun 275 H, di Basrah.
b. Guru-guru : Ibrâhîm bin Basysyâr al-Ramâdî, Musaddad bin Musarhadi,
Ibrâhîm bin Ziyâd Sabalân, ‘Ustmân bin Muẖammad bin Abî Syaybah,
Aẖmad bin Ḫanbal, ‘Ali ibn al-Madînî dan ‘Amr bin ‘Awn al-Wâsiṯî.
c. Murid-murid : al-Tirmidzî, Ibrâhîm bin Ḫammâd bin Ibrâhîm bin Yûnus
al-‘Ȃqûlî, dan Abû Ḫâmid Aẖmad bin Ja’far al-Asy’arî al-Aşbahânî.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ẖaddatsanâ
e. Pendapat ulama hadis: Abû Ḫâtim bin Ḫibbân : fiqhân, ‘ilmân, hifdzân,
nuskân, wara’ân, itqânân.
2. Musaddad bin Musarhadi12
11 Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), juz 11, h. 355-367. 12 Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), juz 27, h. 443-447.
41
a. Nama lengkap : Musaddad bin Musarhadi bin Musarbal al-Asadiy, Abu
Hasan Al-Bashri. Wafat tahun 228 H.
b. Guru-gurunya : Ja’far bin Sulaiman, Yahya bin Saa’id Al Qattan,
Hammad bin Zaid, Khalid bin Abdullah dan Mu’tamar bin Sulaiman, dll.
c. Murid-muridnya : Abû Dâwud, Bukhari, Ibrahim bin Ya’qub,
Muhammad bin Muhammad bin Khllad dan Hammad bin Ishaq, dll.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ẖaddatsanâ
e. Pendapat ulama hadis: An-Nasa’i dan Ibnu Hajar berkata: Tsiqah.
Al-Dzahabi : Hafidz
3. Yahya bin Saa’id Al Qattan13
a. Nama lengkap : Yahya bin Sa’iid bin Farukh al-Qattan al-Tamimi,
Abu Sa'iid al-Basri al-Ahwal al-Hafiz, Mawla Bani Tamim. Lahir pada
tahun 120 H dan wafat pada tahun 198 H.
b. Guru-guru : Ismail bin Abi Khalid, Tsabit bin ‘Umara, Ja’far bin
Muhammad bin ‘Ali, Hammad bin Salamah, Malik bin Anas.
c. Murid-murid : Ismail bin Mas’ud al–Jahdari, Sufian al-Tsauri, Abu
Bakr Abdullah bin Mohammed bin Abi Aswad, Abdul Rahman bin
Mohammed bin Mansour Al Harthy, Yusuf bin Salman Al-Basri
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ‘an
e. Penilaian Ulama hadis : Ibnu Hajar : Tsiqah, Hafidz
Al-Dzahabi : Tsiqah
4. Tsabit bin ‘Umara14
13Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 31. h. 329 14Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 4. h. 366
42
a. Nama lengkap: Tsabit bin Umarah al-Hanafiy, Abu Malik al-Bashriy.
Tidak di ketahui tahun lahirnya, Wafat pada tahun 149 H
b. Guru-guru: Khalid bin Abdullah, Zurairah bin Aufa, Ghunaim bin
Qais, Al-Qasim bin Muslim Al-Ishkari, dll.
c. Murid-murid: Marwan bin Muawiyah al–Fazzari, Al-Nadr bin Syamil,
Waki’ bin Jarrah, Yahya bin Said, Yahya bin Katsir al-Anbari
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ‘an
e. Penilaian Ulama hadis: Ibnu hajar dan Al-Dzahabi berkata: Saduq
Ishaq bin Manshur, Yahya bin Ma’in
berkata: tsiqah
Abu Hatim berkata: laisa ‘indiy bi al-Matiin
(dia tidak kuat).
5. Ghunaim bin Qais15
a. Nama lengkap: Ghunaim bin Qais al-Maziniy al-Ka’biy, Abu ‘Anbar
al-Bashariy. Wafat tahun 90 H.
b. Guru-guru: Sa’ad bin Abi Waqas, Abdullah bin Umar bin al-Khattab,
Qais Almazni, Abu Musa al-Asy’ariy.
c. Murid-murid: Tsabit bin Umarah, Sa’id al-Jurairiy, Sulaiman al-
Taimy dan Yazid al-Raqasyi, ‘Asim al-Ahwal, dll.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ‘an
a. Penilaian para Ulama: Ibnu hajar dan An-Nasa’i berkata: tsiqah
6. Abu Musa al-Asy’ariy16
15Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 23. h. 120 16Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 15. h. 446
43
a. Nama lengkap: Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhar bin Harab
bin ‘Amir bin ‘Atim bin Bakri bin ‘Amir bin ‘Adzri bin Wail bin
Najiah bin Jumahir bin Asy’ariy, Abu Musa al-Asy’ariy. Wafat di
Mekkah pada tahun 50 H.
b. Guru-guru: Nabi Muhammad saw, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin
Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yassar, Umar bin Khattab,
Mu’adz bin Jabal, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Aisyah istri Rasulullah
saw.
c. Murid-murid: Ghunaim bin Qais, Ibrahim bin Abu Musa al-Asy’ariy
(anaknya), Abdurrahman bin Yazid, Amru bin Jarad, Anas bin Malik
al-Anshari, Tsabit bin Qais, dll.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ‘an
e. Penilaian para Ulama : Ibnu Hajar : Şaẖâbî
Dzahabi : Şaẖâbî
Jalur At-Tirmudzi
1. At-Tirmudzi17
a. Nama lengkap: Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin
Dhahhak, Abu Isa al-Turmudzi al-Darir al-Hafiz. Melakukan rihlah
(perjalanan) ke berbagai negeri, seperti Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-
lain. Lahir pada tahun 209 H/ 824 M di kota Turmudzi, sehingga
beliau dinisbahkan kepada nama kota ini, yaitu al-Turmudzi dan wafat
di Tirmidz pada bulan Rajab tahun 279 H.
17Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 26. h. 250
44
b. Guru-gurunya: Muẖammad bin Basyar, Ibrahim al-Saqa al-Syafi’I,
Aqilah al-Makki, Hasan al-Ujaimi, Ahmad bin Muhammad al-Qassas,
Ahmad bin Ali al Sinawi, Ali bin Abdul Kudus al-Sinawi, Abi Abbas
Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
c. Murid-muridnya: Abu Bakar Ahmad bin Ismail bin Amir al-
Samarkandi, Abu Hamid Ahmad bin Abdullah bin Daud al-Marwazi,
Ahmad bin Ali al-Makri’, Ahmad bin Yusuf al-Nasafi, Husain bin
Yusuf al-Farabi.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ẖaddatsanâ
e. Pendapat ulama hadis: Ibnu Hajar : Amanah
Al-Dzahabi : Hafidz
2. Muẖammad bin Basyar18
a. Nama lengkap : Muhammad bin Basyar bin ‘Utsman al-‘Ubda, Abu
Bakar al-Bushra, Bindaar. Lahir pada tahun 167 H dan wafat pada
tahun 252 H di Bushrah
b. Guru-gurunya: Abu ‘Asim al-Dahhak bin Mukhlid, Waki’ bin Jarrah
Wahab bin Jarir bin Hazim, Yahya bin Saa’id Al Qattan, Yazid bin
Zaar’i
c. Murid-muridnya : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i,
Ibnu Majah.
d. Şighat taẖammul wa al-ada’ : ẖaddatsanâ
e. Penilaian Ulama hadis : Ibnu Hajar : Tsiqah
Al-Dzahabi : Hafidz, Tsiqah
18Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), jilid 24. h. 511
45
Perawi selanjutnya sama seperti jalur Abû Dâwud yaitu Yahya bin Saa’id
Al Qattan, Tsabit bin ‘Umarah, Ghunaim bin Qais, sampai kepada shahabat Abu
Musa al-Asy’ariy.
D. Penilaian Hadis
Abû Dâwud (w. 275 H) menerima hadis dari Musaddad bin Musarhadi (w.
228 H) dengan cara “ẖaddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan Abû
Dâwud pernah berguru dengan Musaddad bin Musarhadi dan dimungkinkan
mereka bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Musaddad
bin Musarhadi (w. 228 H) menerima hadis dari Yahya bin Sa’id (w. 198 H)
dengan cara ẖaddatsanâ, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan
mereka pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima. Yahya bin Sa’id (w. 198 H) menerima hadis dari Tsabit bin ‘Umarah (w.
149). Dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan
mereka pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima. Tsabit bin ‘Umarah (w. 149) menerima hadis dari Ghunaim bin Qais (w.
90 H) dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu
dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Ghunaim bin
Qais (w. 90 H) menerima hadis dari Abû Musa al-Asy’ary dengan cara “’an”, para
ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu dan berguru, sehingga
sanadnya bersambung dan dapat diterima. Abû Musa al-Asy’ary menerima hadis
dari Nabi Muhammad Saw. dengan cara “’an”. Abû Hurairah adalah seorang
sahabat yang tidak diragukan lagi ke’adil-annya, sehingga sanadnya bersambung
dan dapat diterima. At-Tirmidzi (w. 279 H) menerima hadis dari Muẖammad bin
Basyar (w. 252 H) dengan cara “ẖaddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta’dil)
46
dan At-Tirmidzi pernah berguru dengan Muẖammad bin Basyr dan dimungkinkan
mereka bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Muẖammad
bin Basyar (w. 252 H) menerima hadis dari Yahya bin Sa’id (w. 198 H) dengan
cara ẖaddatsanâ, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan mereka
pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Yahya bin Sa’id (w. 198 H) menerima hadis dari Tsabit bin ‘Umarah (w. 149).
Dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan mereka
pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Tsabit bin ‘Umarah (w. 149) menerima hadis dari Ghunaim bin Qais (w. 90 H)
dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu dan
berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Ghunaim bin Qais
(w. 90 H) menerima hadis dari Abû Musa al-Asy’ary dengan cara “’an”, para
ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu dan berguru, sehingga
sanadnya bersambung dan dapat diterima. Abû Musa al-Asy’ary menerima hadis
dari Nabi Muhammad Saw. dengan cara “’an”. Abû Hurairah adalah seorang
sahabat yang tidak diragukan lagi ke’adil-annya, sehingga sanadnya bersambung
dan dapat diterima.
At-Tirmidzi (w. 279 H) menerima hadis dari Muẖammad bin Basyar (w.
252 H) dengan cara “ẖaddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan At-
Tirmidzi pernah berguru dengan Muẖammad bin Basyr dan dimungkinkan
mereka bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Muẖammad
bin Basyar (w. 252 H) menerima hadis dari Yahya bin Sa’id (w. 198 H) dengan
cara ẖaddatsanâ, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan mereka
pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
47
Yahya bin Sa’id (w. 198 H) menerima hadis dari Tsabit bin ‘Umarah (w. 149).
Dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan memungkinkan mereka
pernah bertemu dan berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Tsabit bin ‘Umarah (w. 149) menerima hadis dari Ghunaim bin Qais (w. 90 H)
dengan cara “’an”, para ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu dan
berguru, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima. Ghunaim bin Qais
(w. 90 H) menerima hadis dari Abû Musa al-Asy’ary dengan cara “’an”, para
ulama menilai positif (ta’dil) dan mereka bertemu dan berguru, sehingga
sanadnya bersambung dan dapat diterima. Abû Musa al-Asy’ary menerima hadis
dari Nabi Muhammad Saw. dengan cara “’an”. Abû Hurairah adalah seorang
sahabat yang tidak diragukan lagi ke’adil-annya, sehingga sanadnya bersambung
dan dapat diterima.
Setelah diteliti keberadaan sanad hadis riwayat Abû Dâwud dan Al-
Turmudzi, ternyata seluruh periwayat dalam semua thabaqatnya menujukkan
hubungan yang positif sebagai guru dan murid, maka sanad hadits tersebut dalam
keadaan bersambung (muttasil).
Sedangkan penelusuran melalui metode periwayatan, ditemukan bahwa
mayoritas menggunakan sighat al-ada’ haddatsana, dan ‘an. Dan mayoritas
menggunakan ‘an berarti hadis diterima melalui al-sama’ dengan syarat tidak
tadlis dan terjadi pertemuan. Hadis riwayat Abû Dâwud dan al-Turmudzi yang
penulis teliti memenuhi persyaratan ini. Sehingga dikategorikan sebagai hadis
mu’an’an dengan metode at-tahammul assama’.
Dari hasil analisis ketersambungan sanad serta kualitas perawi dan metode
periwayatannya yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari masing-
48
masing sanad serta penelitian para periwayat, dari periwayat pertama hingga
mukharij secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
a. Dari segi ketersambungan sanad, mulai mukharij al-hadis (Abû
Dâwud dan At-Turmudzi) hingga sanad terakhir (Abu Musa al-
Asy’ariy), maka sanad hadits riwayat Abû Dâwud dan At-
Turmudzi tersebut terdapat ketersabungan sehingga dikatakan
muttasil.
b. Dari segi kualitas para perawi (Abu Musa al-Asy’ariy - Ghunaim
bin Qais - Yahya bin Saa’id Al Qattan - Muẖammad bin Basyr -
Musaddad bin Musarhadi - Abû Dâwud - At-Turmudzi) tersebut
bersifat `adil dan dhabit meskipun terdapat satu periwayat yang
dinilai ta’dil rendah (Tsabit bin ‘Umara). Akan tetapi dalam hadis
terhindar dari syadz dan ‘illat. Tirmidzi dalam kitab “Tuhfatul
Asyraf” mengatakan bahwa hadis ini dengan istilah hasan shahih.
Sehingga hadis yang diteliti dikategorikan hadits hasan. Selain itu,
karena hadis ini dikuatkan oleh periwayat lain maka statusnya naik
menjadi shahih lighairihi. Dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
c. Dari segi metode periwayatannya terdapat sighat al-ada’ yang
berbeda-beda, namun menurut peneliti termasuk kategori hadis
mu’an’an.
E. Analisis Hadis Menggunakan Metode Ali Mustafa Yaqub
1. Illat dalam Hadis
Illat menurut bahasa berarti sesuatu yang bisa mengubah keadaan,
misalnya seperti penyakit disebut illat karena sifatnya mengubah kondisi
49
seseorang yag terkena penyakit itu. Secara istilah seperti dikemukaan Wahbah al-
Zuhaili, adalah suatu yang konkret dan dapat dipastikan keberadaannya pada
setiap pelakunya dan menurut sifatnya sejalan dengan tujuan pembentukan suatu
hukum yaitu mewujudkan kemashlahatan dengan meraih kemanfaatan dan
menolak kemudharatan dari umat manusia.19
Para ulama ushul fiqih membagi ‘illat itu menjadi beberapa segi,
diantaranya adalah segi cara mendapatkanya dan bisa tidaknya ‘illat itu diterapkan
pada kasus hukum lainya.
Dari segi cara mendapatkanya, ‘illat itu, menurut ulama ushul fiqh, ada
dua macam, yaitu :
a. Illat Manshushah adalah illat yang dikandung langsung oleh
nash. Jadi, apabila dalam nash terdapat ‘illat yang menyatakan
begini, atau sebab begini, atau karena begini, maka sifat itu
adalah ‘illat yang berdasar nash itu. Seperti dalam riwayat al-
Nasa’i
ثـنا يزيد ثـنا مسدد حد ثـنا خالد الحذاء عن أبى المليح عن نـبـيشة حد بن زريع حدناكم عن لحومها أن « -صلى اهللا عليه وسلم-قال قال رسول الله إنا كنا نـهيـ
عة فكلوا وادخروا واتجروا أال تأكلوها فـوق ثالث لكى تسعكم فـقد جاء الله بالس ».وإن هذه األيام أيام أكل وشرب وذكر الله عز وجل
19 F
20 “Sesungguhnya, aku dahulu melarang kalian untuk mengonsumsi daging hewan qurban lebih dari tiga hari supaya dapat mencukupi kalian. Kini, Allah ta’ala telah memberikan kecukupan untuk kalian, maka makanlah, simpan, dan carilah pahala. Ketahuilah, sesungguhnya hari-hari ini (yakni hari–hari tasyriq) adalah hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla”.
19 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2005), cet 1, h. 135 20 Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abi Daud, juz 3 h. 58 no. 2815
50
‘illat Hadis ini ditetapkan berdasarkan dalil secara langsung bahwa kesulitan bisa membolehkan suatu yang haram bukan karena dzatnya.21
b. Illat Mustanbathah adalah illat yang digali oleh para mujtahid
dari nash msesuai dengan kaidah-kaidah yang ditentukan dan
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.22
Jika dilihat dari teks hadis yang penulis kaji tentang larangan parfum bagi
wanita, hadis ini termasuk kepada hadis yang mengandung illat manshushah
(eksplisit) karena illatnya disebutkan di dalam hadis itu sendiri,23 yaitu
menyebarkan fitnah.
Perlu diperhatikan di dalam hadis ini menyebutkan dua perkara yang
menyebutkan wanita menyelisihi batas-batas yang telah ditetapkan pembuat
syariat. Pertama, ia melakukan “ista’tharat” = Tathayyaba bi Al-itr yakni
memakai wewangian yang semerbak baunya.24 Kedua, lam pada teks hadis adalah
lam kay, yaitu yang membuat fi’il menjadi manshub dan mempunyai arti ‘untuk’
atau ‘agar supaya’. Disini bisa dilihat teks hadis ini menjadi larangan bagi wanita
jika si pengguna mempunyai niat atau unsur kesengajaan melewati suatu kaum
dengan niat dan tujuan agar mereka mencium baunya, yakni bermaksud
menyebarkan fitnah. Sedangkan setiap amalan tergantung pada niatnya. Dalam
hadis Rasulullah saw bersabda:
حدثنا الحميدي عبد اهللا بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد األنصاري قال أخبرني عمر بن الخطاب رضي اهللا عنه محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت
على المنبر قال سمعت رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم يقول إنما األعمال بالنـيات وإنما لكل امريء ما
21 Hanafie, Ushul Fiqh (Jakarta; PT Bumi Restu,) h. 131 22 Nasrun Haruoen, Ushul Fiqih 1, (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997) hal. 81 23 Lihat bab II h. 21 24 Mu’jam al-Wasith t.n. Maktabah Suruq al-Dauliyah, 2011
51
نـيا يصيبها أو امرأة نـوى فمن كانت هجرته إلى اهللا ورسوله فهجرته إلى اهللا ورسوله ومن كانت هجرته لد 24.يـنكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه F
25 “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan niat. Dan
sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Karena siapa yang berhijrah (dengan niat menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang berhijrah (dengan niat) memuja kemewahan duniawi yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu menuju kepada apa yang ia hijrahi. Ibnu Salam berkata “kalimat pertama innamal ‘amalu binniyat
menjelaskan apa yang termasuk dalam kategori perbuatan, sedangkan kalimat
kedua wainnama likulli imriin manawa menjelaskan akibat dari suatu perbuatan.
Setiap ibadah yang hanya dapat dibedakan dengan niat, maka niat termasuk dalam
syarat dalam perbuatan itu, sedangkan perbuatan yang dapat dibedakan dengan
sendirinya, maka tidak disyaratkan adanya niat. Seperti dzikir, doa dan membaca
al-Qur’an, karena perbuatan ini jelas telah membedakan antara ibadah dan
kebiasaan sehari-hari (‘adat). Sudah barang tentu semua ini harus dilihat hukum
asalnya. Sedangkan apabila seseorang membaca tashbih (subhanallah) ketika
takjub, maka ia tidak mendapatkan pahala, kecuali jika membacanya dimaksudkan
untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka ia akan mendapat pahala. Imam Al
Karmani mengatakan meninggalkan suatu perbuatan adalah temasuk perbuatan,
yaitu menahan diri untuk tidak melakukannya, sehingga apabila hal itu
dimaksudkan untuk mendapatkan pahala dengan menaati perintah syariat, meka
harus meniggalkannya. Kesimpulannya, bahwa meninggalkan suatu perbuatran
yang tidak disertai niat, tidak akan mendapat pahala, akan tetapi pahala adalah
menahan diri. Karena orang yeng tidak terdetik sama sekali hatinya untuk
melakukan suatu perbuatan maksiat, tidak sama dengan orang yang terdetik dalam
25 Muhammad bin Ismâil al-Bukhāri, al-Jâmi al-Sahih, ( Kairo, Mathba'ah al-Salafiyah,
1400 H), juz 1, h.3, no.1. Kualitas hadits Shahih.
52
hatinya untuk melakukan perbuatan maksiat, kemudian ia berusaha menahan diri
untuk tidak melakukannya karena takut kepada Allah. Dari penjelasan ini dapat
mengambil intisari, bahwa semua perbuatan membutuhkan niat, dan bukan hanya
meninggalkan perbuatan tertentu saja yang perlu niat.26
Hadis ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada
niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Dan
niat biasanya dari dalam hati seseorang yang hanya hanya Allah yang mengetahui
hati seseorang. Seperti contoh penggunaan parfum bagi wanita, jika wanita
memakai parfum bukan bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis dan
menyebarkan fitnah melainkan bertujuan untuk menghilangkan bau badan atau
supaya tidak menganggu kenyamanan orang lain, maka boleh saja menggunakan
parfum tersebut.
Adapun yang ditetapkan adalah wanita boleh berhias diri dalam batasan-
batasan yang ditentukan. Mereka diperitahkan untuk tidak memakai wewangian
yang semerbak, karena bau yang harum bisa menggerakan syahwat pria. Bukan
hanya dalam pemakaian parfum, semua hal yang dilakukan dengan tujuan
menarik perhatian pria kepada seorang wanita, artinya termasuk yang dilarang,
seperti pakaian yang terlalu bagus, perhiasan yang membekas, serta make up yang
berkesan. Hal-hal yang seperti itu akan menjerumus kepada tabarruj.
Ringkasnya, terdapat dua larangan wanita memakai wewangian Pertama,
keluar rumah dengan bau wewangian yang semerbak. Kedua, jika parfum itu
digunakan dengan tujuan menarik perhatian dan sengaja membangkitkatan
syahwat lawan jenis.
26 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari Penjelasan kitab Shahih al Bukhari, (Jakarta
Pustaka Azzam, 2002), pnerj. Gazirah Abdi Ummah, cet.1, jilid 1, h. 20
53
2. Budaya Arab dalam Hadis
Sebelum mengetahui tentang budaya arab mengenai parfum, perlu
diketahui bahwa terdapat perbedaan parfum wanita dan pria. Berdasarkan hadis
berikut:
حدثنا محمود بن غيالن حدثنا أبو داود الجفري عن سفيان عن الجريري عن أبي نضرة عن قال : قال رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم : طيب الرجال ما ظهر ريحه رجل عن أبي هريرة
26.وطيب النساء ما ظهر لونه وخفى ريحه وخفى لونه F
27 Artinya: meriwayatkan kepada kami Mahmud ibn Ghalian
meriwayatkan kepada kami Abu Daud al-Hafari dari Sufyan dari al-Jufairi dari Abi Nadrah dari seorang laki-laki dari Abi Hurairah berkata, bahwa Nabi saw, bersabda: “Wewangian laki-laki itu adalah yang tampak harum dan tidak berwarna, sedangkan wewangian wanita adalah yang berwarna tetapi tersembunyi harumnya”.
Terdapat perbedaan parfum antara wanita dan pria, parfum pria adalah
yang lebih menonjolkan wanginya daripada warnannya, sementara parfum wanita
adalah yang lebih menonjolkan warnannya daripada wanginya. P27F
28P Karena pada
zaman dulu terdapat perbedaan dalam menggunakannya, jika pria di gunakan di
tubuh, pakaian, dan rambut.P28F
29P Sedangkan wanita biasa digunakan pada wajahnya.
Berikut hadisnya:
ثـنا شجاع بن الوليد أبـو بدر عن علي بن عبد األ ثـنا نصر بن علي الجهضمي حد على عن أبي سهل عن حدكانت النـفساء تجلس على عهد رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أربعين عن أم سلمة قالت مسة األزدية
يـوما فكنا نطلي وجوهنا بالورس من الكلف Meriwayatkan kepada kami Nasr ‘Ali al-Jahdomi meriwayatkan
kepada kami Syuja’a bin al-Walid Abu Badrim dari ‘Ali bin Abd al-‘Ala dari Abi Sahl dari Musammah al-Azdiyyah dari Ummu Salamah berkata: “Dahulu wanita-wanita yang sedang nifas duduk dibelakang Nabi (mereka tidak melaksanakan shalat) selama 40 hari. Maka kami menghiasi wajah kami dengan wars dari bintik-bintik merah.
27 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘isa bin Saurat al Turmudzi, Sunan At-Turmudzi Wa Hawa al-
Jami al-Shahih (Beirut: Darul Fikr, tt), Juz 4, h. 359. Kualitas hadis Shahih 28 Abdurrohman Muhammad Utsman, Tuhfatul Ahwadzi Ala Al-Jami' At-Turmudzi,
(Beirut - Lebanon Darul Fikr,) juz;8, h.71 29 Hadis Sunan An-Nasai Juz 7-8 h. 157
54
Pada zaman Nabi parfum yang biasa digunakan oleh wanita adalah seperti:
Khaluq, Shufrah, adalah wewangian yang di campur dengan Za’faran berwarna
kuning. Khumrah, campuran-campuran yang digunakan wanita untuk mengolesi
wajahnya supaya bagus warnannya. Dan Wars, tumbuhan yang berwarna kuning
yang dipakai untuk celupan dan parfum.30 Jika melihat keadaan sekarang parfum
wanita yang biasa digunakan pada zaman Nabi salah satu alat kosmetik yang biasa
disebut blush on, yaitu sejenis bedak yang digunakan untuk membuat wajah
menjadi warna kemerahan dan menjadi salah satu kunci suksesnya sebuah
tampilan make up. Dengan penggunaan blush on, bentuk wajah yang kurang
proporsional dapat dibentuk dengan sempurna.31
Sedangkan zaman sekarang parfum yang biasa digunakan oleh para wanita
kebanyakan berbentuk minyak, dan semprot, dan bahkan sabun, shampo, pewangi
pakaian yang beredar di pasaran sudah mengandung parfum.32 Tambahkan buku
kebebasan wanita
3. Kondisi Sosial dalam Hadis dan Latar Belakang Hadis
Untuk hadis larangan parfum bagi wanita mempunyai latar belakang
(sababul wurud) yang terdapat di hadis lain.33 Berikut hadisnya:
ثـنا يحيى بن يحيى وإسحاق بن إبـراهيم قال يحيى أخبـرنا عبد الله بن محمد بن عبد الله بن حد فة عن بسر بن سعيد عن أبى هريـرة قال قال رسول الله صلى–أبى فـروة عن يزيد بن خصيـ
33.F
.« اهللا عليه وسلم- « أيما امرأة أصابت بخورا فال تشهد معنا العشاء اآلخرة 34
30 Abdul Halim Mahmud Abu Syuqqah, Jati Diri Wanita Menurut Al-Qur’am dan Hadis,
terj. Mudzakir Abdussalam, (Bandung: al-Bayan, 1995), h.336 dan 225 31http://cintahijabers.blogspot.co.id/2015/05/mengenal-macam-macam-blush-on-dan.html
Diakses pada tanggal 27 des 2017 32 Siti Masyitoh, Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis Perempuan di
Wilayah Publik,(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) h. 8
33 http://fahmi-assaifi.blogspot.co.id/2014/03/kajian-hadits.html Diakses pada tanggal 27 Des 2017
55
Artinya: “Siapa saja wanita yang menggunakan bakhur (wewangian yang dibakar), maka janganlah ia menghadiri shalat Isya’ yang terakhir bersama kami.”(HR.Muslim). Didalamnya terdapat dalil yang menunjukan akan diperbolehkannya
seseorang mengatakan, ‘al-Isya al-Akhirah’. Adapun yang dinukilkan dari al-
Ashma’i bahwa dia berkata, “Mustahil orang-orang awam mengatakan ‘al-Isya al-
Akhirah’, karena kita hanya memiliki satu Isya sehingga tidak bleh disifati dengan
al-Akhirah.” Perkataan itu merupakan perkataan salah lantaran hadis tersebut.
Telah tetap di dalam kitab Shahih Muslim, dari beberapa kelompok dari kalangan
para sahabat yang menyifatinya dengan Isya’ al-Akhirah bahkan lafazh-lafazh
mereka masyhur di dalam bab-bab hadis lain. P34F
35
ثـنا سفيان عن عاصم بن عبـيد الله عن عبـيد الله مولى أبى ثـنا محمد بن كثير حد رهم حد فح ولذيلها ها ريح الطيب يـنـ إعصار فـقال يا أمة عن أبى هريـرة قال لقيته امرأة وجد منـ
ا الجبار جئت من المسجد قالت نـعم. قال وله تطيبت قالت نـعم. قال إنى سمعت حبى أب سجد حتى تـرجع القاسم صلى اهللا عليه وسلم يـقول ال تـقبل صالة المرأة تطيبت لهذا الم
35فـتـغتسل غسلها من الجنابة F
36 Artinya: Abu Hurairah berjumpa seorang wanita yang memakai
wewangian yang semerbak, lalu ia bertanya,”wahai wanita budak Allah Yang Maha Perkasa, apakah engkau datang dari masjid?” Ia menjawab, “Ya,”Abu Hurairah bertanya lagi, “Untuk itu engkau memakai wewangian?” Ia menjawab, “Ya” Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya aku mendengar kekasihku Abdul Qasim saw.(bapak si Qasim, yakni Rasulullah saw)” P36F
37P “Tidak diterima shalat seorang wanita yang memakai
wewangian karena masjid ini sampai ia pulang lalu mandi seperti mandi janabah”(HR. Abû Dâwud) Bakhuur adalah nama yang diambil dari bahasa Arab, ma yutabakharo
bihi min ‘uwadi wa nahwihi yang artinya apa yang menguap dari kayu atau
34 Abu al-Husain al-Hajjaj al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim kitab khuruju an
nisa ila al masjidi, Beirut Dar-al Fikr, tt, juz 2, h. 33 no 1026. Kualitas hadits Shahih. Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dan Abu Dawud
35 Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta; Darus Sunnah, 2015), pnerj; Agus Ma’mun, jilid 3, h.253
36 Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud Ma Ja’a Fi Al-Mar’ati Tutatibi lil khuruji, (Beirut: Libanon, tt), juz 4, h.128, no 4179 Kualitas hadits ini Shahih
37 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), penj: ‘As’ad Yasin cet 1, jilid 4, h. 356
56
sejenisnya,38 Yaitu berupa potongan-potongan kecil dari kayu beraroma/ harum
yang digunakan dengan cara dibakar sehingga menimbulkan wangi yang
menyengat seperti kemenyan atau dupa. Bakhur atau dupa dalam bahasa
Indonesia identik sebagai alat ritual mistik para dukun, pengantar sesajen
penyembah berhala dan semnacamnya, tapi tidak jarang juga digunakan di
beberapa pesantren, dalam ruangan atau masjid juga digunakan pada acara
pernikahan, majlis ta’lim dan acara syukuran dan lain sebagainya.39 Dari latar
belakang hadis ini penulis melihat hadis yang diriwayatkan oleh Muslim keadaan
saat terjadi pada waktu Isya’al-Akhirah itu adalah waktu malam hari yang dimana
pada zaman dulu keadaan pada malam hari sangat sepi dan rawan kejahatan
dimana masih kurangnya pencahayaan dan kemanan belum terjamin seperti
sekarang, sehingga bagi seorang wanita berjalan dengan menggunakan parfum
yang menyengat wanginya, karena takut akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki
yang mencium wanginya. Oleh karena itu akan sangat banyak sekali hadis-hadis
Nabi yang berisi tentang larangan-larangan bagi wanita, seperti cara beretika,
bergaul, hingga berbusana.40 Wanita juga dilarang memakai parfum saat shalat
berjama’ah di masjid mengingat masjid pada zaman dulu sempit dan masih sangat
sederhana, lantainya tanah, dinding dan atapnya pelepah kurma41 dan masjid
mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki oleh tempat-tempat lain yaitu masjid
adalah tempat berkumpulnya banyak wanita di dalam shaf-shaf yang rapih di
38 Mu’jam al-Wasith t.n. Maktabah Suruq al-Dauliyah, 2011, h. 41
39http://indo.amuslima.com/apa-bedanya-bakhuur-atau-bukhuur-arab-%D8%A8%D8%AE%D9%88%D8%B1-dengan-kemenyaan-atau-dupa/ Diakses pada tanggal 27 des 2017
40 Siti Masyitoh, Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis Perempuan di Wilayah Publik,(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) h. 62
41 http://www.w-islam.com/2014/01/1762/peran-dan-fungsi-masjid-di-zaman-rasulullah-saw/ diakses pada tgl 27 Des 2017
57
belakang shaf-shaf laki-laki, dan letak mereka sangat dekat dengan kaum laki-laki
itu tanpa ada dinding penghalang di antara kedua golongan itu.42 Hal yang
demikian itu kadang menyebarkan bau parfum dari kaum wanita yang bisa saja
mengganggu ke khusyu’an kaum laki-laki saat beribadah.
42Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),
penj: ‘As’ad Yasin cet 1s, jilid 4, h. 357
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apabila memahami hadis terkait larangan penggunaan parfum bagi wanita
secara tekstual saja, maka akan mendapat kesimpulan bahwa penggunaan parfum
bagi wanita adalah dilarang secara mutlak. Pemahaman hadis larangan
penggunaan parfum bagi wanita yang diteliti menggunakan empat dari tujuh
metode Ali Mustafa Ya’qub, saya menyimpulkan berdasarkan Illat , budaya Arab,
kondisi sosial dan latarbelakang hadis bahwa wanita boleh menggunakan parfum
yang tidak menyengat baunya dan menggunakan parfum/wewangian yang
sewajarnya dan tidak berlebihan. Serta tidak ditujukan untuk menarik perhatian
lawan jenis. Larangan terhadap wanita itu jika si wanita memakai
parfum/wewangian yang semerbak baunya yang dengan sengaja memiliki tujuan
menarik perhatian pria karena dapat membangkitkan syahwat lawan jenis. Karena
perbuatan ini akan menjerumus kepada Tabarruj. Jika dilihat dari latar
belakangnya larangan tersebut terjadi pada tengah malam hari dimana dulu
keadaan jalanan sepi dan keamanan wanita belum terlalu terjamin seperti saat ini.
Terdapat perbedaan bentuk dan fungsi parfum pada budaya Arab dan yang
sekarang ada di Indonesia. Jika dulu di Arab parfum yang digunakan wanita
adalah kemerahan yang pada zaman sekarang biasa digunakan sebagai alat
kosmetik pada wajah. Dan juga dulu jika wanita memakai parfum dijadikan
sebagai fitnah, pada zaman sekarang fungsi pemakaian parfum lebih ditujukan
pada kebersihan dan wibawa seseorang.
59
B. Saran-Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam tulisan ini,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan untuk tercapainya kesempurnaan dalam penulisan ini. Selebihnya
penulis kemudian memberikan saran-saran kepada pembaca skripsi ini serta para
pengkaji yang berminat dalam kajian hadis.
1. Dalam memahami hadis Nabi Saw hendaknya kita perlu melihat
konteks yang dikaji pada hadis tersebut, karena hadis Nabi Saw tidak
bisa dipahami hanya dengan tekstual saja, ada beberapa hadis yang
memerlukan pemahaman konteks, supaya tidak salah memahami
terhadap isi kandungan hadis.
2. Terkait penggunaan parfum maka saran yang ingin penulis sampaikan
adalah menggunakan parfum/wewangian secukupnya dan sewajarnya
saja dan tidak ditujukan untuk menarik perhatian lawan jenis. Solusi
agar tubuh kita tidak mengeluarkan aroma yang tidak sedap ialah
dengan menjaga pola hidup seperti makan, rajin mandi, dan lain
sebagainya yang bisa mencegah aroma tidak sedap dari tubuh.
3. Penulis skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, bagi yang hendak
melakukan kegiatan kritik dan pemahaman dengan tema yang sama
penulis berharap agar bisa lebih mengembangkan kembali bahasan
skripsi.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, M. Syamsul Haq. Aunul Ma'bud. Madinah: Muhammad Abd al-Muhsin, 1968.
Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Darul Fikr, 1999.
Alamsyah, dkk. Ilmu-Ilmu Hadits. Lampung: Pusikamla, 2009.
Alfian, Mizan. 5 Fungsi Parfum yang Anda Gunakan. Diakses pada 10 Desember 2017 dari: https://mizan92.wordpress.com/2016/02/27/5-fungsi-parfum-yang-anda-gunakan/.
Ali, Nizar. Memahami Hadits Nabi (Metode dan Pendekatan). Yogyakarta: Cesadypi Al-Rahmah, 2001.
Al-Asqalani, Syihab Al-Din Ahmad Bin Ali Ibnu Hajar. Fathul Bari. Beirut: Dar al-Fikr, tt.
-----------, Fathul Baari Penjelasan kitab Shahih al Bukhari. penj. Gazirah Abdi Ummah. cet. 1. jilid 1. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Assaifi, Fahmi. Telaah Kritis Asbab al-Wurud. Diakses pada 27 Desember 2017 dari: http://fahmi-assaifi.blogspot.co.id/2014/03/kajian-hadits.html.
Azami, MM. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Azra, Azyumardi. Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Al-Bukhârî, Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil. al-Jâmi al-Sahih. Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Bustamin dan M Isa HA Salam. Metodelogi Kritik Hadits. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Choirul, Ilham. Yuk Kenali Beragam Aroma Parfum dan Pengaruhnya Pada Mood. Diakses pada 10 Desember 2017 dari: http://sidomi.com/402761/yuk-kenali-beragam-aroma-parfum-dan-pengaruhnya-pada-mood/.
Cholidah, Ni’ma Diana. “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Al-Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi. Asbabul Wurud 1 (Latar belakang timbulnya hadits-hadits Rasul). terj. H.M Suwarta Wijaya, B.A. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Al-Darimî, Abdullah bin Abdurrahman. Sunan al-Dârimî.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. cet. Ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
61
Djamil, Qathrun Nada. Bakhuur atau Bukhuur (Arab بخور) Vs Kemenyan atau Dupa. Diakses pada 27 Desember 2017 dari: http://indo.amuslima.com/apa-bedanya-bakhuur-atau-bukhuur-arab-%D8%A8%D8%AE%D9%88%D8%B1-dengan-kemenyaan-atau-dupa/.
Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.
Hanafie, Ushul Fiqh. Jakarta: PT Bumi Restu, tt.
Haruoen, Nasrun. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Hartono. Tesis: Perkembangan Pemikiran Hadis Kontemporer di Indonesia (Studi atas Pemikiran Abdul Hakim Abdat dan Ali Mustafa Ya’qub).
Al-Haitami, Ibn Hajar al-Makki. Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair. juz: 2.
Hasim, Rabi’atul Awaliyyah. “Perspektif hadits memakai parfum bagi perempuan (Studi Ilmu Mukhtalif Hadits)”. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau, 2015.
Hikmah, Ubaidillah. Buku Parfum (Panduan, Tips & Trik parfum). Jakarta: Rumah Baca Pintar, tt.
Isa bin Saurah, Abi Isa Muhammad bin Sunan Tirmidzi. Beirut: Darul Fikr, 2003.
Ismail, M. Syuhudi. Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Tela’ah Ma’ni al-Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal. Cet. I. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994.
Imam An-Nawawi. Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Darrusunnah, 2014.
Imam Abd Razzaq. al- Mushanaf. iv.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. ‘Aunul Ma’bud Syarhu Sunan Abu Daud. Beirut, Dar Al-Fikr, tt.
Jordan, Ray. Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yaqub Wafat. Diakses pada 10 Desember 2017 dari: 0TUhttps://news.detik.com/berita/3198463/mantan-imam-besar-masjid-istiqlal-kh-ali-mustafa-yaqub-wafat U0T.
Kamal, Abu Malik. Shahih Fiqih Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhihu Madzahibi al-Aimmah. juz: 3.
Khasanah, Annisa Nurul. Orientasi Hadis Dalam Pemikiran Ali Mustafa Ya’qub. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah, 2012.
Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, 1997.
62
Masyitoh, Siti. Meneguhkan Pemahaman Kontekstual Hadis-Hadis Perempuan di Wilayah Publik. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Al-Mizî, Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf. Tahdzib al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983.
Mubarak‚ Muhammad Husnul. Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah Kiblat‛. Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2015.
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Al-Hadits, Pokok-Pokok Ilmu Hadits. penerjemah: H.M. Nur Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
Muhammad bin ‘Abdul Aziz. al-Musnid, Zinatul Mar’ah. Penj: Abu Umar Basyir Jakarta: Daar al-haq, 2000.
Mu’jam al-Wasith t.n. Maktabah Suruq al-Dauliyah, 2011.
Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma’anil Hadits: Paradigma Interkoneksi. Yogyakarta: IDEA Press, 2008.
An-Naisaburi, Abu al-Husain al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut Dar al-Fikr, tt.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011.
Nurhasanah. “Penggunaan Parfum Bagi Wanita Dalam Perspektif Hadis” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Octavia, Asamah. Kosmetik Muslimah dalam Tinjauan Hadits. Skripsi S1 fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta, 2006.
Parfum. Diakses pada 27 Desember 2017 dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Parfum.
Qudamah, Ibnu. al-Mughni. Xiii.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Ma’arif, 1974.
Salih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
Sari, Nopianti Indra. Mengenal Macam-macam Blush On dan Fungsinya. Diakses pada 27 Desember 2017 dari: http://cintahijabers.blogspot.co.id/2015/05/mengenal-macam-macam-blush-on-dan.html.
Shihab, Quraish. Perempuan. Tangerang: Lentera Hati, 2005.
63
As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats. Sunan Abu Daud. Beirut: Daar Ibn Hizm, 1997.
Soebahar, H.M Erfan. Menguak Keabsahan Al-Sunnah Kritik Mushtafa al-Siba’I Terhadap Pemikiran Ahmad Amin Mengenai Hadits dalam Fajr al- Islam. Cet. I. Bogor: Fajar Interpratama Offset, 2003.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Al-Suyuti, Jalaluddin dan al-Sindi. Sunan al-Nasai. Beirut: Daar al-Ma'rifat, 1138.
Syahdan, Tezar Alfi. Pemahaman dan Pengamalan Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Studi kasus Hadits Tabarruj). Jakarta, 2011.
Syuqqah, Abdul Halim Abu. Kebebasan Wanita. Penj: ‘As’ad Yasin. cet 1. jilid 4. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
-----------, Jati Diri Wanita Menurut al Quran dan Hadits. terj. Mudzakkir Abdussalam. Bandung: al-Bayan, 1995.
Utsman, Abdurrohman Muhammad. Tuhfatul Ahwadzi Ala Al-Jami' At-Turmudzi, Beirut-Lebanon: Darul Fikr.
Yaqub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014.
-----------, Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.
-----------, Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015.
-----------, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
W-Islam.com. Peran dan Fungsi Masjid di Zaman Rasulullah Saw. Diakses pada 27 Desember 2017 dari: http://www.w-islam.com/2014/01/1762/peran-dan-fungsi-masjid-di-zaman-rasulullah-saw/.
Wahid, Ramli Abdul. Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia. Medan: IAIN Press, 2010.
Wensink, Arnold John dkk. al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî. Belanda: E.J Brill, 1936.
Zaghlûl, Abû Ḫajar Muẖammad al-Sa’id Basyûni. Mausû’ah Aṯrâf al-Ḫadîts, al-Nabawiy al-Syarîf. Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.
Recommended