i
PENERAPAN KESELAMATAN (K3) TERHADAP TENAGA KERJA
PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK KERETA API
JALUR JATINEGARA-MANGGARAI BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2012
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH:
BALQIS SHAHIBAH
NIM : 11150480000183
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
v
ABSTRAK
Balqis Shahibah NIM 11150480000183. “PENERAPAN (K3) TERHADAP TENAGA
KERJA PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK KERETA API
JALUR JATINEGARA-MANGGARAI BERDASARKAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2012.” Program studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440H/2019M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan Penerapan Keselamatan Kerja Sektor Jasa
Konstruksi Pada Tenaga Kerja Proyek Pembangunan Double-Double Track Kereta Api
Jalur Jatinegara-Manggarai Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2012.”
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan penelitian normative empiris. Penelitian yang dilakukan selain melakukan
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal (library
research) yang berhubungan dengan skripsi ini, peneliti juga melakukan penelitian
langsung kelapangan dengan cara observasi dan wawancara kepada pihak yang berkaitan,
yaitu bagian K3 pada Poyek Pembangunan double-double track kereta api jalur
Jatinegara-Manggarai tepat di kantor proyeknya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada penerapan keselamatan kerja yang
belum diterapkan secara optimal oleh PT. Hutama Karya sebagaimana yang seharusnya
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 77 yang menjelaskan tentang waktu kerja bagi tenaga kerja.
Kata Kunci : Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pembimbing : M. Yasir, S.H., M.H
Daftar Pustaka : Tahun 1981 - sampai 2014
vi
KATA PENGANTAR
حمنللابســــــــــــــــــم حيمالر الر
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
nikmat kesehatan sehingga skripsi yang berjudul: Penerapan Keselamatan Kerja
Terhadap Tenaga Kerja Pembangunan Proyek Double-Double Track Kereta Api
Jalur Jatinegara-Manggarai Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2012 ini dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa
dipanjatkan pada Rasulullah Saw. Beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada para pihak
yang telah membantu dan mendukung proses penulisan skripsi ini, kepada yang
terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., S.H., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta.
3. M. Yasir, S.H., M.H., Pembimbing Skripsi yang telah menyediakan waktu
serta memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyusunan dan
penyelesaian skripsi ini dengan baik.
4. Segenap informan yang membantu penulis dalam melengkapi data penelitian,
diantaranya yaitu pihak bagian K3 dalam proyek pembangunan proyek DDT
Jatinegara-Manggarai diantaranya: Pak Marson, Mba Tasya, dan Mba Anggita
yang telah membantu peneliti untuk mendapatkan dan melengkapi data
penelitian.
5. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu menyediakan fasilitas untuk peneliti mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada peneliti
dalam proses menyusun skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat peneliti, Raines Indah, Rahma Dwi, Novia Amelia dan Rafida
Fauzia yang selalu menemani dalam keadaan suka maupun duka.
8. Dede Imron Yusuf yang telah menemani dan mendukung, memberikan
motivasi dan saran kepada peneliti.
9. Semua pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada
yang peneliti bisa berikan untuk meembalas jasa-jasa kalian kecuali do’a dan
ucapan terima kasih. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan
dan perbaikan namun peneliti berharap agar karya ilmiah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca. Sekian dan Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, 29 Juni 2019
Balqis Shahibah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..............................................
LEMBAR PENYATAAN ..............................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .......................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................
D. Metode Penelitian ..........................................................................
BAB II TINJAUAN UMUM KESELAMATAN KERJA DALAM
HUKUM KETENAGAKERJAAN..................................................
A. Kerangka Konseptual ....................................................................
1. Istilah dan Pengertian Hukum Ketenagakerjaan .......................
a. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan ................................
b. Sumber Hukum Ketenagakerjaan ........................................
2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ..........................
a. Keselamatan Kerja ................................................................
b. Kesehatan Kerja ....................................................................
3. Istilah dan Pengertian Tenaga Kerja .........................................
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja .......................................
b. Hak dan Kewajiban Pekerja ..................................................
4. Definisi Kecelakaan Akibat Kerja..............................................
5. Jaminan Sosial Tenaga Kerja.....................................................
C. Kerangka Teori ..............................................................................
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................
BAB III PENERAPAN KESELAMATAN KERJA PADA
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
1
1
3
5
6
10
10
10
10
11
13
14
15
16
17
18
20
21
22
24
ix
PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK
KERETA API JALUR JATINEGARA-MANGGARAI...............
A. Profil Perusahaan ...........................................................................
B. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Tenaga
Kerja Pembangunan Proyek double-double track .........................
C. Penerapan Kebijakan Sistem Manajemen Mutu Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ......................................................................
D. Upaya PT. Hutama Karya dalam memberi perlindungan dan
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja
pembangunan proyek DDT ...........................................................
E. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja Pembangunan
Proyek DDT...................................................................................
F. Tanggung Jawab PT. Hutama Karya dalam hal terjadinya
kecelakaan kerja.............................................................................
BAB IV PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
TERHADAP TENAGA KERJA PEMBANGUNAN PROYEK
DOUBVLE-DOUBLE TRACK KERETA API JALUR
JATINEGARA-MANGGARAI...............
A. Penerapan Keselamatan dan kesehatan kerja pada pembangunan
proyek DDT kereta api jalur jatinegara-manggarai........................
B. Bentuk Pelaksanaan Pemberian Santunan PT. Hutama Karya
Terhadap Korban Kecelakaan Kerja .............................................
C. Upaya PT. Hutama Karya dalam menjamin Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pembangunan Proyek DDT Kereta Api Jalur
Jatinegara-Manggarai.....................................................................
D. Analisis Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.............
BAB V PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Rekomendasi .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................
27
27
30
30
31
34
34
37
37
44
46
54
66
66
66
68
71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam golongan negara-
negara yang sedang berkembang, dan saat ini juga sedang giat-giatnya
melaksanakan pembangunan untuk dapat melepaskan diri dari berbagai
macam kesulitan yaitu baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan
maupun bidang yang lainnya. Agar dapat mengatasi berbagai masalah
tersebut, maka pemerintah sedang giat-giatnya melakukan kebijakan
khususnya dalam bidang ekonomi, dalam hal ini pemerintah berusaha untuk
membangun sarana dan prasarana untuk mendukung kebijakan tersebut.
Salah satu sarana yang mendapat perhatian khusus adalah mengenai adanya
pembangunan dalam jasa konstruksi.
Pada zaman yang semakin modern seperti saat ini, hampir dari sekian
banyak pekerjaan manusia tidak dapat terlepas dari adanya bantuan alat-alat
yang berguna untuk membantu serta memudahkan pekerjaan manusia
tersebut. Contohnya alat, dengan adanya bantuan alat tersebut maka
produkvitas akan semakin meningkat disamping dari segi kualitas yang
semakin membaik.1 Dengan adanya mesin dapat mendatangkan dampak
positif maupun negatif namun jika ditinjau dari segi negatifnya mesin atau
alat yang digunakan oleh para pekerja untuk meringankan pekerjaan,
sewaktu-waktu dapat mendatangkan kerugian. Karena bisa saja mesin
tersebut rusak atau jatuh hingga menyebabkan kecelakaan kerja. Kecelakaan
bukan hanya disebabkan oleh alat-alat kerja tetapi dapat juga disebabkan oleh
kelalaian yang dilakukan pekerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap pekerja berhak untuk
1 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014), h. 133
2
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya”. Oleh sebab itu, para pekerja wajib untuk menaati
kebijakan perusahaan yang berkewajiban menyediakan alat-alat keselamatan dan
kesehatan kerja. Seperti adanya helm proyek, sarung tangan, kaca mata dan
berbagai alat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang sesuai
dengan jenis pekerjaan, guna melindungi para pekerja dari adanya bahaya yang
sewaktu-waktu bisa terjadi akibat adanya hubungan kerja.
PT Hutama Karya adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara Indonesia
yang bergerak di bidang konstruksi, serta penyedia jalan tol. Dalam bidang
konstruksi PT Hutama Karya menjadi pihak yang berkaitan dengan
berlangsungnya pembangunan proyek Double-Double Track (DDT) Kereta Api
jalur Jatinegara-Manggarai. Pembangunan tersebut sedikit banyaknya mendapat
perhatian dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja, tidak lain karena
banyaknya alat-alat berbahaya yang digunakan para pekerja yang dapat
mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Dengan resiko kerja yang
cukup besar, karyawan dituntut untuk ekstra hati-hati dalam bekerja. Mengingat
kelelahan, tidak konsentrasi dalam bekerja akan menyebabkan kecelakaan kerja
yang dapat menimbulkan cacat fisik atau bahkan resiko kematian.2
Berkaitan dengan keselamatan dalam bekerja beberapa waktu lalu pada
tanggal 4 Februari 2018 terjadi kecelakaan kerja pada pembangunan proyek
Doule-Double Track (DDT) Kereta Api jalur Jatinegara-Manggarai, Jakarta
Timur. Kecelakaan kerja tersebut bermula ketika pukul 05.00 BBWI para pekerja
sedang menaikkan alat berat jenis crane, kemudian ketika bantalan rel sudah
berada diatas namun dudukannya tidak pas sehingga bantalan Rel jatuh dan
menimpa para pekerja. Yang mana akibat dari kecelakaan tersebut 4 (empat)
orang pekerja meninggal dunia akibat tertimpa crane.3 Kecelakaan kerja kembali
terjadi pada tanggal 6 Februari 2018 yaitu Underpass di Jalan Perimeter Selatan
Bandara Soekarno-Hatta longsor, temboknya runtuh menimpa mobil dibawahnya.
2 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 95 3 https://m.detik.com/news/berita/crane-ambruk-di-jatinegara-alat-proyek-ddt
3
Atas peristiwa tersebut menelan korban jiwa, longsor disebabkan karena
konstruksi bangunan yang tidak stabil sehingga dinding bagian underpass jebol.
Selang beberapa minggu kemudian yaitu tepatnya pada tanggal 20
Februari 2018 pukul 03.40 BBWI kecelakaan kerja kembali terjadi yaitu di proyek
pembangunan Tol Becakayu, kecelakaan tersebut terjadi pada saat para pekerja
akan melakukan pengecoran tiang pancang. Dimana tiang tersebut terdapat
bracket tember yang fungsinya sebagai penyangga plat yang akan dicor. Namun,
pada saat pekerja memasukan cor ke dalam tiang pancang tersebut, tiang bracket
terlepas dan jatuh sehingga seluruh material cor dan tember jatuh dan menimpa 7
(tujuh) orang pekerja.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan
judul “PENERAPAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP TENAGA
KERJA PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK
KERETA API JALUR JATINEGARA-MANGGARAI BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2012”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Mengenai keselamatan kerja bagi para pekerja pembangunan Proyek
DDT (Double-double track) jalur kereta api Jatinegara-Manggarai.
b. Bagaimana proses penerapan K3 bagi para pekerja pembangunan
Proyek DDT (Double-double track) jalur kereta api Jatinegara-
Manggarai.
c. Apa upaya PT dalam menjamin keselamatan bagi para pekerja
pembangunan Proyek DDT (Double-double track) jalur kereta api
Jatinegara-Manggarai.
d. Apa sanksi bagi PT Hutama Karya apabila terjadi kecelakaan kerja.
4
e. Apakah PT Hutama Karya telah memenuhi hak dan kewajiban yang
berlaku sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini
Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembatasannya
lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharpkan oleh Peneliti.
Dalam Penelitian ini Penulis hanya akan membahas mengenai Proses
Penerapan Keselamatan Terhadap Tenaga Kerja pembangunan proyek
DDT (Double-double Track) jalur kereta api Jatinegara-Manggarai.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap Tenaga Kerja agar tidak terjadi
lagi Kecelakaan dalam bekerja sehingga Tenaga Kerja atau para pekerja
merasa aman dan nyaman saat bekerja serta mendapatkan perlindungan
hukum yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2012.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi serta
pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
memfokuskan pada masalah utama yaitu mengenai penerapan
keselamatan terhadap tenaga kerja pembangunan proyek DDT jalur
kereta api Jatinegara-Manggarai, serta masalah upaya PT Hutama Karya
dalam menjamin keselamatan para pekerja.
Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang
telah diuraikan di atas, maka dibuat rincian perumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan, sebagai berikut:
a. Apakah PT. Hutama Karya sudah menerapkan SMK3 yang sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor.50 Tahun 2012?
b. Apakah upaya yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya sudah dapat
mengurangi kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek
pembangunan double-double track kereta api jalur jatinegara-
manggarai?
5
C. Tujuan dan Mnfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa hal yang dijadikan tujuan dalam penelitian yang
dilakukan, antara lain:
a) Untuk mengetahui penerapan K3 (keselamatan kerja) pada
pembangunan proyek DDT kereta api jalur Jatinegara-Manggarai.
b) Untuk mengetahui upaya PT dalam mencegah kecelakaan kerja dalam
rangka menjamin keselamatan para pekerja pembangunan proyek DDT
kereta api jalur Jatinegara-Manggarai.
2. Manfaat Penelitian
Terdapat beberapa hal yang dijadikan manfaat dalam penelitian yang
dilakukan, antara lain:
a) Manfaat Teoritis :
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi bagi
masyarakat serta dapat dijadikan pedoman sebagai dasar penelitian
yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
b) Manfaat Praktis :
1) Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan hukum bisnis pada umumnya, dan hukum
ketenagakerjaan pada khususnya.
2) Hasil dari penelitian ini dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang diteliti dan diharapkan dapat menekan atau
mengurangi angka kecelakaan dalam bekerja.
6
D. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka peneliti
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif empiris. Pendekatan normatif merupakan pendekatan
penelitian yang memiliki objek pada norma atau aturan yang berlaku,
kemudian peneliti juga menggunakan pendekatan empiris yaitu merupakan
penelitian yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Dalam hal ini
yang menjadi objek normatif-empiris yaitu norma atau aturan yang
berkaitan dengan pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian
yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam
terhadap suatu permasalahan. Dalam penelitian kualitatif menggunakan
lingkungan yang menjadi penelitiannya sebagai sumber data.
3. Jenis data
Sumber data yang di pakai oleh peneliti, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian
hukum normatif yang berupa peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kepada
masyarakat. Bahan hukum primer yang digunakan meliputi Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,4
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi,
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), Peraturan
4 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 172
7
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Janinan Kematian Bagi Pekerja Harian lepas, Borongan, dan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu Pada Sektor Usaha Jasa Konstruksi, serta
Peraturan lain yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan khususnya
dalam bidang (K3).
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat tetapi membahas dan menjelaskan topik
pembahasan yang terkait dengan penelitian dalam hal ini berupa buku-
buku, artikel internet, skripsi, hasil-hasil penelitian, dan hasil karya
kalangan hukum yang berkaitan dengan penulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Bahan
hukum tersier yang digunakan dapat berupa Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kamus Hukum maupun Ensiklopedia terkait.
4. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang digunakan
penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library
research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur
yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah,
artikel, serta berita yang diperoleh penulis dari internet yang bertujuan
mencari atau memperoleh teori-teori atau bahan-bahan yang berkaitan
dengan judul tulisan mengenai Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
dalam bekerja.
5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data
Pengelolaan data baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, serta bahan non-hukum dihubungkan sedemikian rupa sehingga
penyajian penulisan menjadi sistematika dan mudah dipahami agar dapat
menjawab setiap permasalahan yang dirumuskan. Penelitian ini
8
menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu metode analisis data
yang tidak menampilkan angka-angka sebagai hasil penelitiannya
melainkan disajikan dalam bentuk pembahasan dengan uraian kalimat-
kalimat dan dipaparkan dalam bentuk tulisan. Hasil dari analisis data ini
akan disimpulkan secara deduktif yaitu cara berfikir yang menarik suatu
kesimpulan dari suatu pertanyaan yang bersifat umum menjadi suatu
pertanyaan yang bersifat khusus, sehingga dari kesimpulan dapat diajukan
beberapa saran terhadap permasalahan.
6. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi
kepustakaan yakni dengan melakukan pengkajian dan analisis terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan literatur serta
menganalisis pendapat sarjana yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas dan penulisan ini bersifat deskriptif.
7. Teknik Penulisan
Dalam menyusun penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
teknik Penulisan yang terdapat dalam buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017 dengan format lima bab yang
terdiri dari:
E. Sistematika Penulisan
Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan
dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan menjadi
5 (lima) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:
BAB I : Pada BAB ini menyajikan Pendahuluan memuat secara
keseluruhan mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, rumusan, dan pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian,
BAB II : Pada BAB ini menyajikan kajian teoritis dan review (tinjauan
ulang) hasil studi terdahulu. Pertama pembahsan BAB diawali
9
dengan pemaparan kerangka konsep, kedua menjelaskan teori
yang digunakan untuk menganalisis dan menginperpretasi
data penelitian.
BAB III : Pada BAB ini menyajikan data penelitian. Penyediaan data
berupa deskripsi data yang berkenaan dengan variabel yang
diteliti secara objektif.
BAB IV : Pada BAB ini menyajikan tentang Interpretasi Temuan.
Penelitian mencakup empat aspek, yaitu : mendeskripsikan,
mengelompokan atau mengkategorisasi, menghubungkan
bagian tertentu dari data dengan data lainnya.
BAB V : Pada BAB ini menyajikan penutup. berisikan kesimpulan
yang diambil dari uraian / deskripsi yang menjawab masalah
berdasarkan data yang diperoleh, serta rekomendasi.
10
BAB II
TINJAUAN UMUM KESELAMATAN KERJA
DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
A. Kerangka Konseptual
1. Istilah dan Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Sebelum membahas mengenai Penerapan terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja kita perlu mengetahui terlebih definisi atau pengertian
Hukum Ketenagakerjaan karena dengan adanya suatu pengertian yang
memuat substansi, relasi, kuantitas dan kualitas mampu dijadikan titik tolak
ukur terhadap adanya suatu pengertian-pengertian dari berbagai istilah yang
digunakan.
Hukum Ketenagakerjaan pada awalnya dikenal dengan sebutan Hukum
Perburuhan, berdasarkan istilah Hukum Ketenagakerjaan terdiri atas dua
kata, yaitu Hukum dan Ketenagakerjaan. Hukum memiliki arti yang bisa
dikatakan sebagai Norma atau keharusan yang dibuat oleh pemegang
kekuasaan yang berwenang baik hukum yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang
Ketenagakerjaan merumuskan pengertian Ketenagakerjaan adalah segala
yang berkaitan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama dan sesudah
masa kerja.1
a. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja.
Buruh dan pengusaha yang dapat mengatur kepentingan orang
perorangan, berdasarkan hal tersebut Hukum Ketenagakerjaan bersifat
privat (Perdata). Jika kita melihat kedudukan Hukum Ketenagakerjaan
dalam tata Hukum Indonesia terletak dibidang Hukum Administrasi/Tata
Negara, dan Hukum Perdata. Berdasarkan kedudukan tersebut membawa
1 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010) h. 5
11
konsekuensi yuridis bahwa ketentuan peraturan Hukum Ketenagakerjaan
harus berlandaskan pada teori hukum yang berkaitan dengan bidang
tersebut. Praktik hukum tenaga kerja haruslah dijalankan secara berkaitan
antara satu dengan yang lainnya dengan maksud bahwa dalam
pelaksanaannya tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lain.2
Dan berikut adalah kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam tata
Hukum Indonesia, yaitu:
1) Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam Hukum Perdata
Pada hakikatnya yang memegang peranan penting dalam
hubungan industrial adalah pihak-pihaknya yaitu hanya pekerja dan
pengusaha saja. Hubungan antara pengusaha dan pekerja didasarkan
pada hubungan hukum privat. Adanya hubungan itu didasarkan pada
Hukum Perikatan yang menjadi bagian dari Hukum Perdata.
2) Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam Hukum Administrasi
Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di bidang Hukum
Administrasi yang perlu kita fokuskan yaitu terhadap dua hal, antara
subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana
perannya. Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara berkaitan
dengan 3 (tiga) hal, yaitu pejabat, lembaga serta warga negara. Pejabat
dalam artian adalah seorang pejabat negara yang tunduk pada
ketentuan Hukum administrasi. Peranannya berkaitan dengan
menjalankan fungsi negara dalam pembuatan atau pemberian izin,
bagaimana suatu negara melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal
yang dapat terjadi dan bagaimana upaya hukumnya.
b. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Sumber hukum dalam arti materiil adalah Pancasila. Sumber hukum
yang dimaksud disini dalam arti kata sumber hukum formil, yaitu:
1) Sumber hukum tertulis meliputi Undang-Undang, peraturan-peraturan,
perjanjian-perjanjian, putusan pengadilan, traktat/konvensi.
2 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013), h. 16
12
a) Undang-undang
Undang-undang ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. Pada masa penjajahan Belanda
Undang-undang dibentuk di Noderland oleh Raja bersama-sama
dengan Parlemen.
b) Peraturan-peraturan
Peraturan yang dimaksud adalah peraturan-peraturan perundang-
undangan lainnya yang kedudukannya lebih rendah dari Undang-
undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana
undang-undang. Seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan lain-lain.
c) Putusan Pengadilan
Ketika aturan hukum masih kurang lengkap, putusan pengadilan
tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan, tetapi juga
dapat dinyatakan sebagian besar untuk menentukan dan
menetapkan hukum itu sendiri. Terutama putusan dari Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) yang bersifat mengikat.
d) Traktat/Konvensi
Traktat/konvensi merupakan perjanjian yang dibuat antara satu
negara/lebih. Jika traktat diadakan hanya oleh dua negara maka
perjanjian tersebut disebut traktat bilateral, sedangkan diadakan
oleh banyak negara maka disebut perjanjian multirateral. Negara-
negara yang membuat dan setuju dengan isi dari traktat akan
meratifikasinya. Dengan konsekuensi traktat/konvensi akan
mengikat para pihak yang telah meratifikasinya.
2) Sumber Hukum Tidak Tertulis
Sumber Hukum tidak tertulis yang dimaksud adalah kebiasaan,
terutama kebiasaan yang tumbuh dan berkembang setelah adanya
perang dunia ke II. Ada dua faktor yang mendukung pertumbuhan
tersebut yaitu karena adanya pembentukan undang-undang/peraturan
13
perundang-undangan tidak dapat dilaksanakan secepat perkembangan
persoalan ketenagakerjaan yang harus diatur dan peraturan-peraturan
yang sudah ada tidak sesuai lagi dengan rasa keadilan masyarakat..
2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan
dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah
setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu:
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis ataupun
usaha sosial.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus
menerus maupun hanya sewaktu-waktu.
Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan dan kesehatan kerja dalam
pelaksanaannya dilandasi oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku, karena keselamatan dan kesehatan kerja merupakan masalah yang
mengandung banyak aspek salah satunya yang berkaitan dengan aspek
hukum. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dilakukan secara bersama-sama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan
dan seluruh tenaga kerja. Keselamatan kerja berkaitan dengan kecelakaan
kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan
kecelakaan industri.3 Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan:
“suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik bagi pekerjanya, perusahaan ataupun
3 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 136
14
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar proyek atau tempat kerja tersebut.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat
mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
mengatur secara jelas tentang kewajiban perusahaan untuk menyediakan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan terlindungi dalam
keselamatan kerjanya. Dalam peraturan perusahaan berupa suatu
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) diatur tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Namun, seringkali kita jumpai pada pelaksanannya di
lapangan diketahui masih saja ada beberapa pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung diri baik berupa helm pengaman, rompi
reflector, dan sepatu pelindung diluar sepengetahuan atasannya.
Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja diperuntukan bagi seluruh pekerja yang bekerja di segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun
di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan Hukum Republik
Indonesia berhak memperoleh jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Seringnya tenaga kerja atau pekerja yang melanggar peraturan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disebabkan karena kurangnya kehati-
hatian dalam melakukan pekerjaan dan tidak memakai perlatan pelindung
diri. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa perlu adanya pengetahuan
serta pembinaan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang tepat.
a. Keselamatan Kerja
Dalam Pasal 86 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
dijelaskan bahwa setiap pekerja ataupun buruh memiliki hak untuk
dapat memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, moral serta Kesusilaan bahkan harus melindungi dan
memperlakukan pekerja/buruh sesuai dengan harkat martabat manusia
yang sewajarnya. Sebagai upaya untuk melindungi Keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang maksimal
15
perlu diselenggarakan adanya upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dan perlindungan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.4
Asas Keselamatan kerja tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dengan memuat ketentuan yang didalamnya
mewajibkan majikan untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat dan
peralatan dimana ia menyuruh melakukan pekerjaan dengan
mengadakan aturan-aturan serta memberi petunjuk sedemikian rupa
hingga setiap pekerja/buruh terlindungi dari bahaya yang dapat
mengancam Keselamatannya.5
Strategi untuk mengatasi beban kerugian terhadap kecelakaan kerja
maka pihak asuransi seperti jaminan sosial tenaga kerja atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan badan hukum
publik yang bertanggung jawab kepada Presiden serta memiliki fungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia. Adanya penyelenggaraan program jaminan sosial
merupakan salah satu bentuk dari tanggung jawab negara untuk
memberikan perlindungan sosial maupun ekonomi terhadap tenaga
kerja Indonesia.
b. Kesehatan Kerja
Menurut Imam Soepomo yang dimaksud dengan Kesehatan Kerja
adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari
kejadian atau dari keadaan perburuhan yang dapat merugikan kesehatan
atau kesusilaan karena seseorang itu telah melakukan atau karena ia
melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja. Kesehatan kerja
meliputi segala upaya dalam hal mencegah terjadinya penyakit yang
disebabkan oleh akibat bekerja serta penyakit lainnya pada tenaga kerja.
4 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999), h. 137 5 Nandang Mulya Santoso, Tanya Jawab Pengantar Hukum Perburuhan, (Bandung:
Armico, 1981), h. 40
16
Tujuan Kesehatan Kerja adalah agar tenaga kerja ditempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan mentalnya,
sehingga setiap tenaga kerja berada dalam keadaan sehat sejahtera
dimulai pada saat ia bekerja sampai dengan selesai bekerja. Upaya
kesehatan kerja memiliki tujuan untuk melindungi pekerja atau buruh
agar terciptanya produktivitas kerja yang maksimal, melalui cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya
di tempat kerja, pengobatan dan rehabilitasi. Maka berdasarkan uraian
tersebut tujuan kesehatan kerja adalah, sebagai berikut:
1) Melindungi pekerja atau buruh dari resiko kecelakaan kerja.
2) Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja atau buruh.
3) Agar pekerja atau buruh terjamin keselamatan dan kesehatan
kerjanya.
Kesehatan kerja merupakan cara atau metode agar buruh ataupun
pekerja melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan yang tidak
hanya ditujukan kepada majikan yang hendak menggunakan tenaga
atau jasa buruh tetapi juga ditujukan untuk pihak buruh tersebut.
3. Istilah dan Pengertian Tenaga Kerja
Dalam hukum perburuhan, terdapat banyak istilah-istilah yang
menyangkut subjek hukum perburuhan mengenai tenaga kerja, tetapi tetap
satu maksudnya. Di antara subjek hukum itu antara lain adalah; tenaga kerja
itu sendiri. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia
kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (2)
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.6
Tenaga kerja meliputi mereka yang di dalamnya bekerja untuk diri
sendiri maupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran
6 Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia, Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan ( vol 17 no 6, 2011), h. 708
17
berupa upah atau mereka yang sesungguhnya bersedia dan mampu untuk
bekerja, dengan maksud mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak
ada ksesempatan kerja. Jadi dapat disimpulkan tenaga kerja adalah semua
orang yang bersedia dan sanggup untuk melakukan suatu pekerjaan.7
Sedangkan pengertian Tenaga Kerja menurut Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa
Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
Kemudian pekerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan,
baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja yang biasanya
disebut buruh bebas.8 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja disebutkan bahwa
Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.9
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja:
1) Hak Pemberi Kerja:
a) Pemberi kerja atau perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kerja
b) Pemberi kerja atau perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur
tenaga kerja dengan tujuan mencapai target
c) Pemberi kerja atau perusahaan berhak melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap buruh/pekerja/karyawan jika melanggar
ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
2) Kewajiban Pemberi Kerja:
a) Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
7 M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam, (Yogyakarta: Ekonomis UII,
2003), h. 4 8 Sofyan Effendi, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h.
413 9 Imam Supomo, Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan-peraturan,
(Jakarta: Djambatan, 2001), cet. Ke-8, h. 569
18
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat yang mudah dilihat
dan dibaca serta menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
b) Memasang gambar ditempat kerja yang dipimpinnya, semua
gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan
pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c) Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri
yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
d) Pemberi kerja wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh;
e) Pemberi kerja wajib memberikan kesempatan secukupnya kepada
pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya.10
f) Pemberi kerja wajib memberikan jaminan atau santunan kepada
pekerja apabila terjadi kecelakaan dalam bekerja, baik kepada
korban yang sakit atau yang meninggal dunia.
b. Hak dan Kewajiban Pekerja
1. Hak Pekerja:
a) Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha
b) Setiap tenaga kerja berhak meminta pada pengurus agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
10
Vega o. Merpati, Jurnal Hak dan Kewajiban Perusahaan Terhadap Pekerja, vol II/No.8,
2013, h. 80
19
c) Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui
pelatihan kerja
d) Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan
memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri
e) Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat manusia dan
nilai-nilai agama.
f) Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja.
g) Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat perlindungan diri
yang diwajibkan diragukan oleh pegawai pengawas dalam batas
yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
h) Mendapatkan santunan apabila terjadi kecelakaaan kerja, baik
kepada korban yang sakit atau yang meninggal dunia.
1) Kewajiban Pekerja:
a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
dan atau ahli keselamatan kerja;
b) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c) Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
d) Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat, dan teliti
e) Menjaga keselamatan barang yang dipercayakan kepadanya
untuk dikerjakan.11
11
C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, (Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2009), h. 175
20
5. Definisi Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tidak terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu tidak
terdapat adanya unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan
pekerjaan, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada
waktu melaksanakan pekerjaan, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan dari rumah menuju tempat kerja ataupun sebaliknya. Maka
dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu :
a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan,
b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan
Kesehatan kerja adalah suatu keadaan atau kondisi badan/tubuh
yang terlindungi dari segala macam penyakit atau gangguan yang
diakibatkan oleh pekerjaan yang dilaksanakan.12
Penyakit kerja membawa
dampak kerugian bagi perusahaan berupa pengurangan waktu kerja dan
biaya untuk mengatasi penyakit tersebut. Sehingga bagi pengusaha
konstruksi, pencegahan jauh lebih menguntungkan daripada
penanggulangannya. Menurut Silalahi N.B. Bennett dan Silalahi B.
Rumondang (1985), dikenal dua kategori penyakit yang diderita tenaga
kerja yaitu :
a. Penyakit umum (general diseases) Penyakit umum adalah semua
penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua orang. Pencegahan
penyakit ini merupakan tanggung jawab seluruh anggota masyarakat.
b. Penyakit akibat kerja (man made diseases) Penyakit akibat kerja dapat
dimulai dengan pengendalian secermat mungkin gangguan kerja dan
kesehatan.
Penyebab penyakit akibat kerja pada proyek konstruksi menurut
undang-undang kecelakaan kerja disebutkan bahwa penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang timbul karena hubungan kerja termasuk kecelakaan.
Pencegahan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan:
12
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 97
21
a. Substitusi, yaitu penggantian bahan-bahan yang berbahaya dengan
bahan yang tidak berbahaya, tanpa mengurangi hasil pekerjaan maupun
mutunya.
b. Alat pelindung diri. Alat ini dapat berbentuk pakaian, topi pelindung
kepala, sarung tangan, sepatu yang dilapisi baja bagian depan untuk
menahan beban yang berat, masker khusus untuk melindungi alat
persnafasan terhadap debu atau gas yang berbahaya, kacamata khusus
dan sebagainya.
c. Pemeriksaan kesehatan. Hal ini meliputi pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala untuk dapat mencari
faktor penyebab yang menimbulkan gangguan maupun kelainan
terhadap tenaga kerja.
d. Latihan dan informasi sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan
lebih berhati-hati terhadap kemungkinan adanya bahaya.
e. Pendidikan tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Pendidikan ini
dilakukan secara teratur.
6. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pengertian jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 1 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, aadalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagi
penghasilan dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan13
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua serta meninggal dunia.
Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
2. Merupakan penghargaan untuk tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
13
Amidhan H, Hak Pekerja dan Jaminan Sosial Dalam Instrumen Hukum Nasional dan
Internasional, (Jakarta: Komnas HAM, 2005), h. 25
22
Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam
Undang-Undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Akan
tetapi mengingat objek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang
diatur dalam undang-undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang
bekerja pada perusahaan, perorangan, dengan menerima upah, maka kepada
tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain yang tidak bekerja
pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan
diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah.
B. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis adalah konsep yang merupakan ekstrak dari hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk
penelitian.14
1. Perlindungan Buruh
Teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam skripsi
ini adalah teori perlindungan terhadap pekerja atau buruh dalam hal ini teori
berupa perlindungan secara teknis yang berkaitan, menurut Prof. Imam
Soepomo perlindungan teknis merupakan perlindungan terhadap pekerja
dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Pengertian perlindungan
buruh atau arbeidsbescherming (dalam bahasa belanda), adalah
perlindungan yang diberikan dalam lingkungan kerja itu sendiri, dengan
jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan
hak–hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial ekonomi
melalui norma yang berlaku.15
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986), h.125 15
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 274
23
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.16
Keselamatan
kerja berlaku disegala tempat kerja, baik di darat, di laut, di permukaan air,
di dalam air maupun di udara. Lokasi proyek merupakan salah satu
lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup besar. Tim manajemen
sebagai pihak yang bertanggung jawab selama proses pembangunan harus
mendukung dan mengupayakan program-program yang dapat menjamin
agar dapat meminimalisir bahkan meniadakan kecelakaan kerja.
2. Teori Perlindungan Hukum
Istilah teori perlindungan hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu legal
protection theory.17
Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat
agar dapat menikmati hak-hak yang telah diberikan oleh hukum, dan
bertujuan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat
karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu yang dapat dilakukan dengan cara membatasi
kepentingan di lain pihak.
Hukum berperan dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan
kepentingan sosial dan para individu. Hukum berperan sedemikian rupa,
sehingga dapat berlangsung dengan tertib dan teratur, karena hukum secara
tegas akan menentukan hak–hak dan kewajiban antara mereka yang
mengadakan hubungan, serta bagaimana tugas dan kewajiban serta
wewenang.18
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak–hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun untuk
16
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 227 17
Salim HS an Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 259 18
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2010), h. 129
24
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Perlindungan hukum
ini penting untuk menjamin agar hak–hak manusia sebagai subjek hukum
tidak di langgar atau di rugikan oleh pihak lainnya.19
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
1. Skripsi yang berjudul “Implementasi Perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Bagi Pekerja Proyek Konstruksi CV Mupakat Jaya Teknik
(Tinjauan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003)” oleh Nur Rofiah,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Tahun 2016,
dalam Skripsi ini membahas tentang Implementasi Perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bagi Pekerja Proyek Konstruksi CV
Mupakat Jaya. Perbedaan antara skripsi tersebut dengan penelitian peneliti
adalah bahwa skripsi tersebut fokus membahas mengenai perlindungan
dalam melaksanakan K3 yang masih kurang maksimal yang dilakukan oleh
Proyek Konstruksi CV Mupakat Jaya meski sudah melakukan upaya
perlindungan K3 dengan menyediakan alat pelindung diri/keselamatan
namun masih banyak pekerja yang tidak memakainya. Persamannya dengan
penelitian yang akan peneliti bahas adalah sama-sama mebahas mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna mencegah atau
mengurangi angka kecelakaan dalam bekerja.
2. Skripsi yang berjudul “Jaminan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Menurut
Hukum Positif Dan Hukum Islam” oleh Iis Afatiah, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, fakultas Syariah dan hukum, dalam
Skripsi ini membahas tentang jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
yang bertujuan sebagai motivasi bagi pengusaha dan tenaga kerja akan
pentingnya perlindungan diri dalam bekerja dan tunjangan kesehatan kerja
merupakan kebutuhan mendasar bagi tenaga kerja. Perbedaan antara skripsi
tersebut dengan penelitian yang akan peneliti bahas adalah peneliti akan
19
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
1999), h. 40
25
membahas mengenai penerapan keselamatan dalam bekerja terhadap para
pekerja, sedangkan penelitian dalam skripsi ini membahas mengenai
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan semakin
meningkatnya peran tenaga kerja dalam pembangunan nasional dan semakin
meningkatnya penggunaan teknologi diberbagai industri yang dapat
mengakibatkan tingginya resiko yang mengancam keselamatan.
Persamannya dengan skripsi yang akan peneliti bahas yaitu sama-sama
membahas tentang keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja.
3. Skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Bagi Pekerja Di Pabrik Kulit Fajar Makmur Piyungan
Bantul Yogyakarta” oleh Ekka Septiawanti, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta Tahun 2015, Skripsi ini membahas mengenai
perlindungan hukum keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja di
pabrik kulit fajar makmur piyungan, Bantul yang belum dilaksanakan secara
maksimal. Hal ini di buktikan bahwa di pabrik tersebut tidak ada pelatihan
tentang K3. Perbedaan antara skripsi tersebut dengan penelitian yang akan
peneliti bahas adalah peneliti akan membahas mengenai penerapan
keselamatan dalam bekerja terhadap para pekerja proyek pembangunan
double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai berdasarkan
peraturan pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, sedangkan persamaannya
mengenai ruang lingkup pembahasannya yaitu dalam upaya mewujudkan
keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja.
4. Buku yang berjudul sebuah buku yang berjudul “Keselamatan dan
Kesehatan Kerja” oleh K. Ima Ismaradalam, buku tersebut membahas
tentang landasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, analisis resiko dan pengendalian (K3) serta sistem
manajemen (K3).
5. Jurnal yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pekerja
Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada CV Sinar Kawi Di
Tampaksiring Gianyar” oleh Ida Bagus Putu Wira Aditya, I Ketut
Markeling dan Ida Ayu Sukihana, jurnal ini yang membahas tentang
26
tanggung jawab direktur perusahaan dalam hal terjadinya kecelakaan kerja,
serta mengetahui bagaimana pelaksanaan tanggung jawab direktur
perusahaan terhadap pekerja dalam hal terjadinya kecelakaan kerja.
Persamaannya dengan peneliti adalah peneliti juga membahas kasus
mengenai penerapan K3 yang bertujuan untuk menekan atau mengurangi
angka kecelakaan kerja di Indonesia. Perbedaannya yaitu peneliti membahas
kasus yang berbeda dengan penulis, selain itu peneliti juga membahas
upaya-upaya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang diharapkan
dapat mengurangi atau mencegah dan menekan angka kecelakaan kerja dan
dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga perusahaan-
perusahaan dapat beroperasi semaksimal mungkin terhadap proses
penerapan K3 khususnya pada pembangunan proyek DDT kereta api jalur
Jatinegara-Manggarai.
27
BAB III
PENERAPAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA
PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK KERETA API
JALUR JATINEGARA-MANGGARAI
A. Profil PT. Hutama Karya
PT. Hutama Karya (Persero) selanjutnya disebut PT. HK awalnya
merupakan perusahaan swasta Hindia Belanda “Hollandsche Beton
Maatschappij” yang dinasionalisasi pada Tahun 1961 berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) RI Nomor 61/1961 Tanggal 29 Maret 1961 dengan nama PT.
Hutama Karya. Status perusahaan berubah menjadi Perseroan Terbatas
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1971 juncto Akta
Perseroan Terbatas Nomor 74 tanggal 15 Maret 1973, juncto Akta Perubahan
Nomor 48 tanggal 8 Agustus 1973 yang keduanya dibuat dihadapan Notaris
Kartini Mulyadi, SH yang kemudian berdasarkan Surat Keputusan Bersama
Direksi dan Dewan Komisaris Nomor DU/MK.136/KPTS/03/2009 tanggal 29
Januari 2009 Tentang Penetapan Hari Ulang Tahun PT. Hutama Karya.
Hutama Karya adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
konstruksi terbesar di Indonesia kantor pusat yang beralamat di Jl. Letjen M.T
Haryono Kav 8, Cawang, Jakarta Timur 13340 dan kantor cabang yang
beralamat di Antam Office Park B, Jl. TB Simatupang No. 1, Jakarta Selatan.1
Dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014 yang
kemudian diperbaharui ke dalam Perpres Nomor 117 Tahun 2015, Hutama
Karya saat ini telah menggulirkan Program Transformasi Perubahan dalam
rangka menjawab amanat Pemerintah yang diberikan sekaligus untuk
mendorong pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan.2 Salah satunya
yaitu dalam Pembangunan Proyek Double-Double Track Kereta Api Jalur
Jatinegara-Manggarai PT. Hutama Karya merupakan perusahaan yang
1 Website resmi PT. Hutama Karya www.hutamakarya.com
29
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
30
B. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja
Pembangunan Proyek DDT:
1. Adanya komitmen terhadap manajemen yang berkaitan dengan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3);
2. Penerapan Peraturan Perundang-undangan proyek konstruksi Double-double
Track sebagai implementasi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012;
3. Merujuk kepada standar operasional Ke dalam International Standar
Organisation (ISO) 45.000
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar, yaitu dengan
menggunakan helm pengaman, rompi reflector dan sepatu pelindung;
5. Identifikasi terhadap semua risiko dan peluan terkait Keselamatan dan
Kesehatan Keja (K3);
6. Pengamanan dalam pekerjaan pengangkatan, pekerjaan electrical, serta
pekerjaan di ketinggian;
7. Penanganan keadaan darurat;
8. Metode kerja mencakup cara kerja aman.4
C. Penerapan Kebijakan Sistem Manajemen Mutu Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Serta Lingkungan
Hutama – Modern – Mitra, KSO yang bergerak dalam bidang Industri
Konstruksi berkomitmen untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan seluruh
komunitas yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan dengan cara
mengendalikan setiap risiko terhadap Keselamatan, Kesehatan Kerja serta
Kelestarian Lingkungan sehingga akan dihasilkan proses kerja dan produk
yang berkualitas, sehat dan aman baik terhadap manusia ataupun lingkungan.
4 Hasil wawancara langsung dengan kepala bagian K3 Proyek Pembangunan double-
double track kereta api jalur jatinegara-manggarai (Marson Tandirerung)
31
Untuk mencapai komitmen tersebut Direksi menetapkan beberapa kebijakan,
yaitu:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi tanggung jawab Direksi dan
seluruh karyawan;
2. Mematuhi semua ketentuan peraturan dan persyaratan lain yang relevan
terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
3. Mencegah terjadinya pencemaran dan mengendalikan penggunaan sumber
daya alam serta aspek lainnya yang berdampak negatif terhadap lingkungan
dan mengoptimalkan pemakaian bahan yang ramah lingkungan;
4. Menjamin seluruh karyawan dan pihak terkait lainnya kompeten dengan
cara memberikan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas-tugasnya;
5. Menjadikan kebijakan ini sebagai kerangka acuan dalam penetapan tujuan
dan sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
6. Mengkomunikasikan kebijakan ini kepada seluruh karyawan ataupun
pekerja serta pihak pemasok atau sub-kontraktor terkait;
7. Menjalankan peningkatan berkesinambungan terhadap penerapan sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
8. Menjamin agar kebijakan ini tersedia bagi pemangku kepentingan yang
memerlukannya.
D. Upaya PT. Hutama Karya dalam memberi perlindungan dan menjamin
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi Tenaga Kerja Pembangunan
Proyek DDT
Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu
perlindungan dari segi fisik yang mencakup perlindungan keselamatan dari
kecelakaan kerja dan kesehatannya serta adanya pemeliharaan moril kerja dan
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama,
sebagaimana telah ditegaskan pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Setiap tenaga kerja
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
1. Keselamatan dan kesehatan kerja;
32
2. Moral dan kesusilaan;
3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tenaga kerja dapat secara aman
melakukan pekerjaannya sehari-hari sehingga dapat meningkatkan produksi
dan produktivitas pekerjaannya. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan
dari berbagai peristiwa disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan
menggangu dalam pelaksanaan pekerjaanya. Dalam bidang konstruksi, ada
beberapa peralatan yang digunakan untuk melindungi seseorang dari
kecelakaan ataupun bahaya yang mungkin bisa terjadi dalam proyek
konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang bekerja dalam
suatu lingkungan konstruksi. Macam-macam alat pelindung diri (APD) sebagai
berikut:
a. Kacamata Pengaman, Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi
mata dari debu kayu, batu, serpihan besi yang berterbangan ditiup angin.
Tidak semua jenis pekerjaan membutuhkan kacamata kerja.Namun
pekerjaan yang mutlak membutuhkan perlindungan mata adalah mengelas.
b. Sarung tangan, tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi
tangan dari benda-benda keras dan tajam selama menjalankan pekerjaan.
Jenis kegiatan yang memerlukan sarung tangan adalah pekerjaan pembesian,
pekerjaan kayu. dan pekerjaan-pekerjaan yang memiliki resiko sehingga
diperlukan penggunaan sarung tangan.
c. Sepatu pengaman, Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan
terhadap kaki. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu denga sol
tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-
benda tajam atau alat berat. Bagian muka sepatu harus cukup keras (atau
dilapisi dengan pelat besi) supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda
dari atas.
d. Helm, Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala.
Helm digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari
33
atas, misalnya barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh
dari atas.
e. Pelindung telinga, Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-
bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup
keras dan bising.
f. Masker, Pelindung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerjaan
konstruksi. Oleh karena itu diperlukan masker. Misalnya serbuk kayu dan
besi sisa dari kegiatan memotong, mengamplas, dan debu-debu bahan
bangunan.
g. Sabuk pengaman (safety belt) berfungsi untuk pelaksanaan pekerjaan pada
bagian bangunan yang tinggi dan pada pekerjaan beresiko tinggi dengan
tidak ditemukannya pijakan kaki.
h. Pakaian kerja, Pakaian kerja bertujuan pemakaian pakaian kerja ialah
melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat
atau yang biasa melukai badan.
i. P3K, Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun
berat pada pekerjaan konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan
pertama pada kecelakaan di proyek. Adapun jenis dan jumlah obat-obatan
disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Selain peralatan standar di atas,
perusahaan konstruksi sebaiknya menyediakan tanda-tanda (mark) dalam
proyek. Tanda dalam proyek konstruksi memberikan informasi berupa
tanda-tanda pada area yang mengandung resiko tinggi kecelakaan.Tanda ini
merupakan kewajiban bagi pengelolah proyek.
j. Adanya Pembinaan terhadap Sumber Daya Manusia terkait dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
k. Peningkatan terhadap pemahaman standar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).
l. Adanya pemenuhan fasilitas serta peralatan yang berkaitan dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
m. Pengawasan yang dilakukan oleh personil yang berkompeten dalam bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
34
E. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Dalam Bekerja Pada
Pembangunan Proyek Double-double Track
Insiden ambruknya crane di proyek rel dwi ganda atau double-double
track (DDT) Jatinegara-Manggarai yang menyebabkan empat orang pekerja
tewas ada kelalaian operator sehingga bantalan beton yang akan dipasang
belum tepat pada posisinya."Bantalan belum pas namun sudah dilepas dengan
alat yang mengangkat. Akibat tidak pas, bantalan jatuh dan menimpa pekerja.
Penyebab bantalan jatuh karena saat pemasangan lower cross beam (LCB)
pada false segmen di tiang CP 22 sehingga front leg Launcer Gantry terlepas
dari dudukan. Akibatnya launcer gantri miring sehingga LCB membentur false
segmen dan tiang CP 22 yang memasang LCB tersebut jatuh menimpa para
pekerja. Adanya indikasi kelalaian ini akan berpotensi menetapkan tersangka
dari operator. Sebelumnya crane di proyek DDT Manggarai-Jatinegara, di
Jalan Matraman, Jakarta Timur, ambruk. Akibatnya empat pegawai tewas
dalam insiden tersebut. Mereka adalah Jaenudin, 44; Dani Prasetyo, 25, Jana
Sutisna, 44, dan Joni Fitrianto, 34.
F. Tanggung Jawab PT. Hutama Karya Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan
Kerja
Berdasarkan pasal 1602 huruf x Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) menyatakan bahwa “Jika seorang buruh yang tinggal padanya
sakit atau mendapat kecelakaan semasa berlangsungnya hubungan kerja, maka
majikan wajib mengurus perawatan dan pengobatan buruh dengan
sepantasnya”. Berpedoman pada ketentuan di dalam pasal tersebut hendaknya
perusahaan bertanggung jawab penuh dalam memberikan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja kepada pekerja yang bekerja di
perusahaannya. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 86 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa “Setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
35
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama”.
Selain itu banyak tanggung jawab perusahaan yang wajib dilakukan dalam
hal kecelakaan kerja beberapa kewajiban perusahaan tersebut seperti
memberikan hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) termasuk juga di
dalamnya menyangkut dengan kecelakaan kerja, perusahaan juga bertanggung
jawab untuk mendaftarkan pekerjanya dalam program asuransi seperti
Jamsostek (Jaminan sosial tenaga kerja) tujuan dari adanya program jamsostek
antara lain untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap resiko
sosial-ekonomi yang menimpa tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan baik
berupa kecelakaan kerja, sakit, hari tua, maupun meninggal dunia.5
Terhadap korban yang meninggal dunia atas terjadinya kecelakaan pada
proyek pembangunan double-double track kereta api jalur jatinegara-
manggarai, Hutama Karya sebagai pelaksana konstruksi bertanggung jawab
atas insiden kecelakaan kerja tersebut. Dalam hal pekerja/buruh meninggal
dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
demikian yang disebut dalam Pasal 61 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu, berdasarkan Pasal 166 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, dalam hal hubungan kerja berakhir karena
pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang
yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (2) Undang-Undang
Ketenagakerjaan, 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan
Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni sebesar tiga bulan
5 Hasil wawancara langsung dengan kepala bagian K3 Proyek Pembangunan double-
double track kereta api jalur jatinegara-manggarai (Marson Tandirerung)
36
upah dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Uang penggantian
hak tersebut meliputi: Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur,
biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat
dimana pekerja/buruh diterima bekerja, penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat dan hal-hal lain yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama. Jaminan Kecelakaan Kerja dalam hal Pekerja meninggal dunia
diberikan kepada ali warisnya, meliputi: janda, duda, atau anak. Dalam hal
janda, duda, atau anak tidak ada, maka manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja
diberikan sesuai urutan sebagai berikut:
a. keturunan sedarah Pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah
sampai derajat kedua;
b. saudara kandung;
c. mertua;
d. pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja, dan bila tidak ada
wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pihak lain yang mengurus
pemakaman, sedangkan santunan kematian diserahkan ke Dana Jaminan
Sosial.
Dalam melaksanakan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan
dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja terhadap pekerjanya dalam hal
kecelakaan kerja dilakukan dengan memberikan pertolongan pertama seperti
memberikan obat luka yang sesuai dengan luka yang dialami pekerjanya,
apabila pekerja tersebut mengalami luka parah pihak PT. Hutama Karya dalam
hal ini bagian K3 mengantarkan pekerja tersebut ke Rumah Sakit terdekat
untuk diberikan pengobatan lebih lanjut, pekerja tersebut dibebaskan dari biaya
pengobatan dikarenakan seluruh perkerja pada PT. Hutama Karya khususnya
pada pembangunan proyek double-double track Kereta Api Jalur Jatinegara-
Manggarai mendapatkan jaminan kesehatan yang sudah di daftarkan oleh pihak
PT. Hutama Karya dari jauh-jauh hari.
37
BAB IV
PENERAPAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA
PEMBANGUNAN PROYEK DOUBLE-DOUBLE TRACK
KERETA API JALUR JATINEGARA-MANGGARAI BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2012
A. Penerapan Keselamatan Kerja Pada Pembangunan Proyek DDT Kereta
Api Jalur Jatinegara-Manggarai
PT. Hutama Karya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang jasa konstruksi. Berbicara tentang perusahaan jasa konstruksi Hutama
Karya merupakan salah satu perusahaan yang terbesar di Indonesia,
pembangunan gedung DPR/MPR sampai pembangunan jembatan terbesar di
Indonesia yaitu Suramadu adalah salah satu proyek dimana Hutama Karya
menjadi salah perusahaan yang membangunannya. Penerapan K3 pada PT.
Hutama Karya sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun
1980 tentang K3 Konstruksi bangunan.
Hutama Karya membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang selanjutnya disingkat menjadi (P2K3) dalam setiap proyeknya.
Tugas pengurus P2K3, di mulai dari ketua yang dibawahi langsung oleh
General Maneger (GM) dan Sekertaris yang merupakan Ahli Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (AK3) dan membagi menjadi beberapa devisi sesuai bentuk
pekerjaannya. Pengawasan P2K3 dalam hal ini unit K3 sudah berjalan dengan
sistem pengawasan langsung oleh petugas K3, setiap hari petugas K3
mengawasi dan melaporkan setiap tindakan yang dilakukan oleh pekerja baik
sebelum bekerja maupun sesudah pekerja namun faktor keterbatasan petugas
K3 menyebabkan pengawasan kepada pekerja kurang maksimal. Kegiatan rutin
petugas K3 pada proyek pembangunan DDT ini, setiap pagi pukul 07.00
melakukan safety morning kepada seluruh pekerja yang akan bekerja, safety
morning dalam hal ini adalah mengingatkan kembali tentang bahaya yang ada
ditempat kerja dan bagaimana cara menanggulanginya.
38
Saat pekerja mulai melakukan aktifitas, petugas K3 bertugas untuk
mengawasi secara langsung dan menegur, ketika menemukan pekerja tidak
mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) saat bekerja, kemudian
melaporkan kepada perusahaan. Dalam hal pengawasan dari Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam proyek pembangunan proyek double-
double track kereta api jalur Jatinegara-Manggarai, sudah terlaksana dan telah
diterapkan. PT. Hutama dalam menerapkan SMK3 yaitu dengan mewajibkan
pekerja menggunakan serta mematuhi beberapa aturan berikut:
1. Penggunaan Peralatan yang memenuhi syarat K3
Penggunaan peralatan yang memenuhi syarat K3 merupakan salah satu
faktor pendukung pekerja dapat bekerja secara aman dan selamat, peralatan-
peralatan yang digunakan oleh pekerja konstruksi haruslah memenuhi syarat
dan mengikuti standar pedoman K3 konstruksi, seperti yang dijelaskan pada
pedoman standar K3, baik pengusaha atau pemilik perusahaan maupun
pekerja haruslah memperhatikan hal tersebut. Setiap Pengusaha wajib
memilih peralatan kerja pada ketinggian yang memenuhi Standar
Internasional, serta mempunyai karakteristik yang memadai dengan sifat
dan beban dari pekerjaan serta memungkinkan digunakan tanpa ada risiko
tambahan.
2. Prosedur Kerja.
Prosedur kerja dalam hal ini adalah cara bekerja dengan aman dan
selamat yang disosialisasikan oleh perusahaan kepada pekerja sebelum
memulai bekerja. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah prosedur
kerja yang menjadi patokan pekerja saat bekerja. Seluruh pekerja yang
berada dalam suatu proyek pembangunan wajib mengetahui dan
menjalankan SOP yang telah diatur oleh perusahaan. Ini sangat bermanfaat
bagi pekerja untuk bekerja secara produktif dan aman.
3. Penggunaan Sarana yang disediakan
39
Penggunaan sarana yang digunakan oleh pekerja haruslah disediakan
oleh perusahaan, seperti yang tertera pada pedoman K3 konstruksi yang
mengatur tentang sarana dan prasarana yang wajib disedikan oleh setiap
perusahaan jasa konstruksi untuk menunjang kenyamanan dan keselamatan
para pekerja khususnya pada pekerja ketinggian.
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan
saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja, untuk menjaga keselamatan
pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. APD dipakai sebagai upaya
terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja.
Penerapan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah hal
yang seharusnya menjadi perlu diperhatikan secara utama bagi sebuah
perusahaan. Terlebih jika perusahaan tersebut bergerak dalam jasa
konstruksi atau berkaitan dengan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi bagi
keselamatan para tenaga kerja tentu Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sangatlah diperlukan. Adanya sistem manajeman K3 yang baik akan
menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang nyaman, aman, tenaga kerja
yang sehat serta produktif akan meningkatkan kepuasan kerja bagi tenaga
kerja itu sendiri.1 Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan analisis untuk
mengetahui sistem manajemen K3 di sector jasa konstruksi pada
Pembangunan Proyek DDT Kereta Api Jalur Jatinegara-Manggarai.
Tempat kerja atau lingkungan kerja yang berada di proyek pembangunan
double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai berpotensi
mengakibatkan kecelakaan kerja bagi para pekerja yang terlibat di
dalamnya. Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. Selain itu setiap orang yang berada di lingkungan atau
1 Cecep Dani Sucipto, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Tangerang: Gosyen
Publishing, 2014), h.2
40
tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dengan demikian
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan faktor penting dalam kegiatan
proyek pembangunan double-double track kereta api jalur Jatinegara-
Manggarai berlangsung.
Adanya salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kerja
adalah dengan menerapkan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) yang harus diterapkan oleh sebuah perusahaan secara optimal.
Berkaitan dengan hal tersebut Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin serta melindungi keselamatan
para tenaga kerja baik secara jasmani maupun rohani. Menurut Suma’mur
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para tenaga kerja
yang bekerja di perusahaan ataupun proyek yang bersangkutan.2 Adanya
jaminan keselamatan kerja dapat memberikan perasaan yang aman sehingga
tenaga kerja dapat bekerja tanpa ada rasa khawatir atau tertekan dengan
keadaan atau kondisi disekitarnya.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada
proyek pembangunan DDT Kereta Api Jalur Jatinegara-Manggarai, disusun
menjadi satu kesatuan dengan sistem manajemen mutu dan manajemen
lingkungan.3 Dalam perencanaannya seluruh standar dan pedoman sistem
tersebut disusun dalam prosedur Rencana Mutu, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Lingkungan (RMK3L). RMK3L merupakan integrasi
pemenuhan Sistem Manajemen Mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Manajemen Lingkungan yang dituangkan dalam prosedur yang dapat
digunakan untuk melihat, memeriksa, mengkaji, menilai, mengukur
efektifitas, mengetahui ketaatan atau kepatuhan petugas selama proses
pelaksanaan proyek.
Prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari
kegiatan dan jasa dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk
2 Suma’mur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, (Jakarta: Gunung Agung,
1985), h.2 3 Hasil wawancara pribadi dengan Kepala Bagian K3 Proyek Pembangunan DDT.
41
memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian resiko dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar potensi bahaya di lokasi pekerjaan. Pada proyek pembangunan
double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai, prosedur
identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko akibat kecelakaan
dan penyakit kerja telah direncanakan bersamaan dengan dampak
lingkungan.
Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam mengukur, memantau,
dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, pihak K3
perusahaan melakukan inspeksi ke seluruh area proyek, dimana inspeksi ini
difokuskan pada penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di perusahaan dan kondisi bahaya kecelakaan kerja baik dari tenaga
kerja, lingkungan maupun peralatan kerjanya. Berbeda dengan inspeksi,
kemudian terdapat audit SMK3 yang dilakukan untuk mengukur efektifitas
dari pelaksanaan suatu sistem untuk jangka panjang sedangkan inspeksi K3
merupakan upaya untuk menemukan kesesuaian dari suatu objek untuk
jangka pendek. Audit SMK3 lebih menekankan proses sedangkan inspeksi
K3 menekankan pada hasil akhir.
Metode pelaksanaan audit SMK3 dilakukan dengan meninjau, verifikasi
dan observasi sedangkan inspeksi K3 dilakukan dengan pengujian secara
teknis dan mendetail. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan Semua hasil
temuan dari pelaksanaan inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja,
kemudian didokumentasikan dan digunakan untuk mengidentifikasi ketidak
sesuaian, tindakan perbaikan/koreksi dan pencegahan yang harus segera
dilakukan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaanya secara
sistematik dan efektif. Untuk mengadakan penanganan terhadap ketidak
sesuaian, tindakan perbaikan serta pencegahan harus mengikuti prosedur
yang disediakan perusahaan yaitu Prosedur Penanganan Ketidak sesuaian,
Tindakan Koreksi dan Pencegahan.
Tinjauan Oleh Pihak Manajemen secara teratur pelaksanaan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara
42
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas
keselamatan dan kesehatan kerja, maka dalam peninjauan ulang PT Hutama
Karya selaku pihak yang memiliki tanggung jawab dalam proyek
pembangunan double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai
melakukan evaluasi bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi:
Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja,
evaluasi dilakukan untuk mengetahui keefektifan implementasi komitmen
manajemen yang dituangkan dalam kebijakan perusahaan dengan inspeksi
secara rutin ke area kerja dan pemeriksaan dokumen-dokumen hasil inspeksi
keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan dan pelaporan hasil evaluasi
ini dilakukan secara periodik kepada pihak manajemen.
Pemenuhan target dan keefektivan pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja dibuktikan dengan dibuatnya laporan hasil inspeksi baik
berupa dokumen tertulis yang berisikan laporan-laporan angka kecelakaan
kerja, inspeksi tempat kerja dan program-program keselamatan dan
kesehatan kerja maupun berupa laporan secara visual berupa gambar-
gambar pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan
sehingga dapat diukur keefektivan tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan
dan kesehatan kerja sesuai kebijakan perusahaan. Keefektivan sasaran dan
target pemenuhan pelaksanaan SMK3 dapat ditinjau dari hasil temuan-
temuan di lapangan dan dokumen-dokumen cacatan hasil inspeksi yang
dibuat dan diserahkan pihak manajemen untuk disebar-luaskan ke pihak
yang terkait sehingga dari data hasil audit tersebut bisa dilakukan tindakan
perbaikan dan terukur sejauh mana keefektivan pelaksanaan SMK3.
Evaluasi efektivitas penerapan SMK3 perlu dilakukan sebagai bahan
acuan untuk memperbaiki/menyempurnakan peraturan atau pedoman yang
telah dibuat. Berdasarkan kelengkapan dan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kerja (SMK3) pada proyek pembangunan double-double track
kereta api jalur jatinegara-manggarai, secara umum sudah berjalan dengan
baik. Disamping itu pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya yang timbul
akibat adanya pemakaian alat-alat teknologi canggih yang bertujuan untuk
43
meringankan atau membantu pekerjaan para pekerja juga perlu diperhatikan,
agar kemudian dapat mencegah terjadinya resiko kecelakaan dalam bekerja.
PT. Hutama Karya dalam rangka untuk mengadakan pencegahan agar
tidak terjadi kecelakaan kerja terhadap tenaga kerja di kemudian hari maka
melakukan upaya-upaya berikut, yaitu: penyediaan alat-alat pelindung diri
yang terdiri dari kacamata pengaman, sarung tangan, helm atau pelindung
kepala, sepatu kerja (safety shoes), masker, sabuk pengaman (safety belt),
serta rompi/pelindung badan. Namun pada kenyataannya yang sangat
disayangkan adalah ketika PT. Hutama Karya telah membuat manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja pada prakteknya si pihak kontraktor belum
sepenuhnya memperhatikan serta menerapkan SMK3 terhadap para
pekerjanya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan Kesehatan Kerja yang berbunyi:
1. Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1)
huruf a dilaksanakan oleh pengusaha.
2. Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),
pengusaha paling sedikit harus:
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain
yang lebih baik;
3) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
5) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus
menerus;
c. memperhatikan masukan dari pekerja/buruh.
3. Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
44
a. Visi
b. Tujuan perusahaan
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
B. Bentuk Pelaksanaan Pemberian Santunan PT. Hutama Karya Terhadap
Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja disebut kecelakaan kerja
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional:
“Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja”.
Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja mendapatkan uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan.
Santunan ini disebut Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana disebut dalam
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pelayanan Kesehatan dan Besaran Tarif Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja:
Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat
berupa uang tunai atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta
mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja. Besaran Santunan Pekerja Korban Kecelakaan Kerja yang meninggal
dunia. Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh
berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 61 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
45
Khusus bagi pekerja yang meninggal dunia dalam hubungan kerja, hal
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
dan peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26
Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian yaitu:
Jaminan Kematian
1) Manfaat JKM dibayarkan kepada ahli waris Peserta, apabila Peserta
meninggal dunia dalam masa aktif, terdiri atas:
a. Santunan sekaligus Rp.16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu
rupiah);
b. Santunan berkala 24 x Rp.200.000,00 = Rp.4.800.000,00 (empat juta
delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus;
c. Biaya pemakaman sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
d. Beasiswa pendidikan anak diber ikan kepada setiap Peserta yang
meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja dan telah memiliki masa
iuran paling singkat 5 (lima) tahun.
2) Beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf d
diberikan sebanyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap
Peserta.
Kemudian yang berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja apabila
terdapat pekerja yang meninggal dunia maka diberikan kepada ahli
warisnya, yang meliputi:
a. janda, duda, atau anak ;
b. dalam hal janda, duda, atau anak tidak ada, maka manfaat JKK diber ikan
sesuai urutan sebagai berikut :
46
1. keturunan sedarah Peker ja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
derajat kedua;
2. saudara kandung;
3. mertua;
4. pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja; dan
5. bila tidak ada wasiat , biaya pemakaman dibayarkan kepada pihak lain yang
mengurus pemakaman, sedangkan santunan kematian diserahkan ke Dana
Jaminan Sosial.
Adapun besaran nominal santunan yang diberikan kepada masing-masing
korban yaitu:
a. Santunan upah selama tidak bekerja (6 bulan pertama 100%, 6 bulan kedua
75%, seterusnya hingga sembuh 50%)
b. Santunan Kematian akibat kecelakaan kerja sebesar 48x upah yang
dilaporkan oleh perusahaan (pemberi kerja) atau peserta Bantuan Beasiswa
untuk 1 orang anak beasiswa pendidikan bagi satu orang anak dari peserta
yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan
kerja sebesar Rp12 juta. Dan santunan kepada korban yang mengalami
cacat:
1) Jika mengalami cacat total tetap: Rp. 100 juta.
2) Santunan Berkala cacat total tetap sebesar: Rp. 4.800.000 juta (dibayar
sekaligus).
3) Jika mengalami cacat sebagian anatomis: Rp. 142 juta.
4) Santunan cacat sebagian fungsi: Rp. 142 Juta.
C. Upaya PT. Hutama Karya dalam menjamin Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pada Pembangunan Proyek DDT Kereta Api Jalur Jatinegara-
Manggarai
Pelaksanaan tanggung jawab PT. Hutama Karya terhadap pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
47
berlaku yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan data yang penulis
peroleh kecelakaan kerja yang menimpa pekerja PT. Hutama Karya terjadi
pada saat korban sedang menaikkan alat berat berjenis crane, kemudian ketika
bantalan rel sudah berada di atas namun dudukannya tidak pas sehingga
bantalan rel jatuh dan naas menimpa para pekerja. Sehingga menimbulkan
korban meninggal dunia akibat crane jatuh tersebut.
Sesuai dengan pengertian kecelakaan kerja yang terdapat di Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan
kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Kewajiban
pengusaha yang telah dilakukan oleh PT. Hutama Karya dijelaskan pada Pasal
14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 yang berbunyi:
Pengurus diwajibkan :
1. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan
semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya,
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
3. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
48
Berdasarkan bunyi Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa keselamatan
kerja dan syarat keselamatan pada tempat kerja menjadi hal yang wajib
dipatuhi oleh pekerja, dan perushaaan wajib mengingatkan melalui tulisan
maupun gambar tentang keselamatan kerja yang mudah dibaca oleh pekerja,
untuk mendukung semua syarat keselamatan kerja, perusahaan dan pengusaha
melalui manajemen wajib menyiapkan alat-alat pelindung diri untuk pekerja
yang hendak bekerja, seperti sarung tangan, masker, safety belt, kaca mata
kerja, masker, helm, safety shoes dan rompi pelindung badan.
Kewajiban pengusaha dalam pasal ini dijelaskan jika terjadi kecelakaan
terhadap pekerja, pengusha wajib melaporkan kecelakaan kerja kepada kantor
Departemen Tenaga Kerja dan badan penyelenggara tidak lebih dari 2x24 jam,
karena jika pengusaha melebihi waktu yang telah ditentukan oleh undang-
undang maka, proses klaim tidak dapat dilakukan. Pengusaha diwajibkan
melaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja dan badan penyelenggara tidak
lebih 2x24 jam setelah tenaga kerja yangtertimpa kecelakaan oleh dokter yang
merawatnya dinyatakan sembuh. Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai
memperoleh hak-haknya.
Setelah mendapatkan laporan kecelakaan dari korban. Pasal 20 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992:
“Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, luran Jaminan Kematian, dan Iuran
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha”. Maksud dari
Iuran jaminan kecelakaan kerja ditanggung oleh pengusaha yaitu adanya
kewajiban pengusaha yang mengikutsertakan pekerjanya ke dalam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha
wajib memberikan upah terhitung mulai dari pekerja dalam proses pengobatan
sampai dinyatakan sembuh ataupun kepada korban yang dinyatakan meninggal
dunia.
Pasal 20 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Kewajiban
pengusaha terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah,
pengusaha tetap membayar upah pekerja selama ia tidak mampu bekerja
49
sampai pekerja yang bersangkutan mampu bekerja. Kewajiban PT. Hutama
Karya terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, selama mereka tidak
dapat bekerja, perusahaan tetap membayar upah terhitung dari selama mereka
tidak dapat bekerja karena kecelakaan kerja.
Pencegahan yang dilakukan pihak managemen PT. Hutama Karya adalah
dengan memasang gambar-gambar keselamatan kerja, kemudian setiap pekerja
yang memasuki lokasi proyek diwajibkan memakai alat pelindung diri (APD)
seperti helm, kacamata, rompi, sepatu safety, safety belt, masker dan sarung
tangan. Penanggulangan yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya dalam
kecelakaan kerja yang menimpa pekerjanya adalah memberikan pertolongan
pertama dilokasi terjadinya kecelakaan kerja, membawa korban kecelakaan ke
rumah sakit terdekat.
Sebagai upaya dalam memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja yaitu dengan memberikan perlindungan bagi para tenaga kerja sesuai
yang tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
Tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja huruf yang berbunyi:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh;
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas.
Dalam Mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah
telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam
pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,
penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Keselamatan kerja bertalian
dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau
dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini dapat diartikan:
suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
50
mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu kejadian atau
peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan
industri/kecelakaan kerja ini.
Selain pembinaan dan bimbingan mengenai inventaris tempat kerja, juga
memberikan pembinaan Inventarisasi data kecelakaan kerja dan Penyusunan
statistik kecelakaan kerja. Jadi perusahaan tersebut diwajibkan untuk membuat
data yang seakurat mungkin mengenai kecelakaan kerja yang terjadi di
perusahaan. Tujuan dari pembuatan statistik kecelakaan kerja adalah untuk
mengetahui jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dari tahun ke tahun, sehingga
dapat diketahui apakah tingkat kecelakaan kerja dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan atau penurunan. jadi perusahaan dituntut untuk selalu transparan
apabila terjadi kecelakaan kerja.
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan
peraturan ketenagakerjaan dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor.13 Tahun
2003 yang berbunyi: “Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai
pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna
menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan”.
Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau
memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga
proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat Direktorat Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan unit organisasi pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 5 huruf (a)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970. Dimana Sistem Manajemen K3 di
lingkungan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan
yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
51
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Pengawasan dan pemeriksaan yang berhubungan dengan kesehatan kerja
yang dilakukan oleh pengawas Dinas Tenaga Kerja antara lain pemeriksaan
kondisi tempat dan lingkungan lingkungan kerja, pemeriksaan Fasilitas
sanitasi, telah disediakan ruang ganti yang memadahi atau belum, Ruang ganti
pakaian, ada tempat pembuangan sampah bekas dan pengolahannya atau
belum, dimana letak sumber air produksi, apakah dalam perusahaan tersebut
telah tersedia pelayanan dan sarana kesehatan kerja yang memadahi atau
belum, apakah perusahaan tersebut telah menerapkan ketentuan tentang
pemeriksaan kesehatan badan tenaga kerja secara awal, berkala dan khusus,
apa saja fasilitas P3K yang tersedia di perusahaan tersebut, bagaimana
penyelenggaraan Penyelenggaraan makan dan minum terhadap pekerja apakah
selalu dilaksanakan dengan baik atau belum.
Pengawas akan melakukan penindakan secara preventif apabila pada saat
pengawasan dan pemeriksaan pengawas tersebut menemukan pelaksanaan
norma kerja dan keselamatan dan kesehatan kerja ada penyimpangan. tindakan
tersebut berupa pembinaan secara lisan dan tertulis yang diketahui oleh kepala
dinas. Pengawas juga akan melakukan penindakan secara represif apabila
pengawas selama pemeriksaan menemukan penyimpangan terhadap norma
kerja serta keselamatan dan kesehatan kerja secara berulang tanpa ada itikad
untuk memperbaikinya.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting
dalam penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan
merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
pengusaha dan pekerja/buruh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk
menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Agar
52
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan khususnya mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan dengan baik, maka
diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang independen dan kebijakan yang
sentralistik atau lebih optimal.
Selain dari segi usia dan pengalaman, menurut peneliti hal yang
membedakan antara pengawas umum dan pengawas spesialis adalah bahwa
pengawas umum melaksanakan pemeriksaan pertama dan kontrol
(pemeriksaan berkala), sedangkan pengawas spesialis hanya melaksanakan
control atau pemeriksaan berkala saja. Pemeriksaan pertama adalah
pemeriksaan lengkap yang dilakukan kepada perusahaan atau tempat kerja baru
yang belum pernah diperiksa, jadi baru pertama kali diperiksa, sedangkan
pemeriksaan Kontrol (pemeriksaan berkala) adalah pemeriksaan ulang yang
dilakukan setelah pemeriksaan pertama baik secara lengkap maupun tidak. Jadi
yang berhak melaksanakan pemeriksaan pertama adalah pengawas umum,
sedangkan untuk pemeriksaan berkala baik pengawas umum maupun pengawas
khusus berhak melaksanakannya.
Salah satu kewajiban dari pengawas baik pengawas umum maupun
pengawas khusus adalah Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang
perlu dirahasiakan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. hal ini telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 181 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Kegiatan pengawasan terpadu ini sudah terkonsep
dengan cukup baik. Suatu kegiatan pengawasan dan pemeriksaan memang
harus dimulai dengan rencana kerja. Tanpa adanya suatu rencana yang matang
tentunya akan berdampak pada saat pemeriksaan nantinya. Seperti yang telah
penulis bahas di muka bahwa untuk tahapan pemeriksaan di perusahaan atau
tempat kerja ini dikelompokkan menjadi obyek-obyek tertentu seperti: Jenis
usaha perusahaan, data umum perusahaan, Pelaksanaan waktu kerja dan waktu
istirahat, hubungan kerja, pelaksanaan pengupahan, Jamsostek dan
kesejahteraan serta Keselamatan dan Kesehatan kerja.
53
Tujuan dari pengelompokkan obyek pengawasan dan pemeriksaan ini
menurut penulis adalah untuk mempermudah dalam fokus pengawasan dan
pemeriksaan. pada tahap inilah pegawai pengawas harus benar-benar berperan
aktif dalam penindakan apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran
ketenagakerjaan. Secara preventif pengawas dapat melaksanakan pembinaan-
pembinaan khususnya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja guna
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Sedangkan apabila terjadi
penyimpangan terhadap norma kerja serta keselamatan dan kesehatan kerja
secara berulang tanpa ada itikad untuk memperbaikinya. Pengawas dapat
mengusulkan kepada kepala Dinas untuk diproses penyidikan dengan
koordinasi dengan polisi untuk diajukan ke Pengadilan setempat melalui
penuntutan. Jadi dalam tahap penindakan ini pegawai pengawas dituntut untuk
bertindak secermat mungkin dan seobyektif mungkin dalam menindak
pelanggaran ketenagakerjaan yang terjadi.
Tahap yang keempat yang merupakan tahap terakhir dari pengawasan dan
pemeriksaan terpadu ini adalah Pelaporan hasil pemeriksaan ini nantinya bisa
digunakan sebagai instropeksi diri baik bagi perusahaan yang bersangkutan
maupun bagi Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, dengan laporan tersebut
akan dapat diketahui pelanggaran apa saja yang terjadi, serta tingkat
kecelakaan kerja yang terjadi sehingga diharapkan dapat mengatasi
permasalahan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 173 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan
bahwa:
1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dapat mengikutsertakan
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi
terkait.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dan Ayat (2),
dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
54
Maka berdasarkan Pasal diatas dijelaskan bahwa Pemerintah melakukan
pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan. Pembinaan tersebut dapat mengikut-sertakan organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait. dan
dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Pengawasan ketenagakerjaan
diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pengawasan
ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang
mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan.
D. Analisis Mengenai Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penulis dalam hal ini menganalisis beberapa aspek yang berkaitan dengan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana yang harusnya sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, sehingga dapat
mengurangi atau mencegah adanya kecelakaan dalam bekerja. Adapun aspek
yang menjadi tujuan utama dari analisis penulis adalah berdasarkan aspek
penerapan aturan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja,
pelaksanaan pertanggung jawaban PT. Hutama Karya terhadap korban
kecelakaan kerja serta upaya yang diberikan oleh PT. Hutama Karya sebagai
bentuk perlindungan dan pencegahan agar dapat mengurangi kecelakaan kerja
khususnya pada proyek konstruksi pembangunan double-double track jalur
kereta api jatinegara-manggarai, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerapan
Dalam upaya mendukung adanya penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja pihak bagian K3 dari proyek pembangunan double-double track kereta
api jalur jatinegara-manggarai memberikan fasilitas maupun sarana yang
mendukung penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Fasilitas tersebut
berupa adanya Penerapan K3 Terhadap Tenaga Kerja Proyek Pembangunan
Double-double Track Kereta Api Jalur Jatinegara-Manggarai dikaji dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen
55
K3. Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, menjelaskan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja:
a. Setiap pekerja/buruh memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas:
1. Keselamatan dan kesehatan kerja
2. Moral dan kesusilaan, serta
3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
b. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh demi mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal maka diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2)
wajib untuk dilaksanakan.
Kemudian dijelaskan juga dalam Pasal 87 Paragraf 5 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Jika dikaji dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang
membahas mengenai keselamatan dan kesehatan pekerja/buruh terdiri atas 2
Pasal, yaitu Pasal 86 dan Pasal 87. Dalam Pasal 86, Undang-undang tersebut
terdiri atas 3 ayat yang mana pada Pasal 86 Ayat (1) dijelaskan bahwa setiap
buruh memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, terutama dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan serta berhak
mendapatkan perlakuan yang sesuai.
Pada Ayat (2) disebutkan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan
sangatlah diperlukan untuk melindungi kesehatan buruh/pekerja dalam
melakukan pekerjaan dan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kemudian
56
pada ayat (3) Pasal 86 ini menjelaskan bahwa peraturan yang terdapat dalam
Ayat (1) dan (2) harus dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 87 juga menjelaskan tentang hal-hal yang
memiliki kaitan dengan kesehatan kerja yang kemudian terbagi menjadi dua
ayat. Dalam Ayat (1) menjelaskan bahwa setiap perusahaan diwajibkan
membentuk manajemen kesehatan kerja yang optimal dengan manajemen
perusahaan yang kemudian dalam pelaksanaannya diatur dan diterapkan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu disebutkan dalam Pasal
5 yang menjelaskan bahwa:
a) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
b) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (l) berlaku bagi perusahaan
yang mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang;
atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
c) Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud
pada Ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan perafuran perundang-
undangan.
d) Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat
memperhatikan konvensi atau standar internasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 86 dan Pasal 87 mengatur penjaminan
kesehatan dan keselamatan pekerja/buruh dalam menjalankan pekerjaan
mereka. Dan sertiap perusahaan wajib memenuhi aturan-aturan tersebut sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Sementara itu diperkuat dengan adanya
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 yang mengharuskan
perusahaan menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan Kerja agar para
pekerja/buruh dapat terjamin keselamatannya dalam bekerja.
57
Akan tetapi berdasarkan uraian di atas yang secara keseluruhan telah
menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan Kerja telah di penuhi
pada kenyataannya tidak sesuai dengan fakta yang ada. Hal ini di buktikan
dengan adanya kecelakaan kerja yang terjadi pada tanggal 4 Februari 2018
terjadi kecelakaan kerja pada proyek pembangunan Double-double Track
(DDT) Kereta Api jalur Jatinegara-Manggarai, Jakarta Timur. Kronologi
terjadinya kecelakaan tersebut berawal ketika pukul 05.00 BBWI ketika itu
para pekerja sedang menaikkan alat berat berjenis crane, kemudian ketika
bantalan rel sudah berada di atas namun dudukannya tidak pas sehingga
bantalan rel jatuh dan naas menimpa para pekerja. Sehingga menimbulkan
korban meninggal dunia akibat crane jatuh tersebut.
Para pekerja/tenaga kerja menyadari bahwa kecelakaan kerja merupakan
hal yang tidak bisa diduga, begitu pun para pengusaha selaku yang
bertanggung jawab apabila terjadi suatu kecelakaan kerja sangatlah tidak
mengaharapkan adanya kecelakaan tersebut. Namun dalam kasus kecelakaan
ini yang menjadi penyebab adalah karena penerapan SMK3 yang belum
dilaksanakan secara optimal hal ini dapat dibuktikan bahwa pekerja konstruksi
disuruh bekerja melampaui jam kerja. Bahkan, kontraktor mempekerjakan
buruh yang belum memunyai keahlian dan terlatih. Hal ini diungkapkan oleh
Anto (35) warga Manggarai yang juga mantan pekerja pada proyek
pembangunan DDT tersebut. Ia mengakui bahwa ia dan teman-temannya
beraktivitas dari pagi sampai petang di proyek itu. Mereka bekerja mulai jam
09.00 sampai jam 06.00, bakan mereka sering lembur sampai jam 03.00 pagi.
Ditambah buruknya faktor cuaca pada saat pekerja menaikkan crane tersebut
dimana sedang turun hujan yang cukup deras sehingga terjadi kecelakaan
kereja yang menyebabkan tewasnya 4 orang pekerja. Oleh karena itu
berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa SMK3 yang dibuat tidak
dijalankan dengan sebagaimana mestinya yang mana hal ini diatur dalam
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003: Pasal 77 berbunyi:
1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
58
2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi: 7 (tujuh)
jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam
1 (satu) minggu.
Berdasarkan uraian Pasal 77 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan
Keselamatan dan Kesehatan dalam bekerja belum dijalankan secara optimal,
pekerjaan yang dilakukan melampaui ketentuan waktu bekerja dapat
menurunkan konsentrasi serta keadaan fisik sudah mulai menurun sehingga
menyebabkan kecelakaan dalam bekerja.
Adanya peraturan yang ditetapkan makan tujuan dan sasarannya adalah
bagi keselamatan kerja sebagai bentuk pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. dalam proyek pembangunan double-double track jalur
kereta api Jatinegara-Manggarai para pekerja yang harusnya melaksanakan
pekerjaan pada pukul 23.00 BBWI, namun karena pada saat itu kondisi cuaca
tidak memungkinkan karena turun hujan yang cukup deras, sehingga harus
menunda pekerjaan sampai pukul 05.00 BBWI.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas K3 di lokasi proyek
pembangunan double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai, dapat
peneliti lihat secara langsung yaitu dilakukan observasi untuk melihat
penerapannya di lokasi proyek. Dari hasil observasi diketahui bahwa
keseluruhan elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) di lokasi proyek tersebut telah dilaksanakan. Dan dari hasil
wawancara tersebut dapat dilihat bahwa selain kecelakaan atau penyakit kerja
yang membutuhkan pertolongan medis, ditemukan juga terjadinya kecelakaan
kerja yang fatal dan menyebabkan kematian. Hal tersebut berarti perusahaan
perlu mengeluarkan biaya sebagai ganti rugi bagi keluarga pekerja yang
meninggal. Terhadap korban yang meninggal dunia atas terjadinya kecelakaan
59
pada proyek pembangunan double-double track kereta api jalur jatinegara-
manggarai, Hutama Karya sebagai pelaksana konstruksi bertanggung jawab
atas insiden kecelakaan kerja tersebut.
2. Bentuk Pelaksanaan Pemberian Santunan
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak
mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Apabila terjadi kecelakaan atau
penyakit kerja yang disebabkan oleh lingkungan kerja maupun penerapan
SMK3 yang tidak benar, maka seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk
penanggulangannya menjadi tanggung jawab perusahaan. Selain itu jumlah
hari kerja yang hilang akibat beberapa pekerja yang membutuhkan pertolongan
medis tersebut, tidak mengakibatkan penundaan atau terganggunya
pelaksanaan pembangunan. Hal tersebut telah diantisipasi dengan pembentukan
Tim Tanggap Darurat (TTD) yang telah dipersiapkan perusahaan sebelum
pelaksanaan proyek ini berlangsung.
Tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya meninggal dunia itu
sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama. Dengan demikan sesuai dengan pengertian
kecelakaan kerja yang terdapat di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kecelakaan kerja adalah kecelakaan
yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul
karena hubungan kerja. Kewajiban pengusaha yang telah dilakukan oleh PT.
Hutama Karya dijelaskan pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970.
Penjelasan Pasal 14 ini sudah dilakukan oleh seluruh pekerja dan
managemen PT. Hutama Karya khususnya pada bagian K3 dilokasi proyek
bekerja. Kemudian dikaji dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
60
1992 menjelaskan tentang kewajiban pengusaha dalam hal pelaksanaan
jaminan kecelakan kerja, yang berbunyi:
a. Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja
kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggaraan
dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam.
b. Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan
Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah
tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya
dinyatakan sembuh, cacat atau meninggal dunia.
c. Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya.
Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa bukan hanya pekerja yang
wajib mengikuti program jamsostek, pengusaha juga wajib mengikuti
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pengusaha sendiri wajib memiliki
daftar data tentang pekerja dan keluarganya, mulai dari upah sampai
kecelakaan kerja di perusahaan, pengusaha wajib melaporkan data-data
pekerja yang diikutkan dalam program jaminan sosial tenaga kerja kepada
badan penyelenggara, yaitu PT. Jamsostek, apabila dari perusahaan, tidak
mendaftarkan pekerja ke dalam jaminan sosial tenaga kerja, dan kemudian
pekerja yang tidak didaftarkan ke dalam jaminan sosial tenaga kerja itu
mengalami kecelakaan kerja, maka perusahaan wajib memberikan hak-
haknya kepada tenaga kerja yang bersangkutan itu.
Dari penjelasan pasal-pasal yang terkait mengenai kewajiban pengusaha
terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, kecelakaan ditempat
kerja bukan hanya terjadi begitu saja, akan tetapi banyak faktor yang
menyebabkan kecelakaan kerja bisa terjadi, bukan berarti kecelakaan
ditempat kerja tidak dapat kita cegah. Oleh karenanya maka kita juga perlu
meneliti sebab-sebab terjadinya kecelakaan dan bagaimana upaya-upaya
untuk mengurangi dan mencegah kecelakaan kerja itu tidak terulang kembali.
61
Berdasarkan uraian di atas tentang pelaksanaan tanggung jawab
perusahaan terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat
dipahami dan dicermati bahwa dalam pelaksanaan pencegahan agar tidak
terjadi lagi kecelakaan yang serupa hingga menyebabkan korban meninggal
dunia yaitu diperlukan adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja
menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya selaku
pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek pembangunan
double-double track kereta api jalur jatinegara-manggarai dalam mencegah
ataupun mengantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan kerja, sehingga dapat
memberikan perasaan yang aman dan para tenaga kerja dapat bekerja tanpa
adanya perasaan tertekan dengan kondisi atau keadaan disekitar lingkungan
kerja.
Mengenai besaran santunan yang diberikan kepada korban yang
meninggal dunia menurut ketentuan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian adalah sebagai berikut:
a. Santunan sekaligus Rp.16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu
rupiah);
b. Santunan berkala 24 x Rp.200.000,00 = Rp.4.800.000,00 (empat juta
delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus;
c. Biaya pemakaman sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
santunan kepada korban yang mengalami cacat:
a) Jika mengalami cacat total tetap: Rp. 100 juta.
b) Santunan Berkala cacat total tetap sebesar: Rp. 4.800.000 juta
(dibayar sekaligus).
c) Jika mengalami cacat sebagian anatomis: Rp. 142 juta.
d) Santunan cacat sebagian fungsi: Rp. 142 Juta.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut PT. Hutama Karya selaku pihak yang
bertanggung jawab telah memberikan santunan kepada korban yang meninggal
dunia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu dengan meberikan
62
santunan sebesar Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) kepada ahli waris
para korban kecelakaan kerja yang meninggal dunia. Dengan rician sebagai
berikut:
1) Jaenuddin (44): Rp. 25.000.000
2) Dani Prasetyo (25): Rp. 25.000.000
3) Jana Sutisna (44): Rp. 25.000.000
4) Joni Fitrianto (34): Rp. 25.000.000
Dan kepada korban yang sakit atau mengalami cacat PT. Hutama Karya juga
sudah bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Pasal tersebut dengan
memberikan santunan sesuai dengan nominal yang ditetapkan dalam Pasal 34
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
3. Upaya PT. Hutama Karya dalam menjamin keselamatan pekerja
Upaya yang diberikan oleh PT. Hutama Karya dalam menjamin
keselamatan para pekerjanya serta untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dikemudian hari yaitu dengan mewajibkan para pekerja memakai alat
pelindung diri (APD) yang terdiri dari:
a. Kacamata Pengaman
b. Sarung Tangan
c. Sepatu pengaman
d. Helm atau pelindung kepala
e. Masker
f. Sabuk pengaman
g. Rompi pelindung diri
Dalam hal Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan, perusahaan
membuat kebijakan setiap awal pembangunan proyek APD yang digunakan
juga haruslah APD yang belum pernah digunakan sebelumnya dan rutin
mengganti APD yang sudah rusak atau tidak layak pakai, dengan sistem
pekerja yang sebelum bekerja telah diberikan APD lengkap melaporkan kepada
63
unit K3 ketika APD yang digunakan sudah rusak atau tidak nyaman ketika
digunakan. Perusahaan bertanggung jawab penuh untuk mengganti atau
memperbaki.
Alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan sudah sesuai standar
yang diatur oleh Departemen Tenaga Kerja, mulai dari pelindung kepala
sampai pelindung kaki disediakan untuk kenyamanan pekerja saat bekerja.
Perusahaan sangat menyadari tentang pentingnya menyediakan APD yang
sesuai kebutuhan pekerja, yang berfungsi disamping untuk keselamatan pekerja
juga dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Untuk pembagian APD, petugas K3 memberikan APD yang berbedabeda
kepada seluruh pekerja atau dengan kata lain tidak semua APD yang
disediakan oleh perusahaan diberikan kepada pekerja. Berbeda APD yang
digunakan oleh operator mesin dengan pekerja yang berada dipinggiran
bangunan. Untuk APD pada operator mesin seperti operator crane ataupun
gondola, petugas K3 hanya memberikan APD berupa Helmet, Kacamata,
Wearcpack dan safety shoes sedangkan untuk pekerja yang bekerja pada
pinggiran gedung diberikan APD lengkap berupa Helmet, Kacamata,
Wearpack, safety shoes dan full body harness.
Adanya kecelakaan kerja pada kegiatan konstruksi salah satunya,
diakibatkan oleh pekerja yang tidak menjalankan amanat yang telah
diperintahkan sebelumnya, penggunaan APD yang diwajibkan oleh perusahaan
dengan harapan para pekerja akan terhindar dari kecelakaan kerja tidak
dilaksanakan secara maksimal. Dari hasil observasi yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa, penggunaan APD oleh pekerja tidak lah maksimal atau
dengan kata lain masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD saat
bekerja.
Upaya yang bersifat preventif diharapkan dapat mencegah terjadinya
kecelakaan kerja. Sedangkan dengan upaya yang bersifat pro aktif diharapkan
dapat untuk mendukung jalannya usaha peningkatan keselamatan kerja di
tempat kerja. Dan dengan upaya-upaya tersebut dapat membuat para pengusaha
dan pekerja dapat berhati-hati, sehingga lebih meningkatkan keselamatan
64
dalam bekerja. Selain itu juga diperlukan upaya bimbingan pencegahan
kecelakaan kerja dan bimbingan kesehatan kerja secara optimal. Upaya-upaya
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja baik yang bersifat preventif,
proaktif, diharapkan dapat mengurangi atau mencegah menekan angka
kecelakaan kerja dan dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja,
sehingga perusahaan-perusahaan dapat beroperasi semaksimal mungkin.
Selain penggunaan alat pelindung diri PT. Hutama Karya Juga melakukan
pembinaan terhadap para pekerja terkait dengan keselamatan dan kesehatan
kerja kemudian dilakukannya peningkatan pemahaman standar keselamatan
dan kesehatan kerja, adanya pemenuhan fasilitas dan peralatan yang berkaitan
dengan keselamatan dan kesehatan kerja dan pengawasan yang dilakukan oleh
personil yang berkompeten dalam bidang keselamatan kerja.
Jika dikaitkan dengan teori perlindungan hukum maka sesuai aturan yang
berlaku perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk
menjamin hak–hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan
serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Perlindungan hukum ini penting
untuk menjamin agar hak–hak manusia sebagai subjek hukum tidak di langgar
atau di rugikan oleh pihak lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Hutama Karya sudah
melakukan upaya-upaya serta penerapan keselamatan kerja untuk mengurangi
kecelakaan kerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.
Namun PT. Hutama Karya tidak mengindahkan atau tidak menjalankan secara
optimal aturan mengenai jam kerja yang sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 77 dan hal ini yang menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan mantan pekerja
proyek tersebut ia mengakui bahwa ia dan teman-temannya yang bekerja di
proyek itu tak jarang terus beraktivitas dari pagi sampai petang. Mereka
bekerja mulai jam 9 pagi sampai jam 6 sore. Bahkan, mereka sering lembur
sampai jam 3 pagi. Maka berdasarkan keterangan tersebut PT. Hutama Karya
harus menyesuaikan waktu kerja, dan harus mempertimbangkan faktor cuaca
65
serta kesanggupan dan keahlian tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Sehingga diharapkan dapat mengurangi adanya resiko kecelakaan yang dapat
terjadi di lingkungan/lokasi kerja. Kemudian PT. Hutama Karya telah
bertanggung jawab sepenuhnya dengan memberikan santunan baik kepada
korban yang mengalami sakit atau yang meninggal dunia sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang sudah dikemukakan dalam bab-bab
sebelumnya, dengan ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. PT. Hutama Karya sudah menerapkan SMK3 namun dalam praktiknya
penerapan K3 belum dilaksanakan secara optimal, hal ini dibuktikan dengan
adanya kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek pembangunan tersebut.
2. Upaya yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya sudah dapat mengurangi
kecelakaan kerja namun, kecelakaan yang terjadi pada proyek Keselamatan
Kesehatan Kerja Pada Pembangunan Proyek DDT Kereta Api Jalur
Jatinegara-Manggarai disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak dapat
diprediksi oleh tenaga kerja maupun PT sehingga upaya yang dilakukan
belum dapat mengurangi kecelakaan kerja secara optimal.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi ini
maka saya sebagai peneliti ingin memberikan beberapa saran yang dianggap
peneliti perlu untuk dilakukan yaitu:
1. Dalam menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(smk3) PT. Hutama Karya harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:
a. faktor kesehatan pekerja
b. faktor kesanggupan pekerja dalam menggunakan alat-alat berat
c. faktor cuaca; dan
d. waktu kerja yg tdk boleh melebihi waktu yang ditetapkan oleh Undang-
Undang yang telah mengaturnya. Sehingga pekerjaan yang dikerjakan
oleh para tenaga kerja bisa berjalan dengan optimal.
2. Bagi pekerja untuk membudayakan K3 pada kehidupan sehari-hari dan
menanamkan rasa kewaspadaan saat bekerja. Membiasakan penggunaan
APD saat bekerja merupakan langkah positif bagi keselamatan saat bekerja.
67
3. Bagi pihak perusuhaan untuk lebih meningkatkan K3 pada setiap proyek
pembangunan, menambah petugas K3 yang bertugas dan lebih tegas
terhadap pekerja yang tidak membiasakan diri untuk menggunakan APD
saat bekerja karena disamping untuk keselamatan pekeerja, perusahaan juga
diuntungkan dari segi produktifitas dan biaya yang dikeluarkan saat terjadi
kecelakaan kerja.
4. Bagi pemerintah untuk meningkatkan perhatian terhadap penerapan K3
konstruksi karena melihat penelitian sebelumnya, Indonesia merupakan
Negara dengan angka kecelakaan kerja konstruksi yang cukup tinggi dan
mengembangkan kebijakan kerja yang menjadi pedoman perusahaan dan
pekerja untuk bekerja dengan selamat.
5. Pihak PT. Hutama Karya harus memperhitungkan keadaan hujan yang
diperkirakan licin dan menyebabkan crane roboh, sehingga keselamatan
para pekerja saat melakukan pekerjaan dapat terjamin dengan baik
6. Pihak PT. Hutama Karya harus memperhitungkan dengan cermat tidak
terburu-buru, dan memperhitungkan faktor keselamatan pekerja serta
memastikan penggunaan alat-alat berat yang digunakan dalam keadaan
layak pakai.
68
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1997
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus,
Jakarta: Kencana, 2011
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-asas Hukum Perburuhan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014
Amidhan H, Hak Pekerja dan Jaminan Sosial Dalam Instrumen Hukum Nasional
dan Internasional, Jakarta: Komnas HAM, 2005
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika,
2009
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika,
2013
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
Cecep Dani Sucipto, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Tangerang: Gosyen
Publishing, 2014
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2009
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan-peraturan,
Jakarta: Djambatan, 2001
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1999
M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam, Yogyakarta: Ekonomis UII,
2003
Nandang Mulya Santoso, Tanya Jawab Pengantar Hukum Perburuhan, Bandung:
Armico, 1981
69
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern
English Press, Jakarta, 2002
Salim HS an Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia: Jakarta,
1986
Sofyan Effendi, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,
1999
Suma’mur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Jakarta: Gunung
Agung, 1985
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali pers, 2010
INTERNET ATAU WEBSITE
http://m.detik.com/news/berita/crane/crane-ambruk-di-jatinegara-alat-proyek-ddt
diakses pada
www.hutamakarya.com diakses pada
JURNAL
Jurnal forum, 2008, edisi no.11
e-journal.uajy.ac.id
Jurnal manfaat pembangunan double-double track (DDT)
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia, Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, vol 17 no 6, 2011
70
Depnaker Terapkan Studi K3, Republika, 1997
Vega O. Merpati, Hak dan Kewajiban Perusahaan Terhadap Pekerja, 2013
Peraturan Perundang-undangan
1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1070 Tentang Keselamatan Kerja
3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Janinan
Kematian Bagi Pekerja Harian lepas, Borongan, dan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu Pada Sektor Usaha Jasa Konstruksi
5) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pelayanan
Kesehatan dan Besaran Tarif Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja
Tembusan : Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta