PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF PANGESTU DAN
SAINS MODERN
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Abdul Mukhlis Harahap
1113032100008
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441/2019
ABSTRAK
ABDUL MUKHLIS HARAHAP
1113032100008
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA PERSPEKTIF PANGESTU DAN SAINS
MODERN
“Sesungguhnya, sebelum ada apa-apa (sebelum ada awang-awang), yaitu
sebelum buana ini tercipta, Tuhan sudah bertakhta, demikian pula aku, Suksma
Sejati. Maka, itulah yang disebut keadaan Tuhan dan Aku, juga keadaan alam
sejati, yakni istana Tuhan dan Aku. Aku dan Tuhan bertakhta di pusat hidup.
Sebelum buana ini tercipta, Tuhan mempunya karsa menurunkan Roh Suci ialah
sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti, sebab belum ada wadah dan
tempatnya, maka kemudian Tuhan menciptakan buana”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas kepercayaan masyarakat
mengenai dua teori penciptaan dalam Aliran Pangestu dan Sains Modern. Metode
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat penelitian kepustakaan (library
research) dan lapangan. Konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu yaitu
awalnya alam terbentuk dari empat macam anasir yang disebut suasana, api, air, dan
tanah. Sedangkan, konsep penciptaan alam semesta menurut sains modern yaitu alam
semesta pada awalnya pada kondisi super padat dan sangat panas dan kemudian
terjadi ledakan besar (big bang). Pada waktu itu alam semesta berisi sebagian besar
foton, elektron, dan neutrino berikut antizarahnya, juga beberapa proton dan neutron,
kemudian energi diubah menjadi partikel dalam unsur yang akan menjadi bahan dasar
pembentukan bintang, planet dan galaksi. Pangestu dan sains modern mempunyai
pandangan yang berbeda dalam konsep penciptaan alam semesta. Namun, warga
Pangertu berpendapat bahwa mereka sangat menghargai perbedaan, karena teori-teori
yang mereka munculkan adalah buah dari pikiran mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif yakni sains dan agama,
dimana penulis mengkomparasikan Pangestu dan sains modern dalam hal penciptaan
alam semesta. Ajaran sang guru sejati ataupun Pangestu sangat kental di warganya
yang taat sangat menghargai perbedaan, berbeda pendapat itu biasa namun mereka
tetap berpegang teguh kepada ajaran sang guru sejati, meskipun temuan sains sangat
teruji secara ilmiah.
Kata kunci : Alam semesta, Pangestu, sains modern
Pembimbing : Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puja dan puji bagi Allah SWT penulis panjatkan sebagai ungkapan
rasa syukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam semoga Allah SWT
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia
untuk mengikuti petunjuk beserta risalahnya yakni agama Islam, yang akan
menghantarkan dan menyelamatkan pemeluknya menuju kebahagian di dunia dan
akhirat.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia di muka bumi ini yang dapat
melakukan sesuatu tanpa orang lain termasuk penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan
kepada pihak-pihak tersebut, terutama kepada :
1. Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang
telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat membuka
cakrawala berpikir dan nuansa keilmuan yang baru.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, dan Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis,
Lc., M.A., selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Syaiful Azmi , S.Ag, MA, dan Lisfa Sentosa Aisyah, MA, selaku ketua dan
sekretaris jurusan Studi Agama-agama, serta seluruh civitas akademika Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kepada seluruh dosen Ushuluddin, khususnya kepada dosen-dosen jurusan Studi
Agama-agama.
5. Kepada kedua orang tua ananda, Syafruddin Harahap dan Siti Rohani Ritonga
yang penulis cintai dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus,
membesarkan dan mendidik penulis hinngga sekarang ini, munajat doanya di
setiap waktu telah memberikan kekuatan lahir dan batin dalam mengarungi
bahtera kehidupan.
6. Kepada Pengurus Pusat Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), terkhusus kepada
Ibu Titis dan Bapak Eko selaku pengurus dan penganut ajaran ini, yang telah
meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam mempelajari objek kajian
dari ajaran ini.
7. Kepada teman-teman Mahasiswa Jurusan Studi Agama-agama angkatan 2013,
yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman Himlab Raya Jakarta dan Voli UIN Jakarta yang selalu
mendukung penulis dalam penyelesain skripsi ini.
viii
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian,
dan motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya
skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis
khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Aamiin
Jakarta, 05 Oktober 2019
Abdul Mukhlis Harahap
ix
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ................................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Batasan Dan Rumusan Masalah ....................................................... 11
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 11
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 12
F. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 13
G. Analisis Data .................................................................................... 14
H. Teknik Penulisan .............................................................................. 14
I. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14
BAB II PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT ALIRAN
PANGESTU ........................................................................................... 16
A. Riwayat hidup pendiri Pangestu ....................................................... 16
x
B. Pokok-Pokok Ajaran Aliran Pangestu .............................................. 17
C. Konsep Penciptaan Alam Semesta menurut Aliran Pangestu .......... 18
1. Terciptanya Buana (Alam Semesta Raya) ................................ 18
2. Terciptanya Manusia ................................................................. 21
3. Terciptanya Hewan, Tetumbuhan, dan Dewata atau Dewa ...... 31
BAB III TEORI PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT SAINS
MODERN
A. Pengertian Teori Penciptaan Dalam Ilmu Pengetahuan ..................... 40
1. Ketiadaan Menuju Ada ................................................................ 41
2. Teori Big Bang ............................................................................. 42
3. Teori Stephen Hawking ............................................................... 45
B. Teori Evolusi ...................................................................................... 52
1. Teori evolusi awal........................................................................ 54
2. Perkembangan lanjutan teori evolusi neo-Darwinisme ............... 55
3. Evolusi Spesies ............................................................................ 55
4. Evolusi Manusia .......................................................................... 58
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN ................................................................ 61
A. Konsep Penciptaan Alam Semesta ..................................................... 61
B. Penciptaan Manusia ............................................................................ 64
C. Penciptaan Hewan Dan Tumbuhan .................................................... 69
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 72
A. Kesimpulan ......................................................................................... 72
xi
B. Saran ................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................... 77
Lampiran 1. Surat Penelitian ................................................................................. 78
Lampiran 2. Surat Keterangan Wawancara ........................................................... 79
Lampiran 3. Hasil Wawancara .............................................................................. 82
Lampiran 4. Foto-Foto Kegiatan Lapangan........................................................... 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap ilmu, konsep atau teori, pasti merupakan produk dari
masyarakat, atau bangsa yang memiliki peradaban dan pandangan hidup
(worldview). Pandangan hidup suatu masyarakat adalah cara pandang mereka
terhadap alam dan kehidupan.1 Ada beberapa faktor yang membuat
pandangan hidup manusia, dan yang terpenting adalah faktor kepercayaan
terhadap Tuhan. Faktor ini penting karena mempunyai implikasi konseptual.
Masyarakat atau bangsa yang percaya pada wujud Tuhan akan memiliki
pandangan hidup berbeda dari yang tidak percaya kepada Tuhan. Bagi
masyarakat atau bangsa yang tidak percaya pada Tuhan menganggap bahwa
nilai moralitas adalah kesepakatan manusia (Human Convention), yang
standarnya adalah kebiasaan, adat, norma atau sekedar kepantasan. Demikian
pula realitas hanyalah fakta-fakta yang bersifat empiris yang dapat dipahami
oleh akal sebagai kebenaran. Kekuatan di balik realitas empiris, bagi mereka,
tidak riil dan tidak dapat dipahami yang dibuktikan kebenarannya meskipun
sejatinya akal dapat memahaminya.
Pandangan hidup dalan Islam tidak hanya sebatas pandangan terhadap
alam dan kehidupan nyata, tapi keseluruhan realitas wujud. Karena wujud
Tuhan adalah wujud yang mutlak dan tertinggi sedangkan alam semesta
seisinya adalah bagian dari wujud itu, maka konsep Tuhan sangat sentral
1 Hamid Fahmi Zarkasyi, Membangun Peradaban dengan Ilmu (Jakarta: Kalam Indonesia,
2010), h. 142-144.
2
dalam pandangan hidup Islam dan sudah tentu memiliki konsekuensi
konseptualnya. Namun tidak semua masyarakat yang percaya pada Tuhan
memeliki worldview yang sama. Sebab konsep dan pengertian Tuhan berbeda
antara satu agama dengan agama lain.2 Jadi pihak yang mengakui adanya
sang pencipta yang menciptakan serta mengatur kehidupan, pasti berbeda
dengan pihak yang tidak mengakuinya, yaitu dalam memahami konsep asal-
muasal penciptaan alam semesta, namun tidak berarti berbeda dalam hal
proses penciptaannya.
Di Indonesia ada ratusan aliran Kepercayaan dan Kebatinan dengan
varian nama berbeda dan membawa ciri khasnya masing-masing. Ruang
lingkup kegiatannya ada yang bersifat lokal, regional, dan nasional, bahkan
ada yang bertaraf internasional. Paguyuban Ngesti Tunggal, yang disingkat
Pangestu, adalah salah satu nama organisasi aliran kepercayaan. Aliran ini
percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang didirikan oleh R. Soenarto
Mertowardojo pada tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Paguyuban memiliki
makna “persatuan”, ngesti artinya “memohon”, tunggal artinya “bersatu
dengan Tuhan Yang Maha Esa”. Jadi Paguyuban Ngesti Tunggal diartikan
persatuan memohon bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.3
Prinsip Kebatinan ini merangkul semua golongan tanpa membeda-
bedakan jenis bangsa, agama atau kepercayaan, serta ingin kembali bersatu
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pangestu merupakan salah satu aliran
2 Hamid Fahmi Zarkasyi, “Menguak nilai dibalik hermeneutika” Jurnal Islamiyah, Thn 1
No. 1/muharram 125. h. 17. 3 Budi Darmadi, Profil Poaguyuban Ngesti Tunggal (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal,
2014), cet.3, h.35.
3
Kepercayaan dan Kebatinan yang cukup besar pada dekade 1940-1970-an.
Aliran ini, memiliki sarana yang memadai untuk mengembangkan misinya,
seperti perpustakaan, penerbitan, dan didukung oleh tata organisasi yang rapi,
serta didukung pula oleh pengurus organisasinya yang mayoritas sarjana.
Namun yang lebih mendasar dari semua itu, adalah mengenai ajarannya yang
cukup unik dan menarik untuk diteliti. Dalam kitab suci aliran Pangestu yang
bernama Sasangka Jati termuat pokok-pokok ajarannya, yaitu: Hastha Sila
(Sila Yang Delapan), Paliwara (Larangan-larangan), Gumerlaring Dumadi
(Penciptaan Alam Semesta), Tunggal Sabda (Sabda Abadi), Dalan Rahayu
(Jalan Keselamatan), Sangkan Paran (Asal dan Tujuan), Panembah
(Sembahyang/Ritual). Pokok-pokok ajaran aliran Pangestu sudah banyak
dikaji orang dengan tinjauan yang beragam, seperti menurut pandangan
Islam, pandangan Kristen, dan sebagainya.4
Menurut sang guru sejati (sukma sejati), sebelum buana ini tercipta,
Tuhan sudah bertakhta dan mempunyai karsa menurunkan Roh Suci ialah
sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti, sebab sebelum ada wadah dan
tempatnya, maka kemudian Tuhan menciptakan buana. Yang mula-mula
diciptakan yaitu empat macam anasir yang disebut suasana, api, air, dan
tanah. Terciptanya empat macam anasir tersebut, sekalipun atas kekuasaan
Tuhan, juga berasal dari Tuhan, maka dapat diumpamakan pelita dan
asapnya. Seumpama Tuhan pelitanya, anasir yang menjadi asapnya. Adapun
yang mula diciptakan adalah suasana, kemudian diciptakan lagi api. Api
4 Budi Darmadi, Profil Poaguyuban Ngesti Tunggal (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal,,
2014), cet.3, h.5.
4
tersebut dibagi menjadi dua golongan, yang sebagian ada di atas yang
sebagian lagi ada di bawah. Kedua golongan api itu saling mempengaruhi dan
diliputi atau di terambas suasana. Anatara api di bawah dan api di atas
tersebut, para manusia tidak dapat mengukur seberapa jauhnya, apabila tidak
mendapat anugrah kekuasaan Tuhan. Setelah suasana dan api tercipta atas
kekuasaan Tuhan, Tuhan kemudian menciptakan anasir air, yang menumpang
di atas anasir api yang berada di bawah, sedangkan air itu juga diliputi dan
diterambas oleh suasana. Setelah air tercipta, tiga macam anasir tersebut lalu
saling mempengaruhi, hingga akhirnya menyebabkan terciptanya anasir yang
keempat, yaitu bumi (tanah). Sekalipun terciptanya tanah itu dari daya
pencampuran jasad tiga macam anasir tersebut, terciptanya itu juga atas
kekuasaan Tuhan. Setelah empat anasir itu tercipta, Tuhan mempunyai karsa
meneruskan penciptaan dunia besar, perlu untuk wadah dan tempat turunnya
roh suci. Ketika itu anasir panas masih sangat halus, tersebar di awang-
awang, tetapi lama-lama lalu mengumpul seperti kabut, dan kemudian turun
jatuh di air, disitu bercampurnya air dan tanah tersebut menjadi seperti
endapan atau seperti lumpur yang cair, lama-lama lumpur itu bertambah
banyak dan bertambah tebal, mengapung di atas air.5
Oleh sebab daya panas api yang ada di bawah dan di atas dapat
mempengaruhi air, dan air itu juga dipengaruhi oleh suasana, dampak dari
saling mempengaruhi menyebabkan air bergerak, makin lama gerakannya
semakin cepat hingga akhirnya menjadi berkocak membalik-balik. Oleh
5 R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 41-42.
5
sebab berkocaknya air, lumpur cair yang mengambang di atas air itu bagaikan
ditampi lama-lama mengumpul menjadi satu, lagi pula sebab daya panas api
lumpur tersebut lama-lama dapat menjadi padat. Begitu juga karena air itu
terus berkocak membalik-balik yang juga atas kekuasaan Tuhan dan tindak
kerjanya seolah-olah sudah direncanakan, maka lumpur padat yang sudah
berkumpul menjadi satu itu, lama-lama mewujud berbentuk bulat menjadi
dunia besar ini. Oleh karena dunia besar itu bulat, padahal masih terkena
pengaruh daya kekuatan air yang berkocak membalik-balik tersebut, maka
lalu menyebabkan dunia besar bergerak berputar, bergulung-gulung
mengambang dipermukaan air, makin lama berputarnya makin cepat sehingga
menimbulkan angin. Adapun bergulung-gulungnya dunia itu, dapat
diumpamakan seperti berputarnya roda yang sangat cepat pada porosnya,
yaitu api sebagai porosnya, sedangkan suasana yang menjadi bingkai roda
atau kapalnya. Kecepatan berputar roda menimbulkan daya terbawa angin,
yang kemudian juga berkekuatan mempercepat berputarnya dunia, dan
kekuatan angin yang kala itu demikian kuat, bersamaan dengan kekuatan
berkocaknya air yang bagaikan samudra diaduk, akhirnya mampu
melemparkan dunia besar ini, terpisah dari air tersebut dan kemudian berputar
cepat bergerak sendiri di awang-awang dalam cakrawala matahari.6
Ketika air berkocak membalik-balik keadaan itu juga membuat
bergetarnya suasana yang kemudian juga menyebabkan bergeraknya api yang
ada di atas. Lama-lama api yang ada di atas itu dapat berkumpul menjadi satu
6 R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 42.
6
mewujud berbentuk bulat yang disebut matahari. Matahari itu dapat
menerangi dunia apabila sinarnya itu dapat diterima oleh sinar api yang ada di
bawah dan api yang ada di dalam dunia ini.
Adapun terciptanya bulan serta semua bintang, asal mulanya terjadi dari
sari anasir air, yaitu ketika air berkocak membalik-balik mencuratnya air
tersebut kemudian mewujud menjadi bulan serta bintang-bintang, dan juga
mempunyai perputaran sendiri-sendiri di dalam cakrawala matahari. Adapun
bulan serta bintang-bintang itu apabila dapat menerima sinar matahari, dan
tidak terhalang oleh berputarnya dunia juga akan bersinar menerangi dunia
ini. Adapun sinar itu pengaruhnya dingin, tidak menyilaukan pandangan,
sebab bulan dan bintang-bintang itu terjadi dari air. Adapun terciptanya buana
seisinya, semua itu sejatinya tidak dapat diterima dengan penalaran manusia
kecuali mereka yang telah diperkenankan oleh Tuhan, sebab semua itu
terciptanya hanya atas kekuasaan Tuhan, maka hanya Tuhan pribadi yang
mengetahui yang tersamar dan yang menguasai semua alam seisinya.7
Pertanyaan tentang bagaimana alam semesta berasal menjadi topik yang
menarik bagi para ilmuan, mulai dari pemikiran yang bersifat spekulatif yang
dipelopori para filafat Yunani Kuno misalnya Pythagoras yang
mengembangkan gagasan bahwa alam semesta mengikuti hukum-hukum
yang bersifat kuantitatif. Kemudian berkembang pandangan di luar Yunani
yang diwakili oleh Copernicus, Aristarchus dan Galileo yang mengatakan
benda-benda langit termasuk bumi bergerak mengelilingi matahari. Dengan
7 R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 43-44.
7
berkembangnya pengetahuan dan teknologi lahirlah pemikiran yang bersifat
saintifik diantaranya. Pertama, teori model alam semesta Statis (steady state)
yang menyatakan alam semesta mempunyai ukuran yang tidak terbatas, ada
tanpa awal dan terus ada untuk selamanya. Kedua, teori Big Bang (Ledakan
Besar) yang didasarkan bahwa alam semesta berasal dari keadaan panas dan
padat yang mengalami ledakan dahsyat dan mengembang. Teori Big Bang ini
banyak diyakini kebenarannya oleh para ilmuan karena didukung oleh fakta-
fakta ilmiah. Ketiga, teori Osilasi (ekspansi) yang lahir akibat perbedaan
pendapat antara model alam semesta stasis dan Big Bang yang menyatakan
alam semesta mengembang lalu mengerut, lalu mengembang lagi dan
seterusnya. Kesimpulan yang didapat para ilmuan fisika (astrofisika) saat ini
adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu,
muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi
dalam sekejap. Peristiwa ini yang dikenal dengan Big Bang, membentuk
keseluruhan alam semesta sekitar 15 miliar tahun lalu. Jagad raya tercipta dari
suatu ketidakadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan
ilmuan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya
penjelasan yang masuk akal dan dapat dibuktikan mengenai asal mula alam
semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.8
Pada saat Ledakan Besar, alam semesta dianggap berukuran nol, dan
luar basa panas. Tapi selagi alam semesta mengembang, suhu radiasinya
berkurang. Satu detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta turun
8 Araisti Andriana W, Perjalanan Mengenal Astronomi (Bandung: UPT observatorium
boscha ITB), 2009.
8
menjadi sepuluh miliar derajat. Pada waktu itu alam semesta berisi sebagian
besar foton, elektron, dan neutron. Kemudian energi diubah menjadi partikel
dalam unsur yang akan menjadi bahan dasar pembentukan bintang, planet dan
galaksi.9
Sekitar seratus detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta
kiranya turun sampai satu miliar derajat, suhu di dalam bintang-bintang
terpanas. Pada suhu setinggi itu, proton dan neutron bakal tak lagi punya
cukup energi untuk lepas dari tarikan gaya nuklir kuat, dan mulai bergabung
membentuk inti atom deutrerium (hidrogen berat) yang mengandung satu
proton dan satu neutron. Inti deutrerium kemudian bergabung dengan makin
banyak proton dan neutron untuk membentuk inti helium, yang mengandung
dua proton dan dua neutron, juga sejumlah kecil unsur-unsur lebih berat,
litium dan berillium. Bisa dihitung bahwa dalam model Ledakan Besar panas,
sekitar seperempat proton dan neutron menjadi inti helium, bersama sejumlah
kecil hidrogen berat dan unsur-unsur lain. Sisa neutron meluruh menjadi
proton, yang merupakan inti atom hidrogen biasa.10
Pengukuran kelimpahan helium dan CMBR (cosmic microwave
background) menyediakan bukti meyakinkan yang mendukung gambaran
awal alam semesta menurut teori Big Bang, tapi walau gambaran Big Bang
bisa dianggap penjabaran yang shahih atas awal alam semesta, teori Einstein
menganggap ledakan besar yang memberi gambaran sejati asal-usul alam
9 Stephen Hawking, A Brief History of Time, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013) h. 115. 10
Stephen Hawking, A Brief History of Time, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013) h. 116.
9
semesta adalah hal yang keliru. Alasannya, relativitas umum memprediksi
ada suatu saat ketika suhu, kerapatan, dan kelengkungan alam semesta
semuanya bernilai tak terhingga, situasi yang oleh ahli matematikan disebut
singularitas (singularity). Bagi ahli fisika, hal itu berarti bahwa teori Einstein
buyar pada titik itu, dan karena itu tidak dapat digunakan untuk memprediksi
bagaimana alam semesta berawal, sebaliknya hanya dapat dipakai untuk
memprediksi bagaimana alam semesta berkembang sesudahnya. Jadi walau
kita bisa menggunakan persamaan-persamaan relativitas umum dan
pengamatan kita atas atas alam semesta untuk mempelajari alam semesta
pada umur sngat muda, gambaran ledakan besar tak boleh dipegang terus.11
Sebenarnya Big Bang tidak sesederhana itu. Jagat raya mulai
mengembang dalam rangkaian sangat teratur dengan sekelompok konstanta
dan hukum matematis yang mengatur perkembangan berikutnya, menjadi
jagat raya yang kita lihat sekarang. Di dalamnya sudah ada rangkaian hukum-
hukum kuantum yang sangat kompleks, yang mengatur berbagai kemungkian
interaksi partikel-partikel elementer, dan jagat raya dibentuk oleh hukum-
hukum tersebut. Terdapat kemungkinan untuk mencapai “Teori Segala
Sesuatu” (Theory of Everything), yang merupakan hukum-hukum umum yang
mencakup seluruh proses fisis. Hukum-hukum itu meliputi seluruh
kemungkinan dalam seluruh partikulasinya yang sangat kompleks. Hukum itu
benar-benar ada pada titik awal waktu semesta, maka seseorang akan
mendapat hipotesis yang sama rumitnya bahwa hukum-hukum itu mengada
11
Stephen Hawking, Leonard Mlodinov, The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010) h. 138.
10
dalam waktu, namun seluruhnya terpadu secara menakjubkan untuk
menghasilkan jagat raya yang koheren.12
Menyikapi persoalan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih
mendalam dan menganalisis atas relevansinya kedua teori tersebut dalam
kehidupan modern saat ini. Alam selalu menjadi objek pertama setelah Tuhan
yang menjadi pembahasan peneliti dan selalu menjadi bahan perdebatan yang
hangat. Untuk itu dalam penulisan skripsi ini penulis tertarik mengambil
judul: “Penciptaan Alam Semesta dalam Perspektif Aliran Pangestu dan
Sains Modern”.
Topik ini penulis rasa sangat menarik untuk dianalisis sebagai
sumbangan secara tidak langsung dibidang Studi Agama-Agama yang
mengungkapkan bahwa kedua teori tersebut masih layak dijadikan referensi
serta nantinya dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan penelitian
selanjutnya.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar tidak menjadi sebuah masalah yang nantinya menjadi persoalan
yang rumit, penulis hanya membatasi permasalahan yang akan diteliti ini
pada ruang lingkup penciptaan. Berdasarkan latar belakang, penulis
membatasi dan mengambil pokok permasalahan sebagai berikut;
1. Bagaimanakah konsep Penciptaan Alam Semesta menurut Pangestu dan
Sains Modern?
12
Riswanto, Sistem-sitem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998) h. 149.
11
2. Apa persamaan dan perbedaan konsep penciptaan alam semesta menurut
Pangestu dan Sains Modern?
3. Bagaimana respon Pangestu Jika terjadi perbedaan pandangan dengan
Sains Modern?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui intensitas kepercayaan masyarakat mengenai dua
teori penciptaan dalam Aliran Pangestu dan Sains Modern.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah kontribusi
ilmiah bagi pengembangan penelitian lanjutan terutama mengenai
teori penciptaan alam semesta.
b. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan
akhir perkuliahan untuk gelar Strata I, (S1) Sarjana Agama (S.Ag)
dalam Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Melalui penelitian ini diharapkan penulis dan pembaca dapat
mengerti tentang asal-usul penciptaan alam dalam dua varian teori.
12
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang sejarah penciptaan alam.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat
penelitian kepustakaan (library research), suatu cara untuk mengadakan
penelitian berdasarkan naskah yang diterbitkan baik melalui buku-buku,
jurnal-jurnal maupun buku-buku yang berkaitan dengan tema
pembahasan penelitian.13
2. Sumber Data
Terdapat dua model data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang secara
langsung berkaitan dengan objek material penelitian, dalam penelitian ini
adalah hasil wawancara, buku-buku Wajib Pangestu Bundel I-III yang
ditulis oleh Soenarto dan Hardjoprakoso dan Konsep Tuhan, Manusia,
Mistik, dalam berbagai Kebatinan Jawa karya Dr. Suwarno Imam S.
Sedangkan, data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku refrensi
pelengkap, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan bahan yang sedang
penulis teliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
13
Taufik Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989, h.
22.
13
Dalam proses pengumpulan data-data yang terkait dengan
penelitian ini maka penulis akan menempuh beberapa langkah sebagai
berikut:
a. Melakukan tinjauan terhadap data primer, yaitu hasil wawancara,
buku-buku Wajib Pangestu Bundel I-III yang ditulis oleh Soenarto
dan Hardjoprakoso dan Konsep Tuhan, Manusia, Mistik, dalam
berbagai Kebatinan Jawa karya Dr. Suwarno Imam S.
b. Tinjauan terhadap data sekunder, yaitu buku-buku referensi
pelengkap, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Selanjutnya penulis akan memadukan dengan buku-buku lain yang
berkaitan dengan tema penelitian ini sebagai bahan perbandingan
dari data primer dengan data sekunder di atas.
F. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
model pendekatan Komparatif.14
G. Analisis Data
Data-data yang terkumpul dari berbagai sumber akan dianalisis
menggunakan metode analisis isi (content analysis). Metode ini menekankan
14
Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, h. 22
14
pada bagaimana memperoleh keterangan dari data-data yang terkumpul dari
sekian banyak sumber.
H. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini, Penulis
menggunakan buku Pedoman Akademik Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mendapat gambaran yang menyeluruh tentang apa yang akan
diuraikan dalam skripsi ini, perlu Penulis kemukakan susunan atau
sistematika penulisan. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi terdiri dari
5 (lima) bab yang tiap-tiap bab tediri dari sub-bab yang membahas materi
penulisan skripsi ini.
Bab I
Merupakan Pendahuluan yang meliputi sub-sub bab, yaitu :
Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Landasan Teori,
Metodologi Penelitian, Teknik Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
Bab II Penciptaan alam semesta perspektif Pangestu.
Bab III Penciptaan alam semesta perspektif Sains Modern.
Bab IV Respon Pangestu terhadap perbedaan pandangan dengan Sains
Modern.
15
Bab V Penutup yang terdiri dari: Kesimpulan dan Saran.
16
BAB II
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT ALIRAN PANGESTU
A. Riwayat Hidup Pendiri Aliran Pangestu
R. Soenarto adalah salah satu putra dari R. Soemowardojo dan
merupakan siswa yang terpilih menjadi warana (perantara) turunnya sabda
Ilahi dengan perantaraan utusan-Nya yang abadi, yakni Sukma Sejati. Sabda
Ilahi yang diterima beliau tidak turun begitu saja, melainkan diperoleh setelah
R. Soenarto berupaya keras melalui masa pencarian disertai berbagai
perjalanan spiritual yang dialaminya sejak umur tujuh tahun. R. Soenarto
dilahirkan pada tanggal 21 April 1899 di Desa Simo, Kawedanan Simo,
Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Beliau merupakan anak ke-enam
dari delapan bersaudara, putra-putri R. Soemowardojo, seorang juru tulis
kawedanan yang kemudian menjadi mantri penjual.15
Meskipun dihimpit oleh keadaan yang serba kekurangan dan tidak
menguntungkan, R. Soemowardojo berkeinginan kuat untuk menyekolahkan
anak-anaknya dan berniat untuk menitipkan R. Soenarto kepada keluarga atau
kerabat, bahkan kepada orang yang tidak ada hubungan kekeluargaan, dengan
harapan orang yang dititipi akan membantu R. Soenarto mendapatkan
pendidikan formal yang lebih baik.
Tekanan dalam hidup tidak membuat pribadinya menjadi anak nakal,
sebaliknya penderitaan itu dilihatnya sebagai kewajiban untuk prihatin, yang
15
Sularso Sopatar, Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu (Jakarta:PT New Aqua Press,
1987), h. 13.
17
menjadi batu ujian maupun untuk memperluas sifat-sifat baik, misalnya
kejujuran, percaya terhadap kasih keadilan Tuhan, kepatuhan dan kesetiaan
dalam tugas, tidak segan-segan bekerja berat dan menderita, ketangguhan dan
lain sebagainya.16
Di masa dewasa R. Soenarto menikah dengan Rr. Soemini pada tanggal
6 Februari Tahun 1921 di Kedung Jati. Dari hasil perkawinan ia dianugrahi
empat orang anak, tetapi dua orang anaknya telah lebih dahulu meninggal,
kemudian dari kedua orang anaknya yang masih hidup menurunkan cucu
sebanyak tujuh belas orang.17
B. Pokok-Pokok Ajaran Aliran Pangestu
Pokok-pokok ajaran aliran pangestu menitikberatkan pada pendidikan
dan pengolahan jiwa yang memberikan tuntunan bagi umat manusia dalam
bersikap dan berhubungan dengan Tuhan, masyarakat, serta alam. Adapun
sabda pertama yang diterima R. Soenarto pada tahun 1932 yang berturut-turut
hingga Januari 1933 yaitu berisi tentang:
1. Hastasila (Delapan macaam panembah batin)
2. Paliwara (Larangan Tuhan kepada manusia)
3. Gumelaring Dumadi (Terciptanya alam seisinya)
4. Tunggal Sabda
5. Jalan Rahayu
16
Sularso Sopatar, Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu (Jakarta:PT New Aqua Press,
1987), h. 14 17
Suwarno Imam, Pangestu dan Mistisme, Analisa dan Pandangan, (Jakarta: Saudara,
1978), h. 6.
18
6. Sangkan Paran
7. Panembah
Setelah membentuk organisasi pangestu, menjelang kongres I pada
tahun 1954, ketujuh pokok-pokok ajaran sang Guru Sejati dihimpun menjadi
satu buku yang diberi nama Sasangka Jati, yang artinya Pepadang.18
C. Konsep Penciptaan Alam Semesta menurut Aliran Pangestu
1. Terciptanya Buana (Alam Semesta Raya)
Menurut sang guru sejati (sukma sejati), sebelum buana ini
tercipta, Tuhan sudah bertakhta dan mempunyai karsa (kekuasaan)
menurunkan Roh Suci ialah sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti,
sebab sebelum ada wadah dan tempatnya, maka kemudian Tuhan
menciptakan buana. Yang mula-mula diciptakan yaitu empat macam
anasir yang disebut suasana, api, air, dan tanah. Terciptanya empat
macam anasir tersebut, sekalipun atas kekuasaan Tuhan, juga berasal
dari Tuhan, maka dapat diumpamakan pelita dan asapnya. Seumpama
Tuhan pelitanya, anasir yang menjadi asapnya. Adapun yang mula
diciptakan adalah suasana, kemudian diciptakan lagi api. Api tersebut
dibagi menjadi dua golongan, yang sebagian ada di atas yang sebagian
lagi ada di bawah. Kedua golongan api itu saling mempengaruhi dan
diliputi atau diterambas suasana. Anatara api di bawah dan api di atas
tersebut, para manusia tidak dapat mengukur seberapa jauhnya, apabila
18
Pokok-pokok Ajaran Pangestu, Artikel diakses pada tanggal 2 Juli 2019 di
http://www.pangestu.or.id
19
tidak mendapat anugrah kekuasaan Tuhan. Setelah suasana dan api
tercipta atas kekuasaan Tuhan, Tuhan kemudian menciptakan anasir air,
yang menumpang diatas anasir api yang berada di bawah, sedangkan air
itu juga diliputi dan diterambas oleh suasana. Setelah air tercipta, tiga
macam anasir tersebut lalu saling mempengaruhi, hingga akhirnya
menyebabkan terciptanya anasir yang keempat, yaitu bumi (tanah).
Sekalipun terciptanya tanah itu dari daya pencampuran jasad tiga macam
anasir tersebut, terciptanya itu juga atas kekuasaan Tuhan. 19
Setelah empat anasir itu tercipta, Tuhan mempunyai karsa
meneruskan penciptaan dunia besar, perlu untuk wadah dan tempat
turunnya Roh Suci. Ketika itu anasir panas masih sangat halus, tersebar
di awang-awang, tetapi lama-lama lalu mengumpul seperti kabut, dan
kemudian turun jatuh di air, disitu bercampurnya air dan tanah tersebut
menjadi seperti endapan atau seperti lumpur yang cair, lama-lama
lumpur itu bertambah banyak dan bertambah tebal, mengapung di atas
air.20
Oleh sebab daya panas api yang ada di bawah dan di atas dapat
mempengaruhi air, dan air itu juga dipengaruhi oleh suasana, dampak
dari saling mempengaruhi menyebabkan air bergerak, makin lama
gerakannya semakin cepat hingga akhirnya menjadi berkocak membalik-
balik. Oleh sebab berkocaknya air, lumpur cair yang mengambang di
19
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 41. 20
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 42.
20
atas air itu bagaikan ditampi lama-lama mengumpul menjadi satu, lagi
pula sebab daya panas api lumpur tersebut lama-lama dapat menjadi
padat. Begitu juga karena air itu terus berkocak membalik-balik yang
juga atas kekuasaan tuhan dan tindak kerjanya seolah-olah sudah
direncanakan, maka lumpur padat yang sudah berkumpul menjadi satu
itu, lama-lama mewujud berbentuk bulat menjadi dunia besar ini. Oleh
karena dunia besar itu bulat, padahal masih terkena pengaruh daya
kekuatan air yang berkocak membalik-balik tersebut, maka lalu
menyebabkan dunia besar bergerak berputar, bergulung-gulung
mengambang dipermukaan air, makin lama berputarnya makin cepat
sehingga menimbulkan angin. Adapun bergulung-gulungnya dunia itu,
dapat diumpamakan seperti berputarnya roda yang sangat cepat pada
porosnya, yaitu api sebagai porosnya, sedangkan suasana yang menjadi
bingkai roda atau tapalnya. Kecepatan berputar roda menimbulkan daya
terbawa angin, yang kemudia juga berkekuatan mempercepat
berputarnya dunia, dan kekuatan angin yang kala itu demikian kuat,
bersamaan dengan kekuatan berkocaknya air yang bagaikan samudra
diaduk, akhirnya mampu melemparkan dunia besar ini, terpisah dari air
tersebut dan kemudian berputar cepat bergerak sendiri di awang-awang
dalam cakrawala matahari.21
Ketika air berkocak membalik-balik keadaan itu juga membuat
bergetarnya suasana yang kemudian juga menyebabkan bergeraknya api
21
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 42.
21
yang ada di atas. Lama-lama api yang ada di atas itu dapat berkumpul
menjadi satu mewujud berbentuk bulat yang disebut matahari. Matahari
itu dapat menerangi dunia apabila sinarnya itu dapat diterima oleh sinar
api yang ada di bawah dan api yang ada di dalam dunia ini.
Adapun terciptanya bulan serta semua bintang, asal mulanya
terjadi dari sari anasir air, yaitu ketika air berkocak membalik-balik
mencuratnya air tersebut kemudian mewujud menjadi bulan serta
bintang-bintang, dan juga mempunyai perputaran sendiri-sendiri di
dalam cakrawala matahari. Adapun bulan serta bintang-bintang itu
apabila dapat menerima sinar matahari, dan tidak terhalang oleh
berputarnya dunia juga akan bersinar menerangi dunia ini. Adapun sinar
itu pengaruhnya dingin, tidak menyilaukan pandangan, sebab bulan dan
bintang-bintang itu terjadi dari air. Adapun terciptanya buana seisinya,
semua itu sejatinya tidak dapat diterima dnegan penalaran manusia
kecuali mereka yang telah diperkenankan oleh Tuhan, sebab semua itu
terciptanya hanya atas kekuasaan Tuhan, maka hanya Tuhan pribadi
yang mengetahui yang tersamar dan yang menguasai semua alam
seisinya.22
2. Terciptanya Manusia
Setelah dunia besar (bumi) tercipta, lalu Tuhan menciptakan
manusia. Terciptanya manusia yaitu dari sinar cahaya yang
bertunggalnya tripurusa: Suksma Kawekas (Tuhan Sejati), Suksma
22
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 43-44.
22
Sejati (Guru Sejati-Utusan Tuhan), Roh Suci (Manusia Sejati).23
Roh
Suci dipandang sebagai jiwa manusia sejati. Oleh karena itu, yang
dipandang mutlak sebagai asal manusia.24
Ketiganya diberi busana sari
empat macam anasir, seperti suasana, api, air, dan tanah, yang kemudian
terbakar menjadi bahan bakal kasar dan halus (lahir, batin). Adapun alat
badan jasmani dianugrahi panca indera yaitu: penglihatan, pendengaran,
pengucapan, penciuman, dan perasaan. Dan diberi pula saudara, yang
lazimnya disebut empat macam nafsu, seperti luamah, amarah, sufiah,
mutmainah, dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu diangan-
angan, yaitu disebut pangaribawa, prabawa, dan kamayan.
Tuhan menciptakan dunia dari empat anasir, Tuhan juga
menciptakan manusia dari empat anasir pula, maka manusia disebut
dunia kecil. Adapun dunia besar dapat menguasai dunia kecil, seperti
mengakibatkan kematian dan kesengsaraan yang disebabkan oleh gempa
bumi, banjir, prahara, meletusnya gunung, dan sebagainya. Sebaliknya,
manusia juga dapat menguasai dunia besar, seperti: meruntuhkan gunung
dengan kekuatan dinamit dan barang sejenis yang dapat meledak,
membuat terowongan di dalam gung, membuat terusan laut, membuat
bendungan air dan mengatur alirannya, serta memadamkan kobaran
api.25
23
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 42. 24
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 1987), h. 71 25
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 44.
23
Adapun terciptanya manusia yang paling awal adalah laki-laki,
yang menjadi perantara turunnya Roh suci. Turunnya Roh Suci
digambarkan seperti pletikan api yang Maha Agung. Hal ini berdasarkan
penafsiran Sumantri, yang menyatakan bahwa dalam kesadaran Agung
yang diam ini terkandung kehendak untuk melepaskan cahaya-cahaya
kemampuan dan kesadaran, sebagai pletikan api yang Maha Agung. Roh
Suci sebagai cahaya Tuhan, sebelumnya telah tertunggal dengan Suksma
Sejati. Keterangan ini menunjukan bahwa penciptaan manusia menurut
pangestu melalui proses emanasi.26
Tuhan kemudian menciptakan perempuan, yang akan menjadi
perantara mewadahi turunnya Roh Suci. Demikian seterusnya, keadaan
manusia dapat berkembang biak hingga sekarang, turunnya Roh Suci
dengan perantaraan laki-laki dan perempuan. Namun, ketahuilah bahwa
terciptanya manusia yang mula pertama itu tidak hanya sepasang seperti
umumnya anggapan orang, yang disebut Adam dan Hawa. Akan tetapi,
sejatinya disetiap pulau yang besar-besar juga ada manusia sepasang
yang diciptakan mula pertama guna dijadikan benih.27
a. Adam dan Hawa
Dalam mengibaratkan penciptaan manusia pertama, dimisalkan
turunnya nabi Adam dan Hawa, yang menjadi asal usul manusia, itu
jika diterima dalam pengertian: keadaan Adam hanya satu, ada
26
Suwarno Imam S., Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 310. 27
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 45
24
benarnya, juga ada kelirunya. Yang disebut Adam itu sesungguhnya
bahan bakal jasmani manusia, yaitu bercampurnya empat macam
anasir yang menjadi busana Roh Suci.karena semua manusia itu
sama terdiri dari empat anasir maka dapat disebut satu, yaitu tunggal
bahan bakalnya. Adapun kelirunya: Apabila beranggapan bahwa
yang disebut Adam itu asal-usul terciptanya manusia laki-laki hanya
seorang, yang menjadi asal-usul manusia sedunia, yang berkembang
biak.
Setelah dunia tergelar kemudia Tuhan menciptakan manusia
pertama yaitu laiki-laki dan perempuan disetiap pulau, lalu
mengembangbiakkan benih beranak pinak. Maka kata: Adam, juga
dapat diartikan permulaan, yaitu asal mula terciptanya manusia
pertama, yang mengawali menjadi perantara berkembangbiaknya
para manusia disetiap pulau.28
Adam dan Hawa sebagai prototipe manusia pertama dijelaskan
pula dengan pendapat yang berbeda pada umumnya. Sebagaimana
telah dijelaskan dalam Sasangka Sati, bahwa ketika Tuhan hendak
menurunkan Roh Suci, kehendak itu terhenti karena belum ada
wadah atau kuncalnya, maka Tuhan menciptakan alam. Kehendak
yang terhenti diartikan oleh Harun Hadiwijono sebagai penjabaran
mitologis tentang kejadian Adam dan Hawa, seperti termaktub baik
di dalam Al Qur’an maupun Injil. Hawa, sebagai perempuan, dipakai
28
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 46
25
Tuhan untuk menyembunyikan Roh Suci. Adam, sebagai lelaki,
adalah alat yang dipakai Roh Suci untuk turun.29
Jadi Adam dan Hawa itu, selain menjadi ibarat pria dan wanita,
juga menjadi ibarat dari Tuhan (Kehendak) dan Suksma Sejati
(Sirullah), yang menunjuk kepada hubungan yang tidak
terpisanhkan, seperti halnya Tuhan dan kekuasaanya.30
Simbol
penciptaan hawa dari tulang rusuk yang kiri, itu berarti bahwa
kehendak Allah untuk menjadikan perkara yang fana, yang bisa
rusak. Kiri adalah simbol sesuatu yang tidak kekal.31
Terciptanya Hawa yang diceritakan dari sempalan rusuk akhir
Adam yang kiri itu artinya: terjadinya Sir itu adalah dari sempalan:
karsa, Sir yang membabarkan kekuasaan Tuhan, sedangkan Roh Suci
adalah sinar cahaya Tuhan yang juga bertunggal menjadi satu dengan
Tuhan. Adapun surga yang menjadi tempat Adam dan Hawa ketika
mula pertama diciptakan adalah isbat Tuhan ketika mempunya karsa
menurunkan Roh Suci. Jadi, Surga adalah Alam Tuhan yang sejati,
yakni istana Tuhan. Adam dan Hawa ketika makan buah Khuldi lalu
diturukan ke dunia, karena buah khuldi itu terbabarnya karsa
mengadakan sesuatu yang tidak kekal.32
29
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: Percetakan BPK GUNUNG MULIA,
1987), h. 72 30
Sularso Sopater, Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu, (Jakarta: PT. New Aqua
Press, 1987), h. 69 31
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: Percetakan BPK GUNUNG MULIA,
1987), h. 73 32
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 47
26
Adam dan Hawa tidak hanya berwujud manusia sepasang yang
diturunkan ke salah satu negara ataupun pulau saja, melainkan
terjadinya manusia yang mula pertama laki-laki dan perempuan itu,
sesungguhnya banyak pasangan yang tercipta dari kekuasaan Tuhan,
menjadi benih mula pertama yang menurunkan manusia. Sejak itu,
baru dengan perantara bapak-ibu, lalu berkembang biak hingga
sekarang. Adanya perbedaan wujud atau warna kulit bangsawan satu
dengan lainnya, menandakan bahwa terciptanya manusia semua ini
bukan dari keturunan Adam dan Hawa yang hanya sepasang.
Adapun perbedaan warna kulit dan watak-watak bangsa itu
disebabkan oleh perbedaan tebal tipisnya anasir yang menjadi busana
Roh Suci, dan menurut tebal tipisnya anasir setiap pulau. Seperti
anasir Api tebal di negara yang berwana sangat panas, anasir Airnya
tipis, Suasananya juga kurang padat, warna kulit bangsa di tanah itu
menjadi hitam ataupun gosong, seperti di Afrika dan negara Arab.
Apabila anasir Air terlalu banyak, Suasanya tebal, anasir Apinya
kurang, warna kulit di tanah itu putih, seperti bangsa di tanah Eropa
dan lain-lain tempat yang dingin.33
33
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 48
27
b. Turunnya Roh Suci Setelah Adanya Manusia
Ketika benih hidup (Roh Suci) sudah memasuki Rahim ibu ,
sesungguhnya juga sudah memakai busana halusnya anasir yang
tidak kasat mata. Lalu membentuk peranti busana hidup di alam
jasmani, dengan bertemunya tindak kerja empat macam anasir, yang
saling mempengaruhi, sehingga semakin lama busana tersebut mulai
berbentuk, dan setiap hari semakin bertambah besar hingga akhirnya
berwujud manusia. Begitu pula semua organ dalam dan bagian
sekujur badan, terjadinya ada yang bersama-sama dan ada pula yang
bergantian, seperti jantung, ari-ari (tembuni), pusar, dan air ketuban.
Adapun tembuni itu perlu untuk menerima mengalirnya anasir suci
dari ibu, sari anasir tersebut masuknya ke tubuh jabang bayi,
diterima dipisar, selanjutnya ke jantung dan merarta ke seluruh
tubuh. Adapun air ketuban itu perlu untuk mendinginkan daya panas
dari api ibu dan juga melicinkan persentuhan bayi dengan
bungkusnya.34
Setelah sampai saatnya jabang bayi lahir, sebagian air ketuban
mendahului keluar, untuk melicinkan jalan keluarnya.ketika itu
jabang bayi bersiap mendekati jalan keluar, setelah jalan itu
membuka kemudian ibu mengejan. Mengejan yakni uap, yang terjadi
dari uap darah ibu kemudian menjadi kekuatan daya kekuasaan yang
mendorong. Pada saat itulah tindak daya kerja kekuasaan yang
34
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 49
28
mendorong keluar hingga jabang bayi dapat lahir. Jabang bayi lahir
lalu menangis, itu disebabkan terkejut terkena daya berbagai macam
anasir yang ada diluar, pada saat bayi meganois disitulah nafasnya
mulai berfungsi. 35
Oleh karena terjadinya jabang bayi itu dari tujuh keadaan, yaitu
tripurusa dan empat anasir yang menjadi busananya, maka manusia
itu juga mempunyai saudara yang lazimnya disebut saudara tujuh,
lahir bersama-sama dalam satu hari. Adapun saudara tujuh tersebut
adalah:
a. Luamah yaitu tercipta dari anasir tanah, berada dalam daging
manusia. Watak luamah itu sendiri yaitu: jahat, tamak, serakah,
malas, tidak tahu kebaikan, tetapi apabila sudah mau tunduk dan
patuh maka dapat menjadi dasar kekuatan.
b. Amarah yaitu tercipta dari anasir api, berada dalam darah, merata
disekujur manusia. Watak amarah yaitu: berhasrat kuat, mudah
tersinggung, berangasan, pemarah. Amarah yang dapat
mewujudkan saudara-saudara lainnya, sebab tidak ada maksud
yang dapat terwujud tanpa amarah, maka amarah itu menjadi
baku yang mempengaruhi daya kekuatan saudara-saudara lainnya
agar dapat mencapai maksud tujuannya.
35
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 50
29
c. Sufiah yaitu tercipta dari anasir air, kasarnya berada dalam tulang
sum-sum. Halusnya sufiah menjadi kehendak, yaitu nafsu yang
menyebabkan adanya keinginan, kasmaran atau sengsem.
d. Mutmainah yaitu tercipta dari anasir suasana, berada dalam
nafas, wataknya yaitu: tenang, suci, bakti, kasih sayang.
e. Pangaribawa yang kasarnya berwujud pusar, yaitu daya kekuatan
darah dari jantung ibu yang diterima di pusar, dapat menghidupi
jabang bayi ketika masih dalam rahim ibu, sedangkan halusnya
berada dalam angan-angan.
f. Prabawa, ketika jabang bayi akan lahir, prabawa bertindak,
wujudnya ibu lalu mengeja, disebabkan daya perbawa darah,
yaitu uap darah yang lazimya disebut ejanan, ejanan itulah yang
mendorong lahirnya jabang bayi. Setelah bayi lahir, halusnya
prabawa tersebut menyatu dalam angan-angan.
g. Kamayan, kasarnya disebut jantung, halusnya juga menyatu
menjadi angan-angan, berada di pusat sanubari.
Keadaan saudara tujuh itu halusnya hanya berwujud cahaya
yang mempunya warna sendiri-sendiri, dan semua itu tercipta secara
bersamaan, ketika Roh Suci sudah turun dalam rahim ibu. Adapun
jelasnya ketujuh saudara itu yang empat dari halusnya empat anasir ,
dan semua itu dapat rusak apabila sudah tidak dapat menerima
30
sarinya empat macam anasir yang ada di dunia besar ini (sinar
matahari, hawa, air, dan makanan).36
Saudara yang bernama pangaribawa, prabawa, dan kamayan,
ketiga-tiganya itu tercipta dari bayang-bayang atau bayangan
Tripurusa, yaitu kekuasaan yang diberikan guna memerintah
keempat saudara lainnya agar selaras dengan karsa Tuhan. Keadaan
ketiga saudara tersebut semua mengumpul menjadi angan-angan satu
yang bersifat tiga, mempunyai watak yang sendiri-sendiri, apabila
bertindak juga bersama-sama, tidak pernah sendiri-sendiri, dan hanya
membantu serta menjiwai keempat saudara lainnya yaitu:
mutmainah, sufiah, amarah dan luamah. Keempat saudara itu yang
bertindak menjadi nafsu ataupu kekeuatan, sebagian menuju ke
kejahatan, sebagian menuju ke kebaikan.37
Apabila ketujuh saudara itu selaras atau sempurna
kepatuhannya kepada manusianya sejatinya Roh Suci, luamah akan
menjadi dasar kekuatan, amarah berhasrat kuat akan kebaikan, sufiah
menjadi perantara karsa, mutmainah sempurna sucinya dan baktinya
kepada tuhan serta utusannya. Ketiga angan-angannya menjadi cipta
luhur atau akal budi yang hening, didalam ketentraman yang tenang.
Akhirnya dapat bertindak di jalan keutamaan yaitu jalan yang benar
36
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h.52 37
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 53
31
atau jalan kesejahteraan, dituntun ke kemuliaan abadi yakni istana
Tuhan di alam sejati.38
Upaya manusia untuk mencapai kesucian itu tidak mudah,
sebab pada umumnya kalah dengan godaan para saudaranya tersebut,
maka ketujuh saudara itu perlu diingat. Apabila hendak bertindak
ataupun melakukan sesuatu, hendaklah lebih dulu ingat dan mintalah
bantuannya dengan memusatkan pikiran didalam batin, yang artinya
memerintah minta bantuan ketujuh saudaranya tersebut, supaya
membantu melaksanakan apa yang dikehendaki, jangan
mengganggu, sebaliknya menjaga keselamatannya, menyingkirkan
segala rupa godaan, sebab apabila ada perbuatan jahat dari jin setan
bangsa lelembut, yang berniat menggangu, ketujuh saudara itu
apabila tidak diberi tahu atau diperintah, tidak mau menjaga
keselamatan manusia, tetapi justru membantu perbuatan jahat
lelembut itu, padahal saudara tujuh itulah yang dapat dijadikan jalan,
mengenanya rupa godaan para lelembut apabila saudara tujuh
tersebut mau menaggapinya, tetapi jika tidak mau, juga tidak dapat
mengenai badan manusia.39
3. Terciptanya Hewan, Tetumbuhan, dan Dewata atau Dewa
Setelah Tuhan menciptakan manusia, Tuhan kemudian
menciptakan berbagai jenis hewan besar maupun kecil, lalu menciptakan
38
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 55 39
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 56
32
berbagai jenis tumbuhan mulai dari lumut hingga pepohonan yang besar,
setelah itu lalu menciptakan golongan dewata, yang termasuk
didalamnya bangsa lelembut, seperti jin/setan, peri perayangan, dan
sebagainya. Adapun terciptanya segenap makhluk hidup, yang menjadi
bibit permulaan sebagai pengisi alam semesta, karena cepatnya proses
penciptaan, dapat dikatakan hampir serentak, tidak sampai berjam-jam
atau berbulan-bulan, tetapi dalam sekejap mata, sebab semua itu tercipta
atas kekuasaan Tuhan.40
a. Terciptanya Hewan
Tuhan menciptakan berbagai jenis hewan yang hidup baik yang
hidup di dalam air maupun di darat, seperti hewan yang merayap,
yang dapat terbang, yang melata, dan yang merangkak, semua itu
tercipta dalam waktu yang serentak. Adapun hewan yang tercipta
tersebut dari Roh Suci yang diberi busana sarinya tiga macam anasir
kasar dan halus, yaitu suasana, api dan tanah, tidak mempunyai
busana sari anasir air. Adapun untuk hidup, hewan juga masih perlu
mendapat tambahan dari sari anasir dunia besar yang cocok dengan
kebutuhannya, perlu untuk kekuatan hidupnya, dengan mendapat
sinar matahari, udara, minum air dan makan tumbuhan. Ada juga
hewan yang mengambil anasir tersebut dengan cara memangsa
sesama hewan. Hewan jenis itu sifatnya berbeda dengan dengan
hewan pemakan tumbuhan.
40
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 57
33
Semua hewan tersebut tidak mempunyai kelebihan seperti
manusia, karena jiwanya hanya dari Roh Suci, tidak diberi penuntun
ataupun Guru (Suksma Sejati), tetapi hanya diberi angan-angan satu
sebagai penuntunnya, yaitu yang terjadi dari bayangan Roh Suci saja.
Hewan hanya diberi tiga macam indra: penciuman, penglihatan dan
pendengaran. Hewan juga dapat merasakan, tetapi rasa tersebut
hanya dari hidupnya badan jasmani, bukan dari perasaan, lagi pula
tidak mempunyai pengerti, sebab hanya mempunyai satu angan-
angan, yaitu pikir, sedangkan pikir tersebut dapat berfungsi menjadi
pengerti apabila dibantu oleh nalar dan akal budi, kemudian dapat
digunakan untuk memilih yang benar maupun yang salah, yang jahat
dan yang baik. Oleh karena pikir tersebut tidak dapat berfungsi,
maka hanya berwujud sebagai kecakapan yang terjadi dari kelaziman
atapun adat kebiasaan, yang menyentuh jasmani dan ketiga indranya.
Oleh karena itu, tidak dapat digunakan untuk mengingat-ingat
keadaan atau kejadian yang telah lampau, dan digunakan untuk
menimbang-nimbang kejadian yang akan datang ataupun lainnya.
Akan tetapi, sekalipun hewan tidak mempunyai perasaan belas
kasihan seperti halnya manusia, hewan pun mempunyai rasa suka
dan duka. Rasa suka tersebut apabila menerima kebaikan, rasa duka
apabila menerima hukuman.41
41
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 58
34
Apabila hewan sudah sampai waktunya ataupun mati,
busananya yang berasal dari anasir juga kembali pada asal mula
busana lagi, sedangkan jiwanya (Roh Suci) kembali kepada yang
mempunyai sinar cahaya, yaitu kepada Roh Suci Tuhan.42
b. Terciptanya Tumbuhan
Terciptanya segala tumbuhan, jiwanya bukan dari Roh Suci,
tetapi hanya dari daya dunia besar ketika bumi ini telah terbabar.
Pada saat itu Tuhan mengutus Aku (Suksma Sejati) menyebar
kekuasaan tuhan yang abadi, yang tercipta dari halusnya dua macam
anasir, yaitu air dan tanah, tetapi juga terpengaruh oleh kasarnya
anasir suasana dan anasir api, yaitu hawa dan sinar matahari. Adapun
yang menjadi busananya jiwa tumbuhan itu, juga dari sari anasir air
dan sari anasir tanah. Oleh karena dunia besar ini juga mengandung
sari empat macam anasir, maka tetumbuhan itu juga membutuhkan
daya anasir air dan anasir tanah, juga hanya sebagian dari daya anasir
suasana dan anasir api (hawa dan matahari), yaitu perlu untuk
kekuatan hidupnya.
Tetumbuhan mempunyai dua macam daya, yaitu: ada yang
berdaya guna bagi kekuatan hidup, seperti: padi, jagung dan gandum,
yang sudah lazim menjadi makanan manusia dan hewan, sedangkan
jenis tetumbuhan lainnya ada yang beracun, dapat mengakibatkan
kematian ataupun sakit. Adapula tumbuhan yang berkhasiat sebagai
42
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 59
35
obat (jamu), seperti yang banyak dipakai oleh orang pintar dan para
dokter.
Oleh karena jiwa tetumbuhan itu tercipta dari halusnya anasir
air dan anasir tanah, maka apabila tetumbuhan itu mati, jiwanya juga
kembali ke asal mulanya, yaitu ke halusnya anasir air dan tanah,
kasarnya juga kembali ke anasir air dan tanah.43
c. Terciptanya Dewata Atau Bangsa Lelembut: Jin, Setan dan
Sebagainya
Setelah Tuhan menciptakan manusia, hewan, dan berbagai
jenis tetumbuhan, Tuhan kemudian menciptakan makhluk antara
hewan dan manusia, yaitu yang disebut dewata (dewa), atau semua
yang termasuk golongan lelembut. Golongan lelembut tersebut
tercipta dari anasir api yang terbakar ketika duinia diciptakan,
sedangkan jiwanya tercipta dari kekuatan Tuhan, yaitu bayangan
Suksma Kawekas yang hanya diberi busana halusnya anasir api,
maka tidak tampak dalam penglihatan panca indra, sebab tidak
mempunyai busana lain lagi, tetapi juga hidup. Jadi, kekuasaan
Tuhan yang menjadi jiwa para dewata tersebut tanpa Roh Suci, juga
tanpa panutan (Suksma Sejati), semata-mata bersifat kekuasaan
Tuhan, maka kekuasaannya lebih besar dari pada kekuasaan manusia
yang jauh dari Tuhan. Adapun badan dari bangsa lelembut itu tidak
terkena kerusakan, cuil ataupun putus seperti badan makhluk lain,
43
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 60
36
sebab berbeda dengan ciptaan lainnya, tetapi juga ada batasan
umurnya, hanya saja sangat panjang , dapat dikatakan lipat seribu
dibandingkan dengan umur manusia. Namun pada hakikatnya umur
manusia itu lebih panjang karena jiwa manusia itu abadi, sedangkan
jiwa para dewata tidak abadi ataupun dapat rusak.44
Kekuasaan Tuhan yang diberikan menjadi jiwa pada dewata
tersebut tidak terhalang oleh daya dunia besar, yaitu daya yang
menyebabkan makan, minum, tidur dan syahwat, maka para dewata
itu dapat menerima atau membabarkan kekuasaan Tuhan yang
menakjubkan, sesuai apa yang dikehendakinya.
Makhluk sebangsa dewata itu banyak sekali jumlahnya, dan
dapat berkembang biak melalui perkawinan, sebab diciptakan
sebagai laki-laki dan perempuan, hanya saja cara menurunkan
keturunannya tidak seperti tata cara manusia bersuami istri. Para
dewata tersebut ada yang tinggal di air, seperti di laut, telaga, dan
sungai, ada juga yang tinggal di dalam tanah, gunung-gunung, hutan,
kuburan, dan tempat-tempat lain, dan juga ada yang bertempat
tinggal di pepohonan, sedangkan alamnya berbeda dengan makhluk
lain. Alam mereka itu ada di dalam anasir api, maka sekalipun
bertempat tinggal di dalam air, ataupun di bumi bisa saja sebab air
dan bumi juga diterambas oleh anasir api.
44
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 61
37
Para dewata itu teramat mampu menerapkan kamayan ataupun
kekuasaannya misalnya: dapat berganti-ganti rupa, berubah wujud
sekehendaknya, yang dapat tampak dalam penglihatan manusia.
Adapun wataknya juga berbeda-beda, ada yang baik ada pula yang
jahat. Sekalipun para dewata yang tinggi derajatnya itu juga besar
kekuasaannya, mereka juga masih diperintah dan dikuasai oleh
Tuhan, sebab kekuasaannya itu pemberian Tuhan.45
45
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 62-63
38
BAB III
TEORI PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT SAINS MODERN
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sains adalah ilmu
pengetahuan pada umumnya; ilmu pengetahuan alam, pengetahuan sistematika
tentang alam dan dunia fisik, termasuk didalmnya zoology, botani, fisika, kimia,
geologi, dan lain sebagainya.46
Sedangkan sains menurut Lorens Bagus, science
dalam Bahasa Indonesia “Ilmu”, dari bahasa latin Scientia (pengetahuan), scire
(mengetahui). Adapun beberapa pengertian dari sains: kata tahu (pengetahuan)
secara umum menandakan suatu pengetahuan tertentu. Dalam arti sempit
pengetahuan bersifat pasti. Berbeda dengan iman pengetahuan didasarkan dengan
pengalaman dan pemahaman sendiri. Ilmu memerlukan kepastian lengkap
berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat
memuat di dalam dirinya sendiri hipotesis dan teori yang belum sepenuhnya
dimanfaatkan.47
Sains dapat digunakan untuk memperkaya nilai-nilai moral kehidupan
karena ia menekankan pencarian kebenaran. Pada tingkat yang terdalam, sains
menciptakan kesalehan, karena suatu kemajuan pengetahuan akan membawa kita
mengenal misteri keberadaan diri kita sendiri. Selain pengakuan bahwa sains dan
agama saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain, diperlukan juga
garis pemisah yang jelas antara sisi spiritual dan duniawi. Kalaupun sains harus
dicari dan diburu dengan penuh semangat baik untuk pengembangan maupun
46
Lukman Ali, dkk. (timred) kamus besar bahasa Indonesia (Jakarta :Balai Pustaka, 1991),
h. 862. 47
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (tt.p, PT Gramedia, 2000), h.307-308
39
pencerahan pikiran, harus dipahami bahwa sains bukanlah pengganti agama dan
tidak membentuk aturan moraliats.48
Sejak adanya revolusi yang ditimbulkan dari teori evolusi menyebabkan
orang berdebat dimanakah Tuhan. Pada masa yang lama, filsuf juga adalah ilmuan
Aristoteles berbicara tentang logika, etika dan retorika, sebagaimana mereka
memikirkan mekanika dan semesta (kosmos). Filsuf sejak zaman Yunani klasik
menyodorkan jawaban-jawaban spekulatif dengan mengandalkan logika.
Merekalah yang mendominasi pikiran manusia. Tapi filsuf kini mati, kata Stephen
Hawking.
Stephen Hawking adalah seorang ahli fisika teoritis juga seorang profesor
lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge yang dikenal dengan
sumbangan fisika kuantum terutama dengan teori-teorinya. Dalam bukunya yang
berjudul The Grand Design menurut Hawking untuk memahami semesta pada
tingkat terdalam, kita perlu beranjak dari sekedar menjawab pertanyaan bernada
“bagaimana” menuju “mengapa”, “bagaimana” adalah pertanyaan praktis yang
lazim diajukan ilmuan. Newton, dalam pandangan Hawking lebih ilmiah dalam
memahami gerak. Dia diterima luas berkat hukum gerak dan gravitasinya, yang
mampu menjelaskan orbit bumi, bulan, ddan planet, bahkan fenomena naik
turunnya permukaan laut. Persamaa gravitasi yang memakai namanya masih
diajarkan hingga kini. Newton, bersam barisasn ilmuan seperti Nicolas
48
Ioanes Rakhmat, Agama dan Ilmu Pengetahuan: Upaya Mencari Titik-Titik
Temu Agama Dan Sains Modern, (Jakarta: Nurcholis Madjid Society, 2018), h. 5.
40
Copernicus, Johanes Kepler, Francis Baskon, Rene Descrartes, dan Galileo
Galilei, berupaya menemukan hukum-hukum yang mengatur alam. Mereka
berusaha menjawab pertanyaan bagaimana alam ini di ciptakan dan bekerja.
A. Pengertian Teori Penciptaan Dalam Ilmu Pengetahuan
Teori penciptaan merupakan uraian deskriptif yang memandang
persoalan seputar proses penciptaan bumi dan alam, terjadinya kehidupan di
bumi pertama kalinya dan berkembangnya organisme-organisme dalam
bentuknya yang paling sederhana dan munculnya manusia.49
Teori-teori
pencitaaan tidak bersifat bebas nilai, selalu dilatarbelakangi oleh disiplin ilmu
tertentu, yang di dalamnya terdapat usaha-usaha jerih payah untuk menjawab
misteri asal-muasal. Misteri-misteri tersebut seakan selalu bermetamorfosis
ketika sudah mencapai pada titik pencapaian pada misteri Sang Pencipta
sebagai kreator jagat raya ini dan selalu menitikberatkan pada perdebatan
sengit pada dua entitas kehidupan, yaitu sains dan agama.
Sains atau ilmu pengetahuan yang menitikberatkan pada pemahaman
akal sehat dengan kepercayaan pada metodologi, sedangkan agama selalu
mencocok-cocokkan fenomena alam dengan kitab suci. Dialog kedua entitas
ini tidak berjalan linier seiring perkembangan zaman. Keduanya selalu
menemukan titik temu pada perdebatan sengit nan panjang untuk
mempertahankan argumentasi kebenarannya mengenai penciptaan alam
semesta. Namun, keduanyapun memiliki nilai yang mulia, yaitu usaha-usaha
yang sungguh-sungguh dalam menjawab misteri asal-muasal kehidupan, yang
49
Armada riyanto, “Teori penciptaan-Teologi Penciptaan; Relasi “Iman dan Ilmu” h.71.
41
walau sains atau ilmu penghetahuan seringnya menegasikan campur tangan
Tuhan dalam penciptaan alam.
Walau demikian, teori-teori tentang penciptaan sesungguhnya tidak lain
dan tidak bukan sama artinya dengan mengagumi misteri keagungan
peristiwa penciptaan yang luar biasa. Bukan hanya kita tepukau oleh
keindahan misterinya, melainkan kita juga dibuatnya tergantung oleh
kedahsyatan kekuatan dari Sang Pencipta.50
Berikut ini beberapa uraian
penting dalam upaya menjawab Sang Misteri tersebut:
1. Ketiadaan Menuju Ada
Ketiadaan menuju ada (from nothing to something) dalam sains
popular terdapat pada “dunia” mekanika quatum. Dunia mekanika
quantum yang mengherankan, karena di dalam dunia inilah “ketiadaan”
atau kondisi vakum menghasilkan sesuatu lewat apa yang dinamakan
fluktuasi quantum. Hal yang menurut pandangan umum tak masuk akal
pada biasanya. Niels Bohr, fisikawan Denmark penerima hadiah Nobel
1992 yang meletakan dasar-dasar fisika partikel, menegaskan bahwa
“siapapun yang tidak terkejut oleh teori quantum, orang itu belum
memahaminya”.51
Lebih lanjut, teori quantum Neils Bohr dikembangkan
oleh Richard Philips Feyman yang baginya dalam fisika quantum,
“keadaan vakum” adalah suatu keadaan dimana semua properti fisika
50
Armada riyanto, “Teori penciptaan-Teologi Penciptaan; Relasi “Iman dan
Ilmu”(Jakarta: STF Driyakarta, 2008), h.81. 51
P. W. Milonni, The Quantum Vacuum: Philosipy And Science Of The Universe, 1994, h.
239.
42
sebetulnya sama dengan zero (nol).52
Dalam keadaan tersebut, energi
terendah sejauh dimungkinkan yang secara figurative para fisikawan
menyatakan bahwa dalam ruang vakum 1 cm, masih bisa ada energi
dalam jumlah 1 per triliun, yang dengan begitu secara keseluruhan,
kondisi vakum disebut sebagai a zero-point quantum field. Kendati
demikian, dari medan quantum yang zero-point ini terjadi apa yang
dinamakan fluktuasi vakum, yakni muncul dan lenyapnya partikel-
partikel secara secara berpasangan dalam waktu yang sangat pendek dan
secara spontan, tanpa asal-usul, tanpa sebab-musabab sebelumnya, tidak
terprediksi.53
2. Teori Big Bang
Teori Big Bang dijelaskan terjadi pada 13,8 miliar tahun lalu oleh
para saintis sebagai peristiwa fisika alamiah belaka, khususnya fisika
partikel, yang sebagai peristiwa dunia quantum, dunia yang tidak punya
asal-usul, dunia yang ada dan sekaligus tidak ada.54
Dalam mekanika quantum, dimungkinkan sesuatu itu ada dari
ketiadaan, misalnya partikel-partikel virtual yang secara tidak langsung
teramati (meskipun dalam waktu yang sangat pendek) muncul dari
ketiadaan dan lenyap pula ke ketiadaan. Para saintis juga telah
menemukan sejumlah bukti tambahan yang mengkonfirmasi Big Bang
52
Milton K. Munitz, Cosmic Understanding: Phylosopy And Science Of The Universe,
1990, h.132. 53
Niels Bohr, Atomic Phisics And Human Knoledge (New York: Jhon Wiley, 1958).
Dikutip dalam Eric Middleton, The New Platlanders: Aseeker’s Guide to the Theory of everything
(West Conshohocken, PA:Templeton Foundation Press, 2007), h.19. 54
P. W. Milonni, The Quantum Vacuum: An Introduction to Quantum Electrodynamics
(Boston: Academic Press, 1994), h. 278.
43
sebagai fakta ilmiah: terdeteksinya riak gelombang gravitasional dari Big
Bang, yang membuktikan kebenaran teori inflasi bahwa jagat raya
mengembang dengan sangat cepat dalam serpihan pertama nano-detik
setelah dilahirkan.
Alam semesta mempunyai suatu daya luar biasa yang tampak,
terutama munculnya dan evolusi kehidupan. Melalui pengandaian
Newton bahwa alam semesta terdiri dari tiga unsur; materi, ruang dan
waktu. Materi yang tersusun atas atom-atom yang terikat untuk selama-
lamanya. Sedangkan ruang dan waktu adalah absolut, artinya akan selalu
ada juga andaikan materi di alam raya ini musnah. Kemunculan dan
evolusi kehidupan melalui teori Big Bang telah mampu menggantikan
konsep-konsep ruang dan waktu sebagai sebuah pengandaian yang sudah
mapan. Melalui teori ini telah berlangsung perubahan dari sistem
matahari kita menuju pemahaman baru sistem planet bumi, asal-usul
kehidupan, evolusi biologis dan juga pada manusia. Dengan demikian
terjadilah sebuah pergeseran dari pandangan manusia yang sama sekali
pasif dan hanya sekedar menjadi penonton dalaam perputaran galaksi dan
bintang-bintang yang begitu besar dan mencakup waktu yang begitu
panjang, menjadi manusia yang tampak keagungannya karena
berpartisipasi secara aktif dalam pencaturan terjadinya alam raya ini.55
Seperti yang tercatat pada tulisan Louis Leahy, Tempat Manusia Dalam
Kosmos, Tipler F.J puluhan fisik dan ukuran dari Big Bang, catatan
55
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 25.
44
tersebut membawanya pada sebuah keyakinan bahwa semua yang terjadi
sekarang jauh-jauh sudah diatur sebelumnya, sampai kedalam detail-
detail yang terkecil, yang menjadi syarat lahirnya suatu kosmos yang di
dalamnya sistem matahari dapat bekerja.
Hal ini membawa pada jenis-jenis mineral, lingkungan dan
atmosfir yang sangat diperlukan bagi kehidupan ini. Kehidupan yang
lahir setelah proses bermiliar-miliar tahun lamanya yang melibatkan
seluruh alam semesta, akhirnya mengalami puncak evolusinya pada
munculnya manusia. Sehingga dapat tersimpulkan bahwa kosmos ini ada
dan diarahkan untuk memungkinkan muncul dan hidupnya manusia.56
Big Bang adalah hasil dari suatu fluktuasi yang paling awal seperti
yang diduga oleh para ilmuan, bahwa alam semesta merupakan
keseluruhan dan totalitas tunggal. Kemudian terciptanya teori relativitas
umum Einstein yang mengemukakan adanya keterkaitan dan integrase
antara gravitasi, ruang dan waktu. Teori yang menjadi antitesa teori
mekanika kuantum Newton tersebut menjadi mutakhir pada abad ke-20
sebelum muncul teori M-nya Stephen Hawking. Dentuman besar yang
berperinsip pada proses pengembangan alam semesta diperkuat dengan
penelitian dari Edwin Hubble pada tahun 1920. Melalui cahaya-cahaya
yang datang dari galaksi-galaksi jauh, Hubble melihat bahwa semua
galaksi yang dapat diobservasikan ternyata berada dalam posisi yang
56
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 55.
45
saling menjauh satu sama lain. Dapat disimpulkan bahwa waktu dulu ,
satu galaksi dengan lainnya sebenarnya bersatu.57
3. Teori Stephen Hawking
a. Gagasan Stephen Hawking Tentang Big Bang
Pada Ledakan Besar alam semesta dianggap berukuran nol,
dan luar biasa panas. Tetapi selagi alam semesta mengembang suhu
radiasinya berkembang. Satu detik sesudah Ledakan Besar, suhu
alam semesta turun menjadi 10 miliar derajat. Pada waktu itu alam
semesta berisi sebagian besar foton, elektron, dan neutron berikut
antizarahnya, juga beberapa proton dan neutron, kemudian energi
diubah menjadi partikel dalam unsur yang akan menjadi bahan dasar
pembentukan bintang, planet dan galaksi.58
Sekitar seratus detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam
semesta sekiranya turun sampai satu miliar derajat, suhu di dalam
bintang-bintang terpanas. Pada suhu setinggi itu, proton dan neutron
tak lagi bakal punya cukup energi untuk lepas dari tarikan gaya
nuklir gerak, dan mulai bergabung membentuk inti atom deutrerium
(hidrogen berat) yang mengandung satu proton dan satu neutron. Inti
deuterium kemudian bergabung dengan makin banyak proton dan
neutron untuk membentuk inti helium, yang mengandung dua proton
dan dua neutron, juga sejumlah kecil unsur-unsur lebih berat, litium
dan berillium. Bisa dihitung bahwa dalam model Ledakan Besar,
57
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 53. 58
Stehen Hawking, A Brief History of time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013), h. 115.
46
sekitar seperempat proton dan neutron menjadi inti helium, bersama
sejumlah kecil hidrogen berat dan unsur-unsur lain. Sisa neutron
meluruh menjadi proton, yang merupakan inti atom hidrogen biasa.59
Pengukuran kelimpahan helium dan CMBR menyediakan
bukti yang meyakinkan dan mendukung gambaran awal alam semeta
menurut teori Ledakan Besar atau Big Bang, tapi waktu gambar
Ledakan Besar bisa dianggap penjabaran yang shahih atas awal alam
semesta; teori Eintstein menganggap Ledakan Besar yang memberi
gambaran sejati asal-usul alam semesta adalah hal yang keliru.
Alasannya, relativitas umum memprediksi ada suatu saat ketika
suhu, kerapatan, dan kelengkungan alam semesta semuanya bernilai
tak terhingga, situasi yang oleh ahli matematika disebut singularitas.
Bagi ahli fisika hal itu berarti bahwa teori Eintstein buyar pada titik
itu, dan karena itu tidak bisa digunakan untuk memprediksi
bagaimana alam semeta berawal, sebaliknya hanya bisa dipakai
untuk memprediksi bagaimana alam semesta berkembang
sesudahnya, jadi waktu kita bisa menggunakan persamaan-
persamaan relativitas umum dan pengamanan kita atas alam semesta
untuk mempelajari alam semesta pada umur yang sangat muda,
gambaran Ledakan Besar tak boleh dipegang terus sampai akhir.60
59
Stehen Hawking, A Brief History of time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013), h. 116. 60
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 138.
47
Sebenarnya Big Bang (Ledakan Besar) tidak sesederhana itu.
Jagat raya mengembang dengan sangat teratur dengan sekelompok
konstanta dan hukum matematis yang mengatur perkembangan
berikutnya, menjadi jagat raya yang kita lihat sekarang. Di dalamnya
sudah rangkaian hukum-hukum kuatum yang sangat kompleks, yang
mengatur berbagai kemungkinan intraksi partikel-partikel
alemender, dan jagat raya dibentuk oleh hukum-hukum tersebut.
Terdapat kemungkinan untuk mencapai “teori segala sesuatu”
(theory of everything), yang merupakan hukum-hukum umum yang
mencakup seluruh proses fisis. Namun seandainya memang
mungkin, maka hukum itu akan mencakup ratusan hukum
turunannya, mengatur gerakan zarah elementer yang mungkin ada
diberbagai tahapan dalam perkembangan kosmos.
Hukum-hukum itu meliputi seluruh kemungkinan dalam
seluruh partikularitasnya yang sangat kompleks. Dan hukum itu
benar-benar ada pada titik awal waktu semesta, maka seseorang akan
mendapat hipotesis yang sama rumitnya bahwa hukum-hukum itu
mengada dalam waktu, namun seluruhnya terpadu secara
menakjubkan untuk menghasilkan jagat raya yang koheren.61
61
Hukum-hukum itu merupakan ide dasar pembentukan sistem yang saling mengandalkan,
jika hokum-hukum itu dilepaskan hubungannya yang satu dengan yang lain, tidak akan
mempunyai makna (Riswanto, Sistem-sistem Metafisika Barat dan Aristoteles Sampai Derrida,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 149.
48
b. Teori Segalanya
Dalam model Ledakan Besar alam semesta, teori relativitas
umum memberikan gambaran meyakinkan tentang evolusi alam
semesta dari beberapa saat setelah t=0 hingga hari ini. Namun,
Hawking bisa menunjukkan bahwa pada titik mula itu relativitas
umum menjadi runtuh. Ini merupakan teori klasik ruang dan waktu
tidak dapat digambarkan lagi dengan Eintstein ketika materi runtuh
dengan kerapatan tak terhingga. Bagaimana mungkin fisika dapat
meramalkan alam semesta jika semua hukum fisika runtuh pada saat
dentuman besar? Teori kuantum harus diterapkan.62
Berpijak pada persoalan ini, Hawking dan rekannya Jim Hartle
dari Universitas California menggunakan model tanpa ujung untuk
membangun suatu gagasan baru dalam kosmologi kuantum. Berbeda
dengan pendekatan terdahulu, Hawking dan Hartle menggunakan
variable waktu imajiner63
untuk mempelajari singularitas Ledakan
Besar.
Pada saat lahir, seluruh alam semeta dalam keadaan kuantum.
Jadi Hawking dan Hartle memperlakukan alam semeta sebagai suatu
sistem kuantum tunggal untuk menentukan fungsi gelombangnya.
Mereka menerapkan prinsip mekanika kuantum standar pada seluruh
62
J.P McEvoy dan Oscar Zarate, Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni
(Bandung: Mizan, Cet 2, 1999), h. 152. 63
Waktu dibagi menjadi dua komponen terpisah: waktu imajiner dan waktu real. Berbeda
dengan waktu real, waktu imajiner tidak hilang ketika dentuman besar terjadi. (J.P McEvoy dan
Oscar Zarate, Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet 2,
1999), h. 157.)
49
alam semeta sebelum Ledakan Besar terjadi. Pencarian ini disebut
gravitasi kuantum atau TOE, theory of everything.64
Sehingga
muncul gagasan teori-M sebagai calon teori segalanya, yang digagas
dengan Leonard Mlodinow, dalam bukunya “the grand disign”.
c. Gagasan Hawking Tentang Teori-M
Tampaknya tak seorangpun yang tahu apa arti “M”, tapi boleh
saja orang-orang mengartikan “master” (majikan), “miracle”
(mukjizat), atau “mystery” (misteri). Mungkin ketiganya seklaigus.
Orang-orang masih mencoba menguraikan apa hakikat dari teori-M,
tapi boleh jadi itu juga mustahil. Bisa saja harapan tradisional ahli
fisika akan suatu teori tunggal bagi alam tak dapat terwujud, dan
tidak ada rumusan tunggal. Boleh jadi untuk menjabarkan alam
semesta kita harus menggunakan teori yang berbeda-beda dalam
berbagai situasi. Setiap teori mungkin punya realitas teori sendiri,
yang bisa diterima sepanjang prediksi teori-teorinya seraga 63x m
bila tumpang tindih, yaitu keteika beberapa teori bisa diterapkan
sekaligus.65
Oleh karena itu, hukum-hukum teori-M memperkenankan
adanya berbagai alam semesta dengan berbagai hukum yang bisa
diketahui, tergantung bagaimana kelengkungan ruang internal.
Teori-M punya solusi yang memungkinkan berbagai ruang internal,
64
J.P McEvoy dan Oscar Zarate, Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni
(Bandung: Mizan, Cet 2, 1999), h. 154. 65
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 126.
50
barangkali sampai 10100
alam semesta yang berbeda, masing-masing
dengan hukumnya sendiri.66
Baik teori-M sebagai rumusan tunggal maupun sekedar
jejaring, kita sudah tahu beberapa sifatnya. Pertama, teori-M punya
sebelas dimensi ruang-waktu, bukan sepuluh. Para pemikir teori
dawai sudah lama menduga bahwa prediksi sepuluh dimensi harus
disesuaikan, dan penelitian terkini menunjukkan bahwa satu dimensi
selama ini memang terlewatkan. Selain itu, teori-M tak hanya bisa
berisi dawai bergetar tapi juga zarah titik, lembar dua dimensi,
gumpalan tiga dimensi, dan benda-benda lain yang lebih sukar
dibayangkan dan menempati makin banyak dimensi ruang, sampai
sembilan, benda-benda itu disebut p-brane (dengan p berkisar antara
nol sampai sembilan).67
Bagaimana dengan dimensi yang tergulung? Ingat bahwa
dalam teori-M bentuk persis dimensi-dimensi lain yang tergulung,
ruang internal, menentukan nilai besaran fisik seperti muatan
elektron dan hakikat intraksi antar zarah dasar, yaitu gaya-gaya alam,
lebih singkat jika teori-M hanya memperkenankan satu atau sedikit
bentuk untuk dimensi-dimensi tergulung, yang bisa disisihkan satu
persatu sehinggal tinggal sisa satu kemudian hukum alam yang
66
Untuk mendapat gambaran akan banyaknya, pikirkan seperti ini: jika ada makhluk yang
menganalisis hukum-hukum yang diprediksi bagi tiap alam semesta dalam satu mili detik saja dan
mulai bekerja saat Ledakan Besar, maka sekarang makhluk itu baru menyelesaikan 1020
dan itu
tanpa istirahat. (Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2010), h. 128). 67
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 127.
51
diketahi. Justru ada amplitude probabilitas untuk mungkin hingga
10500
ruang internal yang berbeda, masing-masing menghasilkan
hukum-hukum dan nilai-nilai konstanta fisik yang berbeda.68
Di alam semesta awal, waktu alam semesta cukup kecil untuk
bisa diatur relativitas umum dan teori kuantum sekaligus secara
efektik ada empat dimensi ruang dan belum ada dimensi waktu.
Artinya kita bisa mengenal awal alam semeta, kita menghindari
perkara sulit bahwa ketika kita menerawang balik menuju awal alam
semesta, waktu sebagaimana kita ketahui belum ada harus kita
terima bahwa gagasan biasa kita mengenai ruang dan waktu tidak
berlaku bagi alam semeta awal. Keadaan ketika itu berada di luar
pengalaman kita, tapi tidak di luar imajinasi atau matematika kita.
Jika pada awal keempaat dimensi berperilaku seperti ruang, maka
apa yang terjadi pada awal waktu?69
Hukum-hukum alam memberi tahu kita bagaimana alam
semesta berprilaku, tapi tak menjawab pertanyaan-pertanyaan:
mengapa ada sesuatu, bukan ketiadaan? Mengapa kita ada? Mengapa
ada set hukum alam tertentu, bukan yang lain?
Beberapa orang akan megkalim bahwa jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan itu adalah keberadaan tuhan yang memilih
menciptakan alam semesta dengan demikian. Menanyakan siapa atau
68
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 152. 69
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 144.
52
apa yang menciptakan alam semesta itu masuk akal, tapi jika
jawabannya adalah Tuhan, maka pertanyaan sekedar bergeser siapa
yang menciptakan Tuhan. Dalam pandangan demikian diakui bahwa
ada sesuatu yang tak perlu ada pencipta, dan sesuatu itu disebut
Tuhan. Argument demikian dikenal demngan argument sebab
pertama (first cause) yang mendukung keberadaan Tuhan. Tapi
Hawking menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan itu semua bisa
dijawab dalam ranah sains saja, tanpa membawa sosok Ilahi.70
B. Teori Evolusi
Pierre-Simon Laplace yang menjadi tokoh tolak ukur dalam sebuah
program alam semesta yang mekanistik dan deterministik. Melalui
analisisnya mengenai seleksi atom, Charles Darwin membuka gerbanng
sains menuju pada alam yang teratur dan telah teratur. Pasca Laplace,
Charle Darwin seorang biologi kenamaan, melanjutkan apa yang
ditinggalkan oleh Laplace, Darwin melalui teori seleksi alamnya
membawa perkembangan sains pada proses evolsi dan dia merupakan
symbol dari teori tersebut.
Paradigma yang dibawa oleh Darwin dalam evolusi biologi modern
adalah sebuah alam yang selalu dalam keadaan perang satu organisme
dengan organisme yang lainnya. Dengan prinsip pada hakikatnya alam
adalah kejam, penuh, dengan adu kekuatan. Optimisme Darwin
70
Stehen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 2010), h. 182.
53
memandang bahwa konflik akan terus berkelanjutan, tak terbatas, hinggal
tak terkendali walaupun sumber daya mencukupi dengan pertumbuhan
populasi makhluk hidup yang tidak terkontrol.71
Darwin mengatakan bahwa selain binatang dan tumbuhan senantiasa
dalam keadaan berperang satu dengan lainnya, binatang dan tumbuhan
juga harus bersusah payah berjuang dengan sengit gangguan alam dan
unsur-unsur lingkungan. Makhluk hidup selalu dalam keadaan terancam
keberadaannya. Darwin memberikan ilustrasi dan contoh-contoh yang
ingin membuktikan bagaimana terjadi antagonisme antara makhuk hidup
dengan yang lingkungannya: tumbuhan di padang pasing yang berjuang
hidup mati melawan kekeringan, burung-burung yang bersusah-payah
melawan gravitasi bumi, binatang-binatang yang hidup jauh di dalam
lautan mesti berupaya sekuat tenaga menghadapi tekanan air dalam lautan.
Bagi Darwin, alam ini jauh dari keadaan harmonis.72
Sehubungan denga asal-usul dari kehidupan dan makhluk hidup,
biologi modern yang menjadi neo-Darwinisme, kembali mengikuti jalan-
jalan yang sudah dibuat Darwin. Darwin dengan teori seleksi alamiahnya
merancang sebuah pendirian alam perubahan evolusioner yang konsisten
dengan fisika mekanistik dari Newton. Kemudian teori Darwin ini
dikembangkan menjadi sebuah teori evolusi sintesis modern secara
dinamis, pada tahun 1930 hingga 1940 an, oleh Julian Huxley, George
Simpson, Ernest Mayr dan Theodosius Dobzhansky. Mereka inilah yang
71
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 79. 72
Augros and Stanciu, The New Biologi: Discovering The Wisdom In Nature (Boston dan
London: New Science Library, 1987), h. 20.
54
sering memformulasikan aliran baru dari Darwinisme atau yang lebih
popular dengan neo-Darwinisme.73
1. Teori Evolusi Awal
Dengan ditemukannya teori relativitas dan fisika kuantum yang
menghantam teori fisika newton yang ternyata banyak kelemahan-
kelemahan. Begitu pula dengan teori evolusi raksasanya Darwin, teori
seleksi alamiah, yang telah mengandung banyak perdebatan sejak awal
kemunculannya dengan unsur-unsur mekanistis yang ada di dalamnya,
yaitu yang tampak pada seleksi alamiah dan perkembangan tahap demi
tahap secara aturan dan berlangsung terus menerus.74
Darwin mengambil perkembangan binatang sebagai model untuk
menerangkan teori evolusinya. Pengambilan model tersebut
mengandung cacat yang serius, yaitu karena belum pernah terbukti
bahwa eksperimen dalam perkembangbiakan binatang mampu
memberikan binatang dengan spesies yang baru. Model semacam ini
ternyata tidak ditemukan dalam binatang melainkan hanya dalam
tumbuhan. Dengan menggunakan tumbuhan sebagai silogisme dari
Darwin namun dengan premis dan kesimpulan yang sama sekali
berkebalikan. Eksperimen terakhir ini justru membuktikan bahwa alam
bekerja dengan cara yang efisien dan hemat, hubungan spesies yang
satu dengan yang lainnya tidak diwarnai dengan kompetisi. Melalui
perlawanan dengan gradualisme dari Darwin maka cara yang paling
73
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 80. 74
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 92.
55
efisien untuk menghasilkan spesies baru yang tidak akan bersaing
dengan pendahulunya adalah dengan lompatan yang tiba-tiba, jadi
alam dapat diharapkan mampu memberikan spesies baru lewat sebuah
loncatan revolusioner.75
2. Perkembangan lanjutan teori evolusi neo-Darwinisme
Pandangan Darwin, sejak tahun 1940-an, diperbaharui, dan
kemudian dikenal dengan sintesis neo-Darwinisme, yang sebenarnya
masih dianut hingga sekarang. Ajaran-ajaran yang diperbaharui ini
mempunyai kekhasan bila dibandingkan dengan teori-teori lainnya
karena mempertahankan mekanisme evolusi. Mekanisme itu terlihat
dalam proses mutase genetis yang secara random mengarah pada
perubahan yang gradual, yaitu proses yang tanpa mengikut sertakan
factor kesadaran, hanya melalui kebetulan saja. Mekanisme yang
digambarkan itu berlangsung lewat seleksi alam dalam seluruh
rangkaian spesies yang ada di bumi.76
3. Evolusi Spesies
Jumlah total spesies di dunia akan selalu sama, meskipun tiap
spesies bisa berevolusi. Bila terjadi kepunahan, maka pertanyaan yang
muncul “Dari mana datangnya spesies pengganti?”. Lamarck
menyadari masalah itu dan memecahkan dengan rumusan munculnya
spesies baru melalui kemunculan spontan (spontaneous generation).
Yang muncul secara spontan adalah organisme-organisme sederhana
75
Augros and Stanciu, The New Biology: Discovering The Wisdom in Nature (Boston dan
London: New Science Library, 1987), h. 191. 76
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 107.
56
lalu berevolusi menjadi tumbuhan dan hewan tinggkat tinggi. Spesies
baru terus-menerus terjadi, dan kita harus mengetahui bagaimana
mekanismenya sehingga menghasilkan spesies baru tersebut.77
Untuk memecahkan masalah spesies perlu memakai metodologi
yang berbeda, perbandingan antar populasi dalam suatu spesies, yaitu
studi geografis. Cara tersebut dipakai oleh para ahli taksonomi
evolusioner. Perlu waktu yang sangat lama sampai akhirnya para
peneliti terkemuka spesialis burung, mamalia, kupu-kupu, dan
beberapa kelompok lainnya mencapai kesepakatan bahwa pendekatan
geografis adalah cara untuk memecahkan spesiasi. Mereka
menggunakan teori spesiasi geografis atau allopatrik, yang
menyatakan bahwa spesies baru bisa berevolusi bila suatu populasi
yang terisolasi memperoleh mekanisme isolasi reproduktif ketika
terpisah dari populasi induknya.78
Namun hanya ditemukannya spesiasi allopatrik pada mamalia
dan burung tak menutup kemungkinan adanya spesiasi simpatrik di
kelompok organisme lain. Terus-menerus itu ditegaskan oleh para ahli
entemologi yang meneliti serangga spesialis pemakan tumbuhan
tertentu, yang mengajukan bukti bagi skenario berikut. Beberapa
individu satu spesies serangga yang tersesuaikan untuk hidup di
spesies tumbuhan A bisa mendatangi spesies tumbuhan B. bila
77
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 211. 78
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 212.
57
perkawinan hanya bisa terjadi di spesies tumbuhan tempat hidup
individu, maka para pendatang di B hanya kawin dengan sesama
individu di B dan mungkin akan mendapat mekanisme isolasi secara
gradual. Spesiasi demikian biasanya digagalkan oleh kolonisasi terus-
menerus atas tumbuhan B oleh serangga dari tumbuhan A, dan
kolonisasi balik dari tumbuhan B ke tumbuhan A.79
Selain itu, di ikan air tawar ada banyak kasus persilangan
beberapa spesies yang berkerabat amat dekat disuatu perairan yang
terisolasi, seperti di beberapa danau kecil di Camerun terdapat
beberapa spesies ikan siklid (famili Cichlidae) yang lebih mirip satu
sama lain dari pada spesies siklid leluhurnya di sungai yang keluar dari
danau tersebut.80
Melalui berbagai proses di kromosom, bisa muncul individu yang
langsung terisolasi secara reproduktif dari spesies induknya. Seperti
sering terjadi di tumbuhan, hidrid spesies A dan B mengalami
penggandaan kromosom, sehingga meiosis dan pembentukan gamet
kembali terjadi (AABB). Individu poliploid baru itu menjadi spesies
baru, dengan hidridisasi lebih lanjut dan penggandaan kromosom, bisa
dihasilkan sekumpulan poliploid. Yang terjadi pada beberapa hewan
79
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 214. 80
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 219.
58
adalah bahwa suatu hidrid mandul berasih ke parthenogenesis dan
areproduksi aseksual. Ini ditemukan di ikan, amfibi, dan reptil.81
4. Evolusi Manusia
Manusia adalah puncak penciptaan dan berbeda dari dari segala
hewan dalam berbagai hal, terutama karena memiliki jiwa rasional.
Oleh sebab itu, bergoncang dahsyatnya zaman ratu Victoria ketika
Darwin, berdasarkan teori kesamaan leluhurnya, memasukan manusia
dalam dunia hewan sebagai keturunan leluhur primate. Walau awalnya
Darwin sendiri agak hati-hati dalam menyatakannya, beberapa
pengikutnya juga begitu bersemangat dalam menyatakan bahwa
leluhur manusia adalah kera, seperti Huxley (1863) dan Haeckel
(1866). Akhirnya Darwin sendiri memberikan penjelasan lengkap atas
pandangannya itu dalam Descent of Man (1871).82
Kemiripan yang begitu tampak pada manusia dan kera tak liput
dari perhatian para ahli hayat terdahulu. Linneuse bahkan memasukkan
simpanse dalam geneus Homo. Namun kemiripan itu diabaikan, bukan
hanya oleh para ahli teologi dan filsafat, melainkan juga oleh semua
orang. Namun teori baru kesamaan leluhur oleh Darwin, yang
menyatakan bahwa segala makhluk hidup adalah keturunan leluhur
81
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 220. 82
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 281.
59
bersama, membuat pengakuan bahwa asal-usul manusia dari primata
tak bisa dihindari.83
Primata adalah ordo mamalia yang berisi prosimian (lemur dan
kukang), tarsius, monyet Dunia Baru, monyet Dunia Lama, dan kera.
Mereka tidak berkerabat dengan mamalia yang lainnya, ordo-ordo
yang berkerabat dengan mereka aadalah kubung/lemur terbang
(Galeopithecus)84
dan tupai. Fosil primate tertua berasal dari zaman
kapur akhir.85
Monyet Dunia Lama merupakan kelompok kera86
33-24 juta
tahun lalu. Fosil monyet sudah punya beberapa ciri antropoid atau
mirip kera. Proconsul (23-15 juta tahun) lalu dari Afrika timur jelas
adalah kera, tapi sayangnya belum ditemukan fosil antropoid Afrika
dari jangka waktu 15-12 juta tahun lalu.
Bukti yang mendukung bahwa manusia berawal dari primata
dibagi tiga yaitu:
a. Bukti Anatomis, semua struktur anatomi manusia , sampai ke
rinciannya sama dengan anatomi kera Afrika, khususnya simpanse.
83
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 282. 84
Galeopithecus adalah nama lama; kini nama genus lumur yang umum dipakai adalah
cynocephalus. Kubung membentuk ordo tersendiri yaitu Dermoptera. 85
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 283. 86
Perlu ditegaskan perbedaan monyet dan kera. Monyet memiliki ekor dan berjalan
kuadruprdal. Kera tidak memiliki ekor, dan jalan bipedal atau kuadrupedal.
60
b. Bukti Fosil, ketika Darwin menerbitkan temuan-temuannya (1859),
belum ditemukan fosil apapun yang mendukung transisi gradual
dari leluhur mirip simpanse menuju manusia modern.
c. Evolusi Molekuler, makromolekul berevolusi sebagaimana ciri-ciri
struktural yang tampak. Perbandingan makromolekul manusia dan
kera barangkali bisa memberi penjelasan untuk evolusi manusia,
perbandingan tersebut menunjukan bahwa molekul manusia jauh
lebih mirip dengan molekul simpanse daripada organisme lain.87
Bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa kekerabatan
sangat dekat antara manusia dan simpanse dan kera-kera lain
sekarang terbukti secara meyakinkan.
87
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 284-285.
61
BAB IV
ANALISA PERBANDINGAN
A. Konsep Penciptaan Alam Semesta
Sabda Sang Guru Sejati di dalam Sasangka Jati :
“Sesungguhnya, sebelum ada apa-apa (sebelum ada awang-awang),
yaitu sebelum buana ini tercipta, Tuhan sudah bertakhta, demikian pula aku,
Suksma Sejati. Maka, itulah yang disebut keadaan Tuhan dan Aku, juga
keadaan alam sejati, yakni istana Tuhan dan Aku. Aku dan Tuhan bertakhta
di pusat hidup. Sebelum buana ini tercipta, Tuhan mempunya karsa
menurunkan Roh Suci ialah sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti,
sebab belum ada wadah dan tempatnya, maka kemudian Tuhan menciptakan
buana”
Sebelum buana (dunia) diciptakan, terleih dahulu Tuhan meciptakan
empat anasir yang terjadi atas kekuasaan Tuhan, yaitu suasana, api, dan air,
ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga terjadilah anasir
keempat yaitu tanah. Semua itu terjadi atas karsa Tuhan. Setelah empat anasir
tercipta, Tuhan mempunya karsa untuk meneruskan penciptaan dunia besar,
perlu untuk wadah dan tempat turunnya Roh Suci.88
Konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu yaitu, sebelum
buana ini tercipta, Tuhan sudah bertakhta dan mempunyai karsa menurunkan
Roh Suci ialah sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti, sebab sebelum
ada wadah dan tempatnya, maka kemudian Tuhan menciptakan buana. Yang
88
Ceramah pencerahan dengan Ibu Titis (Warga dan Pengurus Pangestu) 21 Agustus 2019
62
mula-mula diciptakan yaitu empat macam anasir yang disebut suasana, api,
air, dan tanah. Terciptanya empat macam anasir tersebut, sekalipun atas
kekuasaan Tuhan, juga berasal dari tuhan, maka dapat diumpamakan pelita
dan asapnya. Seumpama Tuhan pelitanya, anasir yang menjadi asapnya.
Adapun yang mula diciptakan adalah suasana, kemudian diciptakan lagi api.
Api tersebut dibagi menjadi dua golongan, yang sebagian ada diatas yang
sebagian lagi ada di bawah. Kedua golongan api itu saling memengaruhi dan
diliputi atau diterambas suasana. Antara api di bawah dan api di atas tersebut,
para manusia tidak dapat mengukur seberapa jauhnya, apabila tidak mendapat
anugrah kekuasaan Tuhan. Setelah suasana dan api tercipta atas kekuasaan
Tuhan, Tuhan kemudian menciptakan anasir air, yang menumpang di atas
anasir api yang berada di bawah, sedangkan air itu juga diliputi dan
diterambas oleh suasana. Setelah air tercipta, tiga macam anasir tersebut lalu
saling mempengaruhi, hingga akhirnya menyebabkan terciptanya anasir yang
keempat, yaitu bumi (tanah). Sekalipun terciptanya tanah itu dari daya
pencampuran jasad tiga macam anasir tersebut, terciptanya itu juga atas
kekuasaan Tuhan.89
Tuhan lah yang mempunyai karsa yakni kekuasaan, jadi
itu semua tidak akan terjadi meskipun ketiga anasir tersebut sudah bercampur
dan berbolak-balik.90
Sedangkan menurut sains alam semesta mempunyai suatu daya luar
biasa yang tampak, terutama munculnya dan evolusi kehidupan. Melalui
89
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 41. 90
Wawancara dengan bapak Mahendra (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30
Agustus 2019
63
pengandaian Newton bahwa alam semesta terdiri dari tiga unsur; materi,
ruang dan waktu. Materi yang tersusun atas atom-atom yang terikat untuk
selama-lamanya. Sedangkan ruang dan waktu adalah absolut, artinya akan
selalu ada juga andaikan materi di alam raya ini musnah. Kemunculan dan
evolusi kehidupan melalui teori Big Bang telah mampu menggantikan
konsep-konsep ruang dan waktu sebagai sebuah pengandaian yang sudah
mapan. Melalui teori ini telah berlangsung perubahan dari system matahari
kita menuju pemahaman baru system planet bumi, asal-usul kehidupan,
evolusi biologis dan juga pada manusia. Dengan demikian terjadilah sebuah
pergeseran dari pandangan manusia yang sama sekali pasif dan hanya sekedar
menjadi penonton dalam perputaran galaksi dan bintang-bintang yang begitu
besar dan mencakup waktu yang begitu panjang, menjadi manusia yang
tampak keagungannya karena berpartisipasi secara aktif dalam pencaturan
terjadinya alam raya ini.91
Seperti yang tercatat pada tulisan Louis Leahy,
Tempat Manusia Dalam Kosmos, Tipler F.J puluhan fisik dan ukuran dari Big
Bang, catatan tersebut membawanya pada sebuah keyakinan bahwa semua
yang terjadi sekarang jauh-jauh sudah diatur sebelumnya, sampai kedalam
detail-detail yang terkecil, yang menjadi syarat lahirnya suatu kosmos yang di
dalamnya sistem matahari dapat bekerja.
Saintis lain yaitu Stephen Hawking di dalam gagasannya tentang teori
Big Bang yaitu, pada Ledakan Besar alam semesta dianggap berukuran nol,
dan luar biasa panas. Tetapi selagi alam semesta mengembang suhu
91
Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 25.
64
radiasinya berkembang. Satu detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam
semesta turun menjadi sepuluh miliar derajat. Pada waktu itu alam semesta
berisi sebagian besar foton, elektron, dan neutron berikut antizarahnya, juga
beberapa proton dan neutron, kemudian energi diubah menjadi partikel dalam
unsur yang akan menjadi bahan dasar pembentukan bintang, planet dan
galaksi.92
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada sekretaris
Pangestu pusat bahwa perbedaan itu biasa, namun konsep penciptaan di
dalam Pangestu tidak akan berubah sampai kapanpun, sedangkan sains pasti
berubah. Apalagi ada banyak ilmuan dengan teori-teori penciptaan yang lebih
relevan kedepannya.93
Namun salah seorang warga Pangestu juga
mengatakan konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu dan sains
akan saling terkoneksi yakni tidak akan ada perbedaan, contohnya saja teori
Big Bang tidak jauh berbeda dengan konsep penciptaan alam menurut
Pangestu, yakni sama-sama dengan didasari ledakan.94
B. Penciptaan Manusia
Menurut pangestu terciptanya manusia yaitu dari sinar cahaya yang
bertunggalnya tripurusa: Suksma Kawekas (Tuhan Sejati), Suksma Sejati
92
Stehen Hawking, A Brief History of time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia, 2013),
h. 115. 93
Wawancara dengan pak Eko (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30 Agustus
2019 94
Wawancara dengan Ibu Ririen (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30 Agustus
2019
65
(Guru Sejati-Utusan Tuhan), Roh Suci (Manusia Sejati).95
Roh suci adalah
pancaran akan tetapi ketika diturunkan ke bumi roh suci ini dibungkus oleh
empat anasir yang kemudian menjadi manusia, setelah terciptanya manusia
empat anasir tersebut menjadi sifat yang dimiliki manusia, di dalam ajaran
Pangestu dianjurkan untuk selalu mengolah rasa dan melihat kedalam diri
sebagaimana tujuan ajaran Pangestu tersebut yakni “berusaha untuk
bertunggal kembali kepadanya”. Maka sebelum
Seseorang itu dapat menuju kebertunggalan tersebut haruslah
mensucikan dirinya terlebuh dahulu dengan melakukan Panembah, Tapa
Brata, Olah Rasa bertujuan agar manusia senantiasa dapat mengontrol hawa
nafsunya, karena apabila manusia tidak dapat mengontrol hawa nafsunya,
maka yang akan menguasai seluruh jiwanya ialah nafsunya (luamah) sendiri.
Misalnya, ketika seseorang itu memiliki sifat yang wataknya serakah dan
pemarah dan itu menjadi watak yang dominan dia kembangkan maka dia
tergolong kepada sifat Luamah dan Amarah, sehingga seseorang tersebut
menjadi buruk sifatnya. Apabila seseorang itu memiliki watak yang
penolong, suka memberi, berkasih sayang itu berarti dia tergolong ke sifat
Sufiah dan Mutmainah. Dari ke empat sifat tersebut yang menjadi kunci
adalah Amarah, karena amarah itu menjadi jalan bagi sifat-sifat yang lain
untuk bertindak dalam kebaikan maupun keburukan. Sebab tidak ada maksud
yang terwujud tanpa amarah (ambisi), maka Amarah itu menjadi baku yang
mempengaruhi daya kekuatan sifat-sifat lainnya agar dapat tercapai
95
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 42.
66
maksudnya.96
Roh Suci dipandang sebagai jiwa manusia sejati. Oleh karena
itu, yang dipandang mutlak sebagai asal manusia.97
Ketiganya diberi busana
sari empat macam anasir, seperti suasana, api, air, dan tanah, yang kemudian
terbakar menjadi bahan bakal kasar dan halus (lahir, batin). Adapun alat
badan jasmani dianugrahi panca indera yaitu: penglihatan, pendengaran,
pengucapan, penciuman, dan perasaan. Dan diberi pula saudara, yang
lazimnya disebut empat macam nafsu, seperti luamah, amarah, sufiah,
mutmainah, dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu diangan-
angan, yaitu disebut pangaribawa, prabawa, dan kamayan. Angan-angan
tercipta dari bayangan tripurusa yang menjadi akunya manusia, yaitu
kekuasaan yang diberikan guna untuk menselaraskan dengan karsa Tuhan.
Angan-angan tersebut mempunyai daya kekuatan yaitu :
1. Pangaribawa yang kasarnya berwujud pusar, yakni darah dari jantung ibu
yang diterima di pusat dapat menghidupi bayi ketika masih berada di
dalam rahim. Halusnya berada dalam angan-angan
2. Prabawa, ketika bayi akan lahir prabawa bertindak wujudnya ibu lalu
mengejan, yakni uap darah yang lazimnya disebut ejanan, dan dialah
yang mendorong lahirnya bayi. Setelah bayi lahir, halusnya prabawa
(ejanan) berada menjadi satu di angan-angan.
3. Kamayan, kasarnya berwujud jantung, sedang halusnya juga berada
menjadi satu dengan angan-angan, yang berada di pusat sanubari.
96
Ceramah pencerahan dengan Ibu Titis (Warga dan Pengurus Pangestu) 21 Agustus 2019 97
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 1987), h. 71
67
Apabila nafsu dan angan-angan tersebut selaras atau sempurna
kepatuhannya kepada manusia jatinya (Roh Suci) maka,
1. Luamah akan menjadi dasar kekuatan.
2. Amarah berhasrat kuat akan kebaikan.
3. Sufiah menjadi perantara akan terbabarnya karsa.
4. Mutmainah sempurna kesuciannya dan baktinya kepada tuhan serta
utusannya (Suksma Kawekas dan Suksma Sejati).98
Ketiga angan-angan tersebut menjadi cipta luhur atau akal budi yang
hening di dalam ketentraman yang tenang, diibaratkan seperti cermin yang
bersih dapat memancarkan dan menerima sinar papadang Suksma Sejati,
akhirnya dapat berjalan di jalan keutamaan yakni jalan kesejahteraan dan
dituntun ke kemuliaan abadi ialah istana Tuhan, yakni di alam sejati tempat
bertunggal nya Tripurusa.99
Sedangkan menurut sains manusia adalah puncak penciptaan dan
berbeda dari dari segala hewan dalam berbagai hal, terutama karena memiliki
jiwa rasional. Oleh sebab itu, bergoncang dahsyatnya zaman ratu Victoria
ketika Darwin, berdasarkan teori kesamaan leluhurnya, memasukkan manusia
dalam dunia hewan sebagai keturunan leluhur primate. Walau awalnya
Darwin sendiri agak hati-hati dalam menyatakannya, beberapa pengikutnya
juga begitu bersemangat dalam menyatakan bahwa leluhur manusia adalah
kera, seperti Huxley (1863) dan Haeckel (1866). Akhirnya Darwin sendiri
98
Ceramah pencerahan dengan Ibu Titis (Warga dan Pengurus Pangestu) 21 Agustus 2019 99
Wawancara dengan Ibu Ririen (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30 Agustus
2019
68
memberikan penjelasan lengkap atas pandangannya itu dalam Descent of Man
(1871).100
Kemiripan yang begitu tampak pada manusia dan kera tak liput dari
perhatian para ahli hayat terdahulu. Linneuse bahkan memasukkan simpanse
dalam geneus Homo. Namun kemiripan itu diabaikan, bukan hanya oleh para
ahli teologi dan filsafat, melainkan juga oleh semua orang. Namun teori baru
kesamaan leluhur oleh Darwin, yang menyatakan bahwa segala makhluk
hidup adalah keturunan leluhur bersama, membuat pengakuan bahwa asal-
usul manusia dari primata tak bisa dihindari.101
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada warga dan
petugas Pangestu pusat bahwa perbedaan konsep itu sering atau biasa terjadi
apalagi dengan ilmu sains yang memang benar-benar harus memakai logika,
sedangkan memahami ajaran sang guru sejati haruslah memakai hati dan
mengkesampingkan logika, pemahaman manusia biasa tidak akan sampai
untuk menjangkaunya karena itu semua atas kehendak dan kekuasaan
Tuhan.102
Manusia diciptakan secara berpasang-pasangan di pulau-pulau besar,
yakni Adam dan Hawa.103
Berbanding jauh dengan sains yang muncul dari
spesies dan Primata.
100
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 281. 101
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 282. 102
Wawancara dengan pak Mahendra (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30
Agustus 2019 103 Ceramah pencerahan dengan Ibu Titis (Warga dan Pengurus Pangestu) 21 Agustus 2019
69
C. Penciptaan Hewan Dan Tumbuhan
Menurut pangestu Tuhan menciptakan berbagai jenis hewan yang hidup
baik yang hidup di dalam air maupun di darat, seperti hewan yang merayap,
yang dapat terbang, yang melata, dan yang merangkak, semua itu tercipta
dalam waktu yang serentak. Adapun hewan yang tercipta tersebut dari Roh
Suci yang diberi busana sarinya tiga macam anasir kasar dan halus, yaitu
suasana, api dan tanah, tidak mempunyai busana sari anasir air. Adapun untuk
hidup, hewan juga masih perlu mendapat tambahan dari sari anasir dunia
besar yang cocok dengan kebutuhannya, perlu untuk kekuatan hidupnya,
dengan mendapat sinar matahari, udara, minum air dan makan tumbuhan.
Ada juga hewan yang mengambil anasir tersebut dengan cara memangsa
sesama hewan. Hewan jenis itu sifatnya berbeda dengan dengan hewan
pemakan tumbuhan.104
Terciptanya segala tumbuhan yaitu, jiwanya bukan dari Roh Suci ,
tetapi hanya dari daya dunia besar ketika bumi ini telah terbabar. Pada saat itu
Tuhan mengutus Aku (Suksma Sejati) menyebar kekuasaan tuhan yang abadi,
yang tercipta dari halusnya dua macam anasir, yaitu air dan tanah, tetapi juga
terpengaruh oleh kasarnya anasir suasana dan anasir api, yaitu hawa dan sinar
matahari. Adapun yang menjadi busananya jiwa tumbuhan itu, juga dari sari
anasir air dan sari anasir tanah. Oleh karena dunia besar ini juga mengandung
sari empat macam anasir, maka tetumbuhan itu juga membutuhkan daya
104
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 58
70
anasir air dan anasir tanah, juga hanya sebagian dari daya anasir suasana dan
anasir api (hawa dan matahari), yaitu perlu untuk kekuatan hidupnya.105
Jumlah total spesies di dunia akan selalu sama, meskipun tiap spesies
bisa berevolusi. Bila terjadi kepunahan, maka pertanyaan yang muncul “Dari
mana datangnya spesies pengganti?”. Lamarck menyadari masalah itu dan
memecahkan dengan rumusan munculnya spesies baru melalui kemunculan
spontan (spontaneous generation). Yang muncul secara spontan adalah
organisme-organisme sederhana lalu berevolusi menjadi tumbuhan dan
hewan tinggkat tinggi. Spesies baru terus-menerus terjadi, dan kita harus
mengetahui bagaimana mekanisme nya sehingga menghasilkan spesies baru
tersebut.106
Sedangkan menurut sains untuk memecahkan masalah spesies
(tumbuhan) perlu memakai metodologi, perbandingan antar populasi dalam
suatu spesies, yaitu studi geografis. Cara tersebut dipakai oleh para ahli
taksonomi evolusioner. Perlu waktu yang sangat lama sampai akhirnya para
peneliti terkemuka spesialis burung, mamalia, kupu-kupu, dan beberapa
kelompok lainnya mencapai kesepakatan bahwa pendekatan geografis adalah
cara untuk memecahkan spesiasi. Mereka menggunakan teori spesiasi
geografis atau allopatrik, yang menyatakan bahwa spesies baru bisa
105
R. Soenarto Mertowardojo, Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I (Jakarta: Paguyuban
Ngesti Tunggal, 2014), h. 60 106
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 211.
71
berevolusi bila suatu populasi yang terisolasi memperoleh mekanisme isolasi
reproduktif ketika terpisah dari populasi induknya.107
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan penganut ataupun
warga Pangetu, tidak banyak mengomentari masalah persamaan dan
perbedaaan apalagi dengan ilmu sains, karena ajaran sang guru sejati tidak
ada membeda-bedakan hanya saja taburkan kepada “siapapun yang ingin
mengetahui”.108
107
Ernest Mayr, Evolusi: Dari Teori ke Fakta (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2019), h. 212. 108
Wawancara dengan pak Bambang (pengurus dan warga Pangestu), pada tanggal 30
Agustus 2019
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkamn mengenai konsep
penciptaan alam semesta menurut Pangestu dan Sains Modern.
Konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu bahwa sebelum
alam ini tercipta, Tuhan sudah bertakhta dan mempunyai kekuasaan
menurunkan Roh Suci (sinar cahaya tuhan), tetapi karsa itu terhenti, karena
belum ada wadah dan tempatnya, maka kemudian tuhan menciptakan alam
semesta yakni dunia kecil dan dunia besar. Yang mula-mula diciptakan yaitu
empat macam anasir yang disebut suasana, api, air, dan tanah. Setelah empat
anasir itu tercipta, Tuhan mempunyai karsa meneruskan penciptaan dunia
besar untuk wadah dan tempat turunnya Roh Suci.
Sedangkan, konsep penciptaan alam semesta menurut Sains Modern
dalam hal ini berdasarkan teori Big Bang yaitu alam semesta pada awalnya
pada kondisi super padat dan sangat panas dan kemudian meledak. Pada
Ledakan Besar alam semesta dianggap berukuran nol, dan luar biasa panas.
Tetapi selagi alam semesta mengembang suhu radiasinya berkembang. Satu
detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta turun menjadi sepuluh
miliar derajat. Pada waktu itu alam semesta berisi sebagian besar foton,
elektron, dan neutron berikut antizarahnya, juga beberapa proton dan neutron,
73
kemudian energi diubah menjadi partikel dalam unsur yang akan menjadi
bahan dasar pembentukan bintang, planet dan galaksi.
Respon ataupun pandangan warga pangertu terhadap perbedaan konsep
dengan sains, warga pangestu menilai itu adalah buah dari pikiran manusia
sehingga timbul teori-teori baru yang sudah sangat teruji di kalangan
akademisi, sedangkan konsep di dalam Pangestu tidak dapat dikaji dengan
nalar, karena apapun yang terjadi itu semua kehendak dan atas kekuasaan
Tuhan, termasuk di dalamnya penciptaan alam semesta yang tidak akan
sampai pada nalar ataupun logika manusia. Banyak perbedaan yang timbul,
akan tetapi warga Pangestu tetap berpegang teguh dengan dengan ajaran sang
guru sejati, meskipun sains adalah ilmu yang sangat sudah teruji secara
ilmiah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak celah untuk
melakukan pembahasan lebih dalam mengenai alam dan seisinya. Oleh
karena itu, penulis berharap semoga kedepannya akan lebih banyak lagi
perhatian tentang penelitian yang serupa seperti ini, khusunya mengenai
konsep penciptaan makhluk hidup.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 2004. Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya.
Ali, Lukman. 1991. kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Andriana, W. Araisti. 2009. Perjalanan Mengenal Astronomi. Bandung:
Observatorium Bosccha ITB.
Augros and Stanciu. 1987. The New Biologi: Discovering The Wisdom In Nature.
Boston dan London: New Science Library.
Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia.
Bohr, Niels. 1958. Atomic Phisics And Human Knoledge. New York: Jhon Wiley.
Darmadi, Budi. 2014. Profil Poaguyuban Ngesti Tunggal, Jakarta : Paguyuban
Ngesti Tunggal.
Hardjoprakoso, R Soemantri. 2015. Arsif Sarjana Budi Santosa. Jakarta :
Paguyuban Ngesti Tunggal. Cet. Ke 8.
Hardjoprakoso, R. Tumenggung dan R. Trihardono Soemadihardjo. 2015.
Sasangka Jati. Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal. Cet. Ke 7.
Harun, Hadiwijono. 1987. Kebatina dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hawking, Stephen. 2013. A Brief History of Time, Terj. Zia Anshor. Jakarta: PT.
Gramedia.
Hawking, Stephen dan Mlodinow. 2010. The Grand Design, Terj. Zia Anshor.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
75
Mayr, Ernest. 2019. Evolusi: Dari Teori ke Fakta. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
McEvoy, J. P. dan Oscar Zarate. 1999. Mengenal Hawking For Beginners Terj.
Ahmad Baiquni. Bandung: Mizan
Milonni, P. W. 1994. The Quantum Vacuum. Philosipy And Science Of The
Universe
Mertowardojo, R. Soenarto. 2014. Buku-buku Wajib Pangestu Bundel I.Jakarta:
Paguyuban Ngesti Tunggal
Munitz, Milton K. 1990. Cosmic Understanding: Phylosopy And Science Of The
Universe
Pokok-pokok Ajaran Pangestu. Artikel diakses pada tanggal 2 Juli 2019 di
http://www.pangestu.or.id
Rakhmat, Ioanes. 2018. Agama dan Ilmu Pengetahuan: Upaya Mencari Titik-Titik
Temu Agama Dan Sains Modern. Jakarta: Nurcholis Madjid Society
Riswanto. 1998. Sistem-sitem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riyanto, Armada. 2008. Teori penciptaan-Teologi Penciptaan; Relasi “Iman dan
Ilmu. Jakarta: STF Driyakarta
Sopater, Sularso. 1987. Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu. Jakarta:PT New
Aqua Press.
Soetomo, Greg. 1995. Sains dan Problem Ketuhanan. Yogyakarta: Kanisius
Sopatar, Sularso. 1987. Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Pangestu. Jakarta:PT New
Aqua Press
76
Suwarno, Imam S. 2005. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik Dalam Berbagai
Kebatinan Jawa. Jakarta : Pt Grafindo Persada.
Suwarno, Imam S. 1978. Pangestu dan Mistisme Analisa dan Pandangan, Jakarta:
Percetakan Saudara
Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2010. Membangun peradaban dengan ilmu. Jakarta:
Kalam Indonesia.
KANTOR PUSAT
PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL
(PANGESTU) Alamat Sekretariat: Jl. Gandaria 1 No.93, Rt 2/Rw 8 Gandaria Utara, Jakarta Selatan. 12140
Nomor : 019/Pangestu/XI/2017 Jakarta, 14 Agustus 2019
Lampiran : -
Perihal : Balasan Permohonan Wawancara /
Penelitian Skripsi
Kapada Yth,
Dekan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ushulluddin
Di Jakarta,
Dengan Hormat,
Membalas surat saudara No.2398/F3/PP.01.3/08/2019 Pada Tanggal 12 Agustus 2019
perihal permohonan wawancara penelitian Skripsi pada mahasiswa :
Nama : Abdul Mukhlis Harahap
NIM : 1113032100008
Fak/Jurusan : Ushuluddin/Studi Agama-agama
Tahun Akademik : 2018/2019
Progra, : Strata (S1)
Dengan ini kami tidak keberatan dengan permohonan atas wawancara yang dimaksud.
Dan kami akan melayani seseuai dengan kemampuan kami selanjutnya mahasiswa yang
bersangkutan dapat mengguhubungi Ibu Titis.
Demikian sirat ini kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya.
Hormat kami,
Ketua PANGESTU
Budi Darmadi
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ririen
Alamat : Jalan Jati Padang Utara, No 10 Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Jabatan : Pengurus Pangestu
Menerangkan dengan sebenarnya bahwa:
Nama : Abdul Mukhlis Harahap
NIM : 1113032100008
Jurusan : Studi Agama-agama
Jabatan : Mahaiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas : Ushuluddin
Adalah dengan benar-benar telah melakukan penelitian ke kantor pusat
Paguyuban Ngesti Tunggal 06 Agustus 2019 s/d 30 Agustus 2019. Dalam rangka
menyusun skripsi yang berjudul “Penciptaan Alam Semesta Perspektif Pangestu
dan Sains Modern”. Demikian surat pernyataan ini dibuat dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Jakarta, 30 Agustus 2019
(Ririen)
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eko Priyo Utomo
Alamat : Jl. Kebagusan Kecil IV, Pasar Minggu Jakarta Selatan
Jabatan : Pensiunan BUMN dan Wakil Sekretaris Pangestu
Menerangkan dengan sebenarnya bahwa:
Nama : Abdul Mukhlis Harahap
NIM : 1113032100008
Jurusan : Studi Agama-agama
Jabatan : Mahaiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas : Ushuluddin
Adalah dengan benar-benar telah melakukan penelitian ke kantor pusat
Paguyuban Ngesti Tunggal 06 Agustus 2019 s/d 30 Agustus 2019. Dalam rangka
menyusun skripsi yang berjudul “Penciptaan Alam Semesta Perspektif Pangestu
dan Sains Modern”. Demikian surat pernyataan ini dibuat dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Jakarta, 30 Agustus 2019
(Eko Priyo Utomo)
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mahendra
Alamat : Gg Mandala, Rt 06 Rw 06 Ragunan, Jakarta Selatan
Jabatan : Penagcara dan Pengurus Pangestu
Menerangkan dengan sebenarnya bahwa:
Nama : Abdul Mukhlis Harahap
NIM : 1113032100008
Jurusan : Studi Agama-agama
Jabatan : Mahaiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas : Ushuluddin
Adalah dengan benar-benar telah melakukan penelitian ke kantor pusat
Paguyuban Ngesti Tunggal 06 Agustus 2019 s/d 30 Agustus 2019. Dalam rangka
menyusun skripsi yang berjudul “Penciptaan Alam Semesta Perspektif Pangestu
dan Sains Modern”. Demikian surat pernyataan ini dibuat dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Jakarta, 30 Agustus 2019
(Mahendra)
82
LAMPIRAN 3
Hasil Wawancara
A. Latar Belakang Responden
Nama : Ririen
Agama : Penganut Ajaran Pangestu
Profesi : Pengurus Pangestu
B. Berita Wawancara
1. Jelaskan sejarah dan pendirian Pangestu?
Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) diwahyukan kepada bapak Soenarto
Mertowerdojo pada tanggal 14 Februari 1932. Ketika pada waktu shalat
dhaim, dia berkata kepaada tuhan untuk mendapatkan Sih Papadang-Nya
untuk membantu keresahannya selama ini. Ketika itu juga, terdengar di dalam
sanubarinya ada sesuatu yang berkata “Ketahuilah, yang dinamkan ilmu sejati
ialah petunjuk yang nyata, yaitu petunjuk yang menunjukkan jalan yang
benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup.” Dari perkataan ilahi inilah
yang membuat pakde Narto percaya bahwa ini benar-benar dari Tuhan.
pangestu secara organisasi didirikan pada tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta.
Paguyuban ini menjadi sebuah perkumpulan orang-orang yang meyakini
Ajaran Sang Guru Sejati yang diwahyukan kepada pakde Narto. Akronim dari
Pangestu ialah Paguyuban Ngesti Tunggal yang memiliki arti persatuan untuk
83
memohon kepada Tuhan. Perkembangan Pangestu dari masa kelahirannya
memiliki perkembangan yang sangat pesat, walau pada akhirnya kini tidak
begitu sepesat pada masa itu. Tetapi ajaran ini masih tetap ada sampai saat ini.
2. Jelaskan konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu?
Tuhan menciptakan empat anasir yang terjadi atas kekuasaannya, suasana,
api, dan tanah ketiganya saling mempengaruhi sehingga terjadilah anasir yang
ke empat yaitu tanah. Setelah itu Tuhan mempunyai karsa meneruskan
penciptaan dunia besar guna untuk wadah turunnya Roh Suci.Pada dasarnya
tidak ada perbedaan akan hal kesejatian apakah dalam Islam (Allah, Rasul,
Muhammad), Kristen (Sang Bapa, Sang Putra, Roh Kudus), Suksma
Kawekas, Suksma Sejati, Roh Suci di dalam Pangestu. Semua orang
mempunyai Roh Suci, semua orang mempunyai kesempatan langsung
menerima wahyu ilahiah hanya saja seseorang tersebut bisa atau tidak
mensucikan dirinya (Hasta Sila) seperti Muhammad yang dia melalui proses
disucikan, berbeda dengan Yesus yang lahir dengan suci karena lahir tanpa
sahwat, dan itu semua atas dasar kekuasaan allah. Sedangkan hewan tercipta
dari tiga anasir yaitu suasana, api dan tanah, dan tetap dari Roh Suci namun
tidak diberi penuntun.
3. Bagaimana respon informan mengetahui bahwa Sains terus berkembang
khususnya dalam proses penciptaan alam?
84
Di dalam ajran Sang Guru Sejati bagaimana kita bisa mengolah rasa dan
berbuat baik terhadap orang lain selalu berpikir positif tanpa membeda-
bedakan, perbedaan ajaran dengan sains sangatlah wajar karena Pangestu
tidak akan bisa dikenali dengan rasio ataupun akal, sedangkan sains harus
terbukti adanya dengan jelas, sangat jauh berbeda apalagi kita belum tahu
temuan-temuan apalagi yang akan muncul.
85
Hasil Wawancara
A. Latar Belakang Responden
Nama : Eko Priyo Utomo
Agama : Penganut Ajaran Pangestu
Profesi : Pensiunan BUMN dan Wakil Sekretaris Pangestu
B. Berita Wawancara
1. Jelaskan sejarah dan pendirian Pangestu?
Paguyuban Ngesti Tunggal didirikan oleh bapak Soenarto atau sering disebut
pakde Narto pada tanggal 20 Mei 1949, akan tetapi proses pewahyuan yang
diterima oleh pakde Narto pada tanggal 14 Februari 1932. Adapun penamaan
dari ajaran ini sesuai dengan tujuan dari pada ajaran ini ialah persatuan untuk
memohon kepada Tuhan, yakni Pangestu (Paguyuban Ngestu Tunggal).
Pangestu memiliki lambang yang menjadi tanda ajaran ini, yang mempunyai
makna keseimbangan dalam mencapai kesempurnaan. Terdapat ada dua
bunga dalam lambang ajaran ini yaitu bunga mawar dan bunga kamboja.
Mawar digambarkan kemewahan dunia yang dimana seseorang harus
mencapai kejayaan di dunia, selain itu seseorang juga harus mencapai
kejayaan di akhirat karena bunga kamboja di gambarkan sebagai dunia
akhirat.
86
87
2. Jelaskan konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu?
Di dalam ajaran Sang Guru Sejati bahwa sebelum buana ini tercipta, Tuhan
sudah bertakhta dan mempunyai karsa menurunkan Roh Suci ialah sinar
cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti, sebab sebelum ada wadah dan
tempatnya, maka kemudian Tuhan menciptakan buana. Setelah itu Tuhan
menciptakan empat anasir yakni buana alam semesta, begitu seterusnya
seperti penciptaan manusia yang yang disebut dunia kecil, juga dengan hewan
tumbuhan dan para lelembut yang diciptakan dengan berbeda-beda. Semua itu
atas dasar kekuasaan Tuhan.
3. Bagaimana respon informan mengetahui bahwa Sains terus berkembang
khususnya dalam proses penciptaan alam?
Ajaran ke Allahan atau ketuhan, kita mempunyai keyakinan ataupun sabda
yang menjadi pedoman yang tidak bisa diganggu gugat. Sedangkan sains atau
kemajuan sosial kita juga tidah boleh menapikan sesama manusia mempunyai
hak untuk berkembang dan belajar dan kemudian menemukan teori-teori baru.
Apa yang dilakukan manusia sah-sah saja dan mudah-mudahan mendekati
kebenaran walaupun karya pikiran manusia sampai sejauh manapun pasti
terbatas, sehingga kemungkinan mendapatkan hal yang sama dengan apa yang
diceritakan dalam Sasangka Jati tidak akan bisa karena itu diluar nalar
manusia.
88
Hasil Wawancara
A. Latar Belakang Responden
Nama : Mahendra
Agama : Penganut Ajaran Pangestu
Profesi : Penagcara dan Pengurus Pangestu
B. Berita Wawancara
1. Jelaskan sejarah dan pendirian Pangestu?
Pakde Narto adalah siswa yang terpilih menjadi warana (perantara) turunnya
sabda Ilahi dengan perantaraan utusan-Nya yang abadi, yakni Suksma Sejati.
Sabda Ilahi yang diterima pakde Narto tidak turun begitu saja, melainkan
diperoleh setelah R. Soenarto berupaya keras melalui masa pencarian disertai
berbagai perjalanan spiritual yang di alaminya sejak umur 7 tahun. Beliau
sampai dititipkan orang tuanya untuk menuntut ilmu, beliau sampai berguru
kemana saja sampai akhirnya dia mengalami mimpi yang itu sangat-sangat
jelas bahwa dia harus menyebar luaskan ajaran yang dia dapat. Dan setelah
diia mengalami mimpi ataupun mendapat ajaran dari Sang Guru Sejati dia pun
langsung menyuruh teman nya untuk langsung menulis ataupun membukukan
ajaran-ajaran tersebut.
89
90
2. Jelaskan konsep penciptaan alam semesta menurut Pangestu?
Penciptaan alam semesta itu sangatlah di luar nalar manusia, itulah bukti
bahwa Tuhan bertahta di atas segalanya, awal mula Tuhan menciptakan
suasana lalu api kemudia air dan sampai terciptanya tanah, itu semua
mengalami proses yang sangat panjang yang diluar nalar ataupun pemahaman
manusia begitu juga yang lain, manusia, hewan, tumbuhan dan bangsa
lelembut ataupun para dewata. Manusia adalah makhluk yang sempurna
namun kembali lagi manusia nya mau atau tidak untuk berbuat sesuai dengan
apa yang telah di ajarkan (Hasta Sila) karena semua manusia mempunya Roh
Suci yang akan kembali kepada Tuhan pada waktu
nya nanti.
3. Bagaimana respon informan mengetahui bahwa Sains terus berkembang
khususnya dalam proses penciptaan alam?
Perbedaan pandangan itu wajar apalagi seseorang yang sudah mempunyai
pengetahuan yang tinggi seperti para ilmuan tentunya mereka ingin
memberikan karya ataupun buah dari yang mereka tanam selama belajar,
namun di dalam Pangestu sendiri tidak akan ada yang berubah sampai
kapanpun, karena ini adalah ajaran Tuhan, berbeda dengan sains ilmu sosial
yang pasti akan berubah sesuai kondisi pada masa itu. Sebenarnya ada
persamaan antara sains dan ajaran Sang Guru Sejati di dalam penciptaan,
sains juga ada yang namanya Ledakan (Big Bang) tidak jauh berbeda didalam
91
pangestu juga akibat goncangan saling mempengaruhinya tiga anaris suasana,
api dan air maka tercipta lah tanah. Tetapi semua itu atas dasar karsa Tuhan.
90
LAMPIRAN 4
Gambar 1.
Soenarto Mertowedejo (Pendiri pangestu)
Gambar 2.
Tumenggung Hardjoprakoso, Soenarto Moertowedejo, Trihardono Soemoadiharjo
91
Gambar 3.
Lambang Pangestu
Gambar 4.
Pemberian Ceramah Pangestu mengenai “Jalan Rahayu” oleh ibu Titis (Penganut dan
Pengurus Pangestu) kepada peneliti
92
Gambar 5.
Pemberian Ceramah Pangestu mengenai “Sangkan Paran” oleh ibu Titis (Penganut
dan Pengurus Pangestu) kepada peneliti
Gambar 6.
Pemberian Ceramah Pangestu mengenai “Gumelaring Dumadi” oleh ibu Titis
(Penganut dan Pengurus Pangestu) kepada peneliti
93
Gambar 7.
Pemberian Ceramah Pangestu mengenai “Hasta Sila dan Paliwara” oleh ibu Titis
(Penganut dan Pengurus Pangestu) kepada peneliti
Gambar 8.
Peneliti dan ibu Ririen (Penganut Pangestu) selaku Responden Wawancara di Kantor
Pusat Pangestu
94
Gambar 9.
Peneliti dan Bapak Mahendra (Penganut Pangestu) selaku Responden Wawancara di
Kantor Pusat Pangestu
Gambar 10.
Peneliti dan Bapak Eko Priyo Utomo (Penganut Pangestu) selaku Responden
Wawancara di Kantor Pusat Pangestu