PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT TERHADAP PENURUNAN
DEPRESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
Ny.Y DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SEMBODRO
RSJD SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
MERYTA NOVIA RISTI
NIM P.11038
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANSEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT TERHADAP PENURUNAN
DEPRESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
Ny.Y DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SEMBODRO
RSJD SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
MERYTA NOVIA RISTI
NIM P.11038
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANSEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Surat yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Meryta Novia Risti
NIM : P11038
Program Studi : D III KEPERAWATAN
Judul :PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT
TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA Ny.Y DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG SEMBODRO RSJD
SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang ralin yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut ssesui
dengan ketetuan akademi yang berlaku.
Surakarta, 08 Mei 2014
Yang Membuat Pernyatan
Meryta Novia Risti
NIM.P11038
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Meryta Novia Risti
NIM : P11 038
Program Studi : D III KEPERAWATAN
Judul : PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT
TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA Ny.Y DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG SEMBODRO RSJD
SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal :Kamis, 8 Mei 2014
Pembimbing : Joko kismanto, S.Kep.,Ns ( ……………………. )
NIK.200670020
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Meryta Novia Risti
NIM : P11 038
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT
TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA Ny.Y DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG SEMBODRO RSJD
SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari / Tanggal : Rabu, 14 Mei 2014
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Joko Kismanto, S.Kep., Ns. (…………………….)
NIK. 200670020
Penguji I : Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep (…………………….)
NIK. 200680021
Penguji II : S.Dwi Sulistyowati, S.Kep. Ns., M.Kep (…………………….)
NIK. 200984041
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dam karuia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TERAPI MUSIK DANGDUT
TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA Ny.Y DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SEMBODRO
RSJD SURAKARTA.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhomat:
1. Atiek Murhayati, S,Kep.,Ns.,M.Kep,selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat serta member masukan,inspirasi perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya tugas
akhir dan memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Joko kismanto, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Atiek Murhayati, S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
vi
5. S.Dwi Sulistyowati, S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 14 Mei 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan studi kasus ......................................................................... 6
C. Manfaat penulisan ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar perilaku kekerasan .................................................. 8
B. Konsep asuhan keperawatan ......................................................... 17
C. Depresi………………………………………………………….. 40
D. Terapi musik ................................................................................. 51
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ..................................................................................... 54
B. Diagnosa keperawatan................................................................... 60
C. Pohon masalah............................................................................... 61
D. Pengkajian depresi......................................................................... 61
E. Intervensi ...................................................................................... 70
F. Implementasi …………………………………………………… 73
G. Evaluasi ………………………………………………………… 75
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan ................................................................................... 77
viii
1. Pengkajian …………………………………………………. 77
2. Diagnosa keperawatan............................................................. 79
3. Intervensi ................................................................................. 81
4. Implementasi keperawatan ...................................................... 86
5. Evaluasi ................................................................................... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................... 93
1. Kesimpulan ............................................................................. 93
2. Saran …………………………………………...................... 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1Rentang respon ............................................................................. 10
Gambar 2.2 Pohon masalah ............................................................................ 24
Gambar 3.1 Genogram .................................................................................... 44
Gambar 3.2 Pohon masalah............................................................................. 49
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Data yang perlu dikaji ...................................................................... 25
Tabel 2.2 Skala depresi……………………………………………………… 42
Tabel 3.1 Skala depresi……………………………………………………… 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Stuart & Laraia dalam Hidayati (2012) kesehatan adalah keadaan
sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan. Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya
dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis maupun sosial. Fisiknya sehat,
maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu atau sakit,
maka fisik dan sosialnya pun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara
menyeluruh sehingga kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang
tidak dapat dipisahkan.
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Head Organitation) adalah
berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Kesehatan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Direja,
2011). Seseorang yang tidak memiliki karakter positif akan mengalami
gangguan jiwa.
Keabnormalan dibagi menjadi dua meliputi gangguan jiwa (neurosa) dan
Sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang
terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung,
2
gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa, rasa lemah, dan tidak
mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya. Seseorang yang
terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, serta
kepribadiannya tidak jauh dari realita dan alam kenyataan pada umumnya.
Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak memahami kesukaran-
kesukarannya, dari segi tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya
yang sanggat terganggu dan hidupnyayang jauh dari alam kenyataan
(Damaiyanti, 2010).
Perilaku kekerasan adalah salah satu masalah dari gangguan jiwa yang
menjadi penyebab penderita dibawa ke rumah sakit, tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan merupakan
suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia. Skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosial. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan
gangguan utama pada proses pikir serta keretakan maupun perpecahan antara
proses pikir, afek/emosi, dan psikomotor, terutama karena perilaku kekerasan,
waham dan halusinasi (Direja, 2011).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai marah dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Hartono, 2010). Marah merupakan perasaan jengkel yang ditimbulkan sebagai
3
respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak dipenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun secara psikologis. Tanda dan gejala dari
perilaku kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan
tajam, megatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar
mandir, bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara
verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang
atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan (Damaiyanti, 2010).
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa
berat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan
(18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuantil indeks kepemilikan
terbawah(19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk
Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional
tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta,
dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdas, 2013).
Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius.
Musik dapat digunakan sebagai anti depresi alami. Mendengarkan musik saat
senggang atau ketika libur kerja bisa membantu membuat pikiran dan tubuh
lebih rileks serta mengembalikan energi menjadi lebih bertenaga (Adronafis,
4
2008). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi musik dangdut
mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat depresi. Menurut Kirk Weg (2008)
dalam Erika (2010) terapi musik memiliki kekuatan yang luar biasa untuk
mempengaruhi orang, emosi dan perilaku.
Organisasi kesehatan dunia (WHO, 1974) menyebutkan angka 17% pasien
dengan depresi dan diperkirakan prevalensi depresi pada populasi masyarakat
dunia adalah 3%. Sementara Sartorius (1974) memperkirakan 100 juta penduduk
di dunia mengalami depresi. Angka ini semakin bertambah untuk masa
mendatang yang disebabkan karena beberapa hal antara lain usia harapan hidup
semakin bertambah, stresor psikososial semakin berat, berbagai penyakit kronik
semakin bertambah, kehidupan beragama semakin ditinggalkan (Dadang, 2008).
Di Indonesia dalam penelitian banyak penderita depresi, dari waktu ke
waktu kasus gangguan kejiwaan yang tergolong kecemasan dan depresi semakin
bertambah. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah kunjungan pasien yang
berobat di pusat pelayanan kesehatan jiwa dan juga ke dokter (psikiater). Saat ini
lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa. Di Indonesia,
prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi
sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi
orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini
mengalami gangguan mental emosional (Riskesdas, 2007) dalam Kompas
(2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan terapi musik
dangdut yang paling banyak adalah pasien depresi. Menurut Maslim
5
(2001)dalam jurnal Erika (2010), gejala berat depresi antara lain yaitu afek
depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurang energi, konsentrasi
berkurang, harga diri berkurang, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.
Sesudah diberikan terapi musik dangdut sesuai dengan penelitian Austin (2010)
dalam jurnal Erika (2010), bahwa gerak badan yang aktif memiliki pengaruh
yang baik untuk mengatasi depresi.
Berdasarkan laporan, pasien dirawat di ruang Sembodro RSJD
Surakartapada tanggal 7 April 2014 di dapatkan dari 11 pasien yang mengalami
gangguan jiwa, 5 pasien mengalami perilaku kekerasan, 1 pasien mengalami
isolasi sosial, 5 pasien mengalami gangguan halusinasi. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah karena masalah-masalah kejiwaan
bisa muncul lebih serius dimulai dari resiko perilaku kekerasan dan dampakyang
komplek seperti mencederai diri, orang lain dan lingkungan, resiko bunuh diri
dan untuk mengaplikasikan hasil metode penurunan depresi secara
nonfarmakologis kepada pasien perilaku kekerasan. Penulis mengambil judul
“Pemberian Terapi Musik Dangdut Terhadap Penurunan Depresi Pada Asuhan
Keperawatan Jiwa Ny.Y Dengan Gangguan Perilaku Kekerasan di Ruang
Sembodro Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.
6
B. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Melaporkan pemberian terapi musik dangdut terhadap penurunan depresi
pada asuhan keperawatan jiwa Ny.Y dengan perilaku kekerasan di Bangsal
Sembodro RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan jiwa Ny.Y
denganperilaku kekerasan.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan asuhan
keperawatan jiwa Ny.Y dengan perilaku kekerasan.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan jiwa Ny.Y
dengan perilaku kekerasan.
d. Penulis mampu implementasi asuhan keperawatan jiwa Ny.Y dengan
perilaku kekerasan.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan jiwa
Ny.Ydengan perilaku kekerasan.
f. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi pemberian terapi musik
dangdut terhadappenurunan depresi pada Ny.Y dengan perilaku
kekerasan.
7
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan jiwa
pada pasien dengan perilaku kekerasan.
b. Meningkatkan ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa
pada pasien dengan perilaku kekerasan.
2. Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa pada klien
secara tepat dan optimal khususnya pada kasus dengan perilaku kekerasan.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah
Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa secara
tepat dan optimal khususnya pada kasus dengan Perilaku Kekerasan.
4. Bagi Pendidikan
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan sumber bacaan
atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan
khususnya pada klien dengan perilaku kekerasan dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan
1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan sundeen (1995)
dalam Fitria (2010)).Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan secara verbal dan fisik (ketner et al(1995) dalam Herman (2011)).
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai perilaku kekerasan penulis
menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, dimana perilaku
kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal maupun fisik, disertai dengan
tingkah laku yang tidak terkontrol.
9
2. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan (Herman, 2011):
a. Fisik
Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
10
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
3. Rentang Respon
Gambar 2. 1 Rentang respon marah
Sumber: Keliat (1999) dalam Fitria (2010)
Keterangan:
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
menemukan alternatif.
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
Asertif Frustasi Pasif Agresif kekerasan
Respon Adaptif Respon Maladaptif
11
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta kehilangan kontrol.
4. Faktor Presdiposisi
Faktor presdiposisi perilaku kekerasan yaitu (Dalami, dkk , 2009):
a. Biologis
Dalam sistem otak limbik berfungsi sebagai regulator/ pengatur
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi
atau meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada sistem
neurofisiologis dapat menimbulkan respon-respon emosional dan
ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilaku
agresif misalnya pada peningkatan kadar hormone testosteron atau
progesterone. Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur
jumlah metabolisme biogenik amino-neropinetrin.
b. Psikologis
Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai
respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa
pertengkaran atau permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan
karena ketidakmampuan menyelesaikan agresif yang menyebabkan
individu berperilaku destruktif. Sedangkan menurut freud menyatakan
bahwa sejak dilahirkan individu akan mengalami ancaman yang perlu
diekspresikan. Perilaku destruktif terjadi apabila ancaman tersebut
menguasai individu. Menurut freud, agresi berasal dari rasa frustasi
12
akibat ketidakmampuan individu mencapai tujuan. Bila individu tidak
mampu mengekspresikan perasaannya individu akan marah pada
dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan
kecemasan sehingga individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik
juga merupakan ancaman bagi individu yang dapat mencetuskan
perilaku agresif. Persepsi yang salah tehadap konflik yang terjadi dapat
membuat individu menjadi agresi. Teori ekstensi yang dikemukkan oleh
Fromm menyatakan bahwa tingkah laku individu didasarakan pada
kebutuhan hidup. Bila cara konstruktif individu akan berperilaku
agresif. Perilaku destrukstif juga dapat disebabkan oleh kegagalan
mendapatkan eksistensi akibat kondisi sosial yang tidak sejalan dengan
niat dan alasan individu.
c. Sosiokultural
Norma-norma kultural dapat digunakan untuk membantu memahami
ekspresi agresif individu. Teori lingkungan sosial mengemukkan bahwa
norma yang memperkuat perilakunnya disebabkan ekspresi marah yang
pernah dialami sebelumnya. Menurut Madden, orang-orang yang
pernah memiliki riwayat ditipu cenderung mudah marah; yang disebut
“Acting Out” terhadap marah. Bila privacy/ pribadi terganggu oleh
kondisi sosial maka responnya berupa agresif/ amuk. Teori belajar
sosial menurut Robert; yang disempurnakan oleh Miller dan Dollar,
mengemukkan bahwa tingkah laku agresif dipelajari sebagai bagian dari
proses sosial. Agresif dipelajari dengan cara imitasi terhadap
13
pengalaman langsung. Pola subkultural cenderung menyebabkan imitasi
tingkah laku agresi yang mengarah pada amuk. Ahli teori sosial
berpendapat bahwa komponen biologi tingkah laku agresif
berhubungan denagn aspek-aspek psikososial.
5. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan meliputi (Dalami, dkk, 2009):
a. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik.
b. Ancaman terhadap konsep diri: frustasi, harga diri rendah.
c. Ancaman internal: kegagalan, kehilangan perhatian.
d. Ancaman eksternal: seranagn fisik, kehilangan orang/ benda berarti.
6. Proses Terjadinya Masalah
a. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Penyebab
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam jurnal Hidayati (2010)
penyebab resiko perilaku kekerasan adalah:
1) Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan
tanpa adanya rangsangan/ stimulus yang nyata sehingga
klienmempersiapkan dan merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
14
Tanda dan gejala halusinasi adalah (Townsend, 2006):
a) Berbicara sendiri
b) Tertawa sendiri
c) Disorientasi
d) Pikiran cepat berubah-ubah
e) Bersikap seperti mendengar sesuatu
f) Konsentrasi rendah
g) Berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
h) Kekacauan alur pikir
i) Respon tidak sesuai
Sedangkan tanda dan gejala halusinasi antara lain (Depkes, 2006):
a) Berbicara atau tertawa sendiri
b) Menarik diri
c) Klien tidak dapat membedakan realita dan kenyataan
d) Sulit tidur
e) Gelisah
f) Duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu
2) Mekanisme koping tidak efektif
Mekanisme koping tidak efektif adalah cara yang digunakan
individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun
perilaku yang menghambat fungsi integrasi, memecah
15
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/ tidak makan,
bekerja berlebihan, dan menghindar. Mekanisme koping tidak
efektif diantaranya adalah:
a) Mengalihkan
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda
lain yang biasanya netral atau lebih sedikit pengancam dirinya.
b) Mengingkari
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini
adalah paling sederhana dan primitif.
c) Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
d) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan
motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
e) Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk membenarkan impuls, perasaan,
perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.
16
f) Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
g) Splitting
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai
semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk
memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
h) Represi
Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls
atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari
kesadaran seseorang; merupakan pertahanan ego yang primer
yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.
i) Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;
pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada
represi yang berikutnya.
j) Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
17
f. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Akibat
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam jurnal Hidayati (2010)
klien dengan resiko perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala:
1) Menyerang orang lain.
2) Memecahkan perabot.
3) Melempar barang.
4) Membakar rumah.
5) Memperlihatkan permusuhan.
6) Mendekati orang lain dengan ancaman.
7) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai.
8) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan.
9) Mempunyai rencana untuk melukai.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laria (2001) dalam Keliat, B. A (2006), pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
18
sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor presdiposisi, presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien.
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Pengkajian keperawatan pada klien
perilaku kekerasan meliputi :
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, status merital, suku/bangsa, nomor medrec,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Alasan masuk dan faktor presipitasi
Faktor pencetus Resiko perilaku kekerasan meliputi ancaman
terhadap fisik, ancaman terhadap konsep diri, ancaman internal,
ancaman eksternal.
c. Faktor Predisposisi
Faktor pendukung terjadinya Resiko Perilaku kekerasan adalah
biologis yaitu dalam sistem otak limbik berfungsi sebagai regulator/
pengatur perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat
mengurangi atau meningkatkan perilaku agresif. Psikologis
19
menjelaskan bahwa agresif adalah pembawaan individu sejak lahir
sebagai respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut
berupa pertengkaran atau permusuhan dan sosiokultural dimana
norma-norma kultural dapat digunakan untuk membantu memahami
ekspresi agresif individu.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan skizofrenia dilakukan
dengan pendekatan persistem meliputi:
1) Sistem integumen; terdapat gangguan kebersihan kulit, klien
tampak kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya
minat terhadap perawatan diri dari perilaku menarik diri.
2) Sistem saraf; kemungkinan terdapat gejala ekstra piramidal seperti
tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat anti
psikotik.
3) Sistem penginderaan; ditemukan tidak adanya halusinasi dengar,
penglihatan, penciuman, raba, pengecapan. Karena klien
mengalami gangguan afeksi dan kognisi sehingga tidak mampu
untuk membedakan stimulus internal dan eksternal akibat
kecemasan yang meningkat.
4) Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi tekanan darah , denyut nadi,
dan suhu klien.
20
e. Aspek psikologis, sosial dan spiritual
1) Aspek Psikologis
Genogram; berisi tentang struktur keluarga dengan minimal tiga
generasi.
Konsep diri :
a) Gambaran diri; meliputi bagian tubuh yang disukai klien dan
bagian tubuh yang tidak disukai oleh klien. Apakah klien ada
hambatan dengan bagian tubuh yang tidak disukainya.
b) Identitas diri; meliputi status dan posisi klien di keluarga dan
kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.
c) Peran diri; meliputi peran yang diemban oleh klien di keluarga
dan lingkungannya.
d) Ideal diri; persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai standar pribadi.
e) Harga diri; penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
2) Aspek sosial
Klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya bersifat
curiga dan bermusuhan, menarik diri, menghindar dari orang lain,
mudah tersinggung sehingga klien mengalami kesukaran untuk
berinteraksi dengan orang lain.
21
3) Aspek spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan dan keyakinan klien
terhadap gangguan jiwa, pandangan masyarakat tentang gangguan
jiwa, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah individu dan keluarga
di rumah dan pendapat klien tentang kegiatan ibadah.
4) Status mental
a) Penampilan
Biasanya pakaian klien kusut atau eksentrik dengan sikap
tubuh lemah dan kontak mata kurang.
b) Pembicaraan
Klien biasanya berbicara dengan cepat dan keras. Reaksi klien
selama wawancara apatis dan mudah tersinggung
c) Aktivitas motorik
Klien biasanya terlihat lesu, sering tiduran di tempat tidur,
tegang, gelisah dan biasanya terdapat tremor.
d) Alam perasaan
Apakah klien terlihat sedih, gembira berlebihan, putus asa,
ketakutan, khawatir.
e) Afek
(1) Apakah afek klien datar, tumpul labil atau tidak sesuai.
Interaksi selama wawancara
(2) Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata
kurang.
22
f) Interaksi selama wawancara
Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata kurang.
g) Persepsi
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran,
penglihatan, pengecap, penghidu cenestetik, maupun
kinestetik.
h) Isi pikir
Kadang-kadang ada ide yang tidak realistik seperti waham,
fantasi, obsesi, dan phobia.
i) Proses pikir
Apakah pembicaraan klien mengalami sirkumtantial,
tangensial, kehilangan asosiasi, flight of idea dan blocking.
j) Tingkat kesadaran
Apakah klien mampu mengingat kejadian saat ini, kejadian
yang baru saja terjadi dan kejadian masa lalu.
k) Memori
Apakah klien mengalami gangguan memori jangka panjang
dan jangka pendek atau tidak.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Menilai tingkat konsentrasi klien apak mudah beralih, atau
tidak mampu berkonsentrasi dan kemampuan berhitung klien.
m) Kemampuan penilaian
23
Klien mengalami kesulitan atau tidak dalam menyelesaikan
masalah, klien masih mampu untuk mengambil keputusan
dengan tepat atau tidak.
n) Daya tilik diri
Biasanya klien tidak mengetahui alasan masuk klien ke rumah
sakit dan tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan
jiwa.
f. Kebutuhan Persiapan Pulang
Meliputi dengan siapa klien tinggal sepulang di rumah sakit, rencana
klien berkaitan dengan minum obat dan kontrol, pekerjaan yang
dilakukan, aktivitas untuk mengisi waktu luang serta sumber biaya,
adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan tempat
rujukan perawatan atau pengobatan.
g. Mekanisme koping
Pada pasien dengan perilaku kekerasan perlu dikaji mekanisme koping
yang digunakan klien sebelum pasien masuk rumah sakit maupun
mekanisme koping pasien selama menghadapi masalah di rumah sakit
jiwa.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji seperti apa masalah psikososial dan masalah pasien di
lingkungannya, apakah pasien sering bermasalah dengan orang di
sekitarnya.
24
i. Pengetahuan klien
Pengetahuan klien perlu dikaji untuk mengetahui seberapa jauh pasien
mengenal penyakitnya. Hal ini juga digunakan untuk merencanakan
kegiatan atau tindakan selanjutnya.
j. Aspek Medik
Pada klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya mendapatkan
obat-obat anti psikosis seperti: Haloperidol, Clorpromazine, dan anti
kolinergik seperti Triheksifenidil serta Electro Convulsive Therapy
(ECT).
k. Daftar Masalah Keperawatan
Berisi tentang masalah-masalah keperawatan yang didapat dari
pengumpulan data.
l. Pohon Masalah
Umumnya masalah keperawatan saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2006). Pada pohon
masalah terdapat tiga komponen penting yaitu:
1) Prioritas masalah keperawatan (masalah utama) merupakan
masalah utama klien dari berbagai masalah.
2) Penyebab (causal) adalah salah satu masalah keperawatan yang
menyebabkan munculnya masalah utama.
3) Akibat adalah masalah keperawatan yang terjadi akibat masalah
utama.
25
2. Pohon Masalah
Gambar 2. 2 Pohon masalah Resiko Perilaku kekerasan
Sumber: Fitria, (2010)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon aktual atau
potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan (Keliat, 2006) :
1. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
2. Risiko perilaku menciderai diri berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan
diri mandi dan berhias.
Perilaku menciderai diri
diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan persepsi
sensori:
Halusinasi
Gangguan pemeliharaan
kesehatan
Defisit perawatan
diri: mandi dan
berhias
Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program
terapeutik
Ketidakefektifan
koping keluarga:
ketidakmampuan
keluarga merawat
klien di rumah
Akibat
Masalah Utama
Penyebab
26
4. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.
4. Data Yang Perlu Dikaji
Tabel 2.1
data yang perlu dikaji (Herman, 2011)
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Perilaku Kekerasan
Subjektif:
1. Klien mengancam
2. Klien mengumpat dengan kata-kata yang kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin berkelahi
5. Klien menyalahkan dan menuntut.
6. Klien meremehkan
Obyektif
1. Mata melotot/ pandangan tajam.
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.
Halusinasi Subyektif
27
1. Klien mendengar suara-suara yang tidak ada
wujudnya.
2. Klien mengatakan melihat gambaran.
3. Klien mengungkapkan mencium bau.
4. Klien mengungkapkan merasa makan sesuatu.
5. Klien mengungkapkan merasa ada sesuatu pada
kulitnya tanpa ada stimulus.
6. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang
dilihat dan didengar.
7. Klien ingin memukul/ melempar barang-
barang.
Obyektif
1. Bicara.
2. Senyum, dan ketawa sendiri.
3. Menarik diri.
4. Menghindar dari orang lain.
5. Tidak dapat mewujudkan perhatian dan
konsentrasi.
6. Curiga.
7. Permusuhan.
8. Memaksa/merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
9. Ekspresi muka tegang.
28
10. Mudah tersinggung.
11. Kekacauan alur pikir.
Resiko menciderai diri
sendiri, orang lain, dan
lingkungan.
Subyektif
1. Klien mengungkapkan cemas dan khawatir.
2. Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan
didengar mengancam dan membuatnya takut.
Obyektif
1. Wajah klien tampak tegang.
2. Mata merah dan melotot.
3. Rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Mondar mandir.
6. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul :
1. Perilaku kekerasan.
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Gangguan pemeliharaan kesehatan
5. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
6. Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien
di rumah.
7. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
29
7. Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan keperawatan untuk pasien resiko perilaku kekerasan adalah
sebagai kesadaran diri perawat dan klien sangat penting karena akan
mempengaruhi intervensi dan interaksi antara klien dan perawat (Dalami, dkk,
2009). Bila secara emosi belum siap sebaiknya intervensi ditunda, merumuskan
batasan marah bersama klien untuk mengenalkan pada klien arti dan makna
marah sehingga klien dapat mengukur dirinya, pengendalian terhadap kekerasan
dengan melibatkan lingkungan sekitar dan psikofarmaka, latihan asertif dengan
cara menurunkan energi dan emosi kemarahan dengan cara yang biasa dilakukan
klien setelah itu dilakukan komunikasi secara asertif untuk menyelesaikan
permasalahan.
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan (Keliat, B.A, 2006). Tujuan
umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis tertentu.
Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis
tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai
atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan
kebutuhan klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi
menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan, kemampuan psikomotor
yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi, dan kemampuan afektif yang perlu
30
dimiliki klien agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah (
Stuart dan laria (2001), dalam buku Keliat, B.A, 2006).
1. Fokus Intervensi Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan umumnya adalah klien tidak melakukan tindakan kekerasan.
Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan saling
percaya. Kriteria evaluasi adalah wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan,
ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan. Intervensi
keperawatannya adalah Bina hubungan saling percaya dengan: beri salam
setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan
sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan
perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang
jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus kedua yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan yang dilakukannya. Kriteria evaluasinya yaitu klien
menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun
lingkungannya. Intervensi keperawatannya adalah bantu klien
mengungkapkan perasaan marahnya dengan motivasi klien untuk
menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan tanpa
menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan. Kriteria hasilnya adalah klien menceritakan tanda-tanda
saat terjadi perilaku kekerasan yaitu tanda fisik: mata merah, tangan
31
mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain, tanda emosional : perasaan marah,
jengkel, bicara kasar, tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi
perilaku kekerasan. Intervensi keperawatannya yaitu bantu klien
mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya: motivasi
klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan
terjadi, motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan
kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi
perilaku kekerasan.
Tujuan khusus keempat yaitu klien dapat mengidentifikasi jenis
perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi
klien menjelaskan: jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah
dilakukannya, perasaannya saat melakukan kekerasan, efektivitas cara yang
dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi keperawatannya yaitu
diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah
tindak kekerasan tersebut terjadi, diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi.
Tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinya adalah klien menjelaskan akibat
tindak kekerasan yang dilakukannya: diri sendiri : luka, dijauhi teman, dll,
orang lain/keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dll, lingkungan : barang
32
atau benda rusak dll. Untuk intervensi keperawatan meliputi diskusikan
dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada: diri
sendiri, orang lain/keluarga, lingkungan.
Tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria evaluasi
klien mampu menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah.
Intervensi keperawatan meliputi diskusikan dengan klien: apakah klien mau
mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah
dengan cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga, verbal:
mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain, sosial:
latihan asertif dengan orang lain, spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi,
dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masing.
Tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinnya adalah klien
memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik: tarik nafas dalam,
memukul bantal/kasur, verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada
orang lain tanpa menyakiti, spiritual: zikir/doa, meditasi sesuai agamanya.
Intervensi keperawatan meliputi, diskusikan cara yang mungkin dipilih dan
anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan
kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih: peragakan cara
melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan
33
klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan, beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih belum sempurna. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel.
Tujuan khusus kedelapan yaitu klien mendapat dukungan keluarga
untuk mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinya adalah keluarga
dapat menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan,
mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi keperawatannya
meliputi diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung
klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, diskusikan potensi keluarga
untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan, jelaskan pengertian,
penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga, peragakan cara merawat klien (menangani
perilaku kekerasan), beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang,
beri pujian kepada keluarga setelah peragaan, tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang dilatihkan.
Tujuan khusus kesembilan yaitu klien menjelaskan: manfaat minum
obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat , dosis
yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang
dirasakan dan klien menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan. Intervensi keperawatannya adalah jelaskan manfaat
menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat,
jelaskan kepada klien: jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang
tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan
34
dirasakan klien. Dan anjurkan klien untuk minta dan menggunakan obat
tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa,
beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
2. Fokus intervensi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan umumnya adalah klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya.
Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan saling
percaya. Kriteria hasil: klien menunjukkan tanda – tanda percaya kepada
perawat: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan
masalah yang dihadapi.
Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan
perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya,
beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien, tanyakan
perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien. Rasional: hubungan saling percaya
mempermudah interaksi berikutnya.
35
Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria hasil: klien menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi
yang menimbulkan halusinasi. Klien menyatakan perasaan dan responnya
saat mengalami halusinasi: marah, takut, sedih, senang, cemas, jengkel.
Intervensinya adalah adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar
/lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang sedang
halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/
lihat/ penghidu /raba/ kecap ), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang
sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi), katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu
klien. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-
kadang ), situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya, rasional: dengan mengenal halusinasi akan
memudahkan pemberian intervensi kepada klien.
36
Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria hasil: klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya, klien menyebutkan cara baru mengontrol
halusinasi, klien dapat memilih danmemperagakan cara mengatasi
halusinasi(dengar/lihat/penghidu/raba/kecap),klien melaksanakan cara yang
telahdipilih untuk mengendalikan halusinasinya, klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok.
Intervensinya adalah identifikasi bersama klien cara atau tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri).
Diskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara
tersebut. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
halusinasi: katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (“saya tidak mau
dengar/ lihat/ penghidu/ raba/kecap pada saat halusinasi terjadi), menemui
orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang
halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari
yang telah di susun, meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang
berhalusinasi. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan
dilatih. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi, rasional: kontrol halusinasi dapat mengurangi ansietas
pada halusinasi.
37
Tujuan khusus keempat adalah Klien dapat dukungan dari keluarga
dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria hasil: keluarga menyatakan setuju
untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan
pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensinya adalah buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan
(waktu, tempat dan topik ). Diskusikan dengan keluarga (pada saat
pertemuankeluarga/kunjungan rumah): pengertian halusinasi, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat- obatan halusinasi, cara
merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat–obatan
dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi). Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi
tidak tidak dapat diatasi di rumah. Rasional: dukungan keluarga dapat
menjadi motivasi kesembuhan klien.
Tujuan khusus kelima adalah klien dapat memanfaatkan obat dengan
baik. Kriteria hasil: klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak
minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien
mendemontrasikan penggunaan obat dgn benar, klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Intervensinya adalah diskusikan dengan klien tentang manfaat dan
kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek
38
samping penggunan obat. Pantau klien saat penggunaan obat. Beri pujian
jika klien menggunakan obat dengan benar. Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidakdiinginkan.
Rasional: penggunaan obat secara teratur mempercepat kesembuhan klien.
8. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan (Herman, 2011). Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh
berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang
biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana yang tidak ditulis, yaitu
apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat
membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, da juga tidak
memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi secara singakt, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
diutuhkan oleh klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan tekhnikal yang
diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah
tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan
keperawatan, perawat membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang
39
isinya menjelaskan apa yang akan dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan
dari klien. Semua tindakan yang telah dilaksanakan didokumentasikanbeserta
respons klien.
9. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua,
yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respons klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan
(Keliat, 2006). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
SOAP sebagai pola pikir.
S : Respos subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan. Dapat
diukur dengan mengobservasi perilaku klien saat tindakan dilakukan, tau
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
sesuai dengan hasil observasi.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau ada masalah baru dan ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
40
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien (PR), dan tindak lanjut oleh perawat.
C. Depresi
Depresi adalah adalah reaksi kejiwaan terhadap masalah atau tekanan
yang dialami oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, depresi dapat
mengakibatkan gangguan kejiwaan seseorang (Bambang, 2009).
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini.
Hal ini penting karena orang yang depresi produktivitas akan menurun.
Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini
menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika Serikat.
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan
(affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
tidak ada gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya
(Dadang, 2008).
Tanda dan gejala depresi antara lain afek disforik (perasaan murung,
sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya),
perasaan bersalah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, konsentrasi
daya ingat menurun, gangguan tidur, agitasi atau retardasi psikomotor
(gaduh, gelisah atau lemah tidak berdaya), hilang rasa senang, produktifitas
menurun, gangguan seksual, pikiran-pikiran tentang bunuh diri (Dadang,
2008).
41
Depresi pasca kuasa adalah orang yang mempunyai kekuasaan,
wewenang, dan kekuatan. Orang yang kehilangan kekuasaan atau sesuatu
yang dimiliki dan dicintai (loss of love object). Dampak dari loss of love
object ini adalah terganggunya keseimbangan mental emosional dengan
munculnya berbagai keluhan fisik. Keluhan tersebut disertai dengan
perubahan sikap dan perilaku, misal suka mengkritik dan merasa benar,
prasangka buruk dan curiga, merasa diperlakukan tidak adil, suka mencela
dan bersikap skeptis atau sinis, perasaan tertekan dan tidak puas, kecewa,
suka berbicara sendiri, mengeluarkan kekesalan dan kecewa hati yang bisa
diucapkan secara berulang-ulang. Kedudukan atau jabatan yang hilang maka
terjadi perubahan posisi seseorang dan guna menghindari rasa kecewa dan
tidak senang dengan menggunakan mekanisme defensif (Dadang, 2008).
Untuk mengetahui sejauh mana derajat depresi seseorang apakah
ringan, sedang, berat atau berat sekali, orang mengunakan alat ukur
(instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for
Depression (HRS-D). Alat ukur ini terdiri dari 21 kelompok gejala yang
masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih
spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antara 0 – 4, yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
42
4 = gejala berat sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui
teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari 21
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat depresi seseorang, yaitu :
Total Nilai (score) kurang dari 17 = tidak ada depresi
18– 24 = depresi ringan
21 – 27 = depresi sedang
28 – 41 = depresi berat
42 – 56 = depresi berat sekali
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-D ini adalah
sebagai berikut (Dadang, 2011: 80):
Tabel 2.2
Skala HRS-D
No. Gejala depresi Nilai Angka (Score)
01. Keadaan perasaan sedih (sedih, putus
asa, tak berdaya, tak berguna)
1. Perasaan ini hanya ada bila
ditanya
2. Perasaan ini dinyatakan secara
verbal spontan
0 1 2 3 4
43
3. Perasaan yang nyata tanpa
komunikasi verbal, misalnya
ekspresi muka, bentuk, suara, dan
kecenderungan menangis
4. Pasien menyatakan perasaan yang
sesungguhnya ini dalam
komunikasi baik verbal maupun
non verbal secara spontan
02. Perasaan bersalah
1. Menyalahkan diri sendiri, merasa
sebagai penyebab penderitaan
orang lain
2. Ide-ide bersalah atau renungan
tentang kesalahan masa lalu
3. Sakit ini sebagai hukuman, waham
bersalah atau berdosa
4. Suara-suara kejaran atau tuduhan
dan halusinasi penglihatan tentang
hal-hal yang mengancamnya
0 1 2 3 4
03. Bunuh diri
1. Merasa hidup tak ada gunanya
2. Mengharapkan kematian atau
pikiran-pikiran lain ke arah itu
0 1 2 3 4
44
3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-
langkah ke arah itu
4. Percobaan bunuh diri
04. Gangguan pola tidur (initial insomnia)
1. Keluhan kadang-kadang sukar
masuk tidur, misalnya lebih dari
setengah jam baru masuk tidur
2. Keluhan tiap malam sukar masuk
tidur
0 1 2 3 4
05. Gangguan pola tidur (middle insomnia)
1. Pasien mengeluh gelisah dan
terganggu sepanjang malam
2. Terjadi sepanjang malam (bangun
dari tampat tidur kecuali buang air
kecil)
3. Daya ingat buruk
0 1 2 3 4
06. Gangguan pola tidur (late insomnia)
1. Bangun di waktu dini hari tetapi
dapat tidur lagi
2. Bangun di waktu dini hari tetapi
tidak dapat tidur lagi
0 1 2 3 4
07. Kerja dan kegiatan-kegiatannya
1. Pikiran/perasaan ketidak
0 1 2 3 4
45
mampuan, keletihan/kelemahan
yang berhubungan dengan
kegiatan kerja atau hobi
2. Hilang minat terhadap
pekerjaan/hobi atau kegiatan lain,
baik langsung atau tidak pasien
menyatakan kelesuan, keragu-
raguan dan rasa bimbang
3. Berkurangnya waktu untuk
aktivitas sehari-hari atau
produktivitas menurun. Bila
pasien tidak sanggup beraktivitas
sekurang-kurangnya 3 jam sehari
dalam kegiatan sehari-hari
4. Tidak bekerja karena sakitnya
sekarang. (di rumah sakit) bila
pasien tidak bekerja sama sekali,
kecuali tugas-tugas di bangsal atau
jika pasien gagal melaksanakan
kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa
bantuan
08. Kelambanan (lambat dalam berfikir,
berbicara, gagal berkonsentrasi, aktivitas
0 1 2 3 4
46
motorik menurun)
1. Sedikit lamban dalam wawancara
2. Jelas lamban dalam wawancara
3. Sukar diwawancarai
4. Stupor (diam sama sekali)
09. Kegelisahan (agitasi)
1. Kegelisahan ringan
2. Memainkan tangan atau jari-jari,
rambut, dan lain-lain
3. Bergerak terus tidak dapat duduk
dengan tenang
4. Meremas-remas tangan,
menggiggit kuku, menarik-narik
rambut, menggiggit bibir
0 1 2 3 4
10. Kecemasan (ansietas somatik)
1. Sakit/nyeri di otot-otot, kaku,
kedutan otot
2. Gigi gemerutuk
3. Suara tidak stabil
4. Tinitus (telinga berdenging)
5. Penglihatan kabur
6. Muka merah atau pucat, lemas
7. Perasaan ditusuk-tusuk
0 1 2 3 4
47
11. Kecemasan (ansietas psikik)
1. Keteggangan subyektif mudah
tersinggung
2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3. Sikap kekhawatiran yang
tercermin diwajah atau
pembicaraan
4. Ketakutan yang diutarakan tanpa
ditanya
0 1 2 3 4
12. Gejala somatik (pencernaan)
1. Nafsu makan berkurang tetapi
dapat makan tanpa dorongan
teman, merasa perutnya penuh
2. Sukar makan tanpa dorongan
teman, membutuhkan pencahar
untuk buang air besar atau obat-
obatan untuk saluran pencernaan
0 1 2 3 4
13. Gejala somatik (umum)
1. Anggota gerak, punggung atau
kepala terasa berat
2. Sakit punggung, kepala dan otot-
otot, hilangnya kekuatan dan
kemampuan
0 1 2 3 4
48
14. Kelamin (genital)
1. Sering buang air kecil, terutama
malam hari dikala tidur
2. Tidak haid, darah haid sedikit
sekali
3. Tidak ada gairah seksual/dingin
(frigid)
4. Ereksi hilang
5. Impotensi
0 1 2 3 4
15 Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik
yang berpindah-pindah)
1. dihayati sendiri
2. preokupasi (keterpakuan)
mengenai kesehatan sendiri
3. sering mengeluh membutuhkan
pertolongan orang lain
4. delusi hipokondriasis
0 1 2 3 4
16 Kehilangan berat badan (A atau B)
A. bila hanya dari anamnesa
(wawancara) :
1. berat badan berkurang
berhubungan dengan
penyakitnya sekarang
0 1 2 3 4
49
2. jelas penurunan berat
badan
3. tak terjelaskan lagi
penurunan berat badan
B. Di bawah pengawasan dokter
bangsal secara mingguan bila jelas
berat badan berkurang menurut
ukuran :
1. Kurang dari 0,5 kg
seminggu
2. Lebih dari 0,5 kg
seminggu
3. Tidak ternyatakan lagi
kehilangan berat badan
17 Insight (pemahaman diri)
1. Mengetahui sakit tetapi
berhubungan dengan penyebab
iklim, makanan, kerja berlebihan,
virus, perlu istirahat dan lain-lain
0 1 2 3 4
18 Variasi harian
1. Adakah perubahan atau keadaan
yang memburuk pada waktu
malam atau pagi
0 1 2 3 4
50
19 Depersonalisasi (perasaan diri berubah)
dan derealisasi (perasaan tidak
nyata/tidak realistis)
0 1 2 3 4
20 Gejala-gejala paranoid
1. Kecurigaan
2. Pikiran dirinya menjadi pusat
perhatian, atau peristiwa/kejadian
di luar tertuju pada dirinya (ideas
of reference)
3. Waham kejaran
0 1 2 3 4
21 Gejala-gejala obsesi dan kompulsi 0 1 2 3 4
Total Angka (Total Score) =
Tabel 2.2 : Skala HRS-D
Alat ukur HRS-D untuk mengukur derajat berat ringan gangguan
depresi.
51
D. Terapi Musik
Terapi dalam bahasa yunani dapat diartikan sebagai pengobatan.
Musik adalah merupakan bagian yang paling penting dari kebudayaan
masa lalu dan sekarang. Sepanjang sejarah musik telah mempengaruhi dan
membentuk respon sosial dalam konteks yang berbeda-beda. Secara
tradisional, musik dianggap berdampak terhadap respon fisik dan
emosional. Menurut Campbell (2002) dalam jurnal Triyanto
(2014)menyatakan bahwa musik mampu menjernihkan pikiran dan bunyi
musik mampu menciptakan bentuk-bentuk fisik yang mempengaruhi
kesehatan, kesadaran, dan tingkah laku kita sehari-hari. Kekuatan dari musik
yang merupakan sumber penyembuhan emosional yang sangat kuat untuk
menangkal kekuatan negatif dan meningkatkan kekuatan positif.
Jenis musik yang sudah tidak asing antara lain pop, rock, campursari,
dangdut, jazz, keroncong, dan modifikasi jenis musik lainnya. Dan dari
salah satu jenis musik yang akan penulis berikan adalah jenis musik dangdut
karena saat ini musik dangdut banyak digemari oleh masyarakat, dalam
strata usia penggemar musik dangdut lebih cenderung pada kalangan muda.
Musik Dangdut adalah pembentukan sebuah kata yang menirukan bunyi
gendang yaitu “dang”, dan “dut” dengan suatu ungkapan dan perasaan, jenis
musik ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap eksistensi
kalangan muda di berbagai daerah yang di dominasi dengan denyut irama
tarian dan joget dengan ciri khas yang amat popular. (Arifianto, 2007).
52
Ilmu yang rasional untuk memberi nilai tambah pada musik sebagai
dimensi baru secara bersama dapat mempersatukan seni ilmu pengetahuan
dan emosi. Terapi musik adalah suatu bentuk terapi dengan mempergunakan
musik secara sistematis, terkontrol dan terarah untuk pasien yang menderita
gangguan fisik, mental, atau emosional. Terapi musik juga suatu bentuk
kegiatan dalam belajar yang mempergunakan musik untuk mencapai tujuan
seperti merubah dan menjaga tingkah laku serta mengembangkan kesehatan
fisik dan mental. Dari hasil penelitian para pakar tersebut maka musik telah
digunakan sebagai salah satu aktivitas dalam penatalaksanaan pengobatan
fisik atau mental (Anik, 2011 halaman 171).
Terapi musik dapat menyentuh tingkat kesadaran fisik, psikologi,
spiritual, dan sosial. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka banyak
percobaan tentang efek musik dalam keseharian. Dengan mendengarkan
musik, pasien yang mengalami gangguan stress dapat menurun. Terapi
musik sebagai suatu ketrampilan dalam menggunakan musik dan elemen-
elemen musik oleh seseorang yang ahli dibidang musik untuk
meningkatkan, memelihara, memperbaiki kesehatan mental, fisik, emosi,
dan spiritual. Pengertian lain dikemukakan oleh McCloskey dan Bulechek
dikutip oleh Chlan, Evans, Greenleaf dan Walker (2000) dalam jurnal
Triyanto (2014) yang menyatakan bahwa terapi musik adalah “sebagai
pemanfaatan musik untuk membantu mencapai perubahan spesifik dalam
tingkah laku dan perasaan.
53
Pengaruh terapi musik dangdut pada pasien perilaku kekerasan
merupakan salah satu intervensi dalam dimensi kognitif yang dapat
diberikan pada pasien yang mengalami masalah perilaku kekerasan dengan
metode mendengarkan musik, ekplorasi perasaan, diskusi umpan balik. Dari
pemberian terapi musik menunjukkan penurunan perilaku kekerasan baik
dalam respon fisik, respon kognitif, respon perilaku dan respon sosial pada
kelompok pasien yang mendapatkan terapi musik. Terapi musik
direkomendasikan sebagai terapi dalam merawat pasien dengan perilaku
kekerasan (Endang C.S, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan hasil yang sangat
relevan dengan pernyataan Mucci (2002) dalam jurnal Triyanto (2014)yang
mengungkapkan bahwa musik dapat memberikan inspirasi dan menguatkan
emosi kita, meningkatkan perasaan akan cinta dan rasa takut. Jenis musik
yang tepat dapat memberikan pencegahan yang manjur terhadap stress,
musik merupakan sumber penyembuhan emosional yang sangat kuat untuk
menangkal kekuatan-kekuatan negatif dan meningkatkan kekuatan-kekuatan
positif.
54
BAB III
LAPORAN KASUS
Bab III merupakan ringkasan laporan asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus tentang pemberian terapi musik dangdut pada asuhan
keperawatan jiwa dengan perilaku kekerasan di ruang Sembodro RSJD Surakarta
pada tanggal 07 April 2014. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian pada
pasien, analisa dari data yang diperoleh, intervensi, implementasi keperawatan serta
evaluasi dari hasil implementasi keperawatan.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 07 April 2014 pasien masuk
pada tanggal 07 April 2014 jam 07.35 WIB dengan metode wawancara dan
melihat status pasien, dari pengkajian tersebut didapatkan data pasien dengan
inisial Ny.Y yang berusia 37 tahun, dengan jenis kelamin perempuan, bertempat
tinggal di Cepu. Pasien beragama islam, status pasien sudah menikah, pasien
bekerja dan pendidikan terakhir SMA. Pasien masuk RSJD Surakarta baru
pertama kali. Penanggung jawab pasien adalah Tn.K, berumur 39 tahun,
hubungan dengan pasien sebagai suami. Alasan pasien saat masuk rumah sakit
pasien sering marah, mengamuk dan bicara ngelantur karena di PHK dari
kerjaannya, selain itu juga pasien mengalami perubahan sikap seperti berbicara
sendiri, gaduh, gelisah sehingga pasien dibawa ke IGD RSJD Surakarta dan
setelah dilakukan anamnesa pasien di pindah ke ruang Sembadra.
55
Faktor predisposisi pasien sebelumnya belum pernah mengalami gangguan
jiwa dan di rawat di RSJD Surakarta, pasien tidak pernah mengalami
penganiayaan fisik, tidak pernah mengalami tindakan kriminal dan kekerasan
dalam rumah tangga, serta tidak ada penolakan dalam masyarakat dengan
gangguan jiwa yang sedang dialami pasien saat ini. Faktor presipitasinya pasien
tidak menerima karena di PHK dari pekerjaannya sehingga pasien mengamuk di
rumah, lalu berbicara ngelantur, sering marah-marah, ngomong sendiri, menurut
keluarganya perilakunya semakin jadi mengamuk.
Hasil pemeriksaan fisik pasien mencakup keadaan umum compos mentis.
Penilaian terhadap pasien terlihat bingung, gelisah, dan tegang. Tanda-tanda
vital klien meliputi tekanan darah pasien 110/70 mmHg, suhu 37ºC, respirasi
22x/menit, nadi 84x/menit, tinggi badan 154 cm, berat badan 45 kg, rambut
hitam dan bersih, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung simetris
dan bersih, telinga kotor dan ada serumen, mukosa bibir lembab, gigi putih
bersih, leher tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, pengembangan dada
normal, vokal premitus normal, palpasi sonor, auskultasi suara vesikuler, pada
jantung ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ictus cordis ke lima,
palpasi pekak, auskultasi bunyi jantung satu dan dua normal, pada abdomen
inspeksi simetris, tidak ada bekas luka atau jejas, auskultasi bising usus 16x
permenit, perkusi tympani, palpasi tidak ada nyeri tekan di semua kuadran. Kulit
sawo matang, tugor kulit baik, pasien tidak mengalami keluhan fisik, pasien
merasa tubuhnya baik-baik saja.
56
1. Genogram
Ny.Y
Keterangan : : laki-laki
Ny.Y : pasien
: meninggal
: garis perkawinan
: perempuan
: tinggal satu rumah
Data hasil pengkajian di dapatkan pasien anak ke tiga dari empat
bersaudara, pasien tinggal bersama adik dan kedua orang tuanya. Pasien seorang
perempuan berusia 37 tahun dan sudah menikah dengan laki-laki berumur 39
tahun. Pasien mengatakan komunikasi dalam keluarga lancar tidak ada
hambatan, bila ada masalah pasien bercerita dengan keluarganya dan pengambil
keputusan adalah ayah pasien karena sampai saat ini ayah pasien adalah sebagai
kepala rumah tangga.
57
Dari hasil pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri, Ny.Y
mengatakan ada yang tidak disukai dari bagian tubuhnya yaitu rambutnya karena
rontok dan pasien berjilbab, jadi rambutnya membuat pasien tidak nyaman dan
tidak mengalami kecacatan. Identitas diri, pasien adalah sebagai seorang istri
berumur 37 tahun, pasien berasal dari cepu dan pasien sudah menikah dengan
seorang laki-laki berumur 39 tahun, pasien merasa belum puas sebagai seorang
istri karena pasien belum menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi suami dan
anak-anaknya. Peran diri, pasien sebagai seorang istri, dan ibu dari 2 orang anak.
Ideal diri, pasien ingin cepat sembuh, segera pulang kerumah menjalankan
perannya sebagai seorang istri dan bekerja lagi untuk membantu suami
mencukupi kebutuhan keluarganya. Harga diri, pasien mengatakan merasa
belum bisa menjalankan perannya sebagai istri karena pasien sering mengamuk,
marah-marah dan berbicara sendiri dan pasien merasa belum bisa membantu
suami mencukupi kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan pola hubungan sosial, pasien mengatakan bahwa orang yang
paling dekat adalah ibunya. Dalam kegiatan dikampungnya pasien ikut terlibat
seperti karang taruna. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, pasien
mengatakan tidak ada hambatan.
Nilai dan keyakinan pasien mengatakan mengenai gangguan jiwayang
dialami adalah cobaan bagi pasien dan keluarganya, beragama islam, ibadah
pasien selama dirumah dan di RSJ jarang melakukan sholat 5 waktu dan sering
lupa.
58
Pengkajian status mental, pasien berpenampilan sedikit rapi, kebersihan
diri cukup, memakai pakaian rumah sakit, rambut hitam dan bersih, kuku
panjang, gigi tampak bersih. Ketika diajak bicara pasien koheren, intonasi jelas,
pembicaraan pasien dapat dipahami dengan volume tinggi dengan nada marah
dan emosi. Aktivitas motorik saat diajak bicara pasien terlihat tegang, gelisah
dan kurang semangat. Alam perasaan pasien merasa jengkel, karena di PHK dari
pekerjaannya, ingin memukul temannya dan kesal ingin pulang tidak dituruti
oleh keluarganya. Afek pasien stabil apabila diberi stimulus langsung merespon.
Interaksi saat dilakukan pengkajian pasien kooperatif dan mau menjawab
pertanyaan yang diajukan. Persepsi pasien kadang mendengar suara menyuruh
dia pergi saat melamun, sehari 2-3 kali, saat mendengar suara pasien ingin
marah, mengamuk dan ingin memukul temannya. Proses pikir saat bicara,
pembicaraan pasien terarah jelas tetapi kadang dengan nada tinggi. Isi pikir
pasien mengatakan pikirannya ingin selalu pulang dan bekerja kembali. Tingkat
kesadaran pasien sadar penuh tetapi kadang masih binggungpasien saat ini
berada dimana. Memori pasien masih dapat mengingat kejadian masa lalu ketika
pertama kali berkenalan dengan suaminya sebelum menikah. Tingkat
konsentrasi, pasien dapat berhitung dengan urut dapat dibuktikan dengan
melakukan penambahan dan pengurangan. Kemampuan penilaian Ny.Y dapat
mengambil keputusan yang sederhana dengan memilih mana yang bersih dan
mana yang kotor. Daya tilik, pasien mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat
di RSJD Surakarta.
59
Kebutuhan persiapan pulang pasien makan 3x sehari dengan menu makan
yang disediakan dari RSJD dengan menu nasi, sayur, lauk dan kadang buah.
Pasien makan dengan tangan kanannya dan tidak ada pantangan dalam makanan
tetapi pasien hanya sedikit makan, setelah selesai makan pasien mampu
membersihkan dan membereskan alat makannya. Pasien BAB dan BAK sendiri,
pasien juga dapat membersihkan diri setelah BAB dan BAK. Pasien di RSJD
jarang mandi dan hanya cuci muka. Pasien mampu berpakaian secara mandiri
sesuai dengan pasangannya yang disiapkan dari Rumah Sakit. Pasien
mengatakan kurang lebih tidur 7 jam apabila ingin tidur tanpa persiapan khusus,
pasien saat siang hari jarang tidur. Pasien minum obat teratur secara mandiri,
obat yang diberikan pada pasien selalu diminum tidak pernah dibuang.
Pemeliharaan kesehatan pasien didukung dengan terapi obat dan perawatan
lanjutan dengan menjalankan kontrol secara rutin sebelum obat habis. Aktivitas
di dalam rumah pasien mempersiapkan makanan , menjaga kerapian rumah dan
mencuci pakaian. Aktivitas di luar rumah pasien kadang belanja dengan suami
dan ibu.
Dari hasil pengkajian mekanisme koping pada Ny.Y yaitu mekanisme
koping maladaptif yaitu pasien mengatakan kesal karena di PHK dari
pekerjaannya. Dari masalah psikosoial dan lingkungan pasien mengatakan tidak
ada masalah dalam di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, pasien ikut serta
dalam kegiatan masyarakat seperti karang taruna, arisan ibu-ibu. Pasien saat
ditanya tentang penyakit jiwa yang sedang dialami adalah penyakit fisik. Aspek
medik yang diberikan dengan diagnosa Medik skizofrenia dan pasien mendapat
60
terapi Heloperidol 2 x 100mg, Trihexypenidile 3 x 200mg, dan Chlorpormazine
2 x 100mg. Salah satu gejala skizofrenia adalah gangguan proses pikir,
emosional, dan cemas. Didukung terapi obat Heloperidol yang mempunyai
indikasi memperbaiki gejala positif skizofrenia seperti kecurigaan dan rasa
permusuhan, sedangkan Trihexypenidile menetralkan efek dari Halloperidol dan
Chlorpormazine. Pasien mengatakan rutin minum obat dan tidak ada alergi obat
maupun makanan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu
perilaku kekerasan,dengan data subyektif pasien mengatakan merasa kesal
karena di PHK dari pekerjaannya, ingin memukul temannya, menarik jilbab
perawat, kadang berbicara sendiri, tidak bisa tidur, dan gelisah. Sedangkan data
obyektif pembicaraan keras, mata tampak melotot dan merah, tangan mengepal.
Dari prioritas diagnosa perilaku kekerasan diatas dapat di buat pohon masalah
dalam kasus ini orang lain dan lingkungan sebagai akibat (efek), perilaku
kekerasan sebagai masalah utama (care problem), perubahan persepsi sensori
halusinasi sebagai penyebab (causa). Dari diagnosa tersebut dapat dijadikan
prioritas diagnosa yang pertama yaitu perilaku kekerasan. Setelah diagnosa
keperawatan ditegakkan maka dapat digambarkan pohon masalah sebagai
berikut.
61
C. Pohon Masalah
Akibat
Penyebab
D. Pengkajian Depresi
Skala HRS-D
No. Gejala depresi Nilai Angka (Score)
01. Keadaan perasaan sedih (sedih, putus
asa, tak berdaya, tak berguna)
1. Perasaan ini hanya ada bila
ditanya
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 1
Perilaku menciderai
diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Masalah Utama
Gangguan
persepsi sensori:
Halusinasi
62
2. Perasaan ini dinyatakan secara
verbal spontan
3. Perasaan yang nyata tanpa
komunikasi verbal, misalnya
ekspresi muka, bentuk, suara,
dan kecenderungan menangis
4. Pasien menyatakan perasaan
yang sesungguhnya ini dalam
komunikasi baik verbal
maupun non verbal secara
spontan
02. Perasaan bersalah
1. Menyalahkan diri sendiri,
merasa sebagai penyebab
penderitaan orang lain
2. Ide-ide bersalah atau renungan
tentang kesalahan masa lalu
3. Sakit ini sebagai hukuman,
waham bersalah atau berdosa
4. Suara-suara kejaran atau
tuduhan dan halusinasi
penglihatan tentang hal-hal
yang mengancamnya
0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah: 1
63
03. Bunuh diri
1. Merasa hidup tak ada gunanya
2. Mengharapkan kematian atau
pikiran-pikiran lain ke arah itu
3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-
langkah ke arah itu
4. Percobaan bunuh diri
0 1 2 3 4
Sebelum: 0
Sesudah: 0
04. Gangguan pola tidur (initial insomnia)
1. Keluhan kadang-kadang sukar
masuk tidur, misalnya lebih dari
setengah jam baru masuk tidur
2. Keluhan tiap malam sukar masuk
tidur
0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah:1
05. Gangguan pola tidur (middle insomnia)
1. Pasien mengeluh gelisah dan
terganggu sepanjang malam
2. Terjadi sepanjang malam (bangun
dari tampat tidur kecuali buang air
kecil)
3. Daya ingat buruk
0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah: 1
06. Gangguan pola tidur (late insomnia)
1. Bangun di waktu dini hari tetapi
dapat tidur lagi
0 1 2 3 4
Sebelum: 1
Sesudah: 0
64
2. Bangun di waktu dini hari tetapi
tidak dapat tidur lagi
07. Kerja dan kegiatan-kegiatannya
1. Pikiran/perasaan ketidak
mampuan, keletihan/kelemahan
yang berhubungan dengan
kegiatan kerja atau hobi
2. Hilang minat terhadap
pekerjaan/hobi atau kegiatan lain,
baik langsung atau tidak pasien
menyatakan kelesuan, keragu-
raguan dan rasa bimbang
3. Berkurangnya waktu untuk
aktivitas sehari-hari atau
produktivitas menurun. Bila
pasien tidak sanggup beraktivitas
sekurang-kurangnya 3 jam sehari
dalam kegiatan sehari-hari
4. Tidak bekerja karena sakitnya
sekarang. (di rumah sakit) bila
pasien tidak bekerja sama sekali,
kecuali tugas-tugas di bangsal atau
jika pasien gagal melaksanakan
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 1
65
kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa
bantuan
08. Kelambanan (lambat dalam berfikir,
berbicara, gagal berkonsentrasi, aktivitas
motorik menurun)
1. Sedikit lamban dalam wawancara
2. Jelas lamban dalam wawancara
3. Sukar diwawancarai
4. Stupor (diam sama sekali)
0 1 2 3 4
Sebelum: 1
Sesudah: 2
09. Kegelisahan (agitasi)
1. Kegelisahan ringan
2. Memainkan tangan atau jari-jari,
rambut, dan lain-lain
3. Bergerak terus tidak dapat duduk
dengan tenang
4. Meremas-remas tangan,
menggiggit kuku, menarik-narik
rambut, menggiggit bibir
0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah: 1
10. Kecemasan (ansietas somatik)
1. Sakit/nyeri di otot-otot, kaku,
kedutan otot
2. Gigi gemerutuk
3. Suara tidak stabil
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 1
66
4. Tinitus (telinga berdenging)
5. Penglihatan kabur
6. Muka merah atau pucat, lemas
7. Perasaan ditusuk-tusuk
11. Kecemasan (ansietas psikik)
1. Keteggangan subyektif mudah
tersinggung
2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3. Sikap kekhawatiran yang
tercermin diwajah atau
pembicaraan
4. Ketakutan yang diutarakan tanpa
ditanya
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 1
12. Gejala somatik (pencernaan)
1. Nafsu makan berkurang tetapi
dapat makan tanpa dorongan
teman, merasa perutnya penuh
2. Sukar makan tanpa dorongan
teman, membutuhkan pencahar
untuk buang air besar atau obat-
obatan untuk saluran pencernaan
0 1 2 3 4
Sebelum: 4
Sesudah: 2
13. Gejala somatik (umum)
1. Anggota gerak, punggung atau
0 1 2 3 4
Sebelum: 0
67
kepala terasa berat
2. Sakit punggung, kepala dan otot-
otot, hilangnya kekuatan dan
kemampuan
Sesudah: 0
14. Kelamin (genital)
1. Sering buang air kecil, terutama
malam hari dikala tidur
2. Tidak haid, darah haid sedikit
sekali
3. Tidak ada gairah seksual/dingin
(frigid)
4. Ereksi hilang
5. Impotensi
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 2
15 Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik
yang berpindah-pindah)
1. dihayati sendiri
2. preokupasi (keterpakuan)
mengenai kesehatan sendiri
3. sering mengeluh membutuhkan
pertolongan orang lain
4. delusi hipokondriasis
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
Sesudah: 2
16 Kehilangan berat badan (A atau B)
C. bila hanya dari anamnesa
0 1 2 3 4
Sebelum: 3
68
(wawancara) :
1. berat badan berkurang
berhubungan dengan
penyakitnya sekarang
2. jelas penurunan berat
badan
3. tak terjelaskan lagi
penurunan berat badan
D. Di bawah pengawasan dokter
bangsal secara mingguan bila jelas
berat badan berkurang menurut
ukuran :
1. Kurang dari 0,5 kg
seminggu
2. Lebih dari 0,5 kg
seminggu
3. Tidak ternyatakan lagi
kehilangan berat badan
Sesudah: 2
17 Insight (pemahaman diri)
1. Mengetahui sakit tetapi
berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan,
kerja berlebihan, virus, perlu
0 1 2 3 4
Sebelum: 0
Sesudah:0
69
istirahat dan lain-lain
18 Variasi harian
1. Adakah perubahan atau keadaan
yang memburuk pada waktu
malam atau pagi
0 1 2 3 4
Sebelum: 1
Sesudah: 1
19 Depersonalisasi (perasaan diri berubah)
dan derealisasi (perasaan tidak
nyata/tidak realistis)
0 1 2 3 4
Sebelum: 4
Sesudah: 2
20 Gejala-gejala paranoid
1. Kecurigaan
2. Pikiran dirinya menjadi pusat
perhatian, atau peristiwa/kejadian
di luar tertuju pada dirinya (ideas
of reference)
3. Waham kejaran
0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah: 1
21 Gejala-gejala obsesi dan kompulsi 0 1 2 3 4
Sebelum: 2
Sesudah:1
Total Angka (Total Score) = Sebelum: 38 (depresi berat)
Sesudah: 23 (depresi ringan)
70
E. Intervensi
Berdasarkan hasil pengkajian, dirumuskan rencana keperawatan. Tujuan
Umum (TUM): Pasien tidak melakukan tindakan kekerasan. Tujuan Khusus
(TUK 1): Pasien dapat membina hubungan saling percaya. Dengan kriteria
evaluasi setelah 1x pertemuan klien tampak: Menunjukkan tanda-tanda percaya
pada perawat, wajah muali mau membalas senyum, mau berkenalan, dan
bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi yang akan dilakukan bina
hubungan saling percaya dengan, memberi salam setiap berinteraksi, perkenalan
nama perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama
kesukaan pasien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali
berinteraksi, tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien, buat
kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
perasaan pasien.
TUK 2: pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan pasien
menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, menceritakan
penyebab perasaan jengkel,marah dan kesal baik dari diri sendiri maupun
lingkungannya. Intervensi yang akan dilakukan, bantu pasien mengungkapkan
perasaan marahnya, motivasi pasien untuk menceritakan penyebab rasa jengkel,
dengarkan tanpa mencela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan
pasien.
TUK 3: Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Dengan kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan pasien menceritakan tanda-tanda
71
saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik mata merah, tangan mengepal,
ekspresi wajah tegang, tanda emosional, perasaan marah bicara kasar, tanda
sosial bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi yang
dilakukan, bantu pasien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya, motivasi pasien menceritakan kondisi fisik saat terjadi perilaku
kekerasan, motivasi pasien menceritakan kondisi emosinya saat terjadi perilaku
kekerasan, motivasi pasien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain
saat terjadi perilaku kekerasan.
TUK 4: Pasien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan pasien
menjelaskan, jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukan,
perasaan saat melakukan kekerasan, efektifitas cara yang dipakai dalam
menyelesaikan masalah. Intervensi yang akan dilakukan, diskusikan dengan
pasien perilaku kekerasanyang dilakukan selama ini, motivasi pasien
menceritakan jenis-jenis tindakan kekerasan yang selama ini pernah
dilakukannya, motivasi pasien menceritakan perasaan pasien setelah tindakan
kekerasan tersebut terjadi, diskusikan apakah dengan tindakan kekerasan yang
dilakukannya masalah yang dialami teratasi.
TUK 5: Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Dengan
kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan pasien menjelaskan akibat tindakan
kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri (luka, dijahui teman), orang lain
(keluarga luka, tersinggung, ketakutan), lingkungan (barang atau benda rusak).
72
Intervensi yang dilakukan, diskusikan dengan pasien akibat negatif (kerugian)
cara yang dilakukan pada diri sendiri,orang lain, keluarga, dan lingkungan.
TUK 6: Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria evaluasi 2x pertemuan pasien,
menjelaskan cara sehat mengungkapkan marah. Intervensi diskusikan dengan
pasien apakah pasien mau mempelajari cara mengungkapkan marah yang sehat.
Secara fisik dengan melakukan tarik nafas, memukul bantal atau kasur, secara
verbal dengan mendengarkan atau menyanyi musik dangdut, secara sosial
dengan melakukan jadwal kegiatan harian, secara spiritual dengan melakukan
ibadah.
TUK 7: Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan. Dengan kriteria evaluasi 2x pertemuan pasien, mendemonstrasikan
cara mengontrol perilaku kekerasan. Intervensi bantu pasien memilih cara yang
tepat untuk pasien, bantu mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih, bantu
untuk menstimulasi cara tersebut, berreinforcement positif atau keberhasilan
pasien tersebut, anjurkan untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel tersebut muncul.
TUK 8: Pasien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi 2x pertemuan pasien, keluarga
dapat menyebutkan cara merawat pasien dan mengungkapkan rasa puas dalam
merawat pasien. Intervensi identifikasi kemampuan keluarga merawat pasien
dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap pasien, jelaskan peran
serta keluarga dalam merawat pasien, jelaskan cara-cara merawat pasien.
73
TUK 9: Pasien dapat mengguanakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya. Dengan kriteria evaluasi 2x pertemuan pasien, dapat menyebutkan
obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu, dan efek), pasien
dapat minum obat sesuai program pengobatan. Intervensi jelaskan jenis-jenis
obatyang diminum pasien pada keluarga dan pasien, diskusikan manfaat minum
obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter, jelaskan prinsip
benar minum obat (nama, dosis, waktu dan cara), ajarkan pasien minta obat dan
minum tepat waktu, anjurkan pasien melaporkan pada perawat/dokter jika
merasakan efek yang tidak enak, beri pujian, jika pasien minum obat dengan
benar.
F. Implementasi
Implementasi untuk diagnosa keperawatan dilaksanakan dua hari pada
tanggal 07 sampai 08 April 2014 jam 10.20 WIB dengan strategi pelaksanaan 1
pasien dapat membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan,
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Penulis membina hubungan saling
percaya, menjelaskan tujuan interaksi, menyampaikan kontrak (topik, waktu,
tempat) memberi kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya,
mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang di rasakan,
perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku kekerasan yang
dilakukan). Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan strategi
pelaksanaan satu yaitu tarik nafas dalamdan memberi kesempatan pada pasien
74
untuk mempraktekkannya, memberi reinforcement positif kepada pasien jika
sudah bisa mempraktekkannya sendiri, mengnjurkan pasien untuk memasukkan
kedalam jadwal harian. Strategi pelaksanaan 2 mengajarkan dan melatih
mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, memberikan
kesempatanpasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilau kekerasan
dengan pukul bantal, memberikan pujian positif pada pasien jika sudah bisa
mempraktekkannya sendiri, menganjurkan pasien untuk memasukkan kedalam
jadwal harian.
Pada tanggal 08 April 2014 pukul 08.00 WIB memberi salam terapeutik,
menanyakan perasaan pasien, memvalidasi cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan tarik nafas dalam, memberi reinforcement positif kepada pasien jika
sudah bisa mempraktekkannya sendiri.Strategi pelaksanaan 2 mengajarkan dan
melatih mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, memberikan
kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilau kekerasan
dengan pukul bantal, memberikan pujian positif pada pasien jika sudah bisa
mempraktekkannya sendiri, menganjurkan pasien untuk memasukkan kedalam
jadwal harian.Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
mendengarkan musik dangdut dan memberi kesempatan untuk bernyanyi pada
pasien untuk mempraktekkan untuk bernyanyi dangdut, memberikan pujian
positif pada pasien jika sudah bisa mempraktekkannya sendiri, menganjurkan
pasien untuk memasukkan kedalam jadwal harian.
75
G. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan implementasi di dapatkan evaluasi, strategi
pelaksanaan satu, implementasi pada hari Senin tanggal 07 April 2014 pada jam
10.00 WIB. Evaluasi dari subyektifnya pasien memperkenalkan diri nama dan
alamat rumah, pasien mengatakan jengkel dan ingin mengamuk, pasien mau
diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara yang sehat. Obyektifnya
pasien kooperaif, kontak mata ada, nada suara tinggi, pandangan tajam, pasien
mau berjabat tangan, pasien mau menyebutkan atau mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, pasien mau diajari cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan nafas dalam, pasien tampak bisa mempraktekkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam secara mandiri. Analisa
pasien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik
nafas dalam. Perencanaan selanjutnya memvalidasi strategi pelaksanaan satu dan
melanjutkan strategi pelaksanaan 2 yaitu dengan cara pukul bantal, dan terapi
musik dangdut.
Pada hari Selasa tanggal 08 April 2014 jam 08.00 WIB, dengan diagnosa
perilaku kekerasan. Evaluasi dari subyeknya pasien mengatakan perasaannya
hari ini senang, pasien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1
dengan cara tarik nafas dalam, pasien masih ingat cara mengontrol perilaku
kekerasan SP 2 dengan cara pukul bantal. Obyektifnya pasien mampumelakukan
cara fisik mengontrol rasa marah dengan mandiri dan mendengarkan musik
dangdut kemudian memberi kesempatan bernyanyi dangdut yang didengarkan.
Analisa pasien mampu melakukan cara fisik mengontrol rasa marah dengan
76
mandiri dan mendengarkan musik dangdut kemudian memberi kesempatan
bernyanyi dangdut yang didengarkan oleh pasien masalah teratasi. Perencanaan
evaluasi dilanjutkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan strategi
pelaksanaan 3 (mengungkapkan marah secara verbal).
77
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa
Ny.Y Dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang Sembodro RSJD Surakarta.
Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun
kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Deden, 2012 :
36). Keluhan utama pada tanggal 07 April 2014 pasien saat dikaji bingung,
mengamuk,bicara dengan nada membentak (keras), pandangan tajam,
menarik jilbab perawat.Berdasarkan hal tersebut, kondisi Ny.Y mengalami
perilaku kekerasan karena bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun secara psikologis. Tanda dan gejala dari
perilaku kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan
tajam, megatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar
78
mandir, bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara
verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang
atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan (Damiyanti, 2010).
Tanda dan gejala depresi antara lain afek disforik (perasaan murung,
sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya),
perasaan bersalah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, konsentrasi
daya ingat menurun, gangguan tidur, agitasi atau retardasi psikomotor
(gaduh, gelisah atau lemah tidak berdaya), hilang rasa senang, produktifitas
menurun, gangguan seksual, pikiran-pikiran tentang bunuh diri (Dadang,
2008). Dari data pasien terlihat bingung, aktivitas motorik saat diajak bicara
pasien terlihat tegang, gelisah dan kurang semangat,pasien hanya sedikit
makan. Penulis belum mencantumkan tingkat depresi Ny.Y pada pengkajian
karena keterbatasan waktu, sebaiknya pengkajian tingkat depresi dengan
skala HRS-D dicantumkan oleh penulis sehingga pada perumusan masalah
dan pencapaian tujuan aplikasi riset tentang pemberian terapi musik dangdut
terhadap penurunan depresi pada asuhan keperawatan jiwa dengan perilaku
kekerasan di ruang sembodro RSJD Surakarta dapat di evaluasi hasilnya.
Faktor predisposisi adalah berbagai faktor yang terjadi perubahan
biologis, psikologis, dan sosiokultural (Dalami, 2009). Sedangkan faktor
predisposisi pasien sebelumnya belum pernah mengalami gangguan jiwa
dan di rawat di RSJD Surakarta, pasien tidak pernah mengalami
penganiayaan fisik, tidak pernah mengalami tindakan kriminal dan
79
kekerasan dalam rumah tangga, serta tidak ada penolakan dalam masyarakat
dengan gangguan jiwa yang dialami pasien saat ini.
Faktor presipitasi adalah seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik secara fisik, konsep diri, internal, dan eksternal (Dalami,
2009). Sedangkan faktor presipitasi dalam kasus pasien adalah pasien
mengamuk di rumah karena pasien tidak menerima di permasalahan
hubungan kerja (PHK) dari pekerjaannya, lalu berbicara ngelantur, sering
marah-marah, dan ngomong sendiri.
Mekanisme koping dari hasil pengkajian pada Ny.Y yaitu mekanisme
koping maladaptif karena pasien mengatakan dengan perawat kesal karena
di PHK dari pekerjaannya sehingga pasien tidak menerima jika di PHK dari
pekerjaannyasekarang pasien mengalami gangguan jiwa, Ny.Y tampak
emosi, marah, melotot, bicara terdengar keras (membentak), pasien tampak
berbicara sendiri dan suka mengamuk.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses
kehidupan yang actual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab perawat (Deden, 2012 : 58).
Pohon masalah pada perilaku kekerasan (core problem) dapat
mengakibatkan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
80
secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Fitria, 2010). Hal ini dapat
terjadi karena beberapa penyebab yaitu perubahan persepsi sensori:
halusinasi, gangguan pemeliharaan kesehatan, ketidakmampuan keluarga
merawat pasien di rumah.
Sedangkan menurut Stuart & Laraia (2005) dalam Trimelia (2011),
halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/
rangsang dari luar. Data yang diperoleh dari Ny.Y yaitu perilaku kekerasan
yang disebabkan oleh halusinasi yang didukung data subyektif, pasien
mengatakan mendengar suara yang menyuruh dia pergi dan muncul ketika
dia melamun dalam sehari 2-3 kali, saat mendengar suara pasien ingin
marah, mengamuk dan ingin memukul temannya, kemudian pasien
mengamuk, gelisah, mata melotot, ingin memukul perawat dan pasien
mengatakan ingin pulang dan kembali bekerja. Data obyektif, pasien tampak
berbicara sendiri, gelisah ketika ditanya tentang masalahnya. Kemudian
dapat menciderai diri sendiri,orang lain, dan lingkungan yang didukung data
subyektif pasien mengatakan kesal, jengkel,bicara keras (membentak),
marah dan menarik jilbab perawat.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut penulis menyimpulkan
bahwa pohon masalah yang terjadi pada Ny.Y sama dengan teori yang
dituliskan yaitu penyebab dari perilaku kekerasan (core problem) adalah
81
halusinasi sehingga dapat mngakibatkan perilaku mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
Pasien mendapat terapi obat yaitu terapi Heloperidol 2 x 100mg,
Trihexypenidile 3 x 200mg, dan Chlorpormazine 2 x 100mg. Salah satu
gejala skizofrenia adalah gangguan proses pikir, emosional, dan cemas.
Didukung terapi obat Haloperidol yang mempunyai indikasi memperbaiki
gejala positif skizofrenia seperti kecurigaan dan rasa permusuhan,
sedangkan Trihexypenidile menetralkan efek dari Halloperidol dan
Chlorpormazine.
3. Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Deden, 2012 : 84).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis
disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana
tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable,
Acceptance, Rasional dan Timing (Deden, 2012 : 99). Pembahasan dari
intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada
diagnosa keperawatan Ny.Y penulis rencanakan berdasarkan pada teori
keperawatan jiwa. Tujuan umumnya adalah klien tidak melakukan tindakan
kekerasan. Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan
82
saling percaya. Kriteria evaluasi adalah wajah cerah, tersenyum, mau
berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan. Intervensi
keperawatannya adalah bina hubungan saling percaya dengan beri salam
setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan
sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan
perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang
jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus kedua yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan yang dilakukannya. Kriteria evaluasinya yaitu klien
menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun
lingkungannya. Intervensi keperawatannya adalah bantu klien
mengungkapkan perasaan marahnya dengan motivasi klien untuk
menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkel, dengarkan tanpa menyela
atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan. Kriteria hasilnya adalah klien menceritakan tanda-tanda
saat terjadi perilaku kekerasan yaitu tanda fisik, mata merah, tangan
mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain, tanda emosional perasaan marah,
jengkel, bicara kasar, tanda sosial bermusuhan yang dialami saat terjadi
perilaku kekerasan. Intervensi keperawatannya yaitu bantu klien
mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya motivasi
klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan
83
terjadi, motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan
kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi
perilaku kekerasan.
Tujuan khusus keempat yaitu klien dapat mengidentifikasi jenis
perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi
klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah
dilakukannya, perasaannya saat melakukan kekerasan, efektivitas cara yang
dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi keperawatannya yaitu
diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini
motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah
tindak kekerasan tersebut terjadi, diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi.
Tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinya adalah klien menjelaskan akibat
tindak kekerasan yang dilakukannya diri sendiri luka, dijauhi teman, dll,
orang lain/keluarga, luka, tersinggung, ketakutan, dll, lingkungan barang
atau benda rusak dll. Untuk intervensi keperawatan meliputi diskusikan
dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada diri sendiri,
orang lain/keluarga, lingkungan.
Tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria evaluasi
84
klien mampu menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah.
Intervensi keperawatan meliputi diskusikan dengan klien apakah klien mau
mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah
dengan cara fisik nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga, secara
verbal mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang
laindengan mendengarkan atau menyanyi musik dangdut, secara sosial
latihan asertif dengan orang lain, secara spiritual sholat/doa, zikir, meditasi,
dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masing.
Tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinnya adalah klien
memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasantarik nafas dalam,
memukul bantal/kasur, mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang
lain tanpa menyakiti, secara spiritual zikir/doa, meditasi sesuai agamanya.
Intervensi keperawatan meliputi, diskusikan cara yang mungkin dipilih dan
anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan
kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih peragakan cara
melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan
klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan, beri penguatan pada klien,
perbaiki cara yang masih belum sempurna. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel.
85
Tujuan khusus kedelapan yaitu klien mendapat dukungan keluarga
untuk mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinya adalah keluarga
dapat menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan,
mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi keperawatannya
meliputi diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung
klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, diskusikan potensi keluarga
untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan, jelaskan pengertian,
penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga, peragakan cara merawat klien (menangani
perilaku kekerasan), beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang,
beri pujian kepada keluarga setelah peragaan, tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang dilatihkan.
Tujuan khusus kesembilan yaitu klien menjelaskan manfaat minum
obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat , dosis
yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang
dirasakan dan klien menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan. Intervensi keperawatannya adalah jelaskan manfaat
menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat,
jelaskan kepada klien jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang
tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan
dirasakan klien. Dan anjurkan klien untuk minta dan menggunakan obat
tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa,
beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
86
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Deden, 2012 : 118).
Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Implementasi yang
dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku kekerasan pada Ny.Y yaitu
membina hubungan saling percaya dan melakukan hubungan saling percaya
dan melakukan pengkajian mulai dari identitas pasien, alasan masuk, faktor
predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik, status mental, masalah
psikososial dan lingkungan, mekanisme koping dan tingkat pengetahuan
pasien (Keliat, B.A, 2006). Penulis melakukan srategi pelaksanaan satu
perilaku kekerasan yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta
akibat perilaku kekerasan, dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik satu nafas dalam (agar pasien lebih rileks dan tenang) (Direja, 2011).
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan perilaku
kekerasan dilaksanakan pada tanggal 07 April 2014 pada jam 10.00 WIB
penulis memberikan implementasinya, penulis membina hubungan saling
percaya, menjelaskan tujuan berintraksi, menyampaikan kontrak (topik,
waktu, tempat), memberikan kesempatan pada pasien mengungkapkan
perasaannya, mengidentifikasikan penyebab perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, dan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku
kekerasan yang dilakukan), mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
87
dengan srategi pelaksanaan satu yaitu dengan relaksasi nafas dalam, memberi
kesempatan kepada pasien untuk mempraktekkannya cara yang dianjurkan,
memberi pujian positif kepada pasien jika sudah bisa mempraktekkannya
sendiri, menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal harian.
Implementasi pada hari selasa tanggal 08 April 2014 jam 08.00
WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan dua yaitu
mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal,
implementasi salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi
strategi pelaksanaan satu (mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik
satu nafas dalam), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik dua yaitu pukul bantal, memberikan kesempatan
pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
pukul bantal, memberi reinforcement positif kepada pasien jika sudah bisa
mempraktekkannya sendiri, menganjurkan memasukkannya kedalam jadwal
harian. Kemudian penulis memberikan cara lain yang sehat yaitu dengan
pemberian terapi musik dangdut pada pasien, pengaruh terapi musik dangdut
pada pasien perilaku kekerasan merupakan salah satu intervensi dalam
dimensi kognitif yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami masalah
perilaku kekerasan dengan metode mendengarkan musik, ekplorasi perasaan,
diskusi umpan balik.
Dari pemberian terapi musik menunjukkan penurunan perilaku
kekerasan baik dalam respon fisik, respon kognitif, respon perilaku dan
respon sosial pada kelompok pasien yang mendapatkan terapi musik. Terapi
88
musik direkomendasikan sebagai terapi dalam merawat pasien dengan
perilaku kekerasan (Endang C.S, 2009).
Dalam rumusan The American music Therapy Association (1997),
terapi musik secara spesifik disebut sebagai sebuah profesi di bidang
kesehatan. Terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang
menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi berbagai masalah
dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu yang
mengalami cacat fisik (AMTA, 1997). Menurut MacKay (2002) dalam jurnal
Irma Rahmawati (2008) terapi musik telah menjadi salah satu pelengkap pada
terapi gangguan jiwa seperti skizofrenia, perilaku kekerasan, gangguan alam
perasaan seperti mania dan depresi, gangguan emosional, stres dan
kecemasan. Dan dangdut adalah pembentukan sebuah kata yang menirukan
bunyi gendang yaitu “dang”, dan “dut” dengan suatu ungkapan dan perasaan,
jenis musik ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap eksistensi
kalangan muda di berbagai daerah yang di dominasi dengan denyut irama
tarian dan joget dengan ciri khas yang amat popular (Arifianto, 2007).
Terapi musik yang dilakukan di College of Notre Dame Belmont,
California menggunakan stimulus suara (bunyi, musik) untuk mengetahui
dampak suara terhadap kondisi stres dan rileks yang dialami seseorang,
sekarang sudah mendunia (Satiadarma, 2002). Terapi musik dapat berdampak
positif untuk menurunkan stress. Terapi musik merupakan teknik yang sangat
mudah dilakukan dan terjangkau, tetapi efeknya menunjukkan betapa besar
dampak musik dalam pengaruh ketegangan atau kondisi rileks pada diri
89
seseorang, karena dapat merangsang pengeluaran endorphine dan serotonin,
yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga metanonin sehingga kita bisa
merasa lebih rileks pada tubuh seseorang yang mengalami stress Mucci,
(2002) dalam jurnal Adhe Primadita (2011). Kemudian menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam kegiatan harian.Memberikan reinforcement positif
atas keberhasilan pasien.
Dari penanganan bagi penderita depresi yang bersifat bantu diri atau
dilakukan sendiri oleh pasien seperti terapi musik. Terapi musik
menguntungkan bagi pasien, dengan menyediakan tape recordersendiri dan
kaset musik yang dibutuhkan, dapat dibutuhkan kapan saja. Terapi musik
adalah pemanfaatan kemampuan musik dan elemen musik oleh terapis untuk
meningkatkan dan merawat kesehatan fisik, memperbaiki mental, emosional,
dan kesehatan spiritual pasien (M.Dinah Charlota, 2005).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengevaluasi perkembangan pasien dalam
mencapai hasil yang diharapkan asuhan keperawatan jiwa adalah proses
dinamik yang melibatkan perubahan dalam status kesehatan pasien sepanjang
waktu, pemicu kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan,
dan modifikasi rencana asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien
(Damayanti dan Iskandar, 2012).
Hasil implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku
kekerasan pada Ny.Y yaitu membina hubungan saling percaya dan
90
melakukan hubungan saling percaya dan melakukan pengkajian mulai dari
identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi,
pemeriksaan fisik, status mental, masalah psikososial dan lingkungan,
mekanisme koping dan tingkat pengetahuan pasien. Respon pasien adalah
menjawab salam, menyatakan nama pasien dan nama panggialannya. Pasien
mengatakan kesal dengan keluarganya yang membawa RSJD karena pasien
ingin bekerja kembali. Selama wawancara pasien mau menjawab semua
pertanyaan yang diberikan penulis.
Evaluasi diagnosa keperawatan perilaku kekerasan dilaksanakan
pada tanggal 07 April 2014 pada jam 10.00 WIB. Evaluasi dari subyektifnya
pasien memperkenalkan diri nama dan alamat rumah, pasien mengatakan
jengkel dan ingin mengamuk, pasien mau diajari cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara yang sehat. Obyektifnya pasien kooperaif, kontak
mata ada, nada suara tinggi, pandangan tajam, pasien mau berjabat tangan,
pasien mau menyebutkan atau mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, pasien mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan nafas dalam, pasien tampak bisa mempraktekkan cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam secara mandiri. Analisa pasien
mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas
dalam. Perencanaan strategi pelaksanaan satu evaluasi strategi pelaksanaan
satu (tarik nafas dalam) dan lanjut strategi pelaksanaan dua (pukul bantal).
Pada hari Selasa tanggal 08 April 2014 jam 08.00 WIB, dengan
diagnosa perilaku kekerasan, evaluasi dari subyeknya pasien mengatakan
91
perasaannya hari ini senang, pasien masih ingat cara mengontrol perilaku
kekerasan strategi pelaksanaan satu dengan cara tarik nafas dalam, pasien
mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan strategi
pelaksanaan dua dengan cara pukul bantal. Analisa pasien mampu melakukan
cara fisik mengontrol rasa marah dengan mandiri dan mendengarkan musik
dangdut kemudian memberi kesempatan bernyanyi dangdut yang
didengarkan oleh pasien. Perencanaan strategi pelaksanaan dua evaluasi
strategi pelaksanaan dua (tarik nafas dalam), pemberian terapi musik dangdut
dan dilanjutkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan strategi
pelaksanaan tiga (mengungkapkan marah secara verbal).
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan tentang pemberian terapi musik
dangdut terhadap penurunan depresi pada asuhan keperawatan jiwa Ny.Y
dengan perilaku kekerasan di ruang sembodro RSJD Surakarta selama 2 hari
diperoleh hasil bahwa sebelum dilakukan pemberian terapi musik dangdut
pasien masih bingung, mengamuk,bicara dengan nada membentak (keras),
pandangan tajam, dan menarik jilbab perawat. Setelah dilakukan pemberian
terapi musik dangdut keadaan pasien lebih tenang dan sudah dapat
mengontrol perilaku kekerasan dengan ditandai data subyektif pasien
mengatakan senang dengan pemberian terapi musik dangdut. Dari hasil
pengukuran skala depresi sebelum dilakukan pemberian terapi musik dangdut
didapatkan hasil 38 (depresi berat) kemudian setelah dilakukan pemberian
terapi musik dangdut menjadi 23 (depresi ringan).
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara
(allowanamnesa) dan (autoanamnesa) megobservasi klien yaitu dari segi
penampilan, pembicaraan, perilaku klien, kemudian ditambah dengan
menelaah catatan medik dan catatan perawatan Asuhan Keperawatan jiwa
Ny.Y Dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang Sembodro metode
mengaplikasikan tentang pemberian terapi musik dangdut maka dapat ditarik
kesimpulan
a. Pengkajian
Hasil pengkajian Ny.Y pasien sering marah, selain itu juga pasien
mengalami perubahan sikap seperti berbicara sendiri, gaduh, gelisah. pasien
tidak menerima karena di PHK dari pekerjaannya sehingga pasien
mengamuk di rumah, lalu berbicara ngelantur, ngomong sendiri, menurut
keluarganya perilakunya semakin jadi mengamuk. Dari data pasien
mengalami tanda dan gejala depresi terlihat bingung, aktivitas motorik saat
diajak bicara pasien terlihat tegang, gelisah dan kurang semangat,pasien
hanya sedikit makan.
93
b. Diagnosa
Dalam diagnosa keperawatan pada pohon masalah yang menjadi core
problem Ny.Y adalah perilaku kekerasan data yang didukung dari Ny.Y
sesuai dengan teori yang diatas yaitu yang menjadi core problem adalah
perilaku kekerasan yang didukung data subyektif, pasien mengatakan ingin
marah karena tidak menerima di PHK dari pekerjaannya dan data obyektif,
klien tampak kesal, wajah merah, mata melotot, suara dengan nada tinggi
(membentak).
c. Intervensi
Intervensi yang dibuat oleh penulis sesuai dengan SOP (Standart
Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan ada tujuan umum yaitu klien
dapat mengontrol marah, pereencanaan tujuan khusus ada semilan yaitu,
tujuan khusus satu membina hubungan saling percaya, tujuan khusus dua
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, tujuan
khusus tiga mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, tujuan khusus
empat mengidentifikasi jenis perilaku, tujuan khusus lima mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus enam mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan, tujuan khusus tujuh
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. tujuan khusus
delapan mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan,
tujuan khusus sembilan menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan.
94
d. Implementasi
Implementasi yang dilakukan penulis, meliputi bina hubungan Saling
percaya, Strategi Pelaksanaan satu relaksasi nafas dalam, Strategi
Pelaksanaan dua pukul bantal, dan memberikan terapi musik dangdut.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan perilaku kekerasan selama dua
hari teratasi sebagian, karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat oleh penulis. Dengan ditandai pasien dapat mengontrol perilaku
kekerasan bina hubungan saling percaya, relaksasi nafas dalam, pukul bantal
dan melakukan cara sehat yaitu dengan terapi musik dangdut.
f. Analisa asuhan keperawatan
Analisa hasil pemberian terapi musik dangdut terhadap penurunan
tingkat depresi pada pasien Ny.Y efektif sesuai dengan penelitian dalam
jurnal bahwa terapi musik dangdut dapat menurunkan tingkat depresi pada
seseorang. Dari hasil pengukuran skala depresi sebelum dilakukan
pemberian terapi musik dangdut didapatkan hasil 38 (depresi berat)
kemudian setelah dilakukan pemberian terapi musik dangdut menjadi 23
(depresi ringan).
2. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan perilaku kekerasan, penulis akan memberikan usulan dan masukan
yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
95
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan jiwa yang optimal pada umumnya dan pasien perilaku
kekerasan khususnya.
b. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien perilaku
kekerasan khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu
membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
terampil, inovatif dan bermutu dalam memberika asuhan keperawatan
secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhe Primadita,2011. Efektifitas Intervensi Terapi Musik Klasik Terhadap Stress
Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa PSIK UNDIP Semarang,
http://eprints.undip.ac.id/33143/2/ARTIKEL_efektifitas_intervensi_t
erapi_musik_klasik_terhadap_stres_mahasiswa_skripsi.pdf diakses
pada tanggal 6 April 2014.
Afrianto, 2007. Perkembangan Musik Dangdut Dan Musik Jazz,
http://balitbang.kominfo.go.id/balitbang/aptika-
ikp/files/2013/02/PERKEMBANGAN-MUSIK-DANGDUT-DAN-
JAZZ.pdfdiakses pada tanggal 5 April 2014.
Ana Fuji Rahayu, 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Perilaku
Kekerasan,http://digilip.stikeskusumahusada.ac.id/gdl.php?mod=bro
wser&op=read&id=01-gdl-sugiartip-0220 diakses pada tanggal 5
April 2014.
Anik Maryunani, S.Kep, Ns, ETN, RN,2011. Senam Hamil Senam Nifas Dan
Terapi Musik. Penerbit Buku: CV. Trans Info Media. Jakarta.
Damaiyanti & Iskandar, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT
Refika Aditama. Bandung.
Dermawan, Deden,2012. Proses Keperawatan: Penerapan Konsep Dan Kerangka
Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman Surya, 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit
buku: Nuha Medika.
Endang Caturini Sulistyowati,2009. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan
Perilaku Pada Klien Skizoprenia Dengan Perilaku Kekerasan Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124781-
TESIS0643%20End%20N09p-Pengaruh%20Terapi-HA.pdfdiakses
pada tanggal 5 April 2014.
Endang Triyanto,2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu, http://grahailmu.co.id/previewpdf/978-602-262-139-3-
1159.pdfdiakses pada tanggal 6 April 2014.
Erika Dewi Noorratri,2010. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan Perilaku
Pada Klien Skizoprenia Dengan Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3602/2.
%20ERIKA%20DEWI.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 3 April
2014.
Ermawati Dalami, S.Kp. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Penerbit Buku: Trans Info Media. Jakarta.
Farida Kusumawati, Yudi Hartono, 2010. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa.
Penerbit Buku: Salemba Medika. Jakarta.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat (ISO)
Indonesia. Jakarta. Penerbit Buku: PT IFSI. Yogyakarta.
Irma Rahmawati, Hartiah Haroen, Dkk,2008. Perbedaan Tingkat Stres Sebelum
Dan Sesudah Terapi Musik Pada Kelompok Remaja Di Panti Asuhan
Yayasan Bening Nurani
KabupatenSumedanghttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/perbedaan_tingkat_stres.pdf diakses pada
tanggal 4 April 2014.
Keliat Budi A,2010. Model Praktik Profesional Jiwa. Penerbit Buku; EGC.
Jakarta.
M. Dinah Charlota Lerik Dan Johana Endang Prawitasari,2005. Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Depresi Di Antara Mahasiswa
http://johana.staff.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/Sosiosains_april_05.pdf diakses pada tanggal 6
April 2014.
Nita Fitria. 2010. Prinsip Dasaar dan Aplikasi Penulisan Laporan pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).
Penerbit Buku: Salemba Medika. Jakarta.
Riskesdas,2013. Hasil Prevalensi Gangguan Jiwa Berat Di Indonesia.
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf diakses pada tanggal 8 April 2014.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika Aditama.
Bandung.
Wikipedia bahasa Indonesia, 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Terapi diakses
pada tanggal 12 April 2014.