PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan) sebagai
Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu
Bidang Kegiatan
PKM-T
Diusulkan Oleh :
1. Fitriani Fauzia.S (1103196/2010)
2. M. Oka (1103203/2010)
3. Umi Lestari (1103223/2010)
POLITEKNIK POS INDONESIA
BANDUNG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
Judul Kegiatan : Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan ) sebagai
Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu
1. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-P ( ) PKM-K
(√ ) PKM-T ( )PKM-M
2. Bidang Ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian
( ) MIPA (√ ) Teknologi dan Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama : M. Oka Bahtari
b. NIM : 1103203
c. Jurusan : Teknik Informatika
d. Perguruan Tinggi : Politeknik Pos Indonesia
e. Alamat Rumah : Jl. Sariasih No. 54 Bandung
a. No. Telp/HP : 085.681.432.14
f. Alamat email : [email protected]
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 3 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Woro Isti Rahayu, S.T.,M.T
b. NIP : 10579081
c. Alamat Rumah : Graha Bukit Raya 3 Blok D4 No. 33 RT.003/025
Cilame Ngamprah Bandung
d. No. Telp/HP : 085724486206
6. Biaya Kegiatan Total
a. Sumber Dikti : Rp. 10.000.000.00
b. Sumber lain (......) : Rp. 0,00
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan
Bandung, 27 Juni 2012
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Informatika, Ketua Pelaksana Kegiatan,
Santoso, S. Si, M. Kom. M. Oka Bahtari
NIP. 10264040 NIM. 1103203
Direktur Politeknik Pos Indonesia, Dosen Pendamping,
Saepudin Nirwan, S.Kom.,M.Kom. Woro Isti Rahayu, S.T., M.T
NIP. 10273041 NIP. 10579081
A. Judul : Pemanfaatan Ekstrak Limbah Kulit Udang ( Chitosan )
sebagai Pengawet dan Peningkat Kadar Protein pada Tahu.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya terdiri dari
perairan. Dengan luas seperti itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat berpotensi
menghasilkan devisa. Salah satu devisa terbesar negara ini adalah udang dan hingga saat ini
devisa terbesar di Indonesia adalah udang. Udang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Udang
merupakan bahan makanan yang mengandung protein (21%), lemak (0,2%), vitamin A dan
B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur dan fosfor. Udang dapat diolah dengan
beberapa cara seperti udang beku, udang kering, udang kaleng, dan lain-lain. Limbah kulit
udang dapat menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan udang.
Limbah udang ini dapat mencemari lingkungan di sekitar pabrik sehingga perlu
dimanfaatkan. Selama ini kulit udang hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kerupuk,
terasi, dan suplemen bahan makanan ternak. Padahal 20-30% limbah tersebut mengandung
senyawa chitin yang dapat diubah menjadi chitosan.
Pada prinsipnya untuk mengawetkan makanan membutuhkan chitosan dengan
konsentrasi 1,5 % (dalam 1 liter air dibutuhkan 15 gram chitosan) sedangkan
aplikasi chitosan sebagai bahan pengawet dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pencampuran dan perendaman pada bahan pangan seperti tahu. Tahu merupakan suatu
produk berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp)
dengan cara pengendapan proteinnya dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang
diijinkan. Tahu sebagai salah satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi
masalah kekurangan protein bagi masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu
sendiri yang relatif murah dan terjangkau.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang kami angkat adalah:
1. Apakah pemberian chitosan kulit udang memberikan pengaruh sebagai bahan
pengawet tanpa merusak kualitas produk tahu ?
2. Apakah pemberian chitosan kulit udang memberikan pengaruh sebagai bahan
peningkat kadar protein tahu ?
3. Bagaimanakah mekanisme chitosan dalam proses pengawetan produk tahu?
4. Bagaimanakah aplikasi penambahan ekstrak kulit udang (Chitosan) sebagai
pengawet alami yang berbahan dasar kulit udang?
D. TUJUAN
Teknologi dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui pemberian chitosan kulit udang dalam memberikan pengaruh sebagai
bahan pengawet tanpa merusak kualitas produk tahu .
2. Mengetahui pemberian chitosan kulit udang dalam memberikan pengaruh sebagai
bahan peningkat kadar protein tahu.
3. Mengetahui mekanisme chitosan dalam proses pengawetan produk tahu.
4. Mengetahui aplikasi penambahan ekstrak kulit udang (chitosan) sebagai pengawet
alami yang berbahan dasar kulit udang.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Menghasilkan produk dengan penambahan ekstrak kulit udang (chitosan) sebagai
pengawet alami pada tahu yang dapat meningkatkan kualitas produk tahu dari segi
gizi.
2. Menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonimis yang tinggi.
F. KEGUNAAN
Kegunaan yang diharapkan dari teknologi ini adalah:
1. Memberikan solusi kepada masyarakat mengenai pengolahan limbah
khususnya limbah kulit udang dengan memanfaatkannya sebagai bahan
pengawet alami produk tahu.
2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan kulit udang yang berguna sebagai
bahan pengawet yang sehat seperti untuk bahan pengawet tahu secara alami.
G. TINJAUAN PUSTAKA
G.1 Udang
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau.
Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air
tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga
beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood).
Banyak crustaceae yang dikenal dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp dan mysid
shrimp, keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal dari
ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops longicaudatus dan Triops
cancriformis juga merupakan hewan populer di air tawar, dan sering disebut udang, walaupun
mereka berasal dari Notostraca, kelompok yang tidak berhubungan.
G.2 Kulit Udang
Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula, eksokutikula, endokutikula
dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi, bergantung pada lokasinya, di daerah
kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula
terdiri dari 38,7% zat anorganik yang mengandung 98,5% kalsium. Pada waktu
moulting chitin dan protein dari kulit yang lama lebih dulu diserap dan bahan anorganiknya
tidak diserap. Sebelum moulting epikutikula dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan
kutikula yang lama, kemudian segera setelah terjadi moulting kalsium perlahan-lahan
tertimbun ke dalam eksokutikula dan dalam waktu 5 jam penimbunan tersebut menjadi
sempurna. Pertukaran kalsium antara cairan tubuh dengan air laut berjalan melalui insang,
kira-kira 90% Ca diserap dan 79% dikeluarkan .
G.3 Chitin dan Chitosan
Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi.
Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang
dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga
jenis elytra dan mengusulkan nama ”chitin” (Firdaus dkk, 2009). Pada umumnya chitin di
alam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan
berbagai macam pigmen.
Walaupun chitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk
pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (crustaceae) yang dipanen secara
komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya akan chitin,
namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah besar sebagai limbah hasil dari
pembuatan udang .
Chitin (C8H13NO5)n merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa dan
mempunyai rumus kimia poli (2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β-
glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Chitin tidak mudah larut dalam
air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi struktur kimiawinya maka
akan diperoleh senyawa turunan chitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik (Srijanto
dan Imam, 2009). Salah satu turunan chitin adalah chitosan (C6H11O4N)n suatu polisakarida
linier dengan komposisi glukosamin. Chitosan mempunyai rumus kimia poli (2-amino2-
dioksi-β-D-Glukosa) dan dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis chitin menggunakan basa
kuat (Srijanto dan Imam, 2009). Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau
dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 % dan bila diproses
menjadichitosan menghasilkan yield 15-20 % (Wardaniati, 2009).
Menurut Hardjito (2009) chitosan mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan
bedanya terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan
oleh gugus amina (NH2). Proses utama dalam pembuatan chitosan, meliputi penghilangan
protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang
disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan
menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui
proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Mudhzz, 2010).
Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk
kristal, chitosan mempunyai sifat biodegradabel yaitu mudah terurai secara hayati, tidak
beracun, dapat larut dalam larutan asam organik encer, tetapi tidak larut dalam air, larutan
alkali pada PH di atas 6,5 dan pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah
asam asetat (Mahmiah, 2005).
Menurut Harini (2003) molekul chitosan bersifat lebih kompak dibandingkan dengan
polisakarida lainnya apabila berada dalam larutan asam encer dengan kekuatan ionik rendah.
Hal ini mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di dalam larutan berionik
tinggi atau bila ke dalam larutan ditambahkan urea, ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik
pada molekul chitosan terganggu, konformasinya menjadi bentuk acak (random coil). Sifat
fleksibel molekul ini menjadikannya dapat membentuk baik konformasi kompak maupun
memanjang (polisakarida lain umumnya berbentuk memanjang).
Chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi chitin, sedangkan chitin sendiri dapat
diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan
tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi chitin yang
didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Deproteinasi menggunakan natrium
hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein
menggunakan natrium hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut.
Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada
gugusan asetil amino chitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan
larutan basa. Chitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion
nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium
hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk
mendapatkan chitosan dari chitin.
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh
basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi
adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi
gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan.
Spesifikasi chitin dan chitosan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Spesifikasi (standart mutu) chitin dan chitosan
Spesifikasi Deskripsi
Air 2-10% pada kondisi normal laboratorium
Nitrogen 6-7% dalam chitin, 7-8,4% dalam chitosan
Derajat deasetilasi < 10% untuk chitin, >70% untuk chitosan
Abu < 1,0%
Sumber : Muzzarelli (1985) dalam Handayani (2004)
Menurut Hardjito (2009) chitosan memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Penggunaan chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen dari
kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karenachitosan dapat menghambat
pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus seperti Salmonella
enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B. Chitosan juga
dapat menghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan meningkatkan daya
tahan tubuh. Chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM No.HK.00.05.52.6581
untuk digunakan dalam produk pangan. Di Amerika chitosan telah mendapat
pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe) oleh FDA.
2. Chitosan dapat menjerat lemak (fat absorber) dan mengeluarkannya bersama kotoran
karena chitosan sebagai serat tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga
penggunaan chitosan akan mengurangi resiko terkena kolesterol tinggi
3. Berfungsi sebagai pelembab, antioksidan, tabir surya pada produk kosmetik.
G.4 Protein
Menurut Suhardjo dan Clara (1992) protein berasal dari bahasa Yunani (Greek).
“Primary, holding first place” yang berarti menduduki tempat yang terutama. Protein
terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak yatu
terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan mineral yaitu fosfor, sulfur dan zat besi.
Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam molekul
protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan dengan suatu ikatan yang disebut
ikatan peptida (-CONH-). Satu molekul protein terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino
dan dapat mencapai ratusan asam amino.
Kebutuhan badan manusia untuk mempertahankan dan memperbaiki tenunan yang
sudah tua terus berlangsung selama hidup. Protein dalam jaringan tubuh kita tidak statis, atau
tetap. Artinya, sel-sel jaringan tersebut dipecah dan diganti dengan protein baru yang
disintesis dari asam amino yang berasal dari makanan dan tenunan dalam tubuh. Apabila
seseorang baru saja menjadi donor darah, mengalami menstruasi yang berlebihan, pendarahan
yang hebat, kebakaran kulit, TBC kronis, dan sebagainya, maka keperluan proteinnya akan
sangat tinggi (Winarno, 1993).
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh, sumber energi,
pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan, sebagai sintesis hormon, enzim, antibodi,
pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel. Menurut Budianto (2001) protein
berfungsi sebagai media perambatan impuls syaraf, alat pengangkut dan alat penyimpan,
pengatur pergerakan.
Semua enzim adalah protein yang bertindak sebagai katalis dalam pencernaan dan
metabolisme. Beberapa hormon, khususnya tiroksin, adrenalin, dan insulin yang diproduksi
oleh kelenjar-kelenjar hormon pada umumnya terdiri atas protein. Hormon tersebut berfungsi
mengatur dan mengkoordinasi keaktifan badan. Antibodi adalah senyawa yang membantu
kemampuan badan untuk melawan infeksi, yaitu masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh
(Winarno, 1993). Setiap orang dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein per kg
berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan
atlet-atlet. Sumber protein dapat diperoleh dari : daging, ikan, telur, susu, tumbuhan
berbiji, suku polong-polongan,kentang.
Menurut Anonymous (2009) kekurangan protein bisa berakibat fatal antara lain:
1. Kerontokan rambut (rambut terdiri dari 97-100% dari protein – keratin)
2. Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang
menderitanya, dapat dilihat dari yang namanyabusung lapar, yang disebabkan oleh
filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem. Simptom yang lain
dapat dikenali adalah: hipotonus, gangguan pertumbuhan, hati lemak. Kekurangan
yang terus menerus menyebabkan marasmusdan berkibat kematian.
Kelebihan protein dianggap tidak membahayakan. Banyak orang mengkonsumsi lebih
dari 200 gr protein per hari tanpa mengalami sakit. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian
menyimpulkan bahwa konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat berpengaruh tidak baik.
Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya
dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan
membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat
(Winarno, 1993).
G.5 Tahu
Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai.
Dalam perdagangan dikenal dua jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Pada pembuatan
tahu Cina, kedelai direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan biasanya mempunyai
ukuran lebih besar (Koswara, 1992). Tahu dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari
yang umumnya sangat digemari serta mempunyai daya cerna yang tinggi. Keuntungan lain
pada pembuatan tahu adalah berkurangnya senyawa anti tripsin (tripsin inhibitor) yang
terbuang bersama whey dan rusak selama pemanasan. Disamping itu adanya proses
pemanasan dapat menghilangkan bau langu kedelai (Koswara, 1992). Tahu sebagai salah
satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi masalah kekurangan protein bagi
masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu sendiri yang relatif murah dan
terjangkau.Tahu mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan proteinnya.
Komposisi nilai gizi pada 100 gr tahu segar dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel.2. Komposisi Nilai Gizi pada 100 gr Tahu Segar
Komposisi Jumlah
Energi 63 kal
Air 86,7 g
Protein 7,9 g
Lemak 4,1 g
Karbohidrat 0,4 g
Serat 0,1 g
Abu 0,9 g
Kalsium 150 mg
Besi 0,2 mg
Vitamin B1 0,04 mg
Vitamin B2 0,02 mg
Niacin 0,4 mg
(Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Suciati,
2003).
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air
dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan
penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam
kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu
tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang
berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air, protein juga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang
menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah. Pengeringan dapat menaikkan daya
awet, tetapi menyebabkan bahan berubah sifat dan penggunaannya yaitu tidak dapat
digunakan sebagaimana dalam bentuk segar, tetapi dikonsumsi sebagai kripik tahu (Fazani,
2009).
Pada dasarnya proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu
kedelai dan penggumpalan proteinnya. Zat yang dapat digunakan sebagai penggumpal
(koogulan) adalah jeruk nipis, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCI2 atau CaSO4.
Beberapa faktor yang mempengaruhi rendaman protein dan mutu tahu adalah : cara
penggilingan atau ekstraksi, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal dan keadaan
sanitasi proses pengolahan pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi
secara panas menghasilkan rendaman lebih banyak.
H. METODE PELAKSANAAN
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan program ini terdiri atas:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini kami akan melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan
pengawet alami Chitosan berbagai dosis untuk mendapatkan dosis terbaik dalam proses
pengawetan. Kemudian dilakukan pula uji kadar protein untuk mengetahui peningkatan
kadar protein pada tahu yang sudah ditambahkan ekstrak Chitosan. Semua uji dilakukan di
Laboratorium.
2. Tahap Produksi Chitosan
Setelah memperoleh dosis terbaik serta pengaruh Chitosan pada protein tahu kami
melakukan salah satu pelaksanaan program yaitu tahap produksi yang dimulai dengan:
1. Mempersiapkan alat dan bahan
Alat – alat : 1. Statif
2. Klem
3. Magnetic stirer
4. Thermometer
5. Pemanas listrik
6. Oven
7. Timbangan analitik
8. Blender
9. Pisau
10. Alat-alat gelas
Bahan – bahan : 1. Aquades
2. NaOH
3. HCl
4. Asam asetat
5. Tahu
6. H2SO4
7. Br
8. Bahan untuk analisa kadar
protein
9. Kulit udang Vannamei.
1. Proses pembuatan chitosan :
Chitosan berasal dari limbah udang atau cangkang udang yang biasanya digunakan
sebagai pakan ternak. Dahulu bahkan hingga saat ini masih ada yang memanfaatkan limbah
udang ini menjadi pakan ternak. Karena limbah ini jika dibuang begitu saja dapat
menimbulkan bau yang amat sangat tidak enak. Oleh karena itu, biasanya limbah udang
diolah menjadi pakan.
Chitosan merupakan turunan dari chitin yang dideasetilasi dapat larut dalam larutan
asam seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional chitin dari limbah udang
melewati tiga tahapan yaitu demineralisasi, deproteinase dan dekolorisasi. Tiga tahapan
tersebut merupakan standard prosedur oada pembuatan chitosan. Aplikasi chitosansudah
dilakukan di berbagai bidang, mulai dari manajemen limbah, pembuatan makanan, obat-
obatan dan bioteknologi. Dan chitosan juga dapat diaplikasikan pada industri farmasi dan
kosmetika karena sifat biodegradabilitas dan biocompabilitas serta kemampuan toksik atau
racun rendah
Proses pembuatan chitosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni pengeringan
bahan baku mentah chitosan (ranjungan), pengilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian
dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian, deasilitilisasi,
pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir berupa chitosan.
Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu dikeringkan di dalam
oven dengan temperatur 65oC selama 4 jam. Setelah kering, kulit udang dihancurkan di
dalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubuk dengan ukuran mesh 50. Kulit udang
yang ukurannya melebihi mesh 50 akan dimasukkan kembali ke dalam grinder.
Tahap Demineralisasi. Serbuk hasil gilingan kulit udang bersih yang diperoleh
diperlakukan dengan HCl 1 N; 1: 5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu 65oC untuk
menghilangkan mineral-mineral. Kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian sampai
netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC.
Tahapan Deproteinasi. Selanjutnya dilakukan deproteinasi dengan 3,5 % NaOH; 1 : 10
(w/v) selama 4 – 5 jam pada suhu 65oC sambil diaduk. Lalu disaring dan dicuci dengan air
sampai netral.
Tahapan Depigmentasi. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan menggunakan
aseton untuk menghilangkan zat warna (pigmen). Kemudian dicuci kembali dengan air
sampai netral. Residu yang berupa kitin dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC.
Tahapan Deasetilasi. Kitin yang diperoleh dari hasil isolasi tersebut direfluks
(deasetilasi) dengan 50 % NaOH; 1 : 10 (w/v) sambil diaduk pada suhu 100oC selama 4 jam.
Lalu didinginkan dan dicuci dengan air sampai netral. Residu adalah kitin yang terdeasetilasi
sebagian atau seluruhnya. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC.
3. Tahap Pengaplikasian
Setelah pematangan koordinasi, persiapan telah tercapai dan tahap
pembuatan Chitosan telah dilakukan, kami akan mengaplikasikan penambahan ekstrak
limbah Chitosan pada tahu. Dalam proses pengaplikasian ini dilakukan pendampingan cara
pengunaan Chitosan.Adapun cara penggunaan seperti di bawah ini:
1. Melarutkan Chitosan kedalam larutan asam asetat encer (1 %)
2. Menuangkan larutan Chitosan tersebut ke dalam suatu wadah
3. Memasukkan tahu kedalam larutan Chitosan dan direndam selama 15 menit.
4. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan setiap kali produksi yang bertujuan untuk melihat kualitas
tahu pada setiap pembelian yang meliputi daya minat konsumen terhadap tahu. Sedangkan
pada tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui hasil dari proses penambahan ekstrak
Chitosan yang dilakukan pada setiap minggunya. Dari hasil evaluasi nantinya dapat
diketahui apakah dengan proses ini sudah benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan
program atau masih belum. Jika dari hasil evaluasi belum sesuai dengan tujuan maka kami
akan terus melakukan perbaikan proses penambahan Chitosan dapat teraplikasikan di
masyarakat.
I. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Jenis Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III
Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
1. Koordinasi
intern dan mitra
2. Uji Coba
Chitosan
x x
Pelaksanaan
Kegiatan
1. Pembuatan
Chitosan
2. Pengaplikasian
3. Organoleptik
4. Monitoring dan
Pendampingan
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Evaluasi x x x X x X
Penyusunan Laporan x
Seminar Hasil x
J. RANCANGAN BIAYA
1. Biaya bahan habis pakai
a. Kedelai @Rp 50.000 x 10 kg Rp. 500.000
b. Kulit Udang @Rp 100.000 x 2 kg Rp. 200.000
c. NaOH 1 kg Rp. 200.000
d. HCL 1 liter Rp. 250.000
e. CH3COOH 1 liter Rp. 150.000
2. Biaya alat habis pakai
a. Masker wajah 1 kotak Rp. 250.000
b. Sarung tangan 1 kotak Rp. 150.000
c. Kertas saring Whatman 1 pak Rp. 200.000
3. Peralatan penunjang PKM
a. Alat-alat pembuatan Chitosan Rp. 800.000
b. Kertas, alat tulis, printer Rp. 350.000
4. Transport @Rp. 100.000,- x 3
orang
Rp. 300.000
5. Organoleptik Rp. 600.000
6. Koordinasi dengan mitra Rp. 650.000
7. Monitoring/Pendampingan @Rp.
50.000 x 7 x 3 orang
Rp. 1.400.000
8. Lain-lain
a.Dokumentasi
Rp. 450.000
b.Poster Rp. 350.000
c. Seminar Hasil Rp. 500.000
d. Evaluasi program Rp. 525.000
e. Sewa Laboratorium Rp. 800.000
f. Sewa Alat Laboratorium Rp. 400.000
g. Laporan akhir Rp. 200.000
Total Biaya Rp 9.225.000
K. DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kelautan dan Kelautan Jatim. 2005. Laporan Statistik Perikanan Jawa Timur
Tahun 2005. Surabaya : DKP.
Farida, M. 2002. Pengaruh Penggunaan Whey sebagai Media Perendaman terhadap
Daya Simpan Tahu yang Dikemas (Kajian Lama Penundaan Whey dan Lama
Pemanasan Tahu). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Firdaus U.A, Khoriyah, Wahyudi, Alziyah N.A.K. 2009. Pemanfaatan CaCO3 dalam
Kulit Udang sebagai Absorben Limbah Logam Berat pada Perairan. Makalah Jurusan
Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Malang.
Handayani, T. 2004. Pengaruh Habitat Hidup Udang dan Urutan Tahapan Proses
Ekstraksi Terhadap Kualitas Chitin dan Chitosan dari Kulit Udang serta
Pemanfaatannya sebagai Bahan Koogulasi Pada Sari buah Tomat. Skripsi program
Hardjito, L. 2006. Chitosan Lebih Awet dan Aman (online), (http://www.mail-
archive.com/[email protected]/msg00980 html. Diakses 8 Oktober
2010).
Harini, N .2003. Proses Pembuatan Chitin-Chitosan (Kajian Berdasarkan Bagian-Bagian
Tubuh Kulit Udang (Penaeus vannamei) dan Perlakuan fisik). Laporan Grand
Research Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Haryani, K dan Budiyati. 2007. Khitosan dari Kulit Udang untuk Mengadsorbsi Logam
Krom (Cr6+
) dan Tembaga (Cu) (online), Vol. 11 No.2
(http://eprints.undip.ac.id/2175/1/Artikel_Kristinah_UNDIP_7.pdf. Diakses 8
Oktober 2010).
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Mahmiah. 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Dasar Isolasi Chitin
dan Chitosan. Jurnal Perikanan, No.2 Vol.1 Februari 2005 Hal.71-75
Mudzz. 2010. Chitosan (online), (http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/. Diakses 6
Oktober 2010).
Murtini, J.T, Dwiyitno dan Yusma. 2008. Penurunan Kandungan Kolesterol pada
Cumi-cumi dengan Kitosan Larut Asam dan Pengepresan. Prosiding Seminar Nasional
Tahunan V Hasil Kelautan Tahun 2008. Jakarta.
Suciati, W. 2003. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi pada Agroindustri Tahu Skala Kecil dan Skala Rumah Tangga (Studi Kasus
pada Agroindustri Tahu di Desa Gedog Wetan Turen Kabupaten Malang). Skripsi
Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya,
Malang.
Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.
Wardaniati, R.A dan Sugiyani S. 2009. Pembuatan Chitosan dari Kulit Udang dan
Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. Makalah Penelitian, (online),
(http://eprints.undip.ac.id/1718/1/makalah_penelitian_fix.pdf , diakses, 8 Oktober 2010).