MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Ilmu Pengetahuan Adalah Keindahan Bagi Ahlinya di Dunia dan di Akhirat”
(H. R Ar Rabbi)
“Hidup Bukan Sekedar Teori, Tetapi Perjuangan Tiada Henti”
“Selalu ada pelangi setelah rintik hujan” ( Andriyani Hulopi )
Kupersembahkan hasil karya ini kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,karena telah memberikan kedua orang tuaku (Ridwan Hulopi & Elmi Gaib Almarhuma) yang begitu baik dan
tulus menyayangiku,kakak dan kedua adikku (NoviantiI,Mohammad,Renata) yang sangat kucintai,dan semua keluarga yang telah sudi telah membantuku dari segi moril dan
materi.
Terima kasih banyak buat teman-teman seperjuangan,terutama PAI D(Kelas karyawan) yang telah menemani dan selalu mendoakan
keberhasilan hingga akhir studiku.
ALMAMATERKU TERCINTA
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO TEMPATKU MENIMBA ILMU
2019
iv
KATA PENGANTAR
حابھ الحمد � رب العالمین والصالة والسالم على اشرف االنبیاء والمرسلین سیدنا محمد وعلى الھ واص اجمعین اما بعد.
Segala puji dan puji hanya milik-Mu, Tuhan yang memiliki semua kesempurnaan. Tuhan yang patut dijadikan tempat meminta segala bentuk kebutuhan hidup. Penulis sangat bersyukur atas semua kemurahan dan pemberian nikmat akal dan hati sehingga mampu memahami akan tingginya kekuasaan-Mu. Tanpa semua itu, karya sederhana ini tidak akan pernah rampung.
Dengan penuh kesadaran, penulis menyadari bahwa tanpa kekuatan ilahi dan konstribusi semua pihak serta usaha dan kerja keras, karya ini tidak akan selesai. Ungkapan terima kasih tersebut secara khusus penulis sampaikan kepada :
1. Dr.Lahiji, M.Ag., selaku Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo 2. Dr. Sofyan AP. Kau, M.Ag., Dr. Ahmad Faisal, M.Ag., Dr. Mujahid
Damopolii M.Pd. Masing-masing sebagai Wakil Rektor I, Wakil Rektor II, Wakil Rektor III.
3. Dr. H Lukman Arsyad, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo.
4. Dr. H. Muh.Hasbi, M.Pd., Dr. Hj. Lamsike Pateda, M.Pd., Dr. H. Arten H. Mobonggi, M.Pd., Masing-masing sebagai Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III.
5. Dr. Razak H Umar, M.Pd., dan Munirah, M.Pd., sebagai Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo.
6. Dr. H. Arten Mobonggi, S.Ag, M.Pd. dan Dr. Hj. Siti Asiah T. Pido, MM., Pembimbing I Dan Pembimbing II Pada Skripsi ini, tanpa kesabaran dan keramahan mereka dalam memeriksa dan memberikan coretan kritis skripsi ini tidak akan memenuhi standar ilmiah.
7. Kepala Perpustakaan IAIN Sultan Amai Gorontalo dan Seluruh dosen dan karyawan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
iv
8. Kepala Sekolah SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango serta seluruh staf Dewan Guru yang telah menyediakan literatur untuk penulis.
9. Kedua orang tua tercinta serta keluarga yang memberikan doa, semangat, dan curahan kasih sayang demi suksesnya studi penulis.
10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa PAI D yang sama-sama mengikuti perkuliahan dengan penuh keceriaan.
Gorontalo, Julii 2019 Penulis
Andriyani Hulopi NIM. 141012015
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................ i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................ii PENGESAHAN SKRIPSI ..................................... iii KATA PENGANTAR ............................................ iv DAFTAR ISI ..........................................................v ABSTRAK ............................................................ vi BAB I PENDAHULUAN ........................................1
A. Latar Belakang Masalah ....................1 B. Rumusan Masalah ...........................10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........11 D. Pengertian Judul dan Definisi Operasional ..........................................11 E. Tinjauan Pustaka ..............................13 F. Kerangka Berpikir .............................16
BAB II LANDASAN TEORITIS.............................19 A. Konsep Strategi Peningkatan Mutu
Pendikan Agama Islam ....................19 1. Pengertian Strategi ..........................19 2. Hakikat Mutu Pendidkan ..................20 3. Macam-macam Strategi
Pembentukan Mutu Pendidikan Agama Islam ....................................23
B. Hakikat Guru ....................................37 1. Pengertian Guru ...............................38 2. Tugas dan Fungsi Guru ....................41 C. Konsep Pendidikan Agama Islam .....47 1. Pengertian Pendidikan Agama
Islam ................................................47
v
2. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ..................52
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ......55 4. Tujuan Pendidikan Agama Islam ......57 5. Karakteristik Pendidkan Agama
Islam ................................................60 6. Pentingnya Pendidikan Agama
Islam bagi Anak (Peserta Didik) .......62 7. Tantangan Agama Islam dalam Era
Globalisasi .......................................64 8. Peran Serta Masyarakat dalam
Pendidikan Agama Islam ..................65 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................67
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian......67 B. Lokasi Penelitian ..............................68 C. Kehadiran Peneliti ............................68 D. Sumber Data ....................................69 E. Teknik Pengumpulan Data ...............71 F. Teknik Analisis Data Data .................72 G. Pengecekan Keabsahan Data ..........75 H. Tahapan-Tahap Penelitian ...............76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................77
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..............77 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian ....77 2. Struktur Organisai SDN 5 Kabila
Bone ................................................77 3. Keadaan Guru ..................................78 4. Keadaan Siswa ................................79 5. Keadaan Sarana dan Prasarana ......80 6. Visi dan Misi .....................................81
vi
B. Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango ..................................83
C. Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango ............................................89
BAB V PENUTUP ................................................95 A. Kesimpulan ......................................95 B. Implikasi ...........................................96
DAFTAR PUSTAKA .............................................97 LAMPIRAN-LAMPIRAN
1) Lampiran 1: Pedoman Wawancara .. vii 2) Lampiran 2: Daftar Informan .......... viii 3) Lampiran 3 : Surat SK Penelitian .... ix 4) Lampiran 4 : Surat Keterangan
Telah Meneliti .................................. x 5) Lampiran 5 : Dokumentasi .............. xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia masih terus dihadapkan pada krisis multidimensional.
Dari berbagai kajian disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan
pandangan bahwa segala macam krisis ini, secara langsung atau tidak,
berhubungan dengan pendididikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks ini
adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan produknya, dan
sementara pihak menyebutkan bahwa krisis tersebut karena kegagalan pendidikan
agama, termasuk di dalamnya pendidikan agama Islam. Untuk mengantisipasi
berbagai krisis tersebut, maka pembelajaran agama Islam di sekolah maupun
Perguruan Tinggi harus menunjukan kontribusinya. Hanya saja perlu disadari
bahwa selama ini terdapat berbagi kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama
Islam yang sedang berlangsung.
Muchtar Buchori dalam Muhaimin sebagaiman yang dikutip oleh Abdul
Majid menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini terjadi karena dalam
praktiknya pendidikan agama hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari
pertumbuhan kesadaran nila-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek
afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-
nilai ajaran agama. Dengan perkataan lain, pendidikan agama lebih berorientasi
pada belajar tentang agama, dan kurang berorientasi pada belajar bagaimana cara
beragama yang benar. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan
pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Dalam
1
2
praktik, pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama sehingga tidak
mampu membentuk, pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari pendidikan agama
adalah pendidikan moral.1
Pendidikan agama selama ini lebih terkonsentrasi pada persoalan-
persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif, dan kurang concern terhadap
persoalan bagaiamana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi
“makna” dan nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat
berbagai cara media, maupun forum.
Selain itu, Rasdijanah mengemukakan sebagaiman yang dikutip oleh
Abdul Majid beberapa kelemahan dari pendidikan agama Islam di sekolah, baik
dalam pemahaman materi pendidikan agama Islam maupun dalam
pelaksanaannya, yaitu: (1) dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah
pada paham fatalistik; (2) bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan
santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama; (3)
bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan
sebagai proses pembentukan kepribadian; (4) dalam bidang hukum (fiqih)
cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa,
dan kurang memahami dinamika dan jiwa hukum Islam; (5) agama Islam
cenderung diajarkan sebagai dogma dan kurang mengembangkan rasionalitas
serta kecintaan pada kemajuan ilmu pengetahuan; (6) orientasi mempelajari Al-
1Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 10.
3
Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada
pemahaman arti dan penggalian makna.2
Beberapa banyak orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam
waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat besar, tiba-tiba menjadi seorang
yang baik, rajin, dan tekun beribadah, seoalah-olah ia dalam waktu singkat dapat
berubah menjadi orang yang lalai atau suka menentang agama.
Sesungguhnya pertumbuhan kesadaran moral pada diri seseorang
menyebabkan agama mendapat lapangan baru (moral) dengan bertambahnya
perhatian terhadap nasihat-nasihat agama, dan kitab suci baginya tidak lagi
merupakan kumpulan undang-undang yang adil, yang dengan itu Allah
menghukum dan mengatur dunia guna menunjukkan kita pada kebaikan.
Memperhatikan kenyataan merosotnya akhlak sebagian besar bangsa kita,
tentunya penyelenggara pendidikan agama beserta para guru agama dan dosen
agama tergugah untuk merasa bertanggung jawab guna meningkatkan kualitas
pelaksanaan pendidikan agama agar mampu membantu mengatasi kemerosan
akhlak yang sudah parah itu. Pendidikan agama merupakan pendidikan nilai.
Pendidikan nilai apa pun tidak mudah menanamkannya ke dalam pribadi anak
didik, karena banyak faktor yang memengaruhinya, baik faktor penunjang
maupun faktor penghambat. Sebagai contoh, ada seorang anak yang di rumah
mendapat pendidikan yang baik karena kebetulan bapak dan ibunya guru. Namun,
di luar rumah, dia mempunyai kawan yang nakal, yang sering mengajaknya main
judi, mereka bersenang-senang ke tempat mesum. Bapak dan ibunya tidak tahu
2Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran pendidikan Agama Islam, h. 10-11.
4
kelakuan anaknya yang sesungguhnya. Keberhasilan pendidikan tidak dapat
diandalkan pada pendidikan formal di sekolah saja, teteapi diharapkan adanya
sinkronisasi dengan pendidikan di luar sekolah, yaitu pendidikan dalam keluarga
(informal) dan masyarakat (non formal). Pengaruh faktor luar sekolah terhadap
pendidikan ini merupakan masalah yang serius dewasa ini. Misalnya, para siswa
di sekolah dididk menjadi anak yang jujur, tetapi kenyataan dalam masyarakat,
mereka menjumpai perilaku suap-menyuap, korupsi, pungli, dan selingkuh
merajalela. Di sekolah mereka dididik berbusana sopan dan menjauhi minuman
keras, tetapi dalam tayangan televisi atapunperilaku turis asing yang datang ke
Indonesia banyak yang berpakaian mempertontonkan aurat dan minuman keras.
Perlu diingat, kemerosotanakhlak tidak dapat dicarikan kambing hitamnya
dengan menyatakan, bahwa hal itu karena pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah yang kurang berhasil. Mengapa? Karena, kemerosotan akhlak bangsa
disebabkan oleh banyak faktor, seperti pengaruh globalisasi, krisis ekonomi,
sosial, politik, budaya, dan lain-lain. Misalnya, karena terjadinya krisis ekonomi
menyebabkan banyak orang yang sulit mencari sesuap nasi. Akhirnya mereka
nekat mencuri, menipu, memeras, menggarong, melacur, dan lain-lain. Contoh
lain, karena pengaruh globalisasi, orang ingin mencontoh gaya hidup mewah,
maka karyawan atau pegawai rendah pun ingin bisa memiliki kendaraan bermotor.
Kiranya perlu kita sadari pula bahwa merebaknya kenakalan remaja, perkelahian
antarpelajar terutama di kota-kota besar, munculnya “premanisme” dan berbagai
bentuk kejahatan lainnya merupakan tantangan bagi para pendidik, tokoh
masyarakat, guru agama, dan kita semua.
5
Akan tetapi, kita juga ingin menegaskan bahwa dalam menghadapi kasus-
kasus kejahatan tersebut guru-guru agama tidak dapat dipersalahkan begitu saja
atau dijadikan “kambing hitam”. Guru agama tidak dapat dipersalahkan secara
pukul merat lantaran ada kejahatan, tidak berakhlak, brutal, alkoholis, berkelahi,
dan bersikap kurang ajar. Banyak faktor lain yang yang lebih dominan dalam
pembentukan perilaku dan watak mereka. Oleh karena itu, kita menolak kalau ada
pihak yang menilai bahwa semakin “merebaknya” kejahatan dan kenakalan
remaja itu merupakan indikator kuat terhadap kegagalan pendidikan agam di
sekolah-sekolah. Meskipun demikian, kita juga tidak boleh bersikap apatis sambil
berkata: “apa yang terjadi, terjadilah!” tokoh-tokoh Islam, Ulama, dan guru-guru
agama kiranya tetap menaruh rasa prihatin dan perlu proaktif untuk ikut
menanggulangi kejahatan dan kenakalan remaja serta premanisme tersebut. Perlu
kita sadari juga, bahwa para preman, remaja, dan pelajar yang suka berkelahi,
serta anak-anak yang suka mabuk-mabukan dan yang melakukan kejahatan di
kota-kota besar itu sebagian besar berasal dari keluarga muslim, baik dari
kalangan yang berada maupun dari kalangan yang tidak punya.
Hakikat pendidikan Islam adalah kewajiban mutlak yang dibebankan
kepada semua umat Islam, bahkan kewajiban pendidikan atau mencari ilmu
dimulai semenjak bayi dalam kandungan hingga masuk ke liang lahat. Seorang
ibu yang sedang hamil dianjurkan memperbanyak ibadah, membaca Al-Qur’an,
dan berzikir kepada Allah karena akhlak ibu yang baik pada masa-masa hamil
sangat besar pengaruhnya pada bayi dalam kandungan. Demikian pula, anak yang
baru dilahirkan dibacakan azan dan iqamat karena pendengarannya sang bayi
6
adalah indra pertama yang bekerja. Dengan demikian, suara azan dan qamat
sangat bermakna bagi pengisian ketauhidan pertama kepada bayi.
Zuhairini mengatakan sebagaimana yang di kutip oleh Hasan Basri
mengayatak bahwa pendidikan agama menjadi bagian utama dalam pendidikan
Islam.3 Oleh sebab itu, hakikat pendidikan Islam dapat diartikan secara praktis
sebagai hakikat pengajaran al-Qur’an dan As-Sunnah. Berdasarkan firman Allah
SWT. Dalam surat Asy-Syura ayat 52 Sebagai berikut:
Terjemahnya:
Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)
dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami
tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-
hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.4
Sehinggnaya dalam situasi yang digambarkan diatas perlunya seorang
pendididik. Guru adalah figur manusia yang diharapkan kehadiran dan perannya
dalam pendidikan, sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan
penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia
pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan, terutama yang
3Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 56.
4Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakrta: Departemen Agama RI,
2002), h. 701.
7
menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal
karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar
waktu guru ada di sekolah. Sisanya ada di rumah dan di masyarakat.5
Di sekolah, guru hadir untuk mengabdikan diri kepada anak didik. Guru
dengan sejumlah buku datang ke sekolah pada waktu pagi hingga petang,
mengajar sejumlah anak didik yang sudah menantinya di kelas untuk diberikan
pelajaran. Anak didik haus akan ilmu pengetahuan dan siap untuk menerimanya
dari guru. Guru sangat berarti bagi anak didik. Kehadiran seorang guru di kelas
merupakan kebahagiaan bagi mereka. Apabila figur itu sangat disenangi oleh
mereka.
Guru dan anak didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat
dipisahkan dari dunia pendidikan. Boleh jadi, di mana guru, di situ ada anak didik,
yang ingin belajar dari guru. Sebaliknya, dimana ada anak didik, di mana ada anak
didik, di sana ada guru yang ingin memberikan binaan dan bimbingan kepada
anak didik. Guru dengan ikhlas memberikan apa yang diinginkan oleh anak
didiknya. Tidak sedikit pun dalam benak guru terlintas pikiran negatif untuk tidak
mendidik anak didiknya meskipun barangkali sejuta permasalahan sedang
merongrong kehidupan seorang guru.
Pada hakikatnya, guru dan anak didik bersatu. Mereka satu dalam jiwa,
terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi jiwa mereka tetap satu
sebagai “Dwitunggal” yang kokoh bersatu. Posisi mereka boleh berbeda, tetapi
tetap seiring dengan setujuan. Kesatuan jiwa guru dengan anak didik tetap anak
5Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 57-58.
8
didik. Tidak ada istilah “bekas guru” dan “bekas anak didik” meskipun suatu
waktu guru telah pensiun dan pengabdiannya di sekolah atau anak didiknya telah
menamatkan sekolah di lembaga tempat guru tersebut mengabdikan diri.
Dari kondisi situasi bangsa hari ini yang berkenaan dengan mutu
pendidikan yang digambarkan penulis diatas yang kemudian ditambah oleh
dukungan objek penelitian penulis, diawal observasi penulis sendiri telah melihat
ada hal yang kemudian tidak cukup memuaskan tentang mutu pendidikan di SDN
5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, sehingga penulis memutuskan untuk
mengangkat sebuah penelitian skripsi y6ang berjudul “Strategi Guru dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten
Bone Bolango.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan maalah
dibawah ini adalah:
1. Bagaimana strategi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan mutu
pendidikan agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango?
C . Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui strategi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan agama
Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan
9
mutu pendidikan agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango.
2. Manfaat Penelitian
a. Dapat mengetahui strategi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan agama
Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.
b. Dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabila Bone.
D. Pengertian Judul dan Definisi Operasional
Agar penelitian ini tetap fokus dan tidak menyimpang dari permasalahan
pokok, maka penulis menjelaskan pengertian dalam penelitian ini yang terangkai
dalam judul, yaitu sebagai berikut :
1. Strategi adalah perencanan berskala besar(disebut perencaan strategi) yang
berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh(visi), dan ditetapkan
sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan
prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut
misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaanoperasional yang
menghasilkan barang dan jasa serta pelayanan) yang berkualitas, serta dengan
di arahkan dengan pada sasaran (tujuan operasional) organisasi.6
2. Guru adalah suatu profesi, dimana sebelum seseorang menjadi guru, terlebih
dahulu mereka (guru) harus dididik dalam suatu lembaga pendidikan
6H. Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan,
(Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity press, 2000), h.183.
10
keguruan.7
3. Mutu adalah kualitas/kualitet; baik buruknya barang.6 Dari pengertian yang
ada, pengertian mutu pendidikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan
untuk menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar yang optimal.8
4. Pendidikaan agama Islam adalah pendidikan berasal dari kata “`didik” dengan
memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal,
cara atau sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani
“paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.
Selanjutnya kata pendidikan ini dihubungkan dengan Agama Islam, dan
menjadi satu kesatuan yang tidak dapat diartikan secara terpisah. Pendidikan
agama Islam (PAI) merupakan bagian dari pendidikan Islam dan pendidikan
Nasional, yang menjadi mata pelajaran wajib di setiap lembaga pendidikan
Islam.9
Dari pengertian istilah yang dipakai pada penulisan skirpsi ini, maka dapat
di simpulkan bahwa yang akan di bahas dalam skripsi sebagaimana maksud judul
adalah strategi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SDN 5
Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.
E. Tinjauan Pustaka
Adapun tinjauan pustaka yang penulis maksudkan dalam bab ini adalah
penulis ingin mendudukan posisi tulisan dan penelitian ini berbeda dengan
7Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2010), h. 44. 8Majid Abdul, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), h. 3.
9Samsul Nizar, Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h.
92.
11
beberapa literatur yang berkaitan dengan pembahasan sebelumnya, yaitu
mengenai Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di
SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.
Beberapa sumber penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tulisan ini,
pertama; yang dilakukan oleh :
1. Miftahudin Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Purwokerto, tahun 2016 dengan judul skripsi “Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Pekuncen Banyumas”.10
Dalam penelitian ini tidak ditemukan persamaan dengan skripsi penulis,
bahwa terletak pada strategi yang dijadikan objek penting yang ingin diraih dalam
hasil penelitian, adapun perbedaannya terletak pada orientasi penelitian dalam
penelitian ini fokus penelitian adalah strategi pembelajaran pendidikan agama
Islam yang kemudian penulis menggap hal ini masih terlalu sempit ruang
kajiannya, sedang pada penelitian penulis menyakut obejk guru secara
keseluruhan dalam melihat sejauh mana strategi yang dilakukan dalam
meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
2. Mohammad Bahrul Ulum fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan sekolah tinggi
agama Islam negeri (stain) tulungagung, tahun 2012 dengan judul skripsi
“Upaya peningkatan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah terpadu Al-Anwar
Deren Trenggalek”.11
10
Miftahudin, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2
Perkuncen Banyumas, (Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, 2016), h. 4. 11
Heru Utawan, Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam Kelas
VII di SMPN 1 Ngantru Tulungagung, (Tulungangung: Institut Agama Islam Negeri Tulungagung,
2014), h. 4.
12
Dalam penelitian ini ditemukan persamaan dengan skripsi penulis, bahwa
persamaannya terletak pada judul yang diangkat, akan tetapi berbeda pada objek
penelitian, dalam penelitian ini objek penelitian ada pada sekolah taraf menengah
keatas, sedangkan dalam penelitian penulis objek penelitiannya pada sekolah
dasar, hal ini menunjukan bahwa akan ada hasil yang berbeda secara keseluruhan
pada hasil penelitian sebab dengan objek penelitian pada manusianya yang
berbeda usia maka akan ada hasil yang berbeda secara keseluruhan.
3. Paksi Adi Pamungkas Fakultas Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
Surakarta, tahun 2019 dengan judul skripsi “Upaya Guru PAI dalam
Meningkatkan Religiusitas Siswa di SMK N 1 Kaliwungu Kab. Semarang”.12
Dalam penelitian ini sangat sedikit ditemukan persamaan dengan skripsi
penulis, bahwa dalam penelitian ini persamaanya terletak pada keingintahuan
peneliti untuk mengetahui sikap pendidikan yang baiki tertanam pada diri siswa,
akan tetapi perbedaan dalam penelitian ini terdapat sangat besar, sebab dalam
penelitian ini hanya memfokuskan pada satu aspek yakni religiusitas siswa yang
penulis sendiri menilai hal ini masih menunjukan pada penelitian yang khusus
bicara pada sikap, sedangkan dalam penelitian penulis secara utuh ingin
mengetahui mutu pendidikan agama Islam yang ada pada obejek penelitian, dan
juga bisa dilihat bahwa objek penelitian yang berbeda, yakni dalam penelitian
obejek penelitiannya di SMK dan penelitian penulis di SD, seperti yang telah
disinggung sebelumnya oleh penulis diatas bahwa dengan objek penelitian yang
berbeda ini juga akan sangat menentukan hasil penelitian, dan sudah pasti hasil
12
Paksi Adi Pamungkas, Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa di
SMK N 1 Kaliwungu Kab. Semarang, (Surakarta: Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2019),
h.4.
13
penelitiannya akan jauh berbeda.
F. Kerangka Berpikir
Melihat di zaman modern ini mutu pendidikan agama Islam sangat
penting, karena dapat membentuk akhlak dan budi pekerti siswa yang sesuai
dengan ajaran agama Islam. Tapi melihat realita yang ada di SDN 5 Kabila Bone
peningkatan mutu pendidikan agama Islam masih kurang maksimal. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, alokasi waktu pembelajaran PAI
yang ada hanya 3 jam pelajaran dalam satu minggu, sehingga mutu pendidikan
agama Islam kurang maksimal.
Selain itu faktor lain yang menyebabkan mutu pendidikan agama Islam
kurang maksimal yaitu dalam proses pembelajaran guru kurang maksimal. Hal
ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran guru hanaya menerapkan
medol ceramah dan tanya jawab. Sehingganya siswa itu sendiri kurang
memahami materi tentang pendidikan agama Islam yang mengakibatkan mutu
pendidikan agama Islam kurang maksimal. Oleh karenanya itu peneliti
memberikan solusi kepada guru dan semua pihak untuk meningkatkan mutu
pendidikan agama Islam dengan konsep pembelajaran PAI yang berfariasi,
dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SDN 5
Kabila Bone. Hal ini sangat sesuia dengan tujuan dari SDN 5 Kabila Bone yaitu
meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
Dari latar belakang masalah yang telah terdeskripsi secara rinci,
14
penelitian ini lebih menitik beratkan pada meningkatkan mutu pendidikan agama
Islam yang terdiri dari bagaimana bentuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
yang dilakukan oleh SDN 5 Kabila Bone. Kerangka pikir pada penelitian ini
terpola pada suatu alur pemikiran yang terkonsep seperti tampak pada gambar
bagan berikut ini:
Bagan I
Kerangka Berpikir Tentang Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam
Berdasarkan gambar bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Gambar panah menunjukkan arah adanya siklus (perputaran) dari satus item
pemikiran ke item pemikiran SDN 5 Kabila Bone yang mempunyai kedudukan
dan hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan.
2. Gambar kotak-kotak menunjukkan item-item pemikiran SDN 5 Kabila Bone
untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam. Untuk itu pula dibutuhkan
adanya suatu konsep untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam yakni
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi guna tercapainya
tujuan SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.
SDN 5 Kabila Bone
Membentuk Mutu
Pendidkan PAI
Tujuan SDN 5 Kabila
Konsep Strategi Guru
Meningkatkan Pendidkan PAI
Proses Guru Meningkatkan Mutu
Pendidikan PAI
15
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Strategi Peningkatan Mutu Pendikan Agama Islam
1. Pengertian Strategi
Strategi itu sendiri biasanya di gunakan orang sebelum melaksanakan
suatu kegiatan, misalnya orang militer akan melakukan peperangan, seorang
pelatih sepak bola sebelum bertanding akan membuat strategi, dan begitu juga
seorang pemimpin juga mempunyai berbagai strategi.1
Strategi adalah suatu perencanan berskala besar(disebut perencaan
strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh(visi), dan
ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat
mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif
(disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaanoperasional yang
menghasilkan barang dan jasa serta pelayanan) yang berkualitas, serta dengan di
arahkan dengan pada sasaran (tujuan operasional) organisasi.2
2. Hakikat Mutu Pendidkan
Pendidikan bermutu sangat ditentukan oleh tiga faktor penting. Pertama,
kesiapan infrastruktur mutu. Ketersediaan dan kesiapan infrastruktur merupakan
hal yang penting, karena merupakan basis operasional atau landasan tempat mutu
harus berpijak. Kedua, integrasi yang menyeluruh dari sistem mutu terpadu ke
dalam sistem pendidikan, baik ditingkat program/institusi maupun di tingkat
Sisdiknas. Ketiga, memperkuat kebijakan mutu dan regulasinya sebagai landasan
1T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 2010), h. 86.
2H. Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan,
(Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity Press, 2009), h.183.
15
16
konstitusional sehingga mutu dapat masuk ke seluruh dan bagian yang ada dalam
Sisdiknas dan semua satuan pendidikan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan,
berhubungan, dan saling membutuhkan antara satu dengan lain. Infrastruktur mutu
membutuhkan antara satu dengan lain. Infrastruktur mutu membutuhkan antara
satu dengan lain. Infrastruktur mutu membutuhkan kebijakan dan regulasi mutu
tidak akan berjalan bila tanpa infrastruktur mutu yang baik. Begitu pula integrasi
sistem mutu ke dalam Sisdiknas tidak akan berjalan tanpa regulasi.3
Setidaknya terdapat empat (4) prinsip mutu yang harus dijalankan untuk
membangun kembali karakter bangsa, agar sesuai dengan kebutuhan keunggulan
mutu dan peradaban bangsa ke depan, yakni sebagai berikut:4
a. Komitmen mutu yaitu keteguhan hati dan kesungguhan semangat untuk
melakukan apa yang dituntut dan dipersyaratkan oleh mutu.
b. Memenuhi apa yang dipersyaratkan oleh mutu (conformance by requirement).
Pemikiran mutu ini dikemukakan oleh Philib Crosby.
c. Fokus dan keterarahan dalam proses yang dijalankan. Fokus yang dimaksud
adalah keterarahan kepada spesifikasi mutu dan keunggulannya (focus and
directed to specification and it’s excellencies). Pemikiran ini berasal dari
Taguchi dari jepang.
d. Memproduksi output agar target dan sesuai tujuan, dari spesifikasi mutu dan
keunggulannya yang telah ditetapkan (produce output on target and goal).
Keempat prinsip mutu banyak dianut oleh para ahli sebagai suatu
pengertian yang terpisah. Akan tetapi, penulis perlu mengubah keempat prinsip
3A Hanief Saha Ghafur, Arsitektur Mutu Pendidkan Indonesia, (Jakarta: Bumi Askara,
2017), h. 52-53. 4A Hanief Saha Ghafur, Arsitektur Mutu Pendidkan Indonesia,h. 290.
17
pengertian di atas menjadi satu kesatuan prinsip mutu. Sebagai suatu prinsip,
keempatnya perlu dipahami dan di mengerti secara utuh, menyeluruh, dan
terintegrasi agar mencapai tujuan mutu dan “menjadi sesuatu yang bermutu”.
Bentang jalan yang harus dilalui adalah proses transformasi secara sistematis,
bertahap, dan berkesinambungan . penulis menggunakan four building block
untuk merangkum semua pemikiran, dari keempat prinsip mutu di atas menjadi
satu rentang kesatuan yang seutuhnya. Sebab hakikat mutu merupakan suatu hasil
dari “proses menjadi” bermutu. Melalui transformasi dari masukan (input), proses
(proces), keluaran/hasil (output), dan konsekuensi hasilnya (outcome). Sedangkan
target dan tujuan pendidikan kita dapat dilihat secara berjenjang. Mulai dari tujuan
pembelajaran di kelas (instructional), dan tujuan kelembagaan (institutional)
tujuan pendidikan nasional, dan tujuan pembangunan bangsa. Selengkapnya
hubungan persyaratan mutu, fokus, dan keterarahan kepada spesifikasi, serta
targaet dan tujuan mutu dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional dan
tujuan pembangunan dapat digambarkan sebagai berikut:5
5A Hanief Saha Ghafur, Arsitektur Mutu Pendidkan Indonesia, h. 291.
18
Bagan I
Hubungan Syarat Mutu
3. Macam-macam Strategi Pembentukan Mutu Pendidikan Agama Islam
a. Strategi Pengembangan Kreativitas Siswa
Pendidikan sebagai proses kebudayaan menghendaki agar proses belajar
mengajar mengembangkan kemampuan kognifif, afektif dan konatif secara
terpadu. Kurikukulum pendidikan harus dapat membantu peserta didik untuk
belajar mengeluarkan dan mengembangkan daya pikir, daya rasa, daya karya, dan
daya raganya sesuai dengan jenjang pendidikan dan tingkat pertumbuhan yang
dijalani.
Pendidikan mempunyai peranan yang amat menentukan bagi
pengembangan dan aktualisasi potensialitas diri manusia, agar nantinya
Mutu
Penddikan
Memenuhi
Persyaratan
Mutu
Fokus &
Kearahan
Pada
Spesifikasi
Tepat
Target &
Sesuai
Tujuan
Tujuan
Pembangunan
Bangsa
Tujuan
Pendidikan
Nasional
Tujuan
Lembaga
(Institutional)
Goal
Tujuan
Pembelajaran
(Intructional
Goal)
19
berkontribusi positif bagi pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan
pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal.
Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda. Atas kondisi
ini, pendidik bertanggung jawab untuk memandu anak didik dalam
mengidentifikasi bakatnya, membina, memupuk, mengembangkan dan
meningkatkan bakat agar skill yang nyata. Dulu orang biasanya mengartikan
“orang berbakat” sebagai orang yang mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) yang
tinggi. Namun sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberkatan
bukan hanya inteligensi (kecerdasan) melainkan juga kreativitas. Berkat daya
kreativitas atau daya cipta manusia telah memunculkan penemuan-penemuan baru
dalam berbagai bidang ilmu dan teknologi, serta semua bidang usaha manusia
lainnya. Sebab itu, ditinjau dari aspek kehidupan mana pun, kebutuhan akan
pengembangan kreativitas individu sangatlah penting.6
Manusia kreatif menurut Webster sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi
adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu,
menjadikan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, menciptakan bentuk baru, serta
menghasilkan sesuatu melalui daya imajinasi. Menurut Newell, Simon, dan Shaw,
sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi kreativitas adalah kemampua special
untuk memecahkan masalah yang ditandai dengan cara-cara yang baru. Menurut
H.H Fox. sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi “Setiap proses berpikir yang
6Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah), (Depok: Raja
Grafindo, 2017). h. 105-106.
20
menghasilkan berbagai bentuk atau ekspresi yang orisinal”. Seluruh pakar bahwa
orang kreatif jauh lebih di unggulkan daripada orang yang tidak kreatif.7
Banyak definisi tentang kreativitas. Menurut KBBI, kreativitas adalah
kemampuan untuk mencipta atau daya cipta. Menurut Clark Moustatis
sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi , kreatifitas adalah pengalaman
mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu
dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
Menurut Conny R. Semiawan sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi, kreativitas
merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam
pemecahan masalah. Menurut Rogers sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi,
kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan
potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk
mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme.8
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu
dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif, dan ditinjau
dari segi pendidikan bakat kreatif dapat dikembangkan dan perlu dipupuk sejak
dari usia dini. Bila bakat kreatif anak tidak di pupuk maka bakat tersebut tidak
akan berkembang secara optimal, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang
tidak dapat diwujudkan.
Perpaduan berpikir kritis dan kreatif inilah yang diperlukan dalam
berbagai situasi yang tiada menentu di era modern. Pendidikan olah pikir dalam
pendidikan karakter perlu menumbuhkan insan cerdas yang memiliki karakter
7Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah), h. 106.
8Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah), h. 106.
21
kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi iptek,
dan reflektif.
Salah satu metode dan strategi dalam mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah learning and thinking strategies yang memiliki
karakteristik:
a) desain tujuan pengajaran pembelajaran yang spesifik dan strategi berpikir,
b) mengajarkan refleksi diri dan evaluasi diri tentang proses berpikir,
c) menggunakan peta kognitif.
d) mengajarkan strategi awal dan latihan untuk tugas-tugas kompleks,
e) memperkuatn pemahaman dan keterampilan dalam menerapkan konsep terkait,
aturan (prinsip dan prosedur), proses pengambilan keputusan, dan strategi
pemecahan masalah. Item performance test yang meliputi tugas tangan, esai,
jawaban singkat, tindakan membangun respons, dan portofolio sangat banyak
direkomendasikan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi.9
b. Strategi Penanaman Nilai-Nilai Kejujuran
Kejujuran akhir-akhir ini dirasakan sebagai sesuatu yang langka. Karena
itu, aspek moral yang perlu dibangun di sekolah adalah bagaimana anak-anak
terbiasa dengan kejujuran. Kejujuran sebenarnya dilahirkan dari lingkungan
rumah, namun tidak salah juga menempatkan lingkungan sekolah sebagai salah
atu target utama melalui proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Kejujuran
yang dikembangkan dan ditumbuhkan di sekolah adalah melalui roles of play
yang disusun secara bersama oleh guru dan anak didik. Di perguruan tinggi,
9Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah), h. 106.134-135.
22
kejujuran juga dapat dimulai dengan memufakati kontrak perkuliahan, sistem
belajar dan proses ujian dan penilaian. Menurut Juprimalino sebagaimana yang
dikutip oleh Zubaedi indikator kejujuran yang perlu dipupuk dikalangan siswa
antara lain: berkata benar (tidak bohong), berbuat sesuai aturan (tidak curang),
menepati janji yabg diucapkan, bersedia menerima sesuatu atas dasar hak,
menolak sesuatu pemberian yang bukan haknya, berpihak pada kebenaran,
menyampaikan pesan orang lain, dan satunya kata antara niat dengan perbuatan.10
Penanaman dan pertumbuhan sikap jujur dapat ditempuh melalui
pemberian pendidikan karakter di sekolah. Meminjam rumusan Dharma Kesuma
dkk sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi. Bahwa pendidikan karakter dalam
konteks ini memiliki tiga tujuan. Pertama, memfasilitasi penguatan dan
perkembangan nilai-nilai kejujuran agar terwujud dalam perilaku anak, baik
ketika anak-anak masih dalam proses bersekolah maupun setelah lulus. Penguatan
dan pengembangan nilai-nilai kejujuran agar terwujud dalam perilaku anak, baik
ketika anak-anak masih dalam proses bersekolah maupun setelah lulus. Penguatan
dan pengembangan nilai nilai kejujuran memiliki makna bahwa pendidikan
dalam seting sekolah bukan sebagai dogmatisasi nilai kepada peserta didik agar
memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai penting menjadi penting untuk
diwujudkan dalam perilaku keseharian. Namun pendidikan juga diarahkan pada
proses pembiasaan, disertai logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari
10
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 185.
23
proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam seing kelas maupun
sekolah.11
Kedua, mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Pendidikan karakter dalam proses ini
memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi
positif. Proses pelurusan di sini bermakna pengoreksian perilaku secara
pedagogis, bukan suatu pemaksaaan atau pengondisian yang intimidatif. Proses
pedagogis dalam pengoreksian perilaku negatif anak disesuaikan dengan
perkembangan pola fikirnya. Anak-anak juaga diberikan keteladanan di sekolah,
rumah, serta dilakukan kegiatan pembiasaaan berkata dan berperilaku jujur sesuai
dengan tingkat dan jenjang sekolahnya.
Ketiga, membangun koneksi secara harmonidan bersama-sama antara
keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab kolektivitas
terhadap pendidikankarakter. Ini artinya proses pendidikan karakter di sekolah
harus dihubungkan dengan proses pendididikan di keluarga. Jika saja
pendididikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta
didik dan guru di kelas dan sekolah, maka keberhasilan penanaman karakter akan
sulit diwujudkan sesuai harapan. Mengapa demikian? Karena penguatan perilaku
suatu cuplikan dari rentangan waktu yang dimiliki oleh anak. Dalam setiap menit
dan detik imteraksi anak dan dengan lingkungannya dapat dipastikan akan
berimplikasi pada proses memangaruhi perilaku anak.
11
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 185-186.
24
c. Strategi Pengembangan Etos Membaca dan Percaya Diri
Lagi-lagi dalam hal etos membaca kita perlu belajar pada masyarakat
jepang. Sebuah pemandanagan umum jika kita datang ke jepang dan masuk ke
densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun
dewasa sedang membaca buku atau koran. Baik penumpang yang berdri atau
duduk, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.
Upaya menumbuhkan budaya baca juga perlu diimplementasikan dalam
lembaga pendidikan formal: sekolah dan kampus. Hal ini mengingat budaya
budaya malas membaca telah merambah dikalangan pelajar, mahasiswa, guru,
bahkan dosen dan akademisi yang semestinya dekat dengan aktivitas membaca.
Upaya-upaya menumbuhkan budaya baca pada lingkungan lembaga pendidikan
dilakukan dengan langkah-langakah :12
1. Mengubah pola pembelajaran
2. Penciptaan budaya akademik
3. Memberikan keterampilan menulis
4. Mengunjungi perpustakaan dan toko buku
5. Gerakan penulisan buku.
d. Strategi Pengembangan Karakter Berbasis Perpaduan IQ, EQ, SQ, dan AQ
Secara filisofis, hakikat pendidkan adalah membentuk manusia sempurna
atau insan kamil. Dalam perspektif psikologis, manusia sempurna (insan kamil)
adalah manusia yang berkembang seluruh potensi atau kecerdasannya, baiki
potensi jasmani, rohani, maupun akal (IQ, EQ, dan SQ). Secara teoritis terdapat
12
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 250-257.
25
kesamaan persepsi antarpsikologi, pendidikan, dan neurosains sehingga ketiganya
dapat dipadukan. Konsep manusia sempurna (insan kamil) yang mempunyai
unsur-unsur jasmani, rohani, dan akal sama dengan konsep psikologi tentang
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Zohar dan Marshall sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi memberi
solusi untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dengan enam langkah. Pertama,
langkah penugasan. Langkah ini menghindari manusia dari prasangka jelek,
pikiran sempit, kurang imajinasi dan kurang motivasi. Melalui langkah pemberian
tuga ini diharapkan tunbuh kerja sama yang harmonis dan saling memberi
sumbangan pemikiran. Kedua, langkah pengasuhan, langkah ini menghindarkan
manusia dari sikap oportunis dan pragmatis. Ini mengajarkan manusia bagaimana
bisa mendengarkan pendapat orang lain dengan baik. Ketiga, langkah
pengetahuan, mengajarkan agar tidak sok ilmiah atau juga menjauhkan diri dari
membahas hal-hal sepele yang bukan urusannya.
Keempat, langkah perubahan pribadi. Langkah ini mengajarkan bagaimana
menjadi cerdas selangkah spritual dengan membangkitkan dalam diri bahwa hati
nurani adalah segalanya. Ia tidak akan pernah punya rasa bimbang dalam
melaksananakan hal-hal positif bila langkah ini ditempuh, tidak akan ada istilah
janji-janji bukti malah ditepati.
Kelima, langkah menciptakan persaudaraan. Langkah ini mengajarkan
bahwa bagaimana menghindari memanfaatkan kekuasaan demi tujuan sendiri dan
26
tujuan-tujuan jahat lainnya. Dengan demikian akan lahir suatu pengabdian yang
tulus.13
e. Strategi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan dan Penciptaan Komunitas
Moral di Kelas
Menurut Abdullah Nasih Ulwan sebagaimana yang dikutip oleh Zubaedi,
metode pembiasaan adalah cara atau upaya yang praktis dalam pembentukan
(pembinaan) dan persiapan anak. Menurut Ramayulis, metode pembiasaan adalah
cara untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak
didik. Menurut Armai Arief, “metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat
dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai
dengan tuntunan ajaran agama Islam. Dalam buku Metodologi Pengajaran Agama
dikatakan bahwa “metode pembiasaan adalah cara yang dilakukan dalam
pembentukan akhlak dan rohani yang memerlukan latihan yang kontinu setiap
hari.14
Gerakan penumbuhan budi pekerti disekolah dirasakan akan lebih
mengena jika dilakukan dengan serangkaian kegiatan pembiasaan. Pertama,
menumbuh kembangkan nilai-nilai moral dan spritual lewal pengamalan nilai-
nilai moral dalam perilaku nyata sehari-hari. Pertama-tama nilai moral diajarkan
pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktikannya secara rutin hingga menjadi
kebiasaan kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya. Kegiatan wajib yang
dilakukan adalah guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan
masing-masing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang
13
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 263-264. 14
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 377.
27
peserta didik secara bergantian di bawah bimbingan guru. Kegiatan pembiasaan
umum yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah membiasakan ibadah bersama
sesuai agama dan kepercayaannya baik dilaksanakan di sekolah maupun bersama
masyarakat. Juga dilaksanakan pembiasaan secara periodik seperti membiasakan
perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang sederhana dan hikmat.
Kedua, menumbuh-kembangkan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan.
Haki ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima
keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus
sehari-hari. Kegiatan wajib yang dilaksanakan antara lain: pelaksanaan upacara
bendera setiap hari senin dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai
dengan ketetapan sekolah.
Ketiga, mengembangkan interaksi positif antara peserta didik dengan guru
dan orangtua. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta
didik dan orang tua.interaksi poitif, saling pengertian dan saling dukung demi
terwujudnya pendidikan yang efektif.
Keempat, mengembangkan interaksi positif antar peserta didik. Peserta
didik hadir di sekolah bukan hanya belajar aspek akademik semata, tapi juga
belajar bersosialisasi. Interaksi positif antarpeserta didik akan mewujudkan
pembelajaran dari rekan (peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar
bersosialisai. Sekolah menyelenggarakan kegiatan wajib PBP dengan
membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah melalui kegiatan
belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua.
28
Sekolah juga menyelenggarakan kegiatan pembiasaan nilai-nilai kebaikan
melalui gerakan kepedulian kepada warga sekolah, seperti menjenguk warga
sekolah yang sedang kena musibah, seperti: sakit, kematian, dan lainnya. Sekolah
juga menyelengarakan kegiatan pembiasaan periodik seperti: saling membantu
bila ada siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan.
Kelima, merawat diri dan lingkungan sekolah. Lingkungan sekolahakan
memengaruhi warga sekolah baik dari aspek fisik, emosi, maupun kesehatannya.
Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan,
ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan sekolah serta diri. Kegiatan
wajib diselenggarakan sekolah adalah melakukan kerja bakti membersihkan
lingkungan sekolah dengan membentuk kelompok lintas kelas dan berbagi tugas
sesuai usia dan kemampuan siswa.
Keenam, mengembangkan potensi diri peserta didik secara utuh. Setiap
siswa mempunyai potensi beragam. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara
optimal agar siswa bisa menemukan dan mengembangkan potensinya. Sekolah
menyelenggarakan kegiatan wajib berupa: penggunaan 15 menit sebelum hari
pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari).
Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) juga memanfaatkan
waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan
olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin,
sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.
Ketujuh, pelibatan orangtua dan masyarakat disekolah. Pendidikan adalah
tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya melibatkan orang tua
29
dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini diharapkan akan berbuah
dukungan dalam berbagai bentuk dari orangtua dan masyarakat. Sekolah
menyelenggarakan kegiatan wajib berupa pameran karya siswa pada setiap tahun
ajaran dengan mengundang orangtua dan masyarakat untuk memberi apresiasi
pada siswa. kegiatan pembiasaan umum dapat dilakukan orangtua dengan
membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk
bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan disekolah.15
B. Hakikat Guru
Sebuah profesi menuntut keahlian khusus, kecakapan, dan dedikasi.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan khusus dalam jangka waktu yang panjang. Sebuah profesi dijalankan
atas dasar ilmu yang spesifik, melibatkan kegiatan intelektual, dan diabadikan
bagi kepentingan publik.
Mencermati hakikat profesi, tidak dapat diragukan lagi bahwa guru adalah
sebuah profesi. Sebagai profesi, pelaksanaan tugas guru memang menununtut
keahlian dan kecakapan khusus yang tercermin dalam empat kompetensi guru,
yakni kompetensi pedagogi, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan
kompetensi sosial.16
Dari perspektif teori human agency, guru adalah pelaku, subjek yang
produktif dan generatif. Jika seorang guru berkompeten maka ia menjadi pelaku
yang produktif, sehingga mampu melengkapi kekurangan-kekurangan pada
komponen-komponen lain pendidikan misalnya, ketika sekolah memiliki kesulitan
15
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah),h. 378-382. 16
Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, Etika dan Tantangan
Profesionalisme Guru, (Bandung: Alfabeta, 2017), h. 51.
30
secara finansial untuk pengadaan media pembelajaran, guru yang berkomppten
dapat memanfaatkan lingkungan sekitar, seperti benda-benda nyata, bahkan
mendesain media pembelajaran, guru yang berkompeten dapat mendesain media
pembelajaran yang kreatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Habur
sebagaimana yang dikutip oleh Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian,
Mikael Nardi mengatakan bahwa guru adalah kurikulum hidup, guru adalah jiwa
kurikulum. Gurulah yang menjadi eksekutor semua program dan kebijakan
pendidikan, termasuk rencana yang tertuang dalam kurikulum. Kreativitas gurulah
yang membuat kurikulum memiliki manfaat sesuai hakikatnya sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai komponen-komponen
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, guru
memegang peran penting dalam proses pendidikan disamping fasilitas
infrasturuktur, buku, situasi dan suasan sekolah.17
1. Pengertian Guru
Umumnya guru didefinisikan secara fungsional, artinya menunjuk pada
tugas dan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, pelatih, dan fungsi-fungsi lainya.
Oleh karena itu, secara harfiah guru adalah orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya) mengajar. Sebagai seorang pengajar, guru adalah orang yang
memiliki kecakapan pada bidang tertentu, menguasai secara teoritik bidang
tersebut agar dapat mengajarkan ilmu yang dimilikinya pada peserta didik dengan
penuh keyakinan, sehingga mendapatkan pengakuan publik.18
17
Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, Etika dan Tantangan
Profesionalisme Guru, h. 52. 18
Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, Etika dan Tantangan
Profesionalisme Guru, h. 53.
31
Guru merupakan tenaga pendidik yang memberikan sejimlah ilmu
pengetahuan kepada peserta didik di sekolah. Selain memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan, guru bertugas menanamkan nilai-nilai yang paripurna. Dengan
keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing peserta didik dalam
mengembangkan potensinya. Setiap guru memiliki kepribadian yang sesuai
dengan latar belakang mereka sebelum menjadi guru. Kepribadian dan pandangan
guru serta latar belakang pendidikannya dan pengalaman mengajar sangat
mempengaruhi kualitas pembelajaran. Guru adalah manusia yang unik memiliki
karakter sendiri-sendiri. Perbedaan karakter ini menyebabkan situasi belajar yang
diciptakan oleh setiap gurubervariasi.19
Secara umum guru adalah pendidik dan pengajar untuk pendidikan anak
usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, dasar dan menengah. Guru-guru ini
harus memiliki kualifikasi formal. Dalam defini yang lebih luas, beberapa istilah
yang menggambarkan peran guru antara lain dosen, mentor, tentor, dan tutor.
Dalam kamus bahasa indonesia, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya
mengajar.20
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar
mengajar, yang ikut berperan serta dalam usaha pembentukan sumberdaya
manusia yang potensial dibidang pembangunan. Guru adalah semua orang yang
berwewenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik
secara individual maupun secara klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah.
Selain itu juga guru merupakan orang yang bertanggung jawab, berwewenang
19
Lisdawati Muda, Kepemimpinan Manusia Berkarakter, (limboto: Sultan Amai Press,
2015) h. 90. 20
Hamzah B Uno, Nina Lamatenggo, Tugas Guru dalam Pembelajaran Aspek yang
Memengaruhi, (Jakarta: Bumi Askara, 2016), h. 1-2.
32
untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual, klasikal,
disekolah atau diluar sekolah.21
Tilaar sebagaiman yang dikutip oleh Ambros Leonangung, Florianus Dus
Arifian, Mikael Nardi, dalam kehidupan sosial, guru merupakan status terhormat.
Di Indonesia status terhormat guru lahir dari tradisi jawa, yang dimulai pada
zaman hindu maupun Islam. Pada zaman hindu guru, guru adalah pembimbing
spritual, seorang yang mengajarkan kebajikan secara oral. Sebagai pembimbing
spritual, guru dianugrahi status sosial sebagi seorang Brahmin. Gelar kaum
Mahardika atau Begawan diberikan kepada guru, dimana hak begawan setara dan
hak-hak sang raja. Ia memang tidak digaji, namun dihargai sehingga
kebutuhannya dipenuhi oleh raja dan tidak dikenai pajak. Secara ekonomi, guru
termasuk dalam golongan orang kaya. Pada zaman kerajaan Islam, Guru pun
memiliki status sosial yang tinggi karena kemampuannya mengajarkan kebajikan
agama secara oral. Status Begawan diganti dengan Kiyai. Para Kiyai memiliki
pesantrin dengan kedudukan sosial yang setara dengan Begawan dalam hubungan
dengan para santri.22
2. Tugas dan Fungsi Guru
Menurut Sudjana sebagaimana yang dikutip oleh Ambros Leonangung,
Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai
profesi memilki ciri yang sama. Perbedaannya terletak pada tugas dan tanggung
jawab masing-masing. Guru dan dokter misalnya, memiliki kesamaan ciri sebagai
21
Hamzah B Uno, Nina Lamatenggo, Tugas Guru dalam Pembelajaran Aspek yang
Memengaruhi, h. 2. 22
Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, Etika dan Tantangan
Profesionalisme Guru, h. 53.
33
suatu profesi, namun keduanya tentu berbeda dalam tugas dan peranan tugas
mereka masing-masing. Guru mengemban tugas mencerdaskan peserta didik,
sedangkan dokter memiliki andil dalam menyehatkan masyarakat. Tugas dan
peran inilah yang memdedakan profesi yangsatu dengan yang lainnya.
Tugas maupun fungsi guru merupakan sesuatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Akan tetapi, tugas dan fungsi seringkali disejajarkan sebagai peran.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 dan UU No. 14 Tahun 2015, sebagaimana yang
dikutip oleh Hamzah B Uno, Nina Lamatenggo peran guru adalah sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing,pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi dari
peserta didik.23
a. Guru sebagi Pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokokh panutan, dan identifikasi bagi
para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus mempunyai
standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, kewibawaan,
kemandirian, dan kedisiplinan. Guru harus harus memahami berbagai nilai, norma
moral dan sosial, serta berusaha untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma
tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses
pembelajaran di sekolah. Uru dan tugasnya sebagai pendidik harus berani
mengambil keptusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan
lingkungan.
23
Hamzah B Uno, Nina Lamatenggo, Tugas Guru dalam Pembelajaran Aspek yang
Memengaruhi, h. 3.
34
b. Guru sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan
memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar harus terus
mengikuti perkembangan teknologi sehingga apa yang disampaikan kepada
peserta didik merupakan hal-hal yang teus diperbarui.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang
bertugas menyampaikan materi pembelajaran, menjadi fasilitator yang bertugas
memberi kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan
teknologi yang menimbulkan berbagai buku dengan harga relatif murah, dan
peserta didik dapat belajar melalui internet tanpa batasan waktu dan ruang, belajar
melalui televisi, radio, dan surat kabar yang setiap saat hadir dihadapan kita.
Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan IPTEK telah
memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru
diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri, menginformasikan,
menerangkan, dan menjelaskan? Untuk itu, guru harus senantiasa
mengembangkan profesinya secara profesional sehingga tugas dan peran guru
sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.
c. Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing
perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggung
jawab, sebagai pembimbing guru harus merumuskan tujuan secara jelas,
menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh,
35
menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua kegiatan yang dilakukan oleh
guru harus berdasarkan kerja sama yang baik antara guru dengan peserta didik.
Guru memiliki hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang
direncanakan dan dilaksanakannya.
d. Guru sebagai Pengarah
Guru adalah pengarah bagi peserta didik bahkan bagi orang tua. Sebagai
pengarah guru harus mampu mengajarkan peserta didik dalam memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam
mengambil suatu keptusan, dan menemukan jati dirinya. Guru juga dituntut untuk
mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga
peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam
menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
e. Guru sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan,
baik intektual maupun motorik sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai
pelatih. Guru bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi
dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik. Selain harus
memerhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu,
guru harus memiliki pengetahuan yang banyak, meskipun tidak mencakup semua
hal secara sempurna.
36
f. Guru sebagai Penilai
Penilaian atau evaluasi merupaka aspek pembelajaran yan paling
kompleks karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel
lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang tidak
mungkin dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa
penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar,
atau proses untuk menentukan tingkat pencapian tujuan pembelajaran peserta
didik. Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-pronsip dan
dengan teknik yang sesuai, baik tes atau nontes. Teknik apapun yang dipilih,
penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas meliputi tiga tahap, yaitu
persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
Mengingat kompleksnya proses penilaian maka guru perlu memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Guru harus memahami
teknik evaluasi, baik tes maupun nontes meliputi jenis masing-masing teknik,
karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya
ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran
soal.
Peters sebagaimana yang dikutip oleh Ambros Leonangung, Florianus
Dus Arifian, Mikael Nardi, menyebutkan tiga tugas utama guru, yakni pengajar,
pembimbing, dan administrator kelas. Sebagai pangajar, guru bertanggung jawab
atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Untuk merencanakan
pembelajaran, guru harus memilki pengetahuan dan keterampilan mendesain
pembelajaran, dan mengambil keputusan-keputusan penting seperto penerapan
37
pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran, penggunaan sumber dan
media pembelajaran yang relevan agar pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam
melaksanakan pembelajaran, guru mesti menguasai karakteristik peserta didik,
terampil menerapkan strategi dan model-model pembelajaran yang dipilih,
menguasai materi pembelajaran, dan menguasai keterampilan-keterampilan dasar
mengajar. Keterapilan-keterampilan dasar mengajar mencakupi keterampilan dan
mebuka menutup pelajara, keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya,
keterampilan memberi penguatan, keterampilan membimbing belajar individual,
dan kelompok, keterampilan menggunakan media pembelajaran, keterampilan
mengadakan variasi, dan keterampilan mengelolah kelas. Sedangkan dalam
melaksankan tugas evaluasi pembelajaran guru harus menguasai prinsip-prinsip
dasar penilaian hasil belajar, teknik-teknik penilaian, dan instrumen-instrumen
penilaian, baik tes dan non tes.24
C. Konsep Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan pen-
,akhiran –an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina atau melatih, atau
mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan
pembinaan, pelatihan, pengajaran, dan semua hal yang merupakan bagian dari
usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.25
Pendidkan secara terminologi dapat diartikan sebagai pembinaan,
pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua
24
Ambros Leonangung, Florianus Dus Arifian, Mikael Nardi, Etika dan Tantangan
Profesionalisme Guru, h. 60. 25
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 53.
38
anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian
tertentu sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat. Secara formal
pendidikan adalah pengajaran (at-tabiyah, at-ta’lim),. Sebagaimana yang
dikemukakan Muhaimin yang dikutip oleh Hasan Basri mengatakan bahwa
pendidikan adalah aktivitas atau upaya yang sadar dan terencana, dirancang untuk
membantu seseorang mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental
dan sosial.26
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas sebagaimana yang dikutip oleh
Toto Suharto mangatakan “pendidkam dalam arti Islam adalah suatu yang khusus
hanya untuk manusia”.27
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam
secara filosofis seyogianya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai
manusia. Menurut Arifin sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Basri, pendidikan
islam bermaksud membentuk manusia yang perilakunya didasari dan dijiwai oleh
iman dan taqwa kepada Allah, yaitu manusia yang dapat “merealisasikan Idealitas
Islami”, yang menhambakan sepenuhnya kepada Allah. 28
Pendidikan agama Islam adalah Upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, bertaqwa, dan berakhlaq mulia dalam mengamalkan ajaran agama
Islam dari sumber utamanya kitab suci AlQur’an dan Al-Hadis, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman. Disertai dengan
tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
26
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan islam, h. 53. 27
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 85. 28
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 85.
39
kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.29
Menurut Zakiyah Daradjat sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid,
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh
peserta didik agar senantiasa dapat memahami kandungan ajaran islam secara
menyeluruh, menghayati makna tujua, yang pada akhirnya dapat mengamalkan
serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.30
Tayar Yusuf sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid, Pendidikan
Agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,
pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar agar kelak
menjadi manusia muslim, bertakwa kepada Allah Swt, berbudi pekerti luhur, dan
berkepribadian yang memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama
Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran islam.31
Azizy sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid bahwa esensi
pendidikan, yaitu adanya teransfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan dan
generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh
karena itu, ketika kita menyebut Pendidikan Islam maka akan mencakup dua hal,
(a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam;
29
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), h.11. 30
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.12. 31
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.12.
40
(b) mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran islam, subyek berupa
pengetahuan tentang ajaran islam.32
Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang
pendidikan agama, seperti Islam, diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam
penuh dengan nilai-nilai) yang harus dipraktikan pendidikan agama lebih
ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhan-Nya;
penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan dan masihn terdapat
sederet respons kritis terhadap pendidikan agama. Hal ini disebabkan oleh
penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama diukur dengan berapa banyak
hafalan dan mengejarkan ujian tertulis di kelas yang dapat di demonstrasikan oleh
siswa.
Pola pembelajaran tersebut dapat disadari bahwa bukanlah khas pola
pendidikan agama. Pendidikan agama secara umum pun diakui oleh para ahli dan
pelaku pendidikan negara kita yang juga mengidap masalah yang sama. Masalah
besar dalam pendidikam selama ini ada kuatnya dominasi pusat dalam
penyelenggaraan pendidikan sehingga muncul uniform-sentralistik kurikulum,
model hafalan dan menolong, materi ajar yang banyak, serta kurang menekankan
pada pembentukan karakter bangsa.
Mata pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya
terliput dalam lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadis, keimanan, akhlak, fiqih/ibadah,
dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Ahama
Islam mencangkup perwujudan keserasian, keslarasan, dan keseimbangan
32
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.12.
41
hubungan manusia dengan Allah Swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk
lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas).
Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan
yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang
kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Majid dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut :33
a. Dasar Yuridis/Hukum
Dasar Yuridis, yakni dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal
dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan
dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis
formal terdiri dari tiga macam :
1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2) Dasar struktural/Konstitusonal, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1
dan 2, yang berbunyi: a) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa; b)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaanya masing-
masing.
33
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.13.
42
3) Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 yang
kemudian dikukuhkan dalam Tap MPR No. IV/MPR a978 jo. Ketetapan MPR
Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No. II 1988 dan Tap MPR No
II/MPR 1993 tentang garis-garis besar haluan Negara yang pada pokonya
menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam secara
langsungdimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
b. Dasar Religius
Dasar religiuus adalah dasar yang bersumber dari ajaran islam menurut
ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah dari Tuhan dan merupakan
perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang
menunjukan perintah tersebut antara lain:
1) Q.S. Al.Nahl ayat 125: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik”.
2) Q.S Ali-Imran ayat 104: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan menyuruh kepada yang makhruf, dan
mencegah dari yang munkar.
3) Al-Hadis: “Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya sedikit.”
c. Aspek Psikologis
Psikologis, yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-
hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tenteram sehingga memerlukan
43
adanya pegangan hidup. Sebagaimana di kemukakan oleh Zuhairini dkk yang di
kutip oleh Abdul Majid bahwa: semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan
adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam
jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat
mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan.
Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun
masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tenteram hatinya
kalau merka dapat mendejat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan
tenteram adalah jalan mendekatkan diri kepada tuhan. Hal ini sesuai denga firman
Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 28, yaitu: “Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tenteram.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai
berikut:34
a) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaaan peserta didik
kepada kepada Allah Swt. Yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan
ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi
untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan twersebut dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembanganya.
34
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.15-16.
44
b) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
c) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau
dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata
dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya.
g) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal
sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Feisal berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid bahwa
terdapat beberapa pendekatan dalam memainkan fungsi agama Islam di sekolah:35
a) Pendekatan nilai universal (makro), yaitu suatu program yang dijabarkan dalam
kurikulum.
b) Pendekatan Meso, artinya pendekatan program pendidikan yang memiliki
kurikulum, sehingga dapat memberikan informasi dan kompetisi pada anak.
35
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.16.
45
c) Pendekatan Ekso, artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan
kemampuan kebijakan pada anak untuk membudidayakan nilai agama Islam.
d) Pendekatan makro, artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan
kemampuan kecukupan keterampilan seseorang sebagai profesional yang
mampu mengemukakan ilmu teori,, informasi, yang diperoleh dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yan berkembang dal hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Tujuan pendidikan agama islam di atas merupakan turunan dari tujuan
pendidikan nasional, suatu rumusan dalam UUSPN (UU No. 20 tahun 2003),
berbunyi: “Pendidikan nasioanl bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.36
Kalau tujuan pendidikan nasional sudah terumuskan dengan baik, maka
fokus berikutnya adalah cara menyampaikan atau bahkan menanamkan nilai,
pengetahuan, dan keterampilan. Cara seperti ini meliputi penyampaian atau guru,
36
Peraturan Presiden RI, UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, (Jakarta: Peraturan
Presiden RI, 2003), h. 3.
46
penerima atau peserta didik, berbagai macam sarana dan prasarana, kelembagaan
dan faktor lainnya, termasuk kepala sekolah/madrasah, masyarakat terlebih orang
tua dan sebagainya.
Pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti
bertindak denan tujuan agar memengaruhi perkembangan anak sebagai seseorang
secara utuh. Apa yang dapat anda lakukan ada bermacam-macam cara, anda
kemungkinan dapat dengan cara mengajar dia, anda dapat bermaun dengannya,
anda dapat mengatur lingkungannya, anada dapat menyensor saluran televisi yang
anda tonton, dan anda dapat memberlakukan hukuman agar dia jauh dari penjara).
Apa yang kita saksikan selama ini, entah karena kegagalan pembentukan
individu atau karena yang lain, nilai-nilai yang mempunyai implikasi sosial dalam
istilah Qodry Azizy disebut dengan moralitas sosial atau etika sosial atau AA.
Gym menyebutnya dengan krisis akhlak hampir tidak pernah ,mendapat perhatian
seriys. Padahal penekanan terpenting dari ajaran Islam pada dasarnya adalah
hubungan antarsesama manusia (mu’amalah bayina al-nas)) yang syarat dengan
nilai-nilai yang berkaitan dengan moralitas sosial itu. Bahkan filsafat barat pun
mengarah pada pembentukan kepribadian itu sangat serius. Tampaknya ungkapan
Theodore Roosevelt menarik untuk direnungkan: “to educate a person in mind
and not in morals is to educate a menace to society” (mendidik seseorang
[menekankan] pada otak /pikiran tidak pada moral adalah sama artinya dengan
mendidik atau menebarkan ancaman kepada masyarakat). Sejalan dengan hal itu,
arah pelajaran etika di dalamnya al-Qur’an dan secara tegas didalam Hadis Nabi
47
mengenai diutusnya Nabi adalah untuk memperbaiki moralitas bangsa arab waktu
itu.37
Oleh karena itu, berbicara agama Islam, baik makna maupun tujuannya
haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai
keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan
mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.
5. Karakteristik Pendidkan Agama Islam
Munjin sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Madjid menurut PUSKUR
Depdiknas, tujuan PAI adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan
peserta didik melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya kepada Allah Swt. Serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.38
Djamas sebagaimana yang dikutip
oleh Abdul Majid menyatakan bahwa Visi PAI di sekolah umum adalah
terbentuknya sosok anak didik yang memiliki karakter, watak, dan kepribadian
dengan landasan iman dan ketaqwaan serta nilai-nilai akhlaq atau budi pekerti
yang kukuh, yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku sehari-hari,
untuk selanjutnya memberi corak bagi pembentukan watak bangsa. Sedangkan
misi PAI Djamas sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid menyebutkan
sebagai berikut :39
37
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,h. 17-18. 38
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.18. 39
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.18-19.
48
a. Melaksanakan pendidkan agama sebagai bagian integral dari keseluruahn
proses pendidikan di sekolah.
b. Menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah dengan mengintegrasikan
aspek pengajaran, pengamalan serta aspek pengalaman bahwa kegiatan belajar
mengajar didepan kelas dikuti dengan pembiasaan pengamalan ibadah bersama
di sekolah, kunjungan dan memperhatikan lingkungan sekitar serta penerapan
nilai dan norma akhlaq dalam perilaku sehari-hari.
c. Melakukan upaya bersama antara guru agama dan kepala sekolah serta seluruh
unsur pendukung pendidikan di sekolah untuk mewujudkan budaya sekolah
(School Cukture) yang dijiwai oleh suasana dan disiplin keagamaan yang
tertinggi yang tercermin dari aktualisasi nilai dan norma keagamaan dalam
keseluruhan interaksi antarunsur pendidikan di sekolah dan luar sekolah.
d. Melakukan penguatan posisi dan peran guru agama di sekolah secra terus
menerus baik sebagai pendidik maupun pembimbing dan penasihat,
komunikator, serta penggerak bagi terciptanya suasana dan disiplin keagamaan
di sekolah.
Ditilik dari tujuan, visi dan misi PAI tersebut diatas, tapak bahwa secara
implist PAI memang lebih diarahkan ke “dalam” yakni peningkatan pengetahuan
dan keterampilan dalam melaksanakan praktik atau ritual ajaran agama,
sedangkan yang berkaitan dengan penyiapan peserta didik memasuki kehidupan
sosial, terutama dalam kaitan dengan realitas kemajemukan beragama kurang
mendapat perhatian.
49
6. Pentingnya Pendidikan Agama Islam bagi Anak (Peserta Didik)
Seorang bayi yang baru lahir adalah makhluk Allah Swt. Yang tidak
berdaya dan senantiasa memerlukan pertolongan untuk dapat melangsungkan
hidupnya di dunia ini. Manusia lahir tidak mengetahui apapun, tetapi ia dianugrahi
oleh Allah Swt. Panca indra, pikiran dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu
pengetahuan, memiliki keterampilan dan mendapatkan sikap tertentu melaui
proses kematangan dan belajar terlebih dahulu. Mengenai pentingnya belajar
menurut A.R Shaleh & Soependi Soeryadinata sebagai mana yang dikutip oleh
Abdul Majid “ anak manusia tumbuh dan berkembang, baik pikiran, rasa,
kemauan, sikap dan tingkah lakunya. Dengan demikian, sangat vital adanya faktor
belajar”.40
Setiap orang tua berkeinginan mempunyai anak yang berkepribadian yang
baik, atau setiap orang tua bercita-cita mempunyai anak yang saleh, yang
senantiasa membwa harum nama orang tuanya, karena anak yang baik merupakan
kebanggan orang tua, baik buruknya kelakuannya akan memengaruhi nama baik
orang tuanya. Juga anak yang salaeh senatiasa mendoakan orang tuanya
merupakan amal baik orang tua yang akan mengalir terus menerus pahalanya
walaupun orang tua itu sudah meninggal dunia.
Untuk mencapai hal yang diinginkan itu dapat diusahakan melalui
pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah, maupun
pendidikan di masyarakat. Jadi, pendidkan agama Islam adalah ikhtiar manusia
dengan jalan bimbingan dan pimpinan untuk membantu dan mengarahkan fitrah
40
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.20.
50
agama sianak didik menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ajaran
agama.
7. Tantangan Agama Islam dalam Era Globalisasi
Dalam kerangka struktur berpikir masyarakat agama, prose globalisai
dianggap berpengaruh atas kelangsungan perkembangan identitas tradisonal dan
nilai-nilai agama. Kenyataan tersebut tidak dapat lagi dibiarkan oleh masyarakat
agama. Oleh karena itu respons-respons konstruktif dari kalangan pemikir dan
aktivitas agama terhadap fenomena diatas menjadi sebuah keharusan. Dalam alur
seperti ini, sebenarnya yang terjadi adalah dialog positif anatara prima facie
norma-norma agama dengan realitas empirik yang selalu berkembang. Meskipun
demikian, penting untuk dicatat, bahwa “pertemuan” (encounter) masyarakat
agama dengan realitasempirik tidak selalu mengambil bentuk wacana dialogis
yang konstruktif. Alih-alih yang muncul adalah mitos-mitos ketakutan yang
membentuk kesan bahwa globalisasi dengan serta-merta menyebabkan posisi
agama berada di pinggiran.
Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada dalam
atmosfer modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk memainkan
perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu
membawa perubahan dan intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan Islam
bukan sekedar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari akses
negatif globalisasi, tetapi yang paling penting adalah bagaiaman nilai-nilai moral
yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai
51
kekuatan pembebas (liberating force) dari impitan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi.
Dalam makalahnya, nining sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid
menjelaskan tentang peran masyarakat dalam meningkatkan pendidikan agama
terhadap berbagai persoalan yang saat ini tengah dihadapi pendidikan agama, di
antara persoalan-persoalan tersebut adalah sebagai berikut:41
a. Krisis Moral Akhlak
b. Disorientasi fungsi keluarga
c. Lemahnya learning Society
d. Menguatnya Paham Sekuler dan Liberal
e. Masih Kuatnya Manajemen Patriarki
8. Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan tantangan yang dihadapi pendidikan agama UU Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 tersebut diatas, maka bentuk peranan masyarakat dalam
meninkatkan pendidikan agama adalah sebagai berikut:42
a. Revitalisasi dan Reorientasi Pendidikan Agama didalam Keluarga
b. Pembiayaan, Pemberian Bahan, dan Sarana Pendidikan Agama dan
Keagamaan
c. Penguatan Learning Society dalam Pendidikan Agama
d. Berpartisipasi Aktif dalam Komite Madrasah/Sekolah
e. Mendorong dan Mendukung Semua Program Pendidikan Agama
Madrasah/Sekolah
f. Mendirikan dan Mengembangkan yang Berbasis Mutu
g. Penguatan Manajemen Pendidikan Agama
41
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.25-28. 42
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h.28
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, istilah penelitian kualitatif
menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J Moleong
mendefinisakan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat di amati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada
latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi
perlu memandangnya sebagian dari sesuatu keutuhan.1
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penilitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting);
disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai
metode kualitatif; karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif.2
2. Pendekatan Penelitian
Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pedagogik. Adapun
arti dari pendekatan pedagogik adalah praktek cara seseorang mengajar dan ilmu
1Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016), h. 4. 2Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2017), h. 8.
52
53
pengetahuan mengenai prinsip dan metode-metode membimbing dan mengawasi
pelajaran dan dengan satu perkataan yang disebut juga pendidikan.3
B. Lokasi Penelitian
Menurut Lexy J Moleong cara terbaik yang perlu ditempuh dalam
penentuan lokasi penelitan ialah dengan jalan mepertimbangkan teori substantif
dan dengan mempelajari serta medalami fokus serta rumusan masalah penelitian,
sehingganya dapat dilihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada
di lapangan.4
Penelitian ini berlokasi di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango,
dengan memfokuskan Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Ini
mendasar pengambilan lokasi ini adalah karena masalah mudah dipahami dan
diteliti serta lokasi penelitian yang mudah dijangkau.
C. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus
pengumpulan data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan, akan tetapi
fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti instrumen. Oleh karena itu
kehadiran peneliti dilapangan untuk penelitian kualitatif mutlak dilakukan atau
diperlukan dalam menguraikan kata nantinya.
Kehadiran peneliti di SDN 5 Kabila Bone Adalah Sebagai Obyek Peneliti
atau informan. Melakukan wawancara dengan subyek penelitian, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan data yang mendukung terhadap penelitian ini. Peneliti disini
3Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 2009), h.
254. 4Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 128.
54
pada waktu penelitian mengadakan pengamatan langsung dilapangan, wawancara
dengan kepala sekolah yang dijadikan sebagai obyek penelitian.
D. Sumber Data
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif
sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J Moleong ialah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya dalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan
hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi kedalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto, dan statistik. Berikut ini penjelasannya :5
1. Kata-kata dan tindakan
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis
atau melalui perekaman vidio/audio tapes, pengambilan foto, atau flim.
2. Sumber tertulis
Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan
sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data,
bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku
dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.
3. Foto
Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif,
yaitu foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang
dihasilkan oleh peneliti sendiri.
5Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 157.
55
4. Data statistik
Peneliti kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah
tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik misalnya
dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan subyek pada latar
penelitian. Misalnya statistik akan memberikan gambaran tentang kecenderungan
bertambah atau berkurangnya bayi yang lahir di suatu desa dikaitkan dengan
intensifikasi program keluarga berencana, tentang kecenderungan kematian
orangtua, penerimaan siswa di sekolah setiap tahun naik atau turun. Demikian
pula statistik dapat membantu mempelajari komposisi distribusi penduduk dilihat
dari segi usia, jenis kelamin, agama dan kepercayaan, mata pencaharian, tingkat
kehidupan sosial ekonomi, pendidikan, dan lain semacamnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Bila dilihat dari sumber datanya , maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpulan data, dan
sumber sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.
Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner
(angket),observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya.6
6Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, h. 137.
56
1. Observasi
Cartwright dalam herdiyansyah sebagaimana yang dikutip oleh Uhar
Suharsaputra mendefinisikan observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati
dan mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan.7
2. Interview (Wawancara)
Metode pengumpulan data melalui wawancara dalam penilitian kualitatif
umumnya dimaksudkan untuk mendalami dan lebih mendalami suatu kejadian
dan atau kegiatan subyek penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif
diperlukan suatu wawancara mendalam (in-depth interview), baik dalam suatu
situasi maupun dalam beberapa tahapan pengumpulan data.8
3. Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.9
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan. Dalam
7Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung:
Refika Aditama, 2012), h. 209-215. 8Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, h. 213.
9Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 329.
57
kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan
data daripada setelah selesai pengumpulan data.10
1. Analisis sebelum di lapanagan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan,
atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.11
2. Analisis data di lapangan
a. Data Reducation (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin
lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan
rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya.
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam
bentuk tabel, grafik, phi chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah dipahami.
c. Conclusion Drawing/Verification
10
Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, h. 245. 11
Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, h. 245.
58
Langkah ketiga dalam analisis ini data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan data vertifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya.12
3. Analisis data selama di lapangan
Setelah peneliti memasuki obyek penelitian yang berupa situasi sosial
yang terdiri atas, place, actor, dan activity (PAA), selanjutnya melaksanakan
observasi partisipan, mencatat hasil observasi dan wawancara, melakukan
observasi deskriptif.13
G. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu sebagai berikut :14
1. Perpanjangan keikutsertaan
Perpanjangan keikut-sertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian
sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan
membatasi:
a. Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks,
b. Membatasi kekeliruan (biases) peneliti,
c. Mengkonpensikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau
pengaruh sesaat.
12
Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, h. 247. 13
Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, h. 156. 14
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 327-331.
59
2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan
Keajegan pengamatan berati mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari
suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat
diperhitungkan dan yang tidak dapat.
3. Triangulasi
Triangulasi dengan sumber berati membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang pemerintahan; (5) membandingkan
hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Pada triangulasi metode, menurut Patton sebagaimana yang dikutip oleh
Lexy J Moleong terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat
kepercayaanpenemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2)
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba sebagaimana yang
dikutip oleh Lexy J Moleong berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat
diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain,
60
Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).15
H. Tahap-Tahap Penelitian
Adapun tahapan-tahapan penelitian ini adalah:16
1. Tahap Pra-Lapangan
2. Memilih Lapangan Penelitian
3. Mengurus Perizinan
4. Menjajaki dan Menilai Lapangan
5. Memilih dan Memanfaatkan Informan
6. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
7. Persoalan Etika Penelitian
15
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 126. 16
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 127-134.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango
SDN 5 Kabila Bone didirikan pada tahun 1960. Pada saat itu masih
bernama SDN III Molutabu. Kemudian pada tahun 2010 berubah nama menjadi
SDN 5 Kabila Bone.1 Selanjutnya sebelum peneliti sampai pada
pembahasan terhadap hasil penelitian, maka terlebih dahulu penulis akan
menjabarkan secara singkat mengenai keadaan guru sekolah, keadaan siswa,
serta keadaan fisik sekolah pada sekolah yang menjadi tempat penelitian ini.
2. Struktur Organisasi SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Berikut ini adalah struktur organisasi SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango :
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sumber data : Profil SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango 2019
Wakil Kepala
Sekolah
Komite Sekolah Kepala Sekolah
Ervina Rahman, S.Pd
Guru Kelas VI
Usman Abdurrahman, S.Pd Guru Kelas V
Erwis Hulopi, S.Pd Guru Kelas IV
Elis Purwani, S.Pd
Guru Kelas I
Lusiana Botutihe, S.Pd
Guru Kelas II
Rika kamba, S.Pd
Guru Kelas III
Windri Wartabone, S.Pd
61
62
3 Keadaan Guru SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Dalam proses pembelajaran guru merupakan faktor terpenting, karena
tanpa adanya seorang guru keberhasilan pendidikan tidak dapat tercapai. Guru
juga yang bertanggung jawab terhadap pembinaan perkembangan pribadi siswa,
gurulah yang setiap hari membimbing para siswa di kelas. sehingga guru dapat
mengetahui perkembangan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai keadaan guru di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten
Bone Bolango dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel I
Keadaan Guru SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Menurut Status
Sumber Data: Tata Usaha SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
2019
NO Nama Guru Jabatan Keterangan
1 Ervina Rahman,S.Pd Kepala Sekolah PNS
2. Usman Abdurahman,S.Pd Guru Kelas VI PNS
3. Erwis Hulopi,S.Pd Guru Kelas V NON PNS
4. Elis Purwani, S.Pd Guru Kelas IV NON PNS
5. Windri Wartabone,S.Pd Guru Kelas III PNS
6. Rika Kamba,S.Pd Guru Kelas II NON PNS
7. Lusiana Botutihe,S.Pd Guru Kelas I NON PNS
8. Andriyani Hulopi GMP NON PNS
9. Abdul Rahim Langi,S.Pd GMP NON PNS
63
Tabel keadaan guru diatas dapat dilihat bahwa kondisi guru SDN 5 Kabila
Bone Guru PNS diperbantukan tetap berjumlah 3 orang, Guru tetap 9 orang, Guru
non PNS 6 orang. Dlihat dari tabel diatas bahwa banyaknya Guru honorer
dibandingkan Guru PNS, dengan jumlah guru pendidik secara keseluruhan 9
orang ditambah 6 orang non PNS tenaga Kependidikan.
4 Keadaan Siswa SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango 2019
Tabel II
Keadaan Siswa SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
No Rombel Laki – laki Perempuan Jumlah
1
2.
3
4
5
6
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
12 orang
9 orang
6 orang
11 orang
6 orang
13 orang
8 orang
10 orang
13 orang
10 orang
7 orang
7 orang
20 orang
19 orang
19 orang
21 orang
13 orang
20 orang
Jumlah 57orang 55 orang 112 orang
Sumber Data: Tata Usaha SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
2019
Dilihat dari daftar tabel diatas bahwa keadaan siswa untuk kelas I
berjumlah 20 orang, kelas II berjumlah 19 orang, kelas III berjumlah 19 orang,
kelas IV berjumlah 21 orang, kelas V berjumlah 13 orang, dan kelas VI berjumlah
20 orang, dengan jumlah secara keseluruhan siswa berjumlah 112 orang, yang
terdiri dari 57 orang siswa laki-laki dan 55 orang siswa perempuan.
64
5 Keadaan Keadaan Sarana dan Prasarana SDN 5 Kabila Bone Kabupaten
Bone Bolango 2019
Secara fisik, gedung SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango berbentuk U, selain itu juga agak jauh dari kebisingan sehingga
proses belajar mengajar tetap tertib dan lancar. Secara rinci keadaan sarana
pendidikan diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel III
Keadaan Sarana dan Prasarana SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango
No Ruangan Jumlah
1. Ruang Kepala Sekolah 1 Buah
2. Ruang Kelas 6 Buah
3. Ruang Dewan Guru 1 Buah
4. Ruang Perpustakaan 1 Buah
5. Ruang UKS 1 Buah
6. Ruang Shalat 1 Buah
7. Ruang Alat Peraga 1 Buah
8 Toilet 3 Buah
Jumlah 15
Sumber Data: Tata Usaha SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
2019
Melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa sarana/prasarana pendidikan
yang ada di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, masih kurang karena
masih banyak fasilitas sekolah yang belum tersedia.
65
6 Visi dan Misi SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Visi:
“Menghasilkan siswa lulusan yang berkualitas, terampil, berwawasan
lingkunga serta berakhlak mulia”.
Misi :
1. Meningkatkan profesional tenaga kependidikan sekolah
2. Melengkapi sarana dan prasarana
3. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman
4. Menjalin kerja sama erat dengan masyarakat sekolah
5. Mengaktifkan kegiatan ekstra kurikuler.
Tujuan:
Agar siswa dapat melaksiswaan perilaku yang mencerminkan hukum-
hukum agama Islam serta dapat mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari
Dilihat dari visi dan misi SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango,
bahwa sekolah ini mempunyai visi dan misi yang begitu baik yang dijadikan
sasaran sekolah guna membangun dan melahirkan siswa lulusan yang berkualitas,
terampil, berwawasan lingkunga serta berakhlak mulia, dengan misi juga yang
begitu strategis sehingga penulis melihat ini sangat relefan dengan keadaan
pendidikan masa kini yang dijadikan cita-cita bersama oleh bangsa indonesia
66
B. Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di
SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
1. Strategi Guru Terkait Pembelajaran
Hasil wawancara bersama Ervina Rahman menyatakan bahawa Strategi
Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila
Bone Kabupaten Bone Bolango dirinya selaku kepala sekolah menganjurkan
kepada seluruh guru bukan saja guru yang mengajar pendidikan agama Islam
untuk selalu menyiapkan materi pembelajaran dengan baik dan dengan desain
yang cukup menarik, dan juga bagi guru semua guru agar juga dalam proses
pembelajaran sekiranya selalu menyujukan sebuah presentasi sedikit materi
adalam bentuk ceramah yang itu berkaitan dengan moral, hal ini diharapkan bisa
secara utuh mampu mengembangkan mutu pendidikan agama Islam itu sendiri
pada siswa, sebab Ervina Rahman meyakini jika strategi ini dilakukan dengan
baik, Insya Allah apa yang dicita-citakan bersama yakni meningkatkan mutu
pendidikan agama Islam khususnya dan mutu pendidikan umum pada umumnya.1
Hal senada juga disampaikan Saira Razak menyatakan bahwa “Strategi
yang lakukannya mengatur sedemikian rupa pembelajaran Agama, biar siswa-
siswa itu tertarik dan senang dengan pelajaran Agama, diantaranya dengan
menggunakan metode mengajar yang bervariasi, Cara penyampaian yang
menyenangkan serta disesuaikan dengan materi pelajaran, misal ketika materinya
berhubungan dengan ibadah maka siswa-siswa kita ajak praktek langsung, ketika
1Ervina Rahman, Kepala Sekolah, “Wawancara”, 15 Februari 2018.
67
materinya kisah-kisah disampaikan dengan cerita yang asyik, lucu dan
sebagainya”.2
2. Strategi Pengembangan Pembelajaran PAI Melalui Kegiatan Keagaman
a. Sholat dhuha dan dhuhur berjama’ah
Hasil wawancara bersama Erwis Hulopi menyatakan bahawa Strategi Guru
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone
Kabupaten Bone Bolango yakni dengan kegiatan keagaman misalnya sholat dhuha
dan dzhur berjama”ah dengan memanfaatkan fasilitas ruang yang telah disediakan
oleh pihak sekolah untuk dijadikan tempat ibadah.3 Menurut Erwis Hulopi hal ini
dilakukan oleh guru dan semua yang elemen yang ada di sekolah, agar kiranya
dapat mejadi salah indikator untuk bisa mendorong peningkatan mutu pendidikan
di SDN 5 Kabila Bone itu sendiri.
Hal senada juga disampaikan Elis Purwani menyatakan bahwa sholat
dhuha dan dzhur bersama ini sudah menjadi sebuah strategi bersama pihak
sekolah untuk membangun jiwa kedisiplina pada siswa dan rasa persaudaraan
yang tinggi antar sesama.4 Elis Purwani sendiri menambahkan bahwa meyakini
strategi ini bisa sangat membantu guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
agama Islam yang ada di SDN 5 Kabila Bone, sebab Sholat dhuha dan dhuhur
berjama’ah ini terus menurus secara konsiten didorong dan dilakukan di setiap
waktu oleh pihak sekolah itu sendiri.
2Saira Razak, Guru Mata Pelajaran, “Wawancara”, 15 Februari 2018.
3Erwis Hulopi, Guru Kelas V, “Wawancara”, 19 Maret 2018.
4Ibid.
68
b. Peringatan hari besar Islam
Hasil Wawancara bersma disampaikan Saira Razak menyatakan
bahwa Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, yakni dengan
merayakan peringatan hari besar Islam dengan tepat waktu, yang
kemudian ini langsung dimeriahkan dengan berbagai macam lomba dalam
perayaan tersebut, seperti: lomba pidato, lomba adzan, lomba bacaan surah
pendek, dan loma melukis kaligrafi. Saira Razak menyatakan bahwa pihak
sekolah selalu tepat waktu dalam perayaan hari besar Islam seperti
Maulid, Isro’ Mi’roj, dan Nuzulul Qur’an itu sendiri.5 Saira Razak
menyatakan bahwa sangat meyakini bahwa apa yang dilakukan ini sangat
bisa mendorong kualitas pendidikan agama Islam di SDN 5 Kabila Bone,
sebab dalam kegiatan keagamaan ini siswa dilatih betul dalam agenda
lomba-lomba yang dilakukan dalam pelaksanaan perayaan hari besar Islam
itu sendiri.
c. Pesantren Kilat
Hasil Wawancara bersma disampaikan Elis Purwani Strategi Guru
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila
Bone Kabupaten Bone Bolango adalah dengan mengadakan pesantren
kilat. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan siswan pada bulan Ramadhan.
Kegiatan ini diadakan oleh sekolah selama 3 hari di hari efektif di sekolah,
meskipun berpakaian muslim, absensi berjalan seperti biasanya. Dalam
5Saira Razak, Guru Mata Pelajaran, “Wawancara”, 15 Februari 2018.
69
kegiatan pondok pondok Ramadhan ini, diisi materi-materi keagamaan.
Adapun kegiatan yang dilakssiswaan berupa tadarus Al-Qur’an, shalat
berjama’ah dan mendengarkan ceramah.6 Elis Purwani menyatakan bahwa
kegiatan ini sudah menjadi agenda rutin yang dilakukan setiap bulan suci
ramadhan, dan Elis Purwani meyakini bahwa hal yang dilakukan ini
sangat bisa mendorong peningkatan mutu pendidikan agama Islam itu
sendiri.
d. Dzikir dan Doa Bersama
Hasil wawancara bersama Ervina Strategi Guru dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango yakni dengan dzikir dan doa bersama, kegiatan ini biasanya
dilakukan menjelang ujian untuk siswa. Biasanya kegiatan berlangsung 2
minggu sebelum ujian dilaksanakan siswa. Ervina Rahman menyatakan
kegiatan untuk menambah rasa percaya diri siswa menghadapi ujian
nasional kami adakan Dzikir Bersama. Dalam Dzikir ini Ervina Rahman
mengatakan mengundang semua wali murid kelas 6 agar turut serta
mengikuti dzikir bersama di sekolah dengan tujuan agar siswa kelas 6
dapat lulus semua dan dapat melanjutkan ke jenjang selanjutnya.7 Ervina
Rahman juga dalam keterangan hasil wawancara menyatakan bahwa selain
ini merupakan kegiatan yang nuansanya bertujuan untuk doa dalam rangka
memantapkan mental siswa dalam menghadapi ujian, akan tetapi disisi
6Ibid.
7Ervina Rahman, Kepala Sekolah, “Wawancara”, 15 Februari 2018.
70
lain kegiatan ini juga secara tidak langsung mampu mempengaruhi atas
terwujudnya pemantapan kulitas pendidikan agama Islam pada diri siswa.
3. Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
Terkait dengan Profesi
Hasil wawancara bersama Windri Wartabone menyatakan bahawa setiap
guru yang diterima mengajar di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
diharuskan sudah menyelasaikan pendidikan strata 1 atau minimal sedang dalam
studi strata 1, hal ini dilakukan guna menopang kualitas seorang pendidik yang
masuk dan mengajar di sekolah. Windri Wartabone juga menyampaikan bahwa
setiap guru mengajar sesuai dengan kedisiplinan ilmunya masing-masing dan
tidak diperbolehkan mengajar atau mengganti seorang guru jika berhalangan
mengajar pada mata pelajaran yang diembannya, sehingganya dengan hal ini
Windri Wartabone menyampaikan bahwa khusus untuk pelajaran pendidikan
agama Islam disekolah sudah dipercayakan secara penuh kepada guru agama,
adapun hal-hal yang dikerjakan atau di dorong berasama adalah pembentikan
karakter yang baik pada siswa itu sendiri.8
Hal senada juga disampaikan Rika Kamba menyatakan bahwa Strategi
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam adalah mensyratkan
seorang pendidik yang masuk dan mengajar di sekolah SDN 5 Kabila Bone
minimal sementara studi strata 1. Sehingganya Rika Kamba itu sendiri mengakui
saat dirinya mendaftar menjadi guru di sekolah itu, yaitu menempuh S1 PAI,
selain itu juga mengikuti pelatihan atau diklat tentang materi-materi atau
8Windri Wartabone, Guru Kelas III, “Wawancara”, 23 Maret 2018.
71
pendidikan agama demi peningkatan mutu, selalu tanggap terhadap perkembangan
kurikulum atau materi-materi PAI. Yang penting adalah selalu menambah ilmu
dan pengetahuan tentang agama dan mengajar siswa-siswa dengan ikhlas dan
penuh rasa tanggung jawab.9
4. Strategi dalam Meningkatkan Mutu Terkait Kerjasama dengan Orang
Tua
Hasil wawancara Abdul Rahim Langi menyatakan bahwa Strategi Guru
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone
Kabupaten Bone Bolango salah satunya adalah membangun kerjasama dengan
orang tua, hal ini dilakukan oleh pihak sekolah guna bisa secara berskala
mengetahui aktivitas siswa jika berada diluar sekolah atau kemabilnya siswa
disekolah bisa didentifikasi segala kegiatan siswasehari-hari di rumah. Pihak
sekolah itu sendiri dengan kerjasama ini berharap lebih agar kiranya orang tua
benar-benar bisa mebangun apa yang menjadi visi bersama untuk membangun dan
menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam .10
Hal senada juga disampaikan bersama Usman Abdurahman menyatakan
bahawa guru selalu berhubungan dengan orang tua dalam melakukan pengawasan
terhadap siswa-siswa ketika di rumah, sehingga kalau ada siswa melanggar
norma, berbuat atau berkata tidak terpuji tidak sesuai dengan ajaran Islam maka
orang tua bisa langsung memberi tahu. Karena keluargalah yang bisa
membimbing dan mengawasi siswanya secara maksimal. Selain itu kerjasama
yang lakukan yaitu memberikan pesan-pesan kepada keluarga agar siswa
9Rika Kamba, Guru Kelas II, “Wawancara”, 23Maret 2018.
10Abdul Rahim Langi, Guru Mata Pelajaran, “Wawancara”, 26 Maret 2018.
72
dibimbing dengan baik bila perlu di berikan absensi terkait sholat lima waktu”.11
C. Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone
Bolango
1. Kendala Internal
a. Kualitas Peserta Didik
Hasil wawancara bersama Saira Razak menyatakan bahwa Kendala-
kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Selama ini yang menjadi
kendala itu kadang siswa-siswa tidak semangat dalam mengikuti pembelajaran
karena berbagai masalah siswa baik dari rumah atau dari sekolah, kemampuan
siswa dalam menangkap pelajaran juga berbeda selain itu waktu pelajaran agama
juga terbatas kadang materi masih belum tuntas tapi waktunya sudah habis.12
Hal senada juga disampaikan bersama Ervina Rahman menyatakan
Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah dari
kepribadian siswa seperti, masalah siswa baik di rumah maupun di sekolah,
kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran yang berbeda dan faktor dari
waktu pelajaran agama yang terbatas sehingga materi yang disampaikan tidak bisa
maksimal. Ervina Rahman menyatakan kesiapan siswa yang dimaksudkan adalah
dari pribadi dan keadaan siswa ketika berada di dalam kelas ketika pelakajaran
berlangsung. Kadang dari siswa itu ada yang mengantuk dan juga sakit yang
11
Usman Abdurahman, Guru Kelas VI, “Wawancara”, 27 Maret 2018. 12
Saira Razak, Guru Mata Pelajaran, “Wawancara”, 15 Februari 2018.
73
mengakibatkan kesiapan dari siswa itu dalam mengikuti pembelajaran masih
kurang..13
b. Tenaga Pendidik (Guru)
Hasil wawancara bersama Erwis Hulopi menyatakan bahawa Kendala-
kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah guru pendidikan agama
Islam itu sendiri yang hanya berjumlah dua orang, sehingganya dengan
komposisi pengajaran tidak begitu maksimal, dengan guru yang ada dan kemudian
harus mengajar pada siswa disemua kelas yang ada di SDN 5 Kabila Bone. 14
Hal senada juga disampaikan Elis Purwani menyatakan bahwa Kendala-
kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango sumber daya guru itu sendiri,
sehingga apa yang menjadi tujuan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan
agama Islam itu sendiri belum begitu kuat bisa terpenuhi.15
Hasil wawancara bersama Windri Wartabone menyatakan bahawa
Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango bukan saja
berekenaan dengan berbagai macam sumber daya guru itu sendri, melainkan
berkaitan dengan kesejatraan guru, tak dapat dipungkiri bahwa kesejatraan guru
sangat mempengaruhi kinerja guru dalam pengabdiaannya pada madrasah, sebab
di di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango itu sendri ada guru yang
statusnya honorer, sehingganya kendala ini juga sangat bisa menghambat sebuah
13
Ervina Rahman, Kepala Sekolah, “Wawancara”, 15 Februari 2018. 14
Erwis Hulopi, Guru Kelas V, “Wawancara”, 19 Maret 2018. 15
Elis Purwani, Guru Kelas IV, “Wawancara”, 19 Maret 2018.
74
pengabdaian dan kerja guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan.16
Dari hasil
wawancara diatas penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa di SDN 5
Kabila Bone kabupaten Bone Bolango adalah sumber daya guru.
c. Sarana dan Prasarana Madrasah
Dalam menunjang kegiatan keagamaan memang perlu fasilitas ibadah.
Fasilitas belajar baik yang berupa sarana maupun pra sarana akann memberikan
dampak pada pendidikan siswa. Demi menunjang kelancaran belajar pendidikan
agama Islam , tentunya sarana ibadah sangat penting sekali karena digunakan
untuk praktek keagamaan Islam yang berhubungan dengan ibadah. Hal ini sejalan
dengan konsep bahwa dalam suatu pendidikan harus mempenuhi beberapa
komponen, salah satunya adalah ketersediaan sarana dan pra sarana sekolah yang
menunjang kegiatan siswa dalam pembelajaran.
Sebagaimana hasil wawancara disampaikan Rika Kamba menyatakan
bahwa Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
adalah belum adanya musholah untuk dijadikan pusat kegiatan keagamaan seperti
sholat berjamaah, atau aktifitas lainnya, pihak sekolah itu sendiri hanya
memanfaatkan salah satu ruangan kecil dijadikan tempat siswa untuk praktek
pembelajaran pendidikan agama Islam .17
Hal senada juga bersama Lusiana Botutihe menyatakan bahawa Kendala-
kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah kurannya ruangan untuk
16
Windri Wartabone, Guru Kelas III, “Wawancara”, 23 Maret 2018. 17
Rika Kamba, Guru Kelas II, “Wawancara”, 23Maret 2018.
75
dijadikan tambahan untuk menampung sejumlah siswa yang akan masuk dan
seklah di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Lusiana Botutihe
menambahkan kurangnya ruangan ini juga sangat mempengaruhi kenyamanan
siswa di sekolah itu sendir.18
2. Kendala External
a. Lingkungan Masyarakat
Hasil Wawancara bersama disampaikan Abdul Rahim Langi menyatakan
bahwa Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Tempat bermain siswa memberikan pengaruh terhadap sikap yang ada dalam
dirinya. Berdasarkan observasi dan wawancara Abdul Rahim Langi beberapa
ditemukan bahwa ada siswa yang tinggal dilingkungan tidak agamis, sebab
sekolah SDN 5 Kabila Bone ini sendiri berdekatan dengan tempat wisata yang
kita kenal pantai botu tonuo sehingga mereka terpengaruh oleh kondisi wilayah
yang tidak baik bagi usia mereka sebab apa yang mereka lihat ditempat wisata itu
membuat siswa ikut-ikutan gaya yang tidak sepatutnya diikuti.19
b. Pengaruh negatif perkembangan kemajuan teknologi dan informasi
Hasil wawancara bersama Usman Abdurahman menyatakan bahawa
Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah
perkembangan teknologi masa kini, seperti internet, Usman Abdurahman
menyatakan bahwa banyak juga siswa yang kemudian tidak memanfaatkan
18
Lusiana Botutihe, Guru Kelas I, “Wawancara”, 26 Maret 2018. 19
Abdul Rahim Langi, Guru Mata Pelajaran, “Wawancara”, 26 Maret 2018.
76
teknoligi sebagaimana mestinya, seperti siswa hanya menggunakan untuk bermain
game semata.20
c. Lingkungan Keluarga
Hasil wawancara bersama Windri Wartabone menyatakan bahawa
Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango salah satunya
adalah lingkungan keluarga siswa itu sendiri. Windri Wartabone menyatakan
bahwa ada juga orang tua yang kurang perhatian terhadap anaknya, kurang
perhatian yang dimaksud kata Windri Wartabone adalah dilingkungan keluarga itu
sendiri siswa tersebut tidak diawasi dan didorong untuk belajar dengan maksimal
di rumah, sehingga hal ini juga menjadi kendala besar bagi sekolah mengontrol
perkembangan siswa itu sendiri.
20
Usman Abdurahman, Guru Kelas VI, “Wawancara”, 27 Maret 2018.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai macam pembahasan diatas serta penafsiran terhadap data-data
yang diteliti maka penulis dapat mengambil kesimpulan: Strategi Guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten
Bone Bolango sebagai Berikut :
1. Strategi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN 5
Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah strategi guru terkait
pembelajaran, strategi pengembangan pembelajaran PAI melalui kegiatan
keagaman, strategi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam
terkait dengan profesi, dan strategi dalam meningkatkan mutu terkait kerjasama
dengan orang tua
2. Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah
Kualitas Peserta Didik, tenaga pendidik guru, sarana dan prasarana madrasah,
lingkungan masyarakat dan pengaruh negatif perkembangan kemajuan
teknologi dan informasi
3. Solusi yang dilakukan Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama
Islam di SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango adalah, lebih giat lagi
mengawal dan mendorong siwa untuk belajar, merikrut guru honorer baru,
mengajukan permohonan bantuan secara terus-menurus pada instansi terkait,
77
78
dalam hal ini pemerintah kabupaten, dan membangun kerja sama yang baik
antara masyarakat dan orang tua siswa.
B. Implikasi
Saran penulis terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan
khususnya pendidikaan agama Islam yaitu :
1. Kepada Kepala Sekolah SDN 5 Kabila Bone supaya mempertahankan dan
meningkatkan startegi dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
2. Kepada seluruh guru SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango agar
lebih lagi meningkatkan kinerjanya.
3. Kepada seluruh stakeholder SDN 5 Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
supaya di pertahankan dalam bekerjasama memajukan dan mengelola SDN 5
Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, supaya mutu dan kualitas tetap terjaga
dan lebih meningkat.
79
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Ghafur, A Hanief Saha, Arsitektur Mutu Pendidkan Indonesia, Jakarta: Bumi
Askara, 2017.
Handoko, T. Hani, Manajemen yogyakarta: BPFE, 2010.
Leonangung, Ambros, Arifian Dus, Florianus, Nardi, Mikael, Etika dan
Tantangan Profesionalisme Guru, 2017.
Majid, Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012.
-------------------, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.
Miftahudin, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2
Perkuncen Banyumas, Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri IAIN
Purwokerto, 2016.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2016.
Muda, Lisdawati, Kepemimpinan Manusia Berkarakter, Limboto: Sultan Amai
Press, 2015.
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosd karya,
2010.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Madrasah dan Perguruan Tinggi Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Ilmu, 2009.
Nawawi, H. Hadari, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan, Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity press, 2009.
------------------------------, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan, Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity press, 2009.
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam Jakarta :
Gaya Media Pratama, 2010.
Pamungkas Adi , Paksi, Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa
di SMK N 1 Kaliwungu Kab. Semarang, Surakarta: Institut Agama Islam
Negeri Surakarta, 2019.
Patoni, Ahmad, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bina Ilmu, 2009.
Poerbakawatja, Soegarda, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,
2009.
Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sekretaris
Negara Republik Indonesia, 2003.
Sofchah Sulistyowati, Cara Belajar yang Efektif dan Efisien, Pekalongan: Cinta
Ilmu 2010, h. 91.
Sugiyono, Meode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta, 2017.
Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,
Bandung: Refika Aditama, 2012.
Suharto,Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
80
------------------, Filsafat Pendidikan Islam,Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Uno B,Hamzah, Lamatenggo, Nina, Tugas Guru dalam Pembelajaran Aspek yang
Memengaruhi, Jakarta: Bumi Askara, 2016.
Utawan, Heru, Upaya Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
Kelas VII di SMPN 1 Ngantru Tulungagung, Tulungangung: Institut
Agama Islam Negeri Tulungagung, 2014.
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk Paud dan Sekolah), Depok:
Raja Grafindo, 2017.
DAFTAR PUSTAKA A. Ma’ruf, Anshori. Terjemah Ta’limuta’alim. Surabaya: Usaha Nasional. 1996. Amir Daien, Indrakusuma. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
1978. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Dalam Pendekatan Prektek. Jakarta:
Rineka 2002. Cipta. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Bina Aksara.
1985. Article oleh Prof. Dr. Mohammad Ali, MA.. Pengembangan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. 19 September 2010 Bin Ismail, Syekh Ibrahim. Ta’limul Muta’allim. Semarang : Toha Putra. Cepi Triatna dan Aan Komariah. 2005. Visionary Leadership Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. D. Marimba, Ahmad.. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al- Ma'arif.
1974 Daim Indrakusuma, Amier. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional. Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi
Kelembagaan Akademik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Depdikbud. 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PN. Balai Pustaka. . 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PN. Balai Pustaka. Departemen Agama RI. 1994. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Binbaga Ilmu pada Sekolah Umum. . 2005. Standar Penilian di Kelas. Jakarta: Direktorat Jenderal.
72
Muhaimin. 2005. Pengembangan kurikulum agama islam. Jakarta: Rajagrafindo persada. Patoni, Achmad. 2004. Metodologi Pendidikan agama Islam. Jakarta: PT.Bina Ilmu. Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Yayasan Penyelenggara. 1971. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Intermasa. PP.RI. No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Redaksi
Sinar Grafika. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun. 2003. Poerwati, Endang. 1998. Dimensi-dimensi Riset Penelitian. UMM. Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah Teori Dasar Dan Praktik. Bandung,
PT. Refika Aditama. Sagala, Syaiful. 2010. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan
MutuPendidikan. Bandung: Alfabeta. . 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar. Bandung: ALFABETA. Sallis, Edward. 2011. Manajemen Mutu Terpadu
Pendidikan. Jogyakarta:IRCiSod. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakaarta: PT Grafindo
Persada. Sulistyorini. 2009. Manajemen Pendidikan Islam Konsep, Strategi Dan Aplikasi. Yogyakarta: TERAS.