SCB1603402 PTA
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI 2013/2014
Drs. IMAN SANTOSO, M. Phil.
Dra. SITARESMI, M. Sc.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
PENGECATAN MORFOLOGI DAN STRUKTUR SEL BAKTERI
NAMA : WIDYA SETYANINGTYAS
NPM : 1106014892
KELOMPOK : V (LIMA) SIANG
TANGGAL PRAKTIKUM : 25 SEPTEMBER 2013
ASISTEN : GINTANG PRAYOGI
ZAHRA HAIFA
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
2013
PENGECATAN MORFOLOGI DAN STRUKTUR SEL BAKTERI
I. TUJUAN
1. Mengamati dan mempelajari morfologi sel bakteri.
2. Mengetahui dan memahami teknik pengecatan khusus morfologi sel bakteri
( metode pengecatan negatif, sederhana, dan Gram).
3. Mengamati dan mempelajari struktur sel bakteri ( spora, kapsul, dan dinding
sel).
4. Mempelajari dan mengamati teknik-teknik pengecatan khusus struktur sel
bakteri.
II. HASIL PENGAMATAN
I. PENGECATAN MROFOLOGI SEL BAKTERI
A. PENGECATAN NEGATIF
Nama biakan : Bacillus cereus
Umur biakan : 24 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Larutan nigrosin (tinta cina)
Keterangan : a. sel Bacillus cereus
B. PENGECATAN SEDERHANA
Nama biakan : Bacillus cereus
Umur biakan : 24 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Larutan safranin
Keterangan : a. sel Bacillus cereus
Nama biakan : Escherichia coli
Umur biakan : 48 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Larutan Kristal Violet
Keterangan : a. sel Escherichia coli
C. PENGECATAN GRAM
Nama biakan : Micrococcus sp.
Umur biakan : 48 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Gram A (Kristal violet), Gram B
(Lugol’s iodine), Gram C (alkohol
aseton), Gram D (safranin)
Keterangan : a. sel Micrococcus sp.
Nama biakan : Escherichia coli
Umur biakan : 48 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Gram A (Kristal violet), Gram B
(Lugol’s iodine), Gram C (alkohol
aseton), Gram D (safranin)
Keterangan : a. sel Escherichia coli
2. PENGECATAN STRUKTUR SEL BAKTERI
A. PENGECATAN SPORA
Nama biakan : Bacillus cereus
Umur biakan : 24 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Larutan Malachit Green
dan Safranin
Keterangan : a. endospora
b. sel vegetatif
B. PENGECATAN KAPSUL
Nama biakan : Bacillus subtilis
Umur biakan : 24 jam
Medium : Nutrient Agar (NA)
Perbesaran : 10 x 100
Reagen : Larutan CuSo4 20% , Kristal
Violet 1%.
Keterangan : a. kapsul
b. sel vegetatif
III. PEMBAHASAN
PENGECATAN MORFOLOGI SEL BAKTERI
A. PENGECATAN NEGATIF
Bakteri yang digunakan dalam percobaan pengecatan negatif yaitu
Bacillus cereus yang berumur 24 jam. Bacillus cereus merupakan bakteri gram
positif, aerobik, berspora, berbentuk batang, dan motil. Bakteri tersebut sudah
memiliki struktur yang sempurna pada umur 24 jam sehingga mudah untuk
diamati. Hal tersebut dikarenakan bakteri sedang mengalami pertumbuhan yang
optimum pada rentang waktu 24 jam (Schaechter 2009: 408).
Pengecatan negatif dilakukan untuk mewarnai latar belakang preparat,
sedangkan bakteri tidak terwarnai. Hal tersebut memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai ukuran dan bentuk sel bakteri. Langkah kerja dalam melakukan
pengecatan negatif yaitu kaca objek dibersihkan dengan menggunkan alkohol 70
% sehingga bebas lemak, kemudian larutan nigrosin diteteskan di atas kaca objek.
Biakan bakteri diambil dengan memakai jarum ose dan diletakkan dalam tetesan
larutan nigrosin tersebut. Larutan nigrosin diratakan dengan menggunakan kaca
objek yang lain, preparat dibiarkan mengering kemudian diamati di bawah
mikroskop (Gandjar dkk. 1992: 29; Harley 2005: 35). Untuk perbesaran 1000 kali
dapat ditambahkan minyak imersi pada lensa objektif. Minyak imersi berfungsi
untuk memperbesar penetrasi sinar terhadap preparat, memperbesar indeks bias,
mengurangi gesekan, membuat lensa menjadi homogen sehingga mempermudah
pengamatan (Holt dkk. 1994: 545).
Pewarna yang digunakan dalam pengecatan negatif ialah larutan nigrosin
atau disebut juga sebagai tinta cina. Larutan nigrosin hanya mewarnai latar
belakang preparat disebabkan asam nukleat pada protoplasma bakteri yang
bermuatan negatif tidak dapat berikatan dengan kromatofor nigrosin yang juga
bermuatan negatif. Oleh karena itu zat warna tersebut tidak dapat mewarnai sel
bakteri (Sutedjo dkk. 1991: 306). Proses pengecatan negatif tidak memerlukan
fiksasi sebab tidak harus mematikan sel bakteri secara cepat dan tidak perlu
memperbesar kemungkinan melekatnya cat pada sel bakteri. Fiksasi dapat
menyebabkan sel bakteri tersebut rusak dan mengkerut sehingga tidak dapat
diamati lagi bentuk morfologinya (Black 1999: 64)
Faktor yang memengaruhi pewarnaan sel bakteri dengan teknik
pengecatan negatif ialah zat warna yang digunakan yaitu larutan nigrosin,
ketebalan lapisan zat warna, usia bakteri yang digunakan, dan komposisi dari
medium. Penggoresan larutan nigrosin pada kaca objek dilakukan secara bertahap
hingga lapisan menjadi tipis. Lapisan zat warna tidak boleh terlalu tebal karena
akan menyebabkan cahaya tidak dapat menembus, dan zat warna akan pecah
ketika dikeringkan. Lapisan warna juga tidak boleh terlalu tipis karena tidak ada
warna kontras yang membedakan sel-sel bakteri dengan lingkungan sehingga sulit
untuk diamati (Sutedjo dkk. 1991: 306--307).
Sel Bacillus cereus yang teramati melalui mikroskop dengan perbesaran
10 x 100 berbentuk batang (basil) dengan warna transparan. Latar belakang
preparat berwarna cokelat kekuningan akibat dari pewarna nigrosin. Hal tersebut
sesuai dengan literatur yang menjelaskan mengenai bentuk sel Bacillus cereus
ialah batang lurus, terkadang tersusun berpasangan atau membentuk rantai dengan
ujung yang membulat (Holt dkk. 1994: 559).
B. PENGECATAN SEDERHANA
Bakteri yang digunakan dalam pengecatan sederhana adalah Bacillus
cereus dan Escherichia coli . Bacillus cereus berumur 24 jam dan Escherichia
coli berumur 48 jam. Bacillus cereus sudah memiliki struktur yang sempurna pada
umur 24 jam, sedangkan Escherichia coli memiliki struktur yang sempurna pada
umur 48 jam (Singleton & Sainsbury 2006: 475). Pengecatan sederhana bertujuan
untuk melihat susunan sel dan untuk membedakan bakteri dari benda-benda mati
lainnya yang bukan bakteri (Irianto 2006: 59).
Proses pengecatan sederhana diawali dengan membuat preparat olesan
bakteri. Preparat dibuat dengan cara mencampur akuades dengan biakan yang
diambil menggunakan ose kemudian diletakkan di atas kaca objek. Biakan yang
sudah ada diratakan dan dikeringkan hingga akuades hilang kemudian dilakukan
proses fiksasi. Fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan preparat olesan bakteri
beberapa kali di atas api. Preparat olesan yang sudah mengering ditetesi dengan
larutan kristal violet untuk bakteri Escherichia coli dan larutan safranin untuk
bakteri Bacillus cereus, biarkan 1-2 menit. Selanjutnya sisa larutan di cuci dengan
air mengalir, tunggu sampai mengering lalu diamati di bawah mikroskop (Gandjar
dkk. 1992: 31). Proses fiksasi dilakukan untuk melekatkan sel bakteri pada kaca
objek, membunuh bakteri karena sel-sel yang mati lebih mudah diwarnai,
membuat sel-sel lebih kuat, mencegah terjadinya otolisis sel, serta mengubah
afinitas (daya ikat) zat warna (Sutedjo dkk. 1991: 300).
Pengecatan sederhana menggunakan larutan dengan satu macam zat
warna. Zat warna yang digunakan yaitu kristal violet. Zat warna lain yang juga
dapat digunakan untuk pengecatan sederhana ialah methylen blue, gentian violet,
basic fuchsin, dan saffranin (Lay & Hastowo 1992: 33). Zat warna yang
digunakan untuk pengecatan sederhana merupakan zat warna basa. Kecepatan
dan tingkat pewarnaan sel berbeda-beda dari setiap zat warna yang digunakan.
Methylen blue bereaksi dengan muatan negatif dari sel dengan kecepatan yang
paling lambat dan membutuhkan waktu sekitar 30--60 detik untuk dapat mewarnai
bakteri. Safranin membutuhkan waktu yang lebih cepat yaitu sekitar 5 detik
untuk dapat mewarnai bakteri (Sutedjo dkk. 1991: 302).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan sederhana antara lain
konsentrasi dari zat warna yang digunakan, umur dari sel biakan, ketebalan sel,
fiksasi, lama pemberian cat warna dan pencucian gelas objek. Semakin tebal
jumlah sel yang terambil maka pewarnaan bakteri menjadi tidak jelas karena sel
tersusun menumpuk. Zat pewarna yang diberikan tidak boleh terlalu pekat atau
tebal karena sel bakteri yang terlihat juga akan menjadi gelap. Proses fiksasi yang
terlalu lama akan mengakibatkan preparat menjadi kering, sehingga struktur sel
yang akan diamati menjadi tidak jelas (Madigan dkk. 2000: 52).
Berdasarkan pengamatan, tampak bakteri Bacillus cereus dan Escherichia
coli berbentuk batang. Kedua bakteri teramati pada perbesaran 10 x 100 namun
bakteri yang terlihat di mikroskop padat dan menumpuk. Hal tersebut disebabkan
karena pada saat pengambilan bakteri terlalu banyak. Bakteri Bacillus cereus
terlihat berwarna kemerahan dan bakteri Echerichia coli berwarna agak keunguan.
Hal tersebut terjadi karena kristal violet merupakan zat warna basa sehingga
memberikan warna ungu, sedangkan safranin memberikan warna kemerahan (Lay
& Hastowo 1992: 35).
C. PENGECATAN DIFFERENSIAL (GRAM)
Bakteri yang digunakan dalam pengecatan differensial (gram) ialah
Micrococcus sp. dan Escherichia coli. Micrococcus sp. merupakan bakteri gram
positif berbentuk bulat sedangkan Escherichia coli merupakan bakteri gram
negatif anaerob fakultatif berbentuk batang. Kedua bakteri tersebut berumur 48
jam. Kedua bakteri memiliki struktur yang sempurna pada umur 48 jam sehingga
lebih mudah untuk diamati bagian-bagiannya (Madigan dkk. 2000: 58).
Pengecatan Gram merupakan salah satu contoh teknik pengecatan
differensial yang menggunakan beberapa macam larutan atau zat pewarna untuk
mewarnai sel. Pengecatan Gram bertujuan untuk membedakan bakteri ke dalam
kelompok bakteri Gram postif atau Gram negatif. Langkah kerja dalam
pengecatan differensial (Gram) yaitu preparat olesan dibuat, kemudian ditetesi
larutan kristal violet (Gram A) sebanyak 1- 2 tetes dan didiamkan selama 1
menit. Preparat dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan. Selanjutnya
ditetesi larutan Lugol’s iodine (Gram B), biarkan selama 1 menit. Preparat dicuci
kembali menggunakan akuades dan dikeringkan. Ditetesi larutan Gram C selama
30 detik, dicuci kembali dan dikeringkan. Selanjutnya ditetesi dengan larutan
Gram D selama 30 detik, dicuci dan dikeringkan kembali kemudian diamati di
bawah mikroskop (Gandjar dkk. 1992: 29, 31--32).
Pengecatan Gram membutuhkan empat macam larutan zat warna yang
berbeda yaitu larutan Hucker’s Crystal Violet, larutan Mordan Lugol’s Iodine,
larutan alkohol aseton, dan larutan safranin. Larutan Hucker’s Crystal Violet
(Gram A) digunakan sebagai zat warna dasar yang mewarnai semua bagian sel
dengan warna ungu. Larutan Mordan Lugol’s Iodine (Gram B) berfungsi sebagai
mordant. Mordan merupakan suatu zat yang dapat menambah afinitas sel
terhadap pewarna, sehingga warna hasil pewarnaan dengan Crystal Violet
semakin intensif. Larutan alkohol aseton (Gram C) berfungsi sebagai
decolorizing agent, berperan sebagai agen pendehidrasi protein atau lipid,
tergantung pada konsentrasi lipid dan ketebalan peptidoglikan pada dinding
bakteri. Alkohol aseton meningkatkan porositas dinding sel dengan melarutkan
lipid pada lapisan luar peptidoglikan yang tipis, sehingga larutan Gram A dan B
dapat dengan mudah luntur pada bakteri Gram negatif. Sel bakteri Gram negatif
akan menjadi tidak berwarna, sehingga pada penambahan counterstain safranin
(Gram D), akan menjadi berwarna merah. Sel bakteri Gram positif tidak
mengalami dekolorisasi pada penambahan alkohol aseton karena tebalnya lapisan
peptidoglikan pada dinding sel, sehingga pewarna Gram A dan B sangat kuat
berikatan. Sel tersebut akan tetap berwarna ungu walaupun ditambahkan pewarna
safranin (Cappuccino & Sherman 2001: 64).
Bakteri gram positif dan negatif akan memberikan reaksi penampakkan
yang berbeda dalam pengecatan gram dikarenakan memiliki komposisi yang
berbeda-beda. Kompleks penggabungan kristal violet–iodium akan terikat kuat
dalam sel bakteri gram positif yang memiliki peptidoglikan dalam jumlah besar
pada dinding selnya. Kompleks tersebut tidak hilang walau telah dicuci dengan
alkohol aseton. Hal tersebut menyebabkan sel tetap berwarna ungu karena cat
penutup (safranin) tidak mempengaruhi kompleks tersebut. Bakteri gram negatif
memiliki lapisan fosfolipid pada bagian terluar dinding selnya. Pori-pori dinding
sel tersebut akan mengembang bila sel dibasahi dengan alkohol aseton, sehingga
kompleks kristal violet–iodium akan terlarut keluar sel (sel tidak berwarna). Hal
tersebut menyebabkan sel akan berwarna merah saat ditambahkan safranin di
akhir pengecatan (Madigan dkk. 2000: 59).
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengecatan Gram diantaranya
adalah perubahan keasaman pH, jika pH turun maka bakteri Gram-positif dapat
berubah menjadi bakteri Gram-negatif dan sebaliknya. Pencucian yang terlalu
lama dengan alkohol juga akan menyebabkan bakteri Gram-positif memberikan
warna seperti bakteri Gram-negatif . Bakteri Gram-positif dalam medium yang
mudah mengalami fermentasi dapat berubah menjadi bakteri Gram-negatif
sehingga warnanya pun berubah, demikian pula jika bakteri Gram-positif
dilarutkan dalam air panas maka komponen dinding selnya akan terpengaruh
sehingga memengaruhi pewarnaan (Sutedjo dkk. 1991: 310--311).
Hasil pengamatan pengecatan Gram positif perbesaran 10 x 100 terhadap
Micrococcus sp. menunjukkan sel berbentuk kokus atau bulat berwarna ungu.
Warna ungu membuktikan bahwa Micrococcus sp. merupakan bakteri Gram
positif. Hasil pengamatan pengecatan Gram negatif perbesaran 10 x 100 terhadap
bakteri Escherichia coli menunjukkan sel berbentuk batang berwarna merah.
Warna merah membuktikan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri Gram
negatif (Lay & Hastowo 1992: 34).
C. PENGECATAN STRUKTUR SEL BAKTERI
A. PENGECATAN SPORA
Bakteri yang digunakan dalam pengecatan spora ialah Bacillus cereus
yang berumur 24 jam. Bacillus cereus merupakan jenis bakteri yang digunakan
karena merupakan salah satu contoh bakteri golongan basil (batang) yang mampu
membentuk endospora (Schaechter 2009: 410). Langkah pertama yang dilakukan
dalam pengecatan spora yaitu membuat preparat olesan bakteri. Preparat olesan
tersebut kemudian diberi kertas hisap atau kertas saring yang diletakkan tepat di
atas bakteri. Preparat kemudian ditetesi dengan cat malachit green hingga kertas
saring jenuh, selanjutnya difiksasi di atas api. Malachit green kembali diteteskan
di atas kertas saring tersebut. Penetesan malachit green dilakukan selama 5
menit. Kertas saring kemudian dilepaskan dan preparat dicuci dengan air
mengalir. Preparat yang telah bersih kemudian ditetesi safranin selama 1 menit.
Preparat tersebut dicuci kembali dengan air mengalir dan dikeringkan dari sisa-
sisa zat pencuci. Preparat di amati di bawah mikroskop (Gandjar dkk. 1992 : 35).
Larutan malachite green digunakan dalam percobaan sebagai cat utama
untuk proses pengecatan spora. Proses pemanasan yang cukup lama dalam teknik
pengecatan bertujuan untuk memperbesar pori-pori lapisan tebal pada endospora
sehingga larutan malachit green mudah masuk untuk mewarnai spora. Pemanasan
juga bertujuan untuk melekatkan sel bakteri pada kaca objek. Olesan bakteri
ditutup dengan kertas saring selama proses pemanasan bertujuan untuk
mengurangi penguapan yang dapat merusak spora. Selain itu juga berfungsi untuk
mengetahui tingkat kejenuhan larutan serta meratakan penyebaran larutan
malachit green. Larutan safranin digunakan sebagai cat tanding (counterstain)
untuk sel-sel vegetatif (Harley 2005: 60).
Berdasarkan hasil pengamatan pada perbesaran 10 x 100 terlihat bahwa
endospora bakteri berwarna hijau terwarnai oleh larutan malachite green
sedangkan sel-sel vegetatif berwarna merah karena terwarnai oleh larutan
safranin. Endsopora berbentuk agak bulat yang terletak pada bagian tengah.
Larutan malachite green dan safranin merupakan cat basa yang dapat berikatan
dengan sitoplasma sel bakteri yang bersifat asam. Dua macam larutan cat
digunakan agar endospora dengan sel vegetatif dapat dibedakan (Pelczar & Chan
2006: 124).
B. PENGECATAN KAPSUL
Percobaan pengecatan kapsul menggunakan bakteri Bacillus subtilis yang
telah berumur 48 jam. Pengecatan tersebut menggunakan beberapa reagent
diantaranya yaitu larutan CuSO4 20% dan larutan kristal violet 1%. Bacillus
subtilis yang berumur 2 hari digunakan karena dalam kurun waktu tersebut
bakteri sudah mampu membentuk kapsul sebagai bentuk pertahanan diri pada
lingkungan yang kurang mendukung (Madigan dkk. 2000: 481).
Proses pengecatan kapsul dimulai dengan membuat preparat olesan
bakteri. Preparat olesan bakteri diteteskan kristal violet kemudian dipanaskan
selama 1 menit. Preparat olesan bakteri tersebut dibilas dengan larutan CuSO4 dan
dikeringkan dengan kertas saring lalu diamati di bawah mikroskop (Gandjar dkk.
1992 : 36). Proses pemanasan dilakukan dalam teknik pengecatan kapsul
bertujuan untuk memperbesar pori-pori dinding sel dan juga mengintensifkan zat
warna sehingga bakteri dapat terwarnai oleh larutan kristal violet. Selain itu,
pemanasan juga dilakukan agar kristal violet mengikat kuat di dalam sel dan tidak
akan hilang saat sel ditambahkan larutan CuSO4 20%. Proses pemanasan yang
dilakukan tidak boleh terlalu lama karena akan merusak kapsul (Harley 2005: 66).
Zat warna yang digunakan adalah kristal violet. Kristal violet merupakan
zat pewarna yang bersifat basa dan menggunakan kromogen bermuatan positif.
Zat pewarna akan menembus dinding sel bakteri yang bermuatan negatif,
sehingga dinding sel akan berikatan dengan kation zat pewarna. Larutan kristal
violet digunakan sebagai zat warna dasar untuk mewarnai sel bakteri dan
kapsulnya menjadi ungu tua. Kapsul pada bakteri bersifat non-ionik sehingga
larutan kristal violet tidak dapat melekat dengan kuat pada kapsul (Cappucino &
Sherman 2001 : 55). Larutan CuSO4 merupakan larutan peluntur zat warna. Zat
warna peluntur merupakan suatu senyawa yang menghilangkan warna dari sel
yang telah terwarnai. Larutan CuSO4 20% digunakan untuk menghilangkan
larutan kristal violet pada kapsul. Kapsul yang tidak terwarnai oleh kristal violet
terlihat transparan di bawah mikroskop (Sutedjo dkk. 1991: 300).
Hasil pengamatan dengan menggunakan perbesaran 10 x 100
menunjukkan bahwa kapsul bakteri berwarna bening keunguan dan mengelilingi
sel, sedangkan sel vegetatif bakteri berwarna ungu tua. Sel-sel vegetatif bakteri
bersifat asam dan akan terwarnai oleh larutan kristal violet yang memiliki sifat
basa. Kapsul yang tidak terwarnai oleh kristal violet terlihat transparan di bawah
mikroskop (Irianto 2006: 67). Hasil pengamatan yang didapat sesuai dengan
literatur.
C. PENGECATAN DINDING SEL
Dinding sel bakteri merupakan suatu struktur yang mengelilingi membran
plasma. Antara dinding sel dan membran plasma terdapat daerah yang disebut
periplasma. Adanya dinding sel tersebut memberikan bentuk yang khas pada
setiap bakteri (Pelczar & Chan 2006: 134).
Susunan kimia dinding sel terutama tersusun dari makromolekul yang
dikenal dengan nama peptidoglikan (murein, mukopeptida, atau mukokompleks).
Peptidoglikan tersusun dari monomer-monomer yang dinamakan tetrapeptida
glikan. Tetrapeptida glikan terdiri dari gula zat asam amino (N-asetil gukosamin
dan N-asetil muramat) dan beberapa asam amino. Paling sedikit ada empat macam
asam amino, yaitu L-alanin, D-glutamat, asam mesodiamonopimelat atau L-lisina,
dan D-alanin. Setiap molekul asam N-asetil muaramat dikaitkan dengan
tetrapeptida yang terdiri atas empat asam amino yang berfungsi untuk
menyediakan kekuatan tambahan yang diperlukan bagi jembatan molekul asam
amino menghubungkan secara menyilang tetrapeptida yang terkait pada asam N-
asetil muramat (Volk & Wheeler 1993: 50). Praktikum pengecatan struktur
dinding sel bakteri tidak dilakukan oleh praktikan.
IV. KESIMPULAN
1. Morfologi bakteri yang berhasil diamati yaitu bakteri Bacillus cereus
berbentuk batang, Escherichia coli berbentuk batang,dan bakteri Micrococcus
sp.berbentuk kokus (bulat).
2. Ada tiga macam teknik pengecatan morfologi sel bakteri yaitu pengecatan
negatif, sederhana, diferensial (Gram). Pengecatan negatif dapat mewarnai latar
belakang preparat sehingga morfologi bakteri terlihat jelas. Pengecatan sederhana
dapat membedakan bakteri dari benda-benda mati lainnya (selain bakteri) serta
melihat ukuran dan bentuk bakteri. Pengecatan differensial (gram) dapat
membedakan bakteri gram positif dan gram negatif.
3. Struktur spora bakteri dapat diamati dengan pewarna larutan malachite green,
struktur kapsul bakteri dapat terwarnai dengan larutan crystal violet, sedangkan
struktur dinding sel dapat teramati dengan menggunakan pewarna congo red serta
methylen blue.
4. Struktur sel bakteri seperti spora, kapsul, dan dinding sel merupakan bagian
dari alat identifikasi bakteri serta dapat terlihat setelah diwarnai.
V. DAFTAR ACUAN
Black, J.G. 1999. Microbiology principles and explorations. John Wiley & Sons,
Inc., New York: xxiv + 786 hlm.
Capuccino, J.G. & N. Sherman. 2001. Microbiology: A laboratory manual.
Benjamin Cummings, San Francisco: xvi + 491 hlm.
Gandjar, I., I.R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman
praktikum mikrobiologi dasar. Biologi FMIPA UI, Depok: vii + 87 hlm.
Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staleg & S.T. Williams. 1994. Bergeys
manual of determinative bacteriology. 9th ed. Williams 7 Wilkins,
Baltimore: xviii + 787 hlm.
Harley, J. P. 2005. Laboratory exercise in microbiology. 5th ed. Mc. Graw-Hill,
Boston: xiv + 466 hlm
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak dunia mikroorganisme. Penerbit Yrama
Widya, Bandung: 256 hlm.
Lay, B.W. & S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers, Jakarta: viii + 376
hlm.
Madigan, M.T. & J.M. Martinko. 2000. Brock biology of microorganism 11th ed.
New York, Prentice Hall: xxv + 992 hlm.
Pelczar, M.J.& E.C.S. Chan.2006. Dasar-dasar mikrobiologi. Terj. dari Elements
of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S. Tjitrosomo & S.L.
Angka. UI-Press, Jakarta: viii + 443 hlm.
Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra & R.S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi
tanah. Rineka Cipta, Jakarta: xxi + 447 hlm.
Singleton, P. & D. Sainsbury. 2006. Dictionary of microbiology and molecular
biology. 3rd ed. John Wiley & Sons, Chichester: xi + 895 hlm.
Schaechter, M. 2009. Desk encyclopedia of microbiology. 2nd ed. Academic Press,
Oxford: xv + 1259 hlm.
Volk, W. A. & M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi dasar. Ed. ke-5. Terj. dari
Basic microbiology. 5th ed. Oleh Markham. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii
+356 hlm.