1
MANAJEMEN LABORATORIUM PADA
TROMBOSITEMIA ESENSIAL
Tinjauan Pustaka
Subbagian Hematologi
M. Taufan Lutfi A
Nadjwa Zamalek Dalimoenthe
23 Mei 2011
BAGIAN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
B A N D U N G
2011
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
2.1 Definisi ...........................................................................................................
2.2 Epidemiologi … .............................................................................................
2.3 Etiologi ...........................................................................................................
2.4 Patofisiologi...... ...............................................................................................
2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................................
2.6 Kriteria Diagnosis ...........................................................................................
2.7 Algoritma Diagnosis .......................................................................................
2.8 Diagnosis Banding .........................................................................................
2.9 Pemeriksaan Laboratorium ...........................................................................
2.10 Penatalaksanaan .............................................................................................
2.11 Prognosis ..........................................................................................................
2.12 Pemantauan Terapi ........................................................................................
BAB III KESIMPULAN .........................................................................................
SUMMARY .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengaturan jumlah trombosit oleh trombopoietin ................
Gambar 2.2 Skema reseptor trombopoietin MPL dan ekson dari MPL ..
Gambar 2.3 Algoritma diagnostik untuk trombositemia esensial .............
Gambar 2.4 Gambaran sediaan apus darah tepi dan biopsi sumsum
tulang pasien trombositemia esensial (A-C) ................................................
Gambar 2.5 Perbedaan gambaran megakariosit apus sumsum tulang
pada trombositemia esensial dan pada keadaan normal (A-B) .................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria diagnostik trombositemia esensial menurut WHO 2008 ..........
Tabel 2.2 Penyebab trombositosis ..............................................................................
Tabel 2.3 Perbedaan trombositemia esensial dan trombositosis reaktif ................
Tabel 2.4 Stratifikasi risiko trombosis pada trombositemia esensial ......................
Tabel 2.5 Algoritma terapi berdasarkan risiko trombosis .......................................
4
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam keadaan normal, jumlah trombosit dipertahankan pada rentang jumlah
tertentu oleh keseimbangan antara pembentukan dan pemakaian dan/ atau
penghancurannya. Nilai rentang normal ini bervariasi antar laboratorium
tergantung metode pemeriksaan yang digunakan.
Beberapa keadaan fisiologis atau patologis dapat menyebabkan peningkatan
jumlah trombosit. Salah satu keadaan patologis dengan jumlah trombosit yang
meningkat adalah trombositemia esensial.
Trombositemia esensial merupakan kelainan mieloproliperatif kronis akibat
proliferasi megakariosit yang terus-menerus sehingga terjadilah peningkatan
jumlah trombosit.1 Trombositemia esensial merupakan penyakit yang jarang
ditemukan, hanya 1-2/100.000 penduduk.2 Trombositemia esensial dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa dan seringkali tanpa gejala atau kelainan
hemostasis.1,3-4
Tidak ada perbedaan insidensi antara laki-laki dan perempuan.1,5
Pemeriksaan laboratorium sangat berperan dalam manajemen trombositemia
esensial yaitu sejak saat penegakan diagnosis, pemantauan terapi (keberhasilan
maupun efek samping terapi), follow up penyakit dan untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi penyakit. Penatalaksanaan trombositemia esensial dengan
agen sitoreduktif (mielosupresif) yang bertujuan untuk mencapai target terapi
berupa jumlah trombosit <450.000/µL dapat menyebabkan efek samping yang
berbahaya (seperti anemia berat, leukopenia, dan trombositopenia). Dengan
5
demikian sebelum dan setelah terapi harus dilakukan pemantauan laboratorium
meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan sumsum tulang (jika ada
indikasi), dan pemeriksaan fungsi ginjal serta hepar.6 Penyebab utama morbiditas
dan mortalitas trombositemia esensial adalah komplikasi pendarahan dan
trombotik.3 Untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium hematologi untuk
pemantauan risiko perdarahan dan trombotik.
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai berbagai aspek
trombositemia esensial terutama peran laboratorium dalam manajemen
trombositemia esensial.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trombositemia esensial (essential thrombocythemia) (ET) adalah kelainan
mieloproliferatif kronis (myeloproliferative disorder) (MPD) akibat proliferasi
megakariosit yang terus-menerus sehingga terjadi peningkatan jumlah trombosit.1
2.2 Epidemiologi
Insidensi sebenarnya dari trombositemia esensial tidak diketahui karena belum
ada penelitian epidemiologi yang luas. Meskipun banyak peneliti menunjukkan
bahwa kelainan ini sangat jarang, namun informasi dari beberapa institusi
menunjukkan bahwa trombositemia esensial sebenarnya terjadi jauh lebih
sering.1,6
Setelah hitung trombosit dapat dilakukan dengan alat otomatis pada
pemeriksaan darah lengkap, trombositosis ekstrim ditemukan terjadi relatif umum
di rumah sakit.1 Para dokter di Amerika Serikat, mendiagnosis sekitar 6000 kasus
trombositosis esensial setiap tahun.6 Sebuah penelitian Italia tahun 1993-1996
melaporkan prevalensi ET sebesar 40 per 100.000 penduduk.1,3
Insiden
trombositemia esensial di Amerika Serikat tahun 1976-1995 dilaporkan sekitar
2,5 pasien/100.000 penduduk per tahun.3
Trombositemia esensial dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Usia
rata-rata saat didiagnosis trombositemia esensial berkisar antara 50 sampai 60
tahun.1,4,5
Beberapa kasus trombositemia esensial pernah dilaporkan pada anak-
7
anak di Amerika Serikat tahun 1983 dengan insidensi sekitar 1 per 10 populasi
penduduk, 60 kali lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa.1 Kebanyakan
penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi antara laki-laki dan
perempuan.1,5
2.3 Etiologi
Etiologi pasti trombositemia esensial masih belum diketahui, walaupun faktor
lingkungan seperti terpapar radiasi terlibat dalam pembentukan neoplasma
mieloproliferatif lain. Gen JAK2 diduga berperan pada terjadinya neoplasma
mieloproliperatif termasuk trombositemia esensial.1 Faktor etiologi lain yang
berhubungan dengan penyakit ini adalah paparan terhadap tuff (suatu bahan
bangunan yang biasa digunakan di Italia Tengah dan Italia Selatan), penggunaan
cat rambut warna hitam dalam waktu lama7-8
dan pekerjaan yang banyak
berhubungan dengan listrik.8
2.4 Patofisiologi
Pada tahun 1981 telah diketahui bahwa trombositemia esensial adalah
gangguan klonal, namun pada tahun 2005 ditemukan adanya mutasi pada gen
JAK2 (JAK2 V617F) yang bersifat didapat. Keadaan diidentifikasi pada sekitar
50 persen pasien dengan trombositemia esensial atau primary myelofibrois (PMF)
dan mayoritas dari mereka menderita polisitemia vera. JAK2, salah satu grup JAK
kinase tirosin sitoplasma, sangat penting dalam proses tranduksi sinyal reseptor
eritropoietin dan trombopoietin, dan juga berkontribusi dalam proses tranduksi
8
sinyal granulocyte colony-stimulating factor, granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor dan interferon-receptors. Mutasi V617F JAK2 dapat muncul
pada sel punca (stem cell) hematopoietik pada sel-B, sel-T, natural killer cell, dan
sel-sel mieloid. Konsekuensi selular ekspresi JAK2 mutan meliputi peningkatan
proliferasi, hipersensitivitas sitokin, diferensiasi tidak tergantung sitokin dan
penghambatan apoptosis.9
Diduga asal kelainan trombositemia esensial adalah dari sel hematopoietik
multipotential, tetapi perubahan fenotipik dominan terjadi hanya pada jalur
megakariosit. Kelainan ini juga mempengaruhi eritropoiesis dan granulopoiesis,
namun baru ditemukan pada saat diagnosis. Kemungkinan lain mutasi terjadi pada
stem cell hematopoietik multipotensial tunggal dengan kemampuan diferensiasi
terbatas hanya menjadi trombosit.9
Trombopoietin merupakan regulator humoral utama produksi megakariosit dan
trombosit.3 Trombopoietin disintesis terutama di hati dan ginjal.
1 Trombopoietin
mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi
trombosit. Sitokin-sitokin lain (interleukin-1, interleukin-6, interleukin-11) juga
mempengaruhi produksi trombosit pada berbagai tingkat, kemungkinan bekerja
sinergi dengan trombopoietin. Trombosit berperan penting dalam regulasi kadar
trombopoietin plasma, melalui reseptor c-mpl menghilangkan trombopoietin dari
plasma. Pada keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin
plasma karena berkurangnya jumlah trombopoietin yang diikat oleh trombosit.
Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis.
Sebaliknya pada keadaan tombositosis, deplesi trombopoietin plasma akan
9
menurunkan megakariopoiesis. Mekanisme regulasi inilah yang mengatur
produksi trombosit.3,10
Pengaturan jumlah trombosit oleh trombopoietin dapat dilihat pada gambar
2.1. Afinitas yang tinggi dari reseptor trombosit (c-mpl) pada permukaan
trombosit mengikat trombopoietin (Tpo) bebas dan memasukkan ke dalam
trombosit untuk didegradasi. Pada keadaan jumlah trombosit rendah, hanya
sedikit Tpo yang dihilangkan dan selebihnya akan menstimulasi megakariopoiesis
di sumsum tulang. Sebaliknya pada keadaan terjadi peningkatan jumlah trombosit,
trombosit beraksi seperti bak pencuci Tpo, mengikat dan merusak Tpo sebelum
Tpo menstimulasi megakariopoiesis di sumsum tulang.1
Gambar 2.1. Pengaturan jumlah trombosit oleh trombopoietin.
Dikutip dari: Hoffman R dkk.1
10
Pada trombositemia esensial terjadi kelainan sistem regulasi produksi
trombosit, kadar trombopoietin normal atau bahkan meningkat meskipun terjadi
peningkatan jumlah trombosit dan megakariosit. Terjadinya disregulasi kadar
trombopoietin plasma pada trombositemia esensial diduga disebabkan karena
kelainan pengikatan dan pemakaian trombopoietin oleh trombosit dan
megakariosit yang mengalami kelainan fungsi. Kelainan pengikatan dan
pemakaian ini dibuktikan dengan menurunnya c-mpl pada trombosit penderita
trombositemia esensial. Selain itu ditemukan juga mutasi yang bersifat didapat
pada gen MPL, gen reseptor trombopoietin, pada 4 persen pasien trombositemia
esensial.3 Mutasi MPL paling umum terjadi pada ekson 10, yang mengkode
sambungan antara area sitoplasmik dan transmembran/ area juxtamembran.11
Mutasi MPL exon 10 ditampilkan pada gambar 2.2. Mutasi ini mengubah residu
pada area transmembran (pada gen MPL S505N) atau area juxtamembran (pada
gen MPL W515) dan menyebabkan aktivasi komplek reseptor. Namun pada
pasien trombositemia esensial jarang ditemukan dengan lebih dari satu mutasi,
misalnya, mutasi terjadi baik pada V617F JAK2 dan MPL W515L.9
11
Gambar 2.2. Skema reseptor trombopoietin, MPL dan ekson dari MPL. Dikutip dari: Wahab OA dkk.
11
Mekanisme lain yang berperan dalam terjadinya trombositosis pada
trombositemia esensial adalah: 3-4
– Peningkatan jumlah colony-forming unit megakaryocyte (CFU-MEG).
– Peningkatan pertumbuhan megakariosit tanpa adanya stimulasi faktor
pertumbuhan yang diduga disebabkan adanya megakariopoiesis otonom, atau
peningkatan sensitivitas klon trombosit abnormal terhadap aktivitas
megakaryocyte colony-stimulating activity.
– Penurunan efek inhibisi platelet inhibiting factor (TGF-β1).
Pada trombositosis esensial sering terjadi trombosis dan dapat juga ditemukan
adanya perdarahan. Mekanisme terjadinya trombosis dan perdarahan masih belum
12
jelas.4,6
Trombosis diduga disebabkan karena hiperagregabilitas trombosit.
Perdarahan dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu: 5
– Terjadinya kelainan fungsi trombosit.
– Terjadinya trombosis dengan infark yang mengalami ulserasi.
– Penggunaan faktor koagulasi.
– Peningkatan jumlah trombosit yang menyebabkan produksi berlebihan
prostasiklin (PGI2) yang akan menekan pelepasan granul trombosit dan
agregasi.
2.5 Manifestasi Klinis
Berbeda dengan kelainan mieloproliferatif yang lain, pada trombositemia
esensial jarang ditemukan gejala konstitusional atau hipermetabolik seperti
demam, banyak berkeringat dan penurunan berat badan.4
Kelainan fisik yang dapat ditemukan:1,3-4,6
– Manifestasi perdarahan ( 13-37 % penderita): epistaksis, easy bruising, petekie,
perdarahan traktus gastrointestinal berulang, perdarahan varicheal.
– Manifestasi trombosis (18-84 % penderita), banyak ditemukan pada orang tua.
Trombosis vena dapat terjadi pada vena hepatika (sindrom Budd-Chiari), vena
mesenterika, vena lienalis, vena penis (mengakibatkan priapism), trombosis
vena dalam (dapat mengakibatkan emboli paru). Trombosis arteri dapat
menyebabkan transient cerebral ischemia, eritromelalgia (obstruksi
mikrosirkulasi jari-jari kaki/ tangan) yang dapat berlanjut menjadi akrosianois.
13
– Splenomegali ringan dapat ditemukan pada 40% penderita, splenomegali
moderate ditemukan pada 20-50 % penderita.
– Hepatomegali.
– Limfadenopati (jarang).
– Abortus berulang dan gangguan pertumbuhan fetus, karena adanya infark
multipel di plasenta yang disebabkan trombus trombosit yang mengakibatkan
insufisiensi plasenta.
2.6 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis World Health Organization (WHO) 2008 memfokuskan
diagnosis trombositemia esensial dengan menyingkirkan trombositosis reaktif
karena kondisi yang mendasari dan trombositosis klonal terkait dengan neoplasma
mieloproliferatif lain (khususnya mielofibrosis primer, CML dengan BCR-ABL1
positif dan sindrom mielodisplastik yang mempresentasikan jumlah trombosit
yang tinggi). Identifikasi penanda molekuler, seperti JAK2V617F dan MPL, dapat
bermanfaat dalam diagnosis. Pada pasien JAK2V617F negatif, pemeriksaan
histologis sumsum tulang dapat mendukung diagnosis trombositemia esensial dan
dapat membantu membedakannya dari prefibrotik mielofibrosis primer.12
Kriteria
trombositemia esensial WHO 2008 dapat dilihat pada tabel 2.1.
14
Tabel 2.1. Kriteria diagnostik trombositemia esensial menurut WHO 2008.
Diagnosis harus memenuhi 4 kriteria
1. Jumlah trombosit berkelanjutan ≥ 450 × 109 / L
a
2. Spesimen biopsi sumsum tulang menunjukkan proliferasi terutama dari garis
keturunan megakariositik dengan peningkatan jumlah megakariosit matur
dengan ukuran besar; tidak ada peningkatan yang signifikan atau pergeseran ke
kiri granulopoiesis neutrofil atau peningkatan eritropoiesis
3. Tidak memenuhi kriteria WHO untuk polisitemia verab, mielofibrosis primer
c,
CML dengan BCR-ABL1 positifd atau sindrom mielodisplastik
e atau
neoplasma mieloid lainnya
4. Ditemukan Jak2V617F atau penanda klonal lainnya, atau tidak ditemukan
Jak2V617F, tidak ada bukti untuk trombositosis reaktiff
Dikutip dari: Ramos CEB dkk.13
Keterangan: a Berkelanjutan selama pemantauan.
b Tidak berhubungan dengan terapi penggantian besi untuk meningkatkan kadar
hemoglobin menjadi berada pada rentang polisitemia vera pada keadaan feritin
serum yang menurun. Polisitemia vera tidak hanya didasarkan pada kadar
hemoglobin dan hematokrit, dan indeks eritrosit. c Tidak ditemukan fibrosis retikulin relevan, fibrosis kolagen, leukoeritroblastosis
darah perifer, atau keadaan hiperselular sumsum tulang disertai dengan
morfologi megakariosit yang khas untuk mielofibrosis primer (megakariosit
kecil hingga besar dengan rasio inti terhadap sitoplasma yang tidak biasa dan
hiperkromatik, bulat, atau inti terlipat tidak teratur dan padat bergerombol. d Tidak ditemukan BCR-ABL1.
e Tidak ditemukan diseritropoiesis dan disgranulopoiesis.
f Penyebab trombositosis reaktif meliputi kekurangan zat besi, splenektomi,
operasi, infeksi, inflamasi, penyakit jaringan ikat, kanker metastatik, dan
penyakit limfoproliperatif. Namun, adanya kondisi yang berhubungan dengan
trombositosis reaktif tidak menyingkirkan kemungkinan TE jika kriteria
lainnya terpenuhi.
15
2.7 Algoritma Diagnostik
Algoritma diagnostik molekuler trombositemia esensial berdasarkan kriteria
WHO 2008 dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Algoritma diagnostik untuk trombositemia esensial.
Dikutip dari: Nordic MPD Group.12
Keterangan: FISH, fluorescent in situ hybridization; Ph, Philadelphia; CML,
chronic myeloid leukemia; MPD, myeloproliferative disorder; ET, essential
thrombocythemia.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding trombositemia esensial adalah semua yang dapat
menyebabkan trombositosis/ trombositemia.3-4
Penyebab trombositosis dapat
dilihat pada tabel 2.2.
16
Tabel 2.2. Penyebab trombositosis
Trombositosis klonal
Trombositosis esensial
Polisitemia vera
Mielofibrosis primer
Leukemia myeloid kronik
Anemia refrakter dengan cincin sideroblas dan trombositosis
5q-minus syndrome
Trombositosis reaktif (sekunder)
Trombositosis sementara
Perdarahan akut
Perbaikan setelah trombositopeni teratasi (rebound trombositosis)
Infeksi atau inflamasi akut
Latihan fisik
Respon obat-obatan (vinkristin, epinefrin, all-trans-retinoic acid)
Trombositosis berkelanjutan
Defisiensi besi
Splenektomi atau asplenia congenital
Keganasan
Infeksi atau inflamasi kronis
Anemia hemolitik
Trombositosis Familial
Trombositosis Palsu
Krioglobulinemia
Fragmentasi sitoplasmik pada leukemia akut
Fragmentasi sel darah merah
Bakteriemia
Dikutip dari: Kaushansky K dkk.9
Perbedaan klinis dan laboratorium antara trombositemia esensial dan
trombositosis reaktif dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Perbedaan trombositemia esensial dan trombositosis reaktif.
2
Gambaran klinis/laboratorium Trombositemia
Esensial
Trombositosis
Reaktif
Trombosis/perdarahan + -
Splenomegali + -
Fibrosis retikulum pada sumsum tulang + -
Kelompok megakariosit pada sumsum tulang + -
Kelainan sitogenetik + -
Peningkatan reaktan fase akuta - +
Pembentukan koloni spontanb + -
Mutasi Jak2V617F + -
Dikutip dari: Hoffman R dkk.1
Keterangan:
a Reaktan fase akut; CRP dan fibrinogen
b Koloni eritroid
17
2.9 Pemeriksaan Laboratorium
Pada trombositemia esensial didapatkan peningkatan jumlah trombosit yang
bervariasi dari sedikit di atas normal sampai beberapa juta /mm3. Pada beberapa
penderita juga ditemukan anemi ringan dan leukositosis (15000- 40000/mm3).
Kelainan laboratorium lainnya adalah:3-5,13
Apus darah tepi (gambar 2.4.A):
– Eritrosit: Normokrom normositer, dapat hipokrom mikrositer (pada pasien
dengan riwayat perdarahan).
– Leukosit: Dapat leukositosis, bergeser ke kiri sampai mielosit, eosinofilia
dan basofilia ringan.
– Trombosit: Anisositosis trombosit, mulai dari trombosit kecil sampai
trombosit raksasa (giant trombocyte), dapat ditemukan trombosit
hipogranular, kelompok trombosit, dan kadang ditemukan fragmen inti
megakariosit yang dapat menyerupai gambaran limfoblast.
Sumsum tulang (gambar 2.4.B-C):
Biopsi sumsum tulang sangat penting dalam membedakan trombositemia
esensial dari kelainan mieloproliperativ lainnya dan dari trombositosis reaktif.
Pada pasien trombositemia esensial, sumsum tulang biasanya normoselular
atau sedikit hiperselular. Kelainan paling mencolok adalah peningkatan dalam
jumlah (hiperplasi) dan ukuran megakariosit. Megakariosit banyak ditemukan
dalam bentuk berkelompok (cluster) dan /atau sendiri-sendiri. Banyak
ditemukan megakariosit dengan ukuran besar, sitoplasma yang besar dan
matur serta inti hiperlobulasi. Tidak banyak ditemukan megakariosit bizarre
18
dengan rasio inti berbanding sitoplasma yang meningkat ataupun megakariosit
pleomorphism pada trombositemia esensial, jika banyak ditemukan maka
diagnosis PMF harus lebih dipertimbangkan. Pada kebanyakan kasus, rasio
prekursor mieloid dibanding eritroid adalah normal, tetapi jika terjadi
perdarahan dapat mengakibatkan proliferasi eritroid. Jarang terjadi proliferasi
granulositik, dan jika ada maka diagnosis trombositemia esensial harus
ditinjau kembali. Blast tidak bertambah banyak dan tidak ada bukti
mielodisplasia. Jaringan serat retikulin normal sampai sedikit meningkat
dengan trabekular tulang normal. Pada sediaan apus sumsum tulang,
megakariosit multilobul dengan sitoplasma yang besar, sering dikaitkan dengan
jumlah platelet yang banyak. Ditemukannya proliferasi megakariosit besar
pada sumsum tulang yang normoselular dapat digunakan untuk membedakan
trombositemia esensial dari trombositosis reaktif. Gambar 2.5. A-B
memperlihatkan perbedaan gambaran megakariosit apus sumsum tulang pada
trombositemia esensial dan pada keadaan normal.
LAP ( leucocyte alkaline phosphatase) meningkat pada 40 % penderita.
LDH dan asam urat meningkat (pada 25 % penderita).
Pseudohiperkalemi (karena pelepasan kalium intraseluler dari trombosit dan
leukosit selama proses pembekuan invitro).
Trombopoetin normal atau meningkat.
CRP rendah, fibrinogen tidak meningkat.
Pemanjangan waktu perdarahan (pada < 20 % penderita).
19
Kelainan agregasi trombosit :
– Penurunan respon agregasi terhadap kolagen, ADP dan asam arakhidonat
(didapatkan pada kurang dari 1/3 kasus).
– Menghilangnya respon trombosit terhadap epinefrin.
– Hiperagregabilitas.
Pemeriksaan molekuler:11-13
Mutasi JAK2V617F ditemukan pada sekitar 50% pasien trombositemia
esensial dan pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien yang
dicurigai dengan trombositemia esensial. Mutasi pada MPL exon 10 ditemukan
pada lebih 4% pasien. Mutasi MPL exon 10 dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pemeriksaan untuk melihat adanya kromosom-Ph atau fusi gen BCR-ABL1 juga
direkomendasikan untuk menyingkirkan CML.
Gambar 2.4. Gambaran sediaan apus darah tepi dan sumsum tulang pasien
trombositemia esensial (A-C); (A) Apus darah tepi menunjukkan
trombositosis dengan anisositosis (beragam ukuran) trombosit; (B)
Sumsum tulang hiperselular dan menunjukkan proliferasi
megakariosit yang berukuran besar serta berkelompok; (C)
Megakariosit besar dengan hiperlobulasi. Dikutip dari: Hoffman R dkk.
1
A
B B
B
C
B
20
Gambar 2.5 Perbedaan gambaran megakariosit apus sumsum tulang pada
trombositemia esensial dan pada keadaan normal (A-B); (A)
Megakariosit matur besar dengan hiperlobulasi pada trombositemia
esensial; (B) Megakariosit matur normal. Dikutip dari: Theml H dkk.
14
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trombositemia esensial umumnya konservatif.
Penatalaksanaan meliputi pencegahan terhadap komplikasi perdarahan dan
trombosis, pengurangan jumlah trombosit dan penanganan gejala yang muncul.
B
B
A
B
21
Pengelolaan trombositemia esensial harus didasarkan pertimbangan besarnya
risiko terjadinya komplikasi trombosis.9
Faktor-faktor risiko yang menjadi
pertimbangan dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Stratifikasi risiko trombosis pada pasien trombositemia esensial.
Risiko Tinggi Risiko Rendah Risiko Sedang
Umur >60 tahun < 40 tahun 40-60 tahun
Riwayat trombosis Ada - -
Trombosit >1500 x 109/L - -
Dikutip dari: Kaushansky K dkk.9
Prinsip penatalaksanaan penderita trombositemia adalah melakukan observasi
tanpa intervensi. Intervensi berupa terapi mielosupresif diberikan bila terdapat
komplikasi berupa trombosis dan juga digunakan untuk mencegah komplikasi
trombohemoragik. Bila terjadi trombosis, intervensi diberikan untuk mencapai
jumlah trombosit < 600.000/µL dan bila masih tetap terjadi trombosis maka harus
dilakukan penyesuaian dosis untuk mencapai nilai normal angka trombosit.7 Agen
mielosupresif/ sitoreduktif yang diberikan bertujuan untuk mencapai target terapi
berupa jumlah trombosit <450.000/µL.6 IFN-α direkomendasikan untuk ibu hamil
oleh karena dianggap tidak bersifat teratogenik.7,15
Terapi sitoreduktif tidak
bermanfaat bagi semua pasien dan terutama digunakan untuk pasien berisiko
tinggi, sedangkan pendekatan konservatif lebih disukai untuk pasien berisiko
rendah.7,15
Algoritma terapi berdasarkan risiko trombosis dapat dilihat pada tabel
2.5. Terapi agen antiplatelet (misalnya, aspirin) digunakan untuk mengurangi
gejala mikrovaskuler.15
22
Tabel 2.5 Algoritma terapi berdasarkan risiko trombosis Kategori Risiko Variabel Terapi
Risiko rendah Umur <60 tahun, dan
Tidak ada riwayat trombosis, dan
Jumlah trombosit <1.000.000/μl
Aspirin (81 mg/hari)
Risiko sedang Bukan risiko rendah maupun risiko tinggi Individual
Risiko tinggi Umur ≥60 tahun, atau
Ditemukan riwayat trombosis
Hidroksiurea a dan aspirin
Dikutip dari: Tefferi A.16
Keterangan: a hidroksiurea diganti interferon-α untuk wanita hamil.
Tromboferesis merupakan tindakan emergensi yang sering dilakukan (di luar
negeri) untuk menyelamatkan nyawa penderita dari trombositosis berat dimana
tindakan ini juga dapat memperbaiki gejala perdarahan dan juga dapat diberikan
pada ibu hamil karena tidak mempengaruhi keadaan klinis ibu hamil maupun
janinnya.7
2.11 Pemantauan Terapi
Pada pasien yang mendapatkan terapi, sebelum dan setelah terapi harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan sumsum tulang (jika ada indikasi), dan pemeriksaan fungsi ginjal
serta hepar. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin) dan hepar (ALT dan ALP) dilakukan untuk menentukan pilihan terapi
yang sesuai, menentukan dosis terapi dan menilai adanya kontraindikasi serta efek
samping terapi. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan/ gangguan hepar, risiko
reaksi toksik lebih tinggi pada pemberian terapi, misalnya dengan hidroksiurea
atau anaglerid, sehingga dosis terapi harus disesuaikan. Risiko komplikasi yang
biasa terjadi yaitu perdarahan dan trombosis serta keberhasilan terapi dipantau
dengan pemeriksaan darah lengkap.6,17
23
Pasien yang diterapi dengan hidroksiurea harus dilakukan pemeriksaan darah
lengkap setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama, kemudian setiap bulan, dan
setelah respon pasien stabil, pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan. Pasien yang
mendapat interferon alfa 2b, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan setiap
minggu selama bulan pertama pengobatan, setiap 2 minggu selama bulan kedua,
kemudian setiap bulan, dan setelah respon pasien stabil, pemeriksaan dilakukan
setiap 3 sampai 4 bulan.17
Dianjurkan untuk dilakukan pemantauan fungsi jantung (dengan EKG dan
ekokardiogram) sebelum dan selama pengobatan dengan anagrelide. Selain itu,
pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan setiap minggu selama bulan pertama
terapi, setiap 2 minggu selama bulan kedua, kemudian setiap bulan, dan setelah
respon pasien stabil, pemeriksaan dilakukan setiap 3 sampai 4 bulan. Selanjutnya,
karena terdapat risiko transformasi mielofibrotik pada pasien yang diterapi dengan
anagrelide, maka dianjurkan pemantauan berkala (setiap 3 tahun) untuk tanda-
tanda awal perkembangan transformasi mielofibrotik.17
2.12 Prognosis
Penyebab utama mobiditas dan mortalitas penderita trombositemia esensial
adalah trombositosis dan perdarahan (kira-kira terjadi pada 40 % penderita). Pada
beberapa kasus, trombositemia esensial mengalami transformasi menjadi penyakit
mieloproliferatif yang lain. Penggunaan fosfor radioaktif atau obat-obat alkilating
dan kemungkinan juga hidroksiurea dalam terapi trombisitemia esensial
tampaknya meningkatkan kemungkinan konversi menjadi leukemi akut.
24
Kelangsungan hidup penderita trombositemia esensial tidak berbeda dengan
populasi normal pada usia yang sama.3
25
BAB III
RINGKASAN
Trombositemia esensial adalah kelainan mieloproliferatif kronis akibat
proliferasi megakariosit yang terus-menerus sehingga terjadi peningkatan jumlah
trombosit. Etiologi dan patofisiologi pasti trombositemia esensial masih belum
diketahui, namun mungkin berhubungan dengan disregulasi proses transduksi
sinyal akibat mutasi JAK2V617F.
Peranan laboratorium sangat penting dalam diagnosis dan pengelolaan pasien
trombositemia esensial. Diagnosis trombositemia esensial menurut kriteria WHO
2008 memerlukan beberapa pemeriksaan meliputi; darah lengkap, pemeriksaan
untuk menyingkirkan trombositosis reaktif, pemeriksaan apus sumsum tulang, dan
pemeriksaan molekuler untuk mengetahui ada tidaknya mutasi JAK2V617F dan
kromosom-Ph atau fusi gen BCR-ABL1 (jika ada indikasi). Pada pasien yang
dicurigai dengan trombositemia esensial, langkah pertama yang dilakukan adalah
menyingkirkan semua kemungkinan akibat trombositosis reaktif. Setelah
trombositosis reaktif disingkirkan langkah berikutnya adalah melakukan
pemeriksaan apus sumsum tulang dan skrining mutasi JAK2V617F. Pemeriksaan
BCR-ABL1 atau kromosom-Ph hanya dilakukan jika JAK2V617F negatif dan
pemeriksaan apus sumsum tulang tidak dapat menyingkirkan CML. Sebelum dan
setelah terapi pemeriksaan laboratorium yang penting dilakukan meliputi;
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan sumsum tulang (jika ada indikasi), dan
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) serta hepar (ALT dan ALP).
26
SUMMARY
Essential thrombocythemia is a chronic myeloproliferative disorder caused
sustained proliferation megakaryocytes, which leads to increased numbers of
circulating platelets. Etiology and pathophysiology of certain essential
trombositemia still unknown, but may be associated with dysregulation signal
transduction process due to JAK2V617F mutation.
The role of the laboratory is very important in the diagnosis and
management of patients with essential thrombocythemia. The diagnosis of
essential thrombocythemia according to WHO 2008 criteria require some
examinations includess; complete blood count, examination to rule out reactive
thrombocytosis, bone marrow examination, and molecular examination to
determine whether there JAK2V617F mutation and BCR-ABL1 fusion or Ph
chromosome (if indicated). In patients suspected with essential thrombocythemia,
the first step is to rule out the possibility of reactive thrombocytosis. After reactive
thrombocytosis is ruled out, the next step is to perform bone marrow examination
and JAK2V617F mutation screening. Examination BCR-ABL1 or Ph chromosome
is neccessary only if the JAK2V617F is negative and bone marrow examination
can not exclude CML. Before and after treatment is an important to performe
some laboratory tests includes: complete blood count, bone marrow examination
(if indicated), renal function tests (urea and creatinine) and liver function tests
(ALT and ALP).
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffman R, Finazzi G, Xu M, Barbui T. Essential thrombocythemia. Dalam:
Hoffman R, Benz Jr EJ, Shattil SJ, Furie B, Silberstein LE, McGlave P, et al,
editor. Hematology: Basic Principles and Practice [ebook]. Edisi ke-5.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2009.
2. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et
al, editor. Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Diseases. Dalam:
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et
al, editor. Horrison’s Principles of Internal Medicine [ebook]. Edisi ke-17.
New York: McGraw-Hill; 2009. hlm. 2325-41.
3. Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT,
editor. Essential Thrombocythemia and Thrombocytosis. Dalam: Lichtman
MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT, editor.
Williams Hematology [e-book]. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2007.
4. Levine SP. Thrombocytosis. Dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens JN,
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, editor. Wintrobe’s Clinical
Hematology [ebook]. Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2004. hlm. 3201-27.
5. Caldwell BS. Chronic Myeloproliperative Disorders. Dalam: Harmening DM,
editor. Clinical hematology and Fundamentals of Hemostasis. Edisi ke-4.
Philadelphia: F.A. Davis; 2002. hlm. 331-57.
6. Lal A. Thrombocytosis, Essential [monograf di internet]. Medscape; c1994-
2011 [diperbarui 4 Oktober 2009; diunduh 3 Maret 2011]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/206697-overview
7. Casciato DA. Myeloproliferative disorder. Dalam: Casciato DA, editor.
Manual of clinical oncology [ebook]. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004.hlm.496-513.
8. Mele A, Visani G, Pulsoni A, Monarca B, Castelli G, Stazi MA, et all. Risk
Factors for Essential Thrombocythemia: A Case- Control Study. the Italian
Leukemia Study Group. Cancer 1998; 77: 2157-61 [diunduh 15 Maret 2011].
Tersedia dari: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/%28SICI%291097-
0142%2819960515%2977:10%3C2157::AID-CNCR29%3E3.0.CO;2-T/pdf
9. Kaushansky K, Beutler B, Seligsohn U, Lichtman MA, Kipps TJ, Prchal JT,
editor. Essential Thrombocythemia. Dalam: Kaushansky K, Beutler B,
28
Seligsohn U, Lichtman MA, Kipps TJ, Prchal JT, editor. Williams
Hematology [e-book]. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2010.
10. Kuter DJ. Thrombopoietin: Biology and Clinical Applications. The
Oncologist 1996; 12: 98-106 [diunduh 15 maret 2011]. Tersedia dari:
http://theoncologist.alphamedpress.org/cgi/reprint/1/1/98
11. Wahab OA, Levine RL. Genetics of the Myeloproliferative Neoplasms In:
Verstovsek S, Tefferi A, editor. Myeloproliferative Neoplasms Biology and
Therapy [ebook]. New York. Humana Press ;2011. hlm. 55-56.
12. Nordic MPD Study Group. Guidelines for the diagnosis and treatment of
patients with polycythemia vera, essential thrombocythemia and primary
myelofibrosis [ebook]. NMPD; 2009. hlm. 21-4.
13. Ramos CEB, Vardiman
JW. Diagnosis and Classification of the BCR-ABL1-
Negative Myeloproliferative Neoplasms. In: Verstovsek S, Tefferi A, editor.
Myeloproliferative Neoplasms Biology and Therapy [ebook]. New York.
Humana Press; 2011. hlm. 11-47.
14. Theml H, Diem H, Haferlach T. Color Atlas of Hematology [ebook]. Edisi
ke-2. Stuttgart. New York: Thieme; 2004. hlm. 51,171.
15. Tefferi A. Thrombocytosis and Essential Thrombocythemia. Dalam:
Michelson AD. Platelet [ebook]. Edisi ke-2. California: Elsevier; 2007. hlm.
1009-28.
16. Tefferi A. Essential Thrombocythemia and Thrombocytosis. Dalam: Greer
JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, et al, editor.
Wintrobe’s Clinical Hematology [ebook]. Edisi ke-11. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2009. hlm. 1353-60.
17. Mukherjee D. Essential Thrombocythemia [monograf di internet]. Epocrates,
Inc. 2011 [diperbarui 21 Juni 2010; diunduh 9 April 20011]. Tersedia dari:
https://online.epocrates.com/noFrame/showPage.do?method=diseases&Mono
graphId=896&ActiveSectionId=41