1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pertusis (batuk rejan) adalah penyakit saluran pernapasan akut. Penyakit ini biasa
ditemukan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Seperti halnya penyakit infeksi saluran
pernapas-an akut lainnya,pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit tersebut
dapat merupakan salah satu penyebab tinggi-nya angka kesakitan terutama di daerah padat
penduduk. Sirkulasi bakteripertusis di daerah padat penduduk di Indonesia belum di-ketahui
secara pasti. Penyakit inidapat dicegah dengan imunisasi DPT. Vaksinasi pertusis lebih
efektif dalam melindungi terhadap penyakit daripada melindungi infeksi. Perlindungan yang
tidak lengkap terhadap penyakit pada anak yang telah divaksinasi dapat menurunkan
keganasan penyakit. Infeksi alam memberi kekebalan mutlak terhadap pertusis selama masa
kanak-kanak, sedangkan perlindungan akibat imunisasi kurang lengkap karena masih
ditemukan pertusis pada anak yang telah mendapatimunisasi lengkap walaupun dengan gejala
ringan. Proporsi populasi yang rentan terhadappertusis ditentukan oleh: tingkatkelahiran bayi,
cakupan imunisasi, efektivitas vaksinyangdigunakan, insiden penyakit dan derajat penurunan
kekebalan setelah imunisasi atau sakit.
Diseluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setenah juta
meniggal. selama masa prafaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab utama kematian
dari penyakit menular pada anak dibawah usia 14 tahun di America serikat. Penggunaan
vaksin pertusis yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang dramatis insiden penyakit
yang tinggi di Negara-negara sedang berkembang dan maju. Di America penerapan kebijakan
yang lemah sebagia n menyebabkan naiknya insiden pertusis pertahun sampai 1,2
kasus/100000 populasi dari tahun 1980-1989 dan pertusis dibanyak Negara bagian
Pada tahun 1989-1990 dan 1993. Lebih dari 4500 kasus yang dilaporkan pada
pusat pengendalian dan pencegahan penyakit pada tahun 1993 merupakan insiden tertinggi
sejak tahun 1967. Masa pravaksinasi dan dinegara-negara seperti jerman, swedia dan Italy
dengan imunisasi terbatas,insiden puncak pertusis adalah pada anak umur 1-5 tahun, bayi
sebelum umur 1 tahun meliputi kurang dari 15% kasus. Sebaliknya hamper 5000 kasus
pertusis dilaporkan di America serikat selama tahun 1993, 44% berumur sebelum 1 tahun,
2
21% berumur antara 1-4 tahun, 11% berumur 5-9 tahun, dan 24% berumur 12 tahun atau
lebih. Untuk mereka yang berumur sebelum 1 tahun,79% sebelum umur 6 bulan dan manfaat
sedikit dari imunisasi. Anak dengan pertusis antara 7 bulan dan 4 tahun kurang terimunisasi.
Proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa dengan pertusis naik secara bersama, kurang
dari pada 20% pada masa pravaksinasi sampai 27 % pada tahun 1992-1993.
Pengendalian sebagian dengan vaksinasi telah menimbulkan epideniologi pertusis
sekarang di America serikat dan menyebabkan kerentanan kelompok umur yang belum
pernah terkena sebelumnya. Tanpa terinfeksi alamiah dengan B.pertusis atau vaksinasi
booster berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa rentan terhadap penyakit klinis yang
terpajan, dan ibu hanya memberikan sedikit proteksi pasif pada bayi muda.pengamatan yang
terakhir memberi koreksi pada pendapat lama bahwa ada sedikit proteksi transplasenta
terhadap pertusis.
I.2 Tujuan Penulisan
a. Agar pembaca mengetahui landasan teoritis tentang penyakit pertusis
b. Agar pembaca memahami rumusan asuhan keperawatan teoritis penyakit pertusis
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan teoritis penyakit pertusis yang meliputi definisi, etiologi,
patofisiologi,manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan diagnostik,
penatalaksanaan, komplikasi, serta WOC penyakit?
2. Bagaimana landasan teoritis asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
pemeriksaan fisik, pola fungsional gordon, dan rumusan diagnosa NANDA, NOC,
dan NIC.
3
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Pernafasan
Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan
dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga
hidung - faring – laring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus). Adapun alat-
alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1. alat pernafasan atas
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara
bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya,
karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan,
hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut,
manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang
mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara
selanjutnya akan mengalir ke faring.
4
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya
pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak
terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
3. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap
masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (
gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor)
2. Alat pernafasan bawah
a.Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
b.Cabang-cabang Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
5
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.
c.Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru
ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian
dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk
secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang
sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki
gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis,
tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran,
terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan,
tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium
berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir
pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah
satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
6
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya
difusi gas pernapasan.
Fisiologi Pernafasan
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara, dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Ventilasi
Merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif
yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding pada sedikit ke
arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi
diafragma dan otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga menjadi kecil
kembali, maka udara terdorong keluar.
2) Difusi Gas
Merupakan gerakan gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan
yang dipengaruhi oleh faktor ketebalan membran. Luas permukaan membran, komposisi
membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam
difusi gas ini pernafasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3) Transportasi Gas
Perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru degan bantuan
darah (aliran darah). Masuknya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin
yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3% yang
ditransformasikan ke dalam cairan plasma dan sel.
2.2 Defenisi Pertusis
Pertusis atau Batuk Rejan adalah penyakit yang menyerang sistem pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri yang hidup dimulut, hidung dan tenggorokan. Disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita anak balita, bahkan dapat
berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1 tahun.
7
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah
pertusis (Nelson, 2000 : 960)
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa,
nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer,
2000 : 428).
Infeksi saluran pernafasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun 1500.
Prevalensi diseluruh dunia berkurang hanya karena imunisasi aktif. SYDENHAM yang
pertama kali menggunakan istilah pertusis (batuk kuat) pada tahun 1970 ; istilah ini lebih
disukai dari “Batuk Rejan(Whooping Cough)”, karena kebanyakan individu yang terinfeksi
tidak berteriak (Whoop=berteriak).Pertusis (Batuk Rejan, Whooping Cough) adalah infeksi
bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya
diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi (melengking). . Batuk akan berhenti
setelah ada suara melengking pada waktu menarik nafas, kemudian akan tampak letih dengan
wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari. Pertusis bisa terjadi
pada usia berapapun, tetapi 50% kasus ditemukan pada anak berumur dibawah 4 tahun.
Serangan pertusis yang pertama tidak selalu memberikan kekebalan penuh.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis
Quinta, whooping cough, batuk rejan.
2.3 Patofisologi
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya
akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan
epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile,
dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan
debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid
penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi
bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi
bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi
bronkiektasis yang bersifat menetap.
8
Cara penularan:
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk
dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan
perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama
sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
2.4 Etiologi Pertusis
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).
Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para
pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring
dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1. Berbentuk batang (coccobacilus).
2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
1. Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2. Endotoksin (lipopolisakarida)
9
2.5 Patofisiologi Pertusis
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya
akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan
epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile,
dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan
debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid
penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi
bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi
bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi
bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan:
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk
dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan
perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama
sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
2.6 Manifestasi Klinis Pertusis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau
lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
Lamanya 1-2 minggu
Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian
atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih.
Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
Batuk dan panas ringan
Anoreksia kongesti nasalis
Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin
hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
10
2. Stadium paroksimal / stadium spasmodic
Lamanya 2-4 minggu
Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang
bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada
akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak
dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas
denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan
diakhiri dengan muntah.
Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur,
lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas
fisik (makan, minum, bersin dll).
3. Stadium konvaresens
Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
Gejala yang muncul antara lain :
o Batuk berkurang
o Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
o Anak merasa lebih baik
o Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat
gangguan pada saluran pernafasan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1. Pembiakan lendir hidung dan mulut.
2. Pembiakan apus tenggorokan.
3. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang
ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-
50.000 sel / m³darah.
4. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
11
5. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.
6. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau
emphysema.
7. Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit
meninggi kadang sampai 15.000-45000 per mm3 dengan limfositosis, diagnosis,
dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan napas yang
dikeluarkan pada waktu batuk.Secara laboratorium diagnosis pertusis dapat
ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan
imunofluoresen.
2.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Terapi Kausal.
1. Anti Mikroba.
Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat klinis dan
membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50 mg/kg/34 jam secara oral
dalam dosis terbagi empat (max. 29/24 jam) selama 14 hari merupakan
pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etil
suksinal dan stearat juga manjur.
2. Salbutamol.
Cara kerja salbutamol :
Stimulan Beta 2 adrenalgik.
Mengurangi proksimal.
Mengurangi frekwensi apnea
Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam 3 dosis.
3. Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat berkurang pada bayi
yang diobati pada minggu pertama, penggunaan preparat imunoglobulin jenis
apapun tidak dibenarkan.
b. Terapi suportif (Perawatan Pendukung).
1. Lingkungan perawatan pasien yang tenang.
2. Pembersihan jalan nafas .
3. Istirahat yang cukup.
4. Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis.
12
5. Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita muntah-
muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral.
2.9 Komplikasi
a.Pada saluran nafas :
1. Broncopneumonia.
2. otitis media sering pada bayi dan infeksi skunder ( pneumoni ).
3. Bronkitis.
4. Atelektasis.
5. Empisema pulmonum.
6. Bronkiektasis.
7. Aktivase tubercolusa.
b.Pada sistem saraf pusat :
1. Kejang, kongestif
2. Edema otak
3. Perdarahan otak
c. Pada sistem pencernaan :
1. Muntah berat.
2. Prolaps rectum ( hernia umbilikus serta inguinalis ).
3. Ulkus pada frenulum lidah.
4. Stomatitis.
5. Emasiasi
d. Komplikasi yang lain :
1. Epistaksis
2. Hemaptisis
3. Perdarahan sub konjungtiva
2.10 WOC ( terlampir )
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
2.11 Pengkajian
1. Identitas ( Ngastiyah, 1997 ; 32 )
Mengenai semua golongan umur,biasanya banyak mengena anak umur 1-5th
13
Lebih banyak anak laki –laki dari pada anak perempuan.
2. Keluhan Utama.
Batuk disertai muntah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Batuk makin lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah terjadi
siang dan malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair disertai panas
ringan, lama– kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi nyaring) dan sering, maka
tampak benjolan, lidah menjulur dan dapat terjadi pendarahan sub conjungtiva.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Adanya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Batuk dan panas ringan,
batuk mula-mula timbul pada malam hari, kemudian siang hari dan menjadi hebat.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Dalam keluarga atau lingkungan sekitarnya, biasanya didapatkan ada yang
menderita penyakit pertusis.
6. Riwayat Imunisasi
JENIS UMUR CARA JUMLAH
BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Capak 9 bulan 5C 4x
Heportits 0, 1, 6 bulan 1M 3x
7. Riwayat Tumbuh Kembang
Personal Sosial
Ibu pasien mengatakan kalau dirumah anaknya lincah, tidak mau diam.
Motorik Halus
Anak terbiasa melakukan gerakan seperti memasukkan benda kedalam mulutnya,
menangkap objek atau benda – benda, memegang kaki dan memegang kaki dan
mendorong kearah mulutnya.
Motorik Kasar
Anak dapat tengkurap dan berbalik sendiri, dapat merangkak mendekati benda
atau seseorang.
Kognitif
14
Anak berusaha memperluas lapangan pandangan, tertawa dan menjerit karena
gembira bila diajak bermain, mulai berbicara tapi belum jelas bahasanya.
USIA FISIK Motorik Kasar Motorik Halus Sosial
Emosional
15 bln Berjalan sendiri - Pegang cangkir,
Memasukkan jari
kelubang,Membuka
kotak,Melempar benda
Bermain
solitary play
18 bln - Lari jatuh,
Menarik mainan.
Naik dengan
tangga bantuan
- Menggunakan sendok
- Membuka hal. Buku
- Menyususn balok
24 bln - BB 4x BB
lhr,TB baik
- Berlari sudah
baik,Naik tangga
sendiri
- Membuka pintu
- Membuka kunci
- Menggunting
- Menggunakan sendok
dengan baik
8. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal
Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal ,
kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum
serat kebiasaan selama hamil.
Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan
gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.
Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan
gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
15
eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia,
trauma dan infeksi.
9. ADL.
Nutrisi : muntah, anoreksia.
Aktivitas : pada stadium akut paroksimal terjadi lemas / lelah
Istirahat tidur : terganggu, akibat serangan batuk panjang dan berulang-ulang.
Personal hygiene : lidah menjulur keluar dan gelisah yang berakibat keluar liur
berlebihan.
Eliminasi : sering terberak-berak, terkencing-kencing bila sedang batuk
2.12 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Saat batuk mata melotot, lidah menjulur, batuk dalam waktu
yang lama dan berkeringat
Kesadaran : Composmetis,
TTV : nadi meningkat(120-125x/mnt),respirasi meningkat(30-35x/mnt)
2. Head to toe
Kepala : tidak ada bekas luka ataupun bengkak.
Rambut : warna rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak terdapat
ketombe.
Wajah : simetris, bentuk bulat, tidak terdapat kelainan kulit
Mata : sklera berwarna putih,mata tampak menonjol
Hidung : lubang hidung simetris, hidung berair, terdapat pernafasan
cuping hidung.
Mulut : mukosa lembab, lidah menjulur
Telinga : Daun telinga simetris, membran timpani putih mengkilat,
tidak ada benda asing.
Leher : Tidak terdapat pembesaran JVP, tidak ada tanda-tanda
pembesaran kaku kuduk dan pembesaran kelenjar tiroid.
Dada
Inspeksi : Terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan cepat
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : paru sonor, jantung dallnes
16
Auskultasi : Wheezing inspirasi
Abdomen
Inspeksi :Terdapat distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus 9x/mnt
Palpasi : tidak terdapat pembesaran lien dan hepar, turgor kulit
bisa menurun bisa normal.
Perkusi : perut tidak kembung
Ekstremitas
Atas : tidak ada odem, pada bagian kiri terpasang infus.
Bawah : tidak ada odem, tidak ada bekas luka.
Genetalia : bersih, tidak berbau tak sedap, tidak terdapat varises atau
odem.
Anus
Inspeksi : bersih, tidak terdapat hemoroid, tidak ada perdarahan.
Palpasi : tidak ada benjolan, massa, ataupun tumor.
2.13 Pola Fungsional Gordon
Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
Biasanya anak yang menderita pertusis,orang tuanya menganggap hanya
influenza biasa, karena gejala awalnya ini adalah batuk,flu sehingga tampak
sebagai penyakit biasa.
Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya anak dengan pertusis mengalami anorexia(badan kurus),mual dan
penurunan kinerja tubuh yang ditandai dengan kelelahan.
Pola eliminasi
Biasanya pada pola eliminasi anak terganggu karena intake cairan yang kurang
sehingga mengganggu pola BAB dan BAK anak.
Pola istirahat dan tidur
Beberapa gejala anak yaitu, sering merasa kelelahan yang menyebabkan
kekuatan fisik melemah ,sering batuk dan mengganggu setiap jam tidur anak.
Pola hubungan dan peran
17
Sebagian besar anak dengan pertusis sering batuk rejan,sehingga sering rewel,
ingin dengan orang tua saja,pada fase-fase pertusis awal anak sering batuk tapi
tidak menghiraukan batuknya karena masih terlihat seperti batuk biasa ,pda
fase awal hubungan bermain anak dengan teman-temannya belum terganggu.
Pola aktifitas dan latihan
Ada beberapa anak menjadi sangat rewel dan kesakitan dengan batuknya
,sehingga kuantitas bermain dan belajar mereka tidak lancar.
Pola persepsi dan kognitif
Biasanya pola persepsi dan kognitif anak tidak terganggu.
Pola reproduksi dan seksualitas
Tidak dikaji karena biasanya pasien masih berumur 5 tahun kebawah.
Pola koping dan toleransi stress
Anak biasanya sereing rewel ,manja,susah tidur dan tidak suka dengan
penyakitnya.
Pola nilai dan keyakinan
Pola nilai dan keyakinan beberapa anak terganggu karena batuk rejan
membuat anak menolak melakukan segala hal.
2.14 Diagnosa (NANDA), NOC, dan NIC
No. NANDA NOC NIC
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d penumpukan
secret
STATUS RESPIRASI :
KEPATENAN JALAN
NAFAS
Tidak ada demam
Tidak ada cemas
Tidak ada rasa terkecik
Frekuensi napas dbn
Irama napas dbn
Mampu mengeluarkan
dahak
Bebas dari suara napas
MANJEMEN
JALAN NAFAS :
Buka jalan nafas
dengan teknik
mengangkat dagu
atau dengan
mendorong rahang
sesuai keadaan
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi yang
18
tambahan
STATUS RESPIRASI :
PERTUKARAN GAS
Status mental dalam
rentang yang diharapkan
Mudah bernafas
Tidak ada dispnea saat
istirahat
Tidak ada kegelisahan
Tidak ada sianosis
Tidak ada somnolen
PaO2 dalam batas normal
PaCO2 dalam batas
normal
pH arteri dalam batas
normal
Saturasi O2 dalam batas
normal
End Tidal (ET) CO2
dalam rentang yang
diharapkan
Foto sinar-X dada dalam
rentang yang diharapkan
Keseimbangan perfusi
ventilasi
potensial
Identifikasi
masukan jalan
nafas baik yang
aktual ataupun
potensial
Masukkan jalan
nafas/ nasofaringeal
sesuai kebutuhan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction/pengisapan
Dorong nafas
dalam, pelan dan
batuk
Ajarkan bagaimana
cara batuk efektif
Kaji keinsetifan
spirometer
Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya
ventilasi yang turun
atau yang hilang
dan catat adanya
bunyi tambahan
Lakukan
pengisapan
endotrakeal atau
nasotrakeal
Beri bronkodilator
jika diperlukan
Ajarkan pasien
tentang cara
19
penggunaan inhaler
Beri aerosol,
pelembab/oksigen,
ultrasonic
humidifier jika
diperlukan
Atur intake cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
Posisikan pasien
untuk mengurangi
dispnue
Monitor pernafasan
dan status oksigen.
MONITOR
PERNAFASAN
Monitor frekuensi,
rata-rata, irama,
kedalaman dan usaha
bernafas
Catat pergerakkan
dada, lihat
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, dan
supraklavikula dan
retaksi otot
intercostal
Monitor bising
pernafasan seperti
ribut atau dengkuran
20
Monitor pola nafas
seperti bradipnu,
takipnu,
hiperventilasi,
pernafasan kussmaul,
Ceyne stokes, apnu,
biot dan pola ataksi
Palpasi jumlah
pengembangan paru
Perkusi anterior dan
posterior torak dari
apeks sampai basis
secara bilateral
Catat lokasi trakea
Monitor kelemahan
otot diafragma
Auskultasi bunyi
nafas, catat ventilasi
yang turun atau
hilang
Tentukan apakah
harus dilakukan
pengisapan dari hasil
auskultasi seperti
adanya ronkhi atau
wheezing
Auskultasi lagi paru
setelah dilakukan
treatmen
Monitor kemampuan
pasien untuk batuk
Catat lama,
karakteristik dan
21
lama batuk
Monitor sekresi
pernafasan pasien
Monitor dispnu dan
persitiwa yang bisa
meningkatkan
kejadian dispnu
Monitor adanya
suara parau dan
perubahan suara
setiap jam dengan
wajah yang terbakar
Monitor krepitus
Monitor hasil
penyinran (X-rey)
2. Pola napas tidak efektif b.d
dispnea dan proses
inflamasi.
STATUS RESPIRASI :
KEPATENAN JALAN
NAFAS
Tidak ada demam
Tidak ada cemas
Tidak ada rasa terkecik
Frekuensi napas dbn
Irama napas dbn
Mampu mengeluarkan
dahak
Bebas dari suara napas
tambahan
STATUS RESPIRASI :
PERTUKARAN GAS
Status mental dalam
rentang yang diharapkan
Mudah bernafas
MANJEMEN
JALAN NAFAS :
Buka jalan nafas
dengan teknik
mengangkat dagu
atau dengan
mendorong rahang
sesuai keadaan
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi yang
potensial
Identifikasi
masukan jalan
nafas baik yang
aktual ataupun
22
Tidak ada dispnea saat
istirahat
Tidak ada kegelisahan
Tidak ada sianosis
Tidak ada somnolen
PaO2 dalam batas normal
PaCO2 dalam batas
normal
pH arteri dalam batas
normal
Saturasi O2 dalam batas
normal
End Tidal (ET) CO2
dalam rentang yang
diharapkan
Foto sinar-X dada dalam
rentang yang diharapkan
Keseimbangan perfusi
ventilasi
potensial
Masukkan jalan
nafas/ nasofaringeal
sesuai kebutuhan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction/pengisapan
Dorong nafas
dalam, pelan dan
batuk
Ajarkan bagaimana
cara batuk efektif
Kaji keinsetifan
spirometer
Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya
ventilasi yang turun
atau yang hilang
dan catat adanya
bunyi tambahan
Lakukan
pengisapan
endotrakeal atau
nasotrakeal
Beri bronkodilator
jika diperlukan
Ajarkan pasien
tentang cara
penggunaan inhaler
Beri aerosol,
pelembab/oksigen,
ultrasonic
humidifier jika
23
diperlukan
Atur intake cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
Posisikan pasien
untuk mengurangi
dispnue
Monitor pernafasan
dan status oksigen.
MONITOR
PERNAFASAN
Monitor frekuensi,
rata-rata, irama,
kedalaman dan usaha
bernafas
Catat pergerakkan
dada, lihat
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, dan
supraklavikula dan
retaksi otot
intercostal
Monitor bising
pernafasan seperti
ribut atau dengkuran
Monitor pola nafas
seperti bradipnu,
takipnu,
hiperventilasi,
pernafasan kussmaul,
24
Ceyne stokes, apnu,
biot dan pola ataksi
Palpasi jumlah
pengembangan paru
Perkusi anterior dan
posterior torak dari
apeks sampai basis
secara bilateral
Catat lokasi trakea
Monitor kelemahan
otot diafragma
Auskultasi bunyi
nafas, catat ventilasi
yang turun atau
hilang
Tentukan apakah
harus dilakukan
pengisapan dari hasil
auskultasi seperti
adanya ronkhi atau
wheezing
Auskultasi lagi paru
setelah dilakukan
treatmen
Monitor kemampuan
pasien untuk batuk
Catat lama,
karakteristik dan
lama batuk
Monitor sekresi
pernafasan pasien
Monitor dispnu dan
persitiwa yang bisa
25
meningkatkan
kejadian dispnu
Monitor adanya
suara parau dan
perubahan suara
setiap jam dengan
wajah yang terbakar
Monitor krepitus
Monitor hasil penyinran
(X-rey)
3. Gangguan Nutrisi :
Kurang dari kebutuhan
normal tubuh
berhubungan dengan
mual/muntah dan anoreksia
a. Status Nutrisi
- Intake makanan klien
yang kaya akan
nutrisi.
- Rasio BB/TB
diharapkan menjadi
normal.
b. Status Nutrisi :
Pengukuran
Biokimia.
- Serum Albumin
menjadi normal.
- Kadar hemoglobin
menjadi normal.
- Kadar hematokrit
menjadi normal.
- Jumlah kapasitas zat
besi normal.
Manajemen Nutrisi
- Tentukan dan
konsultasi
dengan penata
diet, berapa
jumlah kalori
dan jenis nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
syarat-syarat
nutrisi yang
baik.
- Ajarkan klien
bagaimana cara
mengatur menu
makanan yang
dimakannya
untuk
membantu klien
dalam
mengevaluasi
26
intake nutrisi.
- Monitor intake
kandungan
nutrisi dan
kalori untuk
mengevaluasi
status nutrisi.
- Anjurkan klien
untuk
meningkatkan
intake protein,
zat besi, dan
vitamin C untuk
menyediakan
nutrisi-nutrisi
yang
dibutuhkan
dalam produksi
hemoglobin.
- Sediakan
informasi yang
sesuai tentang
kebutuhan-
kebutuhan
nutrisi dan
bagaimana
mencukupinya
untuk
meningkatkan
intake nutrisi-
nutrisi penting
yang
dibutuhkan.
27
4 Gangguan pola tidur b.d
aktivasi batuk
Jam tidur setiap harinya
tetap
Pola tidur normal
Kualitas tidur baik
tanda-tanda vital normal
kebiasaan tidur siang
teratur
kaji kebiasaan tidur
klien sebelum dan
sesudah tidur
diskusikan
kemungkinan
penyebab gangguan
tidur
Beri posisi yang
nyaman
menciptakan
lingkungan yang
tenang dan nyaman
Recommended