‘AM DAN KHASH
M A K A L A H
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
" Ulumul Qur’an 2 "
Dosen Pengampu :
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Oleh :
KHUSNUL KOTIMAH
2013.4.047.0001.1.001683
PAI – Smt 3/ Sawo
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM) TULUNGAGUNG
Nopember 2014
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala
hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM)
Tulungagung Bapak Nurul Amin, M.Ag
2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I
3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a
dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi
amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif,
sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir
amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.
(PENYUSUN)
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………….…..…....... i
Kata Pengantar …………………………………………………..…........ ii
Daftar Isi …………………………….....……………………..…. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan Masalah …………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
‘AM DAN KHASH
A. Pengertian ‘Am dan Shigat-Shigatnya …………...……....... 3
B. Pembagian ‘Am …………….....................................…….... 6
C. Pengertian Khash dan Bentuk-Bentuk Mukhasshish .............. 8
D. Penjelasan Ayat ‘Am Yang Sudah Ditakhsis, Apakah Masih
Merupakan Dalil/Hujjah?...................................................... 14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan …………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konteks Syar’iyyah di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis merupakan dua
sumber hukum yang redaksinya menetapkan hukum syar’i. Dalam menggali nilai-
nilai hukum pada sumber tersebut, tidak sepatutnya seseorang langsung menukil
darinya tanpa terlebih dahulu menimbangnya. Padahal tidak semua lafazh yang
ada mudah dipahami sehingga memungkinkan untuk langsung diambil. Ada
beberapa pengklasifikasian lafazh yang ada di dalam nash syar’i yang selayaknya
ditafsirkan terlebih dahulu.
Konteks Al-Qur’an dan Al-Hadis tersebut bisa berupa lafadz umum atau
khusus. Lafadz yang umum atau al-‘am, ketetapan hukumnya harus diartikan
kepada semua satuannya secara pasti bila disana tidak ada dalil yang
mengkhususkannya. Jika terdapat dalil yang mengkhususkan maka mengenai
arahan hukumnya apakah pasti (qoth’iy) atau dugaan (dzonny).
Al-Qur’an dan Al-Hadis juga ada yang berupa lafadz khusus (khash),
maka hukum bisa ditetapkan secara pasti selama tidak ada dalil yang
mentakwilkan atau memindahkan dan menghendaki arti yang lain. Dalam lafadz
khash ini terdapat lafadz mutlak yang dapat menetapkan hukum secara absolute
dengan catatan tidak ada dalil yang mengikatnya. Jika lafadz itu berbentuk
perintah (‘amar), maka obyek yang diperintahkannya wajib, atau berbentuk
larangan (nahi) maka obyek yang dilarang itu haram. Hal tersebut bila tidak ada
dalil yang merubah dari keharusannya atau ketidak bolehannya.
Pada makalah ini selanjutnya, penulis akan membahas beberapa hal
berkenaan dengan lafazh yang ‘am dan Khash. Diharapkan dengan mengkaji dan
memahami lafazh ‘am dan Khash, seseorang tidak lagi gegabah dalam menarik
sebuah nash sebagai sebuah landasan dalam berbuat.
2
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan pendahuluan di atas, terdapat permasalahan –
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Lafadz ‘Am dan Apa Saja Shigat-Shigatnya?
2. Apa Saja Pembagian ‘Am?
3. Apa Pengertian Lafadz Khash dan Apa Saja Bentuk-Bentuk Mukhasshish?
4. Apakah Ayat ‘Am Yang Sudah Di-takhsis Masih Merupakan Dalil/Hujjah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Lafadz ‘Am Dan Shigat-Shigatnya.
2. Untuk Mengetahui Pembagian ‘Am.
3. Untuk Mengetahui Pengertian Lafadz Khash Dan Bentuk – Bentuk
Mukhasshish.
4. Untuk Mengetahui Penjelasan Ayat ‘Am Yang Sudah Ditakhsis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ayat Yang ‘Am Dan Shighat-Shighatnya
1. Pengertian ‘Am
Secara bahasa ‘Am berarti merata atau yang umum.1 Sedangkan secara
istilah ‘Am ialah suatu lafadz yang menunjukan satu makna yang mencakup
seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.2 Atau juga lafadz yang
menunjukan dimana ditempatkan secara lughowi dan semuanya itu berlaku untuk
semua ifradnya.3 Para ulama Usul Fiqih memberikan definisi ‘am antara lain
sebagai berikut:
a. Menurut ulama Hanafiyah adalah setiap lafadz yang mencakup banyak,
baik secara lafadz maupun makna.
b. Menurut ulama Syafi’iyyah, diantaranya Al-Ghazali adalah satu lafadz
yang dari satu segi menunjukan dua makna atau lebih.
c. Menurut Al-Bazdawi adalah lafadz yang mencakup semua yang cocok
untuk lafadz tersebut dengan satu kata.4
2. Bentuk-bentuk (Shigat-shigat) ‘Am
Bentuk-bentuk umum ada tujuh :
a. Lafadz Kullun, jami’un, kaaffah, ma’asyar (artinya seluruhnya) Masing-
masing lafal tersebut meliputi segala yang menjadi mudhaf ilaihi dari
lafadh-lafadh itu.5 Contohnya :
1Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II (Bandung: Pustaka Setia, cet. II,
2001), hlm. 61 2Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 193 3Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 225 4Aziz Wahied, Lafadz 'Am Dan Khash, dalam
http://azizwahied.blogspot.com/2012/11/lafadz-am-dan-khash.html, diakses pada sabtu, 27
september 2014 pukul 11.52 5Zaziratul Fariza, Pembahasan Lafazd Dari Segi Kandungan , dalam
http://zazirazirafariza.blogspot.com/2014/06/pembahasan-lafazd-dari-segi-kandungan.html,
diakses pada sabtu, 27 september 2014, pukul 12.02
4
Kullun ( كل)
الموتذائقةن فس كل
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.”(Q.S.Ali Imran :
185)6
Jami’un )يع )ج
يعاالرضفمالكمخلقالذيهو ج
“Dialah (Allah) yang menciptakan untukmu apa yang ada dibumi,
semuanya.” (QS Al Baqarah : 29)7
Kaaffah (كافة)
للناسكافةإلأرسلناكوما
“Dan kami tidak mengutus engkau (muhammad), melainkan
kepada semua umat manusia.” (QS. Saba’ : 28)8
Ma’syar (معشر)
نسالن معشريا ي قص منكمرسليأتكمألوال نكموي نذروآياتعليكموهذاي ومكملقاء
“Wahai golongan jin dan manusia! bukankah sudah datang
kepadamu rasul-rasul dari kalangan-mu sendiri, mereka
menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku kepadamu dan
memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini? (QS. Al-
An’am : 130)9
b. Isim Istifham ialah من (siapa), ما (apa), أين (dimana), أي (siapakah), dan مت (kapan). Contohnya :
ألاللنصرمت قريباللنصرإ “Kapankah datang pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan
Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)10
6Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 74 7Ibid., hlm. 05 8Ibid., hlm. 431 9Ibid., hlm. 144 10Ibid., hlm. 33
5
c. Isim Isyarat, seperti من (barang siapa), ما (apa saja), dan أي (yang mana
saja). Contohnya :
بهيزسوءاي عملمن
“Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan
kejahatan itu.” (QS. An-Nisa’: 123)11
d. Isim Mufrad yang makrifat dengan alif lam )ال( atau idhafah, Contohnya:
يعاللأحل الر باوحرمالب
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah: 275)12
e. Jama’ yang dita’rifkan (makrifat) dengan alif lam atau dengan idhafah:
Contohnya :
Makrifat dengan alif lam )ال( : المقسطييب اللإ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. Al-
Maidah: 42)13
Makrifat dengan idhafah :
أمهاتكمعليكمحر مت
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu.” (QS. An-Nisa’:
23)14
f. Isim Nakirah yang terletak sesudah Nafi, Contohnya :
شيئان فس عنن فستزيلي وماوات قوا
“Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat membela
orang lain sedikit pun.” (QS. Al-Baqarah: 48)15
11Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 98 12Ibid., hlm. 47 13Ibid., hlm. 115 14Ibid., hlm. 81 15Ibid., hlm. 07
6
g. Isim Maushul (ت ,الت ,الذين ,الذي (الل
الذينإ إناظلمااليتامىأمواليأكلو ناراطونمبفيأكلو
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya.” (QS. An-
Nisa’: 10)16
B. Pembagian ‘Am
‘Am terbagi menjadi 2, yaitu:
a) Umum Syumuliy
Yaitu semua lafazh yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi
seluruh pribadi, seperti :
واحدة ن فس منخلقكمالذيربكمات قواالناسأي هايا
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan
kamu dari diri yang satu (adam).” (Qs. A n-Nissa’: 1)17
Dalam Ayat ini seluruh manusia dituntut untuk bertakwa tanpa kecuali, maka
lafaz yang seperti ini dinamakan umum Syumuliy.
b) Umum Badaliy
Bagi suatu lafaz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku seperti
Afrad (pribadi) seperti :
بلكممنذينالعلىكتبكماالص يامعليكمكتبآمنواالذينأي هايا ت قلعلكمق ت و
“Wahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
(Q.S. Al-Baqarah: 183)18
Sedangkan dalam ketetapan nash, bahwa ‘am itu terbagi menjadi tiga:19
Pertama adalah ‘am yang dimaksud secara qathi’ umum. Yaitu ‘am yang
didampingi oleh qarinah, menafikan sasaran yang ditakhsiskan, seperti
‘am yang terdapat pada firman Alloh Swt :
16Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 78 17Ibid., hlm. 77 18Ibid., hlm. 28 19Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 231-233
7
رزق هااللعلىإلالرضفدابة منوما
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rezekinya. (QS. Hud: 06).20
حي شيء كلالماءمنوجعلنا “Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air.” (QS. Al-
Anbiya’: 30)21
Pada kedua ayat ini orang menetapkan bahwa sudah menjadi sunnatulloh
ada ‘am yang tidak ditakhasiskan dan tidak pula dipertukarkan letaknya.
Pada kedua ayat ini terdapat ‘am qathi’ menunjuk kepada umum. Tidak
mengandung hal yang dimaksud khusus dengannya.
Kedua adalah ‘am yang dimaksud secara qathi khusus. Yaitu apa yang
didampingi dengan qarinah, pada umumnya tetap menafikan dan
menyatakan maksud sebagian dari ifradnya itu. Seperti firmanAllah yang
berbunyi:
يتحج الناسعلىولل الب
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah Melaksanakan
ibadah haji ke Baitullah.” (QS. Ali-Imran: 97).22
Manusia pada nash ini adalah umum. Dimaksud dengannya itu khusus
para mukallaf. Menurut akal, tidak termasuk anak-anak dan orang gila.
Ketiga adalah ‘am makhsus. Yaitu ‘am mutlak yang tidak didampingi oleh
qarinah, meniadakan hal-hal yang ditakhsiskan. Tidak ada qarinah yang
menafikan dalilnya terhadap umum. Misalnya kebanyakan nash yang
terdapat padanya sighat umum. Terlepas dari qarinah-qarinah lafdziah
atau aqliah atau arfiah yang menyatakan umum, sebelum dikemukakan
20Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 222 21Ibid., hlm. 324 22Ibid., hlm. 62
8
dalil yang mentakhsiskannya. Misalnya, perempuan-perempuan yang
ditalak oleh suaminya harus menunggu (iddah).23
ربصنبأن فسهنثلثةق روء ي ت والمطلقات
“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru.” (Al-Baqarah: 228).24
C. Pengertian Khash Dan Bentuk-Bentuk Mukhasshis
1. Pengertian Khash
واحدعلىسبيلالنفراد اللفظالذيوضعلمعىن“Lafadz yang dari segi kebahasan, ditentukan untuk satu arti secara
mandiri.”25
Menurut bahasa khash artinya tertentu, sedangkan menurut istilah ushul
fiqih khash ialah lafadz khash telah mengandung makna yang jelas baik jenis,
jumlah, bentuk maupun ketentuan lainnya. Jika suatu nas mengandung arti khash
maka dapat ditetapkan sebuah hukum yang pasti. Selama tidak terdapat dalil yang
mentakwilnya, atau menghendaki arti lain dari padanya.26
Pengertian khash (khusus) adalah lawan dari pengertian ‘am (umum).
Dengan demikian bila telah memahami pengertian lafazh ‘am secara tidak
lansung, juga dapat memahami pengertian lafazh khash.
Pengertian al-khash menurut para tokoh-tokoh ushul fiqh adalah sebagai berikut:
a. Adib Shalih
Mendefenisikan Lafal al-Khash yang mengandung satu pengertian secara
tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas.
23Aziz Wahied, Lafadz 'Am Dan Khash, dalam
http://azizwahied.blogspot.com/2012/11/lafadz-am-dan-khash.html, diakses pada sabtu, 27
september 2014 pukul 11.52 24Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 36 25Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet ke-5, 2009),
hlm. 87 26Abdul Wahid Mahrus As’ad, Memahami Fiqih (Bandung: Armico, 2006), hlm. 78
9
b. Abu Zahra
Mendefenisikan Lafal al-Khash dalam nash syara’, menunjukan kepada
pengertianya yang yang khas secara qaht’i (pasti) dan hukum yang
terkandung dikandungya bersifat pasti (qaht’i) selama tidak ada indikasi
yang menunjukan pengertian lain. Pendapat Abu Zahra ini disepakati oleh
para ulama Ushul Fiqh.27
c. Al Amidi
Mendefinisikan al-Khash adalah satu lafazh yang tidak patut digunakan
bersama oleh jumlah yang banyak.
d. Al Khudahari Beik
Mendefinisikan al-Khash adalah lafazh yang dari segi kebahasaan
ditentukan untuk satu arti secara mandiri.
e. Abdul Wahhab Abdul Salam Thawilah
Berpendapat bahwa setiap lafal yang diungkapkan untuk menunjukkan
satuan maknawi tertentu.
f. Abdul Wahhab Khallaf
Mendefinisikan yaitu lafal yang dipakai untuk menunjukkan seseorang,
misalnya Muhammad atau semacamnya misalnya laki-laki.28
Jadi pengertian al-Khash menurut penulis sendiri adalah suatu lafal yang
telah jelas hukum yang terkandung di dalam nash, baik itu al-Qur’an maupun
hadis Nabi sendiri, sebelum ada dalil yang menghendaki arti lain, hukum yang
diambil dari khash ini adalah pasti (qath’i) bukan zhanny.29
Adapun Pengkhususan الت عميم( : secara bahasa )التخصيص( )ضد lawan dari
pengumuman. Dan secara istilah Takhshish ialah:
27Satria Efendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet ke-3, 2009),
hlm. 205 28Abdul wahab khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 241 29Handayani, Makalah- Ushul Fiqh- Lafal Al-Khash, dalam
http://nandhadhyzilianz.blogspot.com/2013/01/makalah-ushul-fiqh-lafal-al-khash.html, diakses
pada Senin, 29 September 2014 pukul 11.11
10
قديرعدماملخصص داخلتتالعمومعلىت إحراجب عضكا
“Mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk dalam yang umum itu menurut
ukuran ketika tidak terdapat mukhasis”
2. Bentuk-Bentuk Mukhasshis
Mukhashish ada dua macam yaitu:
a) Mukhasshish Muttasil
Mukhasshish yang bersambung adalah apabila makna satu dalil yang
mengkhususkan, berhubungan erat/bergantung pada kalimat umum
sebelumnya.
Adapun beberapa macam Mukhasshish muttasil antara lain :
Pengecualian
Contoh firman Allah Surat Al-Ashar ayat 2-3 :
إ نسا واوت الصالاتوعملواآمنواالذينإل(2)خسر لفيال بالق واوا وا (3)بالصبوت
“Sungguh, manusia berada dalam kerugian, Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati
untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran. (Al-‘Ashr:
2- 3)30
Jadi yang dikhususkan pada ayat tersebut adalah orang-orang yang
beriman dan yang beramal Sholeh.
Syarat (الشرط)
ذلكفبرد هنأحق وب عولت هن لحاأرادواإ إ
“………dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka
dalam (masa) itu, jika mereka (para suami) menghendaki perbaikan.”
(Qs Al- Baqarah: 228)31
30Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 601 31Ibid., hlm. 36
11
Dalam ayat tersebut dikatakan, lebih berhak kembali pada istrinya.
Maksudnya adalah dalam masa iddah, tetapi dengan syarat bila
kembalinya itu dengan maksud ialah lafaz yang menujukakan pada
ayat tersebut adalah “Jika” ) )إ
Sifat ( الص فة )
تحري تلمؤمناخطاءف بةمؤمنة ومنق ررق
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah
(hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman.” (Qs. Al- An-Nisa’: 92)32
Sifat yang mengkhususkan dalam ayat tersebut adalah sifat mukmin
yakni yang diremehkan itu harus/dikhususkan pada hamba yang
mukmin.
Kesudahan (الغاية)
Contoh firman Allah :
قربوهنول حتت يطهر
"....dan jangan kamu dekati mereka, sebelum mereka suci ... (Q.S Al-
baqarah: 222)33
Sebagai Ganti Keseluruhan ( عضمنالكل (بدلالب
Contoh firman Allah :
يتحج الناسعلىولل لسبيإليهاستطاعمنالب “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang
mampu mengadakan perjalanan ke sana…” (Ali-Imran: 97)34
Lafazh (نم) dan sesudahnya pada ayat tersebut , menghususkan
keumuman sebelumnya, arti sebagian orang yang ‘mampu’
mengganti, keumuman wajibnya manusia untuk haji.
32Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 93 33Ibid., hlm. 35 34Ibid., hlm. 62
12
b) Mukhasshish Munfasil
Mukhasshish Munfasil adalah dalil umum / makna dalil yang sama
dengan dalil atau makna dalil yang mengkhususkannya, masing- masing
berdiri sendiri, Yakni tidak berkumpul tetapi terpisah. Mukhasshish
Munfasil ada beberapa macam :35
Al-Qur’an di- Takhshish dengan Al-Qur’an
Contohnya firman Allah :
ربصنوالمطلقات ق روء ثلثةبأن فسهني ت
“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka
(menunggu) tiga kali quru.” (Q.S A1-Baqarah : 228)36
Ayat tersebut, umum : tercakup juga orang hamil makea datang ayat,
lain yang mengkhususkan bagi wanita hamil yang berbunyi:
ئي أجلهنالحالوأولتيضنلوالل لهنحيضعنأ
“ ……. dan begitu perempuan-perempuan yang tidak haid.
sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka
itu sampai mereka melahirkan kandungannya. (Q.S Al- Talaq: 4)37
Al-Qur’an di- Takhshish dengan Sunnah. Contoh firman Allah :
يكم يحظ مثلللذكرأولدكمفالليو ي الن ث
“Allah mensyari'atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian
warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (An- Nisaa: 11)38
Ayat tersebut bersifat umum, yakni mencakup anak yang kafir,
kemudian dataing hadist yang mengkususkannya berbunyi:
35Ali Oktoda, Makalah 'Am Dan Khas, dalam http://simba-
corp.blogspot.com/2012/03/makalah-am-dan-khas.html, diakses pada Sabtu, 27 september 2014
pukul 11.11 36Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 36 37Ibid., hlm. 558 38Ibid., hlm. 78
13
ليرثاملسلمالكافرولالكافراملسلم
“Tidak boleh mewarisi seseorang musulim puda seorang kafir, dan
tidak boleh (juga) kafir pada muslim (HR. Bukhari)
Sunnah di- Takhshish dengan Al-Qur’an
Sunnah di- Takhshish dengan Sunnah
Men- Takhshish dengan Qiyas
ل الواجديل عرضهوعقوب ته“Menunda-nunda pembayaran bagi orang yang mampu, halal
dilanggar kehormatannya dan boleh dihukum" (HR. Ahmad)
Hadist tersebut ialah umum, yakni siapa saja yang menunda-nunda
pembayaran hutang, padahal ia mampu untuk membayar, termasuk
ibu atau bapak. Kemudian dikhususkan, yakni bukan termasuk ibu
dan bapak dengan jalan meng-Qiyas firman Allah yang berbunyi :
قلفل أف لمات
“Maka sekali-kali Janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" (Qs Al-Isra: 23)39
Tidak boleh memukul melanggar kehormatan kedua orang tua
adalah hasil Qiyas dari larangan mencakup "ah" terhadap-Nya.
Karena memukul atau melanggar kehormatan, lebih tinggi kadar
menyakitkannya dari pada mengucap "ah". Qiyas yang demikian
dinamakan Qiyas Qulawi. Sebagian ulama berpandangan bahwa
yang demkian bukan dinamakan Qiyas Qulawi, tetapi diaebut
Mafhum Muwafaqah.40
39Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 284 40Ali Oktoda, Makalah 'Am Dan Khas, dalam http://simba-
corp.blogspot.com/2012/03/makalah-am-dan-khas.html, diakses pada Sabtu, 27 september 2014
pukul 11.11
14
D. Penjelasan Ayat ‘Am Yang Sudah Ditakhsis, Apakah Masih Merupakan
Dalil/Hujjah?
Tidak sedikit lafazh ‘am yang terdapat di dalam Al Qur’an maupun hadits
Nabi. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana kedudukan lafazh
‘am khususnya yang berkenaan dengan perbuatan yang dapat dihukumi. Ternyata
polemik mengenai hal ini telah menjadi topik yang ramai diperbincangkan oleh
para ulama sejak berabad-abad silam. Di antara pendapat para ulama yakni:
1. Jumhur ulama menyatakan keharusan mencari dalil takhsis terlebih dahulu
dan tidak mengamalkan lafazh ‘am sebelum hal tersebut dilakukan. Jika
memang tidak ditemukan dalil yang mengkhususkannya, baru wajib
mengamalkan lafazh yang ‘am.41
2. Pendapat lain mengatakan bahwa wajib mengamalkan lafazh ‘am tanpa
menunggu adanya penjelasan ataupun takhsisnya.
Mengenai pendapat di atas, penulis cukup sepakat dengan pendapat
jumhur ulama bahwa apabila ditemukan lafazh yang ‘am selayaknya dicari
terlebih dahulu dalil lain yang mentakhsisnya. Hal ini berkesesuaian dengan
sebuah kaidah di dalam ilmu fikih.
ةفالباقىالعام ب عدالتخصيصحجالعام ب عدالتخصيصحجةفالب
“’Am yang telah dikhususkan maka selebihnya dapat dijadikan hujjah”.42
Contoh firman Allah dalam surat al A’raf ayat 32 dimana Allah
memperbolehkan manusia untuk memakai segala perhiasan. Namun hal tersebut
ditakhsis oleh sabda Nabi, sehingga memakai perhiasan yang terbuat dari emas
dan perak adalah haram bagi laki-laki. Sedangkan apabila masih belum ditemukan
dalil lain yang mentakhsiskannya setelah proses pencarian, maka wajib hukumnya
untuk mengamalkan keumuman lafazh dari suatu nash hingga akhirnya ditemukan
dalil yang mengkhususkan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin,
seorang ulama Hijaz, dalam bukunya al Ushul min ‘Ilmil Ushul.43
41Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 (Jakarta: Kencana, cet. V, 2009), hlm. 83 42Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, cet. IV, 2002), hlm. 43. 43Muhammad al Utsaimin, Ushul Fiqih (terjemah) (Jogjakarta: Media Hidayah, 2008),
hlm. 58
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. ‘Am )العام( adalah suatu lafadz yang menunjukan satu makna yang mencakup
seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu. Atau juga lafadz yang
menunjukan dimana ditempatkan secara lughowi dan semuanya itu berlaku untuk
semua ifradnya.
Adapun Bentuk-bentuk (Shigat-shigat) ‘Am, yaitu:
Lafadz Kullun ( كل) , Jami’un )يع (كافة) Kaaffah ,)ج , Ma’syar (معشر) .
Isim Istifham ialah من (siapa), ما (apa), أين (dimana), أي (siapakah), dan مت (kapan).
Isim Isyarat, seperti من (barang siapa), ما (apa saja), dan أي (yang mana saja).
Isim Mufrad yang makrifat dengan alif lam )ال( atau idhafah.
Jama’ yang dita’rifkan (makrifat) dengan alif lam atau dengan idhafah.
Isim Nakirah yang terletak sesudah Nafi.
Isim maushul الذي) ت) ,الت ,الذين , الل
2. Pembagian ‘Am )العام(, yaitu:
a. Umum Syumuliy: Yaitu semua lafazh yang dipergunakan dan dihukumkan
serta berlaku bagi seluruh pribadi
b. Umum Badaliy: Bagi suatu lafaz yang dipergunakan dan dihukumkan serta
berlaku seperti Afrad (pribadi)
‘Am )العام( juga terbagi menjadi tiga:
Pertama adalah ‘am yang dimaksud secara qathi’ umum
Kedua adalah ‘am yang dimaksud secara qathi khusus
Ketiga adalah ‘am makhsus
16
3. Khash adalah Lafadz yang dari segi kebahasan, ditentukan untuk satu arti secara
mandiri. Lafadz khash telah mengandung makna yang jelas baik jenis, jumlah,
bentuk maupun ketentuan lainnya.
Sedangkan Takhshish adalah mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk
dalam yang umum itu menurut ukuran ketika tidak terdapat mukhasis.
Adapun Bentuk-Bentuk Mukhasshis, yaitu:
Mukhasshis Muttasil adalah apabila makna satu dalil yang mengkhususkan,
berhubungan erat/bergantung pada kalimat umum sebelumnya. Dan macam-
macamnya berupa:
- Pengecualian
- Syarat (الشرط)
- Sifat (الص فة)
- Kesudahan (الغاية)
- Sebagai Ganti Keseluruhan ( عضمنالكل (بدلالب
Mukhasshis Munfasil adalah dalil umum / makna dalil yang sama dengan
dalil atau makna dalil yang mengkhususkannya, masing- masing berdiri
sendiri. Yakni tidak berkumpul tetapi terpisah. Dan macam-macamnya
berupa: Al-Qur’an di- Takhshish dengan Al-Qur’an; Al-Qur’an di- Takhshish
dengan Sunnah; Sunnah di- Takhshish dengan Al-Qur’an; Sunnah di-
Takhshish dengan Sunnah; Men- Takhshish dengan Qiyas
4. Ayat ‘Am yang sudah diTakhsis, apakah masih merupakan dalil/Hujjah?: Apabila
ditemukan lafazh yang ‘am selayaknya dicari terlebih dahulu dalil lain yang
mentakhsisnya. Hal ini berkesesuaian dengan sebuah kaidah di dalam ilmu fikih.
ةفالباقىالعام ب عدالتخصيصحجالعام ب عدالتخصيصحجةفالب
“’Am yang telah dikhususkan maka selebihnya dapat dijadikan hujjah”
17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Utsaimin, Muhammad. 2008. Ushul Fiqih (terjemah). Jogjakarta: Media
Hidayah
As’ad, Abdul Wahid Mahrus. 2006. Memahami Fiqih. Bandung: Armico
Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
Diponegoro
Efendi, Satria. 2009. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet. 3
Fariza, Zaziratul. Pembahasan Lafazd Dari Segi Kandungan, dalam
http://zazirazirafariza.blogspot.com/2014/06/pembahasan-lafazd-dari-segi-
kandungan.html, diakses pada sabtu, 27 september 2014, pukul 12.02
Handayani. Makalah- Ushul Fiqh- Lafal Al-Khash, dalam
http://nandhadhyzilianz.blogspot.com/2013/01/makalah-ushul-fiqh-lafal-
al-khash.html, diakses pada Senin, 29 September 2014 pukul 11.11
Khallaf, Abdul Wahab. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Rineka Cipta
Oktoda, Ali. Makalah 'Am Dan Khas, dalam http://simba-
corp.blogspot.com/2012/03/makalah-am-dan-khas.html, diakses pada
Sabtu, 27 september 2014 pukul 11.11
Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia
Syarifuddin, Amir. 2009. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
cet. 5
Syarifuddin, Amir. 2009. Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Kencana, cet. 5
Umam, Khairul dan Ahyar Aminudin. 2001. Ushul Fiqih II. Bandung: Pustaka
Setia, cet. 2
Usman, Muchlis. 2002. Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, cet. 4
Wahied, Aziz. Lafadz 'Am Dan Khash, dalam
http://azizwahied.blogspot.com/2012/11/lafadz-am-dan-khash.html,
diakses pada sabtu, 27 september 2014 pukul 11.52