Hidrogen terakumulasi
Ledakan
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah ini membahas kejadian ledakan hidrogen pada reaktor unit 1 di PLTN Fukushima
Daiichi (Fukushima I) pada tanggal 12 Maret 2011 pukul 13 : 56 waktu setempat. Dampaknya adalah 3
orang tewas dan hingga saat ini reaktor Fukufhima Daiichi unit 1 masih dalam kondisi kritis. Laporan
penyelidikan yang resmi belum ada, karena per tanggal 17 Mei 2011 ini, Nuclear and Industrial Safety
Agency (NISA) baru memerintahkan Tokyo Electric Power CO.Inc (TEPCO) untuk melakukan
investigasi dan membuat laporan perihal kerusakan listrik di luar dan di dalam PLTN setelah gempa
bumi tanggal 11 Maret 2011. Namun penulis berusaha membuat analisis penyebab kecelakaan
berdasarkan press release resmi dari situs http://www.nisa.meti.go.jp/english/index.html.
Gambar 1.1 Kecelakaan di Fukushima I unit I
Kecelakaan yang terjadi bukan hanya satu, namun ada empat kecelakaan. Keempat kecelakaan
tersebut adalah : pada unit 1 berupa ledakan hidrogen tanggal 12 Maret 2011, pada unit 2 berupa ledakan
torus reaktor tanggal 15 Maret 2011, pada unit 3 berupa ledakan hidrogen tanggal 14 Maret 2011 dan pada
unit 4 berupa kebakaran di kolam penyimpanan bahan bakar tanggal 15 dan 16 Maret 2011. Penyebab
umumnya adalah kerusakan listrik di dalam dan luar PLTN setelah gempa tanggal 11 Maret 2011. Sejak 12
April 2011, NISA menyatakan bahwa tingkat keparahan kecelakaan nuklir Fukushima adalah INES tingkat
7.Artinya telah terjadi pelepasan radioaktif dalam jumlah besar yang menyebabkan masalah lingkungan dan
kesehatan yang luas pula. Pengetahuan tentang sebab kecelakaan pada PLTN ini akan memberikan
masukan pada rencana pendirian PLTN di Indonesia, karena Indonesia sendiri adalah negara yang rawan
gempa dan tsunami. Desain PLTN di Indonesia harus mencakup desain keselamatan pada kondisi darurat
akibat gempa bumi dan tsunami.
1.1 Fukushima Daiichi (Fukushima I)
Fukushima Daiichi adalah sebuah PLTN yang terdapat di Okuma, distrik Futaba Perfektur
Fukushima Jepang. PLTN ini terdiri atas 6 reaktor tipe Boiling Water Reactor (BWR). Daya listrik total
dari keenam reaktor adalah 4.7 GW. PLTN ini juga merupakan salah satu dari 25 PLTN terbesar di
dunia. Dosis yang diterima masyarakat setempat dari PLTN ini pada kondisi operasi normal pada
radius lebih dari 3 km adalah 0.07 µSv/tahun. Masih jauh di bawah batas aman radiasi tahunan untuk
masyarakat akibat sumber radiasi buatan manusia yang dikeluarkan ICRP, yaitu 1 mSv/tahun.
Gambar 1.2 PLTN Fukushima I sebelum kecelakaan nuklir 12 Maret 2011
Perfektur Fukushima sendiri terletak di wilayah Tohoku, Pulau Honshu, Jepang. Jaraknya
sekitar 63 km (39 mil) sebelah barat laut dari Fukushima I. Jumlah penduduk sekitar 2.028.752 jiwa
(untuk data tahun 2010). Ibu kotanya adalah Fukushima dengan penduduk 290.866 jiwa Jarak
perfektur Fukushima dari Tokyo sekitar 230 km.
Gambar 1.3 Perfektur Fukushima
1.2 Latar Belakang Ledakan Hidrogen di Fukushima I Unit 1
Pada hari Jum'at 11 Maret 2011 di propinsi Tohoku terjadi gempa bumi pada pukul 14:46
waktu setempat. Pusat gempa berada pada jarak 130 km dari pantai kota Sendai, Perfektur Miyagi,
pantai timur pulau Honshu. Gempa bumi ini disusul tsunami yang mencapai daratan terdekat 10 – 30
menit kemudian, dengan tinggi sekitar 14 m.
Gambar 1.4 Pusat gempa tanggal 11 Maret 2011 di Jepang
Gempa dengan kekuatan 9 SR, termasuk gempa terbesar yang pernah terjadi di Jepang. Akibat gempa
ini terjadi kerusakan infrastruktur di sekitar Fukushima I. Namun, unit 1 Fukushima Daiichi berhasil
melakukan penghentian reaktor secara otomatis hanya beberapa detik setelah gempa.
Gambar 1.5 Kondisi Fukushima sebelum dan sesudah gempa 11 Maret 2011
Setelah tsunami setinggi 14 m, terjadi kegagalan sistem pendingin di unit 1 sehingga tekanan
pada reaktornya terus meningkat. Untuk mengurangi tekanan dilakukan proses venting, atau
mengeluarkan tekanan dari pengungkung primer ke pengungkung sekunder. Akumulasi hidrogen dari
proses venting yang bercampur dengan oksigen, ditambah suhu ruangan yang tinggi akibat panas dari
reaktor yang tidak terkendali menyebab ledakan hidrogen yang menghancurkan sebagian struktur
Banyak struktur rusak akibat gempa
pengungkung sekunder. Walaupun pengungkung primer tetap utuh, peristiwa ini telah menyebabkan
terdeteksinya peningkatan radiasi di lingkungan.
BAB II
REAKTOR FUKUSHIMA I UNIT 1
Fukushima I unit 1 termasuk reaktor yang sudah tua, mulai beroperasi sejak 26 Maret 1971.
Jenisnya adalah Boiling Water Reactor (BWR) yang menggunakan bahan bakar U-235 yang diperkaya
dari 0.7% menjadi 2 – 4%. Reaktor ini menggunakan air sebagai moderator, pendingin dan sumber
uap dalam satu siklus yang sama. Daya listriknya 460 MW, sedangkan daya termalnya adalah 1533
MW.
2.1 Penampang Fukushima I unit 1
Fukushima I unit 1 menggunakan reaktor tipe BWR dengan penampang sebagai berikut :
Penampang Reaktor Fukushima I unit 1 dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 2.1 Penampang reaktor Fukushima I unit 1
Dari gambar di atas dapat kita lihat bagian elemen dari reaktor di Fukushima I unit 1 sebagai berikut :
1. Bejana tekan (reactor pressure vessel) yakni tempat dimana inti reaktor (core) berada
2. Inti reaktor (core) dimana batang bahan bakar (fuel rod) berada, di sinilah terjadi reaksi fisi
berantai yang menjadi sumber energi PLTN
3. Kolam tempat penyimpanan bahan bakar bekas (spent fuel pool)
(5)
4. Suppression pool (torus), berfungsi sebagai penyeimbang tekanan di dalam bejana tekan. Saat
tekanan pada bejana tekan berlebih, maka katup dari bejana tekan ke torus akan terbuka dan uap
dialirkan ke air yang bersirkulasi di torus untuk didinginkan
5. Batang kendali (control rod), dapat terbuat dari boron yang fungsinya menyerap netron. Saat
terjadi kondisi darurat, batang kendali akan naik keinti reaktor dan menyerap netron untuk
menghentikan reaksi fisi berantai.
2.2 Siklus Kerja BWR
Reaktor tipe BWR menggunakan air yang sudah didemineralisasi sebagai moderator dan
pendinginnya. Di bawah ini adalah siklus kerja BWR :
Gambar 2.2 Siklus kerja reaktor tipe BWR
Sumber panas pada BWR adalah reaksi fisi pada inti reaktor. Pada inti reaktor terdapat bahan bakar
yang berasal dari U-235 yang telah diperkaya. Netron menginduksi reaksi fisi berantai pada inti
reaktor dengan proses sebagai berikut :
(1)
atau
(2)
Energi panas dari reaksi fisi ini menyebabkan air pendingin mendidih dan menjadi uap. Uap yang
terbentuk digunakan untuk menggerakkan turbin uap. Gerakan berputar dari turbin diubah menjadi
energi listrik oleh generator. Setelah itu uap didinginkan oleh kondensator, kembali menjadi air dan
masuk kembali ke bejana tekan yang digunakan sebagai moderator dan pendingin.
2.3 Bahan Bakar
Bahan bakar pada BWR terbuat dari uranium yang dibuat menjadi pelet, yang berupa bubuk
uranium yang telah diolah menjadi matrix keramik uranium dioksida. Pelet ini memiliki titik leleh
28000C. Kemudian pelet disimpan dalam kelongsong yang terbuat dari logam campuran zirkonium
yang mempunyai titik leleh 12000C. Kelongsong lalu dimasukkan ke dalam batang bahan bakar atau
fuel rod yang terbuat dari metal dan dapat menampung 350 buah pelet.
Gambar 2.3 Penampang bahan bakar pada BWR
Bahan bakar yang dibuat dalam bentuk pelet dan dimasukkan di dalam kelongsong merupakan bagian
dari sistem keamanan yang dimiliki reaktor nuklir. Bahan bakar dan kelongsong memiliki titik leleh
yang tinggi, fungsinya untuk mencegah kegagalan pada sistem bahan bakar atau disebut dengan istilah
core meltdown saat terjadi kondisi darurat yang menyebabkan terjadinya LOCA (Lost of Coolant
Accident) atau hilangnya sistem pendingin.
2.4 Emergency Core Cooling System (ECCS)
Emergency Core Cooling System (ECCS), merupakan sistem keamanan yang
diimplementasikan saat terjadi kondisi darurat pada reaktor nuklir, misalnya kegagalan pendingin
bahan bakar nuklir atau disebut dengan Lost of Coolant Accident (LOCA). Gunanya untuk
menghilangkan panas peluruhan atau heat decay dari teras reaktor yang dapat menyebabkan
kerusakan bahan bakar. ECCS terdiri atas :
High Pressure Coolant Injection System (HPCI), adalah sistem pertahanan garis pertama yang
menyemprotkan air sebanyak 19000L/menit ke reaktor saat reaktor masih dalam kondisi
memiliki tekanan tinggi, yaitu di atas 690 kPa
Reactor core isolation cooling system (RCIC) dapat membantu mendinginkan reaktor dengan
injeksi air sebanyak 2000L/menit ke reaktor. Dapat berfungsi hanya dengan baterai saja.
Low Pressure System yang berfungsi saat tekanan rendah. Sistem ini tidak akan berfungsi saat
tekanan di atas 3200 kPa. Sistem ini terdiri atas Low-pressure Core Spray system (LPCS), yang
mempu menyemprotkan air sebanyak 48000 L/menit dan Low Pressure Coolant Injection system
(LPCI), yang mampu menginjeksikan air sebesar 150000 L/menit. Keduanya berfungsi untuk
mempertahankan pendingin reaktor agar suhu reaktor tidak terus meningkat.
Pada Fukushima Daiichi unit 1, semua sistem ECCS ini bergantung pada catu daya listrik atau disebut
sebagai sistem keselamatan aktif.
BAB III
KRONOLOGI LEDAKAN HIDROGEN DI FUKUSHIMA DAIICHI UNIT 1
Peristiwa ledakan hydrogen pada Fukushima Daiichi unit 1 dapat ditelusuri mulai dari
terjadinya gempa bumi di kota Sendai pada tanggal 11 Maret 2011. Akibat gempa tersebut reaktor
Fukushima Daiichi unit 1 melakukan prosedur keselamatan sebagai tanggap darurat terhadap gempa.
3.1 Reaksi Tanggapan Reaktor Fukushima I unit 1 terhadap Gempa 11 Maret 2011
Pada tanggal 11 maret 2011 reaktor Fukushima Daiichi unit 1 sedang beroperasi secara
normal. Kemudian pada jam 14: 46 terjadi gempa di kota Sendai. Gempa ini menyebabkan unit 1
mengalami penghentian reaktor secara otomatis hanya beberapa detik setelah gempa. Selain
Fukushima Daiichi unit 1, ada 10 reaktor lain yang melakukan tanggapan reaktif dengan
menghentikan reaktor secara otomatis sehingga sebagian besar reaksi fisi berhenti.
Tabel 3.1 Kondisi Reaktor Fukushima Sebelum da Sesudah Gempa
UNIT OPERASI
PERTAMA
DAYA
(MW)
STATUS SEBELUM
GEMPA
STATUS SETELAH
GEMPA
1 26 MARET 1971 460 Beroperasi Otomatis berhenti
2 18 JULI 1974 784 Beroperasi Otomatis berhenti
3 27 MARET 1976 784 Beroperasi Otomatis berhenti
4 12 OKTOBER 1978 784 Pengisian bahan bakar -
5 18 APRIL 1978 784 Pengisian bahan bakar -
6 24 OKTOBER 1979 1100 Pengisian bahan bakar -
Penghentian reaktor secara otomatis merupakan prosedur tanggap darurat saat ada gempa.
Turbin uap sensitif terhadap getaran. Jika turbin mendeteksi getaran, maka batang kendali masuk di
antara bahan bakar. Saat batang kendali menyerap netron untuk menghentikan reaktor, tenaganya
berkurang dari 100% menjadi 7%. Namun reaktor tidak otomatis berhenti, karena masih tersisa heat
decay, yaitu panas dari peluruhan zat radioaktif hasil fisi. Reaktor mencapai cold shutdown saat suhu
reaktor cukup rendah hingga air pendingin tidak mungkin mendidih akibat proses di pusat reaktor.
Waktu untuk mencapai cold shutdown bisa mencapai 100 hari.
Gambar 3.1 Posisi pemasangan batang kendali di antara bahan bakar nuklir
Proses penghentian reaktor unit 1 Fukushima Daiichi berhasil dilaksanakan dengan baik
hanya dalam beberapa detik setelah gempa bumi. Akan tetapi masih ada sisa panas peluruhan yang
harus dikendalikan. Sebetulnya dalam waktu 1 jam sisa panas dari proses peluruhan spontan ini akan
turun lagi menjadi hanya 2% dari panas total, karena sebagian besar zat radioaktif telah meluruh
menjadi bentuk stabil, akan tetapi masih dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai cold shutdown.
Selama jangka waktu untuk mencapai cold shutdown ini, panas peluruhan harus terus dikendalikan
dengan ECCS. Jika panas terus meningkat, inti reaktor dapat rusak dan meleleh dan menyebarkan
radiasi ke bangunan pengungkung. Karena reaktor dihentikan, maka reaktor tidak mempunyai catu
daya listrik sendiri dan bergantuk pada catu daya dari luar untuk menjalankan ECCS. Namun catu daya
luar rusak saat terjadi gempa. Namun reaktor masih mempunyai sumber listrik cadangan dari
generator diesel yang segera berfungsi untuk menjalankan ECCS.
Sampai 1 jam setelah gempa ini tidak ada masalah yang membahayakan reaktor. Reaktor
tersebut berhasil melaksanakan sistem keselamatannya dalam menghadapi gempa bumi.
3.2 Reaksi Tanggapan Reaktor Fukushima I unit 1 terhadap Tsunami 11 Maret 2011
Saat reaktor dihentikan secara otomatis, sebagian besar reaksi fisi berhenti karena netron
telah diserap oleh batang kendali. Akan tetapi masih terdapat sisa panas sekitar 7% dari peluruhan zat
radioaktif hasil fisi. Jika tidak dikendalikan, suhu akibat peluruhan zat radioaktif hasil fisi ini akan
terus meningkat dan menyebabkan penguapan pendingin reaktor. Tanpa pendingin, inti reaktor
menjadi makin panas dan meleleh.
Yang pertama meleleh adalah kelongsong. Jika kelongsong meleleh, zirconium dapat bereaksi
dengan uap air dan menimbulkan gas hidrogen. Di bawah ini adalah reaksi kimia zirkonium dengan
uap air : Zr + 2H2O → ZrO2 + 2H2 (3)
Campuran hidrogen dan oksigen pada suhu tinggi jika tidak dikendalikan, dapat menyebabkan
ledakan. Yang meleleh berikutnya adalah pelet bahan bakar. Jika pelet meleleh maka radiasi dapat
menyebar dalam bangunan pengungkung. Jika Bangunan pengungkung didesain dengan baik, maka
radiasi dapat ditahan di dalam pengungkung agar tidak menyebar ke lingkungan. Jika bangunan
pengungkung rusak, maka radiasi dapat menyebar ke lingkungan.
Karena itu penting sekali untuk mengendalikan panas akibat peluruhan zat radioaktif hasil fisi
atau heat decay ini. Caranya adalah dengan menggunakan Emergency Core Cooling System (ECCS)
untuk memindahkan panas yang ada. Saat reaktor dihentikan secara otomatis, PLTN berhenti
memproduksi listrik. Untuk reaktor Fukushima I unit 1, sistem pemindah panas atau heat removal
yang digunakan adalah sistem aktif, artinya sistem tersebut bergantung pada catu daya listrik.
Setelah gempa bumi, catu daya dari luar mati dan ECCS berjalan menggunakan catu daya dari
diesel yang dapat bertahan hingga 7 hari. Akan tetapi pada pukul 15 :46 tanggal 11 Maret 2011 terjadi
tsunami setinggi 14 m yang menyusul gempa bumi. Akibat dari tsunami adalah sebagai berikut :
Tsunami tidak dapat dibendung oleh gedung reaktor dan airnya membanjiri ruang penyimpanan
mesin diesel.
Kondisi ini menyebabkan tangki bahan bakar hanyut dan mesin diesel rusak terendam air,
sehingga ECCS gagal dan pendinginan reaktor bergantung pada pendingin cadangan RCIC yang
harusnya bisa bertahan selama 8 jam namun baru ternyata mengalami kegagalan.
Gambar 3.2 Tsunami melebihi ketinggian bangunan reaktor merusak diesel yang menyalurkan listrik untuk mendukung ECCS
Gambar 3.3 Sistem ECCR yang gagal berfungsi
Pada pukul 04:00, kenaikan tekanan di bejana tekan mencapai 850 kPa dan terus meningkat.
Untuk mengurangi tekanan di bejana tekan maka proses venting dimulai pada pukul 11:13.
3.2.1 Ledakan Hidrogen di Unit 1
Peningkatan radiasi di ruang turbin menandakan bahwa bahan bakar mulai meleleh. Pelelehan
bahan bakar ini dimulai dari pelelehan kelongsong. Hal ini terjadi karena suhu reaktor semakin tinggi
sehingga jumlah air pendingin yang menguap lebih banyak dari jumlah pendingin yang masuk ke
reaktor Kondisi ini menyebabkan ketinggian air pendingin menurun dan sebagian bahan bakar tidak
lagi dilingkupi oleh air pendingin dan menjadi semakin panas sehingga mencapai titik leleh. Jika bahan
bakar mulai meleleh, zat radioaktif yang awalnya terikat dalam matrix bahan bakar dapat terbawa
oleh uap air atau air pendingin ke bagian lain di gedung reaktor. Hal inilah yang meningkatkan radiasi
di ruang turbin.
Saat kelongsong meleleh, maka dapat terjadi reaksi antara zirkonium dan uap air seperti pada
reaksi (3) di atas yang menimbulkan hidrogen. Proses venting adalah upaya mengurangi tekanan pada
bejana tekan dengan membuka katup untuk melepaskan uap panas yang banyak terkumpul di bejana
tekan ke pengungkung sekunder. Uap panas pada bejana tekan sudah mengandung hidrogen yang ikut
terlepas ke pengungkung sekunder saat venting. Campuran hidrogen dan oksigen pada suhu panas
dapat menyebabkan ledakan. Tabel di bawah menunjukkan explosive limit hydrogen di udara :
Tabel 3.1 Eksplosive Limit Hidrogen di Udara yang Diukur pada Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer
dengan Metode DIN 51649 (Standar Jerman)
Explosive Limit % mol hidrogen di
udara
LEL (H2 – udara) 3.8
UEL (H2 – udara) 75.8
LEL (H2 – 40%N2 – udara) 3.6
UEL (H2 – 40%N2 – udara) 38.2
Tabel 3.2 Pengaruh Suhu pada Explosive Limit Diukur pada Tekanan Atmosfer dengan Metode DIN 51649 (Standar Jerman)
Suhu (0C) LEL dalam % mol H2 UEL dalam % mol H2
20 3.9 75.2100 3.4 77.6200 2.9 81.3300 2.1 83.9400 1.5 87.6
Untuk mencegah ledakan perlu pengendalian jumlah hidrogen dengan dengan ventilasi,
namun ventilasi di unit 1 tidak menyala karena tidak ada catu daya. Cara lain yang digunakan di
Fukushima adalah dengan memasukkan nitrogen untuk mencegah campuran tercapainya explosive
limit. Namun operator tidak dapat memperkirakan jumlah hidrogen yang sudah terbentuk karena
indikator ketinggian air pendingin mati dan indikator suhu reaktor juga mati.
Akumulasi hidrogen di udara akhirnya mencapai explosive limit pada konsentrasi sekitar 60%
di udara dan meledak. Ledakan ini menghancurkan struktur pengungkung sekunder namun tidak
merusak struktur pengungkung primer.
Gambar 3.4 Lokasi ledakan di Fukushima I unit 1 dan 3
BAB IV
DAMPAK NEGATIF KECELAKAAN NUKLIR FUKUSHIMA DAIICHI
Dampak negatif kecelakaan nuklir Fukushima I unit 1 tidak terlepas dari dampak negative kecelakaan nuklir dari unit 2,3 dan 4. Keempat reaktor tersebut mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik dari segi ekonomi, maupun social kemasyarakatan.
Akibat ledakan di unit 1, 2 dan 3, peningkatan radiasi terdeteksi di lingkungan. Diantaranya adalah peningkatan radiasi di lokasi Fukushima I melebihi batas normalnya, yaitu 0,033 – 0,050 µS.
Pengungkung primer tempat ledakan hydrogen terjadi
Gambar 4.1 Peningkatan radiasi di beberapa tempat di lokasi Fukushima I
Kemudian berdasarkan hasil pengukuran, radiasi di berbagai wilayah di Jepang, terjadi
kenaikan radiasi di luar batas normal. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dosis tahunan yang
diterima masyarakat pada jarak 3 km dari Fukushima Daiichi adalah 0.07 µSv/tahun. Adapun batas
dosis bagi masyarakat akibat sumber radiasi buatan manusia adalah 1 mSv/tahun. Jadi radiasi yang
diterima masyarakat Fukushima saat PLTN berfungsi normal masih jauh daripada batas radiasi
tahunan yang ditentuka ICRP. Namun hasil pengukuran radiasi yang dilakukan per tanggal 26 April
2011 setelah kecelakaan reaktor di Fukushima I di beberapa wilayah di Jepang menunjukkan
kenaikan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Radiasi di Beberapa Wilayah Jepang pada Tanggal 26 April 2011
Setelah Kecelakaan Nuklir Tanggal 12, 14, 15 dan 16 Maret di Unit 1,2,3 dan 4 Fukushima Daiichi
LOKASI DOSIS TERUKUR
(µSv/jam)
PERKIRAAN AKUMULASI DOSIS DALAM SETAHUN
(mSv)
Fukushima 1,66 14,5
Ibaraki 0,117 1,02
Hokaido 0,029 0,25
Iwate 0,023 0,20
Dari tabel dapat kita lihat bahwa radiasi di beberapa wilayah Jepang yaitu antara 0,023
µSv/jam hingga 1,66 µSv/jam. Tentu saja radiasi ini melebihi dosis yang biasa diterima masyarakat di
sekitar reaktor Fukushima I, yaitu 0.07 µSv/jam. Namun dosis sebesar ini umumnya tidak
memberikan dampak seperti pusing, muntah dan rambut rontok atau kematian jika diterima dalam
waktu singkat. Kondisi yang membahayakan kesehatan umumnya terjadi jika manusia menerima
radiasi gamma melebihi 1 Sv sekaligus dalam waktu singkat. Namun Radiasi dapat juga meningkatkan
risiko kanker jika diterima terus – menerus dan berakumulasi dalam jumlah yang melebihi 1
mSv/tahun dalam waktu yang lama. Dapat kita lihat bahwa perkiraan akumulasi dosis dalam 1 tahun
untuk wilayah Fukushima dan Ibaraki melebihi 1 mSv/tahun. Jadi jika kondisi ini berlanjut dan dosis
1,66 µSv/jam diterima terus menerus oleh penduduk Fukushima, maka risiko kanker yang muncul di
masyarakat Fukushima dapat meningkat. Sedangkan untuk radiasi di laut mencapai mencapai 100
Bq/cm3 untuk I-131(1425 kali batas normalnya di air).
Kerusakan yang terjadi pada unit 1 – 4 menyebabkan unit – unit tersebut tidak dapat
digunakan lagi, sedangkan reaktor unit 5 – 6 yang tidak rusak kemungkinan tidak akan dilanjutkan
penggunaannya karena adanya dosis radiasi yang melebihi batas di sekitar Fukushima Daiichi dan
tentu saja adanya rasa takut dari masyarakat. Selain itu, rencana pembangunan reaktor unit 7 dan 8
juga telah dihentikan.
Selain itu, terdapat banyak korban baik dari pihak pekerja ataupun mesyarakat sebagai berikut
:
• 3 pekerja tewas, 2 orang ditemukan tewas di unit 4 pada 30 Maret 2011 akibat gempa dan 1
orang tewas pada 14 Mei 2011, diduga karena radiasi
• 4 orang terluka saat ledakan di unit 1 tanggal 12 Maret 2011
• 17 orang berada di bawah pengawasan (Pegawai 9 orang dan 8 orang dari perusahaan rekanan)
setelah mengalami paparan radiasi di bagian wajah pada 12 Maret 2011 di unit 1. (Kadar paparan
rendah, tidak perlu dibawa ke rumah sakit)
• 1 dari beberapa pegawai yang melakukan venting terpapar radiasi (sebesar 106.3 mSv)
selanjutnya diangkut ke off side center pada 12 Mei 2011 di unit 1
• 3 pekerja yang sedang memasang kabel terpapar dosis lebih dari 170 mSv pada 24 Maret 2011 di
unit 3
• 1 pekeja jatuh ke laut dan terpapar radiasi tanggal 1 April 2011
• 41 orang pasien di off site center mengalami paparan melebihi batas (batasnya 6000 count per
minute (cpm)) dan 5 diantaranya harus melalui tahap dekontaminas pada 12 Maret 2011
• 30 orang di berbagai wilayah perfektur Fukushima mengalami paparan melebihi 13000 cpm
tanggal 12 Maret 2011
• Pada 14 Maret 2011, 3 wanita yang tinggal pada radius 10 km dari reaktor harus melalui tahap
dekontaminasi
Dampak lain adalah evakuasi yang saat ini mencapai radius 30 km telah meningkatkan jumlah
pengungsi. Ribuan orang tidak memiliki tidak dapat hidup dengan layak.
Kerugian finasial yang pada 20 Mei 2011 telah mencapai US$ 15 milyar, yang diantaranya
berasal berasal dari :
• Biaya penanggulangan bencana di reaktor
• Biaya kerusakan properti PLTN
• Kerugian akibat larangan import produk Jepang (seperti ikan laut) di berbagai negara, termasuk
Indonesia
• Biaya pengungsi dan korban
• Pendirian rumah bagi pengungsi, karena bencana belum berlalu dan bahaya radiasi bisa bertahan
hingga waktu yang sangat lama
Upaya penanggulangan bencana di reaktor dilakukan sebagai berikut :
• Injeksi air laut untuk membantu mendinginkan reaktor dan injeksi asam borat untuk menyerap
neutron termal sehingga dapat memperlambat reaksi fisi pada tanggal 12 Maret 2011 jam 20:20
waktu setempat
• Mengembalikan listrik dari sumber listrik luar ke gedung reaktor dan memulihkan sambungan
listrik pada tanggal 24 Maret 2011 jam 11:30 waktu setempat
• Mulai dilakukan injeksi air segar ke reaktor pada tanggal 25 Maret 2011 jam 15:37
• Injeksi nitrogen ke PCV untuk mencegah ledakan nitrogen di PCV tanggal 7 April 2011 jam 01:31
• Pemulihan kembali sambungan listrik, injeksi air dan injeksi nitrogen setelah terjadi gempa di
Hamadori pada 11 April 2011 (karena gempa ini sambungan listrik, injeksi air dan nitrogen
sempat terhenti
• Monitoring situasi reaktor dengan robot tanpa awak manusia Tanggal 17, 26, 29 April 2011 untuk
mengetahui jika injeksi nitrogen ke PCV telah berhasil, upaya pemulihan sambungan litrik telah
berhasil dan mengetahui tingkat radiasi di sekitar bejana tekan
• Penyemprotan bahan anti penyebaran radiasi di sekitar reaktor mulai 21 April 2011 untuk
mencegah radiasi larut dalam air dan udara menggunakan karbon.
• Penyingkiran sisa – sisa runtuhan bangunan dan mulai memasang perisai untuk mengurangi
radiasi ke lingkungan mulai 21 April 2011
• Mengembalikan sistem filtrasi di dalam ruangan untuk meningkatkan kondisi kerja pada 5 Mei
2011
• Mengkalibrasi alat ukur ketinggian air pendingin pada 10 Mei 2011
• Menyemprot kolam penyimpan bahan bakar besar dengan air pada 14 Mei 2011
Upaya penanggulangan dampak bencana terhadap korban dan lingkungan
• Evakuasi penduduk pada radius 30 km dari reaktor pada 15 Maret 2011
• Screening dan dekontaminasi terhadap masyarakat dan pekerja yang terpapar sejak mulai
kecelakaan pada 12 Maret 2011 hingga saat ini
• Monitoring radioaktivitas (I-131, Cs-134, Cs-137) di udara, analisis sampel tanah, sampling air
laut, pengukuran air di ruang bawah tanah gedung turbin sejak kecelakaan pada 12 maret 2011
hingga saat ini
BAB V
ANALISIS LEDAKAN HIDROGEN UNIT 1 FUKUSHIMA I DAN REKOMENDASI
Saat kritis dari ledakan hidrogen yang terjadi pada 12 Maret 2011 diunit 1 Fukushima 1, jika
dirunut ke belakang dipicu oleh tsunami pada 11 Maret 2011 . Dari gambar 3.2 dapat dilihat bahwa
landasan gedung reaktor telah ditinggikan 10 m di atas permukaan laut sebagai persiapan untuk
menghadapi tsunami. Akan tetapi tsunami yang terjadi mencapai 14 m, melebihi kemampuan gedung
reaktor untuk menahan tsunami sehingga tsunami masuk ke gedung reaktor. Dapat dilihat pula pada
gambar, bahwa ruang generator diesel berada di bawah gedung reaktor. Karena air pasti mengalir dari
tempat tinggi ke tempat rendah. Apabila ruangan tidak dibuat kedap air dan sistem drainasenya
buruk, air pasti akan menggenang di ruang ini dan berpotensi merusak instalasi listrik yang ada di
dalamnya. Kenyataannya tsunami menggenangi ruang diesel dan merusak mesin diesel yang ada.
Padahal diesel ini penting untuk menjalankan ECCS saat terjadi penghentian reaktor nuklir karena
bencana alam. Tampaknya situasi tanggap darurat menghadapi banjir atau tsunami kurang
dipertimbangkan dengan baik pada tahap desain maupun operasi, karena kelemahan pada desain
posisi generator diesel di sini tidak terdefinisi dan kekedapan ruangan terhadap air tidak diperiksa
dengan baik. Ini adalah kesalahan pada tingkat manajemen dan bagian operasional.
Ketika ECCS dinyatakan gagal pukul tanggal 11 Maret 2011 pukul 16:36, RCIC yang
menggunakan baterei ternyata juga gagal, sehingga pada tanggal 11 Maret 2011 pukul 23:00
terdeteksi kenaikan radiasi di ruang turbin. Hal ini menyebabkan level air pendingin turun, reaktor
makin panas dan mulai meleleh. Kegagalan RCIC mungkin disebabkan oleh rusaknya pipa atau katup
akibat gempa bumi, namun bisa saja kerusakan terjadi sebelum gempa. Jika terjadi kerusakan sebelum
gempa, maka ini adalah kesalahan manajemen karena tidak memastikan pemeliharaan sistem
pendingin dalam kondisi darurat agar berfungsi dengan baik. Jika kerusakan RCIC terjadi akibat
gempa, maka seharusnya manajemen mempunyai upaya cadangan untuk mendinginkan reaktor.
Namun dari data yang diperoleh saat ini, hingga proses venting dilaksanakan tidak ada upaya
pendinginan setelah RCIC gagal. .
Saat kritis yang paling penting adalah saat dilakukan venting. Saat venting dilakukan operator
tidak mengetahui suhu reaktor maupun level air pendingin karena alat ukurnya rusak. Dengan
demikian operator tidak mengetahui jumlah hidrogen yang telah terbentuk dan tidak bisa mengetahui
jumlah nitrogen yang diperlukan untuk mencegah tercapainya perbandingan hidrogen dan udara yang
dapat menyebabkan ledakan, sehingga terjadi ledakan. Walau bagaimanapun venting harus dilakukan,
karena jika tekanan dalam pengungkung primer atau PCV terlalu besar, mungkin bejana ini yang akan
rusak dan kenaikan tingkat radiasi yang akan semakin tinggi. Kesalahan di sini adalah pada rusaknya
alat ukur ketinggian air pendingin dan alat ukur suhu reaktor. Kerusakan dapat terjadi sesudah
gempa, namun manajemen tidak menyediakan alat ukur cadangan untuk mengatasi masalah ini.
Kerusakan dapat pula terjadi sebelum gempa, jika demikian kesalahan manajemen adalah tidak
memastikan perawatan alat ukur tersebut dengan baik.
Rekomendasi untuk penanggulangan bencana seperti ini agar tidak terjadi lagi :
NISA memerintahkan TEPCO untuk menginvestigasi kecelakaan ini dengan menunjukkan laporan
ketinggian air pendingin sebelum dan sesudah gempa. Kemudian menunjukkan laporan kondisi
instalasi listrik di luar dan di dalam reaktor untuk melihat apakah kerusakan listrik terjadi akibat
gempa dan tsunami atau terjadi sebelumnya
Perlu disiapkan kendaraan dengan generator cadangan dalam waktu singkat untuk mengalirkan
listrik ke sistem pendingin, jika generator diesel dan baterei di dalam gedung reaktor gagal
berfungsi
Seandainya infrastruktur (seperti jalan) menuju gedung reaktor terendam air, perlu dibuat
rencana cadangan untuk mengeringkan banjir atau menyediakan rakit untuk membawa generator
cadangan
Saat ini sudah ada sistem keselamatan pasif, yaitu sistem keselamatan yang tidak bergantung
pada catu daya listrik, yang sebaiknya diterapkan pada reaktor nuklir
Perlu dibuat peraturan, manual dan prosedur penangan banjir dan tsunami yang lebih terperinci,
karena baik pada Internatioanal Atomic Energy Agency (IAEA), US Nuclear Regulatory Comission
(NRC), NISA maupun Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) ataupun badan tenaga atom India
tidak ada peraturan yang rinci mengenai tanggap darurat saat banjir atau tsunami. Sebaiknya
dibuat standar desain dan peralatan keamanan saat menghadapi banjir dan tsunami.
BAB VI
KESIMPULAN
• Penyebab langsung bencana nuklir di Fukushima Daiichi 1 adalah gagalnya sistem pendingin
akibat gempa memutus aliran listrik luar dan tsunami merendam generator diesel
• Penyebab tidak langsung adalah kesalahan manajemen akibat membiarkan desain reaktor yang
kurang baik, yaitu generator diesel diletakkan di ruang bawah tanah, kurang siapnya manajemen
dalam menyediakan sistem pendingin darurat dalam menghadapi gempa dan tsunami sekaligus,
kurang siapnya manajemen dalam menyadiakan alat ukur ketinggian air dan suhu reaktor
cadangan saat proses venting
• Diperlukan peraturan serta manual prosedur yang lebih rinci dalam menghadapi gempa, misalnya
menyediakan kendaraan yang siap membawa generator cedangan dalam waktu cepat seandainya
reaktur nukir 100% terputus dari sumber listrik, menyediakan alat ukur cadangan untuk suhu
reaktor dan ketinggian air pendingin reaktor yang bisa digunakan dari jarak jauh seandainya
terjadi radiasi tingkat tinggi di reaktor.
• Diperlukan kreativitas dalam desain reaktor nuklir dan sistem keamanannya agar siap dalam
menghadapi berbagai kemungkinan bencana yang terburuk sehingga dapat meminimalkan
bahkan meniadakan korban dan kerugian lainnya
Daftar Pustaka
1. BAPETEN : http://www.bapeten.go.id/index.php?
modul=news&unit_id=&info_group_id=&st=0&ha=&menu=detail&info_id=729
2. BATAN : http://www.batan.go.id/ptrkn/
3. Nuclear and Industrial Safety Agency : http://www.nisa.meti.go.jp/english/index.html
4. Schroeder, V. dan Holtapples, K., (2005): Explotion Characteristic of Hydrogen-Air and Hydrogen-
Oxygen Mixture at Elevated Pressure, iInternational Conference on Hydrogen Safety
http://conference.ing.unipi.it/ichs2005/Papers/120001.pdf
5. Tjahaja, P.I., (2002): Keselamatan Radiasi, disarikan dari An Introduction to Radiation Protection
Third Edition, Bandung
TL-6221
REKAYASA KESELAMATAN
TUGAS 2
ANALISIS KECELAKAAN REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA DAIICHI UNIT 1, TANGGAL 12 MEI 2011 DI JEPANG
Oleh:
Ryma Sriayu Wulandari 25308302
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011