BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berati pertama atau utama.
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau
manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang
terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan
pertumbuhan tubuh. Unsur-unsur utama yang membangun molekul protein adalah
karbon, nitrogen, dan oksigen. Molekul protein mengandung pula unsur fosfor,
belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga (Hart dkk., 2003).
Protein adalah suatu polipetida yang mempunyai bobot molekul yang
sangat bervariasi dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Di samping berat molekul
yang berberda-beda, ada protein yang mudah larut dalam air tetapi ada juga yang
sukar larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein protein yang
terdapat dalam bagian telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi
(Poedjiadi, 1994).
Untuk berbagai keperluan, kadar suatu protein dapat ditentukan.
Penentuan kadar protein dapat ditentukan. Penentuan kadar dalam bahan makanan
pada umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris atau secara tidak
langsung, karena pembentukan kadar protein secara absolut sukar dilakukan
sehingga metode tersebut hanya dilakukan untuk keperluan yang mendasar saja.
Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode bergantung
pada jenis sampel dan ketersediaan alat serta bahan (pereaksi). Metode yang
paling umum digunakan adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mempelajari dan memahami cara penentuan kadar protein dengan
menggunakan metode Lowry.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar protein dalam suatu sampel melalui metode Lowry
dengan menggunakan spektronik 20 D+.
1.3 Prinsip Percobaan
Menetukan kadar protein dengan menggunakan metode lowry A dan
lowry B dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam
fosfotungstat oleh tirosin dan triftofan (merupakan residu protein) dan akan
menghasilkan warna biru. Intensitas warna diukur pada panjang gelombang
maksimum dengan spektronik 20 D+.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang
sangat bervariasi dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul
yang berbeda-beda. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang
sukar larut dalam air. Rambut dan kuku adalah suatu protein yang sukar larut
dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam putih
telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi (Poedjiadi, 1994).
Protein umumnya terbagi kedalam 2 golongan utama yaitu serat dan
globular. Protein serat adalah material struktural hewan dan dengan demikian
bersifat tidak larut dalam air, selanjutnya protein serat terbagi lagi menjadi tiga
kategori umum yaitu keratin yang menyusun jaringan pelindung seperti rambut,
kuku, kulit, bulu dan cakar. Kolagen yang membentuk jaringan ikat, seperti
tulang rawan, tendon dan pembuluh darah. Keratin dan kolagen memiliki struktur
helixs, sedangkan sutera mempunyai struktur lembaran terlipat. Sebagian besar
gugus R yang melekat pada kerangka ini tergolong non polar, yang menyebabkan
ketidak larutan protein ini dalam air (Hart dkk., 2003).
Protein globular sangat berbeda dengan protein serat, protein ini
cenderung larut-air dan bentuknya hampir membulat. Protein bukanlah protein
struktural tetapi melakukan berbagai fungsi biologis lainnya. Contohnya adalah
sebagai enzim, hormon, protein penyangkut, dan sebagai protein penyimpan.
Protein globulur memiliki lebih banyak asam amino dengan rantai samping polar
atau ionik dibandingkan protein serat yang tidak larut air. Enzim dan protein
globulur melakukan fungsinya terutama medium berair (Hart dkk., 2003).
Langkah pertama dalam pengenalan secara lengkap dari protein atau
peptida adalah menentukan struktur primer dan urutan dari asam amino, bila
peptida yang diisolasi itu homogen atau tidak siklik maka cara utama untuk
menentukan asam amino adalah pemisahan dari ikatan disulfida dengan gugus-SH
dan mentup semua gugus tersebut, analisis gugus samping, hidrolisa partial dari
peptida dilanjutkan dengan identifikasi dari bagian-bagiannya dan mementukan
urutannya (Fessenden dan Fessenden, 1997)
Ada empat struktur dasar dari protein, yaitu struktur primer, sekunder,
tersier dan kuarterner. Struktur primer menunjukkan jumlah jenis dan urutan sama
amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan
peptida maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang
urutannya diketahui. Untuk mengetahui jumlah, jenis dan urutan asam amino
dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa tahap yaitu
(Poedjiadi, 1994) :
1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri
2. Pemecahan ikatan antara rantai polipeptida
3. Pemecahan masing-masing rantai poliptida
4. Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida.
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan
protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam
amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan
gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas
karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Protein sederhana dapat dibagi dalam dua
bagian menurut bentuk molekulnya yaitu protein fiber dan protein globular.
Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut
sedangkan protein globular berbentuk bulat (Poedjiadi, 1994).
Stuktur primer protein merupakan rangkaian asam amino dan rangkaian
prostetik pembentuk protein, iakatan peptida merupakan faktor utama dalam
menentukan konformasi peptida. Ikatan hidrogen, tolakan keruagan, tarikan van
der waals, dan solvasi menunjang konformasi tiga matra protein
(Pine dkk., 1988).
Struktur tersier menunjukkan kecenderungan popeptida membentuk
lipatan atau gulungan dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih
kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan adanya beberapa ikatan antara gugus
R pada molekul asam amino yang membentuk protein. Beberapa ikatan tersebut
misalnya ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofob antara rantai
sampingg non polar, interaksi dipol-dipol dan ikatan disulfida yaitu suatu ikatan
kovalen (Poedjiadi, 1994).
Struktur kuartener menunjukkan derajat unit-unit protein. Sebagian besar
protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai
polipeptida ini saling berinteraksi membentuk suaru struktur, contohnya enzim
fosforilase terdiri atas dua unit protein yang bila terpisah tidak memperlihatkan
aktivitas enzim, tetapi bila bersekutu membentuk enzim yang aktif, karena kedua
unit protein ini sama, maka disebut struktur kuartener homogen dan apabila unit-
unit itu tidak sama, misalnya virus mozaik tembakau, disebut kuatener heterogen.
Protein yang terdiri atas beberapa unit atau disebut oligomer pada umunya
mengalami konsentrasi tinggi (Poedjiadi, 1994).
Sifat-sifat protein salah satunya adalah ionisasi yang protein yang larut
dalam air akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan
membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif
dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak kearah elektroda positif maupun
negatif apabila ditematkan di antara dua elektroda (Poedjiadi, 1994)
Protein merupakan suatu polimer heterogen dari molekul-molekul asam
amino protein yang terkandung dalam biji kedelai merupakan protein globuler.
Dalam protein globuler, rantai-rantai samping hidrofilik, polar, berada di bagian
luar dan rantai samping hidrofobik, non polar, tersusun pada permukaan dalam
(Septiani dkk., 2004).
Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa bukan
potein. Gugus bukan protein ini disebut gugus prostetik. Ada beberapa jenis
protein gabungan antara lain mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein dan
nukleoprotein. Mukoprotein adalah gabungan antara protein dan karbohidrat
dengan kadar lebih dari 4 % dihitung sebagai heksoamina. Glikoprotein juga
terdiri atas protein dan karbohidrat, tetapi dengan kadar heksoamina kurang dari
4 %. Likoprotein adalah gabungan antara protein yang larut dalam air dengan
lipid. Likoprotein terdapat dalam serum darah, dalam otak dan jaringan saraf.
Nukleoprotein terdiri atas protein yang bergabung dengan asam nukleat. Asam
nukleat ini terdapat dalam inti sel (Poedjiadi, 1994).
Protein dan struktur-struktur yang terkait yang disebut polipeptida
merupakan polimer dari asam amino. Protein merupakan polimer dari 50 atau
lebih asam amino, beberapa protein mengandung lebih dari 800 unit asam amino.
Polipeptida adalah molekul kecil yang mengandung kurang dari sekitar 50 asam
amino. Beberapa polipeptida hormon penting dengan fungsi fisiologis seperti
nyeri dan kontrol tekanan darah mengandung 9 unit asam amino (Oullette, 1997).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan induk
(BSA 1 mg/mL), Lowry B (Na2CO3 2 % dalam NaOH 0,1 N, larutan
Na-K-Tartrat 2 % dan larutan CuSO4.5H2O), Lowry A (larutan Follin Clocalteus
dan akuades), larutan sampel, akuades, tissu roll dan kertas label.
3.2 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 mL, statif,
rak tabung, tabung reaksi, gelas kimia 500 mL, pipet skala 0,2 mL dan 1 mL,
pipet volume 1 mL, pipet ukur 5 mL, filler pipet, labu semprot, gelas ukur
100 mL, pipet tetes, spektrometer 20 D+, dan bulb.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk
Pada pembuatan larutan dilakukan dengan membuat larutan BSA
(Bovine Serum Albumin) 1 mg/mL dimana tiap 0,01 gram dilarutkan dengan
10 mL akuades.
3.3.2 Pembuatan Larutan Standar
Tabung reaksi 6 buah disiapkan. Larutan standar dibuat di dalam 6 buah
tabung reaksi tersebut dengan pengenceran larutan induk, seperti pada tabel di
berikut ini:
Tabel 1. Pembuatan larutan standar
Konsentrasi
(M)
Volume larutan
induk (mL)
Volume aquades
(mL)
Volume Total
(mL)
0,02 0,04 1,96 2,00
0,04 0,08 1,92 2,00
0,06 0,12 1,88 2,00
0,08 0,16 1,84 2,00
0,10 0,20 1,80 2,00
0,12 0,24 1,76 2,00
3.3.3 Preparasi Sampel
Untuk pengenceran 100X, preparasi sampel dilakukan dengan memipet
sampel sebanyak 0,02 mL kemudian diencerken sampai menjadi 2 mL dengan
cara ditambahkan akuades sebanyak 1,98 mL.
3.3.4 Pembuatan Pereaksi
3.3.4.1 Pereaksi Lowry A
Pada pembuatan pereaksi Lowry A yakni dengan pencampuran antara
follin-clocalteus dengan akuades dengan perbandingan 1 : 1, dimana diambil
larutan follin-clocalteus sebanyak 2 mL dan akuades sebanyak 2 mL kemudian
dihomogenkan.
3.3.4.2 Pereaksi Lowry B
Pembuatan Lowry B dilakukan dengan pencampuran antara Na2CO3 2 %
dalam NaOH 0,01 N, larutan CuSO4.5H2O 1 %, dan larutan Na-K-Tartrat 2 %
dengan perbandingan 100 : 1 : 1. Dalam percobaan ini, diambil larutan Na2CO3
2 % dalam NaOH 0,01 N sebanyak 25 mL, ditambahkan dengan 0,25 mL larutan
CuSO4.5H2O 1 % dan ditambahkan lagi dengan 0,25 mL Na-K-Tartrat 2 %,
dikocok-kocok agar larutan homogen.
3.3.4 Penentuan Kadar Protein
Tabung reaksi 6 buah yang berisi 2 mL larutan standar pada konsentrasi
berturut-turut 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; 0,10 dan 0,12 M, 1 buah tabung reaksi yang
diisi blanko sebanyak 2 mL dan 1 buah tabung reaksi yang diisi 2 mL larutan
sampel, masing-masing ditambah dengan 2,75 mL reagen Lowry B, kemudian
dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu ditambah lagi dengan
0,25 mL larutan Lowry A, dikocok dan didiamkan pada suhu kamar selama 30
menit. Lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum yaitu pada panjang gelombang 640 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini akan ditentukan kadar protein dalam suatu sampel
dengan menggunakan metode Lowry. Penentuan kadar protein ini didasarkan
pada reaksi protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis
akan memberikan warna biru yang mana intensitas dari warnanya bergantung
pada konsentrasi dari protein tersebut. Berdasarkan hal inilah sehingga kita dapat
mengukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer. Pada percobaan
ini dilakukan tiga persiapan yang utama sebelum diukur yakni mempersiapkan
larutan standar, larutan sampel dan pereaksi yang akan digunakan.
Sebelum mengukur absorban dari masing-masing larutan, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum. Larutan yang digunakan
untuk menentukan panjang gelombang maksimum yaitu larutan standar dengan
konsentrasi 0,06 mg/ml. Data panjang gelombang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Data Penentuan Panjang Gelombang Maximum:
No Panjang Gelombang (nm) Absorban
1 630 0,278
2 640 0,281
3 640 0,287
4 640 0,288
5 640 0,292
6 640 0,294
7 0,289
8. 0,287
Grafik 1. Panjang Gelombang Maksimum
630 640 650 660 670 680 690 700 710 720 7300.27
0.275
0.28
0.285
0.29
0.295
0.3
Dari grafik diatas maka daapat dilihat bahwa panjang gelombang
maksimumnya yaitu 650 nm. Jadi pengukuran absorban dilakukan dengan
panjang gelombang 650 nm.
Hasil pengukuran absorbansi larutan sampel dan larutan standar dengan
menggunakan spektronik 20 D+ adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Data Penentuan Kadar Protein
No Larutan Contoh (mg/mL) Absorban (λ =685)
1 0,02 mg/mL 0,156
2 0,04 mg/mL 0,380
4 0,08 mg/mL 0,480
5 0,10 mg/mL 0,582
6 0,12 mg/mL 0,674
7 Sampel X 0,222
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh grafik hubungan konsentrasi dengan
absorban sebagai berikut:
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.140
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = 3.76142857142857 x + 0.0798666666666665R² = 0.916845493869679
Berdasarkan grafik hubungan konsentasi dan absorbansi, diperoleh
persamaan garis lurus Y= 3,761X + 0,079, sehingga kadar protein dalam sampel
dapat dihitung:
y = 3,761X + 0,079
1,100 = 3,761X + 0,079
x = 1,100−0,079
3,761
= 0,2715
Kadar protein dalam sampel = x . FP
= 0,2715 x 100
= 27,15 mg/mL
Dari hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa kadar protein yang
terkandung dalam sampel M150 yaitu sebesar 27,15 mg/mL.
Larutan standar yang digunakan dalam percobaan kali ini berasal dari
larutan induk (BSA 1 mg/mL) yang telah disediakan sebelumnya, yang
diencerkan dengan konsentrasi yang berbeda. Larutan standar ini dibuat dengan
berbagai konsentrasi yaitui 0,02 mg/mL, 0,04 mg/mL, 0,06 mg/mL, 0,08 mg/mL,
0,10 mg/mL, dan 0,12 mg/mL. Dalam pembuatan larutan sampel, dilakukan
pengenceran dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali. Pada pembuatan
pereaksi Lowry A digunakan larutan follin-clocalteus yang diencerkan dengan
menggunakan akuades dengan perbandingan 1 : 1. Asam fosfotungstat-
fosfomolibdat disini berfungsi memberikan warna pada larutan, yaitu warna biru,
dimana intensitas warnanya bergantung pada konsentrasi dari protein itu sendiri.
Sedangkan pada permbuatan pereaksi Lowry B yaitu dengan pencampuran antara
Na2CO3 dalam NaOH 0,1 N, CuSO4.5H2O 1%, dan Na-K-tartrat 2% dengan
perbandingan 100 : 1 : 1. Bahan-bahan dalam pereaksi Lowry B ini memiliki
fungsi yang berbeda-beda dimana CuSO4 disini mereduksi fosfomolibdat dan
fosfotongstat, Na-K-Tartrat berfungsi mencegah terjadinya pengendapan kupro
oksida dalam reagen lowry B, sedangkan Na2CO3 digunakan sebagai garam yang
mengkoordinasikan reaksi dalam suasana basa bersama dengan NaOH. Setelah
mempersiapkan bahan-bahan, kemudian reagen Lowry B dicampurkan pada
larutan sampel, larutan sampel dan blanko kemudian dihomogenkan agar
bercampur dengan baik dan didiamkan selama 10 menit agar reaksinya berjalan
dengan sempurna. Setelah itu ditambahkan reagen Lowry A, dihomogenkan dan
didiamkan selama 20 menit, pada suhu kamar. Hal ini dilakukan agar reaksi
berjalan dengan sempurna. Setelah itu diukur dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum (710 nm) yang ditujukan
untuk mengetahui absorban dari protein dengan menghitung %T yang diperoleh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah kadar protein
yang terkandung dalam larutan sampel adalah 3,2 mg/mL.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium yakni sebaiknya alat yang rusak dapat diganti
dan diperbanyaknya kuantitasnya, agar proses praktikum dapat berjalan dengan
lancar.
5.2.2 Untuk Percobaan
Saran yang dapat saya berikan kepada percobaan yakni ada baiknya jika
kita juga menggunakan metode yang lain dalam menentukan kadar protein dalam
larutan sampel.
5.2.3 untuk asisten
Kakak sudah membimbing kami dengan baik, sehingga praktikum ini
bolehberjalan lancar
.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, J.R., dan Fessenden S.J., 1997, Dasar-Dasar Kimia Organik, Binarupa Aksara, Jakarta
Hart, H., Craine, L.E., dan Hart, J.D., 2003, Kimia Organik edisi kesebelas, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Pine, H.S., Hendricson, B.J., Cram, J.D., 1988, Kimia Organik, ITB, Bandung.
Poedjadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Oullette, R.J., 1997, Organic Chemistry, Macmillan Publishing Company, New York.
Septiani, Y., Tjahjadi, P., dan Artini, P., 2004, Kadar Karbohidrat, Lemak, dan Protein pada Kecap dari Tempe, Bioteknologi (1)2:48-53.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 7 Maret 2014
Asisten Praktikan
(Sartika) (Yunita Pare Rombe)
PERHITUNGAN1. Larutan Induk
BSA 1 mg/mL1 mg 1 mL x 10 mL x 0,01 g dilarutkan dalam labu ukur 10 mL hingga batas tanda.
2. Larutan Standar
a. Konsentrasi = 0,02 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 .1 mg/mL = 2 mL. 0,02 mg/mL
V1 = 0,04 mL
a. Konsentrasi = 0,04 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 .1 mg/mL = 2 mL. 0,04 mg/mL
V1 = 0,08 mL
b. Konsentrasi = 0,06 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,06 mg/mL
V1 = 0,12 mL
c. Konsentrasi = 0,08 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,08 mg/mL
V1 = 0,16 mL
d. Konsentrasi = 0,10 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,10 mg/mL
V1 = 0,20 mL
e. Konsentrasi = 0,12 mg/mL
V1M1 = V2M2
V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,12 mg/mL
V1 = 0,24 mL
Recommended