BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Praktik
Tujuan dari praktikum Penilaian Status Gizi pada balita yang dilaksanakan di
Posyandu Menur adalah:
1. Menilai status gizi pada balita dengan metode secara langsung yaitu
pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis.
2. Menilai status gizi pada balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan
survey konsumsi makanan.
B. Latar Belakang Penilaian Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat
yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang
diperoleh. Pada masa bayi dan balita, kekurangan gizi berkaitan dengan
gangguan intelektual, sehingga hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat
serius. Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana
memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya.
Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya
baik serta proses pertumbuhannya tidak terhambat, karena anak usia di bawah
lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan
dan gizi. Pada balita, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga
dewasa.
Kekurangan energi protein (KEP) merupakan suatu akibat dari kurang
terpenuhinya zat gizi yang diperlukan dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain konsumsi makanan yang kurang memberikan zat gizi
yang cukup. Selain itu kurangnya gizi balita sangat tergantung pada pemberian
air susu ibu, masa penyapihan dan pemberian makanan tambahan. KEP adalah
salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia
maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap
pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain
itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.
Dewasa ini telah digunakan beberapa metode untuk menilai status gizi pada
balita. Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah
untuk. mengetahui status gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan
masyarakat. Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi
populasi atau individu yang berisiko dengan status gizi kurang/ gizi buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi digunakan untuk mengetahui ksehatan anak.
Secara umum status gizi lebih dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu status gizi
lebih, status gizi baik. Status gizi sedang, status gizi kurang dan status gizi buruk.
Status gizi optimal adalah keseimbagan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan
zat gizi.
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan
dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat
status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi
(Khoiri, 2009).
B. Dampak yang Diakibatkan oleh Kekurangan Gizi
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan
pertumbuhan dan perkemb angannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu
anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta
bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal Dampak yang
mungkin muncul karena masalah gizi antara lain:
1. Gizi Buruk Pada Balita
Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai
dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor, karena kurang
konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein.
Kwarsiorkor banyak dijumpai pada bayi dan balita pada keluarga
berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya.
Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang
disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya Kekurangan
energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah,
pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya
terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan
menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat
menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta
lambatnya proses regenerasi sel tubuh.
2. Kekurangan Energi Protein
Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang
mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya
nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu Marasmus, Kwasiorkor, atau Marasmic-
Kwasiorkor.
Tanda–tanda marasmus meliputi anak tanpak sangat kurus, tinggal
tulang terbungkus kulit; wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit
keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada,
sering disertai diare kronik atau konstipasi susah buang air, serta penyakit
kronik, tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang. Tanda–tanda
kwasiokor meliputi odema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung
kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,rambut tipis
kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok, perubahan status mental dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil
(hipotrofi) lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan
kulit berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,
anemia dan diare ( Hariyadi, 2010).
C. Penilaian Status Gizi
Penialian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi menurut hasil
pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok masyarakat
tertentu. Metode Penilaian status gizi ada 2 macam yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan melalui
pemeriksaan fisik dan penilaian laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara
tidak langsung antara lain dengan studi konsumsi pangan (Khoiri, 2009).
1. Penilaian Secara Langsung
a. Metode Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode
pemerikasaan laboratorium. Metode biokimia dilakukan dengan cara
mengukur kadar gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian
dibandingkan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Spesimen
yang biasa digunakan dalam metode biokimia adalah darah, faces, kelenjar
tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh (Hariyadi, 2010).
b. Penilaian Klinis
Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang
muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu
zat gizi tertentu. Setiap gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda,
sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh
penilaian gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta
senja (xerophtalmi).
c. Penilaian Biofisik
Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan
fungsi jaringan tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan
peralatan yang canggih, mahal, dan tenaga terampil. Salah satu cara
penilaian status gizi secara biofisik adalah untuk mengukur komposisi tubuh
dengan metode bioelectrical impedance.
d. Penilaian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran
tubuh. Penilaian antropometri merupakan teknik yang digunakan
sehubungan dengan pemeriksaan fisik. Pengukuran antropometri lebih
dianjurkan karena lebih praktis, cukup teliti, mudah dilakukan oleh siapa
saja dengan latihan yang sederhana. Pengukuran antropometri mengandung
2 maksud yaitu untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada
satu titik waktu) dan pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend
perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Salah satu contoh
pemantauan status gizi adalah penimbangan balita di posyandu yang diplot
hasilnya ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS).
Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan
untuk menilai status gizi, namun menurut WHO hanya 3 ukuran (parameter)
saja yang dianggap valid yaitu berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan
atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar dalam memnentukan status gizi
disebut parameter. Gabungan dari 2 parameter disebut indeks. Sehingga dari
parameter yang valid tersebut dapat dinilai 4 indeks yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas menurut umur
(LILA/U). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status
gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.
Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Berdasarkan pada standar baku WHO pengukuran status gizi
menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, indeks BB/U dan BB/TB
digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indeks
TB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Ambang batas
atau cut point status gizi yaitu:
2. Penilaian Secara Tidak Langsung
a. Analisis ekologi dan statistik vital: Mempelajari kondisi lingkungan berupa
produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang
secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan
statistik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi.
b. Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit
(IDRS) yaitu suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan
dengan konsumsi gizi dan variabel determinannya yang digunakan untuk
menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk menegakkan
diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien,
untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri diperlukan suatu rujukan.
c. Penilaian konsumsi pangan yaitu mengukur pangan yang dikonsumsi
kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi
dibandingkan dengan kebutuhan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi
dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis
kelamin dan aktivitas.
Kategori Tingkat Konsumsi :
Energi:
1). Lebih : >105 % AKG
2). Baik : 100-105 % AKG
3). Kurang : <100 % AKG
4). Defisit : < 70 % AKG
Protein
1). Kurang : < 80 % AKG
2). Baik : 80 – 100 % AKG
3. Lebih : > 100 % AKG
(Purwaningrum, 2012).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan pada:
Hari: Jumat
Tanggal: 6 Desember 2013
B. Tempat Pelaksanaan
Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung, Purwokerto
Selatan.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Baby Scale pegas dan dacin
b. Microtoise dan Infantometer
c. Pita LILA
2. Bahan
a. Nasi 100 gram n. Wortel 100 gram
b. Mie 100 gram o. Kacang panjang 100 gram
c. Roti 80 gram p. Buncis 100 gram
d. Telur 60 gram q. Pisang 75 gram
e. Daging sapi 50 gram r. Jeruk 100 gram
f. Daging ayam 50 gram s. Apel 75 gram
g. Hati 50 gram t. Peer 100 gram
h. Ikan 50 gram u. Pepaya 100 gram
i. Tempe 50 gram v. Semangka 150 gram
j. Tahu 100 gram w. Susu sapi 1 gelas
k. Kacang Ijo 25 gram x. Susu Kedele 1 gelas
l. Bayam 100 gram y. Kue 50 gram
m. Kangkung100 gram z. Bakso 100 gram
3. Prosedur Pengukuran Status Gizi
Pengukuran Status Gizi
Penialaian Secara Langsung
Pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan klinis
- Pola Asuhan Makan
- Sikap Terhadap Gizi
- Riwayat Kesehatan
- Keterlibatan dalam kegiatan Posyandu
WawancaraPenialaian Secara Tidak Langsung
Recall dan Food Kuantitatif
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Identitas Keluarga Balita
Nama Kepala Keluarga : Heri Sudiwaluyo
Alamat : Kedungwringin, Tanjung, Purwokerto
Selatan.
N
o
Nama L
/
P
Umur
(th)Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
Antropometri
BB TB
1Iis
MartiwiP 33 S1 Perawat
>877.500
(UMR
Banyumas)
56 148
2. Identitas Bayi/ Balita
Nama : Kalia Binar Markiza
Tanggal Lahir : 19 September 2010 Umur: 38 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
3. Pemeriksaan Antropometri
a. Berat Badan : 14 kg
b. Tinggi Badan : 94 cm
c. LILA : 17 cm
d. Status Gizi
1) BB/U = BB−Median BB baku
SD BB baku
= 14−14,2
14,2−12,5
= - 0,117
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0, 117, maka
tergolong ke dalam kategori gizi baik.
2) TB/U = TB−Median BB baku
SD BB baku
= 94−96,4
96,4−92,5
= -0,615
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0,615 maka
tergolong ke dalam kategori normal.
3) BB/TB = BB−Median BB Baku
SD BB baku
= 14−13,6
14,9−13,6
= 0,307
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = 0,307 maka
tergolong ke dalam kategori normal.
4). IMT = BB
TB2(cm)
= 14
0,942
= 15,84
IMT/U = IMT −IMT baku
SD IMT baku
= 15,84−15,416,8−15,4
= 0,314
Berdasarkan hasil perhitungan didapat Z score = 0,314 maka tergolong
ke dalam kategori normal.
Berdasarkan hasil perhitungan menurut indeks BB/U, TB/U, TB/BB
maka indeks gabungan dikategorikan baik.
4.Pemeriksaan Klinis
Badan Wajah Kulit Rambut Mata
Normal Normal Normal
Kering
Hitam,
Tidak
mudah
patah
Bersih
5. Form Recall Konsumsi Makanan Balita
WaktuNama masakan
Bahan Makanan
URTBerat (gram)
Nilai GiziE P L KH
PagiNasi
6/4 gelas
200 360 6 0,6 79,6
Sayur sop
200 54 2,6 4 2
Selingan Permen gula2½ sdm
25 98,5 - - 23,5
Siang Nasi6/4 gelas
200 360 6 0,6 79,6
Selingan Permen gula2 ½ sdm
25 98,5 - - 23,5
Sore-Malam
Nasi6/4 gelas
200 360 6 0,6 79,6
Sayur Pepaya muda
100 29 2,1 0,1 4,9
Susu sapi1 gelas
200 122 6,4 7 8,6
Pagi Nasi 6/4 gelas
200 360 6 0,6 79,6
Tahu Kecap
Tahu GorengKecap
1 biji besar
100
25
115
17,75
9,7
1,425
8,5
0,325
2,5
2,25
Jumlah 1974,75 46,225 22,325 385,65
a. Berat Badan Ideal = (Umur dalam tahun X 2) + 8
= (3 x 2) + 8 = 14 kg
b. Berat Badan menurut AKG = 12 Kg
Sehingga berdasarkan tabel AKG
-Energi = 1000 Kkal
- Protein = 25
b. AKG Individu
Energi = BBi
BB AKGx AKE menurut AKG
= 1412
x 1000
= 1166,66 Kkal
Protein = BBi
BB AKGx AKP menurut AKG
= 1412
X 25
= 29, 166 g
c. Hasil Recall dibandingkan dengan AKG Individu
Energi = 1974,751166,66
x100 %
= 169, 26%
Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden,
maka tingkat kebutuhan energi responden termasuk ke dalam kategori
baik.
Protein = 46,22529 ,166
x100 %
= 158,48%
Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden,
maka tingkat kebutuhan protein responden termasuk ke dalam kategori
lebih.
6. Form Food Kuantitatif
Bahan
Makanan
Frekuensi Keteran
gan
(skor)
>1x/hari 1x (4-
6x/mg)
3x/mg <3x/
mg (1-
2x/mg)
<1x/
mg
Tidak
Pernah
Makanan
Pokok
Nasi √ 50
Mie √ 15
Roti √ 25
Hewani
Telur √ 25
Daging
sapi
√ 1
Daging
ayam
√ 25
Hati √ 1
Ikan √ 1
Nabati
Tempe √ 50
Tahu √ 50
Kacang
ijo
√ 10
Sayur
Bayam √ 0
Kangkun
g
√ 1
Wortel √ 25
Kc
Panjang
√ 10
Buncis √ 10
Buah
Pisang √ 1
Jeruk √ 10
Apel √ 10
Peer √ 10
Pepaya √ 10
Semangk
a
√ 10
Susu
Susu sapi √ 50
Susu
kedele
√ 1
Jajanan
Kue √ 10
Bakso √ 10
a. Sumber pangan pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan
frekuensi lebh dari 1 kali dalam sehari
b. Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan
daging ayam dengan frekuensi 1 hari sekali atau 4 sampai 6 kali seminggu
c. Sumber pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan
tahu dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari
d. Sumber pangan sayur-sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel
dengan frekuensi 1 kali dalam sehari atau 4 sampai 6 kali dalam seminggu.
e. Sumber pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah Jeruk,
apel, peer, pepaya dan semangka dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam
seminggu
f. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi dengan frekuensi
labih dari 1 kali dalam sehari
7. Kebiasaan Makan Balita ( Pola Asuhan Makan).
No Pertanyaan Jawaban1 Sewaktu bayi ibu lahir apakah
diberi ASI?Ya
2 Apakah saat ini (penelitian) masih diberi ASI?
Tidak
3 Pada umur berapa anak ibu disapih?
24 bulan
4 Mengapa anak ibu disapih pada usia tersebut?
Sudah Waktunya disapih
5 Apakah sewaktu bayi ibu memberikan makanan tambahan/ MP ASI?
Ya, pada usia 4 bulan jenis makanan tambahan adalah bubur pisang
6 Berapa kali balita biasanya diberikan makan dalam sehari?
Tiga kali
7 Apakah balita ibu dibiasakan untuk sarapan pagi?
Ya
8 Bagaimana cara pemberian makan pada balita ibu?
Disuapi pembantu tanpa diawasi siapapun
9 Siapakah yang biasa menyusun menu makanan untuk balita selama dirumah?
Ibu
10 Siapa yang biasa menentukan porsi makan balita di rumah?
Pembantu
11 Apakah makanan yang disiapkan/ diberikan dalam porsi tersebut selalu dihabiskan?
Ya
12 Apakah ibu mengalami kesulitan dalam hal memberikan makan kepada balita ibu?
Tidak
8. Sikap Terhadap Gizi
No Pertanyaan Jawaban
1 Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan menimbang balita ibu
Setuju
2 Hasil penimbangan BB balita sebaiknya dicatat pada kartu menuju sehat (KMS)
Setuju
3 Jika berat badan balita tetap dibanding dengan hasil penimbangan bulan lalu berarti anak tersebut tetap sehat
Setuju
4 ASI yang pertama kali keluar (kolostum) sangat baik untuk bayi
Setuju
5 Jika balita berumur 6 bulan, disamping ASI harus ditambahkan makanan lain
Setuju
6 Sayuran hijau perlu dihidangkan sehari-hari, karena mengandung vitamin A
Setuju
9. Riwayat Kesehatan
No Pertanyaan Jawaban Keterangan1 Apakah dalam
seminggu terakhir ada keluarga yang sakit
Tidak
3 Tempat melakukan pengobatan
Rumah Sakit
4 Jarak tempat pengobatan dari tempat tinggal angota keluarga
± 5 km -
5 Terakhir balita ibu sakit
1 bulan yang lalu
Flu dan Batuk
10. Keterlibatan dalam Kegiatan Posyandu
No Pertanyaan Jawaban1 Ibu mengerti tentang posyandu Ya2 Program posyandu Penimbangan,
Pemberian makanan tambahan
3 Ibu selalu hadir mengikuti kegiatan posyandu
Kadang-kadang
4 Manfaat menimbang balita Untuk mengetahui BB balita dan kesehatan balita.
B. PembahasanPenialaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan
gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat
objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang
telah tersedia. Pada prinsipnya penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian
pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi
pemeriksaan antropometris, pemeriksaan klinis dan survei asupan makanan.
Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan dalam
penggunaannya, yaitu prosedur yang digunakan sederhana, aman dan dapat
dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar, alat yang digunakan murah, mudah
dibawa dan tahan lama, umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang
baik dan baik, karena suadah ada batasan yang jelas. Namun penggunaan
antropometri juga memiliki kekurangan diantaranya tidak dapat membedakan
kekurangan zat gizi tertentu dan kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran
dapat mempengaruhi akurasi dan validitas pengukuran. Dalam praktikum
penilaian gizi ini juga dilakukan survei asupan makanan dengan metode recall
dan food frekuensi kuantitatif kekurangan metode ini adalah memerlukan waktu
yang cukup lama karena responden mengingat makanan apa saja yang
dikonsumsinya. Antropometri digunakan dalam penilaian status gizi karena
mudah digunakan serta alat ukurnya tidak menimbulkan trauma bagi yang
diukur. Metode recall dan food frekuensi kuantitatif digunakan karena metode ini
sangat mudah dan murah.
Hasil praktikum dengan menggunakan metode antropometri
menunjukkan bahwa berat badan responden adalah 14 Kg dengan tinggi 94
Lingkar lengan atas (LILA) responden adalah 17 cm. Berdasarkan penilaian
status gizi pada balita menggunakan indikator LILA balita tersebut memiliki
status gizi baik berdasarkan kriteria sebagai berikut :
Status Gizi baik = >13,5cm
Status Gizi kurang = 12,5-13,5cm
Status Gizi buruk = <12,5cm
(Khoiri, 2009).
Status gizi berdasar pada indeks BB/U menunjukkan bahwa responden
termasuk ke dalam kategori gizi baik dengan nilai Z score –0,117, menurut
standar Baku Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010
nilai Z score ini termasuk kedalam kategori gizi baik karena berada pada nilai
ambang batas ≥ -2 SD - ≤ +2. Menurut indeks TB/U responden termasuk
kedalam kategori normal dengan nilai Z score -0,615, pada standar baku
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 nilai Z score
ini termasuk ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas z-
score > -2.0 SD. Berdasarkan indeks TB/BB responden termasuk ke dalam
kategori normal dengan nilai Z score 0,307, menurut standar baku Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 nilai Z score ini termasuk
ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas ≥ -2 SD - ≤ +2
SD. Sedangkan berdasarkan IMT/U pada anak usia 0-60 bulan responden
termasuk ke dalam kategori normal dengan nilai Z score 0.314 menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 Z score ini
termasuk ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas -2
SD-2SD. Dari ketiga indeks diatas maka indeks gabungang termasuk ke dalam
kategori baik.
Penentuan status gizi secara klinis dilakukan melalui pemeriksaan fisik
secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues)
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan bahwa badan responden baik tinggi maupun berat badannya sesuai
dengan umur, wajah normal, kulit bersih dan kering normal, rambut, hitam dan
tidak mudah rontok, mata bersih. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
responden tidak mengalami kekurangan energi protein (KEP). Tanda tanda anak
yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi
kulit, rambut jagung dan muka buka (moon face). Tanda-tanda anak yang
mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam
pada kulit (Purwaningrum, 2012).
Penilaian konsumsi pangan digunakan untuk menunjukkan tingkat keadaan
gizi dan dapat dipakai untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang
dimakan. Hasil recall konsumsi makan pada responden menunjukkan bahwa
anak kebutuhan energi responden termasuk ke dalam kategori baik karena
nilainya ≥ 100% AKG. Terpenuhinya tingkat kebutuhan energi diakarenakan
pola makan responden yang teratur dan frekuensi makan yang cukup setiap
harinya. Sedangkan angka kebutuhan protein termasuk ke dalam kategori lebih
karena nilainya > 100% AKG. Hal ini terjadi karena responden lebih sering
mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dibandingkan dengan makanan
dengan kandungan zat gizi lainnya. Kelebihan protein karena dapat mengganggu
metabolisme protein yang berada di hati. Ginjal pun akan terganggu tugasnya,
karena bertugas membuang hasil metabolisme protein yang tidak terpakai.
Protein merupakan makanan pembentuk asam, kelebihan asupan protein akan
meningkatkan kadar keasaman tubuh, khususnya keasaman darah dan jaringan.
Kondisi ini disebut asidosis. Gangguan pencernaan, seperti kembung, sakit mag,
sembelit, merupakan gejala awal asidosis.
Hasil Food Frekuensi kuantitatif menunjukkan bahwa sumber pangan pokok
yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi lebih dari 1 kali
dalam sehari. Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia Manfaat nasi
yang utama adalah sumber karbohidrat yang menghasilkan energi untuk
beraktivitas (Purwati, 2012). Sumber pangan hewani yang paling sering
dikonsumsi adalah telur dan daging ayam dengan frekuensi 1 hari sekali atau 4
sampai 6 kali seminggu. Protein hewani yang berasal dari daging dan telur
mampu membuat pertumbuhan sel-sel organ tubuh dengan baik. Protein hewani
ini juga membentuk otak manusia dan sel darah merah lebih kuat sehingga tidak
mudah pecah, karenanya membuat otak manusia dan membuat organ bisa cerdas,
meningkatkan prestasi dan produkitivitasnya (Natalia, 2013). Sumber pangan
nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu dengan frekuensi
lebih dari 1 kali dalam sehari. Manfaat tahu dan tempe bagi kesehatan telah
terbukti oleh hasil berbagai penelitian. Penelitian terhadap 250.000 orang
Jepang’National Cancer Centre Research Institute tahun 1982 menunjukkan
bahwa konsumsi tahu dan tempe memiliki resiko rendah terhadap penyakit
kanker lambung. Hal ini dikarenakan tahu dan tempe mengandung senyawa
genistein yang berfungsi sebagai penghambat gen penyebab kanker
(Purwati,2012). Sumber pangan sayur-sayuran yang paling sering dikonsumsi
adalah wortel dengan frekuensi 1 kali dalam sehari atau 4 sampai 6 kali dalam
seminggu. Wortel merupakan sayuran yang dikenal karena kandungan
vitamin A yang tinggi. Wortel kaya akan betakaroten serta vitmain C.
Wortel memiliki sifat antioksidan tinggi. Wortel juga mengandung asam
folat, kalsium, mangan, fosfor, kromium, zat besi, seng, serta tentu saja
serat. Sumber pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah Jeruk,
apel, peer, pepaya dan semangka dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam
seminggu. Buah buahan bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh, kekebalan
tubuh, kecantikan kulit wajah, menyegarkan tubuh, mencegah dan
menyembuhkan berbagai penyakit, seperti penyakit luar maupun penyakit dalam.
Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi dengan frekuensi labih
dari 1 kali dalam sehari. Susu adalah pangan yang paling padat gizi bila
dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, baik ditinjau dari segi kandungan
asam amino maupun vitamin dan mineral. Demikian hebatnya kandungan gizi air
susu maka minum susu secara teratur akan mempercepat penyembuhan dan akan
lancar berbicara, juga akan menyehatkan dan mencerdaskan
(Purwaningrum,2012).
Hasil wawancara mengenai kebiasaan makan balita (pola asuhan makan)
menunjukkan bahwa responden mendapatkan ASI sampai umur 2 tahun dan
responden mulai disapih pada usia 24 bulan. Frekuensi makan responden adalah
tiga kali sehari dan responden selalu sarapan pagi. Hal ini menunjukkan bahwa
kebiasaan makan balita sudah baik.
Hasil wawancara kepada ibu responden mengenai sikap terhadap gizi
menunjukkan hasil bahwa sikap ibu responden terhadap gizi sudah cukup baik.
Hal ini dilihat dari pernyataan beliau yang setuju mengenai cara mengetahui
kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan cara menimbang, hasil
penimbangan perlu dicatat di kartu menuju sehat (KMS), kolostrum baik untuk
bayi dan sayuran hijau perlu dihidangkan setiap hari sebagai asupan vitamin A.
Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan menunjukkan bahwa, terakhir
kali responden sakit adalah 1 bulan yang lalu. Penyakit yang dialami responden
adalah Flu dan Batuk. Penyakit ini bukan dikarenakan asupan gizi yang kurang
tetapi karena cuaca. Hasil wawancara menunjukkan bahwa keterlibatan
responden dalam kegiatan posyandu cukup baik. Hal ini dilihat dari kunjungan
responden yang rutin setiap bulan ke Posyandu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil penilaian gizi secara langsung yang dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung
Purwokerto Selatan dengan responden bernama Kalia Binar Markiza yang berusia 38
bulan, berat badan 14 kg; tinggi badan 94 cm; LILA sebesar 17 cm, menunjukkan
bahwa status gizi balita dengan indikator LILA termasuk ke dalam status gizi baik.
Hasil dari pengukuran dengan metode Z-score dapat diketahui bahwa berdasarkan
indeks BB/U balita tersebut memiliki status gizi baik, PB/U adalah normal, dan
BB/PB adalah normal. Gabungan interpretasi setiap indeks menunjukkan bahwa status
gizi balita termasuk kedalam kategori baik. Penilaian status gizi menggunakan
pemeriksaan klinis yang dilakukan terhadap responden, diketahui bahwa tidak
ditemukan tanda-tanda klinis kurang gizi seperti marasmus dan kwashiorkor.
2. Hasil penilaian gizi secara tidak langsung dengan menggunakan metode recall
menunjukkan bahwa responden mempunyai tingkat kebutuhan energi(TKE) baik dan
tingkat kebutuhan protein (TKE) lebih. Sedangkan berdasarkan perhitungan frekuensi
konsumsi makanan dengan metode food kuantitatif didapatkan hasil: sumber pangan
pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi, sumber pangan hewani yang
paling sering dikonsumsi adalah telur dan daging ayam, sumber pangan nabati
yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sumber pangan sayur-
sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel dalam seminggu, sumber
pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah jeruk, apel, peer,
pepaya dan semangka dan jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu
sapi.
b. Saran
1. Sebaiknya Alat yang digunakan untuk mengukur penilaian status gizi seperti
pita LILA lebih diperbanyak lagi sehingga pada saat praktikum tidak
menunggu lama untuk bergantian.
2. Waktu praktikum ditambah sehingga pada saat pelaksanaan tidak terburu buru.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, Didik. 2010. Analisis Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Khoiri, I. 2009. Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Padang Bulan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan.
Natalia L, dkk. 2013. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Batita di Desa Gondangwinangun Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013. Vol 2 (2): 1-19.
Purwaningrum S & Wardani Y. 2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. Jurnal Kesmas. Vol 6 (3): 144-211.
Purwati, A, dkk. 2012. Hubungan Pola Asuh Makan Oleh Ibu Pekerja dengan Status Baduta di Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna. Artikel Media Gizi Masyarakat Indonesia. Vol 2 (1): 11-16.