MIKROSIRKULASI
LAPORAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Fisiologi Hewan / Manusia
yang dibina oleh Ibu Nuning Wulandari, S.Si, M.Si dan
Drs. Soewolo, M.Pd
Oleh :
Kelompok 1
Offering C
Anggrasti Megah Insani (130341614801)
Christina Esserey (130341614780)
Dwi Ayu Ningtyas (130341614847)
Firmanti Syukuri Asri (130341614837)
Tania Puspa Chandra (130341614839)
Titis Sari (130341614784)
Wawan Yuliandini (130341614844)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2014
A. Judul : Mikrosirkulasi
B. Tujuan :
Praktikum ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pemahaman tentang mikrosirkulasi pada katak dan
hewan yang memiliki sistem sirkulasi tertutup pada umumnya.
2. Meningkatakan pemahaman tentang pengaruh berbagai rangsangan
yang langsung diberikan secara lokal pada arteriola, kapiler dan
venula.
C. Dasar Teori
Mikrosirkulasi dari setiap organ diatur secara khusus untuk melayani organ
kebutuhan. Secara umum, masing-masing nutrisi organ arteri cabang memasuki
enam hingga delapan kali sebelum arteri menjadi cukup kecil untuk dapat disebut
arteriola, yang umumnya memiliki diameter internal hanya 10-15 micrometers.
Lalu arteriola sendiri bercabang dua sampai lima kali, mencapai diameter 5-9
mikrometer pada tujuan dimana mana keduanya menyuplai darah ke kapiler.
Arteriola sangat berotot, dan garis tengahnya dapat mengubah manyfold.
Metarterioles (arteriola terminal) tidak memiliki mantel otot yang terus-menerus,
namun mengelilingi serat otot polos pembuluh darah di intermiten poin. Pada titik
di mana masing-masing kapiler sejati berasal dari metarteriole, yang halus serat
otot biasanya mengelilingi kapiler. Ini disebut sfingter precapillary. Sfingter ini
dapat membuka dan menutup pintu masuk ke kapiler. Pada venula lebih besar dari
arteriola dan memiliki otot yang jauh lebih lemah mantel. Namun harus diingat
bahwa tekanan dalam venula jauh kurang dari itu dalam arteriola, sehingga masih
dapat kontrak venula cukup meskipun lemah otot. Ini susunan khas tempat tidur
kapiler tidak ditemukan di semua bagian tubuh. Namun, beberapa pengaturan
serupa melayani tujuan yang sama. Paling penting, metarterioles dan sfingter
precapillary berada dalam hubungan dekat dengan jaringan mereka layani. Oleh
karena itu, kondisi lokal dari jaringan-konsentrasi nutrisi, produk akhir dari
metabolisme, ion hidrogen, dan sebagainya-dapat menyebabkan langsung efek
pada pembuluh mengendalikan aliran darah lokal di setiap daerah jaringan kecil
(Ganong, 2002).
Empat Primer hidrostatik dan osmotik koloid Tentukan Pasukan Gerakan
Fluida Melalui Membran kapiler. Kekuatan-kekuatan ini, disebut "Kekuatan
Starling" untuk menghormati fisiolog yang pertama kali menunjukkan pentingnya
mereka, adalah:
1) Tekanan kapiler (Pc), yang cenderung memaksa cairan keluar melalui
membran kapiler.
2) Tekanan fluida yang interstisial (PIF), yang cenderung untuk memaksa
cairan ke dalam melalui kapiler membran ketika pif positif tetapi keluar
ketika Pif adalah negatif.
3) Kapiler tekanan osmotik koloid plasma (Pp), yang cenderung
menyebabkan osmosis cairan batin melalui membran kapiler.
4) Fluida koloid interstisial tekanan osmotik (PIF), yang cenderung
menyebabkan fluida osmosis luar melalui membran kapiler.
Sistem sirkulasi berperan dalam homeostasis dengan berfungsi sebagai system
transportasi tubuh.pembuluh darah mengangkut dan mendistribusiakan darah yang
dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuhn akan O2 dan nutrient,
menyingkirkan zat-zat sisa dan penyampaian sinyal hormone. Arteri yang sangat
elastis mengangkut darah dari jantung ke jaringan dan berfungsi sebagai reservoir
tekanan untuk terus mendorong darah ke depan sewaktu jantung sedang
mengalami relaksasi dan pengisisan. Tekanan darah arteri rata-rata diatur secara
ketat agar penyampaian darah ke jaringan adekuat. Jumlah darah yang mengalir
melalui jaringan bergantung pada kaliber arteriol (pembuluh yang banyak
mengandung otot) yang memperdarahi jaringan tersebut. Kaliber arteriol dapat
diubah-ubah sehingga distribusi curah jantung dapat secara terus menerus
disesuaikan untuk secara maksimum memenuhi kebutuhan tubuh setiap saat.
Kapiler, yaitu pembuluh berdinding tipis dan berpori-pori, merupakan tempat
sesungguhnya untuk pertukaran antara darah dan jaringan di sekitarnya. Vena
yang sangat lentur mengembalikan darah ke jantung dan juga berfungsi sebagai
reservoir darah. (Ganong, 2002).
Semua darah yang dipompa oleh sisi kanan jantung mengalir ke paru untk
menyerap O2 dan mengeluarkan CO2. Darah yang dipompa oleh sisi kiri jantung
dibag-bagi dalam berbagai perbandingan ke organ-organ sistemik melalui
pembuluh-pembuluh yang tersusun paralel dan bercabang dari aorta. Susunan ini
memastikan bahwa semua orga meneriman darah dengan komposisi yang sama
yaitu sebuah organ tidak menerima darah “sisa” yang telah melintasi organ lain.
Karena susunan paralel ini , aliran darah melalui setiap rgan sistemik dapat
disesuaikan dengan independen tanpa secara langsung mempengaruhi aliran darah
yang melewati organ lain.Aliran darah melalui pembuluh bergantung pada gradien
tekanan dan resistensi vaskuler. Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri
dari system pembuluh yang tertutup. Mikrosirkulasi terdiri dari arteriola, kapiler,
venula (Ganong, 2002).
Arteri dan Arteriol
Dinding semua arteri terbuat dari lapisan luar jaringan ikat, adventitia; lapisan
tengah daripada otot polos, media; dan lapisan dalam, intima terbuat dari
endothelium dan didasari jaringan ikat. Dinding aorta dan arteri yang berdiameter
besar relatif mengandung banyak jaringan elastik. Dinding ini diregang selama
sistol dan mengalami recoil pada waktu diastol. Dinding arteriol mengandung
lebih sedikit jaringan elastik tetapi lebih banyak otot polos. Otot dipersarafi oleh
serat saraf adrenergik, yang merupakan vasokonstriktor dalam fungsinya dan pada
beberapa keadaan oleh serat kolinergik yang mendilatasi pembuluh. Arteriol
adalah tempat utama tahanan terhadap aliran darah dan sedikit perubahan pada
garis tengahnya membuat perubahan besar dalam tahanan perifer total (Ganong,
2002).
Kapiler
Arteriol dibagi menjadi pembuluh berdinding otot lebih kecil, kadang-kadang
disebut metarteriol, dan ini selanjutnya memberikan ke kapiler. Dalam beberapa
lapisan vaskular yang telah dipelajari secara rinci, metarteriol dihubungkan
langsung dengan venula oleh suatu pembuluh ramai kapiler (thoroughfare vessel)
dan kapiler asli suatu jalinan anastomose pada sisi cabang pembuluh ramai ini.
Lubang kapiler asli dikelilingi pada sisi hulu oleh sedikit otot polos sfingter
prekapiler. Tidak jelas apakah metarteriol dipersarafi, dan tampaknya bahwa
sfingter prekapiler tidak dipersarafi. Meskipun demikian, tentu saja mereka
berespons terhadap bahan vasokontriktor baik lokal maupun yang beredar.
Diameter kapiler asli pada ujung arteri kira-kira 5 mm dan 9 mm pada ujung vena.
Bila sfringter berdilatasi, diameter kapiler cukup untuk dilalui sel darah umtuk
diperas “satu per satu”. Ketika melalui kapiler, sel darah merah menjadi berbentuk
bidal atau parasut, dengan aliran mendorong pusat sel darah merah lebih ke depan
dibandingkan pinggirnya. Konfigurasi ini muncul secara sederhana karena
tekanan pada pusat pembuluh, terlepas dari apakah ada atau tidak ada ujung sel
darah merah berkontak dengan dinding kapiler (Guyton & Hall, 2006).
Pada orang dewasa, luas total semua dinding kapiler dalam tubuh melebihi
6300 mm3. Dinding, yang tebalnya sekitar 1 mikrometer, terbuat dari satu lapis sel
endotel. Struktur dinding bervariasi dari satu organ ke organ lain.di banyak
jaringan vaskular, termasuk jaringan otot rangka, jantung, dan otot polos, taut
antara sel endotel memungkinkan lewatnya molekul yang berdiameter sampai 10
nanometer. Diperkirakan juga bahwa plasma dan protein yang larut di dalamnya
diserap melalui endositosis, diangkut melalui sel endotel, dan dikeluarkan melalui
eksositosis. Akan tetapi, proses ini hanya berlaku bagi sebagian kecil transportasi
yang melintasi endotel. Di otak, kapiler menyerupai kapiler di otot, tetapi taut
antara sel endotelnya lebih ketat dan transportasi melalui sel-sel ini umumnya
sangat terbatas untuk molekul berukuran kecil. Di kebanyakan kelenjar endokrin,
viliusus, dan sebagian dari ginjal, sitoplasma sel endotel menipis dan membentuk
celah yang disebut fenestrasi. Fenestrasi (pori-pori) ini berdiameter 10-100 nm.
Fenetrasi ini memungkinkan lewatnya molekul yang relatif besar dan membuat
kapiler seperti berpori. Kecuali di kapiler glomerulus, kapiler tersebut tampak
ditutupi oleh suatu membran tipis. Akan tetapi, disejumlah jaringan, dengan
teknik rapid freeze-fracture (fraktur beku cepat) dapat dibuktikan bahwa
membran ini bersifat discontinuous dan terdiri atas suatu bagian pusat yang
dihubungkan oleh jari-jari membran ke tepi fenestrasi. Di hati, dengan sinusoid
kapiler yang sangat berpori, endotel tidak bersifat continu dan terdapat celah besar
antara sel endotel yang tidak ditutupi oleh membrane. Sebagian dari celah ini
berdiameter 600 nm dan lainnya berdiameter 3000 nm. Permebilitas kapiler dalam
berbagai bagian tubuh dinyatakan dalam bentuk konduktifitas hidroliknya
(Guyton & Hall, 2006).
Kapiler dan venula pascakapiler memiliki perisit di luar sel endotel. Sel ini
memiliki tonjolan panjang yang melapisi sekeliling pembuluh. Sel-sel ini bersifat
kontraktil dan melepaskan bermacam zat vasiaktif. Sel-sel ini juga menyintesis
dan melepaskan konstituen membran basal dan matriks ekstrasel. Salah satu
fungsi faali parisit tampaknya adalah pengaturna aliran memlaui taut antar sel
endotel, terutama pada saat peradangan terjadi. Prisit berhubungan erat dengan sel
mesangium di glomerulus ginjal (Guyton & Hall, 2006).
Venula dan Vena
Dinding venula hanya sedikit lebih tebal dibandingkan dinding kapiler.dinding
vena juga tipis dan mudah meregang. Dinding tersebut mengandung otot polos
yang relative sedikit, tetapi berkonstriksi kuat bila mendapat rangsangan dari saraf
noradrenergic vena dan vasokonstriktor darah seperti endotelin. Setiap orang yang
mengalami kesukaranm untuk melakukan fungsi vena dapat melihat venosfasme
local pada vena superficial lengan bawah akibat adanya cedera.variasi tonus vena
penting dalam penyesuaian sirkulasi (Sherwood, 2001).
Intima pembuluh vena anggota berat melipat pada jarakt tertentu untuk
membuat katup vena yang mencegah aliran balik. Tidak terdapat katup pada vena
yang sangat kecil, vena besar, atau vena di otak dan organ dalam (Sherwood,
2001).
Kecil pertukaran pembuluh (10-50 μ) yang terdiri dari sel endotel dikelilingi
oleh membran basal (postcapillary terkecil venula) dan otot polos (venula
lebih besar). Cairan dan makromolekuler terjadi pertukaran venular paling
mencolok di persimpangan.
Sympathetic persarafan yang lebih besar venular venula dapat mengubah nada
yang berperan dalam mengatur tekanan hidrostatik kapiler. Terminal limfatik.
Composed dari celah interselular endotelium dengan dikelilingi oleh ruang
bawah tanah sangat permeabel membran dan ukuran mirip venula - akhir
limfatik terminal sebagai kantung buta.
Besar limfatik juga memiliki sel-sel otot polos.
Spontan dan diaktifkan stretch vasomotion hadir yang berfungsi untuk
"pompa" limfe.
Sympathetic saraf dapat memodulasi vasomotion dan menyebabkan kontraksi.
Satu-cara katup limfe langsung dari jaringan dan akhirnya kembali ke sirkulasi
sistemik melalui duktus toraks dan subklavia vena (2-4 liter / hari kembali).
Sistem sirkulasi sangat penting dalam mempertahankan hidup. Fungsi
utamanya adalah menghantarkan oksigen dan nutrisi ke semua sel, serta
mengangkut zat buangan seperi karbon dioksida. Pada negara berkembang, dua
kejadian kematian utama disebabkan oleh infark miokardium dan stroke pada
sistem pembuluh nadi, misalnya arterosklerosis (Sherwood, 2001).
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat dan papan seksi
Triplek berlubang
Mikroskop cahaya
Lampu spiritus
Jarum bundel
Pipet tetes
Gelas piala 100 ml
Korek api
2. Bahan
Katak hijau
Kapas
Larutan Ringer
Epinefrin 1/5000
Adrenalin
Asetilkolin 1/5000
Asam asetat 1%
Kertas isap
Air hangat dan dingin
F. DATA
1. Pengamatan Mikrosirkulasi pada Selaput Renang Katak
NO PERLAKUAN ARTERIOLA KAPILER VENULA
1. Dalam keadaan
normal
Kecepatan
aliran eritrosit
sedang (+++)
Kecepatan aliran
eritrosit lambat (+
+)
Kecepatan aliran
eritrosit cepat (+
+++)
2. Ditetesi air
dingin
Kecepatan
aliran eritrosit
melambat (++)
Kecepatan aliran
eritrosit melambat
(+)
Kecepatan aliran
eritrosit
melambat (+++)
3. Ditetesi air
hangat
Kecepatan
aliran eritrosit
meningkat cepat
(++++)
Kecepatan aliran
eritrosit meningkat
cepat (+++)
Kecepatan aliran
eritrosit
meningkat cepat
(+++++)
4. Ditetesi
adrenalin
Kecepatan
aliran eritrosit
meningkat cepat
(++++++)
Kecepatan aliran
eritrosit meningkat
cepat (+++++)
Kecepatan aliran
eritrosit
meningkat cepat
(+++++++)
5. Ditetesi asetil
kolin
Kecepatan
aliran eritrosit
melambat (+)
Kecepatan aliran
eritrosit melambat
(+)
Kecepatan aliran
eritrosit
melambat (++)
6. Ditetesi asam
asetat
Kecepatan
aliran eritrosit
meningkat cepat
(+++++)
Kecepatan aliran
eritrosit meningkat
cepat (++++)
Kecepatan aliran
eritrosit
meningkat cepat
(++++++)
G. Analisi Data
Pada pengamatan pertama, kami menguji tentang mikrosirkulasi pada selaput
renang katak, katak di single pith terlebih dahulu kemudian di bungkus tubuh
katak dengan kapas basah lalu dibungkus pula dengan plastik. Direntangkan
selaput renang salah satu kaki belakang sehingga selaput terletak antara sumber
cahaya dan lensa obyektif, kemudian diamati dan digambar pembuluh darahnya
serta ditentukan arteriola, kapiler dan venulanya. Dalam keadaan normal atau
sebelum diberi perlakuan dengan diberi tetesan apapun, terlihat adanya arteriola,
kapiler dan venula dengan urutan diameter pembuluh darah dari yang terkecil
hingga yang besar yaitu kapiler, arteriola dan venula. Kecepatan aliran eritrosit
pada arteriola sedang (+++), pada kapiler kecepatan aliran eritrositnya lambat (+
+) sedangkan pada venula kecepatan aliran eritrosit cepat (++++). Jadi dapat
disimpulkan, dalam keadaan normal kecepatan aliran eritrosit yang paling cepat
ada pada venula, pada arteriola lebih lambat dari venula dan kapiler lebih lambat
daripada arteriola.
Pengamatan selanjutnya, selaput renang katak diberi perlakuan dengan ditetesi
secara bergantian, yang pertama ditetesi dengan air dingin. Terlihat pada arteriola
kecepatan aliran eritrositnya melambat (++), pada kapiler kecepatan aliran
eritrositnya melambat (+) dan pada venula kecepatan aliran eritrositnya juga
melambat (+++). Kesimpulan sementara yang didapat yaitu penetesan air dingin
menurunkan kecepatan aliran eritrosit pada arteriola, kapiler dan venula.
Perlakuan kedua yaitu dengan penetesan dengan air hangat pada selaput
renang katak yang sama dengan pengamatan dalam keadaan normal kemudian
dilihat kecepatan aliran eritrosit pada pembuluh darah. Pada arteriola kecepatan
aliran eritrosit meningkat cepat (++++), pada kapiler kecepatan aliran eritrositnya
meningkat cepat (+++) sedangkan pada venula juaga kecepatan aliran eritrositnya
meningkat cepat (+++++). Kesimpulan yang didapat yaitu penetesan air hangat
pada selaput renang katak mempercepat aliran eritrosit pada arteriola, kapiler dan
venula. Perlakuan ketiga yaitu dengan penetesan adrenalin pada daerah selaput
renang katak yang sama dengan pengamatan dalam keadaan normal kemudian
dilihat kecepatan aliran eritrosit pada pembuluh darah. Pada arteriola kecepatan
aliran eritrosit lebih meningkat cepat (++++++), pada kapiler kecepatan aliran
eritrositnya lebih meningkat cepat (+++++) sedangkan pada venula juaga
kecepatan aliran eritrositnya juga lebih meningkat cepat (+++++++). Kesimpulan
yang didapat yaitu penetesan adrenalin pada selaput renang katak dapat lebih
mempercepat aliran eritrosit pada arteriola, kapiler dan venula.
Perlakuan keempat dengan penetesan asetikolin 1/5000 pada selaput renang
katak yang sama dengan pengamatan dalam keadaan normal kemudian dilihat
kecepatan aliran eritrosit pada pembuluh darah. Pada arteriola kecepatan aliran
eritrosit melambat (+), pada kapiler kecepatan aliran eritrositnya melambat (+)
sedangkan pada venula juaga kecepatan aliran eritrositnya melambat (++).
Kesimpulan yang didapat yaitu penetesan asetikolin pada selaput renang katak
dapat memperlambat atau menurunkan aliran eritrosit pada arteriola, kapiler dan
venula. Perlakuan terakhir yaitu dengan penetesan asam asetat 1% pada daerah
selaput renang katak yang sama dengan pengamatan dalam keadaan normal
kemudian dilihat kecepatan aliran eritrosit pada pembuluh darah. Pada arteriola
kecepatan aliran eritrosit meningkat cepat (+++++), pada kapiler kecepatan aliran
eritrositnya meningkat cepat (++++) sedangkan pada venula juaga kecepatan
aliran eritrositnya juga meningkat cepat (++++++). Kesimpulan yang didapat
yaitu penetesan asam asetat 1 % pada selaput renang katak dapat mempercepat
atau meningkatkan aliran eritrosit pada arteriola, kapiler dan venula.
Pada percobaan mikrosirkulasi pada lidah katak, setelah menemukan
pembuluh darahnya kemudian dibedakan antara pembuluh arteriola, venula dan
kapiler. Setelah menentukan mana pembuluh arteriola, venula dan kapiler, lidah
katak mulai diberi perlakuan kedua yaitu ditetesi dengan air hangat kemudian
diamati di bawah mikroskop. Setelah ditetesi air hangat pembuluh arteriol dan
vena mengalami perubahan yaitu pembuluhnya semakin melebar dan aliran
darahnya menjadi lebih cepat. Sedangkan pembuluh kapiler hanya mengalami
perubahan pada kecepatan aliran darahnya yakni menjadi lebih cepat pula. Hal ini
menunjukkan bahwa air hangat memperlebar pembuluh darah dan mempercepat
aliran darahnya.
Pada Praktikum mikrosirkulasi dengan lidah katak, yang ditetesi air dingin
dapat disimpulkan sementara bahwa pada pembuluh darah arteriola yang ditetesi
air dingin aliran darah semakin lambat dan pembuluh darah semakin sempit jadi,
pemberian air dingin berpengaruh terhadap aliran darah dan ukuran pembuluh
darah arteriola. Pada pembuluh darah kapiler yang ditetesi air dingin aliran darah
semakin lambat dan pembuluh darah smakin sempit maka pemberian air dingin
berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya aliran darah dan volume pembuluh
darah kapiler. Pada pembuluh darah venula yang diberi tetesan aliran dingin aliran
darah semakin lambat dan pembuluh darah smakin sempit maka pemberian air
dingin berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya aliran darah dan volume
pembuluh darah venula.
Setelah perlakuan kedua lidah katak terebih dahulu diberi ringer dan ditunggu
hingga aliran darahnya kembali normal. Setelah lidah katak normal, kemudian
diberi perlakuan ketiga yaitu ditetesi dengan larutan epinefrin kemudian diamati
di bawah mikroskop. Setelah ditetesi larutan epinefrin pembuluh arteriol dan vena
mengalami perubahan yaitu pembuluhnya melebar dan aliran darahnya menjadi
sangat cepat. Sedangkan pembuluh kapiler hanya mengalami perubahan pada
kecepatan aliran darahnya yakni menjadi sangat cepat. Hal ini menunjukkan
bahwa larutan epinefrin memperlebar pembuluh darah dan mempercepat aliran
darahnya.
Pertama, mengamati pembuluh darah lidah katak pada saat normal, yaitu :
kecepatan aliran darah tercepat pada venula, kemudian arteriola , dan yang paling
lambat adalah kapiler darah. Perlakuan keempat, pada lidah katak ditetesi dengan
asetilkolin diperoleh data bahwa pada arteriola kecepatan aliran darahnya (++),
pada venula kecepatan aliran darah (++), dan pada kapiler .kecepatan aliran
darahnya (++). Kesimpulan sementaranya adalah pada pemberian asetilkolin
menurunkan kecepatan aliran darah (semakin lambat) dibandingkan dengan
keadaan normal dan saat diberi epinefrin.
Pada perlakuaan terakhir yakni saat diberi asam asetat 1%, pada arteriola
kecepatan aliran darahnya (++), pada venula kecepatan aliran darah (++), dan
pada kapiler darah kecepatan aliran darahnya (++) atau tidak terjadi perubahan.
Kesimpulan sementara yang didapat adalah pemberian asam asetat 1% tidak
berpengaruh pada kecepatan aliran darah. Jadi, dapat disimpulkan sementara
bahwa dalam penetesan beberapa macam rangsangan yang langsung diberikan
pada arteriol, venula dan kapiler darah mampu mempercepat atau menurunkan
kecepatan aliran darah pada ketiga pembuluh tersebut.
H. Pembahasan
Pada percobaan mikrosirkulasi ini dilakukan pada selaput renang dan
mesentrium katak, yaitu dengan mengamati pembuluh darah yang ada. Pada
percobaan ini membutuhkan jaringan yang masih hidup, karena akan mengamati
aliran darahnya. Dalam pengamatan yang dilakukan dibawah mikroskop ini
ditemukan tiga jenis pembuluh darah, yaitu venula , kapiler, dan arteriol. Dari
ketiga pembuluh darah tersebut didapatkan ciri-ciri dari venula adalah berwarna
merah, diameternya sedang, arah aliran darah ke luar organ dan menuju jantung,
dan kecepatan aliran darahnya cepat, sertajumlah sel darah merah yang melewati
banyak. Untuk pembuluh kapiler mempunyai ciri-ciri yaitu berwarna merah
muda, diameternya paling kecildiantara 3 tipe ini, arah aliran darahnya keluar
organ dan menuju jantung,dan kecepatan aliran darahnya lambat, serta jumlah sel
darah merah yangmelewati hanya satu sel. Pada arteriol mempunyai ciri-ciri
berwarnamerah pekat, diameternya paling besar diantara tiga tipe, aliran
darahnyakearah organ dan meninggalkan jantung, kecepatan aliran darahnya
sedang,serta jumlah sel darah merah yang melewati banyak.
Pada pengamatan yang kami lakukan dengan perlakuan diberi tetesan air
dingin menunjukkan kecepatan darah yang melambat yaitu yang paling lambat
adalah kapiler. Hal ini disebabkan mengkerutnya otot-otot polos pada pembuluh
darah karena terkana air dingin. Sehingga diameter pembuluh darah menjadi kecil
yang disebut vasokontriksi. Mengecilnya pembuluh darah ini menyebabkan
resistensi arteriol meningkat dan terjadilah penurunan aliran darah (Sherwood,
2001).
Pada perlakuan berikutnya yaitu diberi air hangat dimana hasil yang kami
amati kecepatan darah menjadi menjadi lebih cepat dan yang paling cepat adalah
Venula. Hal ini disebabkan pada saat diteteskan air panas, aliran darah lebih cepat
karena air panas membuat dinding pembuluh darah menjadi lemas dan mudah
membesar (vasodilatasi). Vasodilatasi juga menyebabkan penurunan resistensi
arteriol, sehingga akan lebih banyak darah yang mengalir ke daerah-daerah
dengan resistensi arteriol rendah (Sherwood, 2001). Pada perlakuan berikutnya
selaput diberi tetesan larutan adrenalin, hasil yang kami dapatkan adalah
kecepatan darah menjadi lebih cepat, dimana yang paling cepat adalah venula.
Setelah diteteskan epinefrin, kecepatan aliran darah meningkat pada
arteriola,kapiler darah, dan venula. Hal ini sesuai dengan teori yang telah
dikemukakan. Menurut Aminah (2011), pada penambahan adrenalin/epinephrine
terjadi peristiwa vasokonstriksi yang mengakibatkan penyempitan diameter
pembuluh darah, sehingga kecepatan aliran darah meningkat. Mekanisme
terjadinya vasokonstriksi adalah sama seperti pada perangsangan saraf simpatis,
namun menggunakan faktor stimulan dengan menambahkan
adrenalin/epinephrine pada percobaan ini sehingga reflex yang mengatur tekanan
arteri, sehingga tekanan meningkat. Adrenalin/ epinephrine beredar di dalam
darah selama satu sampai tiga menit sebelum dirusak, jadi mempertahankan
eksitasi sirkulasi yang agak memanjang. Hormon-hormon ini dapat mencapai
beberapa bagian sirkulasi yang tidak mempunyai persarafan simpatis sama sekali,
termasuk pembuluh darah sangat kecil seperti meta- arteriole. Dan hormon-
hormon ini mempunyai aksi yang sangat kuat pada beberapa jaringan vascular.
Hal ini yang membuat aliran darah pada selaput katak menjadi meningkat
kecepatannya. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.
Hormon epinefrin menyebar diseluruh tubuh, dan menimbulkan tanggapan yang
sangat luas, yaitu laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan
darah meningkat, kadar gula darah danlaju metabolisme meningkat, bronkus
membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih
mudah, pupil mata membesar, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan
rambut berdiri (Sutikno, 2009).
Pada perlakuan berikutnya yaitu selaput katak diberi tetesan larutan asetil
kolin dimana dari hasil yang kami amati kecepatan darah menjadi melambat. Hal
ini dikarenakan Asetilkolin adalah suatu senyawa ammonium kuartener yang tidak
mampu menembus membrane. Walaupun sebagai neutransmiter saraf
parasimpatis dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang penting karena
beragam kerjanya dans angat cepat diinaktifkan oleh asetilkolinesterase.
Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik kerjanya pada saluran pencernaan
dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus (Mycek,
2001).
Pada perlakuan berikutnya dengan diberikan tetesan larutan asam asetat dari
hasil pengamatan yang kami lakukan kecepatan aliran darah menjadi bertambah
lebih cepat, hal ini dikarenakan penetesan asam lemah (asam cuka/ asam asetat)
dapat merangsang potensial aksi otot polos dan meningkatkan produksi Ca2+
sitosol yang diproduksi di Retikulum Endoplasmic system. Dengan meningkatnya
kadar Ca2+, otot polos berkontraksi. Kontraksi tiba-tiba inilah yang memompa
darah pada area tersebut untuk terdorong ke depan dan mempercepat aliran darah.
Sehingga kecepatan darah menjadi lebih cepat (Mycek, 2001).
Pada praktikum ini kami membahas mengenai mikrosirkulasi, dimana kami
satu kelompok mengamati tempat terjadinya kontak dan pertukaran zat antara
darah dengan jaringan tubuh. Mikrosirkulasi merupakan peredaran darah kecil
yang paling utama yang terdiri dari pembuluh darah arteriol, venula dan kapiler
darah yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis karena berukuran sangat kecil.
Oleh karena itu, dalam pengamatan ini kami menggunakan mikroskop sebagai alat
bantu pengamatan saat praktikum. Kapiler merupakan tempat persisnya
pertukaran tersebut dimana ia merupakan pembuluh darah yang tipis dan tembus
cahaya. Pada lidah dan selaput renang katak merupakan bagian yang sangat cocok
untuk tempat pengamatan. Diameter pembuluh darah halus (arteriol, kapiler dan
venula) dapat dikenali dari jumlah sel darah merah yang berbaris di dalamnya dan
juga kecepatan aliran darahnya (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012).
Pengaruh rangsang terhadap kecepatan aliran darah diberi lima perlakuan,
yaitu tanpa perlakuan (normal), pemberian air dingin, pemberian air hangat,
pemberian epinefrin, pemberian asetil kolin, dan pemberian asam asetat. Pada
pengamatan mesenteron katak, didapatkan hasil bahwa dalam keadaan normal
kecepatan aliran darah tercepat pada venula, kemudian arteriola, dan yang paling
lambat adalah kapiler. Hal ini memang kurang tepat dengan teori yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa pada kecepatan aliran darah yang paling cepat
adalah arteriol, dan yang paling lambat adalah venula. Sedangkan kapiler darah
mempunyai kecepatan sedang (Sherwood, 2001).
Saat diteteskan air dingin, aliran darah menjadi lambat. Hal ini disebabkan
mengkerutnya otot-otot polos pada pembuluh darah karena terkana air dingin.
Sehingga diameter pembuluh darah menjadi kecil yang disebut vasokontriksi.
Mengecilnya pembuluh darah ini menyebabkan resistensi arteriol meningkat dan
terjadilah penurunan aliran darah (Sherwood, 2001). Bisa juga kemungkinan
karena darah menjadi lebih kental, sehingga aliran darah menjadi lambat.
Pada saat diteteskan air panas, aliran darah lebih cepat karena air panas
membuat dinding pembuluh darah menjadi lemas dan mudah
membesar (vasodilatasi). Hal ini disebabkan karena terjadi vasodilatasi.
Vasodilatasi mengacu pada pembesaran diameter lingkaran pada arteriol dan jari-
jari pembuluh akibat melemasnya lapisan otot polos (penurunan kontraksi otot
polos sirkuler di dinding arteriol). Vasodilatasi juga menyebabkan penurunan
resistensi arteriol, sehingga akan lebih banyak darah yang mengalir ke daerah-
daerah dengan resistensi arteriol rendah (Sherwood, 2001). Pengaruh fisik lokal
berupa suhu tinggi/panas juga berpengaruh terhadap besar/kecilnya pembuluh
darah, khususnya arteriol. Suhu tinggi menyebabkan otot polos dinding pembuluh
berelaksasi/melemas. Hal ini menyebabkan pembesaran jari-jari pembuluh
darah,resistensi pun menurun, sehingga aliran darah yang melalui pembuluh darah
yang bersangkutan pun meningkat.
Perlakuan ketiga adalah ditetesi dengan larutan epinefrin. Setelah diteteskan
epinefrin, kecepatan aliran darah meningkat pada arteriola, kapiler darah, dan
venula. Menurut Bray (2003), pada penambahan adrenalin/epinephrine terjadi
peristiwa vasokonstriksi yang mengakibatkan penyempitan diameter pembuluh
darah, sehingga kecepatan aliran darah meningkat. Mekanisme terjadinya
vasokonstriksi adalah sama seperti pada perangsangan saraf simpatis, namun
menggunakan faktor stimulant dengan menambahkan adrenalin/epinephrine pada
percobaan ini sehingga refleks yang mengatur tekanan arteri, akan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Adrenalin/ epinephrin beredar di dalam darah selama
satu sampai tiga menit sebelum dirusak, jadi mempertahankan eksitasi sirkulasi
yang agak memanjang. Hormon-hormon ini dapat mencapai beberapa bagian
sirkulasi yang tidak mempunyai persarafan simpatis sama sekali, termasuk
pembuluh darah sangat kecil seperti meta arteriole dan hormon-hormon ini
mempunyai aksi yang sangat kuat pada beberapa jaringan vascular. Hal ini yang
membuat aliran darah pada lidah katak menjadi meningkat kecepatannya.
Epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri, memicu
denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika
dan berakhir dalam waktu pendek. Hormon epinefrin menyebar di seluruh tubuh,
dan menimbulkan tanggapan yang sangat luas, yaitu laju dan kekuatan denyut
jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat, kadar gula darah dan laju
metabolisme meningkat, bronkus membesar sehingga memungkinkan udara
masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil mata membesar, kelopak mata
terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri (Bray, 2003). Pada percobaan
kali ini hasil kami tidak sesuai dengan teori, yang disebabkan kurang teliti peneliti
dalam mengamati mikrosirkulasi lidah katak.
Pada saat lidah katak ditetesi oleh asetilkolin, pada pembuluh darah arteriol,
kapiler dan venula menjadi lambat (++) dibandingkan dengan keadaan normal dan
saat ditetesi dengan epinefrin. Pergerakan darah yang lambat ini disebabkan oleh
semakin menyempitnya pembuluh darah arteriol. Seperti pada literatur Tim
Pembina MK Fisiologi Hewan (2012) menyatakan bahwa kecepatan aliran darah
dalam kapiler dipengaruhi oleh perubahan diameter arteri dan arteriol. Di literatur
ini, juga dijelaskan bahwa arteriol dapat merespon langsung yang mengenainya
yang akan tampak pada perubahan diameternya.
Asetilkolin merupakan salah satu contoh neurotransmiter pada sinaps kimia
(Soewolo, 2005). Transmisi suatu impuls dari bonggol sinaps ke sel saraf
pascasinaps dicapai melalui pembebasan neurotransmitter dari vesikel-vesikel di
dalam bonggol sinaps ke celah sinaps dan kemudian mempengaruhi membran
pascasinaps. Dengan adanya proses tersebut mengakibatkan transmisi impuls pada
sinaps kimia mengalami penundaan. Pascasinaps parasimpatis melepas asetilkolin,
yang bekerja pada reseptor muskarinik koligernik. Aktivasi parasimpatis
menyebabkan sekresi pada banyak kelenjar (misalnya kelenjar mukosa bronkus),
dan juga kontraksi (misalnya detrusor kandung kemih) atau relaksasi (misalnya
sfinger interna kandung kemih) otot polos, walaupun hanya sedikit efeknya pada
pembuluh darah (Ward et al, 2009).
Pada saat lidah katak ditetesi oleh asam asetat 1%, pada pembuluh darah
arteriol, kapiler dan venula memiliki kecepatan aliran darah tetap (++) atau tidak
mengalami perubahan berarti. Pergerakan darah ini disebabkan oleh perubahan
diameter arteri dan arteriol. Arteriol dapat merespon langsung yang mengenainya
yang akan tampak pada perubahan diameternya (Tim Pembina MK Fisiologi
Hewan, 2012).
Penetesan asam asetat 1% sebagai asam lemah dapat merangsang adanya
potensial aksi otot polos dan mampu meningkatkan produksi Ca2+ sitosol yang
diproduksi dalam sistem retikulum endoplasmik. Dengan meningkatnya kadar
Ca2+ otot polos pada dinding pembuluh darah menyebabkan dinding
pembuluh darah berkontriksi dan mengubah resistensi alirannya.
Akibat kontraksi inilah yang mendorong darah pada pembuluh darah
lebih cepat alirannya (Ward et al,2009).
Berdasarkan hasil pengamatan kami, pemberian asetat ini kurang
berarti dalam mempengaruhi kecepatan aliran darah, hal ini kurang
relevan dengan literatur Mycek (2001), yang menyatakan bahwa
pemberian asam mampu meningkatkan potensial aksi sehingga impuls
tersebut akan langsung menuju sistem saraf pusat untuk terjadi
pengkoordinasian gerakan organ tubuh. Hal ini disebabkan kurang
bersihnya dalam membersihkan larutan sebelumnya sehingga
berpengaruh pada kecepatan aliran darahnya. Selain itu, kami
mengalami kendala pada saat pengamatan yaitu semakin lama
pembuluh darah menjadi kabur dan tampak tak jelas aliran darahnya.
I. Kesimpulan
1. Mikrosirkulasi merupakan tempat terjadinya kontak dan pertukaran zat antara
darah dan jaringan tubuh. Lidah, selaput renang, dan mesenteron katak
merupakan bagian terjadinya aliran darah melalui kapiler dan perubahannya
karena pengaruh eksperimental.
2. Pada selaput dengan perlakuan diberi air tetesan air dingin, kecepatan aliran
eritrosit menjadi lebih lambat sedangkan apabila diberikan air hangat kecepatan
aliran eritrosit menjadi lebih cepat.
3. Pada perlakuan selanjutnya dengan diberi tetesan larutan adrenalin pada selaput
renang katak, kecepatan aliran eritrosit menjadi lebih cepat, sedangkan apabila
diberi Asetil kolin kecepatan aliran eritrosit menjadi melambat.
4. Penetesan asam asetat pada selaput, meningkatkan/mempercepat kecepatan
aliran eritrosit.
5. Dalam keadaan normal, aliran eritrosit tercepat yang terlihat pada lidah katak
terjadi pada arteriola, lalu kapiler, dan yang terlambat adalah pada venula.
6. Setelah arteriola, kapiler, dan venula pada lidah katak ditetesi air dingin,
kecepatan aliran darah akan semakin lambat dari keadaan normal.
7. Penetesan dengan air panas pada lidah katak akan menyebabkan aliran darah
lebih cepat karena air panas membuat dinding pembuluh darah menjadi lemas
dan mudah membesar (vasodilatasi).
8. Larutan epinefrin yang diteteskan pada lidah katak, akan menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi yang mengakibatkan penyempitan diameter
pembuluh darah, sehingga kecepatan aliran darah meningkat.
9. Pemberian asetilkolin pada lidah katak akan mengakibatkan kecepatan aliran eritrosit pada pembuluh darah arteriol, kapiler dan venula menjadi lambat karena menurut pengaturannya yang berasal dari saraf parasimpatis.
10.Pemberian asam setat 1% pada lidah katak akan menyebabkan
dinding pembuluh darah berkontriksi sehingga aliran eritrositnya
lebih cepat.
Daftar Rujukan
Bray, J.J., Cragg, P. A., Mackninght, A. D., & Mills, R.G. 2003. HumanPhsiology Fourth Edition. Tokyo : Blackwell Printing.
Guyton & Hall. 2006. Text Book of Medical Phisiology. Elsevisier Saunders
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Mycek, M.J. 1995. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta: WidyaMedika.
Mycek, M.J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta : Widya Medika.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sutikno. 2009. Hormon Epinefrin (Adrenalin). Surakarta : Universitas SebelasMaret Press.
Tim Pembina MK Fisiologi Hewan. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Malang : UM Press.
Ward, Jeremy; Clarke, Robert & Linden, Roger. 2009. At a Glance Fisiologi.
Jakarta : Erlangga
Recommended