Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ii
LAPORAN KINERJA
PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN
TAHUN 2015
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2016
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ii
KATA PENGANTAR
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Tanaman Pangan merupakan instansi pemerintah di
bawah Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Sebagai salah satu unit kerja yang mandiri, Puslitbang
Tanaman Pangan wajib membuat dan menyampaikan
laporan kinerja (LAKIN) di bidang penelitian dan
pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan.
Laporan kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2015 ini merupakan tahun
awal Renstra 2015-2019 yang disusun menurut acuan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Pencapaian sasaran strategis yang didukung oleh pelaksanaan berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan tanaman pangan merupakan wujud pertanggung-
jawaban atas amanah yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan sesuai tugas
pokok dan fungsinya.
Laporan ini menyajikan hasil penelitian seperti varietas unggul baru,
teknologi budi daya, benih sumber, dan kegiatan penunjang dalam pencapaian
tujuan dan sasaran strategis Puslitbang Tanaman Pangan.
Semoga laporan ini dapat memenuhi harapan masyarakat dan dalam
rangka membangun kinerja khususnya dalam penelitian dan pengembangan
tanaman pangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pengembangan
IPTEK tanaman pangan.
Bogor, 8 Januari 2015
Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan,
Dr. Made Jana Mejaya,MSc
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2010-2014 relatif berhasil
dalam mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri.
Menurut BPS angka ramalan II (ARAM II) tahun 2015 produksi padi, jagung, dan
kedelai lebih tinggi dari angka tetap (ATAP) 2014. Produksi padi 74,99 juta ton,
jagung 19,83 juta ton, dan kedelai 0,98 juta ton. Pencapaian swasembada pangan
(padi dan jagung) serta meningkatnya produksi kedelai merupakan keberhasilan
seluruh pelaku pembangunan pertanian.
Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah
Badan Litbang Pertanian dengan mandat melakukan litbang padi dan palawija.
Visi Puslitbang Tanaman Pangan adalah ‖Menjadi lembaga penelitian dan
pengembangan tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem
pertanian bioindustri berkelanjutan‖. Mandat tersebut dilaksanakan bersama
dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi, Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi di Malang, Balai Penelitian Tanaman Serealia
di Maros, dan Loka Penelitian Penyakit Tungro di Lanrang, Sulsel.
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada
periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan
kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman
pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input.
Output yang akan dicapai dituangkan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU)
litbang tanaman pangan yaitu: 1) Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan,
2) Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman
pangan, 3) Jumlah produksi benih sumber tanaman pangan, 4) Jumlah
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah model
pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan
suboptimal, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP). Dilaporkan pula
kegiatan pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan, diseminasi, realisasi
keuangan, dan sumber daya penelitian.
Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2015 ditetapkan
berdasarkan laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan yang dipantau setiap triwulan dan kunjungan ke
lapangan setiap semester. Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori
berdasarkan skoring, yaitu: Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%,
Berhasil, jika capaian sasaran 80-100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60-
<80%, dan Kurang berhasil, jika capaian sasaran <60%.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian iv
Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2015 secara umum tercapai
bahkan sebagian lebih dari target. Telah dilepas 16 VUB sesuai target, yaitu 5
VUB padi (varietas Inpari 38 Tadah Hujan, Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, Inpari
40 Tadah Hujan Agritan, Inpari 41 Tadah Hujan Agritan, dan Inpago 11 Agritan),
2 VUB kedelai (varietas Devon 1 dan Dega 1), kacang tanah varietas Hyipoma 3,
ubikayu varietas Litbang UK 3, 5 VUB jagung hibrida (varietas JH 27, JH 234, JH
45 URI, JH 36, Pulut URI 4), gandum varietas Guri 6 agritan, dan sorgum
varietas Suri 5 agritan. Telah dirakit 21 paket teknologi budi daya tanaman
pangan dari 17 paket teknologi yang ditargetkan. Produksi benih sumber 254,48
ton dari target 231,8 ton. Di samping itu, telah dihasilkan 9 paket rekomendasi
kebijakan tanaman pangan, 1 model pola tanam setahun, Taman Sains Pertanian
(TSP) di Balitsereal Maros, pengelolaan sumber daya genetik, dan diseminasi
hasil penelitian tanaman pangan.
Total anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2015 sebesar Rp.
164.480.007.000, realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2015 sebesar
Rp.161.304.255.000 (98,07%), terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 56.578.319.000-
(98,66%), Belanja Barang Operasional Rp.16.833.392.000 (98,16%), Belanja
Barang Non operasional Rp.51.033.957.000 (98,72%), dan Belanja Modal Rp.
36.858.047.000,- (96,26%).
Realisasi PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan per 31 Desember 2015
Rp. 4.691.209.463 (122,56%) dari target PNBP Rp.3.827.755.738 terdiri dari
target penerimaan umum Rp. 91.296.988 dan penerimaan fungsional Rp.
3.736.458.750. Sedangkan realisasi penerimaan umum Rp. 262.978.213
(288,05%) dan penerimaan fungsional Rp.4.428.231.250 (118,51%).
Jumlah SDM tahun 2015 berjumlah 814 orang, di mana 173 orang
merupakan fungsional peneliti dan 45 orang litkayasa. Kualitas SDM terus
ditingkatkan melalui pendidikan jangka pendek dan jangka panjang. Ketersediaan
sarana dan prasarana telah dimanfaatkan secara optimal untuk penelitian dan
sebagian laboratorium telah terakreditasi. Balitkabi dan BBPadi mendapat
penghargaan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) oleh Kemenristek Dikti tahun
2015, sedangkan Balitsereal memperoleh Sertifikat Akreditasi Pranata Penelitian.
Kerja sama penelitian telah terjalin dengan lembaga penelitian internasional dan
dalam negeri. Varietas unggul baru jagung telah dilisensi oleh swasta yaitu
varietas Bima 9 dan HJ 22 dilisensi PT Srijaya Internasional, dan HJ 21 Agritan
oleh PT Golden Indonesia Seed selama 3 tahun. Ini merupakan suatu bentuk
scientific dan impact recognition terhadap kinerja Puslitbang Tanaman Pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. ii
Ikhtisar Eksekutif .............................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................... v
I. Pendahuluan ................................................................ 1
II. Perencanaan dan Perjanjian Kinerja .…………..………... 7
2.1. Rencana Strategis 2015 - 2019..........….……........... 8
2.2. Rencana Kinerja Tahunan 2015....………….............. 12
2.3. Perjanjian Kinerja 2015......................................... 13
III. Akuntabilitas Kinerja ……………………........................... 19
3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Kinerja..... 20
3.2. Pencapaian Kinerja ............................................... 20
3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Puslitbang
Tanaman Pangan ................................................. 22
3.4. Akuntabilitas Keuangan …………………………….......... 125
IV. Penutup ....................................................................... 133
Lampiran:
1. Rencana Strategis (RS) Puslitbang Tanaman Pangan 2015 - 2019
2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2015
3. Penetapan Kinerja (PKT) tahun 2015
4. Indikator Kinerja Utama 2015
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2010-2014 relatif berhasil
dalam mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri.
Menurut BPS angka ramalan II (ARAM II) tahun 2015 produksi padi, jagung, dan
kedelai lebih tinggi dari angka tetap (ATAP) 2014. Produksi padi mencapai 74,99 juta
ton, jagung 19,83 juta ton, dan kedelai 0,98 juta ton. Pencapaian swasembada
pangan (padi dan jagung) serta meningkatnya produksi kedelai merupakan
keberhasilan seluruh pelaku pembangunan pertanian.
Namun, beberapa tahun ke depan, pertanian di Indonesia akan mengalami
banyak tantangan yang terkait dengan perubahan penduduk baik dalam jumlah
maupun komposisinya, perubahan iklim, kelangkaan sumber energi, dan
perubahan pasar global yang mempengaruhi lingkungan strategis sektor
pertanian Indonesia. Terkait dengan dinamika perubahan lingkungan strategis
domestik dan global tersebut, maka Indonesia perlu mencermati potensi
(kekuatan dan peluang) maupun permasalahan/kelemahan dan implikasinya
yang dihadapi subsektor pertanian tanaman pangan.
Oleh karena itu, pembangunan pertanian dalam lima tahun ke
depan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) ke tiga (2015-2019), dimana RPJMN tersebut sebagai penjabaran dari
Visi, Program Aksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Visi pembangunan dalam RPJM 2015-2019 adalah ―Terwujudnya Indonesia
yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong‖. Visi
tersebut dijabarkan menjadi Tujuh Misi serta Sembilan Agenda Prioritas (NAWA
CITA). Kesembilan Agenda Prioritas lima tahun ke depan adalah 1) Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga negara, 2) Membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, 3) Membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, 4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, 5)
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, 6) Meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional, 7) Mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, 8)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3
Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 9) Memperteguh ke- bhineka-an dan
memperkuat restorasi sosial Indonesia. Berdasarkan rincian dari Sembilan Agenda
Prioritas, maka agenda prioritas di bidang pertanian terdiri dari dua hal, yaitu
Peningkatan Agroindustri dan Peningkatan Kedaulatan Pangan.
Teknologi pertanian yang dibutuhkan ke depan harus sejalan dengan era
revolusi bioekonomi (Modern Agriculture) sesuai konsep Ekonomi Biru yang
digerakkan oleh revolusi bioteknologi dan bioenjinering untuk menghasilkan
biomasa sebesar-besarnya yang akan diolah menjadi bahan pangan, pakan,
energi, obat-obatan, dan beragam bioproduk lain secara berkelanjutan.
Puslitbang Tanaman Pangan akan berperan semakin strategis guna
mendukung pengembangan Modern Agriculture yang ditandai dengan
pengembangan 1) Bio-Science (Genom Research), 2) Teknologi Inovasi menjawab
Perubahan Iklim, dan 3) Aplikasi IT (Bioinformatika, Agrimap Info, dan
Diseminasi). Puslitbang Tanaman Pangan, sebagai lembaga pendukung Sektor
Pertanian perlu merumuskan perencanaan strategis lima tahun ke depan secara
lebih kontekstual dalam merespon perubahan lingkungan strategis tahun 2015-2019.
1.2. Kedudukan Tugas Dan Fungsi
Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah
Badan Litbang Pertanian yang memperoleh mandat melaksanakan penelitian dan
pengembangan tanaman padi dan palawija. Tugas dan fungsi Puslitbang
Tanaman Pangan diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/
OT.140/10/2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Pertanian. Tugas
yang diemban menyiapkan perumusan kebijakan dan program serta
melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Penelitian yang
dilakukan bersifat mendasar dan strategis untuk mendapatkan teknologi tinggi
dan inovatif yang berlaku bagi agroekologi dominan di beberapa wilayah.
Penelitian yang bersifat hulu (upstream) ditujukan untuk mengembangkan
teknologi dasar dan teknologi generik yang akan diuji daya adaptasi oleh BPTP
sebelum disebarluaskan kepada petani.
Dalam melaksanakan tugasnya, Puslitbang Tanaman Pangan
menyelenggarakan fungsi yaitu: a) penyiapan rumusan dan kebijakan penelitian dan
pengembangan, b) perumusan program penelitian dan pengembangan, c)
pelaksanaan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan,
d) pelaksanaan penelitian dan pengembangan, e) evaluasi serta pelaporan
pelaksanaan penelitian dan pengembangan tanaman pangan, dan f) pelaksanaan
urusan tata usaha dan rumah tangga di tingkat pusat.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 4
Struktur Organisasi Puslitbang Tanaman Pangan
Puslitbang Tanaman Pangan dipimpin oleh Kepala Pusat dibantu: 1)
Bidang Program dan Evaluasi membawahi Subbidang Program dan Subbidang
Evaluasi, 2) Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian membawahi
Subbidang Kerja Sama Penelitian dan Subbidang Pendayagunaan Hasil Penelitian,
dan 3) Bagian Tata Usaha membawahi Subbagian Kepegawaian dan Rumah
Tangga, dan Subbagian Keuangan dan Perlengkapan.
Kegiatan operasional penelitian dilakukan oleh satu Balai Besar, dua Balai, dan
satu Loka Penelitian, sebagai berikut:
1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) di Sukamandi, Jawa
Barat, bertugas melakukan penelitian tanaman padi.
2. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), di
Malang, Jawa Timur, bertugas melakukan penelitian tanaman aneka
kacang dan umbi.
3. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), di Maros, Sulawesi
Selatan, bertugas melakukan penelitian tanaman jagung dan serealia
lainnya.
4. Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolit Tungro), di Lanrang, Sulawesi
Selatan, bertugas melakukan penelitian penyakit tungro tanaman padi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 5
1.3. Sumber Daya Manusia
Untuk melaksanakan mandat, tugas, dan fungsinya, Puslitbang Tanaman
Pangan didukung sarana kebun percobaan dan laboratorium yang terakreditasi,
serta tenaga fungsional peneliti dan administrasi.
Jumlah pegawai di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2015
berjumlah 814 orang. SDM berkurang 81 orang selama 5 tahun jika dibandingkan
dengan tahun 2010 berjumlah 901 orang. Pengurangan pegawai terjadi di
seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Namun, tingkat pendidikan
meningkat daripada tahun 2010, yaitu 62 orang S3 (Doktor), 102 orang S2, dan
183 orang S1 (Tabel 1). Sedangkan jumlah Profesor Riset tahun 2010 berjumlah
15 orang, saat ini hanya 9 orang karena sebagian sudah purna tugas.
Jumlah tenaga fungsional peneliti lingkup Puslitbang Tanaman Pangan
tahun 2014 berjumlah 168 orang, terdiri dari peneliti utama 39, peneliti madya
49, peneliti muda 41, dan peneliti pertama 39 orang. Tahun 2015 meningkat
menjadi 173 orang, terdiri dari peneliti utama 32, peneliti madya 43, peneliti
muda 44, dan peneliti pertama 54 orang. Pembinaan terus dilakukan melalui
pendidikan jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan jangka pendek
ditempuh melalui training di dalam dan luar negeri, mengikuti seminar dan
workshop. Pendidikan jangka panjang berjumlah 28 orang, di antaranya
mengikuti jenjang S2 sebanyak 12 orang dan 16 orang S3. Beberapa karyawan
juga sudah kembali setelah menempuh pendidikan.
Tabel 1. Distribusi SDM di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan
pendidikan, 31 Desember 2015.
Unit Kerja S3 S2 S1 D3 D2 SLTA SLTP SD Total
Puslitbang
Tan. Pangan
8 9 18 7 0 42 6 4 94
BBPadi 15 26 60 10 1 103 7 27 249
Balitkabi 22 31 55 7 1 64 19 18 217
Balitsereal 16 31 39 14 - 69 19 32 220
Lolit Tungro 1 5 11 2 - 11 - 4 34
Jumlah 62 102 183 40 2 289 51 85 814
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 6
1.4. Dukungan Anggaran
Puslitbang Tanaman Pangan memperoleh anggaran cukup guna
menunjang kegiatan manajemen dan pelaksanaan penelitian (Tabel 2).
Peningkatan anggaran yang mencolok pada tahun 2013 karena adanya tugas
direktif dari Presiden untuk melaksanakan kegiatan Pengembangan Teknologi
Unggulan (Benih) Padi Nasional. Pada tahun anggaran 2015, Puslitbang Tanaman
Pangan memperoleh anggaran sebesar Rp.164,48 miliar. Adapun realisasi
anggaran selama tahun 2010-2015 cukup baik berkisar antara 94-97%.
Capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) umumnya melebihi dari
jumlah yang ditargetkan, baik dari penerimaan umum dan penerimaan
fungsional. Total capaian PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan dari tahun
2010-2014, berturut-turut sebesar Rp.2.160.496.675, Rp.3.280.721.870,
Rp.4.040.984.242, Rp.4.884.007.383, dan Rp. 4.482.875.437.
Tabel 2. Pagu anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan 2010-2015
Unit Kerja Jumlah anggaran per tahun (x Rp.juta)
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Puslitbang
Tan. Pangan
11.024 12.384 19.979 56.148 20.976 22.909
BBPadi 42.994 80.348 53.740 55.109 44.349 52.800
Balitkabi 18.989 20.830 29.478 31.854 31.995 37.491
Balitsereal 43.048 23.090 28.597 31.634 26.363 45.527
Lolit Tungro 2.516 2.999 4.376 6.792 4.786 5.750
Jumlah 118.523 139.652 136.172 181.539 128.472 164.480
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8
II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis 2015 - 2019
Visi
Visi dan Misi Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019 mengacu pada visi
dan misi Badan Litbang Pertanian dan merupakan bagian integral dari visi dan misi
Kementerian Pertanian, dengan memperhatikan dinamika lingkungan strategis,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi yang diharapkan
pada tahun 2019. Visi Badan Litbang Pertanian adalah: ―Menjadi lembaga
penelitian dan pengembangan pertanian terkemuka di dunia dalam mewujudkan
sistem pertanian bioindustri tropika berkelanjutan‖
Sejalan dengan visi Badan Litbang Pertanian, maka Puslitbang Tanaman
Pangan merumuskan visi yaitu: ‖Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan
tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian
bioindustri berkelanjutan‖.
Misi
Misi yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan adalah:
1. Mewujudkan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul berdaya saing
berbasis advanced technology dan bioscience, bioengineering,
teknologi responsif terhadap dinamika perubahan iklim, dan aplikasi Teknologi
Informasi serta peningkatan scientific recognition.
2. Mewujudkan spektrum diseminasi multi channel (SDMC) untuk
mengoptimalkan pemanfaatan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul
serta peningkatan impact recognition.
Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2015 – 2019 antara
lain:
1. Menghasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya,
produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian, dengan
memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang
aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak pada
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9
3. Meningkatkan kualitas dan pengelolaan sumber daya penelitian dan
pengembangan pertanian.
4. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dalam melaksanakan
penelitian dan pengembangan pertanian, mendiseminasikan iptek, serta
membangun jejaring kerja sama nasional dan internasional.
5. Mengembangkan jejaring kerja sama nasional dan internasional dalam
rangka penguasaan sains dan teknologi (scientific recognition), serta
pemanfaatannya dalam pembangunan pertanian (impact recognition).
Sasaran kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan antara lain:
1. Tersedianya varietas unggul baru berdaya saing dengan meman-
faatkan advance techonology (genomic, bioinformatika dan iradiasi).
2. Tersedia dan terdistribusinya benih sumber padi, serealia, serta kacang dan
umbi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
3. Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman.
4. Tersedianya model pengembangan agribisnis tanaman pangan terpadu dan
berkelanjutan.
5. Tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian tanaman
pangan mendukung sistem agribisnis terpadu dan berkelanjutan.
Arah Kebijakan Litbang Pertanian
Arah kebijakan dan strategi penelitian dan pengembangan ke depan
disusun dengan mempertimbangkan sasaran pembangunan pertanian 2015–2019
melalui peningkatan penguasaan dan pengembangan IPTEK yang inovatif,
efisien, dan efektif dengan mengedepankan kaidah ilmiah dan berkontribusi
terhadap perkembangan IPTEK dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri
berkelanjutan. Kebijakan tersebut diimplementasikan melalui pemanfaatan
sumber daya penelitian secara optimal dan meningkatkan jejaring kerja sama
dengan institusi lain, baik nasional maupun internasional.
Arah kebijakan pengembangan Badan Litbang Pertanian adalah:
1. Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi
pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area pertanian,
terutama di lahan suboptimal, serta mendukung penyediaan sumber
bahan pangan yang beragam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 10
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya
pertanian.
3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang
kondusif untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan
penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian.
4. Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguatkan antar-
UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian dan dengan berbagai lembaga
penelitian terkait di dalam dan luar negeri.
Program
Program Badan Litbang Pertanian periode 2015-2019 diarahkan untuk
menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan.
Tanaman pangan merupakan merupakan komoditas strategis. Hal ini telah
selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang menetapkan litbang
menurut fokus komoditas dalam 8 (delapan) kelompok produk, yaitu: 1) Bahan
makanan pokok nasional: padi, jagung, kedelai, gula, daging unggas, daging
sapi-kerbau, 2) Bahan makanan pokok lokal: sagu, jagung, umbi-umbian
(ubikayu, ubijalar), 3) Produk pertanian penting pengendali inflasi: cabai, bawang
merah, bawang putih, 4) Bahan baku industri: sawit, karet, kakao, kopi, lada, pala,
teh, susu, ubikayu, 5) Bahan baku industri: sorgum, gandum, tanaman obat dan
atsiri, 6) Produk industri pertanian: aneka tepung dan jamu, 7) Produk energi
pertanian: biodiesel, bioetanol, biogas, dan 8) Produk pertanian berorientasi
ekspor dan substitusi impor: nanas, manggis, salak, jeruk, mangga, kambing/
domba, babi, florikultura.
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada
periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan
kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman
pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input. Kegiatan
difokuskan pada perakitan varietas unggul tanaman pangan, terutama padi,
jagung, dan kedelai, dengan keunggulan satu atau lebih seperti potensi hasil tinggi,
umur sangat pendek (sangat genjah), dan toleran terhadap cekaman biotik dan
abiotik, adaptif dikembangkan di lahan suboptimal dan lahan terdampak perubahan
iklim akibat fenomena pemanasan global. Perakitan varietas unggul dirancang
sejak awal dengan melibatkan konsumen dan stakeholder agar sesuai preferensi
konsumen.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 11
Sumber daya genetik untuk perakitan varietas antisipatif dampak perubahan
iklim tidak selalu tersedia, maka perakitan varietas unggul tidak hanya
menggunakan pendekatan pemuliaan konvensional, tetapi juga pendekatan
biologi molekuler atau genomik untuk gen discovery dan pemanfaatan
teknologi informasi. Oleh karena itu, identifikasi sumber-sumber gen peningkatan
produktivitas, toleransi terhadap cekaman biotik/abiotik menjadi sangat penting
untuk dilakukan bersama-sama oleh litbang tanaman pangan bersama dengan
litbang bioteknologi. Penelitian dalam bentuk konsorsium ke depan dijadikan wadah
kegiatan perakitan varietas unggul dimulai dari merancang target pemuliaan. Peran
sumber daya genetik tanaman pangan menjadi sangat penting karena
keberhasilan identifikasi, karakterisasi morfologik dan genetik akan digunakan
sebagai sumber tetua unggul dalam perakitan varietas unggul baru yang
disesuaikan dengan tujuan perakitan.
Kegiatan diseminasi varietas unggul baru perlu dipercepat agar dapat
dimanfaatkan oleh petani dan stakeholder dengan system diseminasi multichannel di
antaranya melalui Model Desa Mandiri Benih, Taman Sains Pertanian (TSP),
Taman Tekno Pertanian (TTP), dan Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian
(LL-IP). Berdasarkan jargon ―Benih adalah UPBS‖, maka ke depan litbang tanaman
pangan akan lebih fokus pada peningkatan peran dan fungsi UPBS tanaman padi,
jagung, dan kedelai untuk dapat memenuhi kebutuhan benih sumber nasional
mendukung penyebaran varietas spesifik lokasi. Tingkat adopsi varietas unggul
oleh petani dalam bentuk riil di lapangan melalui kegiatan diseminasi varietas
unggul yang baru dilepas. Kinerja UPBS dicirikan oleh kemampuannya menjaga
kemurnian genetik varietas yang telah diadopsi melalui penyediaan benih sumber
(BS dan FS) inbrida dan F1 hibrida padi dan jagung yang dihasilkan dengan
terus menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001-2008. Balit lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan akan dikembangkan secara bertahap menjadi TSP dan
bersama dengan BPTP mengembangkan TTP dan LL-IP.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk aktualisasi potensi hasil varietas
unggul perlu disiapkan logistik benih sumber bermutu dan penelitian perakitan
dan atau perbaikan teknologi budi daya ramah lingkungan dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), yang disiapkan secara paralel dengan proses
perakitan varietas unggul. Perakitan dan atau perbaikan teknologi budi daya
pendukung yang meliputi teknologi pemupukan; cara tanam; pengelolaan air;
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama, penyakit, dan
gulma; panen dan pascapanen primer sejak awal lebih diarahkan untuk agro-
ekosistem lahan suboptimal dengan mempertimbangkan kondisi spesifik
lokasi dan antisipatif terhadap dinamika perubahan iklim. Integrasi teknologi budi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 12
daya pendukung dalam PTT diarahkan untuk mampu meningkatkan produktivitas
aktual dan indeks panen, serta dapat menjadi bagian dari keseluruhan model
pengembangan pertanian tanaman pangan bioindustri berkelanjutan, yakni
kemandirian pangan dan kecukupan energi.
Target Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sesuai dengan sasaran strategis, target kinerja Puslitbang Tanaman
Pangan antara lain:
1. Penciptaan varietas dan galur/klon unggul baru, adaptif dan berdaya
saing dengan memanfaatkan advanced technology dan bioscience.
2. Penciptaan teknologi dan inovasi budi daya, pascapanen, dan prototipe
alsintan berbasis bioscience dan bioenjinering dengan memanfaatkan
advanced techonology, seperti teknologi nano, bioteknologi, iradiasi,
bioinformatika, dan bioprosesing yang adaptif.
3. Penyediaan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian.
4. Penyediaan dan pendistribusian produk inovasi pertanian (benih sumber)
dan materi alih teknologi.
5. Pengembangan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dan Taman
Teknologi Pertanian (Agro Techno Park)
6. Pengembangan Model sekolah lapang (SL)-Kedaulatan Pangan mendukung
1.000 Desa Mandiri Benih.
7. Penguatan dan perluasan jejaring kerja mendukung terwujudnya lembaga
litbang pertanian yang andal dan terkemuka, serta meningkatkan HKI.
2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2015
Penyusunan rencana kinerja kegiatan penelitian diselaraskan dengan
sasaran Renstra Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019. Sejalan dengan hal
tersebut Puslitbang Tanaman Pangan setiap tahun telah menyusun Rencana
Kinerja Tahunan (RKT) 2015 yang berisi: 1) Sasaran strategis kegiatan yang akan
dilaksanakan, 2) Indikator kinerja berupa hasil yang akan dicapai secara terukur,
efektif, efisien, dan akuntabel, dan 3) Target yang akan dihasilkan.
Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan telah
dituangkan dalam RKT tahun 2015 yang disajikan pada Tabel 3.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan Puslitbang Tanaman Pangan 2015.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
16 varietas
2. Terciptanya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
17 teknologi
3. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi
231,8 ton
4. Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan
9 rekomendasi
5. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model penelitian pola pertanaman tanaman pangan semusim
1 model
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) di Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah Taman Sains Pertanian (Agro Science Park/ASP)
1 propinsi
2.3. Perjanjian Kinerja (PK) 2015
Perjanjian Kinerja 2015 ditetapkan setelah disetujui dan diterbitkannya
DIPA tahun 2015. Perjanjian kinerja ini merupakan wujud komitmen antara
Kepala Puslitbang Tanaman Pangan dengan Kepala Badan Litbang Pertanian
sebagai tolok ukur keberhasilan dan dasar evaluasi akuntabilitas kinerja
Puslitbang Tanaman Pangan pada akhir tahun anggaran.
Perjanjian kinerja tahun 2015 disajikan pada Tabel 4 setelah mengalami
revisi menyesuaikan revisi anggaran APBN.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 14
Tabel 4. Perjanjian Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2015.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
16 varietas
2. Terciptanya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
17 teknologi
3. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi
231,8 ton
4. Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan
9 rekomendasi
5. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model penelitian pola pertanaman tanaman pangan semusim
1 model
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) di Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah Taman Sains Pertanian (Agro Science Park/ASP)
1 propinsi
Indikator Kinerja Utama
Output yang dituangkan dalam IKU litbang tanaman pangan meliputi: 1)
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan, 2) Jumlah teknologi budi daya,
panen, dan pascapanen primer tanaman pangan, 3) Jumlah produksi benih
sumber padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi, 4) Jumlah
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah model
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 15
pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan
suboptimal, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP).
Dalam laporan Kinerja (LAKIN) Puslitbang Tanaman Pangan ini dilaporkan
juga perkembangan berbagai kegiatan lain, yaitu: a) Pengelolaan sumber daya
genetik tanaman pangan, b) Kegiatan diseminasi hasil penelitian tanaman
pangan, c) Laporan keuangan, dan d) Sumber daya penelitian.
Pencapaian target Indikator Kinerja Utama dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian di Puslitbang Tanaman Pangan, BBPadi, Balitkabi,
Balitsereal, dan Lolit Tungro, dengan judul perakitan varietas unggul baru,
teknologi budi daya panen dan pascapanen primer, produksi benih sumber,
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, pembangunan
pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal, dan
pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dengan rincian
sebagai berikut:
2.3.1. Penelitian pemuliaan dan perakitan varietas unggul baru
tanaman pangan, terdiri dari:
a. Perakitan varietas unggul baru padi
Perakitan varietas unggul padi dilaksanakan melalui 2 (dua) kegiatan
setingkat RPTP Penelitian ini telah melibatkan 70 orang peneliti dengan
pagu anggaran Rp. 4.349.990.000,-.
b. Perakitan varietas unggul baru aneka kacang dan ubi
Perakitan varietas unggul aneka kacang dan umbi dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Percepatan
pelepasan varietas kedelai nasional melalui konsorsium, b) Perakitan
varietas kedelai untuk hasil tinggi, toleran terhadap cekaman biotik dan
abiotik mendukung bioindustri, c) Perakitan varietas ubikayu dan ubijalar
produksi tinggi, agak tahan cekaman biotik dan toleran cekaman abiotik
mendukung bioindustri, dan d) Perakitan varietas kacang tanah dan
kacang hijau hasil tinggi, toleran cekaman biotik dan abiotik untuk
mendukung bahan baku bioindustri. Penelitian ini telah melibatkan 65
orang peneliti dengan pagu anggaran sebesar Rp.968.452.000,-.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 16
c. Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya
Perakitan varietas unggul jagung dan serealia lainnya dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Perakitan
varietas jagung hibrida berdaya saing mendukung bioindustri pertanian
berkelanjutan, b) Perakitan varietas bersari bebas mendukung ketahanan
pangan nasional untuk lahan sub optimal, c) Perakitan varietas dan
teknologi gandum tropis mendukung pertanian bioindustri berkelanjutan,
dan d) Perakitan varietas dan teknologi pengelolaan sorgum untuk
ketahanan pangan dan pertanian bioindustri pada lahan sub optimal.
Penelitian ini telah melibatkan sekitar 35 orang peneliti dengan pagu
anggaran sebesar Rp.1.866.552.000,-.
2.3.2. Perakitan teknologi budi daya, panen, dan pascpanen primer
tanaman pangan
a. Teknologi budi daya tanaman padi
Kegiatan perakitan teknologi budi daya dan panen tanaman padi
dilaksanakan oleh BBPadi di Sukamandi dengan target dihasilkannya 6
(enam) teknologi budi daya, pengendalian penyakit, dan pascapanen padi
dengan pagu anggaran sebesar Rp. 2.925.570.000,- didukung 45 orang
peneliti. Kegiatan perakitan 1 (satu) paket teknologi yang dilaksanakan
oleh Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi Selatan, dengan dukungan 5 orang
peneliti dan pagu anggaran sebesar Rp. 319.176.000,-.
b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi
Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman aneka kacang dam umbi
dilaksanakan di Balitkabi Malang melalui penelitian yaitu a) Peningkatan
produktivitas kedelai pada lahan suboptimal mendukung bioindustri, b)
Perbaikan komponen teknologi budi daya aneka kacang potensial untuk
peningkatan produktivitas dan kualitas hasil di beberapa agroekologi
mendukung bahan baku bioindustri, c) Perbaikan komponen teknologi
budidaya untuk peningkatan produktivitas tanaman ubikayu dan ubijalar
mendukung bioindustri pada berbagai agroekosistem, d) Integrasi
pengendalian hama dan penyakit utama aneka kacang dan umbi untuk
menekan kehilangan hasil dan perbaikan kualitas hasil guna mendukung
bioindustri, dan e) Identifikasi sifat fisiko-kimia dan komponen bioaktif
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 17
aneka kacang dan umbi mendukung pelepasan varietas unggul. Jumlah
pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp.1.132.642.000,-.
c. Teknologi budi daya tanaman serealia
Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman serealia dilaksanakan di
Balitsereal Maros melalui kegiatan penelitian: a) Perakitan teknologi
produksi jagung mendukung pertanian bioindustri dan peningkatan
produktivitas berkelanjutan, b) Pemanfaatan jagung ungu sebagai bahan
pangan fungsional, dan c) Manajemen upbs dan penguatan penangkar
benih jagung. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar
Rp.978.000.000,-.
2.3.3. Produksi benih sumber tanaman pangan sesuai SMM ISO 9001-
2008, terdiri dari:
a. Penyediaan benih sumber padi.
Kegiatan penyediaan benih sumber ini dilaksanakan oleh BBPadi di
Sukamandi dan Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi Selatan dengan target
diproduksinya 143,5 ton benih sumber kelas BS, FS, dan SS. Pagu
anggaran di BBPadi Rp.2.157.660.000,- untuk memproduksi 113,5 ton
benih sumber (kelas BS, FS, dan SS) dengan dukungan 30 orang peneliti,
sedangkan pagu anggaran di Lolit Tungro Rp.210.000.000,- untuk
memproduksi benih sumber kelas SS 30 ton dan didukung oleh 3 orang
peneliti. Total biaya produksi benih sumber sebesar Rp. 2.367.660.000,-
dengan dukungan 33 orang peneliti
b. Penyediaan benih sumber kacang dan umbi.
Kegiatan penyediaan benih sumber aneka kacang dan umbi dilaksanakan
di Balitkabi Malang dengan target produksi 53,5 ton kelas NS, BS, dan FS.
Pagu anggaran produksi benih sumber sebesar Rp.1.000.400.000,-.
c. Penyediaan benih sumber jagung dan serealia lain.
Kegiatan penyediaan benih sumber jagung dan serealia lainnya
dilaksanakan di Balitsereal Maros dengan target produksi benih sumber 35
ton kelas BS dan FS. Pagu anggaran produksi benih sebesar
Rp.1.349.881.000,-.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18
2.3.4. Analisis Kebijakan Pengembangan Tanaman Pangan
Target output penelitian ini, yaitu: 1) Analisis kebijakan mendukung
peningkatan produktivitas dan produksi komoditas tanaman pangan, 2)
Sintesis isu-isu strategis kebijakan tanaman pangan, 3) Kunjungan kerja
tematik dan penyusunan model percepatan pembangunan pertanian
berbasis inovasi wilayah perbatasan, dan 4) Konsorsium Pengembangan
Inovasi Pupuk Hayati Unggulan Nasional. Jumlah pagu anggaran kegiatan
penelitian ini sebesar Rp. 3.719.215.000-.
2.3.5. Model Pembangunan Pertanian Bioindustri Berbasis Tanaman
Pangan di Lahan Suboptimal
Kegiatan penelitian model pembangunan pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan di lahan suboptimal dilaksanakan di Puslitbang Tanaman
Pangan melalui kegiatan penelitian ―Model pola tanam setahun tanaman
pangan‖ dengan jumlah pagu anggaran sebesar Rp. 131.000.000,-
2.3.6. Pembangunan Taman Sains Pertanian di Sulawesi Selatan
Kegiatan Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) dilaksanakan di Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan dengan ruang lingkup
padi, jagung, hortikultura, perikanan, dan peternakan yang berorientasi kepada
pertanian terpadu, ilmiah, estetika, dan ekonomi. Pagu anggaran produksi
benih sebesar Rp. 14.000.000.000,-.
2.3.7. Pengelolaan dan Pengkayaan Sumber Daya Genetik Tanaman
Pangan
Target kegiatan ini adalah diperolehnya informasi hasil karakterisasi dan
rejuvinasi sumber daya genetik tanaman padi, jagung, kacang-kacangan,
umbi-umbian, dan serealia lainnya.
2.3.8. Diseminasi Inovasi Teknologi Tanaman Pangan
Kegiatan penunjang penelitian dan pengembangan tanaman pangan
adalah menyebarluaskan inovasi teknologi tanaman pangan. Adapun
kegiatan yang dilaksanakan antara lain: a) Publikasi hasil-hasil penelitian,
b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c) Ekspose/pameran skala
nasional dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e) Penyebarluasan
inovasi teknologi melalui internet (website).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20
III. AKUNTABILITAS KINERJA
Hasil-hasil penelitian tanaman pangan baik secara langsung maupun tidak
langsung turut memberikan kontribusi pencapaian 4 (empat) target sukses
Kementerian Pertanian, seperti meningkatnya produksi padi, jagung, dan kedelai,
serta tersebarnya benih unggul dan teknologi tanaman pangan. Inovasi yang
dihasilkan meliputi perakitan varietas unggul baru, benih sumber, dan teknologi
budi daya. Hasil-hasil penelitian disebarluaskan melalui berbagai pertemuan
ilmiah, ekspose dan gelar teknologi, serta menerbitkan publikasi ilmiah tercetak
dalam bentuk jurnal, prosiding, buletin, dan website yang telah terbangun di
seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan.
Keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan tidak terlepas dari telah
diterapkannya melalui monitoring dan evaluasi serta Sistem Pengendalian Intern
(SPI) di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Mekanisme monitoring dan evaluasi
penelitian dilakukan setiap Triwulan melalui pelaporan dari masing-masing
satker, serta setiap semester melakukan kunjungan ke Satker untuk pemeriksaan
dokumen dan peninjauan lapang. Realisasi keuangan dipantau melalui aplikasi i-
Monev berbasis web yang diupdate setiap hari Jumat oleh masing-masing satker,
serta penerapan Permenkeu No. 249 tahun 2011 setiap bulan.
3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Kinerja
Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2015 ditetapkan
berdasarkan dokumen laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker
lingkup Puslitbang Tanaman Pangan kemudian dihitung menggunakan rumus:
Capaian sasaran = Realisasi IKU dibagi Target IKU x 100%.
Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori berdasarkan skoring, yaitu:
Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%, Berhasil, jika capaian sasaran 80-
100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60-<80%, dan Kurang berhasil, jika
capaian sasaran <60%.
3.2. Pencapaian Kinerja
Capaian kinerja Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan IKU yang
ditetapkan tahun 2015 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2015.
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian kinerja
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
16 Varietas 16 VUB 100%
2. Tersedianya teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer tanaman pangan
17 Teknologi 21 Teknologi 123,53%
3 Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, serta kacang dan ubi berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
231,8 Ton 254,80 Ton 109,83%
4 Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan
9 Rekomendasi 9 Rekomendasi 100%
5 Tersedianya model pembangun-an pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
1 Model 1 Model 100%
6 Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) di Sulawesi Selatan
Jumlah Taman Sains Pertanian (Agro Science Park)
1 Provinsi 1 Provinsi 100%
Rata-rata 105,56
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22
3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Puslitbang tanaman
Pangan
Evaluasi dan analisis capaian kinerja Pulitbang Tanaman Pangan
tahun 2015 disajikan sebagai berikut:
Sasaran Strategis 1 : Terciptanya Varietas Unggul Baru Tanaman
Pangan
Kegiatan ini dapat dicapai melalui penelitian pemuliaan dan perakitan
varietas unggul baru tanaman pangan. Adapun target IKU yaitu dilepasnya 16
varietas unggul baru tanaman pangan, sedangkan capaian realisasi perakitan
VUB tanaman pangan sebanyak 16 VUB atau 100%, yaitu telah dilepas 5 varietas
unggul baru padi, 4 VUB aneka kacang dan umbi, dan 7 VUB serealia (Tabel 6).
Tabel 6. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Varietas unggul baru padi 5 5 100,00
Varietas unggul baru aneka
kacang dan umbi
4 4 100,00
Varietas unggul baru serealia 7 7 100,00
Tabel 7. Perbandingan capaian kinerja tahun 2010 – 2014 dengan 2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010-2014 2015
Varietas unggul baru
padi
Target 26 5
Realisasi 51 (196%) 5 (100%)
Varietas unggul baru
aneka kacang dan umbi
Target 24 4
Realisasi 25 (104%) 4 (100%)
Varietas unggul baru
serealia
Target 29 7
Realisasi 35 (120%) 7 (100%)
Secara umum, kinerja Puslitbang Tanaman Pangan dalam perakitan
varietas unggul baru dapat tercapai sesuai target berdasarkan Renstra yang
telah ditetapkan (Tabel 7).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23
Adapun keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari VUB yang
dilepas 2015 diuraikan sebagai berikut:
Padi
Tahun 2015 telah dilepas sebanyak 5 VUB padi yang sesuai untuk lahan
tadah hujan dan lahan kering (gogo) antara lain: 1) varietas Inpari 38 Tadah
Hujan, 2) varietas Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, 3) varietas Inpari 40 Tadah
Hujan Agritan, 4) varietas Inpari 41 Tadah Hujan Agritan, dan 5) varietas Inpago
11 Agritan.
Varietas Inpari 38 Tadah Hujan Agritan agak toleran kekeringan cocok
ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl, agak
rentan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3. Agak tahan terhadap hawar daun
bakteri strain III, rentan terhadap strain IV dan VIII. Tahan terhadap penyakit blas
ras 073, agak tahan ras 033 dan ras 133 dan rentan terhadap 173. Rentan terhadap
virus tungro, tekstur nasi pulen, dengan potensi hasil 8,16 ton/ha GKG.
Varietas Inpari 38 Tadah Hujan Agritan tahan penyakit
blas dengan potensi hasil 8,16 t/ha GKG
Varietas Inpari 39 Tadah Hujan Agritan agak toleran kekeringan, cocok
ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl, agak
rentan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3. Agak tahan terhadap hawar daun
bakteri strain III, rentan terhadap strain IV dan VIII. Tahan terhadap penyakit blas
ras 073, ras 033 dan ras 133 dan 173. Rentan terhadap virus tungro, tekstur nasi
pulen dengan potensi hasil 8,45 ton/ha GKG.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 24
Varietas Inpari 39 Tadah Hujan Agritan dengan potensi hasil 8,45 t/ha GKG
Varietas Inpari 40 Tadah Hujan Agritan agak peka terhadap kekeringan,
baik ditanam di lahan sawah tadah hujan, agak tahan terhadap HDB Ras III, IV
dan Ras VIII, tahan terhadap patogen blas Ras 073 dan agak tahan terhadap
patogen blas Ras 173, tekstur nasi sedang dengan potensi hasil 9,60 ton/ha GKG.
Varietas Inpari 40 Tadah Hujan Agritan potensi hasil 7,83 t/ha GKG.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25
Varietas Inpari 41 Tadah Hujan Agritan agak peka terhadap kekeringan,
agak rentan terhadap wereng coklat biotipe 1,2 dan 3, agak tahan terhadap
hawar daun bakteri strain III, rentan strain IV dan VIII, rentan penyakit tungro,
tahan blas ras 1333dan 073, dan agak tahan blas ras 133 dan 173 dengan
potensi hasil 7,83 t/ha GKG.
Varietas Inpari 41 Tadah Hujan Agritan potensi hasil 6,01 t/ha GKG.
Varietas padi gogo Inpago 11 Agritan berespon moderat terhadap
kekeringan pada fase vegetatif, peka keracunan Al 60 ppm, cocok ditanam di
lahan keringan dataran rendah sampai 700 m dpl, tahan blas ras 033, agak tahan
blas ras 073 dan 133, tahan HDB strain III dan agak tahan HDB strain VIII
dengan potensi hasil 6,01 ton/ha.
Varietas Inpago 11 Agritan potensi hasil 6,01 t/ha GKG.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26
Kedelai Varietas Devon 1
VUB kedelai Devon 1 merupakan hasil seleksi persilangan varietas Kawi
dengan galur IAC 100. Potensi hasil 3,09 t/ha dengan rata-rata hasil mencapai
2,75 t/ha. Sifat keunggulannya memiliki kandungan isoflavon yang lebih tinggi
dari varietas di Indonesia yang ada. Keunggulan lainnya tahan terhadap penyakit
karat daun, agak tahan hama penghisap polong, dan peka hama ulat grayak.
Keragaan kedelai varietas Devon 1 potensi hasil 3,09 t/ha, tahan karat daun
dan kandungan isoflavon tinggi.
Kedelai Varietas Dega 1
VUB kedelai Dega 1 merupakan hasil seleksi persilangan antara varietas
Grobogan dan Malabar. Potensi hasil 3,8 t/ha, dengan rata-rata hasil mencapai
2,78 t/ha. Sifat keunggulan yaitu berumur genjah, biji besar, agak tahan
terhadap penyakit karat daun, agak tahan hama penghisap polong, dan rentan
hama ulat grayak.
Kedelai varietas Dega 1 potensi hasil 3,8 t/ha, umur genjah dan biji besar.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27
Kacang Tanah Hypoma 3
Varietas unggul baru kacang tanah Hypoma 3 ini merupakan hasil seleksi
silang tunggal (Macan dengan ICGV 99029). Potensi hasil 5,9 t/ha, rata-rata hasil
4,6 t/ha, tahan penyakit karat, bercak daun dan layu bakteri.
Kacang tanah varietas Hypoma 3 dengan potensi hasil 5,9 t/ha,
tahan penyakit karat, bercak daun, dan layu bakteri.
Ubikayu Varietas Litbang UK 3
Litbang UK 3 merupakan VUB ubikayu hasil seleksi persilangan Malang 1
(tetua betina) dan MLG 10075. Potensi hasil 41,84 t/ha dengan rata-rata hasil
30,18,4 t/ha. Varietas ini agak tahan terhadap hama tungau dan agak tahan
penyakit busuk umbi.
Varietas ubikayu Litbang UK 3 dengan potensi hasil 41,84 t/ha.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28
Jagung Hibrida Varietas JH 27
Telah dilepas jagung hibrida JH 27 dengan kandungan Karbohidrat
±78,45%, kandungan protein ± 7,59%, kandungan lemak ± 4,13%. Tahan
penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia polysore), hawar
daun dataran rendah (Helminthosporium maydis), hawar daun dataran tinggi
(Bipolaris maydis), dan busuk tongkol. Beradaptasi luas di dataran rendah
sampai dengan tinggi (5-1.340 m dpl), umur 98 hari potensi hasil 12,6 t/ha.
Jagung hibrida varietas JH 27 dengan potensi 12,6 t/ha tahan bulai, biji semi
mutiara
Jagung Hibrida Varietas JH 234
Telah dilepas jagung hibrida JH 234 kandungan karbohidrat ± 78,45%,
Kandungan Protein ± 7,59%, Kandungan Lemak ± 4,13%. Tahan terhadap
penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia polysore), hawar
daun dataran rendah (Helminthosporium maydis), hawar daun dataran tinggi
(Bipolaris maydis) dan busuk tongkol. Beradaptasi luas di dataran rendah sampai
dengan tinggi (5-1.000 m dpl), umur 98 hari potensi hasil 12,6 t/ha.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29
Jagung hibrida varietas JH 234 dengan potensi 12,6 t/ha tahan bulai.
Jagung Hibrida Varietas JH 45 URI
Jagung hibrida JH 45 URI memiliki keunggulan kandungan lemak 5,06%,
protein 9,92%, dan karbohidrat 73,86%. Keunggulan lain tahan terhadap
penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia sorghi), dan
hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis). Potensi hasil tinggi,
tahan rebah akar dan batang dan beradaptasi luas di dataran rendah, umur 99
hari potensi hasil 12,6 t/ha.
Jagung Hibrida Varietas JH 36
Jagung hibrida ini merupakan hibrida silang tunggal hasil persilangan
antara galur murni Nei9008P sebagai tetua betina dengan galur murni GC14
sebagai tetua jantan (Nei9008P x GC14). Keunggulan varietas JH 36 antara lain
berumur genjah (89 HST), biji tipe mutiara, warna biji oranye, jumlah baris biji
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30
12-16, tahan rebah akar dan batang. Memiliki sifat tahan terhadap penyakit bulai
(Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia sorghi), dan hawar daun
(Helminthosporium maydis). Potensi hasil 12,2 ton/ha pipilan kering pada kadar
air 15% dengan rata-rata hasil ± 10,6 ton/ha pipilan kering pada kadar air
15%. Kandungan lemak 5,02%, protein 7,97%, dan karbohidrat 74,71%.
Jagung Bersari Bebas Pulut URI 4
Telah dilepas jagung bersari bebas Ulut URI 4, kandungan nutrisi
Amilosa ± 3,82%, Karbohidrat ± 74,29%, Lemak ± 4,52%, Protein ± 10,02%.
Adaptif pada lingkungan optimal saat Musim Hujan, dan lingkungan marjinal saat
MK, umur 88 hari potensi hasil 7,8 t/ha.
Jagung hibrida varietas JH 45 URI dengan potensi 12,6 t/ha tahan bulai dan
rebah
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31
Gandum Guri 6 Agritan
Varietas unggul baru gandum Guri 6 Agritan, kandungan protein 14,1%,
kadar abu 1,44%, Gluten 38,0%. Resisten hawar daun (Helminthosporium
sativum). Adaptif pada dataran menengah sampai tinggi dengan ketinggian ≥
600 m dpl umur 100 hari potensi hasil 3,3 ton/ha.
Varietas Gandum Guri 6 Agritan umur 100 hari potensi hasil 3,3 ton/ha.
Sorgum Suri 5 Agritan
Varietas Sorgum Suri 5 Agritan, keunggulan kadar protein 16,02%,
lemak 2,52%, karbohidrat 64,06%, tannin 0,077%, Abu 1,1, Kadar gula brix
16,0%. Tahan terhadap hama aphis, agak tahan terhadap penyakit antraknose
dan bercak daun. Beradaptasi baik pada lingkungan optimal, berpotensi untuk
pangan dan bahan baku energi umur 95 hari potensi hasil 5,7 t/ha.
Sorgum varietas Suri 5 Agritan dengan potensi hasil 5,7 t/ha.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32
Outcome dari varietas unggul baru tanaman pangan yang dilepas dapat
dilaporkan sebagai berikut:
Padi
Hasil pengujian di beberapa lokasi di 6 (enam) Propinsi yaitu Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Babel, Bali, dan NTB produksi VUB yang dilepas
lebih tinggi dari pembanding. Varietas Inpari 38 tadah Hujan Agritan
produksinya 5,71 t/ha, lebih tinggi dari INPARI 10 dan setara dengan
INPARI 13. Galur tersebut toleran terhadap kekeringan, agak tahan
penyakit blas ras 033 dan 113, serta tahan 073. Varietas Inpari 40 Tadah
hujan Agritan produksinya 5,79 t/ha, lebih tinggi daripada INPARI 10 dan
setara dengan INPARI 13. Galur tersebut juga toleran terhadap
kekeringan, rentan terhadap wereng biotipe 1, 2, dan 3; tahan terhadap
penyakit blas ras 073 dan 173, rentan terhadap ras 033 dan 133.
Petani di Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat telah mencoba
menanam varietas padi inpari. Hasilnya meningkat hingga 12,8 ton/ha, di
mana sebelumnya varietas yang ditanam petani hanya menghasilkan 5-6
ton/ha. Bupati Mamuju Suhardi Duka menyampaikan apresiasi kepada
masyarakat Kalukku atas peningkatan hasil panen padi yang luar biasa ini.
Suhardi berjanji akan terus mamfasilitasi dan memudahkan petani untuk
mendapatkan benih padi varietas Inpari dan varietas lain untuk
menggenjot hasil produksi mereka menjadi lebih baik.
Jagung
Hasil penelitian pada musim hujan (MH) di KP Maros (Sulsel) jagung
varietas Pulut URI 4 produksinya mencapai 6,92 t/ha, sedangkan di
Lombok Timur (NTB) produksinya mencapai 6,80 t/ha pipilan kering pada
kadar air 15%. Produksi varietas Pulut URI4 lebih tinggi daripada varietas
Pulut URI 1 sebagai pembanding hanya 4,75 t/ha. Sedangkan hasil
penelitian pada MK di KP Maros (Sulsel) varietas Pulut URI 4 produksinya
mencapai 7,07 t/ha, sedangkan di Lombok Timur (NTB) produksinya
mencapai 7,14 t/ha pipilan kering pada kadar air 15% mencapai 6,01 t/ha.
Pada tanggal 30 Desember 2015 lalu, Bupati Bantaeng (Sulsel), Pangdam
VII Wirabuana, dan Badan Litbang Pertanian panen raya jagung hibrida
unggul Bima 16, Bima 19, dan Bima 20 di Kabupaten Bantaeng. Varietas
unggul jagung hibrida tersebut hasil rakitan Badan Litbang Pertanian
mampu berproduksi rata-rata 8-9 t/ha dan sesuai untuk lahan suboptimal.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 33
Bupati Bantaeng, Pangdam Wirabuana, dan Sekretaris Badan Litbang
Pertanian panen jagung di Kab. Bantaeng, Sulsel.
Bupati Bantaeng Prof. Nurdin Abdullah mengatakan bahwa petani dan
pemerintah daerah ingin menjadikan Kabupaten Bantaeng sebagai pionir
penghasil benih jagung hibrida Bima 19 dan Bima 20 URI yang memasok
provinsi tersebut dan Indonesia bahkan ekspor. Bantaeng telah berhasil
tanam Bima 19 dan 20 dengan hasil 10,56 ton/ha dimana sebelumnya
petani menggunakan varietas lain rata-rata hanya 5 ton/ha. Pangdam VII
Wirabuana Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti, mengatakan bahwa
Pangdam berkomitmen siap menerjunkan prajurit TNI bila di lapangan
masih perlu bantuan guna mendukung swasembada jagung.
Kedelai
Panen raya kedelai tanggal 7 November 2015 lalu di Desa Tapanrejo,
Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dilakukan oleh
Kepala Puslitbang Tanaman Pangan. Varietas kedelai yang ditanam antara
lain Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo, Dena 1, Grobogan, Dering 1,
Devon 1, Dega 1 GH 8, dan GH 10, di lokasi ini mampu menghasilkan rata-
rata 3,0 t/ha biji. Bahkan, varietas Dena 1 menghasilkan 3,55 t/ha biji.
10 varietas unggul kedelai Balitbangtan ditanam di Madagaskar. Pusat
Kerja Sama Luar Negeri menyelenggarakan workshop internasional
"Sustainable Development of Soybean Production and Agribusiness System
in Madagaskar", 17 Juni 2015 di Anosy-Antananarivo, Madagaskar. Menteri
Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Madagaskar mengemukakan
pentingnya proyek percontohan kedelai karena kedelai menduduki peran
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 34
penting dalam hal ketahanan pangan dan nutrisi di Madagaskar.
Pembicara utama dari Indonesia diwakili oleh peneliti Balitkabi Prof. Dr.
Sudaryono dan Dr. Heru Kuswantoro yang masing-masing menyampaikan
materi berjudul ‖Technology for Soybean Cultural Practices to Support
Developing Soybean Production System in Madagascar‖, dan ―Improving
High Yielding Variety to Support Soybean Production System in
Madagascar‖. Dalam kesempatan ini juga dilakukan penyerahan benih
kedelai dari 10 varietas Indonesia antara lain varietas Wilis, Burangrang,
Panderman, Argomulyo, Anjasmoro, Grobogan, Dering 1, Detam 2, dan
Demas 1 hasil penanaman di Region Antsirabe kepada Menteri Pertanian
dan Pembangunan Pedesaan Madagaskar.
Dr. Made Jana Mejaya (Kepala Puslitbang Tanaman Pangan) panen
raya kedelai di Banyuwangi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 35
Sasaran Strategis 2 : Tersedianya Teknologi Budi Daya, Panen, dan
Pascapanen Primer Tanaman Pangan
Untuk mencapai sasaran tersebut diukur melalui pencapaian indikator
kinerja utama dengan target yang telah ditetapkan dalam PK 2015, yaitu
dihasilkannya 17 paket teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer
tanaman pangan dalam rangka mendukung upaya peningkatan produksi dan
produktivitas tanaman pangan. Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan
dalam tahun 2015 telah tercapai seluruhnya dengan rata-rata 124,17%.
Perakitan teknologi budi daya panen tanaman pangan pada tahun 2015 telah
dirakit sebanyak 21 paket (realisasi 124,17%) dari target dalam PK 17 paket
teknologi (Tabel 8).
Tabel 8. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Teknologi budi daya padi 8 9 112,50
Teknologi budi daya aneka kacang
dan ubi
5 8 160,00
Teknologi budi daya tanaman
serealia
4 4 100,00
Secara umum paket teknologi yang dihasilkan pada awal renstra 2015-
2019 dapat terpenuhi target seperti pada Renstra 2010-2014. Jumlah teknologi
yang dihasilkan bergantung pada sifat teknologi dan lama/waktu penelitian yang
diperlukan (Tabel 9).
Tabel 9. Perbandingan capaian kinerja tahun 2010 - 2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010-2014 2015
Teknologi budi daya padi Target 24 9
Realisasi 28 (117%) 9 (100%)
Teknologi budi daya aneka
kacang dan ubi
Target 25 8
Realisasi 33 (132%) 8 (160%)
Teknologi budi daya
tanaman serealia
Target 22 4
Realisasi 24 (109%) 4 (100%)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 36
Keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari perakitan teknologi
budi daya dan panen tanaman pangan diuraikan sebagai berikut:
1. Teknologi Peningkatan Produksi Padi Berbasis Tata Kelola Lahan
dan Tanaman yang Ramah Lingkungan Dengan Input Produksi
(Pupuk) yang Optimal (PHSL)
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tata kelola
input (pemupukan) telah mengalami perubahan pesat dan ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian. Rekomendasi pemupukan yang semula bersifat
umum, secara bertahap berubah menjadi spesifik lokasi, musim tanam, varietas,
dan target hasil yang ingin dicapai. Pemupukan atau pengelolaan hara spesifik
lokasi (PHSL) memberi peluang bagi peningkatan hasil gabah per unit pemberian
pupuk, menekan kehilangan pupuk, dan meningkatkan efisiensi pemupukan serta
berorientasi menjaga kelestarian atau ramah terhadap lingkungan.
PHSL adalah pendekatan dalam menetapkan jenis dan dosis pupuk
berdasarkan status kesuburan tanah dan kebutuhan hara tanaman. Jumlah
pupuk yang diberikan bersifat komplementer memenuhi kekurangan hara yang
dibutuhkan tanaman dari yang tersedia dalam tanah untuk menjaga
keseimbangan hara. Apabila pertumbuhan tanaman hanya ditentukan oleh pasokan
hara, maka keseimbangan hara optimal tercapai pada saat tanaman dapat menyerap
14,7 kg N; 2,6 kg P, dan 14,5 kg K untuk menghasilkan setiap ton gabah. Angka-angka
ini kemudian dipakai sebagai dasar penghitungan kebutuhan pupuk pada tanaman padi.
Target produksi yang ditetapkan PHSL memperhatikan potensi hasil
varietas yang digunakan. Sebagai acuan penetapan target hasil berlandaskan
batas atas 80% dari potensi hasil menurut deskripsi varietas yang digunakan.
Penetapan rekomedasi pupuk berdasarkan pendekatan PHSL membutuhkan alat
bantu (perangkat uji) untuk masing-masing jenis hara tanaman. Penetapan
kebutuhan hara N didasarkan pada kandungan khlorofil daun.
Penetapan kebutuhan N berdasarkan BWD (kiri) dan SPAD meter (kanan)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 37
Ambang kritis penetapan aplikasi pupuk N berada pada skala 4 bagan
warna daun (BWD) atau angka 35 pada SPAD meter, setara 1,4-1,5 g N/m2 luas
daun. Pemupukan berdasarkan BWD dapat menghemat kebutuhan pupuk N
sebesar 10-15% dan menekan biaya pemupukan 15-20% dari takaran yang
berlaku umum tanpa menurunkan hasil.
Tingkat hasil panen dari berbagai perlakuan pemupukan NPK dapat
digunakan sebagai dasar penetapan rekomendasi pemupukan in situ dikenal
minus satu unsur atau teknik Petak Omisi. Rekomendasi pupuk disesuaikan
dengan tabel petak omisi (Tabel 10).
Tabel 10. Rekomendasi pupuk berdasarkan petak omisi
Target
Hasil (t/ha) 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
Hasil Plot
tanpa P
(t/ha)
Dosis SP 36 (kg/ha)
Hasil Plot
tanpa K
(t/ha)
Dosis KCl (kg/ha)
3 50 100 150 3 75 125 175
4 40 60 100 150 4 50 100 150 200
5 50 70 100 150 5 75 125 175 225
6 60 80 125 6 100 150 200
7 70 100 7 125 175
8 80 8 150
Penggunaan larutan HCl 25% untuk penetapan kandungan P dan K tanah
berkorelasi dengan hasil panen padi. Berdasarkan klasifikasi P dan K tanah dibuat
peta status hara tanah, sehingga diketahui sebaran dan luas lahan dengan status
hara rendah, sedang, dan tinggi. Peta status hara tanah skala 1:250.000 dapat
digunakan sebagai dasar dalam alokasi pupuk tingkat provinsi, sedangkan peta
status hara tanah skala 1:50.000 dipakai sebagai dasar penyusunan rekomendasi
pemupukan tingkat kecamatan. Penetapan kebutuhan pupuk P dan K juga dapat
berdasarkan hasil uji Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS).
Dengan database yang diperoleh berdasarkan alat-alat bantu pemupukan
tersebut, kebutuhan pupuk tanaman padi juga dapat dihitung menggunakan
perangkat lunak berbasis IT, seperti HP (hand phone) atau dapat diakses melalui
website.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 38
Alat PUTS (kiri); Info pemupukan berbasis IT (kanan)
Perangkat lunak PHSL bisa diakses melalui http://webapps.irri.org/nm/id/phsl
atau http://webapps.irri.org/id/lkp untuk Layanan Konsultasi Padi (LKP). Teknologi ini
ditujukan untuk penyuluh pertanian dan teknisi BPTP yang telah memiliki fasilitas
komputer dan internet. Penyuluh menggunakan kuesioner yang berisikan 16
pertanyaan untuk PHSL dan 20 pertanyaan untuk LKP. Pada perangkat lunak LKP
telah diberi muatan bagaimana mensiasati agar tanaman tehindar dari gangguan OPT
selain juga menentukan dosis pupuk yang sesuai. Rekomendasi dari teknologi
berbasis web ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan RDKK, yaitu jumlah
kebutuhan pupuk masing-masing petani sesuai kepemilikan lahan dan musim tanam.
Penerapan PHSL sebagai salah satu komponen utama PTT dalam P2BN
dilaporkan sebagai pemacu laju dinamika produksi padi sehingga Indonesia
berhasil mencapai swasembada beras untuk kedua kalinya pada tahun 1998.
Pemberian pupuk N berdasarkan BWD telah diterapkan di 28 kabupaten
percontohan penerapan PTT tahun 2002 dan 2003. Dari 20 kabupaten contoh, 13
di antaranya menggunakan urea lebih rendah daripada takaran rekomendasi 250
kg/ha atau kebiasaan petani. Penggunaan pupuk SP36 dan KCl juga dapat
dihemat masing-masing hingga 50 kg/ha. Hal ini akan mengurangi biaya
produksi dan pupuk yang dihemat dapat dimanfaatkan untuk daerah lain. Hasil
verifikasi software PHSL yang diakses melalui internet dan HP di dua kabupaten
di Jawa Barat dan tiga kabupaten di DIY menunjukkan bahwa: (1) validitas
software untuk penentuan dosis pupuk cukup baik, (2) efisiensi agronomi
mencapai >10 kg gabah/kg pupuk N yang digunakan, dan (3) variasi capaian
hasil dan efisiensi N tersebut diakibatkan oleh perbedaan teknik budi daya
petani, bukan oleh faktor pengelolaan pupuk.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 39
Tanam jajar legowo (kiri); Perbandingan hasil tegel dan legowo (kanan)
Penerapan PHSL pada sistem tanam jajar legowo di Kecamatan Bajeng
dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memberikan hasil 8,50 t/ha, lebih tinggi
dibanding sistem tegel 6,36 t/ha. Penerimaan usahatani padi dari jajar legowo
mencapai >Rp 2 juta/ha/musim, sedangkan sistem tanam tegel Rp 1,2 juta.
Jumlah anakan/rumpun dan jumlah malai/rumpun adalah komponen yang
mendukung peningkatan hasil gabah. PHSL pada pertanaman padi dengan jajar
legowo memberikan hasil 16% lebih tinggi dibandingkan dengan cara tanam
kebiasaan petani. Validasi lapang penerapan PHSL telah dilakukan di 10 provinsi
(Sumut, Sumsel, Riau, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel, Sultra, dan Kalbar).
Penghematan penggunaan pupuk di Jawa berturut-turut 52% pupuk N (urea), 41%
pupuk P dan 28% pupuk K, sedangkan di luar Jawa 24% pupuk N dan 21% pupuk P.
Peningkatan hasil padi pada 10 provinsi tersebut berkisar antara 0,3-0,5 t/ha dengan
peningkatan pendapatan petani Rp 1,0-1,5 juta/ha/musim.
Melalui PHSL efisiensi recovery (perbandingan jumlah hara asal pupuk
yang diserap tanaman dengan jumlah hara pupuk yang diberikan) dan efisiensi
agronomi (perbandingan kenaikan hasil panen dengan jumlah pupuk yang
digunakan) masing-masing mencapai 15-30 kg gabah dan 0,5-0,8 kg serapan N
dari setiap kg pupuk N yang diberikan. Ketidaktepatan pemupukan tanaman
rebah dan diskolorasi warna gabah sehingga menimbulkan susut hasil lebih besar
dan menurunkan mutu fisiko kimia beras. Pemberian hara dalam jumlah yang
tepat dan berimbang dapat meningkatkan jumlah gabah bernas, mengurangi
beras patah, dan bulir yang dihasilkan lebih seragam. Pemberian pupuk N yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman yang disertai dengan pupuk K dalam jumlah
yang cukup dapat menghindarkan tanaman dari gangguan OPT dan tidak mudah
0
2
4
6
8
10
Tegel Legowo
Hasil ( t/ha)
Kebiasaan P etani PH SL
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 40
rebah. Gabah tanaman padi yang diberi cukup pupuk K tidak mudah rontok,
warna lebih bening, dan rendemen beras tinggi.
Pemilihan varietas padi yang rendah emisi GRK seperti Ciherang, Way
Apoburu, Cisantana, dan Tukad Balian disertai pemupukan berdasarkan PHSL
dapat menekan emisi GRK dari lahan sawah sekitar 16%. Peningkatan biomass
akar dan jumlah anakan akibat pemberian pupuk N yang berlebih dapat
meningkatkan emisi GRK melalui tanaman.
Sumber hara yang juga berfungsi sebagai bahan amelioran rendah emisi GRK
adalah pupuk hijau dari tanaman Gliricidea sapium (gamal), Leucaena leucocephala
(lamtoro), Calliandra calothyrsus (kaliandra), dan Sesbania sesban (turi) maupun
pupuk kandang dari kotoran ternak ruminansia pemakan jerami terfermentasi.
Pemilihan varietas dan bahan amelioran tersebut merupakan salah satu strategi
dalam mengurangi pencemaran lingkungan melalui penerapan inovasi PHSL.
2. Peningkatan Produktivitas Tanaman Padi Melalui Perbaikan Sistem
Tanam
Sistem tanam jajar legowo atau disingkat jarwo/legowo adalah pola
bertanam berselang-seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris
kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, berasal dari kata ‖lego‖ berarti
luas dan ‖dowo‖ berarti memanjang. Arah barisan tanaman terluar memberikan
ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi.
Sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan
sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu, upaya pemeliharaan
seperti penyiangan gulma pengendalian hama dan penyakit serta pemupukan
dapat dilakukan dengan lebih mudah. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris
kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila
terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara
jika empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya.
Legowo 2:1
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 41
Legowo 4:1
Sistem jajar legowo adalah suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan
populasi tanaman lebih dari 160.000 per hektar. Penerapan jajar legowo selain
meningkatkan populasi pertanaman, juga mampu dapat berfotosintesa lebih baik.
Penerapan sistem tanam legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25 x 25)
cm antar-rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai
jarak antar-barisan/lorong atau ditulis (25 x 12,5 x 50) cm.
Hindarkan penggunaan jarak tanam yang sangat rapat, misalnya (20 x 10
x40) cm atau lebih rapat lagi, karena akan menyebabkan jarak dalam baris sangat
sempit. Sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per
ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31%
dibanding pola tanam tegel (25 x 25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha. Dengan
pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman sisipan.
Populasi tanaman merupakan salah satu faktor penentu hasil yang dapat
dicapai ketika panen padi. Penampilan varietas padi pada kondisi jarak tanam
lebar dengan cukup hara dan air dapat dianggap sebagai ―ekspresi genetik suatu
varietas‖, sedangkan pada kondisi jarak tanam sempit merupakan ekspresi
genetik x lingkungan x pengelolaan. Dengan demikian populasi optimal dapat
diperoleh melalui pengaturan sistem penanaman dan jarak tanam.
Alat tanam diperlukan untuk mengatasi kesulitan dan kelangkaan tenaga
kerja tanam. Drum seeder adalah jenis alat tanam yang diisi benih siap sebar
sekitar 40 kg/ha yang dalam operasionalnya membutuhkan tenaga kerja 5 HOK.
Benih direndam dan diperam masing-masing selama 24 dan 48 jam sebelum
dimasukkan alat.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 42
Drum seeder
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 43
Jika menggunakan bibit, tanam dapat dilakukan baik secara manual
maupun dengan bantuan mesin tanam. Caplak dibutuhkan untuk membuat alur
barisan memanjang dan membujur sesuai dengan jarak tanam yang ditentukan.
Dibutukan sekitar 26 HOK tenaga tanam secara manual dan 3 HOK jika
menggunakan mesin transplanter (1 operator 2 pengangkut bibit).
Alat tanam manual (Caplak) (Atas), dan Mesin Transplanter (Bawah)
Dalam menentukan produksi padi per satuan luas diperlukan teknik ubinan
yang representatif. Ubinan perlu memenuhi syarat luas minimum, namun
demikian tidak selalu konsisten memuat rumpun per ubinan bilamana jarak
tanam berbeda. Berikut beberapa tahapan dalam melakukan ubinan pada sistem
tanam legowo:
1. Tentukan luas ubinan (minimal 10 m2), batas ubinan ditempatkan pada
pertengahan jarak antar tanam. Pada sistem tanam Legowo 2:1
(25x12,5x50) cm ada 3 alternatif yang dapat dilakukan, yaitu:
2. Tandai luasan yang akan di ubin dengan ajir.
3. Panen dengan cara dirontok atau dapat di iles maupun dengan
menggunakan thresher. Berikutnya bersihkan gabah dari kotoran.
4. Lakukan pengubinan dengan minimal 2 atau 3 kali pengulangan.
5. Timbang gabah dan ukur kadar air. Konversi hasil keluasan ha pada k.a 14%
(GKG).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 44
Tanam Legowo 2:1 dengan jarak tanam (25 x 12,5 x 50) cm mampu
meningkatkan hasil padi antara 9,63-15,44% dibanding tanam tegel. Jumlah
anakan per rumpun dan jumlah malai/rumpun adalah komponen yang
mendukung peningkatan hasil tersebut.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 45
Pertanaman sistem legowo serangan penyakit leaf smut, sheath blight, dan
hawar daun bakteri lebih rendah karena kondisi iklim mikro di bawah kanopi
kurang mendukung perkembangan patogen. Wereng hijau kurang aktif
berpindah antar-rumpun sehingga penyebaran penyakit tungro terbatas. Tanam
jajar legowo mengakibatkan habitat kurang disukai tikus, karena serangan lebih
banyak yang berada di tengah petakan. Sistem tanaman berbaris ini memberi
kemudahan petani dalam mengelola usahataninya seperti pemupukan susulan,
penyiangan, dan pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit.
3. Teknologi Tata Kelola Air Mikro Spesifik di Lahan Rawa
Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan budi daya pertanian di
lahan rawa pasang surut. Penyiapan lahan di sawah pasang surut berbeda
dengan lahan sawah irigasi. Kendala usahatani padi di lahan pasang surut lebih
beragam, sehingga penyiapan lahan memerlukan teknologi yang relatif berbeda.
Penyiapan lahan dapat menerapkan teknologi tanpa olah tanah (TOT) dan
traktor. Peningkatan produktivitas padi rawa diperlukan pengelolaan lahan
dengan memperhatikan pengelolaan hara secara terpadu berdasarkan
pemupukan berimbang dan perbaikan tanah dalam jangka panjang.
Pemanfaatan gerakan pasang dan surut untuk irigasi dan drainase dikenal petani
seiring dibukanya rawa oleh petani dengan membuat saluran masuk menjorok
dari pinggir sungai ke arah pedalaman yang disebut parit kongsi. Sistem
pengairan dan pengatusan yang diterapkan petani memanfaatkan hanya satu
saluran handil (tersier) untuk masuk dan keluarnya air disebut aliran dua arah
(two follow system).
Komponen teknologi yang diintroduksikan dalam pengembangan
usahatani padi pasang surut, dalam pelaksanaannya tidak semua komponen
teknologi dapat diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki masalah
spesifik. Ada enam komponen teknologi yang dapat diterapkan bersamaan
(compulsory technology) sebagai penciri pendekatan melalui PTT, yaitu: 1)
varietas unggul baru yang sesuai di lokasi setempat; 2) benih bermutu; 3) tata
air mikro, 4) jumlah bibit 1-3 bibit per lubang dengan sistem tegel 25 cm x 25
cm, atau sistem legowo 2:1, atau 4:1, atau dengan sistem tabela, 5) pemberian
urea granul/tablet dosis 200 kg/ha, pemupukan P dan K berdasarkan status hara
tanah (PUTR). Ameliorase lahan dengan 1-2 t/ha kapur pertanian, dan 6) PHT.
Tata kelola air di lahan rawa pasang surut merupakan upaya untuk
memperbaiki kualitas air yang masuk ke saluran tersier atau petakan sawah
tergantung pada kualitas air pada saluran sekunder. Pada pola aliran satu arah
(one follow system), yaitu dengan menentukan secara terpisah antara saluran
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 46
masuk dan keluar dengan memasang pintu air (flapgate) pada masing-masing
muara saluran sehingga terjadi aliran searah diperoleh hasil padi yang lebih
tinggi dibanding dengan aliran dua arah. Pada dasarnya pengaruh tata air pada
skala mikro dipengaruhi oleh kondisi pengaturan air pada skala makro.
Pengelolaaan dan penerapan teknologi yang tepat, lahan rawa dengan
tingkat kesuburan rendah dapat menjadi lahan pertanian produktif. Tingkat
produktivitas tanah di lahan rawa umumnya rendah, hal ini disebabkan oleh
tingginya kemasaman tanah (pH rendah), kelarutan Fe, Al, dan Mn, serta
rendahnya ketersediaan P dan K serta kejenuhan basa yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Takaran bahan amelioran secara tepat selain bergantung
kepada kondisi lahan terutama pH tanah dan kandungan Al, Fe, SO4, dan H+,
serta jenis tanaman. Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam budi
daya pertanian di lahan rawa pasang surut. Genangan air di lahan rawa
berfluktuasi dan sulit diprediksi baik tata air makro maupun mikronya belum
dapat dikendalikan
Pengelolaan tata air mikro merupakan faktor penting untuk memperbaiki
kondisi tanah dan meningkatkan produktivitas lahan rawa. Hasil penelitian pola
aliran satu arah (one follow system) dengan menentukan secara terpisah antara
saluran masuk dan keluar diperoleh hasil padi lebih tinggi dibandingkan dengan
aliran dua arah. Teknologi tata air mikro padi rawa pasang surut yang sinergis
dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi di lahan rawa pasang surut.
Tata Air Mikro (TAM) dengan parit keliling ditambah dengan parit kamalir
dapat meningkatkan hasil padi rawa.
Tata air mikro di lahan rawa pasang surut
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 47
4. Pengendalian Penyakit Blas di Lahan Rawa Lebak
Penyakit blas disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea, berkembang di
pertanaman padi gogo dan padi sawah termasuk di sawah rawa lebak. Jamur P.
grisea dapat menginfeksi pada semua fase pertumbuhan tanaman padi mulai
dari persemaian sampai menjelang panen. Pada fase pertumbuhan vegetatif P.
grisea menginfeksi bagian daun dan menimbulkan gejala penyakit berupa bercak
coklat berbentuk belah ketupat yang disebut blas daun, pada fase pertumbuhan
generatif penyakit blas berkembang pada tangkai malai disebut blas leher.
Tanaman padi terinfeksi penyakit blas daun (A) dan blas leher malai (B)
Bila lingkungan kondusif, blas daun dapat berkembang parah dan
menyebabkan kematian tanaman. Penyakit blas leher dapat menurunkan hasil
secara nyata karena menyebabkan leher malai busuk atau patah sehingga
pengisian gabah terganggu dan banyak terbentuk bulir padi hampa.
Perkembangan blas leher yang parah infeksinya mencapai bagian bulir sehingga
patogennya dapat terbawa gabah sebagai patogen tular benih (seed borne).
Penyakit blas di daerah endemis sering menyebabkan tanaman padi menjadi
puso, seperti yang terjadi di Propinsi Lampung dan Sumatera Selatan.
Di lahan rawa sekitar persawahan umumnya banyak ditumbuhi semak,
gulma dan rerumputan yang menjadi inang alternatif patogen blas, kondisi ini
membuktikan bahwa sumber inokulum selalu tersedia di sekitar persawahan
lahan rawa. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah pengadaan benih dari daerah
setempat, karena keterbatasan benih yang bermutu kebanyakan petani selalu
menanam varietas padi yang sama terus menerus. Benih yang telah
terkontaminasi oleh spora Pyricularia grisea menjadi salah satu pemicu
perkembangan penyakit blas.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 48
Dinamika populasi spora udara dan perkembangan penyakit blas selama
satu musim di pertanaman padi petani lahan rawa lebak disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan populasi spora dan penyakit blas di lahan petani rawa
lebak Sumatera Selatan
Stadium Pertumbuhan Tanaman padi
Tangkapan spora
Keberadaan (%)
Blas Daun Blas Leher
Sebelum Tanam 2,8 - -
Anakan maksimum 4,2 0,7 -
Primordia 12,4 15,1 -
Berbunga 22,0 20,3 1,8
Pengisian 30,1 29,7 15,6
Masak Susu 46,5 40,7 39,3
Menjelang panen 35,8 42,9 50,7
Spora jamur P. grisea dapat ditangkap saat sebelum ada tanaman padi,
hal ini membuktikan bahwa terdapat tanaman inang penyakit blas selain padi.
Seiring dengan pertumbuhan tanaman padi, populasi spora blas di udara
semakin banyak. Populasi spora terdeteksi meningkat tajam antara fase tanaman
padi anakan maksimum dan primordia serta antara fase pengisian dan masak
susu. Kondisi seperti ini dapat digunakan untuk menyusun strategi pengendalian
penyakit blas dengan penyemprotan fungisida.
Pengendalian penyakit blas mempunyai peluang keberhasilan tinggi bila
waktu aplikasi dengan fungisida didasarkan pada fase kritis tanaman padi atau
disesuaikan dengan saat populasi spora di udara tinggi. Populasi spora di udara
berkaitan erat dengan perkembangan penyakit di pertanaman.
Pengendalian penyakit blas dapat lebih efektif bila waktu aplikasi fungisida
disesuaikan dengan saat kondisi populasi inokulum awal (tangkapan spora)
tinggi. Waktu aplikasi fungisida pada umur tanaman yang bertepatan dengan
stadium kritis karena populasi spora tinggi (Tabel 12).
Pertanaman yang tidak disemprot fungisida terkena gangguan penyakit
blas dengan kategori parah seperti pada petak kontrol. Hal ini mengindikasikan
bahwa lahan sawah tempat pengujian kondisi lingkungannya sesuai untuk
perkembangan penyakit blas. Perlakuan fungisida pada fase tanaman padi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 49
vegetatif bertujuan untuk menekan perkembangan penyakit blas daun,
sedangkan aplikasi fungisida pada fase tanaman padi generatif dapat untuk
menekan penyakit blas daun dan blas leher.
Tabel 12. Waktu aplikasi fungisida untuk pengendalian penyakit blas
Waktu Aplikasi (HST)1) Keberadaan (%)
Blas Daun Blas Leher
Kontrol2) 45 56
35 43 54
55 35 50
75 33 40
35, 55 30 44
55, 75 21 30
35, 55, 75 15 18 1) HST = hari setelah tanam 2) Kontrol = tidak disemprot dengan fungisida
Penyemprotan fungisida sebanyak 1 kali baik pada umur tanaman 35, 55,
maupun 75 HST saja, terbukti kurang mampu menekan perkembangan penyakit
blas daun maupun blas leher. Penyemprotan sebanyak 2 kali pada 35 dan 55
HST dapat menekan keberadaan penyakit blas daun sebesar 33,3% serta
menekan blas leher 21,42%. Bila penyemprotan 2 kali dilakukan pada 55 dan 75
HST dapat menekan blas daun sebesar 53,3% dan menekan blas leher 46,4%.
Perkembangan penyakit blas seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada fase
generatif, blas berkembang makin pesat, hal ini didukung ketersediaan jaringan
tanaman segar yang makin banyak dan kondisi lingkungan fisik (suhu dan
kelembaban) sekitar tanaman yang cocok. Penyemprotan fungisida 2 kali pada
fase generatif berpengaruh lebih efektif menekan penyakit blas.
Peningkatan efektifitas pengendalian penyakit blas dapat dilakukan
dengan menambahkan frekuensi penyemprotan, terutama pada saat tekanan
penyakit tinggi di lapangan. Di daerah endemis seperti di lahan rawa lebak
Sumatera Selatan, tekanan penyakit blas umumnya selalu tinggi. Aplikasi
fungisida sebanyak 3 kali yaitu umur 35 HST (fase anakan maksimum/vegetatif),
55 dan 75 HST (fase bunting-pengisian/ generatif), lebih efektif melindungi
tanaman dari gangguan penyakit blas.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 50
Teknik pengendalian seperti tersebut dapat dikombinasikan dengan teknik
pengendalian penyakit blas cara lain. Penggunaan varietas tahan merupakan
cara pengendalian yang murah dan mudah diterapkan oleh petani. Varietas
tahan mampu menekan penyakit blas melalui pengurangan inokulum awal dan
laju perkembangan penyakitnya. Pengurangan inokulum awal dapat terjadi
karena salah satu mekanisme ketahanan melalui penekanan perkecambahan
spora yang menempel di tanaman. Laju perkembangan penyakit dapat
terhambat bila patogen gagal menginfeksi tanaman inang. Hasil pengamatan di
lapang bahwa varietas yang diuji menunjukkan respon perkembangan penyakit
blas yang berbeda (Tabel 13). Penggunaan varietas tahan dapat menekan
tingkat kerusakan tanaman dan kehilangan hasil. Varietas tahan yang terkena
gangguan penyakit blas leher masih mampu menghasilkan gabah yang bernas.
Tabel 13. Respon varietas uji terhadap keberadaan penyakit blas
No Varietas Uji
Keberadaan penyakit (%)
Blas Daun Blas Leher
1 Inpara 3*) 20 17,5
2 Inpara 6 27 22
3 IR42 (kontrol) 43 55
Gangguan blas leher pada varietas tahan
Anjuran pengendalian penyakit blas di lahan rawa lebak, yaitu:
1. Sanitasi lingkungan sawah, menjaga kebersihan dari gulma yang mungkin
menjadi inang alternatif dan membersihkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi,
karena patogen dapat bertahan pada inang alternatif dan sisa tanaman.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 51
2. Penggunaan varietas tahan.
3. Penggunaan benih sehat.
4. Penyemprotan fungisida. Bila penyemprotan 2 kali dianjurkan pada 55 dan 75
HST, dan bila 3 kali dianjurkan pada 35, 55, dan 75 HST.
Tabel 14. Bahan aktif fungisida anjuran untuk pengendalian penyakit blas
Bahan Aktif Fungisida Dosis/aplikasi Volume Semprot/ha
Isoprotiolan 1 lt 400-500 lt
Trisiklazole 1 lt / kg 400-500 lt
Kasugamycin 1 kg 400-500 lt
Thiophanate methyl 1 kg 400-500 lt
5. Pengendalian Gulma Padi Gogo di bawah Tegakan Tanaman
Perkebunan/Hutan Tanaman Industri Muda
Gulma telah menjadi persoalan serius dan harus segera dikendalikan
terutama pada usahatani tanaman pangan di lahan kering seperti padi gogo.
Jenis dan macam gulma sangat beragam bahkan saat tumbuh mempunyai
kemiripan satu dengan yang lainnya walaupun berbeda spesiesnya. Oleh karena
itu diperlukan pengetahuan praktis tentang cara-cara mengelola persoalan gulma
yang tumbuh tanpa dikehendaki dan bagaimana cara mengatasinya.
Persaingan dengan gulma dapat berupa kompetisi mendapatkan cahaya,
air dan hara. Bila pertumbuhan gulma padat, tanaman padi gogo akan menderita
karena kalah bersaing dalam mendapatkan air dan hara. Pertumbuhan gulma
pada kodisi basah-kering (lembab) seperti pada kondisi padi gogo di lahan kering
yang basah kering karena hujan, maka pertumbuhan gulma akan lebih cepat dan
lebih banyak. Sedangkan pada pertanaman padi sawah, dengan penggenangan
akan membatasi pertumbuhan biji gulma dan bibit padi yang ditanam
pertumbuhannya juga akan lebih cepat dibanding pertumbuhan gulma.
Beberapa spesies gulma yang teridentifikasi pada penyiangan umur 35
HSTb dan 70 HSTb antara lain dari golongan gulma berdaun lebar, golongan
gulma rumput, dan dari golongan teki disajikan pada Tabel 15.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 52
Tabel 15. Beberapa spesies gulma yang sering dijumpai menginfestasi
pertanaman padi gogo.
Umur padi 36 HSTb
Daun Lebar Rumput Teki
Monochoria vaginalis Leptochloa chinensis Cyperus difformis
Borreria laevis Digitaria ciliaris Cyperus halpan
Sphenoclea zeylanica Cynodon dactylon Scirpus juncoides
Borreria ocymoides Dactyloctenium aegyptium Fimbristylis dichotoma
Alternanthera sessilis Panicum repens Cyperus iria
- Paspalum distichum -
Umur padi 70 HSTb
Borreria laevis Leptochloa chinensis Cyperus difformis
Sphenoclea zeylanica Digitaria ciliaris Fimbristylis dichotoma
Borreria ocymoides Cynodon dactylon Cyperus iria
Alternanthera sessilis Panicum repens Cyperus rotundus
- Paspalum distichum -
- Dactyloctenium aegyptium -
A. Sessilis C. Dactylon C. Difformis
Gulma golongan daun lebar, rumput dan teki
Pada pertanaman hutan tanaman industri (HTI) jati unggul, jarak tanam
antar-baris 6 m dan didalam barisan antara 3 m. Berdasarkan jarak tanam
seperti ini, padi gogo dapat ditumpangsarikan di antara sela-sela tanaman jati
muda sampai umur jati 5-6 tahun. Bahkan pada tanaman perkebunan kelapa
sawit jarak tanam antar-baris dan didalam barisan lebih lebar lagi karena tajuk
tanaman kelapa sawit lebih lebar.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 53
Pengendalian gulma sebaiknya dimulai pada saat sebelum gulma
berkembang atau beberapa hari setelah tanaman padi tumbuh. Pada lahan yang
diolah sederhana dengan cangkul atau dengan bahan kimia yang dilakukan pada
saat kering, maka pada saat waktu tanam di musim hujan pada 1-2 hari sebelum
tanam benih atau pada 1-2 hari setelah tanam benih, lahan diaplikasi dengan
herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar maupun berdaun
sempit. Penggunaan herbisida sebaiknya setelah biji gulma berdaun lebar atau
berdaun sempit tumbuh atau berkecambah. Yang perlu diperhatikan disini adalah
penyemprotan herbisida hanya pada bidang lahan yang akan diolah tanah saja.
Jarak bidang olah tanah dengan tanaman pokok minimal 0,50-0,75 cm sehingga
penyemprotan herbisida dan pengolahan tanah tidak menggangu tanaman
pokok. Pengendalian gulma secara manual sebaiknya dilakukan lebih awal.
Penyiangan pertama dilakukan 10-15 setelah tumbuh atau menjelang
pemupukan pertama. Sedangkan penyiangan kedua dilakukan pada umur 30-45
hari setelah tumbuh atau menjelang pemupukan urea susulan pertama.
Penyiangan sebaiknya dengan menggunakan kored, ada atau tidak ada
gulma tanah tetap dikored agar dapat memotong akar primer tanaman padi dan
selanjutnya akan menstimulasi pertumbuhan akar baru. Penyiangan sekaligus
sebagai cara pembumbunan tanaman dan dapat memotong saluran air (semacam
pipa kapiler didalam tanah) yang dapat menyebabkan terjadinya penguapan air
dari dalam tanah. Penyiangan dengan kored, selain dapat mengurangi gulma juga
menjadi semacam self mulching.
Untuk memudahkan cara pengendalian gulma sebaiknya menggunakan
sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam {(20 x 10) x 30} cm. Pada bagian
lorong yang luas (30 cm) penyiangan gulma dapat menggunakan cangkul dan
pada bagian yang sempit (20 cm) dapat menggunakan kored. Pada bagian yang
sempit juga dapat digunakan untuk larikan pupuk dasar dan susulan petama.
Selanjutnya tanaman cepat menutup dan penyiangan susulan hanya pada lorong
yang lebar.
Pada lahan yang di olah dengan alat garpu di musim kering untuk
membalik tanah, maka gulma tidak tumbuh sampai 2 bulan setelah tanam. Pada
kondisi seperti ini, pertanaman padi gogo tidak perlu disiang karena pada umur 2
bulan daun padi sudah menutup dan gulma akan kalah bersaing dengan padi
gogo yang ditanam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 54
Penyiangan manual dengan alat kored
Secara statistik hasil padi gogo tidak berbeda nyata pada cara penyiangan
manual dua kali dan menggunakan herbisida yang dilanjutkan penyiangan
manual (kored) satu kali. Ini menunjukkan bahwa kedua cara penyiangan ini
dapat diterapkan dalam mengendalikan gulma pada pertanaman padi gogo di
lahan kering tumpangsari dengan perkebunan/HTI muda. Dengan demikian
kedua cara pengendalian gulma pada padi gogo dapat dianjurkan ke petani.
Hasil padi gogo t/ha GKG pada cara penyiangan manual dan herbisida,
Banten, MH 2014/2015
L5T5G1=OTM, Tanam sebar dalam barisan, Penyiangan manual 2 kali
L5T5G5=OTM, Tanam sebar dalam barisan, Penyiangan herbisida + manual 1 kali
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 55
6. Teknologi Penggilingan Padi
Teknologi penggilingan padi dapat memperbaiki penerimaan masyarakat akan
beras, yaitu mengubah gabah menjadi beras putih. Masyarakat pada umumnya
sudah terbiasa atau menyukai beras berwarna putih (beras sosoh sempurna). SNI
6128-2015 beras pun mensyaratkan derajat sosoh 80-100%. Namun, dewasa ini di
pasaran berkembang beras pecah kulit dari beras biasa atau beras/ketan berpigmen
(berwarna). Beras pecah kulit dianggap baik bagi tubuh karena masih mengandung
protein, lemak, serat dan beberapa vitamin dalam kadar yang relatif tinggi. Lebih
lanjut, beras/ketan berpigmen mengandung antioksidan/antosianin pada lapisan
bekatulnya (bran layers). Namun beras/ketan tersebut bila digiling/disosoh sempurna
akan menjadi beras putih. Dengan demikian, aplikasi teknologi penggilingan perlu
melihat sifat/karakteristik padi yang akan digiling.
Berbagai varietas unggul rakitan Badan Litbang Pertanian, padi sawah irigasi
(Inpari), padi hibrida (Hipa), padi gogo (Inpago) dan padi rawa (Inpara). Selain beras
putih seperti Ciherang dan Inpari 30, sebagian dari varietas unggul padi tersebut berupa
beras/ketan berpigmen, seperti beras merah Aek Sibundong, Inpari 24 Gabusan, Inpago
7 dan Inpari 7, serta ketan hitam Setail dan ketan merah Inpari 25.
Gabah kering giling perlu memenuhi beberapa persyaratan agar memiliki
rendeman dan mutu beras yang tinggi. Kadar air gabah perlu dijaga sekitar 14%
bila akan digiling. Jika kadar air gabah jauh lebih besar atau kurang 14%, maka
beras yang dihasilkan banyak butir patahnya dan rendemennya rendah. Selain
itu, gabah juga perlu bersih dari kotoran seperti kerikil, pasir, dan daun/jerami.
Gabah kering giling juga perlu dibiarkan minimal 24 jam sebelum digiling. Prinsip
kerja penggilingan padi adalah pengupasan kulit sekam, dan biasanya dilanjutkan
dengan penyosohan lapisan bekatul menghasilkan beras sosoh.
Berdasarkan prinsip kerjanya, terdapat dua tipe mesin penggilingan padi,
yaitu:
• Penggilingan padi single pass. Pada proses ini pemecahan kulit (dehusking)
dan penyosohan (polishing) menyatu. Proses kerjanya, gabah masuk pada
hoper (pemasukan) keluar menjadi beras pecah kulit (BPK). Selanjutnya BPK
dimasukkan lagi pada hoper, kemudian keluar beras sosoh.
• Penggilingan padi double pass. Proses penggilingan ini berlangsung dua
tahap yaitu proses pemecahan kulit dilanjutkan proses penyosohan. Karena
terdiri dari dua jenis mesin yang memiliki kegunaan spesifik (pemecah kulit
atau penyosoh) dibandingkan dengan penggilingan single pass, penggilingan
padi double pass menghasilkan beras dengan mutu lebih baik.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 56
Proses penggilingan padi hingga menjadi beras
Susut pada tahapan penggilingan umumnya disebabkan oleh penyetelan
blower penghisap, penghembus sekam dan bekatul. Penyetelan yang tidak tepat
dapat menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut ke dalam sekam atau
beras yang terbawa ke dalam dedak. Hal ini bias mengakibatkan rendemen giling
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susut pascapanen pada tahapan
penggilingan di agroekosistem padi lahan irigasi sebesar 2,16%, pada
agroekosistem padi lahan tadah hujan sebesar 2,35% dan pada agroekosistem
padi lahan pasang surut sebesar 2,60%.
Proses penggilingan padi terutama lama/derajat sosoh sangat
mempengaruhi komposisi proksimat/kimia beras sosohnya (Tabel 16). Lama
penyosohan 30 dan 60 detik, cenderung mengurangi kadar protein, lemak dan
abu, tetapi meningkatkan kadar amilosa beras sosoh. Pada beras merah Aek
Sibundong, Inpari 24, Inpago 7, dan Inpara 7 terlihat semakin lama penyosohan
semakin pudar warna merah beras. Padahal kadar pigmen antosianin/antioksidan
secara kasar dapat dilihat dari warna merah butir berasnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa beras merah (atau ketan berpigmen) lebih
baik dikonsumsi dalam bentuk beras pecah kulit (BPK). Lebih lanjut, bila
diperlukan BPK tersebut dapat disosoh selama 30 atau 60 detik. Beras sosoh
sempurna mungkin hanya cocok untuk beras putih seperti Ciherang, Mekongga
dan Inpari 30.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 57
Sebagian besar mineral seperti halnya vitamin dan lipida, terdapat pada
bagian luar biji, terutama di lapisan aleuron dan lembaga. Makin ke tengah,
kandungan mineral dan vitamin makin menurun. Distribusi mineral dan vitamin
dalam biji beras ternyata mirip dengan distribusi protein, yaitu konsentrasi
tertinggi pada lapisan luar biji dan makin ke dalam makin menurun, sehingga
makin tinggi derajat sosoh, makin rendah kadar mineral dan vitamin pada beras.
Upaya peningkatan produksi padi sangat bergantung pada ketersediaan
teknologi dan adopsi teknologi oleh petani di lapang. Teknologi yang telah dihasilkan
BB Padi akan diterapkan melalui display/demplot dalam SL-PTT tahun 2015 di seluruh
BPTP sebagai komponen teknologi PTT yang spesifik lokasi.
Tabel 16. Pengaruh lama penyosohan terhadap komposisi kimia beras
Varietas Padi Komposisi Kimia (%)
Amilosa Protein Lemak Abu
Ciherang
Beras pecah kulit 19,20 9,25 2,07 1,67
Sosoh 30 detik 20,41 9,21 1,71 1,38
Sosoh 60 detik 21,04 8,92 1,20 1,15
Aek Sibundong
Beras pecah kulit 19,43 8,55 2,06 1,00
Sosoh 30 detik 20,13 8,22 1,55 0,96
Sosoh 60 detik 20,96 8,05 1,24 0,69
Inpari 24
Beras pecah kulit 15,69 8,76 2,49 1,20
Sosoh 30 detik 16,87 8,42 1,81 0,86
Sosoh 60 detik 17,66 8,35 1,26 0,56
Inpago 7
Beras pecah kulit 19,70 8,26 2,05 1,30
Sosoh 30 detik 19,90 8,14 1,70 1,25
Sosoh 60 detik 20,21 8,01 1,17 0,98
Inpara 7
Beras pecah kulit 19,03 10,28 1,95 1,34
Sosoh 30 detik 19,62 9,86 1,55 1,06
Sosoh 60 detik 19,78 9,61 1,25 0,97
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 58
7. Pengendalian Terpadu Bio-Intensif Penyakit Tungro
Penelitian dilakukan dengan menanam varietas tahan dan rentan tungro
pada dua tempat, yaitu petak biointensif (tanaman berbunga dan aplikasi
andrometa) dan petak konvensional. Diperoleh data jumlah wereng hijau dan
persentase kejadian tungro. Pada petak biointesif, populasi wereng hijau relatif
lebih rendah dibandingkan dengan populasi wereng hijau pada petak
konvensional. Aplikasi andrometa tidak berpengaruh secara langsung terhadap
kepadatan populasi predator dan pola fluktuasi kepadatan populasi wereng hijau,
namun diduga menghambat dalam proses infeksi virus tungro.
Insidensi tungro yang terjadi merupakan bawaan dari wereng hijau yang
ditemukan di pertanaman pada awal fase vegetatif dengan kepadatan populasi
yang cukup tinggi. Insidensi tungro di lahan petani dipengaruhi oleh varietas dan
waktu tanam. Persentase serangan tungro pada petak pengendalian biointensif
lebih rendah daripada persentase serangan tungro di petak pengendalian secara
konvensional.
Tabel 17. Kepadatan populasi wereng hijau pada petak biointensif dan
konvensional
Perlakuan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
Petak biointensif
P1V1 16,83 8,50 0 1,00
P1V2 9,33 6,84 2,83 3,33
P1V3 1,16 5,0 2,0 0,83
Petak konvensional
P2V1 8,67 10,50 3,0 4,83
P2V2 11,00 5,17 2,17 0,17
P2V3 14,33 5,50 2,67 1,50
P1 : Pengendalian terpadu bio-intensif; P2 : Pengendalian konvensional; V1:TN1
(varietas peka); V2:IR 64 (varietas tahan wereng hijau); V3 : Inpari 9 (varietas
tahan tungro).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 59
Tabel 18. Insidensi tungro pada petak pengendalian terpadu bio-intensif
penyakit tungro dan petak pengendalian konverisonal
No Perlakuan
Persentase Insiden Tungro (%)
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
1 P1V1 0 0 3,67 0,67
2 P1V2 0 0 2,00 1,00
3 P1V3 0 0 2,67 2,67
4 P2V1 0 0 0,33 8,67
5 P2V2 0 0 0,67 3,67
6 P2V3 0 0 1,33 3,00
P1 : Pengendalian terpadu biointensif; P2: Pengendalian konvensional; V1: TN1 (varietas
peka); V2 : IR 64 (varietas tahan wereng hijau); V3 : Inpari 9 (varietas tahan tungro)
8. Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Tungro
Pengujian bahan aktif pestisida berupa karbofuran dan Thiametoksam
dengan berbagai konsentrasi terhadap populasi wereng hijau dan insiden tungro
di lapangan. Aplikasi insektisida yang dilakukan secara periodik mempengaruhi
kepadatan populasi wereng hijau pada 8 MST di MT I lebih rendah di banding
aplikasi insektisida yang didasarkan dengan tingkat ambang ekonomi.
Penggunaan insektisida dapat diatur berdasarkan informasi tentang epidemiologi
dan biologi wereng hijau. Aplikasinya dapat digunakan saat tingkat populasi
wereng hijau meningkat yaitu umumnya minggu pertama bulan Maret dan
minggu ketiga bulan Agustus.
Kegiatan uji resistensi koloni wereng hijau terhadap empat golongan
bahan aktif pestisida dan kegiatan pengelolaan aplikasi pestisida dalam
pengendalian tungro
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 60
Aplikasi insektisida karbofuran maupun thiametoksam pada persemaian
yang diikuti dengan aplikasi saat di pertanaman secara tidak langsung
menyebabkan kejadian tungro cenderung lebih rendah sehingga mempengaruhi
infeksi sekunder penularan tungro pada minggu-minggu berikutnya yang
cenderung lebih rendah pula, meskipun tidak berbeda nyata dengan tanpa
aplikasi di pertanaman.
Perbedaan tingkat resistensi wereng hijau yang terjadi pada koloni sulsel
dan sulbar disebabkan oleh intensitas aplikasi insektisida. Paparan bahan aktif
tertentu pada suatu wilayah ekosistem akan mempengaruhi individu organisme
secara fisiologis sebagai respon adaptasi. Dalam kurun waktu tertentu respon
adaptasi ini dapat diturunkan pada generasi berikutnya.Dampak terjadinya
resistensi ini terkait dengan persepsi dan kebutuhan petani dalam
memperlakukan ekosistem sawah yang ada.
Persepsi petani terhadap pentingnya pestisida sebagian besar
beranggapan bahwa keberadaan pestisida sangat penting sehingga sudah
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan budi daya padi,
walaupun dalam mengambil keputusan pemilihan pestisida dengan pertimbangan
hama/penyakitnya.
9. Pengendalian Tungro Berdasarkan Virulensi dan Patogenisitas
Virus Tungro di Daerah Endemis
Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sumber inokulum dan vektor
dari penyakit tungro pada tiga lokasi sebaran yaitu Jawa Timur, Lampung, dan
Bengkulu dengan menggunakan delapan varietas yang telah diketahui tahan
tungro dan varietas yang tidak memiliki gen ketahanan, kemudian dilakukan
inokulasi sehingga dapat diketahui kesesuaian varietas dengan tungro yang
endemik di daerah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan dari beberapa varietas yang diujikan, dari
ketiga lokasi isolat menunjukkan hasil yang beragam. Isolat virus tungro Jawa
Timur menunjukkan hampir seluruh varietas yang diujikan terinfeksi
(menunjukkan gejala tungro), berbeda dengan kedua isolate virus yang lain,
ekspresi virus tungro hanya terlihat pada varietas pembanding (TN1) dan
beberapa beberapa varietas uji.Pengamatan tingkat keparahan (DI) yang
ditunjukkan oleh varietas uji berupa perubahan warna daun dari hijau menjadi
kekuningan serta penurunan tinggi tanaman dibandingkan tanaman kontrol.
Skor gejala per individu tanaman sebagian besar skor 3 dan 5 dan beberapa
dengan skor 7.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 61
Tabel 19. Insidensi dan tingkat keparahan gejala tungro (DI) beberapa varietas
di beberapa daerah pengamatan
Asal Isolat Insidensi (%) dan tingkat keparahan gejala tungro
A B C D E F G H I
Jawa Timur 60/2,6 60/2,6 50/2,2 60/2,2 50/2,4 80/3,4 40/2,0 40/2,0 100/5,2
Bengkulu 0/1,0 20/1,8 0/1,0 30/2,2 30/2,2 30/2,8 40/2,0 0/1,0 60/3,2
Lampung 0/1,0 0/1,0 0/1,0 0/1,0 20/1,4 10/1,2 0/1,0 0/1,0 20/1,8
Keterangan A: Bondoyudo B: Kalimas C: T. Balian D: T.petanu E: T. Unda F: Inpari 7 G:
Inpari 8 H: Inpari 9 I: TN1
10. Teknologi Pengendalian Penyakit Kedelai dengan Biofungisida
Biofungisida BACTAG mengandung bahan aktif dari bakteri Pseudomonas
fluorescens yang diformulasikan ke dalam bentuk cair menggunakan air steril
berisi nutrisi air kelapa atau formula berupa bentuk pellet mengandung biakan
koloni bakteri dengan serbuk talk dan OMC. Produk BACTAG dicampur dengan
benih kedelai sebelum tanah dengan dosis 1 g produk BACTAG dicampur dengan
benih 1 Kg benih. Biofungisida BACTAG efektif untuk mengendalikan penyakit
tular tanah yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii,
dan Fusarium sp. yang menyerang tanaman kedelai pada kondisi kelembaban
tinggi. BACTAG juga efektif untuk mengendalikan penyakit tular tanah pada
tanaman aneka kacang. Pemanfaatan biofungisida BACTAG mampu
menggantikan efikasi fungisida kimia hingga 100%.
11. Teknologi Pengendalian Hama Kedelai dengan Bioinsektisida
SBM merupakan bioinsektisida kimia yang berasal dari serbuk biji mimba
(Azadirachta indica) efektif mengendalikan berbagai jenis hama antara lain;
penggerek polong kacang hijau Maruca testulalis, hama Trhips (Megalurothrips
sjostedti), pengisap polong (Clavirgralla spp., Aspavia armigera, Riptortus
dentipes). SBM berasal dari serbuk biji mimba, cara aplikasi yaitu mencampur
SBM ke dalam air dan direndam selama 48 jam agar kandungan senyawa
bioinsektisidalnya terekspose sehingga akan lebih efektif dalam membunuh
serangga hama sasaran. Bioinsektisida SBM sangat efektif untuk membunuh
berbagai jenis hama terutama hama pemakan daun maupun pengisap polong
dan mampu menggantikan insektisida kimia.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 62
12. Teknologi Budi Daya Kedelai Lahan Pasang Surut Tipe Luapan C
Lahan pasang surut merupakan prospek peningkatan produksi kedelai di
lahan suboptimal yang sangat luas mencapai 9,3 juta hektar. Paket teknologi ini
sudah dilakukan kajian selama 4 tahun di Kalimantan Selatan pada musim MH2.
Hasil produksi yang dicapai menggunakan paket teknologi ini mencapai 1,5-1,6
t/ha lebih tinggi produksi nasional di lahan optimal yaitu 1,4 t/ha dan jauh lebih
tinggi dari produksi paket teknologi petani yaitu hanya 1,0 t/ha. Paket teknologi
ini terdiri dari; (1) Pola tanam bera-kedelai, atau jagung – kedelai, atau padi –
kedelai; (2) Varietas yang berbiji besar Anjasmoro, Argomulyo, dan Panderman;
(3) Waktu tanam MH2 (Maret-April) atau disesuaikan kondisi setempat; (4)
Penyiapan lahan yang berupa semak belukar disemprot menggunakan herbisida
kemudian dibakar, diolah dan dibajak selanjutnya diratakan; (5) Perlakuan benih
menggunakan karbofuran/karbosulfan, trichol 8 untuk menekan pathogen tular
tanah; (6) Pemupukan menggunakan kapur sebanyak 500 Kg atau mengunakan
Ameliorasi; (7) Drainase dengan membuat saluran selebar 25-30 cm, dalam 25
cm jarak antar saluran 3-4 meter; (8) Jarak tanam 40 cm x 15 cm; (9) Cara
tanam ditugal, 2-3 biji/lubang secara berbaris; (10) Pengendalian gulma
menggunakan herbisida pada umur 15-20 HST atau jika diperlukan; (11)
Pengairan dari curah hujan; (12) Pengendalian OPT menggunakan VIRGRA jika
ada hama pemakan daun, dan BIOLEC jika terdapat hama pengisap polong; (13)
Panen dilakukan jika 95% polong telah kering yang ditandai dengan warna
polong cokelat; (14) Penjemuran untuk brangkasan yang telah dipanen segera
dijemur untuk memperoleh kualitas biji yang baik.
13. Paket Budi Daya Kedelai untuk Lahan Sawah
Paket teknologi budi daya di lahan sawah yang tergolong jenis tanah
Vertisol dilakukan pada musim MK2. Paket teknologi ini dikembangkan dengan
membandingkan teknologi yang dilakukan oleh petani setempat. Penerapan
paket teknologi alternatif I mampu memproduksi kedelai 1,78-2,23 t/ha;
sedangkan paket alternatif II mampu memproduksi kedelai mencapai 2,30 t/ha.
Sementara paket teknologi yang dilakukan petani setempat hanya 1,4 t/ha.
Paket teknologi alternatif I terdiri dari; (1) Lahan tanpa olah (TOT); (2)
Saluran drainase menggunakan lebar saluran 30 cm, dalam 20 cm; (3) Cara
tanam dengan tugal, jarak tanam 40 cm x 10-15 cm, 2-3 biji/lubang; (4)
Pemupukan menggunakan Urea 50 Kg, KCl 50 Kg; (5) Pengairan tiga kali pada
saat tanam, waktu berbunga dan pengisian polong; (6) Penyiangan dilakukan
secara optimal menggunakan herbisida atau manual sesuai kondisi setempat; (7)
Pengendalian OPT menggunakan insektisida kimia dengan volume semprot 400
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 63
liter/ha sebanyak 3 kali selama musim tanam; (8) Panen tanaman dipotong pada
waktu masak 95% polong berwarna cokelat.
Paket teknologi alternatif II menerapkan semua komponen teknologi
seperti paket alternatif I, hanya pada waktu pengendalian OPT menggunakan
pestisida nabati dan agens hayati (tanpa insektisida kimia).
14. Teknologi Budi Daya Kedelai untuk Lahan Kering Masam
Lahan kering masam di Indonesia cukup luas yaitu mencapai 18,5 juta
hektar dan belum dikelola secara maksimal. Paket teknologi untuk lahan kering
masam dikaji di Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut (Kalimantan Selatan)
pada musim MH2. Penerapan paket teknologi ini mampu menghasilkan produksi
kedelai 2,14-2,16 t/ha jauh dibandingkan produksi nasional hanya 1,4 t/ha.
Paket teknologi ini meliputi; (1) Pola tanam bera-kedelai atau jagung—
kedelai atau padi gogo-kedelai; (2) Varietas menggunakan berbiji besar yaitu
Anjasmoro atau Argomulyo; (3) Waktu tanam MH2 tanam pada minggu 2-4
(Maret); (4) Lahan diolah sempurna dengan cara dibajak dan diratakan; (5)
Perawatan benih menggunakan karbofuran atau karbosulfan dan Trichol 8 untuk
mengendalikan penyakit tular tanah; (6) Drainase lebar 25-30 cm, dalam 25 cm;
(7) Jarak tanam 40 cm x 15 cm; (8) Cara tanam ditugal, 2-3 biji/lubang; (10)
Pengendalian gulma menggunakan herbisida sebelum tanam, penyiangan pada
umur 15-20 HST dan penyiangan ke 2 pada umur 30-35 HST; (11) Pemupukan
menggunakan pupuk kandang 1,5-2 ton/ha atau menggunakan SANTAP pupuk
organik atau pupuk PHONSKA 200-250 Kg/ha; (12) Pengairan menggunakan air
hujan yang ada; (13) Pengendalian OPT secara pemantauan dan menggunakan
bioinsektisida VIRGRA dan BIOLEC, insektisida kimia diberikan jika terjadi
ledakan hama; (14) Panen dilakukan jika 95% polong kering berwarna cokelat.
15. Teknologi Budi Daya Ubijalar di Lahan Kering
Ubijalar merupakan salah satu komoditas pangan yang meningkat
permintaan di masyarakat sebagai bahan pangan dan bahan baku industri
pangan. Produksi ubijalar di lahan kering Kalimantan Selatan dapat mencapai 28
ton/ha dengan cara menanam varietas Ayamurasaki, menggunakan pupuk
kandang 5 ton/ha, 100 Kg Urea, 100 Kg SP-36 , dan 100 Kg KCl. Ubijalar varietas
Ayamurasaki ini diminati petani karena berumur genjah dan umbinya berwarna
ungu.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 64
Keragaan pertanaman ubijalar di lahan kering masam di Desa
Simpangjaya, Kalimantan Selatan
16. Teknologi Pemupukan Kacang Hijau di Lahan Kering Iklim Kering
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas palawija yang diperlukan
memenuhi kebutuhan masyarakat untuk bahan pangan dan bahan baku industri
pangan yang berkembang dewasa ini. Teknologi pemupukan kacang hijau di
lahan kering beriklim kering dilakukan pada musim kemarau setelah tanaman
jagung dengan komponen teknologi utama pemupukan 150 Kg Phonska/ha yang
mampu menghasilkan 1,78 ton/ha. Kacang hijau yang ditanam varietas Vima 1
dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, 1 tanaman/rumpun atau 40 cm x 20 cm, 2
tanaman/rumpun.
Keragaan tanaman kacang hijau varietas Vima-1 di lahan kering beriklim
kering tanah Alfisol KP Muneng, Probolinggo, MK 2015
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 65
17. Benchmarking Teknologi Budi Daya Eksisting Kacang Tanah di
Lahan Kering Iklim Kering
Kabupaten Sumba Timur merupakan daerah kering sebagai salah satu
sentra produksi kacang tanah di Indonesia Timur. Hasil kajian menunjukkan
bahwa kacang tanah di daerah ini menjadi andalan dan memberikan kontribusi
30% dari pendapatan petani. Kacang tanah ditanam pada awal musim hujan di
lahan tadah hujan dengan kemampuan produksi berkisar antara 1,0 – 1,2 t/ha.
Rendahnya produksi disebabkan antara lain adanya serangan penyakit bercak
daun, rendahnya ketersediaan lengas tanah pada fase generatif tanaman, benih
yang ditanam bermutu rendah, jarak tanam sangat lebar 40 x 10-15 cm, serta
petani tidak memberi pupuk dan pestisida. Terdapat potensi dan peluang dalam
pengembangan kacang tanah yaitu kesesuaian agroekologi untuk kacang tanah,
teknologinya tersedia, biomas termanfaatkan untuk pakan, permintaan kacang
tanah tinggi dan pasarnya sudah terbentuk. Strategi yang diperlukan dalam
jangka pendek adalah ekspansif yaitu meningkatkan volume (kapasitas) hasil
dengan penggunaan sumber daya yang intensif, penggunaan varietas unggul,
benih bermutu, dan perluasan areal tanam.
18. Pemupukan Spesifik lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Bantaeng
Sebagian besar rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung yang
digunakan petani bersifat umum, sementara agroekosistem pengembangan
jagung di Indonesia sangat beragam. Untuk memperoleh efisiensi pemupukan
yang tinggi dan hasil optimal diperlukan pemupukan spesifik lokasi atau sesuai
dengan agrokosistem lahan. Pempukan sepesifik lokasi selain meningkatkan
efisiensi pemupukan, produktivitas, dan pendapatan petani, juga dapat
mempengaruhi keberlanjutan sistem produksi, kelestarian lingkungan, dan
penghematan sumber daya energi. Informasi kebutuhan pupuk yang optimal
pada tanaman jagung dan spesifik lokasi sangat dibutuhkan petani atau
pengguna lainya untuk menjamin pertumbuhan, produktivitas jagung dan
keuntungan yang memuaskan.
Peluang hasil jagung di Kabupeten Jeneponto dapat diperoleh 9 t/ha.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan
berbeda untuk masing-masing kondisi tanah, karena setiap kondisi tanah
memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Berdasarkan
sifat fisik dan kimia tanah di setiap kecamatan di Kabupaten Jeneponto dan
peluang hasil yang dapat dicapai yaitu 9 t/ha, maka rekomendasi pemupukan
pada tanaman jagung adalah 170 – 190 kg N/ha, 30 – 60 kg P2O5/ha, dan 33 –
63 kg K2O/ha, secara spesifik di setiap kecamatan. Apabila menggunakan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 66
rekomendasi yang disarankan akan memperoleh keuntungan dan R/C rasio yang
lebih tinggi dibanding menggunakan takaran yang digunakan petani saat ini,
yaitu keuntungan Rp. 15.942.000 dengan R/C rasio 3,43. Sedangkan jika petani
menggunakan takaran pupuk yang umum digunakan keuntungan yang diperoleh
hanya Rp. 9.622.000, R/C rasio 1,71.
Tabel 20. Rekomendasi jenis, dosis, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman
jagung di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Kecamatan
Rekomendasi Jenis, Dosis, dan Waktu Pemberian Pupuk
≤ 10 HST (kg /ha) 40 – 45HST (kg/ha)
Urea Pupuk majemuk* Urea
Bangkala 141 200 207
Bangkala Barat 76 333 185
Tamalatea 76 400 207
Bontoramba 120 200 185
Binamu 141 200 207
Turatea 98 333 207
Batang 98 333 207
Arungkeke - - -
Tarowang 76 333 185
Kelara 141 200 207
Rumbia 120 200 185
Keterangan : * = Pupuk majemuk yang banyak beredar ditingkat petani adalah
Phonska dengan kandungan 15:15:15:10 (N,P2O5, K2O, dan S)
Di Kabupaten Bantaeng yang dapat diperoleh di lahan kering 9 t/ha dan
di lahan sawah 11 t/ha. Berdasarkan analisis sifat fisik dan kimia tanah dengan
hasil jagung yang dapat diperoleh 9 -11 t/ha, maka rekomendasikan pemupukan
pada tanaman jagung di Kabupaten Bantaeng adalah 170 – 190 kg N/ha, 66 – 73
kg P2O5/ha, dan 33 – 55 kg K2O/ ha. Rekomendasi setiap kecamatan secara
spesifik (Tabel 21). Analisis usahatani berdasarkan rekomendasi pemupukan
mempunyai keuntungan Rp. 18.561.000 (Rp. 15.953.000 – 20.169.000) dan R-C
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 67
rasio 3,59 (3,29 – 3,75), sedangkan jika menggunakan takaran pupuk yang
digunakan petani saat ini keuntungan hanya Rp. 9.036.000 (Rp.7.225.000 -
10.500. 000) dengan R-C rasio 1,62 (1,37 – 1,84).
Tabel 21. Rekomendasi jenis, dosis, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman
jagung di Kabupaten Bantaeng
Kecamatan
Rekomendasi Jenis, Dosis, dan Waktu Pemberian Pupuk
≤ 10 HST (kg /ha) 40 – 45HST
(kg/ha)
Urea Pupuk majemuk* Urea
Bissapu 87 367 207
Uluere 96 340 207
Sinoa 96 340 207
Bantaeng 113 220 185
Eremerasa 109 367 228
Tompobulu - - -
Pa’jukukang 96 340 207
Gantarangkeke 109 367 228
Rata-rata 101 334 210
Keterangan : * = Pupuk majemuk yang banyak beredar ditingkat petani adalah
Phonska dengan kandungan 15:15:15:10 (N,P2O5, K2O, dan S)
19. Kombinasi Biopestisida Formulasi B. subtilis dan Pestisida Nabati
Biopestisida ini merupakan kombinasi antara formulasi B. subtilis dengan
bahan nabati berupa ekstrak daun cengkeh, ekstrak daun sirih dan ekstrak
rimpang kunyit yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.
Kombinasi biopestisida ini memiliki potensi untuk dijadikan pestisida hayati untuk
mengendalikan hawar pelepah jagung. Hasil aplikasi biopestisida ini insensitas
serangan pada tanaman hanya 46%, tidak berbeda nyata dengan biopestisida
tunggal B. subtilis tetapi berbeda sangat nyata dengan kontrol.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 68
20. Teknologi Pembuatan Olahan Pangan Berbasis Jagung Ungu
Keunggulan tanaman jagung ungu adalah pigmen ungu menunjukkan
kandungan komponen pangan fungsional antosianin. Untuk mengangkat jagung
ungu ini menjadi pangan superior adalah menjadikannya produk pangan
fungsional yang spesifik dengan konsentrasi antosianin terjaga (tidak mengalami
penurunan drastis) mulai panen masak susu dapat menjadi ekstrak susu jagung,
jus jagung ungu, es krim, dan puding. Teknologi pengolahan pangan instanisasi
sangat dibutuhkan untuk pemasarannya. Selanjutnya biji kering dapat diolah
menjadi bahan setengah jadi untuk bahan aneka ragam produk spesifik seperti
dodol, brownies.
Jagung ungu kaya akan komponen antosianin yang termasuk komponen
flavonoid, karotenoid, antoxantin, β-sianin. Sebagai komponen pangan
fungsional, antosianin mempunyai fungsi kesehatan sangat baik, antara lain
sebagai antioksidan, antikanker, dapat mencegah penyakit jantung koroner.
Secara kimiawi, antosianin merupakan turunan dari struktur aromatik tunggal
yaitu sianidin yang terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil, metilasi atau glikosilasi.
Prosedur Pembuatan Tepung Jagung Ungu
- Sortasi
- Rendam 4 jam
- Cuci, tiriskan
- Tepungkan
- Ayak (saringan 70 mesh)
- Keringkan (kadar air <11%)
Sosoh
- Limbah ayakan - Ditepungkan
Tepung Jagung Ungu
Kemas dalam kantong plastik
Biji jagung ungu pipilan/kering
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 69
Tabel 22. Karakter fisikokimia tepung jagung ungu
Tepung Jagung Ungu Komposisi
Kadar Air (%) 11,12
Kadar Abu (%) 1,22
Kadar Protein (%) 8,24
Kadar Antosianin (µg/g) 36,74
Seratpangan (%) 9,16
Kadar Amilosa (%) 6,54
Kadar Amilopektin (%) 93,46
KPA pada 27°C (g air/g bahan) 0,856
KPM pada27°C (g minyak/g bahan) 0,796
Prosedur Pembuatan Dodol Tepung Jagung Ungu
Tepung jagung + air
Adonan I
- Pengadukan
Santan
- Pencampuran
Adonan II
- Pengadukan
- Pemasakan
Gula pasir dan vanili
Adonan III (matang)
- Peloyangan
- Pendinginan
- Pengirisan
- Pengemasan
Dodol Jagung
Ungu
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 70
Tabel 23. Komposisi bahan dan waktu pemasakan olahan dodol
tepung jagung ungu.
Bahan Olahan I Olahan II
Tepung Jagung (g) 125 125
Air (ml) 400 400
Gula pasir (g) 155 155
Santan kental (ml) 125 125
Vanili (sdt) 0,5 0,5
Waktu pemasakan 15 menit 30 menit
Olahan Dodol Tepung Jagung Ungu
Tabel 24. Komposisi kimia olahan dodol tepung jagung ungu
Olahan Dodol Olahan I Olahan II
Kadar Air (%) 56,53 39,90
Kadar Abu (%) 0,67 0,49
Kadar Protein (%) 8,12 7,80
Kadar Antosianin (µg/g) 13,00 8,00
21. Teknologi Produksi Benih Jagung Komposit Kelas Benih Dasar
Penyiapan benih dilakukan dengan dua cara :
1. Pada lahan kering beriklim kering dengan kondisi tekstur tanah yang
kurang mampu mengikat air/kapasitas menyimpan air rendah :
melakukan perendaman benih dalam air selama 1-6 jam sebelum
tanam, tiriskan, diangin-anginkan dan siap untuk ditanam.
2. Pada lahan dengan kondisi tanah yang mempunyai kemampuan
menahan air tinggi, tidak perlu dilakukan perendaman benih.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 71
Jarak tanam : 70 x 20 cm (1 tanaman per rumpun)
Pemupukan (sesuaikan kondisi kesuburan tanah):
- Pemberian pupuk I (7 – 10 hst) : 300 kg Ponska/ha
- Pemberian pupuk II (30 – 35 hst) : 100 kg Ponska/ha + 250 kg Urea/ha
Penyiangan I dan Pembumbunan dilakukan 2 minggu setelah tanam,
sedangkan penyiangnan II pada umur 4 minggu setelah tanam
Pengendalian hama: Pemberian insektisida Carbofuran (Furadan 3G): 30 hst
melalui pucuk (10 kg Furadan 3G/ha), jika terjadi gejala serangan
penggerek batang atau tongkol.
Pemberian air disesuaikan dengan kondisi pertanaman di lapangan.
Tanaman yang mempunyai tipe simpang (off tipe) dicabut sebelum berbunga.
Cara seleksi sesuai petunjuk pada Tabel 25.
Tabel 25. Cara Seleksi Pertanaman untuk produksi Jagung klas BD/FS, 2015
Parameter Kriteria Seleksi Keputusan
Vigor Tanaman (roguing I) (2 – 4 minggu setelah tanam)
Kerdil, lemah, warna pucat, bentuk tanaman menyimpang, tumbuh di luar barisan, terserang penyakit, letak tanaman terlalu rapat.
Tanaman dicabut
Berbunga (roguing II) (umur 7 – 10 minggu setelah tanam)
Terlalu cepat/lambat berbunga, malai tidak normal, tidak berambut, tidak bertongkol.
Tanaman dicabut
Posisi Tongkol (2 minggu sebelum panen)
Pilih yang kedudukan tongkolnya di tengah-tengah batang, tongkol tidak bercabang (tipe simpang).
Tipe simpang dipanen awal
Panen Tanaman sehat, telah ditandai terpilih, bentuk tongkol utuh.
Dipanen
Penutupan tongkol Kelobot menutup 1 – 3 cm dari ujung tongkol, kelobot melekat kuat dan rapat.
Dipilih
Kualitas tongkol per famili Skoring penampilan tongkol: skor 1 baik dan skor 5 jelek.
Pilih skor 1-3
Tongkol kupas Bentuk tongkol, bentuk biji, warna biji, ukuran biji, dan bobot biji sesuai deskripsi.
Dipilih yang seragam
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 72
Cara Panen dan Prosesing
Panen dapat dilakukan setelah masak fisiologis atau kelobot telah mengering
berwarna kecoklatan (biji telah mengeras dan telah mulai membentuk lapisan
hitam/black layer minimal 50% di setiap barisan biji). Pada saat itu biasanya
kadar air biji telah mencapai kurang dari 30%.
Semua tongkol yang telah lolos seleksi pertanaman di lapangan dipanen,
kemudian dijemur diterik matahari sampai kering sambil dilakukan seleksi
tongkol (tongkol yang memenuhi kriteria diproses lebih lanjut untuk dijadikan
benih).
Penjemuran tongkol dilakukan sampai kadar air biji mencapai sekitar 16%,
selanjutnya dipipil dengan mesin pemipil (kecepatan sedang) atau dengan
alat pemipil.
Setelah biji terpipil, dilakukan sortasi biji dengan menggunakan
saringan/ayakan Ø 7 mm, biji-biji yang tidak lolos saringan/ayakan dijadikan
sebagai benih.
Biji-biji yang terpilih dijemur kembali diterik matahari atau dikeringkan dengan
alat pengering (untuk mempercepat proses pengeringan) sampai kadar air
mencapai + 10%. Pengujian daya kecambah dilakukan sebelum dikemas
dalam wadah kemasan plastik.
Secepatnya benih dikemas (agar kadar air tidak naik lagi) ke dalam kemasan
plastik putih buram (bukan transparan) dengan ketebalan 0,2 mm dan dipres
(usahakan udara dalam plastik seminimal mungkin).
Kemudian kemasan benih diberi label (nama varietas, tanggal panen, kadar
air benih waktu dikemas, daya kecambah) dan disimpan dalam gudang atau
ruang ber-AC (agar benih dapat lama bertahan).
Outcome teknologi yang dihasilkan salah satunya adalah tumpangsari
tanaman padi gogo di lahan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI)
muda. Tumpangsari dengan tanaman keras hanya dilakukan pada saat fase
pertumbuhan awal, saat tanaman belum menghasilkan atau sampai batas
naungan maksimum 50%. Pertanaman padi gogo sebagai tanaman tumpangsari
perkebunan karet muda dapat diusahakan sampai tahun ke tiga. Sedangkan
untuk perkebunan kelapa sawit sampai tahun ke empat. Bila siklus peremajaan
tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit dilakukan setiap 25 tahun sekali,
maka potensi pengusahaan padi gogo sebagai tanaman tumpangsari dapat
mencapai luasan 12%. Berdasarkan data BPS pada tahun 2004 luas perkebunan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 73
karet dan kelapa sawit lebih dari 8,5 juta ha, sedangkan pertanaman kelapa
dalam lebih 3,8 juta ha. Saat ini ada sekitar 3.752.000 ha hutan tanaman industri
dengan luas peremajaan sekitar 200.000 ha/tahun. Bila usaha pertanaman
tumpangsari padi gogo pada pertanaman HTI muda dapat dilakukan sampai
tahun ketiga, maka luasannya mencapai > 0,5 juta ha/tahun. Secara total, maka
potensi wilayah untuk penanaman padi gogo sistem tumpangsari akan mencapai
lebih dari 2 juta hektar.
Hasil padi gogo sebagai tanaman tumpangsari dengan tanaman
perkebunan karet muda di Provinsi Bengkulu dan Kalimantan Selatan masing-
masing mencapai 3,86 dan 3,36 t/ha GKP. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan di Kebun Cikumpay PTP VIII (Jawa Barat), hasil panen varietas
Jatiluhur mencapai 4,14 dan varietas Cirata mencapai 3,66 t/ha GKG.
Berdasarkan data di atas, dengan asumsi hasil rata-rata padi gogo di lahan
perkebunan muda sebesar 3 t/ha GKG, maka dari rencana target ―tanaman
tumpangsari padi gogo‖ seluas 1 juta ha, akan dapat tambahan hasil padi
sebanyak sebanyak 3 juta ton GKG/tahun. Apabila target pengembangan padi
gogo lebih jauh disesuaikan dengan data BPS 2005, dengan potensi tanaman
tumpangsari mencapai lebih dari 2 juta ha, maka potensi peningkatan hasil padi
dari tanaman tumpangsari dapat mencapai lebih dari 6 juta ton. Selanjutnya bila
setelah panen padi gogo diikuti dengan penanaman komoditas palawija seperti;
kacang tanah, kedelai atau kacang hijau, maka akan ada tambahan hasil yang
cukup besar dan pendapatan petani juga akan meningkat.
Keragaan pertanaman tumpangsari padi gogo di lahan perkebunan muda
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 74
Sasaran Strategis 3 : Tersedianya Benih Sumber Varietas Unggul Baru
Padi, Serealia, Serta Kacang dan Ubi Untuk
Penyebaran Varietas Berdasarkan SMM ISO 9001-
2008
Indikator kinerja jumlah benih sumber padi, jagung, dan kedelai dengan
SMM ISO 9001-2008, dicapai melalui kegiatan perbenihan tanaman pangan.
Adapun target yang telah ditetapkan sesuai dengan PK 2015, yaitu dihasilkannya
benih sumber sebanyak 231,8 ton kelas BS, FS, dan SS. Adapun realisasi capaian
produksi benih sumber tanaman pangan tahun 2015 sebanyak 254,85 ton atau
109,94 % (Tabel 26).
Tabel 26. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Benih padi 143,5 ton 156,49 ton 109,05
Benih aneka kacang dan ubi 53,3 ton 62,73 ton 117,69
Benih jagung dan serealia 35,0 ton 35,63 ton 101,80
Secara umum, target produksi benih sumber tanaman pangan tercapai
setiap tahunnya. Keragaman jumlah produksi benih sangat bergantung pada
permintaan benih dari BPTP, serta penugasan dari Menteri Pertanian dalam
rangka mendukung 4 target sukses Kementerian Pertanian.
Tabel 27. Perbandingan capaian kinerja tahun 2010 - 2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010-2014 2015
Benih padi (ton)
Target 817,00 143,50
Realisasi 852,57
(104,35%)
156,49
(109,05)
Benih aneka kacang dan ubi (ton)
Target 258,00 53,30
Realisasi 270,17
(104,71%)
62,73
(117,69)
Benih jagung dan serealia lainnya (ton)
Target 118,00 35,00
Realisasi 132,44
(112,24%)
35,63
(101,80)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 75
Adapun keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari penyediaan
benih sumber tanaman pangan diuraikan sebagai berikut:
Penyediaan benih sumber varietas unggul padi
Sampai dengan 2015 telah diproduksi sebanyak 254,85 ton benih sumber
padi, serealia, serta aneka kacang dan umbi kelas BS, FS, dan SS untuk
mendukung kegiatan 1000 desa mandiri benih, GP-PTT, serta kegiatan
penelitian, demfarm, dan visitor plot.
UPBS di BBPadi telah menghasilkan benih sumber sebanyak 125,22 ton,
terdiri dari BS 29,88 ton, FS 48,68 ton, dan SS 46,66 ton yang terdiri berbagai
varietas unggul padi. Sedangkan UPBS di Lolit Tungro menghasilkan benih
sumber kelas SS sebanyak 31,27 ton, terdiri dari varietas Inpari 7 lanrang, Inpari
8, dan inpari 9 Elo yang tahan penyakit tungro untuk penyediaan dan
penyebarluasan benih sumber padi tahan tungro khususnya daerah-daerah yang
merupakan endemik tungro.
Penyediaan benih sumber varietas unggul aneka kacang dan umbi
Sampai dengan 2015 UPBS Balitkabi telah memproduksi sebanyak 62,73
ton benih sumber tanaman aneka kacang dan umbi kelas NS, BS dan FS.
Adapun varietas yang diproduksi benih antara lain: 1) kedelai sekitar 14 VUB
yaitu Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Mahameru, Dering 1, Burangrang, Wilis,
Panderman, Gepak Kuning, Gema, Detam 1, Detam 2, Detam 3 Prida dan Detam
3 Prida, 2) kacang tanah 11 VUB, yaitu Hypoma 1, Hypoma 2, Kancil, Bima,
Bison, Tuban Gajah, Takar 1, Takar 2, Talam 1, Domba, Kelinci dan Jerapah, dan
kacang hijau 6 VUB yaitu Vima 1, Murai, Perkutut, Sriti, Kenari, dan Kutilang.
Di samping itu, UPBS di Balitkabi juga memproduksi benih sumber ubikayu
sebanyak 60.000 setek terdiri dari varietas Darul Hidayah, Adira 1, Adira-4,
Malang 1, Malang 4, Malang-6, Litbang UK2, UJ-3, dan UJ-5, dan ubijalar
sebanyak 32.000 setek terdiri dari varietas Beta 1, Beta 2, Kidal, Papua Solossa,
Sawentar, Antin1, Antin2, Antin3, dan Sari.
Penyediaan benih sumber varietas unggul jagung dan serealia lainnya
Sampai dengan 2015 UPBS Balitsereal Maros telah memproduksi 35,63 ton
benih sumber jagung dan serealia lainnya kelas BS dan FS. Benih sumber jagung
sebanyak 34,82 ton terdiri dari varietas Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi
Kuning, Srikandi Putih, Lagaligo, dan Pulut URI, di antaranya F1 jagung hibrida
sebanyak 6.124,5 kg. Di samping itu, diproduksi benih sumber Sorgum sebanyak
820 kg terdiri dari varietas Suri 3 dan Suri 4.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 76
Outcome dari benih sumber tanaman pangan yang telah dihasilkan yaitu
telah disebarluaskan ke BPTP lingkup Badan Litbang Pertanian dalam rangka
mendukung Program 1.000 desa mandiri benih, GP-PTT, serta permintaan dari
berbagai stakeholder.
Menteri Pertanian Panen Benih Pokok Kedelai di Sidoarjo
Upaya peningkatan produksi kedelai menuju swasembada diperlukan
penyediaan benih yang cukup memadai dan harus di rancang sejak awal. Badan
Litbang Pertanian telah merespon melalui program Model Mandiri Benih kedelai
di 12 Provinsi penghasil kedelai antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan daerah lain sentra kedelai.
Gelar model mandiri benih dengan memproduksi Benih Pokok seluas 6 ha di
tengah hamparan kedelai seluas 15 ha yang dipersiapkan untuk Benih Sebar
seluas 200 ha pada Musim Kemarau II, di Desa Kalimati, Kecamatan Tarik,
Sidoarjo, Jawa Timur.
Menteri Pertanian Dr. Amran Sulaiman dengan program kunjungan kerja
ke Jawa Tengah dan Jawa Timur berkesempatan untuk panen benih pokok
kedelai bersama Bupati Sidoarjo, Dirjen Tanaman Pangan, Komandan Korem,
dan Dandim Kabupaten Sidoarjo, bersama peneliti dan penyuluh pada tanggal 30
Juli 2015.
Berdasarkan hasil ubinan hasil benih kedelai dapat mencapai 1,7 – 2,1
t/ha. Benih Pokok ini akan ditangkarkan oleh penangkar untuk memenuhi
kebutuhan benih kedelai musim berikutnya. Pada kesempatan panen kedelai dan
temu wicara Menteri Pertanian memberikan bantuan 20 unit pompa air dan 10
unit traktor.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 77
Panen Perdana Program Desa Mandiri Benih Jagung di Konawe Selatan
Konawe Selatan merupakan salah satu sentra pengembangan jagung di
Provinsi Sulawesi Tenggara, di mana Sulawesi Tenggara setiap tahunnya
memasok jagung 70.000 ton untuk memenuhi kebutuhan peternak lokal. Salah
satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung di Sulawesi Tenggara melalui
penggunaan benih bermutu menggantikan varietas lokal atau benih turunan
lainnya yang produktivitasnya rendah. DI samping itu, Sulawesi Tenggara juga
salah satu sentra pengembangan GP-PTT dan Desa Mandiri Benih Tanaman
Pangan. Varietas jagung yang dikembangkan adalah Jagung Hibrida (Bima 20
URI) dan Jagung Komposit (Sukmaraga dan Lamuru). Varietas jagung tersebut
merupakan varietas unggul jagung nasional yang didedikasikan untuk rakyat
Indonesia. Produktivitas jagung nasional juga tidak kalah dengan jagung
multinasional yaitu mencapai 12 t/ha.
.
Dalam rangkaian kegiatan GPPTT dan Desa Mandiri Benih, Selasa, 4
Agustus 2015 bertempat di Kabupaten Konawe Selatan dilaksanakan panen
perdana yang dihadiri oleh Bupati Konawe Selatan beserta jajaranya, peneliti
Balitbangtan, PT Pertani, 150 orang petani penangkar, petani jagung, penyuluh,
dan babinsa.
Pengembangan Desa Mandiri Benih di Kabupaten Konawe Selatan
melibatkan petani yang tergabung dalam Kelompok Penangkar Benih Jagung
Citra Sari yang beranggotakan 20 orang. Anggota Kelompok Tani Citra Sari telah
mendapatkan pelatihan teknis penangkaran benih jagung, baik jagung hibrida
maupun komposit. Pemenuhan kebutuhan benih diharapkan dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem jabalsim.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 78
Sasaran Strategis 4 : Tersedianya Rekomendasi Kebijakan
Pengembangan Tanaman Pangan
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui pencapaian indikator
kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2015 yaitu tersedianya 9
rekomendasi kebijakan tanaman pangan. Sasaran tersebut dicapai melalui
kegiatan ―Analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan.‖
Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan dalam tahun 2015 telah
tercapai seluruhnya dengan rata-rata 100,00%, yaitu dirakitnya 9 rekomendasi
kebijakan tanaman pangan (Tabel 28).
Tabel 28. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Rekomendasi Kebijakan Tanaman
Pangan
9 9 100
Sebagai perbandingan atas kemajuan yang telah diperoleh dari tahun
sebelumnya 2014-2015 disajikan pada Tabel 15.
Tabel 29. Perbandingan 2010-2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010-2014 2015
Rekomendasi Kebijakan Tanaman Pangan
Target 44 9
Realisasi 47
(106,82%)
9
(100%)
Adapun keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari masing-
masing sub kegiatan diuraikan sebagai berikut:
1. Pengembangan Sistem Jajar Legowo pada Padi
Di Indonesia beras merupakan komoditas pangan yang sangat strategis,
keberadaan beras selalu dipantau dan diperhatikan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Hal lain yang menyebabkan ketersediaan beras sangat penting,
adalah (1) konsumsi beras/kapita/tahun penduduk Indonesia masih sangat
besar, (2) sekitar 95% masyarakat Indonesia masih menjadikan beras sebagai
makanan pokok, dan (3) pengeluaran penduduk Indonesia rata-rata 60% adalah
untuk pangan dan dari 60% pengeluaran tersebut 25% adalah untuk beras,
sehingga ketergantungan terhadap beras masih sangat tinggi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 79
Permintaan bahan pangan terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk. Di sisi lain dengan adanya perubahan iklim (yang
menjadi lebih ekstrim) akibat pemanasan global, berdampak pada terganggunya
produksi pangan. Indonesia harus mampu mencapai swasembada beras secara
berkelanjutan agar ketahanan pangan tidak terganggu. Salah satu upaya
peningkatan produksi padi dilakukan dengan penerapan teknologi spesifik lokasi
menggunakan pendekatan pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) yang
salah satu komponen teknologinya adalah sistem tanam jajar legowo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam jajar legowo 2:1
memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan sistem tanam legowo 4:1 dan sistem
tegel. Di samping itu, telah tersedia alat tanam jajar legowo (Jarwo
transplanting) untuk jajar legowo 2:1 agar memudahkan tanam bagi petani. Oleh
karena itu, diusulkan untuk masa mendatang hanya menggunakan satu model
sistem tanam jajar legowo 2:1 (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm atau Legowo 2:1 (20
cm x 10 cm) x 40 cm. Penggunaan hanya satu model Legowo akan memudahkan
dalam melakukan diseminasi teknologi oleh BPTP, penyiapan materi penyuluhan
oleh penyuluh lapangan, dan memudahkan penyusunan standar operasional
prosedur (SOP) pelaksanaan ubinan.
Untuk itu, BB-Padi diharapkan dapat membuat petunjuk teknis jajar
Legowo 2:1 yang selanjutnya dapat diperbanyak oleh BPTP di setiap provinsi
dalam upaya mendukung Gerakan Tanam Jajar Legowo melalui Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Diusulkan untuk penyusunan SOP teknik ubinan sistem tanam jajar
Legowo 2:1 oleh BPS, Badan Litbang, dan Dinas Pertanian yang mencakup:
a. Ketelitian dalam pengukuran plot ubinan (tidak melewati batas 2,5 m
x 2,5 m); ketepatan waktu panen; peletakan alat ubinan/penentuan
posisi batas areal ubinan (setengah jarak tanam atau tepat di pangkal
batang); dan menghitung jumlah populasi tanaman/petak ubinan.
b. Khusus untuk sistem tanam jajar legowo padi sawah, jika
dimungkinkan dikompromikan dengan BPS penggunaan alat ubinan
2,5 m x 2,5 m dan 2,0 m x 3,0 m (dengan sistem bongkar pasang)
pada sistem tanam legowo 2:1 (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm maupun
Legowo 2:1 (20 cm x 10 cm) x 40 cm.
2. Aspek Sosial Ekonomi Usahatani Padi Sistem Jajar Legowo
Teknologi pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) yang telah
dihasilkan perlu terus diperbaiki komponen teknologinya sesuai kebutuhan petani
dan diperluas penerapannya. Dalam upaya mencapai target swasembada, selain
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 80
dengan mencanangkan UPSUS, Kementerian Pertanian juga melaksanakan
Gerakan Penerapan PTT (GP-PTT). GP-PTT merupakan level lanjut dari program
Sekolah Lapangan PTT (SL-PTT). Telah dilakukan kajian pengembangan PTT padi
dari aspek sosial ekonomi.
Budi daya padi dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 mampu
meningkatkan hasil padi sebesar 21% (9,5 ton/ha) daripada dengan sistem tegel
hanya 7,8 ton/ha. Kelebihan lain penerapan sistem jajar legowo 2:1 yaitu hanya
memerlukan tambahan tenaga kerja 11 HOK/ha dari yang biasa diterapkan
petani 124 HOK/ha, serta penghematan biaya pestisida sebesar hampir
separuhnya dan penghematan penggunaan pupuk urea.
Berdasarkan hasil monitoring petani di sekitar demplot baik sebelum
maupun sesudah pelaksanaan Gerakan Pengembangan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (GP-PTT), hasil padi petani rata-rata 5,1 ton/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa difusi teknologi PTT yang diterapkan di demplot tidak seperti yang
diharapkan, walaupun sudah dibantu dengan subsidi benih, pupuk, pestisida, dan
tenaga kerja. Di samping bantuan sarana produksi dan tenaga kerja,
pendampingan teknologi oleh penyuluh, peneliti maupun babinsa sangat penting
dalam GP-PTT.
Penambahan tenaga kerja yang diperlukan dalam sistem tanam jajar
legowo 2:1, dialokasikan pada kegiatan pemasangan kelambu di persemaian,
monitoring OPT, dan pemeliharaan tanaman bunga sebagai suatu bentuk
rekayasa ekologi untuk mengembangkan musuh alami.
Rendahnya hasil tanam jajar legowo oleh petani disebabkan oleh
penerapan sistem tanam jajar legowo yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis.
Kebanyakan petani tidak menambah jumlah rumpun yang disisipkan dalam
barisan tanaman sehingga populasi tanaman tidak meningkat dibandingkan
dengan sistem tegel. Dalam pengembangan sistem tanam jajar legowo 2:1
diperlukan bimbingan intensif penyuluh di samping insentif penerapan legowo.
3. Pengembangan Teknologi Budi Daya Jagung
Jagung juga merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki
peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini
jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga digunakan
sebagai bahan pakan dan industri bahkan di luar negeri sudah mulai digunakan
sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Permintaan jagung terus mengalami
peningkatan berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak
dari peningkatan kebutuhan pangan, konsumsi protein hewani dan energi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 81
Berdasarkan data angka ramalan II Badan Pusat Statistik, produksi jagung
tahun 2014 diperkirakan sebanyak 19,13 juta ton atau meningkat sebesar 3,33%
dibandingkan tahun 2013 yang produksinya mencapai 18,51 juta ton pipilan
kering. Kenaikan produksi diperkirakan karena kenaikan luas panen seluas 58,72
ribu hektar (1,54%) dan kenaikan produktivas sebesar 0,85 kuintal/ha (1,75%)
dari awalnya 48,44 kuintal/ha menjadi 49,29 kuintal/ha. Kementerian Pertanian
optimis target produksi jagung tahun 2015 sebesar 20 juta ton tercapai.
Upaya peningkatan produksi jagung salah satunya dengan penerapan
sistem tanam jajar legowo yang juga sudah diterapkan pada padi. Berbeda
dengan tanaman padi, tanaman jagung tidak membentuk anakan, sehingga
penerapan sistem legowo pada tanaman jagung lebih diarahkan pada : 1)
meningkatkan penerimaan intensitas cahaya matahari pada daun dan diharapkan
hasil asimilasi meningkat, sehingga pengisian biji dapat optimal, dan 2)
memudahkan pemeliharaan, terutama saat penyiangan gulma (secara manual
atau dengan herbisida), memudahkan dalam pemupukan, dan pemberian air.
Sistem tanam jajar legowo pada jagung dapat diterapkan di lahan sawah
maupun lahan kering dengan tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air yang
cukup. Mengingat maksud penanaman sistem logowo ini bukan semata untuk
meningkatkan hasil, maka penerapannya dikaitkan dengan upaya peningkatan
indeks pertanaman (IP) jagung. Dengan peningkatan IP, maka hasil panen dapat
meningkat dan pengelolaan lahan menjadi lebih produktif.
Anjuran jumlah populasi tanaman jagung berkisar antara 66.000 – 71.000
tanaman/ha. Untuk dapat tercapai jumlah populasi tersebut, maka jarak tanam
biasa yang diterapkan adalah 75 cm x 20 cm (1 tanaman/lubang) atau 70 cm x
20 cm (1 tanaman/lubang). Pada daerah yang mempunyai masalah tenaga kerja,
dapat diterapkan jarak tanam 75 cm x 40 cm (2 tanaman/lubang) atau 70 cm x
40 cm (2 tanaman/lubang). Jika penanaman dilakukan dengan cara tanam
legowo, agar populasi tanaman tetap berkisar antara 66.000 – 71.000
tanaman/ha, maka jarak tanam yang diterapkan adalah (100 - 50) cm x 25 cm (1
tanaman/lubang) atau (100 - 50) cm x 50 cm (2 tanaman/lubang), jumlah
populasi 66.000 tanaman/ha.
Hasil uji lapang pada areal seluas 2 hektar menggunakan varietas jagung
hibrida memperlihatkan bahwa legowo 2:1 jagung dengan jarak tanam 25 cm x
(50 – 100) cm (1 tanaman/lubang) signifikan memberikan produktivitas lebih
tinggi dibanding legowo 4:1 (jarak tanam 25 cm x (50 – 100) cm (1
tanaman/lubang), namun tidak berbeda nyata dengan produktivitas yang
diperoleh dari jarak tanam non-legowo (tegel) 40 cm x 70 cm dengan 2
tanaman/lubang. Memperhatikan hasil ini, legowo 2:1 dengan jarak tanam 25 cm
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 82
x (500 – 100) cm (1 tanaman/lubang) perlu diperbaiki/dikoreksi untuk
memberikan jumlah populasi tanaman yang lebih tinggi lagi sehingga mampu
menghasilkan produktivitas nyata lebih tinggi. Sebagai alternatif yang dapat
disarankan adalah 20 cm x (50 – 100) cm (1 tanaman/lubang) atau 40 cm x (50
– 100) cm dengan 2 tanaman/lubang.
Penerapan sistem tanam Legowo 2:1 produktivitas lebih tinggi dibanding
legowo 4:1. Namun, seringkali timbul pertanyaan mengapa jumlah populasi yang
lebih tinggi daripada legowo 4:1 tidak memberikan hasil lebih tinggi dibanding
legowo 2:1. Hal ini dikarenakan efek tanaman pinggir yang lebih tinggi pada
legowo 2:1. Secara skematis dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Pada gambar di atas, terlihat bahwa pada luasan yang sama untuk kedua
macam legowo (dengan jarak tanam dan jumlah tanaman per lubang sama),
pada sistem legowo 2:1 jumlah tanaman dengan efek pinggir 50% lebih banyak
dibanding pada sistem legowo 4:1. Adanya pengaruh efek pinggir sangat
menguntungkan bagi tanaman dan memungkinkan tanaman dapat tumbuh lebih
maksimal karena peluang penerimaan intensitas matahari lebih optimal.
4. Aspek Sosial Ekonomi Usahatani Jagung
Jagung saat ini bukan hanya sebagai komoditas pangan tetapi juga
diperlukan bagi industri pakan bahkan mulai digunakan sebagai bahan bakar
alternatif (biofuel). Permintaan jagung terus mengalami peningkatan berbanding
lurus dengan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak dari peningkatan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 83
kebutuhan pangan, konsumsi protein hewani dan energi. Kementerian Pertanian
optimis target produksi jagung tahun 2015 sebesar 20 juta ton dapat dicapai.
Salah satu alternatif dengan pengembangan sistem tanam jajar legowo.
Budi daya jagung dengan sistem jajar legowo 2:1 mampu meningkatkan
hasil padi sebesar 10,2% dari 9,1 ton/ha dengan sistem tegel menjadi 10,04
ton/ha. Peningkatan hasil ini kurang nyata sehingga masih memerlukan
perbaikan teknologi budi daya dan input produksi yang lebih optimal.
Berdasarkan hasil monitoring petani di sekitar demplot hasil jagung petani
rata-rata 5,6 ton/ha pipilan kering. Rendahnya tingkat hasil yang dicapai oleh
petani disebabkan kurang tersedianya air irigasi karena kemarau yang panjang.
Pengurangan tenaga kerja yang diperlukan dalam pemeliharaan tanaman
jagung sistem tanam jajar legowo 2:1, disebabkan oleh pengurangan alokasi
tenaga kerja pada kegiatan persiapan lahan, pemupukan, penyemprotan, dan
panen. Dalam upaya penerapan sistem jajar legowo untuk meningkatkan
produksi jagung, perlu memperhatikan aspek musim selain aspek sosial dan
teknologi.
5. Pengembangan PTT Kedelai dari Aspek Teknologi Budi Daya
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia
setelah padi dan jagung, mengingat komoditas ini mempunyai banyak fungsi,
baik sebagai bahan pangan, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri
skala besar hingga rumah tangga. Oleh karena itu, kebutuhan kedelai terus
meningkat setiap tahun. Rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahun mencapai 2,3
juta ton, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi
sekitar 30-40%, dan kekurangannya sebesar 60-70% harus diimpor. Pada tahun
2011, produksi kedelai dalam negeri 851 ribu ton atau 29% dari total kebutuhan,
sehingga kekurangnya 71% harus diimpor. Hal yang sama juga terjadi pada
tahun 2012, kebutuhan kedelai 2,2 juta ton, sementara produksi hanya 851 ribu
ton, sehingga harus diimpor sekitar 1,3 juta ton atau 61%.
Rendahnya produksi kedelai di Indonesia dalam satu dekade terakhir
akibat ketidakpastian harga pembelian kedelai oleh pemerintah dan cenderung
kurang memberikan insentif bagi petani. Pada tanggal 13 Juni 2013, akhirnya
pemerintah menetapkan harga beli petani (HBP) untuk kedelai sebesar Rp 7.000
per kg melalui Permendag No. 25/M-DAG/PER/6/2013 tentang penetapan harga
pembelian kedelai petani dalam rangka program stabilisasi harga kedelai. Melalui
kebijakan ini diharapkan mampu mendorong produksi kedelai di Indonesia
sehingga ketergantungan terhadap kedelai impor dapat dikurangi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 84
Dengan refocusing penerapan teknologi PTT dapat meningkatkan
produktivitas kedelai sebanyak 1 t/ha di lahan sawah Kabupaten Sragen. Varietas
Grobogan sangat cocok untuk dikembangkan pada lahan sawah MK-II dalam
kondisi persediaan air terbatas, karena berumur sangat genjah (72 hari),
sehingga dapat terhindar dari kekeringan.
Pemberian pupuk organik/pupuk kandang menyebabkan tanah dapat
mengikat air lebih lama, tanah tidak mudah kering, dan tanaman kedelai tumbuh
lebih subur. Dengan merapatkan jarak tanam (40 cm x 10 cm) di samping dapat
meningkatkan populasi tanaman per hektar juga dapat menjaga kelembaban
tanah, mengurangi penguapan air tanah dan dapat meningkatkan hasil kedelai.
Penerapan teknologi peningkatan produksi kedelai akan dilakukan petani bila ada
insentif harga jual kedalai yang menguntungkan.
6. Pengembangan PTT Kedelai dari Aspek Sosial Ekonomi
Dalam upaya mencapai target swasembada kedelai, selain dengan
mencanangkan UPSUS, Kementerian Pertanian juga melaksanakan Gerakan
Penerapan PTT (GP-PTT). Karenanya, teknologi PTT yang telah dihasilkan perlu
terus diperbaiki sesuai kebutuhan petani dan diperluas penerapannya.
Permintaan bahan pangan terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk. Kondisi ini terkendala dengan adanya perubahan iklim
akibat pemanasan global, berdampak pada terganggunya produksi pangan.
Indonesia harus mampu mencapai swasembada kedelai secara berkelanjutan
serta mengurangi impor kedelai agar ketahanan pangan tidak terganggu. Di sisi
lain, ketersediaan bahan pangan pada tingkat harga yang tidak memberatkan
konsumen dan sekaligus memberikan keuntungan yang memadai kepada petani.
Situasi ini hanya mungkin dicapai bila usahatani kedelai dapat mengoptimalkan
efisiensi setiap penggunaan input. Tenaga kerja, air, benih, pupuk, dan pestisida
merupakan input utama untuk memproduksi tanaman pangan.
Budi daya kedelai dalam GP-PTT mampu meningkatkan hasil kedelai
sebesar 64% dari 1,4 ton/ha menjadi 2,3 ton/ha. Peningkatan hasil yang besar
ini dicapai dengan perbaikan komposisi pupuk NPK, penambahan bahan organik,
peningkatan populasi tanaman dan perbaikan drainase. Peningkatan intensifikasi
pemeliharaan tanaman menyebabkan penyerapan tenaga kerja meningkat
sebesar 35 HOK dari yang biasa diterapkan petani 57 HOK.
Berdasarkan hasil pemantauan di sekitar demplot hasil kedelai petani rata-
rata 1,4 ton/ha. Rendahnya tingkat hasil yang dicapai petani disebabkan oleh
kurang tersedianya air irigasi karena musim kemarau yang panjang.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 85
Peningkatan tenaga kerja yang diperlukan dalam pemeliharaan tanaman
kedelai, disebabkan oleh penambahan alokasi tenaga kerja pada kegiatan
persiapan lahan, pembuatan saluran drainase, tanam, pengairan, dan panen.
Penerapan teknologi peningkatan produksi kedelai akan dilakukan petani bila ada
insentif harga jual kedelai yang menguntungkan.
7. Pupuk Hayati Unggulan Nasional
Konsorsium Pengembangan Pupuk Hayati Nasional terbentuk tahun 2011
dalam rangka pengembangan Biofertilizer sebagai terobosan teknologi pertanian,
dengan melibatkan Kementerian Pertanian, LIPI, dan IPB. Sejak pelaksanaan uji
multilokasi yang dimulai tahun 2012, Komite Inovasi Nasional (KIN) telah
merekomendasikan 9 jenis Pupuk Hayati Unggulan Nasional (PHUN) generasi
pertama untuk dikembangkan di tingkat petani dan diproduksi masal dalam
pengembangan komoditas padi, kedelai, dan cabai. Dari 9 PHUN tersebut, 3
produk dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian (agrimeth, agrisoy, dan
gliocompost), 3 produk dihasilkan oleh LIPI (Kedelai Plus, Biovam, dan Startmix),
2 produk dihasilkan oleh BPPT (BOC-SRF dan Biopeat), dan 1 produk dihasilkan
oleh IPB (Provibio).
Pengembangan dan penyebaran PHUN hingga 2015 melibatkan BPTP
Jambi, BPTP Lampung, BPTP Banten, BPTP Jabar, BPTP Jateng, dan BPTP Jatim
dengan luas pengembangan 1.300 ha. Pupuk hayati Agrimeth yang merupakan
produk Badan Litbang dikembangkan seluas 462 ha, Provibio (produk IPB) seluas
340 ha, dan Biovam (produk LIPI) seluas 271 ha. Ketiga produk tersebut
diaplikasikan pada tanaman padi dan kedelai. Aplikasi untuk tanaman cabai
merah antara lain Gliocompost (9 ha), BOC-SRF dan StarTmix masing-masing
dengan luasan 6 ha.
Hasil pengujian efektivitas pupuk hayati unggulan baru (generasi ke dua)
diperoleh 11 produk yang prospektif untuk dikembangkan di tingkat petani.
Delapan (8) produk cocok untuk jagung yaitu Agrifit (Badan Litbang), Probio
New dan Super Biost (IPB), Biopim dan Biocoat (BPPT), Biopadjar dan Bion-Up
(Unpad), serta Beyonic (LIPI). Sedangkan yang cocok untuk tanaman bawang
merah yaitu Biopadjar dan Bion-Up (Unpad), Probio New dan Super Biost (IPB),
Biotrico dan Agrifit (Badan Litbang), Beyonic (LIPI), serta Bio-SRF (BPPT). Hasil
dari demplot yang dilaksanakan pada 2014-2015 disajikan pada Tabel 30. Sampai
saat ini sedang berlangsung pengembangan formula matriks pembawa PHUN
yang berupa tablet effervescent agar tidak mudah rusak dalam transportasi dan
distribusi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 86
Proses komersialisasi PHUN dengan mitra swasta sudah dilakukan dengan
PT. AIM yaitu melisensikan ketiga produk PHUN Badan Litbang Pertanian
(Agrisoy, Gliocompost, dan Agrimeth). Proses selanjutnya menunggu terbitnya
Ijin Edar dari Kementerian Pertanian untuk produksi masal ketiga produk
tersebut.
Tabel 30. Hasil aplikasi pupuk hayati pada jagung dan bawang merah,
2015.
8. Isu-Isu Penting Tanaman Pangan
Verifikasi Metode Hazton Mendukung Peningkatan Produksi Padi
Verifikasi dan penyempurnaan metode Hazton pada dua tipologi lahan
pertanaman padi. Kegiatan dilaksanakan pada MT-1 (MH 2014/2015), di KP
Sukamandi dengan perlakuan terdiri atas 3 model Hazton dan 1 model PTT
sebagai pembanding. Pada MT-2 (MK 2015) di KP Sukamandi perlakuannya
terdiri dari atas 3 model Hazton, 2 model SRI, dan 3 model PTT sebagai
pembanding. Masing-masing perlakuan ditempatkan dalam plot dengan luas
500 – 1.000 m2 dan diulang tiga kali.
Pupuk hayati Hasil (t/ha)
Jagung Bawang Merah
Agrifit 12,54 12,31
Superbiost 12,54 13,71
Biopadjar 12,76 12,27
Bionic+ 12,54 -
Bion Up 12,67 -
Provibio 12,76 -
Probio New - 13,58
Biotricho - 13,13
Bio PF - 12,21
Prochip - 12,14
Bionic+ - 13,03
Bio SRF - 11,70
Kontrol 12,19 11,49
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 87
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual penampilan pertanaman
Hazton pada fase vegetatif awal memiliki vigoritas baik, namun kondisi ini
menyebabkan iklim mikro di sekeliling tanaman menjadi lebih kondusif untuk
perkembangan OPT antara lain Wereng Batang Coklat (WBC) dan Penggerek
Batang Padi (PBP). Ditemukan 4 jenis penyakit yang berkembang yaitu
Cercospora oryzae, Helminthosporium oryzae, virus Tungro, dan penyakit Hawar
daun bakteri, serta pada stadia anakan maksimum ada 2 jenis penyakit yaitu
bercak coklat dan penyakit hawar daun bakteri.
Pada fase vegetatif, secara umum jumlah anakan per rumpun pada model
Hazton mulai menurun pada umur 15 HST, sebaliknya pada model PTT dan SRI
terjadi peningkatan jumlah anakan sampai umur 43-50 HST (model PTT) dan 64
HST (model SRI), selanjutnya jumlah anakan per rumpun menurun. Pada model
Hazton jumlah malai per rumpun relatif lebih banyak dan bobot 1.000 butir
gabah isi lebih tinggi, namun rata-rata panjang malainya pendek, jumlah gabah
isi per malai dan persentase gabah isi lebih rendah.
Hasil gabah pertanaman model Hazton pada MT-1 di KP Sukamandi, relatif
rendah berkisar 3,14-4,36 t/ha GKG, sedangkan PTT mencapai 4,86 t/ha GKG.
Rendahnya hasil pada MT-1 ini disebabkan antara lain oleh tingkat kehampaan
yang tinggi, populasi tanaman per ha rendah (133.333 rumpun/ha), dan
serangan OPT yang tinggi (WBC dan PBP), serta disebabkan pula oleh masa
pertanaman yang di luar musim (off season). Keuntungan yang diperoleh dari
pertanaman Hazton berkisar antara Rp 2.520.000 – Rp 7.120.000/ha dengan
B/C rasio 0,25-0,69, sedangkan pada model PTT keuntungannya mencapai Rp
12.555.000/ha dengan B/C rasio 1,82.
Hasil gabah pertanaman pada MT-2 di KP Sukamandi baik pada model
Hazton, SRI, dan PTT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim
sebelumnya. Pada MT ini hasil gabah pertanaman model Hazton berkisar 6,24-
7,13 t/ha GKP, model SRI berkisar 6,40-8,19 t/ha GKG, dan model PTT berkisar
6,34-6,89 t/ha. Pendapatan bersih tertinggi dari semua perlakuan dicapai oleh
perlakuan SRI modifikasi, yaitu sebesar Rp 33.332.750, diikuti oleh perlakuan
PTT sebesar Rp 29.855.750, dan Hazton sebesar Rp 27.754.000. Nilai B/C rasio
model Hazton berkisar 1,97-2,57, SRI 1,79-2,85, dan PTT 3,45-3,77.
Berdasarkan analisis usahatani, semua model budi daya layak untuk
dikembangkan, namun model PTT memiliki B/C rasio relatif lebih tinggi (3,45-
3,77) sehingga lebih layak untuk dikembangkan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 88
Monitoring Pertanaman Padi Metode Hazton 3 in 1
Metode Hazton 3 in 1 adalah cara pengelolaan tanaman padi dengan
memadukan perlakuan Beka (dekomposer), Hazton (cara tanam bibit tua jumlah
banyak), dan Pomi (pupuk hayati) yang dilakukan secara demfarm oleh PT Indo
Acidatama Tbk bersama-sama dengan para kelompok tani (Sri Makmur, Tani
Makmur, Krido Tani) di Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten
Sukoharjo. Berdasarkan hasil monitoring terhadap keragaan pertanaman di
lapang dan panen yang dilakukan pada fase matang fisiologi pada 26
September 2015, secara visual, sebagai berikut:
Demfarm pertanaman padi metode Hazton menggunakan varietas Inpari
Sidenuk dan Way Apo Buru, dengan perlakuan utama meliputi: (1) perlakuan
decomposer Beka sebanyak 2-3 liter saat pengolahan tanah 2 minggu sebelum
tanam ditambah 4 liter per ha pupuk hayati (Pomi) ke lahan siap tanam sehari
sebelum tanam, (2) tanam bibit umur tua (25-30 HSS) dengan jumlah bibit 15-
30 bibit per rumpun dan cara tanam Jajar legowo 4:1 jarak tanam 25 cm x 20 cm
x 40 cm (populasi 160.000 rumpun per ha), dan (3) perlakuan aplikasi Pomi
sebanyak 2 liter per ha pada saat pertanaman memasuki fase primordial.
Kondisi pertanaman 3 in 1 saat fase matang fisiologis secara visual relatif
normal dengan jumlah anakan produktif berkisar antara 18-26 per rumpun.
Kondisi perkembangan hama dan penyakit di lokasi demfarm dan petani sekitar
secara umum relatif normal dengan tingkat serangan tergolong ringan hingga
sedang. Insiden yang disebabkan oleh hama dan penyakit antara lain penggerek
(beluk) sekitar 7%, serta blas leher, hawar daun bakteri dan hawar pelepah
sekitar 5-10%.
Hasil panen riil yang diperoleh: (1) Lokasi 1, luas 3.000 m² diperoleh hasil
3.193 kg (hasil konversi 10,64 ton/ha) GKP, (2) Lokasi 2, luas 6.200 m² diperoleh
hasil 5.539 kg (hasil konversi 8,93 ton/ha) GKP; (3) Lokasi 3, luas 3.000 m²,
diperoleh hasil 2.870 kg (hasil konversi 9,57 ton/ha) GKP; (4) Lokasi 4 luas 6.855
m², diperoleh hasil 6.993 kg (hasil konversi 10,20 ton/ha) GKP; (5) Lokasi 5,
luas 4.300 m², diperoleh hasil 4.229 kg (hasil konversi 9,83 ton/ha) GKP; (6)
Rata-rata produksi riil varietas Way Apo Buru 9,17 t/ha GKP dan varietas Inpari
Sidenuk 10,02 t/ha GKP; dan (7) Rata-rata di tingkat petani sekitar (di luar
program) untuk varietas Way Apo Buru 8,30 t/ha GKP dan varietas Inpari
Sidenuk 8,40 t/ha GKP.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 89
Saran-saran Aplikasi Metode Hazton
Dari aspek budi daya model Hazton mempunyai keuntungan di antaranya
tanaman lebih tahan terhadap hama keong mas, namun masih memiliki
beberapa kelemahann antara lain: populasi tanaman yang tinggi menyebabkan
kompetisi terhadap unsur hara tinggi, dan kelembaban iklim mikro di sekitar
kanopi lebih tinggi sehingga rentan terhadap OPT (Blas, HDB, dan WBC). Selain
itu, bibit masih menghasilkan anakan baru sehingga malai beragam dan bibit
yang berada di tengah banyak yang mati, yang berkembang hanya yang berada
di pinggir. Oleh sebab itu, diperlukan penyesuaian penggunaan jumlah bibit per
rumpun dan populasi optimal per hektar (minimal 150.000 rumpun/ha) dan umur
bibit tertua (hingga tidak memberikan anakan) untuk mendapatkan pertumbuhan
serta hasil dan komponen hasil (malai dan gabah) yang lebih baik.
Pengembangan budi daya padi model Hazton dilakukan secara spesifik
lokasi, antara lain pada lahan yang subur, intensitas radiasinya cukup tinggi,
pada daerah endemik keong mas dan orong-orong, serta menggunakan varietas
dengan anakan jumlah sedikit – sedang. Sistem pertanaman padi metode ini
(bibit padat dan umur tua) juga dapat di lahan-lahan suboptimal, seperti rawa
lebak dan pasang surut (spesifik lokasi).
Badan Litbang Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Teknologi Budi
Daya Hazton pada Tanaman Padi versi 1.0 dengan Nomor ISBN: 978-979-540-
097-4 yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam budi daya padi dengan metode
Hazton.
Verifikasi Padi Sistem Ratun atau “Salibu”
Budi daya padi Salibu (tanaman setelah ibu) atau ratun, merupakan
tanaman padi yang tumbuh lagi setelah batang sisa panen atau tunggul padi
dipotong, tunas akan muncul dari buku terendah dari permukaan tanah. Tunas
tersebut akan mengeluarkan akar baru yang segera dapat masuk ke dalam tanah
sehingga kebutuhan nutrisi tidak lagi bergantung pada persediaan hara pada
batang lama. Dari fenomena inilah yang diduga mengakibatkan pertumbuhan
dan hasil gabahnya bisa sama bahkan lebih dibanding tanaman pertama atau
ibunya. Beberapa faktor penunjang yang dapat mempengaruhi teknologi Salibu
dan diverifikasi antara lain: tinggi dan saat pemotongan batang sisa panen,
varietas, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT)
berupa hama dan penyakit.
Perlakuan untuk verifikasi sistem Salibu yang dilakukan di Sukamandi dan
Muara yaitu Tinggi Pemotongan: 3-5 cm, 8-10 cm, dan 18-20 cm dari pangkal
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 90
batang; Waktu Pemotongan: 3 dan 8 hari setelah panen (HSP); Takaran
Pemupukan: 0, 50%, 75%, 100% dan 125% R (Rekomendari Permentan 40);
Frekuensi pengendalian OPT: Penyemprotan interval 5 hari, 10 hari, dan
berdasarkan ambang kendali. Varietas yang digunakan Ciherang dan Hipa Jatim
2 yang ditanam menggunakan sistem tanam Jajar legowo 2:1.
Hasil verifikasi tinggi dan saat pemotongan
Disebabkan karena tanaman pokok (ibu) di Sukamandi berada pada saat
off season, maka pada stadia pengisian timbul serangan hama wereng coklat,
lembing batu, dan hama burung yang sulit dikendalikan sehingga hasil yang
diperoleh tidak optimal. Varietas Ciherang hasilnya berkisar antara 4,00-4,78 t/ha
dan 3,29-4,08 t GKG/ha untuk Hipa Jatim 2. Waktu tanam di Muara pada musim
penghujan akibatnya aplikasi pestisida dan bakterisida kurang efektif. Tananam
pokok terinfeksi penyakit tungro pada awal pertumbuhan dan pada stadia
pengisian biji terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Hasil yang diperoleh
varietas Ciherang berkisar antara 4,59-5.58 t/ha dan 4,06-4,68 t GKG/ha untuk
varietas Hipa Jatim 2.
Pertanaman Salibu I di Sukamandi terinfeksi virus kerdil rumput dan kerdil
hampa, untuk mencegah penularan virus ke tanaman yang sehat maka dilakukan
eradikasi, sehingga jumlah rumpun berkurang. Hasil ratun I berkisar antara 3,72-
4,44 t GKG/ha (Ciherang) dan 3,78-4,90 t GKG/ha (Hipa Jatim 2). Umur tanaman
pokok 110 HSS menjadi 76 HSP pada Salibu I (Ciherang) dan dari 107 HSS
menjadi 83 HSP (Hipa Jatim 2). Di Muara, Salibu I terserang keong mas terutama
pada pemotongan tunggul 3-5 cm. Pada pertumbuhan selanjutnya beberapa
rumpun tanaman terinfeksi virus kerdil rumput dan kerdil hampa seperti yang
terjadi di Sukamandi. Hasil ratun berkisar antara 3,65-4.21 t GKG/ha (Ciherang)
dan untuk Hipa Jatim 2 (1,09-2,15 t GKG/ha). Umur tanaman pokok 127 HSS
menjadi 73-83 HSP pada Salibu I (Ciherang) dan dari 125 HSS menjadi 63-85
HSP (Hipa Jatim 2). Semakin tinggi pemotongan tunggul padi umur panennya
semakin cepat.
Hasil panen Salibu I di Sukamandi cukup baik, sebaliknya di Muara sudah
menurun bila dibandingkan dengan hasil tanaman pokoknya, terutama pada
varietas Hipa Jatim 2. Pada pertanaman Salibu II maupun III, hasil gabah dan
umur tanaman semakin menurun. Hasil tertinggi Salibu dicapai dengan tinggi dan
waktu pemotongan jerami masing-masing 3-5 cm dan 3 hari setelah panen.
Makin tinggi posisi pemotongan tunggul padi, hasil gabah keringnya semakin
menurun.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 91
Hasil verifikasi takaran pemupukan
Takaran pupuk yang diperlukan tanaman padi ratun Salibu cukup 75%
dari ketetapan dosis pupuk menurut Permentan 40 (R). Untuk di Sukamandi
adalah 225 kg Urea + 56 kg SP 36 + 75 kg KCl per ha dan di Muara 225 kg Urea
+ 56 kg SP 36 + 37,5 kg KCl per ha. Berkurangnya kebutuhan pupuk terkait
dengan umur Salibu yang lebih pendek. Pada takaran pupuk tersebut Salibu
menghasilkan jumlah anakan produktif tertinggi (13,1-17,2 per rumpun),
kandungan khlorofil di atas ambang kritis (41,5-41,8 SPAD), dan tinggi tanaman
tidak dipengaruhi oleh takaran pupuk.
Hasil Salibu I dengan dosis pupuk 75% R di Sukamandi 5,23 t/ha (51,59%
dari kontrol) dan di Muara 3,71 t/ha (50,20% dari kontrol). Hasil tersebut tidak
berbeda nyata dibanding hasil yang dicapai pada takaran pupuk 125% R.
Varietas Hipa Jatim 2 hasilnya lebih tinggi dari Ciherang di Sukamandi tetapi
yang dicapai di Muara tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil yang signifikan
di antara kedua varietas tersebut.
Pertanaman Salibu II dan III tidak optimal, populasi tanaman berkurang
karena setelah dilakukan pemotongan jerami tidak seluruhnya rumpun dari
pertanaman Salibu I dapat menghasilkan tunas. Kejadian serupa bahkan tampak
sejak Salibu I pada kondisi di Rumah Kaca, baik di Sukamandi maupun di Muara.
Sulitnya mengendalikan OPT pada kondisi off season di lapangan merupakan
salah satu faktor yang cukup dominan mempengaruhi keberhasilan Salibu.
Hasil verifikasi pengendalian OPT
Hama yang dijumpai pada pertanaman Salibu antara lain penggerek padi
kuning, wereng coklat, wereng punggung putih, dan kepinding tanah. Wereng
coklat menyerang pertanaman Salibu I hingga Salibu III. Beberapa penyakit yang
dijumpai di lapangan antara lain Busuk batang Helmithosporium sigmoideum,
hawar pelepah Rhizoctonia solani, bercak daun Cercospora oryzae, hawar daun
bakteri (HDB) Xanthomonas oryzae pv. oryzae, dan Bacterial Leaf Streak (BLS).
Penyakit dominan pada tanaman Salibu I fase vegetatif yaitu kerdil hampa
dan busuk batang, sedangkan pada fase generatif adalah busuk batang, bercak
daun Cercospora (BDC), HDB, dan BLS. Penyakit pada Salibu II fase vegetatif
yaitu kerdil hampa, sedangkan pada fase generatif yaitu hawar pelepah dan
kerdil hampa. Penyakit dominan pada Salibu III fase vegetatif dan generatif yaitu
kerdil rumput. Wereng coklat merupakan vektor bagi penyakit kerdil rumput dan
kerdil hampa. Semakin meningkatnya intensitas serangan penyakit, populasi
hama menurun terutama untuk penggerek. Hal ini disebabkan serangga
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 92
membutuhkan tanaman inang yang sehat untuk berkembangbiak. Sebagian
wereng coklat yang menyerang Salibu I hingga III adalah bertipe makroptera
atau wereng migran yang bersayap.
Interval aplikasi insektisida berpengaruh terhadap populasi hama dan
predator, tetapi tidak terhadap keparahan semua penyakit padi, terutama pada
interval 5 hari penyemprotan. Populasi hama dan keberadaan penyakit
diperparah akibat pertanaman off season hingga penyemprotan dengan interval
sangat singkat (5 hari) tidak mampu mengendalikan OPT di atas, walaupun sejak
tanaman utama hingga pertanaman Salibu III varietas Ciherang tampak lebih
tahan terhadap bercak daun cercospora, hawar daun bakteri, dan kerdil rumput.
Saran dan tindak lanjut
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam aplikasi ratun sistem
Salibu, antara lain:
1) Ketepatan varietas (selain mempunyai potensi ratun tinggi, juga tahan
terhadap hama dan penyakit tertentu).
2) Kemudahan pengelolaan dan ketersediaan air yang cukup sepanjang tahun
dan bukan merupakan daerah endemis OPT (hama maupun penyakit
utama padi seperti tikus, wereng, hawar daun, dll).
3) Pertanaman pertama (ibu) harus baik dan bebas OPT, karena pertanaman
salibu ditentukan oleh kondisi pertanaman utamanya. Waktu panen yang
sesuai agar dapat dihasilkan ratun yang optimal, yaitu ketika batang padi
pertanaman pertama (ibu) masih hijau (tidak melebihi matang fisiologis).
4) Pada hamparan sawah yang ketersediaan airnya 5-7 bulan dalam setahun dan
keberhasilan padi kedua (MK) tidak pasti akibat kekurangan air, sistem
ratunisasi memberikan peluang untuk diterapkan.
5) Sekalipun teknologi ratun dapat dikaitkan dengan peningkatan IP, namun
diharapkan dapat menghindari kontinuitas ratunisasi untuk menekan
infestasi hama dan patogen, terutama di wilayah endemik OPT.
9. OVERVIEW MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN
Wilayah perbatasan sangat kompleks, baik dilihat dari segi sosial ekonomi
dan kebudayaan, politik, keamanan, dan teroterial. Wilayahnya terpencil,
ketersediaan infrastruktur sangat terbatas, sulit akses secara fisik maupun
informasi, sehingga masyarakat terisolasi secara sosial dan ekonomi. Di samping
itu, wilayah perbatasan yang luas, serta sangat beragamnya sumber daya fisik
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 93
(agroekosistem), khususnya yang terkait dengan pembangunan sektor pertanian.
Sektor ini adalah sektor utama pembangunan masyarakat setempat, termasuk
pengentasan kemiskinan di wilayah perbatasan darat, yang tentu jauh berbeda
dengan wilayah perbatasan laut.
Pendekatan pembangunan wilayah perbatasan yang dilakukan selama
berpuluh tahun adalah pendekatan politik terutama teritorial dan keamanan,
sehingga yang menjadi sektor utama adalah Kementerian Pertahanan atau
Kementerian Luar negeri. Hal itu, karena secara politik maupun keamanan
sangat sensitif. Pendekatan ekonomi sangat minim, khususnya sektor riil yang
mampu menggerakkan masyarakatnya keluar dari kemiskinan. Masyarakat di
sana memecahkan persoalan ekonomi, khususnya pangan dengan kemampuan
sendiri tanpa banyak tersentuh dengan program-program pembangunan
pemerintah, baik pusat maupun pemerintah daerah.
Baru akhir-akhir ini, terutama sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi perhatian cukup intensif dalam
membangun infrastruktur untuk memecahkan keisolasian masyarakat
perbatasan, menggerakkan wilayah pinggiran dalam kerangka Negara kesatuan.
Pemerintah telah menetapkan 9 agenda prioritas dalam Nawacita, salah satu di
antaranya yang penting adalah kawasan perbatasan. Pada 2012, pemerintah
sebelumnya juga telah merintis membangun lembaga Badan nasional Pengelol
Perbatasan (BNPP) guna memfokuskan dan mempercepat pembangunan sektor
rill di wilayah perbatasan. Lembaga itu difungsikan oleh pemerintah sebagai
regulator, koordinator, akselerator, dan dinamisator pembangunan wilayah
perbatasan.
Isu Strategis dan Arah Kebijakan Nasional
Salah satu isu dari 4 isu strategis wilayah perbatasan adalah
pembangunan kawasan perbatasan. Isu pembangunan itu sendiri meliputi 4
aspek yaitu (1) pertumbuhan ekonomi, (2) infrastruktur, (3) sosial dan SDM
pendukung daya saing, serta (4) aspek lingkungan hidup. Khusus, yang terkait
dengan aspek ekonomi adalah mendorong peningkatan nilai tambah, peran
sarana dan prasarana ekonomi dalam mendukung produksi, pengolahan, serta
pemasaran di lokasi prioritas.
Pemerintah telah mengarahkan kebijakan nasional untuk wilayah
perbatasan pada 3 hal yaitu: (i) penguatan keutuhan wilayah NKRI dan
mengatasi keterisolasian serta ketertinggalan kawasan sebagai fokus
pengelolaan, (ii) konsentrasi pada lokasi pengelolaan PKSN (Penanganan Pusat
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 94
Kegiatan Strategis Nasional) dan lokasi prioritas, dan (iii) bertumpu pada
keterkaitan fungsional dan konektivitas jaringan infrastruktur dengan keterkaitan
erat PKSN dengan lokasi prioritas.
Kunjungan Kerja Tematik
Memperhatikan kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
dilakukanlah Kunjungan kerja oleh tim lintas disiplin ilmu, serta kombinasi peneliti
muda dan peneliti senior, khususnya para profesor riset sesuai dengan bidang
keahliannya. Sebelum ke lapangan telah dilakukan sejumlah kegiatan
pengumpulan data/ infomasi, serta menggali melalui diskusi terfokus dengan
para ahli yang telah banyak menangani wilayah perbatasan.
Berbekal dengan pemahaman itu, selanjutnya dilakukan sejumlah diskusi
yang berjenjang dari tingkat nasional BNPP, tingkat propinsi (terutama Pemda
dan Bappeda Tk. 1), kabupaten (pemda dan Bappeda Tk. 2), sehingga tersusun
prioritas daerah dalam pembangunan wilayah perbatasan, termasuk di dalamnya
sejumlah tantangan dan peluang pembangunan pertanian. Kajian tersebut
mempertimbangkan: (i) prioritas BNPP dengan penetapan lokasi dan sinkronisasi
antar-sektor, (ii) Pemda dengan prioritasnya dari tingkat propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kampung. Terakhir yang tidak kalah
pentingnya adalah kegiatan/aktivitas ekonomi utama yang dilakukan oleh
masyarakat lokal, sebagai titik awal dari rancangbangun perencanaan dan
implementasi program yang perlu diprioritaskan.
Pemerintah telah menetapkan fokus lokasi pengembangan, 10 pusat
kegiatan strategis nasional (PKSN) yang menjadi konsentrasi pengembangan,
serta ditambah dengan 16 PKSN yang masih dalam tahapan pengembangan.
Seterusnya ditetapkan 187 kecamatan sebagai lokasi prioritas (Lokpri) sebagai
unit terendah pengembangan, yang berada di 41 Kabupaten/Kota di 13 propinsi.
Perbatasan darat mengambil pangsa 63% (70 Lokpri) dari total 187 kecamatan
yang berada di wilayah perbatasan.
Berdasarkan data/informasi dang diperkuat dengan hasil diskusi, dengan
mempertimbangkan prioritas nasional dan daerah, serta diputuskan untuk
melakukan pemilihan daerah pengkajian lintas disiplin keilmuan seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Dengan mempertimbangkan keterbatasan tenaga
peneliti, tim FKPR memilih 14 Lokpri dalam periode 2012-2015. Lokpri terpilih itu
menyebar di 6 propinsi dan 10 kabupaten perbatasan. Daerah tersebut tersebar
di Pulau Sumatera (Pulau Natuna dan Bintan), di Pulau Kalimantan (Kec. Paloh
dan Kec. Sajingan Besar di Kab. Sambas; Kec. Krayan dan Pulau Sebatik di Kab.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 95
Nunukan), Nusatenggara Timur (Kab. Belu dan Kab. TTU); dan Papua (Kec.
Muara Tami di Kab. Jayapura; distrik Kombut di Kabupaten Boven Digoel; Kec.
Distrik di Kab. Merauke); Pulau Natuna dan Bintan Propinsi Riau, serta Morotai
Maluku Utara.
Overview Hasil Kunker dan Prioritas
Kec. Paloh dan Sajingan Besar, Kab. Sambas
Dasar pertimbangan pemilihan model adalah: (i) membangun kemandirian
input produksi melalui integrasi tanaman dan ternak, (ii) membangun
kelembagaan input dan penyaluran output, (iii) sinergi dan/atau mengisi program
pembangunan pertanian yang telah ada, dan (iv) membangun laboratorium
lapangan bersama untuk padi, lada, hortikultura, dan ternak.
Subsektor hortikultura difokuskan pada: (i) pengembangan lahan
pekarangan dengan 3 (tiga) strata yaitu strata satu (sayuran dan palawija),
strata dua (sayuran, palawija, lada, dan unggas), serta strata 3 (sayuran,
palawija, unggas, ikan, babi, dan sapi).
Subsektor ternak, dengan perbaikan sistem budi daya ternak kandang.
Pada saat yang sama, diintroduksi teknologi pembuatan kompos, serta
penggunaan bibit unggul ternak babi, sapi, dan ayam.
Kec. Krayan dan Pulau Sebatik, Kab. Nunukan
Dasar utama fokus di Kecamatan Krayan, adalah pengembangan
padi lokal (padi Adan yang telah mendapatkan Indikasi Geografis pada 2011,
ekspor utama ke Sabah), namun belum diolah/digiling dengan baik. Semua nilai
tambah dinikmati oleh Malaysia. Padi organik tersebut harus terintegrasi dengan
kerbau lokal yang populasinya semakin berkurang, karena tidak terbendung di
ekspor ke Malaysia.
Subsektor padi diprioritaskan untuk meningkatkan produktivitas, daya
saing dan nilai tambah padi melalui: (i) perbaikan budi daya, pengaturan pola
tanam, serta pemurnian padi lokal, dan (ii) peningkatan daya saing (kualitas
beras) dan nilai tambah beras Adan, dengan meningkatkan kualitas penggilingan
padi, penangangan pascapanen, termasuk pengemasan dan labeling.
Subsektor peternakan dengan prioritas pada kerbau lokal melalui: (i)
seleksi kerbau unggulan lokal, (ii) perbaikan genetis, (iii) peningkatan
produktivitas, serta (iv) perbaikan pakan serta sistem pemeliharaan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 96
Perlu dilakukan juga penguatan posisi tawar petani melalui: (i)
mengorganisir pemasaran beras Adan, (ii) mengembangakan pengemasan dan
pelabelan sesuai dengan IG yang dikelola oleh asosiasi masyarakat adat
(Amapba), (iii) transaksi penjualan dengan pembeli via asosiasi masyarakat adat,
dan (iv) jangka panjang asosiasi masyarakat adat dapat berperan sebagai STA
(subterminal agribisnis) yang telah diperkuat permodalan dan sistem logistiknya.
Pulau Sebatik adalah wilayah perbatasan yang paling banyak dikunjungi
dan paling banyak program yang dibuat pemerintah. Pulau ini terbelah dua,
sebagian masuk wilayah Indonesia dan sebagian Malaysia. Pada umumnya,
masyarakat lokal bekerja sebagai nelayan, sedangkan pertanian banyak
dilakukan oleh warga pendatang yang telah menetap lama, khususnya
masyarakat Sulawesi. Lokasi lebih mudah dijangkau, karena tersedia transportasi
laut, serta tidak jauh dari kota Kabupaten Nunukan. Hampir seluruh hasil
tangkapan ikan dan hasil pertanian (produk primer) diekspor ke Malaysia, satu-
satunya wilayah pemasaran yang paling dekat, mudah, dan murah biayanya.
Fokus wilayah perbatasan di Pulau Sebatik terkait dengan sektor pertanian
adalah: (i) peningkatan produktivitas tanaman utama (kakao) dan sela (pisang
dan durian), (ii) peningkatan pascapanen kakao, pisang, dan durian melibatkan
agroindustri skala rumah tangga, (iii) integrasi tanaman kakao dengan ternak
yang saling membutuhkan dengan pemanfaatan pupuk organik, dan (iv)
memperkuat fungsi STA (subterminal agribisnis) dalam pemasaran produk
pertanian, dengan melibatkan SMK dan alumninya bagi pembangunan pertanian.
Kab. Belu dan kec. Bikomi Utara, dan Noemuti Timur, Kab TTU, dan Kec.
Kobalima dan Kec. Malaka Tengah, Kab. Belu.
Wilayah di kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan Negara
Timor Leste (RTDL), di mana wilayah Indonesia relatif ―lebih makmur‖
dibandingkan dengan Timor Leste. Hal itu sangat berbeda dengan daerah yang
berbatasan dengan Malaysia sebagai negara tetangga yang lebih kaya.
Pengembangan pertanian difokuskan pada sinergitas yang terintegrasi: (i)
komoditas unggulan, yaitu padi, jagung, ternak sapi, kemiri, mete, dan kelapa,
(ii) mengoptimalkan bendungan Benonaik berkapasitas 12 ribu ha, namun baru
dimanfaatkan 14% (1.700 ha), (iii) meningkatkan pengawasan produk bernilai
ekonomi yang diekspor dan diimpor Indonesia, agar berkurang perdagangan
ilegal, dan (iv) membina dan mengembangkan kegiatan produktif pedagang
kecil. Selanjutnya perlu dirancang pula program Litkajibangrap/Laboratorium
Lapang untuk komoditas utama padi, jangung, kacang hijau, dan ternak sapi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 97
Distrik Naukenjerai, Kab. Merauke
Masyarakat lokal mengharapkan pengembangan kelapa untuk konservasi
lahan pantai, serta mengembalikan komoditas ulayat yang mampu mendorong
pengembangan ekonomi masyarakat. Pangan nonberas dapat dikembangkan,
seperti gembili, komoditas ulayat (pinang dan umbi patatas) di bawah kelapa.
Kelapa dengan produk turunannya dapat menjadi basis pengembangan
bioindustri. Pengembangan kelapa ternak dapat menghasilkan biomassa hijauan
di bawah pohon kelapa sebagai pakan ruminansia, unggas dan babi.
Perlu sinergitas kegiatan antar-instansi pertanian di daerah yaitu BPTP
Papua, Distan, dan Dishutbun. BPTP melaksanakan kegiatan laboratorium lapang
(LL) tanaman di bawah pohon kelapa (seperti ubi, jahe merah). Distan
megembangan pascapanen tepung ubi dan pembuatan roti khas Merauke, serta
Dishutbun menyediakan jahe merah, pengembangan pascapanen jahe merah.
Distrik Kombut, Kab. Boven Digoel
Fokus pengembangan pertanian adalah integrasi tanaman karet dengan
tanaman pangan. Sejumlah aktivitas yang perlu dilakukan adalah: (i) perbaikan
kebun karet dengan mengatur jarak tanam yang dapat memproduksi getah
optimal, (ii) pengembangan klon unggul pada kebun bukaan baru atau
peremajaan karet rakyat, (iii) perbaikan teknik budi daya, penyadapan,
pemeliharaan kebun karet, (iv) perbaikan teknik pengolahan getah agar
diperoleh bahan olahan yang berkualitas, dan (v) pengembangan komoditas
tanaman pangan yang dapat dibudidayakan di sela tanaman utama, karet.
Dalam kaitan itu, diperlukan kerja sama dan sinergitas subsektor di
kabupaten setempat, serta peran pemerintah pusat (khususnya Ditjenbun dan
Badan Litbang Pertanian).
Kec. Muara Tami, Kota Jayapura
Kecamatan ini memiliki sarana Bendung Tami untuk mengairi persawahan
seluas 5 ribu ha dengan saluran yang tertata mulai primer, sekunder, dan tersier.
Namun, masalah kualitas air dan sendimentasi saluran pengairan dari Bendungan
Tami harus mendapat perhatian khusus.
Dengan optimalisasi Bendung Tami dan saluran irigasinya, maka potensi
penanaman padi, jagung, dan kedelai produktivitasnya dapat dioptimalkan. Pada
waktu yang sama, pemanfaatan tanaman perkebunan, khususnya kelapa, kakao
dan pinang, serta ternak menjadi kombinasi yang mampu menggerakkan
ekonomi masyarakat setempat, di mana pasar komoditas tersebut relatif terbuka.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 98
Kab. Morotai, Maluku Utara
Wilayah ini baru dilakukan studi permulaan pada 2014, sehingga laporan di
wilayah tersebut masih umum, belum sampai pada penentuan prioritas. Namun,
sektor pertanian adalah kedua terpenting, setelah sektor perikanan.
Pengembangan pertanian akan terkendala dengan ketersediaan air, sarana
produksi, serta kualitas lahan yang berbukit. Di wilayah perbatasan lainnya, pada
umumnya dilakukan studi lebih dari 3 kali dan sangat intensif berdiskusi dengan
berbagai pihak sejak dari propinis, kabupaten, hingga kecamatan prioritas.
Pulau Natuna dan Bintan, Propinsi Kepri
Model yang diperlukan di Natuna adalah: (i) pengembangan sistem
kecukupan pangan, khususnya beras melalui revitalisasi bendungan dan saluran
irigasi, serta sawah terlantar, sehingga produksi dapat dioptimalkan, dan (ii)
diperlukan memperkuat cadangan beras, membangun gudang pemerintah/Bulog
yang memadai, untuk mengantisipasi instabilitas suplai beras karena iklim.
Ringkasan potensi dan prioritas pembangunan pertanian wilayah
perbatasan di 6 propinsi disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Potensi pertanian wilayah menurut subsektor
Propinsi Perkebunan Pangan Hortikultura Peternakan
Kalbar Lada, karet, kelapa
Jangung, padi
Lidah buaya, langsat, durian, jeruk
sapi
Kaltara/ Kaltim
Kakao, sawit, aren, lada, karet
Padi, ubi kayu
Durian, pisang Kerbau, sapi, ayam
Papua Sagu, kelapa, karet
padi, jagung, umbi-umbian
Tan. mobat, bunga pepaya
Sapi, babi
NTT Kelapa, kemiri, kopi, kakao, jambu mete
Padi, jagung, aneka kacang
Kacang, wortel, bawang putih, bawang merah, jeruk, alpukat
Sapi, babi, kambing
Maluku Utara
Kelapa, Cengkeh, pala
Padi, palawija
- Sapi, kerbau
Kep. Riau Kelapa, sagu, cengkeh, karet
Jagung, padi, ubikayu, ubijalar
Sayuran, nenas Babi, sapi, kambing, ayam
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 99
Pembelajaran dan Prospek Pendekatan Lintas Disiplin Keilmuan
Sejumlah pembelajaran penting dapat dipetik dari 4 tahun (periode 2012-
2015) FKPR melakukan studi di wilayah perbatasan di antaranya adalah:
Tingginya ketidakseragaman sumber daya alam (SDA), sumber daya
manusia (SDM), infrastruktur dan aksesibilitas daerah, sehingga hal ini
mengharuskan pemecahannya secara terintegrasi dan terfokus, serta tidak
boleh diseragamkan satu wilayah dengan wilayah lain. Masalah itu
haruslah dilihat oleh tim lintas disiplin keilmuan, bukan dilakukan secara
terpilah-pilah oleh masing-masing bidang keilmuan.
Pertanian merupakan sektor yang mampu mempercepat pembangunan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan masyarakat lokal. Hanya dengan
cara pembangunan pertanian itulah, maka keinginan masyarakt lokal
dapat terwujud, sehingga partisipasi dalam pembangunan menjadi tinggi.
Peran Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR), khususnya dalam kaitan
dengan memperkenalkan teknologi/ inovasi pertanian hanya memperkuat
dan mempercepat apa yang telah ada, sehingga masyarakat lokal lebih
mudah menerima dan lebih mampu dalam pelaksanaannya;
Keberhasilan pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan sangat
bergantung pada dukungan sektor nonpertanian, terutama infrastruktur,
perdagangan/logistik, serta manufaktur yang mendukungnya. Khususnya
dukungan politik lokal dalam pengalokasian dana APBD untuk
pembangunan di wilayah perbatasan.
Peran Pemda sangat penting dalam menggerakkan dan melaksanakan
pembangunan di wilayah perbatasan, tidak cukup hanya peran dari
pemerintah pusat. Peran pemeritah pusat haruslah sebagai komplemen
bukan sebagai pengganti peran Pemda. Pemda harus mampu merancang
prioritas pengembangan dan alokasi APBD dalam jumlah yang memadai,
serta melaksanakan prioritas tersebut secara konsisten. Hal ini menjadi
salah satu tantangan dalam otonomi daerah, yang kepala daerahnya
sering berganti.
Peran peneliti senior (FKPR) yang netral menjadi penentu dalam
penyusunan prioritas yang bebas dari kepentingan politik/sektoral,
sehingga lebih dapat diterima oleh daerah.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 100
Prioritas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Peran PEMDA
FKPR/tim lintas bidang keilmuan telah menyusun fokus/prioriatas
pembangunan yang tidak seragam antar-wilayah perbatasan. Prioritas
pembangunan wilayah perbatasan disusun dengan memadukan
keinginan/kemampuan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan SDA dan
SDM, serta tidak pula mengesampingkan prioritas pembangunan daerah itu
sendiri.
Model pendekatan ini akan mendapat dukungan masyarakat lokal, karena
pemerintah telah merealisasikan keinginan masyarakat, sehingga partisipasi
masyarakat dalam pembangunan menjadi lebih tinggi. Itulah sebabnya,
diperkenalkan konsep ―mempercepat dan memperkuat‖ yang telah ada, bukan
suatu yang sama sekali baru.
Peran Pemda sangatlah penting dalam mewujudkan prioritas
pembangunan wilayah perbatasan yang telah direncanakan, serta melaksanakan
seperti yang diprioritaskan. Prioritas pengembangan yang ditawarkan FKPR
kepada Pemda dapat memperkuat Pemda dalam penentuan prioritas
pembangunan di daerahnya, sehingga dapat dihindari bias sektoral dan/atau
subsektoral.
Tantangannya adalah bagaimana Pemda mampu mensinergikan dan
menggiring sektor nonpertanian (perdagangan/logistik, manufaktur,
infrastruktur) dalam kerangka merealisasi pembangunan pertanian di wilayah
perbatasan. Dalam kaitan dengan itu, diperlukan dukungan politik lokal yang
tinggi, khususnya dalam alokasi APBD.
Peran dan dukungan Pemerintah Pusat haruslah sebagai komplemen,
bukan sebagai pengganti peran Pemda setempat.
Prospek Pendekatan FKPR
Pada saat Pemda sulit menentukan prioritas pembangunan di wilayah
perbatasan, karena kerap terjadi tarik menarik politik lokal, kepentingan sektor
atau sub-sektor, maka peran ―ahli dari luar‖ seperti FKPR menjadi penting.
Pendapat ahli dari FKPR adalah netral tanpa kepentingan, sehingga saran-
saranya bisa diterima lintas sektor/sub-sektor.
Model pendekatan lintas disiplin keilmuan yang dipakai oleh FKPR dalam
menetapkan prioritas PWP menjadi lebih ―fair‖ dalam menentukan priorias, tanpa
bias disiplin keilmuan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 101
Tugas FKPR selesai setelah berhasil menyusun dan mensosialisasikan
prioritas pembangunan di wilayah perbatasan, diterima Pemda, dan diadopsi oleh
Pemerintah pusat, khususnya Kementan dan BNPP dalam menetapkan dan
mengalokasikan anggaran, serta penyusunan program pembangunan di wilayah
perbatasan. Selanjutnya, FKPR diikutsertakan dalam memonitor/mengevaluasi
perkembangan program setiap 2-3 tahun.
Kesimpulan dan Saran
Setiap wilayah perbatasan darat memiliki karakter dan potensi spesifik
sebagai titik picu percepatan pembangunan pertanian kawasan. Karakteristik ini
mengharuskan merancang program pengembangan secara berbeda antar satu
kawasan dengan kawasan lain walau pada sektor yang sama pertanian.
Implementasi program pembangunan pertanian haruslah terintegrasi dengan
sektor lain. Semakin besar ego sektoral, semakin kecil kemungkinan keberhasilan
pembangunan pertanian di perbatasan. Perencanaan dana haruslah relatif detail,
sehingga terlihat keterkaitan dan besaran dana sesuai dengan kepentingannya.
Koordinasi dalam pelaksanaan sangatlah penting, bukan saja dalam tahap
perencanaan. Peran pimpinan daerah (Gubernur dan Bupati) sangat menentukan
keberhasilan dalam mencapai target pembangunan pertanian wilayah perbatasan
yang lintas sektoral sifatnya.
Pembangunan pertanian sebagai sektor riil utama di wilayah perbatasan
mampu mempercepat pembangunan masyarakat lokal dan mengurangi
kemiskinan. Pembangunan wilayah perbatasan haruslah dilihat dalam dimensi
luas bukan sekedar perhitungan ekonomi dan jumlah penduduk. Pada saat titik
pandangan sama tentang pembangunan pertanian wilayah perbatasan, maka
probabilitas keberhasilannya akan lebih cepat dan mudah terwujudkannya.
Demikian juga, fokus tersebut haruslah terus berkelanjutan dalam jangka
panjang, sehingga dapat diperoleh hasil nyata, bukan hanya sebatas
proyek/program jangka pendek. Pembangunan wilayah perbatasan hendaknya
mengedepankan pertanian sebagai leading sector yang menjadi dasar
pembangunan wilayah PKSN, maupun Lokpri darat.
Keunikan dan kekhasan wilayah baik sosial, ekonomi, budaya, politik,
keamanan haruslah menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan di
wilayah perbatasan. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk merancang dan
mengimplementasikan pembangunan di wilayah perbatasan yang seragam atau
sama untuk semua wilayah perbatasan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 102
Peran Pemda sangatlah sentral dan sangat strategis, hal ini haruslah
mampu dikelola sinergitasnya dengan peran pemerintah pusat. Peran pemerintah
pusat tidak boleh menggantikan peran Pemda. Seluruh upaya pembangunan di
wilayah perbatasan hendaknya tetap berdasarkan orientasi kepada keutuhan
NKRI yang masyarakatnya semakin makmur dan kemiskinan semakin berkurang.
Outcome dari berbagai rekomendasi kebijakan tanaman pangan disajikan
berikut ini.
Presiden Joko Widodo Panen Raya Padi di Ponorogo
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman
menghadiri panen raya padi, jagung, dan tanam perdana kedelai di Ponorogo,
Jawa Timur tanggal 6 Maret 2015. Panen raya padi dilaksanakan di Desa Jetis,
Ponorogo. Presiden didampingi Menteri Pertanian dan Gubernur Jatim melakukan
panen padi menggunakan combine harvester dan melakukan penanaman padi
menggunakan seed planter. Presiden menyampaikan komitmen pemerintah
untuk mempercepat swasembada tanaman pangan. Presiden memberi bantuan
handtraktor kepada petani dan meminta petani bersemangat dalam menanam,
memelihara, dan panen. Penggunaan alsintan mampu mengurangi kehilangan
hasil gabah antara 8 - 10%. Presiden juga melakukan panen jagung dan tanam
perdana kedelai di lahan Perhutani di bawah tegakan kayu putih di Desa
Sidoarjo, Pulung, Ponorogo. Presiden berharap produksi jagung petani meningkat
dari 5 t/ha menjadi 8 t/ha.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 103
10 Negara Penghasil Beras Terbesar di Dunia.
Nasi adalah makanan pokok bagi kebanyakan penduduk di berbagai
Negara, terutama di negara-negara Asia seperti Tiongkok, Korea, Jepang,
Malaysia, Thailand, India, Vietnam, dan Indonesia. Oleh karena itu, Beras
menjadi salah satu komoditas yang terpenting di dunia ini, lebih dari setengah
populasi di dunia ini yaitu lebih dari 3,5 miliar jiwa (90% adalah penduduk dari
Benua Asia) menjadikan beras sebagai sumber makanan pokoknya.
Menurut laporan dari FAO (Food and Agriculture Organization) yang
dipublikasikan pada Juli 2015, jumlah produksi beras yang masih berbentuk Padi
sebanyak 741,8 juta ton pada tahun 2014 dan diprediksikan akan meningkat
hingga 749,1 juta ton pada tahun 2015. Di Tahun 2014, Negara Penghasil Beras
Terbesar di dunia adalah Republik Rakyat Tiongkok yang memproduksi beras
hingga 206,5 juta ton atau sekitar 27,8% dari total produksi seluruh dunia.
Negara kedua penghasil Beras terbesar di Dunia adalah India dengan jumlah
produksi sebanyak 153,9 juta Ton. India juga merupakan negara pengekspor
beras terbesar di Dunia yaitu sebanyak 11,5 juta ton mengalahkan Thailand yang
mengekspor beras sebanyak 11 juta ton.
Indonesia berada di posisi ketiga penghasil beras terbesar di Dunia dengan
jumlah produksi hingga 75,6 juta ton. Namun untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, Indonesia juga harus mengimpor beras dari negara lain sebanyak 1 juta
ton. Negara penghasil beras lainnya antara lain Bangladesh 52,4 juta ton,
Vietnam 45 juta ton, Thailand 34,2 juta ton, Myanmar 28,9 juta ton, Filipina 18,9
juta ton, Brazil 12,1 juta ton, dan Jepang 10,5 juta ton.
Jajar legowo 2:1 dukung program UGADI di Sleman, Yogyakarta.
Budi daya udang galah padi (UGADI) di Sleman, Yogyakarta, telah
dikombinasikan dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Tanam padi yang
dikombinasikan dengan udang galah ini merupakan salah satu hasil integrasi
inovasi antara Balitbangtan dengan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan.
Pada kesempatan peninjauan ke lokasi dan tebar benih di Dusun
Kumendung Candibinangun Pakem, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/5/2015) telah
disepakati bersama rencana kegiatan litbang perikanan untuk minapadi-UGADI,
sedangkan kegiatan litbang pertanian terkait inovasi budi daya padi dengan
sistem tanam jajar legowo 2:1 terutama untuk varietas Inpari 30 yang toleran
genangan dan akan secara bersama-sama dilaksanakan dengan dukungan
Babinsa Sleman.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 104
Peninjauan tersebut dilaksanakan di Kelompok Mina Ulam Asri oleh
Sekretaris Balitbangtan Dr. Agung Hendriadi, anggota Komisi IV DPR RI Titik
Soeharto, Kepala Balitbang Kelautan dan Perikanan Dr. Achmad Purnomo,
Direktur Budi daya Perikanan KKP, Kadis Perikanan dan Kelautan DIY, Kadis
Pertanian dan Kehutanan Sleman, Dandim Sleman.
Panen Perdana Benih Sumber VUB Padi di LLIP Kab. Belu NTT
Di tengah terik matahari yang sangat panas, di salah satu ujung hamparan
7,5 ha padi yang menguning, panen raya benih sumber varietas unggul baru
(VUB) padi dilaksanakan. Pertanaman padi varietas Inpari 1 dengan tanam jajar
legowo 2:1 yang terlihat teratur rapi dengan tatanan pematang dan saluran
irigasi tersier mengikuti jalur jajar legowo menjadikan hamparan padi seperti
mozaik di tengah puluhan hektar belukar. Tidak lain, mozaik itu adalah hasil
karya dan kerja sama kelompok tani Weboat, Desa Tohe, Kec. Raihat, Kab. Belu,
NTT dengan Balitbangtan (Puslitbang Tanaman Pangan dan BPTP NTT) serta
Penyuluh Kab. Belu dalam kegiatan Laboratorium Lapangan Inovasi Pertanian
(LLIP). Dengan kegiatan ini transformasi teknologi Balitbangtan telah dilakukan,
dilihat dan dirasakan secara langsung oleh petani dan pemangku kebijakan di
daerah.
Sesuai dengan umur panen padi varietas Inpari 1, acara panen perdana
dilaksanakan pada 9 Mei 2015. Hadir mewakili Kapuslitbang Tanaman Pangan,
Kabalitkabi Dr. Didik Harnowo, BPTP NTT, Anggota DPRD Komisi II Kab. Belu,
Kabid Tanaman Pangan, Camat Raihat, Danramil, Kapolsek dan Koordinator PPL
Raihat. Koordinator pelaksana kegiatan melaporkan bahwa rata-rata hasil ubinan
mencapai 7,28 t/ha. Hal tersebut menjadikan kekaguman tersendiri mengingat
bahwa lahan yang ditanami merupakan lahan baru karena sebelumnya adalah
lahan tidur yang penuh dengan belukar.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 105
Sasaran 5 : Tersedianya Model Pembangunan Pertanian Bioindustri
Berbasis Tanaman Pangan di Lahan Suboptimal
Kegiatan ini baru dilaksanakan di tahun 2015 sebagai bagian mendukung
program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian
bioindustri berkelanjutan. Indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan
dalam PK 2015 yaitu tersedianya model dasar pola tanam setahun tanaman
pangan. Realisasi kegiatan telah tersedia model dasar pola tanam setahun
tanaman pangan (Tabel 32).
Tabel 32. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Model dasar pola tanam setahun
tanaman pangan
1 1 100
Model Dasar Pola Tanam Setahun Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian tengah berupaya mempertahankan swasembada
tanaman padi dan jagung, serta mencapai swasembada kedelai. Upaya tersebut
terkendala dengan beberapa faktor, yang menjadi faktor penentu tercapainya
swasembada tanaman pangan antara lain ketersediaan lahan untuk perluasan
tanam/panen dan peningkatan produktivitas yang keduanya bergantung pada
ketersediaan air pengairan. Untuk mengetahui ketersediaan air baik air
permukaan, air bawah tanah, maupun air hujan, yang diperlukan bagi tanaman,
memerlukan data yang akurat.
Oleh karena itu, dalam upaya mendukung peningkatan produksi tanaman
pangan perlu dilakukan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air
yang terbatas. Di antaranya dengan optimalisasi pola rotasi pertanaman dalam
satu tahun, pemanfaatan air yang tersedia, pemilihan waktu tanam yang tepat,
dan pola tanam yang paling menguntungkan dalam satu tahun sesuai
perkembangan harga komoditas yang ditanam. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan dengan memanfaatkan beberapa metode yang berkembang dewasa
ini, yaitu penggunaan Analisis Sistem, Model Dinamik/Simulasi, dan Sistem Pakar.
Kelebihan penggunaan Model dinamik/simulasi dasar pola rotasi tanaman
pangan setahun yaitu (1) dapat menduga tingkat hasil dan potensi hasil suatu
komoditas pada waktu tanam yang berbeda, sehingga waktu tanam yang tepat
dapat diduga, (2) menghitung besarnya pendapatan dan keuntungan sehingga
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 106
dapat menentukan pola rotasi yang paling menguntungkan, dan (3) dapat
membuat skenario adanya perubahan pilihan rotasi tanaman terbaik, akibat
adanya perubahan harga komoditas, perubahan iklim, dan ketersediaan air.
Untuk itu telah dilakukan serangkaian penelitian di Propinsi Jawa Tengah
dan Jawa Barat dengan menyusun model simulasi dasar pola rotasi tanaman
pangan setahun. Diperoleh data potensi hasil ketiga komoditas untuk semua
kabupaten tertinggi pada saat tanam bulan Juni, Juli, dan Agustus yang
ketersediaan air rendah (tidak ada air irigasi dan hujan) terutama di Kabupaten
Majalengka dan Karawang sehingga hasil jagung dan kedelai menurun,
sedangkan hasil padi tetap tinggi karena ada air. Data akan diolah menggunakan
Sistem Pakar Rotasi Padi - Jagung - Kedelai (SIPARO Pajale). Hasil penelitian
diperoleh sebanyak 49 kombinasi (7 pola tanam dan 7 waktu tanam ketiga
komoditas). Selanjutnya dilakukan evaluasi dengan memperhitungkan harga jual
gabah, jagung, dan kedelai, serta kebutuhan dan ketersediaan air.
Hasil evaluasi terpilih 3-7 pola rotasi terbaik, untuk masing-masing
kabupaten. Sebagai contoh di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pola rotasi
terbaik adalah padi-jagung-jagung dengan prakiraan nilai maksimum keuntungan
sebesar Rp.65,8 juta. Dengan asumsi harga jual padi, jagung, dan kedelai
masing-masing sebesar Rp.5.000/kg, Rp.3.000/kg dan Rp.9.000/kg. Apabila ada
perubahan harga dari komoditas tersebut, maka secara otomatis program
SIPARO PAJALE akan mengubah pola rotasi tanaman terbaik dalam satu tahun.
Cara penentuan pola rotasi terbaik ini dihitung secara otomatis menggunakan
program SIPARO. Selanjutnya, dapat pula dicari beberapa pola rotasi yang
mendatangkan keuntungan di atas Rp.60 juta/tahun, juga secara otomatis
menggunakan program SIPARO.
Model dinamik dan Sistem Pakar yang telah disusun ini masih dapat
dikembangkan lebih lanjut sesuai kebutuhan/tujuan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 107
Sasaran Strategis 6 : Pembangunan Taman Sains Pertanian di Sulawesi
Selatan
Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) baru
dilaksanakan di tahun 2015 sebagai bagian mendukung program Balitbangtan
dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi yang dihasilkan
Balitbangtan. Indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK
2015 yaitu terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di Balai Penelitian
Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros, Sulawesi Selatan. Realisasi kegiatan telah
terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di Balitsereal Maros (Tabel 33).
Tabel 33. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Taman Sains Pertanian 1 1 100
Taman Sains Pertanian (TSP) dan Taman Tekno Pertanian (TTP)
merupakan sebuah program pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat
aliran teknologi di bidang pertanian sampai ke lapangan dan diimplementasikan
oleh pengguna khususnya petani. TSP dan TTP sendiri merupakan sebuah
kawasan percontohan sekaligus penyedia teknologi pertanian yang ke depan
diharapkan dapat memicu dan memacu petani dalam peningkatan produktivitas
hasil pertanian, maupun manajemen usaha pertaniannya. Untuk tahap awal
tahun 2015 ini, TTP akan dibangun di 10 kabupaten sebagai pusat penerapan
teknologi pertanian serta tempat pelatihan, pemagangan, diseminasi teknologi
dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas, dan TSP akan dimulai di 5 provinsi
sebagai pusat pengembangan aplikasi teknologi lanjut bagi perekonomian lokasi
serta penyedia solusi teknologi yang tidak dapat ditangani di TTP.
Pembangunan TSP di Sulawesi Selatan dimulai tahun anggaran 2015 yang
berlokasi di Balitsereal Maros. Pembangunan TSP Balitsereal menggunakan
prinsip pengembangan yaitu menggunakan lahan cukup luas, terintegrasi (on-
farm dan off-farm), padat teknologi dan modal, multy crops + animals, mandiri,
proses dari hulu ke produk hilir, menggunakan prinsip LEISA, dan aliansi strategis
dengan masyarakat. Pola yang digunakan dalam pengembangan TSP ini adalah
integrated farming system. Ruang lingkup TSP di Balitsereal Maros yaitu padi,
jagung, hortikultura, perikanan, dan peternakan yang berorientasi kepada pertanian
terpadu, ilmiah, estetika, dan ekonomi. Prakiraan manfaat dan dampaknya yaitu 1)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 108
Penerapan dan transfer teknologi yang lebih cepat, 2) Peningkatan kualitas SDM yang
terampil dibidang agroteknologi dan agribisnis, 3) Pencapaian swasembada pangan
yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia, dan 4) Peningkatan
kesejahteraan petani.
Pola Sistem Pertanian Terpadu
Adapun strategi pengembangan TSP di Balitsereal Maros didasarkan pada
pengembangan kawasan berbasis pertanian yang berkelanjutan dengan
memberikan manfaat langsung dan tidak langsung pada pengembangan ekonomi
masyarakat. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pengembangan infrastruktur yang bertumpu pada sistem produksi
pertanian berkelanjutan kesesuaian tanah dan iklim;
2) Penggunaan mekanisasi pertanian dengan mempertimbangkan SDM, SDA,
dan sosial budaya setempat.
3) Pengembangan agroindustri pengolahan;
4) Peningkatan nilai tambah, terutama dari produk samping pengolahan padi;
5) peningkatan kualitas SDM.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 109
Dengan mengimplementasikan strategi di atas, pembangunan TSP
Balitsereal meliputi perencanaan dan pelaksanaan landscaping dan pelaksanaan
proses hingga implementasi dengan ruang lingkup padi, jagung, hortikultura,
perikanan, dan ternak. Pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana telah
selesai sesuai dengan rencana, seperti pembangunan gedung auditorium, ruang
display, embung, kolam, kandang ternak, rumah kaca dan rumah kawat, serta
pemagaran sekeliling halaman TSP.
Gedung Auditorium Ruang display dan Sekretariat TSP
Gedung bioindustri
Kandang ternak sapi
Rumah Kaca Rumah Kasa
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 110
Pemagaran lokasi TSP Embung
Kolam air Kolam air
Keragaan jagung varietas HJ 22 Agritan dan kedelai varietas Detam di
lahan TSP Balitsereal Maros
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 111
Sasaran Strategis 7: Pengelolaan Sumber Daya Genetik
Tanaman Pangan
Sumber daya genetik (SDG) tanaman pangan perlu dilestarikan
keberadaannya karena sangat diperlukan sebagai bahan perakitan varietas
unggul baru memanfaatkan karakteristik sifat-sifat tanamannya. Kegiatan SDG
tidak dimasukkan dalam indikator kinerja utama, karena kegiatan pelestarian
SDG tanaman pangan terus menerus dilakukan setiap tahun di BBPadi, Balitkabi,
Balitsereal, dan Lolit Tungro sesuai dengan mandat komoditasnya. Hal ini
nampak dari hasil kegiatan baik sebagai target Renstra 2010-2014, maupun pada
Renstra 2015-2019. Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai disajikan pada
Tabel 34 dan 35.
Tabel 34. Hasil kegiatan pengelolaan SDG tanaman pangan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Sumber daya genetik padi 300 388 129,33
Sumber daya genetik tanaman aneka
kacang dan ubi
3.010 3.822 126,98
Sumber daya genetik tanaman serealia 937 2.043 505,23
Sebagai perbandingan atas kemajuan yang telah diperoleh dari tahun
sebelumnya 2010-2015 disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35. Kontinuitas pengelolaan SDG tanaman pangan 2010-2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010- 2014 2015
Sumber daya genetik padi Target 3.030 300
Realisasi 6.103
( 201,42%)
388
(129,33%)
Sumber daya genetik tanaman aneka kacang dan ubi
Target 3.483 3.010
Realisasi 8.897
( 255,44%)
3.822
(126,98%)
Sumber daya genetik tanaman serealia
Target 2.535 937
Realisasi 4.734
( 186,75%)
4.734
(505,23%)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 112
Pengelolaan sumber daya genetik padi dilakukan dengan pengkoleksian
varietas lokal, varietas unggul baru atau galur dari dalam negeri dan luar negeri,
identifikasi, serta rejuvenasi. Penerimaan benih baru tahun 2015 dari donatur
telah diperoleh 147 aksesi dan hingga kini telah diintroduksi padi hibrida, materi
MET 2015 dan INGER 2015. Perbanyakan galur introduksi telah dilakukan
terhadap galur isogenik tahan hawar daun bakteri dan blas sebanyak 74 galur,
varietas diferensial WBC 25 galur, dan materi INGER 241 galur. Hasil rejuvenasi
sebagai bahan working collection dari 618 aksesi, sebanyak 565 aksesi
memperoleh benih 1.000 – 5.780 gram, 36 aksesi memperoleh benih 160 -970
gram, dan 18 aksesi dalam bentuk malai dengan jumlah antara 30-50 malai.
Telah dilakukan identifikasi tingkat ketahanan sumber daya genetik padi
terhadap hama penggerek batang padi kuning, wereng coklat, hawar daun
bakteri, tungro, blas, dan BLS (Bacterial Leaf Streak). Hasil identifikasi sumber
daya genetik padi yang diuji diperoleh informasi sebagai berikut:
Dari 100 aksesi plasma nutah padi yang diuji semuanya rentan terhadap
hama penggerek batang padi kuning dengan skala 9. Diperoleh 3 aksesi yang
bereaksi agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3 dengan skor akhir 3, yaitu
Santo 2 (8832), Santo 7 (8836), dan Bawan Pulau (9329), sementara lainnya
bereaksi agak rentan dan rentan. Tidak diperoleh satu aksesi pun yang bereaksi
tahan HDB pada stadia vegetatif (stadia bibit), semua aksesi bereaksi agak
rentan dan rentan terhadap HDB patotipe III, bereaksi sangat rentan HDB
patotipe IV, dan bereaksi rentan dan sangat rentan terhadap HDB patotipe VIII.
Diperoleh satu aksesi pada stadia generatif (stadia dewasa) yang bereaksi tahan
terhadap HDB patotipe III dengan skor 2, yaitu Santo 10 (8838), namun yang
lainnya bereaksi agak rentan, rentan, dan sangat rentan terhadap HDB patotipe
IV dan VIII.
Telah diperoleh 3 aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap varian virus
tungro 073 (Garut) dengan skor berkisar 5-6, yaitu Siam Gumpal (8887), Siam
Panting (8890), dan Lanjut (8913). Selain itu diperoleh 3 aksesi yang bereaksi
agak tahan terhadap varian virus tungro 033 (Purwakarta) dengan skor berkisar
4-6, yaitu Local Anonim (8866), Siam Panting (8890), dan Lanjut (8913). Dari 6
aksesi yang bereaksi agak tahan tersebut diperoleh 2 aksesi yang agak tahan
kedua varian virus tungro (073: Garut dan 033: Purwakarta), yaitu Siam Panting
(8890) dan Lanjut (8913) dengan skor berkisar 4-6.
Diperoleh 29 aksesi yang mempunyai ketahanan terhadap satu ras blas
yang meliputi 25 aksesi tahan terhadap ras 033, 2 aksesi tahan terhadap ras 133,
dan 2 aksesi tahan terhadap ras 173. Selain itu, diperoleh 6 aksesi yang
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 113
mempunyai ketahanan terhadap dua ras blas yaitu 1 aksesi tahan terhadap ras
072 dan 173 yaitu Jawara Hawara (8797), 4 aksesi tahan terhadap ras 033 dan
ras 133 yaitu Kebau (8858), Kuning Sore (8864), Selumbung (8882), Padi Karya
(8942), dan 1 aksesi tahan terhadap ras 073 dan ras 133 yaitu Ketan Bundel
(8861), lainnya, sebanyak 65 aksesi bereaksi agak tahan dan rentan.
Diperoleh 42 aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap BLS dengan skor
3, yaitu Karat Kaleng (8856), Kasalath (8857), Menuh (8868), Pandak Tinggi
(8869), Peria (8870), Pulut Air (8871), Punai Baru (8872), Puput (8873), Raden
Pulatar (8874), Randah Pala (8875), Ranti (8876), Reket Bontok (8877), Reket
Hitam Bayan (8878), Reket Mangkung (8879), Senapi Super (8884), Siam Bonai
Pendek (8885), Siam Ganal (8886), Siam Gumpal (8887), Siam Parupuk (8891),
Siam Pontianak Halus (8893), Siam Unus Gampa (8895), Siam Wol (8896),
Tumbara (8900), Pandak Kambang (8904), Raden Rata (8905), Randah Pandang
(8906), Siam Birik (8907), Sintang (8908), Betmen (8910), Pulut Ciherang
(8917), Ringkak Ketupat (8923), Ringkak Kretek (8924), Ringkak Latek (8925),
Siam Mangat (8926), Siam pemangkat (8927), Sinam Kawin (8928), Sirendah
Kulit Merah (8929), Pulut Merah Sagu (8930), Manuk Putih (8931), Padi Sereh
(8934), Dawi (8937), Padi Karya (8942).
Sumber Daya Genetik Serealia
Kegiatan koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya
genetik tanaman serealia diperoleh 1.142 aksesi, sedangkan kegiatan penelitian
analisis genotip berbasis marka molekuler (jagung, gandum, dan sorgum)
menunjang perakitan varietas unggul diperoleh 901 aksesi. Koleksi sumber daya
genetik saat ini jagung 52 aksesi, sorgum 75 aksesi, gandum 139 aksesi,
jawawut 3 aksesi, dan jali 2 aksesi. Telah dilakukan pula rejuvenasi tanaman
serealia sebanyak 445 aksesi, mengkarakterisasi 40 aksesi jagung dan 39 aksesi
sorgum, serta evaluasi nutrisi 8 aksesi jagung dan 7 aksesi sorgum. Hasil
evaluasi sumber daya genetik jagung terhadap cekaman biotik diperoleh 25
aksesi toleran kumbang bubuk, 71 aksesi toleran bulai, 73 aksesi toleran hawar
daun, dan 73 aksesi toleran karat daun, serta toleran kekeringan, kemasaman,
dan genangan masing-masing 30 aksesi.
Sumber Daya Genetik Aneka Kacang dan Ubi
Sebanyak 225 aksesi SDG kedelai telah ditanam untuk rejuvenasi
pelestariannya, sebanyak tanaman 150 aksesi telah ditanam untuk mendapatkan
informasi morfologi mendukung bioindustri, serta 75 aksesi SDG kedelai telah
diuji responnya terhadap tanah salin dan diperoleh 18 genotipe yang diharapkan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 114
dapat diuji dan dikembangkan lebih lanjut menjadi genotipe toleran salinitas
yaitu: MLGG 160, Momnylok, Orba, B1369, Ringgit, Kipas Putih, Burangrang,
Mahameru, Anjasmoro, K10, K11, K12, N8, Grayak 3, Grayak 4, Grayak 5,
Genangan 10, dan IAC 100. Sebanyak 300 aksesi kacang tanah telah direjuvenasi
dan dilestarikan, serta evaluasi mutu biji 100 aksesi. Telah dilakukan konservasi
300 aksesi kacang hijau, secara umum sumber daya genetik kacang hijau yang
ditanam didominasi dengan warna hipokotil ungu, berpolong hitam, dan
berwarna biji campuran. Terdapat lima aksesi yang berpotensi memiliki hasil
tinggi (> 700 g) yaitu MLGV 0173 (867,87 g), MLGV 0134 (808,16 g) dan MLGV
1072 (778,43 g), MLGV 0333 (713,21 g). Namun, 100 genotipe kacang hijau
yang diuji ketahanannya terhadap patogen tular tanah R. solani, semua aksesi
menunjukkan respon peka (susceptible) terhadap infeksi patogen tersebut.
Sebanyak 400 aksesi ubikayu telah berhasil dikonservasi. Sebagian besar aksesi
telah dikarakterisasi keberadaan bulu pucuk, antosianin pada batang muda dan
keberadaan lidah daun pada daun dewasa. Serangan kepinding tepung pada
ubikayu terjadi selama musim kemarau, secara umum berasosiasi dengan suhu
udara dan angin.
Outcome dari pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan adalah
pemanfaatan SDG untuk merakit varietas unggul baru, di antaranya adalah:
Padi varietas Inpari 40 tadah hujan agritan berasal dari introduksi
IRRI (persilangan NSIC RC 138 dan IR 123).
Kedelai varietas Devon 1 merupakan hasil persilangan antara varietas
Kawi dengan galur IAC 100.
Gandum varietas Guri 6 Agritan berasal dari hasil seleksi tipe simpang
varietas Dewata dengan kode akasesi SBR*D/I/09/38.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 115
Sasaran Strategis 8: Terselenggaranya Diseminasi
Teknologi Tanaman Pangan
Kegiatan diseminasi merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan di
satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Diseminasi sangat diperlukan dalam
menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada pengguna dengan system
diseminasi multi chanel. Oleh karena itu, kegiatan diseminasi tidak dimasukkan
dalam indikator kinerja utama, karena kegiatan ini terus menerus dilakukan
setiap tahun. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan
dilaksanakan melalui berbagai media, antara lain a) Publikasi hasil-hasil
penelitian, b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c) Ekspose skala nasional
dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e) Penyebarluasan melalui
website. Hal ini nampak dari hasil kegiatan baik sebagai target Renstra 2010-
2014, maupun pada Renstra 2015-2019. Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai
disajikan pada Tabel 36 dan 37.
Tabel 36. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Diseminasi inovasi teknologi tanaman
pangan (paket)
1 1 100
Tabel 37. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan 2010-2015
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2010-2014 2015
Diseminasi inovasi teknologi
tanaman pangan (paket)
Target 5 1
Realisasi 5 (100%) 1
(100%)
Publikasi Ilmiah
Hasil-hasil penelitian tanaman pangan tidak hanya disebarluaskan melalui
kegiatan seminar, pameran, dan gelar teknologi saja. Untuk mempercepat
penyebarluasan hasil penelitian disajikan melalui publikasi ilmiah dan website
yang terus menerus diupdate untuk memenuhi kebutuhan stakeholder.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 116
Publikasi ilmiah tercetak 2015
Website Puslitbang Tanaman Pangan
Hari Pangan Sedunia
Perhelatan Hari Pangan Sedunia (HPS) Tahun 2015 dilaksanakan di
Palembang pada tanggal 17-20 Oktober 2015. Kegiatan ini resmi dibuka oleh
Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Tema Nasional ―Perlindungan Sosial dan
Pertanian Memutus Siklus Kemiskinan‖. Materi yang diperagakan berbagai inovasi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 117
baik indoor (pameran, lomba cipta menu, temu wicara dan seminar) maupun
outdoor (gelar teknologi, jambore varietas, karpet bunga). Kegiatan yang
diselenggarakan setiap tahun ini dihadiri para duta besar dan perwakilan dari 15
negara sahabat. Hal ini sesuai tujuan HPS untuk meningkatkan pemahaman dan
kepedulian masyarakat dan para stakeholder pentingnya penyediaan pangan
yang cukup dan bergizi, baik bagi masyarakat Indonesia maupun dunia.
Sekaligus menjadi momen untuk menyikapi isu pangan dan ketahanan pangan,
seperti harga pangan, pertumbuhan penduduk dunia yang tinggi, kompetisi
penggunaan produk pertanian untuk pangan dan bahan baku energy (biofuel)
serta adanya perubahan iklim.
Lokasi gelar teknologi jagung juga mendapat kunjungan dari perwakilan
duta besar sejumlah Negara seperti A, Afrika Selatan, Kroasia, Argentina,
Kazakshtan, Iraq, China, Republik Solomon, Laos, Yordania, Papua Nugini,
Venezuela, Bosnia, Brunei Darussalam, India, Peru, Mongolia dan Vietnam. HPS
juga menggelar pameran indoor di kompleks stadion Jakabaring. Stand lapangan
Badan Litbang Pertanian diisi oleh produk bioindustri tanaman pangan dan
hortikultura.
Kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada lokasi gelar teknologi
jagung di HPS Sumatera Selatan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 118
Kunjungan Duta Besar Australia di lokasi demplot jagung di HPS
Sumatera Selatan
Gelaran Inovasi Teknologi Pangan dalam Agrinex Expo 2015
Puslitbang Tanaman Pangan bersama Balitbangtan telah berpartisipasi
dalam pameran agribisnis Agrinex Expo pada bulan Maret 2015. Expo tahun ini
merupakan gelaran ke sembilan dibuka oleh Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi
M. Nasir di Jakarta Convention Center. Pada kesempatan tersebut Menristekdikti
menyampaikan agar semua khalayak, baik akademisi, pemerintah maupun
masyarakat dapat membangun komitmen bersama tersebut agar dapat tercipta
ketahanan dan kedaulatan pangan. Menristekdikti mengatakan bahwa dalam
menghadapi datangnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang
inovasi di bidang pangan menjadi sangat penting, bagaimana menampilkan
produk pangan dengan baik agar mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara.
Puslitbang Tanaman Pangan menampilkan berbagai varietas unggul,
antara lain varietas padi Inpari 30 Ciherang Sub 1, Inpago 7, Hipa 14 dan Inpara
7, selain itu juga ditampilkan varietas kedelai Dena-1, Dena-2, Argomulyo,
Grobogan, Anjasmoro, Detam-3 Prida, Detam-4 Prida, varietas jagung Pulut URI,
Bima 19 URI, Bima 20 URI, dan Provit A.
Informasi alat dan mesin pertanian guna mendukung swasembada pangan
yang ikut ditampilkan yaitu mengenai alat perontok padi lipat dan mini combine
harvester. Sedangkan olahan pascapanen yaitu tepung jagung, beras jagung
pratanak, mie jagung, macaroni jagung, dedak awet, dan minyak dedak.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 119
Temu Lapang dan Gelar Teknologi Jagung Hibrida di Lamongan, Jawa
Timur
Temu lapang merupakan forum yang sangat efektif untuk menyampaikan
informasi secara langsung kepada stakeholder yang umumnya dilakukan di areal
pertanaman. Tujuan dari temu lapang ini adalah untuk menginformasikan
sekaligus mendiskusikan tentang varietas-varietas yang ditampilkan. Dari
pertemuan di lapangan ini diharapkan diperoleh umpan balik untuk perbaikan
varietas-varietas baru yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan petani.
Acara temu lapang dengan kelompok tani dalam rangka gelar teknologi jagung hibrida di Lamongan Jawa Timur
Sosialisasi pengembangan jagung hibrida bekerjasama dengan Bulog
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 120
Temu Lapang KP Ngale Sebagai Sumber Iptek Kacang dan ubi
Temu lapang diselenggarakan pada tanggal 23 Mei 2015 di Kebun
Percobaan Ngale. Tema temu lapang adalah ―Penguatan KP Ngale sebagai
sumber informasi dan teknologi tanaman aneka kacang dan umbi‖. Temu lapang
dihadiri oleh 253 peserta terdiri dari Danramil dan Babinsa dari 17 kecamatan
yang ada di kabupaten Ngawi, petani dan kelompok tani, penyuluh pertanian
Kabupaten Ngawi, wanita tani Desa Ngale, jajaran Muspika kecamatan Paron,
Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan
Ngawi, Komandan Kodim Kabupaten Ngawi, BPTP Jawa Timur, peneliti dan staf
Balitkabi. Agenda temu lapang adalah kunjungan lapang dan temu wicara.
Keragaan tanaman di lapang bagus, dan peserta temu lapang dari petani,
Koramil dan Babinsa aktif melakukan observasi dan diskusi di lapang dengan
peneliti. Komandan Kodim Kabupaten Ngawi menyampaikan apresiasi karena
Babinsa mendapatkan pembelajaran dan pengetahuan di lapang yang sangat
berharga dan dapat langsung dilihat dan didiskusikan dengan peneliti.
Dari hasil temu wicara, bahwa peluang petani menanam kedelai pada MK2
sangat tinggi, dikeluhkan bahan bakar solar mahal untuk irigasi bila menanam
padi. Masalah yang timbul benih sulit didapat, sehingga diharapkan Balitkabi
melalui KP Ngale dapat membantu mengatasi sulitnya mendapatkan benih
kedelai. Masih diperlukan pemahaman untuk mengenal pengelolaan tanaman
kedelai serta hama maupun penyakit pada kedelai maupun padi, khususnya dari
jajaran Babinsa. Temu lapang ini menjadi media berkomunikasi dengan peneliti
dan mendapatkan informasi terkini tentang komoditas kacang dan ubi.
Kegiatan temu lapang di KP Ngale pada tanggal 23 Mei 2015.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 121
Temu Lapang dan Sosialisasi VUB dan Budi Daya Kedelai di Lahan
Sawah Tadah Hujan di NTB
Temu lapang diselenggarakan tanggal 15 Juni 2015 di Lapangan sepak
bola Desa Setanggor, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah. Tema
temu lapang adalah ―Sosialisasi Varietas unggul dan budi daya kedelai pada
lahan sawah tadah hujan‖. Temu lapang dihadiri oleh 191 peserta terdiri dari
personel Koramil dan Babinsa Lombok Tengah, penyuluh, petani dan kelompok
tani dari 7 desa di Kecamatan Praya Barat, perangkat kecamatan dan desa,
Dinas Pertanian Kabupaten Praya Barat, Badan Ketahanan Pangan Praya Barat,
peneliti dan staf Balitkabi, dan guru SD di Desa Setanggor. Agenda temu lapang
adalah kunjungan lapang dan temu wicara. Peserta temu lapang aktif melakukan
observasi dan diskusi di lapang dengan peneliti. Komandan Kodim Kabupaten
Lombok Tengah yang diwakili Komandan Koramil Praya Barat menyampaikan
apresiasi karena telah melibatkan Babinsa dan TNI dalam kegiatan temu lapang.
Beberapa hal yang disampaikan saat temu wicara adalah masalah ketersediaan
dan kualitas benih bantuan, oleh karena itu diharapkan hasil panen percontohan
ini bisa dijadikan benih dan untuk dicoba oleh TNI di daerah lainnya.
Kegiatan temu lapang di Desa Setanggor, Praya Barat, Lombok Tengah
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 122
Temu lapang di Kalteng
Temu lapang dilaksanakan tanggal 5 Nopember 2015 bertempat di lahan
petani di Desa Sidomulyo, Kecamatan Tamban Catur, Kab. Kapuas, Kalimantan
Tengah. Temu lapang dihadiri sekitar 140 peserta yang terdiri dari peneliti
Balitbangtan, Diperta Kapuas, BKP Kapuas, Dandim, Camat, PPL se Kecamatan
Tamban Catur, Kepala Desa, petani dan wakil ketua kelompok tani dari 6 desa di
Kecamatan Tamban Catur, pengrajin tahu dan tempe. Acara dimulai dengan
panen simbolis kedelai varietas Dena 1.
Pemangku kebijakan dan petani sangat tertarik dengan budi daya kedelai
pada kegiatan ini karena merupakan pengalaman pertama. Petani mengharapkan
kedelai akan lebih dikembangkan lagi di wilayahnya karena merupakan alternatif
pemanfaatan lahan yang sebelumnya hanya sekali tanam padi. Lahan sawah di
wilayah ini sangat luas dan sangat potensial untuk pengembangan areal tanam
baru kedelai. Pada sat tanam kedelai pada musim kemarau, saluran air dipenuhi
oleh air bergaram sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk pengairan. Para
wanita tani menginginkan adanya pelatihan pengolahan kedelai.
Kegiatan temu lapang Geltek kedelai pada lahan pasang surut tipe B di Desa
Sidomulyo, Tamban Catur, Kapuas, Kalimantan Tengah
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 123
Kerja Sama Penelitian
Kerja sama penelitian selama tahun 2015 telah dilakukan dengan lembaga
internasional dan dalam negeri. Kegiatan penelitian sebanyak 25 judul dengan
lembaga internasional IRRI, AFACI, Japan ASEAN Cooperasion, JIRCAS, CIAT,
ICRISAT, dan CIMMYT. Sedangkan kerja sama dalam negeri dilakukan dengan
perusahaan swasta nasional sebanyak 7 kegiatan, perguruan tinggi 4, dan 3
kegiatan dengan pemerintah propinsi. Hal ini merupakan suatu bentuk
perwujudan scientific recognition dan impact recognition sesuai misi Puslitbang
Tanaman Pangan.
Pada tahun 2015 varietas unggul baru jagung telah dilisensi oleh swasta
antara lain varietas Bima 9 dan HJ 22 dilisensi oleh PT Srijaya Internasional, dan
HJ 21 Agritan oleh PT Golden Indonesia Seed selama 3 tahun.
Kunjungan Saintifik Delegasi Minister of Agriculture Food Security and
Cooperation Tanzania
Kunjungan saintifik delegasi Minister of Agriculture Food Security and
Cooperation Tanzania ke Puslitbang Tanaman Pangan pada tanggal 23 Juni 2015.
Adapun delegasi Tanzania terdiri dari Mr Raphael Leyan Daluti (Deputy
Permanent Secretary/MAFC), Dr Fidelis Myaka (Director of Division of Research
and Development/DRD), Dr Husein Mansoor (Assistant Director – Crop
Research), Mr. Nkon Kibanda (Regional Rice Centre of Exellency Coordinator),
Ms. Joyce Myuna (Training and Dissemination), Dr Deogratias Lwezaura
(Monitoring and Evaluation Expert), dan Dr Firmin Mizambwa (Chief Executive
Officer, Agricultural Seed Agency). Kunjungan ini dimaksudkan untuk melakukan
studi banding teknologi pertanian.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 124
Dalam pertemuan tersebut mengambil tema ―Profil Puslitbang Tanaman
Pangan‖, untuk memberikan informasi secara umum tentang Puslitbang TP
kepada para delegasi sehingga pengetahuan mereka terhadap salah satu
lembaga di bawah Badan Litbang Pertanian bertambah. Selain itu juga dilakukan
diskusi antara pihak Tanzania dengan ICFORD yang mengemukakan tentang
mayoritas penggunaan IR64 oleh petani Indonesia hingga saat ini menjadi
pertanyaan bagi delegasi Tanzania. Hal ini dijelaskan oleh pihak Puslitbang TP
bahwa rasa beras IR 64 sangat disukai penduduk Indonesia, sedangkan bentuk
bulirnya disukai mayoritas para penggiling beras karena sesuai dengan alat yang
digunakan. Ketertarikan Tanzania atas peluang untuk tukar menukar plasma
nutfah. Disarankan kepada delegasi Tanzania lebih dulu mengakses website
Puslitbang TP untuk mengetahui karakter/deskripsi masing-masing plasma nutfah
yang sesuai dengan keinginan mereka.
Sebelum meninggalkan Puslitbang TP, rombongan delegasi menyempatkan
diri untuk melihat visitor plot aneka kacang dan mina padi. Mereka bertanya
seputar umur tanaman dan ketinggian lokasi tanaman. Dijelaskan oleh mereka
bahwa kedelai ada yang menanam di Tanzania, namun tidak berkembang karena
bukan bahan pangan utama dan mereka tidak mengetahui cara mengolahnya
untuk menjadi produk pascapanen.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 125
3.4. Akuntabilitas Keuangan
3.4.1. Alokasi Anggaran Lingkup Puslitbang Tanaman Pangan
Pagu anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan tahun anggaran 2015
Rp. 164.480.007.000,- terdiri dari Belanja Pegawai Rp.57.349.087.000,- Belanja
Barang Operasional Rp.17.144.300.000, Belanja Barang Nonperasional
Rp.51.697.697.000, dan Belanja Modal Rp.38.289.125.000,-. Anggaran tersebut
tersebar di Puslitbang Tanaman Pangan Rp.22.909.994.000, Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Rp.52.800.708.000, Balai Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi Rp.37.491.304.000, Balai Penelitian Tanaman Serealia Rp.
45.527.496.000, dan Loka Penelitian Penyakit Tungro Rp. 5.750.505.000.
3.4.2. Realisasi Anggaran
Total anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2015 sebesar Rp.
164.480.007.000,- sedangkan realisasi anggaran lingkup Puslitbang Tanaman
Pangan sampai dengan 31 Desember 2015 sebesar Rp.161.304.255.000,- atau
98,07%, yang terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 56.578.319.000- (98,66%),
Belanja Barang Operasional Rp.16.833.392.000,- (98,16%), Belanja Barang Non
operasional Rp.51.033.957.000,- (98,72%), dan Belanja Modal Rp.
36.858.047.000,- (96,26%).
3.4.3. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan peraturan yang berlaku
mengumpulkan dan menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Secara umum target yang ditetapkan dapat terlampaui (tercapai 122,56% dari
target tahun 2015).
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak lingkup Puslitbang Tanaman
Pangan sampai akhir bulan Desember 2015 sebesar Rp. 4.691.190.463,-
(122,56%) dari target PNBP sebesar Rp.3.827.755.738,- yang terdiri dari target
penerimaan umum Rp. 91.296.988 dan penerimaan fungsional Rp. 3.736.458.750
dengan realisasi penerimaan umum Rp. 262.978.213 (288,05%) dan penerimaan
fungsional Rp.4.428.231.250 (118,51%).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 126
Tabel 38. Realisasi keuangan satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan per 31 Desember 2015
Satker
Pagu Anggaran
(Rp. juta)
Pagu Per Belanja (Rp. juta) Realisasi Per Belanja (Rp. juta)
Pegawai Barang
Ops Barang
Non-ops Modal Pegawai
Barang Ops
Barang Non-ops
Modal Total %
Puslitbangtan 22.909 6.302 2.613 10.861 3.132 6.271 2.483 10.418 3.131 22.305 97,36
BBP Padi 52.800 16.926 6.925 20.816 8.132 16.887 6.915 20.761 7.939 52.505 99,44
Balitkabi 37.491 16.851 3.545 9.116 7.978 16.491 3.538 9.023 7.346 36.399 97,09
Balitsereal 45.527 15.399 3.078 9.434 17.614 15.182 2.969 9.363 17.116 44.631 98,03
Lolittungro 5.750 1.869 981 1.467 1.431 1.749 921 1.465 1.324 5.462 94,98
Jumlah 164.480 57.349 17.144 51.697 38.289 56.582 16.829 51.033 36.858 161.304 98,07
% 98,66 98,16 98,72 96,26
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 127
Tabel 39. Target dan realisasi PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan, 2015
Satker
Target (Rp) Realisasi (Rp)
Penerimaan Umum
Penerimaan Fungsional
Penerimaan Umum
Penerimaan Fungsional
Puslibangtan 3.567.000 0 5.270.289 0
BB Padi 75.000.000 2.500.000.000 193.826.354 2.492.233.250
Balitkabi 4.749.788 926.408.750 15.194.180 1.264.615.000
Balitsereal 6.685.200 267.300.000 46.767.230 431.133,000
Lolit Tungro 1.295.000 42.750.000 1.920.160 240.250.000
Total 91.296.988 3.736.458.750 262.978.213 4.428.231.250
3.4.4. Aset Puslitbang Tanaman Pangan
Data aset yang dilaporkan adalah nilai aset pada periode Semester II
Tahun 2015 yang telah dilakukan rekonsiliasi dengan Kantor KPKNL setempat
pada masing-masing unit kerja. Nilai aset lingkup Puslitbang Tanaman Pangan
per 31 Desember 2015 adalah Rp 1.076.176.037.022,- atau naik 1,25%
dibanding tahun 2014 sebesar Rp 1.062.607.651.452,-.
Tanah. Nilai aset tanah pada semester II tahun 2015 turun 0,06% dari Rp
930.060.124.046.- menjadi Rp.929.490.698,046, karena di Balitsereal dilakukan
penilaian kembali untuk nilai tanah. Nilai tanah Negara di lingkup Puslitbangtan
adalah nilai IP yang dilakukan KPKNL setempat pada masing-masing satuan
kerja. Oleh karena itu, nilai tersebut telah mencerminkan harga yang
sesungguhnya terhadap nilai yang berlaku saat ini.
Peralatan dan mesin. Nilai peralatan dan mesin Rp 139.876.591.883,-
atau meningkat 12,45% dari periode sebelumnya. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh adanya belanja modal yang dilakukan pada tahun 2015 untuk
peralatan pengolah data, sarana perkantoran, laboratorium, kendaraan angkut,
dan peralatan lain.
Gedung dan bangunan. Nilai gedung dan bangunan naik sebesar Rp
19,217,011,500 (14,69%) dari periode sebelumnya, hal tersebut terdapat
Gedung dan Bangunan pada tahun 2015 dilakukan peningkatan/pengembangan
nilai gedung dan bangunan melalui renovasi gedung kantor dan telah dilakukan
perhitungan penyusutan atas nilai Gedung dan Bangunan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 128
Jalan, irigasai, jaringan mengalami peningkatan sebesar Rp.
5,736,824,000 (48,96%) dari periode sebelumnya karena adanya pembuatan dan
pengembangan bangunan sawah irigasi teknis dan jalan dilingkungan kantor dan
kebun pada tahun 2015 .
Asset tetap lainnya mengalami peningkatan Rp. 143,951,000 (10,68%)
dibandingkan dengan periode sebelumnya, akibat bertambahnya pengeluaran
belanja modal untuk buku-buku perpustakaan dan belanja modal lainnya yang
masuk dalam kelompok aset tetap lainnya.
Konstruksi dalam pengerjaan (KDP) terjadi penurunan senilai Rp.
57.000.000 adalah nilai pengembangan gedung yang telah dikapitalisasi ke
dalam aset gedung dan Bangunan. Nilai KDP masih terdapat sebesar Rp.
2.200.000,- yang belum atau akan dihilangkan setelah dilakukan kapitalisasi ke
dalam aset tetap (gedung bangunan).
Aset tak berwujud meningkat sebesar Rp 6,525,000,- (17,85% ) adalah
disebabkan transfer masuk Hak Cipta, Paten dan Aset tak berwujud lainnya pada
tahun 2015.
Asset lain-lain mengalami peningkatan sebesar Rp. 280,036,500
dibandingkan dengan periode sebelumnya, akibat belum dilakukannya
penghapusan aset yang tidak digunakan/pakai pada tahun 2015 dan asset yang
memiliki nilai dibawah nilai kapitalisasi sebesar Rp. 300,000 yang tahun
sebelumnya dimasukan dalam aset lain-lain.
Kebun Percobaan. Kebun Percobaan di lingkup Puslitbang Tanaman
Pangan terbagi ke dalam 5 (lima) peruntukan mencakup untuk Bangunan kantor,
sawah, sawah tadah hujan, lahan kering, dan lahan rawa dengan luas total
mencapai 841,46 Ha. Kebun percobaan tersebut telah dimanfaatkan sesuai
fungsinya sebagai tempat penelitian, show window, pelatihan, dan potensi untuk
sumber PNBP.
BB Padi memiliki 4 Kebun Percobaan yaitu KP Sukamandi, KP Muara, KP
Pusaka Negara, dan KP Kuningan dengan total luas mencapai 509,26 ha, serta
27 rumah kaca dan screen field, 4 unit gudang prosesing. Selama ini KP lingkup
BB Padi digunakan untuk kegiatan penelitian, visitor plot dan diseminasi hasil
penelitian, produksi benih sumber dan pengelolaan plasma nutfah, serta kegiatan
kerja sama dengan pihak ketiga (koperasi).
Balitkabi mengelola lima KP yang mewakili beberapa tipe agroekologi
utama untuk tanaman palawija di Indonesia. Kelima KP tersebut adalah: KP
Kendalpayak (Malang), KP Jambegede, KP Muneng (Probolinggo), KP Genteng
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 129
(Banyuwangi), dan KP Ngale (Ngawi). Kebun percobaan tersebut, tidak
semuanya memiliki fasilitas penyiapan lahan, pengelolaan air, dan alat angkut.
KP Kendalpayak memiliki fasilitas yang lengkap, sebaliknya KP Muneng tidak
memiliki fasilitas selengkap KP Kendalpayak.
Balitsereal mengelola Kebun Percobaan Bajeng, Bontobili, dan Maros.
Sedangkan Lolit Tungro hanya memiliki satu kebun percobaan di Lanrang, Sidrap
Laboratorium. Laboratorium mempunyai fungsi menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan dalam berbagai bidang teknologi yang berbasis
molekuler seperti pemuliaan tanaman, hama, penyakit agronomi, miikrobiologi
tanah, dan pascapanen. Dewasa ini laboratorium tersebut telah dimanfaatkan
optimal menunjang kegiatan penelitian. Puslitbang Tanaman Pangan terus
berupaya meningkatkan akreditasi laboratorium guna mendukung kinerja dan
kompetensi UPT lingkup Puslitbang Tanaman Pangan agar dapat mengimbangi
perkembangan dan kemajuan IPTEK dewasa ini.
BB Padi memiliki laboratorium yaitu Lab. Proksimat, Lab. Mutu Beras dan
Gabah, Lab. Hara Tanah dan Tanaman, Lab. Biologi Hama Penyakit, Lab.
Penelitian Hama Tikus, Lab. Biologi Tanaman, dan Lab. Flavor. Tiga laboratorium
yang disebut pertama telah terakreditasi ISO 17025:2005. Nilai aset laboratorium
mengalami peningkatan akibat renovasi gedung dan penambahan alat atau
modernisasi peralatan laboratorium.
Balitkabi memiliki lima Laboratorium yaitu: Lab. Pemuliaan dan benih, Lab.
Hama dan Penyakit, Lab. Kimia Pangan, Lab. Mekanisasi Pertanian, dan Lab.
Tanah dan tanaman. Tersedianya fasilitas penelitian yang memadai sangat
diperlukan untuk dapat mewujudkan misi Balai. Peralatan penelitian, sarana
kerja, sarana pendukung dan prasarana penelitian dalam tahun terakhir terus
diadakan peningkatan kualitas dan kuantitas atas Laboratorium yang ada, Hasil
evaluasi diri (self assessment) menyimpulkan bahwa peralatan penelitian
tergolong usang dan kurang mendukung program penelitian teknologi tinggi dan
strategis. Laboratorium Tanah dan Pemuliaan diakreditasi dan peralatannya akan
dilengkapi sesuai dengan yang disyaratkan.
Balitsereal memiliki Lab. Biologi molekuler, Lab. Kimia tanah, Lab. Fisiologi
hasil, Lab. Hama dan penyakit, dan Lab. Benih. Sedangkan Loka Penelitian
Penyakit Tungro memiliki Laboratorium hama/Parasitologi dan Gudang
Penyimpanan Benih Sumber, dalam tahun 2015 dilakukan peningkatan kapasitas
atas laboratorium dan gudang guna mendukung kinerja UPT.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 130
Tabel 40. Rumah negara/rumah dinas lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2015.
Satker Rumah jabatan
Mess/Guest house
Rumah hunian/dinas
Jumlah
Puslitbangtan 11 1 7 19
BB Padi 3 26 147 176
Balitkabi 1 1 19 21
Balitsereal 2 2 112 116
Lolit Tungro 1 1 5 7
Total 18 31 290 339
3.4.5. Analisis Akuntabilitas Keuangan
Capaian kinerja akuntabilitas keuangan Puslitbang Tanaman Pangan
berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan sasaran penelitian pada
umumnya telah berhasil dalam mencapai sasaran dengan baik. Tahun anggaran
2015 pagu biaya operasional berdasarkan kelompok kegiatan dan sasaran Rp.
38.226.840.000, sedangkan realisasinya Rp. 37.042.816.274 atau 96,90%
dengan perincian seperti terlihat pada (Tabel 41).
Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan pada tahun
2015 dapat dilihat pada rekapitulasi capaian kinerja dengan rata-rata 105,56 %.
Pencapaian kinerja tersebut dapat digolongkan dalam kategori sangat berhasil
(Tabel 5).
Beberapa varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, sorgum, gandum, dan ubijalar telah dilepas tahun 2015 dan telah
disebarluaskan melalui BPTP dan disosialisasikan kepada pengguna melalui
berbagai kegiatan diseminasi. Varietas unggul yang telah dilepas telah tersedia
benihnya untuk bahan perbanyakan benih di UPBS dan disebarluaskan kepada
petani penangkar maupun swasta yang telah memiliki lisensi. Berbagai inovasi
teknologi yang telah dihasilkan Puslitbang Tanaman Pangan telah mendukung 4
sukses Kementerian Pertanian melalui GP-PTT dan 100 desa mandiri benih.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 131
Penghargaan PUI dari Kemenristek Dikti
Balitkabi tahun 2014 dan BBPadi tahun 2015 telah ditetapkan sebagai
Pusat Unggulan IPTEK (PUI) dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, sedangkan Balitsereal mendapat Sertifikat Akreditasi Pranata Litbang.
Pengembangan Pusat Ungggulan Iptek (PUI) merupakan salah satu upaya
Kemenristekdikti untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan penelitian dan
pengembangan, sehingga litbang mampu menghasilkan inovasi teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas adopsi pengguna teknologi dengan
menjunjung tinggi kejujuran dan integritas sesuai dengan etika penelitian.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan
litbang dari empat sisi yaitu; (1) Kemampuan lembaga litbang untuk menyerap
informasi dan teknologi (sourcingcapacity), (2) Kemampuan lembaga litbang
untuk melakukan kegiatan riset (R&D Capacity), (3) Kemampuan lembaga
litbang untuk mendiseminasikan hasil-hasil riset (disseminating capacity), dan (4)
Kemampuan lembaga litbang untuk mengembangkan kegiatan litbang berbasis
pada potensi sumber daya lokal (local resources utilization capacity).
Penganugerahan Pusat Unggulan Iptek oleh Kementerian Ristek dan Dikti
pada Desember 2015.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 132
Tabel 41. Akuntabilitas keuangan Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan indikator sasaran kegiatan TA. 2015.
Indikator Sasaran Kegiatan Anggaran Realisasi %
Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
a. Perakitan varietas unggul baru padi b. Perakitan varietas unggul baru tanaman aneka kacang dan
ubi c. Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya
4.349.990.000 1.268.452.000
1.866.552.000
4.346.660.000 1.264.694.077
1.856.808.000
99,92 99,70
99,48
Tersedianya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
a. Teknologi budi daya tanaman padi b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi c. Teknologi budi daya tanaman serealia
3.244.746.000 1.222.642.000
618.893.000
3.242.185.718 1.213.250.317
617.703.800
99,92 99,23 99,81
Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model pembangunan pertanian bio-industri berbasis tanaman pangan di lahan sub-optimal
131.000.000 130.960.700 99,97
Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
a. Penyediaan benih sumber varietas unggul padi b. Penyediaan benih penjenis kedelai dan benih sumber aneka
kacang dan ubi c. Produksi benih sumber jagung
2.367.870.000 2.283.300.000 1.351.553.000
2.352.330.630 2.250.111.503 1.349.881.000
99,34 98,55 99,88
Pembangunan Agro Science Park di Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah Agro Science Park (ASP) 14.000.000.000 12.983.354.000 92,74
Tersedianya kebijakan pengembangan tanaman pangan
a. Analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan 3.719.215.000 3.637.392.270 97,80
Tersedianya informasi sumber daya genetik tanaman pangan
a. Peningkatan sumber genetik koleksi plasma nutfah padi karakterisasi, verifikasi, dan rejuvinasi untuk perbaikan sifat varietas padi
b. Pengelolaan dan pemberdayaan plasma nutfah tanaman aneka kacang dan ubi secara konvensional, serta memanfaatkan teknologi DNA
c. Koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya genetik jagung genjah, sorgum manis, gandum tropis, dan jawawut
552.142.000
221.200.000
1.029.285.000
549.205.000
219.494.550
1.028.784.209
99,47
99,23
99,95
TOTAL 38.226.840.000 37.042.816.274 96,90
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 134
IV. PENUTUP
Secara umum sasaran strategis penelitian dan pengembangan tanaman
pangan yang dituangkan dalam Renstra 2015-2019 telah berhasil dicapai dalam
mendukung program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi
pertanian bioindustri berkelanjutan. Dampak nyata dalam menunjang pencapaian
4 sukses Kementerian Pertanian secara tidak langsung tercapainya peningkatan
produksi padi, jagung, dan kedelai. Keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan peran
hasil-hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Tanaman Pangan.
Peningkatan produksi tanaman pangan dicapai melalui penerapan GP-PTT,
UPSUS, serta pelaksanaan kegiatan mendukung 1000 desa mandiri benih.
Berbagai varietas padi, jagung, dan kedelai yang diminati petani telah ditanam
petani melalui pembinaan calon penangkar benih di sentra produksi padi, jagung
dan kedelai di Indonesia. Hal ini dapat terlaksana karena ketersediaan benih
sumber yang diproduksi oleh UPBS lingkup Puslitbang Tanaman Pangan untuk
memenuhi kebutuhan benih bermutu di tingkat petani.
Adopsi teknologi dipercepat dengan diseminasi multichannel melalui kerja
sama dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan dukungan
pemerintah daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui media cetak,
ekspose lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya
adopsi teknologi yang telah dihasilkan. Memperbanyak jumlah Demplot di
berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru
dan teknologi produksi lainnya.
Balitkabi dan BBPadi mendapat anugerah Pusat Unggulan Iptek dari
Kemenristekdikti yang diharapkan dapat mendorong lembaga litbang untuk turut
berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kerja sama
penelitian yang telah terjalin dengan lembaga penelitian internasional dan di
dalam negeri serta lisensi produk oleh swasta merupakan suatu bentuk scientific
dan impact recognition sesuai dengan visi dan misi Puslitbang Tanaman Pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 135
Lampiran 1: RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2015 – 2019
TUJUAN SASARAN STRATEGI KETERANGAN
URAIAN INDIKATOR TARGET URAIAN INDIKATOR KEBIJAKAN PROGRAM
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Menghasilkan
varietas unggul baru, benih dasar bermutu, tekno-logi budi daya, produksi, pasca-panen primer, model pengem-bangan pertanian memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
Dihasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya, produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian dengan memanfaatkan biosains dan bioenjinering
84 VUB, 84 paket tekno-logi, 1 model, 1.169,8 ton benih sumber
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
1. Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area pertanian, terutama di lahan subopt imal, serta mendukung penyediaan sumber bahan pangan yang beragam.
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pertanian.
3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang kondusif untuk mengop-timalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian.
4. Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguat-kan antara UK/UPT di lingkup Balitbangtan dan antara Balitbangtan dengan berbagai lembaga terkait di dalam dan luar negeri.
Menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan
Meningkatkan kerja sama penelitian dengan swasta, lembaga penelitian nasional (LIPI, perguruan tinggi, swasta) dan internasional (IRRI, CYMMIT, UNESCAP CAPSA, dll), serta antar-Kementerian/ Lembaga.
2. Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
3. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
4. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
Dihasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
42 Rekomen-dasi, 3 TSP, model benih sumber untuk 26 propinsi mandiri benih
5. Tersedianya rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
Jumlah rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP)
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP)
7. Terselenggaranya sekolah lapang (SL) kedaulatan pangan yang terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
Jumlah benih sumber yang tersedia untuk mendukung pengem-bangan model 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 136
Lampiran2. Rencana Kinerja Tahunan 2015.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 137
Lampiran 3. Perjanjian Kinerja 2015
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 138
Lampiran 4. Indikator Kegiatan Utama Puslitbang Tanaman Pangan 2015.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
16 varietas
2. Terciptanya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
17 teknologi
3. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi
231,8 ton
4. Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan
9 rekomendasi
5. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model penelitian pola pertanaman tanaman pangan semusim
1 model
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) di Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah Taman Sains Pertanian (Agro Science Park/ASP)
1 propinsi
Mengetahui
Kepala Puslitbang Tanaman Pangan
Dr. I Made Jana Mejaya, MSc.
NIP. 19611103 198703 1 004