1
Kumpulan puisi siti atmamiah dalam buku angin pun berbisik
(tinjauan struktural dan relevansinya
sebagai alternatif materi ajar
Bahasa indonesia di SMA)
Oleh:
Khoirudin Mardyan Pamungkas
K.1205023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu alat atau instrumen yang mendasar dalam proses interaksi sosial
kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi dan
interaksi yang sangat penting bagi manusia. Melalui bahasa manusia mendapatkan
beberapa informasi penting, karena bahasa adalah alat atau sarana untuk
menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan. Mustahil, jika ada
manusia yang bisa hidup tanpa bahasa. Hampir semua aktivitas kehidupan
manusia di dunia ini menghabiskan waktunya dengan bahasa. Mulai dari bangun
tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia
lainnya, tidak lepas dari adanya penggunaan bahasa.
Bahasa dibentuk oleh kaidah, aturan dan pola yang tidak boleh dilanggar
agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan
dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat
(Hasan Asphani, 2008). Pembicara dan pendengar harus menguasai bahasanya
agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik dan lancar. Salah satu
sarana berkomunikasi menggunakan bahasa agar komunikasi yang dilakukan
dapat berjalan dengan baik yaitu melalui karya sastra.
Menurut Atar Semi (1993: 8) karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya. Umar Junus (1985: 64) menyatakan
bahwa pengertian karya sastra yaitu sebagai refleksi realitas, tidak sekadar
melaporkan realitas itu sendiri, namun melaporkan realitas yang telah menjadi
pemikiran pengarangnya. Dengan demikian, karya sastra merupakan hasil
kreatifitas seseorang sebagai sebuah realitas yang hadir untuk kepentingan
pemikiran itu sendiri.
3
Puisi sebagai salah satu jenis dari karya sastra mempunyai nilai tersendiri,
karena mempunyai susunan kata-kata yang indah yang merupakan ekspresi
perasaan dari penulisnya. Puisi merupakan karya tulis hasil perenungan seorang
penyair atas suatu keadaan atau peristiwa yang diamati, dihayati, atau dialaminya.
Cetusan ide yang berasal dari peristiwa atau keadaan itu dikemas oleh seorang
penyair ke dalam bahasa yang padat dan indah. Pembaca atau penikmatnya
kemudian merasakannya sebagai sebuah karya tulis yang mengandung keindahan
dan pesan. Menurut Herman J. Waluyo (2005: 1) puisi adalah karya sastra dengan
bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu
dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata dalam puisi benar-benar padat
dan terpilih sehingga sangat indah untuk dibaca. Namun demikan setiap kata
maupun visualisasi dalam puisi sangat sarat akan makna dan mewakili maksud
penulis.
Rachmat Djoko Pradopo (1997: 7) menjelaskan bahwa puisi merupakan
pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Beliau menyimpulkan bahwa
ada tiga unsur yang pokok dalam puisi. Unsur yang pertama yaitu hal yang
meliputi pemikiran, ide, dan emosi. Unsur yang kedua yaitu tentang bentuk puisi.
Unsur ketiga yaitu mengenai kesan. Semua unsur tersebut terungkap dengan
media bahasa.
Materi puisi khususnya tentang analisis puisi telah diajarkan pada siswa
SMA sejak kelas X. Akan tetapi, pengajaran puisi yang banyak terlaksana di
sekolah kurang mengarah kepada pembinaan apresiasi puisi. Guru menjelaskan
materi hanya terbatas pada unsur-unsur formal suatu puisi secara terpisah-pisah.
Persajakan, irama, pilihan kata, susunan baris atau larik, dan bait tidak dilihat
dalam hubungan fungsi sebagai pendukung keindahan keseluruhan puisi. Padahal
menganalisis puisi merupakan kegiatan mengambil atau menemukan arti bias
maupun arti tambahan yang dikandung puisi tersebut. Kegiatan analisis juga
berusaha untuk melihat struktur atau unsur-unsur puisi. Rahmanto (1988: 44)
berpendapat bahwa pengajaran puisi masih menemui banyak kesulitan, tidak
jarang para guru sastra sendiri cenderung menghindarinya karena mereka
1
4
kesulitan untuk mengajarkannya. Hal senada juga diungkapkan oleh Mukhlis A.
Hamid (2007), yaitu:
Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering dianggap kurang penting dan dianaktirikan oleh para guru, apalagi pada guru yang pengetahuan dan apresiasi sastra (dan budayanya) rendah. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati siswa.
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan dalam pengajaran
puisi yaitu tema dari puisi-puisi yang diajarkan dianggap siswa tidak sesuai
dengan keadaan mereka. Hal ini menimbulkan kejenuhan bagi siswa. Maka untuk
menarik minat siswa tentang puisi diperlukan materi ajar yang tidak berbeda jauh
dengan kehidupan mereka sekarang ini. Dewey (1986) mengatakan the traditional
curriculum undoubtedly entailed rigid regimentation and a discipline that ignored
the capacities and interests of child nature. Kurikulum tradisional jelas
mengusung sebuah paham yang kaku dan merupakan suatu disiplin keilmuan
yang tidak memperdulikan sifat-sifat alami anak seperti kapasitas dan minat
mereka.
Berkaitan dengan hal tersebut, puisi-puisi Siti Atmamiah yang terdapat di
buku Angin pun Berbisik karya Irwan Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, Zeffa
Yurihana merupakan satu dari sekian puisi yang merefleksikan kehidupan saat ini.
Angin pun Berbisik adalah antologi puisi pertama di Indonesia yang disusun oleh
sebuah keluarga. Irwan Dwi Kustanto (ayah), Siti Atmamiah (ibu) dan Zeffa
Yurihana (anak). Selama beberapa tahun mereka telah menuangkan pikiran dan
perasaan ke dalam kata-kata indah berupa puisi.
Puisi-puisi karya Mia (nama panggilan Siti Atmamiah) adalah puisi yang
mencerminkan kehidupan masyarakat masa kini. Puisi-puisinya banyak bercerita
tentang kerinduan, percintaan, dan kasih sayang seseorang khususnya dalam
sebuah keluarga. Tema-tema dari puisi diperlihatkan Mia melalui diksi, nada,
maupun ritme yang dipakainya.
Puisi hasil karya Mia merupakan puisi yang dibentuk dari unsur-unsur yang
saling membangun atau terkait. Hal ini senada dengan pendapat FX Rudy
5
Gunawan (2008) yang menyebutkan bahwa puisi-puisi Mia, unsur batin dan unsur
fisiknya bertalian sangat erat sehingga mampu membentuk satu kesatuan yang
menimbulkan keindahan baik dari segi bahasa maupun maknanya. Sebagai contoh
dalam salah satu puisinya yaitu yang berjudul Jakarta, Mia mengulang kalimat
Kutinggalkan engkau di setiap awal bait. Pengulangan ini dimaksudkan untuk
mempertegas tentang tema dari puisi itu. Pengulangan kalimat tersebut juga
membentuk sebuah ritme dalam puisinya. Kalimat Kutinggalkan engkau menjadi
pengikat beberapa baris setelahnya, sehingga baris-baris tersebut seakan-akan
bergelombang menimbulkan irama.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin menganalisis struktur
puisi Siti Atmamiah yang terdapat dalam buku Angin pun Berbisik karya Irwan
Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, Zeffa Yurihana. Kumpulan puisi yang
mencerminkan kehidupan masa sekarang yang dipenuhi dengan permainan kata,
simbol, asosiasi dan bunyi yang dapat menarik minat siswa terhadap apresiasi
puisi. Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat menggunakan hasil penelitian
ini sebagai alternatif materi ajar dan mengajarkan kepada siswa bahwa dalam
menganalisis puisi tidak hanya menyebutkan unsur-unsur puisi secara terpisah
melainkan memahaminya sebagai sebuah keterjalinan pembentuk makna. Di
samping hal tersebut, Eni Sarimanah (2009) menjelaskan bahwa sampai sekarang
penelitian mengenai pemahaman analisis struktur puisi sangat kurang, jika
dibandingkan dengan analisis struktur prosa. Oleh karena itu judul dari penelitian
ini adalah ”Kumpulan Puisi Siti Atmamiah dalam Buku Angin Pun Berbisik
(Tinjauan Struktural dan Relevansinya sebagai Alternatif Materi Ajar Bahasa
Indonesia di SMA)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik?
6
2. Bagaimana relevansi kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik sebagai alternatif materi ajar bahasa Indonesia di SMA?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Menjelaskan struktur kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik.
2. Menjelaskan relevansi kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik sebagai alternatif materi ajar Bahasa Indonesia di SMA.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dalam
pengetahuan sastra Indonesia dan memberikan masukan atau sumbangan
terhadap pengajaran Bahasa Indonesia terutama permasalahan struktural yang
terdapat dalam puisi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1) Memberikan masukan positif bagi siswa dalam memilih materi ajar
bahasa dan sastra.
2) Menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang struktur
puisi pada kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru
dalam mencari alternatif materi ajar yang tepat dalam pengajaran puisi
agar dapat meningkatkan minat siswa dalam mengapresiasi puisi.
c. Bagi peneliti lain
7
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbamdingan
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan
permasalahan yang sejenis.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Puisi
a. Pengertian Puisi
Secara sempit pengertian puisi sudah kita pahami bersama
sebagai salah satu genre sastra yang unik bentuknya dan sering
diseberangkan dengan genre prosa, seperti cerpen, novel, juga drama.
Dalam pengertian ini puisi merupakan padanan dari kata poetry
dalam bahasa Inggris. Ada juga yang mengartikan puisi secara sangat
luas. Puisi dipandang sebagai ungkapan interaksi dunia dalam
seseorang dengan dunia luar. Semua hal di dunia ini bagi seorang
penyair adalah puisi. Ia hanya perlu sedikit ruang sunyi di sebuah
sudut yang tidak diperhatikan orang lain. Dari situ ia dapat
memandang hal-hal dari sudut yang lain pula, sudut pandang yang
tidak dilihat orang kebanyakan.
Menurut Rachmat Djoko Pradopo (1997: 7) pengertian atau
hakikat dari puisi adalah ekspresi pemikiran yang membangkitkan
perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan
yang berirama dan merupakan salah satu karya sastra yang
mempunyai susunan kata-kata yang indah yang merupakan ekspresi
perasaan dari penulisnya. Altenbernd (dalam Sayyid, 2008)
menafsirkan puisi sebagai sebuah pendramaan pengamalan yang
bersifat penafsiran dalam bahasa berirama
Puisi adalah karangan yang di dalamnya terdapat irama yang
kuat, bahasanya pekat dan padat, serta kesatuan-kesatuan irama itu
terwujud dalam bait-bait. Sayyid (2008) juga menjelaskan bahwa
puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
9
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan
pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Herman J. Waluyo (2005: 1) menjelaskan bahwa puisi adalah
karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan
diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Kata-kata dalam puisi benar-benar padat dan terpilih
sehingga sangat indah untuk dibaca. Namun demikan setiap kata
maupun visualisasi dalam puisi sangat sarat akan makna dan
mewakili maksud penulis. Menurut Park (2002: 15) poetry is
storyteeling may be some of these uniquely human experience. Puisi
adalah penceritaan cerita yang memungkinkan beberapa di
antaranya merupakan ungkapan pengalaman orang atau penyair
secara unik atau pribadi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1997: 6) mengumpulkan
definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair
romantik Inggris sebagai berikut.
1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata
yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang
setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang,
simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat
musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang
merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa
hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti
musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan
perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih
merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
6
10
4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran
manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta
berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun
secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya
tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama
seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara
teratur).
5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang
paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang
sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti
kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan
kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya
merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa puisi adalah karangan imajinatif tentang rekaman
kehidupan yang disajikan dalam bentuk bait, menggunakan diksi
yang tepat, majas, dan rima tertentu.
b. Jenis-jenis Puisi
Puisi dalam sastra Indonesia banyak ragamnya. Guru dan siswa
diharapkan mengenal keanekaragaman itu untuk pemilihan bahan
pengajaran yang tepat. Suwardo (2005: 4) menjelaskan
keanekaragaman tersebut pada gambar di bawah ini baik dari
sejarah perkembangan bentuk, isi, corak, penafsiran, maupun
temanya yaitu sebagai berikut:
11
Macam Puisi
3. Berdasarkan isinya
4. Berdasarkan coraknya
5. Berdasarkan penafsirannya
6. Berdasarkan tema
2. Himne 3. Ode 4. Satire 5. Elegi 6. Romance
1. Puisi Lirik 2. Puisi naratif 3. Puisi deskriptif 4. Puisi didaktis 5. Humor 6. Dramatik
1. Puisi Diafan 2. Puisi Prismatis 3. Puisi Gelap 4. Puisi Abstrak
1. Puisi Universal 2. Puisi Restricted
1. Berdasarkan sejarah perkembangannnya
1. Puisi Lama 2. Puisi Baru 3. Puisi Modern 4. Puisi Kontemporer
2. Berdasarkan bentuknya
Pantun Syair Gurindam Seloka Rubai
Distiokon Tersina Kuatrain Kuin Sekret Septima Oktaf Soneta
Puisi tanpa kata Puisi mini kata Puisi campuran berbagai bahasa Puisi mantra Puisi tipografi Puisi lugas/ mbeling
1. Puisi Lama
2. Puisi Baru
3. Puisi Modern
12
Berdasarkan sifatnya puisi dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Puisi Diafan
Herman J. Waluyo (2003: 140) menjelaskan bahwa puisi diafan
atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret, dan bahasa figuratif, sehingga bahasa dalam
puisi mirip dengan bahasa sehari-hari. Pada umumnya para pemula
dalam hal menulis puisi cenderung menghasilkan karya dalam jenis
ini. Mereka belum mampu mempermainkan kiasan, majas, dan
sebagainya, sehingga puisi menjadi kering dan lebih mirip catatan pada
buku harian.
Menurut Suharianto (1981: 59) puisi transparan yaitu puisi yang
mudah dilihat artinya pembaca mudah dalam memahami isi puisi
tersebut kerena di sini semuanya sangat terbuka, tidak banyak
memanfaatkan lambang-lambang atau kiasan-kiasan tertentu. Jadi,
puisi diafan adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya
mirip dengan bahasa sehari-hari dan sangat mudah dihayati maknanya.
2) Puisi Prismatik
Herman J. Waluyo (2003: 140) menyebutkan bahwa puisi
prismatis telah menggambarkan kemampuan penyair, majas, diksi, dan
sarana puitik yang lain, sehingga puisi bisa dikatakan sudah “menjadi”.
Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap. Puisi karya para
penyair besar adalah puisi berjenis ini. Penyair besar adalah orang
yang telah melewati proses kreatif yang matang sehingga mereka telah
menemukan dirinya dan menemukan bentuk bagi puisinya.
13
Menurut Suharianto (1981: 51) puisi prismatis adalah puisi yang
mempunyai bahasa berupa kiasan atau perlambangan-perlambangan.
Hal inilah yang dihandalkan dalam puisi ini. Puisi ini sering
mempunyai kemungkinan makna yang lebih dari satu atau polyinter
pertable, bahkan kadang-kadang menunjuk pada pengertian yang agak
lain yang bersifat konotatif. Kata-kata dalam puisi ini kadang-kadang
bersifat pribadi artinya simbol-simbol yang digunakan hanya milik
khas pengarangnya saja, tidak jarang pula dalam puisi jenis ini terdiri
atas kata-kata atau kalimat-kalimat yang supra rasional. Jadi, puisi
prismatis adalah puisi yang sarat dengan diksi dan penggunaan kata
konotatif.
3) Puisi Kontemporer
Yahoo Answer (2009) menjelaskan bahwa pengertian puisi
kontemporer adalah puisi yang mengangkat masalah-masalah yang
aktual di masa kini. Suharianto (1981: 59) menjelaskan sebenarnya
jenis puisi ini termaksuk golongan puisi prismatis. Perbedaannya
adalah puisi-puisi prismatis masih bertolak dan mengandalkan kata
sebagai penyampai maksud penyair, sedangkan puisi kontemporer
lebih mengandalkan pada permainan bunyinya. Jadi puisi kontemporer
adalah puisi yang mengangkat masalah masa kini dan lebih
mengandalkan bunyi daripada maksud yang ingin disampaikan oleh
pengarangnya atau komunikasi pemahamannya.
4) Puisi Mbeling
Mbeling berasal dari bahasa Jawa yang berarti nakal, kurang ajar,
sulit diatur, dan suka memberontak. Isi dan cara penyampaian dalam
puisi ini menyimpang dari aturan. Kata-kata pada puisi ini merupakan
sebuah permainan begitu pula masalah yang menjadi objek di
dalamnya dipermainkan. Suharianto (1981: 59) memberikan arti puisi
mbeling yaitu puisi yang tidak mengikuti aturan yang umumnya
berlaku dalam pencipataan suatu puisi.
14
c. Unsur-unsur Puisi
Puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari
bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-
unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun
dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Puisi
selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan
konsep estetiknya (Riffaterre dalam Sayyid, 2008). Orang tidak akan
dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan
menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna dan
mempunyai arti.
Unsur-unsur puisi adalah segala sesuatu yang berperan
membentuk atau membangun puisi menjadi satu kesatuan. Unsur-
unsur puisi dapat terdiri dari: bunyi, imaji, kiasan, tipografi, diksi,
baris, bait, manipulasi tatabahasa (Praba, 2003). Richards (dalam
Henry Guntur Tarigan, 1994) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri
dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling),
amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi
diksi, imaji, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
Richards (dalam Herman J. Waluyo, 2005: 24) menyatakan
bahwa sebuah puisi terbangun dari dua hal, yaitu struktur fisik dan
struktur batin. Struktur fisik berkaitan dengan diksi (diction), kata
kongkret (the concrete word), gaya bahasa (figurative language), dan
bunyi yang menghasilkan rima dan ritma (rhyme and rhytm). Struktur
batin meliputi perasaan (feeling), tema (sense), nada (tone), dan
amanat (intention). Struktur fisik dan struktur batin dipadu oleh
penyair untuk mencapai nilai estetis dalam puisinya. Herman J.
Waluyo (dalam Lusfian Lastokim, 2008) mengatakan bahwa dalam
puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur
kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin
pengarang. Senada dengan hal tersebut Dick Hartoko dan B.
Rahmanto (1986: 116) menyebut adanya unsur penting dalam puisi,
15
yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis
puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin
puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa puisi terdiri dari dua unsur. Pertama unsur batin yang terdiri
dari tema, nada, rasa, amanat. Unsur yang kedua yaitu unsur fisik.
Unsur ini terdiri dari diksi, imaji, bahasa figuratif, ritme dan rima.
1) Unsur Batin
a) Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan penyair yang
begitu kuat mendesak hati penyair sehingga perlu diungkapkan
(Hadi Sucipto dkk., 2008: 18). Menurut Sayyid (2008) tema
berhubungan dengan arti karya sastra yang bersifat lugas, obyektif,
dan khusus. Herman J. Waluyo (2005: 17) menjelaskan bahwa
tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan
oleh penyair melalui puisinya. Dick Hartoko dan B. Rahmanto
(1986: 142) menjelaskan bahwa tema adalah gagasan dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam
teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-
persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Jadi, tema adalah
gagasan pokok yang diungkap penyair atau penulis melalui
tulisannya.
b) Nada
Menurut Herman J. Waluyo (2005: 37) nada mengungkapkan sikap
penyair terhadap pembaca. Lusfian Lastokim (2008) menjelaskan
bahwa nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.
Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
16
masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong,
menganggap bodoh dan rendah pembaca. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Hadi Sucipto dkk (2008: 18) bahwa nada
berkaitan dengan sikap penyair tehadap pembaca yaitu sikap
menyindir, mengejek, menasehati, menggurui ataupun yang lain.
Jadi, nada adalah cara penyampaian isi puisi dari penyair kepada
pembaca.
c) Rasa
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan
yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair,
misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema
dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung
pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa,
dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya (Lusfian
Lastokim, 2008).
Herman J. Waluyo (2005: 39) menjelaskan bahwa puisi
mengungkapkan perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair akan
bisa kita tangkap kalau puisi itu dibaca keras dalam poetry reading
atau deklamasi. Membaca puisi dengan suara keras akan lebih
membantu kita menemukan perasaan penyair yang
melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut. Perasaan yang
menjiwai puisi bisa perasaan gembira, sedih, terharu, terasing,
tersinggung, patah hati, sombong, tercekam, cemburu, kesepian,
takut, dan menyesal.
17
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dismpulkan bahwa rasa
adalah perasaan yang dimiliki oleh penyair yang terdapat dalam
puisi dan menjiwai puisi tersebut.
d) Amanat
Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca. Sikap dan pengalaman
pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi. Meskipun
ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat
lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan penyair. Menurut
Suroto (1989: 101) amanat atau pesan adalah sesuatu yang hendak
disampaikan oleh penyair kepada pembaca lewat puisinya.
Herman J. Waluyo (2005: 40) menjelaskan bahwa amanat, pesan
atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah
membaca puisi. Jadi, amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan
pengarang lewat karyanya dan sifatnya kias, subjektif dan umum.
2) Unsur Fisik
a) Diksi
Menurut Hadi Sucipto dkk (2008: 19) yang menyatakan bahwa
diksi adalah pemilihan kata-kata yang tepat, baik dari segi makna
maupun bentuk. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya
dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Hal ini senada
dengan pendapat Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-
58) yang menyatakan bahwa diksi mempunyai peranan penting dan
utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya
sastra.
Geoffrey (dalam Herman J. Waluyo, 2005: 68-69) menjelaskan
bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan,
yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis,
penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan
dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh
kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan
kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital
18
hingga titik). Jadi diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan
oleh penyair dalam puisinya. Puisi adalah bentuk karya sastra yang
sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-
katanya harus dipilih secermat mungkin.
b) Imaji
Menurut Herman J. Waluyo (2005: 10) imaji adalah kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
sensoris seperti melihat, mendengar dan merasakan. Imaji yaitu
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara
(auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat,
medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair
(Lusfian Lastokim, 2008). Hal ini senada dengan pendapat
Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-58) yang
menjelaskan bahwa pengimajian mempunyai peran untuk memberi
gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat
hidup (lebih hidup) gambaran dalam pengindraan, untuk menarik
perhatian, memberi kesan mental atau bayangan visual penyair
menggunakan gambaran angan-angan.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Menurut
Agustinus Suyoto (2005) ada beberapa macam citraan, antara lain:
i) Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan
atau berhubungan dengan indra penglihatan.
ii) Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh
pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran.
iii) Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul
oleh penciuman dan pencecapan.
iv) Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi
intelektual/pemikiran.
19
v) Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag
sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat
bergerak.
vi) Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-
gambaran selingkungan.
vii) Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-
gambaran kesedihan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
imaji adalah citraan atau gambaran yang mengungkapkan perasaan
sensoris penyair. Perasaan ini dapat berupa suara, penglihatan,
maupun sentuhan.
c) Bahasa figuratif
Bahasa figuratif disebut juga majas. Menurut Lusfian Lastokim
(2008) bahasa figuratif yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu. Herman J. Waluyo (2005: 83) menjelaskan bahwa bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Adapun
macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem
pro parte, hingga paradoks.
Hadi Sucipto dkk (2008: 19) mengartikan bahasa figuratif sebagai
lambang atau kiasan. Penyair dengan bahasa figuratif berupaya
mengembangkan daya imajinasi pembaca dan dengan bahasa
figuratif penyair memberi warna emosi tertentu pada pembaca.
Menurut Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-58)
bahasa figuratif disebut juga sebagai majas yang biasa dipakai
untuk menghidupkan lukisan untuk lebih mengkonkretkan dan
lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan.
20
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
bahasa figuratif disebut juga sebagai majas. Bahasa figuratif adalah
bahasa berkias yang mengandung lambang yang menimbulkan efek
dan lebih mengekspresikan perasaan penyair dalam karyanya.
d) Ritme
Ritme adalah alunan yang terjadi karena perulangan dan
penggantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi,
keras lembut tekan dan tinggi rendah nada (Hadi Sucipto dkk,
2008: 19). Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986: 120)
ritme adalah gerak dalam bahasa tutur alami. Hal ini juga senada
dengan pendapat Herman J. Waluyo (2005: 12) yang menjelaskan
bahwa ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa,
dan kalimat. Agustinus Suyoto (2005) menerangkan bahwa ritme
adalah yaitu irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian
bunyi tinggi rendah secara teratur
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa ritme adalah
kesan bahwa ada suatu gerak disebabkan karena perbedaan dalam
tinggi rendahnya nada, silih bergantinya suku kata yang ditekankan
atau tidak, yang panjang atau yang pendek.
e) Rima
Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986: 119) rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris
puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan,
yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan.
Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-
bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan.
Bunyi semacam ini disebut cacophony. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat Rachmat Djoko Pradopo (1997: 22) yang menyebutkan
bahwa bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas
yang lebih penting lagi, yaitu memperdalam ucapan, menimbulkan
21
rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan
suasana yang khusus, dan sebagainya.
Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-58) berpendapat
bahwa rima dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi dalam baris
atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga dalam
keseluruhan baris dan bait puisi. Hadi Sucipto dkk (2008, 19)
menjelaskan bahwa rima adalah pengulangan bunyi berselang
dalam sajak, baik di dalam lirik ataupun baris, maupun pada akhir-
akhir baris yang berdekatan.
Berdasarkan jenisnya, Agustinus Suyoto (2005) membedakan rima
menjadi:
i) Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata
terakhir.
ii) Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat
pada sebagian suku kata terakhir.
iii) Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua
kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi).
iv) Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku
akhir terbuka atau dengan vokal sama.
v) Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku
kata tertutup (konsonan).
vi) Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada
bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang
berlainan.
vii) Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada
asonansi vokal tengah kata.
viii) Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada
huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan menjadi:
22
i) Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal
baris pada tiap bait puisi.
ii) Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah
baris pada bait puisi.
iii) Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir
baris pada tiap bait puisi.
iv) Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-
bait puisi yang dilihat secara vertikal.
v) Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris
puisi secara horizontal.
vi) Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah
kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang
mengandung kesejajaran maksud.
vii) Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama
antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua
dengan larik ketiga (ab-ba)
viii) Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama
antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua
dengan larik keempat (ab-ab).
ix) Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun
sama pada akhir semua larik (aaaa).
x) Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang
tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb).
xi) Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak
menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa rima adalah pemilihan kata di dalam sebuah baris puisi
maupun dari satu baris ke baris lain mempertimbangkan kata-kata
yang mempunyai persamaan bunyi yang harmonis.
23
Puisi seperti yang telah dijelaskan di atas mempunyai struktur
yang kompleks yang terdiri atas unsur-unsur yang saling terjalinan
dengan erat. Unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri melainkan
mempunyai keterikatan dengan keseluruhan puisi. Hal tersebut
senada dengan pendapat Richards (dalam Herman J. Waluyo, 2005:
24) yang menyatakan bahwa unsur batin dan unsut fisik dipadu oleh
penyair untuk mencapai keseluruhan makna dan nilai estetis dalam
puisinya.
Abdur Rosyid (2009) menyatakan bahwa secara sederhana
batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik,
bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi
keutuhan sebuah puisi. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a) Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata
(diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-
unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah
larik.
b) Larik (baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam
prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti
sebuah kalimat.
c) Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada
umumnya dalam bait inilah terdapat kesatuan makna.
d) Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-
bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait.
Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang
pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan
oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya
karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-
tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Melalui hal tersebut
dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama,
namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama
24
inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat
puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
e) Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan
bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui
makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Berdasarkan tinjauan yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam
proses pengkajian unsur-unsur pembangun puisi, unsur-unsur
tersebut harus dikaji secara menyeluruh. Pengkajian tersebut
dimaksudkan agar mendapatkan kebulatan makna dan keindahan
puisi secara utuh. Oleh karena itu, analisis struktural di dalam
penelitian ini mengkaji tentang unur-unsur pembangun puisi, yaitu
unsur intrinsiknya (diksi, imaji, bahasa figuratif, ritme, rima, tema,)
dan hubungan atau keterikatan antar unsur-unsurnya.
2. Hakikat Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural yaitu suatu metode atau cara pencarian
terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah
satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri diluar kesatuannya,
melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya (Fokkema
dalam Eni Sarimanah, 2009). Teeuw (1988: 135) menjelaskan bahwa analisis
struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan sebab karya
sastra mempunyai kebulatan makna instrinsik yang dapat digali dari karya
itu sendiri.
Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986: 135) strukturalisme
dalam penelitian sastra ialah metode yang meneliti keseluruhan relasi antara
berbagai unsur sebuah teks. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan
dengan unsur-unsur dalam mikroteks (misalnya kata-kata dalam satu
kalimat) atau dalam keseluruhan yang lebih jelas (bait-bait dalam sebuah
sajak, bab-bab dalam sebuah roman, dan sebagainya) maupun relasi
intertekstual (karya-karya sastra dari suatu periode tertentu)
25
Suwardi Endraswara (2008: 49) menjelaskan bahwa strukturalis pada
dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama
berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam
pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki
struktur yang saling terkait satu sama lain. Kodrat struktur itu bermakna
apabila dihubungkan dengan struktur lain. Struktur tersebut memiliki
bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam
hubungan antar unsur secara keseluruhan. Keseluruhan akan lebih berarti
dibanding bagian atau fragmen struktur.
Atar Semi (1993: 54) berpendapat bahwa analisis struktural adalah
analisis yang terbatas pada karya sastra itu sendiri. Dalam pengertian yang
diungkapkan Atar Semi ini, analisis dalam karya sastra terlepas dari faktor
yang berasal dari pengarang atau pembacanya. Karya sastra itu merupakan
struktur makna atau struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa
karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang
mempergunakan medium bahasa. Untuk menganalisis struktur sistem tanda
ini perlu adanya kritik struktural untuk memahami makna tanda-tanda
yang terjalin dalam sistem (struktur) tersebut
Jean Peaget (dalam Suwardi Endraswara, 2008: 50) menyebutkan
bahwa strukturalisme mengandung tiga hal pokok, yaitu:
a. Gagasan Keseluruhan (Wholness)
Dalam artian bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikn diri dengan
seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur
maupun bagian-bagiannya.
b. Gagasan Transformasi (Transformation)
Struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
c. Gagasan Keteraturan yang Mandiri (Self Regulation)
Gagasan ini tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan
prosedur transformasinya, sruktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
26
Pendekatan struktural digunakan untuk memahami karya sastra
(puisi) dengan baik. Praba (2003) menjelaskan prinsip-prinsip analisis
struktural karya sastra khususnya puisi, yaitu:
a. Makna unsur-unsur puisi membentuk makna keseluruhan puisi. Makna unsur-
unsur puisi dicari dengan terlebih dahulu mengandaikan makna keseluruhan
puisi.
b. Keberadaan suatu unsur puisi ditentukan oleh adanya unsur lainnya.
Oleh karena itu, seluruh unsur-unsur puisi tidak membentuk makna sendiri-
sendiri secara lepas tetapi secara bersama membentuk makna keseluruhan
puisi. Maka puisi dikatakan sebagai karya sastra yang "koheren" dimana setiap
unsurnya saling terkait dan saling menentukan dalam membentuk makna
keseluruhan puisi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tinjauan struktural adalah tinjauan yang didasarkan pada unsur intrinsik
dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut saling membangun atau
terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan unsur-unsur ini yaitu dalam
membentuk makna keseluruhan puisi.
3. Puisi Siti Atmamiah
FX Rudy Gunawan (2008) berpendapat bahwa puisi-puisi dalam buku
Angin pun Berbisik karya Irwan Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, dan Zeffa
Yurihana memang indah dan memiliki keunikan karakter. Siti Atmamiah
mampu memadukan unsur batin dan unsur fisik puisinya untuk membentuk
satu kesatuan yang menimbulkan keindahan baik dari segi bahasa maupun
maknanya.
Mohammad Sobary (dalam Irwan Dwi Kustanto dkk., 2008: v)
menyatakan bahwa puisi-puisi Siti Atmamiah di dalamnya terdapat
kenikmatan bunyi, simbol, yang mengikat dan mempertautkan kita dengan
perasaan dan pengalaman masa lalunya. Kata, simbol, bunyi, dan asosiasi
seolah berloncatan secara dinamik dalam dunia yang tak kasat mata.
Menurut Retty N. Hakim (2008) buku antologi puisi ini adalah sebuah karya
27
yang unik karena merupakan kumpulan komunikasi cinta ayah, ibu, dan
anak. Sangat jarang ada satu keluarga yang bersama-sama berbagi puisi dan
menjadkan puisi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam buku ini Siti
Atmamiah mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata, simbol,
asosiasi dan bunyi untuk dinikmati para pembacanya.
Jamal D. Rahman (2008) mengatakan bahwa puisi-puisi Siti Atmamiah
dalam buku Angin pun Berbisik lahir dari sebuah proses yang
mengharukan. Ditulis dengan ekspresif, sarat dengan perasaan, sekaligus
dokumentasi pasang-surut cinta, rindu, cemburu, kesedihan, dan
kebahagiaan dalam hubungan suami-istri dan ayah-ibu-anak. Kerinduan ini
Mia ungkapkan dalam puisinya yang berjudul ”Ku Ingin”. Mia dalam puisi
tersebut berkata:
Ku ingin engkau ada Malam ini Bersamamu Menatap Purnama
Mia menyampaikan kerinduannya terhadap suami dalam puisi
tersebut. Mia ingin menghabiskan malam bersama sang suami.
Kerinduannya ia sampaikan kepada pembaca dengan dramatik.
Kerinduan tidak hanya tersirat dalam tema yang diangkat Mia dalam
puisi-puisinya, kasih sayang dan kebahagiaan keluarga juga dimunculkan
Mia dalam puisi-puisinya. Salah satunya yaitu kebahagiaan mempunyai
seorang anak. Kehadiran anak membuat keluarga terasa semakin lengkap.
Hal ini dapat dilihat dari puisinya yang berjudul ”Cinta yang Bergenap”.
Mia dalam puisi ini merasakan kesempurnaan dalam hidup dengan hadirnya
seorang anak di dalam kehidupannya.
Tak kurang bagiku Karena rindumu telah menyempurnakan hidupku
Sebelum mempunyai anak, Mia menceritakan kehidupannya yang
terasa hampa setelah berkeluarga. Meskipun suaminya telah memberikan
kasih sayang yang begitu besar, tetapi Mia tetap merasakan ada yang kurang
28
di dalam kehidupannya. Perasaan Mia dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini:
Kau lukiskan Bulan yang tersamar Tersaput mega-mega Aku hanya diam Bagiku diatas sana tak ada benda-benda
Tema tentang kenangan akan masa lalu Mia ungkapkan dalam
puisinya yang berjudul ”Kenangan”. Mia di dalam puisi ini mendeskripsikan
tentang pertemuan dengan kekasihnya yang tak akan pernah Mia lupakan.
Mia dalam puisi tesebut berkata:
Dengan mu Tanpa rencana Tanpa tatapan mata Keheningan bunga-bunga Menjamu hadirku, hadirmu
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
puisi karya Siti Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik adalah kumpulan
puisi tentang cinta, kerinduan, cemburu, kesedihan yang terjadi dalam
keluarga. Puisi-puisinya bercerita tentang perasaan dan pengalaman masa
lalu. Mia mengungkapkan semua perasaannya dengan kata, simbol, bunyi,
dan asosiasi yang menarik pembaca masuk dalam puisi-puisinya tersebut.
4. Hakikat Materi Ajar
Pendidikan mempunyai dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, yaitu belajar
dan mengajar (Mukhlis A. Hamid, 2007). Belajar menunjuk pada apa yang
dilakukan seseorang sebagai penerima pelajaran (peserta didik), sedangkan
mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seorang guru sebagai
pengajar. Kegiatan belajar mengajar ini di dalamnya terdapat beberapa unsur,
salah satunya yaitu materi ajar.
Materi ajar menurut Winkel (1996: 261) adalah suatu alat yang digunakan
dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional. Materi ajar juga dapat
membantu membangkitkan motivasi belajar siswa. Lebih lanjut, Winkel
menjelaskan bahwa materi ajar bukan hanya mencakup data, kejadian dan relasi
29
antara data, melainkan juga oleh pengolahan siswa. Hal ini senada dengan
pendapat Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 40) bahwa materi ajar yang
baik harus dirancang dan ditulis sesuai dengan kaidah instruksional. Hal ini
diperlukan karena materi ajar akan digunakan pendidik untuk membantu tugas
mereka dalam proses belajar menagajar. Muhibbbin Syah (2009) berpendapat
bahwa tahap instruksional adalah tahap inti dalam proses pengajaran. Pada tahap
tersebut guru menyajikan materi pelajaran yang disusun lengkap dengan persiapan
model, metode dan strategi mengajar yang dianggap cocok. Sebelum menguraikan
pokok-pokok materi tersebut lebih lanjut, setiap uraian seharusnya dilengkapi
dengan contoh dan peragaan seperlunya.
Menurut Inoe (2008) materi ajar adalah seperangkat materi yang disusun
secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar. Materi yang dimaksud bisa berupa materi tertulis, maupun
materi tidak tertulis. Akhlan Husein dan Rahman (1996: 32) menjelaskan faktor-
faktor tersebut sebagai berikut:
a. Guru
Guru adalah orang yang menggerakkan suatu proses belajar mengajar. Guru
harus mempunyai kompetensi dan juga profesionalisme dalam suatu proses
belajar mengajar. Tanpa adanya hal tersebut mustahil proses belajar mengajar
akan berjalan dengan lancar. Keberadaan guru yang profesional mutlak
menjadi dasar pengembangan sistem.
b. Siswa
Siswa adalah orang yang melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
c. Materi
Materi merupakan segala bentuk informasi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan, yang berkaitan dengan kurikulum yang berlaku dalam pembelajaran
tersebut.
d. Metode
30
Metode adalah cara yang digunakan untuk memberi kesempatan pada siswa
untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan adalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
e. Media
Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan materi
atau informasi pada siswa.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk menilai proses dan haisl belajar
siswa.
Materi ajar bertujuan untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu,
menyediakan berbagai jenis pilihan materi ajar, memudahkan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, serta agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih
menarik. Siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara
runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua
kompetensi secara utuh dan terpadu dengan menggunakan materi ajar.
Menurut Inoe (2008) materi ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi
empat, yaitu:
a. Materi ajar cetak ialah materi yang dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk,
diantaranya handout, buku, modul, evaluasi, lembar kegiatan siswa, brosur,
leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
b. Materi ajar dengar, di antaranya, kaset, radio.
c. Materi ajar pandang dengar, diantaranya, video, orang/narasumber.
d. Materi ajar interaktif, berupa kombinasi dari dua buah meteri ajar, yaitu audio
dan visual. Contohnya dapat berupa, teks, grafik, dan sebagainya.
Setelah masuk ke dalam pengajaran sastra yang sebenarnya, tidak mudah bagi
pendidik untuk memilih dan memilah bahan atau materi ajar yang sesuai untuk
siswanya. Menurut Winkel (1996: 297), pemilihan bahan atau materi ajar harus
sesuai dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
31
a. Materi atau bahan pelajaran harus relevan terhadap tujuan instruksional yang
harus dicapai, yaitu dari segi isi maupun jenis perilaku yang dituntut siswa
yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
b. Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan
kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu.
c. Materi atau bahan pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara lain
karena relevan dengan pengalaman hidup sehari-hari siswa, sejauh hal itu
mungkin.
d. Materi atau bahan pelajaran harus membantu untuk melibatkan diri secara
aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai
kegiatan.
e. Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang
diikuti. Misalnya, materi pelajaran akan lain bila guru menggunakan bentuk
ceramah, dibandingkan dengan pelajaran bentuk diskusi kelompok.
f. Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan media pelajaran yang
tersedia.
Atar Semi (dalam Riris K. Toha-Sarumpaet, 2002:138-139) mengatakan
bahwa kriteria pemilihan bahan atau materi pelajaran adalah sebagai berikut:
a. Bahan atau materi tersebut valid untuk mencapai tujuan pengajaran sastra.
b. Bahan atau materi tersebut bermakna dan bermanfaat jika ditinjau dari
kebutuhan peserta didik (kebutuhan pengembangan insting etis dan estetis,
imajinasi, dan daya kritis).
c. Bahan atau materi tersebut harus menarik supaya dapat merangsang minat
peserta didik.
d. Bahan atau materi tersebut berada dalam batas keterbacaan dan intelektual
peserta didik. Artinya, bahan tersebut dapat dipahami, ditanggapi, dan
diproses peserta didik sehingga mereka merasa pengajaran sastra merupakan
pengajaran yang menarik, bukan pengajaran yang berat.
e. Bahan atau materi berupa bacaan haruslah berupa karya sastra yang utuh,
bukan sinopsisnya saja, karena karya sinopsis itu hanya berupa problem
32
kehidupan tanpa diboboti nilai-nilai estetika yang menjadi pokok atau inti
karya sastra.
Pemilihan materi ajar tidak sebatas seperti yang diungkapkan oleh Winkel dan
Semi di atas, namun pemilihan materi ajar masih ditentukan oleh berbagai macam
faktor. Faktor tersebut antara lain, kurikulum yang diberlakukan dan diikuti,
berapa banyak karya sastra yang ada di perpustakaan sekolah, persyaratan bahan
yang harus diberikan agar dapat menempuh tes belajar akhir tahun, serta masih
ada faktor lain yang harus dipikirkan oleh pendidik yang mengajar pelajaran
Bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat kompetensi tentang sastra di Sekolah
Menengah Atas (SMA). Berdasarkan hal tersebut maka menurut Inoe (2008) guna
mendapatkan materi ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus
dikuasai oleh peserta didik diperlukan analisis terhadap beberapa faktor, yaitu:
a. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan untuk menentukan kompetensi mana yang
memerlukan materi ajar dengan cara mempelajari standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator yang menandai bahwa suatu kompetensi dasar
telah dicapai, materi pokok, dan pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh
peserta didik.
b. Analisis Sumber Belajar
Sumber belajar yang akan digunakan sebagai materi penyusunan materi ajar
perlu dilakukan analisis. Anlisis dilakukan terhadap ketersediaan, kesesuaian,
dan kemudahan dalam memanfaatkannya. Caranya adalah menginventarisasi
ketersediaan sumber belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan.
c. Pemilihan dan Penentuan Materi Ajar
Pemilihan dan pentuan materi ajar dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
kriteria bahwa materi ajar harus menarik, dapat membantu siswa untuk
mancapai kompetensi. Jenis dan bentuk materi ajar ditetapkan atas dasar
analisis kurikulum dan analisis sumber materi sebelumnya.
33
Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 42) menjelaskan bahwa materi ajar
harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah pengembangan materi ajar.
Rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam pengembangan materi ajar yaitu:
a. Materi ajar harus disesuaikan dengan peserta didik yang sedang mengikuti
proses belajar mengajar.
b. Materi ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku peserta didik.
c. Materi ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik diri.
d. Program belajar mengajar yang akan dilangsungkan.
e. Di dalam materi ajar telah mencakup tujuan kegiatan pembelajaran yang
spesifik.
f. Guna mendukung ketercapaian tujuan, materi ajar harus memuat materi
pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan dan latihan.
g. Terdapat evaluasi sebagai alat umpan balik dan alat untuk mengukuir tingkat
keberhasilan peserta didik.
Zamawi Imran (2009) menjelaskan lebih rinci tentang syarat atau cara dalam
memilih materi ajar puisi. Memilih puisi sebagai materi ajar di sekolah menurut
Zamawi Imran harus menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan berbasis
kurikulum dan pendekatan berbasis sastra. Pendekatan berbasis kurikulum
dilakukan dengan cara menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang terdapat dalam standar isi kurikulum. Pendekatan yang lain yaitu pendekatan
berbasis sastra memiliki tiga aspek penting yang harus diperhatikan yaitu:
a. Bahasa Guru perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih teks
puisi yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa. Hal ini
dimaksudkan supaya menghindari terjadinya penafsiran yang jauh
menyimpang dari substansi makna yang terkandung dalam teks.
b. Kematangan Jiwa
34
Aspek kematangan jiwa siswa perlu dipertimbangkan ketika seorang guru
menentukan teks puisi yang hendak dijadikan sebagai bahan ajar karena akan
sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan siswa didik dalam
proses pembelajaran. Tahap kematangan jiwa juga sangat besar pengaruhnya
terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan
kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi. Ada
beberapa tahap kematangan jiwa siswa yang perlu dijadikan sebagai rujukan
guru dalam menentukan materi ajar puisi, di antaranya:
1) Tahap pengkhayal (8-9 tahun)
2) Tahap romantik (10-12 tahun)
3) Tahap realistik (13-16 tahun)
4) Tahap generalisasi (16 tahun - …)
c. Latar belakang sosial siswa
Latar belakang siswa harus diperhatikan oleh guru sebelum memilih
materi ajar puisi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
pengaburan tafsir teks puisi dan penggambaran suasana teks di luar batas
jangkauan imajinasi siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut materi ajar merupakan dasar atau
pokok yang ada dalam proses belajar mengajar. Materi ini akan disampaikan oleh
pengajar ke peserta didik pada saat proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
instruksional dan dapat membangkitkan motivasi siswa meskipun materinya tidak
diambil dari buku teks. Syarat atau cara memilih puisi untuk dijadikan sebagai
materi ajar harus menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan berbasis
kurikulum dan pendekatan berbasis sastra.
5. Pembelajaran Puisi di SMA
Pengajaran puisi di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering dianggap
kurang penting dan dianaktirikan oleh para guru. Rahmanto (1988: 44)
berpendapat bahwa pengajaran puisi masih menemui banyak kesulitan, tidak
jarang para guru sastra sendiri cenderung menghindarinya karena mereka
kesulitan untuk mengajarkannya. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang
35
idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi para siswa, disajikan hanya
sekedar memenuhi tuntutan kurikulum. Mukhlis A. Hamid (2007) menjelaskan
apabila dikaji secara mendalam, tujuan pengajaran puisi di sekolah dimaksudkan
untuk menumbuhkan keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan para siswa
terhadap bahasa dan sastra Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur.
Pengajaran puisi yang banyak terlaksana di sekolah kurang mengarah
kepada pembinaan apresiasi puisi. Guru menjelaskan materi hanya terbatas pada
unsur-unsur formal suatu puisi secara terpisah-pisah. Persajakan, irama, pilihan
kata, susunan baris atau larik, dan bait tidak dilihat dalam hubungan fungsi
sebagai pendukung keindahan keseluruhan puisi. Menganalisis puisi merupakan
kegiatan mengambil atau menemukan arti bias maupun arti tambahan yang
dikandung puisi tersebut. Kegiatan analisis juga berusaha untuk melihat struktur
atau unsur-unsur puisi.
Berikut ini beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di
SMA, baik kelas X, XI, dan XII serta yang menyangkut berbagai kemampuan,
baik mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan
sastra khususnya puisi.
1) Standar kompetensi dan kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)
untuk kelas X semester 1 (berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan,
2006: 262-263).
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk kelas X semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
5. Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/ tidak
5.1. Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.
5.2. Mengungkapkan isi suatu puisi yang
36
langsung disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman
Menulis
8. Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi
8.1. Menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima
2) Standar kompetensi dan kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)
untuk kelas X semester 2 (berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan,
2006: 264).
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk kelas X semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Berbicara
14. Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi
14.1. Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi
14.2. Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi
3) Standar kompetensi dan kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)
untuk kelas XII semester 2 (berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan,
2006: 271).
Tabel 4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah
Atas (SMA) untuk kelas XII semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Membaca
15. Memahami buku kumpulan puisi kontemporer dan karya sastra yang dianggap penting pada tiap
15.1. Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontenporer melalui kegiatan membaca buku kumpulan puisi kontemporer.
37
periode
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Desy Ratna
Intani (2008: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)
yang berjudul Puisi-puisi Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany (Sebuah
Tinjauan Struktural dan Nilai Didik). Penelitian ini mendeskripsikan keterjalinan
antarunsur struktur puisi yang membangun puisi Nikah Ilalang karya Dorothea
Rosa Herliany dan nilai didiknya yang terdapat di dalamnya. Struktur puisi itu
adalah tema, perasaan (feeling), nada dan suasana, diksi, majas, imajinasi, ritme
dan rima. Nilai didiknya juga dibagi menjadi empat kategori, yaitu nilai
pendidikan etika, nilai pendidikan estetika, nilai pendidikan religi dan pendidikan
sosial.
Penelitian yang dilakukan Suwardo (2005) yang berjudul Beberapa Aspek
Pengajaran Puisi di Sekolah Menengah Atas yang menjelaskan tentang cara
pengajaran pengajaran puisi. Agar pengajaran puisi mampu mendekatkan anak
kepada puisi, pertama-tama pengajaran puisi itu harus dibicarakan secara
langsung di hadapan anak. Kemudian hendaklah diperhatikan bahwa segala teori
dan sejarah sastra yang diberikan kepada anak, harus dikaitkan dalam segala
usaha meningkatkan kemampuan pemahaman dan penikmatan anak kepada puisi.
Penelitian Eni Sarimanah (2009) berjudul Tinjauan Struktural dan Mimietik
Puisi Pamplet Cinta Karya W. S. Rendra. Dalam penelitian ini dijelaskan tentang
pemanfaatan unsur-unsur pembangun seperti: diksi, citraan, bahasa kias, sarana
retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide dalam puisi
“Pamplet Cinta” karya W.S. Rendra dan mengetahui sejauh mana keterkaitan dan
keharmonisan di antara unsur-unsur pembangun dari dalam puisi, sehingga puisi
itu dapat dikatakan sublim. Penleitian ini juga menjelaskan tentang seberapa jauh
hubungan antara puisi “Pamplet Cinta” dengan kenyataan.
C. Kerangka Berpikir
38
Puisi merupakan perpaduan antar unsur-unsur intrinsik yang membentuk
dan membangunnya. Memahami puisi sebagai suatu karya sastra adalah suatu
proses memahami hubungan antarunsur yang membangun puisi itu sendiri.
Memahami unsur-unsur pembangun saja tanpa memahami keterjalinanya akan
menjerumuskan seseorang kepada pemahaman makna yang terpisah-pisah dan
dangkal. Seseorang tidak akan dapat memahami makna sebuah karya sastra secara
utuh dan bulat apabila belum mengetahui struktur yang ada di dalamnya beserta
keterjalinannya. Oleh karena itulah, peneliti menggunakan pendekatan struktural
untuk mengetahui totalitas makna dari puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik karya Irwan Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, Zeffa Yurihana.
Pengajaran puisi yang banyak terlaksana di sekolah kurang mengarah
kepada pembinaan apresiasi puisi. Guru menjelaskan materi hanya terbatas pada
unsur-unsur formal suatu puisi secara terpisah-pisah. Persajakan, irama, pilihan
kata, susunan baris atau larik, dan bait tidak dilihat dalam hubungan fungsi
sebagai pendukung keindahan keseluruhan puisi. Menganalisis puisi merupakan
kegiatan mengambil atau menemukan arti bias maupun arti tambahan yang
dikandung puisi tersebut. Kegiatan analisis juga berusaha untuk melihat struktur
atau unsur-unsur puisi.
Penelitian ini mengkaji tentang struktural dari puisi-puisi Siti Atmamiah
yaitu diksi, imaji, bahasa figuratif, rima, ritme, tema dan nada. Hasil penelitian
kemudian akan digunakan sebagai alternatif materi ajar bahasa Indonesia di SMA.
Lebih jelasnya mengenai alur berpikir tersebut dapat dilihat dalam bagan
kerangka berpikir di bawah ini:
Kumpulan Puisi Siti Atmamiah
Kesimpulan
Materi Ajar Bahasa Indonesia di SMA
Tinjauan struktural (diksi, imaji, bahasa figuratif, ritme dan rima, dan tema)
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang tidak terikat oleh tempat, waktu, dan
suatu lembaga tertentu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai
dengan Januari 2010.
Tabel 5. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan
Juli 2009 – Januari 2010 No Jenis Kegiatan
Jul
1234
Ags
1234
Sep
1234
Okt
1234
Nov
1234
Des
1234
Jan
1234
1 Pengajuan judul xx
2 Penulisan proposal xxx xxxx xx
3 Perizinan penelitian xx
4 Pengumpulan data xxxx xxxx
5 Analisis data xxxx xxxx xx
6 Penulisan laporan xxxx xxxx
B. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu data yang dikumpulkan
berupa data verbal. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis struktural.
Penelitian ini menghasilkan data deskriptif yang diperoleh dari referensi-referensi
yang sekiranya mampu untuk mengevaluasi dan mendiagnosis maksud dari
kumpulan puisi Siti Atmamiah sehingga didapatkan hasil yang mampu
memberikan suatu kesimpulan tentang struktur dari puisi Siti Atmamiah dalam
buku Angin pun Berbisik.
37
40
C. Sumber Data
Sumber data yang dipakai adalah:
1. Dokumen
Sumber data berupa dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik karya Irwan
Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, Zeffa Yurihana yang diterbitkan Spasi dan
Yayasan Mitra Netra tahun 2008. Dokumen yang lain yaitu transkip
wawancara dengan narasumber atau informan.
2. Informan (Narasumber)
Informan yaitu seseorang yang dipandang mengetahui permasalahan yang
akan dikaji oleh peneliti dan bersedia untuk memberikan informasi kepada
peneliti. Informan dalam penelitian ini adalah penulis yaitu guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu Drs.
Supriyanto, Siti Fadilah, S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1
Mayong, Mursidah, S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia SMA Muhammadiyah
2 Sragen, Drs. Dasiman dan Dra. Sri Yuniati selaku guru Bahasa Indonesia
Sma Negeri Pecangaan serta Hudayya dan Yudhi Heru Wibowo selaku
sastrawan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Analisis isi dokumen (content analysis)
Analisis isi digunakan untuk mengungkapkan keterjalinan antarunsur
struktur yang terdapat di puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik
karya Irwan Dwi Kustanto, Siti Atmamiah, Zeffa Yurihana.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan penulis, guru SMA dan dosen. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui relevansi penelitian ini di dalam dunia
pendidikan khususnya pengajaran puisi. Wawancara dilakukan dengan Drs.
41
Supriyanto, Siti Fadilah, S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1
Mayong, Mursidah, S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia SMA Muhammadiyah
2 Sragen, Drs. Dasiman dan Dra. Sri Yuniati selaku guru Bahasa Indonesia
Sma Negeri Pecangaan serta Hudayya dan Yudhi Heru Wibowo selaku
sastrawan
3. Pengumpulan Data
Mengumpulkan segenap data yang berkaitan dengan buku Angin pun
Berbisik dan pengarangnya.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling atau teknik pengambilan data berdasarkan tujuan tertentu, yaitu
mengambil puisi-puisi Siti Atmamiah yang memungkinkan penerapan teori yang
ada dan sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan teori yang menjelaskan
tentang kaidah-kaidah pengembangan materi ajar puisi, diambil beberapa puisi
Siti Atmamiah yang dapat digunakan sebagai alternatif materi ajar. Berikut adalah
judul puisi yang dianalisis dalam penelitian ini:
1. Aku Hanya Anak Kecil, Mama 2. Cinta yang Bergenap 3. Ibu 1 4. Ibu 2 5. Jakarta
6. Jatuh Cinta 7. Rahasia 1 8. Rahasia 2 9. Rindu 1 10. Sepi
F. Validitas Data
Guna menjamin validitas data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, maka
validitas data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Penelitian ini
menggunakan triangulasi teori dan triangulasi sumber. Peneliti menggunakan
triangulasi tersebut karena jenis triangulasi itulah yang diperlukan dalam
penelitian pustaka. Triangulasi teori digunakan dengan cara rujuk silang antar
teori (teori satu dengan yang lain) untuk mendapatkan teori yang benar-benar
terpercaya agar dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian, sebagai contoh
peneliti menggunakan teori Suwardi Endraswara, Atar Semi, serta Dick Hartoko
42
dan B. Rahmanto untuk memvalidasi struktur puisi dari kumpulan puisi Siti
Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik. Triangulasi yang berikutnya yaitu
triangulasi sumber. Triangulasi ini menggunakan hasil wawancara dengan
informan atau narasumber untuk memvalidasi relevansi kumpulan puisi Siti
Atmamiah sebagai alternatif materi ajar.
G. Teknik Analisis Data
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan mengklarifikasi data berdasarkan
permasalahan yang dikaji. Data dokumen yang diambil berupa puisi-puisi
yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah. Data informan berupa
transkip wawancara dari beberapa informan, yaitu wawancara dengan Drs.
Supriyanto, Siti Fadilah, S.Pd., Mursidah, S.Pd., Drs. Dasiman, Dra Sri
Yuniati, Hudayya, dan Yudhi Heru Wibowo.
Data yang telah terkumpul kemudian direduksi. Data ini memberikan
gambaran yang jelas mengenai permasalahan struktur puisi kumpulan puisi
Siti Atmamiah serta mempermudah untuk mencari kembali data yang
diperoleh sewaktu-waktu.
2. Penyajian Data
Menyusun data yang telah direduksi yaitu mengenai permasalahan struktur
kumpulan puisi Siti Atmamiah secara teratur dan terperinci. Susunan atau
sajian data ini mengacu pada rumusan masalah sehingga narasi yang tersaji
merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan
menjawab pertanyaan yang ada.
3. Penyimpulan Data
Penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang terdapat
dalam reduksi data dan penyajian data. Setelah peneliti melakukan seleksi
data, klarifikasi dan analisis tentang struktur kumpulan puisi Siti Atmamiah
dan relevansinya sebagai alternatif materi ajar bahasa Indonesia di SMA
kemudian peneliti menarik kesimpulan dari data tersebut.
43
Proses analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan
dilakukan terus menerus di dalam proses pelaksanaan pengumpulan data. Berikut
gambar model analisis jalinan.
Gambar 3. Model Analisis Jalinan
Penarikan Simpulan/Verifikasi
Sajian Data
Reduksi Data
Penulisan Laporan Pengumpulan Data
(Sutopo, 2002: 95)
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Puisi Siti Atmamiah
Siti Atmamiah (selanjutnya disebut Mia) lahir di Tulungagung, Jawa Timur
pada tanggal 16 Mei 1966. Selama menjadi santri di pesantren Muntilan, ia
banyak menulis puisi. Beberapa hasil karyanya dimuat dalam surat kabar lokal
(Yogyakarta, Solo) dan majalah. Mia juga pernah menjadi penulis lepas dan
jurnalis di majalah Estafet.
Mia memang memiliki latar belakang menyenangi puisi. Ia sering membantu
membacakan buku bagi Irwan (suaminya) ketika mereka masih kuliah di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kesenangan Mia pada puisi
membuat Irwan menorehkan kata-kata puitis sebagai bagian dari pendekatannya
kepada Mia. Lembar-lembar puitis ini ternyata disimpan Mia dengan sangat rapi
sehingga ikut mewarnai isi buku antologi puisi Angin pun Berbisik.
Mia sebagai istri sangat erat menyiratkan empati dan kemampuannya
memahami suara-suara di sekelilingnya, suara suami dan suara anaknya.
Kesabaran dalam menghadapi proses kehidupan terbayang tegas dalam untaian
puisinya. Ketika kesehatan anak dan keperluan karier suami harus
membentangkan jarak di antara keluarga, maka kata-kata puitis menjadi wacana
komunikasi di antara mereka. Semua terkumpulkan dari lembar-lembar surat,
potongan isi SMS, catatan komputer maupun isi buku harian, dan terciptalah
komunikasi cinta mereka. Jarak Jakarta dan Tulungagung tidak menjadi pemecah
keharmonisan melainkan menjadi jalinan kasih kelurga mereka.
Mia mengungkapkan semua perasaannya dengan kata, simbol, bunyi,
dan asosiasi yang menarik pembaca masuk dalam puisi-puisinya tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Mohammad Sobary (dalam Irwan Dwi
Kustanto dkk., 2008: v) menyatakan bahwa puisi-puisi Siti Atmamiah di
dalamnya terdapat kenikmatan bunyi, simbol, yang mengikat dan
mempertautkan pembaca dengan perasaan dan pengalaman masa lalunya.
Kata, simbol, bunyi, dan asosiasi seolah berloncatan secara dinamik dalam
42
45
dunia yang tak kasat mata. Hal ini dapat dilihat dalam puisinya yang
berjudul Ibu 1, yaitu:
Ibu, Kupinjam surgamu Melebur legam tubuhku (APB: 112)
Mia menyampaikan kepada pembaca makna simbolik Ibu sebagai
pemilik atau pembawa surga sebagaimana diketahui adanya ungkapan surga
di bawah telapak kaki ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat Jamal D. Rahman
(2008) yang mengatakan bahwa puisi-puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin
pun Berbisik lahir dari sebuah proses yang mengharukan. Ditulis dengan
ekspresif, sarat dengan perasaan, dan penuh dengan simbol yang sekaligus
dokumentasi pasang-surut cinta, rindu, cemburu, kesedihan, dan
kebahagiaan dalam hubungan suami-istri dan ayah-ibu-anak.
B. Analisis Data Dan Pembahasan
Kumpulan puisi yang dianalisis adalah kumpulan puisi Siti Atmamiah yang
terdapat dalam buku Angin pun Berbisik karya Irwan Dwi Kustanto, Siti
Atmamiah, dan Zeffa Yurihana. Kumpulan puisi tersebut dianalisis tentang
struktur atau unsur-unsur yang membangunnya. Penelitian ini juga membahas
tentang relevansi kumpulan puisi Siti Atmamiah sebagai alternatif materi ajar
bahasa Indonesia di SMA. Analisis data selengkapnya dapat dilihat dari paparan
berikut ini :
1. Nilai Struktural yang Terkandung dalam Kumpulan Puisi Siti Atmamiah
dalam buku Angin pun Berbisik.
Unsur-unsur yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah saling terkait
satu dengan yang lain. Keterkaitan ini bersifat saling membangun untuk
membentuk keutuhan puisi. Berikut ini hasil penelitian struktural kumpulan puisi
Siti Atmamiah.
a. Diksi
46
Diksi yang digunakan penyair untuk memperindah puisinya secara umum
dilakukan dengan mengulang kata di beberapa baris. Pengulangan kata
sebagai diksi yang dilakukan oleh penyair digunakan untuk menyatakan
tentang tema dan perasaan penyair kepada pembaca. Pengulangan ini terdapat
dalam beberapa puisi termasuk puisi-puisi yang dikaji dalam penelitian ini,
yaitu dalam puisi Aku hanya Anak Kecil Mama, Cinta yang Bergenap, Ibu 2,
Jakarta, dan Rindu 1. Pengulangan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut
ini:
Aku hanya bisa menangis Aku hanya anak kecil mama Aku bukan penjahat Aku hanya ingin tahu (APB: 107)
Penyair dalam kutipan (Aku hanya Anak Kecil Mama) di atas melakukan
pengulangan kata Aku di awal kalimat. Pengulangan ini selain menimbulkan
ritme dan rima dalam pelafalan puisi juga mengungkapkan tema dan perasaan
penyair kepada pembaca. Pengulangan kata aku dan ku di hampir semua baris
sangat menyiratkan perasaan yang dimiliki oleh penyair.
Akulah hanya anak kecil, mama Kaki-kakiku kecil Tanganku kecil, tubuhku juga kecil Terkadang aku nakal dan membuatmu tak bisa menahan marah Memukul, mencubit, berkata keras dan bahkan membentak (APB: 107)
Penyair berhasil memberikan sugesti kepada pembaca untuk merasakan
perasaannya dengan pilihan katanya yang menekankan subjek masalah.
Pemilihan kata aku dan ku di atas menunjukkan inti permasalahan atau tema,
yaitu tentang perasaan aku yang sangat mencintai ibunya. Hal ini juga
terdapat dalam baris ke 10 dan 11, yaitu:
Ingin mencoba Ingin belajar mengerti (APB: 107)
Pengulangan kata ingin dan penempatan letaknya digunakan penyair
untuk menunjukkan dan menyampaikan perasaannya kepada pembaca.
47
Pengulangan ini memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut merasakan
keinginan yang dimilikinya. Diksi yang sama juga terdapat dalam puisi Cinta
yang Bergenap, yaitu:
Kau bisikkan, dan Kau lukiskan (APB: 108)
Penyair mengulang kata Kau untuk memberikan gambaran kepada kita
kesungguhan dari kau, dalam hal ini suaminya. Dia berusaha memberikan
semua kebahagiaan kepada penyair, baik lahir maupun batin. Akan tetapi
kebahagiaan itu dirasa masih kurang tanpa kehadiran seorang anak.
Perasaan yang dimiliki penyair diungkapkan dengan pengulangan seperti
yang telah disebutkan di atas. Diksi ini mengajak pembaca untuk ikut
merasakan perasaan dari penyair, seperti yang terdapat dalam puisi Ibu 2,
yaitu:
… Ibu Terlelap aku di sisimu Menanti tetesan air susu … Ibu Kuhisap tetas demi tetes Darah mu … (APB: 113)
Kata Ibu sebagai subjek diletakkan di awal kalimat untuk menunjukkan
perasaan penyair kepada pembaca. Pengulangan ini memberikan sugesti
kepada pembaca untuk ikut merasakan perasaan dari penyair. Hal ini juga
terdapat dalam puisi yang berjudul Jakarta, yaitu:
Kutinggalkan engkau Ketika Mimpi tak lagi abadi
48
... Kutinggalkan engkau Selagi udara masih pagi ... Kutinggalkan engkau Sebab Langitmu tak lagi biru ... (APB: 115)
Pengulangan kalimat kutinggalkan engkau selain untuk mengungkapkan
tema dan perasaan penyair juga memiliki daya sugesti yang cukup besar dan
dapat mempengaruhi perasaan pembaca. Penyair mengulang kalimat tersebut
untuk menjelaskan alasannya meninggalkan Jakarta. Diksi yang sama juga
dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Kemarin engkau masih ada Menyeduhkan teh panas untukku Asap yang mengepul … Kemarin engkau masih di sini Membacakanku sajak para pujangga Bersenandung dan bernyanyi Hingga malam datang … Kemarin masih kudengar suaramu Lembut menggubah kidung Hingga semai ... (APB: 126)
Pengulangan kata kemarin pada setiap awal bait dalam puisi Rindu 1 yang
dapat dilihat dalam kutipan di atas memberikan sugesti kepada pembaca
untuk merasakan kepergian dari suami penyair. Pengulangan ini juga
menguatkan atau menegaskan tentang tema puisi.
Berdasarkan pemaparan di atas, diksi yang digunakan penyair yaitu
dengan melakukan pengulangan kata yang bertujuan untuk menyatakan tema
49
dan mengungkapkan perasaan penyair kepada pembaca. Diksi ini
menimbulkan ritme dan rima dalam pelafalan puisi. Penyair melalui diksinya
juga memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut merasakan perasaan
yang sedang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo
(2005 : 77) yang menyatakan bahwa ketepatan pilihan dan ketepatan
penempatan kata seolah-olah memancarkan daya gaib yang mampu
memberikan sugesti kepada pembaca untuk merasakan kesedihan, terharu,
bersemangat, marah, dan sebagainya yang dimiliki oleh penyair. Hal senada
juga diungkapkan oleh Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001: 35) yang
menyatakan bahwa diksi mempunyai peranan penting dan utama untuk
mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra, salah satunya yaitu
penyampaian makna dan isi dari puisi.
Diksi lain yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah yaitu
pemakain kata konotasi. Konotasi ini berupa asosiasi atau perlambangan
sesuatu hal. Pemakaian konotasi terdapat dalam beberapa puisi, yaitu puisi
yang berjudul Aku hanya Anak Kecil Mama, Ibu 1, Ibu 2, Jakarta, dan
Rahasia 2. Konotasi tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Yang baru saja keluar Dari rahimmu (APB: 107)
Kalimat yang baru keluar dari rahimmu dalam kutipan di atas (Aku hanya
Anak Kecil Mama) secara konseptual bermakna keluar atau muncul dari
rahim. Akan tetapi dalam hal ini kalimat tersebut mempunyai konotasi yang
bersifat umum yaitu lahir atau kelahiran.
Pemakain konotasi yang lain juga terdapat dalam puisi Ibu 1, yaitu:
Aku sudah di depan pintu Saat keringat membanjiri seluruh tubuhmu (APB: 111)
Makna kalimat aku sudah di depan pintu dalam kutipan di atas adalah
bayi yang telah lahir. Konotasi yang lain juga ditemukan dalam baris
berikutnya, yaitu:
Ibu
50
Ku pinjam surgamu Melebur legam tubuhku (APB: 112)
Kata-kata yang bermakna konotasi dapat dilihat dari kutipan di atas. Ku
pinjam surgamu bukan berarti meminjam surga yang dimiliki ibu tetapi
ucapan terima kasih kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat hingga
besar, karena ada pepatah yang mengatakan surga berada di bawah telapak
kaki ibu.
Pemilihan kata konotasi ini juga terdapat dalam puisi Ibu 2. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Ibu Kuhisap tetes demi tetes Darahmu (APB: 113)
Kutipan di atas bukan berarti Aku menghisap darah ibunya tetes demi tetes
melainkan asosiasi dari minum ASI. Konotasi seperti ini juga terdapat dalam
puisi yang berjudul Rahasia 1, yaitu:
Awan mengarak burung saat kehabisan dahan Bulan yang terluka Kecipak air muara (APB: 125)
Kutipan di atas menggunakan konotasi yang berbentuk lambang. Penyair
menggambarkan tentang siklus yang terjadi di alam. Awan mengarak burung
saat kehabisan dahan mempunyai arti migrasi populasi burung yaitu
berpindah dari tempat yang mempunyai musim gugur menuju tempat yang
mempunyai musim semi untuk mencari makan. Bulan sabit diibaratkan bulan
yang terluka dan disaat itu terjadi kecipak air muara yaitu terjadinya pasang
air laut.
Penyair berdasarkan analisis di atas menggunakan diksi yang berbentuk
konotasi dalam puisinya. Konotasi ini berbentuk perlambangan yang
bertujuan untuk memperindah puisinya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Herman J. Waluyo (2005: 4) yang menyatakan bahwa dalam puisi banyak
digunakan lambang yaitu penggantian suatu hal/benda dengan hal/benda lain.
51
Pendapat ini juga diperkuat oleh Rachmat Djoko Pradopo (1997: 59) yang
menyatakan bahwa konotasi merupakan kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan
yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan.
Diksi yang lain yang digunakan oleh penyair dalam puisinya yaitu urutan
kata. Penyair menyusun kata-kata yang telah dipilihnya untuk menjadi satu
kesatuan yang utuh. Diksi ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kau bisikkan Di telingaku Tentang danau biru Indah anyelir oranye (APB: 108)
Susunan kata-kata indah anyelir oranye dalam kutipan puisi Cinta yang
Bergenap di atas tidak dapat diubah meskipun perubahan itu tidak mengubah
maknanya. Apabila diubah susunannya keharmonisan antarbunyi yang
terdapat di dalamnya juga akan terganggu karena susunan kata tersebut
menimbulkan efek psikologis. Apabila kalimat indah anyelir oranye diubah
menjadi anyelir oranye indah maka nada pengungkapan imaji yang dibentuk
oleh penyair akan berkurang.
Penyair menggunakan urutan kata yang menggambarkan perasaannya.
Urutan kata ini menyiratkan nada dan tema dari puisinya. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan puisi yang berjudul Jatuh Cinta berikut ini:
Mataku yang luka Rindukan nyanyian fajar Bumi terasa hangat (APB: 116)
Susunan kata-kata di atas tidak dapat diubah meskipun tidak mengubah
makna. Apabila kalimat rindukan nyanyian fajar diubah menjadi nyanyian
fajar rindukan, maka keharmonisan bunyi yang ditimbulkan menjadi
berkurang.
Diksi yang berupa urutan kata ini digunakan penyair untuk
mengungkapkan perasaannya ke dalam puisi. Urutan kata ini membentuk satu
keutuhan makna yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Herman J. Waluyo (2005: 75) yang menyatakan bahwa dalam puisi urutan
52
kata bersifat beku, artinya urutan itu tidak dapat dipindah-pindahkan
tempatnya meskipun maknanya tidak berubah oleh perpindahan tempat itu.
b. Imaji
Imaji dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah ada beberapa macam, yaitu
imaji auditif, imaji visual, dan imaji penciuman. Imaji-imaji ini dibentuk oleh
diksi yang digunakan oleh penyair. Imaji ini terdapat di setiap puisi, Penyair
mengajak pembaca mendengar, melihat, dan merasakan yang dirasakannya.
Imaji-imaji tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Kau bisikkan Di telingaku (APB: 108)
Kutipan dari puisi Cinta yang Bergenap di atas menggunakan imaji
auditif. Melalui pilihan katanya penyair mengajak pembaca untuk
mendengarkan bisikan yang dia dengar dari suaminya. Imaji auditif ini juga
terdapat dalam puisi Ibu 1, yaitu:
Lalu aku menjerit (APB: 111)
Penyair dalam kutipan tersebut mengajak pembaca ikut mendengarkan
jeritan yang terjadi. Jeritan ini adalah tangis bayi yang baru saja lahir. Baris
berikutnya kata-kata Pada puisi yang berjudul Ibu 2 penyair juga membuat
imaji auditif dalam angan pembaca tentang tangis bayi, yaitu:
Dan subuh itu Lengking tangisku menggema Membelah doa-doa (APB: 113)
Penyair dalam kutipan di atas seperti halnya dalam kutipan sebelumnya
mengajak pembaca ikut mendengarkan lengking tangisku menggema yaitu
tangis bayi yang baru saja lahir. Membelah doa-doa yaitu menangis diantara
doa para orang tua yang sedang menanti kelahiran aku dalam hal ini bayi
yang baru saja lahir tersebut.
53
Imaji auditif yang lain terdapat dalam puisi yang berjudul Jatuh Cinta.
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Bumi terasa hangat Meski sengatnya begitu terasa Adakah yang lebih indah dari suaramu? (APB: 116)
Penyair melalui diksinya berhasil mengajak pembaca untuk ikut
mendengarkan suara dari orang yang dicintainya. Diksi atau pilihan kata yang
digunakannnya mampu membangkitkan imajinasi dalam benak pembaca.
Pembentukan imajinasi ini terdapat dalam puisi penyair yang lain, yaitu puisi
Rahasia 2.
... Kecipak air muara ... (APB: 125)
Penyair dalam kutipan di atas memberikan gambaran tentang kecipak air
muara. Melalui kata-katanya penyair mengajak pembaca untuk ikut
mendengarkan suara air yang didengarkannya.
Imaji lain yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah adalah
imaji penciuman. Imaji ini hanya terdapat di puisi yang berjudul Aku hanya
Anak Kecil Mama. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Aku hanya anak kecil mama Yang baru saja keluar Dari rahimmu Sementara wangi ketuban belum hilang dari ruang di tubuhku (APB: 107)
Penyair dalam kutipan di atas menceritakan tentang Aku yang baru belum
lama lahir di dunia ini. Hal tersebut diungkapkan dengan kalimat Sementara
wangi ketuban belum hilang dari ruang di tubuhku. Pembaca seolah diajak
untuk mencium aroma ketuban yang masih ada di tubuhnya.
Imaji yang terakhir adalah imaji visual. Imaji ini merupakan imaji yang
paling banyak dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah. Imaji ini terdapat di
hampir semua puisi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Akulah hanya anak kecil, mama
54
Kaki-kakiku kecil Tanganku kecil, tubuhku juga kecil Terkadang aku nakal dan membuatmu tak bisa menahan marah Memukul, mencubit, berkata keras dan bahkan membentak (APB: 107)
Melalui kata-kata dalam kutipan di atas pembaca diajak untuk
membayangkan fisik dan sifat serta tingkah laku anak kecil yang diceritakan
oleh Penyair. Penyair menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan
menggunakan pilihan kata yang dapat menggambarkan apa yang dilihatnya.
Imaji visual lain terdapat dalam puisi yang berjudul Cinta yang Bergenap,
yaitu:
Tentang danau biru Indah anyelir oranye (APB: 108)
Penyair dalam kutipan di atas menggunakan imaji visual untuk meanrik
minat pembaca. Pembaca diajak untuk menggambarkan tentang apa yang
dilihatnya. Tentang danau yang airnya berwarna biru dan indahnya anyelir
yang berwarna oranye. Imaji ini juga terdapat pada baris yang lain.
Kau lukiskan Bulan yang tersamar Tersaput mega-mega (APB: 108)
Pada baris tersebut, kata-kata yang dipilih penyair menimbulkan imaji di
angan pembaca. Penyair mengajak pembaca untuk melihat bulan yang terlihat
samar-samar karena tertutup awan.
Puisi yang berjudul Ibu 1 dan Ibu 2 di dalamnya juga terdapat imaji
visual. Imaji dalam kedua puisi ini tidak berbeda jauh yaitu tentang kelahiran
dan bayi. Penyair memberikan gambaran visual kepada pembaca agar
pembaca juga melihat yang dilihat oleh penyair. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut:
Bermandikan air ketuban Aku sudah didepan pintu Saat keringat membanjiri seluruh tubuhmu (APB: 111)
55
Di belahan dadamu (APB: 113) Terlelap aku di sisimu Menanti tetesan air susu Yang mengalir dari putingmu (APB: 113)
Imaji visual terdapat dalam kutipan di atas. Penyair mengajak pembaca
untuk ikut melihat kejadian yang diceritakannya melalui puisi. Bermandikan
air ketuban aku sudah di depan pintu bermakna bayi yang baru saja lahir.
Penyair juga mengajak pembaca melihat kondisi ibu yang baru saja
melahirkan seorang bayi, yaitu melalui kata-katanya saat keringat membanjiri
seluruh tubuhmu. Pada kutipan berikutnya pembaca diajak penyair untuk
membayangkan bayi di belahan dadamu yaitu di pelukan seorang ibu.
Kemudian di kutipan yang terakhir, penyair mengajak pembaca untuk melihat
bayi yaitu aku sedang tertidur dan menanti ibunya untuk menyusuinya.
Imaji visual yang lain terbentuk dari diksi yang digunakan oleh penyair,
yaitu penggunaan konotasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kutinggalkan engkau Ketika Mimpi tak lagi abadi Jejak kaki Masih tersimpan rapi (APB: 115)
Melalui kutipan puisi yang berjudul Jakarta di atas pembaca diajak
seolah-olah melihat atau menggambarkan ketika mimpi tak lagi abadi yaitu
ketika orang-orang sudah terbangun tetapi jejak kaki masih tersimpan rapi,
mereka belum melakukan aktivitas di pagi hari. Begitulah keadaan ketika
penyair meninggalkan Jakarta. Imaji visual juga terdapat dalam bait
berikutnya.
Kutinggalkan engkau Selagi udara masih pagi Selagi embun menyentuh jemari (APB: 115)
56
Kutipan di atas merupakan penjelas dari bait sebelumnya. Penyair masih
menceritakan Jakarta selagi udara masih pagi yaitu ketika pagi hari dan
selagi embun menyentuh jemari yaitu disaat masih ada embun pagi. Imaji
visual yang lain juga dimunculkan penyair melalui kata-katanya dalam bait
terakhir. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Langitmu tak lagi biru Diaduk asap dan debu (APB: 115)
Penyair dalam kutipan tersebut menggambarkan keadaan udara Jakarta
yang sudah terkena polusi. Melalui kata-katanya tersebut pembaca secara
tidak langsung ikut melihat polusi. Asap dan debu dari kendaraan sudah
memenuhi udara di Jakarta.
Keagungan Tuhan juga diungkapkan penyair dalam puisinya yang
berjudul Rahasia 1 dan Rahasia 2 dengan menggunakan imaji visual. Penyair
memberikan gambaran visual ke dalam benak pembaca dengan diksi atau
pilihan kata yang tepat. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Datang dan pergi Tentang laut biru Tentang langit (APB: 124)
Penyair melalui kata-katanya mengajak pembaca untuk ikut
menggambarkan apa yang bayangkan olehnya. Pembaca setelah membaca
puisi ini akan membayangkan laut yang airnya berwarna biru dan warna
langit. Penyair juga mengungkapkan tentang keadaan saat itu pada baris
berikutnya.
Bersepuh matahari senja Awan yang keperakan (APB: 124)
Kutipan di atas mengungkapkan tentang keadaan sore hari. Di saat langit
bersepuh matahari senja yaitu ketika matahari terbenam dan cahaya matahari
menghiasai langit sehingga menyebabkan warna awan yang keperakan.
Laut melumat pasir saat gelombang pasang Awan mengarak burung saat kehabisan dahan
57
Bulan yang terluka (APB: 125)
Meskipun menggunakan makna kias, pembaca dapat melihat apa yang
dilihat penyair. Pembaca dapat melihat deburan ombak yang terjadi di pantai
pada saat air laut sedang pasang dan melihat kawanan burung yang sedang
migrasi karena musim kemarau. Pembaca juga diajak menggambarkan bulan
sabit yang diungkapkan dengan kata-kata bulan yang terluka oleh penyair.
Berdasarkan analisis di atas imaji yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti
Atmamiah timbul karena penggunaan diksi yang dilakukan oleh penyair.
Imaji-imaji tersebut yaitu imaji auditif, imaji visual, dan imaji penciuman.
Penyair mengungkapkan pengalaman sensoris yang dimilikinya dengan
menggunakan diksi atau pilihan kata yang menimbulkan gambaran dalam
angan-angan atau benak pembaca. Peran dari imaji ini diungkapkan oleh
Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001: 35) yaitu untuk memberi
gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup (lebih
hidup) gambaran dalam pengindraan, untuk menarik perhatian, memberi
kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran angan-
angan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lusfian Lastokim (2008) yang
menyatakan bahwa imaji merupakan susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Pengalam indrawi yang dialami oleh penyair diungkapkan dengan
pilihan kata yang mampu menciptakan imaji kepada pembaca. Hal ini
dipertegas dengan pendapat Herman J. Waluyo (2005: 10) yang menyatakan
bahwa imaji yaitu berupa kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris seperti melihat, mendengar dan
merasakan.
c. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif yang digunakan penyair dalam puisi-puisinya digunakan
untuk menperindah dan menghidupkan puisinya. Hal ini dapat dilihat dari
penggunaan bahasa figuratif oleh penyair. Bahasa figuratif yang digunakan
yaitu personifikasi, hiperbola, anaphora, inversi, dan alegori.
58
Penyair menghidupkan puisinya dengan menggunakan bahasa figuratif
personifikasi. Penyair memasukkan sifat insani atau sifat-sifat makhluk hidup
ke dalam benda mati. Bahasa figuratif ini terdapat hampir di semua puisi. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kau biarkan rahimmu mengekapka 9 bulan 10 matahari (APB: 111)
Penyair dalam kutipan (Ibu 1) di atas memasukkan sifat makhluk hidup
ke dalam benda mati. Rahim seolah-olah dapat mengekap seorang bayi
seperti halnya yang dilakukan makhluk hidup, dalam hal ini manusia. Baris
berikutnya juga menggunakan personifikasi, yaitu:
Aliran darah menggenapkan tulang dan dagingku Satu persatu (APB: 111)
Menggenapkan sifat manusia yang dimasukkan penyair ke dalam benda
mati, yaitu aliran darah. Seolah-olah aliran darah dapat menggenapkan tubuh
manusia.
Personifikasi yang lain terdapat dalam puisi yang berjudul Ibu 2. Penyair
menghidupkan puisinya dengan menceritakan proses kelahiran bayi
menggunakan personifikasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut:
Lengking tangisku menggema Membelah doa-doa (APB: 113)
Penyair menggunakan bahasa figuratif personifikasi untuk membuat
seakan-akan suara tangisan dapat membelah doa-doa yang diucapkan ketika
seorang bayi lahir. Membelah adalah sifat yang hanya dapat dilakukan oleh
makhluk hidup atau manusia. Bahasa figuratif ini juga terdapat dalam puisi
yang berjudul Jakarta, yaitu:
Langitmu tak lagi biru Diaduk asa dan debu {APB: 115)
59
Penyair dalam kutipan di atas menyebutkan bahwa asap dan debu sebagai
benda mati dapat mengaduk seperti halnya yang dilakukan manusia atau
makhluk hidup. Bahasa figuratif ini menyebabkan puisi menjadi lebih hidup.
Hal ini juga terdapat dalam baris yang lain di puisi yang sama, yaitu:
Selagi udara masih pagi Selagi embun menyentuh jemari (APB: 115)
Penyair menghidupkan puisinya dengan memberikan sentuhan insani
kepada benda mati. Penyair menceritakan kepergiannya dari Jakarta selagi
embun menyentuh jemari yaitu di pagi hari di saat masih ada embun pagi.
Embun dalam kutipan di atas diungkapkan oleh penyair dapat menyentuh
jemari. Hal ini juga terdapat dalam puisi yang lain, yaitu dalam puisi Rahasia
2 dan Rindu 1.
Saat sentuhan angin Tubuhku menjadi dingin (APB: 124)
Melembabkan angin yang berlari (APB: 126)
Penyair seperti halnya kutipan sebelumnya menggunakan bahasa figuratif
personifikasi untuk mengungkap saat hembusan angin yaitu hembusan angin
yang dia rasakan. Perasaan ini diungkapkan dengan memberikan sifat
makhluk hidup kepada benda mati atau abstrak, yaitu angin dapat melakukan
sentuhan seperti halnya yang dilakukan oleh manusia. Kutipan berikutnya
penyair juga memberikan sifat makhluk hidup kepada angin. Angin yang
berhembus dengan kencang digambarkan oleh penyair dengan angin yang
berlari.
Puisi Jatuh Cinta merupakan puisi yang singkat karena hanya terdiri
dalam enam baris. Akan tetapi penyair selain menggunakan diksi juga
menggunakan bahasa figuratif personifikasi untuk menghidupkan puisinya.
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Mataku yang luka Ridukan nyanyian fajar
60
(APB: 116)
Penyair dalam kutipan di atas membandingkan benda yang tidak
bernyawa seolah-olah dapat bertindak seperti manusia atau memiliki sifat-
sifat benda hidup. Penyair menggambarkan seolah-olah fajar dapat bernyanyi
seperti halnya yang dilakukan manusia.
Personifikasi paling banyak terdapat dalam puisi yang berjudul Rahasia 2.
Penyair menggunakan personifikasi untuk mengungkapkan keagungan
Tuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Laut melumat pasir saat gelombang pasang (APB: 125)
Kutipan di atas menunjukkan penyair memberikan sifat insani atau
makhluk hidup kepada benda mati. Laut dapat melumat seperti halnya yang
dilakukan manusia. Beberapa baris berikutnya juga menggunakan bahasa
figuratif yang sama.
Awan mengarak burung saat kehabisan dahan (APB: 125)
Awan digambarkan penyair seolah-olah dapat mengarak sekawanan
burung untuk bermigrasi. Migrasi ini dilakukan saat kehabisan dahan yaitu
saat musim gugur atau musim kemarau. Penggunaan personifikasi yang
berikutnya yaitu terdapat dalam kutipan berikut ini :
Bulan yang terluka (APB: 125)
Bulan sabit diungkapkan penyair dengan asosiasi bulan yang terluka. Mia
memberikan sifat insani kepada bulan yaitu terluka. Sifat ini hanya dimiliki
oleh makhluk hidup.
Bahasa figuratif lain yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah
adalah inversi. Bahasa figuratif ini hanya terdapat dalam puisi yang berjudul
Ibu 2. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Merah tubuhku masih terbungkus Kain biru (APB: 113)
61
Penyair dalam kutipan di atas menempatkan kata sifat di depan kata
benda. Merah ditempatkan di depan tubuh. Kata merah inilah yang digunakan
penyair untuk menerangkan kata tubuh.
Hiperbola merupakan bahasa figuratif lain yang digunakan penyair untuk
menghidupkan puisinya selain personifikasi. Bahasa figuratif ini mempunyai
sifat membesar-besarkan sesuatu hal atau cenderung bombastis untuk
menarik minat pembaca. Ada beberapa puisi yang menggunakan hiperbola,
yaitu Cinta yang Bergenap, Ibu 1, Ibu 2, Rahasia 1, Sepi. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut:
Hingga kau sentuhkan jarimu menembus kulitku Aku merasa begitu genap Cinta telah menjadi cahaya (APB: 108)
Kata-kata penyair dalam kutipan di atas terlihat ada kesan sedikit dilebih-
lebihkan. Sentuhan sebuah jari yang dapat menembus kulit dan cinta yang
telah berubah menjadi cahaya. Hal ini juga terdapat dalam puisi Ibu 1, yaitu:
Lalu aku menjerit Bermandikan air ketuban Aku sudah di depan pintu Saat keringat membanjiri seluruh tubuhmu (APB: 111)
Penyair dalam kutipan tersebut melebih-lebihkan proses kelahirannya. Hal
ini dimaksudkan untuk menarik minat pembaca. Ketuban yang pecah ketika
Aku dalam hal ini penyair lahir diungkapkanya dengan kalimat bermandikan
air ketuban. Ibunya yang lelah setelah melahirkan diceritakan dengan kalimat
saat keringat membanjir tubuhmu. Proses kelahiran yang terkesan bombastis
ini juga terdapat dalam puisi Ibu 2, yaitu:
Lengking tangisku menggema (APB: 113)
Penyair dalam baris tersebut melebih-lebihkan suara tangis yang
menggema. Hal ini dimaksudkan agar menarik minat pembaca dan
62
menjadikan puisi ini lebih hidup. Hiperbola yang lain juga terdapat pada
beberapa baris yang lain.
Air mata ini tak kan terhenti Bila engkau masih berdiam diri (APB: 113)
Pengungkapan harapan ibu kepada anaknya diungkapkan penyair dengan
sedikit bombastis. Penyair dalam kutipan di atas bercerita bahwa ibu tak akan
berhenti menangis sebelum anaknya dapat hidup mandiri.
Hiperbola yang lain juga digunakan penyair dalam puisinya yang berjudul
Rahasia 1. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Tak peduli bila aku Terbang Menembus ruangMu Yang maha Segala (APB: 124)
Penyair dalam kutipan di atas menggunakan diksi dan bahasa figuratif
hiperbola untuk mengungkapkan persaan yang sedang dia rasakan. Penyair
ingin terbang menembus ruangMu, dia melebih-lebihkan kenyataan dengan
ingin terbang mencari ridho Tuhan. Hal inilah yang menarik minat dan
perhatian pembaca.
Bahasa figuratif terakhir yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti
Atmamiah adalah anafora. Anafora merupakan bahasa figuratif yang
mengulang kata di setiap awal baris. Pengulangan ini juga menimbulkan rima
yang teratur dalam beberapa puisi. Berikut kutipan puisi yang mengandung
anafora:
Aku hanya bisa menangis Aku hanya anak kecil mama Aku bukan penjahat Aku hanya ingin tahu (APB: 107)
Penyair dalam kutipan di atas yaitu dalam puisi Aku hanya Anak Kecil
Mama, melakukan pengulangan kata aku. Pengulangan ini dilakukan penyair
guna menyelaraskan bunyi dan melakukan penekanan maksud atau
63
permasalahan. Pengulangan kata juga dilakukan penyair pada baris
berikutnya.
Ingin mencoba Ingin belajar mengerti (APB: 107)
Penyair berusaha mengungkapkan keinginannya dengan mengulang kata
ingin. Pengulangan ini menguatkan keinginan penyair yang hendak
disampaikan kepada pembaca. Hal ini meneybabkan pembaca seolah-olah
juga ikut merasakan keinginan tersebut.
Anafora juga terdapat dalam puisi yang berjudul Jakarta. Penyair
membentuk rima yang teratur dalam puisi ini. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut:
Selagi udara masih pagi Selagi embun menyentuh jemari (APB: 115)
Kata selagi dalam kutipan di atas diulang pada baris berikutnya. Hal ini
dimaksudkan untuk menguatkan deskripsi penyair tentang kondisi ketika dia
meninggalkan Jakarta. Deskripsi seperti itu juga terdapat dalam puisi
Rahasia 1. Penyair mengungkapkan keagungan Tuhan dalam puisi ini.
Tentang laut biru Tentang langit (APB: 124)
Penyair dalam kutipan di atas melakukan pengulangan kata tentang pada
kalimat berikutnya. Pengulangan ini dimaksudkan untuk menegaskan tentang
perasaan yang dimilikinya. Penegasan perasaan seperti dalam kutipan di atas
juga terdapat dalam puisi Sepi, yaitu:
Tak ada kata Tak ada tawa (APB: 132)
Pengulangan kata tak di awal baris merupakan anafora yang terbentuk
karena diksi yang digunakan penyair. Anafora yang dibuat penyair
memberikan intonasi atau nada yang harmonis. Anafora ini juga terdapat
dalam bait berikutnya.
64
Tak ada langkah kaki Tak jua sentuhan jemari (APB: 132)
Pengulangan ini selain untuk menegaskan perasaan penyair juga
dimaksudkan untuk menarik perhatian pembaca. Keteraturan nada
menimbulkan keindahan dalam pelafalan puisi.
Berdasarkan analisis di atas, penggunaan bahasa figuratif yang digunakan
oleh penyair bertujuan untuk menghidupkan puisi-puisinya. Bahasa figuratif
ini timbul karena diksi yang digunakan penyair dan ada juga bahasa figuratif
yang menimbulkan rima dalam pelafalan puisi. Bahasa figuratif yang
digunakan yaitu personifikasi, inversi, hiperbola, dan anafora. Bahasa
figuratif ini dirasa efektif untuk mengungkapkan perasaan yang dimiliki
penyair. Hal ini sejalan dengan pendapat Fahd Djibran (2008: 78) yang
menyatakan bahwa puisi dikatakan berhasil apabila kata-kata yang digunakan
penyair berhasil mewakili perasaan dan gagasan yang ingin diungkapkan,
memiliki bahasa figuratif yang baik, dan mampu menghadirkan impresi yang
baik dalam benak pembaca. Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001: 35)
juga mempunyai pendapat yang sama bahwa bahasa figuratif dapat dipakai
untuk menghidupkan, mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan
yang diungkapkan penyair. Lusfian Lastokim (2008) juga menyatakan bahwa
bahasa figuratif dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu.
d. Ritme
Ritme yang digunakan penyair dalam kumpulan puisinya secara umum
merupakan pertentangan bunyi yang mengalun secara teratur. Perbedaan nada
pelafalan dari bait yang satu ke bait yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan puisi Cinta yang Bergenap berikut:
Kau bisikkan Di telingaku Tentang danau biru Indah anyelir oranye Aku tak percaya
65
Bagiku dunia tak diberi warna (APB: 108)
Melalui kutipan di atas dapat dilihat nada pembacaan puisi ini. Baris
terakhir, bagiku dunia tak diberi warna merupakan. penekanan terhadap
tema. Pada baris terakhir puisi ini dibaca dengan nada tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya irama yang menghasilkan ritme yang ritmis. Hal
serupa juga dapat dilihat kutipan berikut ini:
Kau lukiskan Bulan yang tersamar-samar Tersaput mega-mega Aku hanya diam Bagiku di atas sana tidak ada apa-apa (APB: 108)
Penekanan nada pembacaan juga terjadi pada baris terakhir. Penyair
mengungkapkan perasaannya yang hampa tanpa kehadiran anak, cintanya
yang belum sempurna dalam kalimat bagiku di atas sana tidak ada apa-apa.
Penekanan ini menimbulkan puisi seolah-olah bergelombang dan
menimbulkan ritme dalam pembacaannya.
Pola ritme yang sama juga terdapat dalm puisi Ibu 1. Penekanan dalam
puisi ini terjadi pada setengah bait terakhir. Penekanan yang terjadi dapat
dilihat mulai dari bait berikut:
Lalu aku menjerit Bermadikan air ketuban Aku sudah di depan pintu Saat keringat membanjiri sekujur tubuhku (APB: 111)
Penyair membagi puisi menjadi dua bagian nada. Nada rendah dan nada
tinggi. Nada-nada tersebut menyebabkan ritme dalam pemacaannya. Nada
rendah dimulai dari awal bait sampai bait di atas. Kemudian setelah bait
tersebut nada pembacaannya menjadi tinggi. Bait yang dimaksud yaitu:
Siapa aku ? Ibu Maafkan aku bila Pipimu renta …
66
(APB : 111)
Nada tinggi dimulai dari bait di atas. Penyair mempertanyakan dirinya
yang telah mendapatkan begitu banyak kasih sayang dari ibunya. Perasaan ini
penyair ungkapkan dengan kalimat siapa aku?.
Puisi Jatuh Cinta juga mempunyai ritme yang sama yaitu perbedaan nada
pelafalan dari bait yang satu ke bait yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut:
Bagiku matahari adalah legenda Meski sengatnya begitu teperasaan Adakah yang lebih indah dari suaramu? (APB: 116)
Baris terakhir yang dibuat oleh penyair dalam puisi Jatuh Cinta adalah
kalimat yang menyiratkan tema dari puisi ini. Kalimat tanya yang digunakan
menjadikan puisi ini mempunyai ritme yang tidak monoton atau cenderung
tidak datar.
Ritme lain yang terdapat kumpulan puisi Siti Atmamiah disebabkan oleh
diksi yang digunakan oleh penyair. Diksi ini berupa pengulangan kata di tiap-
tiap bait. Ritme ini terdapat di beberapa puisi, yaitu puisi Ibu 2, Jakarta,
Rindu 1, Sepi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Ibu Terlelap aku di sisimu Menanti tetesan air susu … Ibu Kuhisap tetas demi tetes Darah mu … (APB: 113)
Kata ibu dalam kutipan puisi Ibu 2 di atas selain digunakan penyair untuk
memberikan sugesti penghayatan makna puisi kepada pembaca juga
digunakan sebagai pengikat beberapa baris dalam puisi. Pengulangan kata ibu
ini menimbulkan penekanan yang menyebabkan terjadinya ritme.
Kutinggalkan engkau Ketika
67
Mimpi tak lagi abadi … Kutingalkan engkau Selagi udara masih pagi ... Kutinggalkan engkau Sebab Langitmu tak lagi biru ... (APB: 113-114)
Kalimat kutinggalkan engkau diletakkan di setiap awal bait untuk
memperjelas tema puisi. Pengulangan ini menyebabkan terjadinya penekanan
di setiap awal bait dan juga sebagai pengikat beberapa baris sehingga baris-
baris tersebut seolah bergelombang menimbulkan irama. Kalimat-kalimat
berikutnya hanya menjadi sebuah penjelas dari tema dengan nada rendah atau
datar. Ritme yang diakibatkan oleh diksi ini juga dapat dilihat dari kutipan
puisi Jakarta berikut:
Kemarin engkau masih ada Menyeduhkan teh panas untukku Asap yang mengepul … Kemarin engkau masih di sini Membacakanku sajak para pujangga Bersenandung dan bernyanyi Hingga malam datang … Kemarin masih kudengar suaramu Lembut menggubah kidung Hingga semai … (APB: 126)
Kata kemarin diletakkan di setiap awal bait untuk memperjelas tema puisi.
Pengulangan ini menyebabkan terjadinya penekanan di setiap awal bait dan
juga sebagai pengikat beberapa baris sehingga baris-baris tersebut seolah
bergelombang menimbulkan irama.. Kalimat-kalimat berikutnya hanya
menjadi sebuah penjelas dari tema dengan nada rendah atau datar.
68
Berdasarkan analisis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ritme dalam
kumpulan puisi Siti Atmamiah ditimbulkan oleh diksi yang digunakan
penyair. Diksi ini berupa pengulangan kata yang menyiratkan tentang tema
puisi. Pengulangan kata inilah yang mengikat beberapa baris berikutnya. Hal
inilah yang menimbulkan keras lembut dan tinggi rendah nada. Hal ini sesuai
dengan pendapat Herman J. Waluyo (2005: 12) yang menyatakan bahwa
ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
Beliau juga menjelaskan bahwa mulai puisi-puisi angkatan 45 irama sudah
diciptakan secara kreatif, artinya tidak hanya berupa pemotongan baris-baris
puisi menjadi dua frasa, namun dapat berupa pengulangan kata tertentu untuk
mengikat beberapa baris puisi. Hal ini senada dengan pendapat Hadi Sucipto
dkk (2008: 19) yang menyatakan bahwa ritme merupakan alunan yang terjadi
karena perulangan dan penggantian kesatuan bunyi dalam arus panjang
pendek bunyi, keras lembut tekan dan tinggi rendah nada. Agustinus Suyoto
(2005) menerangkan bahwa ritme disebabkan oleh pertentangan atau
pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
e. Rima
Kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik karya
Irwan Dwi Kustanto, Sitti Atmamiah, dan Zeffa Yurihana mempunyai
persamaan dalam hal rima. Pada umumnya puisi-puisinya menggunakan rima
akhir, tetapi ada juga puisi yang menggunakan rima lain.
Puisi Aku hanya Anak Kecil Mama menggunakan rima awal dan akhir
untuk memprindah bunyi puisi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Aku hanya bisa menangis Aku hanya anak kecil mama Aku bukan penjahat Aku hanya ingin tahu (APB: 107)
Pengulangan vocal a dalam kata aku dalam kutipan di atas diletakkan di
setiap awal baris. Pengulangan inilah yang menimbulkan rima dalam puisi ini
69
yang disebut dengan rima awal. Pengulangan vokal ini juga terjadi di baris
berikutnya, yaitu pengulangan vokal i pada kata ingin, yaitu:
Ingin mencoba Ingin belajar mengerti (APB: 107)
Pengulangan atau persamaan bunyi tidak hanya terdapat di awal kalimat.
Beberapa baris dalam puisi Aku hanya Anak Kecil Mama mempunyai
persamaan bunyi di akhir baris. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut
ini:
Ingin belajar mengerti Tentang isi semesta dengan caraku sendiri (APB: 107)
Persamaan bunyi vokal i terdapat dalam kutipan di atas di setiap akhir
baris. Persamaan bunyi inilah yang disebut rima akhir. Penyair menggunakan
rima ini untuk menegaskan permasalahan yang sedang dibicarakan.
Pengulangan ini juga terjadi di baris terakhir.
Aku hanya punya cita-cita dan mimpi, mama Membawamu pada surga tempat tumpahnya bahagia (APB: 107)
Persamaan bunyi vokal a di setiap akhir baris di atas bertujuan untuk
memudahkan pelafalan. Persamaan bunyi ini menimbulkan bunyi yang ritmis.
Hal inilah yang menjadi rima dalam puisi ini.
Rima akhir yang lain juga terdapat dalam puisi Cinta yang Bergenap. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Di telingaku Tentang danau biru (APB: 108)
Pengulangan vokal u dalam kutipan di atas menyebabkan puisi
mempunyai bunyi yang teratur. Pengulangan ini juga terjadi di beberapa baris
yang lain.
Tak kurang bagiku Karena risaumu menyempurnakan hidupku
70
(APB: 108)
Rima dari puisi ini membentuk sebuah nada yang harmonis. Nada ini
terlihat teratur dan menunjukkan makna dari tema dan perasaan penyair.
Pengulangan bunyi yang lain juga terdapat dalam puisi ini.
Aku tak percaya Bagiku dunia tak diberi warna (APB: 108)
Pengulangan vokal a terdapat dalam kutipan di atas. Pengulangan ini
bertujuan untuk memperindah puisi dan mengungkapkan tema dan perasaan
penyair.
Puisi Ibu 1 dan Ibu 2 adalah puisi yang paling banyak menggunakan rima
akhir. Rima akhir dalam puisi Ibu 1 dapat dilihat dari kutipan berikut:
Tubuhmu yang membawa tubuhmu Hanya terdengar sentuhan cintamu (APB: 111)
Pengulangan vokal u dalam kutipan di atas menyebabkan puisi
mempunyai bunyi yang teratur. Pengulangan ini juga terjadi di beberapa baris
yang lain.
Ibu Kupinjam surgamu Melebur legam tubuhku (APB: 112)
Rima akhir yang lain juga terdapat dalam puisi ini. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut ini:
Maafkan aku bila Pipimu renta Oleh air mata (APB: 111)
Pengulangan vokal a dalam kutipan di atas menimbulkan puisi
mempunyai intonasi yang beraturan. Pengulangan bunyi ini juga
dimaksudkan untuk memudahkan pelafalan di samping menegaskan tentang
tema dari puisi ini.
71
Rima akhir yang lain terdapat dalam puisi Ibu 2. Rima akhir ini seperti
halnya dalam puisi Ibu 1 digunakan untuk memperindah bunyi atau nada
puisi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Lengking tangisku mengema Membelah doa-doa (APB : 113)
Melalui kutipan di atas dapat dilihat penyair membentuk rima akhir dalam
puisinya dengan melakukan persamaan bunyi vokal a. Persamaan bunyi ini
dimaksudkan untuk memudahkan pelafalan. Persamaan bunyi vokal a juga
terdapat pada baris yang lain.
Air mata Engkau menangis dan berkata (APB: 113)
Persamaan bunyi yang lain juga terdapat dalam puisi ini, yaitu:
Di belahan dadamu Ibu Terlelap aku di sisimu Menanti tetesan air susu Yang mengalir dari putingmu Merah tubuhku masih terbungkus Kain biru (APB : 113)
Kutipan di atas mempunyai bunyi yang harmonis. Hal ini disebabkan
adanya rima akhir dalam kutipan tersebut. Persamaan bunyi akhir yaitu vokal
u menyebabkan puisi mempunyai bunyi-bunyi yang teratur dan harmonis.
Pengulangan vokal u yang lain yaitu:
Darahmu Waktu demi waktu Duduk dan bersimpuh (APB: 113)
Rima akhir yang berikutnya terdapat di baris terakhir puisi ini. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Air mata ini tak kan terhenti Bila engkau masih berdiam diri (APB: 113)
72
Persamaan bunyi vokal i menambah variasi rima akhir puisi ini.
Persamaan bunyi ini dimaksudkan penyair untuk menekankan perasaan yang
sedang dimiliki oleh ibu. Perasaan itu adalah keinginan agar anaknya dapat
hidup mandiri tidak hanya menggantungkan diri pada orang tua.
Rima akhir juga terdapat dalam puisi yang berjudul Jakarta. Rima ini
digunakan penyair untuk menimbulkan bunyi yang harmonis dan teratur
hingga dapat menarik minat pembaca, pendengar, dan penikmat puisi. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut :
Mimpi tak lagi abadi Jejak kaki Masih tersimpan rapi (APB: 115)
Kutipan dari bait pertama tersebut terdapat pengulangan bunyi vokal i di
tiap akhir baris. Pengulangan ini merupakan penjelas dari subjek puisi.
Pengulangan ini juga membuat puisi mempunyai nada yang harmonis. Rima
akhir juga terdapat di bait kedua, yaitu:
Selagi udara masih pagi Selagi embun menyentuh jemari (APB: 115)
Penyair membuat pengulangan vokal i pada dua bait tersebut agar
mempunyai nada yang teratur dan harmonis. Pengulangan yang lain terjadi di
bait ke tiga.
Langitmu tak lagi biru Diaduk asap dan debu Aku sudah tak punya waktu Untuk menunggu (APB: 115)
Rima yang dibentuk dari pengulangan bunyi vokal u pada bait tersebut
menyebabkan puisi mempunyai nada yang teratur. Pengulangan ini juga
menjadikan puisi mempunyai nada yang indah.
73
Pengulangan vokal i yang menyebabkan terjadinya persamaan bunyi di
akhir baris juga terdapat dalam puisi Sepi dan Rahasia 1. Hal tersebut adapat
dilihat dari kutipan berikut:
Tak ada langkah kaki Tak jua sentuhan jemari Bila kah engkau kembali? (APB : 132)
Mimpi-mimpi Datang dan pergi Membayang puisi (APB: 124)
Rima akhir dengan melakukan pengulangan vokal a terdapat di beberapa
puisi yang lain, yaitu puisi Jatuh Cinta, Rahasia 1, Rahasia 2, dan Sepi. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Bagiku matahari adalah legenda Meski sengatnya begitu terasa (APB: 116) Menanti datangnya titik cahaya Tuhan, Engkau begitu sempurna (APB: 124) Bulan yang terluka Kecipak air muara (APB: 125)
Menunggu hujan tiba Tak ada kata Tak ada tawa (APB: 132)
Penyair dalam kutipan di atas melakukan persamaan bunyi dengan
mengulang bunyi vokal a adalah untuk menegaskan tentang subjek yang
sedang dbicarakan. Pengulangan ini juga menegaskan tentang tema dari puisi
yang dibuatnya. Selain itu persamaan vokal ini di samping untuk
memudahkan pelafalan juga untuk membuat keritmisan bunyi dan
menyebabkan puisi menjadi lebih hidup dan bernuansa.
74
Rima yang lain yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah
adalah aliterasi dan disonansi. Rima ini terjadi karena pengulangan suku kata
antar baris. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Semoga dunia ini kekal Sebab kita telah setia (APB: 126)
Penempatan bunyi se pada awal baris dalam kutipan puisi Rindu 1 di atas
diulang pada baris berikutnya inilah yang disebut aliterasi. Penyair dengan
diksinya ini membentuk sebuah persamaan bunyi yang menimbulkan irama
dalam puisinya. Aliterasi yang lain tedapat pada baris berikutnya.
Menitip bayang-bayang Melembabkan angin yang berlari (APB: 126)
Persamaan bunyi ini sama seperti persamaan bunyi sebelumnya.
Pengulangan bunyi pada awal kata yaitu me digunakan untuk membentuk
irama dalam pelafalannya.
Rima yang lain yaitu disonansi juga terdapat dalam puisi yang berjudul
Rindu 1. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Hingga malam datang Menitip bayang-bayang (APB: 126)
Penyair dalam kutipan di atas mengulang ng agar menimbulkan kesan
keindahan bunyi pada pembacaan puisi ini. Hal ini dimaksudkan untuk
menarik minat pembaca, pendengar, dan penikmat puisi.
Berdasarkan analisis di atas, rima dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah
sebagian besar merupakan rima akhir. Akan tetapi dalam kumpulan puisi
tersebut terdapat rima yang lain, yaitu rima awal, aliterasi, dan disonansi.
Rima-rima ini dibentuk untuk membuat persamaan bunyi yang dapat
menimbulkan nada yang teratur dan harmonis. Baik rima akhir maupun rima
yang lain timbul karena penggunaan diksi yang dilakukan oleh penyair. Rima
ini juga menegaskan tentang tema dan perasaan penyair. Hal ini sesuai
dengan pendapat Herman J. Waluyo (2005: 7) yang menyatakan bahwa
75
pemilihan kata di dalam sebuah baris puisi maupun dari satu baris ke baris
lain mempertimbangkan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang
harmonis. Bunyi-bunyi yang berulang ini menciptakan konsentrasi dan
kekuatan bahasa atau sering disebut gaya gaib kata seperti dalam mantra. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo (1997: 22) yang
menyebutkan bahwa bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai
tugas yang lebih penting lagi, yaitu memperdalam ucapan, menimbulkan rasa,
dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang
khusus, dan sebagainya. Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001: 35)
menegaskan bahwa rima dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi dalam
baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga dalam
keseluruhan baris dan bait puisi.
f. Tema
Tema puisi dalam kumpulan puisi Siti Atamiah dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu percintaan dan ketuhanan. Akan tetapi juga terdapat
tema yang lain yaitu perpisahan. Puisi yang bertemakan percintaa yaitu puisi
Aku hanya Anak Kecil Mama, Cinta yang Bergenap, Ibu 1, Ibu 2, Jatuh
Cinta, Rindu 1, Sepi. Hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut.
Aku hanya Anak Kecil Mama
Tema atau gagasan pokok yang diangkat dalam puisi ini adalah tentang
percintaan, yaitu cinta anak kepada ibu. Penyair bercerita tentang kenakalan
yang dilakukan anak kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Aku hanyalah anak kecil, mama Kaki-kakiku kecil Tanganku, tubuhku juga kecil Terkadang aku nakal dan membuatmu tak bias menahan marah Memukul, mencubit, berkata keras dan bahkan membentak Aku hanya bisa menangis (APB: 107)
Tema dari puisi ini juga dapat dilihat dari kutipan berikut:
76
Aku hanya anak kecil mama Aku bukan penjahat Aku hanya ingin tahu Ingin mencoba Ingin belajar mengerti Tentang isi semesta dengan caraku sendiri (APB: 107)
Penyair menyatakan terkadang kenakalan anak kecil yang ingin mencoba
ingin belajar mengerti merupakan sebuah proses pembelajaran menuju
kedewasaan.
Cinta yang Bergenap
Tema yang diangkat dalam puisi Cinta yang Bergenap adalah tentang
cinta kasih dalam keluarga. Salah satunya yaitu bentuk cinta kasih tersebut
adalah kebahagiaan mempunyai seorang anak. Kehadiran anak membuat
keluarga terasa semakin lengkap. Hal inilah yang diungkapkan penyair
yang dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Hingga kau sentuhkan jarimu menembus kulitku Aku merasa begitu genap (APB: 108)
Hal tersebut juga terlihat di baris terakhir. Penyair merasakan
kesempurnaan dalam hidup dengan hadirnya seorang anak di dalam
kehidupannya.
Tak kurang bagiku Karena rindumu telah menyempurnakan hidupku (APB: 108)
Sebelum mempunyai anak, penyair menceritakan kehidupannya yang
terasa hampa setelah berkeluarga. Meskipun suaminya telah memberikan
kasih sayang yang begitu besar, tetapi penyair tetap merasakan ada yang
kurang di dalam kehidupannya. Perasaan penyair dapat dilihat dalam
kutipan berikut ini:
Kau lukiskan Bulan yang tersamar Tersaput mega-mega Aku hanya diam Bagiku di atas sana tak ada benda-benda (APB: 108)
77
Penyair merasakan kesepian tanpa kehadiran seorang anak. Dia merasa
di atas sana tak ada benda-benda padahal suaminya telah lukiskan bulan
yang tersamar tersaput mega-mega yaitu memberikan cinta dan kasih
sayang yang begitu besar.
Ibu 1
Tema dari puisi ini sama dengan judulnya, yaitu percintaan, yaitu cinta
anak kepada ibu. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipanberikut:
Kau biarkan rahimmu mengekapku 9 bulan 10 matahari Aliran darah menggenapkan tulang dan dagingku Satu persatu (APB: 111)
Penyair menjelaskan tentang keadaan anak ketika di dalam kandungan
ibu. 9 bulan 10 matahari adalah masa dimana ibu hamil normal yaitu
selama sembilan bulan lebih sepuluh hari. Selama itulah aliran darah
menggenapkan tulang dan dagingku satu persatu.
Cinta dan kasih sayang ini juga tersirat dalam bait berikutnya.
Tubuhmu yang membawa tubuhku Hanya terdengar sentuhan cintamu Suci Abadi Khidmat Kerinduan panjang yang menunggu Lalu aku menjerit Bermadikan air ketuban Aku sudah di depan pintu Saat keringat membaniri sekujur tubuhmu (APB: 111)
Penyair dalam kutipan di atas menceritakan tentang seorang ibu yang
mempertaruhkan nyawanya demi anak yang dikandungnya.
78
Ibu 2
Cinta dan kasih sayang tersirat dari puisi ini di tiap baris. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut ini:
Dan subuh itu Lengking tangisku menggema Membelah doa-doa Di antara rintih dan tangis Bahagia Aku telah hadir di sini Di belahan dadamu (APB: 113)
Sepenggal kutipan dari puisi di atas menceritakan kelahiran seorang
bayi di waktu subuh. Lengking tangisku menggema, suara tangisnya
terdengar begitu keras diantara tangis dan rintihan ibu yang menahan sakit.
Diantara rintih tangis bahagia, meskipun seorang ibu merasa kesakitan
tetapi dia bahagia setelah melihat bayinya lahir.
Puisi ini juga menceritakan tentang proses pertumbuhan bayi yang baru
lahir itu. Ketika bayi mendapatkan asi dari ibunya sampai akhirnya bayi
tersebut mengenal nama ibunya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut
ini:
Ibu Terlelap aku di sisimu Menanti tetesan air susu Yang mengalir dari putingmu Merah tubuhku masih terbungkus Kain biru Ibu Kuhisap tetes demi tetes Darahmu Waktu demi waktu Siang mewnjelang sore Hinga aku mengenal namamu (APB: 113)
Cinta dan kasih sayang ibu tidak hanya sebatas melahirkan anak. Akan
tetapi seorang ibu selalu menginginkan agar anaknya menjadi orang yang
lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
79
Kini aku telah dewasa Dan malam itu engkau Duduk dan bersimpuh Sajadah yang basah Air mata Engkau menangis dan berkata “Kini saatnya engkau berjalan Mencari jejakmu Setegar air sungai Yang mencari muaranya Air mata ini tak kan terhenti Bila engkau masih berdiam diri? (APB: 113-114)
Penyair dalam kutipan di atas bercerita tentang keinginan ibu ketika
anaknya sudah beranjak dewasa. Kini saatnya engkau berjalan mencari
jejakmu setegar air sungai yang mencari muaranya air mata ini tak kan
terhenti bila engkau masih berdiam diri merupakan doa dan harapan
ibunya yang menginginkan anaknya untuk dapat hidup mandiri dan
menentukan jalan hidup sendiri.
Jatuh Cinta
Tema percintaan terlihat jelas dalam puisi ini. Melalui diksi penyair
mengungkapkan tema dan perasaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut ini:
Bagiku matahari adalah legenda Meski sengatnya begitu teperasaan Adakah yang lebih indah dari suaramu? (APB: 116)
Penyait di dalam puisi ini bercerita ketika dirinya merasakan jatuh
cinta kepada seseorang. Tak ada yang lebih indah selain melihat atau
mendengar suara orang yang dicintai. Kata-kata di bait terakhirnya adakah
yang lebih indah dari suaramu? menyiratkan bahwa cinta dapat
mengagungkan seseorang.
80
Rindu 1
Kerinduan merupakan salah satu akibat dari hubungan percintaan
seorang pria dan wanita. Penyair mengungkapkan rasa cinta dan rindunya
dalam puisi ini kepada pembaca. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
berkut:
Kemarin engkau masih ada Menyeduhkan teh panas untukku Asap yang mengepul Menggumpal embun di keningmu Semoga dunia ini kekal Sebab kita telah setia (APB: 126)
Penyair merasa rindu dengan suaminya yang tinggal di Jakarta. Puisi
Rindu 1 menceritakan kerinduan penyair setelah ditinggal suaminya.
Penyair merindukan kebersamaan dengan suaminya seperti yang
diungkapkan dalam baris kemarin engkau masih ada menyeduhkan teh
panas untukku.
Sepi
Sepi seperti halnya puisi Rindu 1 juga mengungkapkan kesedihan
penyair akibat cinta. Penyair mengungkapkan kerinduan akan suaminya
dengan kata-kata yang sederhana. Hal ini terlihat dari kata-kata berikut:
Disini aku sendiri Menunggu gerimis tiba Tak ada langkah kaki Tak jua sentuhan jemari Bila kah engkau kembali? (APB: 132)
Penyair sangat merindukan kehadiran suaminya. Kata-kata di atas
menyiratkan bahwa penyair merasa hidupnya sepi tanpa ada sang suami di
sisinya.
81
Tema yang lain yaitu ketuhanan. Tema ini tersirat dalam puisi yang
berjudul Rahasia 1 dan Rahasia 2. Penyair mengungkapkan keagungan
Tuhan melalui kedua puisi ini. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Tuhan, Engkau begitu sempurna Hingga tak bisa kutahu Satu rahasia Mimpi-mimpi Datang dan pergi (APB: 124)
Penyair menceritakan tentang kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Hal ini
diungkapkan dengan kalimat mimpi-mimpi datang dan pergi. Tuhan telah
mengatur semua hal hingga umatnya tidak dapat mengetahui yang akan
terjadi berikutnya.
Penyair di dalam puisi ini juga mengajak pembaca untuk senantiasa
beribadah dan mengabdi kepada Tuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut ini:
Tak henti kusibak BahasaMu Meski terserak Di hamparan gurun Sahara Tak peduli bila aku Terbang Menembus ruangMu Yang maha segala (APB: 124)
Penyair dalam puisi Rahasia 2 mengungkapkan tentang kebesaran Tuhan.
Tuhan telah mengatur semua alam dengan seimbang. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut ini:
Laut melumat pasir saat gelombang pasang Awan mengarak burung saat kehabisan dahan Bulan yang terluka Kecipak air muara (APB: 125)
Penyair dalam kutipan di atas menceritakan tentang air pasang yang
terjadi di laut. Awan digambarkan mengarak sekawanan burung untuk
bermigrasi. Migrasi ini dilakukan saat kehabisan dahan yaitu saat musim
82
gugur atau musim kemarau. Semua itu terjadi ketika bulan yang terluka yaitu
ketika air laut sedang surut. Tuhan telah mengatur kesemuanya itu untuk
menjaga keseimbangan alam.
Perpisahan, seperti yang telah dijelaskan di atas juga merupakan tema dari
puisi Siti Atmamiah yang lain. Tema ini terdapat dalam puisi yang berjudul
Jakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kutinggalkan engkau Sebab Langitmu tak lagi biru Diaduk asap dan debu Aku sudah tak punya waktu Untuk menunggu (APB: 115)
Berbeda dengan puisi-puisi yang lain, puisi ini bercerita ketika penyair
meninggalkan Jakarta diaduk asap dan debu yang sudah terkena polusi yang
cukup berat.
Berdasarkan analisis diatas, kumpulan puisi Siti Atmamiah dilihat dari
tema-tema puisinya bertemakan tentang percintaan dan ketuhanan. Penyair
mengungkapkan cinta, kasih sayang, dan kerinduannya dengan diksi, rima,
ritme, bahas figuratif, dan imaji yang dapat mengajak pembaca untuk
merasakan perasaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Herman J. Waluyo
(2005: 24) yang menjelaskan bahwa tema cinta kasih juga meliputi putus
cinta atau sedih, dan rindu karena cinta. Sayyid (2008) mengungkapkan
bahwa tema berhubungan dengan arti karya sastra yang bersifat lugas dan
khusus.
2. Relevansi Kumpulan Puisi Siti Atmamiah dalam Buku Angin pun
Berbisik sebagai Alternatif Materi Ajar Bahasa Indonesia di SMA.
Sesuai dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus di SMA,
kumpulan puisi Siti Atmamiah dapat dimasukkan sebagai materi ajar untuk
meningkatkan minat siswa. Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
83
a. Kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang
disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.
Kumpulan puisi Siti Atmamiah dapat dijadikan sebagai puisi yang harus
dianalisis oleh siswa. Puisi ini dapat disampaikan secara langsung maupun
melalui rekaman. Unsur-unsur yang dimiliki puisi-puisi dalam kumpulan puisi
Siti Atmamiah mudah dipahami dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa
SMA, sebagai contoh puisi yang berjudul Jakarta. Puisi ini memiliki diksi,
ritme, rima, imaji, bahasa figuratif yang layak untuk dikaji secara keseluruhan.
Siswa diajak untuk menganalisis unsur-unsur yang terdapat dalam puisi Siti
Atmamiah dan diberi penjelasan bahwa menganalisis unsur puisi tidak boleh
terpisah-terpisah karena unsur-unsur tersebut saling membangun membentuk
keutuhan puisi. Hal ini sejalan dengan pendapat Supriyanto (Guru SMA
Negeri 1 Mayong) dan Dasiman (Guru SMA Negeri Pecangaan) yang
menyebutkan bahwa setiap puisi Siti Atmamiah memiliki unsur-unsur yang
yang pengkajiannya sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Mursidah (Guru
SMA Muhammadiyah 2 Sragen) mempunyai pendapat yang senada yaitu
apabila puisi Siti Atmamiah digunakan sebagai materi ajar khususnya dalam
kompetensi dasar ini, hal yang pertama guru harus mengetahui unsur-unsur
puisi Siti Atmamiah secara keseluruhan terlebih dahulu. Kemudian puisi
tersebut disampaikan kapada siswa untuk dianalisis unsur-unsurnya. Beliau
juga berpendapat bahwa dengan unsur-unsur yang mudah dipahami oleh siswa
seperti yang unsur-unsur dimiliki puisi-puisi Siti Atmamiah, siswa akan lebih
tertarik dan memiliki minat dalam apresiasi puisi. Siti Fadilah (Guru SMA
Negeri 1 Mayong) berpendapat bahwa kumpulan puisi Siti Atmamiah
bahasanya mudah dipahami dan tidak terlalu simbolis. serta rima yang
terdapat dalam puisi-puisi Siti Atmamiah dapat menarik perhatian siswa.
b. Kompetensi dasar menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan
rima.
Kumpulan puisi Siti Atmamiah dapat dijadikan sebagai sebuah contoh
puisi kepada siswa tentang bait, irama, dan rima. Puisi Siti Atmamiah
merupakan puisi yang memiliki banyak sekali permainan bunyi yaitu rima dan
84
irama yang harmonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Mursidah (Guru SMA
Muhammadiyah 2 Sragen) yang menyatakan bahwa irama dalam puisi-puisi
Siti Atmamiah muncul karena penggunaan rima dan pilihan kata yang
dilakukan oleh Siti Atmamiah. Puisi-puisi tersebut bisa dijadikan materi ajar
dalam kompetensi ini dengan cara menjadikan puisi-puisi itu sebagai contoh
kepada siswa tentang puisi yang memiliki keindahan bunyi. Hal senada juga
diungkapkan Yudhi Heru Wibowo (Sastrawan) yang menyatakan bahwa puisi
Siti Atmamiah penuh sesak dengan bunyi-bunyi yang saling bertalian,
mempunyai ikatan satu sama lain. Dasiman (Guru SMA Negeri Pecangaan)
menyatakan bahwa kumpulan puisi Siti Atmamiah memiliki irama yang cukup
khas. Pembentukan irama ini berasal dari rima-rima yang dibuat oleh Siti. Ini
bisa dijadikan contoh untuk siswa yaitu materi tentang rima puisi supaya
mereka dapat membuat puisi yang mempunyai rima dan irama yang harmonis,
seperti puisi-puisi Siti Atmamiah. Sri Yuniati (Guru SMA Negeri Pecangaan)
menegaskan bahwa bait, rima, dan irama yang terdapat dalam kumpulan puisi
Siti Atmamiah saling terkait satu sama lain. Rima yang dibuat olehnya
membentuk irama yang indah di dalam bait-baitnya. Siswa dapat melihat
unsur-unsur puisi yang saling membangun dalam kumpulan puisi Siti
Atmamiah.
c. Kompetensi dasar membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui puisi.
Kumpulan puisi Siti Atmamiah sesuai dengan dengan hasil analisis
mempunyai penginderaan atau imaji dalam benak pembaca. Penginderaan ini
terdapat di semua puisi Siti Atmamiah. Hal inilah yang menjadikan kumpulan
puisi Siti Atmamiah dapat dijadikan materi ajar dalam kompetensi dasar ini.
Sejalan dengan pendapat Supriyanto (Guru SMA Negeri 1 Mayong) yang
menjelaskan bahwa imaji atau penginderaan banyak sekali terdapat dalam
puisi-puisi ini. Penginderaan ini bisa dijadikan contoh dalam pengajaran puisi.
Siti Atmamiah menghadirkan puisi dengan penginderaan yang begitu terasa
bagi pembaca puisinya. Sehingga pembaca memiliki imajinasi tentang apa
yang terdapat dalam puisi. Hal senada juga diungkapkan Mursidah (Guru
85
SMA Muhammadiyah 2 Sragen) yang menyatakan bahwa penginderaan
adalah pembentukan imajinasi di pikiran pembaca dan Siti Atmamiah mampu
melakukannya dalam puisi-puisinya. Pembaca diajak oleh Siti Atmamiah
untuk membayangkan apa yang dia rasakan. Hudayya (Sastrawan)
menyatakan bahwa penginderaan yang digunakan oleh Siti Atmamiah mampu
membawa pembaca ikut ke dunianya. Dasiman (Guru SMA Negeri
Pecangaan) berpendapat hampir sama dengan pendapat-pendapat yang lain
bahwa di dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah terdapat banyak sekali
penginderaan yaitu pendengaran, penglihatan, perasaan dan semuanya
membentuk imajinasi dalam pikiran pembaca. Sri Yuniati (Guru SMA Negeri
Pecangaan) menyatakan bahwa penginderaan yang dibuat oleh Siti Atmamiah
seringkali mampu menempatkan pembaca ke tempat yang dia inginkan, dalam
artian pembaca ikut merasakan apa yang dia rasakan.
d. Kompetensi dasar menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial
budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Realitas alam terdapat dalam beberapa puisi Siti Atmamiah. Puisi ini dapat
dijadikan sebagai materi ajar dengan menghubungkan isi puisi dengan rezlitas
alam, sosial budaya dan masayarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat
Mursidah (Guru SMA Muhammadiyah 2 Sragen) yang menjelaskan bahwa di
dalam beberapa puisi Siti Atmamiah terdapat realitas alam dan sosial budaya
masyarakat. Salah satu puisinya menggambarkan kebesaran Tuhan dengan
menceritakan kejadian alam yang berlangsung secara teratur. Hal ini senada
dengan pendapat Supriyanto (Guru SMA Negeri 1 Mayong) yang
mengungkapkan bahwa Siti Atmamiah menyampaikan realitas alam dalam
beberapa puisinya. Semisal dalam puisi Rahasia 2. Siti Atmamiah
menceritakan tentang musim kemarau dan hal-hal yang terjadi pada waktu itu.
Hal tersebut dipertegas dengan pendapat Siti Fadilah (Guru SMA Negeri 1
Mayong) yang menyatakan bahwa realitas alam dapat dilihat di puisinya yang
berjudul Rahasia 2. Siti Atmamiah dalam puisi itu menceritakan tentang
siklus alam. Puisinya yang berjudul Jakarta juga tentang sosial budaya
masyarakat. Sri Yuniati (Guru SMA Negeri Pecangaan) juga mempunyai
86
pendapat yang sama bahwa kumpulan puisi Siti Atmamiah dapat dipakai
sebagai materi ajar dalam kompetensi ini. Puisi-puisinya banyak yang
bercerita tentang kehidupan nyata yang ada di dalam masyarakat, contohnya
kasih sayang dalam sebuah keluarga yang terdapat di beberapa puisi.
e. Kompetensi dasar mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer
melalui kegiatan membaca buku kumpulan puisi kontemporer.
Puisi kontemporer adalah puisi yang mengangkat masalah-masalah yang
aktual di masa kini. Kumpulan puisi Siti Atmamiah tergolong ke dalam puisi
kontemporer. Jadi siswa dapat mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi
kontemporer melalui kegiatan membaca buku kumpulan puisi kontemporer
yaitu dengan membaca kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik. Hal ini sejalan dengan pendapat Supriyanto (Guru SMA Negeri 1
Mayong) yang menyebutkan bahwa puisi-puisi masa kini termasuk puisi Siti
Atmamiah tergolong puisi kontemporer karena puisi-puisi ini disamping
memiliki susunan unsur yang lengkap, ada rima, ritma, banyak sekali
penginderaan, diksi, juga menceritakan tentang kehidupan masa kini atau
realita yang terjadi di masyarakat. Pendapat ini juga dipertegas oleh Yudhi
Heru Wibowo (Sastrawan) yang menyatakan bahwa kumpulan puisi Siti
Atmamiah merupakan kumpulan puisi kontemporer yang kaya akan
permainan bunyi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kumpulan puisi Siti
Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik dapat dijadikan sebagai alternatif
materi ajar bahasa Indonesia di SMA. Hal tersebut dikarenakan puisi-puisi Siti
Atmamiah bahasanya mudah dipahami dan puisinya sesuai dengan kondisi
masyarakat pada saat ini. Kumpulan puisi Siti Atmamiah juga mempunyai tema
yang sesuai dengan keadaan psikologis siswa SMA pada umumnya, yaitu tentang
percintaan dan ketuhanan.
87
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab IV
tentang tinjauan struktural kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik serta relevansinya sebagai alternatif materi ajar Bahasa Indonesia di
SMA, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan analisis struktur dapat disimpulkan bahwa struktur puisi Siti
Atmamiah saling terkait satu dengan yang lain. Unsur-unsur ini saling
membangun. Keterikatan antarunsur membentuk keutuhan dari puisi tersebut.
Berikut ini adalah rincian struktur puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun
Berbisik.
a. Diksi
Diksi atau pilihan kata yang digunakan penyair untuk memperindah
puisi pada umumnya dilakukan dengan mengulang kata untuk
menegaskan tema dan perasaannya. Pengulangan kata ini menimbulkan
daya sugesti kepada pembaca untuk ikut merasakan perasaan penyair.
Selain daya sugesti, pengulangan ini juga menimbulkan ritme dan rima
dalam pelafalan puisi. Penyair juga menggunakan kata-kata bermakna
konotatif dan urutan kata dalam beberapa puisinya.
b. Imaji
Imaji yang terdapat dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah timbul
karena penggunaan diksi yang dilakukan oleh penyair. Imaji-imaji
tersebut yaitu imaji auditif, imaji visual, dan imaji penciuman. Penyair
mengungkapkan pengalaman sensoris yang dimilikinya dengan
menggunakan diksi atau pilihan kata yang menimbulkan gambaran dalam
angan-angan atau benak pembaca.
c. Bahasa Figuratif
Penggunaan bahasa figuratif yang digunakan oleh penyair bertujuan untuk
menghidupkan puisi-puisinya. Bahasa figuratif ini timbul karena diksi yang
85
88
digunakan penyair dan ada juga bahasa figuratif yang menimbulkan rima
dalam pelafalan puisi. Bahasa figuratif yang digunakan yaitu personifikasi,
inversi, hiperbola, dan anafora. Bahasa figuratif ini dirasa efektif untuk
mengungkapkan perasaan yang dimiliki penyair.
d. Ritme
Ritme dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah ditimbulkan oleh diksi yang
digunakan penyair. Diksi ini berupa pengulangan kata yang menyiratkan
tentang tema puisi. Pengulangan kata inilah yang mengikat beberapa baris
berikutnya. Hal inilah yang menimbulkan keras lembut dan tinggi rendah
nada.
e. Rima
Rima dalam kumpulan puisi Siti Atmamiah sebagian besar merupakan rima
akhir. Akan tetapi dalam kumpulan puisi tersebut terdapat rima yang lain,
yaitu rima awal, aliterasi, dan disonansi. Rima-rima ini dibentuk untuk
membuat persamaan bunyi yang dapat menimbulkan nada yang teratur dan
harmonis. Baik rima akhir maupun rima yang lain timbul karena penggunaan
diksi yang dilakukan oleh penyair. Rima ini juga menegaskan tentang tema
dan perasaan penyair.
f. Tema
Kumpulan puisi Siti Atmamiah dilihat dari tema-tema puisinya bertemakan
tentang percintaan dan ketuhanan. Penyair mengungkapkan cinta, kasih
sayang, dan kerinduannya dengan diksi, rima, ritme, bahas figuratif, dan imaji
yang dapat mengajak pembaca untuk merasakan perasaannya.
2. Relevansi Kumpulan Puisi Siti Atmamiah dalam Buku Angin pun Berbisik
sebagai Alternatif Materi Ajar Bahasa Indonesia di SMA.
Kumpulan puisi Siti Atmamiah dalam buku Angin pun Berbisik dapat
digunakan sebagai alternatif materi ajar sesuai standar kompetensi dasar yang
yang ada. Kumpulan Siti Atmamiah bahasanya mudah dipahami dan puisinya
sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Kumpulan puisi Siti Atmamiah
89
juga mempunyai tema yang sesuai dengan keadaan psikologis siswa SMA pada
umumnya, yaitu tentang percintaan dan ketuhanan.
Kumpulan puisi ini dapat digunakan digunakan sebagai materi ajar dalam
beberapa kompetensi dasar, yaitu:
f. Kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang
disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.
g. Kompetensi dasar menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan
rima.
h. Kompetensi dasar membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui puisi.
i. Kompetensi dasar menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial
budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
j. Kompetensi dasar mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer
melalui kegiatan membaca buku kumpulan puisi kontemporer.
B. IMPLIKASI
Pengajaran puisi di dunia pendidikan khususnya di SMA belum sesuai dengan
tujuannya. Guru yang bertindak sebagai fasilitator pada umumnya kurang
menguasai tentang puisi itu sendiri. Guru hanya menjelaskan yang diketahuinya
saja tanpa mencoba untuk menganalisis lebih jauh tentang puisi yang dikaji.
Selain hal itu, puisi-puisi yang diajarkan pada umumnya adalah puisi lama. Siswa
kesulitan memahami bahasanya dan mereka menganggap puisi-puisi tersebut
tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal inilah yang menambah kejenuhan
siswa untuk memahami struktur-struktur puisi.
Penelitian ini mengkaji tentang struktur puisi-puisi Siti Atmamiah secara
menyeluruh. Puisi-puisi Siti Atmamiah terbentuk atas unsur-unsur yang saling
membangun. Unsur-unsur ini saling berkaitan satu sama lain. Untuk itulah
diperlukan analisis struktural agar dapat mengetahui keutuhan puisi baik dari segi
bahasa maupun maknanya. Kumpulan puisi ini merupakan puisi populer, sebagian
besar bertema percintaan, sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang ini, dan
90
bahasanya mudah dipahami. Puisi seperti ini adalah puisi yang dapat menarik
minat siswa untuk belajar mengapresiasi karya sastra.
Berdasarkan simpulan dan uraian di atas, penelitian ini mempunyai implikasi
dengan dunia pendidikan. Hasil penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan
oleh guru maupun siswa dalam pembelajaran sastra. Pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia khususnya materi tentang puisi tidak hanya sebatas siswa dapat
menikmati, membaca dan mendengar saja. Siswa diharapkan mampu
menganalisis struktur-struktur puisi secara menyeluruh untuk dapat memahami
puisi tersebut secara utuh, baik bahasa maupun maknanya.
C. SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan simpulan dalam penelitian ini, maka
peneliti mengajukan saran sebagai berikut:
1. Bagi Pembaca
a. Pembaca hendaknya memahami puisi khususnya puisi Siti Atmamiah
secara keseluruhan bukan hanya memahaminya dari beberapa unsur saja.
Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui makna puisi secara utuh.
b. Kumpulan puisi Siti Atmamaiah dapat dijadikan referensi bagi pembaca
apabila ingin membaca kumpulan puisi kontemporer, karena puisi-puisi
Siti Atmamiah merupakan kumpulan puisi kontemporer.
2. Bagi Guru Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA)
a. Guru hendaknya menjelaskan kepada siswa tentang cara memahami puisi
secara menyeluruh agar siswa dapat mengetahui makna puisi secara utuh.
b. Guru apabila memberikan materi ajar tentang puisi hendaknya
menggunakan materi ajar yang dapat menarik minat siswa. Salah satu
alternatifnya yaitu menggunakan kumpulan puisi Siti Atmamiah.
c. Guru hendaknya mulai mengenalkan kepada siswa tentang puisi karya-
karya penyair yang baru seperti halnya kumpulan puisi yang dibuat oleh
Siti Atmamiah agar siswa tidak mengalami kejenuhan dalam proses belajar
mengajar.
91
3. Bagi Peneliti Lain
Kumpulan puisi Siti Atmamiah merupakan kumpulan puisi yang penuh
dengan asosiasi, permainan kata, perpaduan bunyi, dan keterikatan unsur yang
saling membangun. Hendaknya peneliti lain dapat mengkaji kumpulan puisi
ini dengan pendekatan sastra yang lain untuk memperkaya khasanah dalam
pengetahuan sastra Indonesia dan memberikan masukan atau sumbangan
terhadap pengajaran bahasa Indonesia.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rosyid. 2009. Puisi: Pengertian dan unsur-unsurnya. http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-unsurnya/. Diakses pada 17 November 2009 pukul 05.30.
Agustinus Suyoto. 2005. Dasar-dasar Menulis Puisi.
http://agustinussuyoto.wordpress.com/2005/08/02/dasar-dasar-menulis-puisi. Diakses pada 25 Mei 2009 pukul 11.20.
Akhlan Husein dan Rahman. 1996. Perencanaan Pengajaran Bahasa. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional. Angga Haksoro Ardhi. 2008. Ku Dengar Lirih Bisikmu.
http://narcistsociety.multiply.com/journal/item/32/Angin_Pun_Berbisik. Diakses pada 2 Maret pukul 18.30.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Desy Ratna Intani. 2008. Puisi-puisi Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa
Herliany (Sebuah Tinjauan Struktural dan Nilai Didik). Tidak diterbitkan. Dewey, Jhon. 1986. Experience and Education. http://www.informanworld.com.
Diakses tanggal 18 Agustus 2009 pukul 21.30. Dick Hartoko dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Kanisius. Eni Sarimanah. 2009. Tinjauan Struktural dan Mimetik Puisi Pamplet Cinta
KaryanW. S. Rendra. http://eri-s-unpak.blogspot.com/2009/04/analisis-mimetik.html. Diakses pada 25 Mei pukul 11.25.
Fahd Djibran. 2008. Writing is Amazing. Yogyakarta: Juxtapose. Fx Rudy Gunawan. 2008. Langkah Seribu Bintang.
http://www.vhrmedia.com/vhr-story/sikap.php. Diakses pada 2 Maret pukul 18.35.
90
93
Hadi Sucipto, dkk. 2008. Vokasi. Modul Bahasa Indonesia untuk SMK Kelas XI. Surakarta: Pustaka Mulia
Hasan Asphani. 2008. Definisi, Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa
Pelajaran Indonesia. http://organisasi.org/definisi-pengertian-bahasa-ragam-dan-fungsi-bahasa-pelajaran-bahasa-indonesia. Diakses pada 30 November 2008 pukul 22.50.
Henry Guntur Tarigan. 1994. Membaca Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa. Herman J. Waluyo. 2003. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. _______________. 2005. Apresiasi Puisi: Untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Inoe. 2008. Materi Ajar. http://andhysastera.blogspot.com/2008/06/materi-
ajar.html. Diakses pada 23 April 2009 pukul 01.15. Irwan Dwi Kustanto, dkk. 2008. Angin pun Berbisik. Jakarta: Sp@si dan Yayasan
Mitra Netra. Jabrohim, Suminto A. Sayuti, Chairul Saleh. 2001. Cara Menulis Kreatif.
Yogyakarta: Pustaka Belajar. Jamal D. Rahman. 2008. Puisi yang Tumbuh di Jembatan.
http://jamaldrahman.wordpress.com/2008/09/20/puisi-yang-tumbuh-di-jembatan/. Diakses pada 2 Maret pukul 18.50.
Lusfian Lastokim. 2008. Puisi dan Unsur-unsurnya.
http://endonesa.wordpress.com/2008/09/08/puisi-definisi-dan-unsur-unsurnya/. Diakses pada 25 Mei 2009 pukul 11.30.
Muhibbin Syah. 2009. Fakta dan Fiksi Pertalian Sastra dan Sejarah.
http://www.sastra-indonesia.com/2009/01/fakta-dan-fiksi-pertalian-sastra-dan-sejarah/. Diakses pada 1 Maret 2009 pukul 18.30.
Muklis A. Hamid. 2007. Mencari Solusi Pengajaran Sastra Indonesia.
http://gemasastrin.wordpress.com/2007/05/01/mencari-solusi-pengajaran-sastra-indonesia/. Diakses tanggal 4 November 2008.
Park, Keith. 2002. ”Macbeth: A Poetry Workshop on Stage at Shakespeare’s
Globe Theatre” from British Journal of Special Education. Volume 29. No. 1 Page: 14-19.
94
Praba, M. 2003. Teknis Analisis Puisi dengan Parafrase. http://www.voiceonhold.com. Diakses pada 25 Mei 2009 pukul 11.15.
Rachmat Djoko Pradopo. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Retty N. Hakim. 2008. Angin Pun Berbisik (Dialog Puisi Irwan Dwi Kustanto).
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=6094. Diakses pada 2 Maret pukul 18.45.
Riris K Toha-Sarumpaet (ed). 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera.
Sayyid. 2008. Tentang Puisi; Sebuah Kertas Kerja.
http://lenterasusastra.com/2008/tentang_puisi_sebuah_kertas_kerja/. Diakses pada 25 Mei 2009 pukul 11.10.
Suharianto, S. 1981. Pengantar Apresiasi Puisi. Surakarta: Widya Duta. Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
Universuty Press. Suwardi Endraswara. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Suwardo. 2005. Beberapa Aspek Pengajaran Puisi di Sekolah Menengah Atas. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/jiw/article/view/17060. Diakses pada 25 Mei 2009 pukul 11.55.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Umar Junus. 1986. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Surakarta: UNS Press. Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Yahoo Answer. 2009. Pertanyaan Terselesaikan. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090617162424AAD7qoH. Diakses pada 9 September 2009 pukul 09.09
Zamawi Imran. 2009. Puisi dan Materi Ajar.
http://sawali.info/2009/03/09/zamawi-imran-puisi-dan-bahan-ajar/. Diakses pada 6 Februari 2010 pukul 21.30.
95