ii
Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual
Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-Barokah)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Agama Islam
OLEH
ILHAM SAIFUDIN
NIM : 210313055
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
NOVEMBER 2018
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
ABSTRAK
Saifudin, Ilham. 2018. Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah).
Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing,
Kharisul Wathoni, M.Pd.I
Kata Kunci : Kepemimpinan, Kharismatik Kiai, Kecerdasan Spiritual
Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa
(santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia, pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya dalam
mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut mencerdaskan kehidupan
bangsa. Keberhasilan para santri lulusan pondok pesantren tentu sangat
dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh dan pemilik pesantren di
pondok pesantren tersebut.
Untuk mengetahui bagaimana peran kiai dalam meningkatkan kecerdasan
spiritual santri maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo? (2) Bagaimana peran kepemimpinan
kharismatik kiai dalam meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren
salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
Sedangkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertnyaan diatas maka
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Dengan teknik
pengumpulan data: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data
menggunakan teknik reduksi data, data display dan pengambilan kesimpulan atau
verivikasi.
Hasil penelitian ini adalah: (1)(2) peran kepemimpinan kharismatik kiai di
pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo untuk
meningkatkan kecerdasan spiritual santri, dengan kharisma dan kekuatan ekonomi
yang dimiliki oleh sang kiai. Kiai di pondok pesantren salafiah Al-Barokah telah
memberikan peranya dengan baik sebagai pendidik yang mengajak santri dengan
cara memberi contoh langung, sehingga para santri lebih faham untuk selalu
berbuat baik dimanapun berada dan selalu menjaga keistiqomahan seperti yang
diajarkan dan dicontohkan oleh kiai.
iv
Skripsi atas nama saudara :
Nama : Ilham Saifudin
NIM : 210313055
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan
Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqasah
Pembimbing
Kharisul Wathoni, M.Pd.I Tanggal,15 Novembar 2018
NIP. 19730625 200312 1 002
Mengetahui,
Ketua
Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Ponorogo
Kharisul Wathoni, M.Pd.I
NIP. 19730625 200312 1 002
v
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
PENGESAHAN Skripsi atas nama saudara :
Nama : Ilham Saifudin
NIM : 210313055
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-
Barokah)
telah dipertahankan pada sidang munaqasah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo pada :
Hari : Senin
Tanggal : 17 Desember 2018
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Agama Islam, pada :
Hari :
Tanggal :
Ponorogo, 26 Desember 2018
Mengesahkan
Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo
Dr. Ahmadi, M.Ag.
NIP. 196512171997031003
Tim Penguji :
1. Ketua Sidang : Dr. M. Miftahul Ulum, M.Ag
(……………………..)
2. Penguji I : Dr. Ju’subaidi, M.Ag
(……………………..)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa
(santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia, yakni ada sejak zaman Walisongo menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa, pondok pesantren telah menunjukkan
kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut
mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Keberhasilan para santri lulusan pondok
pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh
dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.
Kiai adalah seorang pemimpin di pondok pesantren. Oleh karena itu,
kiai memiliki peran penting dalam menguasai dan mengendalikan seluruh
sektor kehidupan di pondok pesantren.2 A. A. Samson mengamati bahwa para
kiai memiliki kekeramatan yang tidak dimiliki para sarjana atau politisi,
berkat dua keunggulannya yaitu kedalaman ilmu pengetahuan agamanya
dan pengabdian agama selama bertahun-tahun.3 Kiai dianggap memiliki
sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain di sekitarnya. Atas dasar ini
hampir setiap kiai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya yang
1Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembanganya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 3. 2Mujamil Qamar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi.
(Jakarta: Erlangga, 2005), 31. 3 Ibid
2
secara umum bersifat magis. Perkataannya tidak berani dibantah, dan
santripun menuruti dengan suka rela apa yang menjadi kehendaknya.
Sehingga tidak jarang Kiai yang berkharisma ini mempunyai masa atau
pengikut yang banyak.
Dipandang dari segi kehidupan santri, kharisma kiai adalah karunia
yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.4 Ia dipercaya oleh santri sebagai seorang
yang telah mencapai makrifat atau dekat dengan Allah. Dari kedekatannya
itu tanda-tandanya bisa dilihat dengan karomah-karomah yang dimilikinya.
Karomah adalah kehormatan, kemulyaan, adakalanya digunakan untuk
sesuatu di luar adat kebiasaan dari orang saleh atau wali sebagai anugrah dari
Allah Swt, untuk menunjukkan ketinggian dan kedudukan orang tersebut di
sisi Allah adalah kehormatan atau kemulyaan dari Allah Swt.5
Menurut Anderson, kedudukan kiai tidak hanya bertugas memberi
bimbingan rohani (mursyid) saja, tetapi juga diharapkan mampu melakukan
pekerjaan-pekerjaan magis karena dianggap memiliki kesakten (karomah).6
Karomah Kiai itu mampu memancarkan aura kepada orang-orang yang
dekat dengan kiai (memberi karomah).7 Dari karomah-karomah yang
dimiliki kiai itulah biasanya santri tidak berani untuk menentang karena
4 Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13.
5Mardiyah, Kepemimoinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya
Media Publising, 2013), 3. 6Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Sorgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai Dari
Mitos Wali Hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wawancara, 2003), 153. 7Latif Bustami, Kyai Politik Politik Kiai, (Malang: Pustaka Bayan, 2009), 1.
3
takut kualat dan mereka berusaha untuk menjadi santri yang disayangi agar
mendapat berkah dari kiai.
Selain sebagai pemimpin pondok pesantren, kiai juga berperan
sebagai guru sekaligus “abah” bagi santri-santrinya. Sebagi guru, dengan
ilmu yang mumpuni, kewibawaan, dan kharismatiknya, maka tentunya santri
akan dapat memahami dan melaksanakan ajaran agama Islam yang telah
diajarkan dengan lebih baik. Sebagai “abah”, mengingat sebagian besar
santri yang mukim di pondok pesantren sebagian besar jauh dari orang
tuanya, maka kiai dianggap sebagai pengganti sosok “abah”. Sehingga, kiai
menjadi figur yang diharapkan mampu memberikan teladan bagi para
santrinya.
Dari berbagai penjelasan di atas, dari segi kharismatik maupun
keteladanannya dalam memimpin pondok pesantren tentu memiliki berbagai
problema tertentu yang timbul baik dari segi lingkungan, karakter maupun
dari segi motivasi santri-santri dalam menuntut ilmu. Problema itu tentunya
membutuhkan penyelesaian yang tepat sasaran agar dapat menjadi solusi
terbaik.
Dari problema yang ada misalnya, kurangnya kesadaran santri dalam
melaksanakan ibadah, seperti saat-saat tiba waktu shalat berjama’ah beberapa
santri masih ada yang tidak ikut, terkadang malah masih tidur, ada juga yang
masih baru ke mamar mandi bahkan ada juga yang belum ada di pondok. Hal
4
ini ditimbulkan karena memang dari segi lingkungan dan rendahnya motivasi
santri akan ibadah santri sendiri.
Dari masalah di atas disini peran kiai sangat diharapkan dalam
membimbing santri-santrinya terlebih di Pondok Pesantren Salafiyah Al-
Barokah Siman Ponorogo. Kiai Imam Suyono tampil sebagai sosok penting
yang memberikan teladan dan pengayoman bagi santri-santrinya dalam
menimba ilmu, beliau juga sebagai murabbi yang memberikan kasih sayang
santri-santrinya layaknya anaknya sendiri. Bahkan dengan rasa kasih
sayangnya tersebut beliau terjun langsung dalam setiap kegiatan yang ada di
Pondok Pesantren Al-Barokah seperti ro’an (kerja bakti), membangunkan
jamaah untuk sholat subuh dan berbagai kegiatan lain yang ada di Pondok.
Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi calon santri mauupun santri-
santri yang mondok di Pondok Pesantren salafiyah Al-Barokah.
Maka dari itu, penulis tertarik membahasnya dalam karya ilmiah ini
guna mengetahui dan memperdalam kharisma apa yang dimiliki oleh sang
kiai dalam memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Al-Barokah. Untuk
itu dalam memperjelas pembahasan karya ilmiah ini penulis tertarik
membahasnya dengan judul “Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah
Al-Barokah)”
.
5
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah Kepemimpinan kharismatik Kiai Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah
Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
2. Bagaimana peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah
Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka,
tujuan penelitian yang dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren
salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.
2. Untuk mengetahui peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam
meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah
Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo
6
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam khazanah pendidikan,
sekaligus dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam
pengembangan teori kepemimpinan kharismatik yang telah ada,
khususnya tentang upaya kepemimpinan kiai dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan, sebagai bahan
pertimbangan dan wacana ke depan bagi kemajuan dan keeksisan
lembaga khususnya untuk menciptakan kampus yang islami secara
penuh.
b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan terutama di
bidang keilmuan kepemimpinan kharismatik, yang dapat digunakan
sebagai bahan dalam kajian-kajian serupa. Selain itu, hasil penelitian
ini untuk memenuhi sebagai persyaratan guna meraih gelar
kesarjanaan Strata 1 (S1) di Progam Studi Pendidikan Agama Islam
pada Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.
c. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat sebagai bahan pertimbangan
dalam kajian-kajian keagamaan.
7
F. Sistematika Pembahasan
Pada penyusunan penelitian kualitatif ini terdapat lima (6) bab
pembahasan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya:
Pada bab I yaitu pendahuluan, pendahuluan ini berfungsi sebagai
pola dasar pemikiran penulis dalam menyusun skripsi. Dalam bab ini
akan membahas tentang; pertama, latar belakang mengapa peneliti
mengambil judul skripsi tersebut, kedua, fokus penelitian yaitu
membahas batasan atau fokus penelitian yang terdapat dalam situasi
sosial. Ketiga, rumusan masalah yaitu membahas rumusan-rumusan
masalah yang diambil dari latar belakang dan fokus penelitian. Keempat,
tujuan penelitian yaitu membahas sasaran yang akan dicapai dalam
proposal penelitian, sesuai dengan fokus penelitian yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah. Kelima, manfaat penelitian yaitu
membahas manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis.
Keenam, sisitematika pembahasan menjelaskan tentang alur bahasan
sehingga dapat diketahui logika penyusunan skripsi dan koherensi antara
bab satu dengan bab yang lain.
Pada bab II Landasan Teori. Karena dalam penelitian kualitatif
bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas
dan berakhir dengan suatu teori, oleh karena itu ditulis berdasarkan data
yang ditemukan melalui proses penelitian (Proses induktif).
8
Pada bab III Metode penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Dalam bab ini di paparkan pendekatan apa yang dilakukan, jenis
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan dsta, teknik analisis data,
pengecekan keabsahan data, tahap-tahap peneltian dansistematika
pembahasan.
Pada bab IV Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang
paparan data, yang berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas
deskripsi data umum lokasi penelitian dan deskripsi data khusus. Adapun
deskripsi data umum lokasi penelitian berbicara tentang pondok
pesantren salafiyah Al-Barokah yang meliputi : Sejarah berdiri, letak
geografis, visi dan misi pondok pesantren salafiyah Al-Barokah.
Deskripsi data meliputi kegiatan pondok pesantren, strategi yang
digunakan serta perubahan yang terjadi pada santri setelah mengikuti
kegiatan di pondok pesantren tersebut.
Pada bab V Pembahasan, pada bab ini akan membahas mengenai
analisis terhadap latar belakang berdirinya pondok pesantren salafiyah
Al-Barokah, pelaksanaan kegiatan dan kontribusi kyai terhadap
peningkatan kecerdasan spiritual santri di pondok tersebut.
Pada bab VI Penutup, pada bab ini akan membahas mengenai
kesimpulan sebagai jawaban dari pokok-pokok permasalahan dan saran-
saran yang berhubungan dengan penelitian sebagai masukan-masukan
untuk berbagai pihak yang terkait.
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
Di samping menggunakan buku-buku atau referensi yang
relevan, peneliti juga melihat hasil penelitian terdahulu agar nantinya
tidak terjadi kesamaan dan juga sebagai salah satu bahan acuan
mengingat pengalaman adalah guru terbaik, diantaranya karya tulis dari
saudara Suparlan, dengan judul “Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Melalui Kegiatan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany” Dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa latar belakang berdirinya kegiatan manaqib Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilany di Desa Mangunsuman?
2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-
Jilany di Desa Mangunsuman?
3. Apa kontribusi kegiatan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-
Jilany di Desa Mangunsuman?
Ada lagi karya tulis dari saudari Nurul Khususiyah, 2012 dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ) Melalui
Pengajian Kitab Kifayah Al-Atqiya.” Dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
10
1. Bagaimana pemahaman santri terhadap kitab Kifayah al Atqiya di
kelas takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?
2. Bagaimana aplikasinya pengajian kitab Kifayah al Atqiya di kelas
takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?
3. Bagaimana keberhasilan pemahaman SQ (Spiritual Quotient)
melalui pengajian kitab Kifayah al Atqiya?
Selain itu, diperoleh juga hal-hal yang berkaitan dengan
kecerdasan spiritual di dalam karya saudara Moh. Wahiburridlo, 2011
dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ)
Melalui Kegiatan Dzikir (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XII Putra MA
Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)” dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan amaliyah dzikir pada siswa kelas XII MA
Darul Huda Mayak Ponorogo?
2. Sejauh mana manfaat pelaksanaan amaliyah dzikir terhadaptingkat
kecerdasan spiritual (SQ) siswa kelas XII MA Darul Huda Mayak
Ponorogo?
11
B. Landasan Teori
1. Pemimpin dan Kepemimpinan
a. Pengertian pemimpin
Dilihat dari sisi bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut
penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus,
penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.
Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.8
Istilah pemimpin dan memimpin pada mulanya berasal dari kata
dasar yang sama "pimpin", dan berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian pemimpin:
Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian
memimpin, kemampuan memengaruhi pendirian/pendapat orang atau
sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.9
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu;
karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki
keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.Istilah
Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan,
8 Veithazal Rivai, PEMIMPIN dan KEPEMIMPINAN dalam ORGANISASI (Depok, Fajar
Interpratama, 2014), 1. 9 Triantoro Safaria, Kepemimpinan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 3.
12
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab
itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia
mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan.
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia
mampu memengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu tujuan.
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan
dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah
akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.10
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang
mengingikan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama.
Esensi pengaruh ialah konsep kepemimpinan bukanlah semata-mata
berbentuk instruksi, melainkan lebih merupakan motivasi atau pemicu
yang dapat memberi inspirasi kepada bawahan, sehingga inisiatif dan
10
Ibid, 6.
13
kreatifitas mereka berkembang secara optimal untuk meningkatkan
kinerjanya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang paling penting
dalam pengaplikasian konsep kepemimpinan adalah bagaimana
memanfaatkan faktor-faktor eksternal sehingga mendorong tumbuhnya
kinerja produktif. Kepemimpinan berarti menggunakan pengaruh untuk
memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan budayabersama,
mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di seluruh
organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan kinerja
tertinggi kepada karyawan. Kepemimpinan berarti menggunakan
pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan
organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan
budayabersama, mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di
seluruh organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan
kinerja tertinggi kepada karyawan.11
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang dilakukan pemimpin dalam
mempengaruhi dan memberikan daya penggerak pada sumberdaya
yang ada di organisasi dalam bentuk motivasi dan intruksi dalamrangka
mewujudkan tujuan bersama.
11
Richard L.Daft, Era Baru Manajemen (Jakarta: Salemba, 2010), 25.
14
c. Fungsi kepemimpinan
Kepemimpinan selalu berhubungan dengan sistem sosial
kelompok maupun individu. Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan
yang efektif, maka kepemimpinan harus dijalankan sesuai dengan
fungsinya Wirawan dalam bukunya Kepemimpinan Teori, Psikologi,
Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian menyatakan beberapa
fungsi kepemimpinan sebagai berikut:12
1) Mengembangkan Budaya Organisasi
2) Menciptakan Sinergis
3) Menciptakan Perubahan
4) Memotivasi Para Pengikut
5) Memberdayakan Pengikut
6) Mewakili Sistem Sosial
7) Manajer Konflik
8) Memberlajarkan Organisasi
2. Pengertian Santri dan Pesantren
Santri menurut Masjikur Anhari, yakni para siswa yang mendalami
ilmu-ilmu agama di pesantren, baik dia tinggal dipondok maupun pulang
setelah selesai waktu belajar.13
Zamakhsyari Dhofir membagi menjadi dua
12
Wirawan, Kepemimpinan Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan
Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 64-92. 13
Zmaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
PT. Tiara,1994), 52.
15
kelompok sesuai tradisi pesantren yang diamatinya, yaitu; pertama, santri
mukim, artinya para santri yang menetap dipondok. Biasanya diberikan
tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren. Bertambah lama tinggal
di pondok, statusnya akan bertambah, yang biasanya diberikan tugas oleh
kiai untuk mengajarkan kitab-kitab dasar kepada santri-santri yang lebih
yunior, dan yang kedua, santri kalong adalah santri yang selalu pulang
setelah belajar.
Para santri yang belajar pada pesantren yang sama, biasanya
mempunyai kekeluargaan yang tinggi, baik antar sesama santri maupun
dengan kiai mereka. Kehidupan sosial yang berkembang diantara para santri
ini menumbuhkan system sosial tersendiri. Didalam pondok para santri
belajar hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin,
mereka taat patuh pada kiai dan menjalankan tugas apapun yang diberikan
padanya.
Menurut M. Arifin sebagaimana dikutif oleh Mujamil Qomar,
mendefinisikan pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama
Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari
leadershif seseorang atau beberapa orang kiai dengan cirri-ciri khas yang
bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.
16
“Pondok pesantren adalah salah satu lembaga diantara lembaga-
lembaga iqomahtuddin lainnya yang memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi kegiatan, pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama
Islam serta fungsi kedua adalah menyampaikan dan mendakwahkan ajaran
Islam kepada masyarakat.14
Di tinjau dari segi bahasa Arab, kata pondok pesantren yaitu Funduq
yang berarti tempat menginap atau asrama Prof. Azumardi Azra, dalam
bukunya sejarah Perkembangan Madrasah mengatakan, bahwa pondok
pesantren adalah tempat belajar para pelajar.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pondok pesantren merupakan
suatu lembaga pengajaran, pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam
kepada parapelajar (santri) agar menjadi orang yang baik dan trampil dalam
melaksanakan ibadah. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang
bertujuan untuk menciptakan kader yang memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai ajaran agama.
Di lain sisi, sebagai lembaga dakwah pondok pesantren membimbing
para santri menjadi orang yang terampil dan professional dalam
menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.
14
H. M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakart: Bumi Aksarah, 1991), 114.
17
Karena itulah, para santri disuruh mengikuti acara pelatihan dakwah serta
berpidato yang biasanya diadakan satu kali dalam seminggu.15
3. Pengertian Kharisma dan Kepemimpinan Kharismatik
Secara etimologi, kharisma berasal dari kata Yunani yang artinya
adalah karunia yang diinspirasi ilahi, seperti kemampuan untuk melakukan
mukjizat atau memprediksi peristiwa-peristiwa di masa mendatang.16
Pengertian kharisma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa
dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan
rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya atau atribut kepemimpinan
yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Dengan demikian,
kharisma merupakan atribut yang melekat pada diri seseorang. Kharisma
dapat bersumber dari keturunan atau dari ciri fisik, kepribadian mulia,
serta kelebihan khusus dalam pengetahuan keagamaan maupun
pengetahuan umum yang dimiliki seseorang. Kharisma merupakan sebuah
antribusi dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut.17
Menurut Baharudin, kata kharisma diartikan sebagai: wibawa,
kewibawaan, karunia kelebihan dari Tuhan kepada (yang dimiliki)
seseorang. Kharisma sebagai keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan
15
Ibid, 564. 16
Gary A. Yukl, Kepemimpinan dalam Organisas (Jusuf Udaya. Terjemahan), (Jakarta:
Prenhallindo, 1998), 268. 17
Jerri H. Makawimbang, Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu (Bandung:
ALVABETA, 2012), 36.
18
kemampuan luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan yang luar biasa dan rasa kagum dari masyarakat
terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas
kepribadian individu.18
Sedangkan menurut Max Weber kharisma adalah sebuah pandangan
yang “luar biasa”, yakni sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-
hari, ia akan bersifat spontan sangat berbeda dengan bentuk-bentuk sosial
yang stabil dan mapan, dan merupakan suatu sumber dari bentuk dan
gerakan baru, dan karena dalam arti sosiologis kharisma bersifat
kharismatik.19
Dalam perspektif Max Weber, kepemimpinan yang bersumber dari
kekuasaan luar biasa disebut kepemimpinan kharismatik atau
charismaticauthority. Kepemimpinan jenis ini didasarkan pada
identifikasi psikologis seseorang dengan orang lain. Kepemimpinan
kharismatik didasarkan pada kualitas luar biasa yang dimiliki oleh
seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk
mengidentifikasi daya tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus
menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang
dimiliki adalah anugerah Tuhan. Max Weber mengidentifikasi sifat
18
Widdah, dkk. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah,
(Bandung: Alfabeta, 2012), 206. 19
Thomas F.O, Sosiologi Agama (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), 43.
19
kepemimpinan ini dimiliki oleh mereka yang menjadi pemimpin
keagamaan.20
Istilah kharismatik menunjuk kepada kualitas kepribadian,
sehingga ia dibedakan dengan orang kebanyakan. Ia dianggap, bahkan
diyakini, memiliki kekuatan supranatural, manusia serba istimewa.
Kehadiran seseorang yang mempunyai tipe seperti itu dipandang sebagai
seorang pemimpin, yang meskipun tanpa ada bantuan orang lain pun, ia
akan mampu mencari dan menciptakan citra yang mendeskripsikan
kekuatan dirinya. Sehubungan dengan ini Weber menyatakan: Seringkali
seseorang dianggap memiliki kharisma karena terdapat yang mempercayai
bahwa ia mempunyai kekuatan dan kemampuan luar biasa dan
mengesankan di hadapan masyarakat. Karenanya yang bersangkutan
sering berpikir tentang sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk
mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang
dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang mempunyai
kharisma tidaklah mengharuskan semua bentuk karakteristik melekat
utuh padanya. Baginya yang penting adalah sifat-sifat luar biasa yang
dianggap orang lain sebagai atribut dari orang itu. Para pengikut
pemimpin kharismatik sering bersikap labil dan mudah berubah. Hingga
batas tertentu mereka sangat loyal dan loyalitasnya nyaris mengabaikan
20
Ibid, 56.
20
kewajiban kerjanya dan menjual sesuatu untuk mengikuti anjuran
pemimpinnya.21
Dengan demikian antara pemimpin dan pengikut terkonstruksi
hubungan erat, layaknya sebuah keluarga, dan hubungan demikian, juga
terjalin di antara sesama pengikut dalam komunitas tersebut.Pada
hakikatnya, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan, dan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-
tugas yang harus dilaksanakannya.22
Berdasarkan pengertian kharisma
dan pemimpin yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat
dijelaskan mengenai pengertian kepemimpinan kharismatik.
Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai sebuah
kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki pemimpin, sehingga
menimbulkan rasa hormat, segan, dan kepatuhan orang-orang yang
dipimpinnya. Dengan kata lain, pemimpin kharismatik diterima sebagai
seorang yang istimewa oleh pengikutnya. Karena pengaruh kepribadian
21
Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat
(ISLAMICA, Vol 1 No. 2 Maret 2007), 116.
22 Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
Profesional: Panduan Quality bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan (Yogyakarta: DIVA Press,
2009), 92.
21
pemimpin dapat menimbulkan kepercayaan bagi para pengikutnya, maka
semua pendapat dan keputusan sang pemimpin dipatuhi oleh pengikut
dengan rela dan ikhlas.
House mengajukan sebuah teori untuk menjelaskan kepemimpinan
kharismatik dalam hubungannya dengan sejumlah teori yang dapat diuji
dan dapat diobservasi. Indikator kharisma menurut House, di antaranya
adalah:
a. Ditinjaudari segi pengikut (bawahan) dari pemimpin yang kharismatik,
maka pengikut akan memiliki sikap: sangat patuh kepada pemimpin,
merasakan bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin benar, tunduk
kepada pemimpin dengan senang hati, merasa sayang kepada
pemimpin, terlibat secara emosional dalam organisasi, percaya bahwa
dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan organisasi, serta
memiliki kinerja tinggi.
b. Ditinjau dari segi pemimpin, maka pemimpin yang kharismatik
mempunyai sifat berikut: mempunyai pengaruh yang besar bagi para
pengikutnya; mempunyai kekuasaan dan percaya diri yang tinggi;
mempunyai pendirian dan keyakinan yang kuat; memiliki visi, misi,
cita-cita dan aspirasi-aspirasi yang nantinya dapat dirasakan oleh
22
semua pengikutnya; berperilaku baik, dapat memberikan teladan yang
baik dan juga memberikan motivasi bagi para pengikutnya.23
Dominasi kekuasaan kiai yang mutlak di pesantren atau lembaga
pendidikan ini dipandang sebagai penindasan bila ditinjau dari perspektif
baru pendidikan yakni sebagai upaya pembebasan. Seperti yang dikatakan
M.Rusli Karim bahwa pendidikan Islam mempunyai arti pembebasan
manusia. Dominasi kekuasaan Kiai secara sosiologis menciptakan
hubungan superordinasi dan subordinasi, hierarki atas bawah, penguasa
penguasa yang dikuasai dapat menimbulkan konflik dan paksaaan dan
kekerasan, namun hubungan-hubungan tersebut tidak menimbulkan apa
yang seharusnya terjadi karena kekuasaan ideologis itu berhasil ditarik ke
dalam kesadaran mistifikasi kekuasaan tersebut.
Johan Galtung menjelaskan bahwa kekuasaan akan menjadi suatu
kekerasan apabila kondisi relasi sosial tidak seimbang. Dalam konteks
pesantren, kecenderungan akan hal ini merupakan implikasi dari posisi
santri yang lemah dan posisi kiai yang kuat. kekuasaan yang memaksa
dan menekan dapat diartikan dengan kekerasan. kekerasan dapat dilihat
dengan bertitik tolak pada prinsip bahwa manusia harus berkembang
sesuai dengan potensi pribadinya. Oleh sebab itu setiap manusia atau
individu mempunyai hak untuk berkembang dan untuk merealisasikan
23
Chusmaidi Syarief Romas, Kekerasan Dikerajaan Surgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai dari
Mitos Wali hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wacana, 2003), 112.
23
dirinya. Keduanya merupakan hak yang tidak bisa dicabut dan merupakan
nilai-nilai yang dituju dari setiap gerak hidup manusia. Apapun yang
menghalangi pertumbuhan dan perkembangan pribadi atau individu dapat
dikatakan sebagai tindakan kekerasan atas manusia.24
Sisi negatif dari kepemimpinan kharismatik adalah pemimpin
menggunakan kekuatan mereka untuk menginspirasi dan membimbing
pengikutnya pada tindakkan destruktif, egois dan kejam. Contoh dari
pemimpin kharismatik yang membawa pada kerusakan adalah Adolf Hitler
dan Osama bin Laden. Akan tetapi baik buruknya kepemimpinannya tentu
bergantung bagaimana kepribadian dari seorang pemimpin sendiri.
Apabila kemampuannya itu diarahkan kepada tindakan yang positif,
tindakan yang membangun, seperti kepemimpinan kiai dalam pesantren
yang tentu dalam memimpin menganut pada Nabi Muhammad Saw, yaitu
melalui Al-Quran dan Hadits.
Lembaga pendidikan, termasuk juga pondok pesantren,
membutuhkan seorang pemimpin. Sebab, pemimpin itu sendirilah sosok
penggerak dan inspirator dalam merancang dan mengerjakan kegiatan.25
Sebagai pemimpin sebuah pondok pesantren, seorang Kiai dapat
memberikan pengaruh yang besar bagi para santri, pondok pesantren,
24
Ibid, 124.
25Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
Profesional: Panduan Quality Control bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan (Yogyakarta:DIVA
Press, 2009), 91.
24
maupun lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren, diantaranya
karena dua faktor, yakni kharisma dan kekuatan ekonomi yang dimiliki
oleh sang kiai. Tanpa kharisma, seorang kiai tentu akan kesulitan dalam
menciptakan pengaruh, dan kekuatan kharisma semata tidak akan cukup
untuk membangun otoritas pengaruh sosial seorang kiai di tengah
masyarakat.26
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Stoner, bahwa
semakin banyak jumlah sumber kekuasaan (untuk memberikan pengaruh
pada lingkungan sekitarnya). yang dimiliki oleh seorang pemimpin, maka
akan semakin besar pula potensi kepemimpinan yang efektif.27
Jadi, sifat
kharismatik dan kekuatan ekonomi bersinergi membentuk kekuatan
pengaruh kiai di lingkungan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Tradisi sufisme (tradisi yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang
berorientasi pada kehidupan dunia fana) di lingkungan para pemuka agama
Islam (termasuk kiai), karena pengaruh kemajuan zaman, tidak diartikan
secara kaku. Bahwa, seorang kiai tidak dilarang untuk mencari kekayaan
duniawi. Tidak sedikit dari kiai yang menganggap bahwa kekayaan
merupakan sesuatu yang penting maknanya dalam kehidupan, sekalipun
26
Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim
Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), 87-97. 27
Jamal Ma’mur Asmani,Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
Profesional: Panduan Quality Control bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan, 92-93.
25
selalu disampaikan pula dengan selingan argumen bahwa kekayaan itu
untuk mendukung syiar agama Islam.28
Kebutuhan hidup kiai dan keluarganya dapat dipenuhi dari bisnis
yang dilakukan kiai. Kharisma berbeda dengan wibawa. Dalam KBBI,
didefinisikan bahwa kharisma adalah keadaan atau bakat yang
dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal
kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa
kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang
didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Sedangkan dalam KBBI,
wibawa diartikan sebagai pembawaan untuk dapat menguasai dan
mempengaruhi dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang
mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.29
Adapun karakteristik utama dari kepemimpinan kharismatik:
a) Percaya diri. Mereka benar-benar percaya akan penilaian dan
kemampuan mereka.
b) Suatu Visi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu
masa depan yang lebih baik. Makin besar tujuan maka makin besar
kemungkinan bahwa pengikut akan menghubungkan visi yang luar
biasa itu pada si pemimpin.
28
Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim
Kembar di Madura, 97-102. 29
Ibid, 114.
26
c) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gambling. Mereka
mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata yang
dapat dipahami oleh orang lain. Artikulasi ini menunjukkan suatu
pemahaman akan kebutuhan akan pengikut dan karenanya,
bertindak sebagai suatu kekuatan motivasi.
d) Keyakinan kuat mengenai visi itu. Pemimpin kharismatik sebagai
orang yang berkomitmen kuat, bersedia mengambil risiko pribadi
yang tinggi, mengeluarkan biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam
pengorbanan untuk mencapai visi itu.
e) Perilaku yang diluar aturan. Mereka dengan karisma ikut serta
dalam perilaku yang dipahami sebagai baru, tidak konvensional,
dan berlawanan dengan norma-norma. Bila berhasil, perilaku ini
menimbulkan kejutan dan kekaguman para pengikutnya.
f) Dipahami sebagai agen perubahan. Pemimpin kharismatik
dipahami sebagai agen perubahan yang radikal.
g) Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian
yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menghasilkan perubahan.30
4. Konsep Kepemimpinan Kiai
a. Pengertian Kiai
30
Veitsal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun SuperLeadership
Melalui Kecerdasan Spiritual (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 123-124.
27
Istilah kiai memiliki arti sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai
di agama Islam).31
Kiai merupakan gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik
kepada para santrinya.32
Keberadaan kiai sebagai pemimpin pesantren, ditinjau daritugas
dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang
unik. Dikatakan unik, kiai sebagai pemimpin sebuah lembaga
pendidikan islam tidak sekedar bertugas menyusun kurikulum,
membuat peraturan tata tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus
melaksanakan proses belajar mengajar yang berkaitan dengan ilmu-
ilmu agama di lembaga yang diasuhnya, melainkan bertugas pula
sebagai pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin
masyarakat.33
Tholhah hasan dan Sugeng Haryanto berpendapat bahwa
kepemimpinan kiai umum tampil dalam empat dimensi, yaitu: 1).
Sebagai Pemipin masyarakat (community leader), jika tampil sebagai
organisasi masyarakat atau organisasi politik, 2). Pemimpin keilmuan
(intelectual leader), dalam kapasitasnya sebagai guru agama, pemberi
31
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 565. 32
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Kiai (Jakarta :
LP3E, 1982), 55. 33
Mardiyah,Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya
Media Publising, 2013), 55.
28
fatwa, rujukan hukum, 3). Pemimpin kerohanian (Spiritual leader),
apabila kiai memimpin kegiatan peribadatan atau menjadi mursyid
thariqat, 4). Pemimpin administrative (Administration leader), jika kiai
berperan sebagai penanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan,
Pondok Pesantren badan-badan kemasyarakatan lainya.34
Keunikan lain kepemimpinan kiai adalah karisma yang dimiliki
oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan
dalam lingkungannya. Kedudukan kiai seperti itu, sesungguhnya
merupakan patrol, tempat bergantung para santri. Karena kewibawaan
kiai, seorang murid tidak pernah (enggan) membantah apa yang
dilakukan kiai. Kedudukan santri adalah client bagi dirinya. Hubungan
pemimpin dan yang dipimpin dalam budaya seperti itu, setidaknya
melahirkan hubungan kepemimpinan model patrol-clien relation-
shipyang telah di dikemukakan oleh James C. Scott.35
5. Kecerdasan Spiritual
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerdas dapat
diartikan sebagai kesempurnaan perkembangan akal budi (ketajaman
34
Sugeng Haryanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok
Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren Sidogiri-Pasuruan), (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2012), 72. 35
Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 1999), 78-79.
29
pikiran),36
yang memiliki pengertian sangat luas sehingga cerdas tidak
hanya diartikan secara sempit yakni IQ (Intelegensi Quotient) sebagai
satu-satunya rumusan taraf kecerdasan. Banyak orang tua beranggapan
apabila IQ rendah, maka anak tersebut bodoh, padahal jauh dari itu
taraf kecerdasan sebenarnya beraneka ragam bentuknya tergantung
pada wilayah kecerdasannya37
Kecerdasan spiritual baru dibicarakan pada tahun 2000,
dipelopori oleh Danah Zohar dan Ian Marsal, pasangan suami istri dari
Harvard dan Oxford University. Dalam bahasa yang mudah, kecerdasan
spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mengenal Allah
(ma’rifatullah). Dengan mengenal Allah manusia akan sukses dalam
hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebab akan
mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah, dan mengembalikan
apapun hasilnya kepada Allah.38
Menurut Sineter, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
mendapat inspirasi dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi,
penghayatan ketuhanan yang didalamnya manusia menjadi bagian.
Sedangkan Muhammad Zuhri menyatakan bahwa SQ adalah
kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan.
36
DEPDIKBUT, Kamus BesarBahasa Indonesia 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 186. 37
Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), 2. 38
Muhammad Albani, Kapita Selekta Upaya Mewujudkan Pendidikan Yang Berkualitas Menjadi Realitas di Era Pasar Bebas (Kartasura: Sinar Mulia, 2007), 23.
30
Menurutnya potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi
oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainya.
Psikologi Islam sendiri mendefinisikan kecerdasan spirtual (SQ)
sebagai kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas batin
seseorang.39
Oleh karena itu, kecerdasan dalam diri seseorang
mendorong teraktualisasinya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang
semata-mata tidak mengutamakan kebutuhan material, melainkan
merupakan pengembangan kebutuhan spiritualitas.
Kecerdasan manusia dapat dipengaruhi oleh pengalaman sehari-
hari, kesehatan fisik dan mental, porsi latihan yang diterima, ragam
hubungan yang dijalin, dan berbagai faktor lain. Ditinjau dari segi ilmu
saraf, semua sifat kecerdasan itu bekerja melalui, atau dikendalikan
oleh otak beserta jaringan sarafnya yang tersebar diseluruh tubuhnya.40
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
berarti tidak hanya melingkupi satu aspek saja melainkan banyak aspek
sesuai dengan sifat bawaan atau pengaruh lingkungan. Secara devinitive
kecerdasan dapat dikatakan dengan daya reaksi atau penyesuaian yang
tepat, baik secara fisik maupun mental terhadap pengalaman-
pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah
39
Abdul Murjib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 329.
40Danah Zohar dan Lan Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2001), 35.
31
dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta-fakta atau
kondisi yang baru.
Sedangkan spiritual yaitu kecerdasan dalam diri seseorang yang
mampu membantu menemukan dan mengembangkan bakat bawaan,
otoritas batin, kemampuan membedakan antara yang benar dan salah
serta kebijaksanaan.41
Bila dua kata tadi (kecerdasan dan spiritual) digabungkan maka
akan membentuk suatu kajian ilmu yang mempunyai makna yang
sangat mendalam, karena dengan adanya kecerdasan spiritual seseorang
dapat mersakan hidupnya akan lebih bermakna.
Kecerdasan spiritual harus ditekankan dalam pendidikan Islam,
karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada
bagian dalam diri dan yang berhubungan dengan kearifan di luar ego
dan jiwa sadar serta yang berkaitan dengan pencarian nilai.42
Dalam
konsep ajaran Islam, permasalahan-permasalahan yang senantiasa
dihadapi oleh setiap manusia tidak akan pernah terlepas dengan
persoalan-persoalan mental atau kejiwaan yang berhubungan dengan
lingkungan yang bersifat horizontal saja, akan tetapi juga mencakup
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan spiritual atau ruhaniah
dan keyakinan religiusitas. Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam
41
Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, 42. 42
Syamsul Ma’arif, Revitalisme Pendidikan Islam, 139.
32
Al-quran dan As-sunnah, manusia mempunyai dua sisi kehidupan,
yakni kehidupan jasmaniah dan ruhaniah, lahir dan batin, atau dunia
dan akhirat. Maka konsekuensinya adalah pasti ia memiliki
permasalahan-permasalahan kehidupan yang berhubungan antara
dirinya dengan Tuhannya dan antara dirinya dengan lingkungannya di
dalam kehidupan dunia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S
Ali Imran ayat 112:
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada,
kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah
dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali
mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi
kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang
benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.” (Q.S Ali Imran: 112)43
43
Q.S Ali Imran : 112.
33
Dari ayat di atas tersirat makna dan spirit tentang kecerdasan
yang ada dalam diri manusia. Manusia akan meperoleh kehinaan,
kehancuran dan kehilangan makna hidup yang bermakna di mana saja,
kecuali ia memiliki kemampuan berinteraksi, beradaptasi dan
berintegrasi dengan Tuhannya dan manusia secara baik dan benar.44
Menurut Danah Zohar dan dan Marshall, kecerdasan spiritual
(SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memcahkan persoalan
makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lain.45
Membangun spiritualisme adalah usaha melakukan penyegaran
mental atau ruhani berupa keyakinan, iman, ideologi, etika, dan
pedoman atau tuntunan. Membangun spiritualisme dapat dilakukan
dengan berbagai media, salah satunya adalah dengan membangun
spiritualisme yang bersumber dari agama yang dinamakan
“spiritualisme religius”.46
44
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian; Prophetic Psychology (Yogyakarta:
Fajar Media Press, 2012), 578-579. 45
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT.Mizan Pustaka,
2007), 4. 46
Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 49.
34
Perubahan SQ (kecerdasan spiritual) dari yang rendah ke yang
lebih tinggi dapat dilakukan dengan upaya kita dalam menyadari di
mana kita sekarang. Misalnya bagaimana situasi kita saat ini? Apakah
konsekuensi dan reaksi yang ditimbulkan? Apakah anda
membahayakan diri sendiri atau orang lain? Langkah ini menuntut
kita untuk menggali kesadaran diri, yang pada gilirannya menuntut
kita menggali kebiasaan merenungkan pengalaman. Banyak diantara
kita tidak pernah merenung. Kita hidup dari hari ke hari, dari aktivitas
ke aktivitas dan seterusnya. SQ yang lebih tinggi berarti sampai pada
kedalaman dari segala hal, memikirkan segala hal menilai diri sendiri
dan perilaku dari waktu ke waktu. Paling baik dilakukan setiap hari.
Ini dapat dilakukan dengan menyisihkan beberapa saat untuk berdiam
diri bermeditasi setiap hari, atau sekedar mengevaluasi setiap hari
sebelum anda jatuh tertidur di malam hari.47
47
Agus Nggermanto, Quantum Quoient (kecerdasan Quantum): Cara Cepat Melejitkan IQ,
EQ, dan SQ Secara Harmonis (Bandung: Nuansa, 2008), 143-145.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan
kajian yang mendalam guna memperoleh data yang lengkapdan terperinci.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai
Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah dengan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang ditunjukan untuk
mendiskripsikan dan menganalisis, fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun
kelompok.1
Peneliti menerapkan pendekatun kualitaif ini berdasarkan beberapa
pertimbangan: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan. Kedua metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
1 Dedi Mulyana, Metode Penelitian Kuaitatif, Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan
migogial tainnya (Bandung: PT Remaja Kosda Karys, 2004), 180.
36
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Dengan demikian,
peneliti dapat memilah-milah sesuai fokus penelitian yang telah disusun,
peneliti juga dapat mengenal lebih dekat dan menjalin hubungan baik dengan
subjek (responden) serta peneliti berusaha memahami keadan subjek dan
senantiasa berhati-hati dalam penggalian informasi sebjek sehingga subjek
tidak merasa terbebani.2
a. Jenis Penelitian
Jika dilihat dari lokasi penelitiannya, maka jenis penelitian ini
merupakan jenis penelitian lapangan field research). Menurut
Suryasubrata, penelitian lapangan bertujuan "mempelajari secara intensif
latar belakang, keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit
sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat" Penelitian yang
dilakukan ini adalah merupakan penelitian lapangan, karena objek yang
diteliti adalah Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Jenis
penelitian ini termasuk penelitian studi kasus tentang upaya pembentukan
akhlak melalui keteladanan guru. Studi kasus adalah penelitian yang
menidentifikasi satu kasus yang spesifik Kasus ini dapat berupa identitas
2 Ibid, 180.
37
yang kongkret, misalnya Individu, Kelompok kecil, Organisasi, atau
Kemitraan.3
B. Kehadiran Peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dípisahkan dari pengamatan berperan
serta, sebab peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Karena
itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument kunci, partisipan
penuh sebagai penunjang sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang
lain sebagai penunjang.
Dalam penelitian ini, peneliti yang menentukan setiap tahap langkahnya,
apakah peneliti melanjutkan partisipannya dalam kegiatan atau tidak. Peneliti juga
menentukan data yang dibutuhkan selama berada di lapangan, berperan serta pada
dasarnya berarti mengadakan pengamatan dengan mendengarkan secara secermat
mungkin sampai sekecil-kecilnya pun. Pengamatan serta sebagai penelitian yang
bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara penelitian
dengan subjek dalam lingkungan subjek.4
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Penelitian ini
dilaksanakan di lokasi ini karena waktu penajakan awal di lokasi, penulis
3 Jhon W Creswell, Penelitian Kualitatitf & Desain Riset trj (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), 137.
4 Ibid, 117.
38
menemukan beberapa alasan logis diantaranya Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah
merupakan lembaga pendidikan yang berbasis Islam sudah tentu dalam
pembelajarannya banyak memuat nilai-nilai tentang kecerdasan spiritual tidak
hanya dalam bentuk pembelajarannya namun seorang guru atau kiai juga
memberikan keteladanan akhlak yang baik serta bagus dan tidak menyimpang dari
agama Islam.
D. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian kualitatif ada dua, yaitu sumber data
primer dan sumber data skunder.5 Sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti), semisal kiai, guru
yang sekaligus sebagai teladan atau contoh. Sedangkan sumber data skunder
merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data (peneliti), misalnya lewat orang lain atau hasil observasi lapangan dan
dokumentasi berupa data profil Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural
setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
5 Sugiyono, Metode Peneitian Pendidikan Pendetaian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2006), 308
39
lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation), wawancara
mendalam (indepth interiview) dan dokumentasi.6
Teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara
mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik ini penting digunakan, sebab bagi
peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila
dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan observasi
pada latar di mana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk
melengkapi data, diperlukan dokumen (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau
tentang subjek).7
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan:
a. Observasi
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang diteliti.
Observasi dapat dilakukan langsung maupun tidak langsung. Metode ini
digunakan untuk mencatat dan mengamati hal-hal yang diperlukan dalam
penelitian.8
6 Ibid, 309.
7 Tim Penyusun Pedoman Skripsi STAIN, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Panorogo
(Ponorogo: STAIN Press 2017), 46.
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research 11, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit UGM, l 981), 136.
40
Dalam penelitian kualitatif, observasi dapat dibedakan berdasarkan peran
peneliti menjadi observasi partisipan (participam observation) dan observasi non
partisipan (non-participant observation).9 Dan dalam penelitian ini digunakan
teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktivitas-aktivitas sehari-hari
obyek penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan cara
observasi digunakan untuk menggali data terkait dengan Kepemimpinan
Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes
Salafiyah Al-Barokah.
b. Wawancara
Wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih
yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10
Teknik wawancara yang dilakukandalam penelitian ini adalah: (a) wawancara
terstruktur, artinya dalam penelitian ini peneliti telah menyiapkan instrument
penclitian berupapertanyaan-pertanyaan tertulis.11
(b) wawancara mendalam,
9 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011), 39.
10Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan ilmu
Sosial Lainnya, 180. 11
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 195.
41
artinya peneliti mengajukan pertanyaan secara mendalam yang berhubungan
dengan fokus permasalahan.
Dalam penelitian ini menggunakan wawancara terbuka karena cara
demikian sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka,
jadi para subjek atau pelaku kejadian mengetahui bahwa mereka sedang di
wawancara dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut.12
Hasil wawancara dari masing-masing informan akan ditulis lengkap
dengan kode-kode dalam transkip wawancara, orang yang diwawancarai dalam
penelitian ini adalah kiai, guru, pengurus di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan wawancara
digunakan untuk menggali data tentang kepemimpinan kharismatik kiai dalam
membimbing para santri serta untuk mengetahui keadaan kecerdasan spiritual
santri dan menggali data tentang hambatan terhadap mendidik santri di Pon.Pes
Salafiyah Al-Barokah.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, karya dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya: catatan harian, sejarah kehidupan, cerita geografi. Sedangkan
12
Ibid., 137.
42
dokumentasi uang berbentuk gambar misalnya foto, sketsa dan lain-lain.13
Teknik
ini digunakan oleh peneliti untuk melengkapi dan mendukung hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan.
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber
non insane, sumber ini terdiri dari dokumentasi dan rekaman. Sebagai setiap
tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau individual atau organisasi
dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan "dokumentasi"
digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman.14
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data melalui dokumentasi untuk
melengkapi dan mendukung hasil observasi berupa profil Pon.Pes Salafiyah Al-
Barokah Mangunsuman, Siman.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses sitematis pencarian dan pengaturan
transkrip wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan oleh peneliti untuk meningkatkan pemahaman diri sendiri mengenai
materi-materi tersebut.
Menurut Miles dan Huberman ada tiga macam kegiatan dalam analisisdata
kualitatif, yaitu:
13
Ibid., 91. 14
Lexy J Mealong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), 161.
43
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul
dari catatan-catatan terus-menerus selama kegiatan penelitian yang berorientasi
kualitatif berlangsung.15
Analisis data yang dikerjakan peneliti selama proses reduksi data adalah
misalnya melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, mana yang
dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar dari
cerita-cerita apa yang sedang berkembang.
15
.M. Djunaidi Ghony &Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2012), 307.
Pengumpulan
data
Reduksi
data
Penyajian
data
Kesimpulan:
penarikan/verifikasi
44
Dalam penelitian ini pada tahap reduksi data peneliti memilih data-data
yang ditemukan di lapangan dipilih yang dapat menjawab rumusan masalah yang
ada.
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam
bentuk table, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah di fahami.16
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Yang paling sering diigunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami terscbut.17
16 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 341.
17 Ibid., 341
45
c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel18
.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada sebelumnya dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya. masih remang-remang
18
Ibid., 345.
46
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori.19
G. Pengecekan Keabsahan Temuarn
Keabsahan merupakan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar
merupakan variable yang ingin diukur. Keabsahan dalam penelitian ini dapat
dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat, yaitu dengan triangulasi dan
ketekunan pengamatan. Adapun penjelasannya sehagai berikut:
a. Triangulasi yaitu tcknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan
sesuatu yang lain diluar data ituuntuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding data itu. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data, seperti
dokumen, hasil observasi, hasil wawancara dengan mewawancarai lebih dari satu
subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.20
Triangulasi yang
penulis gunakan ada dua jenis, yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Dimana penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama yang dinamakan tiangulasi teknik.
Sedangkan triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber
yangberbeda-beda dengan teknik yang sama. Tujuan dari triangulasi adalah untuk
19
Ibid., 345. 20
Afifidin dan Beni Ahmad Saebani, Merodologi Penelitian Kualtaitf (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009), 184.
47
mengecek data-data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi agar data yang
diperoleh valid.
b. Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menemukan
cirri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan
atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusakan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.21
H. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ada tiga tahapan ditambah tahapan
terakhir dari penelitian, yaitu: tahap penulisan laporan hasil penelitian. (1) tahap-
tshap pra lapangan meliputi: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan
penelitían, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaun lapangan, memilih
dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan
menyangkut etika penelitian, (2) tahap pekerjaan lapangan yang meliputi:
memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan
serta sambil mengumpulkan data, (3) tahap analisis data, meliputit analisis selama
dan setelah pengumpulan data, (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.
21
Lexy 1 Maelong, Metodologl Penelitian Kualitaif, 177.
48
BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi Data Umum
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman
Siman Ponorogo
Pondok pesantren Al-Barokah merupakan suatu lembaga yang
didirikan oleh KH Imam Suyono. Lembaga ini berawal dari majelis ta’lim Al-
Barokah yang berdiri sejak tahun 1987. Pada saat itu ada 5 mahasiswa IAIN
Sunan Ampel (sekarang IAIN Ponorogo) yang berdomisili di rumah KH
Imam Suyono, diantaranya berasal dari Banyuwangi, Pacitan dan Sukorejo.
Pada saat itu KH Imam Suyono berdakwah dari majelis satu ke majelis
lainnya. Majelis tersebut antara lain:
a) Majelis malam rabu (bapak-bapak) yang dilaksanakan bergilir dari rumah
satu ke rumah yang lain.
b) Majelis malam sabtu (ibu-ibu) yang dilaksanakan di MI Ma’arif
Mangunsuman.
c) Majelis manakib sewelasan. Dari majelis ini lah majelis ta’lim Al-Barokah
Manakib Syekh Qodir Al-Jailani malam sabtu legi berkembang hingga
sekarang.
49
d) Majelis puncak yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram.1
Pada tahun 1990 ada jamaah yang mengusulkan lebih baik acara
majelisnya pindah di ndalem KH Imam Suyono dan usulan tersebut diterima.
Dari sinilah akhirnya muncul pengajian rutin sejenis Madrasah Diniyah yang
dilaksanakan ba’da maghrib. Pengajian rutin itu diikuti oleh warga sekitar
yang tidak bermukim di ndalem KH Imam Suyono yang terdiri atas pemuda
dan pemudi mulai SD hingga kuliah. Lama kelamaan pengajian rutin itu
melemah dan akhirnya hilang dikarenakan pemuda dan pemudi tersebut
setelah lulus pendidikan formal, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk
bekerja di luar wilayah.2
Pada tahun 2009 ada sekitar 30 santri yang berdomisili di ndalem
KH Imam Suyono. Mereka adalah santri dari Darul Huda Mayak Tonatan
Ponorogo. Alasan mereka pindah adalah mengikuti anjuran dari Gus Khozin
(menantu KH Imam Suyono) yang pada saat itu merupakan guru Bahasa
Inggris di Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Tetapi setelah 2 bulan
berdomisili di ndalem KH Imam Suyono, ada sebagian dari mereka yang
kembali lagi ke Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
dengan alasan masih betah di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan
Ponorogo dan tidak dizini boyong oleh Kyai nya. Sejak saat itu lah pondok
1Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 01/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 2Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 02/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
50
pesantren Al-Barokah Mangunsumaan Siman Ponorogo ini berkembang
hingga sekarang. Hingga saat ini santri di pondok pesantren Al-Barokah
Mangunsuma Siman Ponorogo berjumlah sekitar 200 santri.3
2. Biografi Kiai Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman
Ponorogo
Nama lengkap pengasuh pondok pesantren Al-Barokah ialah KH.
Imam Suyono yang dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1956 di Ponorogo,
Beliau anak pertama dari tujuh bersaudara terlahir dari bapak Sarkun dan ibu
Tuminem. Dalam perjalanan menuntut ilmu beliau pertama kali mondok di
Pondok pesantren Mamba’ul Hikmah yang diasuh oleh KH Maghfur
Hasbullah dan diantara guru-guru beliau ialah KH Syansul Huda Kertosari
Babadan Ponorogo, KH Khirsudin Hasbullah Coper pengasuh pondok
Dipokerti, KH Muhaiat Syah Kertosari, KH Fathur Pulung Pengasuh pondok
Fathul Ulum, KH Mahfud Oro-oro ombo Madiun, KH Nur Salim Malang,
KH Muklas Joresan, KH Ma’sum Kedung Gudel Ngawi, KH Mad Watu
Congkol, KH Dalhar Muntilan Magelang.4
3. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman Ponorogo
terletak di Jalan Kawung No. 84 Kelurahan Mangunsuman-Siman Ponorogo.
3Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 03/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 4 Lihat Transkip Wawancara nomor, 01/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
51
Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman Ponorogo tidak dilewati
jalan besar sehingga suasana belajarnya jauh dari keramaian dan nyaman.
Letak pertokoan tidak jauh dari lokasi, sehingga mempermudah santri untuk
mencukupi kebutuhan.5
4. Visi dan Misi
Visi:
Unggul dalam beriman, bertakwa, berbudi luhur, berbudaya lingkungan,
berdasarkan Al-Qur’an, hadits dan ulama’ salaf.
Misi:
a) Melaksanakan shalat jama’ah lima waktu.
b) Membaca Surah Yasin setelah shalat jama’ah Shubuh dan Maghrib.
c) Melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
d) Mengemban amanah ulama’ salaf.
e) Mengabdi kepada masyarakat.
f) Mengamalkan amalan yang terkandung dalam kitab kuning.6
5. Sarana dan Prasarana
Sarana yang ada di Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman
Siman Ponorogo adalah kitab, papan tulis, meja, spidol, absen dan lain-lain
yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar di pondok. Sedangkan
5Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 04/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 6Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 05/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
52
prasarananya terdiri dari masjid, gedung putri, gedung putra, kamar mandi,
toilet, dapur umum, lapangan, tempat parkir, tempat jemuran.7
6. Keadaan Ustadz dan Santri
Kriteria ustadz dalam pondok pesantren tentunya adalah alumni
pesantren. Hal ini dikarenakan alumni pesantren dinilai sudah memahami
keadaan di pesantren dan memahami ilmu yang diajarkan di pesantren.
Ustadz di pondok pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman Ponorogo ada
12 Ustadz. Ustadz tersebut semua merupakan alumni pondok pesantren
ternama, yaitu: Lirboyo, Al-Hasan, Al-Islam Joresan, dan lain-lain. Santri
yang berada di pondok pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman
Ponorogo kebanyakan adalah mahasiswa IAIN Ponorogo yang datang dari
berbagai wilayah yang ada di Indonesia yang berjumlah sekitar 200.8
7. Kegiatan Pondok
Kegiatan di pondok pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman
Ponorogo ada 2, yaitu formal dan non formal. Kegiatan formalnya adalah
madrasah diniyah ibtidaiyah. Sedangkan kegiatan non formalnya adalah
habsyi, manakib, pengabdian masyarakat, kursus dan pelatihan karya ilmiah,
penyuluhan kesehatan, berjanjen dan simaan Al-Qur’an setiap minggu legi.9
7Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 06/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 8Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 07/D/20-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 9Lihat Transkip Dokumentasi nomor, 08/D/09-20/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
53
B. Deskripsi Data Khusus
1. Kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo
Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan
menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau
kelebihan yang dimiliki pemimpin, sehingga menimbulkan rasa
hormat, segan, dan kepatuhan orang-orang yang dipimpinnya. Dengan
kata lain, pemimpin kharismatik diterima sebagai seorang yang
istimewa oleh pengikutnya. Karena pengaruh kepribadian pemimpin
dapat menimbulkan kepercayaan bagi para pengikutnya, maka semua
pendapat dan keputusan sang pemimpin dipatuhi oleh pengikut dengan
rela dan ikhlas.10
Menurut House, Pemimpin yang kharismatik mempunyai sifat
berikut: mempunyai pengaruh yang besar bagi para pengikutnya;
mempunyai kekuasaan dan percaya diri yang tinggi; mempunyai
pendirian dan keyakinan yang kuat; memiliki visi, misi, cita-cita dan
aspirasi-aspirasi yang nantinya dapat dirasakan oleh semua
pengikutnya; berperilaku baik, dapat memberikan teladan yang baik
dan juga memberikan motivasi bagi para pengikutnya.
Kepemimpinan kiai sangat berpengaruh untuk kemajuan pondok
pesantren. Tentunya dengan adanya kesiapan pribadi yang tinggi untuk
10
Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat, 116.
54
bertugas, yakni kemauan untuk mengabdikan kehidupan pribadinya demi
tugasnya di pesantren. Karena kiai adalah orang yang paling di segani
oleh semua kalangan dipesantren, baik itu guru, pengurus maupun santri.
Dalam hal ini kiai sangat berperan dalam memimpin pondok pesantren
untuk menjadikan santri menjadi pribadi yang baik.
Kegiatan KH Imam Suyono dalam mendidik santri, setiap waktu
subuh beliau dengan sabar membangunkan para santri untuk segera
megambil air wudlu untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah
dimasjid. Namanya juga santri, pasti ada santri yang sulit untuk
dibangunkan, ada juga malah yang sudah bangun pindah tempat terus
tidur lagi. Namun beliau, KH Imam Suyono dengan ketelatenan dan
kesabaranya dalam mendidik santri mendatangi lagi kamar-kamar santri
yang masih belum bangun untuk dibangunkan sampai bangun dan ikut
berjamaah sholat subuh di masjid. Setelah sholat subuh diteruskan
dengan mengaji wekton dengan para santri di masjid. Berlanjut mengajar
diniyah setelah magrib sampai isa’ sesuai dengan jadwal yang sudah
ditentukan.11
Berdasarkan realita diatas, Pondok Pesantren Al-Barokah
mempuanyai pengasuh yang telaten dalam mendidik para santri-
santrinya. Dan setiap kegiatan yang di perintah oleh kiai santri dengan
11
Lihat Transkip Observasi nomor, 01/O/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil penelitian
ini.
55
rasa tawwadu’ melaksanakanya. Menurut hasil wawancara dengan
Mohammad Irfan selaku lurah Pondok Pesantren Al-Barokah,
mengatakan:
“Abah itu orangnya berpribadi yang santun, penyabar, ringan tangan, dan
selalu menjaga keistiqomahan. Misalnya saat ada santri yang melanggar
aturan pondok mbah yai tidak langsung menegur anak itu, melainkan
dengan cerdas beliau sindir melalui bahasa dan bahasan yang halus
ketika mengajar para santri baik saat mengaji wekton maupun
diniyah.Sehingga para santri itu merasa sungkan sendiri saat mereka
akan melakukan pelanggaran.”12
Dalam setiap kegiatan di pondok KH Imam Suyono selalu
menekankan keistikomahan kepada para santri. Tidak cukup hanya
memberikan perintah saja dengan telaten beliau membimbing dan selalu
memberi contoh terlebih dahulu agar di tiru dan digugu oleh para santri.
Ungkapan dari Basyar Abdillah selaku sekertaris pondok:
“Yang pasti ya mas, mbah kiai itu orangnya lembut, halus, tidak kasar
terhadap para santri. Kalaupun marah cuma sebentar dan nggak terlalu,
sewajarnya manusia. Saat ada santri yang ketahuan ramai saat mengaji
beliau mengingatkan dengan bahasa yang halus. Seperti yang sering
beliau katakan, dari pada ramai lebih baik tertidur itu lebih karena tidak
mengganggu dalam proses mengaji.”13
Tentunya ini bisa dijadikan contoh bagi para santri untuk selalu
berbuat baik dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun. Karena Kiai
sudah memberikan pengajaran lengkap dengan praktiknya di pondok
pesantren.
12
Lihat Transkip Wawancara nomor, 01/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 13
Lihat Transkip Wawancara nomor, 02/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
56
Bapak Imam Nawawi selaku guru fikih menambahkan:
“Dalam membina para santri, KH Imam Suyono tidak membeda-
bedakan semua santrinya. Semua sama, baik santri mukim maupun santri
dari jamaah Al Barokah yang jumlahnya mencapai sekitar 3000 an santri
dan semua para santri itu patuh terhadap beliau. Misalnya ketika
mengadakan acara manaqiban di manapun itu tempatnya, jika beliau
sudah perintah santri dan jamaah untuk menghadiri acara tersebut, semua
dengan serentak akan hadir tanpa harus repot-repot memikirkan
transportasi dan biaya.”14
Bapak Sugiharto selaku guru nahwu juga menambahkan:
“Kiai itu orangnya dermawan, ketika ada acara di pondok utuk jamaah
maupun masyarakat sekitar pondok pasti ada jamuan makanan maupun
jajanan, seperti pengajian bapak-bapak maupun ibu-ibu setiap seminggu
sekali, pemberangkatan umroh maupun hormat krdatangan umroh di
masjid pondok, manaqiban ibu-ibu setiap satu bulan sekali, dan yang
saya bikin terkesan itu setiap hari raya idul fitri, setiap ada anak kecil
yang bersilaturahmi ke ndalem beliau pasti dikasih angpao meskipun
datang rombongan, semua pasti kebagian rata dikasih sama kiai”.15
Sesuai dengan pernyataan diatas kharisma kiai di pondok ini
mempunyai pengaruh yang besar. Bisa dilihat dari sikap santri
terhadapnya. Semua santri dan jamaah patuh terhadap kiai. Jika kiai
berkata santri tidak ada yang berani membantahnya. Kharisma KH Imam
Suyono tampak pada andapasor (sikap santri) santri terhadap Kiai yang
begitu menghormati. Tidak hanya kepada Kiai, tetapi juga pada
keluaranya (dzuriahnya). Kharisma KH Imam Suyono tersebut tidaklah
lepas dari tirakat dan ilmu yang dimilikinya.
14
Lihat Transkip Wawancara nomor, 03/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 15
Lihat Transkip Wawancara nomor, 04/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
57
2. Peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo
Sebagai pemimpin sebuah pondok pesantren, seorang Kiai dapat
memberikan pengaruh yang besar bagi para santri, pondok pesantren,
maupun lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren, diantaranya
karena dua faktor, yakni kharisma dan kekuatan ekonomi yang
dimiliki oleh sang kiai. Tanpa kharisma, seorang kiai tentu akan
kesulitan dalam menciptakan pengaruh, dan kekuatan kharisma semata
tidak akan cukup untuk membangun otoritas pengaruh sosial seorang
kiai di tengah masyarakat.16
Jadi, seorang pemimpin itu semakin banyak jumlah sumber
kekuasaan (untuk memberikan pengaruh pada lingkungan sekitarnya).
yang dimiliki oleh seorang pemimpin, maka akan semakin besar pula
potensi kepemimpinan yang efektif. Sifat kharismatik dan kekuatan
ekonomi bersinergi membentuk kekuatan pengaruh kiai di lingkungan
pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.
16
Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim
Kembar di Madura, 87-97.
58
Selain memimpin pondok, pengasuh pondok pesanten Al-Barokah KH
Imam Suyono memiliki usaha mebel UD Jati Kusuma untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya dan keluarganya.17
Adapun kondisi penyebab santri yang kurang baik di dalam maupun
diluar pondok adalah kurangnya tatakrama santri terhadap guru maupun
lingkungan, sehingga menyebabkan kurangnya hormat terhadap guru.
Hal ini berdasarkan ungkapan dari bapak Khasanuri selaku bendahara
yayasan pondok, yaitu:
“Secara pribadi, perilaku santri di pondok ini masih ada yang kurang
baik, terutama dalam hal tatakrama, disini santri masih berlaku sesuka
hatinya. Semisal, ada santri yang datang telat bahkan masih tidur
dikamar saat sholat berjamaah maupun saat mengaji.”18
Bapak Imam Khoirin menambahkan:
“Biasannya yaitu santri baru yang perilakunya kurang baik, mungkin
mereka belum terbiasa dengan peraturan-peraturan pondok. Biasanya
mereka baru memahami dan menjalankan aturan pondok ketika sudah
mukim lama di pondok. Seperti Adzan tanpa harus disuruh dan mudah
untuk menggerakan gotong royong membersihkan tampungan tempat
sampah misalnya.”19
Berdasarkan hasil wawancara ini, perilaku santri menunjukkan sangat
minimnya tatakrama mereka terhadap guru, padahal guru telah
memberikan contoh yang baik. Ini bukan karena santrinya yang kurang
memperhatikan gurunya, akan tetapi bisa jadi ini juga faktor dari
17Lihat Transkip Observasi nomor, 02/O/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil penelitian
ini. 18
Lihat Transkip Wawancara nomor, 05/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 19
Lihat Transkip Wawancara nomor, 06/W/18-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian in
59
lingkungan keluarganya.
Dari paparan diatas bahwasanya dalam lingkungan pendidikan
tentunya ingin memperoleh hasil yang sebaik mungkin, begitu pula peran
yang dilakukan kiai dalam membangun kecerdasan spiritual santri. Untuk
itu perlu adanya pengabdian dan kerja keras yang tinggi.
Membangun spiritualisme adalah usaha melakukan penyegaran mental
atau ruhani berupa keyakinan, iman, ideologi, etika, dan pedoman atau
tuntunan. Membangun spiritualisme dapat dilakukan dengan berbagai
media, salah satunya adalah dengan membangun spiritualisme yang
bersumber dari agama yang dinamakan “spiritualisme religius”.20
Menurut ungkapan bapak Mukhayan selaku sesepuh atau pengajar
yang sudah lama di Pondok Pesantren Al-Barokah, beliau mengatakan:
“Kiai itu dalam mendidik, mengasihi santrinya dan juga sabar
terhadapnya. Selain itu Kiai juga kerap memberikan nasehat. Kiai kerap
menasehati santri agar selalu berbuat baik dimanapun berada. Dan
apabila ada santri yang salah kiai langsung mengingatkan dengan bahasa
yang baik dan halus, bisa berupa sindiran pada saat mengaji. Dengan cara
yang baik seperti itu santri akan timbul rasa sungkan karena langsung
diingatkan oleh kiai.”21
Melihat dari observasi dilapangan, keteladanan yang diberikan oleh
kiai kepada santri tidak lain adalah pembiasaan hal-hal yang baik dan
tidak menyimpang dari syariat Islam. Seperti yang dikemukakan oleh
bapak Sutrisno:
20
Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual ,49. 21
Lihat Transkip Wawancara nomor, 07/W/19-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
60
“Kiai itu selalu memberikan contoh keteladanan yang baik kepada santri,
semisal masuk masjid dengan mengunakan kaki kanan dan shalat sunah
sebelum shalat fardu dilaksanakan serta memberi contoh bertutur kata
yang baik dan sopan kepada siapapun.”22
Hal tersebut senada dengan ungkapan Ibu Supriati:
“Pembiasaan keteladanan itu tidak hanya dilakukan di luar sekolah
madrasah diniyah tapi juga berlangsung saat mengaji yang diajar oleh
kiai, seperti bertutur kata yang baik dan sopan. Sehingga dengan mudah
diterima dan diterapkan dalan kehidupan sehari-hari oleh santri.”23
Dari paparan diatas bahwasanya agar meningkatnya suatu kecerdasan
sepiritual itu terwujud di pondok ini haruslah dengan contoh-contoh atau
keteladanan yang baik oleh Kiai sehingga dapat di tiru oleh santri dan
akan menumbuhkan rasa peka didiri santri terhadap segala sesuatu yang
baik.
Bapak Selamet juga menambahkan:
“Kiai itu selalu memperhatikan tingkah laku santri dimana saja, baik di
lingkungan pondok maupun di lingkungan masyarakat. Semisal santri
diminta tolong oleh masyarakat untuk menjamu tamu dalam acara
nikahan, kiai selalu mengingatkan kepada santri untuk berperilaku dan
berbusana yang sopan dan baik karena dilihat oleh masyarakat
banyak.Bukan itu saja cara memberikan jamuan ke tamu pun di
perhatikan oleh kiai. Biasanya sebelum berangkat santri selalu di
ingatkan kiai. Contohnya dalam menaruh sendok makan harus di sisi
kanan piring sehingga memudahkan tamu untuk mengambil sendok dan
menikmati jamuan.”24
Pendidikan yang diperlukan oleh santri tidak hanya pendidikan di
22
Lihat Transkip Wawancara nomor, 08/W/19-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 23
Lihat Transkip Wawancara nomor, 09/W/19-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 24
Lihat Transkip Wawancara nomor, 10/W/19-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
61
pondok dan madrasah diniyah saja, tetapi pendidikan dalam masyarakat
juga penting. Karena manusia hidup tidak sendiri, semua saling
membutuhkan. Lingkungan yang tenang akan membantu dalam proses
belajar mengajar berjalan dengan baik. Dilengkapi dengan semangat dan
tanggung jawab pendidik maupun santri dalam mengikuti proses belajar
mengajar.
Dhayu Fathuroji Kelas IV mengatakan bahwa Kiai dalam mengasuh
atau memimpin pondok ini itu dengan kesabaran dan ketlatenan yang
luar biasa. “Ya mas, kiai itu tidak lelah dalam hal memberi pelajaran
kepada kami, beliau selalu mengajarkan tentang sikap sopan santun
kepada Allah dan sopan santun kepada sesama. Dan beliau selalu
menegaskan untuk mengistiqomahkan segala sesuatu yang baik. Seperti
mengistiqomahkan sholat berjamaah dan mengaji di pondok.”25
An Nurhuda juga menambahkan:
“Dalam tahun ajaran baru, Kiai itu selalu memberi arahan baik santri
baru maupu santri lama. Begini himbauan dari Kiai untuk santri baru
untuk cepat beradaptasi sedangkan santri lama untuk mengakrapi santri
baru biar betah di pondok. Kiai berusaha untuk membenahi sarana
prasarana jika ada yang kurang atau tidak nyaman, spertihalnya
penambahan kamar asrama dan kamar mandi. Kiai juga menyampaikan
kepada santri untuk tidak segan-segan melapor kepada beliau jika ada
ketidak nyamanan di pondok dalam semua hal.”
Berdasarkan urain diatas dapat diketahui bahwa kepemimpinan Kiai di
Pondok Pesantren Al-Barokah sudah sangat baik, khususnya dalam
25
Lihat Transkip Wawancara nomor, 11/W/19-09/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
62
rangka meningkatkan kecerdasan spiritual santri. Memang dalam
mengajarkan segala sesuatu kepada santri juga harus di mulai dari
gurunya terlebih dahulu, karena guru adalah cermin bagi para santriwan-
santriwatinya.
63
BAB V
Analisis Kepemimpinan Karismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan
Spiritual Santri di Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman
Ponorogo
A. Analisis Kepemimpinan Karismatik Kiai di Pondok Pesantren Al-
Barokah Mangunsuman Siman Ponorogo
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di pondok pesantren
Al-Barokah, penulis dapat menyimpulkan tentang adanya karismatik kiai atau
daya tarik orang lain tersebut, bahwasanya kelebihan tersebut berasal dari
kesungguhan beliau untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat
umumnya dan kepada pondok pesantren khususnya. Selain itu juga didorong
dari sifat beliau yang baik, dermawan, suka menolong, mementingkan
kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri atau bahasa mudahnya
ingin membahagiakan orang orang yang diluarsana kurang merasakan
kebehagaian/ yang mendapatkan musibah.
Dari penjelasan pada bab dua bahwa kepemimpinn karismatik adalah
kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki pemimpin, sehingga
menimbulkan rasa hormat, segan, dan kepatuhan orang-orang yang
dipimpinnya. Dari penjelasan tersebut, kemampuan menggerakkan orang lain
dengan keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki pemimpin dapat dilihat
64
dari kepribadian dan kegiatan kiai dalam memimpin para santri di pondok
pesantren Al-Barokah.
Dalam mendidik santri, kiai dengan kesungguhanya, ketelatennya dan
kesabaranya langsung melakukan kontrol terhadap para santri, semisal kiai
melakukan kontrol terhadap santri sebelum kegiatan-kegiatan pondok, seperti
halnya apakah para santri memperhatikan aturan-aturan yang wajib ditaati
dan dijalankan oleh para santri, atau justru para santri melanggar serta tidak
mengindahkanya, diantaranya adalah para santri harus bangun sebelum sholat
subuh dilaksanan, memakai baju putih saat waktu shalat magrib, isak dan juga
pada saat kegiatan rutinan manaqib di pondok. Berkaitan dengan hal tersebut
bagi santri yang melanggar aturan akan ditegur dan dinasihati secara langsung
oleh kiai. Melalui langkah Kiai terjun langsung dalam mendidik para santri
ini, para santri dengan tawwadu’ melaksanakanya.
B. Analisis Kepemimpinan Karismatik Kiai dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual Santri di Pondok Pesantren Al-Barokah
Mangunsuman Siman Ponorogo
Berdasarkan teori kepemimpinan karismatik yang menjelaskan bahwa
Kepemimpinan karismatik adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfir
motivasi atas dasar komitmen dan identitas emisional pada visi, dan juga
gaya dalam diri bawaanya. Kepemimpinan karismatik atau leader charismatic
orang yang mampu mempengaruhi setiap bawahanya, dalam konteks
65
organisasi pondok yaitu seorang Kiai mampu mempengaruhi setiap warga
pondok yang dipimpinya. Hal tersebut sama didalam pondok pesantren Al-
barokah bawasanya Kiai adalah figur yang paling menonjol untuk kemajuan
suatu pondok pesantren. Kiai merupakan tempat tertinggi untuk mengadu
bagi seluruh santri dan pengurus bahkan juga masyarakat. Kiai berperan
ganda di dalam pondok dan masyarakat, Kiai di dalam pondok mampu
berperan sebagai pemimpin, pengurus, sahabat untuk santri-santrinya. Tugas
Kiai pun juga menyeluruh dari memimpin, mengawasi, mengajar, menasehati
dan memberi motivasi untuk kebaikan dan kemajuan santri-santrinya serta
agar dapat mencapai visi dan misi pondok dengan sesuai harapan awal Kiai.
Kiai juga berpengaruh dilingkungan masyarakat, Kiai juga berperan
sebagai pemimpin di masyarakat ketika mendapati sebuah kejanggalan yang
ada di masyarakat. Kiai menjadi sosok yang menjadi sorotan di masarakat
baik dikehidupannya maupun di dalam gerak-geriknya. Sehingga sangat
penting Kiai menanamkan juga karakter yang baik untuk santrinya supaya di
masyarakat dapat memberikan contoh yang baik dan dapat menjadi panutan
walaupun sedikit pengaruhnya terhadap masyarakat.
Salah satu ciri dari pemimpin yang karismatik adalah memiliki visi
yang menarik dan kedepan. Kiai Imam Suyono memiliki visi yang kuat
seperti yang didapatkan dari data-data diatas bahwasanya ingin Mewujudkan
santri yang berilmu dan berakhlak mulia dengan berpegang teguh pada
Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah.. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
66
perkembangan dan mutu pendidikan pondok pesantren, karena tujuan Kiai
mendirikan Madrasah-madrasah supaya santri mendapatkan ilmu sesuai
jenjang umurnya dan memiliki potensi dan kualitas yang bagus dari tingkatan
madrasah diniyah.
Kiai selalu dengan semangat menyampaikan visi yang dimiliki
pondok kepada semua keluarga pondok. Dengan kewibawaan Kiai Imam
suyono dalam menyampaikan visi pondok semua pengurus juga merasa ada
di dalam visi tersebut sehingga para pengurus juga senantiasa mengajarkan
santri-santrinya dengan ikhlas, semangat dan juga penuh tanggung jawab
seperti apa yang mereka contoh yaitu Kiai. Visi pondok sudah melekat juga
pada pengurus-pengurus pondok sehingga setiap perkataan dan petuah yang
disampaikan Kiai mereka terapkan dan sampaikan didalam kehidupan sehari-
hari baik Kiai ada dilingkungan maupun tidak ada.
Ciri dari Kiai yang karismatik selanjutnya adalah mampu
menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif mencapai visi
tersebut. Seperti yang terlihat dari Kiai Imam Suyono, saat beliau
menyampaikan visi kepada seluruh santri baru dan juga santri lama bahasa
dan tutur kata yang beliau sampaikan mampu mempengaruhi seluruh santri
bahwasanya apa yang diucapkan Kiai adalah untuk kebaikan para santri dan
dalam memenuhi amanat dari wali santri yang memondokkan anaknya
kepada kiai. Hal sebagai mana yang dituturkan oleh saudara An Nurhuda:
67
“Dalam tahun ajaran baru, Kiai itu selalu memberi arahan baik santri
baru maupu santri lama. Begini himbauan dari Kiai untuk santri baru untuk
cepat beradaptasi sedangkan santri lama untuk mengakrapi santri baru biar
betah di pondok. Kiai berusaha untuk membenahi sarana prasarana jika ada
yang kurang atau tidak nyaman, spertihalnya penambahan kamar asrama dan
kamar mandi. Kiai juga menyampaikan kepada santri untuk tidak segan-
segan melapor kepada beliau jika ada ketidak nyamanan di pondok dalam
semua hal.”
Mengambil resiko pribadi dan pengorbanan diri untuk mencapai visi
adalah ciri kepemimpinan yang karismatik. Setiap lembaga harus memiliki
sarana dan prasarana yang layak dan memadai, sehingga administrasi didalam
pondok juga diperlukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan pondok
pesantren. Kiai Imam suyono adalah seorang Kiai yang sangat dikagumi
dimasyarakat, walaupun beliau seorang Kiai akan tetapi beliau juga membuka
usaha mebel kayu UD Jati Kusuma didekat rumahnya, hal tersebut dilakukan
Kiai adalah untuk mencukupi kebutuhan beliau mengingat jaman sudah maju.
Kewibawaan Kiai lantas tidak luntur dengan beliau membuka usaha mebel
kayu tersebut. Karena selain untuk mencukupi kebutuhan beliau hal tersebut
juga ditujukan untuk santri-santrinya bahwasanya harus bisa hidup mandiri,
sederhana, dan juga berakhlak dan beraqidah. Kiai tidak lupa dengan kegiatan
pondok justru pondok adalah prioritas utama yang ada dalam diri Kiai, Kiai
membuka mebel juga untuk kesejahteraan bersama apalagi Kiai hidup
68
didaerah kota, Kiai ingin membaur dan juga mengetahui situasi masyarakat
seperti apa sehingga Kiai juga mampu mengetahui perubahan dan ketidak
senjangan apa saja yang ada dimasyarakat.
Seorang Kiai juga harus mampu menyampaikan harapan tinggi
kepada seluruh keluarga pondok. Kiai Imam suyono disetiap pertemuan baik
dengan santri, pengurus maupun wali santri beliau senantiasa menyampaikan
harapan-harapan yang tinggi dan mulia terhadap anak didiknya dan juga
pondoknya. Seperti yang didapat dari data diatas mengenai kegiatan pondok
yang dilakukan setiap ahad pahing dimana Kiai Imam suyono selalu
memberikan nasehat kepada santri-santrinya agar selalu dimana-mana
berbuat baik dan selalu menjaga keistiqomahan dengan amalan-amalan yang
sudah diajarkan oleh kiai. Para santri cukup melaksanakan apa yang sudah
diperintahkan itu tanpa banyak mengeluh. Mutu lulusan pondok pesantren Al
barokah diciptakan tidak untuk jadi seorang pemimpin, cukup dengan santri
memiliki ilmu dan akhlak serta teguh pada aqidah ahlusunnah wal jamaah
seperti yang diterangkan dalam visi pondok.
Seorang pemimpin karismatik harus mampu mempengaruhi
bawahanya dalam konteks pondok seorang Kiai harus mampu mempengaruhi
santri dan juga pengurus-pengurus supaya mereka dapat mengikuti apa yang
diperintahkan seorang Kiai. Seorang Kiai yang karismatik adalah ketika
santri melakukan apa yang diperintahkan Kiai dengan tulus dan tanpa rasa
takut, setiap saat apa yang telah diperintahkan Kiai santri lakukan walaupun
69
tidak ada Kiai yang mengawasinya. Seorang Kiai selain mampu
mempengaruhi juga harus bisa meyakini Pengurus dan santri-santrinya.
Uraian diatas sesuai dengan teori tentang ciri-ciri dan perilaku yang
karismatik yang menjelaskan bahwa :
1. Menyampaikan sebuah visi yang menarik.
2. Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat mencapai
visi itu.
3. Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untu mencapai
visi itu.
4. Menyampaikan harapan yangt tinggi.
5. Memperlihatkan keyakian akan pengikut
Hal tersebut berkaitan dengan kualitas mutu pondok pesantren dimana
ada rasa percaya diri didalam diri santri dan pengurus karena diberikan
kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal yang baik. Walaupun seorang Kiai
memberikan kepercayaan kepada santri dan pengurus Kiai juga tidak
melepaskan kendali, Kiai juga mengawasi langsung setiap apa yang
dilakukan santri dan pengurus hal tersebut bertujuan untuk mengelola kesan
pengikut terhadap pemimpin sesuai dengan cirri kepemimpinan karismatik.
Pemimpin karismatik kemungkinan akan mempunyai kebutuhan yang
tinggi akan kekuatan, rasa percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan-
keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan
memotivasi pemimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut.
70
Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningkatkan rasa percaya para
pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut.
Seperti yang diuraikan diatas bahwasanya kepemimpinan suatu
pondok tidak hanya sekedar pimpinan akan tetapi seorang pemimpin harus
memiliki karisma atau wibawa yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
pengurus dan santrinya. Pemimpin/ Kiai yang berkarisma juga harus
memenuhi syarat-syarat yang ada seperti:
1. Kemampuan untuk melihat organisasi secara keseluruhan
2. Kemampuan untuk mendelegasikan wewenang
3. Kemampuan untuk memerintahkan kesetiaan
4. Kemampuan untuk membuat keputusan
Syarat-syarat tersebut adalah beberapa hal yang harus ada di dalam
diri Kiai yang tujuanya supaya seorang Kiai mampu dan benar-benar
memiliki jiwa kepemimpinan karismatik. Prilaku yang dapat mencerminkan
bahwasnya Kiai tersebut adalah Kiai yang memiliki karisma adalah sebagai
berikut: Kiai mampu mempengaruhi setiap bawahanya ( santri, pengurus dan
masyarakat), Kiai harus memiliki visi yang kuat untuk tujuan yang mulia bagi
pondok pesantren, Kiai yang berkarisma memiliki tanggung jawab yang
besar, Kiai juga harus berprilaku cerdas dalam perubahan zaman, Kiai
mampu menerima dan memanfaatkan perubahan zaman seperti yang
diutarakan dalam fakta-fakta penelitian diatas.
71
Di dunia pesantren mutu pendidikan tergantung bagaimana Kiai dapat
mengelola kebutuhan pondok dengan baik, seperti administrasi, professional
ustadzah dan juga kualitas santri-santri yang ada di pondok. Keberhasilan
santri juga dapat diukur dari karakter santri-santri yang ada, maka dari itu
Kiai memiliki metode untuk menanamkan karakter yang baik untuk santri-
santrinya, diantara metode tersebut adalah : 1) Metode Keteladanan (Uswatun
Hasanah); 2) Metode Kesederhanaan; 3) Metode Pembiasaan; 4) Metode Live
In (pengalaman hidup dengan orang lain); 5) Metode Hukuman; dan 6)
Metode Nasehat. Dengan adanya metode-metode tersebut dapat
mempermudah dan mampu mencapai tujuan yang direncanakan.
Kecerdasan spiritual santri dapat dilihat dari kepekaan santri terhadap
memposisikan dirinya, bagaimana peran santri tersebut baik di dalam pondok
dan di dalam masyarakat. Untuk faktor pendukung dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri di Al barokah banyak yang di pengaruhi dari
lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan pondok pesantren.
Santri sebagian besar merespon baik dari aturan yang berlaku baik aturan dari
kiai maupun yang tertulis di Pesantren. Dan untuk faktor penghambat
kebanyakan dipengaruhi dari lingkungan pondok dan sekolah yang kadang
berbenturan kegiatanya, serta rasa malas atau kemauan santri. Dan masih ada
sebagian kecil santri yang mau melakukan kegiatan karena diperintah karena
belum terbentuknya kesadaran dari dirinya, hal tersebut juga sangat
mempengaruhi terbentuknya kecerdasan spiritual santri.
72
Berdasarkan keterangan diatas, peneliti menganalisis bahwa peran
Kiai kharismatik dalam meningkatkan kecerdasan sepiritual santri sudah
dilakukan dengan baik oleh kiai. Kiai menjalankan peranya dengan
keteladananya dalam membinbing dan juga langsung memberikan contoh
kepada para santri. Kiai juga beruhasa semaksimal mungkin dengan
kepemimpinan dan kekuatan ekonomi dalam menjalankan visi beliau,
sehingga hal ini berdampak pada pada kecerdasan spiritual para santri. Santri
menjadi mengerti dan tawwadu’ kepada kiai.
73
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang kepemimpinan kharismatik kiai dalam
meningkatkan kecerdasan spiritual santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren Al-Barokah yang di
pimpin oleh bapak KH Imam Suyono dengan visi pondok yaitu: Unggul
dalam beriman, bertaqwa, berbudi luhur, berbudaya lingkungan,
berdasarkan Al-Qur’an, hadist dan ulama’ salaf. Untuk merealisasikan visi
tersebut kiai terjun langsung dalam mendidik maupun membina para
santri. KH Imam Suyono juga tidak segan-segan melakukan pengorbanan
diri seperti menanggung kebutuhan setiap ada acara dipondok. Beliau juga
dapat mempengaruhi para santri supaya mereka dapat mengikuti apa yang
diperintah kiai dengan kepribadian beliau yang santun, telaten, penyabar,
suka membantu dan selalu istiqomah. Kharisma KH Imam Suyono juga
tampak pada sikap santri terhadap kiai yang begitu menghormati. Tidak
hanya kepada kiai, tetapi juga pada keluaranya (dzuriahnya). Kharisma
KH Imam Suyono tersebut tidaklah lepas dari tirakat dan ilmu yang
dimilikinya.
2. Sebagai pemimpin sebuah pondok pesantren, seorang kiai dapat
memberikan pengaruh yang besar bagi para santri, pondok pesantren,
74
maupun lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren, diantaranya
karena dua faktor, yakni kharisma dan kekuatan ekonomi yang dimiliki
oleh sang kiai. Kiai di pondok pesantren salafiah Al-Barokah telah
memberikan peranya dalam penanaman karakter yang baik untuk
santri-santrinya melalui keteladanan, kesederhanaan, pengalaman hidup
dengan orang lain, dan nasehat. Sehingga para santri lebih faham untuk
selalu berbuat baik dimanapun berada dan selalu menjaga
keistiqomahan seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh kiai.
B. Saran
Melalui penelitian ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran di
antaranya:
1. Cara kiai dalam memimpin santri sebaiknya ditiru oleh guru dan pengurus
agar lebih efisien pendidikaan di dalam pondok pesantren.
2. Hendaknya pihak pengurus harus lebih aktif dalam membimbing ataupun
mengarahkan para santri. Semua bukan hanya tanggung jawab Kiai untuk
mendidik para santri melainkan para guru dan pengurus harus ikut andil
didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran, Psikologi Kenabian; Prophetic Psychology
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012)
Afifidin dan Beni Ahmad Saebani, Merodologi Penelitian Kualtaitf (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2009)
Albani, Muhammad, Kapita Selekta Upaya Mewujudkan Pendidikan Yang
Berkualitas Menjadi Realitas di Era Pasar Bebas (Kartasura: Sinar Mulia,
2007)
Al-Qur’an
Arifin, H. M, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakart: Bumi Aksarah, 1991)
Asmani, Jamal Ma’mur, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
Profesional: Panduan Quality bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan
(Yogyakarta: DIVA Press, 2009)
Bustami, Latif, Kyai Politik Politik Kiai, (Malang: Pustaka Bayan, 2009)
Creswell, Jhon W, Penelitian Kualitatitf & Desain Riset trj (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015)
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan
dan Perkembanganya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam, 2003)
DEPDIKBUT, Kamus BesarBahasa Indonesia 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1995)
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Kiai (Jakarta
: LP3E, 1982)
Dhofir, Zmaksyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai,
(Jakarta: PT. Tiara,1994)
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011)
Ghony, M. Djunaidi &Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012)
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 11, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit UGM, l
981)
Haryanto, Sugeng, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di
Pondok Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren
Sidogiri-Pasuruan), (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012)
L.Daft, Richard, Era Baru Manajemen, (Jakarta: Salemba, 2010)
Makawimbang, Jerri H, Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu,
(Bandung:ALVABETA, 2012)
Mardiyah, Kepemimoinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta:
Aditya Media Publising, 2013)
Mealong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2000)
Muhammad, Nur Hidayat, Hujjah Nahdliyah, (Surabaya, Khalista, 2012)
Mulyana, Dedi, Metode Penelitian Kuaitatif, Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan
migogial tainnya (Bandung: PT Remaja Kosda Karys, 2004)
Murjib, Abdul dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002)
Nggermanto, Agus, Quantum Quoient (kecerdasan Quantum): Cara Cepat
Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis (Bandung: Nuansa, 2008)
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Qamar, Mujamil, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi. (Jakarta: Erlangga, 2005)
Rivai, Veithazal, PEMIMPIN dan KEPEMIMPINAN dalam ORGANISASI (Depok,
Fajar Interpratama, 2014)
Rivai, Veitsal dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun
SuperLeadership Melalui Kecerdasan Spiritual (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013),
Romas, Chumaidi Syarief, Kekerasan di Kerajaan Sorgawi, Gagasan Kekuasaan
Kiai Dari Mitos Wali Hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wawancara,
2003)
Rozaki, Abdur, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater
Sebagai Rezim Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004)
Safaria, Triantoro, Kepemimpinan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004)
Satiadarma, Monty P. & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003)
Sugiyono, Metode Peneitian Pendidikan Pendetaian Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D (Bandung: Alfabeta, 2006)
Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999)
Susanto, Edi, Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam
Masyarakat, (ISLAMICA, Vol 1 No. 2 Maret 2007)
Thomas F.O, Sosiologi Agama, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987)
Tim Penyusun Pedoman Skripsi STAIN, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN
Panorogo (Ponorogo: STAIN Press 2017)
Wahab, Abd. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media)
Widdah, dkk. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah,
(Bandung: Alfabeta, 2012)
Wirawan, Kepemimpinan Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)
Yukl, Gary A, Kepemimpinan dalam Organisas, (Jusuf Udaya. Terjemahan),
(Jakarta: Prenhallindo, 1998)
Zohar, Danah dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT.Mizan
Pustaka, 2007)
Zohar, Danah dan Lan Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2001)