i
KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH ACTIOAN PROCESS APPROACH (KASUS PENYEMPROTAN HAMA PADA TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN
COMLIANCE OF FARMERS IN THE USE OF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT WITH HEALTH ACTION PROCESS APPROACH (CASE OF RICEE PEST SPRAYER) IN BANTIMURUNG DISTRICT MAROS REGENCY PROVINCE OF SOUTH SULAWESI
MOHAMMAD NUR IRWAN HAMIDUN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
KEPATUHAN PETANI DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH ACTIOAN PROCESS APPROACH (KASUS PENYEMPROTAN HAMA PADA TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
MOHAMMAD NUR IRWAN HAMIDUN
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
PRAKATA
Segala bentuk syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
sebagai kuasa tunggal yang dengan atas ijin-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang termanifestasi dalam bentuk tesisiyang
berpayung dalam 1 penelitian utama dengan judul “KEPATUHAN PETANI
DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN MODEL HEALTH
ACTION PROCESS APPROACH (KASUS PETANI PENYEMPROT HAMA
TANAMAN PADI) DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS
PROVINSI SULAWESI SELATAN” sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar S2 pada Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Sadar akan kekurangan dan keterbatasan, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada
Pemerintahan Daerah Prov. Gorontalo yang telah memberikan fasilitas dalam
bentuk tugas belajar (TUBEL) dan Kementrian Kesehatan R. I yang telah
menjadi sponsor tunggal dalam memberikan fasilitas Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana sebagai dukungan finansial dalam menyelesaikan pendidikan
pada Sekolah Pascasarjana Unhas.
Tidak lupa pula penulis haturkan setulus jiwa dan raga, rasa terima
kasih yang tiada tara atas segala bentuk dukungan, motivasi doa dan restu
kepada kedua orang tua tersayang Yusuf Hamidun dan Maryam Mahmud
serta Anas Barata dan Rohani yang telah memberikan motivasi. Dan yang
paling penting dukungan dalam segala-galanya yang diberikan dari istri
Nurwahyuni dan semanagat yang diberikan dari anak ku Muh. Fauzan
Hamidun dan Siti Humairah Irwan Hamidun. Serta dukungan semangat yang
diberikan dari saudara ku dan saudara ipar yang selama menempuh
pendididkan.
Dalam kesempatan ini secara khusus penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
vi
2. Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, Ms selaku pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya dan sabar dalam memberikan
bimbingannya, serta masukan-masukan selama penyusunan tesis.
3. Dr. dr. Masyita Muis, M.Kes selaku pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktunya dan sabar dalam memberikan
bimbingannya, serta masukan-masukan selama penyusunan tesis.
4. Sudirman Nasir, S.Ked., MWH., Ph.D., Yahya Thamrin, SKM.,
M.Kes., MOHS., DR. Agus Bintara Birawida, S.Kel., M.Kes selaku tim
penguji, terima kasih atas kritik dan masukan serta dorongan yang
bersifat membangun.
5. keluarga besar minat Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku (PKIP)
angkatan 2015 yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
kebersamaan, kekompakan, bantuan, motivasi, yang paling utama
memberikan canda dan tawa sehingga membuat suasana menjadi
nyaman ketika memulai perkuliahan.
6. Keluarga besar Seksi Promkes Prov. Gorontalo : Syafiin, Afriyani,
Dewi, Arvan, Neki, Imran, Margaretha, Stevi dan Acin yang telah
memberikan dukungan untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih
lanjut.
7. Terkhusus kepada Petani padi di kecamatan Bantimurung atas
partisipasinya sebagai responden dalam penelitian ini.
Semoga Allah SWT membalas dengan hal yang baik, Amin. Sebagai
manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan dan khilaf, penulis menyadari
bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis memohon maaf serta kerendahan hati menerima kritik dan saran
yang membangun dari pembaca. Demikianlah, semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan khususnya teruntuk
penulis.
Makassar, Juli 2017
Penulis
vii
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
Lembar Pengesahan ............................................................................... ii
Prakata .................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan ..................................... 14
B. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri ......................... 18
C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida ........................................ 25
D. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ................................... 44
E. Lokus Penelitian .................................................................... 52
F. Kerangka Teori ...................................................................... 55
G. Kerangka Konsep ................................................................. 58
H. Definisi Operasional .............................................................. 60
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 62
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 62
C. Pemilihan Informan ................................................................ 63
x
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 64
E. Pengelolaan dan Penyususnan Data .................................... 68
F. Teknik Analisa dan Penyajian Data ....................................... 69
G. Uji Keabsahan Data .............................................................. 70
H. Jalannya Penelitian .............................................................. 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL ..................................................................................... 76
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................... 76
2. Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................... 79
3. Gambaran Umum Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung
Diri Pada Petani ................................................................... 83
4. Gambaran Hasil Penelitian .................................................. 84
B. Pembahasan .......................................................................... 129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 142
A. Kesimpulan ............................................................................ 147
B. Saran .................................................................................... 149
Daftar Pustaka ..................................................................................... 150
Lampiran .............................................................................................. 155
xi
Daftar Tabel
Tabel 2.1: Sintesa Penelitian Tentang Kepatuhan Alat Pelindung Diri
Pada Petani ......................................................................... 44
Tabel 3.1: Matriks pengumpulan data primer ........................................ 67
Tabel 4.1: Luas Wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk .............................................................................. 78
Tabel 4.2: Karakteristik Informan .......................................................... 80
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 kerangka teori Health Action Process Approach .............. 56
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................................. 59
Gambar 4.1 Peta Kec. Bantimurung ..................................................... 77
Gambar 4.2 Skema tentang motivasi penggunaan APD ...................... 86
Gambar 4.3 Skema tentang menggunakan perlengkapan APD yang
lengkap selama melakukan penyemprotan ....................... 89
Gambar 4.4 Skema tentang cara pertolongan keracunan pestisida .... 92
Gambar 4.5 Skema tentang harapan mematuhi penggunaan APD ..... 94
Gambar 4.6 Skema tentang harapan penggunaan pestisida .............. 96
Gambar 4.7 hasil telaah dokumen foto penyuluh pertanian tentang
penggunaan pestisida ..................................................... 98
Gambar 4.8 Skema tentang persepsi risiko tanpa menggunakan APD
yang lengkap ..................................................................... 99
Gambar 4.9 Skema tentang penggunaan pestisida yang tidak sesuai
petunjuk ......................................................................... 102
Gambar 4.10 Skema tentang hubungan niat menggunakan APD ....... 104
Gambar 4.11 Skema tentang menyediakan APD yang lengkap ......... 107
Gambar 4.12 Skema tentang proses masuk racun pestisida dalam
tubuh ................................................................................... 110
Gambar 4.13 Skema tentang proses pencegahan keracunan
pestisida dalam tubuh manusia ...................................... 112
Gambar 4.14 skema tentang peran penyuluhan pertanian ................. 115
Gambar 4.15 hasil telaah dokumentasi petugas penyuluh pertanian 117
Gambar 4.16 hasil observasi lapangan ............................................. 118
Gambar 4.17 skema tentang peran penyuluh Promkes ..................... 119
Gambar 4.18 hasil dokumentasi foto kegiatan penyuluhan Promkes. 121
Gambar 4.19 hasil observasi lapangan penyuluhan Promkes .......... 121
Gambar 4.20 skema tentang pemeliharaan diri ketika mengalami
xiii
keracunan .................................................................... 122
Gambar 4.21 Skema tentang kepatuhan penggunaan APD ............. 124
Gambar 4.22 hasil observasi lapangan di area persawahan ............. 126
Gambar 4.23 Skema tentang kepatuhan terhadap petugas
kesehatan ....................................................................... 128
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : prosedur Fokus Group Discusion (FGD) ........................... 156
Lampiran 2 : persetujuan menjadi informan penelitian ............................ 159
Lampiran 3 : panduan FGD untuk informan ............................................ 160
Lampiran 4 : pedoman wawancara untuk petani ..................................... 161
Lampiran 5 : pedoman wawancara untuk ketua kelompok tani .............. 163
Lampiran 6 : pedoman wawancara dengan penyuluh pertanian ........... 166
Lampiran 7 : pedoman wawancara dengan petugas Promkes
Puskesma ...................................................................... 168
Lampiran 8 : hasil observasi ................................................................ 170
Lampiran 9 : tabel analisis data responden wawancara FGD petani .. 175
Lampiran 10 : tabel analisis data responden wawancara mendalam
Ketua kelompok tani ....................................................... 206
Lampiran 11 : tabel analisis data responden petugas penyuluh
pertanian ......................................................................... 214
Lampiran 12 : tabel analisis data responden petugas Promkes
puskesmas ..................................................................... 217
Lampiran 13: foto – foto kegiatan penelitian ....................................... 221
Lampiran 14: Curiculum Vitae ............................................................. 222
xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Istilah/Singkatan Kepanjangan/ Pengertian
APD Alat Pelindung Diri
BPOM Badan Pengawasan Obat dan Makanan
BPS Badan Pusat Statistik
FGD Focus Group Discussion
HAPA Health Action Process Approach
Kab Kabupaten
Nakertran Tenaga Kerja dan Transmikgrasi
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan sehat
Puskesmas/PKM Pusat kesehatan Masyarakat
WHO World health Organizatio
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman padi merupakan bahan pangan pokok utama yang
paling penting di dunia, baik di negara berkembang dan negara maju.
Beras merupakan bahan pokok yang dikonsumsi oleh hampir setengah
dari tujuh miliar penduduk di dunia, lebih dari 90 persennya dikonsumsi
oleh penduduk di Asia. Di asia konsumsi beras perkapita 85 kg per tahun
pada awal tahun 1960-an dan meningkat menjadi 103 kg di awal tahun
1990-an (Mohanty, 2013).
Salah satu cara dikalangan petani untuk meningkatkan dan
melindungi produksi tanaman padi dari serangan hama dan penyakit
yaitu menggunakan pestisida. Menurut WHO (2012), memperkirakan
bahwa rata–rata 4429 ton bahan aktif organoklorin, 1375 ton
organofosfat, 30 ton karbamat dan 414 piretroid digunakan setiap tahun
untuk mengendali vektor global selama periode tahun 2000 – 2009 di
enam wilayah. Pestisida digolongkan organofosfat merupakan pestisida
inhibitor Cholinestrerase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Asetilkolin
yang berlebihan merupakan penyebab keracunan pestisida golongan
organofosfat.
2
Data Badan POM (2016), data kasus keracunan pestisida di
Indonesia mulai tahun 2014 – 2015 mengalami peningkatan. Tahun 2014
jumlah kasus 519 sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus 693. Salah
satu penyebab terjadinya keracunan akibat pestisida yaitu petani kurang
mematuhi penggunaan APD, dalam penggunaan pestisida.
Keracunan pestisida dapat terjadi melalui saluran pernapasan
(inhalation), kontaminasi kulit (dermal contamination), dan saluran
pencernaan makanan melalui mulut (oral). Dalam tubuh manusia,
organofosfat berikatan dengan enzim asetilkolinesterase (AChE) yaitu
suatu enzim yang berfungsi sebagai katalisator dalam pemecahan
asetilkolin (ACh) menjadi asetat dan kolin mengakibatkan penumpukan
asetilkolin pada ujung syaraf, penumpukan asetilkolin ini menyebabkan
kerusakan pada sistem syaraf dan kejang bagi penderita (Soemirat,
2005).
Insektisida organofosfat menghambat (AChE) melalui proses
fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang
irreversible. Aktivitas (AChE) tetap dihambat sampai enzim baru
terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan dengan berfungsi
sebagai antikolinesterase, kinerja menginaktifkan enzim kolinesterase
yang berfungsi menghidrolisa neurotransmitter asetilkolin (AChE) menjadi
kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan (AChE) pada
3
sinapsis-sinapsis kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala
keracunan organofosfat.
Keracunan pestisida dapat diketahui melalui dua cara yaitu
pemeriksaan laboratorium (diagnosa uji cholinestrase dengan tingkatan
keracunan 75 – 100% kadar cholinestrase termasuk “normal”, 50 – 75%
termasuk keracunan ringan, 25 – 50% termasuk keracunan sedang dan 0
– 25% termasuk keracunan berat) dan melihat gejala-gejala yang
ditimbulkan (penglihatan kabur, mata berair, muntah-muntah, detak
jantuk cepat, diare, pingsan, dan sesak napas) (DEPKES, 1992).
Hasil penelitian perez (2015), menunjukkan gejala yang
ditimbulkan akibat keracunan pestisida antara lain: iritasi kulit (32,95%),
sakit kepala (29,55%), batuk (23,30%), tenggorokan kering (15,34%),
sesak nafas (14,96%), pusing (14,20%), mual (12,69%) dan iritasi mata
(11,36%).
Kementrian Pertanian telah mengatur tentang pestisida dengan
mengeluarkan PP Nomor 107/ Permentan/SR.140/9/ 2014 tentang
pengawasan pestisida penyimpanan dan penggunaan pestisida yang
menyatakan tentang cara pengendalian keracunan pestisida. Ada
beberapa tahapan untuk tidak terjadi keracunan antara lain: memilih
pestisida yang tepat dalam penanggulangan hama, menggunakan dosis
pestisida sesuai aturan yang dilabel, memperhatikan tatacara
4
penggunaan pestisida, dan pemakaian APD yang tepat pada saat
menggunakan pestisida.
Menurut Geller (2001) kepatuhan pelaksanaan standar
operasional prosedur penggunaan APD masih sangat rendah disebabkan
karena budaya keselamatan yang belum cipta dalam lingkungan kerja.
budaya keselamatan dipengaruhi oleh faktor perilaku, faktor lingkungan,
dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan keracunan pestisida
yang dilakukan oleh para petani yaitu salah satunya mentaati/kepatuhan
menggunakan APD yang wajib digunakan selagi bekerja di area sawah.
Kepatuhan petani dalam menggunakan APD masih sangat rendah,
alasanyan kalau semakin patuh pentani dalam menggunakan APD yang
sesuai standar akan berdampak pada perekonomiannya (miskin).
Sehingga harus ada penelitian lebih lanjut diperlukan pada kontrol tingkat
tinggi untuk mengurangi paparan pestisida dan memahami alasan untuk
kepatuhan penggunaan APD dan mengidentifikasi metode pelatihan yang
efektif yang sudah diberikan oleh pemerintah (Macfarlane, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Habibi (2012), terhadap 40
responden yang terpilih ditemukan hanya 2 responden yang memiliki
kebiasaan menggunakan APD secara lengkap dan 38 responden
memiliki kebiasaan tidak menggunakan APD secara lengkap. Adapun
jenis–jenis APD yang sering digunakan oleh petani antara lain: penutup
kepala sebanyak 27 (67,5%) responden, masker sebanyak 6 (15,0%)
5
responden, kacamata sebanyak 4 (10,0%) responden, sarung tangan
sebanyak 5 (12,5%) responden, baju lengan panjang dan celana panjang
masing-masing sebanyak 39 (97,5%) responden serta sepatu boot
sebanyak 27 (67,5%) responden. Menurut pekerja yang tidak
menggunakan APD tersebut dikarenakan berbagai macam alasan seperti
kurang nyaman saat digunakan dan tidak kepatuhan/ketaatan dalam
menggunakan APD saat bekerja
Salah-satu model pendekatan yang dapat menjadi dasar untuk
menganalisis tingkah laku kepatuhan petani penyemprot hama tanaman
padi adalah model Health Action Process Approach (HAPA). Model
HAPA adalah teori psikologi perubahan perilaku kesehatan yang
merupakan kerangka terbuka berbagai motivasi dan konstruksi kehendak
yang diasumsikan untuk menjelaskan dan memprediksi perubahan
individu dalam perilaku kesehatan. Model ini menekankan peran tertentu
yang dirasakan pada berbagai tahap perubahan perilaku kesehatan.
HAPA menunjukkan bahwa adopsi, inisiasi dan pemeliharaan harus
dipahami sebagai proses terstruktur termasuk fase motivasi dan fase
tindakan (Schwazer, 2008).
Fase motivasi dalam teori HAPA menggambarkan, individu
mempertimbangkan kemungkinan untuk berubah. Dalam hal ini, persepsi
risiko (risk perception), harapan hasil (outcome expectancies) dan efikasi
6
diri tugas (task self-efficacy) berperan dalam pengambilan keputusan dan
berkontribusi terhadap niat (intention).
Fase kedua yaitu fase tindakan, pelaksanaan niat membantu
individu untuk mewujudkan tujuan. Pada tahap ini, individu mulai menuju
sasaran dan keterampilan dalam mengatasi hambatan dan pentingnya
dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Fase tindakan dapat dibagi
lagi menjadi urutan sebagai berikut: perencanaan (perencanaan tindakan
dan perencanaan perbaikan), insiasi, pemeliharaan dan keterlibatan.
Dalam penelitian Raoda (2015), model Health Action Process
Approach (HAPA). dalam kepatuhan terhadap SOP penyelaman nelayan
penyelam tradisional teripang dipengaruhi secara langsung oleh efikasi
diri terhadap pemeliharaan dan nilai ekonomi teripang. Secara tidak
langsung, kepatuhan nelayan penyelam tradisional dipengaruhi oleh
pengetahuan mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP)
penyelaman, persepsi risiko, nilai ekonomi teripang dan efikasi diri tugas.
Sikap petani terhadap penggunaan alat pelindung diri yang juga
baik. Lebih dari 80% setuju bahwa alat pelindung diri yang dibutuhkan di
bidang pertanian baik pada saat pencampuran atau penyemprotan. Para
petani tahu bahwa memakai masker, kemeja dengan lengan panjang,
dan sepatu bot akan melindungi mereka dari bahaya yang paling akut
pestisida. Namun, praktek petani menggunakan APD tidak sebanding
dengan pengetahuan dan sikap mereka. Banyak petani tidak
7
menggunakan APD dengan benar dan tepat. Bahkan, hanya 3,8% yang
memakai kacamata pelindung, tetapi bahkan kemudian tidak melindungi
mata mereka, dan hanya 1,9% melakukan memakai sepatu. Ada banyak
petani yang tidak menggunakan topi, masker, kemeja dengan lengan
panjang, celana panjang, dan sarung tangan. Pengetahuan dan sikap
petani tentang penggunaan APD itu tidak sejalan dengan praktik di
lapangan (Yuantari,2015).
Dalam penelitian ini (Damalas.2016), hampir setengah petani
(49,3%) menunjukkan perilaku yang berpotensi tidak aman dalam
penggunaan APD karena petani tidak mengtaati prosedur pemakaian
APD. Menurut hasil penelitiannya, petani tidak nyaman dalam
menggunakan APD yang sesuai dengan standar operasional prosedur.
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008 telah mencanangkan
program dua juta ton beras, dan pada tahun 2015 mengklaim telah
surplus 2,6 juta ton beras. Keberhasilan program surplus di Sulsel karena
daerah ini memiliki letak geografis yang baik dan keadaan lahan dengan
luas areal 622,94 ribu hektar. Provinsi Sulsel dikenal sebagai lumbung
pangan karena dapat memproduksi padi yang begitu besar, sehingga
pemerintah Provinsi Sulsel mengirim beras ke beberapa provinsi.
Bentuk kebijakan daerah Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintah
mengeluarkan program pembangunan daerah. Kebijakan tersebut
membentuk sentra–sentra produksi pertanian salah satunya sentra
8
produksi padi. Kabupaten yang menjadi penyangga beras Provinsi Sulsel
selama hampir satu dekade berhasil mencapai target surplus beras di
Indonesia seperti Soppeng, Wajo, Bone, Bulukumba, Bantaeng, Gowa,
Enrekang, sinjai dan Maros (Dinas Pertanian & Hortikultura Prov. Sulsel
2015).
Pemerintah Kabupaten Maros memiliki program pertanian untuk
memenuhi kebutuhan beras dengan cara menanam padi 3 kali dalam
setahun. Hasil produksi beras sebesar 386.858,7 ton dengan luas tanam
53.904,00 Ha (BPS Kab. Maros, 2015). Kabupaten Maros akan
berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Sulawasi Selatan.
Hasil penelitian Hamidun (2008), menunjukkan Kadar
Cholinestrase dalam darah petani penyemprot hama tanaman padi
didesa manggeloreng melalui pemeriksaan oleh Puskesmas Kecamatan
Bantimurung pada tahun 2008 sebanyak 70 petani. Hasil pemeriksaan
yaitu 65 orang petani mengalami keracunan sedangkan 5 orang petani
tidak mengalami keracunan. Tahun 2015 – 2016 tercatat 8 orang yang di
rawat inap di Puskesmas karena mengalami keracunan akibat pestisida,
pada saat melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi. (Profil
Puskesmas Kec. Bantimurung, 2016).
Dinas Pertanian Kabupaten Maros telah berupaya melakukan
kegiatan dalam hal penggunaan pestisida seperti: penyuluhan pertanian
untuk meningkatkan pengetahuan petani, pelatihan cara penyemprotan
9
pestisida, dan cara penggunaan alat pelindung diri seperti masker untuk
mengurangi keterpaparan petani terhadap pestisida. Hal tersebut belum
di terapkan oleh petani sewaktu menggunakan pestisida.
Kecamatan Bantimurung dengan jumlah penduduk sebanyak
29.548 jiwa (BPS Kab. Maros, 2015). Kecamatan ini dikenal sebagai
penghasil produksi padi sebesar 20.001,1 ton dengan luas tanam 10.652
Ha. Petani dapat menanam padi sebanyak 3 kali setahun karena memiliki
saluran irigasi yang baik (Dinas Pertanian Kab. Maros, 2015).
Berdasarkan wawancara awal terhadap petugas penyuluh
pertanian yang di tempatkan di Kecamatan Bantimurung, tentang
pestisida yang digunakan oleh petani antara lain: Fungisida berfungsi
untuk memberantas penyakit kresek (daun), Herbisida berfungsi untuk
membasmi tanaman pengganggu (rumput), Rhodentisida berfungsi untuk
membasmi hama tikus, Moluskisida berfungsi untuk membasmi hama
keong mas, dan Insektisida berfungsi untuk membasmi hama serangga.
Pemanfaatan pestisida bukan hanya untuk membunuh jasad
pengganggu tanaman, tetapi bisa juga untuk meningkatkan hasil panen
tanaman. Menurut penyuluh, pestisida adalah suatu campuran zat bahan
kimia yang mampu melakukan pencengahan, membasmi setiap hama
dan penyakit. Penggunaan pestisida dalam bertani di kecamatan
Bantimurung sangat meningkat pesat, karena petani sangat senang
10
melihat hasil tanam padinya meningkat serta kualitas padi yang bagus
serta tidak rusak di ganggu dengan hama dan penyakit.
Hasil wawancara dilapangan dengan petani, biasanya mereka
menggunakan pestisida Bahan aktif insektisida yang digunakan petani
ialah golongan karbamat, dan golongan organofosfat. Dosis pestisida
yang di gunakan oleh petani sesuai dengan petunjuk pemakaian tetapi
ada beberapa petani yang menambah dosis pestisida dengan alasan
meningkatkan daya bunuh hama dan penyakit. Frekuensi penyemprotan
pestisida bervariasi sekitar 5 – 10 kali tergantung intensitas serangan
hama dan penyakit. Biasanya penyemprotan terakhir dilakukan oleh
petani 2 – 3 minggu sebelum panen.
Penggunaan APD pada petani, biasanya mereka hanya
menggunakan penutup hidung (yang terbuat dari kain), baju lengan
panjang serta biasanya mereka menggunakan sepatu boat, sarung
tangan (yang terbuat dari kain), dan topi pada saat melakukan
penyemprotan.
Berdasarkan permasalahan diatas, akan dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang kepatuhan alat pelindung diri pada petani penyemprot
hama dan penyakit pada tanaman padi Kecamatan Bantimurung
Kabupaten Maros.
11
B. Permasalahan
Perilaku kepatuhan penggunaan APD dikalangan para pekerja
pada sektor pertanian khususnya pada petani masih kurang baik. Hal ini
ditandai dengan masih tingginya angka penyakit akibat kerja. Keadaan ini
mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang mengapa dan
bagaimana fenomena tersebut terjadi dan faktor–faktor yang
mempengaruhi petani dalam penggunaan APD dalam melakukan
penyemprotan hama dan penyakit tanaman padi.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengkaji penerapan Health Action Process Approach (HAPA) dan
kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petani
penyemprot hama dan penyakit tanaman padi di Kecamatan
Bantimurung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji efikasi diri tugas terhadap risiko petani dalam mematuhi
penggunaan alat pelindung diri.
b. Mengkaji harapan petani dalam mematuhi penggunaan alat
pelindung diri.
c. Mengkaji persepsi terhadap risiko petani dalam mematuhi
penggunaan alat pelindung diri.
d. Mengkaji niat dalam mematuhi penggunaan alat pelindung diri.
12
e. Mengkaji perencanaan dalam efikasi diri pemeliharaan dalam
mematuhi penggunaan alat pelindung diri.
f. Mengkaji kepatuhan petani pada saat melakukan penyemprotan
Pestisida dalam penggunaan alat pelindung diri.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi:
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi dinas
pertanian, agar dapat meningkatkan penyuluhan, pengawasan dan
pembimbingan terhadap penggunaan pestisida di kalangan petani.
b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi dinas
kesehatan, agar dapat meningkatkan penyuluhan kesehatan
khususnya PHBS, mengoptimalkan Pos Unit kesehatan Kerja
(POS UKK) di setiap kecamatan.
2. Bagi Peneliti :
a. Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian
studi kualitatif secara mandiri.
b. Belajar memahami karakteristik responden dalam persepsinya
mengenai APD.
3. Bidang Pengabdian Masyarakat:
a. Sebagai masukan untuk melakukan tindakan pencegahan
kecelakaan kerja melalui penggunaan APD.
13
b. Sebagai masukan dalam mengembangkan dan memotivasi
penggunaan APD.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka tentang Kepatuhan
1. Konsep Dasar Kepatuhan
a. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari dasar patuh, yang berarti disiplin dan
taat (Niven, 2002) sedangkan menurut Slamet (2007),
mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) adalah melaksanakan cara
dan perilaku yang disarankan oleh orang lain dan kepatuhan juga
dapat di definisikan sebagai perilaku yang positif dalam mencapai
tujuan.
Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif
penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005). Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan
yang telah ada dan ditetapkan sebagai aturan yang harus
dilaksanakan.
Kepatuhan yang dimaksud disini adalah ketaatan dalam
pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat. Menurut Smet
(1994), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu
cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau
15
dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan
prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk
atau peraturan-peraturan dan memahami etika pemakaian alat
pelindung diri di tempat kerja pada saat bekerja.
Dalam Smet (1994), menyebut ketidaktaatan ini sebagai
masalah medis yang berat, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-
an sudah mulai diteliti di negara – negara industri, Taylor (1991).
La Greca dan Stone (1985), menyatakan bahwa mentaati
rekomendasi pengobatan yang dianjurkan merupakan masalah
yang sangat penting. Tingkat ketidaktaatan terbukti cukup tinggi
dalam seluruh populasi medis.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menururt Niven (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan adalah:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan
16
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut
merupakan pendidikan yang aktif.
2) Akomodasi
Suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri
kepribadian klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.
3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga
dan teman–teman, kelompok–kelompok pendukung dapat
dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap sesuatu.
4) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang
dimiliki. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengar dan indera penglihatan.
5) Umur
Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup
maupun yang mati. Katagori umur yaitu :
a) Masa balita = 0 – 5 tahun,
b) Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun,
c) Masa remaja awal = 12 – 16 tahun,
d) Masa remaja akhir = 17 – 25 tahun
17
e) Masa dewasa awal = 26 – 35 tahun,
f) Masa dewasa akhir = 36 – 45 tahun,
g) Masa lansia awal = 46 – 55 tahun,
h) Masa lansia akhir = 56 – 65 tahun
i) Masa lansia = 65 – sampai atas
2. Teori yang berhubungan dengan Kepatuhan
Pendekatan proses HAPA (Health Action Process Approach)
dalam kesehatan menurut Ralf Schwarzer (1992) dalam Raodah
(2015) adalah model sosial kognisi perilaku kesehatan yang
menunjukkan bahwa perilaku kesehatan adalah suatu proses yang
terdiri dari fase motivasi dan fase kehendak.
a. Tahap motivasi
Health Action Process Approach (HAPA), merupakan suatu
konsep pendekatan terhadap pasien yang meyakini bahwa untuk
mengubah perilaku seseorang dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan intense (niat) melalui menjadi action. HAPA memiliki
kelebihan dibandingkan teori yang lain, karena HAPA bukan saja
menjelaskan bagaimana proses peningkatan motivasi untuk
pembentukan niat, tetapi juga menjelaskan bagaimana cara
mempertahankan perilaku kesehatan yang sudah terbentuk. Fase
motivasi ditutup dengan membentuk tujuan eksplisit atau niat
18
perilaku. Niat terdiri dari motivasi seseorang terhadap perilaku
tujuan atau target dalam hal arah dan intensitas.
b. Tahap kehendak
Adalah pengetahuan umum bahwa niat baik tidak selalu
menjamin tindakan yang sesuai. Korelasi antara niat dan perilaku
sangat bervariasi. Sementara di fase motivasi yang dijelaskan apa
yang orang memilih untuk melakukan, dalam aksi berikutnya atau
fase kemauan itu dijelaskan seberapa keras mereka mencoba dan
berapa lama mereka bertahan.
Oleh karena itu Health Action Proses Approach (HAPA) dapat
diterapkan untuk meningkatan kesehatan dan pencegahan/kepatuhan
perilaku, gaya hidup berisiko dan perilaku adiktif.
B. Tinjauan Pustaka Tentang Alat Pelindung Diri
1. Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat
yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi
bahaya di tempat kerja (PP Nomor PER.08/MEN/VII/2010). Alat
pelindung diri mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang
pekerja dan berfungsi untuk melindunginya dari bahaya–bahaya baik
secara fisik maupun kimiawi.
19
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03
/Men/1986 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
yang mengelola pestisida. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja
yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang
berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata
pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan. Tenaga
kerja yang menggunakan pekerjaan menyemprotkan pestisida
khususnya petani harus melakukan prosedur kerja yang standar juga
harus memakai APD, bertujuan untuk menjaga agar resiko bahaya
yang mungkin terjadi dapat dihindari.
2. Syarat – syarat Alat Pelindung Diri
Ada beberapa hal yang menjadikan APD berdampak negative
seperti berkurangnya produktivitas kerja akibat penyakit atau
kecelakaan yang dialami oleh pekerja karena tidak menggunakan alat
pelindung diri tersebut. Oleh sebab itu alat-alat pelindung diri harus
mempunyai persyaratan sesuai dengan pernyataan Suma‟mur (1996)
APD yang akan digunakan di tempat kerja harus memperhatikan
beberapa hal, yaitu:
a. Berat APD hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.
b. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
c. APD harus tahan untuk pemakaian lama.
20
d. APD tidak menimbulkan bahaya bagi penggunanya.
Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida
adalah petani kurang memperhatikan penggunaan APD dalam
melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. APD adalah
kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja, sesuai bahaya dan
resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri serta orang di
sekelilingnya. APD yang harus dipakai antara lain: masker, topi, kaca
mata, baju lengan panjang dan celana panjang, celemek, sarung tangan,
dan sepatu boot (Suma‟mur, 2009).
Menurut Suma‟mur (2009), syarat APD yang harus diikuti oleh petani
dalam mengaplikasikan pestisida adalah:
a. Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahan-
bahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
b. Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus
dalam keadaan bersih dan tidak rusak.
c. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan
petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida
tersebut.
d. Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus
dicuci dan disimpan di tempat khusus dan bersih.
21
3. Jenis dan fungsi Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri sangat diperlukan oleh petani atau pekerja
dalam mengaplikasikan pestsida. Jenis dan fungsi APD sebagai
berikut:
a. Pakaian pelindung
Untuk melindungi badan dari paparan pestisida, kita harus
menggunakan pakaian pelindung yang terdiri dari:
1) Baju lengan panjang
Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan-lipatan
terlalu banyak, jika perlu tidak diberikan kantong pada
bagian depan dan kerah leher harus diikat atau setidaknya
menutupi bagian leher.
2) Celana panjang
Celana panjang tidak boleh ada lipatan, karena lipatan-
lipatan itu akan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya
partikel-partikel dari pestisida.
3) Pakaian terusan
Merupakan pakaian dengan model tangan panjang dan
menutupi seluruh tubuh, praktis dan lebih khusus.
b. Alat Pelindung Tangan
Alat pelindung tangan merupakan alat yang paling banyak
digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling
22
banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.
Pekerja harus memakai alat pelindung tangan ketika terdapat
kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka pada tangan
karena benda-benda keras, luka gores, terkena bahan kimia
berbahaya dan juga luka sengatan serangga.
Bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai konsentrasi
yang tinggi (high concentration) maka diperlukan sarung tangan
yang digunakan yaitu sarung tangan yang terbuat dari bahan karet
yang panjang hingga menutupi bagian pergelangan tangan. Hal ini
bertujuan untuk melindungi tangan dari percikan pestisida yang
terbang akibat hembusan angin.
c. Alat Pelindung Kepala
Untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka
diperlukan topi penutup kepala. Beberapa persyaratan topi yang
perlu diperhatikan adalah:
1) Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan dan tidak
terbuat dari kain atau kulit.
2) Topi yang digunakan sedapat mungkin dapat melindungi
bagian-bagian kepala (Tengkuk, mulut, mata, dan muka).
Oleh karena itu topi harus berpinggiran lebar.
3) Topi yang dipergunakan tidak menyebabkan keadaan tidak
nyaman bila dipakai dibawah terik matahari.
23
d. Alat Pelindung Kaki
Sepatu boot sangat penting bila pekerja penyemprot pestisida
yang berbentuk debu atau jenis residual. Sepatu boot dapat
terbuat dari neoprene. Sepatu pelindung dan boot harus dapat
menahan kebocoran. Ketika bekerja ditempat yang mengandung
aliran listrik, maka harus menggunakan sepatu tanpa logam yang
dapat menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja ditempat biasa
semacam persawahan maka harus menggunakan sepatu yang
tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet ketika
bekerja dengan bahan kimia.
e. Alat Pelindung Wajah
Pelindung wajah merupakan suatu pelindung yang terbuat dari
bahan transparan yang anti api dan terikat menggantung pada
kepala juga dapat dengan mudah untuk dinaikkan maupun
diturunkan di depan wajah. Alat tersebut ringan dan dapat
digunakan untuk bekerja menyemprot pestisida.
Pelindung wajah berguna dari penetrasi pestisida. Masker
adalah sebuah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut,
bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot) untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi melalui saluran
pernapasan. Biasanya masker terbuat dari bahan yang anti air,
sehingga wajah tidak terkena percikan partikel-partikel dari
24
pestisida Masker merupakan alat pelindung pernapasan berfungsi
memberikan perlindungan organ pernapasan akibat pencemaran
udara oleh faktor kimia seperti debu, asap, gas beracun, dan
sebagainya. Penggunaan masker secara umum yaitu untuk
mencegah terhirupnya zat-zat polutan, debu, bakteri, bahkan virus
yang mungkin dapat mengakibatkan penyakit infeksi saluran
pernapasan.
f. Alat Pelindung Telinga
Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum ditempat kerja
dan sering tidak dihiraukan karena gangguan itu tidak
menimbulkan luka. Alat pelindung telinga bekerja sebagai
penghalang antara bising dengan telinga dalam. Alat pelindung
telinga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Sumbat telinga (ear Plug)
Sumbat telinga memberikan perlindungan paling efektif
karena langsung dimasukkan kedalam telinga.
2) Tutup telinga (ear muff)
Alat ini dipakai diluar telinga dan penutupnya terbuat dari
spons untuk membuat perlindungan yang baik.
Berdasarkan Permenkes No.258 /Menkes /Per/III/ 1992 tentang
persyaratan pengelolaan pestisida, untuk perlengkapan pelindung yang
minimal harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi
25
pestisida khusus penyemprotan di luar gedung dengan klasifikasi pestisida
yaitu:
1. Pestisida yang sangat berbahaya sekali: sepatu boot, baju terusan
lengan panjang dan celana panjang, topi, pelindung muka, masker,
dan sarung tangan.
2. Pestisida yang sangat berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan
panjang dan celan panjang, topi dan masker.
3. Pestisida yang berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan
panjang dan celan panjang, topi dan masker
4. Pestisida yang cukup berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan
panjang dan celana panjang, topi.
C. Tinjauan Pustaka Tentang Pestisida.
1. Pengertian Pestisida
Dalam buku WHO (2009), World Health Organization
mendefinisikan pestisida sebagai “Any substance or mixture
substances intended for preventing or controlling any unwanted
species of plants and animals and also includes any substances or
mixture substances intended for use as a plant-growth regulator,
defoliant or dessicant”.
Definisi dari pestisida atau ”pest” memiliki arti hama, sedangkan
”cide” berarti membunuh, sering disebut ”Pest KillingAgent”. Menurut
26
PP No.7 tahun 1973, yang dimaksud pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman atau hasil–hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak
diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian–
bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah binatang–binatang dan jasad–jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat–alat pengangkutan.
f. Memberantas atau mencegah binatang–binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad
renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai
hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu
serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, sedangkan yang
dimaksud penyakit tanaman: yang disebabkan oleh fungi (jamur),
bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing
27
dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan kekayaan sumber
daya alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida
dapat digunakan efektif, maka peredaran pestisida harus di awasi
oleh stekholder terkait dan diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian
R.I. Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang pengawasan
pestisida penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dalam
peraturan tersebut. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 429 tahun
1973, tentang penggunaan, pencegahan, penyimpanan dan
peredaran pestisida untuk mengendalikan dan mengawasi pemakaian
pestisida agar sesuai dengan standar untuk melindungi lingkungan
hidup sehingga resiko kerugian dari penggunaan pestisida di
masyarakat dapat diminimalisir, serta Peraturan Menteri Pertanian
nomor 39/Permentan/SR.330/7/2015 tentang prosedur pendaftaran
dan izin pestisisda. Pada kenyataannya, ketentuan ini kelihatannya
belum efektif untuk menanggulangi kerusakan lingkungan tersebut.
2. Jenis – Jenis Pestisida
a. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi
menjadi 6 jenis yaitu :
28
1) Insektisida
Yaitu berasal dari kata latin insectum yang berarti
potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk
membunuh serangga seperti belalang, kepik, wereng,
dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas
serangga dirumah, perkantoran atau gudang.
2) Fungisida
Yaitu, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani
spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh
jamur atau cendawan seperti bercak daun, karat daun,
busuk daun, dan cacar daun. Contoh: tembaga
oksiklorida, tembaga oksida, carbendazim,
organomerkuri, dan natrium dikromat.
3) Bakterisida
yaitu berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani
bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri. Salah satu
contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk
membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk.
Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman
sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera
diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat
sesuai dengan dosis tertentu.
29
4) Rodentisida
yaitu berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat.
Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus
lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya
dicampur dengan beras atau jagung. Hanya
penggunaannya harus hati–hati, karena dapat mematikan
juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya:
Warangan.
5) Herbisida
yaitu berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman
setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan
pengganggu). seperti alang-alang, rerumputan, eceng
gondok dan lain-lain. Contoh ammonium sulfonat dan
pentaklorofenol.
3. Penanganan Pestisida selama operasional dilapangan perlu
memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Penyimpanan sementara di lapangan/desa.
b. Di tempatkan pada ruangan atau peti yang dapat dikunci.
c. Harus ada petugas yang mengawasi.
d. Sisa Insektisida segera dikembalikan ke gudang asal.
e. Sisa larutan Insektisida dan wadahnya harus dikubur minimal
setengah meter di dalam tanah, jauh dari sumber air.
30
4. Cara Penggunaan Pestisida yang Aman
Untuk melindungi pemakai pestida dari gejala keracunan, perlu
diperhatikan cara-cara penanganan seperti berikut ini.
a. Menyimpan pestisida secara hati-hati, misalnya menyimpannya
jauh dari jangkauan anak-anak, member tanda bahaya dengan
simbol “tengkorak” atau dengan kata–kata “awas racun” ada
tempat penyimpanan, tidak disimpan di dekat tempat penyimpanan
makanan dan minuman, dan tidak disimpang pada kaleng atau
botol bekas tempat makanan/minuman.
b. Hindari kulit kontak dengan pestisida, misalnya pada saat
memegang wadah pestisida, mencampur pestisida dengan air dan
pada waktu memasukkan pestisida ke dalam alat semprot.
c. Jangan merokok, minum atau menyentuh mata dan mulut bila
sedang bekerja menggunakan pestisida.
d. Cucilah tangan sampai benar-benar bersih dengan sabun sebelum
makan, minum atau merokok, bila sebelumnya telah memakai
pestisida.
e. Pakailah alat-alat pelindung diri seperti sarung tangan, tutup
kepala, masker dan sepatu boot.
f. Pada waktu mengadakan penyemprotan atau penghamburan
/penghembusan dengan pestisida jangan berjalan melawan arah
angin.
31
g. Bersihkan segera pakaian yang terkena percikan pestisida, dan
sarung tangan setelah selesai bekerja.
h. Bacalah petunjuk/label yang ada dengan teliti. Hal ini penting agar
pekerjaan berhasil dengan baik, dan juga diperlukan sebagai
petunjuk dalam melakukan tindakan darurat seandainya terjadi
kecelakaan dengan pestisida.
i. Cucilah peralatan bekas penggunaan pestisida di tempat yang
aman, jangan mencuci di dalam kolam atau di sungai agar tidak
menimbulkan pencemaran yang biasa mencelakakan orang dan
mematikan binatang
5. Cara Penyemprotan Pestisida
Peraturan Menteri Pertanian R.I No. 107 / Permentan / SR. 140 / 9
/ 2014 tentang cara penyemprotan yaitu:
a. Arah semprotan harus sama dengan arah angin.
b. Petani penyemprot pestisida berjalan sesuai arah angin dan
diusahakan untuk tidak melalui daerah yang telah disemprot.
c. Arah dan kecepatan angin harus sesuai dengan sasaran.
d. Semakin lama petani kontak dengan pestisida, semakin besar
kemungkinan untuk terpapar oleh bahan beracun, jadi sebaiknya
lama penyemprotan tidak lebih dari 5 jam.
e. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan
penyemprotan dan pencampuran
32
f. Waktu yang paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu
terjadinya aliran udara naik (thermic) yaitu antara pukul 08.00 –
11.00 atau sore hari pukul 15.00 – 18.00.
6. Frekuensi Penyemprotan dan Jumlah Takaran Pestisida
a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida
Frekuensi penyemprotan juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya keracunan pestisida. Seorang petani yang
lebih sering melakukan penyemprotan pestisida memilki
kesempatan yang lebih banyak terpapar dengan pestisida.
Sebagaimana tercantum/diatur dalam peraturan Peraturan
Menteri Pertanian R.I. Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014,
menyatakan bahwa frekuensi penyemprotan tidak boleh lebih dari
lima kali seminggu dengan ketentuan satu kali penyemprotan tidak
lebih dari lima jam.
b. Jumlah Dosis Pestisida
Jumlah takaran pestisida yang digunakan untuk setiap satuan
luas lahan disebut dosis (kg/ha, liter/ha, ml/pohon). Untuk fumigasi
ruangan, dosis dinyatakan dalam jumlah fumigant yang
diaplikasikan persatuan luas ruang sasaran (liter/m³.kg/m³).
Sementara pada aplikasi penyemprotan, kita lebih sering
menggunakan takaran lain, yaitu konsentrasi (banyaknya pestisida
yang akan dilarutkan pada setiap 1 liter air. Satuan yang
33
digunakan yaitu g/l atau ml/l, yang dimaksud l (liter) di sini adalah
liter air). Jika konsentrasi aplikasi aplikasi digunakan, kita harus
selalu mempertimbangkan volum semprot (banyaknya larutan
semprot yang diperlukan untuk menyemprot persatuan luas lahan,
umumnya satuan yang digunakan l/ha). Memperhatikan pedoman
volume semprot ini, kita harap bisa menyemprot seluruh area
secara merata.
7. Keracunan Pestisida
Gejala keracunan pestisida (Kemkes.2012), Menurut tingkat
kuat/lemahnya keracunan organophosphate dan karbamat akan
tampak gejala–gejala sebagai berikut:
a. Pada keracunan lemah timbul gejala–gejala seperti: sakit perut,
mata kabur, sakit dada, diare, pusing, keringat berlebihan, sakit
kepala, sakit otot dan kram, mual–mual dan muntah, keluar air
yang berlebihan mata, hidung dan mulut.
b. Gejala- gejala untuk keracunan tingkat sedang sama dengan gejala
keracunan tingkat lemah ditambah beberapa gejala seperti:
bingung, sempoyongan, susah konsentrasi, pupil mata mengecil,
dan secara umum badan lemas.
c. Pada keracunan berat, timbul gejala–gejala: kehilangan kesadaran,
koma, pupil mata semakin mengecil (marked miosis), bibir dan
kuku membiru (cyanosis), sesak nafas, sawan, dan kematian.
34
8. Cara pestisida masuk ke dalam tubuh
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai
cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination),
terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk
melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral) (Soemirat,
2005).
a. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat
hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi
kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya,
kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru,
sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput
lendir hidung atau di kerongkongan.
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi
(menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis), pada kejadian luka
bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan
udema pulmoner (paru-paru berisi air) dan dapat berakibat fatal.
Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan
reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat
menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek.
Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu
bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis
35
atau pneumokoniosis. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran
pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup
dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida. Pestisida berbentuk
gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya.
Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat
mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50
mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat
menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan
kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:
1) Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara.
2) Lamanya paparan.
3) Kondisi fisik seseorang (pengguna).
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi
lewat saluran pernafasan adalah:
1) Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan
sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk.
2) Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk
gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama
aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung
(misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.
3) Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap
pernafasan).
36
b. Kontaminasi Melalui Kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap
masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian
kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering
terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan
akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan
oleh kontaminasi lewat kulit. Banyak bahan kimia bersifat iritan
yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan
sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan
jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan
terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
Risiko bahaya karena kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh
faktor sebagai berikut:
1) Toksitas dermal (dermal LD 50) makin rendah angka LD 50
makin berbahaya.
2) Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu
semakin pekat pestisida maka semakin besar bahayanya.
3) Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau
formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi
butiran.
37
4) Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya
mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan
lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak
tangan.
5) Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit
yang terpapar makin besar risikonya.
6) Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi
fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.
Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-
pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:
1) Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan
langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka
wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan
yang terkontaminasi pestisida.
2) Pencampuran pestisida
3) Mencuci alat-alat pestisida.
c. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)
Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering
terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat
mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
1) Kasus bunuh diri.
38
2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan
pestisida.
3) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju,
atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.
4) Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke
mulut.
5) Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan
mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa
kecil.
6) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya
diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau
disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
7) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam
bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga
salah ambil.
9. Penanganan Keracunan
a. Bila terkena mata akan terasa gatal, segera cuci dengan air bersih
yang mengalir selama 10 - 15 menit.
b. Bila terkena kulit akan terasa panas dan gatal, segera cuci dengan
air bersih dan memakai sabun.
39
c. Apabila saat bekerja ada bagian tubuh yang terkena Insektisida
harus segera dicuci dengan air sabun. Jadi harus selalu membawa
sabun.
d. Apabila dalam menjalankan tugas sewaktu–waktu merasa kurang
enak badan, jangan melanjutkan pekerjaan menyemprot dan
segeralah memberitahu kepada petugas kesehatan terdekat.
e. Bila tertelan dalam jumlah yang banyak, badan akan gemetar.
f. Bila penderita masih sadar segera usahakan supaya muntah yaitu
dengan memberi minum 1 gelas air yang telah diberi 1 sendok
makan garam dapur, dan tenggorokannya digelitik dengan jari-jari
yang bersih.
g. Usahakan terus muntah–muntah sampai cairan muntahan menjadi
jernih.
h. Bawalah penderita segera ke Puskesmas terdekat dengan
menunjukkan bungkus Insektisida kepada petugas Puskesmas.
10. Pencegahan keracunan Pestisida
a. Sebelum melakukan Penyemprotan petani harus memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
1) Jangan melakukan penyemprotan jika merasa tidak sehat
atau tidak fit.
2) Jangan pernah mengizinkan anak-anak berada di sekitar
bekerja dan berada di tempat dengan pestisida.
40
3) Catat nama pestisida dan kode lingkaran warnanya. Jika
mungkin, catat pula nama bahan aktif dan kelompok
kimianya.
4) Gunakan pakaian atau peralatan pelindung sejak
mempersiapkan pestisida (misalnya dengan mencampur).
5) Jangan memasukkan rokok, makanan, dan lainnya ke
dalam kantong pakaian.
6) Siapakan air bersih dan sabun dekat tempat kerja (air
bersih harus tertutup) untuk mencuci tangan atau keperluan
lain.
7) Siapkan handuk kecil bersih dikantong plastik tertutup dan
bawa ke tempat kerja.
b. Saat Melakukan Aplikasi/Penyemprotan
1) Perhatikan kecepatan angin. Jangan menyemprot ketika
angin sangat kencang.
2) Perhatikan arah angin. Jangan menyemprot dengan
menentang arah angin karena drift pestisida bisa membalik
dan mengenai diri sendiri.
3) Jangan membawa makanan, minuman, atau rokok dalam
kantung pakaian kerja.
4) Jangan makan, minum atau merokok selama menyemprot.
41
5) Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung
tangan, atau lengan baju yang telah terkontaminasi
pestisida.
6) Jika nosel (nozzle) tersumbat, jangan meniupnya langsung
dengan mulut.
c. Sesudah Penyemprotan
1) Cuci tangan dengan sabun hingga bersih setelah pekerjaan
selesai.
2) Segera mandi dengan sabun ganti pakaian kerja dengan
pakaian sehari-hari setelah sampai di rumah.
3) Cuci pakaian kerja secara terpisah dari cucian lainnya.
4) Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi di dekat
tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantung
plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawa pakaian kerja
dalam kantung tersendiri.
5) Makan, minum, merokok hanya dilakukan setelah mandi
atau setidaknya setelah mencuci tangan dengan sabun
11. Efek Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti aturan yang sudah
ditetapkan oleh perusahaan yang sudah mendapatkan lisensi (izin
distribusi). Dapat menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi
kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak
42
negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam
memilih jenis dan cara penggunaannya. Adapun dampak negatif yang
mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya:
a. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang
kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah.
Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan
pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak
langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar
pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari
tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui
menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida
tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh
bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan
terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
b. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan
masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi
pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air
diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat
meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini
termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan.
Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh
burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah terjadi
43
adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa
dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata
burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida
organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung
itu sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja
perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis
burung itu akan punah.
c. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan
terhadap takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini baru
musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya,
jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran
pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak
terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya
44
D. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya:
Sintesa penelitian tentang kepatuhan Alat Pelindung Diri pada petani
NO. Peneliti Judul Penelitian Kerakteristik Penelitian Hasil
Desain Dimensi
1 Maria G. C.
Yuantari, Cornelis A.
M. Van Gestel, Nico
M. Van Straalen,
Budi Widianarko,
Henna R. Sunoko,
Muhammad N.
Shobib. (2015).
https://www.ncbi.nlm.nih.go
v/pubmed/25716528
Knowledge, attitude,
and practice of
Indonesian farmers
regarding the use of
personal protective
equipment against
pesticide exposure
Kuantitatif Pengetahuan, sikap,
Praktek, petani yang
menggunakan
pestisida, paparan
pestisida, penilaian
risiko, perlindungan
kesehatan.
Pentingnya menggunakan
APD seperti topi, masker,
kacamata, sepatu dan sarung
tangan. Namun dalam
prakteknya, hanya 3,8% yang
memakai kacamata, 1,9%
menggunakan sepatu, bah-
kan topeng yang di-gunakan
hanya terdiri dari baju
mereka diikat disekitar mulut.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25716528https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25716528
45
2 Ewan MacFarlane,
Renee Carey, Tessa
Keegel, Sonia El –
Zaemay, Lin
Fritschi. (2013)
http://www.e-
shaw.net/article/S20
93-
7911%2813%29000
29-2/abstract
Dermal Exposure
Associated With
Occuptional End
Use of Pesticides
and the Role of
Protective
Measures.
disektor pertanian sangat
sulit untuk menerapkan tek-
nik atau system kendali da-
lam menggunakan pestisida.
Tetapi kepatuhan petani da-
lam pengguaan APD, yang
mayoritasnya terkena dam-
pak miskin.
3 Habibi (2012)
http://repository.unh
as.ac.id:4002/digilib/
gdl.php?mod=brows
e&op=read&id=--
habibi-22462
Pengaruh peng-
gunaan APD ter-
hadap kadar enzim
Cholinestrase pada
petani sayur peng-
guna pestisida
Kuantitatf
Pendidikan, masa
kerja, kelompok umur
pengetahuan & peng-
gunaan APD.
kadar enzim cholinesterase
kelompok intervensi saat pre
test diperoleh nilai mean
83,25 (SD : ±7,19) & saat
post test diperoleh nilai mean
87,53 (SD : ±3,98).
http://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstracthttp://www.e-shaw.net/article/S2093-7911%2813%2900029-2/abstract
46
Sedangkan kadar enzim
cholinesterase kelompok
kontrol saat pre test diperoleh
nilai mean 83,25 (SD : ±7,19)
dan saat post test diperoleh
nilai mean 74,0 (SD : ±6,96).
4 Sularti (2012)
https://publikasiilmiah
.ums.ac.id.
Tingkat
pengetahuan
bahaya pestisida &
kebiasan pemakaian
APD dilihat dari
munculnya tanda
gejala keracunan
pada kelompok tani
Kuantitatf
Pengetahuan,
kebiasaan pengguaan
APD, gejala
keracunan,
Ada 29 sampel (64%) yang
memiliki pengetahuan
rendah, adapun kebiasaan
menggunakan APD yang
tidak lengkap sebanyak 36
sampe (80%) & 30 sampel
(67%) memiliki gejala
keracunan pestisida.
5 Lilis Zakiyatunnufus
(2015)
Pengetahuan, Sikap
& tindakan petani
Kuantitatif Umur, pendidikan
terakhir, pekerjaan
Petani umumnya memiliki
sikap kerasionalan yang
47
http://repository.ipb.a
c.id/handle/12345678
9/77630
sayur dalam
penggunaan
pestisida di kab.
Pandeglang, Banten
utama, penghasilan
perbulan, jumlah
tanggungan keluarga
& keanggotaan kelom-
pok tani
masih rendah dalam
menggunakan pestisida, &
banyak faktor yang
mempengaruhi pengetahuan,
sikap & tindakan dalam
penggunaan pestisida.
6 AYU DANTI
DWIASTUTI (2015)
http://lib.unnes.ac.id/
21382
Pengaruh
pemutaran media
video terhadap
peningkatan
pengetahuan
tentang keracunan
pestisida pada
petani bawang
merah kabupaten
Brebes.
Kuantitatif Pendidikan, usia,
media Video, jenis
kelamin, masa kerja &
praktek penggunaan
pestisida.
kelompok eksperimen
sebesar 2,9 & kelompok rata-
rata selisih skor pre-test &
post-test kelompok eks-
perimen & kelompok kontrol
diperoleh hasil signifikasi
atau nilai p = 0,0001 (
48
penyuluhan dengan
pemutaran media audio
visual tentang keracunan
pestisida lebih efektif dalam
meningkatkan pengetahuan
keracunan pestisida.
7 Wiji Priyitno (2014)
http:ejournal.unri.ac.i
d/index.php/JKL/articl
e/download/2439/239
9
hubungan
pengetahuan,
persepsi, dan
perilaku
pengetahuan dalam
penggunaan
pestisida di kel.
maharatu, kota
Pekanbaru
Kuantitatif Usia, pendidikan,
pengalaman,
penghasilan, tingkat
sosial eko-nomi,
pengetahuan,
persepsi tentang
pestisida, perilaku
petani tentang
pestisida
Tingkat social ekonomi
berpengaruh secara nyata
terhadap pengetahuan,
persepsi & perilaku petani &
persepsi perilaku
penanganan risiko pestisida
cukup baik.
8 Christine Heather Development of Kualitatif Motivasi HAPA, korelasi yang signifikan
49
Clark (2015)
aut.researchgateway.
ac.nz/handle/10292/8
916
com-puter based
Physiotherapy
patient education
grounded in health
action process
approach and
multimedia learning
theory
pengetahuan &hasil
fungsional, & mem-
buat tindakan &
rencana mengatasi
cukup kuat terjadi di antara
semua variabel tahap HAPA
motivasi, tiga diri khasiat &
niat perilaku, yang kehendak
diri khasiat & kepatuhan
rumahan, kepatuhan
berdasarkan klinik & niat
perilaku. berdasarkan klinik
kepatuhan & pemeliharaan
self-efficacy .
9 Mariana Macphail,
Barbara Mullan
(2014)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
mc/articles/PMC4206248/
Using the Health
Action Process and
Improve Health
Outcomes in
Individuals with Type
2 Diabetes Militus
Kuantitatif IMB, Lingkar
pinggang, tekanan
darah, glukosa, kadar
lipid dan diabetes
Hanya faktor risiko dan
pemulihan efikasi diri yang
berkontributor pada variable
independenyang signifikan.
Namun HAPA tidak
memprediksi makanan sehat
50
dan interversi tidak berhasil
dalam mengubah makanan
sehat.
10 Siti Raoda (2015) Model Kepatuhan
terhadap SOP
Penyelaman
Nelayan Tradisional
Teripang diPulau
Barrang Lompo
Makassar
Kuantitatif Pengetahuan , nilai
ekonomi, dukungan
sosial, persepsi risiko,
harapan hasil, efikasi
diri tugas, efikasi
pemeliharaan, niat,
perencanaan dan
kepatuhan.
Efikasi diri tugas, harapan
hasil, persepsi risiko
mempengaruhi kepatuhan
tradisional terhadap SOP
penyelam sedangkan
harapan hasil yang positif,
niat yang baik tidak membuat
nelayan mematuhi SOP
dengan baik.
11 Anis Zakiah
Mazlana*, Hazilia
Hussain, Mohamed
Potential Dermal
Exposure
Assessment of
Farmer to Herbicide
Lamanya bekerja,
umur, pengetahuan,
jenis APD
Kurangnya pengetahuan dan
penggunaan APD yang
sesuai SOP maka risikonya
sangat besar terjadinya
51
Azwan Mohamed
Zawawi (2016)
https://www.research
gate.net/publication/3
09877097
Imazapic in an
Agriculture Area
keracunan.
https://www.researchgate.net/publication/309877097https://www.researchgate.net/publication/309877097https://www.researchgate.net/publication/309877097
52
E. Lokus Penelitian
Penelitian yang telah terkait dengan pestisida telah dilakukan
sebelumnya. Pada umumnya berupa studi terhadap pengetahuan
penggunaan pestisida (Perez. 2015; Dwiastuti. 2015; Lekei et al. 2014).
Determinan keberhasilan dan hambatan dalam penggunaan pestisida
terkait dengan penggunaan apd (Andrade. 2015; Zadjali et al. 2014;
Macfarlane et al. 2013), ataupun literatur terkait sikap, pengetahuan dan
perilaku petani dalam menggunakan pestisida. (Mazlan et al. 2016;
Yuantari et al. 2015; Habibi. 2012).
Beberapa studi telah mengevaluasi bagaiman pengaruh dukungan
sosial terhadap pembentukan persepsi risiko dan perilaku terhadap
penggunaan pestisida (Cezar-Vaz et al. 2016; Butinof et ala. 2015;
Priyino, w. 2014; Dellavalle et al. 2012), penelitian – penelitian tersebut
memberikan hasil yang bervariasi, ada yang sejalan dan yang lainnya
tidak.
Hasil studi literatur sebelumnya yang terkait pada topik ini tentang
kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada saat menggunakan
pestisida (Sularti. 2012; Perez. 2015; Lilis. 2015; Fan et al. 2015).
Kepatuhan menggunakan APD dipengaruhi oleh beberapa faktor utama
antaralain: pertama, kepatuhan ditentukan oleh akses ke peralatan yang
tepat (yaitu ketersediaan dan kualitas APD misalnya sarung tangan tahan
53
kimia, APD cocok untuk karakteristik penduduk setempat (Macfarlane et
al, 2013). Kedua, faktor eksternal seperti kondisi cuaca (panas yang
ekstrim) dan lingkungan kerja (Barraza et al. 2011; Macfarlane et al.
2013;.Jensen et al. 2011). Ketiga, faktor perilaku pekerja (yaitu pengaruh
pada kemauan pekerja untuk menggunakan apd) (Dellavalle et al. 2012).
Secara khusus, kepatuhan pekerja telah terbukti dipengaruhi oleh
persepsi risiko pestisida (Fan. 2015; Feola & Binder. 2010), lingkungan
sosial (Ríos-González et al. 2013), peran gender (Lu. J. L 2010 & Barraza
et al. 2011) meskipun terdapat beberapa studi yang sama tetapi pada
penelitian ini tempat, waktu dan komunitasnya berbeda.
Kepatuhan menggunakan APD adalah melaksanakan cara dan
perilaku yang disarankan oleh orang lain dan kepatuhan juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku yang positif dalam mencapai tujuan. Faktor
yang dapat mempengaruhi kepatuhan antaralain: peralatan yang tepat,
pendidikan, niat, pengetahuan, persepsi risiko, Umur, lingkungan – sosial.
Beberapa hasil telaah jurnal yang dilakukan oleh peneliti, variabel
peralatan yang tepat seperti kualitas dan ukuran APD yang tepat sesuai
penggunaannya, variabel persepsi risiko seperti dampak yang terjadi
ketika tidak memakai APD pada saat bekerja, variabel sosial seperti
kepercayaan diri, effikasi diri, dukungan sosial dan keluarga. Kunci dari
kepatuhan menggunakan APD adalah memberikan dukungan dan
54
motivasi secara terus menerus agar petani tersebut terlindungi dari
bahaya keracunan selama menggunakan dan menyemprot pestisida.
Kelompok petani penyemprot hama yang paling rentan terkena
paparan pestisida secara langsung selama bercocok tanam. Keracunan
pestisida dikalangan petani semakin meningkat disebabkankan
kurangnya kepatuhan menggunakan APD yang tepat pada saat
menggunakan pestisida, dan pengetahuan tentang pemakaian pestisida.
Kementrian Pertanian telah berupaya membuat regulasi tentang pestisida
supaya petani dapat mengurangi penggunaan pestisida yang berlebihan,
serta mengadakan pelatihan tentang pemakaian pestisida. Keracunan
pestisida pada petani dapat dihindari atau dieliminasi dengan cara
mengetahui penggunaan pestisida yang tepat dan menggunakan APD
secara standar. Agar mematuhi menggunakan APD, petani harus
memotivasi diri sendiri dan melanjutkan dengan tindakan menggunakan
APD yang sesuai standar pada saat menggunakan pestisida.
Belum ada penelitian sebelumnya yang melihat dengan
pendekatan teori Health Action Process Approach (HAPA), teori tersebut
memberikan penjelasan tentang perilaku yang menunjukkan bahwa
perubahan perilaku kesehatan dimulai dari motivaisi diri dan diteruskan
ke tingkah laku, beberapa penelitian sebelumnya pada umumnya hanya
fokus pada persepsi risiko, lingkungan dan sosial. Berdasarkan asumsi
55
tersebut maka penulis tertarik untuk mengeksplorasi petani penyemprot
hama dengan menggunakan teori HAPA di Kecamatan Bantimurung
Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.
F. Kerangka Teori
Pada teori Health Action Process Approach (HAPA) yang
dikembangkan oleh Ralf Schwarzer (1992) dalam Raodah (2015),
Menyebutkan bahwa ada dua model untuk mengubah perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, yaitu The Continuum Version (baik
untuk menganalisis dan memprediksi perilaku) dan the stage version
(baik untuk mengintervensi). The Continuum Version terdiri dari dua fase
yaitu motivation phase and volition phase. Sedangkan pada the stage
version terdiri dari tiga tingkatan yaitu pre – intentional, intentional dan
actional.
Health Action Process Approach (HAPA) adalah pendekatan
social– kognisi dari perilaku kesehatan yang menunjukkan bahwa
perubahan perilaku kesehatan merupakan suatu proses dari fase
motivasi dan fase kehendak. Tujuannya untuk melihat bagaimana proses
seseorang sebelum bertindak dalam kesehatan, menjelaskan apa yang
memotivasi seseorang untuk berubah dan bagaimana orang tersebut
mengambil tindakan pencegahan. Dalam teori ini menggambarkan serta
menjelaskan bagaimana dan mengadopsi perilaku kesehatan.
56
Menurut Schwarzer (2003), Pada metode Helth Action Process
Approach ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase motifasi dan fase
kehendak. Fase motivasi adalah proses di mana seorang individu
membentuk niat baik mengadopsi pencegahan perilaku tindakan atau
risiko perubahan demi orang lain. Fase kehendak selanjutnya meliputi
proses pelaksanaan niat ke dalam perilaku yang sebenarnya, yaitu,
inisiasi, pemeliharaan, dan pemulihan. Bagian berikut, berdasarkan
publikasi oleh Ralf Schwarzer (1992, 1999, 2001), memberikan gambaran
singkat dari konstruksi teoritis dasar dan asumsi dari model HAPA.
Pada prinsipnya manusia memiliki control atas perilakunya,
sehingga perilaku kesehatan dapat diatasi dengan upaya self–regulatory
57
(pengaturan diri) dan meningkatkan perilaku kesehatan seperti tidak
merokok, minuman alkohol, latihan fisik (olahraga), mengontrol berat
badan, kesehatan gigi, maupun pencegahan terjadinya kecelakaan
dalam mengemudi. Beberapa kondisi ini disebabkan karena risk behavior
adalah masalah ketergantungan pada merokok, minum alkohol,
penggunaan sabuk pengaman agar tidak terjadi kecelakaan.
Pada fase motivasi dibutuhkan niat yang positif sedangkan pada
fase kehendak dibutuhkan sebuah perencanaan yang begitu yang baik
serta membuat perencanaan ulang apabila terdapat hambatan sehingga
pada fase motivasi dan fase kehendak dapat berjalan dengan baik.
Intinya perubahan perilaku mengacu pada motivation, volitional dan
actional process dengan adopting dan maintenances kesehatan sehingga
dapat meningkatkan perilaku kesehatan (Schwarzer & Luszcznska,
2008).
Hasil penelitian Raoda (2015), disimpulkan bahwa teori kepatuhan
terhadap SOP penyelam nelayan penyelam tradisional teripang
berdasarkan model HAPA menunjukkan kepatuhan terhadap SOP
penyelam nelayan penyelam tradisional teripang terdiri dari 2 fase, yaitu
fase motivasi dan fase tindakan. Pada fase motivasi pengetahuan
nelayan mengenai SOP penyelam mempengaruhi persepsi risiko
penyelam dengan koefisien jalur 0,19 dan efikasi diri tugas dengan
koefisien jalur 0,20. Persepsi risiko penyelaman mempengaruhi efikasi
58
diri tugas mematuhi SOP dengan koefisien jalur 0,32. Harapan hasil
mematuhi SOP penyelam dipengaruhi nilai ekonomi teripang dengan
koefisien jalur 0,30.
Hanya faktor persepsi risiko dan pemulihan efikasi diri yang
berkontribusi pada variabel independen yang signifikan. Namun teori
HAPA tidak memprediksi makanan sehat dan intervensi tidak berhasil
dalam mengubah makanan sehat. (Macphail, M & Mullan, B. 2014)
G. Kerangka Konsep
Penelitian ini menggunakan teori Health Action Process Approach
(HAPA), karena dalam model psikologi kognisi sosia lyang
menggabungkan perencanaan tindakan. HAPA adalah model yang
melihat dua fase yaitu fase motivasi dan kehendak (Schwarzer, 1992).
Dalam teori ini menyebutkan ada dua model untuk mengubah
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu The continuum
version (baik untuk menganalisis dan memprediksi perilaku) dan The
stage version (baik untuk mengintervensi).
Model perilaku HAPA yang merupakan model berbasis tahapan,
dalam artian model ini membagi perubahan perilaku terjadi dalam dua
tahap yaitu tahap motivasi dan tahap kehendak yang berbeda dan
harus dilewati agar individu dapat mengadopsi, berinisiatif dan
mempertahankan perlindungan kesehatan atau perilaku
pendukungnya. Lebih jauh lagi, HAPA memberikan pengertian tentang
59
komponen psikologis dari setiap fase ini dan bagaimana setiap
komponen berinteraksi dengan komponen lain untuk bersikap atau
tidak (Munafo M. and Ian PA, 2011).
Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti sampai Pada tahap
motivasi, HAPA menunjukkan niat untuk perilaku dipengaruhi oleh
kesadaran akan risiko, harapan hasil dan kemauan diri sendiri. Risk
Awareness adalah kombinasi kesadaran risiko kerentanan
(kemungkinan risiko tertular) dan risiko keparahan. Oleh karena itu jika
tidak ada risiko yang dirasakan dalam ketidakpatuhan penggunaan
APD atau jika risiko keracunan pestisida yang dirasakan tidak
dianggap serius, maka niat untuk menerapkan