KECEMASAN PASCA BERCERAI PADA WANITA DEWASA AWAL
SARAH HOTMAULI Pembimbing : Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, Mpsi
ABSTRAKS Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kecemasan pada wanita dewasa awal pasca bercerai, faktor-faktor penyebab kecemasan dan faktor-faktor yang menyebabkan bercerai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik berjenis kelamin wanita berada pada usia 20-40 tahun dan berstatus janda. Wawancara yang dilakukan adalah berdasarkan pedoman wawancara yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan, dan penjabarannya dalam kalimat. Observasi non partisipan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara dimana peneliti berada diluar subjek yang diteliti dan tidak ikut dalam kegiatan yang mereka lakukan. Sedangkan observasi berstruktur adalah observasi dimana pengamat dalam melaksanakan observasinya mennggunakan pedoman pengamatan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek mengalami kecemasan seperti sedih karena keluarganya tidak ada yang membantu, kecewa atas pernikahan dan kehidupan yang dialaminya, cemas dalam memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari dengan tiga orang anak, wanita dewasa awal juga harus bisa mengatur ekonomi keluarga secara mandiri dan panik memikirkan masa depan anak-anaknya. Faktor yang menyebabkan kecemasan pasca bercerai pada wanita dewasa awal adalah sulitnya bagi subjek dalam mencari pekerjaan pada saat wanita tersebut pada awalnya sebagai ibu rumah tangga. Dan faktor yang menyebabkan perceraian pada subjek adalah tidak terdapatnya pencatatan perkawinan sipil sebagai syarat pegawai negeri sipil untuk memasukkan tanggungan anak-anak ke dalam daftar gaji, dan mantan subjek tidak memberikan santunan terhadap keluarga. Tetapi pada akhirnya subjek tersebut mandiri dan tegar dalam menjalani kehidupannya serta mengatasinya dengan berdoa memohon kepada Tuhan YME, selain itu juga wanita dewasa awal mengikuti kegiatan di gereja dan dengan adanya anak-anak yang selalu ada di dekatnya maka wanita dewasa awal ini merasa terhibur. Kata kunci : Kecemasan, Pasca Bercerai, wanita Dewasa Awal
1
2
PENDAHULUAN
Latar belakang Masalah
Didalam perkembangan hidup manusia
selalu dimulai dari berbagai tahapan, yang
dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan
dewasa. Dalam setiap tahapan
perkembangan terdapat tugas-tugas yang
khas yang harus diselesaikan oleh individu
untuk kemudian dilanjutkan ketahapan
berikutnya. Salah satu tahapan dimana
individu memulai suatu babak baru dalam
kehidupan adalah tahapan dewasa muda
(Turner, 1995). Pada saat seseorang telah
berhasil melalui masa remaja dan harus
menyiapkan diri untuk menghadapi
tantangan kehidupan dewasa. Dalam
kehidupan dewasa selalu dihadapkan pada
suatu proses hidup dimana manusia dewasa
harus melalui suatu perkawinan. Pada
masyarakat modern, pada umumnya
manusia dewasa yang sudah mengalami
perkawinan, dalam menjalani kehidupan
selalu diikuti oleh perasaan cemas ini dapat
dilihat berdasarkan dari jenis kelamin,
pengalaman, keadaan ekonomi dan status
perkawinan (Mc Neil, dalam Fransisca,
2000). Cemas menurut sebagian ahli
psikologi adalah seseorang yang merasa
tidak mampu melawan bahaya yang
mengancam bila sumbernya tidak diketahui.
Menurut Atkinson (1992) orang yang
mengalami gangguan kecemasan, baik
kecemasan menyeluruh maupun gangguan
panik biasanya tidak mengetahui sebabnya
mengapa mereka tercekam, ketakutan,
sehingga kecemasan ini disebut dengan
“mengambang dengan bebas” atau
kecemasan yang tidak jelas penyebabnya.
Setiap pasangan tentunya menginginkan
kehidupan perkawinannya akan berlangsung
lebih lama. Namun, kadang kala sebuah
perkawinan harus menghadapi masa-masa
sulit yang tidak dapat dielakkan lagi dan
akan berakhir dengan perceraian. Perceraian
didefinisikan sebagai penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim, atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan
itu.
Secara umum dan logika, kaum pria
lebih banyak menderita kecemasan dan rasa
takut dalam menghadapi masa depan setelah
bercerai, mengingat fungsinya sebagai
penanggung jawab atas diri dan keluarganya,
serta sebagai pilar utama untuk
membahagiakan rumah tangga. Akan tetapi
pada kenyataannya setelah melalui
penelitian dan studi ilmiah, terbukti bahwa
wanitalah yang lebih sering merasakan
kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi
masa depan setelah bercerai (Aqshari, 2007).
Derajat kecemasan dan ketakutan akan
masa depan setelah bercerai pada diri wanita
dewasa awal menjadi lebih jelas dilihat
dalam kehidupan sehari-hari. Wanita dewasa
awal lebih sering cemas dan takut setelah
bercerai ketika sudah mempunyai anak yang
telah memasuki usia sekolah.
Selanjutnya pengertian kecemasan
pasca bercerai adalah suatu keadaan emosi
yang tidak menyenangkan yang ditandai
oleh perasaan tegang, ketakutan, dan gelisah
yang bersifat subjektif. Ini disebabkan
karena adanya situasi yang mengancam yang
membahayakan subjek serta sumbernya
tidak diketahui, internal dan samar-samar.
Argill (dalam Aqshari, 2007) menyakini
bahwa rata-rata kecemasan dan ketakutan
akan masa depan pada wanita setelah
bercerai semakin bertambah, karena mereka
menghadapi masalah yang lebih banyak. Itu
karena wanita lebih perasa. Artinya, pada
tingkat tertentu, mereka lebih sering
terpengaruh dengan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sebagai orangtua tunggal (single parent).
Selain sebagai orangtua tunggal (single
parent) wanita juga mempunyai kesulitan
dalam menghadapi masyarakat yang masih
berpandangan negatif terhadap perceraian,
sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa
malu dan keputusasaan pada wanita tersebut.
Pentingnya penelitian ini karena di
Indonesia masih banyak wanita yang
mengalami kecemasan pasca bercerai hanya
berpedoman kepada kemampuan yang
kurang percaya diri dan selalu hanya
memikirkan bagaimana kelangsungan hidup
sehari-hari bersama anak-anak yang akan
beranjak dewasa padahal tidak perlu
demikian. Seharusnya mereka membuka diri
dan menggali potensi mereka dalam
menghadapi kehidupannya sehari-hari
supaya mereka tidak cemas menghadapi
kemungkinan yang ada dilingkungan
hidupnya sebagai single parents.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kecemasan pada
subjek dalam keadaan pasca bercerai ?
2. Faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan kecemasan pada subjek ?
3. Bagaimanakah cara mengatasi
kecemasan pada subjek ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana gambaran
kecemasan pada subjek pasca bercerai,
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
kecemasan pada subjek dan bagaimanakah
cara mengatasi kecemasan pada subjek.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki dua
manfaat, yaitu :
a. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
wanita dewasa awal mengalami kecemasan
pasca bercerai, seperti sedih karena
keluarganya tidak ada yang membantu,
kecewa atas pernikahan dan kehidupan yang
dialaminya, cemas dalam memikirkan
kebutuhan hidup sehari-hari dengan tiga
orang anak, wanita dewasa awal juga harus
bisa mengatur ekonomi keluarga secara
mandiri dan panik memikirkan masa depan
anak-anaknya. Faktor yang menyebabkan
kecemasan pasca bercerai pada wanita
dewasa awal adalah sulitnya bagi wanita
dewasa awal dalam mencari pekerjaan pada
saat wanita tersebut pada awalnya sebagai
ibu rumah tangga. Tetapi pada akhirnya
wanita dewasa awal tersebut mandiri dan
tegar dalam menjalani kehidupannya serta
mengatasinya dengan berdoa memohon
kepada Tuhan YME, selain itu juga wanita
dewasa awal mengikuti kegiatan di gereja
dan dengan adanya anak-anak yang selalu
3
ada di dekatnya maka wanita dewasa awal
ini merasa terhibur. Dengan penelitian ini di
harapkan dapat memberikan masukan bagi
setiap wanita, khususnya bagi wanita yang
mengalami perceraian memberi gambaran
secara mendalam tentang bagaimana
kecemasan pada wanita yang bercerai, untuk
dapat melihat bagaimana wanita lain
mengatasi kecemasannya setelah mengalami
perceraian, dan memberikan masukan
kepada ahli bahwa selain kekerasan dalam
rumah tangga, perselingkuhan, terdapat juga
tidak bertanggung jawabnya seseorang
dalam rumah tangga yang dapat
menimbulkan seseorang bercerai, sehingga
konselor perkawinan dapat mengetahui
masalah-masalah apa saja yang sering
dialami pada wanita yang bercerai, dan
bagaimana pula mengatasinya.
b. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
wanita dewasa awal mengalami kecemasan
pasca bercerai, seperti sedih karena
keluarganya tidak ada yang membantu,
kecewa atas pernikahan dan kehidupan yang
dialaminya, cemas dalam memikirkan
kebutuhan hidup sehari-hari dengan tiga
orang anak, wanita dewasa awal juga harus
bisa mengatur ekonomi keluarga secara
mandiri dan panik memikirkan masa depan
anak-anaknya. Faktor yang menyebabkan
kecemasan pasca bercerai pada wanita
dewasa awal adalah sulitnya bagi wanita
dewasa awal dalam mencari pekerjaan pada
saat wanita tersebut pada awalnya sebagai
ibu rumah tangga. Dengan hasil penelitian
ini diharapkan dapat menambah ragam ilmu
psikologi khususnya dibidang psikologi
klinis, yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam penelitian lebih lanjut,
terutama yang mendapat gambaran
mengenai konsep-konsep yang berkaitan
dengan judul penelitian ini baik melalui
metode kualitatif maupun kuantitatif, dan
penelitian ini diharapkan agar menjadi bahan
kajian mengenai kecemasan pada wanita
dewasa awal yang mengalami perceraian.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecemasan adalah suatu penyerta yang
normal dalam kehidupan kita sehari-hari,
dari perubahan atau dari pengalaman sesuatu
yang baru dan belum pernah dicoba. Setiap
orang, siapapun dia pasti pernah mengalami
kecemasan, seperti halnya seorang anak
yang terancam perpisahan dengan
orangtuanya, atau bagi remaja pada saat
kencan pertamanya. Kecemasan diartikan
sebagai respon dari suatu keadaan yang
disebabkan adanya ancaman yang
sumbernya tidak diketahui, internal dan
samar-samar (Kaplan dkk, 1997).
Selain itu pengertian kecemasan adalah
suatu keadaan emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai oleh perasaan
tegang, ketakutan, dan gelisah yang bersifat
subjektif. Ini disebabkan karena adanya
situasi yang mengancam yang
membahayakan subjek serta sumbernya
tidak diketahui, internal dan samar-samar.
Sedangkan menurut Davison dan Neale
(dalam Fausiah dkk, 2005) kecemasan
adalah munculnya perasaan takut dan kehati-
hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas
dan tidak menyenangkan. Kecemasan
4
seringkali ditandai dengan gejala fisik
seperti sakit kepala, jantung berdebar cepat,
dada terasa sesak, tidak tenang dan tidak
dapat duduk tenang.
Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan
Penyebab timbulnya kecemasan yang
dialami oleh seseorang masih sulit untuk
diperkirakan dengan tepat. Hal ini
disebabkan oleh adanya sifat subjektif dari
kecemasan, yaitu kejadian atau pengalaman
yang sama (serupa) belum tentu
dirasakannya sama oleh masing-masing
individu, dengan kata lain suatu rangsangan
atau kejadian dengan kualitas dan kuantitas
yang sama, namun dapat diinterpretasikan
secara berbeda oleh setiap individu (dalam
Hermawati dkk, 1994).
Menurut Beck dan beberapa para ahli
psikologi kognitif lainnya (dalam Freeman
& Di Tomasso, 1994) penyebab dari
kecemasan seseorang kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor dari
potensial penentu (predisposisi) dan faktor
pencetus (precipitating), yaitu :
a. Faktor-faktor potensial penentu
(predisposisi).
1) Pewaris genetik
2) Penyakit fisik
3) Trauma mental
4) Pikiran-pikiran, asumsi dan
kesalahan proses kognisi
5) Kurang efektifnya mekanisme
penyesuaian diri (coping)
b. Faktor-faktor pencetus (precipitating)
1) Masalah fisik
2) Stressor eksternal yang berat
3) Kepekaan emosi
Komponen Kecemasan
Menurut Leitenberg & Mc Neil (dalam
Fransisca, 2000) kecemasan memiliki tiga
komponen, yaitu :
a. Kognisi yang ditandai adanya gejala :
1) Berbicara pada diri sendiri
mengenai hal-hal yang negatif
(negatif self talk). Menurut
Blackburn & Eunson (dalam
Blackburn & Davidson, 1994) ini
merupakan pikiran otomatis dan
berlangsung secara reflek yang
merupakan komentar-komentar
langsung terhadap situasi yang
sedang dihadapi.
2) Kepercayaan pada kemampuan diri
untuk menyelesaikan suatu tugas
rendah (low self efficacy belief).
3) Kekhawatiran yang berlebihan,
bahkan seringkali dalam derajat
yang tidak masuk akal (absessive
worring).
4) Penyangkalan diri (self
abnegation).
b. Tingkah laku
Tingkah laku yang diasosiasikan dengan
kecemasan biasanya bersifat motorik
dan dapat diamati. Biasanya tindakan
yang dilakukan yaitu menghindari atau
melarikan diri. Marks (dalam Fransisca,
2000) menemukan empat macam
tingkah laku yang diasosiasikan dengan
kecemasan, yaitu :
1) Menarik diri (Withdrawal), ada 2
(dua) macam :
a). Menghindari (Avoidance) :
menghindar terhadap objek
5
atau situasi telah lama menjadi
tanda dari fobia. Menghindar
merupakan bentuk kecemasan
atau ketakutan dengan cara
menghindari objek atau situasi
tersebut.
b). Melarikan diri (Escape) :
tingkah laku yang mirip
dengan avoidance, tetapi
individu tidak langsung
menghindari objek atau situasi
seperti pada avoidance. Disini
individu menghadapi objek
atau situasi tersebut terlebih
dahulu, baru kemudian
meninggalkannya sebelum
waktunya.
2) Diam (Immobility) : ada 2 (dua)
macam, yaitu :
a). Membeku (Freezing) :
immobility (diam), tetapi tetap
waspada atau penuh
perhatian, artinya walaupun
merasa tidak berdaya atau
takut, tetapi tetap
meningkatkan kesadaran akan
adanya bahaya yang mungkin
timbul.
b). Tidak berespon (Unresponsive)
: organisme tampak seperti
mati. Respon-respon
kecemasan seperti ini jarang
terjadi pada manusia, tetapi
dapat dilihat pada reaksi yang
ekstrim terhadap sumber-
sumber stress yang utama.
3) Tunduk atau patuh (Submission)
Organisme berusaha untuk
mengelak dari serangan pada
dirinya atau berusaha untuk
menerangkan organisme yang
terancam. Pada manusia,
penenangan dapat diamati dalam
setiap interaksi sosial, seperti
situasi dimana individu dengan
status yang lebih rendah berusaha
untuk menentramkan orang dengan
status yang lebih tinggi, dengan
cara menghindari kontak mata.
4) Agresi (Agression) : respon
individu terhadap ancaman dapat
dilakukan dengan mengurangi
serangan dari orang lain.
Contohnya, verbal attack (serangan
secara verbal) dan threats
(ancaman).
c. Respon Fisiologis
Kecemasan yang diasosiasikan dengan
perubahan-perubahan pada organ dan
sistem tubuh, seperti pada denyut
jantung, aliran darah, tekanan darah,
dan lain-lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang berbentuk studi
kasus. Menurut Stake (dalam Heru Basuki,
2006) menjelaskan bahwa nama studi kasus
ditekankan oleh beberapa peneliti karena
memokuskan tentang apa yang dapat
dipelajari secara khusus pada kasus tunggal.
Studi kasus tidak selalu menggunakan
pendekatan kualitatif, ada beberapa studi
kasus yang menggunakan pendekatan
kuantitatif.
6
Jumlah subjek dalam penelitian ini
adalah satu orang dengan karakteristik
wanita dewasa awal berumur 20-40 tahun
yang telah bercerai.
Pada penelitian ini pengumpulan
data dilakukan tiga alat pengumpul data
yaitu pedoman wawancara disusun
berdasarkan gambaran kecemasan pada
subjek dalam keadaan pasca bercerai, faktor-
faktor yang menyebabkan kecemasan pada
subjek, dan bagaimana cara mengatasi
kecemasan pada subjek, pedoman observasi
digunakan untukmencatat hal-hal penting
yang terjadi selama wawancara. Catatan ini
berisikan deskripsi tentang hal-hal yang
diamati, yang dianggap penting oleh
peneliti, misalnya: penampilan dan gerak-
gerik responden selama wawancara yang
dirasakan penting, gangguan-gangguan yang
dialami saat wawancara, dan alat perekam
alat berguna sebagai alat bantu pada saat
wawancara, agar penulis dapat benar-benar
berkonsentrasi pada saat pengambilan data
tanpa harus berhenti untuk mencatat
jawaban-jawaban responden. Dalam
mengumpulkan data, baru dapat
dipergunakan setelah penulis memperoleh
izin dari subjek untuk menggunakan alat
tersebut selama proses wawancara
berlangsung.
Keakuratan Penelitian
Untuk menjaga keakuratan
penelitian, peneliti menggunakan triangulasi
penelitian: triangulasi metode, triangulasi
sumber, triangulasi teori dan penyelidik.
Hasil dan Analisis
Dalam pelaksanaan penelitian ini,
observasi dan wawancara dilakukan secara
terpisah, pada hari yang berbeda. Hal ini
dilakukan, agar peneliti mendapatkan data
yang lebih akurat. Pelaksanaan observasi
dilakukan dirumah tanggal 10 Desember
2008 dan ditempat subjek bekerja pada
tanggal 13 Desember 2008. Wawancara
dengan subjek dan significant other
dilakukan satu kali tanggal 7 Desember
2008 pada saat hari libur kerja subjek dan
juga hari libur kerja significant other.
Analisis Hasil observasi
Pada saat observasi pada subjek dapat
dilihat bahwa subjek tidak memikirkan
orang sekelilingnya. Setelah bercerai subjek
terlihat sangat cemas memikirkan bagaimana
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
anak-anaknya. namun demikian subjek
percaya pada kemampuan dirinya bahwa
subjek dapat memecahkan masalah ekonomi
keluarga secara mandiri. Subjek sangat takut
dan panik ketika anak-anaknya sakit dimana
pada saat itu uang ditangan tidak ada sama
sekali dan subjek juga belum mempunyai
pekerjaan yang menetap. Namun demikian
subjek tidak pernah putus asa dan berusaha
terus dari mulai subjek mulai berdagang
baju, melamar pekerjaan untuk mengajar di
SMA sampai Universitas swasta sebelum
mendapat pekerjaan yang tetap sebagai PNS.
Subjek percaya dan menyandarkan harapan
dan kehidupannya hanya kepada Tuhan yang
dapat menolongnya walaupun berbagai
rintangan yang dihadapinya sampai anak-
anaknya menanjak dewasa. Subjek hanya
berprinsip bahwa kehidupan hanya dijalani
7
sendiri tanpa adanya keluarga yang normal.
Subjek juga sebelum mendapat pekerjaan
yang tetap kondisi fisiknya selalu terganggu
namun subjek dapat mengatasi dengan cara
istirahat yang cukup dan minum obat.
Analisis Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara terdapat bahwa
subjek dalam menjalani kehidupan tidak
memikirkan tanggapan sekelilingnya. Dalam
hal ini subjek hanya memikirkan bagaimana
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dengan tiga orang anak yang akan memasuki
usia sekolah. Subjek mengalami kecemasan
pasca bercerai dalam mencari pekerjaan
namun subjek dapat mengatasinya dengan
cara bekerja apa pun dan pasrah dengan
menyandarkan keyakinannya pada Tuhan.
Walaupun subjek di dalam melakukan
pekerjaan memasrahkan dirinya kepada
Tuhan, subjek seringkali merasa panik
dalam memenuhi kebutuhan anak-anak
terlebih lagi pada saat anaknya sakit
sementara subjek tidak memiliki uang
ditangan.
Subjek sebagai single parent menjalani
kehidupannya tanpa bantuan orang lain,
subjek bekerja keras dan selalu dengan
sukacita menghadapi masyarakat dan
keluarga. Subjek juga selalu menjaga
kondisi fisiknya agar terlihat baik dengan
secara minum obat yang teratur dan menjaga
penampilannya agar tetap fresh. Subjek
tidak pernah menarik diri dan menghindari
mantan keluarga atau suami karena subjek
merasa tidak pernah bertemu. Subjek tetap
merasa bersemangat dan bertanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah
tangga dan anak-anak. Subjek tidak
berperilaku agresi dalam berinteraksi dengan
orang dilingkungan rumahnya. Subjek tidak
menginginkan lagi untuk mempunyai
kehidupan normal. Dalam hal ini subjek
puas dengan kesendiriannya bersama anak-
anak.
Pembahasan
A. Gambaran Kecemasan Pada Subjek
Dalam Keadaan Pasca Bercerai
Masa ketika perceraian terjadi
merupakan masa yang sangat sulit bagi
subjek, terutama menyangkut keadaan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari bersama anak-anaknya. Pada saat
pasca bercerai subjek adalah seorang ibu
rumah tangga yang belum bekerja. Hal
inilah yang membuat subjek dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari merasa
cemas dan takut tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak-
anaknya. Subjek berusaha bekerja keras dari
mulai berdagang baju sampai akhirnya
subjek diterima sebagai PNS yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya hal
tersebut diatas tidak meruntuhkan percaya
diri subjek untuk bekerja dan selalu pasrah
bahwa suatu saat Tuhan akan memberikan
yang terbaik pada subjek.
Subjek menjalani kehidupannya
bersama anak-anaknya dengan percaya diri
walaupun suatu waktu subjek mengalami
kepanikan karena anaknya sakit dimana
pada saat itu subjek tidak memegang uang
ditangan. Walaupun demikian subjek tetap
pasrah dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Subjek tetap percaya
8
diri walaupun tidak ada keluarga yang
membantunya. Sampai sekarang subjek
masih tetap panik dalam memenuhi
kebutuhan anak-anaknya dan subjek merasa
cemas akan masa depan subjek dan anak-
anaknya. Menurut Leitenberg & Mc Neil
(dalam Fransisca, 2000) kecemasan
memiliki tiga komponen, yaitu yang
peratama adalah kognisi yang ditandai
adanya gejala ; berbicara pada diri sendiri
mengenai hal-hal yang negatif (negatif self
talk). Menurut Blackburn & Eunson (dalam
Blackburn & Davidson, 1994) ini
merupakan pikiran otomatis dan
berlangsung secara reflek yang merupakan
komentar-komentar langsung terhadap
situasi yang sedang dihadapi, kepercayaan
pada kemampuan diri untuk menyelesaikan
suatu tugas rendah (low self efficacy belief),
kekhawatiran yang berlebihan, bahkan
seringkali dalam derajat yang tidak masuk
akal (absessive worring), penyangkalan diri
(self abnegation). Yang kedua dari
komponen kecemasan adalah tingkah
lakuyaitu, tingkah laku yang diasosiasikan
dengan kecemasan biasanya bersifat motorik
dan dapat diamati. Biasanya tindakan yang
dilakukan yaitu menghindari atau melarikan
diri. Marks (dalam Fransisca, 2000)
menemukan empat macam tingkah laku
yang diasosiasikan dengan kecemasan, yaitu
menarik diri (withdrawal), ada 2 (dua)
macam dalam menarik diri yaitu yang
pertama, menghindari (avoidance) :
menghindar terhadap objek atau situasi telah
lama menjadi tanda dari fobia. Menghindar
merupakan bentuk kecemasan atau
ketakutan dengan cara menghindari objek
atau situasi tersebut. Yang kedua melarikan
diri (escape) : tingkah laku yang mirip
dengan avoidance, tetapi individu tidak
langsung menghindari objek atau situasi
seperti pada avoidance. Disini individu
menghadapi objek atau situasi tersebut
terlebih dahulu, baru kemudian
meninggalkannya sebelum waktunya. Yang
kedua dari tingkah laku adalah diam
(immobility) ; ada 2 (dua) macam diam,
yaitu ; membeku (freezing), immobility
(diam), tetapi tetap waspada atau penuh
perhatian, artinya walaupun merasa tidak
berdaya atau takut, tetapi tetap
meningkatkan kesadaran akan adanya
bahaya yang mungkin timbul, tidak
berespon (unresponsive) : organisme tampak
seperti mati. Respon-respon kecemasan
seperti ini jarang terjadi pada manusia, tetapi
dapat dilihat pada reaksi yang ekstrim
terhadap sumber-sumber stress yang utama.
Tunduk atau patuh (submission) adalah
organisme berusaha untuk mengelak
dariserangan pada dirinya atau berusaha
untuk menerangkan organisme yang
terancam. Pada manusia, penenangan dapat
diamati dalam setiap interaksi sosial, seperti
situasi dimana individu dengan status yang
lebih rendah berusaha untuk menentramkan
orang dengan status yang lebih tinggi,
dengan cara menghindari kontak mata.
Agresi (agression) : respon individu
terhadap ancaman dapat dilakukan dengan
mengurangi serangan dari orang lain.
Contohnya, verbal attack (serangan secara
verbal) dan threats (ancaman). Ketiga dari
9
komponen kecemasan adalah respon
fisiologis yaitu kecemasan yang
diasosiasikan dengan perubahan-perubahan
pada organ dan sistem tubuh, seperti pada
denyut jantung, aliran darah, tekanan darah,
dan lain-lain. Dari komponen kecemasan
diatas terdapat gambaran kecemasan pada
subjek seperti berbicara pada diri sendiri
mengenai hal-hal yang negatif tentang
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan
masa depan subjek bersama anak-anaknya,
kepercayaan pada kemampuan diri untuk
menyelesaikan suatu tugas sebagai single
parent seperti dalam hal subjek harus
mampu memecahkan masalah ekonomi
keluarganya secara mandiri, kekhawatiran
yang berlebihan ketika anak subjek sakit
sementara subjek tidak memiliki uang,
dalam bertingkah laku subjek tidak
menunjukkan agresi, dan dalam respon
fisiologis subjek merasakan adanya
perubahan-perubahan pada organ dan sistem
tubuhnya, seperti pada denyut jantung dan
tekanan darah. Hal ini menurut Chaplin
(2004) mengemukakan bahwa kecemasan
adalah perasaan campuran berisikan
ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-
masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut. Biasanya cara mengatasi
kecemasan oleh subjek sebagai umat nasrani
adalah menambah ibadahnya di gereja dan
berdoa agar membuat pikirannya lebih
tenang, selalu bersyukur atas sesuatu yang
sudah dimiliki, tidak selalu berfikir atau
menuntut yang tidak ada serta mengurangi
tingkat stress dengan cara positive thinking
dan rileks dalam menjalani kehidupan.
Menurut Ellis (dalam Octaria, 2004) ada
beberapa cara yang dapat digunakan dalam
mengatasi rasa cemas, antara lain menantang
pikiran yang tidak rasional (misalnya:
berfikir yang positif dan berfikir kearah yang
lebih rasional) dan penghentian pikiran
(misalnya: tenang dan rileks).
B. Faktor-Faktor Apa Saja yang
Menyebabkan Kecemasan pada
subjek
Perceraian adalah penyebab dari
kecemasan seseorang dalam menghadapi
kehidupan seseorang. Dalam hal ini ada
beberapa faktor yang menyebabkan
kecemasan pada subjek yaitu dapat dilihat
dari faktor tidak siapnya subjek bercerai
karena subjek pada awalnya sebagai ibu
rumah tangga dan pada saat bercerai subjek
belum bekerja sementara subjek bercerai
dengan ditinggalkan tiga orang anak serta
sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya.
Begitu juga subjek tidak mendapatdukungan
maupun bantuan dari pihak keluarga.
Menurut Beck (dalam Freeman & Di
Tomasso, 1994) penyebab dari kecemasan
seseorang kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor dari potensial penentu
(predisposisi) dan faktor pencetus
(precipitating). faktor dari potensial penentu
(predisposisi) adalah pewaris genetik,
penyakit fisik, Trauma mental, pikiran-
pikiran, asumsi dan kesalahan proses
kognisi, kurang efektifnya mekanisme
penyesuaian diri (coping). Faktor pencetus
(precipitating) adalah masalah fisik, stressor
eksternal yang berat, kepekaan emosi.
10
Ditinjau dari faktor potensial penentu
(predisposisi) yaitu penyebab kecemasan
pada subjek yang pertama adalah pikiran-
pikiran, asumsi-asumsi dan kesalahan
proses kognisi, seperti subjek tidak
mampu, tapi subjek harus bisa mengatasi
masalah ekonomi keluarganya sendiri,
Karena orang lain tidak akan membantu
subjek, subjek memikirkan bagaimana
untuk memenuhi kebutuhan hidup subjek
dan masa depan anak-anaknya.
Faktor-faktor penyebab kecemasan
kedua adanya penyakit fisik yang dialami
subjek yaitu adanya perubahan kesehatan
pada subjek seperti sesak nafas, susah tidur,
pusing dan detak jantung meningkat.
Menurut Davison dan Neale (dalam Fausiah
dkk, 2005) kecemasan adalah munculnya
perasaan takut dan kehati-hatian atau
kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak
menyenangkan. Kecemasan ini seringkali
ditandai dengan gejala fisik seperti
sakitkepala, jantung berdebar cepat, dada
terasa sesak, tidak tenang dan tidak dapat
duduk tenang. Perubahan tersebut dapat
terjadi apabila subjek mengalami perubahan
pada denyut jantungnya dalam hal
pengeluaran untuk kebutuhan sekolah,
kehidupan sehari-hari, subjek sakit kepala
melihat tingkah laku anak-anaknya nakal,
dan belum pulang kerumah tepat pada
waktunya.
Ditinjau dari faktor pencetus
(precipitating) yaitu penyebab kecemasan
pada subjek yang pertama adalah masalah
fisik yaitu adanya perubahan kesehatan
pada subjek seperti sesak nafas, susah tidur,
pusing dan detak jantung meningkat.
Faktor pencetus (precipitating) yaitu
penyebab kecemasan pada subjek yang
kedua adalah stressor eksternal, seperti
menjauhnya keluarga dalam kehidupan
subjek yang sebelumnya subjek selalu
mendapat perhatian dan solusi terhadap
masalah yang dihadapinya sebelum
perceraian, namun setelah bercerai keluarga
subjek menjauh dan tidak mempunyai
respon lagi terhadap apa yang dialami
subjek. Hal ini menyebabkan subjek
mengalami kecemasan yang berlebihan
yang mengakibatkan emosi meningkat dan
tidak terkendali.
C. Bagaimana Cara Mengatasi
Kecemasan pada Subjek
Setelah bercerai subjek sangat sulit
mengatasi kecemasan didalam
kehidupannya sehari-hari namun demikian
subjek mencari cara dalam mengatasi
kecemasannya dimana subjek berusaha
bekerja untuk memenuhi
kebutuhanekonomi keluarga sebagai single
parent sampai subjek mandapatkan
pekerjaan menetap sebagai PNS. Dalam hal
ini subjek juga mempunyai cara mengatasi
kecemasannya mencari pekerjaan
tambahan, subjek berusaha untuk mampu
memecahkan masalah ekonomi keluarganya
dengan cara subjek memilih hidup yang
sederhana, subjek pasrah dan selalu
bergantung pada Tuhan karena bagi subjek
tiada yang mustahil bagi Tuhan, subjek
tidak pernah berperilaku agresi, karena
subjek dapat menenangkan pikirannya
11
dengan cara berdoa, subjek berobat ke
rumah sakit serta makan yang teratur dan
bergizi, subjek harus selalu positive
thinking dalam menghadapi kehidupan
sehari-harinya, dan subjek juga harus bisa
mengontrol emosinya. Menurut Ellis (dalam
Octaria, 2004) ada beberapa cara yang
dapat digunakan dalam mengatasi rasa
cemas, antara lain menantang pikiran yang
tidak rasional, penghentian pikiran,
relaksasi, latihan jasmani, pengalihan, cara
invivo, desentisasi sistematis dapat
dilakukan dengan tiga tahap, yaitu
tempatkan diri dalam keadaan rileks,
bayangkan urutan situasi dengan intensitas
yang besar dan pusatkan disekitar peristiwa,
bayangkan cara mengatasi situasi yang
tidak menyenangkan.
Kesimpulan
Setelah dilakukan tahap-tahap
penelitian, mulai dari penyusunan konsep
dan teori, penyusunan pedoman untuk
pengambilan data, analisis, maka tahap
terakhir dari penelitian adalah memberikan
kesimpulan dari penelitian. Kecemasan
pada wanita yang mengalami perceraian,
suatu studi kasus pada wanita yang bercerai
dan mengalami kecemasan, maka
kesimpulan yang bisa didapat, yaitu :
1. Bagaimana Gambaran Kecemasan pada
Subjek dalam Keadaan Pasca bercerai
Pada wanita yang bercerai
merupakan masa yang sangat sulit
untuk mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan latar belakang
pendidikan apalagi wanita tersebut
pada saat bercerai adalah sebagai ibu
rumah tangga. Menurut subjek dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari
merasa cemas dan takut tidak dapat
memenuhi kehidupan sehari-hari
bersama anak-anaknya. Rasa takut dan
cemas tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup anaknya membuat
subjek panik yang mengakibatkan
emosi yang meningkat.
2. Faktor yang Menyebabkan Kecemasan
pada Subjek
Faktor yang menyebabkan
kecemasan pada subjek adalah karena
tidak siapnya subjek bercerai karena
subjek pada awalnya sebagai ibu rumah
tangga. Subjek pada saat bercerai belum
bekerja dan sulit mencari pekerjaan
yang sesuai dengan latar belakang
pendidikan. Dengan ditinggalkan tiga
orang anak, subjek cemas dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dan kebutuhan sekolah. Begitu juga
subjek tidak mendapat dukungan
maupun bantuan dari pihak keluarga.
3. Bagaimana Cara Mengatasi Kecemasan
pada Subjek
Setelah bercerai subjek sangat sulit
mengatasi kecemasan didalam
kehidupannya sehari-hari namun
demikian subjek mencari cara dalam
mengatasi kecemasannya dimana
subjek berusaha bekerja untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga sebagai single parent sampai
subjek mandapatkan pekerjaan menetap
sebagai PNS. Dalam hal ini subjek juga
mempunyai cara mengatasi
12
kecemasannya mencari pekerjaan
tambahan, subjek berusaha untuk
mampu memecahkan masalah ekonomi
keluarganya dengan cara subjek
memilih hidup yang sederhana. subjek
pasrah dan selalu bergantung pada
Tuhan karena bagi subjek tiada yang
mustahil bagi Tuhan, subjek tidak
pernah berperilaku agresi, karena
subjek dapat menenangkan pikirannya
dengan cara berdoa, subjek harus selalu
positive thinking dalam menghadapi
kehidupan sehari-harinya, dan subjek
juga harus bisa mengontrol emosinya.
Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk subjek diharapkan subjek tidak
berputus asa dalam menghidupi
kebutuhan anak-anak yang akan
beranjak remaja, dan tetap tegar
menjalani kehidupan sendiri sebagai
single parent serta tidak meninggalkan
pekerjaan yang telah ada.
2. Untuk keluarga subjek diharapkan agar
lebih sering memperhatikan subjek
serta anak-anaknya. dan jangan
membiarkan subjek dalam
kesendiriannya untuk berfikir. Karena
kehidupan yang dijalani subjek cukup
berat, jadi diperlukan dukungan serta
motivasi yang kuat untuk menjalani
kehidupan dengan ikhlas.
3. Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat melakukan penelitian
dengan melihat faktor-faktor lain yang
menyebabkan kecemasan pada subjek,
misalnya pergaulan, tempat tinggal,
gaya hidup, dan menambah jumlah
subjek.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R. L. (1992). Pengantar
Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Aqshari, A. Y. (2007). Apakah Anda Merasa
Cemas akan Masa Depan. Jakarta : Cendekia Sentra Muslim.
Basuki, H. (2006). Penelitian Kualitatif
untuk ilmu-ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Blackburn, I. M., & Davidson, K. (1994). Terapi Kognitif untuk Depresi dan Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. (Dra. Rusda koto sutadi, Pengalih bahasa). Semarang : IKIP Semarang Press.
Chaplin, J. P. (2004). Kamus Lengkap
Psikologi. (Ed. 1/cet. 9). Jakarta : PT. Raja Penerjemah : Kartini kartono. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Fausiah, F. (2005). Psikologi Abnormal
(Klinis Dewasa). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Fransisca. (2000). Hubungan Persepsi
terhadap Isu yang Mengancam dengan Kecemasan terhadap Penduduk Jakarta. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Freeman, A. & Di Tomasso, R. A. (1994).
The Cognitive Theory of Anxiety : In a handbook anxiety and related disorder. Editor : Wolman, B. B. & Stricker, G. New York : John Wiley & Sons.
Hermawati, I., Hartanti. & Lasmono, H. K.
(1994). Hubungan antara kecemasan pada kehamilan akhir triwulan ketiga dengan lama persalinan pada ibu yang
13
14
melahirkan anak pertama. Vol. IX (No. 34), (Hal : 63-82). Anima : Media Psikologi Indonesia.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A.
(1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II. (Ed. 7). Ahli Bahasa : Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa Aksara.
Octaria, N. (2004). Perbedaan Kecemasan
Menghadapi Perkawinan Pada Wanita dan Pria Dewasa Muda. Penelitian Ilmiah. (Tidak Diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Turner, J. S. dan Helms,D. B. (1995).
Lifespan Development. (5th ed). New York : Holt, Rinehart and Winston, inc.