PENDAHULUAN
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik
korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja (accident) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta
benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003 : 171). Kecelakaan kerja juga dapat
didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban manusia dan atau harta benda, tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta
kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yan gperlu
diperhatikan :
1)Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki,
2)Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda,
3)Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.
Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
A.Epidemiologi Kecelakaan Kerja
1. Distribusi Kecelakaan Kerja
a. Distribusi Menurut Orang
Berdasarkan penelitian Novrikasari (2001) dari 82 pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja di bagian proses produksi PT. Pupuk Sriwidjaja tahun 1990-1999 diperoleh
bahwa kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada usia 31-40 tahun sebanyak 41 kasus (50%) dan
terendah usia >50 tahun yaitu 4 kasus (4,9%).1
1
Berdasarkan penelitian Hermawanto (2006) menggunakan desain cross sectional,
kecelakaan kerja pada pengrajin sandal karet di Desa Pasir Kidul Kecamatan
Purwokerto Barat Kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa kecelakaan kerja paling sering
pada umur 40-45 tahun.2
Penelitian Utami tahun 2005 dengan desain penelitian cross sectional pada
pekerja yang mengalami kejadian kecelakaan kerja di PT. Purinusa Eka Persada
Semarang menunjukkan persentase kecelakaan kerja berdasarkan kelompok umur umur 19-
24 tahun (21,75%), umur 25-30 tahun (30,4%), umur 31-36 tahun (8,7%), umur 37-42
tahun (17,4%), umur 43-48 tahun (21,75%). Persentase terbesar yang mengalami kejadian
kecelakaan kerja berdasarkan kelompok umur berada pada kelompok umur 25-30 tahun
sebesar 30,4% dikarenakan pekerja pada kelompok umur ini bekerja dengan semangat dan
tergesa-gesa. Kejadian kecelakaan pada umur 19-24 tahun (21,7%) karena bekerja dengan
ceroboh dan umur 43-48 tahun (21,7%) karena konsentrasi mulai menurun.3
Penelitian Riyadina (2007) pekerja industri di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta tahun
2006 dengan desain cross sectional terlihat bahwa dari 950 pekerja yang diteliti, 284 pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja, pekerja laki-laki 238 orang (83,80%) dan perempuan
46 orang (16,20%). Hal ini dikarenakan pekerja laki-laki menempati mayoritas pekerja
di bagian produksi di jenis industri berat atau menggunakan alat-alat yang besar dan
berbahaya.4
b. Distribusi Menurut Tempat
Berdasarkan data PT Jamsostek, kasus kecelakaan kerja di Sumatera Utara pada
semester I tahun 2009 sebanyak 4.586 kasus dengan FR 1,59 per 1.000.000 jam kerja, Belawan
1.708 kasus (37,24%), Medan 744 kasus (16,22%), Tanjung Morawa 954 kasus (20,80%),
Kisaran 489 kasus (10,66%), Pematang Siantar 299 kasus (6,52%), Binjai 321 kasus
(7,00%) dan Sibolga 71 kasus (1,55%).5
PT Jamsostek Kota Cimahi tahun 2009 mengeluarkan lebih dari Rp 3,6 milyar untuk
menanggung klaim jaminan kecelakaan kerja (JKK) dari 2.304 kasus yang terjadi dengan
2
FR 0,19 per 1.000.000 jam kerja.6
c. Distribusi Menurut Waktu
Di Indonesia pada tahun 2000 jumlah kecelakaan kerja yang terjadi sebanyak 98.902 kasus,
tahun 2001 terjadi 104.774 kasus, tahun 2002 terjadi 103.804 kasus, tahun 2003 terjadi
105.846 kasus, tahun 2004 terjadi 95.418 kasus, tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, tahun 2006
terjadi 95.624 kasus, dan tahun 2007 terjadi sebanyak 65.474 kasus.7
2. Determinan Kecelakaan Kerja
Teori Heinrich menyatakan bahwa suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa
tunggal, kecelakaan merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan.
Sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor misalnya manusia atau
tindakan tidak aman dari manusia.8
Kondisi berbahaya (unsafe condition) adalah suatu kondisi tidak aman dari
mesin, lingkungan, sifat pekerja, dan cara kerja. Kondisi berbahaya ini terjadi antara
lain karena alat pelindung tidak efektif, pakaian kerja kurang cocok, bahan-bahan
yang berbahaya, penerangan dan ventilasi yang tidak baik, alat yang tidak aman
walaupun dibutuhkan, alat atau mesin yang tidak efektif. Perbuatan berbahaya
(unsafe act) adalah perbuatan berbahaya dari manusia atau pekerja yang
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor internal seperti sikap dan tingkah laku yang tidak
aman, kurang pengetahuan dan keterampilan, cacat tubuh yang tidak terlihat,
keletihan, dan kelesuan.
Menurut statistik yang dikeluarkan oleh ILO(2005),80% kecelakaan disebabkan
oleh perbuatan berbahaya (unsafe acts) dan 20% yang disebabkan olehkondisi berbahaya
(unsafe condition).9
Ditinjau dari epidemiologi, kecelakaan kerja terjadi karena ketidakserasian antara
tenaga kerja (host), pekerjaan (agent), lingkungan kerja (environment).
a. Host, yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan
3
a.1. Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja.
Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami
kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda
mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula
mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap
suka tergesa-gesa.10
Orang-orang muda sering tidak memiliki tanggung jawab sebagaimana orang-orang
yang berumur lebih tua dan cenderung untuk tidak berhati-hati. Maka dari itu, pada pekerjaan
kehutanan dan perkayuan, usia muda tidak diperbolehkan untuk mengerjakan pekerjaan
yang berbahaya seperti mengendalikan mesin-mesin yang dijalankan dengan tenaga listrik,
penebangan pohon atau pengolahan zat-zat yang membahayakan.11
Menurut ILO, dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja
yang berumur muda lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja
yang lebih tua. Pekerja umur muda biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya.10
Menurut penelitian Asim Saha dkk tahun 2000-2004 di India dengan desain case
control menunjukkan kemungkinan umur <30 tahun mengalami kecelakaan kerja 1,47
kali dibandingkan dengan≥50 tahun (OR 1,47 ; 95% CI;0,25-11,23). 12
a.2. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pekerja pria dan
wanita memiliki perbedaan fisiologis dan psikologis. Antara pekerja pria dan wanita
memiliki perbedaan daya tahan tubuh, ukuran tubuh, dan postur tubuh yang dapat
mempengaruhi cara kerja.10
b.Agent,yaitupekerjaan
4
b.1. Jenis (Unit) Pekerjaan
Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap resiko terjadinya
kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di
berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.10
Menurut penelitian Asim Saha dkk tahun 2000-2004 di India dengan desain
case control menunjukkan kemungkinan bagian produksi mengalami kecelakaan
kerja 1,27 kali dibandingkan dengan bagian perawatan (OR 1,27; 95% CI;0,51-
3,28).
b.2. Peralatan bekerja
Peralatan bekerja yang digunakan dalam pekerjaan hutan adalah alat-alat
pemotong seperti kampak-kampak, kampak kecil, parang, gergaji, pencungkil kulit,
sabit dan arit. Semua alat-alat ini barus diperlakukan dengan sangat hati-hati. Banyak
kecelakaan dalam hutan disebabkan oleh terlepasnya, patahnya, atau penggunaan
tidak tepat alat-alat kerja tersebut. Tidak jarang kecelakaan terjadi karena
pegangannya pecah atau kepala alat terlepas atau alat tersebut tidak cocok untuk
tenaga kerja. Maka dan itu, semua pegangan alat harus sesuai dengan alat dan
memiliki panjang dan bentuk yang tepat bagi orang yang mempergunakannya.
c. Environment, yaitu lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan bagian cukup penting dari sebuah perusahaan. Karena
lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tenaga kerja dapat
menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.13
Berdasarkan penelitian Cordiero dan Dias tahun 2005 di Brazil dengan desain
case control menunjukkan kemungkinan masalah lingkungan kerja mengakibatkan
kecelakaan kerja 1,378 kali dibanding dengan masalah lainnya (OR 1,378;CI
95%;1,098-1,730).14
Lingkungan kerja dapat dibedakan atas:
c.1. Lingkungan Fisik
Faktor dari lingkungan kerja yang juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada
pekerja adalah keadaan fisik lingkungan kerja seperti kebisingan dan getaran, suhu,tekanan
5
udara serta pencahayaan dan radiasi.
Lingkungan kerja fisik yang tidak memenuhi syarat seperti kondisi ventilasi yang
tidak mampu mengalirkan udara yang segar, serta kondisi penerangan yang mengganggu
penglihatan tenaga kerja, dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja terutama
kecelakaan kerja di unit-unit produksi.
Pekerjaan kehutanan dan industri perkayuan merupakan pekerjaan fisik berat yang
berada di alam terbuka dengan segala pengaruhnya, misalnya sanitasi dan higene
perorangan, perlindungan terhadap bahaya-bahaya, tumbuhan, serangga dan hewan.15
c.1.1. Kebisingan
Kebisingan yang melampaui kira-kira 60 dB sampai 70 dB akan mempengaruhi
sistem persyarafan. Tergantung kepada penyebaran frekuensi gelombang-gelombang
bunyi, kebisingan yang kuat dapat pada akhirnya berakibat hilangnya daya dengar atau
bahkan ketulian sama sekali. Kebisingan yang ditimbulkan gergaji mesin mencapai 105
dB.15
Menurut penelitian Dias dan Cordiero tahun 2008 di Brazil dengan desain case
control menunjukkan kemungkinan pekerja yang selalu terpapar kebisingan mengalami
gangguan pendengaran 4,955 kali dibandingkan pekerja yang tidak selalu terpapar kebisingan
(OR 4,955;CI 95%;2.817-8.716).6
c.1.2. Getaran Mekanis
Getaran mesin menimbulkan banyak masalah dengan jenis serupa seperti
kebisingan. Getaran terdapat pada kendaraan-kendaraan yang bergerak, terutama
traktor beroda dua, dan gergaji-geraji listrik dan mesin-mesin lain yang dapat dibawa.
Mengalami getaran secara lama dan terus-menerus akan mengakibatkan tubuh
menjadi lelah. Dalam jangka panjang, getaran dapat berbahaya terhadap sistem syaraf dan
sistem syaraf simpatis serta dapat menyebabkan kerusakan sendi-sendi atau arthrosis.
Efek membahayakan demikian tergantung tidak hanya kepada waktu tubuh mengalami
6
getaran, tetapi juga kepada frekuensi dan intensitas serta juga kepada bagian-bagian
tubuh yang dipengaruhi.
Gergaji mesin yang dapat dibawa mengeluarkan getaran berfrekuensi tinggi yang terpusat
kepada tangan dan lengan. Jika getaran-getaran ini sangat kuat, kekakuan terjadi, rasa
sakit dirasakan pada jari-jari dan tangan, dan ujung-ujung jari menjadi putih, terutama pada
suhu-suhu rendah.
c.2. Lingkungan Kimia
Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang
memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu
produksi, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri ataupun
limbah dari suatu produksi.1
Bahan-bahan beracun yang mudah terbakar umum dipakai pada pekerjaan
kehutanan dan perkayuan. Pemberantasan secara kimiawi terhadap serangga, jamur,
atau tanaman tak berguna, pengawetan kayu, peledakan selama pembuatan jalan, dan
penggunaan-penggunaan mesin pembakaran pada semua jenis kegiatan adalah
contoh-contoh khas kegiatan-kegiatan yang menyangkut pemakaian bahan-bahan
berbahaya.5
c.2.1. Bahan/zat yang mudah terbakar
Kewaspadaan khusus sangat diperlukan saat menggunakan cairan-cairan yang
dapat menyala dengan titik bakar dibawah 90°C. Cairan-cairan yang mudah terbakar
dan paling sering dipergunakan pada kegiatan-kegiatan kehutanan dan perkayuan
meliputi bensin dengan titik bakar < 40°C, minyak diesel dengan titik bakar > 40°C,
minyak tanah dengan titik bakar 40-45°C, minyak bakar dengan titik bakar 40-90°C,
kreosot dengan titik bakar 75°C, minyak pelumas dengan titik bakar 150°C.16
c.3. Lingkungan Biologi1,3
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun
binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti infeksi,
allergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa berbagai penyakit serta
bisa menyebabkan kematian.
7
c.3.1. Penyakit infeksi
Penyakit-penyakit utama pada pekerja kehutanan dan perkayuan adalah
penyakit infeksi dan parasit. Penyakit yang mengenai alat pernapasan, oleh karena
influenza dan peradangan saluran pemapasan, diperkirakan 30-40% dari seluruh
angka sakit. Penyakit saluran pencernaan meliputi 15-20% dari seluruh kasus
penyakit, bahkan sering terjadi dalam bentuk wabah-wabah. Penyakit-penyakit yang
ditularkan serangga, malaria, demam berdarah dengue, filariasis, dan lainnya.
c.3.2. Tumbuh-tumbuhan berbahaya
Kewaspadan diperlukan terhadap tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan reaksi
alergi atau keracunan sesudah menyentuh atau menghirupnya. Beberapa jamur, buah-buah
hutan dan lainnya mudah secara salah disangka dapat dimakan. Jika hal tersebut
merupakan sumber bahaya, pekerja harus mampu membedakan tumbuhtumbuhan yang
berbahaya dari pada yang tidak membahayakan.
c.3.3. Hewan-hewan
Hewan-hewan yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja pada pekerja
kehutanan dan perkayuan seperti binatang liar/buas, binatang yang berbisa, kutu, pinjal,
pacet, dan serangga-serangga.
B. Teori Kecelakaan Kerja
Beberapa pemikiran ahli mengenai penyebab kecelakaan kerja:
A. Teori Heinrich
Teori Heinrich dikenal dengan teori domino. Menurut M.Sulakmono(1997) sebagai
berikut : (Lihat gambar 1)
Keterangan :
I. Heriditas (keturunan)
8
Misalnya :
a. Keras kepala
b. Pengetahuan lingkungan jelek
Karena hal tersebut diatas akhirnya kurang hati- hati akibatnya akan terjadi kecelakaan.
II. Kesalahan manusia
Kelemahan sifat perseorangan yang mrenunjang tejadinya kecelakaan Misalnya :
a. kurang pendidikan
b. Angkuh
c. Cacat fisik atau mental
Karena sifat diatas,timbul kecendrungan kesalahan dal;am kerja yang akhirnya
mengakibatkan kecelakaan.
III. Perbuatan salah karena kondisi bahaya (tak aman) Misalnya :
a. Scara fisik mekanik meninggalkan alat pengaman
b. Pencahayaan tidak memadai
c. Mesin sudah tua
d. Mesin tak ada pelindungnya
IV. Kesalahan (Accident) Misalnya :
a. Akan menimpa pekerja
b. Mengakibatkan kecelakaan orang lain (termasuk keluarganya)
V. Dampak kerugian
Misalnya:
a. Pekerja : luka, cacat, tidak mampu bekerja atau meninggal dunia
b. Supervisor :Kerugian biaya langsung dan tak langsung
c. Konsumen : Pesanan tertunda dan barang akan menjadi langka
Apabila satu jatuh maka akan mengenai semuanya , akhirnya sama - sama jatuh (sesuai arah
panah, lihat gambar 2)
9
Untuk mengatasi agar yang lainnya tidak berjatuhan ,salah satu domino misalnya
no.2 harus diambil. (lihat gambar 3).Dengan demikian kecelakaan yang lain dapat
dihindari., hal tersebut juga merupakan pencegahan kecelakaan.
Teori Domino Heinrich ini membawa perubahan besar dalam cara berfikir orang
yang berkecimpung dalam usaha pencegahan kecelakaan yang dianut di berbagai
negara.Dengan melaksanakan teori ini, terjadi penurunan kecelakaan kerja di
USA.menurut dan Petersen (1971) penurunan itu dari tahun 1931 jumlah accident
frequency (FR) 15,12 accident million worker - hours menjadi 5,99 pada tahun
1961.Saverity rate (SR) pada tahun 1931= 1.590 kerugian waktu per manusia -jam, turun
menjadi 611 pada tahun1971 dan menjadi 752 pada tahun1973.
Dari tahun 1971 ke 1973 ada tanda - tanda kenaikan angka kecelakaan bahkan terjadi
sampai tahun 1975 , tetapi yang lebih nampak pada kenaikan angka kecelakaan yakni dari
tahun 1961 sampai tahun 1975.
Kenaikan angka kecelakaan itu terjadi karna adanya faktor lain yang belum
masuk dalam teori Domino Heinrich.hal ini yang memicu untuk meneliti kembali
mengenai teori Heinrich ini.
B. Teori Frank E.Bird Petersen
Beliau merupakan salah satu orang Amerika yang mengatakan bahwa dalam
penerapan teori heinrich terdapat kesalahan prinsipil.Orang terpaku pada pengambilan
salah satu domino yang seolah -olah menanggulangi penyebab utama kecelakaan ,yakni
kondisi atau perbuatan tak aman..Tetapi meraka lupa untuk menelusuri sumber yang
mengakibatkan kecelakaan.FEB Peterson mengadakan modifikasi dengan teori domino
Heinrich dengan menggunakan teori manajemen ,yang intinya sebagi berikut
(M.Sulaksmono, 1997) :
10
I.Manajemen Kurang kontrol
II. Sumber Penyebab utama
III. Gejala Penyebab langsung (praktek dibawah standar)
IV. Kontak Peristiwa (kondisi dibawah standar)
V. Kerugian Gangguan (tubuh maupun harta benda)
Usaha Pencegahan pencegahankecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari
memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian ,praktek
dan kondisi dibawah stndar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan
gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
Disebutkan pula ,bahwa setiap 1 kecelakaan berat akan disertai 10 kecelakaan ringan
, 30 kecelakaan harta benda ,dan 600 kejadian lainnya yang hampir celaka.
Penyebab tejadinya kecelakaan kerja pada dasarny disebabkan oleh 2 hal :
Unsafe action yaitu suatu tindakan yang salah dalam bekerja tidak menurut SOP yang
telah ditentukan ( human error) misal nya dalam mengoperasikan mesin, peralatan, dll
Unsafe condition yaitu lingkungan kerja yang tidak baik, misalnya lingkungan fisik,
biologik,kimia,psikososial
C. Teori Swiss Cheese Model
11
Teori kecelakaan kerja Swiss Cheese Model menekankan penyebab kecelakaan pada
kelalaian/kesalahan manusia (human errors).
Di teori ini, James Reason membagi penyebab kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4
tingkatan: 1. tindakan tidak aman (unsafe acts); 2. pra-kondisi yang dapat menyebabkan
tindakan tidak aman (preconditions for unsafe acts); 3. pengawasan yang tidak aman (unsafe
supervision); 4. pengaruh organisasi (organizational influences).
Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model memberikan informasi perihal
bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan
bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu.
Types of Human Errors:
1.Tindakan Berbahaya(Unsafe Act)
-Kesalahan,Errors
-Keganasan,Violations
2.Keadaan sebelum Tindakan Tak Selamat (Preconditions for Unsafe Acts)
-Kondisi operator,Conditions of operator
- Pelatihan yang lemah dari operator, Poor practice of operator
3.Penyeliaan yang Tidak Selamat (Unsafe Supervision)
-Penyeliaan tidak adekuat,Inadequate supervision
-Perancangan yang tidak mendalam, Improper planning
-Kegagalan memperbetulkan masalah , Failure to correct problems
-Kerosakan pada proses penyeliaan, Supervisory violations
4.Pengaruh Organisasi (Organizational Influences)
-Pengurusan bahan sumber,Resource managemen
-Organizational climate
-Organizzational process
12
Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human errors ini merepresentasikan
lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju ini (unsafe act, preconditions for unsafe acts,
unsafe supervisions, and organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka
kecelakaan menjadi tak terhindarkan.
Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan
kecelakaan kerja. Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara
spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan
yang dilakukan karyawan.
Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak yang melulu dipersalahkan jika
suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru dituntut
untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk melindungi karyawannya.
Teori ‘multi-causation’(Faktor Manusia)
Menurut teori ‘multi-causation’, mungkin terdapat lebih daripada satu penyebab kepada
kemalangan . Contoh yang boleh dijelaskan ialah seperti dalam gambar rajah dibawah:
Penyebab a
Penyebab b Kemalangan
Penyebab c
Setiap penyebab ( a, b, c ) ini mempunyai persamaaan dengan peringkat ketiga teori
Heinrich yang mewakili tindakan yang tidak selamat atau situasi. Sikap terhadap
keselamatan (kelemahan/kesilapan seseorang) itu akan ditentukan oleh :
A. Ketidak seimbangan fisik /kemampuan fisik tenaga kerja,antara lain:
13
Tidak sesuai berat badan , kekuatan dan jangkauan
Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah
Kepekaan tubuh
Kepekaan panca indra terhadap bunyi
Cacat fisik
Cacat sementara
B.Ketidak seimbangan kemampuan psikologis pekerja,antara lain:
Rasa takut / phobia
Gangguan emosional
Sakit jiwa
Tingkat kecakapan
Tidak mampu memahami
Sedikit ide (pendapat)
Gerakannya lamban
Keterampilan kurang
C.Kurang pengetahuan ,antara lain:
Kurang pengalaaman
Kurang orientasi
Kurang latihan memahami tombol - tombol (petunjuk lain)
Kurang latihan emahami data
Salah pengertian terhadap suatu perintah
D. Kurang trampil , antara lain :
Kurang mengadakan latihan praktik
Penampilan kurang
14
Kurang kreatif
Salah pengertian
E. Stres mental, antara lain :
Emosi berlebihan
Beban mental berlebihan
Pendiam dan tertutup
Problem dengan suatu yang tidak dipahami
Frustasi
Sakit mental
F. Stres fisik, antara lain :
Badan sakit (tidak sehat badan)
Beban tugas berlebihan Kurang istirahat
Kelelahan sensori
Terpapar bahan berbahaya
Terpapar panas yang tinggi
Kekurangan oksigen
Gerakan terganggu
Gula darah menurun
G. motivasi menurun (kurang termotivasi )antara lain:
Mau bekerja bila ada penguatan /hadiah (reeward)
Frustasi berlebihan
Tidak ada umpan balik(feed back)
Tidak mendapat intensif produksi
Tidak mendapat pujian dari hasil kerjanya
Terlalu tertekan
15
Teori ini juga menyatakan bahawa kemalangan ialah satu rantaian peristiwa yang berpunca
daripada kesilapan manusia iaitu beban berlebihan,tindakbalas yang tidak sesuai dan aktiviti
yang tidak sesuai.
Teori Bird dan Lofus
Teori ini memahami sesuatu kemalangan itu berlaku dan hasil utama ialah majikan dan
pekerja perlu bertanggungjawab dalam hal-hal isu keselamatan & kesihatan di tempat kerja.
Teori Bird dan Lofus boleh di jelaskan seperti gambarajah berikut:
Mengikut gambarajah di atas pengurusan yang kurang kawalan keselamatan akan
menyebabkan sebab-sebab asas kemalangan wujud. Sebagai contoh di sebuah pasaraya susu
tin yang disusun terlalu tinggi boleh dijadikan asas akan berlakunya kemalangan. Carta alir
yang berikut merujuk kepada simton-simton berlakunya kemalangan dan sebagai contoh
jika terdapat pekerja atau pelanggan yang melanggar tin susu tersebut akan mendatangkan
bahawa dan seterusnya mengundang kepada kemalangan. Ini akan menyebabkan berlakunya
kecederaan pada pekerja atau pelanggan yang datang.
16
MesinIndividuPersekitaranInteraksi
Tugas yang perlu dilaksanakan
KumpulberatbuatMaklumatrisikokeputusan
Pusingan maklumbalas
Teori Sistem
Merupakan sekumpulan unsur atau elemen yang sering berinteraksi dan berkait antara satu
sama lain. Teori ini menunjukkan kemungkinan berlakunya kemalangan kerana sebuah
sistem terdiri daripada unsure-unsur berikut:-
a) Individu (‘host”)
b) Mesin (“Agensi”)
c) Persekitaran
Model Teori Sistem
Teori Epidemiologikal
Teori epidemiological menyatakan bahawa model-model yang digunakan untuk mengkaji
dan menentukan hubungan ini boleh juga digunakan untuk mengkaji hubungan sebab akibat
di antara factor persekitaran dengan kemalangan atau penyakit
17
TEORI EPIDEMIOLOGIKAL
Pengaruh terhadap orangTanggapanFaktor persekitaran
Ciri-cirikecenderungan
Ciri-ciri mengikutkeadaan
Penilaian risiko oleh individuTekanan rakan sekerjaKeutamaan oleh penyeliaSikap
Model Teori Kemalangan Epidermiologikal
C. Tindakan Republik Indonesia Terkait Kecelakaan Kerja
1.Undang-Undang
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1992
18
TENTANG
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
6. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
BAB II
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA
Pasal 3
(1) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja
19
yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.
(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraaan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 4
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap
perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja
diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
Kebijaksanan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Bagian Kedua
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 8
1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja.
2) Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah:
a) magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak;
b) mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan;
c) narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Pasal 9
Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi:
a) biaya pengangkutan;
b) biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c) biaya rehabilitasi;
d) santunan berupa uang yang meliputi:
20
1. santunan sementara tidak mampu bekerja;
2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.
4. santunan kematian.
Pasal 10
1) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Departemen Tenaga
Kerja dan Badan Penyelenggaraan dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam.
2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara dalam waktu
tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya
dinyatakan sembuh, cacad atau meninggal dunia.
3) Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara
sampai memperoleh hak-haknya.
4) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
2. Asurani Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( JAMSOSTEK)
Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik
yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi
tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai Badan
Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero)
merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.
Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi formulir Jamsostek 3 (laporan
kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek (Persero) tidak lebih dari 2 x 24
Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan
Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang merawat,
pengusaha wajib mengisi formulir Jamsostek 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim
kepada PT Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan
21
sembuh/meninggal. Selanjutnya PT Jamsostek (Persero) akan menghitung dan membayar
santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.
Formulir Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan
disertai bukti-bukti:
1. Fotokopi kartu peserta (KPJ)
2. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form Jamsostek 3b atau 3c
3. Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan
Cara klaim dari Jamsostek adalah:
Setiap karyawan yang mengalami kecelakaan kerja, berada di bawah tanggungjawab
perusahaan. Biaya penggantian dan santunan akan diberikan dengan acuan undang-undang
Jamsostek no. 3/1992, jika perusahaan sudah mendaftarkan karyawan ke program
Jamsostek.
Jika belum, maka acuannya adalah peraturan menteri no. 4/1993. Berdasarkan peraturan
tersebut, keluarga karyawan akan mendapat penggantian biaya perawatan, pengobatan dan
santunan selama karyawan masih belum bisa bekerja. Jika kecelakaan itu mengakibatkan
kecacatan, perusahaan wajib menyantuni karyawan selamanya.
D. Pencegahan
1. Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan
menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau
dihilangkan. Setelah ditentukan sebabsebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan
dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang
tepat (Sukri Sahab, 1997 : 177).
Berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dalam industri dewasa
ini diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal seperti kondisi
22
kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan
pengoperasian peralatan industri, kewajibankewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan,
pengawasan kesehatan, pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
2.Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi, ataupuntidak resmi.
3.Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yangharus dipatuhi.
4. Riset teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan berbahaya,
penelitian tentang pelindung mesin, pengujian masker pernapasan, penyelidikan berbagai metode
pencegahan ledakan gas dan debu dan pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan
tali kerekan dan alat kerekan lainya.
5. Riset medis, termasuk penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor-faktor lingkungan
dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan.
6.Riset psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis yang dapat
menyebabkan kecelakaan.
7. Riset statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada
tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa dan apa saja yang
menjadi penyebab.
8. Pendidikan, meliputi subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah
dagang ataupun kursus magang.
9. Pelatihan, sebagai contoh yaitu pemberian instruksi-instruksi praktis bagi para
pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.
10. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan
imbauan untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”.
11. Asuransi, yaitu merupakan usaha untuk memberikan perlindungan dengan
memberikan jaminan terhadap kecelakaan yang terjadi.
12. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing individu
(ILO: 1989:20-22).
23
Namun demikian, teknik pengendalian, pencegahan dan penanggulangan terhadap kecelakaan kerja
maupun bahaya-bahaya harus berpangkal dari dua faktor penyebab yaitu perbuatan berbahaya
maupun kondisi berbahaya dan untuk mengatasinya diperlukan usaha-usaha keselamatan da kesehatan
kerja.
Adapun usaha-usaha tersebut meliputi:
1.Mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan, kebakaran, peledakan,
dan penyakit akibat kerja.
2. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, peralatan kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
Sehingga nyaman, sehat, dan terdapat penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia dan sebaliknya
manusia dengan pekerjaan (ILO ,1989:20).
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan saat ini bukan saja diperhatikan dan
dikontrol oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak seperti pemerhati keselamatan dan kesehatan
kerja dan internasional.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila semua pihak yang terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan
kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja
agar mencapai nihil kecelakaan. Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena hal ini
memerlukan berbagai macam pendukung, paling tidak dengan penerapan program-program K3:
1. Secara preventif: kemauan(Commitment) manajemen dan keterlibatanpekerja, analisis
risiko di tempat kerja, pencegahan dan pengendalian bahaya,pelatihan bagi pekerja, penyelia dan
manajer.
2. Secara Represif : Analisis kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi (Sugeng Budiono, 2003:193).
2. Pelaksanaan Pencegahan Kecelakaan Kerja
Pencegahan kecelakaan pada dasarnya merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyelia,
mandor kepala, dan kepala urusan. Fungsionaris lini wajib memelihara kondisi kerja yang selamat
24
sesuai dengan ketentuan pabrik. Di lain pihak, para kepala urusan wajib senantiasa mencegah
jangan sampai terjadi kecelakaan. Pemeliharaan keadaaan selamat dan pencegahan kecelakaan
adalah satu fungsi yang sama. Teknik pelaksanaan pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek
di atas, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dan sebagainya) dan
perangkat lunak ( manusia dan segala unsur yang berkaitan). Disini diulas aspek manusia terlebih
dahulu, kemudian aspek perangkat kerasnya (Bennett S, 1995:107).
i. Aspek Manusia
Pencegahan kecelakaan dipandang dari aspek manusianya harus bermula pada hari pertama ketika
semua karyawan mulai bekerja. Setiap karyawan harus diberitahu secara tertulis uraian mengenai
jabatannya yang mencakup fungsi, hubungan kerja, wewenang dan tanggungjawab, tugas serta
syarat-syarat kerjanya. Setelah itu harus dipegang prinsip bahwa kesalahan utama sebagian besar
kecelakaan, kerugian, atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang bergairah, kurang
terampil dan pengetahuan, kurang tepat, terganggu emosinya, yang pada umumnya menyebabkan
kecelakaan dan kerugian.
Adapun pokok-pokok peningkatan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja di kalangan karyawan
yaitu :
1. Pengertian:
Memberikan pengertian yang sebaik-baiknnya kepada karyawan mengenai cara bagaimana mereka
harus bekerja secara benar, tepat, cepat, dan selamat.
2. Dasar keselamatan kerja:
Meyakinkan mereka, bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja mempunyai dasar-dasar
yang sama pentingnya dengan kualitas/ mutu dan target.
3. Pelaksanaan kerja:
Memberikan pengertian yang mendalam kepada mereka, bahwa cara-cara pelaksanaan pengamanan
kerja yang dipaksakan tanpa disertai kesadaran mungkin akan berakibat lebih buruk bila dibandingkan
dengan pelanggaran suatu peraturan.
4. Tanggung jawab
Berusaha dengan bersungguh-sungguh agar seluruh isi program K3 menjadi tanggung jawab
25
setiap karyawan demi kepentingan bersama.
5. Pengamatan lingkungan
Melakukan pengamatan dan pengawasan secara terus-menerus terhadap pelaksanaan kerja dan
lingkungan dengan baik, sehingga dapat dipastikan bahwa setiap karyawan telah dapat
membiasakan diri bekerja dengan perilak sebaikbaiknya dan selamat.
ii. Aspek Peralatan
Dari aspek peralatan, pencegahan kecelakaan harus diadakan dengan terlebih dahulu menyusun
berbagai sistem dalam perusahaan. Ancangan sistem ternyata lebih baik dibanding cara lain.
Ancangan ini meliputi langkah-langkah berikut :
1. Sasaran: mengendalikan kemu ngkinan-kemungkinan kecelakaan atau kerugian
lainnya.
2. Apa yang diharapkan dari sasaran: mengurangi jumlah keseluruhan keugian perusahaan dalam
masa anggaran yang sedang berjalan.
3. Langkah-langkah: seluruh peralatan yang dipergunakan harus terlindung dari kemungkinan
berinteraksi dengan manusia atau peralatan lain sehingga menimbulkan kejadian-kejadian
atau keadaan yang membahayakan manusia, peralatan itu sendiri dan lingkungan (Bennett S,
1995:113).
3. OHSAS 18001
OHSAS 18001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Yang terbaru adalah OHSAS 18001:2007 menggantikan OHSAS
18001:1999 dan dimaksudkan untuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja
(K3). OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk
kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada aktifitas anda dan
mengenali adanya bahaya yang timbul.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja (SMK3) dalam Permenaker 05/Men/ 1996
adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi,
26
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif.
SMK3 adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini serupa dengan
Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 standar ini dibuat oleh
beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3 merupakan alat
bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada dan berlaku
yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3
merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya
menjadi obyektif. SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem
manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan,
keselamatan dan bahkan properti. Seperti halnya pada ISO 9000 dan 14000 SMK3
menekankan pada pencegahan dan perbaikan sistem manajemen secara berkelanjutan.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah pengendalian risiko dengan penciptaan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsure manajemen,
tenaga kerja, yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.4,7
Tujuan penerapan SMK3
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia
2. Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional
7.Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan system
27
8. Pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi terkait dengan penerapan K3L
Karena kesehatan dan keselamatan kerja bukan semata-mata kebutuhan pemerintah,
masyarakat, pasar atau dunia internasional akan tetapi juga merupakan tanggung jawab dari
para pengusasa untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi para
pekerjanya adalah alasan dalam penerapan SMK3.7 Selain itu manfaat kesesuaian dengan
SMK3 adalah memastikan bahwa resiko kecelakaan kerja ditekan hingga pada resiko yang
dapat ditoleransi, meyakinkan pemberi kerja atau pelanggan bahwa proses pekerjaan selalu
menggunakan aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang baku dan global. Pada
akhirnyajuga, penerapan SMK3 dapat menurunkan biaya operasi, memberikan kenyamanan
kerja kepada karyawan dan pembayaran premi asuransi lebih murah, dan meningkatkan citra
0rganisasi.6
Keuntungan dalam penerapan SMK3 dapat secara langsung dan tidak langsung. Keuntungan
langsung, antara lain:
1. Dapat mengurangi jam kerja yang hilang yang dikarenakan karena kecelakaan kerja
2. Menghindari hilangnya nyawa ataupun benda material perusahaan karena kecelakaan
kerja
3. Menciptakan tempat kerja yan produktif dan efisien karena pekerja merasa aman dalam
tempat kerja
Keuntungan tidak langsung yaitu:
1. Meningkatkan nama baik perusahaan pada pasar
2. Menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan pekerjanya
28
3. Perawatan terhadap alat dan mesin kerja menjadi lebih baik sehingga alat dan mesin
perusahaan menjadi tahan lama dan mengurangi biaya untuk pembelian alat baru yang
rusak.7
Penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Peninjauan Awal
Pada fase ini organisasi yang akan menerapkan wajib menilai kesesuaian terhadap
persyaratan yang berlaku, termasuk meninjau proses-proses yang ada khususnya yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan.
2. Proses Penerapan
Pada tahapan ini organisasi menetapkan kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja, sasaran
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, pelaksanaan hazard identification and risk
assessment, penetapan kegiatan pelatihan, pengendalian proses, pendokumentasian,
investigasi dan tindakan perbaikan, latihan-latihan penanganan Bahaya, kegiatan audit dan
rapat peninjauan.
3. Penilaian keseluruhan
Pada fase ini, organisasi akan diaudit untuk menilai kesesuaian rencana kerja dan hasil kerja
terhadap persyaratan standar SMK3 dan peraturan yang menyertainya. Apabila proses audit
berjalan dengan lancar dan tidak ditemukan ketidaksesuaian mayor, maka organisasi
memperoleh pengakuan dengan menerima sertifikat SMK3 dari Pemerintah atau OHSAS
18001 dari lembaga sertifikasi Benefit When Implementing SMK3. Penerapan SMK3 di
tempat kerja terdapat ketentuan-ketentuan yang wajib dilakukan antara lain:
1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja serta menjamin komitmen
terhadap penerapan SMK3
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3
29
3. Menerapkan kebijakan kesehatan keselamatan kerja (K3) secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran K3
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan
dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
Prinsip dasar dari SMK3 adalah:4
1. Penetapan kebijakan K3
2. Perencanaan penerapan K3
3. Penerapan K3
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5.Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan
SMK3 terdapat 12 elemen antara lain:
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Pendokumentasian strategi
3. Peninjauan ulang desain dan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan
30
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Audit SMK3
12. Pengembangan kemampuan dan ketrampilan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini
mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja
atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar
terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk Panitia
Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( P2K3).
P2K3 merupakan ialah badan pembantu di tempat kerja yang meruakan wadah kerjasama
antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan
partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Keanggotaan P2K3
adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan
yang bersangkutan. Manfaat pembentukan P2K3 adalah mengembangkan kerjasama bidang
K3, meningkatkan kesadaran dan partisipasi tenaga kerja terhadap K3, forum komunikasi
dalam bidang K3 serta menciptakan tempat kerja yang nihil kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.9
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakan penyempurnaan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982 tentang Pembentukan Susunan dan
Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3, pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja
pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut :
a. Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/ menyusun tempat
kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3.
31
b. Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan keselamatan dan
kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta membantu pengusaha/ manajemen
mengadakan serta meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3
c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan pengusaha/
manajemen.
E. Dampak kecelakaan kerja
Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas (DNV, 1996) seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini, memperlihatkan bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja meliputi manusia/pekerja, property, proses, lingkungan dan kualitas.
Gambar 1.
The DNV Loss Causation Model
(Sumber: DNV International Rating System)
Studi yang dilakukan oleh Frank E. Bird, Jr. pada 1969 terhadap 1.753.498 kecelakaan kerja menunjukkan bahwa setiap kecelakaan serius atau cidera yang melumpuhkan dilaporkan, maka ada 9.8 cidera ringan, 30.2 kecelakaan yang menyebabkan kerusakan property, dan 600 kecelakaan yang tanpa menimbulkan kerugian. Hasil studi tersebut tergambar dalam piramida kecelakaan berikut :
32
Gambar 2.
Piramida kecelakaan kerja.
(Sumber: Industrial Accident Prevention)
Studi yang dilakukan H. W. Heinrich menunjukkan bahwa biaya kerusakan properti yang tidak diansuransi 5 sampai 50 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya kompensasi dan pengobatan cidera akibat kerja. Hasil studi tersebut tergambar dalam gunung es biaya kecelakaan kerja berikut.
33
Gambar 3. Gunung es biaya kecelakaan kerja
(Sumber: Industrial Accident Prevention)
.1. Kerugian bagi instansi
Kerugian bagi instansi meliputi biaya pengangkutan korban ke rumah sakit,
biaya pengobatan/penguburan jika korban sampai meninggal dunia, hilangnya waktu
kerja korban dan rekan-rekan yang menolong sehingga menghambat kelancaran
program, mencari pengganti atau melatih tenaga baru, mengganti/memperbaiki mesin yang
rusak, dan kemunduran mental para pekerja.8
Depnakertrans mencatat kerugian yang dialami industri akibat kecelakaan kerja
tahun 2009 mencapai Rp 50 triliun dan kerugian langsung akibat kelalaian dalam
penerapan K3 yang dicatat PT Jamsostek mencapai Rp 300 milyar.7
Berdasarkan data PT Jamsostek tahun 2009, biaya yang dikeluarkan untuk
membayar kompensasi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di Riau biaya yang
dikeluarkan khusus untuk bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan
mencapai Rp 674 juta.3
Kecelakaan mengakibatkan cedera, cacat ataupun meninggal yang
menyebabkan hilangnya hari kerja. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen
Tenaga Kerja RI No. 84 tahun 1998, kerugian hari kerja untuk setiap luka ringan
34
$1 Biaya perawatan luka/sakit
$5-50 Property damage tidak diansuransi (material dan harta benda)
$ 1-3 Biya investigasi kecelakaan Retraining, rehiring tenaga kerja
tidak ada amputasi tulang adalah jumlah sesungguhnya selama korban tidak mampu
bekerja dan kerugian hari kerja karena cacat dirincikan sebagai berikut:9
a. Untuk kerugian dari anggota badan karena cacat tetap atau menurut ilmu bedah
b. Kehilangan Fungsi, Lumpuh Total dan Meninggal
2. Kerugian bagi korban
Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan kerja sampai
mengakibatkan korban mengalami cacat atau meninggal dunia, ini berarti hilangnya
pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap
putraputrinya.
2.7.3. Kerugian bagi masyarakat dan negara
Akibat kecelakaan kerja maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya
produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan
merupakan pengaruh bagi harga di pasaran.
RUMUSAN
Kecelakaan kerja memang merupakan suatu kejadian yang sukar dielakkan , walaubagaimanapun kejadiannya masih boleh dicegah dengan beberapa cara dengan menyelidiki menggunakan beberapa teori terjadinya kecelakaan.Selepas dari itu pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja juga harus dilakukan secara menyeluruh bagi mendapat kan keuntungan samaada pada perusahaan mahupun pekerja,dengan arti kata lain mencegah dari terjadinya kerugian.
35
Daftar Pustaka
1. Novrikasari, 2003. Studi Deskriptif Tentang Kecelakaan Kerja Di Bagian
Proses Produksi PT. Pupuk Sriwidjaja. http://www.fkm.undip.ac.id/
2. Hermawanto, D., 2006. Profil Kecelakaan Kerja Pada Pengrajin Sandal
Karet Di Desa Pasir Kidul Kecamatan Purwokerto Barat
Kabupaten Banyumas. http://www.fkm.undip.ac.id/
3.Utami, S.D., 2006. Hubungan Antara Pemakaian Alat Pelindung Tangan
dengan Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja di PT. Purinusa Eka Persada
Semarang Tahun 2005. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
4. Riyadina, W., 2007. Kecelakaan Kerja Dan Cedera Yang Dialami Oleh Pekerja Industri
Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Makara, Kesehatan, Vol. 11,
No. 1, Juni 2007: 25-31.
5. PT Jamsostek, 2009. Jamsostek Bayar Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 11,270
Miliar. http://www.jamsostek.co.id/
6. PT Jamsostek, 2010. Kecelakaan Kerja Masih Tinggi-Jamsostek Cimahi
Keluarkan Dana Klaim Rp 3,6 Miliar. http://www.jamsostek.co.id/
7.Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI,2010. Data Kepesertaan Program
Jamsostek Menurut Wilayah 2008. http://www.depnakertrans.go.id/
8. Ridley, J.,2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
9. Yuzka, Y., 2009. 80% Kecelakaan Kerja Diakibatkan Oleh Perbuatan Yang
Berbahaya. http://hescsslsriau.com/
10. Arifin, S.,2010. Hubungan menstruasi dan Kecelakaan Kerja pada PT
Pantja Tunggal Semarang Tahun 2004. http://www.ipin4u.esmartstudent.com/
11. Sumak’mur, 1977. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dalam Pekerjaan
36
Kehutanan dan Industri Perkayuan. Lembaga Nasional Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Pusat Bina Hiperkes dan Keselamatan Kerja), Jakarta.
12. Saha, S., dkk, 2007. Occupational Injury Surveillance: a Study in a Metal Smelting
Industry. Indian Journal of Occupational and Environmental
Medicine, Volume 11, Issue 3, December 2007. http://www.ijoem.com/
13. Kartono, K., 1997. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan
Industri. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
14. Cordeiro, R., Dias, A., 2005. Stressful Life Events and Occupational Accidents. Scand
J Work Environ Health2005;31(5):336-342. http://www.sjweh.fi/
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
Recommended