SEMENTASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR CESIUM-134
ABSTRAKAbdul Wahid Erlangga (061140411492), Program Studi S1(Terapan) Teknik Energi
Jurusan Teknik KImia, Politeknik Negeri Sriwijaya PalembangPembimbing : Zulkarnain, S.T M.T
Sementasi limbah radioaktif cair adalah suatu proses pemadatan limbah radioaktif cair menjadi padat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengikat limbah radioaktif cair tersebut dan memudahkan prosedur pengangkutan ketempat penyimpanan akhir agar tidak menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkngan. Semen yang digunakan adalah semen Portland type I dan abu terbang yang digunakan adalah abu terbang dari PLTU Suralaya. Limbah radioaktif yang digunakan adalah Cesium-137 dengan variasi konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) dan waktu pemeraman (28, 60 dan 90 hari). Hasil sementasi yang baik adalah 25% limbah dan waktu pemeraan 90 hari dengan kuat tekan 430,90 kg/cm2 dan laju perlindian 0,00002 g/cm2hari. Nilai kuat tekan dan laju perlindian yang didapat telah memenuhi standar yang diizinkan IAEA yaitu untuk kuat tekan minimum 50 kg/cm2 dan laju perlindian 10-2-10-3 g/cm2hari.
Kata Kunci : Cesium-137, Limbah, Radioaktif dan Sementasi
PENDAHULUAN
Dengan bertambah
pesatnya pembangunan,
khususnya dibidang teknologi
serta makin meningkatnya
penggunaan tenaga nuklir di
berbagai bidang ilmu
pengetahuan, menyebabkan
perlunya pemikiran terhadap
perencanaan pengelolaan
lingkungan secara baik.
Pengelolaan dan
pembangunan limbah yang
bersifat radioaktif masih
merupakan masalah yang
berarti di Indonesia. Sampai
saat ini praktis belum
ditemukan teknologi atau tata
cara baik secara kimia
maupun biologis untuk
menetralisir sifat-sifat
radioaktivitas.
Cara yang biasa
dilakukan untuk menangani
limbahnya adalah dengan
membuangnya atau
menyingkarkannya dengan
perlindungan yang ketat agar
sifat-sifat radioaktivitasnya
tidak membahayakan
manusia dan lingkungan.
Misalnya; mmbuang kelaut
yang dalam atau kedalam
1
tanah yang dibangun khusus
untuk itu. Sifat radioaktivitas
akan menurun dengan
sendirinya sesuai dengan
waktu paruhnya.
Penanganan limbah
nuklir meliputi segala sesuatu
yang berhubungan
pengolahan, pengangkutan
dan penyimpanan akhir serta
pemantauan lingkungan yang
berbeda dengan penanganan
limbah biasa. Penanganan
yang berupa penyimpanan
sementara, pengangkutan dan
penyimpanan akhir sangat
cocok bila limbah berada
dalam bentuk padat karena
pada kondisi resiko lepasnya
radioanuklida ke lingkungan
dapat dikurangi.
Limbah radioaktif cair
yang berumur pendek, salah
satu limbah nuklir di PTPN
Bandung, penanganannya
selama ini adalah dengan
sistem tunda dan meluruh
(delay and decay), yaitu
disimpan dalam suatu
penampungan dan dibiarkan
terjadinya peluruhan, tetapi
untuk limbah cair yang
mempunyai waktu paruh
panjang ini tidak memadai.
Salah satu radionuklida yang
mempunyai waktu paruh
panjang adalah Cesium-137.
Radionuklida ini mempunyai
waktu paruh yang panjang
dan bersifat toksik.
Penanganan yang bersifat
sementara, pengangkutan dan
penyimpanan akhir limbah
cair memberikan resiko
lepasnya limbah ke
lingkungan. Oleh karena itu
haruslah diubah kedalam
bentuk padatan, karena pada
kondisi ini limbah Cesium
terkukung oleh bahan
pemadat, sehingga resiko
lepasnya radionuklida ke
lingkungan dapat dikurangi.
TINJAUAN PUSTAKALimbah Radioaktif
Limbah radioaktif adalah
jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada
konsentrasi atau aktivitas yang
melebihi batas yang diijinkan
(Clearance level) yang ditetapkan
2
oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir. Definisi tersebut digunakan
di dalam peraturan perundang-
undangan. Pengertian limbah
radioaktif yang lain mendefinisikan
sebagai zat radioaktif yang sudah
tidak dapat digunakan lagi, dan/atau
bahan serta peralatan yang terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif
dan sudah tidak dapat
difungsikan/dimanfaatkan. Bahan
atau peralatan tersebut terkena atau
menjadi radioaktif kemungkinan
karena pengoperasian instalasi nuklir
atau instalasi yang memanfaatkan
radiasi pengion.
Sumber Biodiesel
Terdapat berbagai macam minyak dapat diproduksi menjadi biodiesel, seperti :
a. Bahan baku minyak nabati
murni; biji kanola dan minyak
kedelai paling banyak
digunakan. Minyak kedelai
paling banyak digunakan 90%
sebagai stok bahan bakar di
Amerika.
b. Minyak jelantah.
c. Lemak hewan termasuk produk
turunan seperti asam lemak
Omega-3 dari minyak ikan.
d. Algae juga dapat digunakan
sebagai bahan baku biodiesel
yang dapat dibiakkan dengan
menggunakan bahan limbah
seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk
tanaman pangan.
e. Lemak hewani sangat terbatas
dalam persediaan dan tidak
efisien meningkatkan kadar
lemak dalam hewani tidak
dapat diacuhkan dan dapat
dijadikan sebagai pengganti
penggunaan petrodiesel dalam
jumlah kecil. Hingga sekarang,
investasi senilai USD 5 juta
sedang dibuat pabrik di
Amerika direncanakan akan
memproduksi 11.4 juta liter
biodiesel dari perkiraan 1
milyar kg lemak ayam setiap
tahun dari peternakan ayam
lokal.
Minyak nabati
sebagai sumber utama
biodiesel dapat dipenuhi oleh
berbagai macam jenis
tumbuhan tergantung pada
sumber daya utama yang
banyak di suatu tempat/
negara. Indonesia merupakan
negara yang memiliki banyak
3
sumber daya alam yang bisa
dimanfaatkan sebagai bahan
baku biodiesel.
Biodiesel dihasilkan
dengan mereaksikan minyak
tanaman dengan alcohol
dengan menggunakan zat
basa sebagai katalis pada
suhu dan komposisi tertentu,
sehingga akan menghasilkan
dua zat yang disebut alkil
ester dan gliserin. Etil ester
asam lemak memiliki rumus
molekul Cn-1H2(n-r)-1CO-OC2H5
dengan nilai yang umum
adalah angka genap antara 8
sampai dengan 24 dan nilai r
yang umum 0,1,2 atau 3.
Beberapa metal ester yang
diketahui adalah :
a. Etil Stearat, C17H35COOC2H5 [n = 8 ; r = 0]
b. Etil Palmiat, C15H31COOC2H5 [n = 16 ; r = 0]
c. Etil Laurat, C11H23COOC2H5
[n = 12 ; r = 0] d. Etil Oleat, C17H33COOC2H5
[n = 18 ; r = 1] e. Etil Linoleat ,
C17H31COOC2H5 [n = 18 ; r = 2]
f.Etil Linoleanat, C17H29COOC2H5 [n = 18 ; r = 31]
Alpukat
Persea americana
adalah salah satu genus dari
kurang lebih 150 spesies
dalam famili Lauraceae.
Genus Persea
dikelompokkan dalam 3
subgenera, yaitu: Machilus,
Mutisiopersa dan
Beilschmiedia. Secara
taksonomi, Persea
diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana
Menurut hasil analisis
Alsuhendra, et al., (2007) biji
alpukat memiliki kandungan
air 12,67 %, kadar abu 2,78
%, kandungan mineral 0,54
% lebih tinggi dari biji buah
lainnya. Biji alpukat seperti
yang ditunjukkan Gambar 1,
kaya akan sumber campuran
kompleks senyawa
polifenolik mencakup dari
yang sederhana katekin dan
epikatekin dengan zat
4
polimerik terbesar. Biji
alpukat merupakan tempat
penyimpanan cadangan
makanan bagi tumbuhan,
selain buah, batang, dan akar.
Pati merupakan penyusun
utama cadangan makanan
tumbuh-tumbuhan. Pati
adalah polimer D-glukosa
dan ditemukan sebagai
karbohidrat simpanan dalam
tumbuhan. Pati terdapat
sebagai butiran kecil dengan
berbagai ukuran dan bentuk
yang khas untuk setiap
spesies tumbuhan. Pati terdiri
atas dua polimer yang
berlainan, senyawa rantai
lurus, amilosa, dan komponen
yang bercabang, amilopektin
(deMan, 1997)
Gambar 1 : Biji Alpukat
Minyak biji alpukat
adalah minyak nabati yang
diperoleh dari biji buah
alpukat (Persea gratissima).
Menurut Widioko (2009),
disamping daging buahnya
biji alpukat juga memiliki
potensi karena kandungan
proteinnya tinggi bahkan
kandungan minyaknya
hampir sama dengan kedelai.
Dari penelitiannya diketahui
bahwa rendemen yang
diperoleh melalui proses
ekstraksi biji alpukat dengan
menggunakan pelarut Iso
Propil Alkohol dan n-hexane
sebesar 17,868% dan
18,689%. Menurut
Rachimoellah (2009), Biji
alpukat dapat dijadikan
sebagai sumber minyak
nabati yang nantinya diolah
untuk menghasilkan biodiesel
dengan proses
transesterifikasi karena
mengandung trigliserida serta
kandungan asam lemak bebas
(FFA) yang rendah yakni
0,367% - 0,82%, seperti yang
tercantum pada Tabel berikut
ini:
Karakteristik Fisika Minyak Biji Apukat
5
Karakteristik Jumlah
Specific Gravity(25 o C) 0,915-0,916
Melting point 10,50 oC
Flash point 245°C
Refractive index 1,462
Viscosity 0,357 poise
(sumber : Winarti dan Purnomo, 2006)
Biji alpukat
mengandung 15% sampai
dengan 20% minyak. Minyak
biji alpukat belum
dimanfaatkan secara
maksimal, di Indonesia
minyak biji alpukat sebagai
biodiesel belum cukup
populer, lain halnya dengan
beberapa negara maju seperti
Amerika. Di Amerika sudah
dilakukan penelitian tentang
bahan bakar biodiesel dari
biji alpukat sejak tahun 1994
dan pada tahun 2004 telah
dilakukan percobaan oleh
serombongan ekolog yang
dipimpin Zak Zaidman
melakukan melakukan
perjalanan dari California ke
Costarica berkendaraan bus
berbahan bakar biodiesel
alpukat. Bus keluaran sebuah
pabrik di Amerika serikat
tahun 1974 itu diisi dengan
130 liter minyak alpukat. Bus
melintasi Guatemala, El
Savador, Honduras,
Nicaragua, dan terakhir
Costarica dengan bahan bakar
tersisa 55 liter. Hal itu karena
kadar belerang dalam Persea
americana kurang dari 15
ppm (kadar belerang solar
umumnya 1500-4100 ppm)
sehingga pembakaran
berlangsung sempurna. Emisi
CO dan CO2 bisa ditekan
sehingga polusi udara pun
bisa dikurangi. Karakteristik
kimia minyak biji alpukat
dapat dilihat pada Tabel.
Karakteristik Kimia Minyak Biji Apukat
Karakteristik Jumlah
FFA 0,367%-0,82%Bilangan Saponifikasi
(mg KOH/g) 246,840Bilangan Iodin (mg iodine/g) 42,664Bilangan Asam (mg KOH/g) 5,200
Bilangan Ester 241,640
Bilangan Peroksida 3,3Bahan yang tak tersabunkan 15,250 %
(sumber : Winarti dan Purnomo, 2006)
6
Minyak nabati yang
memiliki kandungan FFA
rendah dapat menghasilkan
rendemen minyak yang besar.
Pada percobaan dengan
perlakuan kandungan FFA
menunjukkan semakin besar
kandungan asam lemak bebas
maka semakin kecil konversi
biodiesel yang dihasilkan.
Adanya kandungan FFA yang
tinggi akan menyebabkan
pembentukan sabun yang
selanjutnya akan tercampur
dengan bahan baku, sehingga
menghambat proses
tansesterifikasi dan
memperkecil produksi
biodiesel (Susilo,2006).
Minyak biji alpukat memiliki komposisi asam lemak yang tersusun oleh 10 asam lemak dengan kandungan asam lemak terbesar adalah asam oleat (C17H33COOH) sebesar 70,54% dan asam palmetat (C15H31COOH) sebesar 11,85%. Komposisi asam lemak minyak biji alpukat selengkapnya dapat terlihat pada Tabel.
Komponen Asam Lemak Minyak Biji Alpukat
Asam LemakPersentase
(%)
Palmetic Acid C16 : 1 11,85Palmitoleic Acid C16 : 1 3,98
Stearic Acid C18 : 0 0,87
Oleic Acid C18 : 1 7 70,54
Linoleic Acid C18 : 2 9,45
Linolenic Acid C18 : 3 0,87
Arachidic Acid C20 : 0 0,50
Eliosenoic Acid C20 : 1 0,39
Behenic Acid C22 : 0 0,61Lignoceric Acid C24 : 0 0,34
(sumber : Pramudono, 2004)
Ekstraksi
Ekstraksi adalah
pemisahan suatu zat dari
campurannya dengan
pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut
yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke
pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan
cair (misalnyabahan
alami)tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis
7
atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya
saja,karena komponennya
saling bercampur secara
sangat erat, peka terhadap
panas,beda sifat-sifat fisiknya
terlalu kecil, atau tersedia
dalam konsentrasi yang
terlalu rendah.
Dalam hal semacam.
itu, seringkali ekstraksi
adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau
yang mungkin paling
ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence)
untuk bau-bauan dalam
pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein
dari daun teh, biji kopi atau
biji coklat dan yang dapat
dilihat sehari-hari ialah
pelarutan komponen-
komponen kopi dengan
menggunakan air panas dari
biji kopi yang telah dibakar
atau digiling.
Katalis
Katalis memegang
peranan yang sangat penting
pada perkembangan industry
kimia. Dewasa ini, hampir
setiap produk industry kimia
dihasilkan melalui proses
yang memanfaatkan jasa
katalis.
Katalis dapat
didefinisikan sebagai zat
yang dapat mempercepat dan
mengendalikan reaksi.
Dengan katalis, reaksi dapat
berjalan pada kondisi yang
lebih lunak (temperatur dan
tekanan rendah) dengan laju
dan aktivitas yang tinggi.
Kemampuan inilah yang kini
menjadi tumpuan harapan
manusia untuk memenuhi
efisiensi waktu, bahan baku,
energy dan upaya pelestarian
lingkungan.
Berdasarkan fasa
katalis, reaktan dan produk
reaksinya, katalis dapat
dikelompokkan menjadi dua
yaitu :
a. Katalis homogeni adalah katalis
yang berfasa sama dengan fasa
campuran reaksinya.
b. Katalis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan reaktan dan produk reaksinya.
Katalis homogen pada
umumnya memiliki aktivitas
8
yang lebih tinggi
dibandingkan dengan katalis
heterogen karena setiap
molekul katalis aktif sebagai
katalis. Katalis heterogen,
yang biasanya berupa
padatan, memiliki pusat aktif
yang tidak seragam. Tidak
semua bagian permukaan
padatan dapat berfungsi
sebagai pusat aktif dan tidak
semua pusat aktif memiliki
keaktifan yang sama. Bahkan
pada keadaan yang terburuk,
bagian permukaan yang satu
dapat meracuni bagian yang
lainnya.
Heterogenitas
permukaan ini menyebabkan
katalis heterogen menjadi
kurang efektif dibandingkan
dengan katalis homogen.
Walaupun demikian, katalis
heterogen tetap digunakan
dalam industri karena mudah
dipisahkan dari campuran
reaksinya. Selain itu, katalis
heterogen lebih stabil
terhadap perlakuan panas
sehingga reaksi dan
regenerasi katalis dapat
dilakukan pada temperature
tinggi. (Subagio, 1992)
Katalisator yang digunakan bisa
berupa asam, garam atau penukaran
ion. Katalisator asam yang biasa
digunakan untuk proses alkoholisis
diantaranya adalah asam sulfat, asam
fosfat dan asam klorida. Sedangkan
untuk basa digunakan katalisator
kalium hidroksida. Pada reaksi
alkoholisis, pemilihan katalis
berhubungan pula dengan suhu
reaksinya. Katalis basa tidak
memerlukan suhu yang tinggi,
sementara katalis asam umum
digunakan untuk suhu sekitar 100oC.
(Groggins, 1958)
Esterifikasi
Esterifikasi adalah
tahap konversi dari asam
lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan
minyak lemak dengan
alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter
asam kuat dan, karena ini,
asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar
kation asam kuat merupakan
katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek
9
industrial. Untuk mendorong
agar reaksi bisa berlangsung
ke konversi yang sempurna
pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120°
C), reaktan metanol harus
ditambahkan dalam jumlah
yang sangat berlebih
(biasanya lebih besar dari 10
kali nisbah stoikhiometrik)
dan air produk ikutan reaksi
harus disingkirkan dari fasa
reaksi, yaitu fasa minyak.
Melalui kombinasi-kombinasi
yang tepat dari kondisi-
kondisi reaksi dan metode
penyingkiran air, konversi
sempurna asam-asam lemak
ke ester metilnya dapat
dituntaskan dalam waktu 1
sampai beberapa jam.
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester
Esterifikasi biasa
dilakukan untuk membuat
biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas
tinggi (berangka-asam ≥ 5
mg-KOH/g). Pada tahap ini,
asam lemak bebas akan
dikonversikan menjadi metil
ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap
transesterfikasi. Namun
sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap
transesterifikasi, air dan
bagian terbesar katalis asam
yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.
Transesterifikasi
Transesterifikasi
(biasa disebut dengan
alkoholisis) adalah tahap
konversi dari trigliserida
(minyak nabati) menjadi alkil
ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan
produk samping yaitu
gliserol. Di antara alkohol-
alkohol monohidrik yang
menjadi kandidat
sumber/pemasok gugus alkil,
metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena
harganya murah dan
reaktifitasnya paling tinggi
(sehingga reaksi
disebut metanolisis). Jadi, di
sebagian besar dunia ini, biodiesel
praktis identik dengan ester metil
asam-asam lemak (Fatty Acids Metil
10
Ester, FAME). Reaksi
Transesterifikasi dari Trigliserida
menjadi ester metil asam-asam
lemak :
Transesterifikasi juga
menggunakan katalis dalam
reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang
dihasilkan maksimum namun
reaksi berjalan dengan
lambat. Katalis yang biasa
digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah
katalis basa, karena katalis ini
dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi
sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut:
a. Trigliserida (TG) + CH3OH Digliserida (DG) +
R1COOCH3 b. Digliserida (DG) + CH3OH
Monogliserida (MG) + R2COOCH3
c. Monogliserida (MG) + CH3OH
Gliserol (GL) + R3COOCH3
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi
(transesterifikasi merupakan
reaksi eksoterm)
Transesterifikasi juga
menggunakan katalis dalam
reaksinya. Selain mempercepat
reaksi katalis juga berfungsi sebagai
penetral dari asam lemak yang
terkandung dalam minyak biji karet.
Katalis basa yang dapat digunakan
untuk reaksi
biodiesel adalah NaOH dan KOH.
Biodiesel adalah senyawa mono
alkil yang diproduksi melalui
reaksi transesterifikasi antara
trigliserida (minyak nabati, seperti
minyak sawit, minyak jarak dll)
dengan metanol menjadi metal
ester dan gliserol dengan bantuan
katalis basa. Biodiesel mempunyai
rantai karbon antara 12 sampai
dengan 20 serta mengandung
oksigen. Adanya oksigen pada
biodiesel membedakannya dengan
11
petroleum diesel (solar) yang
komponen utamanya hanya terdiri
dari hidrokarbon. Jadi komposisi
biodiesel dan petroleum diesel
sangat berbeda.
Kualitas Biodiesel Berdasarkan Standar nasional Indonesia
Berdasarkan Badan Standar
Nasional Indonesia, produk
biodiesel yang dihasilkan haruslah
memenuhi karakteristik tertentu
agar bisa digunakan. Spesifikasi
produk biodiesel dapat dilihat pada
Tabel:
Tabel Spesifikasi Biodiesel
12
Properti Satuan Batas Metode
Max/Min ASTM
Titik bakar oC 130 min. D93Air & Sedimen
% volume 0,50 maks D2709
Viskositas (40 oC)
mmo/detik 1,9 – 6,0 D445
Abu sulfat Sulfur %mass
0,020 maks D874
S 15 Grade Ppm 15 maksCopper Strip Corrosion No.3 maks D130
Cetane 47 min. D613Residu Karbon %mass 0,50 maks D4530
pHmgKOH
/grm 0,80 maks D664Gliserin bebas %mass
0,020 maks D6584
Total Gliserin %mass
0,240 maks D6584
Kandungan Phosphat %mass
0,001 maks D4951
Temperatur Distilasi oC 360 maks D1160
(sumber : http://www.bsn.go.id / )
Keuntungan Penggunaan Biodiesel
Dari berbagai penelitian yang
telah dilakukan, berbagai keuntungan
yang dapat diperoleh dari
penggunaan biodiesel, antaranya
adalah :
a. Dihasilkan dari sumber daya
energy terbarukan dan
ketersediaan baan bakunya
terjamin.
b. Angka setana tinggi (bilangan
yang menunjukkan ukuran baik
tidaknya kualitas solar
berdasarkan sifat kecepatan
bakar dalam ruang bakar mesin).
c. Viskositas tinggi sehingga
mempunyai sifat pelumasan
yang lebih baik daripada solar
13
sehingga dapat memperpanjang
umur pakai mesin.
d. Dapat diproduksi secara lokal.
e. Mempunyai kandungan sulfur rendah.
f. Menurunkan emisi gas buang.
g. Pencampuran biodiesel dengan
petroleum diesel dapat
meningkatkan dapat
meningkatkan biodegradability
petroleum diesel sampai 500%.
h. Dapat diperbarui.
i. Menurunkan emisi.
j. Menghilangkan asap hitam.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat Yang Digunakan
Untuk Ekstraksi Minyak :
o Seperangkat Alat Ekstraksi
o Labu Erlenmenyer 100 ml
o Gelas Kimia 500 ml
o Termometer
o Spatula
o Neraca Analitik
o Penangas Air
Untuk Analisa Minyak Mentah :
o Refraktometer
o Piknometer
o Oven
o pH meter
o Labu ukur 100 ml
o Corong
o Buret 50 ml
o Gelas kimia 100 ml
o Pengaduk
o Spatula
o Pipet tetes
o Kaca arloji
o Neraca analitis
o Erlenmeyer 100 ml
o Gelas ukur 100 ml
o Botol aquades
o Thermometer 100oC
o Hot plate
o Magnetic stirrer
Untuk Proses Minyak Mentah (Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi)
Seperangkat alat esterifikasi
Thermometer 100oC
Corong Pisah 250 ml
Gelas Kimia 250 ml
Gelas Ukur 100 ml
Pipet Ukur 25 ml
Bola Karet
Spatula
Erlenmeyer 100 ml
Hot Plate
Magnetic Stirrer
Aluminium Foil
14
Corong Kaca
Bahan Yang Digunakan
a. Untuk Analisa Minyak Mentah
Natrium Hidroksida 0,1 N
Indicator phenolphthalein
Methanol
Aquadest
Asam klorida (HCL) 0,1 N
b. Untuk Proses Esterifikasi
Minyak biji alpukat
Metanol
Asam sulfat (H2SO4)
c. Untuk Proses Transesterifikasi
Minyak hasil transesterifikasi
Metanol
Natrium hidroksida (NaOH)
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
eksperimen (percobaan).
Pengumpulan data menggunakan
metode observasi (pengamatan) dan
analisa secara pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan
metode statistika (tabel) dan analisa
regresi secara grafis dengan variable
tetap minyak biji alpukat dan
variable berubah berupa pelarut,
kecepatan pengadukan dan
konsentrasi katalisator.
Secara lebih rinci rencana kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :
Pengambilan bahan baku biji alpukat jenis bulat panjang
Pengolahan sampel berupa
pemilihan biji alpukat,
pengulitan dan ekstraksi
minyak biji alpukat.
Analisa sampel minyak biji
alpukat terhadap kandungan
Asam Lemak bebas (FFA).
Proses produksi biodiesel
(esterifikasi dan
transesterifikasi) sesuai
matrik penelitian.
Pemurnian produk biodiesel
yang dihasilkan dari
kandungan gliserin dan air
serta sisa metanol.
Pengolahan data terhadap
berbagai pengaruh variabel
para kualitas dan kuantitas
biodiesel.
Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian
ini meliputi :
Ekstraksi Minyak Biji Alpukat
15
Menyiapkan 5000 gr biji alpukat yang dikupas kulit arinya, dicuci dan dipotong-potong halus untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC dan berat ditimbang dengan konstan per satu jam hingga konstan.
Setelah pengeringan selesai,
biji alpukat dihaluskan
dengan blender dan diayak
hingga mendapatkan ukuran
40 mesh.
Menyiapkan pelarut Iso Propil Alkohol.
Memanaskan selama 2 jam dan mendinginkan dalam suhu ruang.
Menyaring hasil ekstraksi yang di dapat dan menganalisa minyak mentah.
Proses Produksi Konversi Minyak Biji Alpukat Menjadi Biodiesel
a. Esterifikasi
Di dalam labu leher tiga
dimasukkan seluruh minyak
biji alpukat dari proses
sebelumnya.
Ditempat terpisah, metanol 6 : 1 jumlah minyak biji alpukat yang dihasilkan dipanaskan dalam Erlenmeyer 500 ml sehingga temperatur 45 oC. Setelah suhu tercapai, katalis asam
sulfat sebanyak 0.5% berat minyak ditambahkan dan
diaduk dengan magnetic
stirrer. Selama pencampuran
dan pemanasan, system harus
tertutup total untuk
menghindari penguapan
metanol.
Campuran metanol dan
katalis asam klorida setelah
tercampur kemudian
dimasukkan ke dalam labu
leher tiga yang telah diisi
minyak biji alpukat.
Setelah ketiga bahan tercampur, pemanas dan sirkulasi air pendingin dihidupkan dan proses dibiarkan selama 1 jam serta kondisi temperatur dijaga pada 60oC. Kecepatan pengadukan diatur pada 300 rpm.
Setelah 1 jam proses
dihentikan dan larutan induk
dikeluarkan dari labu setelah
mencapai suhu ruang.
Campuran hasil reaksi
kemudian dimasukkan ke
dalam corong pisah dan
dibiarkan selama 3 jam. Di
dalam corong pisah akan
terbentuk 2 lapisan,lapisan
atas berupa produk biodiesel
16
dan trigliserida sedangkan
lapisan bawah merupakan
komponen etanol dan
gliserol. Lapisan atas berupa
biodieseldan trigliserida
diambil dengan cara
mengeluarkan lapisan bawah
dari corong pisah.
Mengulangi percobaan dengan variasi pelarut metanol.
b. Transesterifikasi
Di dalam labu leher tiga dimasukkan seluruh hasil transesterifikasi.
Di tempat terpisah metanol dengan perbandingan berat terhadap larutan hasil esterifikasi dipanaskan dalam Erlenmeyer 500 ml hingga temperature 60oC. Setelah
suhu tercapai katalis NaOH ditambahkan dan diaduk dengan magnetic
stirrer. Selama pencampuran,
sistem harus tertutup total
untuk menghindari
penguapan metanol.
Campuran metanol dan
katalis basa setelah tercampur
kemudian dimasukkan ke
dalam labu leher tiga yang
telah diisi dengan hasil
esterifikasi.
Setelah ketiga bahan
tercampur, pemanas dan
sirkulasi air pendingin
dihidupkan dan proses
dibiarkan selama 1 jam.
Kecepatan pengadukan diatur pada 300 rpm.
Mengulangi percobaan dengan variasi pelarut metanol.
26
TAHAP PENGUJIAN SAMPEL
Penentuan Kadar Free Fatty Acid (FFA)
Menimbang 2 gram sampel,
menambahkan 50 ml metanol
95% dan 3 tetes indicator
phenolphtalin.
Melakukan titrasi dengan
NaOH 0,1 N sampai berubah
warna menjadi merah muda.
17
Mencatat banyaknya NaOH yang digunakan.
Penentuan Berat Jenis
Penentuan Berat Jenis menggunakan metode Piknometer.
Menimbang piknometer kosong, bersih dan kering (a gram).
Mengisi piknometer dengan aquades pada suhu 18oC yang telah diketahui berat jenisnya.
Menimbang berat piknometer yang berisi aquades tepat pada suhu 20oC (b gram). Volume aquades = volume piknometer
Menimbang piknometer
kosong, bersih dan kering
yang telah ditentukan
volumenya (c gram).
Mengisi piknometer dengan minyak pada suhu 18oC.
Menimbang piknometer yang telah berisi minyak biji alpukat tepat pada suhu 20oC (d gram).
Menghitung berat minyak biji alpukat (d-c) gram.
Berat jenis minyak biji nyamplung
Penentuan Indeks Bias
Membilas bagian untuk
meletakkan sampel dengan
aquades dan mengeringkan
dengan tisu.
Meneteskan sampel minyak ke permukaan kaca tempat sampel.
Menutup bagian atas sampel.
Menentukan nilai indeks bias minyak biji nyamplung residu distilasi.
Melakukan lagi penentuan indeks bias minya sampai 2 kali.
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air menggunakan metode pengeringan dengan oven.
Mengeringkan cawan kosong
di dalam oven selama 15
menit dan mendinginkan
dalam desikator selama 20
menit kemudian ditimbang.
Mengangkat cawan dan
memasukkan cawan beserta
sampel ke dalam oven selama
2 jam.
Memindahkan cawan ke dalam desikator, setelah dingin timbang kembali.
Perlakuan dan Analisa
Nilai Kalor
Gas dibuka dan diatur aliran gas melalui regulator ke alat dengan tekana 450 psi.
Menghidupkan power di printer, water handling dan main controller.
18
Memilih calorimeter operation.
Jika alat tidak dipakai dalam
jangka waktu lama, maka
biarkan sirkulasi air pada
water handling bekerja
terlebih dahulu selama 10
menit. Heater dan pump
dalam kondisi off, setelah 10
menit nyalakan heater dan
pump (on).
Masukkan contoh ke dalam bomb.
Setelah sampel masuk ke
dalam bomb, pilih
determination pada operation
MENU untuk pengujian
contoh atau standarisasi
untuk asam benzoat.
Jika suhu pada heater telah stabil pada ±30 oC maka kondisi start akan tampil di monitor menandakan siap diproses.
Tekan start, lalu tekan
continue, masukkan nama kode
atau Id sampel, kemudian tekan
enter, lihat ID BOMB, sesuaikan
dengan jenis bomb head yang
dipakai Bomb 1 atau Bomb 2
(jika telah benar, jangan diubah)
lalu tekan enter dan masukkan
berat contoh dan tekan enter
kembali.
Tunggu selama ± 15 menit,
tanda bunyi Bell 3x menandakan
proses pembakaran sedang
berlangsung.
Setelah nilai kalor di print out, menandakan proses telah selesai.
Bomb Head dikeluarkan, cawan dan Bomb Head dibersihkan.
Alat siap untuk digunakan kembali.
HASIL DAN PEMBAHASANAnalisa Bahan Baku Minyak Biji Alpukat
Sifat fisik dan sifat kimia minyak biji nyamplung :
f. Berbau khas
g. Berwarna kuning kehijauan
h. Encer dan licin
Densitas minyak = 0,8138
pH = 7,42
Kandungan air = 0,0915%
Asam Lemak Bebas (FFE) = 6,74 %
Indeks Bias = 1,3312
Data Hasil Pembuatan Biodiesel
Pada penelitian pembuatan
biodiesel menggunakan dua tahapan
yaitu esterifikasi dengan pereaksi
metanol serta katalis H2SO4 dan
transesterifikasi dengan pereaksi
metanol serta katalis NaOH, dimana
penelitian ini dilakukan dengan
19
beberapa variabel yaitu perbandingan
umpan minyak biji alpukat dengan
metanol serta variasi penambahan
katalis pada temperatur dan suhu
konstan masing-masing suhu 60oC
dan waktu 60 menit yang merupakan
suhu dan waktu optimum. Penentuan
suhu dan waktu optimum ini adalah
berdasarkan pada hasil penelitian
sebelumnya yaitu biodiesel dari CPO
yang dilakukan oleh Rama
Prihandanan, pada tahun 2007.
Penelitian untuk pembuatan
biodiesel dari minyak biji alpukat
dengan proses esterifikasi dengan
menggunakan penambahan katalis
Asam Sulfat (H2SO4) 0,5% ; 0,6% ;
0,7% ; 0,8% ; 0,9% volume terhadap
minyak biji alpukat. Kemudian
dilanjutkan dengan proses
transesterifikasi dengan
menggunakan hasil esterifikasi
dimana pereaksi yang digunakan
yaitu minyak biji alpukat dengan
variasi 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5
terhadap pelarut metanol. Data hasil
penelitian ditabulasikan
Pengaruh Perbandingan Volume
Pelarut Metanol Terhadap
Esterifikasi dengan Katalis H2SO4
0,5%, Suhu 60oC dan Waktu 60
Menit
Sampel Minyak
Metanol H2SO4 Volume
Biji (ml) % (vol) BiodieselAlpukat (ml)
(ml)A1B1 25 25 0,5 14
A1B2 25 50 0,5 23
A1B3 25 75 0,5 39
A1B4 25 100 0,5 41
A1B5 25 125 0,5 57
Pengaruh Perbandingan Volume
Pelarut Metanol Terhadap
Transesterifikasi dengan Katalis
NaOH 0,5%, Suhu 60oC dan
Waktu 60 Menit
Sampel Minyak Metanol H2SO4 VolumeHasil (ml) % Biodiesel
Esterifikasi (vol) (ml)(ml)
A1B1 14 14 0,5 28
A1B2 23 46 0,5 57
A1B3 39 117 0,5 178
A1B4 41 164 0,5 215
A1B5 57 285 0,5 320
Pengaruh Varietas Katalis Asam
(H2SO4) terhadap Volume
Biodiesel pada Proses
Esterifikasi Pada Suhu 60oC dan
Waktu 60 Menit
Sampel Minyak Metanol H2SO4 VolumeBiji (ml) % Biodiesel
Alpukat (vol) (ml)(ml)
A2B1 25 25 0,5 21
A2B2 25 25 0,6 21,4
20
A2B3 25 25 0,7 21,7
A2B4 25 25 0,8 21,9
A2B5 25 25 0,9 22,3
Pengaruh Variasi Katalis Basa
(NaOH) terhadap Volume
Biodiesel pada Proses
Transesterifikasi Pada Suhu 60oC
dan Waktu 60 Menit
Sampel Minyak Metanol NaOH VolumeHasil (ml) % Biodiesel
Esterifikasi (vol) (ml)(ml)
A2B1 20 20 0,5 27
A2B2 20 20 0,6 27
A2B3 20 20 0,7 25
A2B4 20 20 0,8 23
A2B5 20 20 0,9 21
Analisa Kualitas Produk Biodiesel
Analisa kualitas produk
dilakukan di Laboratorium Teknik
Kimia Polsri dan di Laboratorium
Dinas Pertambangan dan Energi
Palembang. Dari analisa produk
biodiesel yang telah dilakukan,
diperoleh data untuk analisa densitas,
pH, kadar air dan indeks bias yang
ditabulasikan pada Tabel 13 serta
data analisa nilai kalor ditabulasikan
pada
Pengaruh Ratio Perbandingan Pelarut dan Katalis terhadap
Densitas, pH, Kadar Air dan Indeks Bias Biodiesel
Sampel
Densitas Biodiesel (gr/ml) pH
KadarAir (%)
IndeksBias
A1B1 0,8868 7,17 0,1128 1,3357
A1B2 0,8871 7,08 0,0510 1,3351
A1B3 0,8870 7,10 0,0599 1,3348
A1B4 0.8861 7,32 0.0973 1,3343
A1B5 0,8853 7,30 0,0941 1,3325
A2B1 0,8879 7,16 0,0682 1,3359
A2B2 0,8812 7,40 0.0558 1,3344
A2B3 0,8869 7,22 0,1083 1,3326
A2B4 0,8842 7,25 0,1451 1,3315
A2B5 0,8849 7,39 0.0693 1,3307
Pengaruh Ratio Perbandingan Pelarut Terhadap Nilai Kalor Biodiesel
Sampel Ratio Nilai Kalor
Perbandingan (kal/gr)
A1B1 1 : 1 8377
A1B2 1 : 2 8014
A1B3 1 : 3 7589
A1B4 1 : 4 7304
A1B5 1 : 5 6416
Pengaruh Varietas Katalis terhadap Nilai Kalor Biodiesel
Sampel Varietas Nilai Kalor
21
Katalis (kal/gr)
A2B1 0,5 9394
A2B2 0,6 8274
A2B3 0,7 8459
A2B4 0,8 7841
A2B5 0,9 7735
Pembahasan
Pengaruh Perbandingan Pereaksi (Metanol) Terhadap Produk Biodiesel
Penelitian sebelumnya
menyatakan pada pembuatan
biodiesel dari minyak biji
nyamplung dengan kadar FFA > 5%
perlu menggunakan metode
transesterifikasi (Meta Yanti, 2011)
dan pada penelitian ini digunakan
pereaksi berupa metanol dengan
rasio perbandingan terhadap minyak
biji alpukat dengan menggunakan
dua tahap proses yaitu esterifikasi
dan transesterifikasi.
Molar ratio reaktan terhadap
methanol merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh pada
proses transesterifikasi. Reaksi
transesterifikasi memerlukan 3 mol
alkohol setiap mol trigliseridanya
untuk menghasilkan 3 mol fatty ester
dan 1 mol glyserol (Ma dkk., 1999)
menyarankan penggunaan molar
ratio hingga 1:15 pada
transesterifikasi minyak
berkandungan asam lemak tinggi.
Dalam penelitian ini dipilih nilai
molar ratio: 1:1, 1:1, 1:3, 1:4 dan 1:5
(minyak biji alpukat terhadap
metanol). Penggunaan methanol
berlebih bertujuan menggeser
kesetimbangan ke arah produk
karena transesterifikasi merupakan
reaksi reversible. Molar ratio
merupakan salah satu variabel
penting yang mempengaruhi yield
produk dan disarankan untuk
dipelajari oleh beberapa peneliti.
Proses konversi asam lemak
menjadi ester, yaitu reaksi
esterifikasi, menghasilkan penurunan
asam lemak bebas paling optimum
adalah pada perbandingan
volume minyak biji alpukat dengan
pelarut 1 : 5 dengan menggunakan
katalis asam sulfat 0,5% pada suhu
reaksi 60oC selama 60 menit dan
ditinjukkan pada grafik di Gambar 7.
Pengaruh penambahan
volume pelarut sangat berperan
penting pada saat penghasilan
biodiesel. Untuk penggunaan
metanol sebesar 1 : 5 biodiesel
esterifikasi, maka didapatkan jumlah
22
biodiesel paling maksimum yaitu
sebanyak 320 ml seperti yang
ditunjukkan oleh grafik pada Gambar
8. Hal ini disebabkan karena
konversi dari trigliserida menjadi
alkyl ester bereaksi penuh dengan
banyaknya alkohol dan
menghasilkan produk samping yaitu,
gliserol.
20 60 100
140
0
50
100
Volume Metanol (ml)
Vol
um
e B
iod
iese
l (m
l)
Pengaruh Perbandingan Pereaksi (Metanol) Terhadap Produk Biodiesel yang Dihasilkan Pada Esterifikasi
0 100 200 3000
200
400
Volume Metanol (ml)
Vol
ume
Bio
dies
el (m
l)
Pengaruh Perbandingan Pereaksi (Metanol) Terhadap Produk Biodiesel yang
Dihasilkan Pada Transesterifikasi
0.4 0.6 0.8 120
22
24
% Katalis H2SO4
Vol
um
e B
iod
iese
l (m
l)
Pengaruh Penambahan Katalis H2SO4 terhadap Volume Biodiesel Pada Proses Esterifikasi
0.4 0.6 0.8 120
24
28
% Katalis NaOH
Vol
um
e B
iod
iese
l (m
l)
Pengaruh Penambahan Katalis NaOH terhadap Volume Biodiesel Pada Proses Transesterifikasi
23
0 5 100.875
0.88
0.885
0.89
Series2Series4
Sampel
Den
sita
s B
iod
iese
l
Grafik Pengaruh Variasi Penambahan Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Densitas Biodiesel
0 2 4 66.5
7
7.5
Sampel
pH
Grafik Pengaruh Variasi Penambahan Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap pH Biodiesel
0 2 4 61.325
1.33
1.335
1.34
Sampel
Ind
eks
Bia
s
Grafik Pengaruh Variasi Penambahan Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Indeks Bias Biodiesel
06000700080009000
10000
Series2Series4
Sampel
Nil
ai K
alor
(k
al/g
r)
Grafik Pengaruh Variasi Penambahan Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Nilai Kalor Biodiesel
Simpulan
Berdasarkan hasil yang
didapat dari penelitian ini, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
o Limbah biji alpukat dapat
digunakan sebagai bahan baku
24
dalam pembuatan biodiesel
dengan metanol melalui proses
esterifikasi dan
transesterifikasi.
o Dalam proses esterifikasi dan
transesterifikasi dengan
menggunakan pelarut metanol
dengan volume yang semakin
meningkat, biodiesel yang
dihasilkan memiliki kualitas
rendah karena mengandung
banyak air.
o Penggunaan katalis turut
mempengaruhi volume
biodiesel yang mana,
penambahan katalis asam
menyebabkan jumlah produk
biodiesel yang dihasilkan lebih
banyak berbanding
menggunakan katalis basa.
o Dari hasil penelitian, biodiesel
yang memiliki kualitas paling
baik adalah sampel A1B1
dengan komposisi
perbandingan minyak biji
alpukat dan metanol 1:1 dan
menggunakan katalis 0,5%
dengan analisa kualitas
densitas 0,8868 gr/ml, pH 7,17,
kadar air 0,1128%, indeks bias
1,3357 serta nilai kalor 8377
kal/gr.
Saran
Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai perbandingan
yang tepat antara minyak biji alpukat
dengan pelarutnya dan perlu
dilakukan pengujian yang lainnya
terhadap pelarut selain penggunaan
metanol hingga menghasilkan
biodiesel yang berkualitas. Selain itu,
disarankan untuk penelitian
selanjutnya menggunakan katalis
asam karena volume biodiesel yang
dihasilkan lebih banyak dan
berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
“Asam Sulfat”. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sulfat (diakses tanggal 10 Desember 2013)
“Metanol”. http://id.wikipedia.org/wiki/Metanol (diakses tanggal 10 Desember 2013) “Natrium Hidroksida”. http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hidroksida (diakses tanggal 10 Desember 2013)
“Iso Propyl Alcohol”. http://en.wikipedia.org/wiki/Isopropyl_alcohol (diakses tanggal 10 Desember 2013)
“Spesifikasi Biodiesel”.
25
http://www.bsn.go.id/ (diakses tanggal 10 Desember 2013)
Bambang P., Septian Adri W., Wawan R. , 2008 ,“Pengambilan Minyak biji Alpukat
Menggunakan Pelarut N-Hexane Dan Iso Propil Alkohol ”
Hidayat, Wahyu. “ Alpukat dalam Tangki Bahan Bakar Biodiesel” http:// majarimagazine.com/2007/12/alpukat-dari-dapur-ke-tangki-bahan-bakar/ (diakses tanggal 10 Desember 2013)
Yulaika, Itamah. “ Pemanfaatan Biji Alpukat Sebagai Bahan Bakar Alternatif yang Murah dan Ramah
Lingkungan”. http://itayulaikha.blogspot.com/2010/09/pemanfaatan-biji-alpukat-sebagai-bahan.html (diakses tanggal 10 Desember 2013)
“Mengenal Biodiesel: Karakteristik, Produksi, Hingga Performansi Mesin” http://www. kamusilmiah.com/kimia/mengenal-biodiesel-karakteristik-produksi-hingga-performansi-mesin-1/ (diakses tanggal 10 Desember 2013)
http://www.avocadosource.com/temp/OLD%20WAC%20II/WAC2_p061.htm (diakses tanggal 10 Desember 2013)
26
27
28