UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI SARANA DALAM MENINGKATKAN SEMANGAT
NASIONALISME BAGI WARGA NEGARA INDONESIA
ABSTRAK
Roni Lukum, M.Sc
Setiap bangsa di Dunia ini mempunyai wawasan nasionalnya yaitu cara
pandang bangsa tersebut untuk menempatkan dirinya terhadap lingkungannya. Bagi
bangsa Indonesia yang terdiri dari lautan yang ditaburi dengan pulau-pulau serta
kedudukannya yang terletak diantara dua benua dan dua samudra sangatlah penting
untuk menentukan wawasannya dan kita kenal sebagai wawasan nusantara.
Perjuangan dan pengembangan Wawasan Nusantara telah banyak
memperlihatkan hasil-hasil yang nyata. Pada dekade 50-an tumbuh pemikiran didunia
Internasional maupun diIndonesia tentang kedudukan khas dari Negara yang terdiri
dari pulau-pulau, khususnya tentang batas-batas negara yang berada di perairan
Indonesia . Negara kita sangat berkepentingan karena konstalasi georafinya dan
pengalaman-pengalaman dalam perang kemerdekaan maupun menghadapi
pemborontakan-pemborontakan dalam negeri (DI/TII) dan berdasarkan konsep ini,
yang kemudian lebih dikenal sebagai konsep negara kepulauan (Archipelagic State
Concept), pemerintah Indonesia yang mengeluarkan UU.No. 4/1960 yang mengatur
batas-batas negara yang intinya adalah memasukan laut antara pulau menjadi laut
teritorial Indonesia. Bersamaan waktu dengan itu, dalam rangka pengembangan
doktrin sendiri dibidang pertahanan angkatan darat, Angkatan Laut, dan angkatan
1
Udara masing-masing mengembangkan pemikiran dan doktrin tentang wawasan
Benua, wawasan Samudera dan wawasan Dirgantara. Sesuai dengan kondisi politik
pada dekade itu pemikiran-pemikiran tersebut belum terkoordinasikan dengan baik.
Jika konsep negara kepulauan memusatkan diri untuk perjuangan penguasaan laut
antar pulau, batas-batas wilayah dan inpliksinya yang banyak bersangkutan dengan
hukum laut Internasional, pemikir-pemikir militer /ABRI memusatkan diri terhadap
masalah wawasan keseluruhan yang terutama mencakup aspek lingkungan /geografi
dan tidak lepas dari pengaruh konsep kekuatan karena maksud dan ruang lingkupnya
adalah HAMKAMNAS. Catur Dharma Eka Karma sebagai doktrin terpadu bagi
seluruh ABRI pada saat itu (sebelum istialah TNI) yang diberlakukan secara formal
mulai 1967 mencantumkan secara tegas WAWASAN NUSANTARA BAHARI
sebagai wawasan Hankamnas kita.
Menjelang akhir dekade 60-an dan permulaan abad ke 70-an Hankam dan khususnya
Lemhanas mengembangkan wawasan Hamkamnas tersebut menjadi wawasan
nasional seperti yang dikenal pada saat ini sebagai WAWASAN NUSANTARA dan
meliputi ruang lingkup nasional secara integral. Seperti diketahui essensinya telah
diambil dalam GBHN‘ Tahun 1973 dan GBHN 1978 sebagai pola dasar
pembangunan Nasional.
Perjuangan pengembangan Wawasan Nusantara ini masih terus berjalan.
Konsepsi atau wawasan nusantara ini antara lain telah dan akan selalu mendukung
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia perlu dipertahankan diperjuangkan dengan
gigih di dalam negeri atau didunia internasional. Namun demikian perlu disadari
2
kesatuan dan persatuan yang merupakan titik sentral wawasan nusantara itu bukan
merupakan satu-satunya isi dari wawasan nusantara.
Karena masalah wawasan nusantara mencakup seluruh kepentingan nasional
segenap warga negara terhadap kehidupan nasionalnya, maka hendaknya bukan
hanya dimengerti tetapi juga menjadi kesadaran kita semua.
Dalam rangka memahami konsep Wawasan Nusantara menjadi melembaga
pada semua komponen masyarakat Indonesia, adalah yang paling utama adalah
menciptakan rasa nasionalisme kepada bangsa kita sendiri yang kaya akan segala
potensi yang ada dialam Indonesia dan juga berusaha untuk dapat mempertahankan
kesatuan dan persatuan kita untuk mempertahankan integritas bangsa Indonesia.
Sekalipun nasionalisme masyarakat Indonesia sekarang ini masih dipertanyakan
dengan muncunya berbagai permasalahan yang mengancam integritas Negara
kesatuan Republik Indonesia seperti sikap pemerintah Indonesia terhadap tanggung
jawab untuk menjaga dan mengelola negara ini. dimana pada saat ini pulau-pulau
yang ada mulai dikuasai oleh negara lain (dimana dengan jatuhnya pulau Ambalat
dan Cipadan masuk wilayah terotorial Negara Malaysia), dan ancaman gerakan
separatis Gam, OPM dan RMS serta kerusuhan antar etnis dsb. Semua ini merupakan
refleksi bahwa semangat nasionalisme dan kesadaran akan pemahaman wawasan
nusantara masih perlu dikaji kembali kepada pihak - pihak pemerintah dan lebih
khusus kepada warga Negara Indonesia, masih adakah semangat nasionalisme pada
jiwa para pemegang kekuasaan dinegeri ini?
3
Dengan demikian untuk memahami apa sebetulnya yang terjadi dalam situasi
negara kita saat ini terhadap semagat nasionalime yang semakin memprihatinkan
dalam memandang konsep wawasan Nusantara kita akan bahas dibab berikutnya.
Sejarah Perkembangan wawasan Nusantara.
Bila dilihat dari perjalanan politik Indonesia terhadap perjalanan konsep
wawasan Nusantara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonsia dimana
konsep wawasan nusantara dapat kita pahami oleh generasi sekarang dan yang akan
datang untuk lebih mencintai bangsa dan Negara kita sendiri dapat kita lihat
perjalanan sejarah sebagai berikut :
1. Dimulai pada zaman kedatuan Sriwijaya (392-1406 M), yang merupakan negara
Bahari yang menguasai perairan di Asia Tenggara dan berkembang meliputi
wilayah Nusantara, Philipina Selatan, Semenanjung Malaya, dan sebagian Pantai
daerah Champa. Sriwijaya yang berpusat diSumatera Selatan sekarang, dilihat
dari kedudukan geografis, geoekonomis ,geo-politis dan geo strategis merupakan
pusat strategik diwilayah Asia Tenggara antara anak benua India dan China.
Disamping merupakan pusat perdagangan Sriwijaya juga merupakan pusat
kebudayaan dan keagamaan Hindu.
2. Dalam jaman kerajaan Majopahit (1292-1525 M) tercatat bahwa kerajaan ini
mampu mengambil alih kedudukan Sriwijaya, dan memiliki kekuasaan atas
wilayah nusantara termasuk Philipina dan semenanjung Malaya.
Majopahit dengan Maha Patih (perdana menteri ) Gajah Mada terkenal dengan
Sumpah palapanya yang ingin membangun persatuan dan kesatuan bangsa dengan
4
sesantinya “Bhinneka Tunggal Ika, Tanhana Dharma Mangrva” (berbeda-beda
tetapi satu jua, Tahan karena benar serta satunya cipta, karsa karya berdasarkan
kebenaran yang tunggal), yang kini dihidupkan kembali dan menjadi sesanti
negara (peraturan pemerintah N0.66 Tahun 1951 tanggal 17 November 1951) dan
seanti LEMHANNAS (kepres No.33/TK/1968).
3. Kebangkitan nasional yang ditandai dengan kelahiran organisasi politik Budi
Utomo pimpinan DR.Soetomo (1908) sebagai akibat dari kekelahan Rusia oleh
Jepang (1905).
4. Terciptanya lagu Indonesia Raya sebagai lagu perjuangan oleh Wage Rudolf
Supratman (1921) yang menghendaki bangsa Indonesia agar membangun, baik
jiwa maupun raganya, menumbuhkan kesadaran, menciptakan persatuan dan
kesatuan serta membangun tanah air menjadi tanah yang mulia dan tanah pusaka
bagi bangsa Indonesia Raya.
Tahun 1924 lagu perjuangan ini dikumandangkan dan pada tahun itu menyertai
kongres Pemuda dan pengibaran Sang Merah Putih, sekalipun tanpa lirik karena
dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Lagu perjuangan Indonesia Raya
kemudian menjadi lagu kebangsaan dan sang Saka Merah Putih menjadi bendera
Nasional.
5. Kongres pemuda Indonesia di Jakarta tanggal 28 Oktober 1928 yang berikrar
bertahah air satu, berbangsa yang satu dan berbahasa yang satu
Di dalam ikrar tersebut tertanam dengan kokohnya sendi-sendi kemerdekan dan
kedaulatan bangsa Indonesia.
5
6. Proklamasi 17 Agustus 1945 dan kelahiran Pancasila sebagai falsafah dan dasar
negara serta Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945).
7. Tumbuhnya pemikiran didunia Internasional maupun di Indonesia.
Tentang kedudukan khas dari negara-negara yang terdiri dari pulau-pulau
terutama tentang batas-batas wilyah negara. Indonesia memang sangat
berkepentingan mengingat bahwa dalam proklamasi kemerdekaan maupun dalam
Undang-Undang Dasar 1945 masalah batas wilayah negara ini tidak disebutkan
secara jelas (pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 3 = seluruh
tumpah darah Indonesia).
Di samping itu mengingat akan letak kedudukan geografis Indonesia, dihadapkan
pada pengalaman-pengalaman dalam perang kemerdekaan dan pemberontakan-
pemberontakan di dalam negeri (DI/TII, Andi Azis.RMS. PRRI/Permesta PKI
dll). Dimana Territoriale Zeen En Maritieme Kringen Ordonantie 1939 ternyata
sangat bertentangan secara fundamental dengan kepentingan nasional Indonesia,
maka lahirlah konsepsi negara kepulauan In donesia (Archipelagic state Consept)
dalam pernyataan politik pemerintah Juanda tanggal 13 Desember 1957 tentang
wilayah perairan negara Republik Indonesia, yang kemudian dituangkan dalam
bentuk hukum, yakni Undang-Undang N0.4/Prp Tahun 1960 dan diundangkan
dalam lembaran negara N0.20/1960 tanggal 18 Pebruari 1960. Isi Deklarasi
Djuanda tersebut berbunyi sbb :
Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-
pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Negara Republik
6
Indonesia , dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah begian-bagian
yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan
demikian merupakan bagian bagian daripada perairan pedalaman atau perairan
nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik
Indonesia.
Lalu lintas yang damai diperairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin
selama tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan bagi Negara
Indonesia.
Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang diukur dari garis-garis
yang menghubungkan titik yang terluar pada pualu-pulau Negara Republik
Indonesia akan ditentukan oleh Undang-Undang.
Pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah Indonesia
mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia ini adalah :
a). Bahwa untuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan
yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri
yang memerlukan pengaturan tersendiri;
b). Bahwa bagi kesatuan wilayah (territorial) Negara Republik Indonesia
semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus menjadi satu
kesatuan yang bulat;
c). Bahwa penetapan-penetapan batas-batas laut territorial yang diwarisi dari
pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam “Territoriale Zee en
Maritime Kringen Ordonantie 1939” pasal 1 ayat 1 tidak sesuai lagi
7
dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik
Indonsia;
d). Bahwa setiap negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi
keutuhan dan keselamatan negaranya.
8. Diadakannya perjanjian-perjanjian bilateral antara Republik Indonesia dengan
Negara-negara tetangga, baik tentang batas wilayah maupun tentang batas landas
kontinen. Demikian pula perjanjian-perjanjian antara Republik Indonesia dan
Negara-negara maritim lainnya tentang“ innocent passage”(lintas damai),
sealanes ( garis lintas ) bagi setiap jenis kapal yang lewat, hak menangkap ikan,
polusi dan lain-lain.
9. Pengumuman Pemerintah Indonesia tanggal 12 Maret 1980 tentang Zona Ekonomi
Ekskmsit Indonesia, yaitu jalur di luar laut wilayah Indonesia sebagaimana yang
ditetapkan Undang-Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
yang lebarnya 200 mil laut di ukur dari garis-garis pangkal laut wilayah
Indonesia.
Pengertian Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang sebuah bangsa tentang dirinya
ditengah-tengah lingkungan strategis yang bergerak serba cepat dan dinamik, agar
bangsa tersebut tetap eksis dan survife. Pengertian lain dari wawasan nusantara secara
termininologi wawasan nusantara diartikan sebagai cara pandang sebuah nation state
tentang diri dan lingkungan strategiknya yang berubah serba dinamik dengan
8
mempertimbangkan aspek cultural, histories, geografis, ruang hidup, idealisme,
falsafah Negara, konstitusi, aspirasi, identitas, integritas kelangsungan hidup dan
perkembangan kehidupannya serta kemampuannya dan daya saingnya.
Menurut M.Panggabean (1979 : 349) wawasan nusantara adalah doktrin
politik bangsa Indonesia untuk mempertahankan kelangsungan hidup Negara
Republik Indonesia, yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan
memperhitungkan pengaruh geografi, ekonomi, demografi, teknologi dan
kemungkinan strategik yang tersedia. Dengan perkataan lain, wawasan Nusantara
adalah geopolitik Indonesia. Dan nilai yang terkandung didalam wawasan nusantara
telah diintegrasikan didalam lima aspek secara intern yaitu kesatuan wilayah,
kesatuan bangsa, kesatuan ekonomi, kesatuan budaya, dan kesatuan pertahanan
sedangkan untuk ekstern nilai integrasi itu diusahakan dengan ikut mewujudkan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Konsep Strategis lemhanas dalam tata penyelenggaraan kehidupan nasional
(Wawasan Nusantara) dalam Indra Jaya dirumuskan didalam doktrin Hankamnas kita
“Catur Dharmma Eka Karma“(Cadek).Wawasan Nusantara” dalam Cadek itu jelas-
jelas bertegak sebagai suatu wawasan dalam bidang Hankamnas. Seperti sejarah
perkembangannya menunjukan, Wawasan Nusantara tersebut telah tercipta sebagai“
pertumbuhan lebih lanjut” daripada konsepsi-konsepsi strategis Angkatan-angkatan
bersenjata kita pada waktu menginjak tahap pengintegrasiannya. Sewaktu Angkatan-
angkatan bersenjata kita masih berdiri sendiri-sendiri, masing-masing angkatan
9
mempunyai dan menganut konsepsi strategisnya sendiri-sendiri, yang hanya
mencakup dan meliputi satu matra saja daripada Kehidupan nasional kita, yaitu:
Wawasan Bhuwana - Angkatan Darat
Wawasan Bahari - Angkatan Laut
Wawasan Dhirgantara - Angkatan Udara
Wawasan Kamtibmas - Angkatan Kepolisian
Sewaktu tercapai pengintegrasian doktrin-doktrin angkatan-angkatan tersebut
ke dalam satu doktrin Hankamnas: Cadek, maka tercapailah perpaduan dan
manunggalnya doktrin-doktrin Angkatan-angkatan Darat, Laut dan Udara kita ke
dalam Wawasan Nusantara. Demikianlah, wawasan nusantara berisi wawasan-wasan
seperti terkandung dan tersimpul dalan wawasan-wawasan Bhuwana, Bahari, dan
Dirgantara, yang kini ditingkatkan kepada pola Hankamnas.
Memperhatikan proses pertumbuhan itu, nyata benar bahwa wawasan
nusantara tersebut masih terikat kepada konsepsi-konsepsi kekuatan. Oleh sebab itu,
pemikiran-pmikiran yang kini sedang berkembang jelas mengarah kepada usaha
untuk dapat menyusun dan merumuskan“ Wawasan Nusantara” sebagai suatu
“Wawasan Nasional”, yang tidak hanya diperuntukkan bagi Hankamnas saja,
melainkan yang dapat menyeluruh meliputi “segenap segi kehidupan nasional”,
hingga dapat mendasari konsepsi ketahanan nasional. Demikianlah tumbuh
pemikiran-pemikiran dan pengkajian mengenai wawasan nusantara sebagai salah satu
aspek daripada falsafah hidup nasional kita, yang berisi dorongan-dorongan dan
rangsangan-rangsangan untuk mencapai tujuan serta aspirasi-aspirasi nasional kita.
10
Seperti keadaan sekarang menunjukkan, bahwa bergeraknya arah pemikiran-
pemikiran untuk mencakup segenap aspek-aspek kehidupan nasional kita, guna dapat
menemukan jawaban dan perumusannya, bagaimana kita menyusun suatu konsepsi
strategis untuk menyelenggarakan dan menjamin tata-kelangsungan hidup nasional
kita, seperti halnya telah berhasil kita rumuskan dalam konsepsi ketahanan nasional.
Sesungguhnya, kelangsungan itu dituntut oleh hidup sendiri, karena tanpa
kelangsungan, hidup itu akan mandek. Dan “mandek”nya hidup, berarti mati. Oleh
sebab itu, disamping kita harus menyelenggarakan dan menjamin tata-pengamanan
hidup nasional kita, maka yang terpokok justru kita harus pertama-tama
menyelenggarakan dan menjamin tata-kelangsungannya. Untuk maksud dan tujuan
itulah perlunya kita mengkonsepsi Wawasan Nusantara, yang menyeluruh-bulat dan
utuh lengkap meliputi segenap aspek perkehidupan nasional kita.
Dengan menggunakan segala pengalaman selama 20 tahun yang lalu,
ditambah pengetahuan serta pengalaman-pengalaman orang-orang tua dari jaman
sebelum kita, tibalah kita kepada konsepsi ”Ketahanan Nasional”(Tannas). Dengan
makin berkembang dan menjadi mantapnya konsepsi Tannas itu, kini tiba waktunya
bahwa perhatian dan pemikiran kita tertatarik dan mulai terarah kepada masalah
Wawasan Nasional, sebagai konsepsi (strategis) untuk menyelenggarakan dan
menjamin kelangsungan hidup negara kita.
Apabila “Wawasan Nasional” ini telah dirumuskan dan mengalami proses
pemantapan seperti halnya dengan konsepsi strategis Ketahanan Nasional, maka
mungkin akan segera juga tumbuh perhatian dan usaha kita untuk merumuskan
11
konsepsi (strategis) Tatabina Nasional. Dalam hal ini perlu dinyatakan, bahwa
sesungguhnya tatabina nasional itu menurut hakekat dan sifatnya bercorak khusus,
dalam arti bahwa tiap-tiap negara mempunyai konsep-konsepnya sendiri, yang
disesuaikan dengan dasar falsafah kehidupan nasionalnya masing-masing.
Konsep strategis tatabina nasional Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan
UUD-1945 terdapat 5 unsur dasar, yaitu Man-Money-Material-Management-Moral
(susila). Konsep strategi tatabina nasional ini memang telah dituangkan ke dalam
konsep Demokrasi Pancasila, tetapi hanya sampai kepada pengenalan dan
penamaannya saja. Pemikiran dan usaha-usaha perumusannya secara sistematis dan
jelas, hingga kini belum dimulai. Begitu pula dengan konsep strategis tata
kesejahteraan nasional, yang dituangkan ke dalam konsep Ekonomi-Sosial Pancasila
seperti yang dikehendaki oleh UUD-1945 secara lengkap dan menyeluruh belum
memperoleh perhatian.
Unsur-unsur Wawasan Nusantara
a. Isi Wawasan Nusantara.
Isi wawasan nusantara sebagai ajaran Wawasan Nasioanal Indonesia, yang
mendasarkan hidup nasionalnya kepada Pancasila dan UUD 1945 terdapat tiga unsur,
yaitu : (a) Cita-citanya; (b) Falsafahnya; (c) Metodologinya (Cara Kerja).
1.Cita-cita
Cita-cita yang terkandung dalam wawasan nusantara adalah seperti yang
dirumuskan di dalam pembukaan UUD 1945, ialah: “untuk membentuk suatu
Pemerintahan Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
12
tumpah darah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan
abadi dan keadilan sosial.”
Demikian dengan menyadari letak kedudukan geografis sebagai titik pusat didalam
posisi silang, Indonesia memandang segenap penjuru lingkungan, dimana Wawasan
Nusantara pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan,
ketenteramaan dan keamanan bagi bangsa Indonesia dan pula untuk kebahagian serta
perdamaian bagi seluruh umat manusia. Oleh sebab itu berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, Wawasan Nusantara tidak semata-mata memperhatikan kepentingan
Indonesia sendiri. Tetapi secara azasi telah menerima beban kewajiban kodrati untuk
senantiasa memperhatikan juga lingkungan di dalam ikut serta menyelenggarakan dan
membina kesejahteraan, dan perdamaian di seluruh dunia. Selain itu, ke dalam
Indonesia sendiri, Wawasan Nusantara bertujuan untuk mewujudkan kesatuan dan
keserasian dinamis di dalam aspek sosialnya. Segenap aspek kehidupan nasional
Indonesia itu juga selalu menuntut dimanunggalkan secara serasi dan berimbang,
sesuai dengan makna negara Bhineka Tunggal Ika, yang merupakan ciri azasi dari
falsafah negara Pancasila.
Asas-asas (Falsafahnya)
Wawasan Nusantara mempunyai asas-asas adalah tidak lain kecuali kesetiaan
kepada Pancasila dan UUD-1945. Adapun yang dimaksud dengan “kesetiaan” adalah
“keteguhan hati, ketaatan dan kepatuhan “kepada Pancasila dan UUD 1945, yang
13
harus dituangkan ke dalam hasrat dan niat untuk selalu melaksanakannya secara
murni dan utuh, atau secara kodrati dan wajar.
Penerapan Wawasan Nusantara berpedoman pada Pancasila sebagai kebulatan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Kristalisasi kepribadiannya, berwujud tata
pergaulan dalam hidup yang dicita-citakan bersama serta azas kenegaraan menurut
UUD 1945 memberikan arah cara mengendalikan hidup masyarakat dan cara
penetapan hak-hak serta kewajiban azasi para warga negaranya. Ini berarti bahwa
dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila telah terkandung pula cita-
cita, azas-azas (prinsip-prinsip) serta nilai-nilai filosofis dan pedoman cara kerja,
termasuk pula cara atau sistem “mawas lingkungan hidup bangsa” yang kita namakan
Wawasan Nusantara itu.
Bangsa Indonesia yang mempunyai sifat terbuka terhadap masuknya
kebudayaan dari luar, namun dengan daya adaptasinya yang masih rendah dapat
mempertahankan identitas kepribadiannya. Dan dengan hubungan dalam pergaulan
dengan bangsa-bangsa lain, selalu berusaha untuk memperkaya dan meningkatkan
kebudayaannya, sepanjang dirasa tidak bertentangan dengan rasa budaya sesuai
Pancasila.
Ini menunjukkan betapa besar keuletan dan daya tahan rakyat Indonesia dalam
mengamankan dan mempertahankan kepribadiannya bahkan diperkaya bagi
pemekaran dan penyempurnaan. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan mawas
diri dan olah budi pada bangsa, dan usaha untuk menjalin kelangsungan
perkembangan kepribadiannya, dengan menambah dan memperkaya dari hasil antar
14
hubungan dengan bangsa luar, sehingga dapat tetap tumbuh mengikuti perkembangan
zaman dan memenuhi tuntutan waktu dengan kesegarannya.
Daya mampu mawas diri dan olah budi ini sekarang mempunyai nilai yang
lebih penting lagi, mengingat bahwa kehidupan dunia sekarang ini mempunyai nilai
yang lebih penting lagi, mengingat bahwa kehidupan dunia sekarang ini lebih menitik
beratkan pada segi materialnya, dengan mengutamakan kecepatan, mendahulukan
kemanfaatan dengan segera, dengan kurang menyadari bahwa hasilnya memberikan
kepuasan lahiriah dan kurang memberikan kepuasan bathiniah, sehingga banyak
diantara generasi muda kemudian dalam keadaan kurang tenteram dan tenang
bathiniah dan selalu dalam keadaan mencari-cari pegangan yang lebih pasti lagi.
Fungsi mawas diri dan olah budi ini adalah untuk melawan kekalutan dan
kekacauan dan tugas ini perlu dilaksanakan berdasarkan rasa wajib kemanusiaan yang
tidak mungkin diwakilkan pada orang lain. Bagi bangsa Indonesia, mawas diri dan
olah budi ini haruslah berarti untuk memperoleh keberanian guna menghadapi
masalah pembangunan nasional yang kini sedang giat dilaksanakan oleh seluruh
bangsa.
Gerak hidup bangsa Indonesia dewasa ini memperlihatkan suatu dianamika
yang sangat luar biasa dengan penuh pancaroba, padat perubahan-perubahan, namun
selalu didasari oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang mampu mempersatukan
daya kreasi dan daya cipta bangsa.
Bangsa Indonesia sewajibnya tetap berdiri teguh atas pandangan dan
pendiriannya dan jangan mudah terseret dalam arus yang serba dangkal, apalagi
15
terjebak dalam olah pikir serampangan yang gejalanya kini sangat terlihat sebagai
suatu penyakit zaman yang diusahakan untuk dimasukkan ke Indonesia.
Kebaikan serta kekuatan suatu falsafah dasar terletak dalam rangkaian nilai-
nilai yang dikandungnya, baik sebagai individu maupun sebagai warga
masyarakatnya. Cara mempertajam budi guna mendalami azas-azas dari pada falsafah
dasar adalah antara lain dengan memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya,
senantiasa mempertahankan dan bertekad mengaplikasikan Pancasila sebagai
Pandangan hidup, falsafah negara dan bangsa dalam kehidupan sehari-hari yang
mencakup :
Pelaksanaan obyektif, yaitu bahwa falsafah negara itu dipergunakan sebagai
sumber hukum dan mendasari segenap penyelenggaraan kenegaraan.
Pelaksanaan subyektif, yaitu falsafah itu selalu mendasari dan menuntun
setiap warga negara dalam tindakan dan kegiatan sehari-hari atau dengan
perkataan lain, dalam cita, cipta, rasa, karsa, dan karya.
Wadah Wawasan Nusantara
Dalam meninjau wadah ini maka perlu membicarakan terlebih dahulu azas
acrhipelago.
Archipelago berasal dari kata : Archi yang berarti penting, dan Pelagus yang
berarti laut atau wilayah lautan. Kalau kedua kata itu dirangkaikan, maka diperoleh
suatu pengertian wilayah laut dengan kumpulan pulau-pulau di dalamnya. Suatu
archipelago harus dibedakan dari suatu kumpulan pulau-pulau berantai (a chain of
island). Arti klasik dari archipelago adalah lautan yang diseraki pulau-pulau (a sea
16
studded with island) yang berarti bahwa unsur laut lebih besar dari unsur daratan,
atau bahwa unsur pokok berpusat pada laut atau unsur air dan bukan pada pulau-
pulaunya atau pada unsur tanahnya.
Indonesia mengartikan archipelago sebagai: Suatu kesatuan utuh wilayah,
yang batas-batasnya ditentukan oleh laut, dalam lingkungan mana terdapat pulau-
pulau dan gugusan pulau-pulau. Dan archipelago memiliki arti ke dalam dan ke luar
sebagai berikut: Ke dalam : Nusantara lebih menampakkan sifat dan ciri sebagai
kesatuan wilayah laut dengan pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau di dalamnya,
yang merupakan satu kesatuan utuh dengan segenap unsur-unsurnya yang
manunggal.
Ke luar Nusantara (Indonesia) yang letak geografisnya berada di antara dua Benua
dan dua Samudra, sehingga berada di persimpangan jalan penghubung, memiliki sifat
dan ciri sebagai posisi silang dengan segala konsekuensinya sendiri, sehingga
merupakan kepribadiannya.
Wadah tersebut bila dirinci meliputi tiga unsur sebagai berikut :
- batas ruang lingkup atau bentuk ujud,
- tata susunan pokok atau tata inti organisasi,
- tata susunan pelengkap atau tata kelengkapan organisasi
Nusantara
Dalam bentuk wujud Nusantara, maka batas-batas negara ditentukan oleh
lautan dengan di dalamnya pulau-pulau serta gugusan pulau-pulau yang satu sama
lain dihubungkan, tidak dipisahkan oleh air, baik yang berupa laut dan selat.
17
Nusantara di samping bentuk wujud seperti tersebut di atas juga mempunyai
letak geografis yang khas, yaitu sebagai inti daripada posisi silang dunia, yang
mempunyai pengaruh yang besar dalam tata kehidupan dan sifat perikehidupan
nasionalnya.
Adanya pengaruh-pengaruh tersebut, diantaranya :
a). Dengan posisi silang tersebut, maka Nusantara mau tidak mau menjadi lalu lintas
dari aspek-aspek kehidupan sosial. Sebagai bangsa yang mempunyai sifat
keterbukaan akan menyerap apa saja yang lewat, pun karena daya adaptasi yang
masih kecil, maka segala sesuatu yang diserap tersebut tidak disaring terlebih
dahulu cocok tidaknya bagi kehidupan nasional. Sejarah telah membuktikan hal
itu.
b).Hubungan antar bangsa selalu melandaskan diri pada kepentingan nasionalnya
masing-masing. Selama kepentingan nasional ini diuntungkan, selama itu
hubungan ini akan berjalan dengan lancar, bahkan saling menguntungkan. Tetapi
begitu dirasakan bahwa kepentingan nasionalnya terancam, maka akan diambil
segala langkah untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya dengan
pengorbanan-pengorbanan yang apa pun. Dengan demikian akan timbul
ketegangan-ketegangan antar bangsa, di mana Nusantara kita yang berposisi silang
dunia akan menerima akibat-akibatnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keadaan ini akan sangat merugikan pelaksanaan pembangunan
khususnya, dan pembinaan nasional umumnya.
18
c). Dengan mengabdikan diri kepada kepentingan nasional masing-masing bangsa
menghendaki adanya suatu jaminan pasti, yang akan banyak didukung oleh bidang
politik/ideologi. Untuk itu suatu bangsa akan berusaha menanamkan pengaruhnya
melalui kedua bidang tersebut. Kalau usaha demikian berhasil, maka salah satu
akibat yang sangat membahayakan bagi kita adalah akan biasanya menimbulkan
hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana sejarah kebangsaan kita telah
membuktikannya.
d).Kesatuan wilayah Nusantara ternyata juga mendapat karunia dari Tuhan Yang
Maha Esa dengan kekayaan yang melimpah, tenaga kerja yang banyak serta
murah, pasaran yang luas bagi hasil industri modern sehingga merupakan daya
tarik bagi negara-negara yang tidak mempunyai unsur-unsur tersebut, dan ini juga
dapat merupakan sumber yang tidak menguntungkan Nusantara.
Mengingat kondisi-kondisi tersebut, jikalau Indonesia ingin tetap
bereksistensi, maka :
- Indonesia harus cukup kuat, baik lahir maupun batin/mental.
- Indonesia harus bertindak dan bersikap bebas aktif.
Ini berarti bahwa Indonesia harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk
berhubungan dengan semua kekuatan dan semua bangsa di dunia, tanpa
mempersoalkan kepercayaan, keyakinan pandangan hidup dan sistem
sosialnya, di mana semua hubungan itu tidak boleh membahayakan
kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
19
Manunggal – Utuh Menyeluruh
Sebagai telah diuraikan di atas, nampak jelas sifat dan ciri yang terpokok,
yaitu sebagai kesatuan dan persatuan (manunggal) seperti :
1) Manunggal di bidang wilayah
2) Manunggal di bidang bangsa
3) Manunggal di bidang ideologi
4) Manunggal di bidang politik
5) Manunggal di bidang ekonomi
6) Manunggal di bidang sosial
7) Manunggal di bidang kebudayaan
8) Manunggal di bidang pertahanan dan keamanan
9) Manunggal di bidang psikologi
10) Berkesinambungan
Dengan perkataan ini maka dapat dikemukakan di sini, bahwa orientasi hidup
bangsa Indonesia harus diarahkan pada tercapainya kesatuan ideologi, kesatuan
politik, kesatuan ekonomi, kesatuan psikologi, kesatuan sosial budaya, dan kesatuan
Hankam.
Khusus dilihat dari segi keamanan nasional, maka orientasi hidup bangsa
harus diarahkan pada terwujudnya stabilitas di bidang politik, stabilitas di bidang
psikologi atau adanya ketentraman dan ketenangan batin, integritas dalam
kewilayahan, tertib sosial dan perekonomian naisonal yang mantap dan merata.
20
Penerapan Wawasan Nusantara
1. Salah satu manfaat yang paling nyata dari Penerapan Wawasan Nusantara adalah
di bidang politik, khususnya di bidang wilayah. Dengan diterimanya konsepsi
Nusantara (bagian dari Wawasan Nusantara) di forum internasional maka
terjaminlah integrasi teritorial kita “Laut Nusantara, yang semula dianggap laut
bebas” menjadi bagian integral dari Wilayah Indonesia. Di samping itu
pengakuan terhadap landas kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia menghasilkan pertambahan wilayah yang cukup besar sehingga
menjadi luas wilayah Indonesia yang semula No. 17 di dunia menjadi No. 7.
Dengan Wawasan Nusantara, luas Wilayah Indonesia menjadi :
a. Luas daratan = 2.027.087 km2
b. Luas laut (termasuk luas landas kontinen) = 3.166.163 km2
c. Luas Zona Ekonomi Eksklusif = + 1.577.300 mil persegi
2. Pertambahan luas ruang hidup tersebut di atas menghasilkan sumber daya alam
yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia mengingat bahwa
minyak, gas bumi, dan mineral lainnya banyak yang berada di dasar laut, baik di
lepas pantai (off shore) maupun di laut dalam.
3. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia Internasional
termasuk tetangga dekat kita : Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India,
Australia, Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan yang menyangkut
laut teritorial maupun landas kontinen. Persetujuan tersebut dapat dicapai karena
kita dapat memberikan akomodasi kepada kepentingan negara tetangga antara
21
lain, di bidang perikanan (traditional fishing right) maupun hak lintas dari
Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
4. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang komunikasi dan transportasi terlihat
dengan adanya satelit Palapa dan Microwave System serta adanya lapangan
terbang perintis dan pelayaran perintis. Dengan adanya proyek tersebut maka laut
dan hutan tidak lagi menjadi hambatan besar sehingga lalu lintas perdagangan dan
integrasi budaya dapat lebih lancar jalannya.
5. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang ekonomi juga dapat dijamin mengingat
kekayaan alam yang ada menjadi lebih dan pemerataannya dapat dilakukan
karena sarana dan prasarananya menjadi lebih baik.
6. Penerapan di bidang Sosial-Budaya terlihat dari dilanjutkannya kebijaksanaan
menjadikan bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika merasa sebangsa setanah
air, senasib sepenanggungan dan berazas tunggal Pancasila (kecuali Timor
Timur).
7. Demikian pula penerapan Wawasan Nusantara di bidang Pertahanan Keamanan
terlihat makin eratnya kemanunggalan ABRI dan rakyat serta terdapatnya
kesiapsiagaan untuk menghadapi ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
Penerapan Wawasan Nusantara terutama dapat terlihat dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara, pelaksanaan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
22
Hakekat wawasan Nusantara.
Wawasan nusantara adalah Geopolitik Indonesia, berwawasan dua arah yaitu
keluar dan kedalam. Pancasila dan pembukaan UUD 1945 menetapkan nilai
instrinstik yang mendasari wawasan nusantara yang nilai integrasi yang di tujukan
pada kehidupan internal bangsa maupun kehidupan antar bangsa.
Sebagai geopolitik Indonesia, wawasan nusantara memawas Negara Indonesia
dari sudut pandang, yaitu (1) Negara sebagai wilayah, (2) Negara dalam pengertian
rakyat yang hidup dalam wilayah itu, (3) Negara sebagai kehidupan masyarakat, (4)
negara sebagai suatu penyelenggaraan rumah tangga, dan ( 5) Negara sebagai
penjamin kelangsungan hidup dirinya.
Bertolak dari pandangan “ negara sebagai wilayah ”, arah keluar dari
wawasan nusantara di pusatkan pada kewajiban negara menjaga keutuhan wilayah
negara menjaga keutuhan negara Indonesia beserta sumber daya alamnya. Dalam
berwawas keluar kearah luar ini, pembukaan UUD 1945 telah menetapkan nilai yang
harus mendasarinya, yaitu nilai integrasi yang terkandung di dalam paham ketertibaan
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Demi kelangsungan hidup dan terjaminnya keamanan nasional, wawasan
nusantara memperhitungkan implikasi yang mungkin timbul dari kekhasan tipe batas
negara kepulauan Indonesia dalam hubungannya dengan negara.
Kedalam, pusat perhatian wawasan nusantara di tujukan pada
terselenggaranya perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah,
23
pencerdasan kehidupan bangsa dan pemajuan kesejahteraan umum dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk pencapaian tujuan ini, wawasan nusantara telah mengidentifikasikan
lima aspek integrasi yang harus di pegang teguh dalam menyelenggarakan kehidupan
negara, yaitu :
a). Satu kesatuan wilayah dalam arti bahwa wadah bangsa yang sarwa nusantara
dengan segala isi dan kekayaanya merupakan satu kesatuan tumpah darah.
b). Satu kesatuan bangsa dalam arti bahwa bangsa Indonesia memiliki satu ideology
yaitu pancasila yang melandasi, mmbimbing dan megarahkan bangsa dalam
mencapai tujuannya, serta memiliki UUD dan politik pelaksanaanya. Memiliki
rasa senasib dan sepenanggungan serta satu tekad untuk mencapai.
c) . Satu kesatuan sosial budaya dalam arti bahwa perwujudan budaya nasional atas
dasar asas Bhineka Tunggal Ika merupakan modal dan landasan pengembangan
budaya bangsa, selanjutnya budaya bangsa dapat di nikmati oleh bangsa
Indonesia dengan pengertian bangsa bahwa budaya Indonesia hakekatnya adalah
satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada, menggambarkan kekayaan budaya
bangsa; pula memiliki satu tertib sosial dan tertib hukum yang mengabdikan diri
kepada kepentingan nasional.
d). Satu kesatuan ekonomi dalam arti bahwa perekonomian di susun sebagai usaha
bersama berdasar asas kekeluargaan kekayaan seluruh wilayah nusantara
merupakan modal serta milik seluruh bangsa yang pengembangan dan
pembinaannya di selenggarakan secara seimbang dan serasi tanpa meninggalakan
24
ciri khas yang di miliki oleh tiap daerah dalam pengembangan kehidupan
ekonominya.
e). satu kesatuan Hankam dalam arti bahwa pembinaan hankam di laksankan
berdasarkan daya rakyat semesta dengan angkatan bersenjata sebagi intinya dan
bahwa ancaman terhadap suatu pulau atau satu daerah hakekatnya merupakan
ancaman terhadap seluruh bangsa serta negara dan bahwa tiap-tiap warga negara
mempunyai hak melakukan pembelaan terhadap negara.
Konsep Nasionalisme.
Istilah nasionalisme telah lama digunakan yang diantaranya adalah :
(1) Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa.
Proses ini mencakup serangkaian proses yang lebih khusus dan acapkali
membentuk objek nasionalisme dalam pengertian lain yang lebih sempit.
(2) Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan.
Ukuran ini bertindak sebagai penyambung antara sektor-sektor yang lebih
aktif akan terorganisasikan dengan segmen penduduk yang lebih pasif dan
terpecah-pecah.
(3) Suatu bahasa dan symbol bangsa
Pemahaman ini adalah salah satu simbol nasionalisme namun perlu diketahui
bahwa bahasa merupakan salah satu kunci nasionalisme. Suatu simbol
nasionalisme tentu saja ditandai oleh objeknya yang mencakup semuanya dan
salah satu diantaranya adalah bahasa yang mempunyai tanda-tanda khusus.
25
(4) Satu doktrin/idiologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.
Simbol nasionalisme memperhatikan derajat keteraturan lintas dunia
sedemikian rupa, sehingga kita dapat menyarikannya dengan bermanfaat dari
bingkai idiologisnya.
Istilah nasionalisme, karena kandungannya ditentukan oleh idiologi yang
meletakkan bangsa di dalam masalah-masalah dan tujuan utama mereka, serta
yang memisahkannya dari idiologi lain yang berdekatan. Nasionalisme adalah
suatu idiologi yang meletakkan bangsa di pusat dan berupaya mempertinggi
keberadaannya. (Moty 1999 : Bab 5).
Gallener mengatakan bahwa “ Nasionalisme sendiri merupakan bentuk
budaya yang digunakan oleh budaya modernitas, yakni industrialisme
modern. Nasionalisme adalah hal ini menjadi bentuk budaya yang diperlukan,
merupakan suatu “budaya tinggi”. Nasionalisme tidak mempunyai daya aktif
atau daya pengarah, juga tidak memilah kontribusi sebab akibat : namun
sekedar menjadi perantara industrialisme melalui prisma budaya.
Menurut Hechter berdali bahwa : Nasionalisme, prinsip bahwa bangsa
seharusnya sesuai dengan unit pemerintahan (tidak harus berupa negara), itu
modern, karena merupakan fungsi dari gerakan modernisasi global yang
menuju kearah penguasaan langsung.
Menurut Walker dan Joshua Fismen : Nasionalisme adalah Cinta terhadap
bangsa etnik (etno-nation) berbeda dengan patriotisme, yang merupakan
26
kesetiaan terhadap kesetian negara teritorial. Menurut Connor Nasionalisme
kewarganegaraan sesungguhnya hanyalah patriotisme.
Kondisi Pemahaman Wawasan Nusantara oleh Warga Negara Indonesia.
Dengan munculnya beberapa permasalahan yang telah dihadapi oleh negara
kita sebenarnya menguji seberapa kuat eksistensi negara kita menghadapi rongrongan
dari negara-negara lain. Dan bila kita lihat kondisi wawasan nusantara saat ini ada
beberapa permasalahan yang mengancam integritas negara kita saat ini diantaranya
sbb :
a. Batas Laut Indonesia-Malaysia Pasca-Sipadan dan Ligitan
Soal perbatasan antara Indonesia dan Malaysia akhir-akhir ini kembali
menghangat setelah Malaysia melalui perusahaan minyaknya, Petronas, memberikan
hak eksplorasi kepada perusahaan Shell untuk melakukan eksplorasi di wilayah
perairan laut di sebelah timur Kalimantan Timur yang mereka beri nama Blok ND6
(Y) dan ND7 (Z). Indonesia yang telah lebih dulu mengklaim wilayah itu sebagai
kedaulatannya tentu saja protes atas kebijakan Malaysia tersebut karena di blok yang
dinamai Indonesia sebagai blok Ambalat dan Ambalat Timur tersebut, Indonesia
sudah terlebih dulu melakukan eksplorasi minyak bumi dan gas (migas). Selama itu
pula Malaysia tidak pernah meributkannya sebagai cerminan dari pengakuan
Malaysia bahwa wilayah itu adalah wilayah Indonesia.
Kini, berbekal kemenangan di Mahkamah Internasional atas Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan, Malaysia kembali "memperkuat" klaimnya sesuai dengan peta tahun 1979
yang mereka buat sendiri, yang memang sudah memasukkan Sipadan dan Ligitan
27
sebagai wilayah kedaulatannya. Pemberian hak eksplorasi kepada Shell itu, mereka
nyatakan sebagai bentuk dari pelaksanaan hak kedaulatan mereka di perairan sebelah
timur Kalimantan Timur tersebut.
Wilayah perairan di sekitar Laut Sulawesi memang sejak lama menjadi "konflik"
antara Indonesia dan Malaysia. Berbagai dialog untuk menyelesaikannya tidak pernah
membuahkan hasil. Praktis setelah September 1969, pembicaraan serius mengenai
batas landas kontinen Indonesia-Malaysia di "dagu" kepala Pulau Kalimantan itu
tidak pernah ada lagi karena menemui jalan buntu.
Banyaknya kasus-kasus klaim wilayah laut yang tumpang tindih seperti dialami
Indonesia dan Malaysia itulah yang kemudian mendorong sejumlah pakar hukum
dunia menyusun sebuah ketentuan baru sebagai tuntunan untuk penyelesaian
masalah-masalah tersebut. Sejak awal tahun 1970-an, apa yang dikenal sebagai
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekarang ini sudah mulai
dibahas. Di tengah pembahasan konvensi itulah, pada tahun 1979 Malaysia
mengumumkan peta wilayahnya, yang langsung mendapat protes dari banyak negara
di sekitarnya karena dengan seenaknya mencaplok wilayah negara lain. Menurut
kebiasaan hukum internasional, jika klaim atas sebuah wilayah oleh sebuah negara
tidak mendapatkan protes dari negara lain, maka setelah dua tahun klaim tersebut
dinyatakan sah. Dalam kasus peta Malaysia 1979 tersebut, Indonesia, Filipina,
Singapura, dan banyak lagi negara lainnya langsung mengajukan protes atas peta itu
sehingga praktis sesungguhnya Peta 1979 tersebut tidak punya kekuatan berlaku
28
secara internasional. Atas protes-protes tersebut, menurut Direktur Perjanjian Politik,
Keamanan, dan Kewilayahan Departemen Luar (Deplu) Negeri RI Arif Havas
Oegroseno, Pemerintah Malaysia belum menyelesaikannya dengan negara-negara
yang mengajukan protes tersebut. Prosedur untuk penyelesaian perbatasan di laut
mendapatkan angin segar ketika akhirnya pada 10 Desember 1982 Konvensi Hukum
Laut secara resmi ditandatangani. Meski demikian, Konvensi Hukum Laut PBB
(Unitet Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS) itu baru secara resmi berlaku
16 November 1994 setelah jumlah negara yang meratifikasi konvensi ini mencapai 60
negara. Dalam Konvensi Hukum Laut PBB itu sebenarnya terdapat sejumlah
petunjuk yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah perbatasan antara
berbagai negara, termasuk antara Indonesia dan Malaysia terkait perbatasan di Laut
Sulawesi. Apalagi baik Indonesia maupun Malaysia adalah negara yang sama-sama
meratifikasi Konvensi Hukum Laut tersebut. Dalam cukup banyak hal, Konvensi
Hukum Laut PBB itu menguntungkan Indonesia yang berstatus sebagai negara
kepulauan atau archipelagic state. Sebagai negara kepulauan, menurut konvensi itu,
Indonesia berhak menarik garis di pulau-pulau terluarnya sebagai patokan untuk garis
batas wilayah kedaulatannya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 UNCLOS.
Agaknya, "keuntungan" Indonesia karena statusnya sebagai negara kepulauan itulah
yang ingin diikuti oleh Malaysia sehingga negara Jiran itu pun melakukan cara yang
serupa dalam menarik garis batas wilayahnya. Padahal, menurut UNCLOS, sebagai
negara pantai, Malaysia hanya berhak menarik garis tersebut dari wilayah pantainya
29
sendiri, bukan dari pulau terluarnya. Alasan yuridis inilah yang disampaikan
Indonesia, dan juga diperkuat dalam putusan hakim pada kasus Sipadan-Ligitan yang
diputuskan 17 Desember 2002. Berbeda dengan kasus persengketaan atas Pulau
Sipadan dan Ligitan, pada kasus kedaulatan di wilayah Laut Sulawesi panduan
hukumnya, yaitu dari UNCLOS, bisa dijadikan patokan dengan cukup mudah.
Apalagi batas Malaysia-Indonesia di atas Pulau Sebatik sudah tidak diperdebatkan
lagi sehingga penarikan garis batas territorial kedua negara sebenarnya sudah sangat
jelas. Persoalannya adalah Malaysia membuat peta pada tahun 1979, sebelum
UNCLOS dilahirkan dan secara resmi berlaku. Selayaknya, ketika UNCLOS berlaku,
Malaysia yang juga meratifikasi konvensi itu segera menyesuaikan kembali peta
wilayahnya dengan aturan baru itu, terlebih lagi Peta 1979 juga "tidak diakui" karena
menuai protes dari banyak negara tetangganya. Hal inilah yang tidak dilakukan
Malaysia, dan mereka bahkan semakin mempertegas pendirian bahwa peta itu sudah
"diakui" dunia dengan telah dimenangkannya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
Padahal, itu adalah dua hal yang berbeda. Kepemilikan kedua pulau itu tidak ada
kaitannya dengan Peta 1979 sebagaimana diuraikan dalam paparan pertimbangan di
keputusan Mahkamah Internasional atas kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
tersebut. Dari sudut pandang lain, secara de facto Malaysia sebelum-sebelumnya juga
tak pernah mempersoalkan pemberian hak eksplorasi oleh Indonesia untuk eksplorasi
minyak dan gas di wilayah yang kemudian disebut Bukat, Ambalat dan Ambalat
Timur itu. "Pengakuan" dari Malaysia yang tidak mempersoalkan penambangan oleh
Indonesia di wilayah itu bukan hanya terjadi sebelum pengumuman Peta 1979 itu,
30
tetapi juga setelah Peta 1979 dijadikan pegangan Malaysia. Artinya, pasca-tahun
1979 pun Malaysia tidak berani mengatakan wilayah Ambalat itu sebagai
wilayahnya. Baru belakangan setelah ada putusan atas Ligitan (4 derajat 09 menit
lintang utara - 118 derajat 53 menit bujur timur) dan Sipadan (4 derajat 06 menit
lintang utara - 118 derajat 37 menit bujur timur), mereka mulai mempertanyakan
pemberian hak eksplorasi baru oleh Indonesia di wilayah Ambalat Timur. Alasan
kepemilikan Sipadan dan Ligitan serta Peta 1979 itu pula yang sekarang digunakan
Malaysia sehingga mereka berani memberikan hak eksplorasi di kawasan tersebut
kepada perusahaan Inggris/Belanda, BP Shell.
Dari uraian di atas, wajarlah bila Pemerintah Indonesia bersikap tegas untuk
mempertahankan kedaulatan di perairan Laut Sulawesi itu. Selain sudah sepatutnya
dilakukan, berbagai upaya perundingan selama beberapa tahun dengan Malaysia
terkait wilayah tersebut, sebagaimana disampaikan Havas, belum membuahkan hasil
karena Malaysia tampaknya enggan untuk menyelesaikan persoalan perbatasan itu.
Berbeda dengan Ligitan dan Sipadan yang disikapi Malaysia dengan tegas karena
mereka yakin menang, dalam soal wilayah laut di sekitar Ambalat itu agaknya
Malaysia setidaknya sudah mengetahui fakta dan pertimbangan yuridis yang
disampaikan Indonesia. Bagaimana jika sengketa perbatasan ini tak juga bisa
diselesaikan secara bilateral melalui jalan dialog? Di sinilah potensi persoalan akan
muncul. Dalam UNCLOS ditegaskan bahwa penyelesaian sengketa, utamanya harus
melalui dialog dua pihak yang bersengketa. Jika tak juga diperoleh kata sepakat,
31
persoalan itu dapat diajukan ke Tribunal (Pengadilan) Khusus UNCLOS, atau upaya
lainnya ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ). Namun,
kedua upaya hukum tersebut hanya bisa dilakukan apabila kedua belah pihak
bersepakat untuk menyelesaikan persoalan itu melalui jalur hukum formal. Indonesia,
sebagaimana disampaikan pihak Deplu Negeri RI, sangat siap untuk menyelesaikan
persoalan perbatasan di Laut Sulawesi itu melalui jalur hukum formal, baik ke
Tribunal UNCLOS maupun ke ICJ. Bagaimana dengan Malaysia? Inilah yang
menjadi tanda tanya besar. Kesan yang tertangkap selama ini, Malaysia berusaha
tidak membawa persoalan ini sampai ke UNCLOS atau ICJ. Dalam kondisi seperti
itu, tidak mungkin bagi Indonesia membawa masalah ini sendirian ke UNCLOS atau
ICJ karena syaratnya memang harus kesepakatan kedua belah pihak. Kita berharap
Malaysia akhirnya mau membawa masalah perbatasan laut ini ke Mahkamah
Internasional sebagaimana harapan Indonesia selama ini. (Rakaryan S)
Namun upaya pemerintah Indonesia tetap dikalahkan oleh Negara Malaysia
tentang kepemilikan Sipadan dan Ligitan. dan sekali lagi kita kehilangan batas-batas
wilayah lagi sebagaimana apa yang telah dirumuskan dalam konvensi Djuanda.
b. Perkembangan Tuntutan Rakyat Papua
Secara de facto menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat Papua telah
sampai pada suatu keyakinan bahwa “merdeka” adalah jalan terbaik bagi mereka.
Secara rasional tuntutan tersebut bisa dimaklumi karena selama 42 tahun bergabung
dengan RI, dalam banyak hal wilayah Papua belum menunjukkan kemajuan yang
32
signifikan bila dibandingkan dengan pusat, sementara kekayaannya telah dibawah ke
pusat. Sesungguhnya tuntutan tersebut tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan
suatu proses yang berjalan secara perlahan dan bertahap. Pusat tidak pernah
memberikan respon secara proporsional, sehingga kekecewaan demi kekecewaan
terakumulasi dan mencapai klimaks dengan ekspresi tuntutan “kemerdekaan”.
Koentjaraningrat menyatakan bahwa didorong oleh kekecewaan berlarut dalam
negara nasionalnya, telah muncul gerakan-gerakan etnik yang mengajukan beraneka
ragam tuntutan politik, minimal untuk mendapatkan perhatian dan otonomi, maksimal
untuk mendirikan negara etnik tersendiri. Benih-benih separatisme rakyat Papua
sebenarnya telah ada sebelum mereka bergabung dengan RI. Belanda tidak pernah
merelakan Papua menjadi bagian dengan RI. Oleh karenanya sejak 1950-an mereka
menanamkan benih-benih separatisme dengan mempercepat pembangunan ekonomi,
administrasi dan politik dengan membentuk Niew Guinea Raad. Belanda juga juga
mengijinkan para tokoh pro Belanda seperti Nicolaas Jouwe, P. Torey, Markus
Kaisiepo, Nicolaas Tangahma, dan Eliezer Jan Bonai untuk mengadakan Sidang
Komite Nasional 19 Oktober 1961 yang menyepakati simbol-simbol politik seperti
bendera Bintang Kejora, lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”, nama negara “Papua
Barat”, julukan orang Papua” dan lambang negara “Burung Mambruk”.
Penyerahan kedaulatan Irian Barat kepada RI memang telah menimbulkan
kekecewaan sebagian kecil tokoh pro Belanda yang kemudian meninggalkan Papua.
Namun Penentuan Pendapat Rakyat menunjukkan bahwa mayoritas rakyat (tokoh)
Papua memilih bergabung dengan RI walaupun pelaksanaan Pepera tersebut
33
menyimpang dari ketentuan pasal 18 Perjanjian New York 15 Januari 1962 yang
seharusnya berdasarkan prinsip one man one vote ternyata dibelokkan oleh
pemerintah RI melalui Operasi Khusus (Opsus) Ali Moertopo (alm) menjadi sistem
musyawarah mufakat (Dewan Musyawarah Papua) bahkan disertai intimidasi,
ancaman, kekerasan, dan pelanggaran HAM manusia Irian Jaya.1 Benih-benih
separatisme tersebut sebenarnya dapat diminimalisasi bila pemerintah Orde Lama dan
Orde baru menerapkan kebijakan yang tepat. Namun kebijakan yang ditempuh justru
menimbulkan kekecewaan rakyat Papua.
Konflik Papua sebenarnya berawal dari janji yang diberikan oleh pemerintah
Belanda untuk memerdekakan Papua dan Belanda berencana untuk menjadikan
Papua sebagai negara boneka. Disamping itu telah adanya benih-benih separatisme
rakyat Papua sebelum mereka bergabung dengan RI, seperti para pemuda yang
dididik oleh Belanda untuk menjadi pamongpraja untuk mengurusi jalannya
pemerintahan di Papua hingga terbentuknya Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang
menuntut kemerdekaan atas tanah Papua. Sehingga muncul perlawanan oleh rakyat
Papua baik yang bersifat damai maupun sporadis lewat kontak senjata. Semua itu
sebenarnya karena Belanda tidak pernah merelakan Papua menjadi bagian dari RI.
Lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag Negeri Belanda dalam
rangka penyerahan kedaulatan atas Indonesia dan keberadaan Papua, Belanda
1 Frans Maniagasi, “Seriuskah Jakarta Selesaikan Masalah Irian Jaya ?” dalam Kompas tanggal 15 November 2000
34
berpendapat bahwa Irian Barat perlu diberi status khusus, karena tidak ada hubungan
ethnologis, sosiologis, maupun agama dengan bagian-bagian wilayah
Indonesia yang lain. Namun pemerintah RI tetap bersikukuh bahwa Papua
adalah merupakan bagian dari negara Republik Indonesia. Sehingga dengan
dicanangkannya Trikora oleh Presiden Soekarno mampu memaksa Belanda untuk
menandatangi perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Dan pada
akhirnya kedaulatan atas Irian Barat tersebut kemudian diperkuat dengan hasil
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli hingga 2
Agustus 1969, sehingga sejak tanggal 19 November 1969 kedaulatan RI atas Irian
Barat semakin sah dengan dikeluarkannya Resolusi PBB nomor 2504 (XXIV) yang
mencatat hasil Pepera tersebut.
Penanganan konflik di Papua harus dilaksanakan dengan cermat agar tidak
terjadi disintegrasi bangsa. Penanganan tersebut bisa meliputi pendekatan
kesejahteraan, pendekatan psikologis dan pendekatan diplomasi. Peningkatan
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk rakyat Papua akan dapat
menimbulkan rasa percaya terhadap pemerintah pusat, hal ini perlu dilakukan agar
kesejahteraan penduduk semakin meningkat. Oleh karena itu Otonomi khusus yang
seluas-luasnya harus mulai diberlakukan agar propinsi Papua dapat membangun
infrastruktur, sarana dan prasarana daerah sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus
kemanusiaan di Papua.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi memudarnya pemahaman wawasan
Nusantara dan semangat Nasionalisme.
35
a). Faktor internal terdiri dari :
Adanya egosentrisme
Sebuah pemahaman yang dibangun dari semangat lokal tanpa memperhatikan
kepentingan bersama demi kepentingan bangsa dan Negara. Pemahaman
egosentrisme yang sering menjadi kebiasaan setiap etnis terutama bagi etnis yang
menganggap sebagai etnis mayoritas terkadang hal ini menimbulkan hubungan
antar etnis tidak berjalan harmonis, sehingga upaya dalam menciptakan wawasan
kebangsaan kepada semua warga masyarakat Indonesia terganggu dengan sikap
yang ditunjukan oleh egosentrisme yang muncul pada etnis tertentu.
Adanya Sikap etnonasionalisme.
Etnonasionalisme merupakan sikap yang menonjolkan etnis tertentu sebagai
superioritas dalam seluruh etnis yang ada diIndonesia, sehingga dengan sikap ini,
etnis yang berada di Ibukota Negara menganggap semua status kekuasan hanya
dapat dikuasai oleh orang-orang yang ada diIbukota Negara. Artinya tidak
memberikan kesempatan yang sama pada orang diluar etnis Jawa. Sikap seperti
ini yang telah membunuh semangat nasionalisme, dimana seluruh etnis yang ada
diIndonesia punya kedudukan yang sama dalam memegang jabatan apapun yang
terkait dengan jabatan yang ada di kalangan eksekutip pemerintah pusat.
Adanya pemahaman penerapan otonomi daerah yang mengarah kepada sikap
etnosentrisme.
Etnosentrisme merupakan sikap negatip yang muncul akibat pelaksanaan
rekrutmen politik maupun pada jabatan PNS , dimana yang diprioritaskan untuk
36
menduduki jabatan didaerah adalah orang-orang yang berasal dari putra asli
daerah, sehingga etnis lain yang ada didaerah itu tidak mendapat perlakuan yang
sama dengan etnis lokal menikmati hak-hak sebagai warga negara tidak diberikan
sepunuhnya. Sikap ini dapat menimbulkan konflik dan membunuh semangat
demokrasi dan juga menghambat proses nasinalisme dalam mewujudkan
integritas nasional.
Adanya kesenjangan program pembangunan pemerintah pusat pada pemerintah
daerah.
Pelaksanaan program pemerintah pada saat itu yang diaksanakan dengan sistem
pemerintahan sentralistik didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 5
Tahun 1974 dimana pada saat itu kewenangan pemerintah pusat lebih dominan
dalam penyelenggaran pemerintah didaerah. Dengan sistem ini pula daerah
merasa di anak tirikan dalam melaksanakan program pembangunan, sehingga ada
daerah-daerah diIndonesia merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat .
oleh karenanya didaerah telah menimbulkan konflik fertikal antara pemerintah
pusat dan daerah. Hal ini ditunjukan oleh gerakan separatis yang ada di Aceh dan
Papua. Semua permasalahan ini diakibatkan oleh karena kesalahan kebijakan
pemerintah pusat dalam mengelola negara dan hal ini pulalah yang telah
menghambat semangat nasionalisme karena pemerintah pusat tidak menggunakan
konsep wawasan nusantara sebagai landasan dalam melaksanakan program
pembangunan didaerah.
37
b). Faktor ekstern terdiri dari :
Pengaruh Globalisasi
Dalam era globalisasi diemua negara-negara berkembang tidak mampu lagi
membendung penagruh globalisasi karena hubungan antar negara tidak lagi
menjadi hambatan dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya
yang ada dibelahan dunia. Sehingga berdampak negatif dari dibidang budaya ,
dimana bangsa Indonesia yang dikenal dengan budaya ketimuran yang sangat
menjujung tinggi etika dan moral bangsa dengan adanya globalisasi ini telah
mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia yang tadinya sangat menghormati
nilai-nilai moral dan dengan adanya pengaruh budaya dari bangsa barat akhirnya
dalam kehidupan keseharian terasa mulai ditinggalkan oleh generasi mudah,
mereka lebih cenderung pada budaya dari barat tanpa memperdulikan lagi nilai-
nilai etika yang sesuai dengan perilaku bangsa Indonesia. Dengan adanya sikap
dan perilaku budaya dari bangsa lain yang masuk melalui kecanggihan teknologi
mengakibatkan meruntuhnya semangat nasionalisme dan terkadang juga akibat
dari globalisasi mental para generasi mudah mulai meninggalkan budayanya
sendiri dan lebih membudayakan tradisi yang tidak sesuai dengan dasar falsafah
negara kita yakni Pancasila.
Pengaruh dari konstalasi politik Internasional.
38
Dimana kita ketahui bahwa dalam pertarungan kepeningan negara-negara besar
untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Negara-negara superpower tersebut,
berusaha mencari pengaruh dari negara-negara berkembang untuk melaksanakan
idiologi dari negara tersebut. misalnya idiologi komunisme, liberalisme . dua
idiologi inilah yang dapat mempengaruhi semangat nasionalisme dari negara kita
diIndonesia untuk tidak melaksanakan idiologi yang telah lama dilaksanakan dan
telah menjadi kepribadian bangsa kita. Semua ini dilakukan oleh negara-negara
super power dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional dari negara-negara besar
tadi. Dengan demikian akibat dari dua idiologi besar ini mengakibatkan pula
pergeseran sistem pemerintahan diIndonesia tidak lagi didasarkan pada prinsip
demokrasi Pancasila melainkan yang dilaksanakan adalah sistem demokrasi liberal
yang tidak mengenal batas-batas tertentu yang dilarang oleh demokrasi Pancasila.
Kondisi Pemahaman wawasan Nusantara yang diharapkan.
Sebagaimana pengertian dari wawasan nusantara yang memberikan penjelasan
tentang carapandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya terhadap
ekonomi, politik, Sosial Budaya dan pertahanan keamanan. Dengan demikian yang
diharapkan terhadap warga Negara Indonesia ini dapat mengenal eksisistensi
negaranya sendiri tentang segala kemampuan dan kelemahan yang dapat
memperlemah semangat nasinalisme. Namun idealnya adalah warga negara Indonesia
yang mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam menjaga keutuhan
wilayah Indonesia dari berbagai macam ancaman yang datang dari dalam maupun
39
luar negeri dan yang paling utama adalah kecintaan kita kepada wilayah negara kita
dan harus menciptakan semangat nasinalisme dan anti bentuk-bentuk negatif dari
sikap yang akan mengahancurkan integritas nasinalisme kita sebagai satu kesatuan
dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia. Kondisi wawasan nusantara
yang di idamkan oleh seluruh warga masyarakat dan pemerintah adalah sebagai
berikut : A.Dibidang Persatuan
Indonesia.
Usaha mememlihara persatuan berdasarkan wawasan nusantara adalah
diharapkan kepada bangsa ini bisa menjadikan seluruh warga negara Indonesia
memiliki rasa satu bahasa, senasib serpenanggungan, setanah air, serta mempunyai
satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa. Hal ini perlu disadari oleh adanya satu
kenyataan bahwa Indonesia terdiri dari bermacam-macam agama , suku, adat dan
kebiasannya, serta berbeda-beda faham dan aspirasinya.
Untuk itu yang harus dilakukan adalah meningkatkan
persatuan bangsa dalam rangka keadilan sosial sehingga kepentingan suku,
kepentingan agama, tidak diletakkan di atas kepentingan golongan. Untuk itu pula
keaneka ragaman itu sendiri mempunyai daya tarik kearah kerja sama dalam
persatuan, serta mengusahakan atau meniadakan perselisihan dan perpecahan.
B. Kesatuan.
40
Potensi yang dimiliki oleh setiap daerah diIndonesia tidak merata dimana ada
daerah-daerah yang potensi alamnnya tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, untuk itu pemerintah harusnya memperlakukan daerah yang kurang
mampu menghidupi masyarakatnya dilakukan dengan subisi silang pada daerah
tersebut. Hal ini dilakukan untuk membina kesatuan wilayah yang ada diIndonesia.
Dengan sistem itu daerah yang minus PAD merasa keberadaan negara itu masih ada .
selanjutnya yang harus diperhatikan oleh negara kita dalam membina kesatuan dapat
dilihat pada kekuatan dan kelemahan pada aspek-aspek sebagai berikut :
a. Geografi.
Karena luasnya daerah nusantara dan tersebarnya pulau-pulau didalamnya, maka
sarana komunikasi dan fasilitas pendukungnya harus diadakan disemua daerah yang
terisolir sehingga daerah-daerah tersebut dapat menerima sosialisasi dari
pemerintah untuk memberikan kesadaran menjadi warga negara untuk lebih
mencintai negaranya sendiri.
b. Demografi.
Karena suku-suku atau penduduk yang mendiami pulau-pulau tidak tersebar secara
merata, maka pemerataan keadilan sosial harus diciptakan oleh pemerintah pusat.
c. Kekayan alam.
41
Karena tidak semua daeah tidak mempunyai potensi yang sama, maka pertumbuhan
daerah tidak dapat berkembang secara merata, oleh karena yang harus dilakukan
pemerintah harus mengupayakan daerah-daerah yang minus mendapatkan subsidi
silang dari pemerintah pusat.
d.Ideologi dan Politik.
Karena kemampuan komunikasi yang sangat kurang dan tersedianya fasilitas yang
sangat terbatas serta kecerdasan dari penduduk yang berbeda-beda maka kesadaran
akan ideologi dan politik masih jauh dari yang diharapkan, maka sikap pemerintah
harus berupaya mengatasi dengan memberikan sarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat sehingga sosialisasi dapat diberikan lewat komunikasi media cetak
maupun elektronik yang menjangkau didaerah-daerah yang terisolir.
e. Ekonomi.
Karena kepadatan penduduk disuatu daerah tidak seimbang dengan potensi alam
yang tidak tersedia dan kurangnya fasilitas komunikasi, maka pertumbuhan
ekonomi secara merata sukar untuk dilaksanakan, oleh karenanya pemerintah harus
berupaya mengatasi hal tersebut dengan cara membuka lapangan pekerjaan dan
bidang usaha yang dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi ddaerah-daerah yang
mengalami permasalahan tersebut.
f. Sosial Budaya.
42
Kemampuan rakyat untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan yang wajar, tidak sama dan sangat terbatas serta adanya berbagai faham
terhadap agama, maka diperlukan upaya pemerintah menyelesaikan dengan
membantu meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Kehidupan sebuah negara sangat ditrentukan seberapa besar sumber daya manusia
yang ada dinegara itu. Oleh karenanya Negara harus memperhatikan pendidikan
disemua lapisan masyarakat dengan jalan membantu lewat beasiswa.
g. Hankam.
Dengan masih adanya gerakan separatisme yang berkeinginan untuk mendirikan
negara sendiri berpisah dengan negara kesatuan RI, maka pemerintah harus
berupaya untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia sehingga tidak akan terpisah
dengan negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan yang paling utama pemerintah
Indonesia harus mampu menjaga keutuhan wilayah republik Indonesia sehingga
jangan sampai masih ada pulau-pulau yang jatuh ketangan negara-negara lain yang
berbatasan dengan wilayah RI.
Upaya yang dilakukan dalam rangkah memperkokoh kadar pemahaman
Wawasan Nusantara bagi warga Negara Indonesia.
Upaya yang yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk
memahami eksistensi negara Indonsia sebagai negara kepulauan dengan batas-batas
wilayah sebagaimana yang terdapat dalam Deklarasi Djuanda yang telah menyatukan
43
wilayah laut In dosnesia dengan tidak lagi memberi ruang pada kantong-kantong laut
internasioanl yang berada diantara pulau-pulau Indonesia. Dengan mengenal wilayah
laut setiap warga negara Indonesia akan tumbuh semangat nasionalisme untuk
mencintai dan mempertahankan keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik
Indonesia. Keinginan tersebut dapat dilakukan lewat pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan disemua tingkatan pendidikan maupun
pada pendidikan non formal dengan memperkenalkan eksistensi wawasan nusantara
yang banyak memiliki potensi yang dapat menghidupi masyarakat Indonesia, dan
juga memperkenalkan kepada semua warga negara tentang kerawanan-kerawanan
wilayah Republik Indonesia dalam menghadapi negara-negara lain terutama negara
yang ada dalam batas-batas dengan wilayah negara kita.
Pemahaman yang sangat penting bagi warga Negara Indonesia adalah memahami
konsep negara kita sebagai negara kepulauan sebagaimana yang telah dapat
diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 wilayah kita
yang tadinya hanya 3 mil menjadi 12 mil sebagaimana isi dari Deklarasi tersebut
telah dapat menyatukan seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia,
sehingga tidak ada lagi laut internasional diantara pulau-pulau yang ada di Indonesia.
Kekalahan pemerintah RI dalam mempertahankan kedaulatan negara terhadap
pulau-pulau terluar karena pemerintah tidak melakukan diplomasi di PBB tentang
batas wilayah RI sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara-negara Malaysia
dalam merebut pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan, mereka mampu
44
memperjuangkan batas-batas wilayah diforum internasional dan mendapat pengakuan
dan kepastian hukum. Oleh karenanya pemerintah harus memiliki kemampuan secara
politik maupun dasar hukum Internasional menempatkan batas-batas wilayah RI
diforum internasional (PBB). Sehingga kekuatan hukum terhadap batas-batas wilayah
perairan Indonesia tidak dicaplok oleh negara-negara lain terutama negara-negara
tetangga yang berbatasan dengan pulau-pulau diIndonesia .
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjaga keutuhan wilayah
Negara kesatuan RI dengan cara-cara melakukan aktivitas yang tidak mengancam
integritas Negara kesatuan RI. Misalnya upaya menyeledupkan hasil-hasil potensi
alam kita ke negara lain, seperti illegal loging maupun illegal fishing. Keikut sertaan
masyarakat dalam menjaga aktifitas yang dapat merugikan kepentingan umum telah
ikut bersama-sama berpartisipasi dalam mewujudkan integritas Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sosialisasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa
dan Bernegara.
Pelembagaan pengenalan terhadap wawasan nusantara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui pendidikan yang
terbagi atas pendidikan formal maupun pedidikan non formal.
1. Pendidikan Formal.
45
Dalam mewujudkan pelembagaan penegenalan eksistensi wilayah laut
(wawasan Nusantara dilakukan melalui kurikulum yang sekarang diberikan disemua
tingkatan pendidikan formal Pendidikan yang diberikan ada pada pelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang memperkenalkan terhadap semangat nasionalisme
betapa beratnya para pendiri Negara mewujudkan Negara kepulauan yang sangat sulit
diperjuangkan sehingga negara kita disebut sebagai negara kepulauan karena batas-
batas wilayah laut Indonesia telah menjadi satu kesatuan wilayah hal ini di nyatakan
dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 dimana luas wilayah laut
kita telah menjadi 12 mil dari semula hanya 3 mil . sosialisasi melalui pendidikan
formal ini menciptakan rasa kesadaran terhadap nasionalisme yang dapat diwujudkan
dengan keikut sertaan menjaga eksistensi negara kita dari ancaman negara-negara
lain.
2. Pendidikan Non formal.
Sosilisasi pemahaman wawasan nusantara dapat juga dilakukan lewat
pendidikan non formal, dimana masyarakat dilibatkan dalam diklat tentang wawasan
kebangsaan dengan tujuan agar supaya semua komponen warga Negara Indonesia
mengenal batas-batas wilayah laut atau perairan dan darat, udara Indonesia. Semua
ini dilakukan supaya perjuangan para pendiri negara yang telah berusaha mencapai
batas-batas territorial wilayah Indonesia dapat dipertahankan perjuangan oleh
generasi sekarang ini. karena ditangan generasi sekarang inilah negara Indonsia akan
tetap eksis sepanjang masa. Kesadaran pemahaman wawasan nusantara dapat
46
menghilangkan rasa kedaeraan yang sering muncul dalam diri kita, oleh karenanya
setelah kita mengenal bahwa seluruh wilayah yang ada di Indonesia ini adalah satu
kesatuan akan dapat memperkokoh semangat nasionalime kita terhadap Negara
kesatuan Republik Indonesia.
3. lewat Media informasi.
Untuk menjangkau sosialisasi pemahaman wawasan nusantara ke seluruh
lapisan masyarakat Indonesia yang tersebar dalam 32 Propinsi dapat dilakukan
melalui media masa atau elektonik, oleh karenanya peranan TV negeri maupun
swasta sangat mendukung mensosialisasikan konsep wawasan nusantara pada
masyarakat. Dengan politik media dari berbagai negara lain diera globalisasi ini pun
menjadi tantangan kita bersama agar supaya masyarakat kita tidak terpengaruh oleh
media yang dapat menurunkan semangat nasionalisme. Melalui media kita dapat
memperkenalkan langsung tentang eksistensi negara kita. Namun upaya ini belum
merata didaerah-daerah yang sangat terisolir dengan sarana komunikasi yang terbatas.
Untuk itu pemerintah harus berupaya memfasilitasi sarana tersebut sehingga
mempermudah jangkauan sosialisasi kita dalam mensosialisaikan wawasan nusantara
demi menciptakan masyarakat yang mampu mempertahankan integritas Negara
kesatuan Rpublik Indonesia.
Dengan melalui sosialisasi wawasan nusantara ini dapat dipahami oleh warga
masyarakat. Dengan demikian dapat memperkuat semangat nasionalisme untuk saling
47
menyadari bahwa kita sebetulnya berasal dari sejarah yang sama, nenek moyang
sama yang telah menjadi satu komunitas negara yang akan mewujudkan harapan
menuju kepada cita-cita menggapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana
yang terdapat dalam rumusan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
PENUTUP
Kesimpulan.
Berdasarkan permasalahan dalam kajian ini tentang upaya peningkatan
pemahaman wawasan nusantara sebagai sarana dalam meningkatkan semangat
nasionalisme bagi warga negara Indonesia dapat ditarik beberapa hal yang dianggap
sangat penting diperhatikan sbb :
1). Kondisi pemahaman wawasan nusantara saat ini dapat dilihat dengan kegagalan
pemerintah pusat dalam upaya menciptakan stabilitas baik didalam negeri
maupun luar negeri. Realitas yang nampak adalah dimana batas wilayah Negara
kesatuan yang telah dicaplok oleh negara-negara lain seperti Malaysia
menunjukan kepada kita ketidak mampuan pemerintah kita dalam menjaga
keutuhan wilayah Negara kesatuan RI sebagai Negara kepulauan. Gerakan
separatis yang mewarnai problem pemerintahan kita menujukan pula ada sesuatu
yang salah dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan pusat pada daerah. Dengan
48
demikian kebijakan otonomi daerah yang tadinya sebagai solusi alternatif
pemecahan masalah, justru menimbulkan konflik didaerah.
2). Faktor-faktor yang mempengaruhi memudarnya pemahaman wawasan nusantara
dan rasa nasionalisme adalah disebabkan oleh karena faktor internal dan
eksternal, dimana nasionalisme menurun sebagaimana yang dijelaskan diatas ada
beberapa faktor penghambat mewujudkan nasinalisme dintaranya karena
penyelenggara negara dan masyarakat tidak memahami konsep kedaulatan negara
kita sebagai negara kepulauan, budaya egosentrisme, etnonasionalisme, dan
pemahaman konsep inplementasi otonomi daerah yang sempit yang
memunculkan sikap etnosentrisme pada masyarakat lokal, semua ini menjadi
penghambat membangun semangat nasionalisme.
3). Kondisi pemahaman wawasan nusantara yang diharapkan kepada warga Negara
Indonesia lebih khusus kepada pihak pemerintah agar supaya dapat mencintai dan
mempertahankan keutuhan sebagai Negara kepulauan adalah khusus dibidang
Persatuan Indonesia. Usaha memelihara persatuan berdasarkan wawasan
nusantara adalah diharapkan kepada bangsa ini bisa menjadikan seluruh warga
Negara Indonesia memiliki rasa satu bahasa, senasib sepenanggungan, setanah
air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa. Hal ini perlu
disadari oleh adanya satu kenyataan bahwa Indonesia terdiri dari bermacam-
macam agama, suku, adat dan kebiasannya, serta berbeda-beda faham dan
aspirasinya.
49
4). Pemasyarakatan wawasan nusantara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dapat dilakukan lewat pendidikan formal dan non formal dengan
memberikan pengenalan terhadap eksistensi negara kita sebagai Negara
kepulauan sebagaimana yang terdapat dalam Deklarasi Djuanda yang
ditandatangani pada tanggal 13 Desember 1957 yang memberikan penjelasan
tentang batas wilyah perairan Indonesia yang semula hanya 3 mil bertambah
menjadi 12 mil yang telah menghubungkan semua perairan antar pulau
diIndonesia. Dengan demikian dari hasil Deklarasi itu telah menghilangkan
wilayah laut internasional atau kantong-kantong wilayah internasional yang dapat
mengancam integritas Negara kesatuan Republik Indonesia.
Saran.
Dari kesimpulan diatas ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh seluruh
komponen yang ada dalam upaya peningkatan pemahaman wawasan nusantara
sebagai sarana dalam meningkatkan semangat nasionalisme bagi warga Negara
Indonesia diantaranya sebagai berikut :
1). Sebaiknya pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah negara kepulauan harus
mampu melaksanakan amanah apa yang telah dicapai dalam Deklarasi Djuanda
terhadap penetapan batas-batas wilayah laut Indonesia memberi penjelasan
kepada kita bangsa Indonesia adalah sebagai negara kepulauan, maka seharusnya
pemerintah memperhatikan armada angkatan laut harus kuat dengan didukung
50
oleh peralatan kapal-kapal angkatan perangnya yang harus modern. Semua ini
dilakukan demi menjaga batas-batas wilayah negara kita, agar tidak di masuki
oleh kapal-kapal asing yang menyalagunakan perairan Indonesia untuk
kepentingan negaranya. Dan untuk daerah yang masih menunjukan gerakan ingin
berpisah dari Negara Kesatuan RI, seharusnya pemerintah harus tegas dalam
menumpas gerakan separatis setelah memberikan alternatif otonomi daerah, tetapi
masih menghendaki untuk menjadi negara sendiri langkah untuk menghentikan
tidak lain dengan ketegasan pemerintah untuk mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan RI.
2). Dengan memudarnya semangat nasionalisme yang akhir-akhir ini menyebabkan
integritas negara terancam yang disebabkan oleh beberapa faktor intern maupun
ekstern, sebaiknya peran pendidikan melalui sekolah formal dan non formal bagi
para pendidik dilingkungannya masing-masing menyadari permasalahan tersebut,
dan segera mengambil langkah-langkah perbaikan sikap dan perilaku masyarakat
yang menghambat proses nasionalisme kita sebagai masyarakat Indonesia dengan
memberikan pemahaman pada masyarakat kita bahwa budaya yang menonjolkan
atau lebih memprioritaskan kepentingan etnis tertentu diatas kepentingan negara
(publik) harus ditinggalkan, karena semua etnis yang ada diIndonesia semuanya
sama didepan hukum dan pemerintahan sebagaimana amanat konstitusi.
3). Apa yang sudah terbina selama ini sebagai satu kesatuan bahasa dan wilayah agar
tetap dipertahankan oleh generasi sekarang supaya integritas Negara Kesatuan RI
51
sebagai negara kepulauan masih dalam kondisi yang sama sebagaimana pada
awal Deklarasi Djuwanda pada tahun 1957. Khusus bagi lembaga-lembaga non
pemerintah seperti organisasi LSM (NGO) atau organisasi kemasyarakatan dalam
melaksanakan program pembangunan, supaya memandang semua etnis memiliki
kedudukan yang sama didepan hukum dan pemerintahan. Sikap ini akan lebih
memperkuat keutuhan Negara Kesatuan RI dan dapat menghindari konflik antara
etnis.
4). Dan harapan kami kepada seluruh komponen masyarakat baik swasta atau
pemerintah, lingkungan pendidikan formal maupun non formal, pihak LSM
(NGO) harus memahami dari apa yang ada dalam hasil Deklarasi Djuanda yang
telah memberikan penjelasan tentang batas-batas wilayah perairan Indonesia, agar
supaya isi deklarasi tersebut dapat menjadi alasan untuk kita mempertahankan
batas-batas wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan demi menjaga eksistensi
negara Indonesia sampai kapanpun.
D A F T A R P U S T A K A
M. Budiyarto Tahun 1980”Wawasan Nusantara dalam peraturan Perundang-
Undangan Negara Republik Indonesia” Penerbit Ghalia Indonesia.
Diamond.Larri Tahun 1998”Nasionalisme konflik etnik dan Demokrasi” Penerbit
ITB
52
Smith.D. Anthoni Tahun 2003”Nasionalisme Teori ideologi sejarah” Penerbit
Erlangga.
Lemhanas Tahun 1982”Bunga Rampai wawasan Nusantara
E Mail danipurwanegara @ Yahoo.Com
53
54