IMPAKSI SERUMEN
LAPORAN PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera
pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara
mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik
adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli
patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi
otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan
otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-
head and neck nursing).
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau
benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke
dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma
terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan
akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan
kehilangan pendengaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu
(Mansjoer, Arif :1999)
Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga.
Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga luar
liang telinga. Alih-alih "sampah", serumen memiliki tugas cukup penting. Di
antaranya, menangkap debu, mikroorganisme, dan mencegahnya masuk ke struktur
telinga yang lebih dalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri,
menjaga kelembaban liang telinga,hingga menangkap serangga yang terperangkap
masuk ke lubang telinga.Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan
sifatnya yang lengket,kental serta berbau yang khas.
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau
benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke
dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma
terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan
akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan
kehilangan pendengaran.
Sejatinya, tanpa dikorek pun, tubuh punya mekanisme untuk mengeluarkan
substansi tersebut secara otomatis. Karena itu, sering terjadi kotoran tiba-tiba jatuh
dari liang telinga. Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, terutama ketika kita
membuka rahang lebar-lebar atau tidur miring, Tapi, ada kalanya serumen tak mau
keluar dan betah bersarang di liang telinga, terutama bila produksinya berlebih.
Bila itu terjadi, serumen terpaksa harus dikeluarkan secara manual supaya tidak
mengganggu pendengaran.
2.Etiologi
Adanya impaksi serumen dan benda asing diliang telinga, secara umum terdapat
beberapa faktor predisposisi, antara lain: dermatitis kronik pada telinga luar, liang
telinga sempit, produksi serumen terlalu banyak dan kental, benda asing diliang
telinga, terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek
telinga).
3.Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan
otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan
serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit
pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api,
jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa
menyebabkan infeksi. Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam
saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan.
4. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis yang sering dirasakan oleh penderita impaksi serumen adalah :
Penumpukan serumen.
Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga.
Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran)
Telinga berdengung (tinitus)
Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
5. Penatalaksanaan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang
serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan
menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi
perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi
tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak
digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada
kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga,
antara lain:
Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator
(pelilit).
Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan
dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang
suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan
cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar
tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.
6. Pemeriksaan Penunjang
a) CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b) Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.
c) Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal
beberapa bulan setelah resolusi klinik
d) MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e) Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik
f) Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
Bisikan kata atau detakan jam tangan.
Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan
ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang
satunya tak mendengar,
Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien
dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila
yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci
dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran
normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus
pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi
daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai
sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
g) Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah
garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan
tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya
apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu
dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga
atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an
pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar
pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang
suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan
sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
h) Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang
mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.
Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius
eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus
mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih
lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi
tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang
temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala
melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran
sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari
tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara
diterima seperti sangat jauh dan lemah.