65
IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH, DAN AIR YANG TERKENA DAMPAK LETUSAN GUNUNG MERAPI
Didi Ardi Suriadikarta
ABSTRAK
Ketebalan abu yang menutupi lahan pertanian, terutama sayuran dan hortikultura (kebun salak) beberapa hari setelah letusan Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi <5 cm, >5-10 cm, dan >10 cm. Tanaman yang rusak akibat hujan abu adalah sayuran (kubis, tomat, dan cabai), salak, dan kelapa. Lapisan abu yang tebalnya <10 cm terdapat pada lahan kebun salak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Abu dengan ketebalan <5 cm di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, umumnya terdapat pada lahan tanaman sayuran. Wilayah yang ditutupi abu volkan dengan ketebalan <5 cm perlu mendapat perbaikan melalui pengolahan tanah dan pemberian mulsa 1 t/ha. Lahan yang ditutupi abu volkan dengan ketebalan >5-10 cm perlu pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik curah 2 t/ha. Lahan yang tertutup abu >10 cm diarahkan untuk tanaman tahunan. Tanaman salak dan kelapa yang rusak akibat hujan abu dapat diperbaiki melalui upaya perbaikan tanaman atau mengganti tanaman yang mati dan sudah tua dengan bibit yang baru.
PENDAHULUAN
Letusan Gunung Merapi yang mengeluarkan abu dan pasir yang
menutupi lahan pertanian dengan ketebalan yang bervariasi untuk setiap lokasi,
bergantung pada jarak dari pusat letusan serta arah dan kecepatan angin.
Kerusakan lahan mencakup dua wilayah, yaitu Propinsi Jawa`Tengah yang
meliputi Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Kabupaten Klaten, dan Provinsi DI
Yogyakarta yang meliputi hanya Kabupaten Sleman.
Dampak langsung letusan gunung terhadap lahan adalah penutupan
lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh di
atasnya. Kerusakan tanaman bergantung pada jenis dan umur tanaman.
Tanaman sayuran lebih peka dibandingkan dengan padi. Sifat abu yang jatuh di
daerah ini akan dianalisis di laboratorium, sementara di lapangan yang dapat
diukur adalah pH. Lahan yang terkena tutupan abu dan pasir tebal seperti di
Kabupaten Sleman dan sebagian Kabupaten Klaten dengan ketebalan abu > 10
cm perlu dilakukan perbaikan. Tulisan ini mengemukakan sifat kimia abu
volkanik, tanah, dan air di kawasan yang terkena penutupan abu erupsi Gunung
Merapi.
Didi Ardi Suriadikarta
66
SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH, DAN AIR DAMPAK ERUPSI MERAPI
Abu yang diambil di enam lokasi menunjukkan sifat masam sampai agak
masam (pH 4,8-6,8), P tersedia tergolong sangat tinggi; Ca, Mg, dan S tinggi
sampai sangat tinggi (berdasarkan kriteria Morgan); Fe dan Mn sedang sampai
tinggi (berdasrkan kriteria Morgan), namun KTK termasuk rendah sampai sangat
rendah (Tabel 15).
Tabel 15. Sifat kimia abu volkanik erupsi Gunung Merapi
Lokasi pH-H2O
P-tersedia (ppm P2O5)
KTK (me/100g)
Ca Mg S Fe Mn Pb Cd
………………….. ppm …………………..
Magelang
Dukun 4,8 207 4,97 972 25 81 13 1,5 0,5 0,0
Srumbung 5,5 183 4,72 1516 81 160 15 2,7 0,0 0,02
Sawangan 5,9 39 6,23 1781 40 131 10 6,8 0,5 0,02
Boyolali
Selo 5,8 232 2,26 989 21 81 8 1,0 0,4 0,01
Cepogo 5,1 8 1,77 426 16 26 11 2,8 0,3 0,01
Sleman
Pakem
<5 6,8 14 2,66 450 71 2 27 3,6 0,1 0,02
5-10 6,1 138 7,10 3094 292 42 25 1,1 0,0 0,03
>10 6,2 8 3,89 1146 87 6 57 3,0 0,1 0,01
Tanah yang terkena atau tercampur abu bereaksi agak masam (pH 5,4-
5,9), sifat-sifat lainnya hampir sama, hanya kandungan S lebih tinggi
dibandingkan dengan abu volkanik, kecuali di Cepogo dan Pakem (Tabel 16).
Perbedaan sifat tanah antara satu tempat dengan tempat lainnya ditentukan oleh
jarak dari pusat letusan Gunung Merapi. Sumber air yang tercemar oleh abu
volkan menunjukkan kualitas lebih masam. Tingkat kemasaman air sawah,
sungai, dan kebun berkisar antara 5,1-7,3; merupakan pH yang optimum bagi
pertumbuhan tanaman. Kemudian kadar beberapa unsur hara dalam air seperti
K, Ca, dan Mg cukup baik sehingga dapat digunakan untuk pengairan tanaman
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
67
pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun air sungai memiliki kadar lumpur
cukup tinggi, sehingga untuk sementara air dari sungai di daerah bencana belum
dapat digunakan untuk irigasi dan MCK (mandi, cuci, kakus).
Tabel 16. Sifat kimia tanah dari areal yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi.
Lokasi pH P-tersedia (ppm P2O5)
KTK (me/100g)
Ca Mg S Fe Mn Pb Cd
…....…………….. ppm ……....…………..
Magelang
Dukun 5,8 212 4,24 1688 51 135 9 1,4 0,1 0,03
Srumbung 5,7 132 1,83 159 56 103 9 0,3 0,2 0,01
Sawangan 5,9 39 6,23 1670 108 295 49 5,3 0,1 0,02
Boyolali
Selo 5,4 85 4,38 1389 30 470 8 4,9 0,1 0,04
Cepogo 5,4 246 2,60 504 39 7 8 1,9 0,0 0,03
Sleman
Pakem
5,9 21 4,19 1318 90 4 27 3,8 0,0 0,01
Tabel 17. Sifat air di beberapa daerah di Kabupaten Magelang, Sleman, dan Klaten akibat letusan Gunung Merapi
No. Lokasi Jenis analisis
pH NH4 K Ca Mg PO42-
1. Kali Krasak 7 0,01 0,21 3,61 1,27 0,03
2. Air Sawah Mungkid 6,6 0,02 0,21 1,51 0,72 0,03
3. Kebun Salak 7,1 0,01 0,17 1,1 0,55 0,03
4. Saluran Hargobangun 7,2 0,02 0,14 1,2 0,59 0
5. Saluran Desa Kepetosan Klaten 7,3 0,03 0,12 1,37 0,49 0,01
6. Sawah, Srowol Magelang 5,1 0,13 0,26 8,14 1,1 0.00
7. Salamsari, Magelang 6,5 0,05 0,14 0,99 0,23 0
8. Sawah, Wonolalo, Magelang 7,1 0,09 0,17 2,06 0,53 0,05
Didi Ardi Suriadikarta
68
SEBARAN DAMPAK ABU ERUPSI DAN KERUSAKAN LAHAN
Kerusakan lahan di Kabupaten Magelang meliputi dua kecamatan, yaitu
Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun dengan luas 2.356 ha mencakup
tanaman pangan, sayuran, dan hortikultura. Di Kecamatan Srumbung penutupan
lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 7 cm, sehingga daun tanaman salak
rebah dan rata dengan tanah. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan pH
abu dan tanah yang tertutup abu di lokasi ini 5,5 atau agak netral dan tidak
membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman. Penutupan abu pada lahan
yang berjarak 10 km dari puncak Gunung Merapi sekitar 5 cm.
Selain tanaman salak, daun tanaman kelapa juga rusak dan patah.
Kerusakan kebun salak di lokasi ini sekitar 1.350 ha. Di Kecamatan Dukun,
penutupan lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 2-3 cm, sehingga tanaman
pangan (padi sawah) rebah dan rata dengan tanah dan gabah tidak terisi
sempurna. Abu dan tanah yang tertutupi abu di lapangan di lokasi ini memiliki pH
6,6 atau tergolong netral, jadi tidak membahayakan pertumbuhan tanaman.
Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi
cacing tanah 8-10 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik rata-rata 4
ekor/m2. Menurut petani setempat, pertumbuhan rumput lebih subur
dibandingkan dengan sebelum kena abu volkanik. Kerusakan lahan pertanian
yang meliputi tanaman pangan dan sayuran di lokasi ini sekitar 206 ha.
Abu di permukaan tanah mengeras dan tidak tembus air, sehingga perlu
segera dilakukan pengolahan tanah. Abu yang menyumbat lubang tanam pada
mulsa plastik harus dikeluarkan karena dapat menghambat pertumbuhan
tanaman dan resapan air ke dalam tanah (Gambar 22).
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
69
Gambar 22. Tumpukan abu dengan ketebalan 2-3 cm pada daerah sayuran
Kerusakan lahan paling dominan di Kabupaten Boyolali meliputi tiga
kecamatan, yaitu Kecamatan Cepogo, Selo, dan Musuk dengan luas 4.213 ha
lahan pertanian mencakup tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Kerusakan lahan pertanian oleh abu volkan di Kecamatan Selo berjarak 2,9 km
dari puncak Gunung Merapi dengan ketebalan abu 2-3 cm, sehingga tanaman
pangan (jagung), sayuran, dan perkebunan rusak. Hasil pengukuran di lapangan
menunjukkan abu dan tanah yang tertutup abu di lokasi ini memiliki pH 5,4 atau
agak netral, jadi tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Kerusakan lahan
pertanian oleh abu meliputi 847 ha. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah
dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah rata-rata enam ekor/m2 dan larva
pendekomposer bahan organik 3-4 ekor/m2.
Tanaman jagung tidak dapat berbuah sempurna. Sementara tanaman
bawang daun dan rumput pakan mulai tumbuh normal (Gambar 23).
Didi Ardi Suriadikarta
70
Gambar 23. Tutupan abu vulkanik pada tanaman sayuran di Selo
Lahan pertanian di Kecamatan Cepego ditutupi abu volkan dengan
ketebalan 2 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah), sayuran, dan
perkebunan banyak yang rusak. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan abu
dan air di lokasi ini memiliki pH 5,4 atau agak netral, sehingga tidak
membahayakan pertumbuhan tanaman. Lahan pertanian yang rusak meliputi
luasan 1.436 ha. Di Kecamatan Musuk, lahan pertanian tertutup abu volkan
dengan ketebalan 2 cm, sehingga banyak tanaman pangan (padi sawah),
sayuran, dan perkebunan yang rusak. Di lokasi ini, abu dan air memiliki pH 5,5
atau agak netral, sehingga tidak membahayakan pertumbuhan tanaman.
Kerusakan lahan pertanian meliputi luasan 1.930 ha.
Kerusakan lahan pertanian di Kabupaten Klaten terjadi di Kecamatan
Kemalang seluas 501 ha, terutama Desa Balairante dengan tutupan abu vulkanik
berkisar antara 4-13 cm. Daerah ini merupakan daerah peternakan dan tanaman
rumput sudah mulai tumbuh dan subur. Tanaman lain yang sudah mulai tumbuh
adalah tanaman tahunan seperti pohon mindi. Hasil pengukuran menunjukkan
abu vulkanik dan tanah yang ditutupi abu memiliki pH 5,5. Material vulkan relatif
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah rata-
rata 3-4 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 1-2 ekor/m
2, sehingga
cukup bagus untuk pertumbuhan tanaman. Abu vulkanik terlihat keras dan tidak
tembus air, sehingga perlu segera dilakukan pengolahan tanah. Lahan yang
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
71
rusak akibat lahar panas dan abu vulkanik di Kabupaten Sleman seluas 2.446 ha,
yang meliputi hutan, tegalan, sawah, dan pemukiman. Lahan yang tertutup lahar
sangat rusak, hampir semua tanaman tahunan roboh dan rata dengan tanah.
Kecamatan yang mengalami kerusakan sangat parah adalah Cangkringan.
Penutupan lahan oleh lahar dan abu vulkanik di Dukuh Kopeng, Desa
Kepuharjo, berkisar antara 10-29 cm, pH abu dan tanah yang tertutupi abu
maupun lahar sekitar 5,5 sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Rumput
pakan ternak sudah mulai tumbuh dengan baik dan tidak terlihat defisiensi atau
keracunan unsur hara. Tanaman pisang dan bambu juga mulai tumbuh kembali.
Material vulkan menurunkan jumlah dan jenis fauna tanah. Cacing tanah dan
larva pendekomposer bahan organik tidak ditemukan.
Tanaman tahunan seperti sengon, mindi, nangka, mahoni, dan bambu
dapat tumbuh kembali, karena selain merupakan tanaman in situ, abu tidak
terlalu terlalu tebal dan pH tanahnya netral. Di Kecamatan Turi lahan terkena abu
vulkanik, sehingga tanaman salak terlihat roboh dan daun kelapa juga rusak.
Sebagian daun tanaman salak rusak, sebagian sudah mulai dipangkas dan
sebagian lagi masih berbuah. Menurut petani setempat, produksi salak menurun
terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Tutupan abu di bawah
tanaman salak berkisar antara 1-2 cm. Abu vulkanik dan tanah yang tertutup abu
memiliki pH 5,5 atau tergolong netral. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah
dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah rata-rata 8 ekor/m2 dan larva
pendekomposer bahan organik 4 ekor/m2, sehingga cukup baik untuk
pertumbuhan tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Ketebalan abu yang menutupi lahan pertanian, terutama yang ditanami
sayuran dan salak, pada beberapa hari setelah terjadinya letusan Gunung
Merapi dapat dibedakan menjadi < 5 cm, >5 -10 cm, dan > 10 cm.
2. Tanaman yang rusak akibat hujan abu adalah kubis, tomat, dan cabai, salak,
dan kelapa.
3. Lapisan abu dengan ketebalan < 10 cm terdapat pada lahan kebun salak di
Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, dan ketebalan abu < 5 cm
terdapat pada lahan sayuran di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
4. Lahan yang ditutupi oleh abu volkan dengan ketebalan <5 cm perlu dilakukan
perbaikan dengan pengolahan tanah, pemberian mulsa 1 t/ha. Lahan yang
Didi Ardi Suriadikarta
72
ditutupi oleh abu volkan dengan ketebalan >5-10 cm perlu dilakukan
pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik curah 2 t/ha, sedangkan
lahan yang tertutup abu > 10 cm diarahkan untuk tanaman tahunan.
5. Lahan yang ditutupi abu dan pasir dengan ketebalan > 10 cm perlu dilakukan
reklamasi melalui teknik konservasi tanah dan air dan penanaman tahunan
atau tanaman hutan dan rumput/pakan ternak. Pembuatan teras gulud dan
pembuatan saluran drainase pada lahan ini diperlukan untuk mengatur aliran
permukaan. Aliran air permukaan sebaiknya ditampung dalam kolam
buatan/embung supaya tidak hilang pada musim kemarau.
6. Penanganan tanaman salak dan kelapa yang rusak akibat hujan abu dapat
melalui perbaikan tanaman atau mengganti tanaman yang mati dan sudah
tua dengan benih/bibit yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Anda, M. dan M. Sarwani. 2012. Mneralogy, chemical composition, and dissolution of fresh ash eruption: new potential source of nutrient. SSSAJ 76(2), March-April 2012.
Anonim. 1998. Laporan Tahunan Bagian Proyek Penelitian Terapan Sistem DAS Kawasan Perbukitan Krisis. ( YUADP-Component 8). Badan Litbang Pertanian. Puslittanah, Bapas.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Laporan Hasil Kajian Singkat (Quick Assessment) Dampak Erupsi Gunung Merapi di Sektor Pertanian. Desember 2010.
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Haque.
Bronto Sutikno, D. Sayuti, dan G. Hartono. 1996. Variasi Luncuran Awan Panas Gunung Merapi dan Bahayanya. Dalam Proceedings of the 25 th Annual Convention of the Indonesian Association of Geologist. Diselenggarakan oleh STTN dengan Akademi IP Yogyakarta.
Cahyandaru, N. 2011. Kajian Penanganan Dampak Erupsi Merapi di Candi Borobudur. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana. (unpublished).
Chadwick, J.P., Valentin, R. Troll, C. Ginibre, D. Morgan, R. Gertisser, T.E. Waight, and J.P. Daavidson. 2007. Carbonate assimilation at Merapi Volcano, Java, Indonesia: insights from crystal isotope stratigraphy. Journal of Petrology 48(9):1793-1812.
Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air
73
Hikmatullah. 2009. Karakteristik tanah-tanah volkan muda dan kesesuaian lahannya untuk pertanian di Halmahera Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9(1):20-29.
Idjudin A.A. 2006. Dampak Penerapan Teknik Konservasi Terhadap Produktivitasnya. Disertasi UGM, Yogyakarta.
Katili, J.A. dan S.S. Siswiwidjojo. 1994. Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia. IA Gi, Bandung.
Rahardjo, W., S. Rumid, dan H.M.D. Rosidi. 1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta-Jawa, Skala 1:100.000. Direktorat Geologi Departemen Pertambangan RI, Jakarta.
Simaremare, J., Iskandar, Sudarsono, dan D.T. Suryaningtyas. 2011. Pelepasan Kation Abu Vulkan Gunung Merapi dengan Menggunakan Berbagai Bahan Organik. Makalah disampaikan dalam Seminar dan Kongres HITI X, Surakarta, 6-8 Desember 2011.
Storie, R.E. 1964. Handbook of soil evaluation. Published by associated student store, University of California, Berkeley California, April 1964.
Sudaryo dan Sutjipto, 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam Berat pada Tanah Vulkanik di Daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta, 5 November 2009.
Sukarman, Herry H. Djohar, dan P. Sudewo. 1993. Masalah klasifikasi tanah merah dari bahan tuf andesitik-basaltik di daerah beriklim kering, studi kasus Rhodustalfs dari Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pemb. Penelitian Tanah dan Agroklimat, No. 11:47-53.
Suyitno, H.P. 2011. Dampak Bencana Aliran Lahar Dingin Gunung Merapi Pasca Erupsi di Kali Putih. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana. (unpablish)
Tim Lembaga Penelitian Tanah. 1978. Laporan Penelitian dan Pengembangan Teknik Konservasi Tanah di Daerah Eks Lahar Gunung Merapi. Proyek Survei Pengukuran Persiapan Penanggulangan Akibat Bencana Banjir. Dep. PUTL dan Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Wilson, T., G. Kaye, C. Stewart, and J. Cole. 2007. Impacts of the 2006 eruption of Merapi volcano, Indonesia, on agriculture and infrastructure. GNS Science Report 2007/07. P 69.
Zuraida. 1999. Penggunaan Abu Volkan Sebagai Amelioran pada Tanah Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Jagung. Thesis dalam Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.