MAKALAH HUMAN PAPILOMA VIRUS
Oleh :
Alifia Rahardhini Nourma Lubis 112210101021
Kadek Cahya Kusuma 112210101022
Binta Rusydaya D. 112210101023
Liliana A.I.K 112210101024
Puspita Arum Wijayanti 112210101025
Novia Danis Astika 112210101027
Rifqi Wafda Rozana 112210101028
Ni Putu Pertiwi 112210101029
Dessy Pradesyawati 112210101030
Moh Sulthon Habibi 112210101031
BAGIAN BIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan pavovavirus yang merupakan
virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk
ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid. HPV
merupakan suatu virus yang bersifat “non enveloped” yang mengandung “double
stranded DNA”. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit
dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. Infeksi
virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prekanker, kondiloma akuminata, dan
kanker. Meskipun HPV menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran dalam
timbulnya kanker anus, vulva, vagina, penis, dan beberapa kanker orofaring.
Virus ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona
transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk
berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang.
Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA
inang) dijumpai pada Carcinoma Insitu (CIN) dan berintegrasi dengan DNA inang pada
kanker invasif. Pada percobaan invitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi
immortal.
Siklus hidup HPV belum diketahui secara sempurna, tetapi proses timbulnya lesi
sudah banyak diketahui. Tempat infeksi pertama adalah pada sel basal atau sel basal dari
epitel gepeng yang belum matur. Infeksi HPV yang terjadi pada sel basal tersebut dibagi
menjadi 2 jenis yaitu:
1. Infeksi virus laten, yakni infeksi virus yang tidak menghasilkan virus yang infeksius.
Pada saat ini yang terjadi adalah virus tidak berhasil melekat pada permukaan sel tetapi
gagal melakukan perkembangbiakan dan tidak terjadi pematangan dari partikel – partikel
virus. Pada fase ini kelainan struktur sel tidak ditemukan dan HPV hanya bisa dideteksi
dengan metode biomolekuler.
2. Fase produktif, yakni terjadinya pembentukan DNA virus dan membentuk DNA yang
infeksiosus yang disebut virion. Pembentukan DNA virus ini terjadi di sel intermediet
dan permukaan epitel sel gepeng. Virion kemudian menjadi banyak jumlahnya dan
membentuk efek merusak sel yang bias dideteksi dengan cara sitologi dan histopatologi.
Terjadinya keganasan akibat infeksi dari HPV harus memahami terlebih dahulu
tentang genom dari HPV. Bangun HPV terdiri atas 3 subbagian yaitu: URR (Upstein
Regulatory Region), ER ( Early Region), dan LR (Late Region). URR adalah bagian
nonkode yang berperan penting pada pengaturan pembentukan dan transkrip pada
rangkaian ER (Early region). ER dan LR mengandung cetakan bacaan yang terbuka (
Open Reading Frame = ORFs) yaitu bagian genom yang punya kemampuan untuk
membaca jenis protein. ER terbentuk pertama kali pada siklus hidup virus dan mengkode
protein yang sangat berperan pada pembentukan virus, sedangkan LR dibentuk
kemudian untuk mengkode struktur protein virus. URR juga adalah bagian regulator
yang sangat kompleks di mana peranan dan fungsi yang pasti dalam siklus hidup virus
belum diketahui dengan jelas. Bagian ini mengandung tempat ikatan berbagai faktor
transkrip seperti protein activator, faktor transkrip keratinositik spesifik, dan faktor
transkrip lainnya. Ikatan-ikatan ini diatur oleh Early Region ORFs.
Late Region (LR) mengandung gen pengkodean protein kapsid (L). Late region
dibagi menjadi L1 dan L2, ada pada akhir siklus hidup HPV, tepatnya di lapisan
granular epidermis. Late region membentuk shell virion dan memainkan peran penting
dalam mediasi virus infektivitas. Untuk mencapai siklus hidup HPV yang sesuai target,
harus mampu mengikat ke permukaan sel reseptor. Heparan sulfat proteoglikan pada
permukaan sel dianggap mengikat situs utama untuk L1 dan L2 dari kelompok evolusi
HPV tertentu namun berbeda sekunder reseptor yang terlibat untuk jenis HPV lainnya.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Obat (Cervarix)
Cervarix adalah formulasi bivalen cair (dua antigen) dari recombinant (rangkaian
yang dimodifikasi) human papillomavirus (HPV) tipe 11 dan partikel 16 L1 yang
menyerupai virus (VLPs) yang ditandai dalam sel serangga (jaringan sel ulat kubis
Trichopolsia) dengan menggunakan sistem penandaan baculovirus, dengan adjuvant AS(04)
(SBAS04) yang terdiri dari 3-monophosphoryl lipid A (MPL) yang telah dihilangkan kadar
keasamannya ditambah aluminum potasium sulfat (alum). Seperti Gardasil dari Merck &
Co., Cervarix mengandung recombinant HPV tipe 11 dan VLPs 16 L1 yang menyebabkan
sekitar 70% kasus kanker cervix. Namun, Cervarix tidak mengandung HPV tipe 6 dan VLPs
18 L1 yang mengakibatkan sekitar 90% kasus tumor genital lunak, sebagai contoh, vaksin
ini digunakan hanya untuk kanker cervix tanpa mengharapkan hasil yang signifikan terhadap
pencegahan pada kebanyakan kasus tumor genital lunak.
Cervarix merupakan jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari
HPV diekspresikan oleh vektor rekombinan baculovirus dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi yang kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali
pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing
0,5 ml.
2.2 Cara Produksi Cervarix
Pada vaksin HPV Cervarix gen yang disisipkan adalah gen pengkode protein L1.
Protein L1 merupakan protein yang berfungsi dalam pembentukan kapsid bagi Human
Papiloma Virus atau sering disebut mayor viral coat protein. Gen pengkode protein L1
memiliki sekuen DNA yang mengkode protein L1 adalah 5’-
CCACATGTCTCTTTGGCTGCCTAGCG-3’ dan 5’-
GCGGCCGCTCGAGTTACAGCTTACGTTTTTTGC-3’. (San Millán, Sebastián,
Nuñez, Veramendi, & Escribano, 2009)
Source : Purnadanti, 2012
Vektor kloning yang digunakan sebagai media agar target DNA dapat diperbanyak
untuk selanjutnya diekspresikan menjadi protein yang diinginkan adalah pGEM-T.
Kemudian enzim restriksi yang digunakan adalah AfI1 dan NotI. Setelah itu, plasmid
kloning dimasukan ke dalam E. Coli.(Deschuyteneer et al., 2010; San Millán et al.,
2009)
Sementara vektor ekspresi yang digunakan adalah Autographa californica
nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) yang merupakan jenis Baculovirus Expressing sistem.
Baculovirus Exspresssing Vector System merupakan virus yang menginfeksi serangga,
salah satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang
akan terakumulasi dalam jumlah sangat besar didalam nuclei sel-sel serangga yang
diinfeksi karena gen tersebut mempunyai promoter yang sangat aktif. Promoter ini dapat
digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yang diklon ke dalam genom
baculovirus sehingga akan diperoleh produk protein yang sangat banyak jumlahnya di
dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi. Nantinya protein yang diekspresikan
dalam sel serangga akan dimurnikan dan berubah menjadi VLP (Virus Like Partikel).
(Deschuyteneer et al., 2010)
Baculovirus tersebut akan diekspresikan didalam sel serangga (Eukaryota) yaitu
Trichoplusia nii. Lebih tepatnya diinfeksikan ke sel Trichoplusia nii Hi-5 Rix4446.
Penggunaan organisme eukaryota pada pengekspresian protein tersebut karena dengan
diproduksi pada sel insecta maka akan menghasilkan vaksin dengan imun respon
humoral yang lebih baik dan lebih tinggi serta jumlah yang lebih banyak.(Deschuyteneer
et al., 2010)
Human Papilloma Virus (HPV) (Rekombinan) merupakan rangkaian yang
dimodifikasi dengan 3-monophosphoryl lipid A (MPL) yang telah dihilangkan kadar
keasamannya ditambah adjuvant (zat yang dapat meningkatkan respon kekebalan tubuh
terhadap antigen) aluminum [AS(04)].
2.3 Proses Produksi Cervarix
Pembuatan vaksin ini menggunakan prinsip pengekspresian gen L1 menjadi
Kapsid yang kosong (Virus Like Partikel). Di mana telah kita ketahui L1 berfungsi
dalam membentuk kapsid dari HPV16.
SKEMA PEMBUATAN VAKSIN
HPV-16 L1 cDNA diisolasi terlebih dahulu dari virus HPV. Gen L1 ini
diamplifikasi dengan PCR dengan primer 5’-
CCACATGTCTCTTTGGCTGCCTAGCG-3’ dan 5’-
GCGGCCGCTCGAGTTACAGCTTACG TTTTT TGC-3’. Gen L1 kemudian
disisipkan pada vektor klonning pGEM-T yang dimasukkan ke bakteri E.coli untuk
memastikan protein yang diisolasi sudah benar. Kemudian gen disisipkan pada vektor
ekspresi Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) (salah satu jenis dari
vektor baculovirus) dengan enzim restriksi AfI1 dan NotI. Kemudian setelah vektor
tersisipi oleh gen L1, vector baculovirus dimasukkan ke dalam sel insekta yaitu
Trichoplusia ni yakni pada sel Hi-5 Rix4446. Setelah menginfeksi sel serangga, salah
satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang akan
terakumulasi dalam jumlah sangat besar didalam nuclei sel-sel serangga yang diinfeksi
karena gen tersebut mempunyai promoter yang sangat aktif. Promoter ini dapat
digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yaitu gen L1 yang diklon ke dalam
genom baculovirus sehingga akan diperoleh produk protein L1 yang sangat banyak
jumlahnya di dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi. Selanjutnya dilakukan
ekstraksi untuk mengeluarkan protein L1 yang sudah diekspresikan. Protein ini akan
menjadi VLP (Virus Like Partikel) yang berupa kapsid virus kosong dimana didalamnya
tidak terdapat materi genetik virus.
- Konstruksi vector ekspresi baculovirus
Gen L1 dikloning ke dalam vektor pGEM-T (Promega), dicerna dengan Not I,
diperlakukan dengan alkali fosfatase. Untuk vektor ekspresi digunakan vektor
Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) Baculovirus Ekspresi
System Setelah itu dilakukan inkubasi selama 72 jam pada suhu 280C.
- Perlakuan pada Serangga
Organisme yang digunakan adalah Trichoplusia ni yang merupakan organisme
eukariot. Dalam proses pembuatan, fifth-instar Trichoplusia ni disuntik dengan
baculoviruses rekombinan dekat proleg (depan rongga tubuh). Kemudian mereka
dikumpulkan, segera dibekukan dan disismpan pada -200C sampai selesai proses.
- Western Blot dan Analisis Pewarnaan Coomassie
T. ni dihomogenasi dalam buffer fosfat saline 0,5 M NaCl, pH 7,4 (PBS-HS) dan
disonikasi selama 20 detik. Setelah disentrifugasi pada 20000 g selama 5 menit,
supernatan dianggap larut. Protein dipisahkan pada 10% SDS (b/v) gel
poliakrilamida (SDS-PAGE) dan diwarnai dengan Coomassie Brilliant Blue G-250
(BioRad) atau ditransfer ke membran nitroselulosa (Hybond C, GE Healthcare).
Membran diblokir semalam dalam PBS dengan 0,1% (v / v) Tween 20 (PBS-T) dan
4% susu skim (PBS-TM), dan diinkubasi selama 1 jam dengan antibodi primer, Cam
Vir-1 (Abcam) diencerkan 1:25000 dalam PBS-TM. Setelah dicuci dalam PBS-T,
membran diinkubasi selama 1 jam dengan peroxidase conjugated rabbit antimouse
IgG (Sigma) diencerkan 1:25000 dalam PBS-TM. Setelah pencucian, sinyal spesifik
dideteksi menggunakan sistem ECL Lanjutan (GE Healthcare) sesuai dengan
instruksi.
- ELISA Quantification of HPV-16 L1 Protein
Sampel diresuspensi dalam 10 vol (b / v) dari PBS-HS, disonikasi selama 10 s, dan
disentrifugasi pada 20000 g selama 5 menit pada 4 º C untuk menghilangkan
serpihan sel. Sampel diinkubasi dalam 96 sumur polivinil klorida mikro plate
(Costar, Corning) semalam pada 4 º C. Sumur-sumur tersebut diblok dengan PBS-
TM 1% susu skim selama 1 jam pada RT, dicuci tiga kali dengan PBS-T dan
diinkubasi dengan anti-L1 H16.V5 mAb pada 1:500 dalam PBS-TM (1 jam pada 37 º
C). Sumur dicuci tiga kali dengan PBS-T dan diinkubasi dengan pengenceran 1:1500
rabbit anti-mouse IgG peroxidase conjugate dalam PBS-TM (1 jam pada 37 º C).
Setelah tiga pencucian dengan PBS-T, lempeng dikembangkan dengan ABTS [2, 2'-
azino-bis (3-ethylbenzthiazoline-6- sulfonat) Asam] (Roche). Reaksi dibaca pada
405 nm dalam lempeng mikrotiter reader. Standar kurva untuk menghitung jumlah
protein rekombinan dengan H16.V5 mAb dibuat oleh pemurnian lempeng produksi
VLPs dalam sel serangga oleh infeksi baculovirus. VLPs digunakan dalam kisaran
30-150 ng per sumur diencerkan dalam 100 mM PBS pH 7,4 penyangga. Ekstrak
Larva mengandung protein L1 diencerkan (1:1000 untuk 1:8000) untuk
menyesuaikan dengan rentang linier dari standar.
2.4 Pemurnian Vaksin Cervarix
Untuk mendapatkan vaksin HPV (pemurnian / purifikasi) dilakukan dengan
beberapa cara, sesuai dengan sumber atau vector penghasil vaksinnya anntara lain
(Perez-Filgueira et al., 2006) :
Sel Serangga
Proses pemurnian vaksin HPV yang diperoleh dari sel serangga dilakukan dengan
cara:
Sel serangga yang masih dalam tahap berkembang diberikan 50 mg / mL gentamisin,
50 unit / MLE penisilin dan 50 mg / mL streptomisin. masukkan dalam labu ukur
75ml Kemudian pellet yang dihasilkan disentrifugasi dalam 1000g selama 5 menit.
500 mg pellet yang telah terinfeksi sel serangga diresuspensi dalam 8 mL PBS-HS
dan disonikasi selama 2 menit. Sel-sel yang sudah resisten atau terekombinan
terhadap antibiotik tersebut, pelletnya disentrifugasi pada 1000 g selama 5 menit.
Sedangkan untuk ekstrak dilakukan dengan penambahan sukrosa 40% dan
disentrifugasi dalam rotor ayun (Kontron TST4114) selama 2 jam pada 140000 g
pada 40 C. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dalam CsCl pada larutan PBS-HS dan
disentrifugasi selama 20 jam pada 260.000 g dalam ember berayun rotor pada 100 C.
Fraksi yang dihasilkan diukur dengan refraktometer.
Larva
Untuk mengekstraksi vaksin HPV dari larva, dilakukan dengan cara:
500mg larva ditambahkan dengan 8mL PBS-HS kemudian dihomogenisasi dengan
blender dan disonikasi selama 2 menit. Selanjutnya disentrifugasi dalam 20000gr
selama 5 menit pada suhu 4 derajat celcius. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan
dengan sukrosa 40%. Proses selanjutnya dilakukan sama seperti pemurnian vaksin
HPV pada sel serangga.
Mikroskop elektron dan pelabelan immunoglobulin
Sampel fraksi dinyatakan positif apabila dalam gradient CsCl yang didialisis dengan
PBS-HS mengambang pada filter (ukuran pori 0.2 um, Millipore). Sehingga sampel
harus ditempatkan ke grid tembaga yang berlapis karbon (ukuran 400 jala), ditutupi
dengan membran Formvar dan diwarnai dengan uranil asetat 1% selama 1 menit.
Sampel diperiksa di bawah Zeiss EM 910 Transmisi Mikroskop Elektron (TEM)
yang beroperasi pada 60 dan 80 kV.
Analisis perakitan L1 dengan pengendapan sukrosa
Untuk mengidentifikasi bentuk perakitan dari L1, ekstrak yang larut dari sel serangga
dan larva disiapkan untuk keperluan Blotting Barat. Sampel dimasukkan ke dalam
gradient yang berupa sukrosa. Setelah 2 jam sampel disentrifugasi pada 150.000 g
dalam ember rotor berayun, ditentukan densitasnya dengan refraktometri dan
dianalisis dengan ELISA Vir-1 Antibodi Cam (Abcam). Hasil sedimentasi L1
dikalibrasi dengan katalase hati sapi sebagai penandanya. Sapi tersebut diimunisasi
secara injeksi intraperitoneal dengan CsCl dari larva yang telah dimurnikan
(menggunakan Adjuvant Freund lengkap). Serum yang dihasilkan selanjutnya
dititrasi dengan VLPs yang telah dimurnikan (Gardasil, Merck) dengan ELISA di
piring microtitre pada 40 C dan diencerkan dengan PBS (pH 7,4). Tahapan yang
terakhir dilakukan adalah piring diinkubasi selama 1 jam pada 370 C dengan anti-IgG
dari kambing (antibodi horseradish peroksidase yang terkonjugasi). Tahap pencucian
dalam analisis perakitan L1 ini harus dilakukan setiap langkah ketika menggunakan
PBS-T. Sehingga bisa didapatkan absorbansi pada panjang gelombang 405 nm yang
diukur dengan pembacaan plat pada mikrotiter. Titer antibodi dinyatakan sebagai
pengenceran serum tertinggi yang dapat menghasilkan dua kali absorbansi yang
merata untuk serum pra-imun.
2.5 Bentuk Sediaan Cervarix
Vaksin ini diberikan dengan cara intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk
Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6
(Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin
ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai
efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan
tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster.
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang menyerang organ genitalis biasanya
ditularkan melalui hubungan seksual dan, dan imunisasi siberikan untuk melakukan
perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus
tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita sebelum puber dan usia
remaja. Hal ini disebabkan pada usia – usia tersebut dimulainya aktivitas seksual
seseorang.
Sebaiknya vaksiniasi secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 – 12 dengan
dosis pemberian. Serial vaksin bisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9 tahun. Selain
itu vaksin juga direkomendasikan untuk diberikan pada umur 13 – 26 tahun yang tidak
mendapat pengulangan vaksin atau tidak mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya
vaksin diberikan sebelum usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan
memasuki usia seksual aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut bisa
merasakan keuntungan dari pemberian vaksin. Selain itu apabila vaksin siberikan pada
usia tersebut, respons kekebalan tubuh yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan
bila diberikan setelah pubertas. Vaksin dikocok lebih dahulu sebelum dipakai dan
diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid).
BAB 3. KESIMPULAN
Dari penjelasan pada Bab sebelumnya, dapat ditulis beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
3.1 Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan pavovavirus yang
merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik.
3.2 Cervarix adalah formulasi bivalen cair dari recombinant (rangkaian yang
dimodifikasi) human papillomavirus (HPV) tipe 11 dan partikel 16 L1 yang
menyerupai virus (VLPs).
3.3 Cervarix dibuat dari protein L1 rekombinan, diekspresikan pada serangga
melalui baculovirus rekombinan.
3.4 Vaksin Cervarix diberikan dengan cara intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali,
produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6.
DAFTAR PUSTAKA
Deschuyteneer, M., Elouahabi, A., Plainchamp, D., Plisnier, M., Soete, D., Corazza, Y.,
Lockman, L., Giannini, S., & Deschamps, M. 2010. Molecular and structural
characterization of the L1 virus-like particles that are used as vaccine antigens in
CervarixTM, the AS04-adjuvanted HPV-16 and -18 cervical cancer vaccine.
Landes Bioscience, 6(5): 407–419.
Fernández San Millán, A., Gómez Sebastián, S., Núñez, M. C., Veramendi, J., &
Escribano, J. M. 2010. Human papillomavirus-like particles vaccine efficiently
produced in a non-fermentative system based on insect larva. Retrieved from
http://digital.csic.es/handle/10261/48483
Gondo, Harry Kurniawan. Vaksin dan Human Papiloma Virus (HPV) untuk Pencegahan
Kanker Serviks Uteri. Surabaya : Fakultas Kedokteran wijaya Kususma
Perez-Filgueira, D. M., Gonzalez-Camacho, F., Gallardo, C., Resino-Talavan, P.,
Blanco, E.,Gomez-Casado,E., Alonso, C., and Escribano, J. M. 2006.
Optimization and Validation of recombinant serological tests for African Swine
Fever diagnosis based On detection of th p30 protein produced in Trichoplusia ni
larvae. J"Clin"Microbiol 44(9), 3114A21.
Perez-Filgueira, D. M., Resino-Talavan,P., Cubillos, C., Angulo, I., Barderas, M. G.,
Barcena, J., And Escribano, J.(M. (2007). Development of a low cost, insect larvae
derived Recombinant subunit vaccine against RHDV. Virology 364(2), 422A30.
Purnadanti, Sinta. 2012. Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFPpada Sel HeLa.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Program Studi Biologi Universitas Indonesia =
San Millán, A. F.-, Sebastián, S. G., Nuñez, M. C., Veramendi, J., & Escribano, J. M.
2009. Human papillomavirus like particles vaccine efficiently produced in a non-
fermentative system based on insect larva. Instituto de Agrobiotecnología
(Universidad Pública de Navarra-CSICGobierno de Navarra), Campus
Arrosadía, 31006 Pamplona, Spain.