1 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
HUBUNGAN PENANGANAN OKSIGENASI PASIEN GAWAT DENGAN
PENINGKATAN KESADARAN KUANTITATIF PADA PASIEN
CEDERA OTAK SEDANG DI IGD RSUD
DR ABDOER RAHEM SITUBONDO
Desty Yurita Ratnasari1, Cipto Susilo2, M. Ali Hamid3
Program S1Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
1. Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember [email protected]
2. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember [email protected]
3. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
[email protected]@yahoo.com
ABSTRAK
Introduksi.Penanganan oksigenasi merupakan penanganan yang dilakukan pada pasien gawat
dengan cedera otak sedang. Penanganan oksigenasi yang adekuat dapat mempengaruhi
peningkatan pada kesadaran kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan penanganan
oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan kesadaran kuantitatif pada pasien cedera otak
sedang di IGD RSUDdr. Abdoer Rahem Situbondo
Metode.Desain penelitiannya adalah Cross Sectional. Penelitian dimulai pada 24 Juni 2015 –04
Juli 2015 di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo. Samplingnya adalah Consecutive Sampling
dengan jumlah populasi 31 dan sampel sebanyak 27 pasien cedera otak sedang. Penelitian ini
menggunakan lembar observasi oksigenasi pada pasien cedera otak sedang. untuk mengukur
peningkatan kesadaran kuantitatif pada pasien cedera otak sedang.
Result.Analisis bivariat menggunakan uji spearmanrank test dengan hasil P Value = 0,022
artinya ada hubungan antara penanganan oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan kesadaran
kuantitatif pada pasien cedera otak sedang. Kekuatan korelasi dapat dilihat melaui nilai r yaitu
0,439 yang berarti kekuatan hubungan antar variabel adalah sedang.
Diskusi.Pasien cedera otak sedang di IGD rumah sakit ini sebagian besar diberikan penanganan
oksigenasi yang bertekanan 6 liter per menit.
Kata kunci: Oksigenasi, Kesadaran Kuantitatif, Cedera Otak Sedang
ABSTRAK
Introduction.Oxygenation treatment is an intervention for clinical patients of patients with
moderate brain injury. Giving an adequate oxygenation treatment can be influence the
increasing of quantitative awareness. The purpose of this research is to identify the correlation
between oxygenation treatment in clinical patients with the increasing of quantitative awareness
in patients with moderate brain injury in Emergency Room of RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo.
2 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
Methode.This design of this research is Cross Sectional. The sampling technique is Consecutive
Sampling with 31 population and 27 samples of patients moderate brain injury. This research
uses observation sheets of patients moderate brain injury to measure quantitative awareness in
patients of moderate brain injury.
Result.Bivariate analysis uses spearman test with the result P Value 0,022 that means there is a
correlation between oxygenation treatment in clinical patients with the increasing of quantitative
awareness in patients with moderate brain injury. The power of the correlation can see by R
value 0,439 that means the power of the variable correlation is moderate..
Discussion.Patients in emergency room of this hospital majority given oxygenation treatment
pressurize 6 liters per minute.
Keywords: Oxygenation, Quantitative Awareness, Moderate Brain Injury
Bibliography 30 (2005-2014)
PENDAHULUAN
Cedera otak sering terjadi karena
trauma mekanik pada kepala yang terjadi
baik secara langsung atau tidak langsung
yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, bersifat tempoer atau
permanen (Nasution, 2014). Cedera kepala
sudah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat di seluruh negara dan lebih dari
dua per tiga dialami oleh negara
berkembang (Riyadina dan Suhardi, 2009).
Indonesia merupakan Negara berkembang
yang masih memiiki angka kejadian
kecelakaan yang tinggi (Krisandi, 2013)
Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2007, cedera kepala
merupakan penyakit terbanyak ke-5 pada
pasien rawat inap (2,18%) dan penyakit
terbanyak ke-7 yang dapat menyebabkan
kematian (2,99%).
Menurut Data Korps Lalu Lintas
Kepolisian Republik Indonesia pada tahun
2010, lebih dari 4900 korban meninggal
akibat kasus cedera otak. Cedera otak pada
laki-laki lebih sering terjadi daripada cedera
kepala pada wanita.
Data pasien cedera kepala di RSUD
dr. Abdoer Rahem Situbondo cedera otak
pada tahun 2013 sebanyak 364 dan
mengalami peningkatan pada tahun 2014
sebanyak 392 (Rekam medik RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo, 2015). Data
pasien cedera otak di RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo cedera kepala pada bulan
maret-mei sebanyak 122 (Rekam medik
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo).
Cedera otak merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibat perdarahan pada kepala
disertai dengan kekurangan suplai oksigen
(Irwana, 2009).
Penanganan cedera otak yang benar
dan tepat akan mempengaruhi keadaan pada
pasien. Proteksi otak yakni tindakan utama
yang dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan sel-sel otak yang
diakibatkan oleh keadaan iskemia. Metode
dasar dalam melakukan proteksi otak
tersebut dengan cara membebaskan jalan
3 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
nafas dan pemberian oksigenasi yang
adekuat (Safrizal, 2013).
Untuk mengetahui tingkat keparahan
cedera otak terdapat berbagai cara penilaian
prognosis trauma kepala yakni diantaranya
adalah dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) (Widiyanto, 2007). GCS
merupakan instrumen standar yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat
kesadaran pasien trauma kepala. GCS
merupakan salah satu komponen yang
digunakan sebagai acuan pengobatan dan
dasar pembuatan keputusan klinis umum
untuk klien (Nurfaise, 2012).
Selain mudah dilakukan, GCS juga
memiliki peranan penting dalam
memprediksi risiko kematian di awal
trauma. Dari GCS dapat diperoleh infomasi
yang efektif mengenai pasien trauma kepala,
kemampuan GCS dalam menentukan
kondisi klien (Nurfaise, 2012).
Pada cedera otak sangat penting yakni
pengelolaan ventilasi dan hipovolemia yang
berperan dalam menimbulkan kerusakan
otak sekunder yang bisa dicegah. Penyebab
kecacatan atau kematian yang dapat dicegah
antara lain adalah keterlambatan resusitasi
atas hipoksia (Satyanegara, 2014).
Berdasarkan fenomena yang telah
ditemukan maka peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan penanganan oksigenasi
pasien gawat dengan peningkatan kesadaran
kuantitatif pada pasien cedera otak sedang di
igd RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.
MATERIAL DAN METODE
Desain penelitian ini menggunakan
Deskriptif Korelasi dengan pendekatan
Cross Sectional yang dilakukan di IGD
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo pada
tanggal 21 Juni - 04 Juli 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah orang tua anak
retardasi mental yang berjumlah 43 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien
cedera otak sedang yang berada di IGD
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo yang
berjumlah 27 orang. Teknik sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah
consecutive Sampling.
Kriteria inklusi penelitian adalah
berjenis kelamin laki-laki/perempuan,
Pasien cedera otak sedang yang diberikan
terapi oksigenasi dalam 5-8 liter per menit
selama di UGD. Kriteria eksklusi adalah
Penderita cedera otak dengan penyakit
penyerta (HIV AIDS, diabetes melitus),
Pasien yang menolak untuk dijadikan
responden. Pengumpulan data menggunakan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah lembar observasi check list..
Pengolahan data bivariat penelitian
menggunakan uji Spearman Rank dengan
tingkat signifikan 5% (0,05).
4 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
HASIL PENELITIAN
Analisa Data Umum
1. Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Jenis Kelamin Responden di
IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo pada Bulan Juni-Juli
2015 dengan n=27
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan
bahwa dari 27 responden diperoleh data
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 19 responden (70,4 %).
2. Usia
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Usia Responden di IGD RSUD
dr. Abdoer Rahem Situbondo
pada Bulan Juni- Juli 2015
dengan n=27.
Dari tabel 5.2 menunjukkan
bahwajumlah terbanyak usia responden pada
rentang usia 21– 35 tahun sejumlah 9
responden (33,3 %),
3. Pekerjaan
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pekerjaan Responden di IGD
RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo pada Bulan Juni – Juli
2015 dengan n=27.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa
pekerjaan dengan jumlah terbesar atau
tertinggiadalah wiraswastadengan jumlah 16
responden (59,3%).
A. Data Khusus
Data khusus dalam penelitian ini
menjelaskan tentang hubungan penanganan
oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan
kesadaran kuantitatif pada pasien cedera
otak sedang di IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo yang kemudian dijelaskan
dalam bentuk tabel yang berisi tentang
frekuensi tiap variable dan uji korelasi
spearman.
1. Penanganan Oksigenasi
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penanganan
Oksigenasi Pasien Gawat pada
Pasien Cedera Otak Sedang di
IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo pada Bulan Juni-Juli
2015 dengan n=27.
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(%)
Laki-Laki 19 70,4
Perempuan 8 29,6
Total 27 100
Usia Jumlah Presentase (%)
<10 tahun
11 – 20 tahun
4
3
14,8
11,1
21 – 35 tahun 9 33,3
36 – 50 tahun 6 22,2
>50 tahun 5 18,5
Total 27 100
Pekerjaan Jumlah Persentase
(%)
Pegawai Negeri 3 11,1
Wiraswasta 16 59,3
Lain-lain 8 29,6
Total 27 100
Penanganan
Oksigenasi
Jumlah Persentase
5 Lpm 3 11,1
6 Lpm 15 55,6
8 Lpm 9 33,3
Total 27 100,0
5 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan bahwa penanganan oksigenasi
pasien gawat pada pasien cedera otak sedang
dengan jumlah tertinggi 6 Lpm yakni 15
responden (55,6%).
2. Peningkatan kesadaran kuantitatif
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Peningkatan
Kesadaran Kuantitatif pada
Pasien Cedera Otak Sedang di
IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo pada Bulan Juni-Juli
2015 dengan n=27.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan
bahwa peningkatan kesadaran kuantitatif
dengan jumlah terbanyak ada pada
peningkatan kesadaran kuantitatif 1
sejumlah 9 responden (33,3%).
3. Hubungan Penanganan Oksigenasi
Pasien Gawat Dengan Peningkatan
Kesadaran Kuantitatif Pada Pasien
Cedera Otak Sedang.
Tabel 5.6 Hubungan Penanganan Oksigenasi
Pasien Gawat Dengan
Peningkatan Kesadaran
Kuantitatif Pada Pasien Cedera
Otak Sedang di IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo pada
Bulan Juni-Juli 2015 dengan
n=27.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan
bahwa derajat kemaknaanpvalue< α (0.022
< 0.05). Dengan demikian H1 diterima yang
berarti ada hubungan antara penanganan
oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan
kesadaran kuantitatif pada pasien cedera
otak sedang di IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo.Kekuatan korelasi dapat
dilihat melalui nilai r yaitu sebesar 0,439.
Arah korelasi pada hasil penelitian ini
adalah positif (+).
PEMBAHASAN
A. Interpretasi dan diskusi hasil
1. Penanganan Oksigenasi Pasien
Gawat
Penelitian yang telah dilakukan
di IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo diperoleh jumlah
responden sebanyak 27. Berdasarkan
tabel 5.4 menunjukkan hasil
penanganan oksigenasi pasien gawat
dengan cedera otak sedang di IGD
RSUD dr. Abdoer Rahem Sitbondo
memiliki kriteria penanganan
Peningkatan
Kesadaran
Kuantitatif
Jumlah Persentase
Peningkatan 2 7 25,9 %
Peningkatan1 9 33,3 %
Tetap 6 22,2 %
Penurunan 1 2 7,4 %
Penurunan 5 1 3,7 %
Penurunan 6 2 7,4 %
Total 27 100 %
Penanganan
Oksigenasi
Peningkatan
Kesadaran
Kuantitatif
Penanganan
Oksigenasi
Correlation
Coefficient
Sig (2-
tailed)
N
1.000
27
.439
.022
27
Peningkatan
Kesadaran
Kuantitatif
Correlation
Coefficient
Sig (2-
tailed)
N
.439
.022
27
1.000
27
6 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
oksigenasi dengan nilai tertinggi
pada penanganan oksigenasi 6 Lpm
berjumlah 15 responden (55,6%)
Penanganan oksigenasi adalah
salah satu dari terapi pernapasan
dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat (Andarmoyo
2012). Penanganan oksigenasi adalah
memasukkan oksigen tambahan dari
luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan
alat sesuai kebutuhan (Dep.Kes. RI,
2005 dalam Suciati 2010).
Apabila PaO2 berada dalam
kadar yang terlalu rendah, maka hal
tesebut akan menimbulkan
terjadinya hipoksia yang mana hal
tersebut dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak
yang akan diikuti oleh peningkatan
laju aliran darah ke otak meningkat
sehingga kondisi tersebut akan
mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial
(Hendrizal, 2012)
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Chang dkk, 2009; Narotam
dkk, 2009; Spiotta dkk, 2010;
dimana mereka berkesimpulan
bahwa oksigenasi jaringan otak
sangat berhubungan dengan
beberapa parameter outcome dan
prognosa pasien. Penerapan terapi
intervensi untuk tetap menjaga
oksigenasi jaringan otak diatas
ambang tertentu dapat memperbaiki
angka mortalitas dan outcome
neurologis pada pasien-pasien
cedera otak. Stiefel dkk (2005)
melaporkan bahwa angka kematian
lebih tinggi pada pasien dengan
oksigenasi jaringan otak yang
rendah. Beberapa penelitian lain
melaporkan bahwa hipoksia
jaringan otak dibawah 10 mm Hg
berhubungan dengan outcome yang
buruk setelah cedera otak (Bardt
dkk, 1998; Kiening dkk, 1997). Van
den Brink dkk (2000) melaporkan
bahwa angka kematian lebih dari
50% pada pasien dengan oksigenasi
jaringan otak kurang dari 10 mm Hg
selama 30 menit.
Peneliti berasumsi bahwa pada
pasien cedera otak penting menjaga
kadar PaO2 dalam batas normal.
Pemberian oksigen disesuaikan
dengan kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan pasien. Dalam beberapa
kepustakaan disebutkan bahwa
sebaiknya kita menjaga PaO2 secara
adekuat. Metode dasar dalam
melakukan proteksi otak adalah
dengan cara membebaskan jalan
nafas dan oksigenasi yang adekuat.
Cedera otak primer terjadi saat
benturan dan termasuk cedera
seperti kontusio batang otak dan
hemisfer, diffuse axonal injury dan
laserasi kortikal. Cedara otak
sekunder terjadi beberapa saat
setelah terjadinya benturan dan
biasanya dapat dicegah. Penyebab
utama terjadinya cedera otak
sekunder adalah hipoksia,
peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan perfusi darah ke
otak. Pencegahan terjadinya cedera
otak sekunder pada kasus cedera
otak dapat memperbaiki outcome
7 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
yang berbeda antara hidup atau
meninggal.
2. Peningkatan Kesadaran
Kuantitatif Pada Pasien Cedera
Otak Sedang
Berdasarkan hasil analisa
peningkatan kesadaran kuantitatif
pasien cedera otak sedang
didapatkan nilai tertinggi
peningkatan kesadaran kuantitatif 1
berjumlah 9 responden (33%)
sedangkan nilai terendah yakni
penurunan kesadaran kuantitatif 5
berjumlah 1 responden (3,7%).
Istilah kesadaran mengandung
dua komponen fisiologi yaitu isi
kesadaran dan keadaan bangun,
berbagai penyakit dimana berbagai
penyakit atau gangguan otak dapat
mempengaruhi tiap komponen
tersebut secara sendiri-sendiri dan
saling berbeda (Satyanegara, 2014).
Kesadaran kuantitatif dengan
menggunakan kesadaran kuantitatif
merupakan salah satu komponen
yang digunakan sebagai acuan
pengobatan, dan dasar pembuatan
keputusan klinis umum untuk
kondisi pasien (Irawan, 2010).
Penilaian GCS bergantung pada
respon serebrum terhadap
rangsangan aferen. Variasi dari nilai
GCS disebabkan oleh gangguan
fungsi serebrum atau gangguan di
batang otak yang mempengaruhi
jalannya rangsangan ke hemisfer
serebrum. Penilaian GCS saat pasien
trauma otak masuk rumah sakit dapat
memprediksi tingkat disabilitas
pasien tersebut saat keluar dari
rumah sakit (Irawan, 2010).
Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dan usia
diketahui sebagian besar adalah laki-
laki dimana sebagian besar 19
responden (70,4%) dan usia antara
21 – 35 tahun berjumlah 9
responden (33,3%). Hal ini berkaitan
dengan penelitian (Indhiarty, 2007)
yang mengatakan bahwa tampak
mayoritas penderita adalah laki-laki
hal dengan rata-rata usia 23 tahun
keatas hal ini mungkin erat kaitannya
dengan tingkat aktifitas yang lebih
tinggi. Angka kejadian cedera otak
pada laki-laki 58% lebih banyak
dibandingkan perempuan. Ini
diakibatkan karena mobilitas yang
tinggi di kalangan usia produktif
sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah
disamping penanganan pertama yang
belum benar benar rujukan yang
terlambat (Smeltzer & Bare, 2002).
Peneliti berpendapat bahwa pada
penderita cedera otak sedang di IGD
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo
sebagian besar pada rentang usia 21
– 35 tahun dimana pada rentang usia
tersebut adalah rentang usia
produktif hal ini cenderung terjadi
dikarenakan aktifitas yang tinggi.
Pada penilaian kesadaran kuantitatif
pasien cedera otak sedang yang
mengalami peningkatan kesadaran
kuantitatif 1 dengan jumlah tertinggi
9 responden (33,3%). Hal tersebut
bergantung pada respon serebrum
terhadap rangsangan aferen.
8 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
Gangguan fungsi serebrum atau
gangguan di batang otak yang
mempengaruhi jalannya rangsangan
ke hemisfer serebrum lebih banyak.
3. Hubungan Penanganan
Oksigenasi Pasien Gawat Dengan
Peningkatan Pasien Cedera Otak
Sedang
Berdasarkan uji spearman rho
dengan menggunanakan SPSS dapat
dilihat bahwa hasil penelitian
hubungan penanganan oksigenasi
pasien gawat dengan peningkatan
kesadaran kuantitatif pada pasien
cedera otak sedang di IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo
menunjukkan hubungan yang positif
(+). Hal ini dibuktikan dengan
interpretasi nilai r sebesar 0,439 dan
nilai r tersebut diinterpretasikan
memiliki hubungan yang sedang
yang artinya semakin baik
penanganan oksigenasi maka
semakin tinggi pula peningkatan
kesadaran kuantitatif pada pasien
cedera otak sedang di IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo tersebut.
Hasil ini dapat dibuktikan dengan
hasil analisa yang dilakukan oleh
peneliti didapatkan bahwa pasien
cedera otak sedang di IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo pada
penanganan oksigenasi nilai tertinggi
pada penanganan oksigenasi 6 Lpm
15 responden (55,6%). Sedangkan
pada peningkatan pasien cedera
kepala sedang didapatkan nilai
tertinggi peningkatan kesadaran
kuantitatif 1 sebanyak 9 responden
(33%) sedangkan nilai terendah
yakni penurunan kesadaran
kuantitatif 5 sebanyak 1 responden
(3,7%).
Penanganan oksigen adalah salah
satu dari terapi pernapasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan
yang adekuat (Andarmoyo 2012).
Penanganan oksigenasi adalah
memasukkan oksigen tambahan dari
luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan
alat sesuai kebutuhan (Dep.Kes. RI,
2005 dalam Suciati 2010).
Apabila PaO2 berada dalam
kadar yang terlalu rendah, maka akan
menimbulkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah otak yang akan diikuti oleh
peningkatan laju aliran darah ke
otak, dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial
(Hendrizal, 2012).
Hal yang berperan dalam
metabolisme otak agar tetap berjalan
normal adalah kecukupan oksigen.
Oleh karena itu metabolisme otak
tergantung pada aliran darah yang
optimal. Dalam keadaan emergensi
dan kritis akan terjadi kegagalan
sistem autoregulasi pembuluh darah
serebral. Karena aliran darah otak
(CBF) merupakan hasil pembagian
tekanan perfusi ke otak (CPP)
dengan tahanan pembuluh darah
serebral (CVR), maka pada
kegagalan sistem autoregulasi sangat
tergantung pada CPP. CPPadalah
jumlah aliran darah dari sirkulasi
sistemik yang diperlukan untuk
memberi oksigen dan glukosa yang
9 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
adekuat. CPP dihasilkan dari tekanan
arteri sistemik rata-rata dikurangi
tekanan intrakranial, dengan rumus
CPP=MAP–ICP (Sunardi,2012).
Pada keadaan emergensi
neurologi seperti infeksi atau trauma
kapitis akan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) akibat
adanya edema otak. Tekanan
intrakranial normal adalah < 10
mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4
untuk mmHg ke cmH2O). Dianggap
meningkat bila >20-25 mmHg. Oleh
karena CPP merupakan selisih dari
mean arterial pressure (MAP)
dengan TIK (Sunardi, 2012).
Istilah kesadaran mengandung
dua komponen fisiologi yaitu isi
kesadaran dan keadaan bangun,
berbagai penyakit dimana berbagai
penyakit atau gangguan otak dapat
mempengaruhi tiap komponen
tersebut secara sendiri-sendiri dan
saling berbeda (Satyanegara, 2014).
Kesadaran kuantitatif dengan
menggunakan GCSmerupakan salah
satu komponen yang digunakan
sebagai acuan pengobatan dan dasar
pembuatan keputusan klinis umum
untuk kondisi pasien (Irawan, 2010).
Peneliti berpendapat bahwa
responden setelah diberikan
penanganan oksigenasi mengalami
peningkatan kesadaran kuantitatif
dari pada sebelum diberikan
penanganan oksigenasi. Pada pasien
cedera otak sedang penting menjaga
kadar PaO2 dalam batas normal.
Pemberian oksigen disesuaikan
dengan kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan pasien. Otak mempunyai
tingkat metabolisme yang tinggi.
Oksigen dperlukan untuk
metabolisme otak. Pada saat
terjadinya perubahan PaO2 dan
PaCO2, maka laju aliran darah ke
otak juga akan berubah. Pada PaCO2
yang tinggi dan PaO2 yang rendah
akan terjadi vasodilatasi pembuluh-
pembuluh darah intrakranial,
sehingga akan meningkatkan laju
aliran darah ke otak, yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Bila terjadi PaCO2 yang
rendah dan PaO2 yang tinggi akan
menyebabkan laju aliran darah ke
otak berkurang. Salah satu hal yang
penting dalam TIK adalah tekanan
perfusi serebral/cerebral perfusion
pressure (CPP). Dalam beberapa
kepustakaan disebutkan bahwa
sebaiknya kita menjaga PaO2 secara
adekuat dikarenakan setelah
diberikan penanganan oksigenasi
pada pasien cedera otak sedang
tersebut mempunyai kualitas
peningkatan kesadaran kuantitatif
yang cenderung meningkat dimana
ada perbedaan antara sebelum
dilakukan penanganan oksigenasi
dan setelah dilakukannya
penanganan oksigenasi sehingga
dapat meminimalisir resiko ke
kondisi keadaan pasien cedera otak
sedang di IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo ke keadaan yang
lebih buruk.
10 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penanganan oksigenasi pada pasien
cedera otak sedang di IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo diperoleh hasil
penanganan oksigenasi dengan nilai
tertinggi 6 Lpm sejumlah 15 responden
(55,6%). Peningkatan kesadaran
kuantitatif oksigenasi pasien cedera otak
sedang di IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo diperoleh hasil nilai tertinggi
pada peningkatan kesadaran kuantitatif 1
berjumlah 9 responden (33,3%). Ada
hubungan penanganan oksigenasi pasien
gawat dengan peningkatan kesadaran
kuantitatif pada pasien cedera otak
sedang di IGD RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo.
B. Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan,
disarankan kepada :
1. Institusi Kesehatan
Diharapkan skripsi ini bisa menjadi
masukan dan sebagai tambahan
referensi untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan yang diberikan
kepada penderita cedera otak sedang.
2. Institusi Pendidikan
Diharapkan pada mahasiswa setelah
membaca skripsi ini dapat berfikir
lebih kritis dan dapat mengambil
manfaat sebagai penambah wawasan
ilmu pengetahuan dalam bidang
kesehatan khususnya dalam area
keperawatan yang berkaitan dengan
hubungan penanganan oksigenasi
pasien gawat dengan peningkatan
kesadaran kuantitatif pada pasien
cedera otak sedangdi IGD RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo dapat di
peroleh manfaat guna peningkatan
ilmu kesehatan dan dunia kesehatan.
3. Perawat
Diharapkan dapat terus meningkatkan
pengalaman dan kualitas dalam
memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera otak serta dapat
membantu mengevaluasi dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan bagi pasien dengan
cedera otak.
4. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan informasi dan menambah
sumber informasi untuk melakukan
penelitian selanjutnya. Disarankan
juga untuk melakukan penelitian
kesadaran kuantitatif maupun
kesadaran kualitatif serta untuk
menambah jumlah sampel yang lebih
banyak dan melakukan uji normalitas
pada instrumen penelitian, selain itu
dapat dilakukan penelitian lanjutan
dengan desain penelitian kualitatif.
5. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan
dan pengalaman serta berusaha
memberikan informasi tentang
penanganan oksigenasi pasien gawat
dengan peningkatan kesadaran
kuantitatif pada pasien cedera otak
sedang di IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo.
REFERENSI
Andarmoyo. (2012). Kebutuhan Dasar
Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta :
Graha Ilmu.
11 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
Arifin, dr Sp.Bs dan Risdianto A. (2009).
Cedera Kepala, Jakarta : Sagung
Seto.
Caton & Michelle. (2010). Assessing The
Neurological Status Of Patients With
Head Injuries. Glascow Coma Scale
(GCS).
Dewi, Sofia R dan Sasmiyanto. Panduan
Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Tidak Dipublikasikan.
Universitas Muhammadiyah Jember
Eni dan Achmad. (2013). Keterampilan dan
Prosedur Laboratorium
Keperawatan Dasar. Jakarta : ECG.
Eqita, W. (2005). Cedera Kepala. Fakultas
Kedokteran Universitas Pelita
Harapan. Jakarta. Jurnal Kedokteran
1 (2), 25 - 122.
http://www.majour.maranatha.edu/in
dex.php/jurnal
kedokteran/article/view/798, di akses
04 Mei 2015.
Handayani, Luh T. (2014). Buku Ajar
Statistik Inferensial. Tidak
Dipublikasikan Jember.
Hendrizal. (2012). Pengaruh Terapi Oksigen
Dengan Menggunakan Non
Rebreathing Mask Terhadap
Tekanan Parsial CO2 Darah Pada
Pasien Cedera Otak Sedang.
Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Padang. Jurnal Kedokteran
Nasional. 3 (1), 358–360.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php
/jka/article/view/23, di akses 14 Mei
2015.
Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan
Kritis: Pendekatan Holistik Volume
2. Jakarta : Kedokteran ECG.
Irwana, O. (2009). Cedera Kepala. Faculty
of Medicine University of Riau.
Pekan baru Riau 1 (2), 25-122.
Jurnal Dunia Kesehatan, 2 (4), 50-
67.http://www.ejurnal.com/2009/ced
era-kepala.html, di akses 10Juni
2014.
Iskandar, J (2004). Buku Ajar Cedera
Kepala. Jakarta : BIP.
Krisandi, Andi E. (2013). Gambaran Status
Kognitif Pada Pasien Cedera Kepala
Yang Telah Diizinkan Pulang di
RSUD Arifin Achmad Pekan baru.
Universitas Pekan baru Riau. Jurnal
ilmiah kesehatan 5 (4), 454- 459.
http://wwwjurnal.com2014/2014/ga
mbaran-status-kognitif.
Muhammad, A. (2008). Peranan Senyawa
Oksigen Reaktif Pada Cedera
Kepala Berat. Universitas Airlangga.
Jurnal Ilmiah Kesehatan 6 (4), 213-
219.http://www.jurnal.com/2008/imp
lementasi-clinical-governance.html,
di akses 18 Mei 2015
Musliha.(2010). Keperawatan Gawat
Darurat .Yogyakarta : Nuha Medika.
Nasution, Syahruk H. (2014). Mild Head
Injury. Medula, 2 (4), 89-96. http://
Nasution, E. (2010). Karakteristik Penderita
Cedera Kepala Akibat Kecelakaan
Lalu lintas.Universitas Sumatra
Utara. Medan. Jurnal ilmiah
kesehatan. 3 (4), 24- 38
http://repository.usu.ac.id/hamdle/12
3456789/16495, di akses 20 April
2015.
Nopriadi, D. (2013) Standart Operasional
Prosedur (SOP) OKSIGENASI:
GrahaIlmu
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Peneitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pendekatan Praktis:
Jakarta. Salemba Medika.
Nurfaise. (2012). Hubungan Derajat Cedera
Kepala Dan Gambaran CT Scan
Pada Penderita Cedera Kepala di
RSU dr. Soedarso. Universitas
Tanjung Pura. Pontianak. Jurnal
Ilmiah Kesehatan 1 (4)
12 Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk
/article/view/1778.
Oswari. (2005). BedahdanPerawatannya.
Edisi 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Saanin S. (2008). Cedera Kepala.
http://www.angelfire.com/nc/neurosu
rgery. DiaksesPada23 April 2014.
Satyanegara. (2014). Ilmu Bedah Saraf.
Edisi V. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sastroasmoro dan Ismael. (2010). Dasar-
Dasar Metodologi Penelitian Medis.
Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.
Sunardi. (2012). Manajemen Peningkatan
Intrakranial, Valsava Manuver dan
Peningkatan. Edisi 3. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Riyadina dan Suhardi. (2009). Pola dan
Determinan Sosiodemografi Cedera
Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di
Indonesia.Jurnal ilmiah kesehatan 59
(10).465-472.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Se
arch.html
Widiyanto, Puguh. (2007). Penanganan
Pasien Cedera Pra Rumah Sakit
Oleh Masyarakat Awam. Jurnal
Kesehatan. 2 (10). 51-63.
http://jurnal.ac.id/index.php/jfk/articl
e/view/1878
Yuniarti, (2012). Epidemologi Trauma
Secara Global. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
JurnalKesehatan. 1-11.
Zafrullah A. (2008). Hubungan Antara
Kadar Oxygen Delivery Dengan
Length Of Stay Pada Pasien Cedera
Kepala sedang. Universitas
Padjajaran. Bandung. Artikel
Penelitian Pengembangan Biomedis
dan Farmasi. 44 (7). 322-334.
Recommended