HUBUNGAN ANTARA LEVEL ALEXITHYMIA DENGAN PERILAKU
PROSOSIAL DEWASA MUDA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Theresia Wira Harjanah
NIM : 139114115
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a ::i".- I 'Eltfi*p++*:*
itAR 2fi8
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
SKRIPSI
HI]BIINGAI\I AI\TTARA LNVEL ALEXIT-ITYMU DENGAI\T PERILAKU
PROSOSIAL DNWASA MUDA
sff\tr' "ul"'n\\ n-=t A
,D
,,t-d;Ratri Sunar Astuti. M. Si
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F
IIALAMAN PENGESAHAN
IIT'BINIGAF{ AFITARA LEYtr,L ALEXITHYTIA DENGAI{ PERILAKU
PROSOSIAT DEWASA MUDA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Theresia Wira Harjanatt
NIM: 139114115
II
ry* s*uow'at,enguJr?
str .---*=.*1*-*- T.
'Hryi*tue'ffiJ"gs;
2. Penguji
1 I ilAR 201S
Fakultas Psikologi
Dr. Y. Titiklfuistiyani, M. Psi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO
“When you want something, all the universe will conspire in helping you to
achieve it” – Paulo Coelho (The Alchemist)
“But as for you, be strong and do not give up, for your work will be
rewarded” – 2 Chronicles 15:7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
To my sweetest enemy and worst best friend, to one and only LIFE.
To whom I curse at, yet be proud of.
The one that hands me lemon, then grabs me tequila.
The one that puts me down, then help me to raise up on the other day,
Higher. Stronger.
Four our love and hate relationship, I‟d like to express my sincere gratitude
for things you have presented me, both the sorrows an joys.
Things that help me grow.
Thank you for not letting me give up, thank you for leading to this point.
Because this is my thriumph
This is my heart beat.
I saved my self
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ku persembahkan kepada Tuhan yang menjadi ayah yang memelukku erat,
meredam ketakutan dan kecemasan, yang menjadi rumah saat aku merindukan
kenyamanan. Yang selalu membiarkanku pulang dan menangis, entah seberapa
jauh aku pernah melangkah pergi dengan amarah.
Jangan pernah biarkan aku menyerah.
Ku persembahkan kepada keluarga yang telah menghabiskan 23 tahun hidup
bersamaku. Kepada Ibu, yang selalu memberi cinta dan perhatian walau seringkali
aku menaruh luka. Eventhough you’re the one I love the most, but I realized that
your love is much more than I could ever give. Kepada Bapak yang selalu
menatapku secara spesial, juga Mas Ristu teman main pertama dan terlama.
Ku persembahkan kepada semua yang selalu ingin tahu, yang selalu berhasrat
memahami dunia dan kehidupan. Keingintahuanmu selalu adalah hal yang selalu
kukagumi dan kucemburui. Semoga semangat itu selalu ada dalam diri kita.
Ku persembahkan kepada siapa saja yang mengalami kesulitan dalam memahami
diri dan perasaan, entah trauma yang membawamu sampai pada titik ini atau
tantangan dari semesta sejak kau membuka mata, aku percaya segalanya akan
teratasi, semoga kau selalu baik-baik saja.
Ku persembahkan kepada para penolong, kepada tangan kanan Tuhan, malaikat
dalam wujud manusia. Semoga dunia semakin dipenuhi orang-orang sepertimu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PER}TYATAAI\ KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak me,muat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya
sebutkan dalam kutipan dan daftarpustaka selayaknya sebuah karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Maret 2018
Peneliti,,al('t,Y
'[/
Theresia Wira Harjanah
vtl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
HUBUNGAN ANTARA LEVEL ALEXITHYMIA DENGAN PERILAKU
PROSOSIAL DEWASA MUDA
Theresia Wira Harjanah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara level alexithymia dan perilaku
prososial pada dewasa muda. Alexithymia merupakan trait kepribadian yang
ditandai ketidakmampuan mengidentifikasikan serta mendefinisikan perasaan dan
emosi. Alexithymia menunjukkan adanya defisit kognitif dan defisit kesadaran
emosi yang tercermin dalam karakteristik alexithymia. Di sisi lain, prososial
merupakan perilaku yang bertujuan untuk menolong atau memberi keuntungan
pada orang lain. Prososial membutuhkan kemampuan kognitif dan kesadaran
emosi, melibatkan kemampuan untuk mengenali dan menyadari emosi dan
perasaan orang lain (empati). Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan negatif
antara level alexithymia dan perilaku prososial pada dewasa muda. Penelitian
kuantitatif dengan metode korelasi ini menggunakan Toronto Alexithymia Scale –
20 versi Indonesia untuk mengukur Alexithymia (α = 0.825) dan Skala perilaku
Prososial (α = 0.885) untuk mengukur perilaku prososial. Hasil Uji korelasi
menunjukkan adanya korelasi negatif dan signifikan antara kedua variable ( r = -
0.361, p = 0.000), sehingga hipotesis peneliti diterima.
Kata Kunci : alexithymia, perilaku prososial, empati, kesadaran emosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
INVESTIGATING THE RELATIONSHIP BETWEEN LEVEL OF
ALEXITHYMIA AND PROSOCIAL BEHAVIOR IN YOUNG ADULT
Theresia Wira Harjanah
ABSTRACT
This study is aimed to investigate the relationship between level of alexithymia
and prosocial behavior among young adult. Alexithymia is personality trait
characterized by difficulties indentifying, and defining feeling and emotion.
Alexithymia shows deficit in cognitive and emotion awareness, reflected in 4
characteristics of alexithymia. On the other hand, Prosocial behavior is defined
as action intended to help or give benefit to other people and it requires cognitive
ability and emotion awareness, involving one’s ability to understand and asseses
other people’s emotion. The researcher assumed that there was significant and
possitive relation between level of alexithymia and prosocial behavior among the
young adult. The present quantitative correlational study used Toronto
Alexithymia Scale – 20 Indonesian Version to measure alexithymia level of the
subject (α = 0.825) and Skala Perilaku Prososial or Prosocial Behavior Scale to
measure the Prosocial level of the subjects. Study has shown the negative
correlation between both variables ( r = -0.361, p = 0.000), thus hypothesis was
accepted.
Key Words : Alexithymia, Prosocial Behavior, Empathy, Emotion Awareness
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPERLUAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Theresia Wira Harjanah
NIM : l39l14115
Derni penganbangan pengetahuan saya mernberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah bejudul :
*HUBT]NGAN AAITARA LEVEL ALEXITHYMIA DENGAN PERILAKU
PROSOSIAL DEWASA MUDA'
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya di internert atau media lain demi
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya :
Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Maret 2018
Yang menyatakan
(Theresi a Wira Harj anah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan alam semesta atas segala penyertaan dalam
hidup saya, termasuk dalam proses menulis dan menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih kerena atas rintangan dan kesulitan yang bukan tanpa penyelesaian.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam proses penyusunan skripsi
ini atas bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak :
1. Kepada Ibu yang selalu memberikan dukungan penuh serta kesabaran
kepada saya. Kepada Bapak yang memperlakukan saya sebagai yang
paling spesial dalam hidupnya. Serta, Yohanes Ristu, kakak saya, atas
segala kerendahan hati dan kesabaran untuk mengalah kepada saya,
turut bahagia engkau mendapatkan Brigita Lisa sebagai istrimu.
2. Kepada Bu Ratri Sunar Astuti, M. Si selaku dosen pembimbing
skripsi. Terima kasih atas kesediaan Ibu membimbing saya dalam
proses mengerjakan skripsi, serta atas kesabaran dan nasihat-nasihat
lain.
3. Kepada dosen Penguji Bu Dr Titik Kristiyani, M. Psi dan Pak Edward
Theodorus, M.App. Psy, atas pengalaman dan kesempatan
pembelajaran luar biasa selama sidang.
4. Kepada seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma yang telah mengenalkan dan mengajarkan saya mengenai
Psikologi dan membuat saya jatuh cinta pada bidang ilmu ini. Juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
kepada seluruh karyawan yang membantu saya selama kuliah saya di
sini.
5. Kepada Made Dewinta Cahyaningtyas, seseorang yang selalu
memberikan telinga dan hati untuk mendengarkan keluhan, ketakutan,
serta euforia dalam diri saya. Terima kasih kerena menjadi teman yang
paling ada untuk saya. You’re briliamt and beautiful inside and out.
Sometimes, I envy that.
6. Kepada teman terlama saya dan suhu perbahasa Inggrisan saya,
Faradienna Frausan Fikri, you know my insecurities, and through our
talks, things we have shared, I learn to embrace my self and see the
beauties of me. Hey, we have to survive !
7. Kepada Klara Sintiya, yang sedikit banyak saya melihat diri saya
dalam dirinya, terima kasih karena percaya pada saya, bersedia
bertukar cerita dengan saya, juga atas tumpangan dan menjadi
penumpang yang bertanggungjawab.
8. Kepada teman-teman P2TKP angkatan 2015, 2016.00, 2016.01 dan
2017 terima kasih atas kesempatan belajar bersama, kebersamaan dan
supportnya. Terima kasih terkhusus kepada Chika, Koleta yang selalu
memastikan saya baik-baik saja dan tidak membiarkan saya menyerah.
Kepada Pancaring atas sharing dan cara memberi semangat yang
berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
9. Kepada seluruh individu-individu dalam hidup saya yang membuat
saya tertawa dan menerima saya, terima kasih kalian adalah bagian
yang turut membuat saya bertahan.
10. Teman-teman Konkuk Winter Program, Service Learning Program,
peer-partner, Dharmasiswa, serta semua pihak di dalamnya baik dosen
atau staff, terima kasih atas pengalaman yang membuat masa studi di
Sanata Dharma menjadi luar biasa.
11. Juga saya ucapkan terima kasih kepada seorang teman yang
memberikan dampak besar dalam diri saya yang tanpa ia sadari turut
membentuk diri saya menjadi pribadi yang selalu berusaha
memberikan dan menampilkan diri yang terbaik dihadapan orang lain.
Beruntung berkesempatan bertemu dan menjadi temanmu.
12. Kepada Gressy my stress reliever, makhluk yang selalu memaafkan
saya. Terima kasih selalu menyambut kepulangan saya dengan
gembira, atas ketulusan dan cinta. Dia yang membuat saya percaya,
ketulusan cinta, the unconditional love itu ada dan sangat beruntung
mendapatkannya
13. Yang terakhir dan juga terpenting, kepada diri saya. “Terima kasih
karena telah berusaha, selalu bangkit kembali dan tidak menyerahkan
dirimu pada ketiadaan”
Besar harapan saya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang
yang membacanya. Saya sungguh menyadari terdapat banyak kekurangan
dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, saya berterima kasih apabila bersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
memberikan saran kritik juga bersedia berbagi kepada saya. Akhir kata,
saya ucapkan terima kasih.
Yogyakarta............................
Penulis
Theresia Wira Harjanah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. x
KATA PENGANTAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xx
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7
1. Manfaat Teoretis ...................................................................... 7
2. Manfaat Praktis ........................................................................ 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 9
A. Alexithymia ................................................................................... 9
1. Definisi Alexithymia ................................................................. 9
2. Alexithymia sebagai Trait Kepribadian .................................... 9
3. Karakteristik Alexithymia ....................................................... 11
4. Etiologi Alexithymia ............................................................... 14
a. Sudut Pandang Psikoanalisa ............................................. 15
b. Sudut Pandang Perkembangan Kognitif .......................... 15
c. Sudut Pandang Biologis dan Neurobiologis ..................... 18
5. Asosiasi alexithymia dan variabel lain ................................... 19
B. Perilaku Prososial ........................................................................ 21
1. Definisi Perilaku Prososial .................................................... 21
2. Teori Perkembangan Perilaku Prososial ............................... 23
3. Penentu Perilaku Prososial .................................................... 24
a. Faktor Biologis ................................................................ 25
b. Keanggotaan Suatu Kelompok (Budaya) ........................ 25
c.Pengalaman sosialisasi ..................................................... 26
d. Proses Kognitif ................................................................ 26
i. General Intelegensi............................................... 27
ii. Persepsi terhadap Kebutuhan Orang Lain ........... 27
iii. Role Taking ........................................................ 27
iv. Pemecahan Masalah Interpersonal ..................... 29
v. Atribusi terhadap Orang Lain .............................. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
vi. Penalaran Moral ................................................. 30
e. Variabel Personal............................................................. 31
f. Faktor Emosional ............................................................. 31
g. Faktor Situasional ............................................................ 34
4. Bentuk Perilaku Prososial ..................................................... 35
5. Tahap-tahap dalam Menolong ............................................... 35
C. Dewasa muda .............................................................................. 36
D. Dinamika Antar Variabel ........................................................... 39
E. Skema .......................................................................................... 43
F. Hipotesis ..................................................................................... 45
BAB III. METODE PENELITIAN.............................................................. 46
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 46
B. Identifikasi .................................................................................. 46
C. Definisi Operasional ................................................................... 46
1. Alexithymia ............................................................................. 46
2. Perilaku Prososial ................................................................... 47
D. Subjek Penelitian ......................................................................... 48
E. Metode dan Alat Pengumpulan data ............................................ 49
1. Toronto Alexithymi Scale – 20 .............................................. 49
2. Skala Perlaku Prososial .......................................................... 51
F. Prosedur Peneliian ...................................................................... 53
G. Validitas, Reliabilitas dan Daya Diskriminasi ............................ 54
H. Metode dan Teknik Analisa ........................................................ 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
I. Uji Asumsi .............................................................................. 59
2.Uji Hipotesis ........................................................................... 60
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 61
A. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 61
B. Deskripsi Penelitian ..................................................................... 61
1. Deskripsi Subjek Penelitian ................................................... 61
2. Deskripsi Data Penelitian ....................................................... 63
C. Analisis Data Penelitian .............................................................. 64
1. Uji Asumsi ............................................................................. 64
2. Uji Hipotesis .......................................................................... 65
D.Pembahasan .................................................................................. 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 76
A. Kesimpulan ................................................................................. 76
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 76
C. Saran ............................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Item TAS – 20 ................................................................ 51
Tabel 3.2 Pemberian Skor pada Skala Prososial ......................................... 52
Tabel 3.3 Sebaran Item Skala Prososial ...................................................... 53
Tabel 3.4 Reliabilitas TAS – 20 .................................................................. 58
Tabel 3.5 Persebaran Item Skla Prososial .................................................... 59
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 62
Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ............................................. 62
Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Skor TAS – 20 ........................... 63
Tabel 4.4 Deskripsi Mean Teoretis – Mean Empiris .................................. 63
Tabel 4.5 Kategori Prososial ........................................................................ 64
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas .................................................................... 65
Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas ..................................................................... 65
Tabel 4.8 Kategori Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ................... 66
Tabel 4.9 Korelasi alexithymia dan Prososial .............................................. 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Toronto Alexithymia Scale – 20 Versi Indonesia ................ 87
Lampiran 2 Skala Try Out Prososial ...................................................... 89
Lampiran 3 Skala Perilaku Prososial ..................................................... 92
Lampiran 4 Reliabilitas Skala TAS – 20 ................................................ 94
Lampiran 5 Reliabilits Skala Prososial .................................................. 96
Lampiran 6 Tabel Deskripsi Subjek ....................................................... 98
Lampiran 7 One Sample T-Test ............................................................. 99
Lampiran 8 Uji Normalitas dan Linearitas ........................................... 100
Lampiran 9 Uji Hipotesis ...................................................................... 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Berpikir .................................................................... 43
Gambar 2.1 Skema Penelitian ................................................................. 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Individu dewasa muda dengan rentang usia 18-24 tahun
menunjukkan rendahnya empati dan tingginya perilaku anti-sosial di saat
perilaku menolong atau perilaku prososial masih menjadi tuntutan di
masyarakat. Penelitian di Universitas Michigan yang melibatkan sekitar
14.000 mahasiswa menunjukkan penurunan empati dibanding individu
pada tahun 80-90an (Swanbrow, 2010). Jean Twenge dalam bukunya
menyebut generasi saat ini sebagai ‘Me Generation’ yang cenderung
memikirkan dan mengutamakan diri sendiri (Smithstein, 2010). Generasi
ini memiliki karakteristik lack of empathy dan self-absorbed (Smithstein,
2010).
Masalah lain adalah peningkatan kekerasan yaitu angka
pembunuhan meningkat hingga 50% pada periode 1984-1994 (Buvinic
dan Morison dalam Mattaini, 2002). Di Amerika Serikat 37%
pembunuhan dilakukan oleh individu dengan rentang usia 18-24 tahun.
WHO (2016) menyatakan masalah kekerasan yang harus dihadapi generasi
muda saat ini antara lain kekerasan fisik, bullying, pelecehan dan seksual.
Di Indonesia, The Jakarta Post membahas peningkatan kekerasan yang
melibatkan dewasa muda di Yogyakarta. Kasus-kasus kekerasan lain juga
terjadi seperti tawuran mahasiswa (Muhtarom, 2017), pembacokan (Edi,
2016; nto, 2017), juga demo mahasiswa yang berakhir ricuh (Pribadi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2017). Peningkatan perilaku agresif menunjukkan rendahnya empati.
Empati merupakan inhibitor kognitif yang mencegah individu berperilaku
agresif kepada orang lain (Richardson, Hammock, Smith, Gardner, &
Signo, 1994).
Review penelitian menjelaskan empati tidak hanya memegang
peran penting dalam mencegah individu melakukan perilaku antisosial
namun juga mendorong perilaku prososial individu (Eisenberg, Eggum, &
Giunta, 2010). Empati mempengaruhi derajat perilaku menolong individu
(Einsenberg, Eggum, & Giunta, 2010) karena empati merupakan
komponen emosional yang mendorong perilaku prososial (Eisenberg &
Miller, 1987; Eisenberg & Mussen, 1997; Einsenberg, 2006).
Empati, prososial dan agresivitas saling terkait satu dengan yang
lain. Empati berkontribusi mendorong perilaku prososial, mencegah
perilaku agresif (Eisenberg, Eggum, & Giunta, 2010). Perilaku prososial
juga berperan dalam mencegah konflik dan mengurangi perilaku antisosial
(Cavojova, Belovicova, & Sirota, 2011). Perilaku prososial yang
ditunjukkan individu berkaitan secara negatif terhadap perilaku kriminal
dan agresif (Kokko et. All, 2001). Sehingga, semakin tinggi tinggi perilaku
prososial semakin rendah agresivitas. Rendahnya empati dan tingginya
perilaku antisosial yang menjadi isu saat ini dapat menjadi prediktor
masalah rendahnya perilaku prososial individu dewasa muda.
Prososial di sisi lain, merupakan salah satu tuntutan masyarakat
kolektif. Individu dalam masyarakat kolektif diharapkan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
menghindari konflik interpersonal serta menunjukkan perilaku prososial
yang tinggi (Einsenberg, Pidada, & Liew, 2001). Masyarakat Jawa yang
menjadi representasi budaya kolektif sejak kecil diajarkan berperilaku
sesuai norma, dan saling menolong (Einsenberg, Pidada, & Liew, 2001).
Tuntutan lain yang lebih mendasar dari perilaku prososial adalah
pemahaman sosial. Pemahaman sosial penting untuk mencapai kesuksesan
hidup bersama di masyarakat (Cavojova, Belovicova, & Sirota, 2011).
Pemahaman sosial antara lain pemahaman akan emosi orang lain atau
disebut empati (Cavojova, Belovicova, & Sirota, 2011) yang menjadi
prediktor kemampuan individu menunjukkan perilaku prososial
(Einsenberg, Eggum, & Giunta, 2010).
Generasi muda, termasuk di dalamnya mahasiswa yang berkisar
usia 18-24 tahun merupakan individu dalam kategori dewasa muda yang
mulai dituntut untuk memiliki tanggungjawab sosial (Havighurst dalam
Lemme, 1995). Erikson (dalam Lemme, 1995) menjelaskan salah satu
tugas perkembangan dewasa muda adalah mengembangkan keterampilan
dalam hubungan interpersonal seperti berbagai dan peduli.
Perilaku prososial penting selain karena menunjukkan kemampuan
individu memenuhi tuntutan budaya, namun juga karena perilaku prososial
merupakan elemen perkembangan sehat bagi individu dalam tahap remaja
akhir dan dewasa muda (Lam, 2012). Prososial yang tinggi berkaitan
dengan tingkat kepuasan hidup, kebahagiaan, well-being dan young adult
functioning (Litwack, Aikins, & Cilessen, 2012; Khanna, Sharma,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Chauhan, & Pragyendu, 2017). Individu yang menunjukkan tingginya
perilaku prososial cenderung memiliki kompetensi sosial yang baik serta
rendahnya externalizing behavior (Sober & Wilson, dalam Laible, Carlo,
Murphy, Augustine & Roesch, 2014).
Penelitian mengenai keterkaitan prososial dengan konstruk lain
perlu dilakukan untuk memahami permasalahan rendahnya perilaku
prososial. Sebuah konstruk kepribadian yang memiliki kaitan erat dengan
rendahnya empati seseorang dan perilaku antisosial adalah Alexithymia.
Alexithymia digambarkan dengan kurangnya kemampuan seseorang untuk
mengindentifikasi dan mendeskripsikan dan mengidentifikasikan emosi
dalam diri (FeldmanHal, Dalghleish & Mobbs, 2012). Alexithymia
menggambarkan defisit kesadaran dan regulasi emosi (Taylor, Bagby, &
Parker, 1997; Taylor, 2000; Spitzer, Siebel-Jürges, Barnow, Grabe, &
Freyberger, 2005; Swarth, Kortekaas, & Aleman, 2009; FeldmanHall,
Dalgleish, & Mobbs, 2015; Velotti, Garofalo, Petrocchi, Cavallo, Faffaele,
& Dimaggio, 2016).
Manninen et. All (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa
individu yang melakukan tindak kejahatan atau kenakalan secara
signifikan cenderung memiliki level alexithymia yang lebih tinggi
dibanding individu pada populasi umum. Rendahnya kemampuan individu
dengan level alexithymia tinggi dalam berempati menyebabkan individu
cenderung menunjukkan perilaku agresif. Tiga karakteristik umum
alexithymia yang dikemukakan FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
antara lain disfungsi pada kesadaran emosi, kelekatan sosial dan hubungan
interpersonal. Penelitian lain menunjukkan bahwa alexithymia memiliki
kaitan dengan rendahnya kemampuan sosial-afektif. Individu yang
memiliki level alexithymia tinggi mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan orang lain (Vanhelule, Desmet, & Bogaerts, 2007; Vanhuele,
Meganck & Desmet dalam Grynberg, Luminet, Corneille, Grezes &
Berthoz 2010).
Penelitian alexithymia yang dilakukan sebelumnya oleh
FeldmanHal, Dalghleish & Mobbs (2012) sayangnya hanya membahas
perilaku prososial yang spesifik yaitu altruis. Perilaku altruis adalah
perilaku menolong atau memberikan keuntungan bagi orang lain dengan
dasar motif orientasi orang lain (other-oriented), sedangkan prososial
secara global melibatkan berbagai motif seperti motif egois, praktikal dan
termasuk juga concern terhadap orang lain (Einsenberg, 2006). Penelitian
tersebut menunjukkan adanya penurunan perilaku altruis pada individu
dengan level alexithymia tinggi. Individu dengan level alexithymia tinggi
mengalami kesulitan membedakan dan menghargai emosi orang lain
sehingga cenderung bertindak kurang empatik dan tidak mampu
memberikan respons emosional yang efektif (FeldmanHall, Dalgleish, &
Mobbs, 2012).
Penelitian yang menunjukkan apakah ada hubungan alexithymia
dengan perilaku prososial belum ada, terlebih di Indonesia. Alexithymia di
Indonesia masih jarang di teliti. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
literatur yang membahas alexithymia di Indonesia. Penelitian mengenai
alexithymia dan perilaku altruis yang dilakukan FeldmanHal, Dalghleish
& Mobbs (2012) dilakukan dengan latar belakang budaya individualis
barat di mana asertivitas tinggi dan tuntutan menjaga hubungan baik dan
tolong menolong tidak sebesar di budaya kolektivis. Penelitian tersebut
bertujuan melihat hubungan keduanya dengan cara menelaah perilaku otak
dengan metode mengkombinasikan tugas altruism yang diberikan saat
eksperimen serta functional magnetic resonance imagining. Sampel yang
digunakan terbilang sedikit yaitu 15 subjek. Oleh karena alasan perbedaan
latar belakang budaya, dan keterbatasan penelitian sebelumnya, serta
masalah sosial saat ini, maka penelitian mengenai alexithymia dan
perilaku prososial pada dewasa muda khususnya mahasiswa perlu diteliti.
Penelitian ini juga akan menjawab saran penelitian sebelumnya yaitu
kebutuhan akan penelitian mengenai alexithymia dengan konstruk lain
yang berkaitan dengan pemrosesan emosi (Taylor & Bagby, 2014).
B. Rumusan Masalah
Individu dewasa muda khususnya mahasiswa menunjukkan
penurunan empati dan tingginya perilaku agresif serta anti-sosial. Di sisi
lain perilaku prososial yang merupakan elemen perkembangan individu
masih menjadi tuntutan dalam hidup bermasyarakat.
Alexithymia merupakan suatu trait kepribadian yang berkaitan
dengan defisit regulasi emosi dan kesadaran emosi. Individu dengan level
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
alexithymia tinggi cenderung memiliki empati rendah serta perilaku
agresif dan antisosial tinggi. Kedua hal tersebut merupakan mengindikasi
perilaku prososial rendah. Akan tetapi, belum ada penelitian alexithymia
dan perilaku prososial pada dewasa muda di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang, penelitian ini mempunyai rumusan
masalah sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara level alexithymia
dengan perilaku prososial dewasa muda ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan level
alexithymia dengan perilaku prososial dewasa muda.
D. Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai
berikut :
1. Teoretis
Penelitian ini dapat menambah khazanah penelitian ilmiah
pada konstruk alexithymia serta perilaku prososial dewasa muda.
Penelitian ini menjawab saran penelitian sebelumnya mengenai
kebutuhan akan penelitian antara konstruk alexithymia dengan
konstruk psikologi lain yang memiliki aspek pemrosesan emosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
praktisi psikologi, pengamat sosial, dan masyarakat mengenai
keterkaitan kemampuan mengindentifikasi emosi dengan perilaku
prososial individu.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan refleksi
bagi individu mengenai pentingnya pemahaman akan emosi dan
kemampuan identifikasi emosi terhadap perilaku menolong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alexithymia
1. Definisi Alexithymia
Alexithymia merupakan suatu konstruk psikologis yang
pertama kali dikemukakan oleh Sifneos tahun 1972. Alexithymia
berasal dari kata a yang berarti kekurangan, lexis yang berarti kata dan
thymos yang berarti suasana hati atau emosi (Sifneos, Apfel-Savitz, &
Frankel, 1977;Timoney & Holder, 2013). Sifneos mendeskripsikan
alexithymia sebagai kesulitan dalam mengidentifikasi dan
mengkomunikasikan perasaan, kesulitan dalam membedakan perasaan
dan sensasi somatik dari dorongan emosi, rendahnya fantasi dan
imajinasi, serta berkaitan dengan externally oriented cognitive style
(Hamidi, Reza, Farzad, & Atefeh, 2010). Alexithymia didefinisikan
sebagai suatu konstruk psikologi yang memiliki karakteristik kesulitan
mengalami serta mendefinisikan emosi dan perasaan (Sifneos, 1972;
Taylor & Bagby, 2004; Mattila, Saarni, Salminen, Huhtala, Sintonen &
Joukamaa, 2009; Konrath, Novin, & Li, 2012).
2. Alexithymia sebagai Trait Kepribadian
Alexithymia awalnya ditemukan berdasarkan observasi klinis
pada pasien medis dan psikiatris (Taylor, Bagby, & Parker,1997),
Alexithymia tidak melulu dipandang sebagai suatu gangguan
psikologis. Selama ini ada tiga pandangan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
alexithymia, yaitu alexithymia dianggap sebagai suatu kondisi, suatu
trait kepribadian atau juga sebagai suatu gangguan psikologi
(Thompson, 2009). Alexithymia dikonsepkan sebagai gangguan atau
psikopatologi yang diakibatkan berbagai faktor misalnya trauma atau
juga sebagai akibat dari disfungsi otak bagian kanan (Taylor, Bagby, &
Parker, 1997;Lo, 2014).
Beberapa penelitian cenderung mendukung anggapan
alexithymia sebagai trait kepribadian (Timoney & Holder, 2013).
Taylor, Bagby & Parker (1997) menjelaskan bahwa alexithymia tidak
dikonsepkan sebagai fenomena kategorikal (all-or-none), melainkan
sebagai suatu trait kepribadian yang terdistribusi normal di populasi
umum. Hasil penelitian mendukung asumsi sifat dimensional dari
konstruk ini. Review terhadap penelitian juga cenderung menunjukkan
sifat stabil dari alexithymia (Kurukivi & Saarijärvi, 2014). Lo (2014)
setuju dengan berbagai peneliti yang mendefinisikan alexithymia
sebagai variabel perbedaan individual yang berkaitan dengan
kepercayaan akan nilai emosi dalam kehidupan sosial. Lo (2014)
meneruskan bahwa kepercayaan akan nilai emosi dalam kehidupan
sosial tersebut dibangun dalam konteks perkembangan.
Alexithymia merupakan suatu konstruk kepribadian yang
menggambarkan kesulitan dalam regulasi afek dan dikenal sebagai
satu dari faktor pemicu gangguan medis dan psikiatris (Taylor, Bagby,
& Parker, 1997). Individu yang mengalami alexithymia mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
menyadari ada respons emosi serta mampu berpikir, tetapi emosi dan
pemikiran tersebut tidak terhubung (Sifneous, 1987).
Seseorang yang memiliki level alexithymia tinggi disebut
alexithymic individuals. Selama ini alexithymia dikenal sebagai
komorbid gangguan psikologis (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs,
2015) dan alexithymia muncul pada berbagai gangguan psikologis.
Prevalensi individu yang memiliki level alexithymia tinggi dalam
populasi umum mencapai 9% - 17 % pada laki-laki, dan mencapai 5%
- 10 % (Mattila, et al., 2009) pada perempuan. Sedangkan pada
kelompok klinis dapat mencapai 70 % (Bourke, Taylor, Parker &
Bagby dalam Hammidi, Rostami, Farhoodi, & Abdolmanafi, 2010).
3. Karakteristik Alexithymia
Nemiah, Freyberger, & Sifneos (dalam Taylor & Bagby, 2014)
menyebutkan 4 ciri atau karakteristik alexithymia sebagai berikut 1)
kesulitan mengenali perasaan 2) kesulitan mendeskripsikan perasaan
melalui kata-kata 3) keterbatasan proses imajinasi 4) Externally
Oriented Cognitive Style.
Individu dengan level alexithymia tinggi kesulitan
mengidentifikasi keadaan emosi yang sedang mereka alami.
Pengalaman emosi yang kuat mungkin mereka rasakan, akan tetapi
mereka tidak mampu mengetahui alasan dibalik emosi tersebut
(Thompson, 2009). Individu tersebut kesulitan membedakan perasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dengan sensasi tubuh saat mereka mengalami dorongan emosional
(Nemiah, Freyberger, & Sifneos dalam Taylor & Bagby, 2014)
Individu dengan level alexithymia tinggi juga kesulitan dalam
mengungkapkan perasaan kepada orang lain. Mereka tidak mampu
menemukan kata yang tepat saat diminta menjelaskan mengenai
perasaan atau emosi yang mereka alami (Nemiah, Freyberger, &
Sifneos dalam Taylor & Bagby, 2014;Thompson, 2009).
Imajinasi merupakan kemampuan individu untuk menciptakan
suatu gambaran secara mental berdasarkan pengalaman konkret-
sensori (Thompson, 2009). Individu dengan level alexithymia tinggi
memiliki keterbatasan dalam proses imajinasi. Nemiah, Freyberger, &
Sifneos (dalam Taylor & Bagby, 2014) menyebutkan kekurangan
bahkan tidak adanya fantasi mengenai perasaan dan dorongan
merupakan bukti keterbatasan proses imajinasi yang dialami individu
dengan level alexithymia tinggi. Proses imaginasi penting dalam
pengaturan emosi, pencarian solusi terhadap konflik yang dialami serta
meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi yang tercermin dalam
kemampuan berempati (Thompson, 2009).
Thompson (2009) menjelaskan proses imaginasi penting
sebagai kemampuan membayangkan emosi, harapan, kebutuhan dan
bagaimana individu memenuhi hal tersebut, serta berperan dalam
meregulasi intensitas dan ekspresi emosi. Thompson (2009)
meneruskan bahwa peran penting imaginasi adalah kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
individu untuk berempati yaitu berkaitan dengan kemampuan
menempatkan, membayangkan diri sebagai orang lain.
Mentalisasi merupakan kemampuan kognitif individu meliputi
kemampuan memahami bahwa orang lain memiliki kepercayaan,
harapan, serta intensi (Frith & Frith dalam Moriguchi et. all, 2006).
Individu dengan alexithymia menunjukkan kemampuan mentalisasi
yang rendah yang terlihat dalam rendahnya aktifitas Medial Prefrontal
Cortices (MPFC) dan Temporo Parietal Junction (TPJ), menyebabkan
individu dengan alexithymia tinggi kurang mampu mengambil
perspektif orang lain (Moriguchi, et al., 2006). Mentalisasi atau
terkenal dengan istilah “Theory of Mind” (ToM) penting dalam
regulasi emosi dan hubungan interpersonal (Moriguchi, et al., 2006)
Individu dengan level alexithymia tinggi memiliki cognitive
style yang berfokus pada detail-detail kejadian-kejadian eksternal. Dua
karakteristik alexithymia (keterbatasan fantasi dan externally oriented
thinking style) yang disebutkan Nemiah, Freyberger & Sifneos sesuai
dengan istilah “la pensée opératoire” (Taylor & Bagby, 2014). Marty
dan de M’Uzan mencetuskan istilah “la pensée opératoire” yang
berarti pemikiran operasional (Guttman & Laporte, 2002). Dalam
observasi pasien psikoterapi mereka, pasien dengan gaya berpikir la
pensée opératoire cenderung menjelaskan situasi atau kejadian secara
detail dan panjang namun tidak memberi penjelasan mengenai apa
yang mereka rasakan (Sifneous, 1987; Taylor & Bagby, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Individu dengan level alexithymia tinggi cenderung memiliki fokus
bicara pada fakta eksternal dan fakta objektif dibanding melakukan
instrospeksi perasaan mereka atau perasaann yang orang lain alami
(Guttman & Laporte, 2002).
Individu dengan alexithymia menunjukkan kecenderungan
berperilaku impulsif, postur tubuh kaku, ekspresi wajah yang tidak
sesuai dengan konteks dan apa yang dikatakan, mudah menunjukkan
kebosanan, serta menghindari kontak mata (Sifneous, 1987).
Secara umum, dapat disimpulkan alexithymia merupakan trait
atau konstruk kepribadian dengan karakteristik 1) kesulitan
mengidentifikasi perasaan dan emosi 2) mendeskripsikan perasaan dan
emosi 2) keterbatasan fantasi dan penurunan imajinasi 3) Externally
Oriented Cognitive Style (Sifneous, 1973; Taylor, Bagby, & Parker,
1997; Vermeulen, & Luminet, 2009; Lo, 2014; Hammidi, Rostami,
Farhoodi, & Abdolmanafi, 2010; Keefer, Taylor, Parker, & Bagby,
2017). Karakteristik ini yang dijadikan dasar oleh Taylor, Parker, &
Bagby untuk menciptakan Toronto Alexithymia Scale – 20 pada tahun
1994.
4. Etiologi Alexithymia
Alexithymia baik sebagai suatu gangguan psikologis maupun
sebagai suatu konstruk kepribadian telah diteliti dengan berbagai sudut
pandang teori yang berbeda. Penelitian-penelitian mencoba
menjelaskan asal atau sebab alexithymia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
a. Sudut Pandang Psikoanalisa
Menurut aliran psikoanalisis, perkembangan symptom
alexithymia disebabkan oleh pengalaman masa kecil, identifikasi
superego, ketidaksadaran individu serta tahap psikoseksual Freud
(de M’Uzan 1974; MacLean 1949; Nemiah 1978; Reusch 1948,
dalam Timoney & Holder, 2013). Krystal (dalam Taylor & Bagby,
2014) mengatakan bahwa faktor etiologi utama alexithymia adalah
psychic trauma yang menyebabkan gangguan perkembangan afek
pada masa kanak-kanak, atau regresi afek di masa remaja dan
dewasa. Freyberger (dalam Timoney & Holder, 2013) menjelaskan
ada dua alexithymia yaitu primary alexithymia yang merupakan
trait disposisi, dan secondary alexithymia yang merupakan akibat
dari organic medical illness. Secondary Alexithymia merupakan
suatu bentuk mekanisme pertahanan. Secondary Alexithymia
mungkin muncul akibat trauma emosi, misalnya pelecehan seksual
atau dapat juga akibat dari kekerasan saat masa kanak-kanak
(Timoney & Holder, 2013).
b. Sudut Pandang Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif muncul dari Lane dan
Schwartz (dalam Timoney & Holder, 2013) defisit kognitif-afektif
dalam individu yang mengalami alexithymia mungkin terjadi
akibat terganggunya kesadaran emosi yang merupakan bagian dari
perkembangan kognitif. Lane dan Schwartz menjelaskan lima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
tahap perkembangan kesadaran emosi. Individu dengan
alexithymia mengalami gangguan dalam perkembangan
kemampuan kognitif mereka sehingga tidak mampu membedakan
kondisi-kondisi afektif. 5 tahap perkembangan kognitif yang
disebutkan Lane dan Schwartz (dalam Timoney & Holder, 2013
dan Taylor, Bagby, & Parker, 1997) adalah sebagai berikut : (1)
sensorimotor reflexive di mana individu menyadari dorongan
emosi hanya berdasarkan sensasi tubuh, mereka akan cenderung
menjelaskan sensasi tubuh saat diminta mengekspresikan perasaan
(2) sensorimotor enactive di mana individu tidak hanya menyadari
sensasi tubuh, namun juga menunjukkan perilaku. Akan tetapi,
mereka tidak mengetahui motif afektif yang mendasari perilaku
mereka. (3) preoperational level merupakan tahap di mana
seseorang mampu menggunakan kata yang tepat untuk perasaannya
namun kemampuan mereka terbatas dibanding individu yang tidak
mengalami alexithymia atau level alexithymia rendah. Selain itu
pada tahap ini individu masih cenderung mengabaikan emosi dari
orang lain dan menggunakan penilaian karakteristik eksternal yang
sederhana (4) Tahap keempat adalah tahap concrete operational di
mana individu mulai menyadari beberapa emosi yang muncul dan
campuran emosi yang dialami. Kesadaran individu masih
cenderung berdasarkan atribusi eksternal dan perilaku nyata. (5)
Tahap terakhir disebut formal operational. Individu mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menyadari berbagai campuran emosi yang dialami, mampu
membedakan emosi yang mirip, serta mampu mendeskripsikan
perasan yang muncul. Individu juga mampu menyadari emosi yang
dialami orang lain tanpa mengalami bias dengan emosi yang
mereka rasakan.
Teori multiple code yang dipaparkan Bucci tahun 1997 juga
dapat diaplikasikan untuk menjelaskan etiologi alexithymia. Ada 3
sistem yang merepresentasikan dan memproses informasi emosi
yaitu (1) nonverbal subsymbolic mode antara lain pola sensoris,
sensasi pada organ dalam (visceral) kinestis dan aktifitas motorik
yang muncul saat ada dorongan emosi (2) the nonverbal symbolic
mode (3) verbal symbolic mode (Taylor & Bagby, 2014).
Ketiganya saling berhubungan dalam suatu skema. Affective State
yang dialami individu akan dirasakan nonverbal subsymbolic
system dan nonverbal symbolic system. Kemudian, keduanya akan
dihubungkan atau diterjemahkan ke dalam simbol verbal (Timoney
& Holder, 2013;Taylor, & Bagby, 2014). Alexithymia terjadi ketika
adanya disosiasi dalam skema tersebut, individu tidak mampu
menyimbolkan emosi yang dialami.
Sudut pandang kognitif digunakan peneliti untuk
menggambarkan dinamika alexithymia dan perilaku prososial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
c. Sudut Pandang Biologis dan Neurobiologis
Struktur neurologi juga dikaitkan dengan alexithymia.
Alexithymia terjadi karena ada kesalahan koneksi antara neo-cortex
yang berkaitan dengan area berpikir otak dan sistem limbik yang
merupakan area emosional dalam otak (Thompson, 2009).
Karukivi (2011) menjelaskan mengenai Central Nerveous System
(CNS) yang berperan dalam regulasi emosi (frontal lobe dan
sistem limbik) berasosiasi dengan alexithymia. Kerusakan dalam
area tersebut menyebabkan kesulitan dalam kontrol emosi
(Karukivi, 2011). Alexithymia mungkin disebabkan adanya
permasalahan dalam hubungan antar hemisfer otak (Taylor,
Bagby, & Parker, 1997). Pasien split brain menunjukkan
karakteristik alexithymia yaitu lebih rendah dalam menggunakan
kata-kata yang berkaitan dengan afek (TenHouten, Hoppe, Bogen,
& Walter, 1985).
Traumatic brain injury (TBI) menyebabkan perkembangan
alexithymia (Timoney & Holder, 2013). Abnormalitas otak
tersebut dapat terjadi karena kecelakaan, kurangnya oksigen saat
bayi lahir, atau racun. Wood & William (dalam Timoney &
Holder, 2013) menemukan ada 57,9% pasien yang mengalami TBI
mengalami alexithymia.
Selain itu, alexithymia juga dapat dalam penelitian terhadap
8785 pasang kembar, ditemukan bahwa genetik berkontribusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dalam perkembangan facet dari Alexithymia (Jørgensen, Zachariae,
Skytthe, & Kyvik, 2007).
5. Asosiasi alexithymia dan variabel lain
Berikut merupakan review literatur mengenai alexithymia dan
asosianya dengan berbagai variabel psikologis lain yang menyangkut
masalah interpersonal. Defisit regulasi emosi pada individu yang
memiliki level alexithymia tinggi menyebabkan perilaku maladaptif
yang akan berdampak pada masalah interpersonal. Alexithymia
berasosiasi dengan lemahnya kemampuan sosio-afektif. Individu
dengan level alexithymia tinggi cenderung menunjukkan sikap dingin,
dan menarik diri serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan
orang lain (Grynberg, Luminet, Corneille, Grèzes, & Berthoz, 2010).
Ketidakmampuan meregulasi dan memproses emosi atau afek
memengaruhi pikiran serta perilaku individu (Taylor, Bagby, & Parker,
1997). Rendahnya kesadaran emosi diri pada individu dengan
alexithymia tinggi berkaiatan dengan agresivitas dan perilaku impulsif
(Teten, Miller, Bailley, Dunn, & Kent, 2008). Penelitian menunjukkan
level alexithymia yang tinggi berasosiasi dengan tingginya perilaku
agresif dan perilaku impulsif (Teten, Miller, Bailley, Dunn, & Kent,
2008; Honkalampi, Tolmunen, Hintikka, Rissanen, Kylmä, &
Laukkanen, 2009; Manninen, et. all. 2011; Konrath, Novin, & Li,
2012; Evren, Cinar, Evren, Umut, Can, & Bozkurt, 2015). Individu
yang tidak mampu menyadari perasaan yang dialami akan mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kesulitan dalam mengontrol dorongan emosi (Velotti, Garofalo,
Petrocchi, Cavallo, Faffaele, & Dimaggio, 2016) sehingga cenderung
menunjukkan perilaku agresif akibat rendahnya regulasi emosi diri.
Penelitian juga menunjukkan bahwa individu dengan level
alexithymia tinggi memiliki empati yang rendah (Grynberg, Luminet,
Corneille, Grèzes, & Berthoz, 2010; Jonason & Krause, 2013).
Penelitian Moriguchi, et al., (2007) meneliti mengenai penurunan nilai
empati pada individu dengan level alexithymia dan kaitannya terhadap
rendahnya kesadaran emosi diri. Penelitian mendapati turunnya
aktivasi Medial Prefrontal Cortices (MPFC) dan Temporo Parietal
Junction (TPJ) pada individu dengan level alexithymia tinggi
(Moriguchi, et al., 2007). MPFC dan TPJ bertanggungjawab dalam
proses mentalisasi, berasosiasi dengan kemampuan mengetahui
keadaan emosi diri dan orang lain. Kesadaran emosi diri dan emosi
orang lain merupakan komponen fundamental dari empati (Decety &
Jackson, 2004; Moriguchi, et al., 2007). Selain itu, penelitian
FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2015) menunjukkan penurunan
aktifitas Anterior Insula (AI) dan Temporoparietal Junction (TPJ)
keduanya bagian otak berkaitan dengan respons empati.
Defisit empati yang dialami individu dengan alexithymia terjadi
karena individu yang kesulitan dalam mengenali dan menyadari
perasaan atau emosi diri juga mengalami kesulitan dalam menyadari
dan mengenali perasaan yang dialami orang lain (Aaron, Benson, &
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Park, 2015). Shared-network Hyphothesis Theory menyatakan bahwa
jaringan neural yang memproses emosi diri sama dengan jaringan yang
memproses emosi orang lain, termasuk area yang memproses rasa sakit
(Aaron, Benson, & Park, 2015). Kesadaran yang memproses kondisi
emosi diri dan orang lain berasosiasi satu sama lain (Decety &
Jackson, 2004; Aaron, Benson, & Park, 2015).
Selain itu, rendahnya empati pada individu dengan level
alexithymia berkaitan dengan adanya kognitif defisit pada komponen
empati yaitu perspective taking (Moriguchi, et al., 2006;FeldmanHall,
Dalgleish, & Mobbs, 2015). Individu dengan level alexithymia tinggi
kurang mampu melihat dari sudut pandang orang lain karena
rendahnya kemampuan mentalisasi (Moriguchi, et al., 2006).
Individu dengan level alexithymia tinggi juga menunjukkan
rendahnya perilaku altruis (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, 2015).
Penelitian FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2015) terhadap aktivitas
otak individu menunjukkan bahwa individu dengan alexithymia tinggi
cenderung tidak merasa tertekan saat melihat orang lain kesakitan dan
kurang menunjukkan sikap altruis dibanding individu dengan
alexithymia lebih rendah.
B. Perilaku Prososial
1. Definisi Perilaku Prososial
Eisenberg dan Mussen (1997) menyatakan bahwa perilaku
prososial merupakan perilaku yang ditunjukkan secara sengaja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
bertujuan untuk menolong atau memberikan keuntungan orang lain
baik terhadap individu maupun kelompok. Ada berbagai motif yang
melatarbelakangi perilaku prososial misalnya untuk mendapatkan
suatu reward, untuk mendapatkan penerimaan dari orang lain atau
karena empati dan peduli terhadap orang lain (Eisenberg & Mussen,
1997). Perilaku prososial mungkin dilakukan atas dasar berbagai
alasan, misalnya atas dasar motif egois, other-oriented juga practical
concern (Einsenberg, 2006). Salah satu subgroup perilaku prososial
adalah altruism (Einsenberg, 2006).
Staub mencoba membedakan perilaku prososial dengan
perilaku altruis. Staub (dalam Einsenberg & Miller, 1984) menyatakan
bahwa perilaku prososial mengacu pada segala perilaku yang
menguntungkan orang lain, mungkin juga perilaku ini berupa kerja
sama yang akan menguntungkan baik pelaku maupun orang yang
menerima perlakuan. Di sisi lain, perilaku altruis terbatas pada perilaku
yang berfokus menguntungkan orang lain, tanpa mempertimbangkan
untuk keuntungan pribadi. Sehingga dapat disimpulkan, altruis
merupakan suatu jenis perilaku prososial yang didorong oleh keinginan
untuk menolong atau menguntungkan orang lain tanpa
mempertimbangkan keuntungan terhadap diri sendiri. Motivasi yang
melatarbelakangi perilaku menjadi penentu apakah suatu perilaku
prososial dikatakan sebagai perilaku altruis atau tidak (Eisenberg &
Mussen, 1997)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
prososial merupakan perilaku positif dan disengaja yang ditunjukkan
individu dengan tujuan menguntungkan orang lain tanpa memandang
perbedaan motivasi apa yang mendorong pelaku.
2. Teori Perkembangan Perilaku Prososial
Eisenberg & Mussen (1997) menyebutkan ada tiga teori atau
pendekatan utama yang yang selama ini digunakan untuk menjelaskan
proses dan perkembangan kecenderungan berperilaku prososial. Ketiga
teori tersebut adalah psikoanalisa, teori belajar sosial dan teori sosial
kognitif, serta teori perkembangan kognitif. Ketiga teori tersebut saling
melengkapi satu sama lain, menjelaskan aspek yang mungkin
diabaikan teori lainnya. Penelitian ini berfokus perkembangan kognitif
dalam mengkaji perilaku prososial individu.
Dalam Teori Perkembangan Kognitif (menurut Eisenberg &
Mussen, 1997) anak tidak dipandang sebagai individu yang pasif.
Melainkan, individu dipandang memiliki kemampuan bertindak
dengan cara yang kreatif terhadap lingkungannya. Teori perkembangan
kognitif menjelaskan pentingnya penalaran dan proses kognitif dalam
mempengaruhi perilaku prososial individu. Perilaku prososial individu
berkembang seiring perkembangan kognitif individu. Perkembangan
kemampuan, keterampilan serta kapasitas kognitif individu
mempengaruhi bagaimana pandangan individu mengenai menolong
dan juga mempengaruhi motivasi menolong (Dovidio, Piliavin,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Schroeder, & Penner, 2006). Kolberg dan Piaget memberi dasar dalam
teori perkembangan kognitif. Keduanya menjelaskan bahwa individu
mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangan penalaran dan
penilaian moral.
Teori kognitif menjelaskan bahwa role taking ability dan
internal attribution merupakan dua kemampuan kognitif yang
mendasari perkembangan perilaku prososial individu (Dovidio,
Piliavin, Schroeder, & Penner, 2006). Role taking ability disebut juga
sebagai Cognitive Empathy yaitu kemampuan untuk memahami apa
yang dipikirkan orang lain, kemampuan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain (Dovidio, Piliavin, Schroeder, & Penner, 2006).
Kemampuan ini mulai berkembang pada anak 5-6 tahun. Internal
attribution kemampuan mengatribusikan apa yang melatarbelakangi
perilaku diri sendiri dan perilaku orang lain.
3. Penentu Perilaku Prososial
Ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang
memunculkan perilaku prososial. Eisenberg & Mussen (1997)
menyebutkan ada 7 kategori utama yang menjadi penentu atau
anteseden untuk perilaku prososial antara lain: biologi,
budaya/keanggotaan suatu kelompok, pengalaman sosialisasi, proses
kognitif, kepekaan emosional, variabel kepribadian dan personal, serta
keadaan dan kondisi situasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
a. Faktor Biologi
Wilson mengatakan hanya 10% pengaruh genetik terhadap
perilaku prososial individu. Wilson menyatakan bahwa kin
selection menjelaskan perilaku altruis yang ditunjukkan oleh
hewan-hewan. Aksi mengorbankan diri meningkatkan probabilitas
kerabat dekat yang memiliki gen sama untuk bertahan. Manusia
dan hewan menunjukkan perilaku altruis tidak hanya pada kerabat
saja. Trivers menjelaskan konsep reciprocal altruism sebagai
perilaku altruis yang ditunjukkan dengan motivasi mendapatkan
keuntungan di masa yang akan datang. Kedua konsep yang telah
diusulkan oleh ahli sosiobiologis tersebut, Kin selection dan
reciprocal altruism dipandang sebagai penjelasan perilaku altruis
manusia.
b. Keanggotaan suatu kelompok (Budaya)
Budaya tempat individu dibesarkan mempengaruhi
penentuan perilaku, motivasi dan orientasi mana yang tepat dan
yang tidak tepat. Budaya tidak bisa menjelaskan mengenai
perbedaan tingkat prososial setiap individu dalam suatu budaya
yang sama, melainkan memberi perbedaan secara umum individu
dari satu budaya dengan budaya lain. Seorang individu
mempelajari dan memperoleh nilai, norma, dan perilaku dari
budaya mereka melalui berbagai cara antara lain dengan imitasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
identifikasi serta reinforcement. Nilai, dan norma diperoleh anak
melalui proses sosialisasi.
c. Pengalaman sosialisasi
Agen sosialisasi utama adalah orangtua, teman sebaya,
guru dan media masa. Keluarga sebagai agen sosialisasi paling
signifikan mempengaruhi pola perilaku, motivasi personal,
kecenderungan individu, nilai dan respons sosial yang sesuai
dengan budaya tempat anak tinggal dan dibesarkan.
d. Proses Kognitif
Einsenberg & Mussen (1997) mengelompokkan proses
kognitif yang berperan dalam perilaku prososial individu ke dalam
beberapa kategori antara lain 1) persepsi, interpretasi dan evaluasi
terhadap situasi (proses atribusi) 2) level perkembangan kognitif
dan intelejensi 3) Role Taking ability 4) pengambilan keputusan
dan penalaran moral. Hal tersebut tercermin dalam tahapan proses
kognitif individu dalam berperilaku prososial. Individu akan
mempersepsikan serta menafsirkan suatu keadaan, apakah orang
tersebut perlu pertolongan atau tidak. Hal ini memerlukan
kemampuan presepsi keadaan. Individu kemudian mencoba untuk
mengevaluasi kebutuhan serta keinginan orang yang ingin
ditolong. Individu juga perlu menentukan rencana dan tindakan
paling efektif. Tahap-tahap perkembangan penalaran kognitif
mampu menjelaskan kapan individu mampu mempersepsikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
suatu keadaan dengan benar sehingga individu mampu
menunjukkan perilaku prososial.
Einsenberg menyebutkan ada 6 topik berkaitan dengan
proses kognitif dalam perilaku prososial.
i. General intelligence
Semakin tinggi tingkat intelegensi, individu semakin
mampu mengevaluasi apa yang dibutuhkan orang lain,
menunjukkan peningkatan kemampuan role taking dan juga
semakin mampu mencari cara yang efektif dalam membantu.
ii. Persepsi terhadap kebutuhan orang lain
Kemampuan untuk mempersepsikan serta
membedakan kebutuhan orang lain dengan kebutuhan
mereka sendiri membuat individu mampu merespons suatu
kejadian secara prososial. Anak kecil kurang mampu menilai
secara akurat mengenai apa yang dibutuhkan orang lain
sehingga mempengaruhi tindakan yang diambil.
iii. Role taking
Eisenberg dan Mussen mendefinisikan Role taking
sebagai kemampuan memahami apa yang dipikirkan atau
pikiran orang lain. Role taking merupakan reaksi empati
awal yang meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku
altruis. Teori menyatakan bahwa Role taking juga sebagai
komponen kognitif perilaku prososial (Davis, 1983). Social
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Role Taking meningkatkan empati individu terhadap orang
lain dan membantu individu dalam mempersepsikan apa
yang dirasakan dan dipikirkan orang lain dalam sudut
pandangnya.
Pada usia 3 tahun anak seharusnya sudah mampu
membedakan reaksi senang dan tidak senang dari orang lain,
kemudian disusul kemampuan untuk mengidentifikasi rasa
takut dan kemarahan dari orang lain. Suatu penelitian
menjelaskan mengenai anak dengan kemampuan role taking
tinggi yang terlihat dalam kemampuan menjelaskan dan
menamai perasaan yang dialami tokoh dalam suatu cerita,
lebih menunjukkan perilaku menolong (Hudson, Forman, &
Brion-Meisels dalam Eisenberg dan Mussen, 1997).
Role-taking dan perspective taking ability sering kali
bermakna tumpang tindih, keduanya sama-sama
menjelaskan kemampuan individu mengenai dalam
mengambil peran, melihat dari sudut pandang orang lain
untuk memahami apa yang dirasakan atau dipikirkan
oranglain. Hoffman (2000) juga menunjukkan kesamaan arti
pada Role-taking dan perspective taking. Dalam penelitian
ini akan lebih sering menggunakan istilah perspective
taking.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
iv. Pemecahan masalah interpersonal
Pemecahan masalah interpersonal menurut Shure,
Spivack, Platte & Shure (dalam Einsenberg, 1997)
mencangkup beberapa hal antara lain, kepekaan terhadap
permasalahan interpersonal, kemampuan untuk
menghasilkan solusi yang memungkinkan, menyusun tahap
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut serta
mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan prososial.
v. Atribusi terhadap orang lain
Penilaian individu terhadap apa yang
melatarbelakangi perilaku orang lain, apa yang
menyebabkan orang lain melakukan hal tersebut
mempengaruhi apakah individu akan menolong orang
tersebut atau tidak. Individu akan mengatribusikan apakah
permasalahan itu berasal dari faktor di luar kontrol individu
yang akan dibantu atau faktor dari dalam diri (sebagai
contoh pilihan atau usaha individu yang dibantu). Individu
akan cenderung membantu apabila masalah berasal dari
faktor di luar kontrol, misal seorang anak yang
meminjamkan catatan pada teman yang tidak hadir dikelas
karena sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
vi. Penalaran moral
Eisenberg dan Mussen (1997) menerangkan 5 level
perkembangan penalaran prososial. Level 1 berorientasi
pada hedonis dan berfokus pada diri, melakukan perilaku
prososial untuk keuntungan pribadi. Level kedua need
orientation. Pada tahap ini telah ditandai dengan primitive
role taking atau empati. Pada tahap ketiga orientasi pada
penerimaan dan interpersonal. Level keempat ditandai
dengan orientasi self-reflective empathy dan bertindak
berdasarkan internalisasi nilai dan norma. Tahap ke empat
perilaku prososial muncul berdasarkan orientasi terhadap
nilai yang telah diinternalisasi dan keinginan untuk bertindak
sesuai dengan kewajiban sosial dan keinginan untuk
menjaga kehidupan sosial.
Penalaran moral dan perilaku prososial meiliki
asosiasi positif akan tetapi tidak terjadi di setiap situasi.
Level penalaran rendah berkorelasi dengan perilaku
prososial yang dilatarbelakangi motivasi egois atau
menguntungkan diri sendiri, di sisi lain perilaku agresif
kadang juga dimotivasi oleh level moral yang tinggi, sebagai
contoh dukungan terhadap perang. Walaupun secara empiris
level penalaran moral mempengaruhi kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
seseorang berperilaku prososial, akan tetapi masih ada faktor
lain yang juga mempengaruhi kecenderungan prososial.
e. Variabel Personal
Einsenberg dan Mussen (1997) menyebutkan tendensi
personal yang mempengaruhi perbedaan perilaku prososial setiap
individu antara lain jenis kelamin, kelas sosial ekonomi, usia,
level perkembangan menurut usia, urutan kelahiran, dan beberapa
atribut personal (trait) sebagai contoh kemampuan sosial, self-
esteem, dan penyesuaian emosi. Karakteristik tersebut tidak dapat
dipungkiri berhubungan dengan variabel lain misalnya praktek
sosialisasi serta faktor kognitif. Individu yang ekspresif
cenderung menunjukkan perilaku prososial spontan yang tinggi.
f. Faktor Emosional
Perilaku prososial juga dilatarbelakangi oleh perasaan
individu saat mengetahui orang lain yang membutuhkan
pertolongan atau perasaan individu saat tidak mampu menolong
seseorang. Empati, simpati dan perasaan bersalah merupakan
faktor emosional yang mempengaruhi apakah individu akan
menolong atau tidak.
Empati dan simpati menjadi faktor emosional dalam
perilaku prososial seseorang. Empati merupakan suatu respons
emosi. Einsenberg dan Mussen mendefinisikan empati sebagai
suatu keadaan afek individu yang timbul dari keadaan emosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
orang lain yang kongruen dengan keadaan atau kondisi orang lain
tersebut. Sebagai contoh, perasaan sedih yang muncul akibat
melihat orang lain sedih. Keakuratan penilaian secara kognitif
penting sehingga individu dapat merespons secara empatik
(Hoffman, 2000). Perspective taking diperlukan dalam empati.
Seperti penjelasan sebelumnya, Role- atau Perspetive taking
merupakan proses kognitif yaitu menempatkan diri sebagai orang
lain dan membayangkan apa yang dirasakan (Hoffman, 2000).
Stotland (dalam Hoffman 2000) menjelaskan perspective taking
memiliki dua jenis. Pertama membayangkan diri sebagai orang
lain. Saat individu melihat orang lain kesusahan ia akan
mengimajinasikan apabila ia yang menjadi korban. Hal tersebut
menimbulkan distres. Tipe perspective -taking kedua berfokus
pada perasaan orang lain. Dalam tipe ini, fokus individu langsung
pada korban. Ia membayangkan apa yang korban rasakan.
Hoffman (2000) menjelaskan mengenai empatic distress
sebagai motif prososial. Individu cenderung menunjukkan empati
dan bahkan menunjukkan perilaku prososial ketika melihat orang
lain merasa kesakitan atau kesusahan (Hoffman, 2000). Empatic
distress yang dialami individu akan berkurang bahkan hilang
setelah individu tersebut menolong orang lain yang mengalami
kesulitan. Hoffman (2000) menjelaskan bahwa perasaan lega
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
yang dirasakan individu yang ditolong akan menimbulkan
perasaan lega juga pada individu yang menolong.
Simpati adalah respons emosi terhadap keadaan emosi
orang lain. Respons ini terdiri dari perasaan sedih, berduka atau
perhatian terhadap orang lain akan tetapi tidak merasakan emosi
yang sama dengan orang tersebut. Perasaan bersalah adalah
perasaan negatif yang muncul karena seseorang menyadari dia
menyakiti orang lain.
Penelitian menunjukkan bahwa empati dan simpati
merupakan mediator perilaku prososial. Hoffman (dalam
Eisenberg, 1997) menjelaskan bahwa motivasi altruistik individu
dipengaruhi oleh aspek kognitif dan afektif dari empati.
Kemampuan berempati membutuhkan kemampuan menempatkan
diri sebagai orang lain (perspective -taking). Kemampuan ini yang
menjadi basis dari motivasi altruis. Hoffman menjelaskan respons
empati mulai berkembang sejak masih bayi bahkan kemampuan
merasakan kesulitan yang dialami orang lain mulai muncul
sebelum mereka mampu membedakan diri mereka dengan
oranglain. Respons empati yang mulai muncul sejak bayi selain
merupakan kecenderungan biologis.
Batson (dalam Eisenberg & Mussen, 1997) membedakan
personal distress dan empati sebagai faktor yang mempengaruhi
dan melatarbelakangi perilaku prososial. Personal distress
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
mengacu pada emosi negatif dan mengganggu yang dirasakan
individu ketika melihat orang lain kesulitan. Perilaku prososial
yang ia tunjukkan didorong oleh keinginan untuk mengurangi
emosi negatif yang dirasakan, dengan kata lain motivasi egois.
Sedangkan, empati memunculkan perilaku prososial yang
didorong oleh keinginan meringankan penderitaan orang lain atau
dengan kata lain motivasi berorientasi pada orang lain. Dalam hal
ini individu menunjukkan perilaku altruis.
Perasaan bersalah memediasi perilaku prososial. Respons
empati serta kemampuan merasakan permasalahan yang dialami
orang lain mungkin akan diubah menjadi rasa bersalah. Perasaan
bersalah tersebut muncul ketika individu merasa
bertanggungjawab atas kesulitan yang dihadapi orang lain,
sehingga mengarah pada rasa bertanggungjawab untuk menolong.
Selain itu, perilaku menolong juga didorong oleh tujuan
mengantisipasi perasaan bersalah yang akan muncul apabila
individu tidak menolong.
g. Faktor Situasional
Suasana hati (mood), dorongan nilai dan pentingnya
perilau prososial, karakteristik penerima, dan situasi lain misalnya
sebagai satu-satunya saksi merupakan faktor-faktor situasional
yang mempengaruhi perilaku prososial individu. Oleh sebab itu,
tidak dapat dipungkiri dalam beberapa waktu, perilaku atau reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
individu dipengaruhi oleh perubahan perasaan dan juga akibat
respons suatu situasi/ keadaan lingkungan.
4. Bentuk Perilaku Prososial
Einsenberg dan Mussen menyebutkan perilaku Prososial
menyangkut tindakan berbagi, bekerjasama, menolong,
donasi/menyumbang, menolong, kejujuran, berderma,
mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Selain itu
dalam buku The Root of Prosocial Behavior (1997) membuat orang
lain nyaman, sebagai contoh menghibur, juga merupakan bentuk
perilaku prososial.
Mussen & Eisenberg (1997) menyebutkan kelima bentuk
perilaku prososial antara lain berbagi, bekerjasama, menolong,
kejujuran, dan berderma, sebagai aspek perilaku prososial.
5. Tahap-tahap dalam Menolong
Ketika dihadapkan dengan suatu peristiwa, pengambilan
keputusan atau decision making berperan dalam menentukan apakah
individu menolong atau tidak. Latane and Darley (dalam Baron &
Branscombe, 2012) menjelaskan ada lima tahap dalam pengambilan
keputusan yang menentukan perilaku menolong individu. Pada situasi
genting proses pengambilan keputusan ini harus dilakukan dalam
waktu yang singkat.
a. Mengetahui bahwa ada peristiwa yang tidak biasa terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
b. Menginterpretasi secara tepat bahwa suatu kejadian merupakan
kejadian, darurat dan membutuhkan bantuan.
Apabila seseorang salah dalam menafsirkan suatu peristiwa
genting sebagai suatu peristiwa yang tidak membutuhkan
bantuan, maka individu tidak akan menolong. Sebagai contoh,
individu yang dari jauh melihat seorang perempuan berteriak di
depan seorang penjahat karena ia diancam dengan belati bisa
jadi dianggap orang lain sebagai pasangan yang sedang
bertengkar.
c. Menentukan apakah bertanggungjawab untuk menolong atau
tidak
d. Menilai diri apakah memiliki kemampuan atau pengetahuan
untuk menolong
e. Menentukan keputusan akhir apakah akan menolong atau tidak.
C. Dewasa muda (Young Adult)
Havirgust (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa dewasa muda
memiliki rentang antara 18 – 35 tahun. Erikson (dalam Lemme, 1995)
mengatakan rentang usia 20an sampai 30an adalah rentang usia dewasa
muda. Salah satu tugas perkembangan pada individu dewasa muda adalah
memiliki tanggungjawab sosial (Havighurs dalam Lemme, 1995). Di sisi
lain, permasalahan sosial seperti perilaku agresif dan sikap individualis
yang tidak menunjukkan perilaku bertanggungjawab paling banyak
dilakukan oleh individu dengan kategori dewasa muda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Erikson (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa dewasa muda
pada usia 20an sampai 30an memiliki tugas perkembangan untuk
mengembangkan keterampilan dalam hubungan interpersonal seperti
berbagi dan peduli. Individu dewasa mulai memiliki kebutuhan untuk
mendapat bantuan dan pertolongan dari orang lain serta kebutuhan untuk
menjaga hubungan interpersonal (Einsenberg et. all dalam Caprara, Steca,
Zelli, & Capanna, 2005). Perilaku prososial meningkatkan kemungkinan
terpenuhinya kebutuhan tersebut (Einsenberg et. all dalam Caprara, Steca,
Zelli, & Capanna, 2005). Individu yang mampu memiliki tingkat prososial
tinggi cenderung sukses dalam beradaptasi dan mendapatkan penerimaan
dari orang lain (Pakaslahti, Karjalainen, & Keltikangas-Ja¨rvinen, 2002;
Eisenberg & Fabes dalam Lam, 2012).
Perilaku prososial, pada masa dewasa, mulai menjadi hal yang
penting karena memiliki makna sosial dan mengandung nilai luhur
(Caprara, Steca, Zelli, & Capanna, 2005). Secara umum perilaku prososial
meningkat sejalan dengan peningkatan usia (Eisenberg, 2006). Akan
tetapi, pada dewasa muda kecenderungan individu dalam berperilaku
prososial seringkali berbenturan dengan kecenderungan individu lain
seperti kompetisi, pencapaian personal, dan kebutuhan egois lain (Caprara,
Steca, Zelli, & Capanna, 2005).
Prososial dilema moral terjadi ketika muncul konflik antara
kepentingan diri dan kepentingan orang lain (Eisenberg, Carlo, Murphy,
& Court, 1995). Hal tersebut karena pada awal dewasa, individu mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
menekankan tanggungjawab baik terhadap diri maupun orang lain, tidak
hanya berfokus pada pengorbanan diri saja (Giligan dalam Eisenberg,
Carlo, Murphy, & Court, 1995). Oleh sebab itu, beberapa individu
cenderung memiliki penalaran yang berorientasi pada diri (self-oriented)
ketika menghadapi dilema moral tersebut.
Beberapa hal yang mempengaruhi perbedaan kecenderungan
perilaku prososial antara lain perkembangan sosiokognitif dan kemampuan
mengkode emosi orang lain (Einsenberg, 2006). Pada dewasa muda,
perilaku menolong tidak dimotivasi oleh motif egois, akan tetapi oleh
motif orang lain (Einsenberg, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan level alexithymia menurun saat
individu masuk dalam tahap remaja. Akan tetapi akan meningkat saat
menginjak dewasa hingga manula. Prevalensi alexithymia pada individu
dengan rentang usia 30-44 tahun sebanyak 4.7%, akan tetapi pada usia
diatas 84 tahun prevalensi sebanyak 29.3% (Mattilla et al., 2006). Pada
masa remaja, semakin rendah usia individu semakin tinggi level
alexithymia (Oskis dalam Paul 2013). Pada mahasiswa ditemukan korelasi
negatif antara usia dan level alexithymia (Meins et al., dalam Paul 2013).
Pada dewasa muda, individu seharusnya sudah sampai pada tahap
perkembangan kognitif formal operasional (menurut Lane & Schwartz
dalam Timoney Holder, 2013). Pada tahap tersebut, individu mampu
menyadari dan membedakan campuran emosi yang dialami, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
menyadari emosi yang dialami orang lain. Tahap tersebut
merepresentasikan alexithymia rendah.
D. Dinamika Antar Variabel
Alexithymia merupakan trait kepribadian yang ditandai dengan
kesulitan dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan perasaan serta cara
berpikir operasional. Konstruk ini menunjukkan adanya defisit regulasi
emosi (Taylor, Bagby, & Parker, 1997;Taylor, 2000; Spitzer, Siebel-
Jürges, Barnow, Grabe, & Freyberger, 2005; Karukivi, et. all, 2014). 4
karakteristik alexithymia difficulties Identifying feeling, difficulties
describing feeling, limited fantasy dan externally oriented thinking style
mencerminkan rendahnya kesadaran dan regulasi emosi. Proses kognitif
yang terlibat dalam regulasi afek termasuk emosi di antaranya adalah
representasi mental, imajinasi, dan komunikasi verbal.
FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, (2012) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa level alexithymia yang tinggi menyebabkan individu
kurang mampu menghargai dan membedakan emosi orang lain. Hal
tersebut menyebabkan individu kurang mampu menunjukkan tindakan
empatik. Penelitian lain juga menunjukkan individu dengan level
alexithymia tinggi cenderung memiliki level empati yang rendah
(Grynberg, Luminet, Corneille, Grèzes, & Berthoz, 2010; Jonason &
Krause, 2013). Sedangkan empati merupakan faktor emosional yang
mempengaruhi derajat perilaku prososial individu (Eisenberg & Mussen,
1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Shared-network Hyphothesis Theory paling mungkin menjelaskan
hubungan alexithymia dan rendahnya empati individu (Aaron, Benson, &
Park, 2015) pemrosesan emosi diri dan emosi orang lain diatur dalam
jalinan neural yang sama. Kemampuan individu menyadari keadaan emosi
yang dialaminya menjadi prediktor kemampuan individu merespons secara
empatik kepada orang lain (Aaron, Benson, & Park, 2015).
Kesadaran emosi dan regulasi emosi (kemampuan
mengidentifikasi, mendeskripsikan serta mengekspresikan secara konkret
perasaan merupakan bagian dari komponen empati (Decety & Jackson,
2004;Moriguchi, et al., 2006; Decety & Jackson, 2006). Individu dengan
level alexithymia mengalami defisit dalam kesadaran emosi termasuk
dalam rendahnya kemampuan membedakan, simbolisasi emosi dan
pemahaman akan diri serta orang lain (complexity in experience of self and
other) (Moriguchi, et al., 2006).
Selain itu, individu dengan level alexithymia juga kurang memiliki
kemampuan untuk mengambil perspektif sebagai orang lain agar mampu
merasakan apa yang dialami orang lain yang disebut perspective taking
ability. Perspective taking ability merupakan faktor kognitif penentu
perilaku prososial juga sebagai komponen kognitif empati (Eisenberg &
Mussen, 1997). Aaron, Benson, & Park (2015) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa individu dengan level alexithymia tinggi mengalami
defisit empati terlebih dalam kemampuan perspective taking. Perspective
taking ability kurang dimiliki individu dengan level alexithymia tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
karena keterbatasan kemampuan imajinasi (Thompson, 2009) dan juga
rendahnya mentalisasi. Seperti dalam penelitian Moriguchi, et al., (2006)
yang menemukan bahwa individu dengan alexithymia menunjukkan
penurunan kemampuan mentalisasi yang berkaitan dengan perspective-
taking.
Teori perkembangan kognitif Lane & Scwartz (dalam Timoney &
Holder, 2013) menjelaskan mengenai gangguan perkembangan kesadaran
emosi pada individu dengan level alexithymia tinggi. Dalam teori
perkembangan kognitif tersebut semakin tinggi level kognitif, semakin
baik individu dalam menyadari, membedakan dan mendeskripsikan
perasaan yang muncul, baik menyadari emosi diri maupun menyadari
emosi yang dialami orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
ketidakmampuan individu dalam meregulasi, memproses emosi atau afek
serta defisit kognitif yang dialami individu dengan level alexithymia
mempengaruhi pikiran serta perilaku individu, khususnya perilaku
prososial yang menjadi perhatian penelitian ini. Rendahnya kesadaran
emosi diri individu dengan level alexithymia tinggi menyulitkan individu
untuk merespons secara empatik. Kesulitan mengidentifikasi dan
memproses perasaan serta emosi diri menjadi prediktor ketidakmampuan
mengidentifikasi perasaan dan emosi orang lain, sehingga menjelaskan
rendahnya empati individu tersebut. Di samping itu, keterbatasan fantasi
dan mentalisasi individu menyebabkan individu sulit mengambil sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pandang, menempatkan diri sebagai orang lain (perspective taking).
Individu dengan level alexithymia tinggi cenderung memiliki perilaku
prososial yang rendah mengingat adanya asosiasi antara alexithymia yang
tinggi dengan rendahnya empati dan perspective taking ability.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
E. Skema
Berikut merupakan skema berpikir (gambar 2.1) dan skema penelitian
(gambar 2.2) yang memperlihatkan asosiasi dengan perilaku prososial.
Gambar 2.1 Skema Berpikir
Karakteristik Alexithymia
- Kesulitan mendeskripsikan
perasaan
- Kesulitan mengidentifikasi
perasaan
- Fantasi terbatas
- External Oriented Thinking Style
Empati dan perspective
taking rendah
Perilaku Prosos
ial
Rendah
Defisit Kesadaran emosi
Defisit Regulasi emosi
Defisit Kognitif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Gambar 2.2 Skema Penelitian
Individu dengan level alexithymia
tinggi mengalami defisit regulasi
emosi dan afek yang terlihat dalam
karakteristik :
Kesulitan mengidentifikasi perasaan
Gaya Pemikiran Ekternal
Keterbatasan Imajinasi
Kesulitan mendeskripsikan perasaan
Kurang menyadari emosi dan
kemampuan membedakan
membedakan emosi diri dan orang
kurang, Rendahnya perspective
taking dan empati Menyadari emosi diri dan
membedakan dengan emosi diri
orang lain
Mampu membayangkan diri
sebagai orang lain, kemampuan
perpective taking baik
Mampu merasakan apayang orang
lain rasakan (mampu berempati)
Individu dengan level alexithymia
rendah
memiliki regulasi emosi dan afek
yang baik, menyadari emosi diri
kemampuan kognitif berkaitan
dengan mentalisasi baik
Perilaku Prososial R
endah Perilaku Prososial Tinggi
Kurang mampu menjalin
hubungan interpersonal
dengan baik
Mampu menjalin hubungan
interpersonal dengan baik
Psychological well being
kurang Psychological well being baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan dan
negatif antara level alexithymia terhadap perilaku prososial. Semakin tinggi level
alexithymia semakin rendah perilaku prososial subjek, begitu pula sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survei. Berdasarkan Cresswell
(2014) penelitian survei menyajikan data kuantitatif atau deskripsi
kuantitatif dari suatu tren, sikap, atau pendapat suatu populasi. Tujuan dari
penelitian survei adalah menggeneralisasi hasil penelitian dari sampel ke
populasi secara umum yang memeliki karakteristik sama (Babbie dalam
Cresswell, 2009). Penelitian ini merupakan penelitian primer. Data yang
didapat dalam penelitian ini langsung dari sumber pertama dan
dikumpulkan dalam bentuk kuesioner.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel Bebas : Alexithymia
2. Variabel Tergantung : Perilaku Prososial
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Alexithyimia
Alexithymia adalah trait kepribadian yang ditandai dengan
kesulitan dalam mengidentifikasi serta mendefinisikan perasaan.
Alexithymia merupakan ditandai beberapa karakteristik yaitu
kesulitan mengidentifikasi emosi dan perasaan, kesulitan
verbalisasi perasaan, keterbatasan fantasi/imajinasi dan externally
oriented thinking style (Sifneos, 1972; Taylor,2004; Mattila,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Saarni, Salminen, Huhtala, Sintonen & Joukamaa, 2009; Taylor &
Bagby, 2014). Individu dengan level alexithymia tinggi kesulitan
dalam membedakan perasaannya terhadap suatu kejadian dengan
respons sensasi tubuh yang dialami (Thompson, 2009; Nemiah,
Freyberger, & Sifneos dalam Taylor & Bagby, 2014). Ketika
ditanya mengenai perasaan, individu akan cenderung menjelaskan
sensasi tubuh, bahkan tidak mampu menemukan kata yang tepat
untuk menjelaskan perasaan mereka. Individu dengan level
alexithymia tinggi cenderung berfokus pada kejadian eksternal
dibandingkan fantasi internal (Taylor & Bagby, 2014),
menunjukkan rendahnya kemampuan membentuk representasi
mental atau mentalisasi (Thompson, 2000).
Variabel Alexihymia akan diukur menggunakan Toronto
Alexithymia Scale – 20 (TAS – 20). TAS-20 merupakan alat ukur
yang dikembangkan oleh Bagby, Taylor, dan Parker (1994) yang
mengukur tiga faktor alexithymia : Difficulty Identifying feeling
(DIF), Difficulties Describing Feeling (DDF) dan Externally-
Oriented Thinking (EOT). Semakin tinggi skor menunjukkan
tingkat alexithymia yang semakin tinggi.
2. Perilaku Prososial
Prososial merupakan perilaku positif dan disengaja yang
ditunjukkan individu dengan tujuan menguntungkan orang lain
tanpa memandang perbedaan motivasi apa yang mendorong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
perilaku. Perilaku prososial dapat berupa perilaku berbagi,
kerjasama, menolong, kejujuran dan berderma (Eisenberg &
Mussen, 1997; Dayakisni & Hudania, 2009)).
Pengukuran perilaku prososial dapat dilakukan secara
global maupun secara spesifik pada situasi tertentu (Carlo &
Randall, 2002). Pengukuran perilaku prososial secara global
merupakan pengukuran tendensi perilaku prososial seseorang
dalam berbagai konteks dan motivasi (Carlo & Randall, 2002).
Kecenderungan individu dalam berperilaku prososial akan
diukur menggunakan skala yang dibuat dan dikembangkan oleh
Riry (2016) dengan sedikit penyesuaian dari peneliti. Skala ini
merupakan jenis skala yang mengukur perilaku prososial secara
global. Skala ini mengukur tendensi perilaku prososial berdasarkan
lima aspek yang dikemukakan Eisenberg & Mussen antara lain
berbagi, kerjasama, menolong, kejujuran dan berderma (Eisenberg
& Mussen, 1997; Dayakisni & Hudania, 2009). Semakin tinggi
skor menunjukkan semakin tinggi kecenderungan berperilaku
prososial individu.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah dewasa muda dengan rentang usia
18 – 24 tahun. Pembatasan tersebut karena beberapa alasan. Pertama
karena merujuk pada latar belakang masalah sehingga subjek yang
disasar adalah dewasa muda (rentang usia dewasa muda menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Havirgust : 18 – 35 tahun). Kedua, rentang usia 18 – 24 tidak terlalu
lebar sehingga karakteristik subjek cenderung memiliki kesamaan baik
secara psikologis maupun tugas perkembangan. Oleh sebab itu,
penelitian hasil ini mungkin akan lebih sesuai jika digeneralisasikan
pada populasi dewasa muda dengan kategori usia college student.
Ketiga, Toronto Alexithymia Scale - 20 tidak valid untuk digunakan
pada individu di bawah 18 tahun (Parker, Eastabrook, Keefer, &
Wood, 2010).
Sampel dalam penelitian dipilih menggunakan teknik
convenience sampling. Pemilihan sampel berdasarkan kesesuaian dan
ketersedian responden (Cresswell, 2013).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan self report Questionaire sebagai metode
pengumpulan data dalam penelitian ini. Dua skala yang dipakai adalah
Toronto Alexithymia Scale – 20 (TAS – 20) dan Skala Prososial.
1. Toronto Alexithymia Scale – 20 (TAS-20)
Toronto Alexithymia Scale – 20 (TAS-20) merupakan skala
yang paling sering digunakan untuk mengukur level alexithymia
seseorang baik pada populasi klinis maupun populasi umum. Skala
ini dianggap paling valid. Skala ini pertama kali diciptakan oleh
Bagby, Taylor, & Parker pada tahun 1992. Terdapat 20 item
pernyataan yang menggambarkan 3 dimensi utama konstruk
alexithymia yaitu Difficulties Indetifying Feelings (DIF),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Difficulties Describing Feeling (DDF), dan Externally Oriented
Thinking (EOT) (Bagby, Parker, & Taylor, 1994;Bagby, Taylor, &
Parker, 2003; Bagby, Taylor, & Parker, 2003). Karakteristik
Limited Fantasy tidak diikut sertakan oleh Bagby, Taylor, & Parker
karena karakteristik ini telah tercermin dalam subtes EOT.
Partisipan diminta untuk menilai persetujuan dan kesesuaian
pernyataan dengan apa yang dialami. Skala ini menggunakan tipe
likert dengan 5 kontinum jawaban yang bergerak dari angka 1
untuk “Sangat tidak setuju” sampai angka 5 untuk “Sangat setuju”.
Semakin tinggi skor, semakin tinggi level alexithymia yang
dimiliki individu.
Skor alexithymia bergerak dari 20 – 100 dengan cut-off
score 61. Skor ≤ 51 tergolong dalam kategori alexithymia rendah
atau non-alexithymic, skor ≥ 61 tergolong dalam kategori
alexithymia rendah atau alexithymic. Skor di antara keduanya
masuk dalam kategori borderline alexithymia (Spitzer, Siebel-
Jürges, Barnow, Grabe, & Freyberger, 2005;Konrath, Novin, & Li,
2012;Velotti, Garofalo, Petrocchi, Cavallo, Faffaele, & Dimaggio,
2016). Akan tetapi peneliti tidak menggunakan pembagian kategori
ini dalam analisis data.
TAS-20 yang dalam penelitian ini adalah skala adaptasi
yang dipakai dalam penelitian payung Cleoputri Yusainy pada
tahun 2017 yang peneliti dapatkan langsung dari peneliti utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Penggunaan TAS-20 juga atas pengetahuan pencipta. Berdasarkan
uji reliabilitas (Yusainy, 2017), skor reliabilitas TAS-20 adalah
0,807 (α > 0,7).
Tabel 3.1
Sebaran Item TAS-20
Dimensi Definisi Nomor Butir Total
Favourable Unfavoura-
ble
Difficulty
Identifying
Feelings
(DIF)
Kesulitan
mengidentifikasi
perasaan
1,3,6,7,9
13,14
7
Difficulties
Describing
Feelings
(DDF)
Kesuliran
mendeskripsikan
perasaan
2,11,12,1
7
4 5
Externally
Oriented
Thinking
(EOT)
Cara berpikir yang
cenderung
mengabaikan
pengalaman afektif,
cenderung
merespons stimulus
eksternal
8, 15, 16,
20
5, 10, 18, 19 8
Total item TAS-20 20
2. Skala Perilaku Prososial
Skala Perilaku Prososial menggunakan skala yang dibuat
oleh Riry (2017) berbentuk self-report questionaire yang mengukur
intensi perilaku prososial dalam 5 aspek yaitu berbagi, kerjasama,
menolong, kejujuran, dan berderma. Skala ini telah melewati uji
validitas isi dengan metode expert judgement dan memiliki
reliabilitas cukup tinggi yaitu 0.908.
Skala ini mengukur prososial individu secara global.
Semakin tinggi skor semakin tinggi kecenderungan perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
prososial individu. Pengukuran perilaku prososial secara global
merupakan pengukuran tendensi individu untuk berperilaku
prososial pada berbagai situasi dan kondisi tanpa memperhatikan
konteks dan motivasi pelaku (Carlo & Randall, 2002).
Skala ini terdiri dari 40 item dengan pernyataan positif
(favourable) dan negatif (unfavourable). Skala menggunakan
model penskalaan Likert dengan 4 kontinum respons yang bergerak
dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 4 (Sangat Setuju). Setiap
subjek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban
yang tersedia.
Tabel 3.2
Pemberian Skor pada Skala Prososial
Definisi Skor
Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Tabel 3.3
Sebaran Item Skala Intensi Prososial
F. Prosedur Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan peneliti setelah mendapatkan
skala yang sesuai adalah memeriksa validitas reliabilitas dan daya
diskriminasi skala. Toronto Alexithymia Scale – 20 (TAS-20) telah
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia, sehingga tidak memerlukan
adaptasi ulang. Sedangkan skala prososial merupakan skala berbahasa
Indonesia yang diciptakan oleh Riry (2016) untuk keperluan penelitian
di lingkup Indonesia, sehingga peneliti tidak memerlukan proses alih
bahasa. Skala ini hanya akan dimodifikasi apabila diperlukan
berdasarkan hasil Try Out.
Kedua skala kemudian diujicobakan kepada individu yang
memenuhi kriteria subjek (Try out). Proses ini dilakukan untuk
menganalisis reliabilitas serta daya diskriminasi skala sebelum benar-
benar dilakukan pengambilan data.
Sub Skala Nomor Butir Total
Favourable Unfavourable
Berbagi 16, 29, 33, 3, 14,18 6
Kerjasama 9, 25, 32, 34, 27 5, 12, 17, 20,
30, 39
11
Menolong 11, 21, 26, 31,
35, 37, 40
4, 10, 19, 38 11
Kejujuran 8, 13, 36, 2, 24, 5
Berderma 1, 7, 22, 23 6, 15, 28 7
Total Skala Prososial 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tryo Out atau Uji coba skala dilakukan sebelum pengambilan
data. Try Out atau Uji coba skala dilakukan untuk menguji reliabilitas
dan daya diskriminasi skala yang akan dipakai. Try Out dilakukan
pada tanggal 6 November 2017 dan 8 November 2017.
G. Validitas, Reliabilitas, dan Daya Diskriminasi
1. Validitas Alat Ukur
Validitas tes menunjukkan seberapa jauh suatu tes sungguh
mengukur atribut yang hendak diukur (Gregory,2010; Supratiknya,
2014). Validitas konten menunjukkan kesesuaian antara isi dari
alat ukur dengan konstruk atau atribut yang hendak diukur
(Supratiknya, 2014).
Validitas dan realiabilitas skala asli TAS-20 telah
didemonstrasikan dalam penelitian (Bagby, Taylor, & Parker,
1994;Bagby, Taylor, & Parker, 2003). Validitas faktorial TAS-20
dalam berbagai Bahasa dan budaya telah juga diukur dalam
penelitian Bagby, Taylor, & Parker (2003). Penelitian telah
menunjukkan validitas dari ketiga faktor dalam Toronto
Alexithymia Scale dalam berbagai budaya baik budaya barat
maupun ketimuran (Tsaousis, Taylor, Quity, Georgiades,
Stavrogiannopoulos, & Bagby, 2010; Bagby, Taylor, & Parker,
2003). Hasil penelitian terhadap berbagai versi Toronto
Alexithymia Scale – 20 di berbagai bahasa dan budaya
menunjukkan bahwa skala ini dapat digeneralisasikan ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
berbagai budaya dan bahasa dalam penelitian cross-cultural
(Bagby, Taylor, & Parker, 2003). Penelitian ini mengindikasi
bahwa skala ini dapat digunakan dalam penelitian lintas Budaya
dan semakin menunjukkan alexithymia sebagai trait universal yang
melampaui perbedaan budaya (Bagby, Taylor, & Parker, 2003).
Akan tetapi memastikan penerjemahan secara benar
disesuaikan dengan konteks bahasa seperti pemilihan kata masih
diperlukan agar apa yang dimaksud dalam pernyataan dalam TAS-
versi bahasa lain sama dengan TAS-20 versi asli. Hal ini telah
dipenuhi dengan metode back translation yang dilakukan oleh
peneliti yang telah mengadaptasi skala TAS – 20.
Skala Prososial oleh Riry (2016) disusun mengacu teori
prososial yang dikemukakan oleh Eisenberg. Skala ini
menggunakanan penilaian ahli (expert/professional judgement)
untuk memastikan validitas isi dari skala. Hal ini dilakukan untuk
memastikan isi tes sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala
Daya diskriminasi menunjukkan keefektifan setiap item alat
ukur dalam membedakan subjek yang memiliki level tinggi dengan
subjek lain yang memiliki level lebih rendah pada atribut
psikologis yang diukur (Supratiknya, 2014).
Daya Diskriminasi dilihat melalui korelasi item dengan
skor total (rix). Skor rix bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
bersifat positif maupun negatif. Item dapat dikatakan memiliki
daya diskriminasi yang baik memiliki skor ≥ 0, 250.
Reliabilitas merupakan konsistensi dari alat ukur (Gregory,
2010). Klein (dalam Supratiknya, 2014) menyatakan bahwa
reliabitas menyangkut konsistensi internal dan stabilitas alat ukur.
Reliabilitas melibatkan kesesuaian antar bagian dalam suatu alat
ukur (reliabilitas konsistensi internal) serta stabilitas atau kesamaan
skor apabila subjek yang sama melakukan pengulangan pengetesan
(Supratiknya, 2014).
Derajat reliabitas suatu alat ukur dapat dilihat melalui
koefisien reliabitas yang bergerak dari angka 0,00 sampai 1,00.
Semakin tinggi koefisien reliabititas menunjukkan alat tes semakin
reliabel. Metode berbasis Kovariansi item yaitu metode Alpha
Cronbach (dengan koefisien alpha α) dipilih peneliti untuk
menafsirkan reliabilitas tes berdasarkan konsistensi internal tes
(Supratiknya, 2014).
Reliabilitas dan Daya Diskriminasi skala diuji dalam Try
Out. Tryout Skala Toronto Alexithymia Scale – 20 dilakukan
kepada 43 subjek dengan rentang usia 18 – 21 tahun. Skala
Prososial diujikan kepada 42 subjek dengan rentang usia yang
sama. Penghitungan reliabilitas dan daya diskriminasi dilakukan
menggunakan SPSS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
a. Toronto Alexithymia Scale – 20
Setelah dilakukan analisis statistik terhadap daya
diskriminasi TAS – 20 skor korelasi item total (rix) bergerak
dari angka -0.240 sampai 0.764. 6 item dari TAS-20 memiliki
skor rix ≤ 0.25. Akan tetapi, peneliti memutuskan untuk tidak
melakukan pengguguran item. Keenam item tersebut
merupakan item dari faktor External Oriented Thinkingstyle
(EOT), dengan skor Cronbach Alpha (α) 0.191. Penelitian
menunjukkan skor reliabilitas EOT memang cenderung rendah
pada negara non-Inggris (Bagby, Taylor, & Parker, 2003;
Tsaousis, Taylor, Quity, Georgiades, Stavrogiannopoulos, &
Bagby, 2010; Yusainy, 2017). Akan tetapi, penelitian terhadap
validitas adaptasi TAS-20 pada masyarakat non-inggris
menunjukkan bahwa rendahnya reliabilitas internal pada
subskala EOT tidak menghalangi validitas dari TAS-20 serta
EOT merupakan faktor penting dalam TAS-20 sehingga tidak
perlu menghapus item-item dengan reliabilitas rendah
(Tsaousis, Taylor, Quity, Georgiades, Stavrogiannopoulos, &
Bagby, 2010).
Hasil analisis statistik menunjukkan nilai Cronbach
Alpha (α) sebesar 0.825. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding
hasil Uji Reliabilitas yang dilakukan oleh Yusainy yaitu 0.807
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(2017). Nilai skor yang ≥ 0.70 (α = 0.825) mengindikasi bahwa
TAS – 20 memiliki reliabilitas yang baik.
Tabel 3.4
Reliabilitas Toronto Alexithymia Scale – 20
Cronbach's Alpha N of Items
.825 20
b. Skala Perilaku Prososial
Setelah dilakukan analisis statistik terhadap Skala
Perilaku Prososial di dapatkan skor korelasi item total (rix)
bergerak dari 0.022 sampai 7.34. Oleh sebab itu, peneliti
menggugurkan 4 item (13, 23, 30 dan 31) dengan rix ≤ 0.250.
Selain itu, peneliti juga menggugurkan 4 item lain (4, 12, 27,
dan 37) untuk menyeimbangkan persebaran item favorable dan
unfavorable, serta untuk menyeimbangkan jumlah item tiap
subskala.
Hasil analisis stastistik terhadap 32 item skala prososial
menunjukkan nilai Cronbach Alpha (α) sebesar 0.885. Hal ini
menunjukkan Skala Perilaku Prososial memiliki reliabilitas
yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel 3.5
Persebaran Item Skala Prososial
H. Metode dan Teknik Analisis
1. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui metode analisis
statistik yang sesuai untuk melakukan uji hipotesis.
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah
persebaran data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal
atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode analisis
Kolmogorov-Smirnov untuk menguji persebaran data. Data
yang terdistribusi normal terlihat dalam nilai signifikansi lebih
besar dari 0.05 (p > 0.05), apabila nilai signifikansi kurang dari
0.05 maka data tidak terdistribusi secara normal (p < 0.05)
(Santoso, 2010).
Aspek Nomor Butir Total
Favourable Unfavourable
Berbagi 16, 29, 33, 3, 14,18 6
Kerjasama 9, 25, 32, 34, 27* 5, 12*, 17, 20,
30*, 39
8
Menolong 11, 21, 26, 31*,
35, 37*, 40
4*, 10, 19, 38 8
Kejujuran 8, 13*, 36, 2, 24, 4
Berderma 1, 7, 22, 23* 6, 15, 28 6
Total Skala Prososial 32
*item dihapus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah korelasi
antar variabel bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan
dengan metode analisis statistik Test for Linearity. Variabel
bebas dan variabel tergantung dinyatakan memiliki hubungan
yang tidak linear apabila nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p >
0.005), sebaliknya nilai signifikansi kurang dari 0.05 (p < 0.05)
menyatakan bahwa hubungan variabel bersifat linear. Korelasi
linear dari dua variabel dapat bersifat positif ataupun negatif
(Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan
antara level alexithymia dengan perilaku prososial. Penelitian ini
menggunakan uji korelasi untuk menguji ada atau tidak adanya
hubungan antar variabel. Peneliti mengukur korelasi menggunakan
Koefisien Korelasi Spearman apabila data tidak terdistribusi
normal dan tidak linear. Apabila data terdistribusi normal dan
linear maka peneliti menggunakan Koefisien Korelasi Pearson.
Nilai koefisien korelasi bergerak dari angka 0 sampai dengan 1.
Korelasi dapat bersifat negatif maupun positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Pengambilan data dilakukan tanggal 10 November sampai
14 November 2017. Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa
muda dengan rentang usia 18 – 24 tahun. Pengambilan data
dilakukan dengan cara menyebarkan skala Prososial dan TAS-20
secara bersamaan yang telah disusun dalam bentuk booklet.
Penyebaran skala dilakukan di sekitar Kampus I, Kampus
II, kampus III Universitas Sanata Dharma. Sebagian skala
diberikan baik secara langsung oleh peneliti kepada subjek,
sebagaian skala dititipkan kepada rekan yang peneliti percaya
untuk disebarkan ke jaringan pertemannya. Skala diberikan kepada
subjek baik mahasiswa maupun non mahasiswa yang berkenan
memberikan mengisi dengan perkiraan usia target. Pemilihan target
disesuaikan dengan rentang usia yang peneliti tentukan. Responden
yang diluar karakteristik penelitian digugurkan.
B. DESKRIPSI PENELITIAN
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Peneliti mendapatkan 237 kuesioner kembali. 7 dari
237 subjek hanya mengerjakan satu skala, sehingga
digugurkan. 15 dari 230 subjek yang tersisa digugurkan antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
lain karena tidak mengisi usia serta usia diluar rentang yang
penulis tentukan (antara 18 – 24 tahun).
Total subjek dalam penelitian ini sebanyak 215. Subjek
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 81 (37.2%), perempuan
sebanyak 131(60.9%), dan 4 sisanya tidak mencantumkan jenis
kelamin (1.9%). Berikut data sebaran jenis kelamin subjek.
Tabel 4.1
Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Frekuensi Presentase
Laki-laki 80 37.2
Perempuan 131 60.9
Unknown 4 1.9
Total 215 100.0
Rentang usia yang dipakai dalam penelitian ini adalah
18 – 24 tahun. Rata-rata usia subjek dalam penelitian ini
adalah 19.5, dengan dominasi usia subjek 19 tahun. Berikut
data persebaran usia subjek dalam penelitian ini :
Tabel 4.2
Deskripsi Subjek Berdasarkan
Usia
Usia Frekuensi Presentasi
18 62 28.8
19 78 36.3
20 34 15.8
21 31 14.4
22 10 4.7
Total 215 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel 4.3
Deskripsi Subjek Berdasarkan
Kategori TAS
Skor TAS Presentasi
<50 24 %
50 – 60 43.4%
>61 32.2 %
Total 215
2. Deskripsi Data Penelitian
Peneliti membandingkan nilai rata-rata teoretis dengan
nilai rata-rata empiris. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat kepemilikan variabel. Kemudian, uji-t dilakukan untuk
melihat apakah nilai rata-rata tersebut memiliki perbedaan
yang bersifat signifikan atau tidak. Berikut hasil tabel analisis
deskripsi data :
Tabel menunjukkan bahwa mean empiris alexithymia
(56.36) lebih rendah dibanding mean teoretis (60). Hal ini
menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini level
alexithymia di bawah mean teoretis. Skor 60 merupakan
cutting skor alexithymia (Bagby, Taylor, & Parker, 1997). Skor
Tabel 4.4
Deskripsi mean Teoretis – Mean Empiris
Variabel N Teoretis Empiris
Min Max Mean Mean Sign
Alexithymia 215 20 100 60 56.35 0.00
Prososial 215 32 128 80 97.11 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
56.39 menunjukkan secara umum subjek penelitian tidak
memiliki level alexithymia tinggi.
Variable prososial memiliki mean empiris (97.11) lebih
tinggi dibanding mean teoretis (80). Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum subjek memiliki level perilaku prososial
di atas rata-rata. Apabila skor perilaku prososial dibagi
menjadi 5 kategori, sangat rendah, rendah, cukup, cukup tinggi
dan tinggi
Tabel 4.5
Kategori Skor Prososial
Skor Kategori
32 – 51 Sangat Kurang
> 51 – 70 Kurang
> 71 – 90 Cukup
> 90 – 108 Baik
> 108 – 128 Sangat Baik
C. ANALISIS DATA PENELITIAN
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Berdasarkan uji normalitas yang dipakai terhadap
215 Subjek menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov
dengan program SPSS versi 16.00, didapatkan nilai
signifikansi p > 0.05. Hal tersebut menunjukkan kedua data
terdistribusi secara normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas
Asymp sig.
(2-taied)
Kolmogorov
- Smirnov Z N
Toronto Alexithymia
Scale
0.448 0.861
215 Skala Prososial 0.288 0.983
b. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa kedua variabel yaitu Alexithymia dan Prososial
bersifat linear. Hal ini terlihat dalam nilai signifikansi
linearitas sebesar 0.000 ( p < 0.05).
Tabel 4.7
Hasil Uji Linearitas
Sign. F Keterangan
Alexithymia –
Perilaku Prososial
0.000 0.759 Linear
2. Uji Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
adanya hubungan negatif antara level alexithymia dengan
perilaku prososial. Berdasarkan Uji normalitas dan linearitas,
data yang didapatkan memiliki persebaran yang normal serta
bersifat linear. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan metode
Pearson Corelation dalam menguji hipotesis penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Hubungan dua variabel terlihat dalam nilai signifikansi
(p). Nilai signifikansi p < 0.01 menyatakan bahwa kedua
variable memiliki hubungan yang signifikan. Nilai koefisien
korelasi (r) bergerak dari angka 0 – 1,00 dan dapat bersifat
negatif. Semakin mendekati angka 1, korelasi semakin kuat.
Berikut pembagian kategori koefisien korelasi menurut
Sarwono (2006).
Tabel 4.8
Kategori Tingkat Korelasi dan kekuatan hubungan
Nilai Korelasi Tingkat Hubungan
0.00 – 0.25 Sangat Lemah
>0.25 – 0.5 Cukup
>0.50 – 0.75 Kuat
>0.75 – 0.99 Sangat Kuat
1 Sempurna
Hasil analisis menggunakan SPSS versi 16 dengan
menggunakan Pearson Corellation menunjukkan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar – 0.361 dengan sig. (1 tailed)
0.00
Tabel 4.9
Korelasi alexithymia dengan Prososial
alexithymia – prososial Koefisien Korelasi
(r)
Sig (1-tailed)
– 0.361 0.00
Data diatas menunjukkan bahwa ada korelasi yang
negatif dan signifikan antara level alexithymia terhadap
perilaku prososial. Akan tetapi nilai koefisien korelasi tersebut
(r = - 0.361) menunjukkan korelasi yang cukup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
D. PEMBAHASAN
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara level alexithymia terhadap perilaku prososial
dewasa muda. Hasil analisis data menggunakan uji korelasi
Pearson Correlation dengan SPSS 16.00 menunjukkan koefisien
korelasi (r) Alexithymia – Perilaku Prososial -0.361 dengan nilai
signifikansi 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
negatif yang signifikan antara tingkat alexithymia dengan perilaku
prososial individu. Semakin tinggi level alexithymia yang dialami
individu semakin rendah perilaku prososial individu tersebut.
Begitu pula sebaliknya. Dengan demikiran hipotesis peneliti
diterima. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2015) mengenai semakin
rendahnya perilaku prosial altruis yang dialami individu dengan
alexithymia yang semakin tinggi.
Hasil data deskripsi menunjukkan rata-rata subjek memiliki
alexithymia rendah, dan prososial tinggi. Mean empiris (x= 56.35)
alexithymia lebih rendah dibanding mean teoretis (x = 60),
memperlihatkan level alexithymia yang tergolong rendah.
Kemudian mean empiris prososial (x = 97.11) lebih tinggi
dibanding mean teoretis (x = 80). Hasil ini selaras dengan uji
hipotesis yang menunjukkan hubungan negatif kedua variabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Prososial merupakan perilaku yang ditujukan untuk
memberikan pertolongan atau memberikan keuntungan terhadap
orang lain, tanpa membedakan motivasi yang mendorong perilaku
tersebut (Eisenberg & Mussen, 1997). Perilaku prososial akan
meningkat seiring perkembangan usia (Eisenberg & Mussen, 1997;
Eisenberg, 2006). Individu dewasa muda mengembangkan perilaku
prososial dengan motif altruis. Mereka tidak hanya berfokus pada
motif egois namun juga berorientasi pada orang lain (Eisenberg,
2006).
Perilaku prososial yang berorientasi pada orang lain
bergantung pada peran kognisi, dan kemampuan empati individu
(Eisenberg, et al., 2002). Selain empati, perspective taking dan
penilaian moral turut berperan dalam perilaku prososial individu
(Eisenberg, et al., 2002). Dapat disimpulkan, peningkatan perilaku
prososial pada dewasa muda disebabkan adanya perkembangan
perspective taking dan kematangan empati (Eisenberg & Mussen,
1997).
Pertambahan usia tidak selalu diikuti kompleksitas
perkembangan kognitif, perspective taking dan kematangan empati
yang menyebabkan peningkatan perilaku altruis. Karakteristik
kepribadian tertentu turut bertanggungjawab terhadap
kecenderungan perilaku prososial (Eisenberg & Mussen, 1997).
Agresivitas berkorelasi negatif dengan perilaku prososial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
(Eisenberg & Mussen, 1997). Selain itu, Individu yang merasa
bebas mengekspresikan perasaan cenderung menunjukkan perilaku
prososial yang spontan (Eisenberg & Mussen, 1997). Alexithymia
merupakan trait kepribadian yang menunjukkan kesulitan dalam
mengekspresikan perasaan khususnya dengan kata-kata
Disfungsi kesadaran emosi dapat mempengaruhi
kecenderungan berperilaku. Lane & Schwart mengatakan bahwa
alexithymia tinggi menunjukkan gangguan perkembangan kognitif.
Individu dewasa muda seharusnya masuk pada tahap formal
operasional di mana individu mampu memahami dan membedakan
campuran emosi diri, dan menyadari emosi orang lain (Lane &
Schwart dalam Timoney & Holder, 2013).
Kesadaran emosi, perspective taking, dan empati berperan
penting dalam perilaku prososial pada dewasa muda. Ketiganya
berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku prososial dengan
motif orientasi orang lain yang menjadi ciri khas prososial dewasa
muda. Salah satu proses kognitif yang menjadi penentu perilaku
prososial adalah perspective taking ability atau kemampuan
kemampuan melihat dari sudut pandang orang lain dan
membayangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oranglain
(Eisenberg & Mussen, 1997; Hoffman, 2000; Dovidio, Piliavin,
Schroeder, & Penner, 2006). Penentu lain dalam perilaku prososial
adalah faktor emosional yaitu empati. Empati merupakan respons
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
emosional yang berasal dari keadaan emosi orang lain, individu
mengalami emosi yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain
(Einsenberg, 2006). Pada dewasa muda, ketiganya seharusnya telah
berkembang seiring perkembangan kognitif dan penilaian moral
individu.
Alexithymia menunjukkan adanya defisit regulasi emosi
(Taylor, Bagby, & Parker, 1997; Taylor, 2000; Spitzer, Siebel-
Jürges, Barnow, Grabe, & Freyberger, 2005; Karukivi, et. all,
2014). Regulasi emosi difasilitasi oleh kesadaran emosi. Individu
dengan alexithymia tinggi cenderung memiliki kesadaran emosi
rendah (Moriguchi, et al., 2006; Moriguchi, et al., 2007; Timoney
Holder, 2013 FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, 2015;). Regulasi
emosi termasuk di dalamnya kesadaran emosi (kemampuan
mengidentifikasi, mendeskripsikan serta mengekspresikan secara
konkret perasaan (Moriguchi, et al., 2006) merupakan bagian
penting dalam komponen empati (Moriguchi, et al., 2006; Decety
& Jackson, 2006; Decety & Jackson, 2004).
Kesadaran emosi, empati dan perspective taking ability
kurang dimiliki oleh individu dengan ketumpulan emosi yang
terlihat dalam konstruk alexithymia. Penelitian Moriguchi, et al.
(2007) menjelaskan mengenai mengenai rendahnya empati dan
kemampuan individu dalam menginterpretasikan bahwa orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sedang mengalami kesulitan pada individu dengan level
alexithymia tinggi.
Kesadaran akan emosi diri merupakan dasar dari
kemampuan individu mengidentifikasi apa yang dirasakan orang
lain (Moriguchi, et al., 2007; Decety & Jackson, 2004). Shared-
network Theory Hyphothesis menjelaskan bahwa pemrosesan
emosi diri maupun orang lain diatur dalam jalinan neural yang
sama (Aaron, Benson, & Park, 2015) sehingga individu yang sulit
menyadari emosi diri memiliki kesulitan dalam memahami emosi
orang lain. Individu dengan level alexithymia tinggi kurang mampu
membedakan dan memahami emosi diri dan orang lain. Di sisi lain,
emosi berperan penting dalam mendorong individu berperilaku
prososial (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, 2015). Defisit
kesadaran emosi yang dialami individu dengan level alexithymia
tinggi menyebabkan individu dengan level alexithymia tinggi
kurang mampu merespons secara empatik (FeldmanHall, Dalgleish,
& Mobbs, 2015).
Rendahnya perilaku prososial individu dengan level
alexithymia tinggi berkaitan dengan kurangnya kemampuan
individu merasakan apa yang dialami orang lain (empati).
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan alexithymia tinggi
menunjukkan penurunan aktivasi Temporoparietal Junction (TPI)
dan Anterior Insula (AI) (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2015;Moriguchi, et al., 2007). Keduanya bertanggungjawab
memproses informasi sosial-kognitif, termasuk mengkode empati
sehingga mendorong individu berperilaku prososial (FeldmanHall,
Dalgleish, & Mobbs, 2015). Anterior Insula dan Anterior Cingulate
Cortex (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, 2015;Moriguchi, et al.,
2007), merupakan jaringan yang mengatur empati khususnya
berperan dalam menyebabkan individu juga merasa mengalami
kesakitan ketika melihat orang lain sakit atau disebut self-other
state distress (FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs, 2015;Moriguchi,
et al., 2006).
Individu mampu menunjukkan perilaku prososial apabila ia
mampu mengintepretasikan suatu kejadian dengan tepat. Tahap
awal dalam menolong menurut Latane & Darley (dalam Byron &
branscombe, 2012) adalah individu mampu menafsirkan suatu
kejadian sebagai kejadian yang membutuhkan bantuan. Tahap ini
memerlukan kemampuan menempatkan diri sebagai orang lain atau
disebut perspective taking. Perspective taking ini pula yang
menjelaskan rendahnya perilaku altruis individu dengan level
alexithymia yang cenderung tinggi (FeldmanHall, Dalgleish, &
Mobbs, 2015).
Perspective taking berperan sebagai komponen kognitif
empati dan faktor kognitif perilaku prososial. Kemampuan ini
kurang dimiliki individu dengan level alexihymia tinggi. Salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
karakteristik alexithymia adalah keterbatasan fantasi atau
rendahnya mentalisasi. Sedangkan mentalisasi diperlukan individu
untuk menempatkan diri sebagai orang lain atau dengan kata lain
perspective taking. Rendahnya perspective taking dengan
alexithymia terbukti dalam berbagai penelitian (Aaron, Benson, &
Park, 2015; Thompson, 2009; Moriguchi, et al., 2007).
Review hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya
bukti yang cukup kuat yang mengenai peran kesadaran emosi –
yang mana kurang dimiliki individu dengan level alexithymia
semakin tinggi– terhadap kecenderungan perilaku prososial
individu. Sejalan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh
FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2015), hasil penelitian ini,
semakin menegaskan bahwa ada hubungan yang berkebalikan
antara level alexithymia dengan kecenderungan perilaku prososial,
yang dikaitkan dengan pengalaman empatik individu.
Koefisien korelasi sebesar -0.361 ( 0.25 < r < 0.50)
menunjukkan kekuatan hubungan antara kedua variabel adalah
cukup. Hubungan keduanya yang masuk dalam kategori cukup
mungkin karena ada banyak faktor yang bertanggungjawab
terhadap perilaku menolong diluar kognitif dan afektif. Prososial
merupakan perilaku yang bertujuan memberi keuntungan orang
lain tanpa memandang motivasi yang melatarbelakangi pelaku.
Motivasi menolong tidak hanya didorong oleh kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
merasakan apa yang dirasakan orang lain atau empati, melainkan
juga ada dorongan lain. Sebagai contoh compliance prosocial
behavior yang dilakukan sebagai respons dari permintaan orang
lain atau dimotivasi oleh kepatuhan. Selain itu, motivasi eskternal
seperti keharusan mengikuti aturan-aturan dan nilai sosial.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa perilaku prososial tidak hanya
didorong oleh kesadaran emosi individu, melainkan juga ada hal
lain seperti kesadaran sosial yang dilihat dalam bentuk kepatuhan
pada nilai-nilai.
Berdasarkan hasil penghitungan terhadap rata-rata
kelompok laki-laki dan perempuan, ditemukan bahwa skor rata-rata
prososial laki-laki (x laki-laki = 96.4) cenderung lebih rendah
dibanding perempuan (x perempuan = 97.8). Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian yang menyatakan perempuan cenderung
memiliki skor prososial yang lebih tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor alexithymia
subjek di bawah cut-off skor yaitu 60 ( x = 56.35), menunjukkan
level alexithymia rata-rata subjek tidak tergolong tinggi. 32.2%
menunjukkan skor alexithymia > 60. Akan tetapi, peneliti tidak
menggunakan hasil penelitian ini untuk mengkategorikan
alexithymic – non alexithymic. Walaupun validitas dan kemampuan
generalisasi dari TAS – 20 di berbagai budaya telah diteliti
sebelumnya (lih. Bagby, Taylor, & Parker, 2003; Tsaousis, Taylor,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Quity, Georgiades, Stavrogiannopoulos, & Bagby, 2010) akan
tetapi belum ada penelitian yang membahas diagnostik kategori
dari TAS – 20. Selain itu, Taylor & Bagby (2014) juga cenderung
menyarankan untuk menempatkan alexithymia dalam dimensi
kontinum dibanding mengkategorikan alexithymic dan non-
alexithymic. Hasil penghitungan terhadap rata-rata skor alexithymia
kelompok laki-laki dan perempuan, ditemukan skor rata-rata
alexithymia laki-laki cenderung lebih tinggi dibanding perempuan
(x laki-laki = 57.44, x perempuan = 55.61). Hasil temuan ini sesuai
dengan hasil penelitian lain mengenai alexithymia. Bahwa laki-laki
cenderung memiliki alexithymia yang lebih tinggi dibanding
perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji apakah ada hubungan
negatif dan signifikan antara level alexithymia dengan perilaku prososial
dewasa muda. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan yang
cukup kuat, signifikan dan negatif antara level alexithymia dengan
perilaku prososial dewasa muda (r = -0.361). Hal ini mengindikasi bahwa
semakin rendah level alexithymia yang dimiliki individu semakin tinggi
perilaku prososial. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian serupa
oleh FeldmanHall, Dalgleish, & Mobbs (2015).
B. KETERBATASAN PENELITIAN
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari
keterbatasan. Rentang usia yang peneliti dapatkan hanya sebatas 18 – 22
tahun. Sehingga usia sampel yang didapat kurang bervariasi menurut
rentang usia dewasa muda. Selain itu, responden yang didapat dalam
penelitian ini adalah mahasiswa. Sehingga penelitian ini kurang
merepresentasikan dewasa muda dengan perbedaan latar belakang
pendidikan.
Penelitian ini hanya menggunakan satu metode saja dalam
pengambilan data yaitu self-report. Skala perilaku prososial mungkin akan
menimbulkan jawaban yang cenderung mengarah social desirability.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Metode pengambilan data yang lain yang biasa digunakan untuk
mengukur prososial adalah situational test. Alexitymia juga dapat diukur
menggunakan metode wawancara seperti yang dilakukan oleh Sifneous
tahun 1972. Data yang diambil dengan metode yang lebih beragam akan
memberikan hasil yang lebih valid dibanding dengan satu metode.
C. SARAN
1. Bagi Subjek
Pada tahap dewasa muda, tuntutan untuk mampu berempati
dan berperilaku prososial semakin tinggi. Individu dewasa muda
memang seharusnya cenderung menunjukkan perilaku empatik. Di
sisi lain, di budaya kolektif emosi diri tidak jarang diabaikan.
Individu diharapkan lebih berefleksi terhadap apa yang dirasakan.
Individu lebih peka terhadap diri karena hal berkaitan dengan
kemampuan individu untuk peka terhadap orang lain, sehingga
dapat lebih banyak membantu orang lain.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian mengenai pengaruh variabel alexithymia
terhadap perilaku prososial perlu dilakukan untuk memastikan
hubungan kausal satu yang lainnya. Penelitian ini akan membantu
mencari cara yang tepat untuk meningkatkan perilaku prososial
dengan mencari upaya yang tepat untuk mencegah individu
memiliki level alexithymia tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Penelitian ini hanya menggunakan subjek penelitian dewasa
muda dengan rentang usia 18-24 tahun. Selain itu peneliti hanya
mendapatkan subjek dengan latar belakang pendidikan mahasiswa
perguruan tinggi. Penelitian dengan rentang usia yang lebih luas
dan latar pendidikan beragam akan semakin meningkatkan
kemampuan generalisasi penelitian. Selain itu, pengambilan data
dengan metode yang lebih beragam akan memberikan hasil yang
lebih valid dibanding dengan satu metode yaitu self-report.
3. Bagi Praktisi Psikologi
Penelitian mengenai alexithymia dalam ranah psikologi
sudah mulai dilakukan di indonesia, akan tetapi masih banyak
praktisi psikologi yang belum memahami trait universal yang ada
dalam populasi general baik klinis maupun non klinis. Praktisi
psikologi diharapkan semakin menaruh perhatiannya pada konstruk
kepribadian ini dan apa saja dampak alexithymia terhadap
kesejahteraan individu dan hubungan interpersonal. Selain itu
praktisi psikologi diharapkan mampu menemukan pendekatan yang
tepat untuk meningkatkan kesadaran emosi dan kemampuan
verbalisasi emosi pada individu serta upaya preventif apa saja yang
bisa dilakukan untuk menghindari tingginya level alexithymia pada
individu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Daftar Pustaka
Aaron, R., Benson, T., & Park, S. (2015). Investigating the role of alexithymia on
the empathy deficit found in schizotypy and autism spectrum traits.
Personality and Individual Differences, 77, 215-220.
Bagby, R. M., Parker, D. A., & Taylor, G. (1994). The twenty-item toronto
alexithymia scale-I. Item selection and cross-validation of the factor
structure. Journal of Psychosomatic, 1, 23-32.
Bagby, R. M., Taylor, G. J., & Parker, J. D. (2003). The 20-item toronto
alexithymia Scale III. Reliability and factorial validity in a community
population. Journal of Psychosomatic Research, 55, 269-275.
Bagby, R. M., Taylor, G. J., & Parker, J. D. (2003). The 20-Item Toronto
Alexithymia Scale IV. Reliability and factorial validity in different
languages and cultures. Journal of Psychosomatic Research, 55, 277-283.
Bagby, R., Taylor, G., & Parker, J. (1994). The twenty-item Toronto Alexithymia
Scale-II. Convergence, discriminant, and concurrent validity. Journal of
Psychosomatic Research, 1, 33-40.
Baron, R., & Branscombe, N. (2012). Social Psychology. New Jersey: Pearson
Education Inc.
Caprara, G. V., Steca, P., Zelli, A., & Capanna, C. (2005). A new scale for
measuring adults' prosocialness. European Journal of Psychological
Assessment, 77-89.
Carlo, G; Randall, B. A;. (2002). The development of a Measure of Prosocial
behavior for late adolescents. Journal of Youth and Adolescence, 31-44.
Cavojova, V., Belovicova, Z., & Sirota, M. (2011). Mindreading and empathy as
predictors of prosocial behavior. Studia Psichologica, 351-362.
Cresswell, J. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approach. Los Angeles : Sage.
Cresswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approach. Los Angeles: Sage.
Davis, M. (1983). Measuring individual difference in empathy: Evidence for a
multidimensional approach. Journal of Personality and Social Psychology,
1, 113-126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dayakisni, & Hudania. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM.
Decety, J., & Jackson, P. (2004). The Functional Architectue of Human Empathy.
Behavioral and Cognitive Neuroscience Review, 3, 71-100.
Decety, J., & Jackson, P. (2006). A social-neuroscience perspective on empathy.
Current Dirrection in Psychological Science, 15, 54-58.
Devi, A. T., Yusuf, M., & Hardjono. (2017). The relationship between sense of
community and agreeableness with prosocial behavior among member of
young on top (YOT). Journal of ICSAR, 1, 6-12.
Dovidio, J., Piliavin, J., Schroeder, D., & Penner, L. (2006). The Social
Psychology of Prosocial Behavior. New Jersey: Lawrence of Erlbaum
Associates.
Edi, P. (2016, Desember 29). Anarkisme Remaja di Yogyakarta Selama 2016
Terjadi 43 Kasus. Retrieved November 11, 2017, from Merdeka.com:
https://www.merdeka.com/peristiwa/anarkisme-remaja-di-yogyakarta-
selama-2016-terjadi-43-kasus.html
Einsenberg, N. (2006). Handbook of Child Psychology Volume 3 : Social,
Emotional, and Personality Development. Canada: John Wiley & Sons,
Inc.
Eisenberg, N., & Miller, P. (1987). The relation of empathy to prosocial and
related behaviors. Psychological Bulletin, 101, 91-119.
Eisenberg, N., & Mussen, P. H. (1997). The Root of Prosocial Behavior in
Children. Melbourne: Cambridge University Perrs.
Eisenberg, N., Carlo, G., Murphy, B., & Court, P. V. (1995). Prosocial
development in late adolescence: A longitudinal study. Child
Development, 66, 1179-1197.
Eisenberg, N., Eggum, N., & Giunta, L. (2010). Empathy-related responsding:
Association with prosocial behavior, aggression, and intergroup relation.
Social Issue and Policy Review, 1, 143-180.
Eisenberg, N., Guthrie, I. K., Cumberland, A., Murphy, B. C., Shepard, S. A.,
Zhou, Q., et al. (2002). Prosocial development in early adulthood:
Longitudinal study. Journal of Personality and Social Psychology, 993-
1006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Eisenberg, N., Pidada, S., & Liew, J. (2001). The relation of regulation and
negative emotionality to Indonesian children's social functioning. Child
Development, 72, 1747-1763.
Evren, C., Cinar, O., Evren, B., Umut, G., Can, Y., & Bozkurt, M. (2015).
between alexithymia and aggression in a sample of men with substance
dependence. Bulletin of Clinical Psychopharmacology, 25, 209 – 230.
FeldmanHall, O., Dalgleish, T., & Mobbs, D. (2015). Alexithymia decreases
altruism in real social decisions. Cortex, 1-6.
Gomà-i-Freixanet, M. (1995). Prosocial and antisocial aspect of personality.
Person. Individ Diff, 125-134.
Gregory, R. J. (2010). Tes Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Grynberg, D., Luminet, O., Corneille, O., Grèzes, J., & Berthoz, S. (2010).
Alexithymia in the interpersonal domain: A general deficit of empathy?
Personality and Individual differences, 49,845-850.
Guttman, H., & Laporte, L. (2002). Alexithymia, empathy and psychological
symptoms in family context. Comprehensive Psychiatry, 43, 448-455.
Hamidi, S., Reza, R., Farzad, F., & Atefeh, A. (2010). A study and comparison of
Alexithymia among patients with substance use disorder and normal
peope. Procedia Social and Behavioral Sciences, 1367-1370.
Hoffman, M. (2000). Empathy and Moral Development. NewYork: Cambridge
University Pers.
Honkalampi, K., Tolmunen, T., Hintikka, J., Rissanen, M., Kylmä, J., &
Laukkanen, E. (2009). The prevalence of alexithymia and its relationship
with youth self-report problem scales among Finnish Adolescents.
Comprehensive Psychiactry, 50, 263–268.
Jonason, P. K., & Krause, L. (2013). The emotional deficits associated with the
dark triad traits: cognitive empathy, affective empathy, and alexithymia.
Personality and Individual differencess, 55, 523-537.
Jørgensen, M. M., Zachariae, R., Skytthe, A., & Kyvik, K. (2007). Gentic and
environmental factors in alexithymia: A population-based study of 8,735
danish twin pairs. Psychoterapy and psychosomatics, 369-375.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Keefer, K., Taylor, G., Parker, J., & Bagby, R. (2017). Taxometric analysis of the
toronto structured interview for alexithymia: further evidence that
alexithymia is a dimensional construct. Assesment, 1-11.
Kokko, K., Tremblay, R., Lacourse, E., Naign, D., & Vitaro, F. (2006).
Trajectories of prosocial behavior and physical aggression in middle
childhood: Link to adolescent school dropout and physical violence.
Journal of Research on Adolescence, 16, 403-428.
Konrath, S., Novin, S., & Li, T. (2012). Is the relationship between alexithymia
and aggression context dependent? Impact of group membership and belief
similarity. Personality and Individual Differencess, 53, 329-334.
Kurukivi, M. (2011). Associations between alexithymia and mental well-being in
adolescents. Turku: Painosalama Oy.
Kurukivi, M., & Saarijärvi, S. (2014). Development of alexithymic personality
features. World Journal of Psyciatry, 4, 91-102.
Laible, D., Carlo, G., Murphy, T., Augustine, M., & Roesch, S. (2014). Predicting
Children's prosocial and co-operative behavior from their temperament
profiles: A person-centered approach. Social Development, 4, 734-752.
Lam, C. (2002). Prosocial involvement as a possitive youh development
construct: A conseptual review. The Scientific World, 1-8.
Lemme, B. H. (1995). Development in Adulthood. Boston: Allyn And Bacon.
Litwack, S. D., Aikins, J. W., & Cilessen, A. H. (2012). The distinct role of
sociometric and perceived popularity in friendship: Implication for
adolecent depressive affect and self-esteem. Journal of early adolescence,
32, 226-251.
Lo, C. (2014). Cultural values and alexithymia . Sage Open, 1-6.
Manninen, M., Therman, S., Suvisaari, J., Ebeling, H., Moilanen, I., Huttunen,
M., et al. (2011). Alexithymia is common among adolescents with severe
disruptive behavior. Journal of Nerveous and Mental Disease, 199, 506-
508.
Mattaini, M. A. (2002). Editorial: The Globalization of Violence Behavior.
Behavior and Social Issue, 12, 1-3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Mattila, A., Saarni, S., Salminen, J., Huhtala, H., Sintonen, H., & Joukamaa, M.
(2009). Alexithymia and health-related quality of life in a general
population. Psychosomatics, 50, 59-68.
Moriguchi, Y., Decety, J., Ohnishi, T., Maeda, M., Mori, T., Nemoto, K., et al.
(2007). Empathy and judging other's pain: An fMRI study of alexithymia.
Cerebal Cortex, 17,2223-2234.
Moriguchi, Y., Ohnishi, T., Lane, R., Maeda , M., Mori, T., Nemoto, K., et al.
(2006). Impaired self-awaresness and theory of mind: An fMRI study of
menatlizing in alexithymia. NeuroImage, 1472-1482.
Muryanto , B. (2017, April 5). Yogyakarta Sees Rising Violence among Youths.
Retrieved November 11, 2017, from The Jakarta Post:
http://www.thejakartapost.com/news/2017/04/05/yogyakarta-sees-rising-
violence-among-youths.html
nto. (2017, April 3). Senyum Pelaku Klitih Membuat Ibu Korban Nangis Teriak
"Dia yang Bikin Anak Saya Mati". Retrieved November 2017, 2017, from
Tribun Jogja: http://jogja.tribunnews.com/2017/04/03/senyum-pelaku-
klitih-membuat-ibu-korban-nangis-teriak-dia-yang-bikin-anak-saya-mati
Pakaslahti, L., Karjalainen, A., & Keltikangas-Ja¨rvinen, L. (2002). Relationships
between adolescent prosocial problem-solving strategies, prosocial
behaviour, and social acceptance. International Journal of Behavioral
Development, 26,137-144.
Parker, J., Eastabrook, J. M., Keefer, K., & Wood, L. M. (2010). Can alexithymia
be assessed in adolescents? Psychometric properties of the 20-item
Toronto Alexithymia Scale in younger, middle, and older adolescents.
Psychol Assess, 4, 789-808.
Paull, K. (2013). Alexithymia, Attachment and Psychological Wellbeing in Young
Adults Care. Wales: desertasi. tidak diterbitkan.
Riry, C. H. A. (2016). Perbedaan Intensi Perilaku Prososial Pada Remaja Ditinjau
dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua. Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Riyandi , R., & Rahadi, F. (2017, Desember 29). Puluhan Kasus Klitih Terjadi di
DIY Sepanjang 2016. Retrieved November 11, 2017, from
www.replika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/12/29/oiy40x291-
puluhan-kasus-klitih-terjadi-di-diy-sepanjang-2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Santosa, S. (2010). Statistik Untuk Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sifneos, P. E. (1973). The prevalence of 'alexithymic' characteristics in
psychosomatic patients. Psychoter. Psychosom., 22, 255-262.
Sifneos, P., Apfel-Savitz, R., & Frankel, F. (1977). The phenomenon of
'alexithymia'. Psychother. Psychosom, 28, 47-57.
Sifneous, P. E. (1987). Short-Term Dynamic Psychotherapy: Evaluation and
Technique. New York: Springer Science+Business Media.
Siregar, S. (2013). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Spitzer, C., Siebel-Jürges, U., Barnow, S., Grabe, H., & Freyberger, H. (2005).
Alexithymia and interpersonal problems. Psychotherapy and
Psychosomatics, 74,240-246.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Penerbit Universitas
Sanata Dharma.
Taylor, G. (2000). Recent developments in alexithymia theory and research. Can J
Psychiatry, 45,134-143.
Taylor, G. J., & Bagby, R. M. (2014). Psychoanalysis and empirical research: the
example of alexithymia. Journal of American Psychoanalysist
Association, 99-133.
Taylor, G. J., Bagby, R. M., & Parker, J. D. (1997). Disorders of Affect
Regulation : Alexithymia in Medical and Psychiatric Ilness. Cambridge:
Cambridge University Press.
Taylor, G., Bagby, R. M., & Parker, J. D. (1997). Disorder of Affect Regulation:
Alexithymia in Medical and Psychiatric Illness. New York: Cambridge
University Press.
TenHouten, W. D., Hoppe, K. D., Bogen, J. E., & Walter, D. O. (1985).
Alexithymia and the Split Brain: 1. Lexical Level Content Analysis. 43,
202-208: Psychother. Psychosom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Teten, A., Miller, L. A., Bailley, S. D., Dunn, N. J., & Kent, T. A. (2008).
Empathic deficits and alexitymia in trauma-related impulsive aggression.
Behavioral Sciences and The Law, 26, 823-832.
Thompson, J. (2009). Emotionally Dumb : An overview of Alexithymia. Maleny:
Soul Books.
Timoney, L. R., & Holder, M. D. (2013). Emotional Processing Deficits and
Happiness: Assessing the Measurement, Correlates, and Well-Being of
People with Alexithymia. Canada: Springer.
Trommsdorff, G., Friedlmeier, W., & Mayer , B. (2007). Sympathy, distress and
prosocial behavior of preschool children in four cultures. International
Journal of Behavioral Development, 31, 284-293.
Tsaousis, I., Taylor, G., Quity, L., Georgiades, S., Stavrogiannopoulos, M., &
Bagby, M. (2010). Validation of a greek adaptation of the 20-item Toronto
Alexithymia Scale. Comprehensive Psychiatry, 51, 443-448.
Velotti, P., Garofalo, C., Petrocchi, C., Cavallo, F., Faffaele, P., & Dimaggio, G.
(2016). Alexithymia,emotiondysregulation,impulsivityandaggression:A
multiple mediationmodel. PsychiatryResearch, 1-8.
Vermeulen, N., & Luminet, O. (2009). Alexithymia factors and memory
performances for neutral and emotional words. Personality and Individual
Differences, 47, 305-309.
Yusainy , C. (2017). Feeling Full or Empty Inside? Peran Perbedaan Individual
dalam Struktur Pengalaman Afektif. Jurnal Psikologi, 44, 1-17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
LAMPIRAN 1
Toronto Alexithymia Scale – 20
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Saya sering bingung mengenai emosi apa
yang sebenarnya sedang saya rasakan 5 4 3 2 1
2 Saya kesulitan menemukan kata yang tepat
untuk menggambarkan perasaan saya 5 4 3 2 1
3 Saya memiliki sensasi fisik yang bahkan
tidak bisa dimengerti oleh seorang dokter 5 4 3 2 1
4 Saya mampu menggambarkan apa yang saya
rasakan dengan mudah 5 4 3 2 1
5 Saya cenderung lebih mudah menganalisa
sebuah masalah daripada harus
menggambarkan dengan kata-kata.
5 4 3 2 1
6 Ketika emosi memuncak, saya tidak tahu
apakah saya sedih, ketakutan, ataukah marah 5 4 3 2 1
7 Saya sering dibingungkan dengan sebuah
sensasi yang terjadi pada tubuh saya 5 4 3 2 1
8 Saya cenderung membiarkan hal-hal terjadi
begitu saja daripada memahami mengapa hal
tersebut terjadi
5 4 3 2 1
9 Saya memiliki perasaan yang benar-benar
tidak dapat saya pahami 5 4 3 2 1
10 Merasakan berbagai macam luapan perasaan
adalah hal yang sangat penting 5 4 3 2 1
11 Sulit bagi saya untuk menggambarkan apa
yang saya rasakan tentang orang lain 5 4 3 2 1
12 Orang-orang meminta saya untuk lebih
mengekspresikan perasaan saya 5 4 3 2 1
13 Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi
dalam diri saya 5 4 3 2 1
14 Saya sering tidak mengetahui alasan
mengapa saya marah 5 4 3 2 1
15
Ketika berbicara dengan orang lain, saya
cenderung lebih suka membicarakan
kegiatan sehari-hari mereka daripada
perasaan mereka
5 4 3 2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
16 Saya lebih senang menonton acara hiburan
yang ringan daripada drama yang penuh
emosi
5 4 3 2 1
17 Saya kesulitan mengungkapkan perasaan
terdalam saya, bahkan pada teman dekat
sekalipun
5 4 3 2 1
18 Saya dapat merasa dekat dengan seseorang,
bahkan ketika saya merasa tenang dalam
keheningan
5 4 3 2 1
19
Saya menyadari bahwa meninjau kembali
perasaan apa yang saya rasakan, akan
membantu menyelesaikan masalah pribadi
saya
5 4 3 2 1
20 Mencari-cari makna tersembunyi dalam film
atau drama justru mengalihkan dari
kenikmatan dalam menonton.
5 4 3 2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
LAMPIRAN 2
Skala Try Out Prososial
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya menyumbangkan uang saya untuk korban
bencana alam
2 Saya pura-pura tidak tahu saat ada yang
menanyakan alamat pada saya
3 Saya merasa bosan saat mendengarkan teman
bercerita tentang masalahnya
4
Tidak dipungkiri bahwa ketika menolong orang,
ada harapan saya agar ia akan mencerikan
perbuatan saya kepada orang lain
5
Saya pura-pura sibuk saat diajak mengikuti
kegiatan yang diselenggarakan didaerah tempat
tinggal saya
6 Saya menghindar saat melihat pengemis hendak
menghampiri saya
7 Saya memberikan uang saya untuk teman yang
sedang membutuhkan
8 Saya siap sedia melaporkan tindakan kejahatan
yang terjadi disekitar saya
9
Saat ada teman dalam kelompok yang tidak
paham mengenai tugas yang harus dikerjakan,
saya memberikan penjelasan agar ia paham
10 Saya membantu teman jika diberi imbalan
11 Saya tetap membantu orang lain saat saya sedang
mengalami kesulitan
12 Saya menyalahkan teman-teman satu kelompok
ketika hasil kerja kelompok buruk
13 Saya segera mengembalikan barang yang terjatuh
milik oranglain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
14 Saya enggan memberikan solusi untuk teman
yang sedang menghadapi masalah
15 Saya enggan menyumbangkan uang untuk
kegiatan amal
16 Saya menawarkan solusi untuk teman yang
sedang menghadapi masalah
17 Saya merasa lebih baik diam saja ketika
kepanitiaan yang saya ikuti menghadapi masalah
18 Saya merasa mendengarkan teman bercerita
membuang waktu saya
19 Saya hanya membantu teman yang pernah
membantu saya
20 Saya sibuk dengan aktifitas saya sendiri saat
diskusi kelompok berlangsung
21 Saya membantu orang lanjut usia menyebrang
jalan walau saya sedang tergesa-gesa.
22 Saya menyumbangkan uang saya untuk
membantu kegiatan pembangunan tempat ibadah
23 Saya memberikan sedikit uang lebih saat membeli
dagangan penjual keliling yang sudah tua
24 Saya segan mengakui kesalahan yang saya
perbuat karena takut mendapat hukuman
25
Saya mempersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan
tugas kelompok sebelum kerja kelompok
dilakukan
26 Saya membereskan rumah tanpa diminta orang
tua
27 Saya antusias saat mengerjakan tugas kelompok
28 Saya pura-pura tidak punya uang saat ada teman
yang memerlukan pinjaman uang
29 Saya selalu antusias mendengarkan teman yang
bercerita mengenai pengalamannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
30
Dalam tugas kelompok, saya membiarkan setiap
orang mengerjakan bagiannya masing-masing
(tanpa bantuan) agar pekerjaan cepat selesai
31 Saya selalu meluangkan waktu untuk teman yang
membutuhkan bantuan saya
32 Saya merasa tugas akan lebih ringan jika
dikerjakan secara berkelompok
33 Saya bersedia mendengarkan teman bercerita saat
ia sedang merasa sedih
34 Saya terlibat aktif bersama anggota kelompok
dalam menyelesaikan tugas kelompok
35 Saya segera membantu orang yang terjatuh di
jalan
36 Mudah bagi saya mengakui kesalahan yang telah
saya perbuat
37 Saya bersedia meminjamkan barang saya kepada
orang lain
38 Saya memberikan bantuan karena tertarik
dengan imbalan yang ditawarkan
39 Saya memilih teman-teman yang pintar untuk
menjadi teman satu kelompok kerja
40 Saya membantu orang yang mengalami kecelakan
walaupun saya menjadi terlambat datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
LAMPIRAN 3
Skala Perilaku Prososial
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya menyumbangkan uang saya untuk korban
bencana alam
2 Saya pura-pura tidak tahu saat ada yang menanyakan
alamat pada saya
3 Saya merasa bosan saat mendengarkan teman
bercerita tentang masalahnya
4 Saya pura-pura sibuk saat diajak mengikuti kegiatan
yang diselenggarakan didaerah tempat tinggal saya
5 Saya menghindar saat melihat pengemis hendak
menghampiri saya
6 Saya memberikan uang saya untuk teman yang
sedang membutuhkan
7 Saya siap sedia melaporkan tindakan kejahatan yang
terjadi disekitar saya
8
Saat ada teman dalam kelompok yang tidak paham
mengenai tugas yang harus dikerjakan, saya
memberikan penjelasan agar ia paham
9 Saya membantu teman jika diberi imbalan
10 Saya tetap membantu orang lain saat saya sedang
mengalami kesulitan
11 Saya enggan memberikan solusi untuk teman yang
sedang menghadapi masalah
12 Saya enggan menyumbangkan uang untuk kegiatan
amal
13 Saya menawarkan solusi untuk teman yang sedang
menghadapi masalah
14 Saya merasa lebih baik diam saja ketika kepanitiaan
yang saya ikuti menghadapi masalah
15 Saya merasa mendengarkan teman bercerita
membuang waktu saya
16 Saya hanya membantu teman yang pernah membantu
saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
17 Saya sibuk dengan aktifitas saya sendiri saat diskusi
kelompok berlangsung
18 Saya membantu orang lanjut usia menyebrang jalan
walau saya sedang tergesa-gesa.
19 Saya menyumbangkan uang saya untuk membantu
kegiatan pembangunan tempat ibadah
20 Saya segan mengakui kesalahan yang saya perbuat
karena takut mendapat hukuman
21 Saya mempersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan
tugas kelompok sebelum kerja kelompok dilakukan
22 Saya membereskan rumah tanpa diminta orang tua
23 Saya pura-pura tidak punya uang saat ada teman yang
memerlukan pinjaman uang
24 Saya selalu antusias mendengarkan teman yang
bercerita mengenai pengalamannya
25 Saya merasa tugas akan lebih ringan jika dikerjakan
secara berkelompok
26 Saya bersedia mendengarkan teman bercerita saat ia
sedang merasa sedih
27 Saya terlibat aktif bersama anggota kelompok dalam
menyelesaikan tugas kelompok
28 Saya segera membantu orang yang terjatuh di jalan
29 Mudah bagi saya mengakui kesalahan yang telah saya
perbuat
30 Saya memberikan bantuan karena tertarik dengan
imbalan yang ditawarkan
31 Saya memilih teman-teman yang pintar untuk
menjadi teman satu kelompok kerja
32 Saya membantu orang yang mengalami kecelakan
walaupun saya menjadi terlambat datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
LAMPIRAN 4
Reliabilitas Skala TAS – 20
(Analisis Try Out)
1. Reliabilitas Total Toronto Alexithymia Scale – 20
Reliability Statistics TAS - 20
Cronbach's
Alpha N of Items
.825 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
X1 47.1860 79.012 .730 .799
X2 47.1163 78.581 .728 .798
X3 47.8837 85.058 .469 .814
X4 47.0233 82.833 .661 .806
X5 47.1628 95.949 -.132 .840
X6 47.3721 83.001 .602 .808
X7 47.3953 80.054 .764 .799
X8 47.6279 88.715 .234 .826
X9 47.5581 81.110 .750 .801
X10 47.8140 94.679 -.063 .838
X11 47.2791 81.301 .683 .803
X12 46.9302 85.114 .397 .817
X13 47.4186 79.725 .709 .800
X14 47.6512 85.899 .452 .815
X15 47.0000 93.238 .016 .834
X16 46.6977 85.740 .353 .820
X17 46.7442 82.909 .375 .820
X18 47.2093 87.455 .362 .819
X19 47.9535 91.188 .196 .825
X20 47.0000 98.190 -.240 .847
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
a. Sub Skala Kesulitan Mengidentifikasi Perasaan
Reliability Statistics DIF
Cronbach's
Alpha N of Items
.881 7
b. Sub Skala Kesulitan Mendeskripsikan Perasaan
Reliability Statistics DDF
Cronbach's
Alpha N of Items
.808 5
c. Sub Skala Externally Oriented Thinking
Reliability Statistics EOT
Cronbach's
Alpha N of Items
.191 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
LAMPIRAN 5
Reliabilitas Skala Prososial
(Analisis Try Out )
1. Tabel Reliabilitas Skala Prososial
Reliability Statistics Skala Prososial
Cronbach's
Alpha N of Items
.888 40
Item-Total Statistics
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
X1 119.1667 111.167 .477 .885
X2 117.7857 111.636 .324 .887
X3 117.8095 110.841 .469 .885
X4 117.8095 112.158 .309 .887
X5 118.6667 107.691 .538 .883
X6 118.2857 111.965 .260 .888
X7 118.3095 112.365 .260 .888
X8 118.7381 106.637 .552 .883
X9 117.9762 110.512 .458 .885
X10 117.6429 108.674 .624 .883
X11 118.3810 111.461 .328 .887
X12 117.8095 112.012 .294 .887
X13 117.8333 114.191 .151 .889
X14 117.7381 110.930 .352 .886
X15 117.8571 109.930 .472 .885
X16 118.1190 110.937 .330 .887
X17 118.0714 105.092 .734 .879
X18 117.4286 111.568 .514 .885
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
X19 117.7857 107.246 .688 .881
X20 117.9048 108.137 .592 .883
X21 119.0952 109.113 .453 .885
X22 118.7619 109.015 .469 .884
X23 118.8095 115.280 .022 .892
X24 118.0714 111.580 .310 .887
X25 118.4762 111.719 .281 .888
X26 118.7619 110.479 .341 .887
X27 118.4762 110.597 .364 .886
X28 117.8571 108.955 .515 .884
X29 117.8095 111.670 .352 .886
X30 118.9286 112.507 .247 .888
X31 118.1190 112.839 .248 .888
X32 118.1429 112.272 .259 .888
X33 117.6429 110.235 .533 .884
X34 118.0000 110.976 .426 .885
X35 118.6667 110.862 .316 .887
X36 118.1667 112.337 .243 .888
X37 118.1190 111.815 .309 .887
X38 117.8095 109.377 .397 .886
X39 118.4048 108.686 .406 .886
X40 119.0476 109.559 .364 .887
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
LAMPIRAN 6
TABEL DESKRIPSI SUBJEK
1. Tabel Deskripsi Subjek (Jenis Kelamin)
Jenis Kelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 80 37.2 37.9 37.9
Perempuan 131 60.9 62.1 100.0
Total 211 98.1 100.0
Missing System 4 1.9
Total 215 100.0
2. Tabel Deskripsi Subjek (usia)
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 62 28.8 28.8 28.8
19 78 36.3 36.3 65.1
20 34 15.8 15.8 80.9
21 31 14.4 14.4 95.3
22 10 4.7 4.7 100.0
Total 215 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
LAMPIRAN 7
ONE SAMPLE T-TEST
1. Uji One Sample T-test Alexithymia dan Perilaku Prososial
One-Sample Statistics
N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Skor
Alexithymia 215 56.35 9.507 .648
Skor Prososial 215 97.11 10.013 .683
One-Sample Test
Test Value = 0
t df
Sig. (1-
tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Skor
Alexithymia 86.911 214 .000 56.349 55.07 57.63
Skor Prososial 142.203 214 .000 97.112 95.77 98.46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
LAMPIRAN 8
UJI NORMALITAS DAN LINEARITAS
1. Uji Normalitas Alexithymia dan Prososial
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor
Alexithymia
Skor
Prososial
N 215 215
Normal Parametersa Mean 56.35 97.11
Std.
Deviation 9.507 10.013
Most Extreme
Differences
Absolute .059 .067
Positive .059 .067
Negative -.051 -.041
Kolmogorov-Smirnov Z .861 .983
Asymp. Sig. (2-tailed) .448 .288
a. Test distribution is Normal.
2. Uji Linearitas Alexithymia dan Prososial
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Skor
Prososial
* Skor
Alexithy
mia
Between
Groups
(Combine
d)
5878.37
0 45 130.630 1.417 .059
Linearity 2799.55
0 1 2799.550 30.369 .000
Deviation
from
Linearity
3078.82
0 44 69.973 .759 .858
Within Groups 15578.9
51 169 92.183
Total 21457.3
21 214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
LAMPIRAN 9
UJI HIPOTESIS
1. Uji Hipotesis
Correlations
Skor
Alexithymia
Skor
Prososial
Skor
Alexithymia
Pearson
Correlation 1 -.361**
Sig. (1-tailed) .000
N 215 215
Skor Prososial Pearson
Correlation -.361** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 215 215
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Correlations
Skor
Alexithymia
Skor
Prososial
Kendall's tau_b Skor
Alexithymia
Correlation
Coefficient 1.000 -.239**
Sig. (1-tailed) . .000
N 215 215
Skor Prososial Correlation
Coefficient -.239** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 215 215
Spearman's rho Skor
Alexithymia
Correlation
Coefficient 1.000 -.339**
Sig. (1-tailed) . .000
N 215 215
Skor Prososial Correlation
Coefficient -.339** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 215 215
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-
tailed).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI