STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. TM
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 1 Juni 2011
Umur : 8 hari
Pendidikan : -
Suku bangsa/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Masalembo RT 05/RW 04 Nomor 2A Cijantung
No. Rekam Medik : 373936
Masuk RS tanggal : 6 Juni 2011
IDENTITAS ORANGTUA
Orangtua Ayah Ibu
Nama
Umur sekarang
Perkawinan ke
Umur saat nikah
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Pangkat
Tn. AAH
31 tahun
1
23 tahun
D3
Perawat
PNS II C
Ny. TM
31 tahun
1
32 tahun
S I
Wiraswasta
-
1
Agama
Suku bangsa
Islam
Sunda
Islam
Sunda
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien tanggal 8 Juni 2011, pukul 11.40 WIB
Keluhan utama : Bayi tampak kuning
Keluhan tambahan : -
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien seorang bayi laki-laki, berusia 7 hari dibawa oleh orang tuanya karena
tampak kuning pada wajahnya. Menurut ibu pasien saat perawatan di RS bayi tampak
sehat sehingga diizinkan pulang oleh dokter yang merawat. Warna kuning mulai
tampak sejak hari ketiga kelahiran, setelah pulang perawatan di RS. Saat pasien
berusia empat hari hari kuning terlihat semakin jelas di wajah, dada, perut dan makin
jelas terlihat di kedua mata, sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat
kuning. Riwayat demam disangkal, kejang disangkal, muntah disangkal, sesak nafas
disangkal oleh ibu pasien. Buang air kecil ± 8 kali sehari berwarna kuning jernih.
Buang air besar pasien berwarna kuning. Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan
dan saat setelah melahirkan disangkal, ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari RS
setelah operasi seksio caesarea, pasien hanya minum ASI saja. Golongan darah ibu O,
bapak A dan golongan darah pasien A.
Riwayat penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
Tidak ada
Riwayat kehamilan
Kehamilan ini merupakan kehamilan yang ketiga. Anak pertama perempuan,
lahir Seksio Caesarea, cukup bulan, riwayat sakit kuning (-), usia saat ini 5 tahun dan
sehat. Kehamilan kedua mengalami keguguran saat usia kehamilan 10 minggu.
2
Selama kehamilan ibu pasien juga tidak merasakan keluhan, hanya perasaan mual
diawal kehamilan. Riwayat DM dan hipertensi selama kehamilan juga tidak ada, Ibu
juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, jamu, minum-minuman beralkohol dan
tidak merokok. Ibu pasien juga mengatakan rutin kontrol kehamilannya di RSPAD.
Riwayat kelahiran
Riwayat kelahiran lahir bayi laki-laki tanggal 1/6/2011 pukul 10.50 WIB SC
a/i BSC 1x SBU tipis, G3P1A1 hamil 38 minggu. Masa kehamilan cukup bulan.
Langsung menangis. Kelainan bawaan (-). Berat badan lahir 3800 gram. Panjang
badan 53 cm. APGAR Score 8/9. Ketuban jernih. Lahir di RSPAD. Dirawat selama 3
hari 2 malam
Riwayat perkembangan
Pertumbuhan gigi I : belum
Psikomotor :
Tengkurap : belum Berjalan : belum
Duduk : belum Bicara : belum
Berdiri : belum Merangkak : belum
Riwayat makanan
Umur ASI/PASI
Merk/Takaran
Buah/
biskuit
Bubur susu Nasi tim
0-2 bulan
2-4 bulan
4-6 bulan
6-8 bulan
ASI saja sampai dengan hari
ke 6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
8-10 bulan
10-12 bulan
-
-
-
-
-
-
-
-
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi I II III IV
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kesan : Belum mendapatkan imunisasi dasar
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 7 Juni 2011, jam 11.00 WIB
Berat badan : 3900 g
Panjang badan : 53,0 cm
Keadaan umum : Bayi menangis kuat, gerak aktif.
Tanda vital :
TD : Tidak dilakukan
HR :150 x/menit, teratur,
RR : 40 x/menit, teratur
Suhu : 36.5 0C (axilla)
4
Data antropometri
Berat badan lahir : 3800 gram
Berat badan sekarang : 3900 gram
Panjang badan : 53,0 cm
Kepala : Normocephal, rambut hitam merata, tipis, ubun-ubun besar
belum menutup.
Mata : Palpebra superior kanan dan kiri tidak edema, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil isokor,
reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif, Pupil bulat
isokor 2/2, air mata +/+
Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, liang
telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada sekret.
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, napas cuping hidung tidak ada.
Mulut : Bibir tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah
tidak kotor dan tidak tremor, faring tidak hiperemis,
Tonsil T1-T1 tenang.
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea ditengah.
Thoraks : Normochest, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan
dinamis, tidak ada sikatriks, tidak ada pelebaran vena.
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
supraclavicular, intercostalis, epigastial.
Palpasi : Tidak teraba masa, vokal fremitus kanan sama dengan kiri
5
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler
Suara napas tambahan tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tampak pada sela iga IV LMC kiri
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV LMC kiri,
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Cembung, tidak ada benjolan / luka / sikatrik / venektasi /
perdarahan.
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, hati tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada,
tidak ada pitting edema, tidak ada sianosis, tonus dan klonus
baik, perfusi perifer baik
Kulit : Kuning pada wajah (+), dada, perut (-), tungkai, kaki, lengan,
dan tangan (-). (kramer I)
Pemeriksaan neurologis: Refleks Moro (+)
Refleks Hisap (+)
Refleks Rotting (+)
Refleks Palmar graps (+)
Refleks Plantar graps (+)
6
Refleks fisiologis : tidak dilakukan
Refleks patologis : tidak dilakukan
Tanda rangsang meningeal : tidak dilakukan
Berdasarkan Grafik Ballard dengan menilai kematangan fisik dan
neuromuskular, masa gestasi sesuai dengan kehamilan 38 minggu (Neonatus Cukup
Bulan).
Maturitas fisik
Kulit : bercak-bercak, pucat dan retak, vena jarang : 4
Lanugo : bercak-bercak tanpa lanugo : 3
Permukaan plantar : garis kaki sampai 2/3 anterior : 3
Payudara : areola menimbul, benjolan 2-3 mm : 3
Mata/telinga : pinna lenkung baik, lunak, rekoil cepat : 2
Genital : testis berada dibawah : 3
Maturitas Neuromuscular
Sikap tubuh : 3
Jendela pergelangan : 3
Rekoil lengan : 3
Sudut popliteal : 3
Tanda selempang : 3
Tumit ke kuping : 3
Total score : 36 → Tingkat maturitas 38 minggu
(Neonatus Cukup Bulan)
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium RSPAD (06 Juni 2011)
Bilirubin total 18 mg/dl
Golongan Darah Ibu O
Golongan Darah Bayi A Rhesus (+)
V. RESUME
Pasien seorang bayi Laki-laki, berusia 7 hari. Saat pasien berusia empat hari kuning
terlihat semakin jelas di wajah, dada, perut dan makin jelas terlihat di kedua mata,
sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Riwayat demam
disangkal, kejang disangkal, muntah disangkal, sesak nafas disangkal. Buang air kecil
± 8 kali sehari berwarna kuning jernih. Buang air besar pasien berwarna kuning.
Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan dan saat setelah melahirkan disangkal,
ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari RS setelah operasi seksio caesarea, pasien
hanya minum ASI saja. Golongan darah ibu O, bapak A dan golongan darah pasien A.
Tidak terdapatnya penyakit serupa dalam keluarga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum: menangis kuat, gerakan aktif.
Tanda vital :
HR : 150 x/menit, teratur,
RR : 40 x/menit
Suhu : 36.5 0C
Kulit : Kuning pada wajah (+), dada, perut (-), tungkai, kaki, lengan,
dan tangan (-). (kramer I)
Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada
Berdasarkan Grafik Ballard dengan menilai kematangan fisik dan neuromuskular,
masa gestasi sesuai dengan kehamilan 38 minggu (Neonatus Cukup Bulan).
8
Hasil laboratorium RSPAD (06 Juni 2010)
Bilirubin total 18 mg/dl
Golongan Darah Ibu O
Golongan Darah Bayi A Rhesus (+)
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan
- Hiperbilirubinemia et causa Inkompatibilitas ABO
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Breast milk Jaundice
- Defisiensi G6PD
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medika mentosa
-Fototerapi 2 lampu
-ASI ad Libitum
IX. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan kadar bilirubin berkala
X. PROGNOSIS
Ad. Vitam : dubia ad bonam
Ad. Fungsionam : dubia ad bonam
Ad. Sanationam : dubia ad bonam
9
XI. FOLLOW UP PASIEN
7 Juni 2011
UP : 2 hari
US : 6 hari
BL : 3800 gram
BS : 3900 gram
8 Juni 2011
UP : 3 hari
US : 7 hari
BL : 3800 gram
BS : 3700 gram
9 Juni 2011
UP : 4 hari
US : 8 hari
BL : 3800 gram
BS : 3800 gram
S Bayi bergerak aktif,
minum ASI, muntah
(-), kembung (-) BAB
(+), BAK (+)
Terpasang fototerapi 2
lampu. Kuning sudah
berkurang, minum per
sendok habis, BAK (+),
BAB (+), kembung (-),
muntah (-),
Bayi minum susu
persendok, muntah (-),
muntah (-), BAB (+),
BAK (+), kembung (-),
O
-TTV
-kepala
-Mata
-hidung
-Mulut
-Thorax
-Cor
-Pulmo
-Abd
Ku : Bayi menangis
kuat, gerakan aktif
HR : 150 x/m
RR : 40 x/m
T : 36.5 C
Normocephal
CA -/- , SI -/-
air mata +
NHC –
Bibir tdk kering
sianosis –
Simetris statis &
dinamis
BJ 1-2 reg, murmur-
gallop-
SN vesikuler
Ronkhi-/-, Wheezing-/-
Datar, supel, turgor
cukup, BU +normal,
Ku : Bayi menangis
kuat, gerakan aktif
HR : 160 x/m
RR : 48 x/m
T : 36,1 C
Normocephal,
CA -/- , SI -/-
air mata +
NCH –
Bibir tdk kering
sianosis –
Simetris statis dan
dinamis
BJ 1-2 reg, murmur-
gallop-
SN vesikuler
Ronkhi-/-, Wheezing-/-
Datar, supel, turgor
cukup, BU +normal,
Ku : Bayi menangis
kuat, gerakannya aktif
HR : 140 x/mnt
RR : 45 x/m
T : 36.6 C
Normocephal, UUB
CA -/- , SI -/-
air mata +
NCH -
Bibir tdk kering
sianosis –
Simetris statis dan
dinamis
BJ 1-2 reg, murmur-
gallop-
SN vesikuler
Ronkhi-/-, Wheezing-/-
Datar, supel, turgor
cukup, BU +normal,
10
-Eks
-kulit
-Lab
H/L ttrb
Akral hangat, perfusi
perifer baik, udem-,
sianosis-, Kramer I
Lab (6/6/2011)
B. total: 18 mg/dl
Gol.darah ibu : O
Bayi A/+
H/L ttrb
Akral hangat, perfusi
perifer baik, udem-,
sianosis-, kuning (-)
Lab (8/6/2011)
B total 11.8 mg/dL
B. direct 0.8 mg/dL
B. indirect 10.2 mg/dL
H/L ttrb
Akral hangat, perfusi
perifer baik, udem-,
sianosis-,kuning (-)
Lab (9/6/2011)
B.total: 8.7 mg/dl
A - Neonatus cukup
bulan- sesuai
masa kehamilan
- Hiperbilirubinemia
et causa
inkompatibilitas
ABO
- Neonatus cukup
bulan- sesuai
masa kehamilan
- Hiperbilirubinemia
et causa
inkompatibilitas
ABO
- Neonatus cukup
bulan- sesuai
masa kehamilan
- Hiperbilirubinemia
et causa
inkompatibilitas
ABO
P -kebutuhan cairan 120
cc/kgBB/hr + 20% =
547.2 cc/hr
-fototerapi 2 lampu
-ASI 8 x 65 – 70 cc
Rencana pemeriksaan :
tidak ada
-Kebutuhan cairan
150cc/kgbb/hari +
20%
-ASI/ PASI ad Libitum
-Fototerapi 2 lampu
-Vit E 1 x 1/10 tab
-jaga kehangatan
-toleransi pemberian
susu
Rencana pemeriksaan :
- Cek bilirubin total,
direct, indirect
Jika hasil BilTot <15
mg/dL fototerapi 1
lampu
Jika hasil BilTot <10
-Kebutuhan cairan
140cc/kgbb/hari= 532
cc/hr
-ASI/ PASI 8 x 65 –
67,5 cc
-Fototerapi 1 lampu
-Vit E 1 x 1/10 tab
-Toleransi pemberian
susu
-ACC pulang
Edukasi Ibu tentang:
- Cara menjemur bayi
- Cara membersihkan
mulut
- Kembali 5 hari lagi
untuk control
- Cara memandikan
11
II. HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih kuning, keaadaan ini timbul
akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus
pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang
merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar
belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi
secara maksimal. Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi
didalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi
peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik
15
dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada
jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi
yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan
keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai
kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1.
DEFINISI
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan
pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
yang berlebih. ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dl1.
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari persentil 901.
KLASIFIKASI
Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir setelah 24 jam pertama, kadar bilirubin
tak terkonjugasi pada minggu pertama mencapai >2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan
yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin kadar bilirubin akan mencapai
puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke 3 dan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti
penurunan lambat sebesar 1 mg/dl selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang
mendapat ASI, kadar bilirubin puncak dapat mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14
mg/dl) dan penurunan terjadi lebih lambat. Peningkatan hingga mencapai 10-12 mg/dl
masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dl tanpa disertai kelainan
metabolism bilirubin.1
Icterus fisiologis tidak disebabkan oleh factor tunggal tapi kombinasi dari
berbagai factor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir.
Peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir
disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan
clearance bilirubin.1
Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin
dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi
aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak
16
terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-
glucoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus.1
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan
bayi dengan aspirasi meconium atau pengeluaran meconium lebih awal cenderung
mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya icterus fisiologis. Pada bayi yang
diberi minum susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada
mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat
ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang
defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan meconium lebih sering
terjadi icterus fisiologis.1
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu
early (yang berhubungan dengan breast feeding) dan late (yang berhubungan dengan
ASI). Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum.
Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi
proses konjugasi dan eksresi. Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah
dihubungkan dengan adanya factor spesifik dari ASI yaitu 2α-20β-pregnadiol yang
mempengaruhi aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit;
peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas
ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak
unsaturated; atau β-glukoronidase atau adanya factor lain yang mungkin
menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats
(2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:2
• Timbul pada hari kedua – ketiga
• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak mempunyai dasar patologis
Ikterus Non-fisiologis1,2
17
Icterus terjadi sebelum umur 24 jam.
Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.
Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0.5 mg/dL/jam
Terdapat tanda-tanda yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu, takipneu, dan
suhu yang tidak stabil)
Icterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari
pada bayi kurang bulan.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan
12,5 % pada neonatus cukup bulan Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
III. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan
29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS
Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar
bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.
Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6%
bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan
hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak
128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian
terkait hiperbilirubinemia.3
18
Prosentase kejadian hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO
sebanyak 21,74 %, asfiksia sedang sebanyak 4,35%, infeksi sebanyak 30,43%, BBLR
sebanyak 43,48%. Diketahui juga hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO
terjadi pada ibu yang bergolongan darah O melahirkan bayi yang bergolongan darah
A sebanyak 13% dan ibu yang bergolongan darah O melahirkan bayi yang
bergolongan darah B sebanyak 8,8 % dengan derajat hiperbilirubinemia yaitu derajat I
sebanyak 13 %, derajat II sebanyak 4,4 % dan derajat IV sebanyak 4,4 %. Kesimpulan
Kejadian hiperbilirubinemia akibat inkompatibilitas ABO ditemukan sebanyak 21,74
% atau 5 bayi dari 23 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dengan persalinan
sejumlah 235 persalinan.3
IV. ETIOLOGI
Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab
yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas
golongan darah ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat
perdarahan tertutup (hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas
darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hiperbilirubinemia. Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis atau
gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia dan polisitemia.1,3,4
Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan
dengan anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi selagi
zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.4 Hiperbilirubinemia bisa
disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko
hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan
dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena
peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi
pada bayi imatur. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih
tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat,
kehilangan berat badan/dehidrasi.1
19
Defisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada
aktivitas eritrosit (seldarah merah), di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-
fosfat-dehidrogenase (G6PD).Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit
dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah
mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinyahemolisis ditandai dengan demam
yang disertai jaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa. Urin juga
berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan
lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.5
Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering
pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar
biokimia defisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD.
Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah
merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada
fungsinya dalam jalur pentosa fosfat.6
Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada
bayi yang mendapat ASI1
Asupan cairan :
n Kelaparan
n Frekuensi menyusui
n Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hambatan eksresi bilirubin hepatik
n Pregnandiol
n Lipase-free fatty acids
n Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin
n Pasase mekonium terlambat
n Pembentukan urobilinoid bakteri
n Beta-glukoronidase
n Hidrolisis alkaline
n Asam empedu
Sumber : Gourley.
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya
20
disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),
karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10
mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar
bilirubin 4 kali lipat.1
Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek
Dasar Penyebab
- Peningkatan produksi bilirubin Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)
- Peningkatan penghancuran hemoglobin- Defisiensi enzim kongenital (G6PD,
galakrosemia)
Perdarahan tertutup (sefalhematom,
memar)
Sepsis
- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA)
Keterlambatan klem tali pusat
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlambatan pasase mekonium, ileus
mekonium,
Meconium plug syndrome
Puasa atau keterlambatan minum
Atresia atau stenosis intestinal
- Perubahan clearance bilirubin hati - Imaturitas
- Perubahan produksi atau aktivitas uridine - Gangguan metabolik/endokrin
(Criglar-Najjar disease
Diphosphoglucoronyl transferase Hipotiroidisme, gangguan metaholisme asam
amino)
21
- Perubahan fungsi dan perfusi hati Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi.
(kemampuan konjugasi) Sepsis (juga proses imflamasi)
Obat-obatan dan hormon (novobiasin,
pregnanediol)
- Obstruksi hepatik (berhubungan dengan - Anomali kongenital (atresia biliaris,
fibrosis kistik)
hiperbilirubinemia direk Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
Billirubin load berlebihan (sering pada
hemolisis berat)
Sumber : Blackburn ST
PATOFISIOLOGI1,7
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Langkah
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.
Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi
bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak
larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi
bilirubin.1 Bayi akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-2 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir
disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan
orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang
meningkat dan juga reabsorpsi dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).1
22
Dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorpsi oleh usus untuk kembali
ke darah, dan sewaktu akhirnya dikeluarkan melalui urin.7
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya
dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir
mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin
yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air
dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu
23
albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat
asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat
utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat
pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan
ikatan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah
digoksin, gentamisin, furosemide.1
DIAGNOSIS
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang
berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk
bayi-bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis
bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.1
a. anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan
pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat
infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.
b. Pemeriksaan fisik :
Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan
dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
Berdasarkan Kramer dibagi :8
Tampilan ikterus dapat ditentukan
dengan memeriksa bayi dalam ruangan
dengan pencahayaan yang baik, dan
menekan kulit dengan tekanan ringan untuk
melihat warna kulit dan jaringan subkutan.
24
Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4
mg/dL.
Derajat ikterusDaerah ikterus
Perkiraan
kadar bilirubin
I Kepala dan leher 5-7 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 7-10 mg%
III
Sampai badan bawah (di bawah
umbilikus) hingga tungkai atas (di
atas lutut)
10-13 mg/dl
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 13-17 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki >17 mg/dl
c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu
dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat
keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).
d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah
letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia
yang berat
25
Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg1
Faktor risiko major
- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin
transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi (Gambar. 2)
- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
- Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk
yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD,
peningkatan ETCO).
- Umur kehamilan 35-36 minggu
- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi
- Sefalhematom atau memar yang bermakna
- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan
berat badan yang berlebihan
- Ras Asia Timur
Faktor risiko minor
- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin
transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang (gambar 2)
- Umur kehamilan 37-38 minggu
- Sebelum pulang, bayi tampak kuning
- Riwayat anak sebelumnya kuning
- Bayi makrosomia dari ibu DM
- Umur ibu 25 tahun
- Laki-laki
Faktor risiko kurang
Faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang
signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke
bawah resiko makin rendah
- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko rendah
- Umur kehamilan 41 minggu
- Bayi mendapat susu formula penuh
- Kulit hitam
- Bayi dipulangkan setelah 72 jam
26
Sumber : AAP1
V. PENATALAKSANAAN / TERAPI1
Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan
farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.
Strategi pencegahan
American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis
dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu
atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal
hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang
tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi
yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera
mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang
kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.
Strategi pencegahan hiperbilirubinemia
1. Pencegahan primer
Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling
sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. :
Rekomendasi 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti
dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami
dehidrasi.
2. Pencegahan sekunder
Rekomendasi 2.0
Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan
terjadinya hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal
Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus
diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum
untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.
27
Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh
negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan
darah dan tipe Rh(D) darah tali pusat bayi.
Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat
pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah
tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan
pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit
(RS) dan tindak lanjut yang memadai.
Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa
semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.
Rekomendasi 2.2.1: Protokol untuk penilaian ikterus haws melihatkan
seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat
bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan biliruhin serum total.
3. Evaluasi laboratorium
Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau
bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami
ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan
perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum
total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak
umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.
Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau
bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang
berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin
transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama pada kulit
hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali
salah.
Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan
28
sesuai dengan umur bayi dalam jam.
4. Penyebab kuning
Rekomendasi 4.1 : Memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada
bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat
cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis.
Rekomendasi 4.1.1: Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk
atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan
laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila
terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3
minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau
bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga
dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin
konjugasi.
meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab
kolestasis.
Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-
phosphatase deh-vdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi
ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau
etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD
atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk.
5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan
Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus
dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan
semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini.
Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72
jam.
Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:
29
Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum
total sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk
pengukuran yang sistimatis terhadap risiko.
Penilaian faktor risiko klinis.
6. Kehijakan dan prosedur rumah sakit
Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan
kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang
kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana
monitoring harus dilakukan.
Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh
petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah
keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu
dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya
perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan
risiko masalah neonatal lainnya.
Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :
Saat tindak lanjut
Bayi Keluar RS Harus Dilihat Saat
Umur
Sebelum umur 24 jam
Antara umur 24 dan 47,9 jam
Antara umur 48 dan 72 jam
72 jam
96 jam
120 jam
Sumber : AAP
Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam,
diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara
24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus
digunakan dalam menentukan tindak lanjut.
Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap
30
hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau
lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko,
waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.
Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak
lanjut yang- memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya
peningkatan risiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin
diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang
memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati
(72-96 jam)
Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut
Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan
perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air
besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis
harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriksaan
bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin
transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan
kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan
kulit hitam.
7. Pengelolaan bayi dengan ikterus
Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI
Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu
diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang
mendapat ASI.
Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang
mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk
merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui
yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan
menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang
diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula
31
penganti.
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan
pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan
pemberian minum, rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara
memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang
dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan
abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya
diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20
mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
Sumber : Blackburn ST
Penggunaan farmakoterapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan
merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi
penghancuran heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga
reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain :
1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat
dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan
tindakan tranfusi ganti.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat
ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan
secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari
sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi
nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada
inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti.
Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi
atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak
membuahkan hasil.
3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga
telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti
efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan
32
untuk katabolisjne heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah
dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu.
4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa
penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-
MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah
pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP
kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi.
Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-MP maka fototerapi pada bayi
cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan
penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam
percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian
obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi
terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi
neurologi dan juga sebagai clinical trial.
5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi
sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein
hoidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan
pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan
dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein
(bukan inhibitor (β-glitkitronidase) kuningnya juga tampak menurun
dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur
enterohepatik.
Foto terapi dan tranfusi tukar
Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun
atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif,
kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk
menghentikan fototerapi.
Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.
33
Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi
Lakukan pemeriksaan laboratorium:
n Bilirubin total dan direk
n Golongan darah (ABO, Rh)
n Test antibodi direct ( Coombs)
n Serum albumin
n Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan
morfologi
n Jumlah retikulosit
n ETCO (bila tersedial
n G6PD1bila terdapat kecurigaan (berdasarkan etnis dan
geografis) atau respon terhadap foto terapi kurang)
n Urinalisis
n Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan
kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor untuk
protein, glukosa, hitung sel dan kultur
Tindakan:
n Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit atau
bayi < 38 minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada
pasien yang akan direncanakan transfusi °anti
n Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar
bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam
2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglohulin intravena 0,5-1 g/kg
selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.
n Pada bayi yang mengalami penurunan herat hadan lebih dari
12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi,
dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tamhahan.Bila pemberian peroral
sulit dapat diberikan intravena
Pada bayi mendapat foto terapi intensif
n Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam
n Bila Bilirubin total ≥ 25 mg IdL, pemeriksaan ulangan
dilakukan dalam 2-3 jam
n Bila biliruhin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan ulangan
34
dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20 mg/dl diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin
total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam
n Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati
kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin
(TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka
lakukan transfusi ganti.
n Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi
dihentikan
n Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan
bilirubin ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk
melihat kemungkinan terjadinya rebound.
Sumber : AAP
Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan
tranfusi ganti, kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus
dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar
bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data
yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk
berkonsultasi kepada ahlinya
Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada
angka untuk rekomendasi dilakukan tranfusi ganti atau jika kadar
bilirubin total sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu,
hal ini merupakan keadaan emergensi dan bayi harus segera masuk
dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini tidak
harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda
terapi.
Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh
personel yang terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan
mampu melakukan resusitasi.
Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-
35
globulin (0,5-1 g/ kgBB 'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar
bilirubin total serum meningkat walaupun telah mendapat fototerapi
intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari kadar
tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.
Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin
Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar
serum albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3
g/dl sebagai satu faktor risiko untuk menurunkan ambang batas
penggunaan fototerapi.
Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar
albumin serum harus diukur dan digunakan rasio bilirubin/albumin
yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor-faktor
lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.
Bilirubin ensefalopati akut
Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan
tranfusi ganti pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase
menengah sampai lanjut dari akut bilirubin ensefalopati (hipertonia,
arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking)
meskipun kadar bilirubin total serum telah turun
Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi
harus memiliki peralatan untuk fototerapi intensif.
Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan
Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan
fototerapi, AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan,
menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk
menghentikan menyusui sementara dan menggantinya dengan
formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau
meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang
mendapat fototerapi , suplementasi dengan pemberian ASI yang
dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat,
36
berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi
Fototerapi
Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total
Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD,
asfiksia, letargis, suhu tubilh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau
kadar albumin < 3 g/dL
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu
diperbolelikan untuk melakukan foto terapi pada kadar bilirubin total
sekitar medium risk line. Nicrupakan pilihan untuk melakukan
intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk
bayibayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin
total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37
6/7 minggu.
37
Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau
di rumah pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang
ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko foto
terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan
sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan
kekuatan paling kurang 30 uW/cm: (diperiksa dengan radiometer,
atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah
sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).
Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik
pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan
besar terjadi proses hemolisis.
Efek samping fototerapi
Efek
samping
Perubahan spesifik Implikasi klinis
Perubahan
suhu dan
metabolik
lainnya
Peningkatan suhu
lingkungan
dan tubuh
Peningkatan konsumsi
oksigen
Peningkatan laju
respirasi
Peningkatan aliran
darah ke
kulit
Dipengaruhi oleh kematangan,
asupan kalori (energi untuk
merespon perubahan suhu),
adekuat atau tidaknya
penyesuaian terhadap suhu
pada unit fototerapi, jarak
dari unit ke bayi dan
inkubator (berkaitan dengan
aliran udara dan kehilangan
udara pada radiant warmer),
penggunaan servocontrol
Perubahan
kardiovaskular
Perubahan sementara
curah
jantung dan penurunan
Terbukanya kembali duktus
arteriosus, kemungkinan
karena fotorelaksasi,
38
curah
ventrikel kiri
biasanya tidak signifikan
terhadap hemodinamik
Perubahan hemodinamik
terlihat pada 12 jam pertama
fototerapi, setelah itu
kembali ke awal atau
meningkat
Status cairan Peningkatan aliran
darah Perifer
Peningkatan insensible
wateloss
Meningkatkan kehilangan cairan
Dapat mengubah keperluan
pemakaian medikasi
intramuskular
Disebabkan oleh kehilangan
cairan melalui evaporasi,
metabolik, dan respirasi
Dipengaruhi oleh lingkungan
(aliran udara, kelembaban,
temperature), karakteristik
unit fototerapi, peruhahan
suhu, perubahan suhu kulit
dan suhu inti bayi, denyut
jantung, laju.respirasi, laju
metabolik, asupan kalori,
hentuk tempat tidur
(meningkat dengan
penggunaan radiant warmer
dan inkubator)
Fungsi
Saluran
Cerna
Peningkatan jumlah dan
frekuensi buang air
besar
Feses cair berwarna
Berkaitan dengan peningkatan
aliran empedu yang dapat
menstimulasi aktivitas
saluran cerna
Meningkatkan kehilangan cairan
39
hijau kecokelatan
Penurunan waktu transit
usus
Penurunan absorpsi,
retensi
air dan elektrolit
Perubahan aktivitas
laktosa riboflavin
melalui feses
Meningkatkan kehilangan cairan
melalui feses dan risiko
dehidrasi
Perubahan mendadak pada cairan
dan elektrolit
Intoleransi sementara laktosa
dengan penurunan laktase
pada silia epitel dan
peningkatan frekuensi BAB
dan konsistensi air pada
feses
Perubahan
aktivitas
Letargis,gelisah Dapat mempengaruhi huhungan
orang tua — bayi
Perubahan
berat
badan
Penurunan nafsu
makan
Penurunan pada
awalnya
namun terkejar dalam
2-4
minggu
Menyebabkan peruhahan
asupan cairann dan kalori
Disebabkan oleh pemberian
asupan makanan yang buruk
dan peningkatan kehilangan
melalui saluran cerna
Efek okuler Tidak ada penelitian
pada
manusia, namun perlu
perhatian antara efek
Menurunnya input sensoris dan
stimulasi sensorism Penutup
mata meningkatkan risiko
infeksi, aberasi kornea,
peningkatan tekanan
40
cahaya
dibandingkan dengan
efek
penutup mata
intrakranial (jika terlalu
kencang)
Perubahan
kulit
Tanning
Rashes
Burns
Bronze baby syndrome
Disebabkan oleh induksi sintesa
melanin atau disperse oleh
sinar ultraviolet
Disebabkan oleh cedera pada
sel mast kulit dengan
pelepasan histamine, eretima
dari sinar ultraviolet.
Disebabkan oleh pemaparan
yang berlebihan dari emisi
gelombang pendek sinar
fluorescent
Disebabkan oleh interaksi
fototerapi dan ikterus
kolestasis, menghasilkan
pigmen cokelat (bilifuscin)
yang mewarnai kulit, dapat
pulih dalam hitungan bulan
Perubahan
endokrin
Perubahan kadar
gonadotropin serum
(peningkatan LH
dan FSH)
Belum diketahui secara pasti
Perubahan
hematologi
Peningkatan turnover
trombosit
Cedera pada sel darah
merah
Merupakan masalah bagi bayi
dengan trombosit
Menyebabkan hemolisis,
41
dalam sirkulasi dengan
penurunan kalium
dan peningkatan
aktivitas ATP
meningkatkan
kebutuhan energi
yang rendah dan
yang dalam keadaan sepsis
Perhatian
terhadap
perilaku
psikologis
Isolasi
Perubahan status
organisasi Bayi dan
manajemen
perilaku
Efek diatasi oleh perawatan
yang baik
Dapat diatasi dengan interaksi
orangtua-
Dapat mempengaruhi ritme
kardiak
Sumber: dari Blackburn ST
Tranfusi Tukar
42
n Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan
tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan
tergantung respon terhadap foto terapi
n Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan
gejala ensefalopati akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch
cry, demam) atau bila kadar bilirubin total ≥ 5 mg/dL diatas garis patokan.
n Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD,
asfiksia, letargis, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis
n Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin
Sebagai patokan adalah bilirubin total
n Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko
sedang) transfusi tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar
bilirubin total sesuai usianya
Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan
untuk transfusi tukar
Katageri Risiko
Rasio B/A Saat Transfusi tukar
Harus Dipertimbangkan
Bil Tot (
mg/c11 )/
Alb, g/dl
Bil Tot ((jtmol/L )
/Alb, tmol/L
Bayi ≥ 38 0/7 mg
Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat
8,0 0,94
43
atau 380/7 mg
Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko
tinggi atau
jika risiko tinggi atau isoimmune
hemolytic disease atau defisiensi
G6PD
Isoimmune hemolytic disease atau
defisiensi G6PD
7,2
6,8
0,84
0,80
Dikutip dari AAP 2004.
Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat
dililiat pada. Penatalaksanaan fotorterpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat
badan pada Tabel 9.12
Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan
berdasarkan American Academy of Pediatrics
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [µmol/L])
Usia
(jam)
Pertimbangkan
Fototerapi
Fototerapi Transfusi tukar
Jika fototerapi
Intensif Gagal
Transfusi tukar
& Fototerapi
intensif
25-48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
44
79-79
> 72
≥ 15 (260)
≥ 17 (290)
≥ 18 (310)
≥ 20 (290)
≥ 25 (430)
≥ 25 (430)
≥ 30 (510)
≥ 30 (510)
Sumber : Madan A dk
Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan
dan bayi baru lahir yang relatif sehat
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl)
sehat sakit
Badan
Fototerapi
5 – 7
7 – 10
10 – 12
12 – 15
15 - 18
Transfusi tukar
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
20 - 25
fototerapi
4 – 6
6 – 8
8 – 10
10 – 12
12 – 15
Transfuse tukar
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
18 - 20
Sumber : Madan A dkk.
Komplikasi transfusi tukar:
1. Hipokalsemia dan hipomagnesia.
2. Hipoglikemia.
3. Gangguan keseimbangan asam basa.
4. Hiperkalemia.
5. Gangguan kardiovaskular
Perforasi pembuluh darah.
Emboli.
Infark.
Aritmia.
45
Volume overload.
Arrest.
6. Pendarahan.
Trombositopenia.
Defisiensi faktor pembekuan.
7. Infeksi.
8. Hemolisis.
9. Graft-versus host disease.
10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya
enterokolitis nekrotikans
ANALISA KASUS
Dasar diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
maturitas fisik neuromuscular maka diagnosa Neonatus cukup bulan – sesuai
masa kehamilan ditegakkan dengan menggunakan grafik Ballard.
Dikatakan pasien ini neonatus cukup bulan karena umur kehamilannya 38
minggu, BBL: 3800 gram, PBL: 453 cm. Dan berdasarkan kurva yang
memperlihatkan hubungan antara berat badan dan masa gestasi, maka bayi ini
46
disebut sesuai masa kehamilan karena berat badannya terletak diantara persentil
10 dan 90.
Hiperbilirubinemia
1. Pada pasien ini, Diagnosis Hiperbilirubinemia ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis, diketahui bahwa warna kuning mulai tampak pada pasien
sejak hari ketiga dan makin jelas pada hari keempat kelahiran. Kuning
tampak pada wajah, dada, perut dan makin jelas terlihat di kedua mata,
sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Riwayat
pemberian ASI mulai pada setelah melahirkan. Pada pasien ini
kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia disebabkan oleh
inkompatibilitas ABO karena Golongan darah ibu O dan golongan darah
pasien A.
Pada pasien ini BAB dan BAKnya baik , frekuensi BABnya ±8
kali sehari berwarna kuning dan frekuensi BAKnya berwarna kuning.
Mual dan muntah juga tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat obstruksi pada saluran pencernaanya.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan ditemukan kulit bayi tampak
kuning mulai dari wajah dan leher. Sedangkan pada bagian tangan dan
kaki tidak terlihat kuning, menurut skala Kramer hal ini termasuk dalam
Kramer I dengan perkiraan kadar bilirubin total 5-7 mg/dl. Namun hal ini
tidak sesuai dengan kadar bilirubin total pasien yaitu 18 mg/dl.
Pada pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga
kecurigaan akan hepatitis neonatal dapat disingkirkan, untuk
memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang,
Bilirubin total 18 mg/dl
Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin dapat
mencapai kadar bilirubin yang lebih tinggi dan penurunan lebih
lambat.
2. Pada pasien ini kemungkinan diagnosis bandingnya adalah Breast Milk
Jaundice, karena pasien sejak hari pertama lahir minum ASI dan tidak
47
minum susu formula. Menurut Kosim, M Sholeh dalam Buku Ajar
Neonatologi, pada sebagian bayi yang mendapat ASI ekslusif, dapat terjadi
ikterik yang berkepanjangan, biasanya mulai hari ke-7 dan bertahan hingga
2-3 minggu kehidupan. Peningkatan serum bilirubin indirek maksimal 10-
30 mg/dl. Hal ini dapat terjadi dicurigai karena terdapat glukoronidase
pada ASI. Namun, bila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka ikterus
akan menghilang dalam 3-10 minggu. Pemberian ASI dengan frekuensi
sering 10x dalam 24 jam dan pemberian ASI pada malam hari dapat
mengurangi resiko Breast Milk Jaundice. Diagnosis banding yang lain
adalah adanya defisiensi enzim G6PD, namun menurut kepustakaan
defisiensi G6PD ini terjadi biasanya pada hari 1-3 disertai adanya demam
dan kelelahan umum. Dan ditemukan adanya riwayat yang sama pada
keluarga karena ini merupakan penyakit herediter. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya anemis pada konjungtiva dan pada laboratorium
ditemukan penurunan hemoglobin karena penyakit ini bersifat anemia
hemolitik.
3. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini yaitu fototerapi, hal ini
sesuai dengan panduan fototerapi pada bayi usia kehamilan ≥ 35-37
minggu yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics, dimana
pasien memiliki kadar bilirubin total 18 mg/dL berada pada medium risk
line.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, M Sholeh dkk. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2008.
2. Fitria, Agnes, dkk. Hiperbilirubinemia. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/8114333/Hiperbilirubinemia pada tgl 10 Juni
2011 pukul 21.00 WIB
48
3. Apriyastuti,Dwi. Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO
di RSU Pandan Arang Boyolali. Diakses dari digilib.uns.ac.id.pada tgl 12 Juni
2011 pukul 15.45 WIB
4. Baby, smart. Inkompatibilitas ABO. Diakses dari
http://limdr.blogspot.com/2008/02/inkompatibilitas-abo.html pada tgl 12 Juni
2011 pukul 15.00 WIB
5. Defisiensi G6PD. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/54769670/DEFISIENSI-G6PD pada tgl 24 Juni
2011 pukul 21.00 WIB
6. Wibowo, Satrio. PERBANDINGAN KADAR BILIRUBIN NEONATUS
DENGAN DAN TANPA DEFISIENSI GLUCOSE-6-PHOSPHATE
DEHYDROGENASE, INFEKSI DAN TIDAK INFEKSI. Masters thesis,
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. 2007. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/18714/ pada tgl 24 Juni 2011 pukul 22.00 WIB
7. Sherwood, Lauree. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 567-9.
8. Icterus neonatorum. Diakses dari
http://ayurai.wordpress.com/2009/03/13/ikterus-neonaturum/ pada tgl 11 Juni
2011 pukul 19.00 WIB
49