FUNGSI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN HUBUNGAN ANTAR TINGKAT DALAM PEMERINTAHAN (PENGATURAN
MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI DKI JAKARTA DAN KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR)
Mutiara Zahroh, Andhika Danesjvara
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari memajukan kesejahteraan umum. Dalam pelaksanaannya permasalahan lalu lintas masih sering terjadi, salah satunya kemacetan. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa permasalahan lalu lintas dapat diselesaikan dengan manajemen dan rekayasa lalu lintas, yang terdiri dari beberapa kegiatan, salah satunya pengaturan. Pengaturan tersebut merupakan aspek penting dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam skripsi ini dibahas mengenai dua poin penting, yaitu pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara dan hubungan antar tingkat dalam pemerintahan. Dalam penelitian ini penulis mengambil contoh pelaksanaan manajemen dan rekayasa di DKI Jakarta dan Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normative dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara dan hubungan antar tingkat pemerintahan dalam pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
The State Administration Law Function and The Relationship between Levels of Government (Arrangement in Traffic Management and Engineering in Jakarta and
Puncak Area of Bogor Regency)
Abstract
Traffic has a strategic role in supporting the national development and integration as part of the efforts to improve the public welfare. However, traffic problems still frequently occur, and one of it is congestion. Law Number 22 Year 2009 concerning Road Traffic and Transportation set that the traffic problems can be resolved by traffic management and engineering, which covers several activities, such as arrangement. The arrangement which contain the determination on the policy on road, is important to ensure legal certainty and legal protection for the public. Regarding to the matters, this research discusses about two main points, which are the state administration law function and the relationship between levels of government. In this research, the author take the example of the implementation of traffic management and engineering in Jakarta and Puncak area of Bogor Regency. This research form method is normative. This research also use literature research method. From this research, it can be concluded that there are still many problems regarding to the state administration law function and the relationship between levels of government in the implementation of traffic management and engineering.
Keywords: Arrangement; Legal Certainty; Traffic Pendahuluan
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
Negara kesejahteraan (welfare state) merupakan bentuk perwujudan dari konsep
negara hukum modern yang menurut Lemaire1 bertujuan untuk menyelenggarakan
kesejahteraan umum oleh pemerintah (bestuurszorg). Cara yang dilakukan oleh pemerintah
dalam mencapai tujuan tersebut adalah dengan adanya campur tangan pemerintah secara aktif
dalam kehidupan masyarakat, baik dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai
langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, di samping menjaga ketertiban dan
keamanan (rust en orde).2 Semua macam campur tangan penguasa negara tersebut diberi
bentuk hukum agar segala sesuatunya tidak simpang-siur dan tidak menimbulkan keragu-
raguan pada semua pihak yang bersangkutan.3
Salah satu urusan yang memerlukan campur tangan negara adalah masalah lalu lintas
dan angkutan jalan (LLAJ) karena memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan
dan integrasi nasional sebagai bagian dari memajukan kesejahteraan umum. Bentuk dari
campur tangan tersebut salah satunya adalah Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Undang-undang ini merupakan penyempurnaan
dari undang-undang sebelumnya dengan adanya perubahan paradigma tatanan
penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia4, yaitu bergesernya
pemerintahan yang bersifat sentralistik ke pemerintahan yang bersifat desentralisasi.
Meskipun telah diberlakukan UU LLAJ beserta beberapa peraturan pelaksananya,
berbagai macam permasalahan lalu lintas masih kerap terjadi. Kemacetan menjadi salah satu
permasalahan lalu lintas yang sangat kompleks dan merupakan fenomena yang tidak mudah
untuk diatasi. UU LLAJ telah mengatur bahwa penanganan permasalahan lalu lintas,
termasuk kemacetan, dapat dilakukan melalui manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Dalam rangka melaksanakan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi
kemacetan, instansi/pejabat terkait yang memiliki wewenang berdasarkan UU Nomor 22
Tahun 2009 dapat menetapkan “kebijakan” dalam rangka mengatur penggunaan jaringan
1 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 37. 2 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi), Cet.10, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2014), hlm. 14-15. 3 S. Prayudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Cet. 10, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hlm.
25. 4 Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Proses Pembahasan Rancangan
Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Buku 1, (Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2012), hlm. 25.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
jalan dan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan tertentu.5 Beberapa contoh pengaturan dalam
rangka pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan
diantaranya adalah : pengaturan 3 in 1 di Jakarta melalui Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 110 Tahun 2012 tentang Kawasan Pengendalian Lalu Lintas (terbaru),
pengaturan plat nomor ganjil genap di Jakarta melalui Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 164 Tahun 2016, dan pengaturan sistem satu arah yang
dilakukan oleh Polres Bogor di daerah Puncak Bogor.
Pengaturan 3 in 1 dan pengaturan plat nomor ganjil genap yang diberlakukan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta pengaturan sistem satu arah yang dilakukan oleh
Polres Bogor, sudah seharusnya memenuhi fungsi normatif, instrumen, maupun jaminan
sebagai fungsi-fungsi hukum administrasi negara. Hal tersebut agar pelaksanaan pengaturan
dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas memberikan kepastian hukum dalam rangka
mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas. Ketiga fungsi tersebut saling berkaitan dalam pelaksanaan tugas
administrasi pemerintahan.
Selanjutnya, pengaturan-pengaturan yang dilakukan dalam rangka manajemen dan
rekayasa lalu lintas tersebut, baik di DKI Jakarta maupun di kawasan Puncak Kabupaten
Bogor dalam pelaksanaannya juga melibatkan beberapa instansi terkait yang kemudian
menciptakan hubungan antar tingkat pemerintahan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan.
Berdasarkan permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah
sebagai berikut: bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi hukum administrasi negara dalam
pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta
dan Kawasan Puncak Kabupaten Bogor, dan hubungan antar tingkat pemerintahan dalam
pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di DKI Jakarta dan Kawasan Puncak
Kabupaten Bogor? Adapun tujuan penulis adalah untuk memberkan tinjauan yuridis terkait
dengan pengaturan dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas khususnya dalam pelaksanaan
fungsi-fungsi hukum administrasi negara dan hubungan antar tingkat pemerintahan di DKI
Jakarta dan Kawasan Puncak Kabupaten Bogor.
5 Indonesia, Undang-undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 22 Tahun 2009, LN No.
96 Tahun 2009, TLN No. 5025, Ps. 94 ayat (2) huruf a.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
Tinjauan Teoritis
Pada negara kesejahteraan atau yang dikenal juga dengan negara hukum modern,
pemerintah menyelenggarakan bestuurszorg, yang meliputi lapangan kemasyarakatan dimana
pemerintah turut secara aktif dalam pergaulan manusia. Pelaksanaan bestuurszorg oleh
pemerintah dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelenggarakan kepentingan umum harus
didasarkan atas wewenang yang dimiliki oleh pemerintah. Tanpa adanya wewenang yang sah,
pemerintah tidak dapat melakukan suatu tindakan pemerintahan. Oleh karena itu, kewenangan
yang sah merupakan atribut bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya.6
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan terutama bagi negara hukum7, yang menjadi
dasar legitimasi tindakan pemerintah dan jaminan perlindungan dari hak-hak rakyat.8 Namun,
dewasa ini, muncul suatu konsekuensi khusus bahwa pemerintah diberikan kebebasan untuk
dapat bertindak atas inisiatifnya sendiri dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada
pada warga masyarakat demi kepentingan umum.9 Hal ini dikenal dengan sebutan freies
ermessen.
Freies ermessen dikatakan sebagai pelengkap dari asas legalitas.10 Meskipun
pemberian freies ermessen kepada pemerintah merupakan konsekuensi logis dari konsepsi
welfare state, namun yang dikatakan bebas sepenuhnya itu tidak pernah ada.11 Terutama pada
suatu negara hukum yang menganut prinsip bahwa penggunaan wewenang harus disertai
dengan pertanggungjawaban hukum, sehingga freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa
batas.
Selain harus didasarkan pada kewenangannya, tindakan pemerintah juga harus tetap
memperhatikan pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara. Van Wijk-Konijnenbelt
6Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 77. 7 Ridwan HR, Hukum Administrasi.,hlm. 90. 8 Ibid. 9 Safri Nugraha, et al., Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Depok: Center for Law and Good
Governance Studies (CLGS), 2007), hlm 83. 10 Arfan Faiz Muhlizi, Reformulasi Diskresi dalam Penataan Hukum Administrasi, Jurnal
Rechtsvinding, Vol. 1, No. 1, Edisi April 2012, hlm. 100. 11 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm.98.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
mendefinisikan hukum administrasi sebagai sebuah instrumen yuridis bagi penguasa untuk
secara aktif terlibat dengan masyarakat, dan di sisi lain juga berperan sebagai hukum yang
memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa dan memberikan perlindungan
terhadap penguasa.12 Philipus Hadjon dalam bukunya mengatakan pendapat tersebut sejalan
dengan tiga fungsi negara menurut P. de Haan cs., yaitu fungsi normatif, instrumen, dan
jaminan.13 Ketiga fungsi tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Fungsi
normatif yang menyangkut penormaan dalam kekuasaan memerintah berkaitan erat dengan
fungsi instrumen yang digunakan sebagai alat dalam melakukan tindakan pemerintah, yang
pada akhirnya dengan norma dan instrumen tersebut harus dapat menjamin perlindungan
hukum bagi rakyat.
Dalam urusan lalu lintas dan angkutan jalan, UU LLAJ memberikan batasan definisi
bagi manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai salah satu tugas pemerintah yang meliputi
kegiatan perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan dan pemeliharaan fasilitas
perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.14
Mengenai kegiatan pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas sendiri, telah ada
sejak UU LLAJ yang lama (1992) berlaku. Baik UU LLAJ yang lama maupun yang baru,
terdapat ketentuan bahwa instansi berwenang dapat menetapkan kebijakan lalu lintas pada
jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. Berangkat dari hal tersebut, pada saat ini kita mengenal
pengaturan lalu lintas berupa 3 in 1 dan ganjil genap di DKI Jakarta, dan sistem satu arah (one
way) di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor.
Dalam pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas, terdapat beberapa instansi
pemerintahan yang berperan sehingga menimbulkan adanya hubungan antar tingkat dalam
pemerintahan. Philipus Hadjon dalam bukunya, membedakan mengenai hubungan diantara
tingkat-tingkat dalam pemerintahan, antara lain yaitu hubungan vertikal dan hubungan
horizontal.15
Hubungan yang bersifat vertikal merupakan hubungan kerja yang dilaksanakan oleh
badan-badan pemerintah yang bertingkat lebih tinggi terhadap badan-badan yang lebih
12 Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta, Gajah Mada
University, 2005), hlm. 27. 13 Ibid., hlm. 28. 14 Indonesia, Op.Cit., Ps. 1 angka 29. 15 Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum.,hlm. 74.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
rendah.16 Sementara, hubungan secara horizontal merupakan hubungan kerjasama antara dua
atau lebih pejabat yang mempunyai kedudukan yang setingkat.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan melakukan penelitian
taraf sinkroisasi peraturan perundang-undangan, baik secara vertikal maupun horizontal.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan.
Menurut sifatnya, penelitian yang akan dilakukan memiliki tipe deskriptif-analitis, yang
dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai pengaturan dalam manajemen dan
rekayasa lalu lintas untuk menangani kemacetan di DKI Jakarta dan Kawasan Puncak
Kabupaten Bogor.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa informasi / keterangan yang
dikumpulkan langsung dari pihak yang terkait dengan pengaturan dalam manajemen dan
rekayasa lalu lintas untuk menangani kemacetan pada lokasi penelitian. Adapun data sekunder
diperoleh dari studi kepustakaan dalam bentuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier. Adapun bahan hukum primer, sekunder dan tersier tersebut adalah
sebagai berikut: bahan hukum primer yang berasal dari peraturan perundang-undangan yaitu
diantaranya:
a. Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;
b. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
c. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
g. Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
h. Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
i. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 96 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.
16 Ibid.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
Data dari bahan hukum sekunder didapat dari laporan penelitian, artikel ilmiah, dan buku-
buku hukum, diantaranya: Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi) (Ridwan HR, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2014), dan Hukum Administrasi Negara (Prayudi Atmosudirjo,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi). Data yang
didapat dari bahan hukum tersier yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer dan
sekunder didapat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini melalui studi dokumen atau penelusuran
kepustakaan, observasi atau pengamatan dan juga wawancara dengan narasumber (anggota
Kepolisian Resor Bogor). Adapun Metode analisis data yang digunakan adalah metode
kualitatif yang diperoleh diperoleh dengan melakukan analisis terhadap pengaturan dalam
manajemen dan rekayasa lalu lintas di DKI Jakarta dan Kawasan Puncak Kabupaten Bogor.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Fungsi-fungsi hukum administrasi negara dalam pengaturan manajemen dan rekayasa
lalu lintas baik di DKI Jakarta maupun di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor belumlah
terlaksana dengan baik.
Seperti yang telah penulis sebutkan sebelumnya bahwa pengaturan mengenai 3 in 1
dan ganjil genap di DKI Jakarta merupakan bentuk dari pengaturan manajemen dan rekayasa
lalu lintas. Pengaturan tersebut sempat tertuang dalam beberapa jenis instrumen hukum
berupa keputusan maupun peraturan Gubernur. Dalam mengeluarkan keputusan maupun
peraturan Gubernur tersebut, selain mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU LLAJ,
juga terdapat beberapa peraturan terkait lainnya yang juga tidak dapat dipisahkan dari
pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas, seperti peraturan yang mengatur tentang
pemerintahan daerah, pembentukan peraturan perundang-undangan, maupun Peraturan
Daerah yang dikeluarkan sendiri oleh Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu untuk mengetahui
pelaksanaan fungsi hukum administrasi dalam rangka pengaturan manajemen dan rekayasa
lalu lintas, penulis melakukan beberapa sinkronisasi peraturan perundang-undangan sebagai
berikut:
Tabel 1 Peraturan Perundang-undangan terkait Pengaturan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Peraturan Kewenangan Instrumen Hukum
UU No. 5 Th.‘74 Penambahan penyerahan urusan pemerintahan -
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
kepada daerah ditetapkan dengan PP (Ps. 7 ayat (1))
PP No. 20 Th.‘90 Dati I untuk jalan provinsi (Ps. 3 huruf i - Perda DKI Jakarta No. 9
Th.’9217 Gubernur Kepala Daerah (Ps. 2 jo. Ps. 3) Keputusan Gubernur Kepala Daerah
UU No. 14 Th.‘93 Pendelegasian pengaturan kepada PP (Ps. 22 ayat (2)) -
PP No. 43 Th. ‘93 Menteri Perhubungan Keputusan Menteri Perhubungan (Ps. 3 (1))
UU No. 22 Th.‘99 Daerah (Ps. 7 ayat (1)) - PP No. 25 Th.2000 Daerah -
Perda DKI Jakarta No. 12 Th.2003 Gubernur Keputusan Gubernur (Ps. 50
ayat (1)) UU No. 32 Th. 2004 Pemerintahan Daerah (Ps. 10 ayat (1)) -
PP No. 38 Th. 2007 Pemerintahan Daerah Provinsi (Lampiran G Nomor 66) -
UU No. 22 Th. 2009 Pemerintahan Daerah Provinsi Peraturan Daerah Provinsi (Ps. 95 ayat (1) huruf b) PP No. 32 Th. 2011
Sumber: Diolah sendiri oleh Penulis
Dari tabel tersebut dapat dilihat terdapat pertentangan norma yang mengatur mengenai
kewenangan maupun instrumen hukum yang digunakan dalam rangka pengaturan manajemen
dan rekayasa lalu lintas khususnya di DKI Jakarta. Pertentangan norma tersebut terjadi antara
peraturan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah dan peraturan yang mengatur
mengenai lalu lintas dan angkutan jalan.
Ketidaksinkronan antar norma tersebut dalam pengaturan manajemen dan rekayasa
lalu lintas di DKI Jakarta menggambarkan fungsi hukum fungsi normatif yang merupakan
salah satu fungsi hukum administrasi negara belum berjalan dengan semestinya. Hal ini juga
berdampak pada beberapa instrumen hukum yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan
yang ada pada saat itu. Sehingga terkait dengan fungsi jaminan sebagai perlindungan hukum
bagi masyarakat terhadap tindakan pemerintah, yang pelaksanaannya sangatlah dipengaruhi
oleh kedua fungsi sebelumnya, menjadi tidak tercapai dalam pengaturan manajemen dan
rekayasa lalu lintas yang dilakukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sedangkan untuk pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara di Kawasan Puncak
Kabupaten Bogor, apabila mengacu pada pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas
sebelum berlakunya UU LLAJ 2009, sama seperti DKI Jakarta, terdapat pertentangan norma
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan
daerah dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan
jalan.
17 Peraturan yang terdapat pada tabel biru hanya berlaku bagi DKI Jakarta, sementara peraturan lainnya
berlaku dan mengikat secara umum.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
Namun, setelah UU LLAJ berlaku, tidak terdapat lagi pertentangan norma yang
mengatur mengenai manajemen dan rekayasa lalu lintas yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah dan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Kawasan
Puncak Kabupaten Bogor.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui sejak UU LLAJ berlaku, tidak terdapat
permasalahan dalam fungsi normatif yang berkaitan dengan manajemen dan rekayasa lalu
lintas khususnya untuk pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di Kawasan Puncak
Kabupaten Bogor.
Berbeda dengan pelaksanaan fungsi normatif yang telah sesuai, fungsi instrumen
dalam pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan Puncak Kabupaten Bogor
belum dapat terlaksana dengan baik. Pasalnya instrumen yang digunakan dalam pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu intas untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak kabupaten
Bogor bukanlah instrumen yang diatur dalam ketentuan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, yaitu Peraturan Daerah Provinsi, melainkan diskresi yang digunakan
oleh Kepolisian Resor Bogor.
Tidak terlaksananya salah satu fungsi hukum administrasi negara dalam pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan puncak, yaitu fungsi instrumen
mengakibatkan fungsi yang terakhir, yaitu fungsi jaminan juga menjadi tidak terlaksana.
Adanya ketidakpastian hukum ini pada akhirnya berdampak pada protes masyarakat terkait
dengan kebijakan dalam pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang dilakukan di
Puncak, Bogor.
Mengenai hubungan antar tingkat pemerintahan di DKI Jakarta dalam pelaksanaan
manajemen dan rekayasa lalu lintas, diketahui terdapat beberapa instansi pemerintahan terkait
yang melaksanakan hal tersebut, yaitu diantaranya:
1. Gubernur sebagai kepala pemerintahan provinsi merupakan pejabat yang berwenang
menyelenggarakan manajemen dan rekayasa lalu lintas termasuk menetapkan
kebijakannya dengan dibantu beberapa pejabat pada organisasi perangkat daerah, yaitu
terutama:
a. Sekretaris Daerah;
b. Asisten Perekonomian; dan
2. Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI JakartaDirektorat Lalu
Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya sebagai pihak pelaksana dan melakukan
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
penindakan terhadap pelanggaran pengaturan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Selain beberapa instansi pemerintahan tersebut, beberapa peraturan terkait dengan manajemen
dan rekayasa lalu lintas telah memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan
urusan pemerintahan dalam hal manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Tabel 2 Turunan Penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di DKI Jakarta
NO URUSAN PEMERINTAHAN TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
1 Urusan pemerintahan negara secara Umum Negara yang dalam pelaksanaannya menjadi wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
2 Urusan pemerintahan di Bidang Perhubungan
Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), beberapa
Kementerian Negara terkait lainnya dan Kepolisian Negara RI
3 Urusan pemerintahan di Sub Sub Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota), beberapa
Kementerian Negara terkait lainnya dan Kepolisian Negara RI
4 Pembuatan Pedoman Penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kementerian Perhubungan
5 Penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di DKI Jakarta
Kementerian Perhubungan, Kepolisian Negara RI, dan Pemerintah Daerah beserta perangkat organnya
Sumber: Diolah sendiri oleh Penulis
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat diketahui hubungan tingkatan antara instansi
dan/atau susunan pemerintahan dalam penyelenggaraan manajemen rekayasa lalu lintas di
Jakarta sebagai berikut :
1. Hubungan Vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta, yaitu dalam
hal :
a. Pembagian urusan penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas antara
pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta. Hubungan vertikal itu terjadi
dengan adanya penyerahan urusan penyelenggaraan manajemen dan rekayasa
lalu lintas untuk jalan-jalan provinsi yang sebelumnya menjadi kewenangan
pemerintah pusat kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai
pelaksanaan otonomi daerah melalui prinsip desentralisasi.
b. Dalam pengaturan “3 in 1” dan ganjil genap, Gubernur DKI Jakarta wajib
berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditentukan dan
menjadi kewenangan pemerintah pusat yang pelaksanaannya menjadi tugas
dan tanggung jawab Kementerian Perhubungan.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
2. Hubungan vertikal antara Gubernur DKI Jakarta dengan beberapa pejabat pada organ
perangkat pemerintahan provinsi DKI Jakarta, yaitu terutama Sekretaris Daerah,
Asisten Perekonomian, dan Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Propinsi DKI
Jakarta. Hubungan vertikal itu terjadi karena masing-masing pejabat tersebut secara
struktural berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur dalam
penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas sesuai tugas pokok dan
fungsinya masing-masing.
3. Hubungan horizontal antara Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI
Jakarta dengan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kedua intansi
tersebut memiliki hubungan horizontal karena kedua intansi tersebut bukan berasal
dari satu organ perangkat pemerintahan yang sama, sehingga tidak ada hubungan
secara struktural yang menunjukkan suatu instansi memiliki kedudukan lebih rendah
atau lebih tinggi dari instansi lainnya.
Dari apa yang telah penulis jabarkan, dapat dilihat bahwa hubungan antar tingkat
pemerintahan yang dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan telah berjalan dengan baik.
Masing-masing fungsi telah menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab dari
penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa
bentuk instrumen yang digunakan dalam rangka pengaturan manajemen dan rekayasa lalu
lintas, tetaplah bukan instrumen yang tepat digunakan.
Mengenai hubungan antar tingkat pemerintahan di Kawasan Puncak Kabupaten
Bogor, penulis menemukan terdapat permasalahan dalam implementasi norma-norma yang
ada. Pada kenyataannya, di kawasan wisata pegunungan Puncak Bogor tidak terdapat satu
instrumenpun yang digunakan dalam rangka pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa terdapat kekosongan hukum dalam pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Sementara,
berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan, terdapat permasalahan konkret berupa
kemacetan parah yang hampir pasti terjadi pada akhir pekan dan hari libur nasional di
kawasan Puncak Kabupaten Bogor yang membutuhkan penanganan.
Sebagai jalan yang berstatus sebagai jalan provinsi, dalam tataran idealnya, pihak-
pihak yang setidaknya harus terlibat dalam pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
kawasan pegunungan Puncak Bogor adalah:
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
a. Pemerintah Pusat sebagai Pembina dan penetap norma, standar, prosedur dan kriteria
yang dijadikan sebagai acuan untuk pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
daerah;
b. Pemerintah Provinsi sebagai pihak yang berwenang untuk melaksanakan pengaturan
dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan pegunungan Puncak Bogor;
c. Pemerintah Kabupaten terkait yang wilayahnya termasuk ke dalam jalur Puncak untuk
melakukan koordinasi atas penetapan kebijakan dalam manajemen dan rekayasa lalu
lintas yang juga akan dilakukan di wilayahnya; dan
d. Kepolisian sebagai pihak yang memiliki wewenang untuk melaksanakan penegakan
hukum dari pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang ditetapkan.
Adanya kekosongan hukum yang terjadi, dapat dikatakan sebagai konsekuensi dari
disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama fungsi yang berkaitan dengan
pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas. Menurut penulis, dalam tahap ini telah terjadi
stagnasi pemerintahan dalam pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan
Puncak Kabupaten Bogor, dimana pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam
pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi permasalahan kemacetan di
kawasan wisata pegunungan Puncak Bogor tidak melaksanakan tugasnya sehingga
menimbulkan permasalahan kekosongan hukum dalam mengatasi kemacetan yang terjadi di
kawasan wisata pegunungan Puncak Bogor.
Hal tersebut menyebabkan kepolisian resor bogor sebagai alat negara yang memiliki
fungsi menjaga keamanan dan ketertiban serta memberian pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat menggunakan wewenang diskresi kepolisian yang dimilikinya untuk melakukan
pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas demi mengatasi permasalahan kemacetan
yang terjadi. Kewenangan kepolisian tersebut diatur baik dalam UU Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pelaksanaan diskresi dalam rangka pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
kawasan wisata Puncak Bogor yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Bogor dikarenakan
dalam pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, terdapat pembagian daerah hukum wilayah
negara Republik Indonesia demi kepentingan pelaksanaan tugas kepolisian18, dan Polres
Bogorlah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi kepolisian di Kabupaten Bogor.
18 Indonesia (XII), Op.Cit., Ps. 6 ayat (2).
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
Diskresi yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Bogor dalam melakukan pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan pegunungan Puncak Bogor tersebut,
merupakan bentuk wewenang bebas yang berupa kewenangan untuk memutus secara mandiri
dan wewenang tersebut berasal dari atribusi undang-undang.
Dari penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hubungan antar tingkat
pemerintahan di kawasan Puncak Kabupaten Bogor tidak berjalan dengan baik, sehingga
menyebabkan pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan wisata pegunungan
Puncak Bogor harus dilaksanakan dengan diskresi kepolisian.
Kesimpulan
1. Pelaksanaan fungsi-fungsi hukum administrasi negara dalam pengaturan manajemen dan
rekayasa lalu lintas yang dilakukan untuk menangani kemacetan baik di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta maupun di Kawasan Wisata Pegunungan Puncak Bogor belum terlaksana
dengan baik. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanan fungsi-fungsi:
a. Fungsi normatif, terdapat pertentangan norma-norma yang mengatur mengenai
manajemen dan rekayasa lalu lintas.
b. Fungsi instrumen, beberapa bentuk instrumen hukum yang dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang dalam pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas tidak tepat;
c. Fungsi jaminan, dengan tidak terlaksananya fungsi normatif dan fungsi instrumen
mengakibatkan tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Di DKI Jakarta, pelaksanaan fungsi normatif dalam pengaturan manajemen dan
rekayasa lalu lintas belum berjalan dengan baik karena adanya ketidaksinkronan antar
norma-norma yang mengatur mengenai kewenangan dalam pelaksanaan manajemen dan
rekayasa lalu lintas, misalnya antara UU Pemerintahan Daerah dan UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Selain itu, bentuk instrumen hukum yang digunakan (Keputusan
Gubernur atau Peraturan Gubernur), tidak sesuai dengan instrumen hukum yang
seharusnya digunakan (Peraturan Daerah Provinsi) sehingga dapat dikatakan fungsi
instrumen juga belum terlaksana dengan baik. Tidak terlaksananya fungsi normatif dan
fungsi instrumen hukum administrasi negara dengan baik dalam pengaturan manajemen
dan rekayasa lalu lintas di DKI Jakarta berimplikasi pada tidak terlaksananya fungsi
jaminan dalam pengaturan kawasan pengendalian lalu lintas di DKI Jakarta, sehingga
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
pada saat pengaturan tersebut berlaku dapat dikatakan juga tidak terpenuhinya kepastian
dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Pelaksanaan fungsi-fungsi administrasi negara dalam pengaturan manajemen dan
rekayasa lalu lintas di kawasan wisata Puncak Bogor juga tidak berjalan dengan baik.
Pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang dilakukan berdasarkan diskresi
kepolisian merupakan bukti bahwa terdapat permasalahan dalam implementasi norma
yang mengatur mengenai manajemen dan rekayasa lalu lintas. Permasalahan tersebut
berdampak pula pada fungsi instrumen yang pada akhirnya tidak terlaksana. Tidak
terlaksananya fungsi instrumen di kawasan wisata Puncak Bogor menyebabkan fungsi
jaminan juga tidak terlaksana dengan baik.
2. Hubungan antar tingkat pemerintahan yang terjalin dalam pelaksanaan manajemen dan
rekayasa lalu lintas di DKI Jakarta dapat dikasifikasikan menjadi vertikal maupun
horizontal. Hubungan tersebut telah berjalan dengan baik karena adanya pembagian tugas
yang jelas antar instansi dan tugas-tugas tersebut telah sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki.
Sementara itu, di kawasan Puncak Bogor hubungan antar tingkat pemerintahan dalam
manajemen dan rekayasa lalu lintas tidak berjalan dengan baik. Tidak berjalan dengan
baiknya hubungan antar tingkat pemerintahan di kawasan Puncak Bogor, berakibat pada
kepolisian resor Bogor yang harus menggunakan diskresi dalam pengaturan manajemen
dan rekayasa lalu lintas untuk menangani kemacetan yang terjadi.
Saran
1. Perlu adanya sinkronisasi peraturan perundang-undangan, antara peraturan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintahan Daerah mengenai manajemen
dan rekayasa lalu lintas terkait dengan siapa yang sebenarnya berwenang untuk
melakukan pengaturan dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas dan instrumen apa yang
seharusnya digunakan dalam melakukan pengaturan tersebut sehingga tidak timbul
kerancuan dan adanya keselarasan pemahaman dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
2. Pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang telah dilakukan baik di DKI Jakarta
maupun di Kawasan Wisata Pegunungan Puncak Bogor perlu ditinjau kembali, dan perlu
adanya instrumen hukum baru berbentuk Peraturan Daerah Provinsi yang dibuat atas
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017
persetujuan bersama antara Gubernur dan DPRD sebagai wakil rakyat, untuk menjamin
kepastian hukum dan perlindungan atas hak-hak masyarakat dalam berlalu lintas.
3. Perlu adanya kesadaran lebih dari para pejabat terkait yang berwenang dalam pengaturan
manajemen dan rekayasa lalu lintas di Kawasan Wisata Pegunungan Puncak Bogor agar
terciptanya keserasian dalam penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
wilayah tersebut dan terwujudnya kepastian serta perlindungan hukum bagi masyarakat.
Daftar Referensi
Atmosudirjo, Prayudi. (1994). Hukum Administrasi Negara. cet. 10, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Effendi, Lutfi. (2004). Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Malang: Bayumedia Publishing.
Hadjon, Philipus M., et al. (2005). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta,
Gajah Mada University.
HR, Ridwan. (2014). Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi). cet. 10, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Indonesia. Undang-undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. UU No. 22 Tahun 2009.
LN No. 96 Tahun 2009. TLN No. 5025.
Indroharto. (2000). Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara. Buku I. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Koentjoro, Diana Halim. (2004). Hukum Administrasi Negara. Bogor: Ghalia Indonesia.
Muhlizi, Arfan Faiz. Reformulasi Diskresi dalam Penataan Hukum Administrasi. Jurnal
Rechtsvinding. Vol. 1. No. 1. Edisi April 2012.
Nugraha, Safri. et al. (2007). Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Depok: Center for
Law and Good Governance Studies (CLGS).
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2012). Proses
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Buku 1. Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Fungsi Hukum ..., Mutiara Zahroh, FH UI, 2017