FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL KULIT JERUK NIPIS(Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) DALAM SEDIAAN DEODORAN TERHADAP
Staphylococcus epidermidis
SKRIPSI
Oleh:
TALENTA OKTARIYANTI TAFONAO
1501196146
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL KULIT JERUK NIPIS(Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) DALAM SEDIAAN DEODORAN TERHADAP
Staphylococcus epidermidis
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm)
Oleh:
TALENTA OKTARIYANTI TAFONAO
1501196146
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal: September 2019
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Leny, S.Farm., M.Si., Apt.
Anggota : 1. Khairani Fitri, S.Si, M.Kes., Apt.
2. Drs. Jacob Tarigan, M.Kes., Apt.
LEMBARAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik Sarjana Farmasi (S.Farm), di Fakultas Farmasi dan Institut
Kesehatan Helvetia.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing, dan masukkan
tim penelaah/tim penguji.
3. Isi Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Medan, September 2019
Yang membuat pernyataan,
(Talenta Oktariyanti Tafonao)
NIM. 1501196146
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
Nama : Talenta Oktariyanti Tafonao
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Hilisimaetano/10 Oktober 1998
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Sifaoroasi Gomo
Email : [email protected]
Anak Ke : 3 (tiga) dari 5 (lima) bersaudara
Nama Ayah : Lulunaso Tafonao
Nama Ibu : Natal Riang Dakhi
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2003-2009 : SD Negeri 1 Sifaoroasi Gomo
Tahun 2009-2012 : SMP Negeri 1 Sifaoroasi Gomo
Tahun 2012-2015 : SMK Negeri 1 Sifaoroasi Gomo
Tahun 2015-2019 : Sarjana Farmasi Institut Helvetia Medan
i
ABSTRAK
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) DALAM SEDIAAN DEODORAN TERHADAP
Staphylococcus epidermidis
TALENTA OKTARIYANTI TAFONAO
NIM : 1501196146
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle), merupakan salah satu
tanaman toga yang digunakan pada masyarakat, baik untuk bumbu masakan
maupun untuk obat-obatan dari bagian perasan air buah jeruk nipisnya. Untuk
obat, jeruk nipis digunakan sebagai penambah nafsu makan,penurun panas, diare,
menguruskan badan, dan antibakteri. Flavonoid yang terkandung dalam kulit
jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) memiliki aktivitas biologi
dengan spektrum yang luas diantaranya antibakteri, antifungial, dan antivirus.
Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan membunuh radikal bebas,
mempunya kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat
proliferasi sel.
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium, kulit
jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dan dipekatkan dengan rotary
evaporator. Konsentrasi ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) yang digunakan adalah 10%, 15%, dan 20% kemudian dibandingkan
dengan Blanko. Uji evaluasi yang dilakukan pada sediaan deodoran roll on
meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji iritasi, dan uji aktivitas daya
hambat bakteri.Ekstrak etanol kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) dapat diformulasikan dalam suatu sediaan deodoran roll on dan
memiliki aktivitas daya hambat bakteri dimana pada konsentrasi 20% memiliki
aktivitas daya hambat dengan rata 10.93 mm dengan kategori kuat.
Kata kunci : Ekstrak kulit jeruk nipis, Deodoran roll on, Bakteri
Staphylococcus epidermidis
ii
ABSTRACT
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi SI Farmasi Institut Kesehatan Helvetia Medan yang
berjudul “Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit
Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Christm.) Swingle) Dalam Sediaan
Deodoran Terhadap Staphylococcus Epidermidis”
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Program Studi SI Farmasi di
Institut Kesehatan Helvetia Medan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi
ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, baik dukungan moril,
materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu : 1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Pembina Yayasan
Helvetia.
2. Iman Muhammad, SE, S.Kom, MM, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Helvetia
3. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia.
4. Darwin Syamsul, S.Si, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia
5. Adek Chan, S.Si, M.Si, Apt. selaku Ketua Program Studi SI Farmasi Fakultas
Farmasi Dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia
6. Leny, S.Farm., M.Si., Apt. selaku pembimbing I yang telah menyediakan
waktu dan tenaga dalam membimbing dan memberikan arahan dan masukan
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
7. Khairani Fitri, S.Si., M.Kes., Apt. selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan dan masukan yang
bermanfaat dalam perbaikan penyusunan skripsi ini.
8. Drs, Jacob Tarigan, M.Kes., Apt. Selaku Penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam perbaikan penyusunan skripsi ini
9. Seluruh Dosen Program Studi SI Farmasi yang telah mendidik dan
mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
10. Teristimewa untuk keluarga besar dan kedua orang tua penulis, Ayah
Lulunaso Tafonao, mama Natal Riang Dakhi serta ke-4 (empat) saudara
Kakak Nelistina Tafonao, Abang John Tafonao, Adik Sabdal Tafonao,
Pembertus Tafonao, serta kakak ipar Dilina Hondro, yang telah memberikan
motivasi, semangat, materi serta doa dalam menyelesaikan perkuliahan
penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk semuanya.
11. Dan teman-teman seperjuangan program studi S1 Farmasi yang telah
mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, September 2019
Penulis
Talenta Oktariyanti Tafonao
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.6 Kerangka Pikir ...................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9 2.1 Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm) swingle) ............. 9
2.1.1 Taksonomi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
(Christm) Swingle ....................................................................... 9
2.1.2 Asal usul jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) .... 10
2.1.3 Nama Lain jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) . 10
2.1.4 Morfologi Tanaman .................................................................... 11
2.1.5 Kandungan Kimia ....................................................................... 11
2.2 Ekstraksi ............................................................................................... 13
2.2.1 Berdasarkan Penggunaan Ekstraksi ............................................ 13
2.3 Bakteri Staphylococcus epidermidis .................................................... 15
2.3.1 Morfologi dan Fisiologi .............................................................. 16
2.3.2 Gejala penyakit ........................................................................... 16 2.3.3 Mekanisme kerja antibakteri ....................................................... 16
2.3.4 Media pertumbuhan bakteri ........................................................ 17
2.3.5 Pengukuran zona hambat ............................................................ 18
2.4 Kosmetik .............................................................................................. 19
2.4.1 Penggolongan Kosmetik ............................................................. 19
2.4.2 Jenis Kosmetik Menurut Sifat dan Cara Pembuatannya ............. 20
2.5 Kulit ...................................................................................................... 21
2.6 Bau Badan ............................................................................................ 22
2.7 Kelenjar keringat .................................................................................. 22
2.8 Deodoran .............................................................................................. 24
2.8.1 Jenis-Jenis Deodoran .................................................................. 24
vi
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 26 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 26
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 26
3.2.1 Waktu Penelitian ......................................................................... 26
3.2.2 Tempat Penelitian ....................................................................... 26
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 26
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 26
3.3.2 Sampel ........................................................................................ 27
3.4 Alat dan Bahan ..................................................................................... 27
3.4.1 Alat .............................................................................................. 27
3.4.2 Bahan .......................................................................................... 27
3.5 Penyiapan sampel penelitian ................................................................ 27
3.5.1 Cara Pengambilan Sampel .......................................................... 27
3.5.2 Cara Pengolahan Sampel ............................................................ 28
3.5.3 Ekstraksi Sampel ......................................................................... 28
3.6 Uji daya bakteri .................................................................................... 29
3.6.1 Pembuatan media nutrient agar ................................................... 29
3.6.2 Formulasi Sediaan Deodoran Ekstrak Kulit Jeruk Nipis yang
dimodifikasi ................................................................................ 29
3.7 Prosedur Kerja ...................................................................................... 29
3.8 Evaluasi sediaan deodorant roll on ....................................................... 30
3.8.1 Pemeriksaan organoleptis ........................................................... 30
3.8.2 Homogenitas ............................................................................... 30
3.8.3 Uji pH ......................................................................................... 31
3.8.4 Uji iritasi terhadap sukarelawan ................................................. 31
3.8.5 Uji aktivitas antibakteri metode cakram kertas ........................... 31
3.9 Analisis Data ........................................................................................ 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 33 4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 33
4.1.1 Determinasi Tumbuhan ............................................................... 33
4.1.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Jeruk nipis (Citrus aurantifolia
(Christm.) Swingle ...................................................................... 33
4.1.3 Hasil Pemeriksaan organoleptik Deodoran Roll on ................... 33
4.1.4 Homogenitas ............................................................................... 34
4.1.5 Uji pH Sediaan deodoran Roll on .............................................. 35
4.1.6 Uji Iritasi ..................................................................................... 36
4.1.5. Hasijl Zona Hambat Bakteri ................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 42 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 42
5.2 Saran ........................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Pikir ................................................................ 8
Gambar 2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) ...... 9
Gambar 2.2 Bakteri Mikroskopik Staphylococcus epidermidis.......... 16
Gambar 4.1. Diagram Zona Hambat Bakteri ....................................... 38
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis media dan fungsinya dapat dijabarkan sebagai
berikut .................................................................................. 17
Tabel 2.2 Kategori Diameter Zona Hambat ......................................... 18
Tabel 3.1. Formulasi Sediaan Deodoran ............................................... 29
Tabel 3.2. Uji Iiritasi ............................................................................ 31
Tabel 4.1. Hasil Uji Organoleptik Sediaan Deodoran Roll on Pada
Suhu Kamar (28°C-30°C) .................................................... 34
Tabel 4.2 Pemeriksaan Homogenitas ................................................... 35
Tabel 4.3 Hasil pH Sediaan Deodoran Roll on .................................... 36
Tabel 4.4 Hasil Uji Iritasi Sediaan Deodoran Roll on Pada Kulit ....... 36
Tabel 4.5. Hasil Zona Hambat Bakteri ................................................. 37
Tabel 4.6. Posthoc test anova ............................................................... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi penelitian ..................................................... 44
Lampiran 2. Uji Homogenitas ................................................................ 48
Lampiran 3. Uji pH sediaan deodoran roll on ....................................... 49
Lampiran 4. Uji iritasi sukarelawan ....................................................... 51
Lampiran 5. Uji daya hambat bakteri ..................................................... 54
Lampiran 6 Hasil Uji One way Anova ................................................. 57
Lampiran 7. Lembar Pengajuan Judul Skripsi ...................................... 62
Lampiran 8. Lembar Konsul Pembimbing I ......................................... 63
Lampiran 9. Lembar Konsul Pembimbing II ........................................ 64
Lampiran 10. Lembar hasil determinasi .................................................. 65
Lampiran 11. Lembar Izin Penelitian Mikrobiologi Farmasi Universitas
Sumatera Utara .................................................................. 66
Lampiran 12. Lembar Selesai Penelitian Institut Kesehatan Helvetia ..... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan
pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian
luar), gigi, dan rongga mulut, membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (1).
Produk kosmetik diperlukan tidak hanya oleh kaum wanita tetapi juga
oleh kaum pria sejak lahir sampai akhir hayat. Produk kosmetik dapat digunakan
setiap hari maupun secara insidental (tidak disengaja) atau berkala dan dipakai di
seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak semua bahan kosmetik
cocok untuk setiap kondisi kulit, jika terjadi ketidakcocokan, akan timbul iritasi
pada kulit. Oleh karena itu, diperlukan perhatian pada kandungan bahan kimia
yang tercantum di kemasan tiap-tiap produk. Dasar kosmetik umumnya terdiri
dari bermacam-macam bahan dasar, bahan aktif dan bahan pelengkap. Bahan-
bahan tersebut mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai solvent (pelarut),
emulsier (pencampur), pengawet, adhesif (pelekat), pengencang, absorbed
(penyerap) dan desinfektan. Pada umumnya 95% dari kandungan kosmetik adalah
bahan dasar dan 5% bahan aktif atau kadang-kadang tidak mengandung bahan
aktif (2).
2
Sejalan dengan perkembangan bidang kehidupan, tingkat kebutuhan
konsumen terhadap kosmetik akan mengalami perubahan. Pada mulanya, manusia
secara naluri memakai kosmetik untuk menutupi kekurangan pada kulit sehingga
rasa percaya diri menjadi meningkat. Pada perkembangan selanjutnya telah
menuntut persyaratan yang lebih tinggi dimana kosmetik tidak hanya digunakan
untuk menutupi kekurangan pada kulit, bahkan dipakai untuk
menghilangkan/mengurangi bau badan akibat keringat, sehingga kosmetik
berubah menjadi komoditi yang diproduksi secara luas dan diatur oleh berbagai
peraturan dan persyaratan guna memenuhi standar mutu kualitas dan keamanan
konsumen (3).
Indonesia termasuk suatu negara tropis yang selalu disinari matahari,
sehingga berkeringat merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Bagi beberapa
orang, pengeluaran keringat yang berlebihan dapat menimbulkan masalah, seperti
misalnya menimbulkan bau badan yang kurang sedap. Bau badan sangat
berhubungan dengan sekresi keringat seseorang dan adanya pertumbuhan
mikroorganisme, serta makanan dan bumbu-bumbuan yang berbau khas seperti
bawang-bawangan (4).
Kulit merupakan organ yang besar, dengan berat rata-rata 4 kg dan
seluas 2 m2. Fungsi utamanya adalah sebagai barrier terhadap lingkungan luar
yang tidak aman. Lapisan epidermis merupakan barrier utama tersebut. Di bawah
lapisan epidermis, terdapat lapisan dermis yang penuh vaskularisasi yang
berfungsi sebagai penyokong dan penyedia nutrisi bagi sel-sel epidermis yang
aktif membelah. Pada lapisan dermis juga terdapat saraf-saraf dan adneksa-
3
adneksa kulit yang meliputi kelenjar keringat, folikel rambut, dan kelenjar
minyak (sebasea). Kuku juga termasuk dari adneksa kulit. Lapisan ketiga dan
terdalam dari kulit disebut dengan lapisan subkutan. Epidermis sendiri terbagi lagi
menjadi 4 lapisan, dimulai dari lapisan terbawah yakni lapisan sel basalis, stratum
spinosum, stratum granulosum, dan lapisan terluarnya yakni stratum korneum.
Sisi epidermis yang berbatasan dengan lapisan dermis memiliki batas tidak
reguler yang disebut dengan rete ridge (5).
Kulit mampu melindungi tubuh kita dari luka fisik, pengaruh angina,
air, sinar matahari, unsur kimiawi, bakteri, dan sebagainya. Selain itu, kulit juga
mempunyai fungsi untuk mengontrol suhu tubuh, sehingga suhu tubuh bisa
seimbang dan sesuai dengan perubahan suhu. Walaupun memiliki fungsi
yang sangat penting, kulit memiliki tingkat penyerapan yang terbatas. Tidak
semua bahan bisa teresap baik oleh kulit. Hanya beberapa jenis lemak,
minyak, atau krim yang bisa teresap oleh kulit (6).
Manusia adalah salah satu makhluk hidup yang paling banyak
menghasilkan keringat. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan
manusia berkeringat, salah satunya adalah karena panas yang disebabkan oleh
suhu atau kegiatan fisik. Alasan lain adalah ketika kita merasa tertekan, takut,
atau cemas membuat kita berkeringat meskipun cuaca dingin (7).
Bau badan merupakan salah satu masalah yang menganggu kehidupan
sehari-hari. Bau tidak sedap tubuh seringkali membuat seseorang merasa tidak
percaya diri. Aroma yang tidak sedap akan muncul ketika seseorang mulai
berkeringat. Keringat merupakan hasil dari proses tubuh dalam mengatur suhu
4
tubuh pada manusia. Keringat mengandung air, garam, dan zat-zat sisa dari tubuh.
Biasanya bau yang tidak sedap timbul bersama bau badan yang disebabkan oleh
aktivitas bakteri Staphylococcus epidermidis (8).
Mikroba yang umumnya tumbuh pada kulit adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, Sarcina sp., Micrococcus sp., bakteri
koliform, Proteus, Difteroid, Bacillus subtillis, Mycobacterium, dan
Acinotebacter. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan bau badan yaitu
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Corynebacterium acne
(Difteroid), Pseudomonas aeruginosa, dan Streptococcus pyogenes (9).
Masalah bau badan dapat dialami oleh setiap orang dan dapat disebabkan
oleh beberapa hal, seperti faktor genetik, kondisi kejiwaan, faktor makanan, faktor
kegemukan dan bahan pakaian yang dipakai. Keringat yang dikeluarkan
seseorang sangat terlibat dalam proses timbulnya bau badan, dimana kelenjar
apokrin yang menghasilkannya telah terinfeksi oleh bakteri yang berperan dalam
proses pembusukan. Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan
tersebut diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium acne,
Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pyogenes. Penggunaan antibiotik
yang tidak benar biasanya akan membuat bakteri menjadi bersifat resisten dan
tetap memperbanyak diri dalam inangnya. Menurut Bartlett (2007) bakteri
staphylococcus epidermidis umumnya telah resisten terhadap antibiotik penisilin
dan metisilin, sehingga perlu diketahui bahan alternatif yang dapat membasmi
atau menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (10).
5
Penggunaan sabun dan air sebagai pencuci badan pada waktu mandi relatif
kurang efektif untuk mencegah bau badan. Dalam menangani hal tersebut, dapat
dilakukan beberapa alternatif, seperti menggunakan sediaan kosmetik anti bau
badan. Banyak individual yang telah menggunakan produk deodoran antiperspiran
untuk mengontrol pengeluaran keringat dan bau di ketiak, faktanya lebih dari 90%
populasi didunia ini telah menggunakannya (11).
Salah satu kosmetik yang banyak digunakan adalah deodoran. Deodoran
adalah formula khusus yang diformulasikan untuk menyamarkan bau badan.
Umumnya, deodoran mengandung antiseptik yang berguna untuk mencegah
dekomposisi bakteri dengan membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri di
permukaan kulit, khususnya pada bagian ketiak. Deodoran bentuknya bermacam-
macam, ada yang padat (stick), cairan roll-on, ada juga yang berbentuk spray (12).
Kebanyakan antiperspiran dan deodoran yang dijual di pasaran dalam
bentuk sediaan aerosol, pump sprays, squeeze sprays, krim, roll on, suspensi roll-
on, deodoran stick, antiperspiran padat, clear solids, soft solids, gels, dan pads.
Antiperspiran dan deodoran yang dijual di pasaran umumnya berbahan aktif
aluminium klorohidrat, propilen glikol, triklosan, aluminum zirconium
klorohidrat. Adanya kandungan aluminum klorohidrat dan aluminium zirconium
klorohidrat pada sediaan antiperspiran atau deodoran akan bekerja dengan
menyumbat pori-pori sehingga produksi keringat menurun. Namun, Penggunaan
bahan ini dapat memicu iritasi jika digunakan pada kulit yang terluka (13).
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan salah satu
tanaman toga yang digunakan pada masyarakat, baik untuk bumbu masakan
6
maupun untuk obat-obatan dari bagian perasan air buah jeruk nipisnya. Untuk
obat, jeruk nipis digunakan sebagai penambah nafsu makan, penurun panas
(antipireutik), diare, menguruskan badan, antiinflamasi, dan antibakteri (14).
Kandungan kimia jeruk nipis mengandung minyak atsiri yang
didalamnya terdapat beberapa jenis komponen antara lain sitrat, kalsium, fosfor,
besi, vitamin (A, B dan C), sinerfin, H-methyltyramine, flavonoid, ponsirin,
herperidine, rhoifolin, dan naringin. Juga mengandung minyak atsiri limonene
dan linalool (15).
Penelitan terdahulu yang dilakukan oleh Zenia adindaputri, dkk., (2013)
pengaruh ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia swingle) konsentrasi 10%
terhadap aktivitas enzim glukosiltransferase streptococcus mutans dapat
menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase (GTF) streptococcus mutans
(16). Dan penelitian yang telah dilakukan ferdinan pasaribu, (2017) uji efektivitas
ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia (christm.) swingle) terhadap beberapa
bakteri patogen periodontal secara in vitro membuktikan bahwa ekstrak kulit jeruk
nipis memiliki efektivitas antibakteri secara in vitro terhadap bakteri a.
actinomycetemcomitans,p. gingivalis dan f. nucleatum yang merupakan bakteri
patogen periodontal (10).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
a. apakah ekstrak etanol kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm)
swingle) dapat diformulasikan menjadi suatu sediaan deodoran roll on ?
7
b. apakah deodoran roll on ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia
(Christm) swingle) mempunyai aktivitas antibakteri Staphylococcus
epidermidis ?
1.3 Hipotesis Penelitian
a. ekstrak etanol kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) swingle)
dapat diformulasikan menjadi suatu sediaan deodoran roll on.
b. sediaan deodorant roll on mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. untuk membuat sediaan deodoran roll on dari ekstrak etanol kulit jeruk
nipis (Citrus aurantifolia (Christm) swingle).
b. untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari sediaan deodorant roll on
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai pemanfaatan ekstrak etanol kulit jeruk nipis yang dapat di gunakan
sebagai produk deodoran roll on.
8
1.6 Kerangka Pikir
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka Pikir
Ekstrak
Etanol Kulit
Jeruk Nipis
konsentrasi
10%, 15%,
20%
Stabilitas
Sediaan
Uji aktivitas
antibakteri
staphylococcus
epidermidis
Organoleptis
Homogenitas
pH
Iritasi
Uji aktivitas
daya hambat
bakteri
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm) swingle)
Jeruk nipis dikenal dengan sebutan lime, jeruk pecel, limau nipis
(Malaysia). Jeruk nipis memiliki habistus perdu, dengan tinggi sekitar 3,5 meter
dan memiliki daun yang majemuk, elips atau bulat telur, pangkal daun membulat
dan berujung tumpul. Buah jeruk nipis buni, berdiameter 3,5 sampai 5 cm,
memiliki warna hijau ketika masih muda dan menjadi kuning setelah tua. Biji
berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan (17).
Gambar 2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle)
2.1.1 Taksonomi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle
Citrus aurantifolia dikenal sebagai jeruk nipis. Klasifikasi tanaman ini
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Plantae
Sub Divisio : Spermatophyta
10
Kelas : Dicotyledarae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : (Citrus aurantifolia (Christm) swingle)
2.1.2 Asal usul jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle)
Asal usul dan penyebaran geografis jeruk nipis diduga berasal dari
India Utara yang berbatasan dengan Myanmar atau di Malaysia bagian utara.
Namun menurut Swingle, jeruk nipis berasal dari kepulauan di Asia Tenggara
(Sarwono, 2001). Jeruk nipis ditemukan di Amerika Tengah dan Amerika Selatan
(Kolumbia, Ekuador) melalui Kepulauan Pasifik dibawa bangsa Polynesia yang
berlayar sampai ke pantai barat Amerika. Semua jeruk nipis yang berkembang di
Eropa dibawa orang dari India ke Persia, Palestina, Mesir, dan Eropa oleh
bangsa Arab (18).
2.1.3 Nama Lain jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle)
Pada daerah-daerah tertentu jeruk nipis ini dikenal dengan istilah yang
berbeda-beda anatara lain: Sumatera: kelanga; Jawa: jeruk pecel; Sunda:
jeruk nipis; Kalimantan; lemau epi; Maluku: putat ebi; Buru: a husi hisni;
Flores: mudutelang (19).
11
2.1.4 Morfologi Tanaman
Jeruk nipis merupakan pohon yang bercabang banyak ; 1,5-3,5 m, puri
0,3-1,2 cm panjangnya. Tangkai daun kadang-kadang bersayap sedikit, sayap
beringgit melekuk kedalam, panjang 0,5-2,5 cm. Daun jeruk nipis bentuknya
bulat telur, memiliki tangkai daun bersayap dan ujung daun agak tumpul.
Warna daun pada permukaan bawah umumnya hijau muda, sedangkan
dibagian permukan atas berwarna hijau tua mengkilap. Bila daun digosok-
gosok dengan tangan, akan menebar aroma khas yang harum. Helaian daun
bulat telur memanjang, pangkal bulat, ujung tumpul, melekuk kedalam, tepi
beringgit, panjang 2,5-9,0 cm, bunga 1,5-2.5 cm diameternya. Daun mahkota
dari luar putih kuning. Buah bentuk bola, kuning diameternya 3,5-5,0 cm.
kulit 0,2-0,5 cm, daging buah kuning kehijauan 1-1000 cm (17).
2.1.5 Kandungan Kimia
Menurut hasil penelitian yang dilakukan (Choi et al, 2007) kulit buah
jeruk nipis mengandung naringin, hesperidin, naringenin, rutin, dan nobiletin yang
termasuk dalam flavonoid (20).
Zat aktif yang terdapat dalam kulit buah jeruk nipis yang memiliki efek
antibakteri antara lain minyak atsiri, flavonoid, tanin :
a. Minyak Atsiri
Minyak atsiri pada kulit buah jeruk nipis berwarna kuning dan berbau
menyengat. Kandungan antimikroba utama yang ditemukan dalam minyak atsiri
ialah limonen (53,53%), α-terpinol (9,41%) dan γ-terpinen (6,26%). Cyclic
terpene hydrocarbons seperti α-pinene bersama dengan β-pinene, limonen dan
12
terpinolene memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme. Minyak atsiri dari
kulit buah jeruk nipis menunjukkan aktivitas antibakteri yang potensial terhadap
bakteri Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis.
b. Flavonoid
Flavonoid yang terkandung dalam kulit citrus memiliki aktifitas biologi
dengan spektrum yang luas diantaranya antibakteri, antifungal, antidiabetic,
antikanker dan antivirus. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan membunuh
radikal bebas, mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta
menghambat proliferasi sel. Pada tumbuhan, flavonoid memainkan peran penting
dalam pertahanan melawan patogen-patogen seperti bakteri, jamur dan virus.
Flavonoid memiliki toksisitas yang minimal. Flavonoid dapat dengan mudah
ditemukan di buah-buahan, minuman, dan juga telah sering digunakan sebagai
obat tradisional. Banyak peneliti telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak
tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara in
vitro. Ekstrak tanaman yang kaya akan flavonoid memiliki aktivitas antibakteri.
c. Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul yang tinggi
dan dapat mengikat protein. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri
adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial
dan destruksi (10).
13
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan
distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya
zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu
pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat
ditemukan oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan
senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua
zat aktif dan komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati
atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian
rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (21).
2.2.1 Berdasarkan Penggunaan Ekstraksi
Ekstraksi digunakan dengan dua cara yaitu ekstraksi secara dingin dan
ekstraksi secara panas.
a. Cara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa
cara berikut ini:
14
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan
cara merendam simplisia dalam satu campuran pelarut selama waktu
tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
b. Cara panas
Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung dalam
simplisia sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang membutuhkan
panas diantaranya:
1. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam
simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit)
2. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.
3. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan
maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu
30 – 40oC. Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang tersari
baik pada suhu biasa.
15
4. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih
pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya
pendinginan balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3 – 5 kali
pengulangan pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi
yang cukup sempurna.
5. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode refluks (22).
2.3 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Klasifikasi Bakteri Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Bacillales
Suku : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus epidermidis (9).
Bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada Gambar 2.2
16
Gambar 2.2 Bakteri Mikroskopik Staphylococcus epidermidis
2.3.1 Morfologi dan Fisiologi
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram-positif,
koloni berwarna putih atau kuning, dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini
tidak mempunyai lapisan protein A pada dinding sel, dapat meragi laktosa, tidak
meragi manitol, dan bersifat koagulase negatif.
2.3.2 Gejala penyakit
Bakteri Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit
ringan yang disertai dengan pembentukan abses. Bakteri Staphylococcus
epidermidis biotipe-1 dapat menyebabkan infeksi kronis pada manusia (23).
2.3.3 Mekanisme kerja antibakteri
Mekanisme kerja antibiotik berdasarkan mekanisme antibakterinya dapat
di kategorikan menjadi empat, yaitu penghambatan sintesis dinding sel,
penghambatan sintesis protein, mempengaruhi membran sel, dan mempengaruhi
biosintesis asam nukleat (24).
17
2.3.4 Media pertumbuhan bakteri
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu baan yang terdiri atas
campuran nutrisi (nutrient) yang digunakan oleh suatu mikroorganisme untuk
tumbuh dan berkembangbiak pada media tersebut. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi pada media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit
untuk menyusun komponen selnya. Media adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba.
Dengan mempergunakan bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba (25).
Tabel 2.1. Jenis media dan fungsinya dapat dijabarkan sebagai berikut :
Jenis Nama Fungsi
Cair
Kaldu nutrisi (Nutrient
Broth)
Media pengayakan dan
pembiakkan
Kaldu darah Media pembiakkan dan melihat
sifat hemolysis
Air pepton (Pepton
Dilution Fluid/PDF)
Media pengayakan
Kaldu empedu Media pembiakan bakteri enteric
Gula pepton (kaldu gula)
dengan gula yang
digunakan glukosa atau
laktosa
Media untuk melihat fermentasi
gula
Semi padat 0,5% agar Untuk melihat gerak bakteri
Padat
Agar nutrisi nutrient
agar)
Untuk mempelajari koloni bakteri
Agar darah
Untuk melihat koloni bakteri dan
sifat hemolys
Agar endo
Media pembiakan bakteri enterik,
dapat digunakan untuk
membedakan bakteri peragi laktosa
dan bukan peragi laktosa
EMBA-eosin Methylene
Blue Agar
Media pembiakan bakteri enterik,
dapat digunakan untuk
membedakan bakteri peragi laktosa
dan bukan peragi laktosa
18
SS Agar – Salmonella
Shigella Agar
Media pembiakan Salmonella dan
Shigella
TCBS – Thiosulphate
Citrate Bile
Media Pembiakan Vibrio
Agar darah telurit Media pembiakan
Corynebacterium diphteriae
Agar miring
Lowenstein-Jensen Media pembiakan Mycobacterium
tuberculosis
TSIA – Triple Sugar
Iron Agar
Media untuk melihat kemampuan
bakteri dalam meragi gula dan
membentuk H2S
Nutrient Agar Untuk peremajaan koloni murni
2.3.5 Pengukuran zona hambat
Aktivitas antibakteri dapat dikatakan positif apabila terbentuk zona hambat
berupa zona bening disekeliling lubang sumuran. Bagian yang dihitung dengan
jangka sorong ataupun penggaris adalah diameter dari zona hambat yang
terbentuk.
Kategori diameter zona hambat dapat dilihat pada tabel 2.3 :
Tabel 2.2 Kategori Diameter Zona Hambat
Diameter Zona Hambat Daya Hambat Pertumbuhan
>20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
<5 mm Lemah
Menurut (Davis dan Stout, 1971) kriteria kekuatan daya antibakteri
sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang, maka aktivitas
penghambatan dikategorikan lemah, diameter zona hambat sebesar 5-10 mm
maka dikategorikan sedang, diameter zona hambat sebesar 10-20 mm
dikategorikan kuat dan jika diameter 20 mm atau lebih, maka aktivitas
penghambatan dikategorikan sangat kuat. Terbentuknya zona hambat pada uji
19
aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi
ekstrak, kandungan senyawa antibakteri dan jenis bakteri (26).
2.4 Kosmetik
Pada awalnya, manusia hanya mengenal kosmetik sebagai produk yang
berfungsi untuk mempercantik riasan wajah. Namun, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan industri, ragam kosmetik terus berkembang.
Berbagai jenis kosmetik dengan fungsi dan manfaat spesifik bermunculan di
masyarakat.
Dan perkembangan ini, ditemukan bahwa fakta kosmetik saat ini tidak
hanya menjadi kebutuhan elite kaum wanita. Akan tetapi, kosmetik adalah
kebutuhan rutin semua manusia, baik wanita maupun pria yang juga tidak
mengenal batas umur. Dari bayi hingga manula disediakan jenis kosmetik khusus
untuk merawat dan menjaga kesehatan kulitnya (27).
2.4.1 Penggolongan Kosmetik
Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi
kulit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
kelompok :
a. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll.
b. Preparat utnuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll
c. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye-shadow, dll.
d. Preparat wangi – wangian, misalnya parfum, toilet water, dll.
20
e. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll.
f. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll.
g. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dll.
h. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washer, dll.
i. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll.
j. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dll.
k. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll.
l. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll.
m. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dll
(1).
2.4.2 Jenis Kosmetik Menurut Sifat dan Cara Pembuatannya
Berdasarkan sifat dan cara pembuatannya, kosmetik dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu :
a. Kosmetik modern
kosmetik modern yaitu jenis kosmetik yang diramu dari bahan-bahan kimia,
lalu diolah dengan cara modern. Kosmetik yang banyak ditemui di pasaran, toko
farmasi, supermarket, dan salon-salon kecantikan saat ini adalah jenis kosmetik
modern. Diantar kosmetik yang termasuk pada jenis ini adalah kosmetik medik
(cosmedics).
b. Kosmetik tradisional
Kosmetik tradisional dibedakan lagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
21
1. Murni tradisional, yaitu kosmetik yang benar-benar dibuat dari bahan
alami dan diolah menurut resep dan cara yang dikenal secara turun-
temurun. Kosmetik yang termasuk dalam jenis ini adalah mangir dan lulur.
2. Semi tradisional, kosmetik yang resepnya diambil dari resep nenek
moyang, bahan yang digunakan adalah bahan-bahan alami namun diolah
dengan cara yang lebih modern. Kosmetik tersebut dikemas secara modern
dan diberi bahan pengawet.
3. Hanya menempelkan nama yang tradisional. Sementara komponen yang
digunakan sudah tidak benar-benar tradisional lagi (27).
2.5 Kulit
Kulit manusia adalah lapisan luar dari tubuh manusia. Kulit berfungsi
melindungi tubuh dari patogen luar yang menyerang. Kulit terdiri dari jutaan sel
kulit, sel kulit manusia dapat mengalami kematian dan selanjutnya mengelupas
dan digantikan dengan sel kulit hidup yang baru tumbuh.
Sel kulit manusia yang masih hidup akan terlihat cerah sedangkan sel
kulit mati akan terlihat lebih gelap. Sel kulit mati manusia dapat dikenali secara
mudah dibawah mikroskop, akan tetapi sangat sulit untuk menghitung berapa
jumlah sel kulit mati manusia dibawah mikroskop secara manual.
Lapisan kulit manusia ada 2 yaitu lapisan epidermis yang berada diluar
dan lapisan dermis yang berada di dalam dan melekat dengan daging (6).
22
2.6 Bau Badan
Bau badan yang disebabkan oleh kelenjar keringat apokrin disebut juga
apocrine bromhydrosis yang ditandai oleh bau badan yang menyengat, berasal
dari abnormalitas keringat apokrin ketiak. Keringat ini kemudian berinteraksi
dengan mikroorganisme. Mikroorganisme mengurai keringat yang diproduksi
apokrin dan merubahnya menjadi asam. Asam inilah yang kemudian menguap
dan menghasilkan bau yang tidak enak. Secara garis besar ada dua jenis asam
yang menghasilkan bau badan:
a. Asam propionat atau asam propanoat.
Asam ini menghasilkan bau mirip asam cuka dan merupakan hasil penguraian
bakteri bernama Propionibacteria yang hanya ditemui pada manusia remaja dan
dewasa.
b. Asam isovalerik.
Asam ini dihasilkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus epidermidis
dan menghasilkan bau seperti keju. Penyakit ini lebih disebabkan karena
perawatan/kebersihan individu yang tidak baik/bersih. Sebenarnya ketika apokrin
keluar tidak berbau, namun setelah 60 menit apokrin akan bereaksi dengan
mikroorganisme yang menyebabkan bau yang khas terutama di ketiak (9).
2.7 Kelenjar keringat
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang
lebih besar, terletak lebih dalam dan secretnya lebih kental.
23
a. Kelenjar keringat ekrin mengekskresikan cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95-97% air dan mengandung beberapa mineral seperti : garam,
sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism
seluler. Kelenjar ini terdapat diseluruh bagian kulit, mulai dari telapak tangan
dan telapak kaki sampai kekulit kepala. Jumlahnya diseluruh badan sekitar 2
juta, menghasilkan sampai 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang
dewasa, bentuknya langsing, bergulung- gulung, dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya (28).
b. Kelenjar keringat apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik. Ukurannya lebih
besar daripada ekrin dan pembuluh sekresinya berakhir pada folikel rambut.
Kelenjar apokrin hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, daerah anal
dan genital. Kelenjar apokrin dianggap mempunyai sifat seksual sekunder.
Meskipun telah ada sejak lahir, tetapi berkembang lambat pada masa anak-
anak, mulai berfungsi setelah meningkat remaja. Perkembangan lebih cepat
pada wanita daripada pria, dan aktivitasnya mencapai puncak jika kehidupan
seks telah matang, kemudian menurun setelah menopause (putus haid).
Kelenjar ekrin dianggap berperan secara berkesinambungan, sedangkan
kelenjar apokrin, makin lama peranannya makin lambat (11).
24
2.8 Deodoran
Sediaan kosmetika deodoran adalah suatu bahan atau campuran bahan
yang dapat digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi bau badan yang
kurang enak. Pada umumnya deodoran yang sering digunakan adalah bentuk
cairan (liquid), misalnya bentuk roll on. Deodoran umumnya mengandung zat
aktif antibakteri yang dapat berasal dari alam maupun bahan sintesis (29).
Banyak cara dilakukan untuk menghilangkan bau badan. Salah satu cara
yang banyak dipakai saat ini yaitu dengan menggunakan deodoran. Deodoran
bekerja dengan cara mengurangi pertumbuhan bakteri penyebab bau badan
sehingga deodoran dapat mengurangi bau badan. Bentuk deodoran antara lain
cairan (liqiuid), aerosol, gel, bedak dan stik tetapi umumnya yang sering
digunakan adalah bentuk cairan (liquid). Bentuk cairan disebut juga dengan
deodoran tipe roll on. Keunggulan deodoran bentuk roll on yaitu mengandung
sejumlah besar alkohol sehingga memberikan sensasi menyejukkan pada kulit
(30).
2.8.1 Jenis-Jenis Deodoran
Secara garis besar, ada beberapa jenis deodorant, yaitu :
a. Deodoran powder
Bahan bahan yang digunakan adalah asam boraks, senyawa seng, astringent,
antiseptik. Kegunaannya adalah untuk menghilangkan bau badan dan tanpa
mengurangi keringat.
25
b. Deodoran krim
Bahan bahan yang digunakan asdalah spermaceti, adepslanae, asam stearat,
paraffin, gliserin amoniak 10%, astringent, parfum dan aquadest. Kegunaanya
adalah untuk menghilangkan bau badan tanpa menghentikan keringat.
c. Deodoran stick
Bahan bahan yang digunakan adalah lilin (wax) seng sulfokarbolat.
Kegunaannya adalah untuk menghilangkanbau badan tanpa menghentikan
keringat.
d. Deodoran solution
Bahan bahan yang digunakan adalah antiseptic, astribgen, alcohol, gliserin,
aquadest. Kegunaanya adalah untuk menghilangkan bau badan sebelum dipakai,
kulit harus kering mudah merusak pakaian karena keasaman dari aluminiumm
klorida (31).
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium.
Penelitian in meliputi pembuatan sediaan deodoran roll on, menggunakan ekstrak
etanol kulit buah jeruk nipis dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%. Evaluasi
terhadap mutu fisik sediaan seperti uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji
iritasi, dan uji aktivitas daya hambat bakteri.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2019
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kosmetologi farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan., dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas
Sumatera Utara.,
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Tanaman buah jeruk nipis (Citrus
aurantifolia (Christm) swingle).
27
3.3.2 Sampel
Pada penelitian ini¸ sampel yang digunakan yaitu kulit buah jeruk nipis
(Citrus aurantifolia (Christm) swingle) yang diperoleh dari Pajak Sei Sikambing
Medan.
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Alat-alat gelas
laboratorium, Lemari pengering, timbangan digital, rotary evaporator, inkubator,
botol marerasi, jarum ose, cawan petri, autoklaf, botol deodoran roll on, pH
meter, pipet tetes, kertas cakram.
3.4.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah : kulit buah jeruk nipis, bakteri
staphylococcus epidermidis, nutrient agar, aluminium sulfat, HPMC (Hidroxy
Propyl Methyl Cellulose) etanol 96%, etanol 70%, BHT (Butil hidroksi toluena),
propilenglikol, air suling.
3.5 Penyiapan sampel penelitian
3.5.1 Cara Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia
(Christm) swingle) yang diperoleh dari pajak sei sikambing Medan, kemudian
dibersihkan, dikupas kulitnya sehingga yang tersisa kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia (Christm) swingle).
28
3.5.2 Cara Pengolahan Sampel
Sampel buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebanyak 20kg berwarna
hijau tua dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
menempel, kemudian dikupas lalu dipisahkan kulit dan dirajang kecil-kecil.
Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan lemari pengering 4-5 hari sampai
kering. Tujuannya adalah simplisia tidak mudah rusak dan tidak terjadi kerusakan
dekomposisi kandungan senyawa dalam tanaman kulit buah jeruk nipis (Citrus
aurantifolia).
3.5.3 Ekstraksi Sampel
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu maserasi,
Metode maserasi digunakan karena kulit buah jeruk nipis mengandung senyawa
yang tidak tahan terhadap panas, yaitu flavonoid. Diambil simplisia lalu
ditimbang sebanyak 1000 gr kemudian dimasukkan dalam wadah maserasi.
Kemudian dituangi pelarut etanol 70% sebanyak 7,5 liter, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Kemudian
disaring menggunakan kertas saring dan filtratnya disimpan. Selanjutnya residu
diremaserasi kembali selama 2 hari, ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 2,5
liter hingga simplisia terendam seluruhnya kemudian diaduk. Wadah maserasi
ditutup dan didiamkan. Proses ekstraksi terus berlanjut hingga diperoleh filtrat
yang jernih, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan
ekstrak yang kental (10).
29
3.6 Uji daya bakteri
3.6.1 Pembuatan media nutrient agar
Menimbang serbuk nutrient agar 10 gram, masukkan kedalam Erlenmeyer
1L kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 500ml, aduk dan dipanaskan
hingga mendidih selama 10-15 menit diatas hotplate sampai terbentuk larutan
sempurna, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit lalu tuang kedalam tabung miring.
3.6.2 Formulasi Sediaan Deodoran Ekstrak Kulit Jeruk Nipis yang
dimodifikasi
Deodorant roll on dibuat dengan 4 formula dimana formula 1 adalah
formula tanpa penambahan ekstrak kulit jeruk nipis, sedangkan formula 2, 3, dan
4 menggunakan ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda.
Tabel 3.1. Formulasi Sediaan Deodoran
Bahan
Formula %
F0 F1 F2 F3
Ekstrak kulit jeruk nipis - 10% 15% 20%
Aluminium sulfat 2 2 2 2
HPMC 1 1 1 1
Propilenglikol 7 7 7 7
BHT (Butil Hidroksi Toluena) 0,1 0,1 0,1 0,1
Etanol 96% 30 30 30 30
Air suling ad 100 100 100 100
3.7 Prosedur Kerja
Deodoran roll on dibuat dengan cara melarutkan komponen yang larut
dalam alkohol dan komponen yang larut dalam air.
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Timbang bahan-bahan yang diperlukan.
c. Dikembangkan HPMC dalam air dan didiamkan selama 24 jam.
30
d. Dimasukkan aluminium sulfat kedalam beaker glass, dilarutkan dalam air
secukupnya, aduk hingga larut. Kemudian ditambahkan propilenglikol
aduk hingga larut.
e. Dicampurkan ekstrak kulit jeruk nipis dan BHT dalam beaker glass, aduk
hingga homogen. Campuran tersebut dilarutkan dengan etanol 96%
campur hingga homogen.
f. HPMC yang telah terbentuk ditambahkan aluminium sulfat yang telah
dilarutkan, dicampur hingga homogen.
g. Tambahkan campuran ekstrak kulit jeruk nipis yang telah dilarutkan
dengan etanol, digerus hingga homogen.
h. Dimasukkan kedalam wadah
i. Lakukan evaluasi terhadap sediaan deodoran roll on
3.8 Evaluasi sediaan deodorant roll on
3.8.1 Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi :
a. Warna
Pengamatan mata dilakukan secara visual dengan mata biasa terhadap
sediaan.
b. Bau
Bau di uji dengan cara mencium bau dari sediaan yang dihasilkan.
3.8.2 Homogenitas
Sejumlah tertentu sediaan jika di oleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
yang tidak terlihat adanya butiran kasar.
31
3.8.3 Uji pH
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,
lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu
ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian
elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga
pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan
(32).
3.8.4 Uji iritasi terhadap sukarelawan
Metode yang digunakan pada uji iritasi adalah uji pakai (usage test),
dengan cara dioleskan sediaan dibagian belakang telinga sukarelawan kemudian
dibiarkan selama 24 jam dan diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi ditandai
oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit sukarelawan
dibagian belakang telinga yang diberi perlakukan (29). Berikut ini interpretasi
hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Uji Iiritasi
Reaksi Hasil
Tidak timbul reaksi (-)
Kulit memerah (+)
Kulit memerah dan gatal (++)
Kulit membengkak (+++)
3.8.5 Uji aktivitas antibakteri metode cakram kertas
Pada cakram kertas digunakan suatu kertas cakram saring (paper disc)
yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring yang
mengandung zat antimikroba tersebut diletakkan pada lempeng agar yang telah
32
diinokulasi dengan mikroba uji kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu
tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji yaitu pada suhu 37˚C
selama 18-24 jam. Dilihat dan diamati zona hambat oleh bakteri dan diukur
menggunakan jangka sorong (33).
3.9 Analisis Data
Analisis data aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter
zona hambat menggunakan jangka sorong pada masing-masing konsentrasi.
Kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA) satu arah dan uji Tukey menggunakan program SPSS.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
swingle yang telah dilakukan di Laboratorium Herbarium Tumbuhan di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
Diperoleh hasil identifikasi bahwa jeruk nipis yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari tanaman jeruk nipis dengan famili Rutaceae dengan spesies (Citrus
aurantifolia (Christm.)
4.1.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle
Sebanyak 20 kg jeruk nipis setelah dibersihkan dan dikupas kulitnya
diperoleh sortasi basah 4,5 kg setelah dilakukan pengeringan selama 2 hari
diperoleh sortasi kering 1 kg kemudia dimaserasi menggunaakan pelarut etanol
70% selama 5 hari dan remaserasi selama 2 hari. Kemudian dipekatkan
menggunakan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak kental 165,57 g.
4.1.3 Hasil Pemeriksaan organoleptik Deodoran Roll on
Pengamatan evaluasi sediaan terhadap suatu sediaan merupakan penilaian
dengan menggunakan alat indra yaitu indra penglihatan, indra perasa ataupun
indra pembau. Hasil uji organoleptis sediaan deodoran roll on dapat dilihat pada
tabel 4.1.
34
Tabel 4.1. Hasil Uji Organoleptik Sediaan Deodoran Roll on Pada Suhu Kamar
(28°C-30°C)
Waktu
(Minggu)
Formula
F0 F1 F2 F3 Warna Bau Warna Bau Warna Bau Warna Bau
0 + + ++ + ++ + ++ +
1 + + ++ + ++ + ++ +
2 + + ++ + ++ + ++ +
3 + + ++ + ++ + ++ +
4 + + ++ + ++ + ++ +
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 20%
Warna
(-) : Tidak berwarna
(+) : Putih
(++) : Hitam kecoklatan
Bau
(+) : Green tea
Pada penentuan ini, warna dari setiap formula sediaan yang disimpan dari
minggu 0 sampai minggu ke 4 relatif stabil, tidak terjadi perubahan warna pada
masing-masing formula. Dimana formula 0 (blanko) berwarna putih, Sedangkan
F1, F2 dan F3 berwarna hitam kecoklatan. Warna hitam kecoklatan pada F1, F2
dan F3 karena mengandung ekstrak kulit jeruk nipis.
Selain parameter warna, parameter lain adalah bau. Setelah penyimpanan
sediaan dari minggu 0 sampai minggu ke 4 tidak terjadi perubahan bau (Green
tea) pada sediaan deodoran roll on (29).
4.1.4 Homogenitas
Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan deodoran Roll on dapat dilihat
pada tabel 4.2
35
Tabel 4.2 Pemeriksaan Homogenitas
Waktu
penyimpanan
(Minggu ke-)
Formula
F0 F1 F2 F3
0 Homogen Homogen Homogen Homogen
1 Homogen Homogen Homogen Homogen
2 Homogen Homogen Homogen Homogen
3 Homogen Homogen Homogen Homogen
4 Homogen Homogen Homogen Homogen
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi20%
Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan baik F0, F1, F2 dan F3 mulai dari
minggu awal terbentuknya sediaan hingga selama masa penyimpanan sampa
minggu ke-4 yang disimpan pada suhu kamar (28°C-30°C) adalah homogen tetap
stabil, tidak terjadi pemisahan antara komponen pada sediaan.
Berdasarkan Tabel 4.2 hasil uji homogenitas dari sediaan tersebut
homogen dan tidak adanya butiran kasar. Pengujian homogenitas ini dilakukan
untuk melihat apakah bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sudah
tercampur atau belum secara merata. Hal ini sesuai dengan parameter uji
homogenitas dimana sediaan gel yang ingin di uji, dioleskan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (29).
4.1.5 Uji pH Sediaan deodoran Roll on
Hasil uji pH Sediaan deodoran Roll on dapat dilihat pada tabel 4.3
36
Tabel 4.3 Hasil pH Sediaan Deodoran Roll on
Waktu
Penyimpanan
(Bulan)
pH Rata-Rata Selama 4 Minggu
F0 F1 F2 F3
0 6,9 4,3 4,4 4,5
1 6,8 4,2 4,4 4,5
2 6,8 4,1 4,3 4,4
3 6,8 4,1 4,1 4,2
4 6,7 4,1 4,0 4,1
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi20%
Hasil pemeriksaan pH sediaan deodora roll on menunjukkan bahwa pH
pada keempat formula berbeda beda. Dimana formula 1,2 dan 3 yang
ditambahkan ekstrak etanol kulit jeruk nipis memiliki pH yang lebih rendah .
selama masa penyimpanan 4 minggu pH sediaan setelah diamati berkisar antara
4,1-6,9 yang berarti bahwa pH sediaan deodoran roll on ekstrak kulit jeruk nipis
masih berada pada kisaran pH kulit ketiak yaitu 4,0-6,9 (29).
4.1.6 Uji Iritasi
Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Uji Iritasi Sediaan Deodoran Roll on Pada Kulit
Formula
Parameter
Kulit memerah Kulit memerah
dan gatal Kulit bengkak
F0 - - -
F1 - - -
F2 - - -
F3 - - -
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 20%
37
(-) : Tidak timbul reaksi
(+) : Kulit memerah
(++) : Kulit memerah dan gatal
(+++) : Kulit membengkak
Hasil uji iritasi dari 12 orang panelis atau sukarelawan yang berumur 20-
25 tahun yang dioleskan pada bagian belakang telinga menggunakan cotton buds,
kemudian dibiarkan selama 24 jam, menunjukkan bahwa tidak ada pernyataan
keluhan efek samping maupun reaksi iritasi (alergi) pada kulit setelah penggunaan
deodoran roll on yang diberikan pada panelis atau sukarelawan.
Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa hasil uji iritasi sediaan
deodoran roll on pada F0, F1, F2 dan F3 tidak ditemukan adanya iritasi terhadap
sukarelawan. Pengujian iritasi sediaan memiliki tujuan untuk mengetahui apakah
penggunaan peka terhadap sediaan ini atau tidak dan untuk melihat keamanan
sediaan terhadap kulit ketika sediaan diaplikasikan pada kulit, dimana reaksi
iritasi ditandai dengan adanya kemerahan, gatal-gatal, dan bengkak pada kulit
(30).
4.1.5. Hasil Zona Hambat Bakteri
Tabel 4.5. Hasil Zona Hambat Bakteri
Formula
Diameter Rata-rata
(mm) Kategori U1
(mm)
U2
(mm)
U3
(mm)
F0 0,00 0,00 0,00 0,00 Tidak ada
F1 7,50 7,20 9,50 8,06 Sedang
F2 8,90 8,60 9,70 9,06 Sedang
F3 11,90 10,10 10,80 10,93 Kuat
K+ 6,00 6,00 6,00 6,00 Tidak ada
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 20%
K+ : Rexona
38
0
2
4
6
8
10
12
U1 U2 U3 Rata-rata
10%
15%
20%
K+
K-
Gambar 4.1. Diagram Zona Hambat Bakteri
Be4rdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa daya hambat ekstrak etanol
kulit jeruk nipis mengalami perubahan daya hambat pada F1, F2 dan F3 yang
mengandung ekstrak etanol kulit jeruk nipis. Pada formula 0 (Blanko) tidak ada
daya hambat disebabkan karena tidak adanya kandungan ekstrak etanol kulit jeruk
nipis dan formula 0 hanya dijadikan sebagai pembanding. Sedangkan kontrol
positif yang dibeli dipasaran juga menunjukkan adanya hambat daya pada bakteri
Staphylococcus epidermidis (29).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak kulit jeruk nipis memiliki
efektifitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis yang
merupakan bakteri penyebab bau badan. Zat aktif yang terdapat dalam kulit buah
jeruk nipis yang memiliki efek antibakteri antara lain minyak atsiri, flavonoid,
tanin dan coumarin. Flavonoid diduga memiliki efektifitas antibakteri dikarenakan
dapat merusak membran sel oleh karena sifatnya yang lipofilik. Tanin memiliki
mekanisme penghambatan terhadap bakteri dengan cara bereaksi dengan
membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi
material genetik (10).
39
Daya hambat yang terbentuk pada penelitian dapat terlihat dari zona
bening yang terbentuk pada media nutrient agar disekitar kertas cakram. Davis
dan Stout menyatakan bahwa zona hambat dengan ukuran kurang dari 5 mm yang
terbentuk pada uji difusi agar menunjukkan daya hambat yang dikategorikan
lemah sedangkan zona hambat berukuran 5-10 mm dikategorikan sedang, 10-19
mm dikategorikan kuat dan 20 mm atau lebih dikategorikan sangat
kuat.Berdasarkan kategori tersebut, ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 20%
yang memiliki daya hambat yang kuat (10).
4.1.6. Uji Anova
Berikut hasil posthoc test anova dapat dilihat pada tabel 4.6.
ANOVA
Zona Hambat Bakteri
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 212.117 4 53.029 97.840 .000
Within Groups 5.420 10 .542
Total 217.537 14
Keterangan : P sig > 0,05 = Tidak signifikan
P sig < 0,05 = Signifikan
Berdasarkan dari hasil uji anova, sediaan deodoran roll on ekstrak etanol
kulit jeruk nipis diperoleh bahwa Fhitung yaitu 97.840 >Ftabel yaitu 3.48. dari tabel
anova tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
perlakuan uji antibvakteri sediaan deodoran roll on.
40
4.1.7. Uji Posthoc Tests
Berikut hasil posthoc test anova dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.6. Posthoc test anova
Zona Hambat Bakteri
Tukey HSD
(I)
Formula Deodoran
(J)
Formula Deodoran
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
F0 F1 -8.06667* .60111 .000 -10.0450 -6.0884
F2 -9.06667* .60111 .000 -11.0450 -7.0884
F3 -10.93333* .60111 .000 -12.9116 -8.9550
K+ -6.00000* .60111 .000 -7.9783 -4.0217
F1 F0 8.06667* .60111 .000 6.0884 10.0450
F2 -1.00000 .60111 .494 -2.9783 .9783
F3 -2.86667* .60111 .005 -4.8450 -.8884
K+ 2.06667* .60111 .040 .0884 4.0450
F2 F0 9.06667* .60111 .000 7.0884 11.0450
F1 1.00000 .60111 .494 -.9783 2.9783
F3 -1.86667 .60111 .067 -3.8450 .1116
K+ 3.06667* .60111 .003 1.0884 5.0450
F3 F0 10.93333* .60111 .000 8.9550 12.9116
F1 2.86667* .60111 .005 .8884 4.8450
F2 1.86667 .60111 .067 -.1116 3.8450
K+ 4.93333* .60111 .000 2.9550 6.9116
K+ F0 6.00000* .60111 .000 4.0217 7.9783
F1 -2.06667* .60111 .040 -4.0450 -.0884
F2 -3.06667* .60111 .003 -5.0450 -1.0884
F3 -4.93333* .60111 .000 -6.9116 -2.9550
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan :
F0 : Blanko (tanpa ekstrak kulit jeruk nipis)
F1 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 10%
F2 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 15%
F3 : Sediaan deodoran Roll on konsentrasi 20%
K+ : Rexona
Berdasarkan hasil uji posthoc pada tabel menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan pada tiap perlakuan. Dari hasil uji menunjukkan bahwa F0
(Blanko) Memiliki perbedaan yang signifikan terhadap F1, F2, F3 dan Kontrol
41
positif (Rexona). F1 meiliki perbedaan signifikan pada F0, F3, dan K+, tetapi F1
tidak signifikan pada F2 karena nilai signifikannya lebih besar dari pada 0,05..
Pada F2 memiliki perbedaan yang signifikan terhadap F0, F3 dan K+ tetapi F2
tidak signifikan pada F1. F3 memiliki perbedaan yang signifakan terhadap F0, F1,
dan kontrol positif tetapi tidak signifikan terhadap F2. Dan K+ signifikan terhadap
F0, F1, F2 dan F3.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak etanol kulit jeruk nipis dapat diformulasikan menjadi sediaan
deodorant roll on.
2. Ekstrak etanol kulit jeruk nipis memiliki daya hambat antibakteri pada
setiap formula yang mengandung ekstrak etanol kulit jeruk nipis dan
memiliki daya hambat bakteri dengan kategori kuat pada konsentrasi 20%
dengan rata-rata 10.93 mm.
5.2 Saran
Perlu dilakukan metode ekstraksi lain pada kulit jeruk nipis untuk
menghasilkan sedian deodoran roll on dengan tampilan warna visual yang lebih
menarik.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Retno Iswari Tranggono S, Dra. Fatma Latifah A. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan KOSMETIK. Joshita Djajadisastra, Pharm., MS, Ph D, editor.
Gramedia Pustaka Utama; 6,7, 8.
2. Maryani SF. Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Perempuan
Indonesia Menggunakan Metode Promethee. :97–126.
3. Panaungi AN. Uji Daya Hambat Sediaan Deodorant Cair Terhadap
Candida Albicans. 2013;3:55–7.
4. Imron SSH, Soebagio B, Agustri B. Formulasi Deodoran Bentuk Batang (
Stick ) Dengan Lendir Daun Lidah Buaya ( Aloe vera Linn .). 2009;21–32.
5. Septian R. Gambaran Penyakit Kulit di Bangsal Rawat Inap RSUP Haji
Adam Malik Medan pada Tahun 2016. Universitas Sumatera Utara; 2017.
6. Fauzi AR, Nurmalina A. Merawat Kulit & Wajah. PT Gramedia Jakarta; 1-
2 p.
7. Rahmayuni F. Kontribusi performance , switching cost , trust in brand
terhadap kepuasan pelanggan serta dampaknya pada loyalitas pelanggan (
studi kasus pada pengguna produk deodorant rexona di daerah di daerah
ciputat ). Universitas Islam Negeri; 2010.
8. Khasanah RA, Budiyanto E, Widiani N. Pemanfaatan Ekstrak Sereh
(Chymbopogon Nardus L.) Sebagai Alternatif Anti Bakteri Staphylococcus
Epidermidis Pada Deodoran Parfume Spray. 2013;1–9.
9. Jahari F. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangkokan
(Nothopanax scutellarium Merr.) Terhadap Bakteri Penyebab Bau Badan
Dengan Metode Difusi Agar. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar;
2013.
10. Pasaribu F. Uji Efektifitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia
(Chrism.) Swingle) Terhadap Beberapa Bakteri Patogen Periodontal Secara
In Vitro. Universitas Sumatera Utara; 2017.
11. Lase BDJ. Formulasi Sediaan Deodoran Antiperspiran Bentuk Batang
(Stick) dengan Aluminium Kalium Sulfat (Tawas). Universitas Sumatera
Utara; 2015.
12. Nurisyah H. Analisis Kadar Cemaran Merkuri (Hg) Pada Deodoran
Pemutih Secara Spektrofotometri Serapan Atom. 2017;XIII(2):29–33.
13. Sitompul MO. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Nilam ( Pogostemon
Cablin Benth.) Dalam Sediaan Deodoran Cair. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta Fakultas Teknobiologi Program Studi Biologi; 2015.
14. Razak A, Aziz Djamal, Gusti Revilla. Penelitian Uji Daya Hambat Air
Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. J Kesehat Andalas
[Internet]. 2013;2(1):5–8. Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
15. A AS, H FA, Kumoro C. Potensi Jus Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia)
Sebagai Bahan Pengkelat Dalam Proses Pemurnian Minyak Nilam
(Patchouli Oil) Dengan Metode Kompleksometri. 2013;2(2):257–61.
44
16. U ZA, Purwanti N, Wahyudi A, Dokter P, Fakultas G, Gigi K, et al.
Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk Nipis ( Citrus Aurantifolia Swingle )
Konsentrasi 10 % Terhadap Aktivitas Enzim Glukosiltransferase
Streptococcus mutans. 2013;20(2):126–31.
17. Triayu SI 2009. Formulasi Krim Obat Jerawat Minyak Atsiri Daun Jeruk
Nipis (Citrus Aurantifolia, Swingle) Dan Uji Daya Antibakteri Secara In
Vitro. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.
18. MUKHITASARI DA. Uji Aktivitas Antibakteri Perasan Jeruk Nipis
(Citrus Aurantifolia, Swingle) Terhadap Pertumbuhan Shigella Dysenteriae
Secara In Vitro. Universitas Jember; 2012.
19. Pradani NR. Uji Aktivitas Antibakteri Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia, Swingle) Terhdap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
Aureus Secara - In Vitro. Universitas Jember; 2012.
20. Kurnia A. Khasiat Ajaib Jeruk Nipis Dari A-Z Kesehatan & Kecantikan. I.
MAYA, editor.
21. Inayatullah S. Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphyloccus Epidermidis. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta; 2012.
22. prof. Dr. Endang MS A. Analisis Fitokimia. Theresia Veronica Dwinita
Hadinata, S.farm., Apt. & Amalia Hani, S.Farm. A, editor. Penerbit Buku
Kedokteran;
23. Dr. Maksum Radji MB. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa
Farmasi & Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran;
24. Maftuhah A. Pengaruh Infusa Daun Beluntas (Pluchea Indica) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Epidermidis. Universitas Negeri
Semarang; 2015.
25. Rr. Meganada Hiaranya Putri MK, Sukini, S.SiT MK, yodong, S.st. MK.
Mikrobiologi. Tahun 2017. 2017. 33 p.
26. Wulandari shinta aprilia rizky. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri
Staphylococcus epidermidis Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Kesren
(Muntingia calabura Linn.) Dengan Fase Minyak Isopropil Mirystate. Vol.
6. universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2017.
27. Muliyawan D, Suriana N. A-Z Tentang Kosmetik.
28. Silaban EN. Formulasi Sediaan Deodoran Spray Dari Ekstrak Daun
Kemangi (Ocium Sanctum). Institut Kesehatan Helvetia Medan;
29. Rizqiyana N, Komala O, W ike yulia. Formulasi Deodoran Roll On
Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Sebagai Antibakteri Terhadap
Staphylococcus Epidermidis.
30. Zahara I. Formulasi Sediaan Deodoran Roll On Dengan Minyak Sirih
(Piper Betle Linn.) Linn.) Sebagai Antiseptik. Farmagazine. 2018;V(1):17–
30.
31. Manurung L. Formulasi Deodorant Bentuk Batang (Stick) Dari Lendir
Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Dan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle L.).
Institut Kesehatan Helvetia Medan;
32. Leny, Vivi Eulis Diana EF. Penuntun Praktikum Kosmetologi. Ella
Fransiska, S.Farm., M.Si. A, editor. Medan; 2017. hal 23.
45
33. Kuit KL. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Limau Kulit ( Cytrus
hystrix DC ) Terhadap Beberapa Bakteri ( The effectiveness of antibacterial
the citrus lime peel extract ( Citrus hystrix DC ) of some bacteria ).
2018;2(1):136–41.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi penelitian
Kulit Jeruk nipis
Maserasi Jeruk Nipis
47
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
Rotary Evaporator
Ekstrak kental
48
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
Sediaan Deodoran Roll on
49
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
Pembanding Rexona Antibakterial
50
Lampiran 2. Uji Homogenitas
51
Lampiran 3. Uji pH sediaan deodoran roll on
Minggu pertama
52
Lampiran 3 uji pH sediaan roll on (Lanjutan)
Minggu keempat
53
Lampiran 4. Uji iritasi sukarelawan
Kulit memerah
54
Lampiran 4 uji iritasi (Lanjutan)
Kulit memerah dan gatal
55
lampiran 4 uji iritasi (Lanjutan)
Kulit membengkak
56
Lampiran 5. Uji daya hambat bakteri
Pengukuran zona hambat Blanko, Pemanding Rexona dan konsentrasi 10
% UI, U2, U3
57
Lampiran 5 pengukuran zona hambat bakteri (Lanjutan)
Pengukuran zona hambat bakteri konsentrasi 15%
58
Lampiran 5 pengukuran zona hambat bakteri (Lanjutan)
Pengukuran zona hambat konsentrasi 20%
59
Lampiran 6 Hasil Uji One way Anova
ANOVA
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Zona Hambat Bakteri
N 15
Normal Parametersa,,b
Mean 6.8133
Std. Deviation 3.94188
Most Extreme Differences Absolute .218
Positive .158
Negative -.218
Kolmogorov-Smirnov Z .845
Asymp. Sig. (2-tailed) .472
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Descriptives
Zona Hambat Bakteri
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
F0 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
F1 3 8.0667 1.25033 .72188 4.9607 11.1727 7.20 9.50
F2 3 9.0667 .56862 .32830 7.6541 10.4792 8.60 9.70
F3 3 10.9333 .90738 .52387 8.6793 13.1874 10.10 11.90
K+ 3 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.00 6.00
Total 15 6.8133 3.94188 1.01779 4.6304 8.9963 .00 11.90
Test of Homogeneity of Variances
Zona Hambat Bakteri
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5.740 4 10 .012
60
Lampiran 6 Hasil Uji One way Anova (Lanjutan)
ANOVA
Zona Hambat Bakteri
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 212.117 4 53.029 97.840 .000
Within Groups 5.420 10 .542
Total 217.537 14
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Zona Hambat Bakteri Tukey HSD
(I) Formula Deodoran
(J) Formula Deodoran
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
F0 F1 -8.06667* .60111 .000 -10.0450 -6.0884
F2 -9.06667* .60111 .000 -11.0450 -7.0884
F3 -10.93333* .60111 .000 -12.9116 -8.9550
K+ -6.00000* .60111 .000 -7.9783 -4.0217
F1 F0 8.06667* .60111 .000 6.0884 10.0450
F2 -1.00000 .60111 .494 -2.9783 .9783
F3 -2.86667* .60111 .005 -4.8450 -.8884
K+ 2.06667* .60111 .040 .0884 4.0450
F2 F0 9.06667* .60111 .000 7.0884 11.0450
F1 1.00000 .60111 .494 -.9783 2.9783
F3 -1.86667 .60111 .067 -3.8450 .1116
K+ 3.06667* .60111 .003 1.0884 5.0450
F3 F0 10.93333* .60111 .000 8.9550 12.9116
F1 2.86667* .60111 .005 .8884 4.8450
F2 1.86667 .60111 .067 -.1116 3.8450
K+ 4.93333* .60111 .000 2.9550 6.9116
K+ F0 6.00000* .60111 .000 4.0217 7.9783
F1 -2.06667* .60111 .040 -4.0450 -.0884
F2 -3.06667* .60111 .003 -5.0450 -1.0884
F3 -4.93333* .60111 .000 -6.9116 -2.9550
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
61
Lampiran 6 Hasil Uji One way Anova (Lanjutan)
Homogeneous Subsets
Zona Hambat Bakteri
Tukey HSDa
Formula
Deodora
n N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
F0 3 .0000
K+ 3 6.0000
F1 3 8.0667
F2 3 9.0667 9.0667
F3 3 10.9333
Sig. 1.000 1.000 .494 .067
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks
Formula Deodoran N Mean Rank
Zona Hambat Bakteri F0 3 2.00
F1 3 8.67
F2 3 10.33
F3 3 14.00
K+ 3 5.00
Total 15
Test Statisticsa,b
Zona Hambat Bakteri
Chi-Square 13.222
df 4
Asymp. Sig. .010
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula Deodoran
62
Lampiran 7. Lembar Permohonan Pengajuan Judul Skripsi
63
Lampiran 8. Lembar Konsul Skripsi Pembimbing I
64
Lampiran 9. Lembar Konsul Skripsi Pembimbing II
65
Lampiran 10. Lembar hasil determinasi
66
Lampiran 11. Lembar Izin Pemakaian Laboratorium Mikrobilogi Farmasi
USU
67
Lampiran 12. Lembar Selesai Penelitian Institut Kesehatan Helvetia