perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH M
METODE PROBLEM
PRESTASI BELAJAR
(Studi Eksperimental
Disusun untuk Memenuhi
i
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN
PROBLEM SOLVING DAN KONVENSIONAL
BELAJAR SEJARAH DITINJAU DARI KREATI
BELAJAR SISWA
Eksperimental di SMA Negeri Kabupaten Sukoharjo)
TESIS
Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh
Sri Indrati
S861108015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
KONTEKSTUAL DENGAN
KONVENSIONAL TERHADAP
KREATIVITAS
ukoharjo)
Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN
METODE PROBLEM SOLVING DAN KONVENSIONAL TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SEJARAH DITINJAU DARI KREATIVITAS
BELAJAR SISWA
(Studi Eksperimental di SMA Negeri Kabupaten Sukoharjo)
TESIS
Oleh
Sri Indrati
S861108015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN
METODE PROBLEM SOLVING DAN KONVENSIONAL TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SEJARAH DITINJAU DARI KREATIVITAS
BELAJAR SISWA
(Studi Eksperimental di SMA Negeri Kabupaten Sukoharjo)
TESIS
Oleh
Sri Indrati
S861108015
Tim penguji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Tesis yang berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DENGAN METODE PROBLEM SOLVING DAN
KONVENSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH
DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA (Studi
Eksperimental di SMA Negeri Kabupaten Sukoharjo)” ini adalah karya
penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17,
tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs-
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sejarah PPs-
UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh
Prodi Pendidikan Sejarah PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik
yang berlaku.
Surakarta, 18 Maret 2013
Mahasiswa,
Sri Indrati
S861108015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
“Janganlah engkau berputus asa, meskipun perjuangan akan lama, asal engkau sabar,
tidak putus asa, pasti engkau akan terlepas dari kesukaran”
(Al-Ghazali)
“Tidak seseorang dipandang yatim karena kematian ibu dan bapaknya, tetapi yatim
yang sebenarnya ialah orang yang tak berilmu dan tidak beradab”
(Imam Asy-Syafe’i)
“ Mendidik bukan berarti mengajarkan kepada orang lain apa-apa yang mereka tidak
mengetahuinya. Mendidik adalah suatu pekerjaan yang makan hati yang harus
dilakukan terus-menerus tiada henti-hentinya dengan jalan : ramah tamah,
pengawasan, peringatan, perintah dan pujian , tetapi terutama sekali dengan memberi
teladan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan kepada :
1. Orang tuaku tercinta
2. Suami dan anakku tersayang
3. Almamater yang kubanggakan
4. Teman-teman seangkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis tepat pada
waktunya.
Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses pembuatan tesis ini kepada :
1. Direktur Program Pascasarjana UNS yang memberi ijin penyusunan tesis.
2. Ketua Prodi Pendidikan Sejarah Pascasarjana yang telah memberikan arahan
dan bimbingan.
3. Sekretaris Prodi Pendidikan Sejarah Pascasarjana yang telah memberikan
arahan dan bimbingan.
4. Bapak Prof. Dr. Sugiyanto selaku Pembimbing I yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan sehingga
terselesaikannya tesis ini.
5. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan sehingga
terselesaikannya tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Pendidikan Sejarah Pascasarjana yang telah
memberikan bekal ilmu.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
8. Bapak Kepala SMA Negeri 1 Nguter, SMA Negeri 1 Polokarto dan SMA
Negeri 2 Sukoharjo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengadakan penelitian di sekolah yang dipimpinnya.
9. Rekan guru Sejarah SMA Negeri 1 Nguter, SMA Negeri 1 Polokarto dan SMA
Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dalam penelitian.
10. Rekan seangkatan yang telah banyak memberikan semangat.
Semoga dilimpahkan rahmat serta hidayah-Nya atas jasa-jasa yang diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan tesis ini. Harapan penulis mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak.
Surakarta, Pebruari 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Sri Indrati.2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual dengan MetodeProblem Solving dan Konvensional Terhadap Prestasi Belajar Sejarah Ditinjaudari Kreativitas Belajar Siswa. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Sugiyanto, II: Drs.Saiful Bachri, M.Pd. Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana,Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Kebanyakan siswa SMA negeri yang kurang favorit di kabupaten Sukoharjomempunyai hasil belajar yang rendah. Hal ini disebabkan guru masih menggunakanmetode pengajaran konvensional, monoton, teacher centered dan tingkat kreativitasbelajar siswa rendah. Untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah perlu metodepembelajaran problem solving. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atautidak adanya : 1). Perbedaan pengaruh metode pembelajaran problem Solving dankonvensional terhadap prestasi belajar sejarah; 2). Perbedaan prestasi belajar sejarahantara siswa yang mempunyai kreativitas belajar baik, sedang, dan kurang baik; 3).Pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kreativitas belajar siswa terhadapprestasi belajar sejarah.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2 x 3dengan sel tidak sama. Populasi semua siswa kelas XI IPS semester 1 SMA Negeriyang kurang favorit di kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2012/2013. Sampeldiambil dengan teknik cluster random sampling sebanyak tiga sekolah dan setiapsekolah diambil satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimensebanyak 107 siswa dan kelas kontrol sebanyak 106 siswa. Teknik pengumpulan datamenggunakan dokumentasi dan tes. Teknik dokumentasi digunakan untukmemperoleh data sekolah yang kurang favorit di kabupaten Sukoharjo. Teknik tesdigunakan untuk memperoleh data kreativitas dan prestasi belajar sejarah. Teknikanalisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama,dilanjutkan dengan uji lanjut komparasi ganda metode Scheffe.
Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan: 1). Ada perbedaan pengaruhmetode pembelajaran problem solving dan konvensional terhadap prestasi belajar(FA = 9,14 > Ftabel = 3,98). Dari uji Scheffe diperoleh Fhitung = 4,10 > (dk Ftabel) =3,89, sehingga prestasi belajar dengan metode problem solving lebih baikdibandingkan metode konvensional; 2). Ada perbedaan prestasi belajar antara siswayang mempunyai kreativitas belajar baik, sedang, dan kurang baik (FB = 175,77 >Ftabel = 3,04). Dari uji Scheffe diperoleh: FB1B2 = 95,77 > (dk Ftabel) = 6,12),sehingga prestasi belajar siswa berkreativitas baik (B1) lebih baik dibandingkansiswa berkreativitas sedang (B2); FB1B3 = 262,76 > (dk Ftabel) = 6,26, sehinggaprestasi belajar siswa berkreativitas baik (B1) lebih baik dibandingkan siswaberkreativitas kurang baik (B3) ; F B2B3 = 108,29 > (dk Ftabel) = 6,12, sehinggaprestasi belajar siswa berkreativitas sedang (B2) lebih baik dibandingkan siswaberkreativitas kurang baik (B3). 3). Tidak ada pengaruh interaksi antara metodepembelajaran dan kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar sejarah (FAB =0,80 < Ftabel = 3,04). Jadi metode pembelajaran dan kreativitas belajar siswamempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar sejarah.
Kata Kunci : metode problem solving, metode konvensional, kreativitas belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Sri Indrati. 2013. Effect Of Contextual Learning Model With Problem SolvingMethods And Conventional Against Achievement Learning History Viewed FromCreativity Learning Students. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Sugiyanto, II: Drs.Saiful Bachri, M.Pd. Studies Program History Education, Graduate, Sebelas MaretUniversity Surakarta.
ABSTRACT
Most of Student from Senior High School is not enough favorites inSukoharjo regency that have low learning outcomes. This is because teachers are stillusing conventional teaching methods, monotonous, teacher centered and low levelsof student creativity. To improve learning achievement needs to history teachingmethods of problem solving. This study aims to determine the presence or absenceof: 1). Differences effect learning methods of Problem solving and conventional onlearning achievement history, 2). The difference in achievement between studentswho have a history of creativity to learn good, fair ,and poor, 3). Effect of theinteraction between learning method and creativity students learning achievementhistory.
This study used an experimental method by 2 x 3 factorial designs with thesame cell. The populations of all the students of class XI IPS semester 1 of SeniorHigh School is not enough favorites in Sukoharjo regency at academic year2012/2013. Samples were taken at cluster random sampling technique as many asthree schools and each school taken one experimental class and a control class. Totalof 107 experimental class and control class students were 106 students. Datacollection techniques were using documentation and test. Documentation techniqueswere used to obtain data schools were not enough favorite in Sukoharjo Regency.Test technique was used to get creativity data and learning achievement history.Analyzes data technique was used the two-way analysis of variance by cell aredifferent, followed by a further test multiple comparison Scheffe method.
Based on the results of data analysis concluded: 1). There are differenceseffect learning methods of Problem solving and conventional on learningachievement FA = 9,14 > Ftable = 3,98). Obtained from Scheffe test Farithmetic = 4,10>(dk x Ftable) = 3,89, so the achievement problem solving method is better than themethod conventional, 2). There is a difference in academic achievement betweenstudents who have good learning creativity, fair, and less (FB = 175,77> Ftabe1 3,04).Obtained from Scheffe test: FB1B2 = 95,77 > (dk x F table = 6,12), so that studentachievement is a good creativity (B1) is better than the students creativity medium(B2); FB1B3 = 262,76 > (dk X Ftable) = 6,26, so that student achievement is goodcreativity (B1) is better than less student creativity (B3) ; FB2B3 108,29 > (dk x Ftable)= 6,12, so that student achievement is creativity medium (B2) is better than lessstudent creativity (B3). 3). There is no interaction effect between teaching methodsand creativity of student learning achievement history (FAB 0,80<Ftable = 3,04). So themethod of learning and creativity students has their own effect on the historyachievement.11. Key word: problem solving method, conventional method, learning creativity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………..…………….……..……… i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ………………………………….. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ……………….. iv
MOTTO ……………….…………………………………………………………… vi
PERSEMBAHAN ..……………………………………………………..…………. vii
KATA PENGANTAR …………………………………..……….………………… viii
ABSTRAK …...…………………………………………………………………….. x
ABSTRACT …...……………………………….…..……………………………….. xi
DAFTAR ISI ..………………………………………………………..……………. xii
DAFTAR TABEL ..……………………………………………………………..… xiv
DAFTAR GAMBAR ...…………………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… xvii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1
1. Identifikasi Masalah ……………………….………………… 5
2. Pembatasan Masalah ……………………….………………… 6
B. Rumusan Masalah ………………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 7
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………..…………………. 9
A. Kajian Teori ……………………………………………………… 9
1. Pembelajaran Sejarah ………………………………………… 9
2. Prestasi Belajar Sejarah ……………………………………… 13
3. Model Pembelajaran Kontekstual ……………………………. 22
4. Metode Pembelajaran Problem Solving dan Konvensional…. 26
5. Implementasi Metode Problem Solving dan Konvensional
dalam Pembelajaran Sejarah ……………………………..…. 36
6. Kreativitas Belajar Siswa ……………………………………. 45
B. Penelitian yang Relevan ……………………….………………… 50
C. Kerangka Pikir …………………………………………………… 52
D. Hipotesis …………………………………………………………. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………..…………… 56
A. Tempat dan Waktu …………..…………………………………… 56
B. Jenis Penelitian ………………………………………………….. 57
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………… 58
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………………. 59
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………. 62
F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data ……………… 62
G. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………….. 67
H. Teknik Analisis Data ……………………….……………………. 71
I. Hipotesis Statistik ……….………………….……………………. 84
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………..…………. 85
A. Deskripsi Data ……………………………………………………. 85
1. Nilai Ulangan Harian ke-2 …………………………………… 86
2. Nilai Kreativitas …………………………………………….. 89
3. Nilai Prestasi Belajar ………………………………………… 92
B. Uji Persyaratan Analisis ……………………………………….… 95
1. Analisis Nilai Ulangan Harian ke-2 ………………….………. 95
2. Analisis Nilai Kreativitas ……………………………............ 99
3. Analisis Nilai Prestasi Belajar ………………………………. 102
C. Pengujian Hipotesis ………………………………………………. 104
1. Uji Hipotesis ………………………………………………… 104
2. Uji Lanjut ……………………………………………………. 107
D. Pembahasan Hasil ………………………………………………… 108
E. Keterbatasan Penelitian …………………………………..……… 117
BAB V. KESIMPULAN,IMPLIKASI, DAN SARAN ……………..…………. 119
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 119
B. Implikasi …………………………………………………………. 120
C. Saran ……………………………………………………………… 121
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….…. 124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data nilai ujian nasional SLTP peserta didik baru tahun
pelajaran 2012/2013 ……………………………………………. 4
Tabel 3.1 Jadwal penelitian ………………………………………………. 56
Tabel 3.2 Desain faktorial 2 × 3 …………………………………............ 57
Tabel 3.3 Rangkuman analisis varians dua jalan ……………………….. 79
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi nilai ulangan harian ke-2 kelas yang akan
diajar dengan metode problem solving ……………………….. 86
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi nilai ulangan harian ke-2 kelas yang akan
diajar dengan metode konvensional …………………………… 88
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode problem solving ………………………. 89
Tabel 4.4 Pembagian kategori kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode problem solving……………………….. 90
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode konvensional ………………………….. 91
Tabel 4.6 Pembagian kategori kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode konvensional ………………………….. 92
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi prestasi belajar siswa pada kelas yang diajar
dengan metode problem solving ………………………………. 93
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi prestasi belajar siswa pada kelas yang diajar
dengan metode konvensional …………………………………. 94
Tabel 4.9 Uji normalitas nilai ulangan harian ke-2 ……………………….. 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.10 Uji normalitas nilai ulangan harian ke-2 dengan uji Shapiro-
wilk ……………………………………………………………… 96
Tabel 4.11 Uji homogenitas nilai ulangan harian ke-2 dengan uji Levene 97
Tabel 4.12 Uji independent sample t-test nilai ulangan harian ke-2 ………. 98
Tabel 4.13 Uji normalitas nilai kreativitas …………………………………. 99
Tabel 4.14 Uji normalitas nilai kreativitas dengan uji Shapiro-wilk……… 100
Tabel 4.15 Uji homogenitas nilai kreativitas dengan uji Levene ………… 101
Tabel 4.16 Uji normalitas nilai prestasi belajar sejarah …………………….. 102
Tabel 4.17 Uji normalitas nilai prestasi belajar sejarah dengan uji Shapiro-
wilk ……………………………………………………………… 103
Tabel 4.18 Uji homogenitas nilai prestasi belajar sejarah dengan uji Levene 104
Tabel 4.19 Rangkuman anava dua jalan ………………………………….. 105
Tabel 4.20 Uji two-way ANOVA ……………………………………………. 106
Tabel 4.21 Komparasi ganda ……………………………………………… 107
Tabel 4.22 Rerata sel ……………………………………………………….. 116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paradigma penelitian ………………………………………….. 54
Gambar 4.1 Histogram distribusi frekuensi nilai ulangan harian ke-2 kelas
yang akan diajar dengan metode problem solving …………….. 87
Gambar 4.2 Histogram distribusi frekuensi nilai ulangan harian ke-2 kelas
yang akan diajar dengan metode konvensional ………………. 88
Gambar 4.3 Distribusi frekuensi kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode problem solving ………………………… 90
Gambar 4.4. Distribusi frekuensi kreativitas belajar siswa pada kelas yang
diajar dengan metode konvensional …………………………… 91
Gambar 4.5 Distribusi frekuensi prestasi belajar siswa pada kelas yang diajar
dengan metode problem solving ………………………………. 93
Gambar 4.6 Distribusi frekuensi prestasi belajar siswa pada kelas yang diajar
dengan metode konvensional …………………………………. 95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.a Silabus Pembelajaran ………………………………………… 128
Lampiran 1.b Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………………………. 136
Lampiran 2.a Kisi – Kisi Penulisan Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar …… 179
Lampiran 2.b Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Sejarah ………………… 183
Lampiran 2.c Kunci Jawaban Test Uji Coba Prestasi Belajar …………….. 192
Lampiran 2.d Kisi – Kisi Penulisan Soal Tes Prestasi Belajar ……………. 193
Lampiran 2.e Soal Tes Prestasi Belajar Sejarah …………………………… 197
Lampiran 2.f Kunci Jawaban Tes Prestasi Belajar ………………………… 205
Lampiran 2.g Soal Tes Kreativitas Verbal …………………………………. 206
Lampiran 3.a Hasil Perhitungan Validitas Item Soal Tes Uji Coba Dengan
Rumus ……………………………………………………….. 214
Lampiran 3.b Data Untuk Perhitungan Reliabilitas Soal Tes Uji Coba …… 219
Lampiran 3.c Perhitungan Daya Beda Item Soal ………………………….. 222
Lampiran 3.d Hasil Perhitungan Taraf Kesukaran Item Soal Tes Uji Coba ... 225
Lampiran 4 Rekapitulasi Data Nilai ……………………………………… 230
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Lampiran 4.a Nilai Ulangan Harian ………………………………………… 233
Lampiran 4.b Perhitungan Normalitas Nilai UH …………………………… 237
Lampiran 4.c Perhitungan Normalitas Nilai UH Dengan SPSS ……………. 241
Lampiran 4.d Perhitungan Homogenitas Nilai UH …………………………. 244
Lampiran 4.e Perhitungan Keseimbangan Nilai UH ………………………. 245
Lampiran 5.a Nilai Kreativitas ……………………………………………… 246
Lampiran 5.b Perhitungan Normalitas Kreativitas ………………………….. 252
Lampiran 5.c Perhitungan Normalitas Kreativitas Dengan SPSS ………….. 256
Lampiran 5.d Perhitungan Homogenitas Kreativitas ………………………. 259
Lampiran 6.a Nilai Prestasi Belajar ………………………………………… 260
Lampiran 6.b Perhitungan Normalitas Prestasi Belajar …………………… 264
Lampiran 6.c Perhitungan Normalitas Prestasi Belajar Dengan SPSS ……... 268
Lampiran 6.d Perhitungan Homogenitas Prestasi Belajar ………………… 271
Lampiran 7.a Perhitungan Uji Hipotesis …………………………………… 272
Lampiran 7.b Uji Hipotesis Dengan SPSS ………………………………….. 277
Lampiran 7.c Uji Lanjut ……………………………………………………. 279
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran di sekolah terdiri dari dua jenis kegiatan belajar, yaitu
kegiatan belajar mengajar di sekolah, dan kegiatan belajar di luar jam pelajaran yaitu
kegiatan mandiri terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Kedua jenis
kegiatan tersebut sangat membutuhkan keaktifan belajar dari siswa. Pada kegiatan
belajar belajar mengajar di sekolah, siswa tidak hanya duduk mendengar ceramah
guru serta mencatatnya, melainkan dituntut untuk berpikir, mengungkapkan
pendapat, bertanya serta menanggapi apa yang disampaikan guru bahkan
menerapkan apa yang dipelajari di dalam kelas ke dalam aktivitas sehari-hari.
Pada umumnya dalam proses belajar mengajar di sekolah masalah yang sering
muncul adalah aktivitas dan penalaran siswa yang rendah, disebabkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kurangnya perhatian siswa dalam belajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Sejak
pendidikan dasar, siswa di Indonesia, telah dibiasakan untuk bersikap pasif dalam
belajar. Di sekolah hanya terjadi komunikasi satu arah oleh guru sehingga siswa
kurang terbiasa berpendapat atau menuangkan gagasan. Secara terus menerus,
budaya tersebut terpupuk dan akhirnya tertanam dalam diri siswa. Padahal salah satu
tujuan proses belajar mengajar di sekolah adalah tercapainya kemandirian siswa
terutama dalam belajar. Siswa diharapkan tidak hanya tergantung pada guru,
melainkan harus aktif dalam proses belajar. Hal yang penting dalam proses belajar
mengajar adalah terjadinya interaksi antar siswa, antara siswa dengan guru, interaksi
itu akan mendatangkan pengalaman belajar. Dengan mengacu pendapat Daryanto
(2009: 94) pengetahuan yang akan mengendap adalah 10% dari apa yang dibaca,
20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat
dan didengar, 80% dari apa yang diungkapkan sendiri dan 90% dari apa yang
diungkapkan sendiri dan diulang pada kesempatan lain. Puncak dalam proses
pembelajaran adalah ketika siswa mengungkapkan sesuatu dan sekaligus
melakukannya dalam proses belajar.
Namun kebanyakan siswa menunjukkan sikap pasif dalam proses belajar
mengajar, meskipun guru telah berusaha memotivasi dan memberikan kesempatan
untuk aktif bertanya, menjawab pertanyaan, memberikan pendapat, pemikiran dan
ide-ide untuk memecahkan suatu persoalan yang muncul dalam proses belajar
mengajar.
Rendahnya keaktifan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal (faktor
berasal dari dalam) dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar). Faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
internal yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar antara lain sikap, motivasi,
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kepercayaan diri, bakat, dan minat.
Sedangkan faktor eksternal antara lain bahan ajar, sumber belajar, lingkungan
belajar, dan faktor guru.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional salah satunya dapat ditempuh
dengan mata pelajaran sejarah, hal ini karena sejarah adalah dasar bagi terbinanya
identitas nasional yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun
bangsa masa kini maupun di waktu yang akan datang. Sejarah merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan
masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Terkait
dengan pendidikan di sekolah menengah atas, pengetahuan masa lampau
mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan,
membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa.
Siswa seharusnya mempunyai pemahaman dan kemampuan dalam
mempelajari materi sejarah. Dalam kenyataannya banyak siswa kesulitan
mempelajari sejarah, hal ini terlihat dari hasil belajar yang rendah. Kesulitan belajar
sejarah kemungkinan disebabkan beberapa faktor, antara lain: cakupan materi
sejarah terlalu banyak, bagi sebagian siswa merupakan materi yang dianggap sulit
dan menjemukan, metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru monoton
sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru, proses
pembelajaran di sekolah kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam
pembelajaran kurangnya penggunaan media dan alat peraga dalam pembelajaran
serta kurangnya buku sumber yang tersedia di perpustakaan sekolah. Selain itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
banyak siswa yang malas belajar dan berlatih memecahkan atau menyelesaikan soal-
soal sejarah jika tidak mendapat tugas dari guru. Banyak siswa yang tidak memiliki
kesiapan ketika akan mengikuti pembelajaran sejarah. Siswa tidak mengerti materi
apa yang akan mereka pelajari dan gambaran materi itu. Siswa juga tidak mau
membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan, jika tidak mendapat tugas dari
gurunya. Bahkan sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran sejarah merupakan
pelajaran tambahan karena tidak disertakan dalam Ujian Akhir Nasional.
Keadaan seperti tersebut di atas terjadi pada SMA negeri yang kurang favorit di
kabupaten Sukoharjo. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan awal siswa yang rendah,
karena kebanyakan siswa yang diterima di kelas X pada sekolah tersebut merupakan
siswa yang tidak diterima di sekolah-sekolah favorit yang mempunyai mutu dan
fasilitas lebih baik. Keadaan tersebut tampak dari perbandingan nilai penerimaan
peserta didik baru tahun pelajaran 2012/2013 di SMA Kabupaten Sukoharjo antara
sekolah yang favorit dan kurang favorit, seperti yang terlihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data nilai ujian nasional SLTP peserta didik baru
tahun pelajaran 2012/2013
SekolahSMA Favorit SMA Kurang Favorit
NilaiUNASSLTP
SMA N 3Sukoharjo
SMA N 1Kartasura
SMA N 1Tawangsari
SMA N 2Sukoharjo
SMA N 1Nguter
SMA N 1Polokarto
NilaiTertinggi
10,00 9,61 9,61 9,15 9,13 8,86
NilaiTerendah
7,74 7,18 6,86 6,30 5,75 5,54
Rata-rataNilai
8,39 8,21 7,79 7,20 6,99 6,59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Selain itu berdasarkan perolehan nilai mata pelajaran sejarah kelas XI di SMA
Negeri 1 Nguter tahun pelajaran 2011/2012 masih cukup rendah. Nilai rata-rata rapor
siswa program studi IPA adalah 72,06 sedangkan nilai rata-rata rapor siswa program
studi IPS adalah 70,14. Seharusnya siswa program studi IPS memperoleh nilai yang
lebih tinggi karena mata pelajaran sejarah merupakan salah satu ciri khusus untuk
program studi tersebut. Selain itu waktu pemberian materi mata pelajaran sejarah
juga lebih banyak dibandingkan dengan program studi IPA. Oleh karena itu perlu
cara untuk meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran sejarah terutama untuk
siswa program studi IPS.
Untuk menciptakan pemahaman siswa tentang pembelajaran sejarah diperlukan
suatu metode pembelajaran diantaranya problem solving (pemecahan masalah).
Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan terlibat secara langsung dalam mencari
dan menemukan masalah serta mempunyai kemampuan dalam memecahkan
masalah-masalah yang terdapat dalam pembelajaran sejarah. Pembelajaran ini
mengubah pola teacher centered (berpusat pada guru) menjadi student centered
(berpusat pada siswa). Siswa diarahkan lebih mandiri, aktif, kreatif, demokratis,
berfikir logis dan berwawasan luas. Hal ini akan membawa dampak yang positif
terhadap prestasi belajar.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka
masalah yang akan timbul adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
a. Guru masih menggunakan metode mengajar konvensional, monoton,
teacher centered.
b. Tingkat kreativitas siswa dalam belajar sejarah kurang berkembang.
c. Prestasi belajar sejarah selama ini di SMA negeri yang kurang favorit di
kabupaten Sukoharjo relatif rendah.
d. Input siswa mempunyai kemampuan awal yang rendah.
e. Sumber belajar relatif masih sangat kurang.
f. Siswa yang kurang siap menerima pelajaran.
2. Pembatasan Masalah
Dari beberapa masalah yang sudah diidentifikasi perlu penelitian ini dibatasi
agar dapat fokus pada masalah penelitian secara khusus. Oleh karena itu pembatasan
masalah penulisan ini adalah :
a. Variabel Independen Manipulatif adalah metode pembelajaran Problem
Solving dan konvensional.
b. Variabel Independen Atributif adalah kreativitas belajar siswa dengan
tingkatan: baik, sedang, dan kurang baik.
c. Variabel Dependen adalah prestasi belajar sejarah.
d. Populasinya adalah siswa SMA negeri yang kurang favorit di kabupaten
Sukoharjo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Adakah perbedaan pengaruh metode pembelajaran problem Solving dan
konvensional terhadap prestasi belajar sejarah?
2. Adakah perbedaan prestasi belajar sejarah antara siswa yang mempunyai
kreativitas belajar baik, sedang, dan kurang baik?
3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kreativitas
belajar siswa terhadap prestasi belajar sejarah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh metode pembelajaran problem Solving
dan konvensional terhadap prestasi belajar sejarah.
2. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar sejarah antara siswa yang
mempunyai kreativitas belajar baik, sedang, dan kurang baik.
3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan
kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar sejarah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru sejarah SMA negeri yang kurang favorit
di kabupaten Sukoharjo untuk menerapkan metode problem solving dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Bagi Siswa
Melalui metode problem solving, siswa tidak jenuh dan dapat lebih kreatif
serta meningkatkan prestasi belajar sejarah.
c. Bagi Sekolah
Memberikan masukan untuk menerapkan metode pembelajaran yang
bervariasi agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pelajaran.
d. Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan teori yang diperoleh selama belajar, sehingga
memperoleh pengalaman dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan
dengan pembelajaran sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Sejarah
Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul
dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode
dan metodologi tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah
menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang
dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian
peserta didik. Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia
Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (KTSP 2006).
Sejarah adalah dasar bagi terbinanya identitas nasional yang merupakan salah
satu modal utama dalam membangun bangsa masa kini maupun di waktu yang akan
datang (I Gde Widja,1989:100)
Sejarah perlu diajarkan di sekolah, hal ini dapat dilihat dari kaitan antara
sejarah dan pendidikan. Menurut Poerbakawatja dalam I Gde Widja (1989:100),
secara umum pendidikan dapat dirumuskan semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan mereka agar
dapat memenuhi fungsi hidupnya, jasmaniah maupun rohaniah serta mampu
memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Secara khusus, pendidikan
diartikan sebagai usaha mengembangkan daya manusia supaya manusia dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
membangun dirinya dan bersama sesamanya membudayakan alamnya dan
membangun masyarakatnya.
Dari pengertian tersebut terkandung dua unsur pokok dasar kehidupan sosial
manusia yaitu proses sosialisasi dan enkulturasi. Hal ini berarti terjadi proses
pewarisan dan penurunan nilai-nilai sosial kultural pada individu sebagai anggota
suatu kelompok. Dengan demikian nilai-nilai yang berkembang pada generasi
terdahulu perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan hanya untuk
pengintegrasian individu dalam kelompok, tetapi juga sebagai bekal untuk
menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Proses pewarisan nilai
diharapkan akan mengembangkan manusia yang berkepribadian, yang sadar akan
kewajibannya untuk mengembangkan diri maupun bangsanya serta lingkungannya,
terbinanya hubungan harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan
kelompok, manusia dengan alam dan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk
mengembangkan manusia yang demikian diperlukan nilai-nilai yang bersumber pada
generasi yang terdahulu atau dari sejarah (masa lampau).
Proses pendidikan mungkin tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya tanpa
dukungan sejarah, sebab sejarahlah yang pada hakekatnya memberikan bahan bagi
terlaksananya pengembangan daya manusia yangmenjadi inti pendidikan tersebut.
Namun demikian sejarah belum akan berfungsi dalam proses pendidikan ke arah
pertumbuhan dan pengembangan karakter bangsa kalau nilai sejarah tersebut belum
terwujud dalam pola perilaku yang nyata.
Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam PERMENDIKNAS No.
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada lampiran 3 (Permendiknas, 2006:523)
disebutkan bahwa materi sejarah mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat
digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian
peserta didik, antara lain:
a. Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan,
patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari
proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
b. Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban
bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang
mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa
Indonesia di masa depan.
c. Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk
menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.
d. Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi
krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab
dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
Sedangkan aspek-aspek mata pelajaran Sejarah menurut Permendiknas No. 22
Tahun 2006 untuk Sekolah Menengah Atas meliputi :
a. Prinsip dasar ilmu sejarah
b. Peradaban awal masyarakat dunia dan Indonesia
c. Perkembangan negara-negara tradisional di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d. Indonesia pada masa penjajahan
e. Pergerakan kebangsaan
f. Proklamasi dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia
Salah satu fungsi pelajaran sejarah adalah mengabadikan pengalaman
masyarakat di waktu lampau yang sewaktu-waktu dapat menjadi bahan pertimbangan
masyarakat dalam memecahkan problem-problem yang dihadapinya. Melalui
sejarahlah, nilai-nilai masa lampau dapat dimanfaatkan untuk menghadapi masa kini.
Tanpa masa lampau, orang tidak akan mampu membangun ide-ide tentang
konsekuensi dari apa yang dia lakukan. Hal ini seperti yang pernah dikatakan oleh
sejarawan Inggris R.G. Collingwood dalam I Gde Widja (1989:102) bahwa
mengenal diri sendiri berarti mengenal apa yang kita mampu lakukan. Karena tidak
seorangpun mengetahui apa yang dia bisa perbuat sampai dia mencobanya, maka
satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang bisa diperbuat seseorang adalah apa
yang telah ia perbuat (dari sejarah masa lampaunya).
Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru
dan siswa. Di antara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi. Guru
mengajar di satu pihak dan siswa belajar di lain pihak. Keduanya menunjukkan
aktivitas yang seimbang, hanya berbeda peranannya saja (Oemar Hamalik, 2001:54)
Praktek pengajaran sejarah yang berlaku selama ini dicap sebagai pelajaran
hafalan yang didominasi oleh guru. Kenyataan tersebut mendorong perlunya
pembaharuan dalam pengajaran sejarah, diantaranya mengganti strategi serta metode
mengajarnya. Maka dalam suatu pembaharuan pengajaran sejarah perlu dicari
alternatif pendekatan strategi pengajaran yang bisa memberi kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pengembangan kemampuan murid untuk berpikir aktif, kreatif dalam proses
belajarnya. Tuntutan itu kemungkinan bisa terpenuhi melalui pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA), yang menekankan keterampilan proses dalam kegiatan
belajar siswa. Jadi pelajaran dikembangkan bersifat merangsang, menantang,
mengesankan dan menggairahkan siswa.
Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan
terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Pembelajaran merupakan suatu hal
yang bersifat eksternal dan sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya proses
belajar internal dalam diri individu (Pribadi, 2009:10).
Pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan untuk membantu para pelajar,
tidak hanya terbatas dalam hal penguasaan materi pelajaran, melainkan juga dalam
hal pengembangan emosional dan intelektual para pelajar (Muhamad Arif,
2011:128).
Untuk pencapaian tujuan pembelajaran sejarah yang luas, metode yang
digunakan harus membuka pengetahuan dan pengalaman para siswa dalam
pengembangan pemahaman berpikir kritis, keterampilan praktis, minat dan perilaku
(Kochhar, 2008:285).
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran
sejarah terjadi interaksi guru dan siswa baik dalam penguasaan materi sejarah
maupun pembentukan watak dan kepribadian siswa.
2. Prestasi Belajar Sejarah
Belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan
bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain (Baharuddin, 2009:15). Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Cronbach dalam Suprijono (2009:2), “Learning is shown by a change in behavior as
result of experience (belajar adalah perubahan tingkah perilaku sebagai hasil dari
pengalaman).
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti
bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada
proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Muhibbin Syah, 2006:63).
Belajar adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap yang baru
ketika seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungan (Sharon, 2011:11).
Menurut Burns dalam Lee Dunn (2002:1) dijelaskan bahwa ‘conceives of
learning as a relatively permanent change in behaviour with behaviour including
both observable activity and internal processes such as thinking, attitudes and
emotions.’ "memahami belajar sebagai perubahan yang relatif permanen dalam
perilaku dengan perilaku termasuk aktivitas yang dapat diamati dan proses internal
seperti berpikir, sikap dan emosi."
Perubahan perilaku dalam belajar mencakup seluruh aspak peserta didik,
seperti yang dikemukakan oleh Bloom dan koleganya yang mengidentifikasi tiga
domain pembelajaran yaitu : domain kognitif, domain afektif dan domain
psikomotor. Domain kognitif melibatkan pengetahuan segala macam. Domain afektif
mencakup perasaan, emosi, sikap, nilai, dan motivasi. Tingkat dalam kisaran domain
afektif dari kesadaran awal untuk komitmen terhadap nilai-nilai yang memandu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
perilaku dan keputusan. Domain psikomotor pembelajaran termasuk gerakan fisik,
koordinasi, motor, dan sensori-keterampilan.
Dalam domain kognitif, Bloom membagi menjadi enam tingkat pemahaman
dalam urutan hirarkis. Menurut Bloom, akuisisi fakta (pengetahuan) menandai
hanyalah awal dari pemahaman. Fakta-fakta harus dipahami (pemahaman) sebelum
mereka dapat diterapkan pada situasi baru (aplikasi). Pengetahuan harus diorganisir
dan pola diakui (analisis) sebelum dapat digunakan untuk menciptakan ide baru
(sintesis). Akhirnya, untuk membedakan antara model yang bersaing atau bukti,
pelajar harus mampu untuk menilai (evaluasi) manfaat relatif dan validitas informasi
atau ide.
Domain afektif mencakup semua hal yang membatasi atau meningkatkan
pembelajaran di samping pemikiran dasar. Domain afektif menjelaskan tujuan
pembelajaran yang menekankan perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan atau
penolakan. Karakteristik afektif bervariasi dari hanya memperhatikan, untuk kualitas
kompleks karakteristik dan hati nurani.
Domain afektif, menurut literatur pendidikan saat ini, sangat penting untuk
belajar. Tetapi domain ini menerima sedikit perhatian guru. Sebaliknya, sebagian
besar guru berfokus pada aspek kognitif dari pengajaran dan pembelajaran serta
sebagian besar waktu di kelas dirancang untuk hasil kognitif. Selain itu, karakteristik
afektif banyak yang samar-samar atau sulit untuk dihitung sehingga sulit bagi guru
dan siswa untuk menentukan tujuan dan untuk mengevaluasi apakah tujuan tersebut
terpenuhi. Hal paling penting dari domain afektif akan terlihat ketika kita menilai
hasil belajar sendiri, kita dapat mempertimbangkan dan mengevaluasi motif, sikap,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dan lain-lain, sehingga dapat mengidentifikasi dan menangani hambatan afektif
terhadap pembelajaran yang tidak dapat diakui atau dipecahkan bila menggunakan
pendekatan kognitif murni.
Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda “prestatie” dalam bahasa Indonesia
menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literatur, prestasi selalu
dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti dikemukakan oleh Robert M. Gagne
bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan
dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.
Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau
kegiatan tertentu. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan
pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya
ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari
faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu. Menurut Slameto (2010:54), faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga,
faktor sekolah/lembaga pendidikan dan faktor masyarakat. Metode pembelajaran
yang diterapkan oleh guru merupakan salah satu faktor ekstern yang ikut
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
a. Faktor-faktor intern :
1) Faktor jasmaniah, meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
a) Faktor kesehatan : proses belajar sesorang akan terganggu jika
kesehatannya terganggu, ia akan cepat lelah, kurang bersemangat,
mudah pusing, mengantuk. Agar seseorang dapat belajar dengan
baik harus mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan
memperhatikan ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur,
makan, olah raga, ibadah dan lain-lain.
b) Cacat tubuh : keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.
Siswa yang cacat, maka belajarnya juga akan terganggu. Oleh karena
itu sebaiknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau
mengusahakan alat bantu untuk mengurangi pengaruh kecacatannya.
2) Faktor psikologis
a) Inteligensi : berpengaruh terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi
yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi
akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi
yang rendah.
b) Perhatian : untuk menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa
harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika
bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka akan timbul
kebosanan sehingga ia tidak lagi suka belajar.
c) Minat : menurut Hilgard dalam Slameto (2010:57) memberi rumusan
minat adalah ”Interest is persisting tendency to pay attention to and
enjoy some activity or content”. Minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus disertai dengan
rasa senang dan menimbulkan kepuasan. Bahan pelajaran yang
menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan dalam
pikiran.
d) Bakat : menurut Hilgrad dalam Slameto (2010 : 57) adalah ”the
capacity to learn” atau kemampuan untuk belajar. Kemampuan baru
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih.
e) Motif : adalah daya penggerak atau pendorong. Motif dapat
ditanamkan kepada siswa dengan cara memberi latihan/kebiasaan
yang juga dipengaruhi oleh lingkungan.
f) Kematangan : tingkat dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-
alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang).
g) Kesiapan : menurut Jamies Drever dalam Slameto (2010:59)
”readiness is preparedness to respond or react”. Kesiapan adalah
kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Siswa yang sudah
siap untuk belajar, maka hasilnya akan lebih baik.
3) Faktor kelelahan
Agar siswa dapat belajar dengan baik harus menghindari jangan sampai
terjadi kelelahan dalam belajarnya, sehingga perlu diusahakan kondisi
yang bebas dari kelelahan baik secara jasmani maupun rohani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b. Faktor ekstern
1) Faktor keluarga
a) Cara orang tua mendidik : keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan
berpengaruh terhadap belajarnya.
b) Relasi antar anggota keluarga : hubungan antar anggota keluarga
yang baik adalah yang penuh kasih sayang disertai bimbingan dan
hukuman dapat mensukseskan belajar anak.
c) Suasana rumah : suasana yang tenang dan tenteram membuat anak
betah tinggal di rumah dan dapat belajar dengan baik.
d) Keadaan ekonomi keluarga : selain kebutuhan pokok terpenuhi anak
akan lebih berhasil dalam belajar apabila fasilitas belajar terpenuhi.
Fasilitas akan terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.
e) Pengertian orang tua : sangat penting untuk keberhasilan anak dalam
belajar.
f) Latar belakang kebudayaan : perlu ditanamkan kebiasaan yang baik
agar mendorong semangat anak untuk belajar.
2) Faktor sekolah
a) Metode mengajar : agar siswa dapat belajar dengan baik maka
metode mengajar diusahakan yang setepat, seefisien dan seefektif
mungkin.
b) Kurikulum : sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.
Kurikulum yang tidak baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c) Relasi guru dengan siswa : dengan relasi yang baik antara guru dan
siswa, maka siswa akan menyukai guru sekaligus pelajarannya,
sehingga anak akan berusaha mempelajari sebaik-baiknya.
d) Relasi siswa dengan siswa : relasi yang baik dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
e) Disiplin sekolah : agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin
dalam belajar baik di rumah, sekolah atau perpustakaan.
f) Alat pelajaran : dengan alat pelajaran yang baik dan lengkap maka
guru akan dapat mengajar dengan baik dan siswa dapat belajar
dengan baik.
g) Waktu sekolah : pemilihan waktu sekolah yang tepat akan
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
h) Standar pelajaran di atas ukuran : guru dalam menuntut penguasaan
materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.
i) Metode belajar : cara belajar yang tepat akan meningkatkan hasil
belajar.
j) Tugas rumah : jangan terlalu banyak sehingga anak masih bisa
melakukan kegiatan yang lain.
3) Faktor masyarakat
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat : perlu membatasi kegiatan siswa
dalam masyarakat supaya tidak mengganggu belajarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Mass media : siswa perlu mendapat bimbingan dan kontrol dari
orang tua dan pendidik baik di dalam keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
c) Teman bergaul : perlu diusahakan agar siswa mempunyai teman
bergaul yang baik, pembinaan pergaulan dan pengawasan dari orang
tua dan pendidik secara bijaksana.
d) Bentuk kehidupan masyarakat : perlu mengusahakan lingkungan
yang baik agar memberi pengaruh yang positif terhadap anak/siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
Prestasi belajar sejarah ditunjukkan dengan nilai hasil belajar sejarah aspek
pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif). Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai
terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,
maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula
pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti
batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama
kota dan lain-lain (KTSP 2006).
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa
objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar rumusan
kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa (kompetensi) menjadi
unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah
upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Hal ini berlaku bagi semua
bidang ilmu tidak terkecuali pembelajaran sejarah.
3. Model Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan suatu proses pembelajaran
holistik yang bertujuan untuk membelajarkan siswa dalam memahami bahan ajar
secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan
dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dari satu
konteks permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain (Hanafiah, 2010:67).
Beberapa komponen yang ada dalam model Contextual Teaching Learning
(CTL) dalam panduan pengembangan materi pembelajaran (Depdiknas, 2008:6)
adalah sebagai berikut :
a. Constructivisme
1) Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi
pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan
sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga
dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki.
2) Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya.
3) Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan,
bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang
diketahui peserta didik. Siswa menemukan ide dan pengetahuan (konsep,
prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian siswa mencari strategi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan
kepuasan atas penemuannya itu.
b. Inquiry
1) Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan.
2) Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan
observasi, analisis data, kemudian mengkomunikasikan hasilnya.
c. Questioning
1) Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai siswa
serta menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan
pengetahuan peserta didik.
2) Berguna bagi siswa sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.
d. Learning Community
1) Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif.
2) Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan
sosial dan komunikasi berkembang.
e. Modelling
1) Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh siswa seperti
cara menggali informasi, demonstrasi dan lain-lain.
2) Pemodelan dilakukan oleh guru (sebagai teladan), siswa dan tokoh lain.
f. Reflection
1) Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari.
2) Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) Hasil konstruksi pengetahuan yang baru.
4) Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya.
g. Autentic Assesment
1) Menilai sikap, pengetahuan dan keterampilan.
2) Berlangsung selama proses secara terintegrasi.
3) Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test).
4) Alternatif bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
a. Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi
kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa”
memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan
memberdayakan siswa.
b. Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tidak terkait dengan
masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga,
masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
c. Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak
menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa.
d. Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar
belum dimanfaatkan secara optimal.
Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran
kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran kooperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Model pembelajaran langsung cenderung berpusat pada guru, sehingga
sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan
pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya
dalam memperhatikan, mendengarkan dan tanya jawab. Pengaturan lingkungan
mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai
tujuan pembelajaran.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis
masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi dan peranan aktif
siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri,
otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif
dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan
pendapat.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran kooperatif
ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa
yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan
lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat
diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat
mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
Metode pembelajaran konvensional termasuk dari model pembelajaran
langsung karena materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru, siswa tidak
dituntut untuk menemukan materi itu dan materi pelajaran seolah-olah sudah jadi.
Sedangkan metode pembelajaran problem solving termasuk dari model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
berbasis masalah karena guru menghadapkan siswa pada situasi masalah untuk dicari
cara pemecahannya.
4. Metode Pembelajaran Problem Solving dan Konvensional
Dalam proses pembelajaran, salah satu komponen yang sangat menentukan
dalam proses pencapaian prestasi belajar adalah metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran. Dalam proses belajar
mengajar, guru harus memiliki strategi agar tujuan yang ingin diinginkan dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Salah satu strategi adalah guru harus menguasai
berbagai tehnik penyampaian materi dan dapat menggunakan metode yang tepat
dalam proses belajar mengajar untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar
mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap. Metode pembelajaran
yang sering digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sejarah adalah metode
ekspositori. Untuk itu dicoba penerapan metode pembelajaran yang baru yaitu
metode pembelajaran problem Solving. Berikut ini akan dijelaskan mengenai metode
pembelajaran problem Solving dan metode pembelajaran konvensional.
a. Metode Pembelajaran Problem Solving
Problem-solving style is defined as a tendency to respond in a certain way
while addressing problems and not as the steps employed in actually solving the
problem (Wu, 1996:55). Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kecenderungan
untuk merespon dengan cara tertentu saat mengatasi masalah dan bukan sebagai
langkah-langkah yang digunakan dalam benar-benar memecahkan masalah.
“The problem solving approach is a student-centered approach to teachingwhere the central and essential characteristic is solving problems. Studentsparticipate in the learning process by contributing problems, analyzing thefactors associated with the problems, developing possible solutions to the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
problems, placing the solution into action, and evaluating the results of thesolution” (Olowa, 2009).
Masalah pendekatan pemecahan masalah adalah pendekatan yang berpusat
pada siswa untuk mengajar di mana karakteristik sentral dan penting adalah
menyelesaikan masalah. Siswa berpartisipasi dalam proses pembelajaran dengan
memberikan kontribusi masalah, menganalisis faktor yang terkait dengan masalah,
mengembangkan solusi yang mungkin untuk masalah, menempatkan solusi ke dalam
tindakan, dan mengevaluasi hasil dari solusi.
“Effective problem solving is a process that consists of various stages. Thesemay include formulating the problem, recognizing facts related to the problem,setting goals, ideating or generating alternatives, evaluating ideas, choosingthe most promising solution, and the testing and evaluating of the problem,recognizing facts related to the problem, setting goals, ideating or generatingalternatives, evaluating ideas, choosing the most promising solution, and thetesting and evaluating of the solution” (Lavonen, 2001:21).
Pemecahan masalah yang efektif adalah proses yang terdiri dari berbagai tahap.
Ini termasuk merumuskan masalah, mengakui fakta-fakta yang terkait dengan
masalah, menetapkan tujuan, ide atau menghasilkan alternatif, mengevaluasi ide-ide,
memilih solusi yang paling menjanjikan, pengujian dan mengevaluasi masalah,
mengakui fakta-fakta yang terkait dengan masalah, menetapkan tujuan, ide atau
menghasilkan alternatif, mengevaluasi ide-ide, memilih solusi yang paling
menjanjikan, dan menguji dan mengevaluasi dari solusi.
Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah
kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah
umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan
pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan
sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan konsep-
konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu
untuk memperoleh konsep, keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam
problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat
penting dalam problem solving (Slameto, 2010:142).
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi
situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan
menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan belajar terdahulu,
melainkan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih
tinggi.
Menurut Hamruni (2012: 108), strategi pembelajaran dengan pemecahan
masalah sangat baik diterapkan apabila terdapat situasi dan kondisi sebagai berikut :
1) Guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi
pelajaran tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
2) Guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional
siswa.
3) Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta
membuat tantangan intelektual siswa.
4) Guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajarnya.
5) Guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari
dengan kenyataan dalam kehidupannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Menurut John Dewey dalam Hamruni (2012:110), ada enam langkah dalam
metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5) Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan atau penolakan hipotesis yang
diajukan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Tujuan pembelajaran problem solving menurut Pepkin (2000:63) adalah :
1) Siswa akan dapat menyebutkan urutan langkah-langkah dalam pemecahan
masalah secara kreatif.
2) Siswa akan dapat menghasilkan solusi atau pemecahan masalah.
3) Siswa akan dapat mengevaluasi manfaat dari solusi yang mungkin.
4) Berdasarkan seperangkat kriteria, siswa akan dapat membuat pilihan yang
optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5) Siswa akan dapat mengembangkan rencana untuk mengimplementasikan
solusi.
6) Siswa akan mampu mengartikulasikan bagaimana pemecahan masalah
kreatif dapat digunakan di berbagai daerah.
Penggunaan systematic approach to solving problem pada dasarnya untuk
membantu siswa dalam belajar memecahkan masalah secara bertahap. Seperti
disampaikan oleh Gagne bahwa cara terbaik yang dapat membantu siswa dalam
pemecahan masalah adalah memecahkan masalah selangkah demi selangkah dengan
menggunakan aturan tertentu (Wena, 2011:63).
Dengan menggunakan pemecahan masalah yang sistematis, siswa dilatih tidak
hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga dilatih untuk
menganalisis soal, mengetahui secara pasti situasi soal dan perkiraan jawaban soal.
b. Metode Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional paling sering dilakukan oleh guru-guru di sekolah.
Metode konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan
tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui
sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran
siswa lebih banyak mendengarkan.
Metode pembelajaran konvensional guru memberikan penerangan atau
penuturan secara lisan kepada sejumlah siswa. Siswa mendengarkan dan mencatat
seperlunya. Pada umumnya siswa bersifat pasif, yaitu menerima saja apa yang
dijelaskan oleh guru. Dalam melaksanakan tugasnya itu guru sering menggunakan
berbagai alat bantu, seperti papan tulis, kapur serta gambar-gambar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pada pembelajaran konvensional ini lebih banyak menggunakan metode
ceramah. Metode ceramah menurut Daryanto (2009:390) adalah cara penyajian yang
dilakukan dengan penjelasan lisan secara langsung (bersifat satu arah terhadap
peserta (audience). Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan materi yang
bersifat abstrak, memberi pengantar dalam tahapan baru dan informasi yang akan
disampaikan merupakan dasar untuk kegiatan belajar berikutnya.
Keuntungan metode ceramah adalah mudah dilakukan, biaya murah, materi
banyak dalam waktu singkat, dapat menonjolkan materi yang penting, mudah
menguasai kelas dan kondisi lebih sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah
membosankan bagi peserta, mudah atau cepat lupa, sulit mengetahui apakah siswa
mengerti ataukah tidak, kurang merangsang kreativitas dan bersifat verbalisme.
Berdasarkan metode pembelajaran yang digunakan maka metode pembelajaran
konvensional menurut Yudhawati (2011:55) mempunyai ciri-ciri :
1) Menyandarkan pada hafalan.
2) Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3) Siswa secara pasif menerima informasi khususnya dari guru.
4) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realita
kehidupan.
5) Memberikan tumpuan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6) Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7) Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku
tugas, mendengarkan ceramah dan mengisi latihan (kerja individual).
8) Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
9) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10) Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11) Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12) Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik.
13) Pembelajaran hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14) Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
Metode pembelajaran konvensional ini memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan dari metode pembelajaran konvensional adalah:
1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
2) Menyampaikan informasi dengan cepat.
3) Membangkitkan minat akan informasi.
4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Sedangkan kelemahan dari metode pembelajaran konvensional antara lain:
1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.
3) Metode tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
4) Metode tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan
tidak bersifat pribadi.
Berdasarkan uraian di atas metode pembelajaran konvensional dapat
disimpulkan berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
keseluruhan situasi belajar dan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secara
individual.
Selain metode ceramah, metode pembelajaran yang sering digunakan dalam
pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Strategi pembelajaran
ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Menurut Roy
Killen dalam Sanjaya (2008:299) menamakan strategi ekspositori dengan istilah
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), karena dalam strategi ini materi
pelajaran disampaikan langsung oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan
materi itu. Materi pelajaran seolah-olah sudah jadi, karena metode ekspositori lebih
menekankan pada proses bertutur, maka sering juga dinamakan “chalk and talk”.
Beberapa karakteristik strategi ekspositori diantaranya:
1) Metode pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan
materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat
utama dalam melakukan strategi ini. Oleh karena itu sering orang
mengidentikannya dengan ceramah.
2) Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang
sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus
dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
3) Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu
sendiri, artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan
kembali materi yang telah diuraikan.
Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian,
sebab dalam pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui
pembelajaran ini guru menyampaikan materi secara terstruktur dengan harapan
materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus
utama adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa.
Menurut Sanjaya (2008:301), langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran
ekspositori, meliputi:
1) Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan diantaranya
adalah:
a) Memberikan sugesti yang positif dan menghindari sugesti yang
negatif.
b) Dimulai dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai.
c) Menggali kemampuan siswa.
2) Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan guru dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
penyajian adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah
ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: penggunaan
bahasa, intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa dan
menyelipkan humor.
3) Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa
dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah
dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna
terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur
pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan
kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
4) Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi
pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan
langkah yang sangat penting dalam pembelajaran ekspositori, sebab
melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari
proses penyajian.
5) Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka
menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat
penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan
pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan
pada langkah ini adalah membuat tugas yang relevan dengan materi yang
telah disajikan dan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran
yang telah disajikan.
5. Implementasi Metode Problem Solving dan Konvensional Dalam
Pembelajaran Sejarah
a. Implementasi Metode Problem Solving dalam Pembelajaran Sejarah
Karakteristik pembelajaran sejarah adalah menghafal fakta-fakta sejarah,
sehingga dapat menyebabkan kebosanan pada siswa dan keterampilan yang diperoleh
hanya sebatas pengumpulan fakta serta pengetahuan yang abstrak. Cara hafalan juga
menyebabkan kesulitan dalam memperluas wawasan terutama yang dihubungkan
dengan situasi yang baru. Siswa yang hanya menghafal tanpa memahami alasan di
balik fakta akan sedikit memahami materi.
Belajar dengan menghafal akan membuat siswa bergantung pada guru sebagai
sumber informasi. Siswa tidak mempunyai keinginan untuk belajar lebih karena
informasi sudah tersedia. Hal ini akan membentuk siswa yang belajar tanpa bertanya,
percaya segala yang diajarkan tanpa keraguan dan kurang memahami informasi yang
kompleks.
Dengan kondisi tersebut, metode problem solving merupakan salah satu
alternatif untuk menjadikan siswa belajar lebih bermakna. Metode ini berorientasi
pada proses dan berpusat pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah menjadikan
masalah aktual atau nyata sebagai konteks agar siswa dapat mengembangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan
yang mendalam.
Pada umumnya belajar dengan problem solving dilaksanakan dengan cara
pembagian siswa menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok mencari
masalah aktual untuk dipelajari atau masalah dipersiapkan guru untuk
mempermudah. Setiap kelompok menggali informasi dan menyusun pemecahan.
Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan akhirnya mengambil
keputusan bersama.
Pembentukan kelompok dilakukan pada pertemuan sebelum dilaksanakan
pembelajaran dengan metode problem solving untuk menghemat waktu. Siswa juga
dianjurkan untuk mempersiapkan materi yang akan diajarkan dengan metode
problem solving.
Langkah-langkah metode problem solving dalam pembelajaran sejarah adalah:
1) Merumuskan masalah: guru memberikan permasalahan yang berkaitan
dengan materi sejarah (tema atau pertanyaan) untuk dipecahkan oleh siswa
secara berkelompok.
2) Menganalisis masalah: siswa secara berkelompok berusaha untuk
menganalis permasalahan yang diberikan oleh guru sehingga akhirnya
menghasilkan rumusan masalah yang lebih jelas, spesifik, dan dapat
dipecahkan.
3) Merumuskan hipotesis: siswa dengan kelompoknya diharapkan dapat
menentukan berbagai kemungkinan untuk pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4) Mengumpulkan data: siswa diharapkan dapat mengumpulkan data melalui
penelusuran literatur atau internet dan memilih data yang relevan dengan
permasalahan dan menyajikan agar mudah dipahami.
5) Menguji hipotesis: dari data yang dikumpulkan siswa dapat menentukan
hipotesis yang diterima dan yang ditolak. Siswa dalam tahapan ini dapat
menelaah data dan membahasnya untuk melihat hubungannya dengan
masalah yang dikaji serta mampu dalam mengambil keputusan dan
membuat kesimpulan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah: setelah siswa selesai
mengerjakan tugas maka hasilnya disampaikan di depan kelas untuk
didiskusikan dan dirumuskan bersama untuk pemecahan akhir masalah.
Mengacu pada langkah-langkah metode problem solving dalam pembelajaran
sejarah di atas, maka langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran
problem solving pada penelitian ini adalah :
1) KD 1.4. Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan
Islam di Indonesia
a) Merumuskan masalah : guru memberikan permasalahan berupa tema-
tema tentang kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (Samudra Pasai,
Aceh, Malaka, Banten, Mataram, Gowa-Talo, Ternate-Tidore) untuk
dipecahkan siswa secara berkelompok. Satu kelompok membahas satu
kerajaan.
b) Menganalisis masalah : siswa secara kelompok berusaha menganalisis
tema kerajaan Islam sesuai dengan tugas kelompoknya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
menghasilkan rumusan masalah yang lebih jelas ditinjau dari berbagai
sudut pandang.
c) Merumuskan hipotesis : siswa dengan kelompoknya berusaha
merumuskan hipotesis sesuai dengan tugas kelompoknya. Dari tema
kerajaan Islam tersebut dirumuskan masalah yang lebih jelas tentang
sejarah terbentuknya kerajaan, sistem politik, sistem ekonomi, sistem
sosial dan budaya, kemunduran dan keruntuhan kerajaan.
d) Mengumpulkan data : siswa menyiapkan literatur (buku-buku) dan
bahan yang diperoleh dari internet mengenai kerajaan Islam di
Indonesia sesuai dengan tema yang diberikan kepada kelompoknya.
e) Menguji hipotesis : dari data yang sudah dipersiapkan ole siswa dalam
kelompoknya digunakan untuk membahas rumusan hipotesis yang
sudah ditetapkan. Hasilnya dibuat dalam bentuk laporan hasil diskusi.
f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah : setelah masing-
masing kelompok menyelesaikan tugas sesuai dengan tema yang
diberikan, maka laporan hasil diskusi dipresentasikan di depan kelas.
Kelompok lain memberikan tanggapan dan kelompok yang
bersangkutan mempertanggungjawabkan. Apabila ada permasalahan
yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok diskusi, maka guru
sebagai fasilitator yang harus membantu menyelesaikannya. Dari hasil
diskusi dirumuskan bersama antara guru dan siswa untuk pemecahan
masalah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2) KD 1.5. Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha,
dan Islam di Indonesia
a) Merumuskan masalah : guru memberikan permasalahan berupa
pertanyaan-pertanyaan tentang proses interaksi antara tradisi lokal,
Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia serta wujud akulturasinya yang
masih ada di sekitar tempat tinggal siswa untuk dijawab oleh siswa
secara berkelompok.
b) Menganalisis masalah : siswa secara kelompok berusaha menganalisis
hal-hal yang berkaitan dengan proses interaksi antara tradisi lokal,
Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia serta wujud akulturasinya yang
sampai saat ini masih dapat dijumpai dalam berbagai bidang
kehidupan.
c) Merumuskan hipotesis : siswa dengan kelompoknya berusaha
merumuskan hipotesis dengan perumusan masalah yang lebih jelas
tentang wujud akulturasi dalam bidang pemerintahan, sistem sosial,
kesenian, bangunan, filsafat, kelender dan lain –lain, serta peninggalan
budaya yang ada di sekitar tempat tinggal siswa.
d) Mengumpulkan data : siswa menyiapkan literatur (buku-buku), bahan
yang diperoleh dari internet, dan hasil pengamatan siswa mengenai
proses interaksi dan wujud akulturasi antara tradisi lokal, Hindu-
Budha, dan Islam di Indonesia.
e) Menguji hipotesis : dari data yang sudah dipersiapkan ole siswa dalam
kelompoknya digunakan untuk menjawab rumusan hipotesis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sudah ditetapkan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hasilnya dibuat dalam bentuk laporan hasil diskusi.
f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah : setelah masing-
masing kelompok menyelesaikan tugasnya, maka laporan hasil diskusi
dipresentasikan di depan kelas. Kelompok lain memberikan tanggapan
dan kelompok yang bersangkutan mempertanggungjawabkan. Apabila
ada permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok
diskusi, maka guru sebagai fasilitator yang harus membantu
menyelesaikannya. Dari hasil diskusi dirumuskan bersama antara guru
dan siswa untuk pemecahan masalah proses interaksi dan wujud
akulturasi antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia.
b. Implementasi Metode Konvensional dalam Pembelajaran Sejarah
Metode pembelajaran konvensional dalam pembelajaran sejarah, guru yang
berperan dalam penyampaian pengetahuan, membimbing dalam latihan soal dan
selanjutnya memberikan kesimpulan. Tujuan dari metode pembelajaran ini terutama
adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan
sesuatu), pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu) dan keterampilan
belajar siswa (misal menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai,
membuat peta konsep, dan membuat rangkuman). Dalam metode ini siswa bersikap
pasif hanya mendengarkan informasi dari guru. Metode konvensional yang dimaksud
di sini adalah ekspositori. Dengan metode ini diharapkan siswa dapat menguasai
materi secara optimal. Metode ini merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru.
Fokus utama dalam pembelajaran ini adalah kemampuan akademik siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Adapun langkah-langkah metode ekspositori dalam pembelajaran sejarah
adalah :
1) Persiapan: guru mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran sejarah
dengan menyampaikan tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Penyajian: guru menyampaikan materi sejarah atau menyajikan informasi
mengenai sejarah tahap demi tahap sesuai perencanaan.
3) Korelasi: guru menghubungkan materi pelajaran sejarah dengan
pengalaman siswa atau pengetahuan yang mungkin sudah dimiliki siswa.
Dalam tahapan ini dapat dilakukan tanya jawab antara guru dengan siswa
mengenai materi yang disajikan.
4) Menyimpulkan: guru menyimpulkan materi sejarah yang telah disajikan
sehingga siswa dapat mengambil inti dari proses penyajian.
5) Mengaplikasikan: guru untuk mengecek keberhasilan siswa dalam
menerima materi sejarah yang telah disajikan dengan memberikan umpan
balik. Cara yang dilakukan adalah membuat tugas yang relevan atau
memberi tes sesuai dengan materi yang telah disajikan.
Mengacu pada langkah-langkah metode ekspositori dalam pembelajaran
sejarah di atas, maka langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran
ekspositori pada penelitian ini adalah :
1) KD 1.4. Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan
Islam di Indonesia
a) Persiapan : guru mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran
sejarah tentang kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (Samudra Pasai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Aceh, Malaka, Banten, Mataram, Gowa-Talo, Ternate-Tidore) dengan
menyampaikan tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai. Siswa
memperhatikan informasi dari guru.
b) Penyajian : guru menyampaikan materi sejarah tentang kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia (Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Banten,
Mataram, Gowa-Talo, Ternate-Tidore) tahap demi tahap sesuai
perencanaan. Siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan dari guru.
c) Korelasi : guru menghubungkan materi sejarah tentang kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia dengan pengetahuan yang mungkin sudah
dimiliki oleh siswa. Dalam tahapan ini dilakukan tanya jawab antara
guru dengan siswa tentang materi yang telah disajikan.
d) Menyimpulkan : guru menyimpulkan materi tentang kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia agar siswa dapat mengetahui inti dari proses
penyajian materi. Siswa mencatat hasil rangkuman guru.
e) Mengaplikasikan : guru untuk mengecek keberhasilan siswa dalam
menerima materi sejarah tentang kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia,
maka guru memberikan umpan balik dengan cara memberikan tugas
latihan soal sesuai dengan materi yang telah diajarkan. Siswa
mengerjakan tugas latihan soal dari guru.
2) KD 1.5. Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha,
dan Islam di Indonesia
a) Persiapan : guru mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran
sejarah tentang proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Islam di Indonesia dengan menyampaikan tujuan dan kompetensi
yang ingin dicapai. Siswa memperhatikan informasi dari guru.
b) Penyajian : guru menyampaikan materi sejarah tentang proses
interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
tahap demi tahap sesuai perencanaan. Siswa mendengarkan dan
mencatat penjelasan dari guru.
c) Korelasi : guru menghubungkan materi sejarah tentang proses
interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
dengan pengetahuan yang mungkin sudah dimiliki oleh siswa. Dalam
tahapan ini dilakukan tanya jawab antara guru dengan siswa tentang
materi yang telah disajikan.
d) Menyimpulkan : guru menyimpulkan materi tentang proses interaksi
antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia agar siswa
dapat mengetahui inti dari proses penyajian materi. Siswa mencatat
hasil rangkuman guru.
e) Mengaplikasikan : guru untuk mengecek keberhasilan siswa dalam
menerima materi sejarah tentang proses interaksi antara tradisi lokal,
Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia, maka guru memberikan umpan
balik dengan cara memberikan tes untuk dikerjakan oleh siswa sesuai
dengan materi yang telah diajarkan. Siswa mengerjakan soal tes dari
guru.
Dalam metode pembelajaran ekspositori tersebut dalam setiap tahapan
pembelajaran yang mengambil inisiatif adalah dari pihak guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
6. Kreativitas Belajar Siswa
Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas (daya cipta)
hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu di lingkungan keluarga sebagai tempat
pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra sekolah. Kreativitas perlu dipupuk,
dikembangkan dan ditingkatkan, di samping mengembangkan kecerdasan dan ciri-
ciri lain yang menunjang pembangunan (Munandar, 2009:17).
Sebagai negara berkembang Indonesia sangat membutuhkan tenaga-tenaga
kreatif yang mampu memberikan sumbangan bermakna kepada ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian, serta kepada kesejahteraan bangsa pada umumnya.
Sehubungan dengan ini pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan
kreativitas siswa agar kelak dapat memenuhi kebutuhan pribadi, masyarakat dan
negara.
Menurut Baron dalam Asrori ( 2007:61), kreativitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru di sini bukan berarti harus sama
sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya. Sedangkan menurut Guilford dalam Asrori ( 2007:61), kreativitas
mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Guilford
mengemukakan dua cara berpikir yaitu konvergen dan divergen. Cara berpikir
konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan
berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir
divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban
terhadap suatu persoalan. Dalam kaitannya dengan kreativitas, Guilford menekankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
bahwa orang-orang kreatif lebih banyak memiliki cara-cara berpikir divergen
daripada konvergen.
Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya
(Munandar, 2009:12). Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungannya di mana ia berada, dengan demikian baik perubah di dalam individu
maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau menghambat upaya kreatif.
Implikasinya bahwa kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan.
Kreativitas merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan,
proses, metode ataupun produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis,
fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam
berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah (Yeni Rachmawati, 2010:14).
Kreativitas adalah suatu proses yang menuntut keseimbangan dan aplikasi dari
ketiga aspek esensial kecerdasan analitis, kreatif dan praktis, beberapa aspek yang
ketika digunakan secara kombinatif dan seimbang akan melahirkan kecerdasan
kesuksesan (Riyanto, 2010:225).
Menurut Runco dalam Robinson menyatakan “Creativity is a useful and
effective response to evolutionary changes”. Kreativitas adalah respon yang berguna
dan efektif untuk perubahan evolusioner.
Menurut Sund dalam Daryanto (2009:147) menyatakan bahwa individu dengan
potensi kreatif dapat diamati dari ciri-ciri sebagai berikut :
a. Hasrat keingintahuannya yang cukup besar
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
c. Panjang akal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
d. Keinginan untuk menemukan dan meneliti
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
h. Berpikir fleksibel
i. Kemampuan membuat analisis dan sintesis
j. Menanggapi pertanyaan yang diajukan dan cenderung memberi jawaban
lebih banyak
k. Memiliki semangat bertanya dan meneliti
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.
Agar siswa dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin
pesat dan mampu menghadapi masalah-masalah yang semakin komplek dalam
kehidupan, maka kreativitas perlu dipupuk sejak dini dalam diri anak didik karena :
a. Dengan berkreasi orang dapat mewujudkan/mengaktualisasikan dirinya
dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi
dalam hidup manusia.
b. Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat
berbagai macam kemungkinan penyelesaian suatu masalah, merupakan
bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian
dalam pendidikan.
c. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan
lingkungan, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
d. Kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas
hidupnya.
Beberapa ciri siswa kreatif yang paling diinginkan guru sekolah dasar maupun
sekolah menengah, antara lain : (a) penuh energi, (b) mempunyai prakarsa, (c)
percaya diri, (d) sopan, (e) rajin, (f) melaksanakan pekerjaan pada waktunya, (g)
sehat, (h) berani dalam berpendapat, (i) mempunyai ingatan baik dan (j) ulet.
Berkaitan dengan pengembangan kreativitas siswa, kita perlu meninjau empat
aspek dari kreativitas, yaitu pribadi, pendorong, proses dan produk (4P) :
a. Pribadi
Kreativitas adalah ungkapan dari keunikan individu dalam interaksi
dengan lingkungannya. Ungkapan pribadi yang unik dapat diharapkan
timbulnya ide-ide baru dan produk yang inovatif. Pendidik hendaknya
dapat menghargai keunikan dan bakat siswanya. Guru hendaknya
membantu siswa menemukan bakatnya dan menghargainya.
b. Pendorong
Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari
lingkungannya atau jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri untuk
menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang di lingkungan yang
mendukung tetapi dapat terhambat dalam lingkungan yang tidak
menunjang.
c. Proses
Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan untuk
bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang kreatif, dengan membantu
mengusahakan sarana prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang
penting memberi kebebasan pada anak untuk mengekspresikan dirinya
secara kreatif dengan persyaratan tidak merugikan orang lain atau
lingkungannya. Hal ini karena dengan sistem yang monoton siswa tidak
akan bisa kreatif.
d. Produk
Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang
bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan sejauh mana keduanya
mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kegiatan)
kreatif. Dengan dimilikinya bakat dan ciri pribadi kreatif dengan dorongan
internal maupun eksternal untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk
kreatif yang bermakna akan muncul. Sebagai pendidik hendaknya
menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada
yang lain. Hal ini akan menggugah minat anak untuk berkreasi.
Menurut Klausmeier dalam Daryanto (2009:152) langkah-langkah yang
diperlukan dalam pembentukan kreativitas untuk memecahkan masalah yang dapat
dilakukan oleh sekolah antara lain :
a. menolong siswa untuk mengenal masalah-masalah untuk dipecahkan.
b. menolong siswa menemukan informasi, pengertian, asas, dan metode
untuk memecahkan masalah.
c. menolong siswa merumuskan dan membatasi masalah-masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
d. menolong siswa mengolah dan kemudian menerapkan informasi,
pengertian, asas, dan metode pada masalah tersebut untuk memperoleh
kemungkinan-kemungkinan pemecahan (hipotesis).
e. mendorong siswa merumuskan dan menguji hipotesis untuk memperoleh
pemecahan masalah.
f. mendorong siswa mengadakan penemuan dan penilaian sendiri secara
bebas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas belajar siswa adalah
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), keaslian
dalam berpikir dan kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) suatu gagasan, serta kreativitas belajar siswa dapat
dikembangkan oleh sekolah.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini dilakukan setelah penulis membaca hasil-hasil penelitian
terdahulu yang relevan pada penelitian ini diantaranya:
Sihana (2010) “Pembelajaran Fisika dengan Metode Problem Solving dan
Problem Posing ditinjau dari Kemampuan Matematis dan Kreativitas Siswa”.
Pada penelitian pembelajaran fisika dengan metode problem solving dan
problem posing ditinjau dari kemampuan matematis dan kreativitas siswa
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode problem solving dan problem
posing mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap prestasi belajar fisika pada
materi medan magnet. Pada hasil penelitian ini tidak ada interaksi antara metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dengan kreativitas siswa, tetapi ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan
matematis dan kreativitas siswa terhadap perolehan prestasi belajar fisika siswa.
Siti Kamsiyati (2003) “Keefektifan Strategi Pembelajaran Problem Solving
dalam Pelajaran Sejarah di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri Kota
Surakarta Ditinjau dari Motivasi Belajar (Studi Eksperimen)”.
Pada penelitian keefektifan strategi pembelajaran problem solving dalam
pelajaran sejarah di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) negeri kota Surakarta
ditinjau dari motivasi belajar (studi eksperimen) terdapat perbedaan yang signifikan
antara siswa yang diberi perlakuan dengan strategi pembelajaran problem solving
dengan siswa yang diberi perlakuan dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dalam
penelitian ini juga terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar sejarah
antara kelompok siswa yang mempunyai motivasi tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Juga ada interaksi antara strategi pembelajaran dengan motivasi belajar siswa dalam
mempengaruhi perolehan hasil belajar sejarah.
Gede Putra Adnyana (2011) “Meningkatkan Aktivitas Belajar, Kompetensi
Kerja Ilmiah, Dan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Penerapan Model Problem
Solving Pada Pembelajaran Kimia”.
Pada penelitian penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia
dapat meningkatkan : aktivitas belajar, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman
konsep kimia dan respon positif siswa. Hasil belajar siswa meningkat dari rerata
32,15 pada tes awal, menjadi 62,55 pada akhir siklus I, dan 77,59 pada akhir
siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Riawan Yudi Purwoko (2010) “Eksperimentasi Pembelajaran Matematika
Realistik dengan Metode Penemuan Ditinjau dari Kreativitas Belajar Matematika
Siswa”.
Pada penelitian pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan
metode ekspositori. Selain itu dalam penelitian ini juga terdapat pengaruh kreativitas
belajar matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika. Siswa yang memiliki
kreativitas belajar matematika tinggi, maka prestasi belajar matematikanya juga
tinggi. Pada pembelajaran matematika realistik baik menggunakan metode penemuan
maupun metode eskspositori, siswa yang memiliki kreativitas belajar matematika
tinggi maka prestasi belajar matematikanya juga lebih tinggi bila dibandingkan
dengan siswa yang memiliki kreativitas belajar matematika sedang maupun rendah.
C. Kerangka Pikir
1. Ada perbedaan pengaruh metode pembelajaran problem solving dan
konvensional terhadap prestasi belajar sejarah.
Pendekatan pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving, yaitu
dengan cara menghadapkan siswa kepada suatu permasalahan dengan maksud
agar siswa menyadari masalah, menelaah masalah dari berbagai macam segi
dan mencari pemecahan masalah dengan berbagai macam jalan. Pembelajaran
dengan metode problem solving cenderung lebih menekankan pada kreativitas
siswa dalam pembelajaran, karena dalam belajar sejarah siswa dituntut kreatif
untuk berlatih menyelesaikan permasalahan (soal). Secara sedikit demi sedikit