Bab lo
EXFOLIATIW DERMATITIS(ERITRODERMI)
.Afif Nurul Hidayati
Departemen/KSM/SMF Ilmu Kesehatan Kulii dan KelaminRumah Sakit Universitas AirlanggaFakultas Kedokteran Universitas AirlanggaRSUD Dr. Soetomq Surabaya, Indonesia
PENDAHUTUAN
Di antara kelainan kulit yang mayoritas merupakan kelainan yangringan, ada beberapa kelainan kulit yang termasuk dalam kegawatdaruratandi bidang dermatologi, sehingga tenaga kesehatan perlu mengetahui diagnosisdan penatalaksanaan yang tepat. selain itu, juga perlu memahami waktu dancara yang tepat dalam merujuk pasien yang mengalami kegawatdaruratandalam bidang kulit. Dalam makalah ini disajikan penyakit yang termasukdalam kegawatdaruratan di bidang dermatologi yang memberikan gambaranexfoliatiae dermatitis yaitu eritrodermi,
DEFINISI
Eritrodermi (E xfoli atio e D ermat it is /ED) merupakan eritema dan skuamapada kulit difus yang melibatkan lebih dari 90"/o areapermukaan tubuh. EDmerupakan salah satu kondisi kulit yang berpotensi mempunyai komplikasisistemik dan mengancam nyawa karena gangguan keseimbangan elektrolit,gangguan termoregulator, demam, takikardi, kegagalan cardiac output,hipoalbuminemia, dan sepsis (Edwards dan Aronson, 2000; Jam es et a1.,201L;
Grant-Kels et al., 2012).
139
EPIDEMIOLOGI
Insidensi ED sekitar 0,9--77,0 per 100.000 pasien rawat jalan. Laki-laki
lebih sering daripada wanita. Semua umur dapat terkena, tetapi terutama
pada dewasa rata-rata 4L-61 tahun dan jarang terjadi pada anak-anak (Grant-
Kels ef a1.,2072). Dermatosis yang diderita sebelumnya memegang Perananpenting dalam terjadinya ED. Psoriasis merupakan dermatosis yang paling
sering mendasari terjadinya ED (Grant-Kels et a1.,2012).
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Underlying Ethiology
Beberapa penyakit/kondisi kulit yang mendasari terjadinya ED adalah
(Edwards dan Aronson, 2000; Grant-Kels et al., 2012; Yuan ef al., 2010;
Haleez et a1.,2010):
1. Psoriasis
2. Dermatitis atopik
3. Dermatitis seboroik4. Spongiosisdermatoses
5. Reaksihipersensitivitas6, Cutaneous T-cell lymphoma (CTCL)
7. Obat-obatan
8. Kelainan kongenital (iktiosis)
9. |.arang: penyakit imun bulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi
dermatofitosis), piryriasis rubra pilaris (PRP), dan keganasan'
10.' Idiopatik (207d
Di antara penyebab―penyebab tersebut yang se五 ng mendasari seb181
LI"′θγ!ン :4g Dis`′ sθs EE)adalah PsOriasis′ dermatitis atopik′ dan dermatitis
spongiosis yang lairy reaksi hipersensitivitas karena obat, dan CTCL (Grant-
Kels et a1.,2}Ll).Terjadinya ED pada umumnya perlu faktor pencetus. Fa
pencetus ED adalah (Edwards dan Aronson, 2000; Grant-Kels et a1.,20\2): "
1. Obat-obatan: Iitium, terbinafin, antimalaria, antiepilepsi, antibiotik
(penisilin, sulfonamide, dan vancomycin), alopurinol, gold, cimetidinr
dan daPson.
2.Irttantopikal misalnya tar l3. Penyakit sistellnik
4. Penghentian kortikosteroid toPikal yang Poten atau kOrtikosteroid
140 I
Gawat Darurat MediS dan
5
6.
7
8.
9.
0.
MetroteksatAgen biologi (efalizumab)Infeksi misalnya HIY $Iuman Immunodeficiency Virus)I(ehamilan
Stres emosionalFototerapi
Patogenesis
Masih belum diketahui dengan pasti mekanisme penyakit yangmendasari perkembangan terjadinya ED. Beberapa sitokin dan kemokin yangberperan dalam patogenesis ED adarah ser Th1 dan sitokinnya, ser rh2 dansitokinnya, reseptor kemokin ccR4, ccRt serta CXCR3. Interaksi molekuladesi (ICAM 1, vcAM 1, E-selektin) dengan ligan penting daram menentukanrespons imunologis. Interaksi molekul adesi dan sitokin meningkatkanmitosis dan kecepat an turn ooer epidermis. skuama menyebabkan kehilanganproteiry asam amino, dan asam nukleat. Kolonisasi staphylococcur'ourrrc utuuantigen lain seperti toxic shock syndrome toxin-l,berperan pada patogenesis ED(Edwards dan Aronsoru 2000; Grant-Kels et a1.,2012).
llilanilestasi Klinis
Riwayat Penyakit
Penting dicari penyakit atau kondisi kulit yang mendasari seberumnyaserta faktor risiko yang memicu timbulnya ED. Anamnesis yang cermatterhadap dermatosis sebelumnya yang diderita sangat membantu diagnosis.Kondisi-kondisi yang merupakan faktor pencetus juga perlu dicari. onsetterjadinya ED juga bermanfaat untuk menentukan penyakit dasarnya.Misalnya, dermatosis primer biasanya mempunyai onset lambat. Tetapi, jikapenyebabnya reaksi oba! maka mempunyai perjalanan penyakit yang cepat.ED karena antikonvulsary antibiotik, dan alopurinol biasanya terjadi dalamwaktu 2-5 ming$u setelah konsumsi obat (Edwards dan Aronson, 2000;Grant-Kels et al., 2012).
Lesi Kulit
Presentasi klasik ED berupa bercak eritematosa yang meluas danmenyatu menjadi generalisata. Definisi ED adalah jika melibatkan lebih dari
| ,0,Bab 10-Exfo″a″ve Derma″fls(Ertroderm)
90% permukaan kulit pasien. Beberapa hari setelah muncul eritematosa,
skuama tipis keputihan atau kekuningan muncul. Lesi dapat mengenairambut dan kuku. Skuama pada kulit kepala, alopesia, efluvium yang
difus dapat terjadi. Dapat juga terjadi onikolisis, subungual hiperkeratosis,
splinter hemorrhages, paronikia, Beau's line. Gambaran spesifik penyakit yang
mendasari dapat membantu diagnosis, namun seringkali sulit didapatkangambaran khas dermatosis sebelumnya jika sudah terjadi ED (Edwards dan
Aronsory 2000; Grant-Kels ef a1.,2012).
Geiala yang berkaitan
ED bisa disertai gejala-gejala seperti takikardi4 gagaljantung/ gangguan
termoregulator, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan pretibialedematosa (Edwards dan Aronsoru 2000; Grant-Kels et a1.,2012).
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik. Dapat terjadi anemia,
Ieukositosis, limfositosis, eosinophilia, IgE meningkat, albuminemia,peningkatan sedimentasi eritrosit, ketidakseimbangan elektrolit, gangguan
fungsi ginjal dan liver. Perlu dilakukan pemeriksaan lain yang menunjang
diagnosis atau menyingkirkan diagnosis dari kelainan yang timbul.Pemeriksaan histopatologi ED sebagian besar tidak spesifik, sebagian
tergantung penyakit yang mendasari. Kebanyakan gambaran histopatologi
sulit untuk menunjukkan penyakit dasarnya. Pemeriksaan penunjang lain
diperlukan sesuai dengan kemungkinan penyakit yang sebelumnya mendasari
(EdwardsdanAronsoru2000;Grant-Ke1setal.,20L2).
0iagnosis
Diagnosis ED meliputi (Edwards dan Aronsoru 2000; Grant-Kels ef al,
201.2; Nisha et a\,2015):
1,. Riwayat penyakit2. Pemeriksaan fisik3. Mencari kelainan kulit yang berhubungan/mendasari atau sebagai
penyebab
4. Dermatohistopatologi
5. Laboratorium lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien
142 I
Gawat Darurat Medis dan Bedah
Gambar lo.l Lesi eritrodernli berupa lnacula eritematOsa dan skuama hampir di
seluruh tubuh Pasien.(Sumber Afif Nurul Hidayati′2017)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ED meliputi hal-hal sebagai berikut (Edwards danAronson, 2000; Grant-Kels e/ a1.,2012; Zattra et a1.,2012; Nisha ef al.,2O7S):1. Perawatan di rumah sakit untuk kasus yang akut2. Menurunkan gejala simptomatis yang diarahkan ke penyakit/kondisi
yang mendasari/berhubungan atau sebagai penyebab3. Penatalaksanaan komplikasi sistemik yang potensial teriadi
| ,0.Bab lo― Ex/Olla″1/e Derma″ rls(EntЮ dermi)
4. Keseimbangan hemodinamik dan elektrolit5. Nutrisi yang baik6. Antihistamin dapat diberikan jika diperlukan untuk tujuan sedasi atau
menurunkan gejala pruritus7. Antibiotik diberikan jika terjadi infeksi sekunder8. Terapi sesuai kelainan kulit sebelumnya yang mendasari
9. Terapi kondisi yang merupakan komorbiditas10. Kortikosteroid sistemik bermanfaat untuk ED karena reaksi
hipersensitivitas.11. Terapi lain yang dapat dipertimbangkan sesuai kondisi pasien:
metotreksat, siklosporin, asitretin, myophenolate mofetil, azathriopin, dan
beberapa agen biologis misalnya infliximab, etanercept tetapi perlu
pembuktian ilmiah yang lebih banyak.
Pasien dengan ED yang akut dan lesi aktif memerlukan perawatan dirumah sakit untuk keseimbangan cairan dan elektrolit hemodinamik, dan
menjaga kardiorespirasi tetap baik. Kebutuhan nutrisi juga perlu tercukupi.Beberapa pasien yang kronis dan lesi tidak aktif dapat dilakukan rawat jalan
(Grant-Kels et al., 2072).
Pasien sebaiknya dirawat di ruangan dengan suhu 30-32oC dan
lingkungan yang kelembabannya terjaga untuk menjamin kenyamanan. Perlu
diberikan pelembab kulit. Hal tersebut penting untuk mencegah hipotermia.
Perawatan kulit yang baik, emolien, dan kortikosteroid topikal potensi rendah
dapat diberikan (Grant-Kels ef a1.,2012).
]ika penyakit yang mendasari tidak diketahui, terapi empiris dengan
agen sistemik misalnya metotreksa! siklosporin, asitretin, myophenolate
mofetil; dankortikosteroid sistemik dapat digunakan. ]ika diduga kuat karena
psoriasis, pemberian kortikosteroid sistemik sebaiknya dihindari karena
potensi menyebabk an rebound flare. Agen imunosupresif dapat diberikan
setelah menyingkirkan penyebab keganasan seperti CTCL (Grant-Kels ef al.,
2012; Zattra et a1.,20L5).
Prognosis
Prognosis bervariasi dan tergantung terutama pada penyebab yang
mendasari. ED karena obat mempunyai prognosis lebih baik daripada ED
karena keganasan (Edwards dan Aronson, 2000; Grant-Kels et a1.,2072;
Li et a1.,2012).I
144 I
Gawat Darurat Medis dan Bedah
FlmllncTOPiCrt
Oama.l bsrh5Wrldrulrlngr
Ebndcmolllentsl"o},potency rortlcortercldr
slrEt€agutS<mdline(omrettalogye$rbh*redl
fomblfiatlon rherapy
SYSTEmrC
Srdar.l ng a nrlhlstsmln€s5yltenlc.nttbbilcJ lf raconderylrfecdonDlur€U(s for periphsral edemaFluU and ehctrolytr r?plaremmt
Cortkoiteroldr fo, drug hyper-rensltlvtty r"ectbni llnmunobul_,ous dlreaso. rtoptc denrudtB.Cplotpodne for psoriarir, aroptcdermatltsItl€thotr.rrtr fiof psdfuliJ, atopkd€mutlili Fltyrbrir rubr, ptLrts
Atltretln lbr pcoriaCs, phyrhslgrubripilertrMpophenolar mo{€til fu r prorla-rB ltopl( dermatitit, immunobul-lour dlraaselnilMmrb for prorlajts and p[y.rl8{r rubi. pllrrirEt.ncrcept for prort.sir md pyil.rail! rubrs plhrir
fcl€thotrcr.te.nd lnllirlmab forpnrlagslnlllrh.b ind rcltrrttfi lor p3orli.ti: rnd pityri&slr rubru purrii
Cyrlotporlne and euetlnete forplorirsls
l-2 mg/lrg/day whh raper
4-5mgrq/dry
t-29 rig qwl d.pendng onnndfunctlon and r?ton'.to tEtment2r-50 rE qd
I-3 9 qd
Fl0rE/ftg
25mgS( tsrorlrna^id(
2.7-4.4 mgAg tnfl lrimab andF7.t mqlrcal rEtholrcrat€5 mgftg infilxirrub.nd0.!-0.6 mgrtg acttruttn(psorl,rrld
5 mgAg lnft{xlmaband0.2 mgftgideyrchIrrh(pit;trt.3b rubr. pibris)!.5-4 mgrlq/diy <ydofo-ilne and 0.5-0I mgftg/dryetv"tltrat!
(Sumber: Grant-Kels et a1.,2012)
Tabel 10.1 Penatalaksanaan eritrodermi/dermatitis ekfoliativa
DAFTAR PUSTAKA
Edwards, I.R. and Aronson, J.K. 2000. Adaerse drug reactions: definitions,diagnosis, and managemel,f. LANCET 2000, vol. 35O pp.12SS_225g.
Grant-Kels, J.M., Fedeles, F., and Rothe, M.J.2072. Exforiatiae Dermatitis. rn:Goldsmith L.A.,Kab,, S.I., Gilchrest 8.A., paller, A.S., Leffell, D.|., Wolff,K., editors. Fikpatrick's Dermatology in General Medicine,gth ed. New york:McGraw Hill, pp. 266+Z8.
Hafeez,J., shaikh,2.I., Mashhood, A.A. et at.2010. Frequency of aarious etiological
factors associated with erythroderma. |ournal of pakistan Association ofDermatologists, vol. 20, no.l, pp.367.
| ,otBab 10 - Ertofiative Dermatitis (Eritrodermi)
|ames, W.D., Elston, D.M, Berger, T.G., and Andrews, G'C' 2011' Andrews'
Diseases of the skin: clinical dermatology. London: saunders-Elsevier.
Li, J. and zhen, H-Y., 2012. Erythroderma: A clinical and Prognostic study.
Dermatolog Y, v ol. 225, PP. 154-162.
Nisha, M., Ambika, G., Afsaneh, A., et a\.2015' A Reztiew of the Diagnosis and
Management of Erythroderma (Generalized Red skin). Advances in skin &
Wound, vol.28, no.5, PP.228-236.Yuan, X.Y., Guo, J.Y., Yu-Ping Dang, Y.P., et al',2010' Erythroderma: A clinical-
etiologicalsudyofs2cases.EuropeanJournalofDermatology,vol.20,no.3, pP. 373-377.
Zaltra, E., Fortina, A.8., Paserico, A., et a\.2012. Erythroderma in the era of
biological therapies. European ]ournal of Dermatology' vol' 22' no' 2'
pp.167-171.
l
146 I
Gawat Darurat Medis dan Bedah
Recommended