perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL
PERFORMANCE, DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
THEODORA CETY YUSNITA
F 0306078
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE,
DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
DI INDONESIA
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji
skripsi.
Surakarta, 20 Agustus 2010
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak
NIP. 196302031989031006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Hidup Itu Sesungguhnya Mudah, Jika Kita Mau Berusaha dan Tak
Mudah Putus Asa, sebab Segala Usaha Tak Kan Berakhir dengan
Sia – sia. . .
Semua Butuh Pengorbanan, dan Terkadang Harus Ada yang Dikorbankan
Demi Mendapatkan Sesuatu yang Lebih Baik, karena harus disadari
bahwa
Tak Ada yang Gratis di Dunia ini. . .
Orang lain boleh menilai apa yang ada pada diri kita maka kita akan
memandangnya sebagai sesuatu yang biasa saja, lumrah adanya, karena
akan ada kesempatan yang sama bagi kita untuk menilai apa yang ada pada
diri orang lain itu. . .
Me – refresh hidup itu tak semudah menekan tombol F5 di Komputer. . .
Saya adalah saya. . .
. . . .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya manis
ini aku persembahkan kepada:
♥ Ayah dan mama serta semua keluarga, yang selalu mendoakan yang
terbaik dalam hidupku
♥ Pak Djoko Suhardjanto, terimakasih buat bimbingannya selama ini
♥ Bagoes Ponco Nugroho, terimakasih buat doa, dan dukungannya
♥ Teman – teman semua tanpa terkecuali, Thanx for All
♥ ALMAMATER: Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
anugerah serta ijin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku pembimbing
skripsi. Terimakasih banyak Pak Djoko atas semua pengorbanan waktu
dan pemikiran, saran, kritik, dorongan dan semangat yang telah banyak
membantu penulis. Maaf ya Pak, kalau saya sering banyak tanya dan
sering melakukan kesalahan, terima kasih untuk semuanya.☺☻
4. Bapak-ibu dosen, guru-guru TK, SD, SMP, SMA yang telah memberiku
ilmu dan pengetahuan. Terima kasih, sebab tanpa pengorbanan bapak-ibu
saya gag akan sampai ”sejauh” ini. ☻
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. KeluargaQ ter – Cinta: Yah, mah. . anakmu dah jadi SARJANA!!!
Waktunya aku bahagiain ayah dan mama. . Terlebih makasih buat doa dan
dukungannya!!; Mas Avick: Ade’mu dah SE kie!!Hohohoho. .
Mbah Kung, Mbah Uti, Mbah Klaten, Pakde, Bude, Om, Bulik, Sepupu2
Aq. .Pokoknya Dora’s Family et al. . .Lihat dibelakang namaq ada SE-nya:
Sarjana Ekonomi!!!Hooorrrreeee. . .
6. My Bee (^0^): Bagus Ponco Nugroho ♥. .makasih buat segalanya!!Ayo
raih mimpi bersama – sama. . Hahhaiii. .
7. Buat The DjoKo`s Family (Rena, Rini, Udjo, Mb. Shinta, Prima), temen –
temen seperjuanganQ. . makasih ya atas saran, kritik, semangat,
sharingnya. Senang sekali bisa berjuang bareng kalian. Semoga kita
sukses selalu ya. . .
8. Teman-temanku: Rena Rukmita, Rini Trimuharmi, Ichwanul Kamila,
Arfira Puspitadewi, Ariane Vita. . .pengen rasanya karaoke, makan,
nggosip, curhat, nonton film, makan duren, nge – juice, “nggembel”, jalan
– jalan, kapan pun, dimanapun, selalu dengan kalian!!!Gag tau berapa
banyak kenangan dan cerita bersama kalian!! Luph U all!!
Oiyyaaa. . Magetan – Kediri – Jakarta – Pati – Sukoharjo – Bukittinggi . .
bisa jadi rute perjalanan kita selanjutnya. .\(^0^)/
9. Teman saia yang paling praktis: Boi Apm. .aq gag bakal lupa bu Kartun
dan jeans Ijo. Ahhhhaaaii. .
10. Senior DjoKo’ s Family: Sesa, Choir, Asri, Kiki. .makasih y buat bantuan,
saran2, serta pengalamannya. .membantu banget teman – teman!!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11. Davit (EP): terimakasih. . .!!!!oiya. .aeo bersemangat. .\(^0^)/
12. Dyah & Tyas (Manajemen); Hili (Sahilda ding. .^0^), Ririn, Sekar, dan
semua akuntansi 2006 yang gag isa disebutin satu – satu. . Mungkin kita
akan jarang bertemu, tapi selamanya kita akan menjadi
teman!!!Setuju?????
13. Penghuni Fortuna (sekarang bernama: Griya Arimbi) dan penghuni Puri
Sanfina: terimakasih. .telah menemaniku 4 tahun ini!!
Especially Dhea: Yuu. .ayo maen2 lagiii!!!Miss U. .
14. Buat Pak Timin, Pak Man, Pak Pur, terima kasih buat doa dan bantuannya
selama ini.
15. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan pada penulis, terimakasih banyak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penulisan ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca skripsi ini.
Semoga amal baik dan bantuan ikhlas yang diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan YME. Akhirnya penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Agustus 2010
Theodora Cety Yusnita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI ………………………………………………………............
ABSTRACT ………………………………………………………..............
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………..........................
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...................
HALAMAN MOTTO ……………………………………………...............
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………..............
KATA PENGANTAR ……………………………………………..............
DAFTAR ISI ……………………………………………………….............
DAFTAR TABEL ………………………………………………….............
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………................
A. Latar Belakang Masalah ………………………………..............
B. Rumusan Masalah ……………………………………………...
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………
D. Manfaat Penelitian …………………………………………......
E. Sistematika Penulisan ………………………………….............
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
A. Landasan Teori……………………….........................................
1. Annual Report dan Disclosure (Pengungkapan) …………...
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xiv
xv
1
1
5
6
6
7
9
9
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Environmental Disclosure …………………………….........
3. Environmental Performance ………………………….........
4. Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) ………..
5. Corporate Governance……………………………………..
B. Kaitan Corporate Governance dengan Environmental
Performance dan Environmental Disclousre...............................
C. Kerangka Konseptual..................................................................
D. Pengembangan Hipotesis.............................................................
BAB III. METODE PENELITIAN …………………………......................
A. Desain Penelitian..........................................................................
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel....................
C. Data dan Metode Pengumpulan Data...........................................
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...........................
E. Metode Analisis Data...................................................................
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………..........................
A. Statistik Deskriptif.......................................................................
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan..........................................
1. Analisis Regresi Berganda.....................................................
a) Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Environmetal Performace................................................
b) Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Environmetal Disclosure..................................................
11
14
17
20
27
30
31
36
36
36
37
38
45
49
49
60
61
61
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Uji Korelasi............................................................................
3. T - test.....................................................................................
BAB V. PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................
B. Saran....................................................................................
C. Keterbatasan.......................................................................
D. Rekomendasi.......................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
76
80
83
83
85
86
86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
2.1
3.1
3.2
4. 1
4. 2
4. 3
4. 4
4. 5
4. 6
4.7
4. 8
Peringkat Warna PROPER..............................................
Nilai Durbin – Watson…………………………………
Keterangan Persamaan Regresi Berganda.......................
Populasi dan Klasifikasi Industri ....................................
Statistik Deskriptif Variabel Dependen...........................
Statistik Deskriptif Variabel Independen........................
Hasil Regresi Berganda Tahap I......................................
Hasil Regresi Berganda Tahap II....................................
Hasil Uji Korelasi………................................................
Group Statistik.......................................……………….
Hasil Independent Sample Test………………………...
19
46
48
49
51
56
62
70
76
80
81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2. 1
2.2
2.3
2.4
Struktur Board of Director dalam One Tier System….....
Struktur Board of Commissioner dalam Board of
Director dalam Two Tiers System yang Diadopsi oleh
Belanda…………………………………………………..
Struktur Board of Commissioner dalam Board of
Director dalam Two Tiers System yang Diadopsi oleh
Indonesia………………………………………………...
Kerangka Konseptual........................................................
23
24
24
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE,
DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA
ABSTRAKSI
Theodora Cety Yusnita
F 0306078
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate
governance terhadap environmental performance dan environmental disclosure
perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)
serta untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kualitas environmental
disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan
non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, penelitian ini diharapkan
memberikan informasi mengenai hubungan antara environmental performance
dan praktik environmnetal disclosure di Indonesia. Corporate governance yang
digunakan adalah proporsi dewan komisaris independen, proporsi anggota komite
audit yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, serta jumlah rapat komite
audit. Penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan, leverage, dan
profitabilitas sebagai variabel kontrol.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu annual report perusahaan
tahun 2008. Populasi penelitian ini adalah 627 perusahaan peserta Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Metode pengambilan sampel yang
digunakan yaitu judgment sampling, sehingga diperoleh sampel 80 perusahaan.
Dari seluruh sampel yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan tersebut, diperoleh tingkat kinerja lingkungan hidup perusahaan
sebesar 1,5 atau tergolong kategori “Belum Taat”, dan level pengungkapan
lingkungan hidup sebesar 27,75%. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda dan uji korelasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja lingkungan hidup
dipengaruhi oleh proporsi komite audit independen (ρ-value 0,023) sedangkan
pengungkapan lingkungan hidup perusahaan hanya dipengaruhi oleh ukuran
perusahaan (ρ-value 0,038). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan hidup,
serta terdapat perbedaan tingkat pengungkapan lingkungan antara perusahaan
yang terdaftar dengan perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Saran yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu bahwa pemerintah
sebaiknya mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja lingkungan
dan memperhatikan pelaporan kegiatan mereka terkait lingkungan serta menyusun
regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan kinerja dan
pengungkapan lingkungan.
Kata kunci : corporate governance, environmental performance, environmental
disclosure, Program Penilaian Peringkat Kinerja (PROPER)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE,
AND ENVIRONMENTAL DISCLOSURE IN INDONESIAN
ABSTRACT
Theodora Cety Yusnita
F 0306078
The purpose of this study is to examine the effect of corporate governance
to environmental performance and environmental disclosure at companies
participating Corporate Performance Rating Program and to investigate whether
there are differences in quality the environmental performances and
environmental disclosures among listed companies and non-listing on the
Indonesian Stock Exchange. In addition, this study is to examine information
about the relationship between environmental performance and environmental
disclosure practices in Indonesia. Corporate governance is proxied by the
proportion of independent commissioners, the proportion of independent audit
committee members, the number of board meetings, as well as the number of audit
committee meetings. This study also uses firm size, leverage, and profitability as a
control variable.
Data used in this study is the company's 2008 annual report. The sampling
method used is judgment sampling, in order to obtain the sample 80 firms. From
all these samples, obtained by the level of corporate environmental performance
for 1,5 or belonging to the category "Not Devout", and the level of environmental
disclosures by 27.75%. This study employed a hypothesis test using multiple
regression and correlation test.
The results of this study indicate that environmental performance is
influenced by the proportion of independent audit committees withρ – value 0.02 .
while corporate environmental disclosure is only influenced by company size with
ρ – value 0,038. This study also shows that there is a relationship between
environmental performances with environmental disclosures, and there are
differences in the level of environmental disclosure between listing companies and
non listing companies in Indonesia Stock Exchange.
The implication is that the regulator should encourage companies should
be more increase to environmental performance and concern to report their
environmental activities.
Keywords: corporate governance, environmental performance, environmental
disclosure, Corporate Performance Rating Program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
Bab yang pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang
dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika dari penulisan penelitian ini.
A. Latar Belakang
Menurut OPPapers.com (2008), permasalahan lingkungan hidup telah
menjadi bagian dalam kehidupan manusia, bahkan saat ini masalah lingkungan
telah menjadi isu global dan penting untuk dibicarakan karena menyangkut
kepentingan seluruh umat manusia. Empat puluh tahun terakhir ini telah terjadi
perubahan cara pandang dalam melihat masalah lingkungan. Pada tahun 1960an
masalah lingkungan hanya dipandang sebagai masalah lokal, pencemaran udara di
perkotaan, masalah limbah industri dan sebagainya. Pada tahun 1970an masalah
lingkungan dipandang sebagai masalah global seperti hujan asam, kerusakan
lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun 1980an timbul
kesadaran bahwa masalah lingkungan global dapat mengancam kelangsungan
pembangunan ekonomi. Di tahun 1990an munculah kesadaran masyarakat akan
perlunya suatu alat analisis yang obyektif untuk menilai kinerja operasional
perusahaan terhadap lingkungan.
Salah satu isu utama yang mendapat perhatian besar masyarakat dunia
adalah pencemaran lingkungan hidup oleh perusahaan industri (OPPapers.com,
2008). Kiernan (2009) menyatakan bahwa sekitar 75 % permasalahan sosial dan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lingkungan di dunia ini, baik secara langsung maupun tidak langsung disebabkan
oleh aktivitas perusahaan – perusahaan multinasional. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Dunlap dan Scarce (1991) yang menyatakan bahwa dari hasil pooling,
publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan sebagai kontributor terbesar
terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi pada saat ini.
Berkaitan dengan permasalahan lingkungan, pada dasarnya kepedulian
perusahaan terhadap permasalahan dan upaya pelestarian lingkungan hidup
memberikan keuntungan lebih, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham
dan stakeholder terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan sebagai akibat
dari pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab menurut penilaian
masyarakat (Pflieger, Fischer, Hupfer, dan Eyerer, 2005). Melalui
pertanggungjawaban itu pula perusahaan dapat memberikan informasi mengenai
sejauh mana telah memberikan kontribusi (kontribusi positif maupun negatif)
terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya (Belkaoui, 2000).
Namun, banyak peneliti yang masih mempertanyakan kualitas informasi
yang disampaikan dalam pengungkapan kinerja lingkungan (Lindrianasari, 2007).
Deegan dan Gordon (1996) menemukan bukti bahwa perusahaan di Australia
cenderung mengungkapkan hal – hal yang baik saja dan menahan (withheld)
informasi lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap image perusahaan.
Penemuan ini membuktikan bahwa kualitas pengungkapan itu belum memadai
karena tidak adanya kesesuaian antara informasi yang diungkapkan dengan
kinerja sesungguhnya (Deegan, 2002; O’ Dwyer, 2003). Ini sejalan dengan
penelitian Ingram dan Frezier (1980), Wiseman (1982), Freedman dan Jaggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(1982), Freedman dan Wasley (1990), Li, Richardson dan Thornton (1997), yang
menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan dalam pengujian hubungan
antara environmental disclosure dengan environmental performance.
Hasil di atas kontradiktif dengan hasil penelitian yang dilakukan Al-
Tuwaijri et al. (2003), Pava dan Krauzs (1996), Preston (1980) yang menemukan
bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan
lingkungan perusahaan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pertanggungjawaban lingkungan
hidup, corporate governance dapat menjadi salah satu kunci untuk mengawasi
performance perusahaan. Adanya corporate governance yang baik akan
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan, sehingga segala aktivitas
perusahaan yang berhubungan dengan environmental performance akan
diungkapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Eng dan Mak (2003) yang
menyatakan bahwa corporate governance yang baik menjadi salah satu faktor
yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup.
Penelitian yang menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap
environmental disclosure sudah banyak dilakukan, antara lain penelitian Elipstein
dan Freedman (1994), Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa
dan Cooke (2005). Di Indonesia, penelitian untuk menguji keterkaitan antara
corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan dalam
laporan tahunan perusahaan juga sudah banyak dilakukan, antara lain oleh
Sembiring (2005), Anggraini (2006), Novita dan Djakman (2008), Miranti
(2009), dan Permatasari (2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering
digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap
pengungkapan environmental performance. Penelitian Chen dan Jaggi (1998)
menunjukkan terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen
terhadap environmental disclosure.
Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk mengawasi jalannya perusahaan
akan efektif bila masing-masing anggota dewan secara aktif hadir dalam
pertemuan dewan komisaris (corporate governance guidelines, 2007). Pertemuan
ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan kebutuhan dan
tujuannya.
Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk
meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Dengan adanya
komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas laporan keuangan
sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan
aktivitas perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Dalam menjalankan tugasnya, komite
audit mengadakan pertemuan minimal 4 kali dalam satu tahun (corporate
governance guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja
komite audit sehingga hasilnya dapat maksimal.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Permatasari (2009). Perbedaannya
adalah penelitian ini menambahkan pengujian pengaruh corporate governance
terhadap environmental performance serta menguji hubungan antara
environmental performance dan environmental disclosure. Hal ini dikarenakan
adanya hasil empiris penelitian terdahulu yang masih kontradiktif dan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengetahui sejauh mana informasi pengungkapan lingkungan di laporan tahunan
perusahaan dalam menjelaskan kinerja lingkungan perusahaan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate
governance terhadap environmental performance dan environmental disclosure
oleh perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
(PROPER), yang direpresentasikan melalui proporsi dewan komisaris
independen, proporsi anggota komite audit yang independen, jumlah rapat dewan
komisaris, serta jumlah rapat komite audit. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan kualitas environmental disclosure dan
environmental performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan
gambaran terkini mengenai hubungan antara environmental performance dengan
praktik environmnetal disclosure di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Corporate Governance,
Environmental Performance, dan Environmental Disclosure di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1. Apakah corporate governance mempengaruhi environmental
performance?
2. Apakah corporate governance mempengaruhi environmental disclosure?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Apakah terdapat hubungan antara environmental performance dengan
environmental disclosure?
4. Apakah terdapat perbedaan environmental disclosure dan environmental
performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa
Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh
terhadap environmental performance perusahaan.
2. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh
terhadap environmental disclosure perusahaan.
3. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara environmental performance
dengan environmental disclosure perusahaan.
4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan environmental disclosure dan
environmental performance antara perusahaan yang listing dan non –
listing di Bursa Efek Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk:
1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi
khususnya mengenai penerapan corporate governance terhadap
environmental performance dan environmental disclosure perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Bagi Investor, dapat membantu memberikan gambaran mengenai kinerja
perusahaan dengan melihat penerapan corporate governance sehingga
dapat mengambil keputusan investasi yang tepat.
3. Bagi Perusahaan, dapat membantu memberikan gambaran tentang kinerja
perusahaan, dalam hal ini penerapan corporate governance, sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
keputusan di masa mendatang dan memberikan wacana tentang
pentingnya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan untuk
memperhatikan lingkungan alam di sekitar perusahaan mereka, dalam
rangka menjaga alam dan juga untuk mencapai competitive advantage di
dunia bisnis.
4. Bagi akademis, bisa dijadikan referensi dalam penelitian – penelitian
selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur
terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen
dengan variabel dependen; kerangka konseptual;
pengembangan hipotesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan
data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode
analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian
hipotesis.
BAB IV : Analisis Data
Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian
hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai
keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi pihak yang
terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini akan
menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kaitan corporate governance dengan
environmental performance dan environmental disclosure, kerangka konseptual,
serta pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini menerangkan literatur yang mendasari komponen
maupun variabel penelitian.
1. Annual Report dan Disclosure (Pengungkapan)
Annual report atau laporan tahunan merupakan media komunikasi bagi
manajemen perusahaan untuk memberikan informasi bagi pihak – pihak yang
berkepentingan dan merupakan sarana pertanggungjawaban kepada publik
atas sumber daya yang dikelolanya (Yustina, 2003). Rockness (1985) dan
Wiseman (1982) berpendapat bahwa annual report merupakan media
komunikasi utama perusahaan dan biasanya digunakan secara luas oleh
perusahaan untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial dan
lingkungannya.
Terdapat berbagai definisi mengenai pengungkapan (disclosure).
Na’im dan Rakhman (2002) menyatakan bahwa pengungkapan secara
sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi. Guthrie dan
Matthews (1990), menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketersediaan informasi keuangan dan non keuangan berkaitan dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan
tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah. Hal ini sejalan
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf
Kesembilan yang menyatakan:
”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri di mana faktor – faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap
pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting”.
Menurut Suwardjono (2005), secara umum tujuan pengungkapan
adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan
pelaporan keuangan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan berbeda – beda.
Evans dalam Suwardjono (2005) mengidentifikasi tiga tingkat
pengungkapan yaitu memadai (adequate disclosure), wajar atau etis (fair or
ethical disclosure), dan penuh (full disclosure). Tingkat ini mempunyai
implikasi terhadap apa yang harus diungkapkan.
Ada 2 sifat pengungkapan, yaitu: (a) pengungkapan yang didasarkan
pada ketentuan atau standar (required/regulated/mandotary disclosure) dan
(b) pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure).
Oleh karena sifatnya yang masih sukarela, pada umumnya perusahaan
enggan melakukan pengungkapan melebihi peraturan yang ditetapkan.
Menurut Hendriksen dan Brenda (2001), ada beberapa alasan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyebabkan perusahaan enggan melakukan pengungkapan sukarela yaitu
sebagai berikut:
1. Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang
saham.
2. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada serikat
pekerja dalam hal tawar menawar upah.
3. Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami
kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure hanya akan
menyesatkan.
4. Tersedianya sumber – sumber informasi lain selain annual report yang
tersedia dengan biaya yang lebih mahal.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan investor.
Meskipun demikian, pengungkapan sukarela akan tetap dilakukan
perusahaan karena manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Perusahaan bersedia melakukan pengungkapan sukarela
meski menambah cost perusahaan, untuk memenuhi tekanan masyarakat atau
untuk meningkatkan citra perusahaan. Selain itu, pengungkapan tambahan ini
diharapkan mampu menanamkan kepercayaan investor dan pihak – pihak
yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan tersebut.
2. Environmental Disclosure
Ada berbagai cara untuk meraih kepercayaan dari stakeholders dan
untuk memperoleh value added bagi perusahaan, salah satunya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
meningkatan kredibilitas perusahaan melalui pengungkapan sukarela secara
lebih luas (Rahayu, 2008). Adapun salah satu jenis pengungkapan sukarela
adalah environmental disclosure.
Environmental disclosure adalah pengungkapan informasi yang
berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Gray,
1993). Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan bertujuan
sebagai media mengkomunikasikan realitas untuk pengambilan keputusan
ekonomi, sosial, dan politis (Hayuningtyas, 2007). Pertanggungjawaban
lingkungan hidup juga merupakan respon terhadap kebutuhan informasi dalam
kelompok – kelompok yang berkepentingan (interest groups) seperti serikat
pekerja, aktivitas lingkungan hidup, kalangan religius dan kelompok lain
(Guthrie dan Parker, 1990). Melalui pengungkapan lingkungan hidup pada
laporan tahunan, masyarakat dapat memantau aktivitas – aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi tanggungjawab sosialnya.
Dengan cara demikian, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan
dan dukungan dari masyarakat (Brown dan Deegan, 1998). Beberapa bentuk
media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan
lingkungan, antara lain seperti annual reports, stand alone environmental
reports, dan website.
Environmental disclosure merupakan wujud pertanggungjawaban
sosial perusahaan (corporate social responsibility) (Hadi, 2006). Zhegal dan
Ahmed (1998) mengidentifikasi pelaporan lingkungan meliputi pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi
alam dan pengungkapan lain yang berhubungan dengan lingkungan.
Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan masih bersifat
voluntary, unaudited dan unregulated (Mathews, 1984). Di Indonesia, Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) belum mewajibkan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008).
Seiring dengan banyaknya insiden pencemaran lingkungan yang
terjadi akibat aktivitas perusahaan, permintaan masyarakat terhadap
pengendalian dampak lingkungan semakin meningkat (Walden dan Schwartz
dalam Magness, 2007). Adanya faktor media yang mengangkat masalah
pencemaran lingkungan ke publik juga mendorong kebutuhan pengungkapan
informasi lingkungan hidup (Brown dan Deegan, 1998). Keinginan
masyarakat akan pengendalian dampak lingkungan ini pada dasarnya
bertujuan agar social cost yang ditimbulkan akibat pencemaran lingkungan
tidak semakin besar.
Meningkatnya tuntutan masyarakat sebagai reaksi kepedulian dampak
lingkungan memotivasi perusahaan untuk mengungkapkan tanggungjawab
lingkungan. Perusahaan perlu mengungkapkan informasi lingkungan hidup
untuk membentuk image perusahaan dalam pandangan stakeholder sebagai
suatu perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan (Ahmad dan
Sulaiman, 2002).
Menurut Hikmah dalam Kusumawati (2008), latar belakang perlunya
pengungkapan lingkungan perusahaan adalah masalah – masalah yang selalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
muncul karena ketidakpuasan terhadap kebijakan perusahaan terhadap
lingkungan alam, dimana untuk meminimalisasi masalah tersebut salah
satunya adalah perusahaan harus peduli dengan lingkungan, dan salah satu
yang bisa digunakan untuk pengungkapan lingkungan adalah laporan tahunan
(annual report).
Pentingnya pengungkapan informasi lingkungan (environmental
disclosure) berkaitan dengan adanya kontrak sosial (social contact). Kontrak
antara perusahaan dengan masyarakat, baik yang sifatnya eksplisit maupun
implisit yang timbul karena interaksi perusahaan dengan lingkungan,
membawa konsekuensi perusahaan harus bertanggungjawab tidak hanya
terhadap kesejahteraan pemegang saham, tetapi juga memiliki tanggungjawab
sosial, yaitu tanggungjawab untuk menjaga kelangsungan lingkungan hidup
(Belkaoui, 2000).
3. Environmnetal Performance
Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Draft International
Standard ISO 26000 Guidance on Social Responsibility (Lingkar Studi CSR,
2008: 14) adalah:
“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and
activities on society and the environment, through transparent and
ethical behaviour that contributes to sustainable development, health
and the welfare of society; takes into account the expectations of
stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with
international norms of behaviour; and is integrated throughout the
organization and practiced in its relationships.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat
beyond compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di
Indonesia sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan
sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian
dari pengelolaan risiko menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan
usahanya (Daniri, 2007).
Secara umum International Institute for Sustainable Development
(IISD) membagi CSR menjadi 3 aspek utama (Beardsell, 2008), yaitu
economic growth, social development, dan environmental protection.
Aspek perlindungan lingkungan (Environmental protection)
merupakan aspek CSR yang paling banyak disorot beberapa tahun terakhir ini.
Hal ini terkait dengan banyaknya permasalahan lingkungan yang timbul
akibat dari kegiatan operasional perusahaan seperti polusi udara, banjir, tanah
longsor, pencemaran air, greenhouse effect serta isu pemanasan global (global
warming) (Republika, 2008). Karena itulah, akhir – akhir ini tuntutan dan
tekanan kepada perusahaan agar concern terhadap lingkungan semakin
meningkat (Elkington dan Thorpe dalam Lingkar Studi CSR, 2008).
Perubahan pandangan masyarakat akan keberadaan suatu perusahaan
ini juga tergambar dari hasil penelitian Environics International yang
menunjukkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar dari
masyarakat di 23 negara memberikan perhatian yang tinggi terhadap perilaku
sosial perusahaan (Gupta, 2003). Selain itu, permasalahan lingkungan hidup
juga telah menjadi pertimbangan bankers dan investors saat memutuskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk memberikan pinjaman atau berinvestasi pada perusahaan (Medley,
1997). Hal ini sejalan dengan penelitian Pfleiger et al. (2005) yang
menunjukkan bahwa upaya pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan
mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan
pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan yang diperoleh
perusahaan sebagai akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab
menurut penilaian masyarakat.
Lebih lanjut, Ferreira (2004) menyatakan bahwa persoalan konservasi
lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan.
Terdapat dua hal yang dapat mendorong perusahaan menerapkan kepedulian
terhadap lingkungan, yaitu bersifat dari luar perusahaan (external drivers) dan
dari dalam perusahaan (internal drivers) (Effendi, 2006). Kategori pendorong
dari luar, antara lain: adanya regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis
mengenai dampak lingkungan (Amdal), sedangkan untuk kategori pendorong
dari dalam perusahaan terutama bersumber dari perilaku manajemen dan
pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat kepedulian/tanggung
jawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar (community
development responsibility).
Tak bisa dipungkiri, saat ini kesadaran tentang pentingnya upaya
pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan memang telah menjadi trend
global. Di beberapa negara, kinerja pengelolaan lingkungan (environmental
performance) telah dijadikan sebagai salah satu benchmark untuk pemilihan
investasi seperti Dow Jones Sustainability Index (DJSI) pada New York Stock
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Exchange, Socially Responsible Investment (SRI) Index pada London Stock
Exchange maupun FTSE4Good Index Series pada Financial Times Stock
Exchange.
4. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)
Di Indonesia, untuk mendorong perusahaan meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungan, dalam beberapa tahun terakhir Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) telah melaksanakan program lingkungan yang diberi nama
PROPER atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Effendi,
2008). Program ini pada awalnya dikenal dengan nama PROPER PROKASIH
(Program Kali Bersih). PROPER mulai dikembangkan oleh Kementerian
Negara Lingkungan Hidup sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan
sejak tahun 1995. Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui
penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masing – masing perusahaan
kepada stakeholder pada skala nasional.
Para stakeholder diharapkan dapat menyikapi secara aktif informasi
tingkat penaatan ini, dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan
kinerja pengelolaan lingkungannya. Dengan demikian dampak lingkungan
dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi. Dengan kata lain, PROPER
merupakan Public Disclosure Program for Environmental Compliance.
PROPER bukan pengganti instrumen penaatan konvensional yang ada,
seperti penegakan hukum lingkungan perdata maupun pidana. Program ini
merupakan komplementer dan bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan demikian upaya peningkatan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan
dengan lebih efisien dan efektif.
Prinsip dasar dari pelaksanaan PROPER adalah mendorong penataan
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan
disinsentif (Benefita, 2010). PROPER merupakan salah satu bentuk kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan
sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan –
undangan. Selanjutnya, PROPER juga merupakan perwujudan transparansi
dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia (Pasaribu,
2009). Penerapan instrumen ini merupakan upaya untuk menerapkan sebagian
dari prinsip – prinsip corporate governance (transparancy, fairness,
accountability) dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
(KLH, 2008).
Untuk memudahkan komunikasi dengan para stakeholder dalam
menyikapi hasil kinerja penaatan perusahaan, maka peringkat kinerja
perusahaan dikelompokkan dalam lima peringkat warna. Dalam aspek
komunikasi, penggunaan peringkat warna akan lebih mudah dipahami dan
diingat oleh masyarakat. Penggunaan peringkat warna juga memberikan efek
insentif dan disinsentif reputasi bagi masing – masing perusahaan (Rasudin,
2006). Lima peringkat warna yang digunakan mencakup peringkat Hitam,
Merah, Biru, Hijau, dan Emas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.1 Peringkat Warna PROPER
Tingkat
Penaatan Alternatif Peringkat
Efek publikasi yang
diharapkan
Lebih dari
taat
A Insentif
Reputasi
Penghargaan
Stakeholder B
Taat C
Belum taat D Disinsentif
Reputasi
Tekanan
Stakeholder E
Terdapat 8 aspek dan 42 karakteristik untuk menilai kinerja
lingkungan dengan 5 peringkat: (1) Gold dengan 42 karakteristik, (2) Green
dengan 37 karaketeristik penilaian, (3) Blue dengan 19 karakteristik, (4) Red
dengan 5 karakteristik, serta (5) Black dengan karakteristik kurang dari 5
(Ja’far, 2006). Delapan aspek PROPER tersebut meliputi: (1) Pencemaran air,
(2) Pencemaran laut, (3) Pencemaran udara, (4) Pengolahan limbah B3 (Bahan
Beracun dan Berbahaya), (5) AMDAL/UKL/UPL, (6) Penggunaan sumber
daya, (7) Sistem manajemen lingkungan, dan (8) Partisipasi dan hubungan
masyarakat.
Bagi pemerintah, PROPER dapat digunakan sebagai instrumen untuk
mengukur kinerja pengelolaan lingkungan makro yang telah dilakukan di
tingkat pusat maupun daerah. PROPER juga dapat menjadi pendorong untuk
penerapan sistem basis data modern.
Bagi perusahaan, informasi peringkat PROPER dapat digunakan
sebagai benchmark untuk mengukur kinerja perusahaan. Sedangkan untuk
perusahaan yang berperingkat Hijau atau Emas, PROPER dapat digunakan
sebagai alat untuk mempromosikan perusahaan. PROPER dapat juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan dalam mendorong perusahaan untuk melakukan upaya lebih dari
taat, seperti melaksanakan konservasi sumber daya alam atau eco – efficiency.
Selain itu bagi investor, konsultan, supplier, dan masyarakat, dapat
menjadikan PROPER sebagai balai kliring untuk mengetahui kinerja penaatan
perusahaan. PROPER dapat digunakan investor untuk mengukur tingkat risiko
investasi mereka. Konsultan dan supplier dapat memanfaatkan informasi
kinerja penaatan perusahaan untuk melihat prospek peluang bisnis yang ada.
Informasi PROPER dapat menunjukkan tingkat tanggungjawab perusahaan
terhadap lingkungan bagi masyarakat di sekitar lokasi kegiatan perusahaan.
Menurut Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian
Lingkungan Hidup (2006), saat ini data PROPER sudah banyak digunakan
oleh berbagai pihak untuk mengetahui tingkat kinerja penaatan pengelolaan
lingkungan pada perusahaan. Sektor perbankan merupakan pihak yang paling
banyak menggunakan data PROPER, selain itu data PROPER juga digunakan
oleh beberapa investor yang akan melakukan due – diligence.
5. Corporate Governance
Committee Cadbury mendefinisikan Corporate Governance (Forum
for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2002:1) sebagai:
"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Ho dan Wong (2001), corporate governance dipandang
sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggungjawab
masing – masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana
transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance dalam
sebuah ekonomi.
Corporate governance diperkenalkan untuk mengontrol masalah agen
dan memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan para
pemegang saham. Selain itu, pengaruh dari corporate governance terhadap
pengungkapan informasi sosial perusahaan termasuk environmental disclosure
dapat bersifat sebagai tambahan atau pengganti (Ho dan Wong, 2001).
Secara umum, corporate governance diperlukan untuk mendorong
terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang – undangan yang berlandaskan pada beberapa prinsip dasar.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2002) sebuah
organisasi profesional non pemerintah (NGO) yang bertujuan
mensosialisasikan praktik corporate governance, prinsip – prinsip dasar
tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban (responsibility). Tanggungjawab perusahaan
tidak hanya diberikan kepada pemegang saham tetapi juga kepada
stakeholders.
2. Transparansi (transparency). Perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Akuntabilitas (accountability). Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
4. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness). Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran
5. Independensi (Independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas
tata kelola perusahaan yang baik, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan
Pengurus Perseroan (Board of Directors). Menurut FCGI (2002), terdapat 2
sistem yang berkaitan dengan bentuk dewan dalam perusahaan, yaitu one tier
system (sistem satu tingkat) dan two tiers system (sistem dua tingkat).
Sistem satu tingkat dimiliki oleh negara yang menganut sistem hukum
Anglo – Saxon. Dalam hal ini perusahaan hanya mempunyai satu dewan
direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau
pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja
dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif), dimana non direktur
eksekutif diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Negara –
negara dengan one tier system misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.1
Struktur Board of Director dalam One Tier System (sumber: FCGI, 2002)
Sementara itu, untuk two tiers system dimiliki oleh negara yang
menganut sistem hukum kontinental Eropa. Dalam hal ini perusahaan
mempunyai 2 badan terpisah yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan
dewan manajemen (dewan direksi). Tugas dewan direksi adalah mengelola
dan mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan pengawasan dewan
komisaris. Dalam sistem ini anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu
dapat diganti oleh dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan
informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal – hal yang diajukan oleh
dewan komisaris. Tugas dewan komisaris utama adalah bertanggungjawab
untuk mengawasi tugas – tugas manajemen. Dalam hal ini dewan komisaris
tidak boleh melibatkan diri dalam tugas – tugas manajemen dan tidak boleh
mewakili perusahaan dalam transaksi – transaksi dengan pihak ketiga.
Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Negara – negara dengan two tiers system adalah
Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang. Sebagai akibat penjajahan Belanda
sistem hukum di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda, maka hukum
General Meeting of the Shareholders
(GMoS)
Boards of Directors
Executive
Director
Non-
Executive
Director
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan Indonesia menganut two tiers system untuk sistem dewan dalam
perusahaan.
Gambar 2.2
Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers
System yang diadopsi oleh Belanda (sumber: FCGI, 2002)
Menurut Herwidayatmo (2000), Indonesia menganut two tiers system
yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi
eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris.
Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent directors pada
single – boards system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan
komisaris pada two – board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang
ada pada perusahan di Indonesia terletak di dewan komisaris.
Gambar 2.3
Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers
System yang diadopsi oleh Indonesia (sumber: FCGI, 2002)
Menururt Egon Zehnder (dalam FGCI, 2002), dewan komisaris
merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
General Meeting of The Shareholders (GMoS)
Board of Commissioner (BoC)
Board of Directors (BoD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Keefektifan peran
pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris
independen dalam komposisi dewan komisarisnya (John dan Senbet, 1998).
Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan Peraturan
Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-A tentang Ketentuan
Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1
Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris
independen yang jumlahnya secara proposional sebanding dengan jumlah
saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan
ketentuan jumlah komisaris independen 30% dari jumlah seluruh anggota
komisaris. Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya
mengadakan pertemuan rutin baik itu intenal maupun eksternal dengan pihak
lain. Dewan komisaris harus mengadakan rapat minimal sebanyak 4 kali
dalam setahun. Hal ini bertujuan agar kelangsungan perusahaan dapat terjaga
(corporate govenance guidelines, 2007).
Peran pengawasan yang dilakukan dewan komisaris perusahaan di
Indonesia belum memadai (Herwidayatmo, 2000). Untuk itu diperlukan suatu
komite untuk membantu tugas dan fungsi dewan komisaris yang disebut
dengan Komite Audit. Menurut FGCI (2002), komite audit memiliki tugas
terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada bulan Mei tahun 2000 Bapepam menerbitkan surat edaran kepada
para emiten/perusahaan untuk memiliki komite audit. Komite audit sering
ditunjukkan sebagai sebuah kesuksesan corporate governance, karena
keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk
meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Komite audit
merupakan suatu variabel yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja
perusahaan dan mempengaruhi keputusan manajer (Menon dan Williams,
1994). Komite audit mempunyai tugas memberikan pendapat profesional yang
independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal – hal yang
disampaikan oleh direksi (Herwidayatmo, 2000). Dalam tugasnya membantu
dewan komisaris untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparasi
perusahaan, maka komite audit dituntut harus independen.
Menurut McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit yang
independen akan meningkatkan transaparasi komite audit dalam menjalankan
tugasnya. Agar tugas dan tanggungjawabnya berjalan dengan baik, komite
audit minimal mengadakan rapat 4 kali dalam satu tahun (corporate
governance guidelines, 2007). Semakin tinggi proporsi outsider maka
pertemuan audit comittee akan semakin sering, dimana hubungan antara
komposisi dewan dan frekuensi pertemuan akan merefleksikan monitoring
komite audit. Jadi apabila komite audit semakin sering melakukan pertemuan
(rapat) maka akan meningkatkan kinerja perusahaan (Menon dan Williams,
1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kaitan Corporate Governance dengan Environmental Performance dan
Environmental Disclosure
Penerapan corporate governance dipercaya dapat meningkatkan
performance perusahaan. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam berbagai codes of
corporate governance hampir di semua negara (Kusumawati dan Riyanto, 2005).
Dey Report (1994) mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif
dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
menguntungkan pemegang saham. Selain itu, Salowe (2002) juga menyatakan
bahwa implementasi corporate governance menjamin adanya control dan
accountability yang mendorong efisiensi dan peningkatan performance
perusahaan termasuk kinerja lingkungan perusahaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Black, Jang dan Kim (2003); Dwivedi dan Jain (2005) yang
menemukan bahwa corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan.
Selain terkait dengan performance perusahaan, penerapan corporate
governance juga memiliki pengaruh terhadap luas pengungkapan informasi
perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia
(YPPMI) dan Sinergy Communication (2002) menyatakan bahwa terdapat 2 hal
yang menjadi perhatian utama konsep corporate governance. Pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan
tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat pada waktunya dan transparan
mengenai semua hal yang berkaitan dengan performance perusahaan (termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kinerja mengenai lingkungan hidup). Pernyataan tersebut didukung oleh temuan
Khomsiyah (2003) yang menyatakan bahwa semakin baik implementasi corporate
governance, maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan dalam laporan tahunan. Hal ini sejalan dengan pendapat Eng dan Mak
(2003) yang menyatakan bahwa corporate governance yang baik berpengaruh
terhadap pengungkapan sukarela (termasuk environmental disclosure) dan
menjadi salah satu faktor yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban
lingkungan hidup.
Penelitian yang menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap
environmental disclosure sudah banyak dilakukan, antara lain penelitian Elipstein
dan Freedman (1994), Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa
dan Cooke (2005). Di Indonesia, penelitian untuk menguji keterkaitan antara
corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan dalam
laporan tahunan perusahaan juga sudah banyak dilakukan, antara lain oleh
Sembiring (2005), Anggraini (2006), Novita dan Djakman (2008), Miranti
(2009), dan Permatasari (2009).
Penelitian Haniffa dan Cooke (2005) meneliti pengaruh corporate
governance terhadap luas pengungkapan sosial dan lingkungan pada perusahaan
di Malaysia, menemukan bukti bahwa terdapat pengaruh positif corporate
governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Permatasari yang menyatakan bahwa corporate governance yang
diproksikan dalam proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap
environmental disclosure pada perusahaan di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering
digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap
pengungkapan environmental performance. Rosenstein dan Wyatt (1990)
berpendapat bahwa dewan komisaris independen merupakan alat untuk
mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan pengungkapan informasi
dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Leftwich
(1981); Fama dan Jansen (1983); Chen dan Jaggi (1998); menunjukkan terdapat
pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental
disclosure.
Selain dewan komisaris, keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan
juga berfungsi untuk meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker,
1992). Dengan adanya komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas
informasi sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai
dengan aktivitas perusahaan (Ho dan Wong, 2001).
Terkait dengan environmental disclosure, keberadaan dewan komisaris
dan komite audit dalam perusahaan mendukung prinsip responsibilitas dalam
penerapan corporate governance yang mengharuskan perusahaan untuk
memberikan informasi lebih baik sebagai wujud pertanggungjawaban kepada
stakeholders yaitu melindungi para stakeholders dari informasi yang
menyesatkan, fraud dan insider information yang hanya menguntungkan beberapa
pihak (Mintara, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Kerangka Konseptual
Secara garis besar model penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap
pertama menjelaskan pengaruh corporate governance terhadap environmental
performance dan environmental disclosure. Tahap kedua menjelaskan hubungan
antara environmental performance dengan environmental disclosure. Berikut ini
kerangka konseptual yang menggambarkan model penelitian dan hubungan tiap
variable dalam penelitian:
Gambar 2.4
Kerangka Konseptual
D. Pengembangan Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji implementasi corporate
governance (proporsi dewan komisaris independen, proporsi anggota komite audit
Variabel Dependen Variabel Independen
Step I
Step II
Environmental Performance
Corporate Governance:
1. Proporsi komisaris independent (X1)
2. Jumlah rapat dewan komisaris (X2)
3. Proporsi anggota komite audit yang
independent (X3)
4. Jumlah rapat komite audit (X4)
Environmental
Disclosure
Environmental
Performance/
Environmental
Disclosure
(Y)
V. Kontrol:
1. Firm Size
2. Leverage
3. Profitabilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, dan jumlah rapat komite audit)
terhadap environmental performance dan environmental disclosure, dengan size,
leverage dan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Selain itu, pengujian hipotesis
juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara environmental performance
dan environmental disclosure di Indonesia. Berikut ini merupakan pengembangan
hipotesis yang dilakukan:
1. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental
performance dan environmental disclosure.
Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Pound, 1995)
dan menentukan kebijakan perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik dan
pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan (Nurkhin, 2008).
Berkaitan dengan proporsi dewan komisaris independen, Rosenstein
dan Wyatt (1990) berpendapat bahwa dewan komisaris independen
merupakan alat untuk mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan
pengungkapan informasi sukarela termasuk environmental disclosure dalam
laporan tahunan perusahaan. Ini berarti dewan komisaris independen
mempunyai pengaruh besar terhadap keputusan manajemen termasuk dalam
pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (Szweczky, Uzun, dan
Varma, 2004). Hal ini sejalan dengan penelitian Chen dan Jaggi (1998) yang
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif
terhadap environmental disclosure. Hasil yang sama juga diperoleh dalam
penelitian yang dilakukan oleh Fama dan Jansen (1983), Forker (1992),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Beasley (2000), Arifin (2002), dan Permatasari (2009). Selain itu, Black et al.
(2003) menemukan bahwa semakin besar proporsi dewan komisaris
independen akan meningkatkan performance perusahaan. Hal yang sama juga
diperoleh dalam penelitian Dwivedi dan Jain (2005). Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H1a: Terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independent
terhadap environmental performance
H1b: Terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen
terhadap environmental disclosure
2. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap environmental performance
dan environmental disclosure.
Sesuai dengan corporate governance guidelines yang ditetapkan 12
September 2007, dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal rapat
tetap dan dapat dilakukan rapat tambahan sesuai dengan kebutuhan serta
dilakukan pada saat yang tepat. Rapat ini untuk mengetahui apakah operasi
perusahaan telah sesuai dengan strategi dan kebijakan perusahaan termasuk
didalamnya terkait pertanggungjawaban lingkungan oleh perusahaan.
Seringnya frekuensi pertemuan atau rapat diharapkan mampu
meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta corporate governance
di dalam perusahaan dan meningkatkan environmental disclosure. Penelitian
yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa
semakin banyak frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Adams (2005) dan Vafeas (1999) yang menyatakan bahwa jumlah rapat
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap performance perusahaan. Dari
uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H2a: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat dewan komisaris terhadap
environmental performance
H2b: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat dewan komisaris terhadap
environmental disclosure
3. Pengaruh proporsi komite audit independen terhadap environmental
performance dan environmental disclosure.
Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengelolaan
perusahaan. Dari aspek pengendalian, keberadaan komite audit sangat penting
dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan termasuk di dalamnya kinerja
lingkungan (Effendi, 2005).
Keberadaan komite audit independen meningkatkan kualitas control
terhadap aktivitas perusahaan (Forker, 1992), termasuk fungsinya dalam
meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan (Collier, 1993).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ho dan Wong (2001)
bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya
pengungkapan sukarela yang mana didalamnya mengungkapkan kinerja
lingkungan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikembangkan
hipotesis sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
H3a: Terdapat pengaruh positif proporsi anggota komite audit
independen terhadap environmental performance
H3b: Terdapat pengaruh positif proporsi anggota komite audit
independen terhadap environmental disclosure
4. Pengaruh jumlah rapat komite audit terhadap environmental performance dan
environmental disclosure.
Komite audit memiliki fungsi pengawasan terhadap operasi
perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik dan pengungkapan kinerja
lingkungan. Dalam audit committe charter tahun 2005 dinyatakan bahwa
semakin banyak rapat komite audit yang dilakukan akan meningkatkan kinerja
komite audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering komite audit
mengadakan rapat maka praktik dan pengungkapan kinerja lingkungan akan
semakin baik. Menon dan Williams (1994) yang menyatakan bahwa semakin
sering komite audit melakukan pertemuan (rapat) maka akan meningkatkan
kinerja perusahaan, termasuk kinerja dan pertanggungjawaban perusahaan
terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini sejalan dengan penelitian Li, Pike,
dan Haniffa (2008) juga menemukan bahwa frekuensi rapat komite audit
berpengaruh positif terhadap disclosure. Dari uraian tersebut, maka dapat
dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H4a: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat komite audit terhadap
environmental performance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
H4b: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat komite audit terhadap
environmental disclosure
5. Hubungan environmental performance dengan environmental disclosure.
Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik dan
melakukan pengungkapan yang tinggi memposisikan mereka sebagai
perusahaan yang memiliki aktifitas yang berguna dan kualitas pengungkapan
ini didorong legitimasi terhadap masyarakat (Preston, 1981). Selanjutnya,
Pava dan Krausz (1996) menyatakan bahwa perusahaan yang mengungkapkan
tanggungjawab lingkungannya, terbukti memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan tanggungjawab
sosial dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Al-Tuwaijri, et al.
(2003) yang menyatakan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan
mendorong dilakukannya pengungkapan yang baik pula. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H5: Terdapat hubungan antara environmental performance dengan
environmental disclosure
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II,
maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data,
pengukuran variabel, dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian
ini.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing)
yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai
pengaruh corporate governance yang diproksikan dalam proporsi dewan
komisaris independen, proporsi anggota komite audit yang independen, jumlah
rapat dewan komisaris, dan jumlah rapat komite audit terhadap praktik
environmental performance dan environmental disclosure serta hubungan
environmental performance terhadap environmental disclosure. Menurut Sekaran
(2000), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu,
memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan peserta Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PROPER) tahun 2008 sebanyak 627 perusahaan (Press Briefing PROPER, 2009).
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling,
dimana sampel yang terpilih akan sangat bergantung pada pemahaman peneliti
terhadap karakteristik populasi (Efferin, Darmadji, dan Tan, 2008). Judgement
sampling digunakan untuk memilih sesuatu menjadi sampel karena mempunyai
“information rich”.
Berdasarkan teknik pengambilannya, sampel pada penelitian ini yaitu:
1. perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2008, baik yang terdaftar
maupun tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
2. perusahaan yang menerbitkan annual report tahun 2008 dan menyediakan
informasi secara lengkap terkait dewan komisaris dan komite audit.
Kriteria di atas digunakan karena tidak semua perusahaan peserta
PROPER menyediakan informasi yang dibutuhkan, dalam hal ini yang dimaksud
adalah annual report tahun 2008 dan informasi terkait corporate governance.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 perusahaan.
karena dalam analisis regresi berganda ukuran sampel hendaknya minimal
sepuluh kali variabel dalam penelitian (Sekaran, 2006).
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan
tahunan perusahaan tahun 2008, hal ini dikarenakan kinerja perusahaan sampel
diperoleh berdasarkan data PROPER tahun 2008 (Press Briefing PROPER, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi (Zeghal
dan Ahmed, 1999), selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah
stakeholder sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Rankin,
1997), dan dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998).
Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, Indonesia Capital
Market Directory (ICMD), situs www.menlh.go.id, www.idx.co.id dan dari situs
masing – masing perusahaan sampel.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variabel – variabel penelitian
dan pengukurannya.
a. Variabel independen
1. Proporsi komisaris independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata – mata demi kepentingan perusahaan
(Herwidayatmo, 2000). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian
Haniffa dan Cooke (2005), Eng dan Mak (2005), Nurkhin (2008), Miranti
(2009), dan Permatasari (2009) yaitu persentase anggota dewan komisaris
yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan
komisaris perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Jumlah rapat dewan komisaris
Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara
dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Sesuai dengan corporate
governance guidelines yang ditetapkan 12 September 2007, dewan komisaris
harus memiliki skedul atau jadwal rapat tetap dan dapat dilakukan rapat
tambahan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pada saat yang tepat.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Brick
dan Chidambaran (2007) dan Permatasari (2008) yaitu jumlah rapat yang
dilakukan oleh dewan komisaris dalam waktu satu tahun. Hal ini juga sesuai
dengan corporate governance guidelines (2007).
3. Proporsi anggota komite audit yang independen
Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata – mata demi kepentingan perusahaan. Indikator yang
digunakan adalah persentase anggota komite audit yang berasal dari luar
perusahaan dari seluruh ukuran komite audit perusahaan, yaitu sesuai dengan
penelitian Forker dan Simon (2001) dan Permatasari (2009).
%100KomisarisDewan
Independen KomisarisIndependen Komisaris Proporsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Jumlah rapat komite audit
Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh
komite audit dalam perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya, komite audit
mengadakan pertemuan minimal 4 kali dalam satu tahun (corporate
governance guidelines, 2007). Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat
audit yang diselenggarakan dalam jangka satu tahun, dan sesuai dengan audit
committe charter (2005), corporate governance guidelines (2007) dan
penelitian Permatasari (2009).
b. Variabel dependen
1. Environmental Performance
Environmental performance perusahaan dalam penelitian ini diukur
dari prestasi perusahaan mengikuti program PROPER yang menurut
Kementerian Lingkungan Hidup (2008) merupakan suatu Public Disclosure
Program for Environmental Compliance di Indonesia.
Sistem peringkat kinerja PROPER mencakup pemeringkatan
perusahaan dalam lima (5) warna, akan diberi skor secara berturut – turut
dengan nilai tertinggi 5 untuk warna emas, 4 untuk warna hijau, 3 untuk warna
biru, 2 untuk warna merah dan terendah 1 untuk warna hitam (Almilia dan
Wijayanto, 2007).
%100Audit Komite
IndependenAudit KomiteIndependenAudit Komite Proporsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Environmental Disclosure
Menurut Al – Tuwaijri et al. (2003), teknik pengukuran lingkungan
dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, menggunakan content
analysis, yaitu pengukuran beberapa tingkatan dengan mengkuantifikasi
pengungkapan lingkungan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan
yang dibagi menjadi beberapa halaman (Gray et al., 2005; Patten, 1995;
Guthrie dan Parker, 1989; Patten, 1992), kalimat (Wiseman, 1982; Ingram dan
Krazer, 1980), dan kata – kata (Deegan dan Gordon, 1996; Zeghal dan
Ahmed, 1990).
Teknik pengukuran yang kedua menggunakan disclosure scoring,
peneliti mengidentifikasi kemungkinan isu – isu lingkungan, kemudian
menganalisis pengungkapan lingkungan dari masing – masing isu dengan
menggunakan metode skor yes atau no (atau 1 dan 0) (Al – Tuwaijri et al.,
2003).
Kelemahan pendekatan yang pertama (content analysis) adalah tingkat
subyektifitas yang tinggi dalam mengkuantifikasikan pengungkapan dalam
laporan tahunan dan mengandalkan coding yang sangat dipengaruhi selera
coder (Inmarc’s News, 2008). Selain itu menurut Suhardjanto (2008:68):
“Content analysis is at times more easily identified but it is not
considered the best approach. A large numbers of words, sentences, or
pages do not always reflect high quality of disclosure”.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan disclosure
scoring atau yang disebut dichotomous, yaitu jika sebuah perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengungkapkan item yang terdapat dalam daftar, maka diberi nilai 1, dan 0
jika tidak mengungkapkan (Cooke, 1989).
Dalam penelitian ini environmental disclosure diproksikan dengan
menggunakan skor pengungkapan lingkungan pada annual report. Skor 1
diberikan pada tiap aspek PROPER yang diungkapkan dalam annual report
dan skor 0 untuk item yang tidak terdapat dalam annual report perusahaan
sampel tahun 2008.
c. Variabel kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol
hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih
lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini ada tiga variabel
kontrol yang digunakan yaitu firm size (ukuran perusahaan), leverage, dan
profitabilitas.
1. Firm Size
Size perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan
untuk menjelaskan variasi pengungkapan (Miranti, 2009). Hackston dan Milne
(1996) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas
yang lebih banyak pula, sehingga memberikan dampak yang lebih besar
terhadap lingkungan, sehingga lebih banyak pula shareholder maupun
stakeholder yang peduli terhadap program lingkungan yang dijalankan oleh
perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Cowen, Ferreri, dan Parker
(1987) yang menyatakan bahwa perusahaan – perusahaan besar mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lebih banyak tekanan untuk mengungkapkan aktivitas sosial dan lingkungan
mereka kepada masyarakat.
Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva,
penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. Mengacu pada penelitian
sebelumnya yaitu Freedman dan Jaggi (2005), Haniffa dan Cooke (2005),
Miranti (2009) dan Permatasari (2009), penelitian ini menggunakan total
aktiva sebagai dasar ukuran perusahaan. Total aktiva digunakan karena total
aktiva berisi keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan baik current assets
maupun non – current assets, sehingga lebih menunjukkan ukuran perusahaan
yang sebenarnya.
2. Leverage
Leverage merupakan pengukur proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasi perusahaan (Sartono, 2005). Teori agensi memprediksi
bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebab biaya keagenan
perusahaan dengan struktur modal demikian akan lebih tinggi (Jensen dan
Meckling, 1976). Sementara menurut teori legitimasi, manajemen
membutuhkan legitimasi untuk tindakan baik dari shareholder maupun
kreditor sehingga cenderung untuk mengungkapkan informasi yang lebih
banyak (Haniffa dan Cooke, 2005). Penelitian ini mengadopsi pendekatan
Freedman dan Jaggi (2005) dalam mengukur tingakat leverage perusahaan,
yaitu menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). DER merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbandingan antara total liabilities dan total equity yang digunakan sebagai
pendanaan.
3. Profitabilitas
Menurut Ullmann (1985), profitabilitas adalah faktor penting dalam
menentukan apakah suatu isu sosial mendapat perhatian dari manajemen.
Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan merupakan refleksi yang
menunjukkan bahwa diperlukan respon sosial untuk membuat perusahaan
memperoleh keuntungan. Dengan begitu pengungkapan tanggungjawab
lingkungan dipercaya sebagai pendekatan manajemen untuk mengurangi
tekanan sosial dan merespon kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996).
Penelitian ini menggunakan Return on Equity (ROE) sebagai proksi
profitabilitas, yang dihitung dengan membandingkan antara pendapatan
setelah pajak dengan total ekuitas (Haniffa dan Cooke, 2005). ROE adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri
perusahaan untuk mengahasilkan keuangan bagi pemegang saham (Riyanto,
2000).
%100(DER) RatioEquity Debt to yTotalEquit
litiesTotalLiabi
%100(ROE)Equity On Return yTotalEquit
NetIncome
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan
pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program
SPSS release 17.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, standar deviasi,
maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).
2. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda, uji korelasi dan t – test.
a. Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
berganda dimana sebelumnya dilakukan clean up data dengan pemenuhan asumsi
klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan
penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik
terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi:
1) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah masalah yang
sering muncul dalam analisis regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi
yang tinggi antar dua atau lebih variabel independen (Harrison dan
Tamaschke, 2008; Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel
bebas. Cara mendeteksi multikolinieritas menurut Ghozali (2006) yaitu:
a. Dengan menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas. Jika
matrik antar variabel bebas mempunyai korelasi yang tinggi
(umumnya diatas 0,90) maka terdapat indikasi terjadinya
multikolinieritas.
b. Dengan melihat colinierity statistic yaitu nilai tolerance dan nilai
variance inflation factor (VIF). Secara umum nilai tolerance yang
dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Jika nilai
VIF dibawah 10 maka diantara variabel bebas tidak terdapat indikasi
terjadinya multikolinieritas.
2) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t – 1 (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui dan
menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa
digunakan cara pengujian statistik Durbin Watson (DW).
Tabel 3.1
Nilai Durbin – Watson
Nilai DW Kesimpulan
Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi
1,10 sampai 1,54 Tanpa kesimpulan
1,55 sampai 2,46 Tidak ada autokorelasi
2,47 sampai 2,90 Tanpa kesimpulan
Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain (Harrison dan Tamaschke, 2008; Ghozali, 2006). Untuk menentukan
heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot, titik yang terbentuk harus
menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2006)
4) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006).
Untuk menguji data yang berdistribusi normal akan digunakan alat uji
normalitas, yaitu One Sample Kolmogorov – Smirnov. Data dikatakan
terdistribusi normal jika signifikansi variabel dependen memiliki nilai
signifikansi lebih dari 10 %. Data penelitian yang baik adalah yang
terdistribusi secara normal.
Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
EVPERF = 0 + 1PRODKI+ 2RPTDK+ 3PROKAI+ 4RPTKA+
4SIZE+ 5LEV+ 5PROF+ e
EVDISC = 0 + 1PRODKI+ 2RPTDK+ 3PROKAI+ 4RPTKA+
4SIZE+ 5LEV+ 5PROF+ e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3.2
Keterangan Persamaan Regresi Berganda
Simbol Keterangan
ENVPERF Environmental Performance
ENVDISC Environmental Disclosure
PRODKI Proporsi Dewan Komisaris Independen
RPTDK Jumlah Rapat Dewan Komisaris
PROKAI Proporsi Komite Audit yang Independen
RPTKA Jumlah Rapat Komite Audit
SIZE Ukuran Perusahaan
LEV Leverage
PROF Profitabilitas
Koefisien Regresi
e Error
b. Uji Korelasi
Pengujian hipotesis pada penelitian ini juga menggunakan Spearman –
Brown test dan Karl Pearson test untuk mengetahui korelasi (Harrison dan
Tamaschke, 2008) antara environmental performance dan environmental
disclosure di Indonesia. Apabila p – value dibawah tingkat signifikan 5% maka
terdapat hubungan antara environmental performance dan environmental
disclosure di Indonesia.
c. T - test
T – test digunakan untuk menguji rata – rata atau pengaruh perlakuan dari
suatu percobaan yang menggunakan 1 faktor, dimana 1 faktor tersebut memiliki 2
level (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini t – test digunakan untuk mengetahui
perbedaan environmental performance dan environmental disclosure antara
perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis
dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, uji korelasi
dan t – test dengan bantuan program SPSS release 17 untuk sistem operasi
windows.
A. Deskriptif Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun
2008. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing – masing
perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2008, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.1
Populasi dan Klasifikasi Industri
No Sektor Jumlah
1 Pertambangan, Energi dan Migas 183
2 Manufaktur 220
3 Agroindustri 209
4 Kawasan Industri & Jasa Pengolah Limbah 15
Total 627
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgment sampling.
Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa
kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III. Berdasarkan teknik
pengambilan sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 80 perusahaan, nama perusahaan sampel dapat
dilihat pada Lampiran II. Namun dari 80 perusahaan sampel tersebut, ternyata
hanya terdapat 40 perusahaan yang menyediakan data dan informasi secara
lengkap terkait corporate governance dalam annual report – nya.
2. Statistik Deskriptif
Environmental performance sebagai variabel dependen dalam penelitian
ini diperoleh dari prestasi perusahaan saat mengikuti program PROPER tahun
2008 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Berdasarkan
tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai rerata kinerja lingkungan hidup untuk 40
perusahaan sebesar 3 atau dalam PROPER termasuk dalam peringkat Biru,
namun berdasarkan keseluruhan sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan
reratanya sebesar 1,5 atau 30%. Nilai rerata environmental performance sebesar
1,5 menunjukkan bahwa tingkat kepedulian terhadap lingkungan hidup
perusahaan di Indonesia tergolong sangat rendah karena skor total untuk kinerja
lingkungan pada penelitian ini adalah 5. Dalam PROPER, skor 1,5 atau 30%
mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia tergolong “Belum Taat” yang
berarti bahwa perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan
tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang – undangan (KLH, 2008). Dari 40
perusahaan dengan skor rerata 1,5, ada 38 perusahaan yang mempunyai skor
kinerja di atas rerata sedangkan 2 perusahaan lainnya mempunyai skor kinerja
lingkungan di bawah rerata.
Nilai minimum 1 untuk environmental performance pada penelitian ini
diperoleh PT Ultra Jaya Milk dan PT Charoen Pokhpand Indonesia. Skor 1 atau
dalam PROPER termasuk peringkat Hitam, mengindikasikan bahwa perusahaan
belum melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup secara berarti, atau secara
sengaja tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan sebagaimana yang
dipersyaratkan, serta berpotensi mencemari lingkungan.
Nilai maksimum atau skor tertinggi environmental performance sebesar 5
atau berperingkat Emas diperoleh PT Indocement. Hal ini menurut Kementerian
Lingkungan Hidup, PT Indocement telah melakukan pengelolaan lingkungan
lebih dari yang dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3R (Reduce, Reuse,
Recycle), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan,
serta melakukan upaya – upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat pada
jangka panjang.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Variabel Mean Min Max St. Deviasi
Env_Perf 3 1 5 0.716
Env_Disc 4.03 1 7 1.641
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Environmental disclosure dalam penelitian ini diperoleh dari skor total
dari 8 aspek PROPER yang diungkapkan dalam annual report perusahaan.
Delapan aspek PROPER tersebut meliputi: (1) Pencemaran air, (2) Pencemaran
laut, (3) Pencemaran udara, (4) Pengolahan limbah B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya), (5) AMDAL/UKL/UPL, (6) Penggunaan sumber daya, (7) Sistem
manajemen lingkungan, dan (8) Partisipasi dan hubungan masyarakat.
Statistik deskriptif pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tingkat
pengungkapan lingkungan hidup pada annual report sebesar 4,03 untuk 40
perusahaan yang melakukan pengungkapan lingkungan, tetapi berdasarkan
keseluruhan sampel yang diambil reratanya sebesar 2,22 atau 27,75%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan lingkungan hidup pada
annual report perusahaan di Indonesia masih sangat rendah karena skor total
untuk environmental disclosure pada penelitian ini adalah 8. Dari 40 perusahaan
sampel, ada 32 perusahaan yang skor pengungkapan diatas rerata sedangkan 8
perusahaan lainnya mempunyai skor pengungkapan di bawah rerata.
Nilai minimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah 1
(12,5%) yaitu PT Charoen Pokhpand Indonesia yang hanya mengungkapkan
aspek partisipasi dan hubungan masyarakat dalam annual report – nya. PT
Charoen Pokhpand Indonesia dalam annual report – nya mengungkapkan,
”Perseroan menyadari bahwa aktivitas usaha dan operasional tidak hanya
ditujukan demi menciptakan nilai bagi pemegang saham (shareholder),
namun juga harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
(stakeholder). Melalui berbagai program dan kegiatan sosial
kemasyarakatan Perseroan selalu menumbuhkan kerja sama dan hubungan
yang harmonis dengan masyarakat setempat, terutama di sekitar lokasi
operasional.” (AR PT Charoen Pokhpand Indonesia, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Aspek partisipasi dan hubungan masyarakat ini juga merupakan aspek
terbanyak yang diungkapkan dalam annual report perusahaan di Indonesia.
Partisipasi dan hubungan masyarakat merupakan aspek dimana perusahaan telah
melakukan kegiatan pengembangan masyarakat; perusahaan berperan aktif dalam
kegiatan masyarakat disekitar lokasi kegiatan perusahaan; dan perusahaan
mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat disekitar lokasi kegiatan
perusahaan. Semua perusahaan sampel dalam penelitian ini mengungkapkan
aspek partisipasi dan hubungan masyarkat pada annual report perusahaan.
Aspek terbanyak kedua yang diungkapkan dalam annual report
perusahaan adalah aspek manajemen lingkungan yang diungkapkan oleh 35
perusahaan. Dalam aspek ini perusahaan mempunyai komitmen dan kebijakan
lingkungan yang kuat (KLH, 2008), seperti yang dilakukan PT Asahimas Flat
Glass yang mengungkapkan,
“Perseroan mempunyai komitmen untuk selalu patuh terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, termasuk peraturan di bidang lingkungan hidup.
Perseroan telah mengelola limbah padat, cair dan gas baik itu yang
merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun non B3 sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.” (AR PT Asahimas Flat
Glass, 2008)
Nilai maksimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah
sebesar 7 yaitu oleh PT Timah, PT Semen Gresik dan PT Medco. Hal ini
dikarenakan PT Timah dan PT Medco sebagai perusahaan pertambangan serta PT
Semen Gresik sebagai perusahaan manufaktur memiliki aktivitas operasi utama
yang berhubungan langsung dengan alam sehingga memiliki tanggungjawab yang
lebih untuk mengungkapkan kegiatan lingkungan hidup mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Terkait dengan permasalahan lingkungan hidup, pada tanggal 7 – 18
Desember 2009 telah diselenggarakan Konferensi Perubahan Iklim PBB di
Kopenhagen, Denmark. Pada konferensi ini, utusan lebih dari 190 negara akan
bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan baru sebagai pengganti skema Protokol
Kyoto yang akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2012. Konferensi ini
menghasilkan kesepakatan yang disebut “Copenhagen Accord”. Ada beberapa
poin penting dalam “Copenhagen Accord” berkenaan dengan lingkungan hidup,
diantaranya adalah kesediaan negara – negara peserta konferensi untuk
mengurangi emisi gas yang ada (Kompas, 7 Desember 2009). Indonesia sebagai
salah satu negara peserta konferensi yang sangat concern dalam hal global
warming tentu saja bersedia untuk mengurangi jumlah emisi gas yang dihasilkan
dari aktivitas sehari – hari. Hal ini dapat dibuktikan dalam annual report PT
Medco yang menyatakan,
“Komitmen Medco Energi terhadap pelestarian alam diwujudkan dalam
pengembangan proyek – proyek ramah lingkungan, dimulai dengan pabrik
LPG yang memproses gas asosiasi dari jumlah volume minyak yang besar
yang dipompa dari lapangan Rimau. Sebagai pengganti pembakaran gas
(flaring) yang berdampak pada pemanasan global, MedcoEnergi telah
membangun pembangkit listrik berbahan bakar gas di tahun 2004.
Pembangkit ini merupakan salah satu pembangkit paling ramah
lingkungan di Indonesia. Sejak tahun 2006, Perseroan telah memulai
pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Di tahun 2006 pula,
Perseroan memulai konstruksi pabrik ethanol yang menggunakan
singkong akar sebagai bahan bakar disamping biogas yang dihasilkan dari
limbah pabrik, sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk
menghasilkan energi yang sama sekaligus mengurangi emisi karbon.”
(AR PT Medco, 2008).
Aspek dalam PROPER yang sama sekali tidak diungkapkan dalam annual
report perusahaan di Indonesia adalah aspek pencemaran air laut. Aspek ini
terkait dengan ijin untuk membuang limbah di laut (dumping) yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah yang mengizinkan
perusahaan untuk membuang limbah di laut menyebabkan tingginya tingkat
pencemaran di lingkungan laut (red tide) Indonesia (Antara, 2010). Efek
terjadinya red tide ini ditunjukkan dengan penurunan kadar oksigen serta
meningkatnya kadar toksin yang menyebabkan matinya biota laut, penurunan
kualitas air, serta menganggu kestabilan populasi organisme laut.
Teknologi pembuangan limbah ke dasar laut (Submarine Tailing
Disposal/STD) sebenarnya sudah tidak lagi digunakan oleh perusahaan –
perusahaan tambang di luar negeri. Sejumlah pemerintah negara maju melarang
perusahaan tambang yang beroperasi di wilayahnya untuk membuang limbah ke
dasar laut. Namun, di Indonesia operasi ini masih dilakukan seperti yang
dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT Freeport yang
membuang limbahnya melalui jalur sungai sehingga banyak pihak yang
memprotes kebijakan tersebut dan menuntut pemerintah mengubah kebijakannya
terhadap perizinan perusahaan itu (Suara Pembaharuan, 2005). Selain itu,
terjadinya kasus pencemaran di Teluk Buyat membuat masyarakat tidak lagi yakin
akan keamanan pembuangan limbah ke dasar laut.
Kasus pencemaran Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa
Tenggara merupakan bukti bahwa pembuangan tailing ke laut (Submarine Tailing
Disposal) telah mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat, Sulawesi Utara.
Bahkan hasil survei KLH yang dilakukan pada bulan September 2004 di daerah
Tongo Sejorong, Benete dan Lahar, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan sekitar
76 – 100% responden nelayan menyatakan bahwa pendapatan mereka menurun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setelah PT Newmont membuang tailing – nya ke Teluk Senunu, yang besarnya
mencapai 120.000 ton tailing per hari, atau 60 kali besarnya tailing PT Newmont
di Teluk Buyat (WALHI, 2004).
Pada tabel 4.3 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel
independen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi:
nilai minimum, maksimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung
dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 17. Hasil dari perhitungan
tersebut ditampilkan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Variabel Independen
Variabel Mean Min Max St. Deviasi
Pro_DKI (%) 45.38 20 93 0.18234
Rpt_DK (kali / tahun) 7.98 2 33 6.538
Pro_KAI (%) 63.15 40 80 0.09694
Rpt_KA (kali / tahun) 9.78 2 47 8.129
Size (juta Rupiah) 31464000 1129852 3547449600 662963000
Leverage 98.97 10.2 333 79.052
Profitabilitas 18.47 -34.39 77.64 20.64141
Rerata proporsi dewan komisaris independen adalah 45,38%. Proporsi ini
sudah baik karena berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam pada
tanggal 1 Juli tahun 2000, menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris
independen adalah 30% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris
independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi
lingkungan pada annual report.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ada 2 perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen
sebesar 20% yaitu PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia, dan hanya ada 1
perusahaan yang anggota dewan komisaris independennya sebanyak 93% yaitu
PT Nestle. Proporsi dewan komisaris independen sebesar 20% mengindikasikan
bahwa PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia belum menerapkan corporate
governance dengan baik karena tidak mematuhi regulasi yang telah ditetapkan
oleh Bapepam terkait proporsi dewan komisaris independen. Sementara itu,
proporsi dewan komisaris sebanyak 93% pada PT Nestle dapat diartikan bahwa
perusahaan telah menerapkan corporate governance dengan baik karena semakin
besar proporsi dewan komisaris independen dapat mendorong diterapkannya
prinsip tata kelola perusahaan (Corporate Governance) di dalam perusahaan
melalui tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif
serta lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Task Force Komite Nasional
Kebijakan Corporate Governance, 2006).
Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan
efektif, corporate governance guidelines (2007) menyatakan bahwa minimal
dewan komisaris harus mengadakan rapat internal sebanyak 4 kali dalam 1 tahun.
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata frekuensi rapat perusahaan di
Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 9,78 kali
dalam setahun. Namun, terdapat 4 perusahaan yang menyelenggarakan rapat
dibawah ketentuan yang ada yaitu PT Asahimas Flat Glass, PT Adaro Energy, PT
Ultra Jaya Milk, dan PT INCO, dimana nilai minimum diperoleh PT Asahimas
Flat Glass yang hanya mengadakan pertemuan dewan komisaris sebanyak 2 kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran
perusahaan di Indonesia akan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pada umumnya perusahaan di Indonesia sudah memenuhi peraturan
Bapepam terkait dengan proporsi komite audit independen minimal sebesar 33%.
Hal ini terbukti dengan jumlah rerata proporsi komite audit independen
perusahaan di Indonesia sebesar 63,15%. Tingginya rerata proporsi komite audit
independen mengindikasikan bahwa kualitas kontrol oleh komite audit terhadap
aktivitas perusahaan semakin baik (Forker, 1992).
Terkait dengan peraturan Bapepam dinyatakan bahwa komite audit
independen harus menyelenggarakan rapat internal minimal 4 kali dalam 1 tahun
(corporate governance guidelines, 2007). Dari data statistik pada tabel 4.3 di atas
masih terdapat perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan rapat intern komite
audit yaitu PT Kalbe Farma yang mengadakan rapat sebanyak 2 kali dalam 1
tahun.
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rerata size perusahaan yang
diukur dengan total aktiva berjumlah sebesar Rp 31.464.000.000.000,00. Terdapat
15 perusahaan yang memilki jumlah aset di atas rerata dan terdapat 25 perusahaan
yang memiliki jumlah aset di bawah rerata. Size perusahaan terbesar diperoleh PT
Toyota dengan jumlah aset yang dimiliki Rp 3.547.449.600.000.000,00.
Sementara size perusahaan terkecil dimiliki oleh PT Lippo Cikarang dengan
jumlah aset sebesar Rp 1.129.852.000.000,00. Selain mengungkapkan besarnya
aset yang dimiliki, perusahaan juga mengungkapkan nominal jumlah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dikeluarkan dalam rangka tanggungjawab lingkungan seperti PT Semen Gresik
yang menyatakan dalam annual report – nya,
“Kepedulian Perseroan untuk menjaga kelestarian alam termasuk isu
pemanasan global maka Perseroan melaksanakan penghijauan melalui
penanaman pohon baik yang bersifat produktif maupun non produktif dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk program tersebut tahun 2008 sebesar
Rp 0,6 milyar. Pada akhir tahun 2008 Perseroan mendapat tugas dari
Pemerintah untuk menanam pohon sebanyak 500.000 pohon dan ditunjuk
sebagai koordinator BUMN menaman pohon di Jatim dan Bali, program
tersebut akan diselesaikan paling lambat kwartal 1 tahun 2009.”
Selain itu, pengungkapan jumlah nominal yang telah dikeluarkan
perusahaan dalam rangka melakukan upaya pelestarian dan kepedulian terhadap
lingkungan hidup juga diungkapkan oleh PT Perusahaan Gas Negara secara detail
dalam annual report – nya yaitu:
Pengelolaan lingkungan berorientasi pada pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pada dokumen
AMDAL maupun UKL-UPL
Biaya Pengelolaan Lingkungan Tahun 2008
Uraian Jumlah (Rp)
A. AMDAL maupun UKL-UPL
1. UKL-UPL Pipanisasi Distribusi Gas 138.946.500
Bumi Lampung
2. UKL-UPL CNG Station Pondok
Ungu 90.667.500
Jawa Barat
3. UKL-UPL Off Take Porong Jawa 156.000.000
Timur
B. Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan
UKL-UPL Stasiun Kompressor Gas 21.000.000
Pagar Dewa Sumatera Selatan
TOTAL 406.614.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sementara itu, dari sisi leverage perusahaan dapat dilihat bahwa rerata
perusahaan di Indonesia memiliki leverage sebesar 98,97%. Hal ini
mengindikasikan bahwa sekitar 98,97% investasi perusahaan dibiayai oleh utang.
Pada penelitian ini tingkat leverage terendah sebesar 10,20% dimiliki oleh PT
Santos Maleo, sementara tingkat leverage tertinggi sebesar 333% dimiliki oleh PT
Pupuk Kujang.
Rerata profitabilitas perusahaan sampel pada penelitian ini sebesar
18,47%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan
untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 18,47%. Profitabilitas
tertinggi sebesar 77,64% diperoleh PT Unilever, sedangkan untuk profitabilitas
terendah didapat oleh PT Pupuk Kujang sebesar -34,39%.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa rerata environmental performance sebesar 3; rerata
environmental disclosure sebesar 4,03; rerata proporsi komisaris independen
sebesar 45,38%; rerata frekuensi rapat dewan komisaris sebanyak 7,98; rerata
proporsi komite audit independen sebesar 63,15%; rerata jumlah rapat komite
audit sebesar 9,78; rerata size perusahaan sebesar Rp 31.464.000.000.000,00;
rerata leverage sebesar 98,97%; dan rerata profitabilitas sebesar 18,47%.
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2
pengujian, yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda dan uji korelasi.
Selain itu, penelitian ini menambahkan t – test untuk mengetahui apakah terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbedaan environmental disclosure dan environmental performance antara
perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia.
Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik
untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan
penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik
terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi: Normalitas, Multikolinieritas,
Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Penelitian ini telah memenuhi uji asumsi
klasik. Hasil pengujian asumsi klasik tersebut dapat dilihat pada lampiran V.
1. Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap
environmental performance dan environmental disclosure perusahaan. Pengujian regresi
berganda ini dilakukan dengan metode backward.
a) Pengaruh Corporate Governance terhadap Environmental Performance
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
corporate governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris
independen, jumlah rapat dewan komisaris, komite audit independen, jumlah rapat
komite audit, terhadap environmental performance dengan size perusahaan,
leverage, dan profitabilitas sebagai variabel kontrol.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate
governance terhadap environmental performance diperoleh hasil sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.4
Hasil Regresi Berganda Tahap I
Variabel Koefisien t Sig.
(Constant) 1.853 2.492 0.170
Pro_DKI 0.611 0.967 0.340
Rpt_DK 0.014 0.468 0.741
Pro_KAI 2.496 2.193 0.023*
Rpt_KA -0.023 -1.730 0.092**
Size 0.046 0.435 0.721
Leverage -6.29E-05 -0.040 0.968
Profitabilitas -0.004 -0.638 0.528
R Square 0.179
Adjusted R Square 0.135
F 4.044
Sig 0.026
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
**Secara statistik signifikan pada tingkat 10%
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel
independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu
variabel independen, maka R2
pasti meningkat tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R2 ( Ghozali, 2006).
Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar
0,179 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,135. Berdasarkan nilai
Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 13,5% variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan
sisanya sebanyak 86,5% dijelaskan oleh faktor lain.
Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,044
dengan probabilitas 0,026 (p – value < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4 dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
probabilitas jauh lebih kecil dari 5% maka model regresi ini menunjukkan
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi environmental performance atau dapat dikatakan
bahwa proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komite
audit independen, jumlah rapat komite audit, size perusahaan, leverage, dan
profitabilitas secara bersama – sama berpengaruh terhadap environmental
performance (Ghozali, 2006).
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa proporsi komite audit independen berpengaruh terhadap
environmental performance sedangkan jumlah rapat komite audit proporsi dewan
komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, size, leverage, dan
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap environmental performance.
Proporsi komite audit independen berpengaruh (p – value sebesar 0,023)
terhadap environmental performance. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan
tanggung jawab anggota komite audit independen telah berfungsi sebagai mana
mestinya. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Collier (2003);
Menon dan Williams (1994) bahwa keberadaan anggota komite audit yang
independen berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan.
Di Indonesia keberadaan komite audit masih merupakan hal yang relatif
baru. Perkembangan komite audit di Indonesia sangat terlambat dibandingkan
dengan negara lain, hal ini antara lain disebabkan karena pemerintah baru
menetapkan kebijakan tentang pemberlakuan komite audit pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) tertentu pada tahun 1999. Selain itu anjuran dari Bapepam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepada perusahaan yang telah go – public agar memiliki komite audit baru
ditetapkan pada tahun 2000. Mengingat pentingnya keberadaan komite audit
dalam meningkatkan performance perusahaan, terutama dari aspek pengendalian,
maka 33% dari komite audit merupakan pihak eksternal yang independen. Pihak
eksternal dipilih karena memiliki pandangan segar dan tidak memiliki hubungan
historis dengan perusahaan sehingga kemungkinan kolusi dengan manajemen
dapat diperkecil sehingga independensinya dapat dipercaya.
Pada penelitian ini, rerata proporsi komite audit independen di Indonesia
(sebesar 63,15%) sudah di atas persyaratan minimal yang ditetapkan oleh
Bapepem menunjukkan bahwa penetapan komite audit independen dalam
perusahaan bukan hanya sekedar untuk memenuhi ketentuan formal dari
pemerintah saja. Tingginya rerata proporsi komite audit independen
mengindikasikan bahwa kualitas kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas
perusahaan semakin baik sehingga semakin besar proporsi komite audit
independen dalam perusahaan semakin baik pula kinerja lingkungan perusahaan.
Pada dasarnya komite audit dibentuk guna mencapai tujuan dan
mewujudkan peranannya secara efektif. Kesukseskan komite audit tidak hanya
ditentukan oleh independensi dan kompetensi saja, tetapi ditentukan pula oleh
pola hubungan dan komunikasi. Seperti pendapat yang diungkapkan Carey
(1953:680):
“There seems to be no doubt that a direct channel of communications
between the board (committee) and (external dan internal) auditors is very
much to the advantage of all concerned.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Komunikasi komite audit biasanya dapat dilakukan dalam bentuk
pengamatan, analisis laporan dan rapat (diskusi). Hasil – hasil pengamatan dan
analisis terhadap sistem pengendalian manajemen, auditor eksternal dan internal
selanjutnya dikomunikasikan dan dibahas langsung dalam rapat komite audit. Hal
itu diperlukan agar masalah – masalah penting segera menjadi perhatian bersama
untuk ditindak lanjuti.
Komite audit dipandang oleh banyak pihak sebagai alat monitoring untuk
menghindari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan memonitor kinerja
manajemen. Komite audit yang melakukan pertemuan secara rutin memungkinkan
untuk membahas mengenai penyelesaian pekerjaan, permasalahan yang dihadapi
perusahaan dan bersama – sama mencari penyelesaian terbaik untuk perusahaan
serta memungkinkan untuk mengevaluasi kinerja lingkungan hidup perusahaan.
Namun, meskipun proporsi komite audit independen berpengaruh positif
terhadap environmental performance, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
jumlah rapat komite audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja lingkungan
hidup perusahaan (koefisien = -0,023, dengan p – value sebesar 0,092 signifikan
pada tingkat 10%). Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya rerata jumlah
pertemuan komite audit di Indonesia sebesar 9,78 dimungkinkan hanya untuk
mematuhi ketentuan Bapepam yaitu minimal 4 kali dalam setahun karena
seringnya frekuensi komite audit melakukan rapat tidak mejadikan fungsi
pengawasan komite audit perusahaan semakin baik dan efektif, sehingga
seringnya frekuensi rapat komite audit tidak menjamin perusahaan melakukan
kinerja lingkungan hidup yang baik. Kondisi ini seperti yang terjadi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PT Charoen Pokhpand Indonesia, dimana dalam setahun frekuensi pertemuan
komite auditnya sebanyak 47 kali tetapi memiliki kinerja lingkungan yang buruk
dimana dalam PROPER perusahaan mendapat peringkat Hitam. Hasil penelitian
ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Zahra dan Pearce (1989); Menon
dan Williams (1994); Raghunandan, Read, Rama (2001); Bradbury, et al. (2004);
Kelley, Koh, Toh (2005).
Variabel yang tidak signifikan secara statistik adalah proporsi dewan
komisaris independen (ρ – value = 0,340). Hal ini mengindikasikan bahwa peran
dan tanggung jawab dewan komisaris independen pada perusahaan di Indonesia
belum berfungsi sebagai mana mestinya.
Di Indonesia, pengangkatan atau penambahan anggota dewan komisaris
yang independen pada kebanyakan perusahaan dimungkinkan hanya sekedar
memenuhi ketentuan formal dari pemerintah saja dan tidak dimaksudkan untuk
menegakkan corporate governance yang baik di perusahaan tersebut (Gideon,
2006). Hal menarik dapat dilihat berkaitan dengan independensi, terdapat
fenomena di Indonesia yang memberikan jabatan komisaris kepada seseorang
bukan berdasarkan kompetensi dan profesionalisme namun hanya sebagai
penghargaan atau penghormatan (Surya dan Yustiavanda, 2006) sehingga dapat
dikatakan, pemilihan komisaris di Indonesia kurang mempertimbangkan
intergritas serta kompetensi. Selain itu, hasil ini mendukung survei dari Asian
Development Bank yang menemukan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan
dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen
dan fungsi pengawasan tidak efektif karena timbulnya masalah dalam koordinasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komunikasi, dan pembuatan keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Conet, Marcuss dan Tehranian (2006); Gideon (2006);
Feltham dan Pae (2000).
Jumlah rapat dewan komisaris (ρ – value = 0,741) tidak mempengaruhi
environmental performance. Hal ini bisa dikarenakan rapat yang dilakukan oleh
dewan komisaris belum dilakukan secara efektif dan hanya sebagai pelengkap
saja. Kebanyakan perusahaan di Indonesia dimungkinkan hanya sekedar
memenuhi ketentuan formal dari corporate governance guidelines (2007), dimana
dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal pertemuan tetap dan dapat
dilakukan pertemuan tambahan sesuai dengan kebutuhan serta pada saat yang
tepat, dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam
perusahaan tersebut (Permatasari, 2009). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Vafeas (2003); Brick dan Chidambaran (2007).
Size perusahaan memiliki ρ – value sebesar 0,721, hal ini menunjukkan
bahwa size perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini tidak
berpengaruh terhadap environmental performance. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Darmawanti, Khomsiyah, Rika (2004) yang menyatakan bahwa
pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja belum jelas arahnya karena
perusahaan besar belum tentu memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik
dibanding perusahaan kecil dan sebaliknya perusahaan kecil tidak selalu memiliki
performance yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang lebih besar. Selain
itu, menurut Durnev dan Kim (2003), perusahaan besar dianggap memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masalah keagenan yang besar pula sehingga belum bisa mengoptimalkan
performance dengan lebih baik.
Di Indonesia, ukuran perusahaan tidak memberikan pengaruh bagi kinerja
lingkungan hidup perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan adanya pandangan
perusahaan yang mengangkap belum efektifnya pelaksanaan kinerja lingkungan
hidup. Artinya, aktivitas pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan hidup ini
belum dianggap sebagai kebijakan yang akan berdampak positif di masa yang
akan datang. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan tidak menjamin
perusahaan concern terhadap lingkungan karena adanya anggapan bahwa
melakukan aktivitas pelestarian lingkungan hidup hanya menambah pengeluaran
perusahaan sehingga dapat mengurangi kekayaan dan keuntungan perusahaan
(Utama, 2007).
Leverage sebagai variabel kontrol memiliki ρ-value 0,968 pada tingkat
signifikan 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Koefisien leverage pada tabel
4.4 menunjukkan nilai yang negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat leverage maka semakin rendah tingkat environmental performance
perusahaan. Perusahaan dengan tingkat ketergantungan terhadap utang yang
tinggi cenderung memiliki kinerja lingkungan yang rendah, hal ini dikarenakan
utang perusahaan diprioritaskan untuk membiayai operasional perusahaan bukan
digunakan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup.
Dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa profitabilitas (ROE) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini ditunjukkan dengan ρ – value ROE sebesar 0, 528 dimana nilai tersebut diatas
0,05. Koefisien negatif yang ditunjukkan dalam tabel 4.4 menunjukkan hubungan
yang negatif antara profitabilitas perusahaan dan kinerja lingkungan perusahaan
artinya semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah tingkat kepedulian
perusahaan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan
perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi tidak menggunakan sebagian
profitnya untuk memperbaiki kinerja lingkungan hidup. Selain itu, perusahaan
cenderung enggan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan upaya
pelestarian lingkungan karena dapat mengurangi laba perusahaan.
b) Pengaruh Corporate Governance terhadap Environmental Disclosure
Hasil analisis regresi berganda pengaruh corporate governance terhadap
environmental disclosure bisa dilihat dalam ringkasan tabel 4.5. Dari tabel 4.5
menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,108 dan Adjusted R Square
(Adjusted R2) sebesar 0,085. Berdasarkan nilai Adjusted (R
2) tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sebanyak 8,5% environmental disclosure dapat dijelaskan
oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 91,5%
dijelaskan oleh faktor lain.
Dalam tabel 4.5 juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,625 dengan
probabilitas 0,038 (probabilitas < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4 dan
probabilitas jauh lebih kecil dari 5% maka model regresi ini menunjukkan
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi environmental disclosure atau dapat dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa bahwa variabel – variabel independen dan kontrol secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja lingkungan hidup (Ghozali, 2006).
Tabel 4.5
Hasil Regresi Berganda Tahap II
Variabel Koefisien t Sig.
(Constant) 1.853 2.492 0.170
Pro_DKI 1.424 0.965 0.341
Rpt_DK 0.054 1.410 0.167
Pro_KAI -1.875 -0.648 0.521
Rpt_KA -0.015 -0.385 0.703
Size 0.217 2.151 0.038*
Leverage 0.010 0.212 0.833
Profitabilitas 0.150 1.217 0.210
R Square 0.108
Adjusted R Square 0.085
F 4.625
Sig 0.038
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
Secara parsial, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan lingkungan hidup hanya ada satu, yaitu Ukuran Perusahaan (ρ –
value = 0,038), sedangkan untuk variabel proporsi dewan komisaris independen (ρ
– value= 0,341), jumlah rapat dewan komisaris (ρ – value = 0,167), proporsi
komite audit independen (ρ – value = 0,521), jumlah rapat komite audit (ρ –
value = 0,703), leverage (ρ – value = 0,833), dan profitabilitas (ρ – value = 0,210)
tidak berpengaruh signifikan karena ρ – valu e > 0,05.
Pada variabel proporsi dewan komisaris independen, memiliki nilai ρ –
value 0,341 yang lebih besar daripada tingkat signifikansi 5% sehingga
disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terhadap environmental disclosure perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran dan tanggungjawab dewan komisaris independen pada perusahaan di
Indonesia belum berfungsi sebagaimana mestinya. Namun hasil penelitian ini
dapat diterima mengingat lemahnya praktik corporate governance di Indonesia
(Mintara, 2008).
Dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa tidak ada keharusan bagi
perusahaan untuk mengungkapkan tentang kondisi dan struktur corporate
governance khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab dan indepedensi
dewan komisaris. Hal lain yang juga mendasari adalah meskipun Bapepam telah
mengatur jumlah keberadaan komisaris independen, namun dalam praktiknya
belum ada mekanisme tentang bagaimana pemegang saham memilih komisaris
independen ini, sehingga walaupun dewan komisaris ini telah ada namun tidak
diketahui bagaimana penunjukkannya. Kondisi yang demikian masih memperluas
kesempatan bagi beberapa pihak untuk melakukan praktik KKN, salah satunya
dengan penunjukkan anggota komisaris independen yang masih memiliki
hubungan kekerabatan dengan direksi perusahaan. Hal ini akan sangat
melemahkan aplikasi corporate governance, karena dengan adanya transaksi
dengan orang dalam (insider transaction), penyelewengan (fraud) dan sebagainya
akan membawa corporate governance dalam kondisi yang semakin terpuruk dan
hal ini akan membawa imbas pada pengungkapan informasi yang menjadi bagian
dalam transparansi sebagai salah satu prinsip corporate governance. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laras (2009), Robert
(1992), Davey (1982), dan Ng (1985).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jumlah rapat dewan komisaris memiliki ρ – value 0,167, ini menunjukkan
bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak mempengaruhi environmental
disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa peraturan yang ditetapkan belum
berjalan baik di Indonesia. Peraturan yang ada hanya dijalankan sebagai
formalitas demi menjaga image perusahaan itu sendiri. Kebanyakan perusahaan di
Indonesia dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal dari
corporate governance guidelines (2007), dimana dewan komisaris harus memiliki
skedul atau jadwal pertemuan tetap dan dapat dilakukan pertemuan tambahan
sesuai dengan kebutuhan serta pada saat yang tepat, dan tidak dimaksudkan untuk
menegakkan corporate governance di dalam perusahaan tersebut. Hal ini sejalan
dengan penelitian Permatasari (2009) yang menyatakan bahwa jumlah rapat
dewan komisaris tidak berpengaruh positif terhadap environmental disclosure di
Indonesia.
Proporsi komite audit independen dengan ρ – value 0,521 juga tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Suhardjanto (2008) dan Permatasari (2009),
karena seharusnya keberadaan komite audit independen mendukung prinsip
responsibilitas dalam penerapan corporate governance, yang menekan perusahaan
untuk memberikan informasi lebih baik terutama keterbukaan dan penyajian yang
jujur dalam laporan tahunan (FCGI, 2002).
Sommer (1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan
masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut pendapat Sommer,
banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak mempertanyakan secara
kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan
tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya diduga bukan saja karena banyak
dari mereka tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai, tetapi
juga karena banyak yang belum memahami peran pokoknya (Manao, 1997)
Seperti halnya dewan komisaris independen, proses penunjukkan anggota
komite audit independen masih belum jelas dan terbuka, sehingga
independensinya masih patut diragukan (Yunita, 2008). Sehingga dimungkinkan
pemilihan komite audit di Indonesia kurang mempertimbangkan intergritas serta
kompetensi. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak negatif pada aplikasi
corporate governance dan merendahkan kualitas informasi yang diberikan
perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipulasi dan
mempermainkan data.
Jumlah rapat komite audit secara statistik tidak berpengaruh signifikan
terhadap environmental disclosure dengan ρ – value sebesar 0,703. Sama halnya
dengan rapat dewan komisaris, rapat komite audit belum berfungsi secara
maksimal dikarenakan ada kecenderungan bahwa hal tersebut hanya merupakan
wujud kepatuhan terhadap aturan saja sehingga rapat yang dilakukan oleh
sehingga belum dilakukan secara efektif dan hanya sebagai pelengkap saja.
Kebanyakan perusahaan di Indonesia dimungkinkan hanya sekedar memenuhi
ketentuan formal dari corporate governance guidelines (2007), dimana komite
audit harus memiliki skedul atau jadwal pertemuan minimal 4 kali dalam 1 tahun,
dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan tersebut (Permatasari, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian
Permatasari (2009) yang menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh positif
jumlah rapat komite audit terhadap environmental disclosure.
Dalam penelitian ini juga terdapat tiga variabel kontrol yang juga turut
diujikan yaitu firm size, leverage, dan profitabilitas.
Variabel kontrol yang pertama yaitu ukuran perusahaan (firm size). Size
perusahaan memiliki nilai ρ – value sebesar 0,038 (ρ – value lebih kecil dari pada
tingkat signifikansi) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan.
Di Indonesia, rerata size perusahaan yang diukur dengan total aktiva
berjumlah sebesar Rp 31.464.000.000.000,00 dimana perusahaan dengan total
aktiva yang besar akan memiliki cukup dana untuk berinvestasi pada teknologi
dan manajemen lingkungan yang baik sehingga sistem manajemen lingkungan
yang baik akan memotivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan demi
menjaga reputasi perusahaan. Selain itu, perusahaan besar melakukan lebih
banyak aktivitas dan memberikan dampak yang lebih besar. Hal ini membuat
stakeholders lebih peduli terhadap environmental disclosure yang dilakukan
perusahaan (Cowen et al. dalam Hackstone dan Milne, 1996) sehingga perusahaan
besar cenderung mempunyai permintaan informasi yang lebih tinggi daripada
perusahaan kecil (Andrew et al, 1989; Suhardjanto, 2008). Selain itu, menurut
Watt dan Zimmerman (1986); Pitts dan Walance dalam Zang et al, (2005),
perusahaan besar mendapat perhatian lebih dari media, pembuat keputusan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
regulasi sehingga mereka akan memperluas praktek disclosure – nya daripada
perusahaan yang lebih kecil.
Leverage sebagai variabel kontrol memiliki ρ – value 0,833 pada tingkat
signifikan 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Watts dan Zimmerman (1986); Jensen dan Meckling (1976);
Marwata (2001); dan Laras (2009) yang menemukan bahwa perusahaan yang
memiliki leverage yang tinggi akan mengurangi disclosure perusahaan yang
dibuatnya untuk mengurangi sorotan bondholder. Selain itu, Kent dan Chan
(1994) menyatakan bahwa kreditur bukan merupakan kelompok stakeholder yang
meminta informasi lingkungan hidup. Oleh karena itu, struktur utang tidak
memberi pengaruh pada pengungkapan lingkungan hidup.
Sementara itu profitabilitas memiliki ρ – value = 0,210 yang lebih besar
daripada tingkat signifikasi 5% sehingga disimpulkan bahwa profitabilitas tidak
berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure. Mengingat budaya
yang berkembang di Indonesia yang beranggapan bahwa praktik corporate
governance hanyalah merupakan suatu bentuk kepatuhan (conformance) terhadap
peraturan atau ketentuan dan bukannya sebagai suatu sistem yang diperlukan
perusahaan untuk meningkatkan kinerja (Mintara, 2008), dapat disimpulkan
bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi tidak menggunakan
sebagian profitnya untuk memperbaiki kualitas informasi. Hasil penelitian ini
sejalan dengan pendapat Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006)
yang menyatakan bahwa pengungkapan informasi perusahaan justru memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk mengungkapkan informasi tersebut. Hasil ini
konsisten dengan penemuan riset sebelumnya seperti Cowen, Ferreri Dan Parker
(1987), Patten (1991); Hackston Dan Milne (1996); Suda dan Kokubu (1994);
Park (1999); Yuliani (2003); Sembiring (2003); Choiriyah (2010) dan Diah
(2010). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas yang tinggi dari
suatu perusahan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut lebih banyak
melakukan pengungkapan lingkungan hidup.
2. Uji Korelasi
Uji korelasi Pearson dan Spearman pada penelitian ini digunakan untuk menguji
apakah terdapat hubungan antara environmental performance dengan environmental
disclosure di Indonesia. Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Korelasi
Env_Perf Env_Disc
Env_Perf Pearson Correlation 1 0.349*
Sig 0.027*
Env_Disc Spearman Correlation 0.335 1
Sig 0.034*
Correlation is significant at the 0.05 level
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil uji korelasi baik dengan uji Pearson maupun uji Spearman
diperoleh hasil ρ – value 0,027 dan 0,034 yang berada di bawah tingkat signifikan
5%. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara environmental
performance dengan environmental disclosure di Indonesia. Hal ini
mengindikasikan bahwa: (1) perusahaan yang mengungkapkan tanggungjawab
lingkungannya terbukti memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan
yang tidak mengungkapkan tanggungjawab lingkungannya (Pava dan Krausz,
1996; Lindrianasari, 2007); dan (2) perusahaan dengan kinerja lingkungan yang
rendah memiliki tingkat pengungkapan lingkungan hidup yang buruk karena
umumnya perusahaan tersebut memang memiliki keterbatasan item – item
pengungkapan lingkungan hidup (Guthrie dan Parker, 1990).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Al – Tuwaijri et al. (2003)
yang menyatakan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan mendorong
dilakukannya pengungkapan yang baik pula. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
PT Bukit Asam, dimana sesuai hasil PROPER tahun 2008 PT Bukit Asam
memperoleh peringkat Hijau atau ”Lebih dari Taat” serta mengungkapkan 7 aspek
dari 8 aspek PROPER dalam laporan tahunan perusahaan. PT Bukit Asam dalam
annual report – nya mengungkapkan,
”Perseroan merupakan perusahaan tambang batubara yang menerapkan
metode penambangan terbuka, baik secara continues mining dengan
menggunakan BWE system maupun secara konvensional dengan
menggunakan Shovel & Truck. Untuk mengurangi dampak kegiatan
pertambangan bagi lingkungan dan masyarakat, Perseroan melakukan
kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Parameter
indikator sasaran lingkungan yang telah ditetapkan oleh Perseroan pada
tahun 2008 adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No Parameter
Rencana
2008
2008
(Aktual)
1 Melakukan revegetasi lahan (ha) 110 181
2
Menjamin Keluaran Air dari Tambang
Memenuhi Baku Mutu Lingkungan
(BML) sesuai Per Gub Sumsel No. 18 Th
2005
pH 6 - 9 6.01 - 7.85
TSS <300 mg/lt 2 – 142
Fe < 7 mg/lt 0.018 - 5.76
Mn < 4 mg/lt 0.023-0.986
3
Menjamin Kualitas Udara Ambien dan Emisi
Udara di Area Tambang dan
Sekitarnya Memenuhi Baku Mutu
Lingkungan (BML) sesuai Per Gub Sumsel
No. 17 Th 2005
SO2 μg/Nm3 <900 40.6 – 405
CO μg/Nm3 <30.000 1.85 – 5153
NO2 μg/Nm3 <400 21.64 – 310
O3 μg/Nm3 <235 0.15 - 78.6
Debu μg/Nm3 <230 15 – 217
4
Penataan Pengelolahan Limbah B3 dari
Kegiatan Operasional Sesuai PP 100 100
No 18 Th 1999 Jo PP No 85 Th 1999
5 Pemenuhan Provisi Lingkungan Rp/ton Rp2,469/ton Rp3,969/ton
parameter indikator sasaran lingkungan
Indikator sasaran lingkungan ditetapkan setiap tahun dengan
mempertimbangkan penilaian terhadap dampak utama yang muncul akibat
kegiatan penambangan serta peraturan lingkungan yang berlaku. Indikator
tersebut meliputi kegiatan rehabilitasi daerah bekas tambang, kualitas air,
kualitas udara serta pengolahan limbah/sampah dan hydrocarbon”.
(AR PT Bukit Asam, 2008)
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja
lingkungan yang buruk akan semakin tidak mungkin melakukan pengungkapan
lingkungan yang lebih luas. Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Charoen
Pokhand Indonesia yang memperoleh peringkat Hitam dalam PROPER 2008 dan
hanya mengungkapkan 1 aspek terkait partisipasi dan hubungan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam annual report – nya. Dalam annual report – nya PT Charoen Pokhand
Indonesia hanya mengungkapkan,
”Perseroan menyadari bahwa aktivitas usaha dan operasional tidak hanya
ditujukan demi menciptakan nilai bagi pemegang saham (shareholder),
namun juga harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
(stakeholder). Melalui berbagai program dan kegiatan sosial
kemasyarakatan Perseroan selalu menumbuhkan kerja sama dan hubungan
yang harmonis dengan masyarakat setempat, terutama di sekitar lokasi
operasional.
Kegiatan tersebut antara lain adalah Program Orang Tua Asuh yang
dimulai sejak pada 1984 dengan 140 anak asuh dan sampai saat ini telah
mencapai 2.338 anak yang tersebar di 14 propinsi di Indonesia dengan
jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Universitas.
Perseroan juga mencetuskan Program Telorisasi dengan mendatangi
sekolah – sekolah di seluruh Indonesia untuk mengadakan acara makan
telor bersama dengan maksud untuk meningkatkan gizi anak Indonesia.
Selain itu, di lingkungan operasional, Perseroan juga mengadakan
berbagai kegiatan seperti pengasapan nyamuk demam berdarah, khitanan
massal, donor darah, perbaikan rumah ibadah, perbaikan jalan dan
perbaikan sekolah.” (AR PT Charoen Pokhand Indonesia, 2008)
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gray et
al., 1995; Freedman dan Wasley, 1990; Parker, 1986 yang menyatakan bahwa
pengungkapan lingkungan hidup akan banyak dilakukan oleh perusahaan yang
memiliki environmental performance yang baik, sehingga hasil penelitian ini
dapat menyanggah temuan Li et al. (1997); Wiseman (1982); dan Freedman dan
Jaggi (1982) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja
lingkungan dengan pengungkapan lingkungan hidup perusahaan.
Namun hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan
cenderung mengungkapkan hal – hal yang baik saja dan menahan (withheld)
informasi lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap image perusahaan
(Deegan dan Gordon, 1996). Selain itu, informasi yang diungkapkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan dalam annual report – nya adalah informasi yang positif mengenai
perusahaan (Hartanti, 2003). Fakta ini menunjukkan bahwa pengungkapan
lingkungan hidup masih dipandang sebagai suatu alat public relation dan bukan
sarana akuntabilitas perusahaan terhadap para stakeholders (Haigh dan Jones,
2006).
3. T – test
T – test digunakan untuk menguji apakah kinerja lingkungan hidup dan
tingkat pengungkapan lingkungan hidup antara perusahaan yang listing dan non –
listing di Bursa Efek Indonesia mempunyai perbedaan signifikan. Karena sampel
tidak berhubungan atau berasal dari populasi yang berbeda maka t-test
menggunakan independent sample test (Ghozali, 2006).
Tabel 4.7
Group Statistik
Perusahaan Mean Std. Deviasi
Envr_Perf Listing 3.08 0,845
Non - Listing 2.93 0,475
Envr_Disc Listing 3,65 1,810
Non - Listing 4,71 0,994
Dari tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa rerata environmental
performance perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sebesar 3,08 atau lebih tinggi 0,15 jika dibandingkan dengan perusahaan non –
listing yang memiliki rerata kinerja lingkungan hidup sebesar 2,93. Namun rerata
environmental disclosure perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yaitu sebesar 3,65 menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan yang listing di BEI lebih rendah dibandingkan perusahaan non –
listing yang memiliki rerata tingkat environmental disclosure sebesar 4,71.
Pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa F hitung levene test untuk
environmental performance sebesar 1,472 dengan probabilitas 0,232, karena
probabilitas > 5% maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi
tersebut mempunyai variance yang sama. Hasil t – test dengan menggunakan
equal variance assumed dan equal variance non assumed juga menunjukkan nilai
di atas probabilitas 0,05 yaitu masing – masing dengan probabilitas 0,549 dan
0,481. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata – rata environmental performance tidak
berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di
BEI.
Tabel 4.8
Hasil Independent Sample Test
Levene's Test T - test Equality
Equality of Variance of Means
F Sig t
Sig
(2tailed)
Envr_Perf Equal variance assumed 1,472 0,232 0,605 0,549
Equal variance non
assumed 0,711 0,481
Envr_Disc Equal variance assumed 6,657 0,037 -2,026 0,050
Equal variance non
assumed -2,392 0,022
Terkait dengan environmental disclosure, dari tabel 4.8 di atas
menunjukkan F hitung levene test untuk environmental disclosure sebesar 6,657
dengan probabilitas 0,037, karena probabilitas < 5% maka dapat disimpulkan
bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain itu, diperoleh probabilitas 0,022 pada equal variance non assumed. Hasil
ini menunjukkan bahwa rata – rata environmental disclosure berbeda secara
signifikan antara perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di BEI.
Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak terdapat perbedaan kinerja
lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar maupun tidak
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tetapi dalam melakukan pengungkapan
lingkungan hidup terdapat perbedaan di antara keduanya, dimana perusahaan yang
non – listing cenderung lebih luas dalam mengungkapkan kinerja lingkungan
hidupnya dibandingkan dengan perusahaan yang listing di BEI. Hal ini
dikarenakan perusahaan non – listing yang kebanyakan kepemilikannya di miliki
oleh pihak asing dianggap pihak yang concern terhadap pengungkapan
lingkungan hidup perusahaan. Seperti diketahui, negara – negara luar terutama
Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu
– isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air.
Hal ini yang menjadikan dalam beberapa tahun terkhir ini, perusahaan
multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga
legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi, 2006).
Selain itu, di negara maju seperti halnya di Amerika Serikat terdapat
korelasi antara perusahaan dan pasar sehingga perusahaan merasa rugi ketika
tidak peduli terhadap lingkungan dan tidak mengungkapkan kinerja
lingkungannya secara sukarela. Hal ini terjadi karena masyarakat akan menjauhi
perusahaan yang dianggap tidak concern terhadap lingkungan hidup (Dewanta
dalam Bataviase, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab
ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Dari 80 perusahaan sampel, peringkat kinerja lingkungan perusahaan
sesuai dengan hasil PROPER rerata sebesar 1,5 (30%) atau dalam kategori
“Belum Taat”. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kepedulian
terhadap lingkungan hidup perusahaan di Indonesia tergolong sangat
rendah karena meskipun perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan
lingkungan, akan tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai
dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Selain itu, diperoleh juga level of disclosure 2,22 (27,75%)
yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan lingkungan hidup pada
annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia masih sangat rendah.
Perusahaan paling banyak mengungkapkan item partisipasi dan hubungan
masyarakat dengan persentase 100%. Item yang sama sekali tidak
diungkapkan dalam annual report adalah pencemaran laut.
2. Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh corporate
governance terhadap environmental performance perusahaan. Variabel
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
corporate governance yang berpengaruh terhadap environmental
performance yaitu proporsi komite audit independen sedangkan yang tidak
berpengaruh terhadap environmental performance adalah jumlah rapat
komite audit, proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan
komisaris, size perusahaan, leverage, dan profitabilitas.
3. Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
corporate governance terhadap environmental disclosure. Variabel yang
tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure perusahaan adalah
proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi
komite audit independen, jumlah rapat komite audit, leverage, dan
profitabilitas. Level of environmental disclosure hanya dipengaruhi oleh
size perusahaan.
4. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
environmental performance dan environmental disclosure perusahaan di
Indonesia.
5. Hasil t – test terkait environmental performance menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan variance yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan
kinerja lingkungan antara perusahaan yang terdaftar maupun perusahaan
yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, hasil t – test
menunjukkan adanya perbedaan variance terkait environmental
disclosure, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan level of
environmental disclosure antara perusahaan yang terdaftar dengan
perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kinerja
lingkungan dan pengungkapan lingkungan hidup perusahaan di Indonesia
masih sangat rendah. Oleh karena itu, sebaiknya kinerja lingkungan
perusahaan dan pengungkapan informasi lingkungan pada annual report
harus lebih ditingkatkan. Adanya penyusunan dan penerapan regulasi
tentang pengukuran atas dampak sosial perusahaan sebagai bagian dari
mekanisme akuntabilitas perusahaan sangat diperlukan.
2. Proporsi komite audit independen mempunyai pengaruh terhadap
environmental performance, sebaiknya peran komite audit independen
dalam suatu perusahaan harus lebih dioptimalkan agar tingkat kinerja
lingkungan hidup perusahaan lebih tinggi. Selain itu, sebaiknya komite
audit benar – benar menggunakan rapat audit untuk mengevaluasi dan
mengawasi kinerja manajemen sehingga dapat meningkatkan dan
memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan.
3. Size perusahaan menentukan perusahaan untuk melakukan pengungkapan
atau tidak. Oleh karena itu, semakin besar ukuran suatu perusahaan maka
selayaknya perusahaan tersebut juga semakin meningkatkan kontribusinya
terhadap lingkungan. Sehingga environmental disclosure – nya pun akan
meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Keterbatasan
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel dalam penelitian ini hanya sebanyak 80 perusahaan sehingga
kurang bisa mewakili populasi yang berjumlah 627 perusahaan.
2. Variabel independen corporate governance yang digunakan dalam
penelitian ini hanya terbatas pada dewan komisaris dan komite audit
independen karena cakupan corporate governance sangat luas seperi
meliputi struktur kepemilikan, dewan direksi ataupun keberadaan komite –
komite lainnya.
D. Rekomendasi
Peneliti selanjutnya bisa membandingkan penelitian kinerja dan
pengungkapan lingkungan hidup di Indonesia dengan negara lain seperti,
Malaysia, Brunei Darussalam, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, NNN., dan Sulaiman, M. 2004. Environmental Disclosures in Malaysian
Annual Reports: A Legitimacy Theory Perspective. IJCM. Vol. 14: 44
Almilia, L.S., dan Wijayanto, Dwi. 2007. Pengaruh Environmental Performance
dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance.
Proceedings The 1st Accounting Conference 6-7 November 2007.
Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E. dan Hughes II, K.E. 2003. The Relations
among environmental disclosure, environmental performance, and
economic performance: a simultaneous equations approach. Accounting
Organizations and Society. Vol. 29: .447-471.
Anggraini, Fr. Reni Retno. 2006. Pengungkapan informasi sosial dan faktor-
faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan
keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi IX Padang
Antara News. 2010. Pencemaran Laut di Indonesia Masih Tinggi.
www.antara.com. 20 Juli 2010
Audit Committee Charter. 2005.
www.ecolab.com/investor/pdf/AuditCommitteeCharter.pdf. 30
September 2009
Beardsell, Julle. 2008. The influence of CSR disclosure on corporate governance
and company performance. SMC Working Paper. ISSN 1662-761X
Belkaoui, A. 2000. Accounting Theory. Thomson Learning: London
Benefita The United Environment. 2010. PROPER (Program Penilaian Peringkat
Kinerja Lingkungan Perusahaan). www.benefita.com.
view.php?item=pelatihan&id=EM-04. 11 Januari 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Brick E, Ivan, dan Chidambaran N.K.2007. Board Meetings, Committee
Structure, and Firm Performance.
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?SSRN_id=11082414. 20 Oktober
2009.
Cooke, T. E. 1989. Disclosure in The Corporate Annual Report of Swedish
Companies. Accounting and Business Research. Vol. 19: 113-124
Collier, P. 1993. Factors affecting the formation of audit committees in major UK
listed companies. Accounting and Business Research. Vol. 23: 421-430
Corporate Governance Guidelines. 2007.
www.ecgi.org/codes/documents/cg_guidelines_en.pdf. 30 September
2009
Cowen, S.S., Ferreri, L.B. and Parker, L.D. 1987. The Impact Of Corporate
Characteristics On Social Responsibility Disclosure: A Typology And
Frequency-Based Analysis. Accounting, Organisations and Society. Vol.
12: 111-22.
Daniri, Achmad. 2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
http://www.madani-ri.com/2008/01/17/standarisasi-tanggung-jawab-
sosial-perusahaan-bag-i/. 15 Oktober 2009.
Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi
Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15
Desember.
Deegan, C., dan Brown, N. 1998. The public disclosure of environmental
performance information-a dual test of media agenda setting theory and
legitimacy theory. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol.
9: 52–69
Deegan, C., dan Gordon, B. 1996. A Study of the Environmental Disclosure
Practices of Australian Corporations. Accounting and Business Research.
Vol. 26: 187-199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Deegan, C., dan Rankin, M. 1997. The materiality of environmental information
to users of annual reports. Accounting, Auditing and Accountability
Journal. Vol. 10: 562-583
Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup.
2006. Proper sebagai Instrumen Pengukuran Penerapan CSR oleh
Perusahaan. www.menlh.go.id. 2 Februari 2010.
Dunlap, Riley, E., and Scarce, Rik. 1991. Environmental Problem and Protection.
Public Opinion Quarterly. Vol. 55: 651-672
Effendi, Muh. Arief. 2006. Implementasi Good Corporate Governance Melalui
Corporate Social Responsibility. www.muhariefeffendi.wordpress.com. 15
Oktober 2009.
Efferin, S., Darmandji, S.H., Tan, Y.2008. Metode Penelitian Akuntansi:
Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif.
Graha Ilmu
Eng, L.L., dan Mak, Y.T. 2001. Corporate Governance and Voluntary
Disclosure. Journal Accounting and Public Policy. Vol. 22: 325-345
Fama, E.F., dan Jensen, M.C. 1983. Separation of Ownership and Control.
Journal of Law and Economics. Vol. 26: 301-325
Fauzi, Hasan, 2006. Corporate Social and Environment Perfomance: A
Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational
Companies (MNCs) Operating In Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis,
Vol.6: 87-100.
Forker, J.J. 1992. Corporate Governance and Disclosure Quality. Accounting and
Business Research. Vol. 22: 111-124
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2002. Tata Kelola
Perusahaan (Corporate Governance). Jilid II:“Peranan Dewan Komisaris
dan Komite Audit dalam Melaksanakan Corporate Governance (Tata
Kelola Perusahaan)”. http://www.cic-fcgi .org. 5 Juli 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Freedman, M., dan Jaggi, B. 2005. Global Warming, Commitment to The Kyoto
Protocol, and Accounting Disclosures by The Largest Global Public Firms
from Polluting Industries. The International Journal of Accounting. Vol.
40: 215– 232
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gupta, Ashok. 2003. Why Should Companies Care. Mid-American Journal of
Business. Vol. 18:1
Gray, R., Kouhi, R., and Lavers, S. 1995. Corporate Social and Environmental
Reporting: A Review of Literature and A Longitudinal Study of UK
Disclosure. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 8:47 –
77
Guthrie, J. dan Parker, L.D. 1990, “Corporate Social Disclosure Practice: A
Comparative International Analysis”. Advances in Public Interest
Accounting. Vol. 3: 159-175
Hackston, D., dan Milne, M.J. 1996. Some Determinant Of Social And
Environment Disclosures In New Zealand Companies. Accounting,
Auditing & Accountability Journal. Vol. 9: 77-108
Hadi, A.S. 2006. Regression Analysis by Example. Forth Edition. A John Willey
and Sons, Inc.
Haniffa, R. M., dan Cooke, T. E. 2005. The Impact of Culture and Governance on
Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy.
Vol. 24: 391–430
Hendriksen, Eldon. Dan Brenda, M. Van. 2001. Accounting Theory. USA:
Mc.Graw – Hill
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ho, Simon S.M. dan Wong, Kar Shun. 2001. A Study of Relationship Between
Corporate Governance Structure and Extent of Voluntary Disclosure.
Journal of International Accounting Auditing and Taxation. Vol. 10: 139 –
156
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat
Ingram, R., Krazer, K. 1980. Environmental Performance and Corporate
Disclosure. Journal of Accounting Research. Vol. 18:614 – 622
Inmarc’s News. 2008. Pendekatan Content Analysis. www.google.com. 30 Maret
2010.
Ja’far, M. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen
Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public
Environmental Reporting. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang
Jensen, M.C., dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial
Economic. Vol. 3:302-360
Kusumawati, N. D., Riyanto, Bambang. 2005. Corporate Governance dan
Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan
terhadap Kinerja. SNA VIII
Li, Pike, dan Haniffa. 2008. Intellectual Capital Disclosure and Corporate
Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business Research.
Vol. 38: 137-159
Lingkar Studi CSR. 2008. Pembangunan Berkelanjutan dan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan. www.csrindonesia.com/data/articles/20080405121322
- a.pdf. 15 Desember 2009.
Mintara, Yunita Heryani. 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance
terhadap Pengungkapan Informasi. Skripsi FE. Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Miranti, Laras 2009. Praktik Penerapan Indonesian Environmental Reporting
Index dan Kaitannya dengan Karakteristik Perusahaan. Skripsi FE.
Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasikan.
Medley, Patrick. 1997. Environmental Accounting – What Does It Mean to
Professional Accountants? Journal of Accounting Auditing &
Accountability. Vol. 10: 594-600.
Na’im, Ainun., dan Rakhman, F. 2000. Analisis Hubungan Antara Kelengkapan
Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe
Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15:
70-82
Ng, L. W. 1985. Social responsibility disclosures of selected New Zealand
companies for 1981, 1982, 1983. Occasional Paper No. 54
Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap
Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada
Laporan Tahunan Perusahaan; Studi Empiris pada Perusahaan Publik
yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2006. Makalah disampaikan
pada Simposium Nasional Akuntansi X, Pontianak.
Nurkhin, Ahmad. 2008. Corporate Governance dan Profitabilitas: Pengaruhnya
terhadap Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Studi
Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia).
www.eprints.undip.ac.id/8038/1/Ahmad_Nurkhin.pdf. 10 April 2010.
O’Dwyer, B. 2003. Managerial Perception of Corporate Social Disclosure: AN
Irish Story. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 15:
406 – 436
OPPapers.com. 2008. Audit Lingkungan dan Aplikasinya.
http://www.oppapers.com/essays/Audit-Lingkungan-Dan Aplikasinya/
177317. 30 Maret 2010
Pava, M,. Krausz, J. 1996. The Accossiation Between Corporate Social
Responsibility and Financial Performance: The Paradox of Social Cost.
Journal of Business Ethic. Vol.15:321-357
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pasaribu, Sri N. 2009. Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dalam
Pengelolaan Lingkungan. http://www.tobapulp.com/index.php?
option=com_content&view=article&catid=35:News%20&%20events&id=
100:program-penilaian-peringkat-kinerja-perusahaan-proper-dalam-
pengelolaan-lingkungan&Itemid=57. 23 April 2010.
Permatasari, Novita Diah. 2009. Pengaruh Corporate Governance, Latar
Belakang Pendidikan terhadap Environmental Disclosure. Skripsi FE.
Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasikan.
Pflieger, Juli., Matthias Fischer., Thilo Kupfer., dan Peter Eyerer. (2005). The
contribution of life cycle assessment to global sustainability reporting of
Organization. Management of Environmental. Vol. 16:167-179
Pound, J. 1995. The Promise of The Governed Corporation. Harvard Business
Review. Vol. 73: 89-98
Press Briefing PROPER. 2009. www.menlh.go.id. 11 Maret 2010.
Preston, L. 1981. Research on Corporate Social Reporting Directions for
Development. Accounting, Organization, and Society. Vol. 6:255-262
Rosenstein, S., dan Wyatt, J.G. 1990. Outside directors, board independence and
shareholder wealth. Journal of Financial Economics. Vol. 26: 175-192
Sarumpaet, Susi. 2005. The Relationship Between Environmental Performance
and Financial Performance of Indonesian Companies. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan. Vol. 7: 89 – 98
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik perusahaan dan pengungkapan
tanggung jawab sosial; studi empiris pada perusahan yang tercatat di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal MAKSI Undip No. 1 Vol 6 Januari 2006.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Fourth Edition. John Wiley
and Sons Inc
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Suara Pembaruan. 4 Januari 2005. MSM Tak Diberi Izin Buang Limbah ke Laut.
http://www.djmbp.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub=
news_minerbapabum&news_id=436. 20 Juli 2010
Suhardjanto. 2008. Environmental Reporting Practice: An Envidence From
Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 8:33-46
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi
Ketiga BPFE – Yogyakarta
Szewczyk, S.H., Uzun, Hatice., and Varma, Raj. 2004. Board Composition and
Corporate Fraud. Financial Analysts Journal. Vol. 60: 34-43
Ullmann, A. 1985. Data in search of a theory: A critical examination of
relationships among social performance, social responsibility, and
economic performance of U.S. firms. Academy of Management Review.
Vol.10:540-557.
Utama, Sidharta. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia.
www.csrindonesia.com/data/articlesother/20071121152745-a.pdf. 19
September 2009
Vafeas, Nikos, 1999, Board meeting frequency and firm performance. Journal of
Financial Economics. Vol. 53: 113-42.
Watts, R. L., dan Zimmerman, J. L. 1986. Positive accounting theory: A ten year
perspective. The Accounting Review. Vol. 65: 131-156
Wiseman, J. 1982. An Evaluation of Environmental Disclosures Made in Annual
Report. Accounting, Organizations and Sciety. Vol. 7:553 – 563
YPPMI Sinergi Communication, 2002. The Essence of good corporate
govermance : konsep dan implementasi perusahaan public dan korporasi
indonesia. Jakarta : YPPMI Sinergi Communication
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Zeghal, D., dan Ahmed, S.A. 1990. Comparison of social responsibility
information disclosure media used by Canadian firms. Accounting,
Auditing & Accountability Journal. Vol. 3: 38-53.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user