Download rtf - Contoh Proposal

Transcript

EKSISTENSI KEBIJAKAN DAERAII YANG DEMOKRATIS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DART KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME Salamat Simanjuntakt, B. Sul:ismo2, Enny Nurbaningsih3 lntisari Kebijakan-kebijakan daerah yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, demikian pula dengan tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme pembuatan kebijakan daerah anatara kepala daerah dengan DPRD, menimbulkan ketidak jelasan eksistensi kabijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Permasalahan tersebut disistematisir dalam aspekaspek sebagai berikut bagaimanakah realisasai pembuatan kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisine, apakah dalam setiap pembuatan kebijakan daerah telah melibatkan mast-arakat demikian pula apakah produk-produk kebijakan daerah pasca UU No. 22 Ta!lun 1999 ielah mencerminkan aspirasi masyarakat, mengapa masyarakat perlu dilibatkari dalam setiap pembuatan dsn evaluasi kebijakan daerah. Metode penelitian yang digunakari merupakan kombinasi antara penelitian hokum empiris dengan penelitian hokum normatif. Tipe penilitian hokum empiric dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi, data yang terkumpul dianalisis secara kualiiatif. Dalam tipe penelitian hokum normatif. Wian hokum yang terkumpul dianalisis secara normatif dengan menggunakan pendekatan historis, pendekatan komparatit; pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, masing-masing pendekatan dipergunakan sesuai dengan kebutuhannva. Hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut Perda tentang mekanisme partisipasi masyarakat untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan jajaran pemda Kota Yogyakarta sampai saat ini belum eksis, namun telah ada usahausaha untuk merintis dan membuka jWan kearah dapat dilal:ukannya partisipasi masyarakat secara kritis dan konstruktif melalui email dan hot line; Harapan untuk tem ujudn}'a penyelenggaraan pemerintahan yang bersih terbebas dari KKN ternvata masih dihantui dan dibayang-bayan,!~i adanya indikasi praktek KKN tidak hanya dapat terjadi dalam jajaran pemerintahan pusat, melainkan dapat pula terjadi dalam jajaran Pemda Partisipasi masyarakat mempunyai kontribusi yang cukup signifikan untuk mencegah dan mengeliminir terjadinya praktek KKN dalam pembentukan kebijakan-kebijakan daerah, namun patut disesalkan sampai scat ini partisipasi masyarakat tersebut belum septihnya dapat terealisir; Keterbukaan memberikan akses yang cukup signifikan untuk pendidikan politik rakyat daerah guna menghasilkan kebijakan daerah yang aspiratif, 3artisipatif dan demokratis; Penggunaan wewenang pemerintahan dalam perencanaan 1a11 pembuatan kebijakan daerah secara tidak tepat dapat berakibat fatal dan kontra ) roduktif dan oleh karenanya partisipasi masyarakat mutlak diperlukan

eksistensinva; {ak asasi warga masyarakat suatu daerah merupakan hak dasar, yang layak nemperoleh perlindungan hokum dan dapat dipertahankan dalam keadaan apapun juga mtuk mengantisipasi akibat-akibat yang timbul dari dibentuk dan diberlakukannva uatu kebijakan daerah. Berdasarkan hash penelitian diatas, dapat disarankan sebagai berikut Agar erda tentang mekanisme partisipasi masyarakat untuk mengkritisi perencanaan dan pembentukan kebijakan daerah dalam jajaran Pemda Kota Yo,,:~,'akarta segera dapat direalisir; Agar segera ditempuh upaya-upa}'a kreatif dan dinamis untuk memberdayakan mas}arakat guna berpartisipasi mengetiminir dan memberantas praktek-prak-tek- KKN dalam setiap kebijakan daerah, baik Iansung maupun tida4: langsung dalam jajaran Pemda Kota Yogyakarta; Agar jajaran Pemda Kota Yogyakarta dapat memanfaatkan wecvenang pemerintahan untuk merencanakan dan membentuk kebijakan daerah secara optimal, tepat, efektif dan eFsien. Kata kunci : Kebijakan daerah, Demol rasi, Korupsi Kolusi dan Nepotisme 1 Fakullas Hukum Universitas Tujuh Betas Agustus 1945, Jakarta 2 FakUtas Human Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Fakultas Hukwn Univcrsitas Gadjah Mada Yopakv-ta

B AB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan diiaksanakannya program otonomi daerah, pada umumnya InaSYasakaz mengharaPkan adanya Perungkatan keseJahteraan dalam bentuk peningl:atan mutu pelayanan maryarakat, partisipasi masyarakat yang lebih Iims daIam pengambilan kebijakan publilk, yang sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian daii pemerintatian pusat. Namun kenyataannya sejak diterapkarurya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undan ;-Undaiig No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangar. Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari 2001, belum menunjukl:an perl:embangan yang signifikdn bagi pe.nenuhan harapan niasyarakat tersebut. Dalam era transisi dese.ntrelaasi kewenaugaa itu tela.b meahirkan berbagai penyimpangan kekuasaan atau korupsi, kolusi dan nepotisme (-KKN) termasuk didalamnya bidang politik di daer-atL KKN yang paling menonjol pasca otonomi daerah antara lain semakin merebaknya kasus-kasus politik uang dalam pemilihan kepala daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang tidak memihak pada kesejahteraan ralcyat banyak,

penggemukau instansi-instansi tertentu di daerah yang menimbulkan di-,alokasi anggaran, dan meningkatkan pungutan-pungutan meialui

peraturan-peraturai daerah (perda) yang memberatkan maryarakat dan tidak kondusif bagi pengembangan dunia usaha di daerah.

Berbagai pihak menyoroti realitas otonomi daerah yang rawan terhadap terjadinya KKN tersebut, dipengarutzi oleh beberapa faktor antara lain : (1) Program otonomi daerah hanya terbatas pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keiiangan dan adminishasi dari pemerintah pitsar ke daerah, tanpa disertai pernbagian ` kekuasaan kepada masyarakat atau tanpa partis-ipasi masyarakat ser.ara bins- Dengan pezkataan Uin, program otonomi daerah tidak diikuti den-an program demokratisasi yang membuka peluang keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan umum di daPrah_ Karenanya, program desentralisasi ini hanya memberi peluang kepada para elit lokal (daerah) balk elit eksekutif maupun elit Iegislatif untuk mengakses sumber-sumber ekonomi daerah d.an politik daerah, yang rawan terhadap KKN, perbuatan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewPnang dan atau perbuatan yang melampui batas wewenang; (2) Tidak adanya institusi negara yang mampu mengontrol secara efel..tif penyimpangan wewen2ng di daerah. Program otononu daerah telah memotong struktir hirarki pemerintahan, sehingga tidak efektif lagi kontrol pemerintah pusat ke daerah karena tidak ada lagi hubungan stniktural secara langsung memaksakan kepatuhan pez7nerintah daerah kepada pemerintah pusat Kepala daerah, balk bupati maupun walikota tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh mekar_isme pemiaihaii kepala daerah oleh DPRD dan bertanggungjawab kepada

DPRD. j-Iubungan pemerintahan antara pemerintahan pusai dan pemerit)tahan daerah tidak lagi sm~,-tural, melainkan fngsional yaitu hanya keku: ;aan untuk memberi policy guidance kepada pemerintah daerah. (3) Terjadi indikasi KKN yz-ag cukup krusial antara pemerintah daerah dan DPRD, sehingga kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah sulit teriaksana, sementara kontrol dari kalangan masyarakat masih sangat Iema1L Berkaitan dengan pelaksanaan Otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel, merupakan isu yang sang-at penting dan strategis. Hal tersebut sesunggu}uiya merupakan konsekuensi logis dari otonomi daerah yang semestinYa mcmungkmlcan : (1) Semakin dekatnya pelayanan pemerintahan daerah kepada masyarakat; (2) Peuyelesaian macalah-mac-alah di daerah menjadi lebih terfokus dan mandiri; (3) Partisipasi masyarakat menjadi lebih bias dalam pembangunan daerah; (4) Masyarakat melakukan pengawasan lebffi intensif terhadap

penyelenggaraan pemp-.-int,ahan daerah. Keempat faktor tersebut hanya dapat berlangsung dalam suatu prfferin`,al`ian yang demokratis dan akuntahel. C eiaksanaan otonorni daerah tanpa diimbangi dengan penyeIenggaraan pemerintahan daerah yang demohatis dan akuntabel, pada hal:ekatnya otonomi daerah tersebut telah kehiIangan jati diri dan maknanya.

Pemerintahan daerah yang demokratis dapat dikaji dart dua aspek, yakni aspek tataran proses mauprm aspek tataran substansinya. Penyelengg:-aan pemerintahan daerah dikatakan demokraus secara proses, apabila pemerintahan daerah yang bersangkutan mampu membuka ruang bagi keterlibatan mAryarakai dalam semua pembuatan maupun pengkritiswi terhadap sesuatu kebijakan daerah yang diia anakan Penyr,tenggaraan pemerintahan daerah ddcatakan demokraris secara substansial apabila kebijakan-kebijakan daerah yang dibuat oleh para penguasa daerah mencerminkan aspuasi masyarakat. Sesuatu pemerintahan daerah di7:atal:an akuntabel, apabila ia mampu menjalankan prosedur-prosedur yang telah ada dan dapat

mempertanggungjawabkannya 1emermtahan daerah

kepada

publik

dalam

penyelenggarian

Kebijakan-kebijakan daerah yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tingg~ deuiikian pula dengan tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme pembuatan kebijakan daerah antara kepala daerah dengan DPRD, mcmimbulkan pertn.asalahan di berbagai daerah. Dengan d~lian tidak ada kejelasan mengenai produk hukum daerah, yang dapat mendukung proses mengalirnya partisipasi rna_Syarakat dalam setiap proses pembuatan kebijakan daerah dan atau penglaitisan Ztas suatu pelaksanaan setiap kebijakan dacrah_ Dengan perkataan lain tidak ada kejelasan mengenai pranata bul:un daerah yang menga:ur mel:anisme

penyaluran aspirasi masyarakat guna mewjudkan suatu pcmcrintahan dacrah yang bcrsih bebas dan' KKN. Sebagai ilustrasi pemerintahan Kota Yogyakarta secara perposif dipil h sebagai lokasi penelitian hukum empiris, dengan pertimbangan bahwa pemeri_^_*_ahan Ko~a Yogyakarta merupakan salah satu pemerintahan daerah yang mempunyal kedudukan, fungsi dan peranan yang sejajar dengan pemerintahan daerah lainnya, dalam jajaran dan sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia- Demikian pula secara perposif ilusirasi obyek kajian dibatasi khusus eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersffi bebas dari KKN.

2. Rumusan Masalah Bertolak dari paparan laiar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai isu sentral dalam penelitian ini yaitu :"ketidakjelasan eksisten.Q kebijakan drrerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme", yang kemudian diungkapkan dalam judul penelitian yaitu : "EKSISTENSI KEBUAKAN DAERAH YANG DEMOKRATIS DALAIM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME". Isu sentral tersebut mengandung berbagai permasalaharl, balk permasalahan hukum empiris maupun Penna--~ahan hul.vm norma*.if, baik permasalahan hukum nonnatif pada lapisan dogmatl7: hukum maupun pada lapisan teori huk-um Dengan demikian dapatlah dinunuskan masalahnya sebagai benkut :

1. Permasalahan hukum empiris, bagairran_akah realisasi pembuatan kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan neporisne. 2. Permasalahan hukum normatif pada lapisan dogmatik hukum, apakah dalam setiap pembua+an kebijakan daerah telah melibatkan partisipasi masyaraka2, demildan pula apakah produk-produk kebijakan daerah pasca UU No. 22 Tahun 1999 telah mencerminkan aspirasi nusyarakaL 3. Permasalahan hukum normatif pada lapisan teori hukum, mengapa masyarakat perlu dih~baikan dalam setiap pembuatan dan evalimsi kebijakan daerah.

3. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran pada berba(y- i referensi dan hash penelitian dalam berbagai media, baik cetak maupun elektrondc, penelitian tentang eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, b,lum pernah dilakukan penelitian dan dalam.kesempatan ini peneliti berniat untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut Dengan demikian penelitian ini adalah asli

4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain a_ Tujuan deshiptif, untuk menget3hui m-411sasi pembuatan dan atau

evaiuasi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kr~iusi darn nepotisme. b. Tujuan l.Te;atif, untul: meiigctihui ada tidal:nya parrisipasi masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan daerah dan amok mengetahui aspiratif tidaknya produk-produk kebijakan daerah pasta UU No. 22 Tahun 1999. c. Tujuan inovatif, amok mengetahui peTlu tidalmya ma-s-yazakat dih~batkan dalam setiap pembuatan dan evalnasi kebijakan daerah.

5. Manfaat Penelitian Dari hash penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun amok kepentingan praktis. a. Manfaat akademis Dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi:an kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan iimu hukum pada khususnya. b. Manfaat praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontnbusi pemikiran dan wacana bagi para elit eksekutif dan legislatif daLazn pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, serta bagi masyarakat I1ms agar menyadari akan hak dan kewajibannya untuk berperan serta aktif dalam setiap pembuatan dan evaluasi atas kebijakan-kebijakan daezah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Dan Evaluasi K_eUijaE:an Dacrah Peluang dan partisipasi masyarakat dalam peinbuatan dan ev-aljmsi atas kebijakan daerah, termasuk didalamnya kebijakan daerah di kota Yogyakarta cukup besar dan stiategis. Hal tersebut pada hakekatnya telah diaitu dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara fain 11.9 lam a. W NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah b. PP No. 20 T3hun 2001 tenL3ug Pembinaan ctan Pengaw-asan atas Penyelmggaraan Pemerintahan Daerah dan Kepmendagri No. 41 'I'ahun 2001 tentaug :'enp.awa.~.an Represif F:ztt:;akan Daerah c. UU No. 28 Tahun 1999 tentan ; Penyetenggaraan Pemerintaha.n Yang Lx~ dan Bebas dan KKN Secara garis besar, amanat bagi masyarakat untuk berpartisipasi terhadap sesuatu kebijakan daerah dapat disistematisir sebagai berikux : a. Setiap pembuatan kebijakan daerah yang baru, baik berupa keputusan kepala daerah maupun peraturan daerzh, senantia-.2 wajib meh~batkan masyarakat daerah untuk berpartisipasi; b. Setiap kebijakan daerah yang baru, yang tidak melibatkan masyarakat daerah dapat meny~:babkan kebijakan daerah tersebut dibatalkan oielz pemerint