PENYAKIT GENETIK DAN PERKEMBANGAN TERAPI
PADA MATA SAAT INI
Diajukan Ke Fakultas Kedokteran UKI
Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun Oleh :
Ressy Hastopraja
0961050185
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2011
PENYAKIT GENETIK DAN PERKEMBANGAN TERAPI PADA MATA SAAT INI
Diajukan Ke Fakultas Kedokteran UKI
Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun Oleh :
Ressy Hastopraja
0961050185
Telah disetujui oleh Pembimbing
Tgl/bln/thn
(dr. Gilbert W.S. Simanjuntak, Sp.M)
NIP : .......................
Mengetahui,
(Prof Rondang Soegianto, Ph.D)
Ketua Tim KTIA
PERNYATAAN MAHASISWA
Nama Mahasiswa : Ressy Hastopraja
NIM : 0961050185
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa KTIA berjudul Penyakit Genetik dan
Perkembangan Terapi Pada Mata Saat Ini adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya, dalam KTIA tersebut telah diberi tanda citation dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik
Jakarta, ....................
Yang membuat pernyataan,
(Ressy Hastopraja)
NIM : 0961050185
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah karya tulis ilmiah yang berjudul Hiperplasia Prostat ini dapat
terselesaikan. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana kedokteran dan untuk menambah wawasan mengenai penyakit
genetik dan perkembangan terapi mata pada saat ini.
Karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik bukan tanpa bantuan dari
pihak lain, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof Rondang Soegianto, Ph.D, selaku pembimbing teknis.
2. dr. Gilbert W.S. Simanjuntak, Sp.M, selaku pembimbing materi.
3. Kedua orang tua penulis yang telah banyak memberikan bantuan baik
secara moral maupun spiritual.
4. Teman-teman penulis yang telah memberikan inspirasi kepada penulis.
5. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
berkontribusi dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat kepada yang membacanya.
Jakarta, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Judul i
Lembar Pengesahan ii
Pernyataan iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Daftar Gambar vii
Daftar Singkatan viii
Abstrak ix
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 2
C. Manfaat Penulisan 3
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Genetika 4
B. Kelainan dan Penyakit Genetik 5
C. Mekanisme Pewarisan 7
D. Pewarisan Mendelian Beserta Macam-macam Penyakit 9
E. Pewarisan Maternal Beserta Macam-macam penyakit 14
F. Kelainan Kromosom 15
G. Aspek Genetik pada Kelainan Uvea 17
H. Diagnosis Pranatal 24
I. Terapi Penyakit Genetik pada Mata 24
BAB III Pembahasan 31
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan 34
B. Saran
Daftar Pustaka35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pewarisan dominan autosom 10
Gambar 2. Silsilah buta senja stasioner kongenital 11
Gambar 3. Pewarisan resesif autosom 12
Gambar 4. Silsilah buta warna 14
DAFTAR SINGKATAN
DNA DeoxyriboNucleic Acid
WAGR Wilms tumor, Aniridia, Genitourinary anomalies,and mental Retardataion
USG Ultrasonografi
LCA Leber’s Congenital Amaurosis
RPE65 Retinal Pigment Epithelium- spesific 65kDa protein
CMH Choroideraemia
RP Retinitis Pigmentosa
DMP Degenerasi Makular akibat Penuaan
ABSTRAK
Penyakit genetik merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia. Banyak penyakit yang dilaporkan dipengaruhi oleh faktor genetik. Mata termasuk salah satu yang sangat rentan terhadap penyakit genetik. Pada penyakit oftalmologi ada beberapa penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik diantaranya kelainan bentuk iris dan kelainan warna iris. Mendiagnosis suatu kelainan genetik tentunya saat ini banyak dirancang teknik untuk mengidentifikasi kelainan pada tingkat gen dengan menggunakan penelitian DNA linkage (pada retinitis pigmentosa terkait-X) atau probe DNA. Stem cell
dan terapi gen termasuk salah satu dari perkembangan terapi pada saat ini yang memberikan suatu harapan kualitas hidup bagi seseorang yang mempunyai penyakit genetik.
Kata kunci : Genetik, Penyakit genetik, Mata, Kelainan uvea, DNA linkage, stem cell, terapi gen
ABSTRACT
Genetic diseases are diseases that arise due to non-functioning of the genetic factors that govern the structure and function of human physiology. Many diseases are reported to be influenced by genetic factors. Eye including one that is very susceptible to genetic diseases. In ophthalmology diseases there are some diseases that are caused by genetic abnormalities including iris deformities and abnormalities of the iris color. Diagnose a genetic disorder of course today many techniques designed to identify abnormalities at the gene level using DNA linkage studies (on the X-linked retinitis pigmentosa) or DNA probes. Stem cell and gene therapy is one of the development of therapies at this time which gives an expectation of quality of life for someone who has a genetic disease.
Key words: Genetic, Genetic Disease, Eye, uvea abnormalities, DNA linkage, stem cell, gene therapy
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan genetik sangat sering dijumpai dengan frekuensi sepanjang hidup yang
diperkirakan sekitar 670 per 1000, jumlah tersebut tidak hanya meliputi kelainan genetik
yang “klasik” dengan pewarisan mendelian. Kelainan genetik (genetic abnormality)
merupakan penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata-rata fenotip. Kelainan genetik
merupakan penyebab penyakit yang lazim, kecatatan, dan kematian pada bayi dan anak.
Kelainan genetik ini merupakan diagnosis primer 11-16% dari penderita yang dirawat di
bagian anak rumah sakit pendidikan. Satu persen bayi yang baru lahir memiliki
malformasi herediter, dan sekitar 0,5% lagi menderita cacat bawaan metabolisme atau
kelainan kromosom seks yang tidak menyebabkan kelainan fisik dan yang dapat dideteksi
hanya dengan uji laboratorium spesifik. Penyakit genetik (genetic disorder) merupakan
penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-faktor genetik yang mengatur
struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.
Semakin banyak penyakit yang dilaporkan dipengaruhi oleh faktor genetik, dan
pada banyak keadaan peran kausatif dari defek genetik tersebut telah berhasil dibuktikan.
Mata tampaknya sangat rentan terhadap penyakit genetik, dan diagnosis pasti penyakit
mata biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis yang cermat.
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta
segala seluk beluknya secara ilmiah.
Di dalam perkembangan terapi pada penyakit genetik pada mata, ilmu kedokteran
selalu berusaha untuk memperpanjang dan memperbaiki kualitas kehidupan manusia;
praktis seluruh penelitian dan usaha pengobatan diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Serta dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pada seseorang yang
mengalami suatu penyakit maka dalam beberapa tahun kebelakangan ini ilmu kedokteran
semakin berkembang dan memberikan suatu harapan kualitas hidup bagi seseorang yang
mempunyai penyakit tertentu. Khususnya pada bidang oftalmologi ada beberapa terapi
yang memang sudah menjadi andalan serta kemajuan yang memang bermanfaat.
Maka dari itu penyakit genetika dan perkembangan terapi pada mata menjadikan
latar belakang dalam karya tulis ilmiah ini.
B. Tujuan Penulis
Umum : Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran.
Khusus :
1. Mengetahui beberapa penyakit genetik dan pewarisannya
2. Mengetahui terapi pada mata saat ini.
C. Manfaat Penulis
Diharapkan penelusuran ini dapat bermanfaat untuk penulis sendiri, fakultas
kedokteran dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Genetika
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta
segala seluk beluknya secara ilmiah. Genetika merupakan ilmu mengenai unit dasar
keturunan dan transmisi serta karakteristik dari generasi ke generasi. Gen merupakan
urutan unit asam deoksiribonukleat (DNA) yang merupakan kode untuk protein tertentu.
Beberapa gangguan dan penyakit diketahui merupakan penurun suatu gen tunggal.
Beberapa penyakit lainnya tergantung pada penurunan sekelompok gen atau kromosom
defektif.1 Gen adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom. Gen
bersifat sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom, mengandung informasi
genetika dan dapat menggandakan diri pada peristiwa pembelahan sel.
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sebab, perkembangan dan pewarisan
perbedaan sifat individu. Sedangkan genetika medik adalah cabang genetika yang
mempelajari pewarisan dan efek gen pada berbagai penyakit. Di dalam genetika, susunan
gen pada individu disebut genotip sedangkan apa yang tampak pada individu disebut
fenotip.2
Genotip adalah informasi genetik yang dimiliki oleh individu sedangkan fenotip
adalah bentuk struktural atau biokimia atau fisiologik yang terlihat yang dipengaruhi oleh
genotip dan faktor lingkungan.2
B. Kelainan dan Penyakit Genetik
Kelainan genetik sangat sering dijumpai dengan frekuensi sepanjang hidup yang
diperkirakan sekitar 670 per 1000, jumlah tersebut tidak hanya meliputi kelainan genetik
yang “klasik” dengan pewarisan mendelian.3 Kelainan genetik (genetic abnormality)
merupakan penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata-rata fenotip. Kelainan genetik
merupakan penyebab penyakit yang lazim, kecatatan, dan kematian pada bayi dan anak.
Kelainan genetik ini merupakan diagnosis primer 11-16% dari penderita yang dirawat di
bagian anak rumah sakit pendidikan. Satu persen bayi yang baru lahir memiliki
malformasi herediter, dan sekitar 0,5% lagi menderita cacat bawaan metabolise atau
kelainan kromosom seks yang tidak menyebabkan kelainan fisik dan yang dapat dideteksi
hanya dengan uji laboratorium spesifik.5 Penyakit genetik (genetic disorder) merupakan
penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-faktor genetik yang mengatur
struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.4
Semakin banyak penyakit yang dilaporkan dipengaruhi oleh faktor genetik, dan
pada banyak keadaan peran kausatif dari defek genetik tersebut telah berhasil dibuktikan.
Mata tampaknya sangat rentan terhadap penyakit genetik, dan diagnosis pasti penyakit
mata biasanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis yang cermat.6
Penyakit pada umumnya dapat digolongkan menjadi penyakit yang sebabnya
karena faktor lingkungan, penyakit yang sebabnya karena faktor genetik, dan penyakit
yang sebabnya karena gabungan antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Lamy
(1975) membagi penyakit genetik menjadi penyakit gen, penyakit kromosom, penyakit
embriopati.7
Penyakit gen mutan, genopati dapat dibagi menjadi genopati malformatif,
genopati tisuler, dan genopati molekuler. Berdasarkan sifat mutasi gen (dominan atau
resesif) dan letak gen dalam kromosom inti sel ( pada autosom atau kromosom kelamin-
X atau Y), maka pewarisan penyakit gen (penyakit genetik dalam arti sempit) dapat
dibagi menjadi penyakit dominan autosom (DA), resesif autosom (RA), dominan terkait-
X (D-X), resesif terkait-X (R-X), dan terkait-Y atau holandrik. Di samping gen dalam inti
sel juga terdapat gen mitokondria. Mutasi gen mitokondria akan menyebabkan penyakit
mitokondria. Karena sel benih (garnet) mitokondria hanya terdapat pada sel telur, maka
pewarisan penyakit mitokondria adalah istimewa, yaitu mengikuti garis ibu (maternal
line), artinya hanya diwariskan dari ibu yang sakit.7
Penyakit kromosom disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom atau kelainan
struktur kromosom. Penyakit kromosom biasanya menyebabkan kelainan berat, baik fisik
maupun mental, dan bahkan letal (menyebabkan kematian), kecuali pada kelainan
kromosom kelamin bentuk tertentu. Kelainan kromosom tidak selalu dapat dideteksi pada
analisis kromosom, terutama pada delesi yang sangat kecil. Karena kelakuan kromosom
saat pembentukan garnet juga mengikuti kaidah mendel, maka pada dasarnya pewarisan
penyakit kromosom adalah seperti pewarisan penyakit dominan, asalkan kelainan
kromosom tadi tidak berefek letal, cacat berat, atau infertilitas.7
Embriopati adalah penyakit embrio dapatan akibat terpaparnya si ibu saat
kehamilan muda dengan bahan teratogenik. Jadi embriopati bukan penyakit genetik.
Tetapi karena gambaran fenotip embriopati tertentu sering menyerupai sindrom penyakit
genetik yang dikenal (efek fenokopi), maka embriopati penting sebagai diagnosis
banding.7
C. Mekanisme Pewarisan
Identitas genetik seseorang (genotip) terdapat di dalam DNA yang terletak di inti
sel dan mitokondria. DNA di dalam inti sel somatic manusia normal tersusun dalam 23
pasang kromosom. Dikenal dua macam kromosom, yaitu kromosom badan (autosom) dan
kromosom kelamin/kromosom seks (gonosom). Dua puluh dua dari pasangan tersebut
bersifat agak mirip (homolog) dan dengan demikian disebut autosom. Pasangan kedua
puluh tiga terdiri dari kromosom seks (X dan Y).6 Kromosom seks ini yang menentukan
jenis kelamin seseorang. pada wanita pasangan ini homolog (XX), sedangkan pada pria
heterolog (XY).2
Genotip tersusun dari banyak satuan fungsional kecil yang disebut gen, yang
terletak di tempat-tempat tertentu (lokus) di sepanjang DNA. Lokus adalah lokasi yang
diperuntukkan bagi gen dalam kromosom. Dengan demikian gen juga tersusun
berpasangan. Bentuk alternatif suatu gen di lokus yang mengontrol karakteristik tertentu
dikenal sebagai alel. Apabila alel di lokus tertentu sama, maka individu dikatakan bersifat
homozigot, dan apabila berbeda dikatakan heterozigot.6 Alel ganda (Multiple Alleles)
adalah adanya lebih dari satu alel pada lokus yang sama.
Gamet (spermatozoa dan ovum) dihasilkan dari pembelahan sel jenis khusus yang
disebut meiosis reduksi-divisi, dimana 23 pasang kromosom terpisah dan masing-masing
sel anak menerima satu kromosom dari setiap pasangan.6 Satu dari setiap pasangan
diwariskan ke masing-masing sel anak secara acak. Pertukaran bahan kromosom
(translokasi) antara anggota masing-masing pasangan juga dapat terjadi. Pada saat
pembuahan, masing-masing kromosom pada spermatozoa bersatu dengan kromosom
yang sesuai pada ovum untuk menghasilkan sebuah sel dengan 46 kromosom dan
konstitusi genetik yang unik. DNA mitokondria seluruhnya berasal dari ovum. Semua
pembelahan sel setelah pembuahan (mitosis) terdiri dari duplikasi dan pemisahan semua
kromosom untuk menghasilkan sel dengan jumlah kromosom tetap 46 dan konstitusi
genetik yang sama.6
Ekspresi genotip dalam sifat-sifat fisik dikenal sebagai fenotip. Pewarisan sifat
tertentu pada fenotip manusia, misalnya warna mata, dapat dijelaskan berdasarkan
interaksi antara dua alel di lokus kromosom yang sama. Masing- masing alel menentukan
perkembangan salah satu bentuk karakteristik yang bersangkutan. Pada individu yang
homozigot, bentuk ini terekspresikan bersama-sama. Pada individu heterzigot, salah satu
alel dikatakan dominan, karena menentukan fenotip, sementara yang lain resesif (tidak
terekspresikan). Ini adalah dasar pewarisan mendelian, yang merupakan asal dari
berbagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan pola pewarisan. Namun, pewarisan
banyak karakteristik fenotip tidak selalu mudah diklasifikasikan dengan cara ini. Hal ini
menyebabkan timbulnya modifikasi-modifikasi terhadap konsep mendelian, termasuk
ekspresi variable dan penetrasi gen yang bervariasi. Kemajuan dalam pemahaman
mengenai regulasi dan ekspresi gen, serta diketahuinya peran faktor lingkungan,
membuktikan mengapa model tersebut disangkal. Bagaimanapun, kerangka konsep
pewarisan mendelian masih bernilai tinggi dalam genetika klinis sebagai cara untuk
menjelaskan pola pewarisan dan memperkirakan resiko transmisi kelainan genetik
tertentu. Pola pewarisan alternatif yang utama adalah pola yang ditimbulkan oleh
kelainan kromosom dan pola yang dianggap sebagai multifaktor, melibatkan banyak gen
atau pengaruh lingkungan dan pewarisan maternal akibat defek pada DNA mitokondria.6
D. Pewarisan Mendelian Berserta Macam-macam Penyakit Mata.
Pewarisan mendelian dapat dibagi menjadi tiga pola utama : dominan autosom,
resesif autosom, dan resesif terkait-X.
Pewarisan Dominan Autosom
Suatu gen dominan abnormal tetap menimbulakan kelainan spesifik walaupun gen
sepasangnya (alel) normal. Pria dan wanita sama-sama terkena dan karena heterozigot
memiliki kemungkinan teoritis 50% mewariskan gen yang sakit (dan dengan demikian
kelainannya) ke setiap anak walaupun menikah dengan individu yang genotipnya normal
(gambar 1).6
Gambar 1. Pewarisan dominan autosom
Pada suatu kelompok silsilah tertentu, maka pewarisan dominan autosom
dipastikan apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi : (1) Pria dan wanita terkena sama
banyak. (2) Transmisi langsung terjadi pada dua atau lebih generasi. (3) sekitar 50%
individu dalam silsilah terkena.6
Cukup banyak penyakit serius tetapi jarang dengan manifestasi di mata
diwariskan dengan cara ini : bentuk-bentuk glukoma juvenilis, sindrom Marfan, buta
senja stasioner congenital (Gambar 2), osteogenesis imperfekta, neurofibromatosis tipe 1
dan 2, von Hippel-Lindau disease, dan Tuberose sclerosis. Proses seleksi alamiah
cenderung menjaga insidens penyakit ini tetap rendah karena banyak pengidap yang tidak
bereproduksi.6
Pria
Wanita
Terkena
Terkena
Gambar 2 . Silsilah buta senja stasioner kongenital
Dari generasi ke generasi, penyakit yang diwariskan secara dominan ini mungkin
lebih parah atau kurang parah bergantung pada ekspresinya, suatu penyakit dengan
“ekspresi bervariasi” adalah penyakit yang dapat timbul dalam bentuk ringan atau parah.
Salah satu contoh adalah neurofibromatosis tipe 1. Individu yang secara genotip
mengidap penyakit tersebut mungkin hanya memperlihatkan beberapa macula café au
lait atau sebaliknya mengalami manifestasi yang serius. Kita tidak dapat memperkirakan
jika atau kapan penyakit akan lebih serius (dengan tumor susunan saraf pusat atau glioma
saraf optikus) pada generasi berikutnya. Apabila terdapat pola genetik tetapi tidak
terdapat tanda penyakit, maka dikatakan bahwa penetrasi penyakitnya berkurang.
Mungkin agak sulit dibedakan antara pewarisan dominan dengan penurunan penetrasi
dari pewarisan resesif.6
Pewarisan Resesif Autosom
Gen-gen resesif abnormal harus berada berpasangan (keadaan dupleks) agar dapat
memanifestasikan abnormalitasnya. Dengan demikian, masing-masing orangtua harus
menyumbang satu gen abnormal resesif. Masing-masing orangtua secara klinis tidak sakit
(secara genotip sakit tetapi secara fenotip normal), karena gen dominan normal
menyebabkan gen abnormal menjadi resesif (Gambar 3).6
Gambar 3 . Pewarisan resesif autosom
Sebagai kriteria yang digunakan untuk menetapkan pewarisan resesif autosom
adalah sebagai berikut: (1) Adanya penyakit yang sama di cabang-cabang kolateral
keluarga. (2) Riwayat konsanguinitas, semakin tinggi tingkat konsanguinitas dalam suatu
silsilah suatu penyakit yang bersangkutan bersifat resesif. (3) Adanya penyakit pada
sekitar 25% saudara kandung. Terdapat 25% kemungkinan bahwa dua gen abnormal akan
diwariskan ke satu individu. Terdapat 50% kemungkinan bahwa suatu gen normal akan
memodifikasi gen penyakit. Dalam hal ini, individu adalah pembawa (carrier) penyakit
(seperti orangtuanya) tetapi tidak menderita penyakit tersebut (yakni, secara genotip salit
tetapi fenotip normal). Pada 25% kandung sisanya, dua gen normal berada bersama-sama
dan gen abnormal sama sekali hilang.6
Banyak proses penyakit yang telah dipastikan terjadi akibat pewarisan resesif
autosom, dan banyak lagi yang dicurigai memiliki latar belakang genetik serupa. Yang
termasuk kasus-kasus definitive adalah sindrom Lauren-ce-Moon_biedl dan gangguan
metabolisme bawaan misalnya albinisme okulokutaneosa, defisiensi galaktokinase, dan
penyakit Tay-Sachs.6
Pewarisan Resesif Terkait-X
Banyak gen pada kromosom X tidak ditandingi oleh gen di kromosom Y.
Kelainan gen-gen ini menyebabkan penyakit pada pria, sedangkan pada wanita gen
resesif abnormal pada kromosom X ditutupi oleh alel normalnya. Dengan demikian,
hamper semua penyakit terkait-X bermanifestasi pada pria, sedangkan diwariskan oleh
wanita. Pria dan kakek dari pihak ibunya terkena, sedangkan wanita di antaranya adalah
pembawa.6
Di antara penyakit-penyakit mata dengan pewarisan terkait-X adalah buta warna
(Gambar 4), albinisme ocular, dan salah satu jenis retinitis pigmentosa.6
Wanita memiliki mosaik sel-sel somatik yang terdiri dari kelompok-kelompok sel
dengan satu kromosom X berfungsi dan kelompok-kelompok sel dengan kromosom X
yang lain yang berfungsi (hipotesis Lyon). Apabila seorang wanita pembawa bagi suatu
penyakit terkait-X, maka mosaicism ini kadang-kadang dapat terdeteksi. Hal ini misalnya
pada pembawa wanita untuk penyakit albinisme okular, yang secara oftalmoskopis dapat
dilihat adanya kelompok-kelompok sel epitel retina yang albino dan berpigmen.6
Gambar 4 . silsilah buta warna
E. Pewarisan Maternal Berserta Macam-macam Penyakit Mata.
Pewarisan maternal adalah suatu kelainan yang diwariskan hanya dari ibu, tidak
mengikuti hukm-hukum dari salah satu bentuk pewarisan mendelian. Pewarisan ini
memiliki relevansi khusus dengan oftalmologi karena eksistensinya diketahui melalui
penelitian terhadap pola pewarisan neuropati optikus herediter Leber, yang menyebabkan
neuropati optikus bilateral parah pada dewasa muda. Penjelasan untuk pewarisan
maternal adalah adanya defek pada DNA mitokondria, yang seluruhnya berasal dari ibu.6
Pewarisan maternal akan menghasilkan kelainan genetik yang diwariskan hanya
melalui keturunan wanita kemudian secara potensial ke semua keturunan, tidak pernah
ditemukan pada anak dari pasien pria, dan dapat dideteksi pada setiap generasi, dengan
pria dan wanita terkena sama banyak.6
Pada hampir semua keluarga yang mengidap neuropati optikus herediter Leber,
dapat diidentifikasi adanya sebuah mutasi titik pada DNA mitokondria yang mengenai
gen yang berperan dalam pembentukan suatu protein yang penting dalam fosforilasi
oksidatif. Mutasi yang paling sering dijumpai, yang dikenal sebagai mutasi Wallace,
terjadi di pasangan basa 11778. Pola pewarisan neuropati optikus herediter Leber pada
kenyataannya tidak memenuhi semua gambaran yang disebut diatas, yang
mengisyaratkan adanya pengaruh lain. Anomali yang signifikan adalah bias jenis kelamin
pria yang mencolok dalam ekspresi klinis penyakit.6
F. Kelainan Kromosom
Apabila mitosis dihentikan pada tahap metafase, maka kromosom dapat
disebarkan pada suatu slide, dihitung, dan difoto. Penelitian-penelitian sitogenik ini
memungkinkan kita mengklasifikasikan kromosom menjadi tujuh kelompok berdasarkan
sifat-sifatnya misalnya ukuran dan letak sentromer. Kelompok-kelompok tersebut
mengandung dua samapi tujuh kromosom. Kromosom dari setiap kelompok tidak dapat
dibedakan dengan kromosom lainnya dalam kelompok yang sama. Penelitian sitogenetik
juga memastikan bahwa beberapa penyakit dapat dihubungkan dengan kelainan jumlah
kromosom, terutama kelebihan satu (trisomi) atau kadang-kadang kurang satu
(monosomi) dari jumlah normal 46. Sebagian kecil sindrom yang sering ditemukan
dibahas secara singkat di bawah ini. Karena penambahan atau pengurangan sebuah gen
seluruhnya jelas adalah suatu kelainan genetik mayor, sindrom-sindrom ini ditandai oleh
deformitas yang luas dan banyak. Banyak pembuahan yang abnormal tersenut
menyebabkan abortus dini dan lahir mati.6
Sindrom yang berhubungan dengan kelainan jumlah kromosom
1. Trisomi 13 (Sindrom Patau)
Anoftalmos, mikroftalmos, dysplasia retina, atrofi optikus, koloboma uvea, dan
katarak adalah anomalia mata mayor.6
2. Trisomi 18 ( Sindrom Edwards)
Gambaran utama sindrom yang jarang ini adalah retardasi mental dan fisik, defek
jantung congenital, dan kelainan ginjal. Pernah dilaporkan kekeruhan kornea dan
lensa, ptosis, unilateral, dan atrofi optikus.6
3. Trisomi 21 (Sindrom Down)
Walaupun sindrom Down cukup sering ditemukan dan merupakan entitas yang
banyak diketahui, pola herediternya lama tidak diketahui. Kelainan pada mata
mencakup hyperplasia iris, penyempitan fisura palpebra dengan sipit oriental,
strabismus, eptikantus, katarak, myopia tinggi (33%), keratokonus, dan bercak
Brushfield (abu-abu perak) di iris.6
Kelainan yang melibatkan kromosom seks
Sindrom Turner adalah suatu monosomi (45 kromosom) karena beberapa alasan,
wanita penyakit ini hanya menerima satu kromosom X. Yang menarik dari segi
oftalmologi adalah tingginya insidens buta warna (8%). Insidens ini sama frekuensinya
seperti pada pria (insidens wanita 0,4%) dan dapat dijelaskan oleh kenyataan bahwa gen
resesif normal tertutupi dan diekspresikan seperti pada pria.6
Sindrom Klinefelter adalah suatu trisomi yang melibatkan kromosom X. Pria
pengidap memiliki 47 kromosom: 44 autosom normal dan tiga kromosom seks, XXY.
Kelainan mata yang menarik adalah sangat jarangnya buta warna, karena kromosom X
resesif ditutupi oleh dominan normal (seperti pada wanita normal).6
A. Aspek Genetik pada Kelainan Uvea
Dalam hal ini hanya akan dibicarakan beberapa kelainan uvea anterior (iris), baik
mengenai kelainan bentuk, kelainan pigmentasi (warna), dan radang pada iris.
Kelainan bentuk iris
a. koloboma iris
koloboma iris adalah celah iris kongenital pada sektor nasal bawah, yang terjadi
karena kegagalan penutupan mangkok optik pada daerah fisura fetalis.
Kelainan ini dapat beragam dari adanya lekukan pada pupil sampai defek sektoral
jaringan uvea yang meluas dari iris sampai nervus optikus. Fisura fetalis ini secara
normal menutup pada minggu kelima dan keenam pada saat embrio berukuran 10 sampai
18mm.7
Mengenai pewarisan kelainan ini sebenarnya Snell pada tahun 1908 telah
memperlihatkan pewarisan koloboma iris pada 5 generasi yang menunjukan adanya
pewarisan dominan autosom. Kajian silsilah keluarga sampai saat ini tetap menyokong
adanya pewarisan dominan autosom. Kelainan ini mungkin berbeda dengan aniridia. Gen
untuk koloboma iris, khoroid, dan retina telah diketahui berada pada kromosom nomor
2.7
b. aniridia
aniridia yang berdiri sendiri atau disertai kelainan mata yang lain memperlihatkan
ekspresivitas (penampakan) yang sangat bragam. Aniridia biasanya disertai dengan
pengurangan visus, nistagmus, katarak, strabismus, ambliopia, dan hipolasia nervus
optikus. Kelainan iris sendiri dapat berupa (1) aniridia total, (2) tersisanya sedikit iris, (3)
koloboma atipik, (4) koloboma tipik dengan penipisan iris, dan (5) penipisan iris dengan
pupil yang bulat(3.8). pada pembawa gen yang mempunyai pupi bulat, Mintz-Hittner et
al. (1992) dapat memperlihatkan adanya ketidak sempurnaan koloret dan pengurangan
zona avaskuler fovea.7
Pewarisan aniridia pertama kali dilaporkan oleh Macklin pada tahun 1927, dan
bersifat dominan autosom. Pewarisan demikian tetap terbukti sampai sekarang dan
bahkan letak gennya dalam kromosom telah diketahui, letak gen aniridia bisa berada pada
kromosom nomor 2, yaitu pada 2p25 dekat dengan gen koloboma uvea, dan pada
kromosom nomor 11, yaitu pada 11p13. Aniridia yang disebabkan oleh mutasi gen pada
kromosom nomor 2 dan nomor 11 tidak dapat dibedakan. Aniridia yang disebabkan oleh
mutasi gen pada kromosom 11 disebut aniridia-2. Angka mutasi untuk aniridia-1 dan
aniridia-2 secara keseluruhan adalah 2,5 sampai 5 x 10-6 per garnet per generasi.
Disampaing aniridia autosomal dominan, ternyata pada orang-orang Jepang juga
dijumpai aniridia autosomal resesif. Anirida jenis ini mempunyai nakula yang baik.7
c. Aniridia bersama dengan tumor Wilms (sindrom WAGR)
tumor Wilms adalah tumor embrional ginjal yang analog dengan retinoblastoma
dalah arti bahwa tumor diwariskan secara Mendel dan disebabkan oleh gangguan pada
gen penekan tumor atau tumor suppresor gene. Ternyata gen untuk timbulnya tumor
Wilms ini sangat berdekatan letaknya dengan gen untuk aniridia-2, yaitu pada 11p13.
Delesi pada 11p13 ternyata mempunyai asosiasi dengan sindrom WAGR (Wilms tumor,
Aniridia, Genitournary anomalies, adn mental Retardation). Keadaan demikian adalah
serupa dengan asosiasi antara delesi 13q14 dengan retinoblastoma. Demikian pula teori
dua kali mutasi dari Knudson juga berlaku untuk tumor Wilms.7
Kalau asosiasi antara delesi 13q14 pertama kali ditemukan oleh Miller et al pada
tahun 1964, maka asosiasi antara delesi 11p13 dengan sindrom WAGR ditemukan oleh
Riccardi et al pada tahun 1978. Jadi aniridia-2 dapat berdiri atau sebagai dari sindrom
WAGR.7
Demikian pula tumor Wilms juga bisa berdiri sendiri atau sebagai bagian dari
sindrom WAGR. Rupanya patahan pada 11p13 akan menyebabkan aniridia-2, sedangkan
delesi daerah 11p13 akan menyebabkan sindrom WAGR. Dengan demikian adanya
aniridia yang disertai kelainan genitourinaria atau retardasi mental perlu dicari apakah
juga menderita tumor Wilms dengan pemeriksaan USG berkala.7
d. Pupil ektopik
Pupil ektopik biasanya merupakan bagian dari ektopia lentis dan pupil. Ektopia
lentis dan pupil merupakan 7-19% dari keseluruhan ektopia lentis, dan ektopia lentis
tanpa ektopia pupil adalah 81-9%.7
Pada kelainan ini pupil berbentuk lonjong atau berbentuk celah, terletak ektopik,
dan sulit dilatasinya, kelainan ini biasanya bilateral, asimetris, dan kadang-kadang
terdapat mikrosferofakia. Katarak, glaukoma, dan ablasio retina dapat menyertai kelainan
ini. Pupil ektopik dapat pula vertikal sehingga menyerupai mata kucing.7
Mengenai pewarisan pupil ektopik telah diperlihatkan oleh Waardenburg pada
tahun 1932. Kelainan ini sebagaian diwariskan secara domonan autosom dan sebagian
diwariskan secara resesif autosom (s0rsby, 1951; Nelson & Maumene, 1986).7
e. Kelainan bentuk iris yang lain
beberapa sindrom genetik maupun kromosomik sering disertai adana kelainan
bentuk iris yang abnormal. Beberapa sindrom yang disebukan antara lain :7
1. Sindrom kuku-patela
Sindrom ini mempunyai tanda utama berupa displasia kuku, hipoplasia patcla, dan
spina iliaka yang menonol. Pada penderita ini kadang-kadang ditemukan iris yang
berbentuk daun semanggi. Sindrom kuku-patela diwariskan secara dominan
autosom.7
2. Neurofibromatosis
Neurofibromatosis merupakan salah satu anggota faktomatosis (hamartoma)
dengan tanda utama berupa neurofibromata multipel, bercak kulit warna kopi susu
(tache cafe au tail), dan lesi tulang. Pada iris penderita suing ditemukan nodula Lisch
(hamartomata iris pigmentosa). Penyakit ini diwariskan secara dominan autosom
dengan ekspresivitas yang sangat beragam.7
3. Sindrom okulodentodigital
Sindrom ini ditandai oleh mikroftalmia, hipoplasi email, dan kamptodaktili
kelingking. Selain mikroftalmia pada mata juga ditemukan iris yang halus dan
berpori-pori. Pewarisan ini adalah dominan autosom dengan ekspresivitas yang
beragam.7
4. Sindrom mata kucing (cat eye syndrome)
Sindrom ini mempunyai gejala utama berupa utama berupa koloboma iris, atresia
ani, dan apendages preaurikuler. Kelainan merupakan penyakit kromosom, yaitu
suatu trisomi parsial kromosom 22, karena adanya tambahan 22q.7
Kelainan warna iris
a. albinisme
warna mata ditentukan oleh warna iris, dan warna iris ini merupakan salah satu
kriteria penentuan kekembaran secara fisik. Galton pada tahun 1889 membagi warna iris
menjadi 8 kategori, yaitu : cerah, biru dan biru gelap, hijau dan hijau biru, abu-abu gelap,
coklat muda, coklat dan coklat tua, gelap dan hitam.7
Albinisme termasuk dalam satu kelompok besar kelainan okulokuaneus. Ada dua
jenis albio yaitu albino okulokutaneus dan albino okuler. Albinisme okulokutaneus
disebabkan oleh kekurangan atau ketiadaan pigmentasi pada kulit, rambut, dan mata.
Pada labinisme okuler, terutama yang mengalami gangguan pigmentasi adalah mata.
Kedua bentuk albinisme ini masih dibagi lagi menjadi beberapa bentuk. Kedua bentuk
albinisme tadi sering hipoplasia fovea, fotofobia, nostagmus dan pengurangan tajam
pengelihatan.7
Albino okulokutaneus secara garis besar dibagi menjadi negatif tirosine dengan
frekuensi 1 dalam 15.000 kelainan path Negro dan 1 dalam 40.000 pada kulit putih
(Worobec-Victor et al., 1986). Albino okuler ditandai oleh hipopigmentasi fokal pada
kulit. Pewarisan albino okuler dapat secara terangkai-X, resesif autosom, maupun
dominan autosom (Worobec-Victor et al, 1986).7
b. Kelainan pigmentasi iris lain
beberapa sindrom kromosomik juga sering ditandai oleh kelainan warna
(pigementasi) iris. Beberapa sindrom yang perlu dikenal adalah(12,14,16) :
1. Sindrom angelman
Sindrom angelman atau sindrom boneka gembira (happy puppet
syndrome) ditandai oleh cara berjalan seperti boneka gembira, tertawa paroksimal
dan muka (wajah) yang khas. Penderita ini memperlihatkan iris berwarna biru
pucat. Sindrom ini mungkin diwariskan secara resesif autosom.7
2. Sindrom Down
Sindrom ini disebut pula mongolisme atau lebih tepa disebut trisomi 21.
Trisomi 21 ini kelainan kromosom yang paling sering dijumpai. Trisomi 21
mempunyai tanda utama hipotoni, bulat Brushfield pada iris, daun telinga kecil
dan leher lebar.7
3. Sindrom X-fragil
Sindrom X-fragil atau sindrom Martin-Bell merupakan penyakit
kromosom yang lebih sering mengenai laki-laki. Sinthorn ini ditandai dengan
definisi mental, displasia ringan jaringan ikat, dan markoorkhidisme. Pada mata
ditemukan adanya iris yang berwarna biru pucat.7
A. Diagnosis Pranatal
Pada beberapa kasus, kepada keluarga yang beresiko pengidap suatu penyakit
herediter dapat ditawarkan pilihan diagnosis pranatal. Diagnosis ini mungkin berupa
pencarian adanya kelainan kromosom atau defek protein structural spesifik misalnya
defisiensi enzyme. Pada saat ini banyak dirancang teknik untuk mengidentifikasi kelainan
pada tingkat gen dengan menggunakan penelitian DNA linkage (misalnya, pada retinitis
pigmentosa terkait-X) atau probe DNA. Diagnosis prenatal dengan memeriksa sel-sel
cairan amnion yang diperoleh dengan amino-sintesis pada usia kehamilan 14-16 minggu
telah menjadi suatu tindakan yang aman dan praktis. Daftar penyakit herediter yang dapat
didiagnosis dengan metode ini cepat bertambah. Namun, terdapat selang sekitar 3 minggu
sebelum hasil analisis sitogenik diketahui. 6
B. Terapi penyakit genetik pada mata
Ilmu kedokteran selalu berusaha untuk memperpanjang dan memperbaiki kualitas
kehidupan manusia; praktis seluruh penelitian dan usaha pengobatan diarahkan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pada seseorang yang
mengalami suatu penyakit maka dalam beberapa tahun kebelakangan ini ilmu kedokteran
semakin berkembang dan memberikan suatu harapan kualitas hidup bagi seseorang yang
mempunyai penyakit tertentu. Khususnya pada bidang oftalmologi ada beberapa terapi
yang memang sudah menjadi andalan serta kemajuan yang memang bermanfaat.
Beberapa di antaranya:
Stem cell
Stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat:8
1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini
stem cell mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel
saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas, dan lain-lain.
2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-
regenerate/self-renew). Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang
persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
Stem cells adalah sel-sel yang memiliki potensi tinggi untuk berkembang menjadi
berbagai jenis sel dalam tubuh. Pada dasarnya, stem cells berfungsi sebagai salah satu
mekanisme perbaikan tubuh. Dengan kemampuan membelah diri yang dapat dikatakan
tak terhingga, stem cells dapat menggantikan sel-sel yang rusak atau mati sepanjang
hidup suatu organisme. Jika suatu stem cell membelah, sel anakan yang baru memiliki
potensi untuk tetap menjadi stem cell atau menjadi suatu jenis sel dengan fungsi spesifik,
misalnya sel otot, sel darah, atau sel otak. 9,13
Berdasarkan asalnya, stem cell dibedakan menjadi stem cell embrio dan stem cell dewasa. Stem
cell embrio diperoleh dari embrio yang berkembang dari sel telur yang dibuahi sel
sperma secara in vitro, dilakukan di klinik fertilisasi in vitro, dan didonasikan untuk riset
dengan sepengetahuan donor. Berbeda dengan stem cell embrio, stem cell dewasa
umumnya berada di beberapa jaringan tertentu dan berfungsi menghasilkan sel-sel yang
membentuk jaringan tersebut. Contohnya stem cell hematopoetik pada sumsum tulang
belakang dapat menghasilkan berbagai jenis sel darah seperti eritrosit dan leukosit. Stem
cell embrio memiliki potensi tertinggi (totipotensi atau multipotensi) untuk berkembang
menjadi hampir semua jenis sel pada tubuh, sedangkan stem cell dewasa memiliki potensi
berkembang yang lebih rendah (pluripotensi) karena umumnya terbatas pada jenis-jenis
sel tertentu.9,13
• Stem cells untuk pengobatan
Transplantasi stem cells pada berbagai jaringan dan organ, terutama penggunaan stem
cells hematopoetik dari darah tali pusat (cord blood) untuk pengobatan penyakit darah,
sangat menjanjikan. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penggunaan
darah tali pusat untuk pengobatan pasien dari berbagai golongan usia. Jepang telah
menggunakan darah tali pusat pada lebih dari 50% transplantasi pada pasien anak-anak
maupun dewasa. Di Amerika Serikat, darah tali pusat juga telah digunakan lebih dari
50% dari total transplantasi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa mendekati
20%.9,13
• Transplantasi pada retina
Transplantasi menggunakan enten (graft) retina pada otak inang neonatal
menunjukkan bahwa enten retina dapat sintas (survive), berkembang, dan bahkan
membuat hubungan saraf dengan otak inang. Hasil eksperimen tersebut menimbulkan
asumsi bahwa penggunaan enten retina yang ditransplantasikan pada retina lain bisa lebih
mudah menghasilkan hubungan saraf dibandingkan enten retina pada otak. Sayangnya,
ternyata tidak semudah itu. Selama lebih dari satu dekade terakhir para peneliti retina
masih berkutat pada permasalahan pengentenan, sintasan, dan diferensiasi sel-sel yang
ditransplantasikan.9
Teknik bedah mata modern telah memungkinkan transplantasi sel pada daerah
subretina. Transplantasi menggunakan kumpulan sel-sel yang berbentuk lembaran
diperkirakan lebih menjanjikan daripada transplantasi menggunakan sel-sel tunggal.
Salah satu hasil eksperimen yang menggunakan metode tersebut dilaporkan oleh group
Maureen A. McCall. Retina dari fetus tikus normal ditransplantasikan pada retina tikus
yang memiliki mutasi pada gen rhodopsin. Rhodopsin adalah pigmen di retina yang
berperan dalam pembentukan sel fotoreseptor pada fetus dan dalam persepsi cahaya pada
mata dewasa. Karena tidak adanya rhodopsin, tikus mutan mengalami degenerasi retina
seperti pada RP (Retinitis Pigmentosa). Beberapa minggu setelah transplantasi, uji
histologi menunjukkan bahwa retina donor dapat mengenten dengan baik. Yang lebih
menarik lagi, retina tikus inang menunjukkan respon saat diberi rangsangan cahaya pada
daerah transplantasi, sementara daerah yang tidak mendapat transplan tidak memberikan
respon karena fotoreseptornya telah mengalami degenerasi. Walaupun hasil penelitian ini
sangat menjanjikan, kelemahannya adalah diperlukannya banyak embrio sebagai donor
retina untuk dapat meliput seluruh retina mata dewasa. Hal ini jelas tidak mungkin
dilakukan pada manusia dan dalam hal ini stem cells menjadi donor yang lebih
menjanjikan. 9
Sebagaimana penggunaan stem cells pada penyakit saraf lainnya, stem cell untuk
mengobati kebutaan akibat RP (Retinitis Pigmentosa) atau DMP (Degenerasi macular
akibat penuaan) hingga saat ini masih dalam tahap penelitian.9
Terapi gen
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen
mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit.
Pada awalnya, terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit keturunan (genetik) yang
terjadi karena mutasi pada satu gen, seperti penyakit fibrosis sistik. Penggunaan terapi
gen pada penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan gen normal yang spesifik ke
dalam sel yang memiliki gen mutan. Terapi gen kemudian berkembang untuk mengobati
penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti kanker. Selain memasukkan
gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen lain yang dapat digunakan adalah
melakukan rekombinasi homolog untuk melenyapkan gen abnormal dengan gen normal,
mencegah ekspresi gen abnormal melalui teknik peredaman gen, dan melakukan mutasi
balik selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi normal kembali.
Kini muncul harapan bagi para penderita penyakit keturunan yang disebut Leber`s
congenital amaurosis (LCA) setelah sejumlah peneliti melakukan percobaan terapi gen
yang mampu memperbaiki penglihatan sejumlah penderita penyakit semacam rabun senja
tersebut.
LCA diderita sekitar 3.000 orang di Amerika Serikat. Mereka yang lahir dengan LCA
mulai kehilangan penglihatan pada saat lahir dan menjadi butal total pada usia 40 tahun.
Anak yang lahir dengan LCA memiliki cacat pada gen RPE65 yang membantu retina
membuat rhodopsin, pigmen yang diperlukan untuk menyerap cahaya. Tanpa rhodopsin,
sel photoreceptor secara bertahap akan mati. Bila pada orang yang menderita LCA
mendapatkan terapi gen pada mata maka akan menunjukkan perbaikan fungsi retina.10,12
Selain pada penderita LCA, terapi gen yang dilakukan pada choroideraemia(CHM)
juga mendapatkan hasil yang membaik. Kebutaan tipe choroideraemia (CHM) adalah
gangguan genetik langka yang menyebabkan hilangnya penglihatan secara progresif
akibat degenerasi koroid dan retina. Penyakit ini susah disembuhkan tapi dengan temuan
ada harapan untuk kesembuhan penderitanya.
CHM adalah gangguan genetik langka, yang menyebabkan hilangnya penglihatan
secara progresif akibat degenerasi koroid dan retina. Pada masa kanak-kanak, kebutaan
malam adalah gejala pertama yang paling umum terjadi. Seiring perkembangan penyakit,
dapat trjadi kehilangan pengelihatan.
Kehilangan penglihatan seringkali dimulai dengan pola cincin tidak teratur yang
secara bertahap meluas mengarah pada penglihatan sentral dan keluar menuju pinggiran
yang ekstrim.CHM hanya terjadi pada pria dan hingga sekarang belum terdapat
pengobatan yang spesifik untuk penyakit tersebut. Diagnos penyakit tersebut biasanya
dilakukan di masa kecil ketika gejala makin memburuk. Penyakit tersebut akan dapat
menyebabkan kebutaan sekitar usia 40 tahun. Penyakit tersebut terjadi karena kekurangan
gen REP1 yang terletak pada kromosom X.
Pada pasien yang menjalani operasi di mana terapi gen disuntikkan ke dalam satu
mata. Mata lainnya kemudian akan bertindak sebagai kontrol terhadap mata yang telah
disuntik dengan gen. Hal tersebut bertujuan untuk menilai efek pengobatan.
Terapi tersebut menggunakan virus, yang pada dasarnya DNA virus digunakan
sebagai agen pengiriman gen yang hilang ke bagian mata. Virus tersebut telah direkayasa
untuk menginfeksi sel-sel peka cahaya di retina yang dikenal sebagai fotoreseptor.
Kemudian ada gen yang diaktifkan dan gen tersebut menjadi aktif. Dengan terapi gen
tertentu, satu kali pengobatan dapat memberikan koreksi permanen pada penyakit
tersebut. Karena gen diperkirakan tetap berada di sel-sel retina tanpa batas.
BAB III
PEMBAHASAN
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta
segala seluk beluknya secara ilmiah. Genetika merupakan ilmu mengenai unti dasar
keturunan dan transmisi serta karakteristik dari generasi ke generasi. Gen merupakan
urutan unik asam deoksiribonukleat (DNA) yang merupakan kode untuk protein tertentu.
Beberapa gangguan dan penyakit diketahui merupakan penurun suatu gen tunggal.
Beberapa penyakit lainnya tergantung pada penurunan sekelompok gen atau kromosom
defektif.1 Gen adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom. Gen
bersifat sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom, mengandung informasi
genetika dan dapat menduplikasi diri pada peristiwa pembelahan sel.
Penyakit genetik (genetic disorder) merupakan penyakit yang muncul karena
tidak berfungsinya faktor-faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi
tubuh manusia.4
Semakin banyak penyakit yang dilaporkan dipengaruhi oleh faktor genetik, dan
pada banyak keadaan peran kausatif dari defek genetik tersebut telah berhasil dibuktikan.
Mata tampaknya sangat rentan terhadap penyakit genetik, dan diagnosis pasti penyakit
mata biasanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis yang cermat.6
Penyakit pada umumnya dapat digolongkan menjadi penyakit yang sebabnya
karena faktor lingkungan, penyakit yang sebabnya karena faktor genetik, dan penyakit
yang sebabnya karena gabungan antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Lamy
(1975) membagi penyakit genetik menjadi penyakit gen, penyakit kromosom, penyakit
embriopati.7
Penyakit gen mutan, genopati dapat dibagi menjadi genopati malformatif,
genopati tisuler, dan genopati molekuler. Berdasarkan sifat mutasi gen (dominan atau
resesif) dan letak gen dalam kromosom inti sel ( pada autosom atau kromosom kelamin-
X atau Y), maka pewarisan penyakit gen (penyakit genetik dalam arti sempit) dapat
dibagi menjadi penyakit dominan autosom (DA), resesif autosom (RA), dominan terkait-
X (D-X), resesif terkait-X (R-X), dan terkait-Y atau holandrik. Di samping gen dalam inti
sel juga terdapat gen mitokondria. Mutasi gen mitokondria akan menyebabkan penyakit
mitokondria, misalnya penyakit Leber. Karena pada sel benih (garnet) mitokondria hanya
terdapat pada sel telur, maka pewarisan penyakit mitokondria adalah istimewa, yaitu
mengikuti garis ibu (maternal line), artinya hanya diwariskan dari ibu yang sakit.7
Dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pada seseorang yang
mengalami suatu penyakit maka dalam beberapa tahun kebelakangan ini ilmu kedokteran
semakin berkembang dan memberikan suatu harapan kualitas hidup bagi seseorang yang
mempunyai penyakit tertentu. Khususnya pada bidang oftalmologi ada beberapa terapi
yang memang sudah menjadi andalan serta kemajuan yang memang bermanfaat.
Beberapa di antaranya: Stem cell dan Terapi gen.
Stem cells adalah sel-sel yang memiliki potensi tinggi untuk berkembang menjadi
berbagai jenis sel dalam tubuh. Pada dasarnya, stem cells berfungsi sebagai salah satu
mekanisme perbaikan tubuh.
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen
mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan genetik merupakan kasus yang sering dijumpai dan penyebab yang lazim
kecacatan dan kemaitan pada bayi dan anak. Khususnya pada bagian oftalmologi,
kelainan-kelainan seperti kelainan bentuk iris dan kelainan warna iris dengan pewarisan
mendelian maupun pewarisan maternal. DNA linkage atau probe DNA merupakan teknik
untuk mengidentifikasi kelainan pada tingkat gen yang merupakan suatu cara menegakan
diagnosis. Dalam memperbaiki kualitas hidup pada seseorang yang mengalami suatu
kelainan genetik, maka pada saat ini Stem cell dan terapi gen berperan penting dalam
terapi kelainan genetik khususnya pada mata.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan karya tulis ini, penulis sadar bahwa masih banyak yang
harus ditelusuri lebih dalam lagi, termasuk bagaimana macam-macam penyakit genetik
dan perkembangan terapi pada mata saat ini. Dengan penulisan ini, penulis berharap
kepada penulis lain untuk dapat melakukan pengembangan dalam penulisan tentang
penyakit genetik dan perkembangan terapi pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. James, J., B, C. & Swain, H. Principles of Science for Nurses. Erlangga medical series. 2008
2. Sudoyo, A.W. et al. Ilmu Penyakit Dalam ed.5. Jakarta: InternaPublishing. 2009
3. Richard N. Mitchell, e.a. In Dasar Patologis penyakit ed.7. Erlangga. 2006
4. Aryulina, D. & Muslim, C. Biologi. Erlangga. 2004
5. Arvin, B.K. Ilmu Kesehatan Anak. In Nelson ed.15. 1996
6. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Aspek Genetik Penyakit Mata. In: Susanto D, editor.
Vaughn & Asbury: Oftalmologi Umum ed.17. Jakarta: EGC, 2009: 364-369
7. Hartono. Aspek Genetika Pada Kelainan Uvea. Cermin Dunia Kedokteran. 1993:
No. 87. 34-38
8. Saputra, V. Dasar-dasar Stem cell dan Potensi Aplikasinya Dalam Ilmu Kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran. 2006
9. Djojosubroto, M.W. Stem Cell Retina : Harapan Baru untuk mengatasi kebutaan. Cermin Dunia kedokteran. 2006
10.Anon. Genetics Home Reference : Leber congenital amaurosis. Diunduh dari: http://ghr.nlm.nih.gov/condition/leber-congenital-amaurosis . 9 Desember 2011.
11. Song, B.J., Tsang, S.H. & Lin, C.S. Genetic models of retinal degeneration and targets for gene therapy. 2007
12. Cideciyan, A.V., n.d. Leber congenital amaurosis due to RPE65 mutations and its treatment with gene therapy. Retinal and eye research.
13. Maclaren, R. & Pearson, R. Stem cell therapy and the retina. cambridge ophthalmology stmposium. 2007
Anon. Genetics Home Reference : Leber congenital amaurosis. Diunduh dari: http://ghr.nlm.nih.gov/condition/leber-congenital-amaurosis . 9 Desember 2011.
Song, B.J., Tsang, S.H. & Lin, C.S. Genetic models of retinal degeneration and targets for gene therapy. 2007
Cideciyan, A.V., n.d. Leber congenital amaurosis due to RPE65 mutations and its treatment with gene therapy. Retinal and eye research.
Maclaren, R. & Pearson, R. Stem cell therapy and the retina. cambridge ophthalmology stmposium. 2007