BAB I
ILUSTRASI KASUS
Seorang ibu datang ke apotik untuk menebus resep untuk anaknya umur 2 tahun yang
mengalami otitis media akut.
Resepnya adalah Amoksisilin 250mg/5mL 150 cc sig: 3 tsp tid untuk 10 hari
1. Apakah signs symptom spesifik yang perlu ditanyakan untuk mengklarifikasi diagnosis
tersebut?
2. Jika ibu tersebut minta tukar dengan ciprofloksasin, karena pernah mengalami hal yang
sama dan merasakan, bagaimana pendapat anda?
3. Apa yang anda nasehatkan saat penyerahan obat-obatan?
1
Apotek Moranza
Jl. Cendana No.90 Telpon( 0751) 776003
PADANG
Apoteker : Welly Nofiza, S.Farm, Apt
SIPA NO : 220180
Palembang, 05 november 2012
Dokter : Deri
R/ Amoksisilin syr 250 mg 150 ccS 3 tsp tid
‘
BAB II
DRUG RELATED PROBLEM (DRP)
2.1 Jenis-jenis DRP
2.1.1. Yang perlu ditanyakan kepada pasien adalah :
Berapa berat badan pasien. Ini diperlukan untuk menghitung dosis lazim untuk
pemakaian antibiotik. Berat badan anak 12, 4 kg.
Apakah sebelumnya anak ibu pernah mengalami hal yang sama ? Tidak pernah
Apakah telinganya mengeluarkan sekret ? Tidak, Cuma agak berbau
Apakah anak ibu demam, terbangun dimalam hari, nafsu makan turun,? Jawab :
iya
Apakah anak ibu sebelumnya ada alergi terhadap obat ? Tidak pernah
Apakah sebelum ini anak ibu memiliki riwayat sakit kronik seperti sesak nafas ?
Tidak
Apakah anak ibu sudah minum obat lain, sebelum ke dokter ? Belum
Penilaian
Data Problem medis Terapi PTO
Subyektif- Demam, terbangun pd
malam hari, nafsu makan turun
- Riwayat penyakit (-)Obyektif- Anak terlihat rewel
dan sering menarik telinga
OMA (Otitis Media
Akut)
Amoxsan 250 mg/5 mL. Sig. 3 sendok teh 3 x sehari
Dosis terlalu tinggi untuk anak umur 2 th
2.1.2 Rencana Pelayanan Kefarmasian
Rekomendasi :
Penyesuaian dosis sesuai dosis lazim
Penggantian Amoksisilin syr generik dengan Amoxsan sirup forte karena untuk
generik tidak ada sediaan forte.
2
Pemberian Amoxsan forte sirup dalam 2 botol yang terpisah, 1 botol kita larutkan di
apotik 1 lagi dirumah oleh pasien setelah botol pertama habis, karena amoxsan sirup
kering apabila telah dilarutkan hanya stabil selama 7 hari.
Pemberian obat analgetik antipiretik untuk kenyamanan anak
Rencana Monitoring : Kondisi klinik pasien dengan memantau suhu dan keadaan fisik.
Rencana Konseling : Cara minum obat , cara melarutkan Amoxsan
2.1.3 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian
Mengkomunikasikan dengan dokter penulis resep tentang dosis amoxsan.
Mengusulkan pemberian obat analgetik antipiretik untuk pengobatan demam anak.Juga
mengkomunikasikan tentang penggantian obat generik dengan paten.
Hasil : dokter setuju menurunkan dosis sesuai dengan dosis lazim untuk anak yaitu 40 mg/kg
BB per hari. Setuju amoksisilin syr diganti dengan amoxsan forte syr.Pemberian analgetik
antipiretik Parasetamol sesuai dosis anak.
Monitoring terapi : dilaksanakan melalui telepon pada hari ke lima dengan menanyakan
apakah anak masih demam, pilek, dan bau
Hasil : tidak demam dan telinga masih agak bau.
2.1.4 Follow-up
Mengingatkan kepada pasien untuk melarutkan obat Amoxsan seperti yang telah kita
terangkan dan meminumnya sampai 10 hari.
2..2 Kami tidak setuju dengan permintaan ibu tersebut. Karena :
Ciproloksasin bukan pilihan lini pertama untuk therapy OMA.
Karena pasien anak-anak baru berumur 2 tahun, berdasarkan literatur yang kami
baca, Ciprofloksacin tidak dianjurkan untuk anak umur 2 tahun karena terkait
dengan arthropathy yaitu gangguan pada sendi sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada anak.
2.3 Konseling yang kami berikan pada saat penyerahan obat adalah :
Ibu, ini antibiotik Amoxsan sirup 2 botol. Satu botol sudah kami larutkan. Ibu
minumkan kepada anak ibu 3/4 sendok takar obat ini , 3 kali sehari. Apabila sudah
habis satu botol ini, ibu larutkan lagi sirup yang lainnya. Caranya ibu goyangkan botol
ini, dan pastikan tidak ada serbuk yang melengket kuat pada kaca dan tutup botol.
Buka tutup botol. Tambahkan air kira-kira ½ botol, kemudian dikocok dengan cara
3
menggoyang botol dengan gerakan atas bawah. Setelah terlihat obat tercampur semua,
tambahkan air sampai tanda batas yang ada pada botol. Kemudian ibu kocok lagi
sampai tercampur merata. Baru ibu minumkan sampai 10 hari.
Ini Panadol sirup bu, obat ini untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa nyeri
ditelinga. Minumkan 1 sendok teh, 3 kali sehari. Sampai demamnya sembuh. Jika
sudah sembuh, penggunaan obat ini boleh di hentikan. Jika masih ada sisa boleh
disimpan dan dipakai lagi jika demam. Simpan di tempat yang jauh dari jangkauan
anak-anak dan terlindung dari sinar matahari langsung.
2.4. Kerasionalan
Nama Obat Tepat
Indikasi
Tepat
Obat
Tepat
Pasien
Tepat
Dosis
WaspadaEfek
Samping
Amoksisilin Tepat tepat tepat tidak
Panadol sirup Tepat tepat tepat tepat
4
BAB III
TINJAUAN APOTEK
3.1 Skrining Resep
3.1.1 Skrining Administratif
Kelengkapan resep :
Tanggal resep dan alamat praktek = ada, nama dokter = tidak ada(setelah
ditanyakan kepada pasien, nama dokter: dr. Deri ).
Nama obat, banyak nya obat dan cara penyerahan obat (prescriptio) = ada
Aturan pemakaian obat (signature) = ada
Tanda tangan atau paraf dari dokter (subscriptio) = ada
Nama pasien = ada
Umur pasien = ada
Alamat pasien = tidak ada
3.1.2 Skrining Farmasetik
Nama obat Amoxsan PanadolBentuk sediaan Sirup kering SirupDosis Dosis lazim : 40mg/kg BBPotensi 125 mg/ 5 mL
250 mg/ 5 mL160 mg/ 5 mL
Stabilitas Sirup kering yang disuspensikan stabil selama 7 hari
InkompatibilitasCara pemberian Setelah dilarutkan 3x sehari 1,5
sendok teh1 sendok takar 3 kali sehari
Lama pemberian Diberikan selama 10 hari Selama demam
5
3.1.3 Skrining Klinis
Farmakodinamik
1. Amoksisilin
Golongan : antibiotik
Indikasi
Mekanisme kerja :
: Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (Haemophilus influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella). Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri positif (seperti; Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria). Tetapi walaupun demikian, aminophenisilin, amoxsan secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprococcus dan staphylococcal.
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
Dosis : dosis umum pada anak : Anak < 3 bulan: 20-30 mg/kg/hari terpisah setiap 12 jamAnak >3 bulan dan <40kg; dosis antara 20-50 mg/kg/hari dosis terpisah setiap 8-12jam. Khusus: Infeksi hidung, tenggorokan, telinga, saluran kemih dan kulit : ringan sampai sedang : 25 mg/kg/hari terbagi setiap 12 jam atau 20 mg/kg/hari setiap 8 jam.Gawat : 45 mg/kg/hari setiap 12 jam atau 40 mg/kg/hari setiap 8 jam. Otitis media akut : 80-90 mg/kg/hari.Infeksi saluran nafas bawah: 45 mg/kg/hari terbagi setiap 12 jam atau 40 mg/kg/hari setiap 8 jam.
Pemberian : Antibiotik amoksisilin termasuk antibiotik time deppendent sehingga untuk menjaga konsentrasi obat dalam plasma tetap berada pada kadar puncak, maka obat diberikan sesuai dengan jadwal waktu yang telah dibuat. Obat dapat diberikan bersamaan dengan makanan.
Lama pemberian : 5-10 hari dan dapat lebih tergantung pada jenis dan tingkat
6
Farmakologi
kegawatan dari infeksinya, juga tergantung pada respon klinis dan respon bakteri penginfeksi.
Absorbsi : cepat dan hampir sempurna, tidak dipengaruhi oleh makanan.Distribusi : secara luas terdistribusi dalam seluruh cairan tubuh serta tulang; penetrasi lemah kedalam sel mata dan menembus selaput otak; konsentrasi tinggi dalam urin; mampu menembus placenta; konsentrasi rendah dalam air susu ibu.Ikatan protein : 17-20%Metabolisme : secara parsial melalui hepar.T½ eliminasi : Bayi lahir sempurna: 3,7 jam, Anak-anak : 1-2 jam., Dewasa: fungsi ginjal normal 0.7-1,4 jam. ClCr <10 mL/menit: 7-12 jam.Eksresi: urin (80% bentuk utuh); pada neonates eksresi lebih rendah
Penyimpanan :
Kontra indikasi :
Efek samping :
2. Parasetamol
Indikasi :
Dosis :
Stabilitas obat: amoksisilin 125 dan 250 mg kapsul, dan serbuk suspensi oral harus disimpan dalam suhu 20°C atau lebih rendah.
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen lain dalam obat.
Susunan Saraf Pusat : Hiperaktif, agitasi, ansietas, insomnia, konfusi, kejang, perubahan perilaku, pening. Kulit : Acute exanthematous pustulosis, rash, erytema multiform, sindrom stevens-johnson, dermatitis, tixic ephidermal necrolisis, hypersensitif vasculitis, urticaria. GI : Mual, muntah, diare, hemorrhagic colitis, pseudomembranous colitis, hilangnya warna gigi. Hematologi : Anemia, anemia hemolitik, trombisitopenia, trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosi. \Hepatic : AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat, cholestatic joundice, hepatic cholestatis, acute cytolitic hepatitis. Renal : Cristalluria
Antipiretik dan analgetik
Dewasa: 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 3-4 kali 1000 mg, tidak melebih 4 gram perhari.
7
Kontra indikasi :
Interaksi :
Kehamilan :
Perhatian :
Anak : < 12 th : 10-15 mg/kg BB setiap 4-6 jam /hari>12 th : seperti dosis dewasa
Hipersensitivitas.
Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen, pemberian bersama dengan barbiturate , karbamazepin, hydantoin, INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas.
Klasifikasi B. Biasanya aman, namun tetap dipertimbangkan keuntungan terhadap resikonya.
Hepatotoksisitas pada pasien alkoholik dapat terjadi setelah terpapar dosis yang berfariasi. Nyeri yang sangat , berulang, atau demam, mengindikasikan sakit yang serius.
3.2 Kompetitor
1. Amoksisilin syrup
Amoxan syrup PT. Pharos
K/H 125 mg/ 5 mL – Rp. 14.000,-
Amobiotic syr PT. Bernofarm
K/H 125mg/5 mL – Rp. 16.000,-
Amoxsan syr PT. Caprifarmindo
K/H 125 mg/mL – Rp. 27.500,-
Bandingkan dengan forte
2. Parasetamol syrup
Paracetamol syrup PT. Kimia FarmaK/H 125 mg/ 5 mL- Rp. 1.700,-
Grafadon PT. Graha FarmaK/H 125 mg/ 5 mL – Rp. 3.500,
3.3 Perhitungan harga
8
1. Amoxsan forte syrup 2 botol Rp. 55.000,-2. Panadol syrup 1 botol Rp. 24.100 ,-
Jumlah Rp. 79.100,-+ Tuslah Rp. 5 .000 ,- Total Harga Rp. 84.100,-
3.4 Copy resep, etiket dan kwitansi
: -
9
Apotek CareJl. Cendana no 90 Telp 0751-776003
PADANGApoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,Apt
SIPA NO :220180
COPY RESEP
Salinan Resep no. : 11112001Dokter : DeriDibuat Tanggal : 01 November 2012Untuk : AndiUmur : 2 thn
R/ Amoxsan forte syr 2 flsStdd cth 3/4
det R/ Panadol syr 1 fls
Stdd cth 1 det
Padang, 1 November 2012 PCC.
Apt Penanggung jawab
Sari Mardatillah, S. Farm., Apt
‘
Etiket Amoxsan Forte syr Etiket Panadol syr
3.5 Dispensing
Pasien datang ke apotek membawa resep dari dokter.Resep diterima oleh apoteker,
dilakukan skrining administratif, farmasetis, dan klinis.
Skrining administratif dilakukan untuk mengecek: Nama dokter, No. SIP dokter, Alamat
praktek dokter, Tanggal penulisan resep, Tanda R/, Nama obat, Jumlah obat, Aturan
pemakaian (signa), Paraf dokter, Nama pasien, Alamat pasien, dan Umur pasien.
Resep tidak lengkap karena ada beberapa komponen yang tidak ada pada resep, yakni
Nama dokter, No. SIP dokter, alamat praktek dokter. Perlu ditanyakan nama dan nomor
telepon dokter untuk memverifikasi keabsahan resep dan meminta persetujuan dokter bila
ditemukan ketidaksesuaian obat maupun dosis obat dalam resep.
10
Apotek MoranzaJl. Cendana No.90 PADANG
Apoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,AptSIPA NO :220180
Tgl 01-11-12
Sesudah makan. Kocok dahulu sebelum dipakai
Apotek MoranzaJl. Cendana No.90 PADANG
Apoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,AptSIPA NO :220180
Sebelum Makan. Kocok dahulu sebelum di gunakan
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
NO11112001 Tgl. 01-11-12
Andi
3 kali sehari 3/4 sendok teh
Andi
3 kali sehari 1 sendok teh
No.11112001
Ap
ote
k M
ora
nza
Jl.
Cen
dana
no
90 T
elp
075-
7760
003
PA
DA
NG
SIPA
:220
180
No : 11112001
Telah terima dari: ibu. Ani
Uang sejumlah #Delapan puluh empat ribu seratus rupiah#
Untuk pembayaran : resep obat dari dokter Deri
Padang, 01 November 2012
Rp # 84.100# ( )
Skrining farmasetik dilakukan untuk mengecek bentuk sediaan, dosis, stabilitas, dan
inkompatibilitas. Setelah dilakukan skrining farmasetik, ditemukan bahwa:
1) Bentuk sediaan yang diminta telah sesuai dengan yang ada di pasaran.
2) Potensi sediaan Amoxsan sirup sesuai dengan yang ada di pasaran.
3) Ada masalah inkompatibilitas dan stabilitas dengan Amoxsan sirup.
Skrining klinis dilakukan untuk memeriksa kesesuaian aturan pemakaian, interaksi obat,
dan alergi yang dimiliki pasien. Setelah dilakukan skrining klinis, ditemukan bahwa:
1) Alergi (-)
2) Dosis Amoxsan sirup tidak tepat.
Apoteker melakukan penghitungan harga, kemudian meminta persetujuan pasien tentang
jenis obat yang digunakan dan kesediaannya untuk membayar harga obat yang diresepkan.
Pasien setuju dengan jenis obat yang digunakan dan bersedia untuk menebus obat tersebut.
Apoteker mengambil obat yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang diminta.
1. Amoxsan forte syr 2 botol
2. Panadol syr 1 botol
Kemudian, obat-obat tersebut dikemas dalam kemasan yang sesuai dan diberi etiket
putih. Setelah itu, apoteker menyerahkan obat dan memberikan konseling kepada pasien.
3.6 Konseling
Minum obat sesuai dengan yang diresepkan.
Minum Amoxsan sirup sebelum makan. Kocok dahulu sebelum dipakai
Minum Panadol sesudah makan. Kocok dahulu sebelum dipakai. Hentikan pemakaian
apabila demamnya sudah sembuh.
Jika jadwal minum obat telah lewat dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya,
jangan meminum obat dengan dosis ganda.
Jangan menambah jumlah obat bila obat telah habis karena obat harus ditebus dengan
resep dokter.
Minum antibiotik amoxsan sirup tepat waktu untuk mencegah terjadinya resistensi.
Amati jika timbul gejala efek samping dari obat seperti mual, diare, dan
hipersensitivitas.
11
Jika terjadi efek samping atau kondisi yang mengganggu kenyamanan pasien harap
segera hubungi dokter atau apoteker.
3.7 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
1. Amoxsan sirup
a. Obat ini diminum sebelum makan 3/4 sendok teh 3 kali sehari.
b. Obat harus diminum sesuai petunjuk selama 10 hari, apabila sirupnya sudah habis
maka larutkan lagi sirup yang lain, sesuai petunjuk.
c. Jangan menghentikan obat ini sebelum ada petunjuk dari dokter dan jangan
menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran
dokter.
d. Jika jadwal minum obat telah lewat dan telah mendekati waktu minum obat
berikutnya, jangan meminum obat dengan dosis ganda.
e. Obat ini hanya digunakan pada pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada
pasien yang lain.
2. Panadol sirup
Obat diminum 3 kali sehari 1 sendok teh. Apabila demam sudah sembuh, hentikan
pemakaian.
3.8 Aspek Apotek
Bila persediaan produk di gudang berkurang maka obat dipesan di PBF. Barang yang
di terima di cek : label, nama obat, jumlah obat, expired date, keadaan fisik obat, kemudian
dicatat, dan dilakukan pembukuan. Setelah itu disimpan di gudang, dikeluarkan berdasarkan
sistem FIFO/FEFO dengan memakai kartu stok sebagai kartu kendali..
Pengelolaan obat
a. Pemesanan
Dilakukan setelah sediaan di apotek sampai pada batas minimal sediaan yang telah kita
tetapkan, sesuai dengan kondisi obat yang akan kita pesan. Petugas apotek akan
mencatat obat-obat apa saja yang akan dipesan.
b. Pemesanan dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek kepada PBF.
12
c. Setelah obat datang, diperiksa keabsahan obat dengan faktur yang datang (nama obat,
sediaan, jumlah, harga, exp.date) jika sudah sesuai diterima oleh asisten apoteker atau
apotekernya langsung, ditandatangani dan menuliskan No. SIK atau SIPA.
d. Penghitungan dan pelabelan harga obat.
e. Pencatatan pada kartu stok. (No. Nama obat, Jumlah pemasukan, Jumlah pengeluaran,
saldo akhir, exp date, paraf).
f. Penyimpanan pada tempat sesuai dengan abjad dan bentuk sediaan.
13
BAB IVTINJAUAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI
4.1 OTITIS MEDIA
4.1.1. Pengertian
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi menjadi
Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini banyak menjadi
problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak insiden pada anak usia 6
bulan- 3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab sekunder
yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak. Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan
adanya infeksi saluran nafas atas dan alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan
otitis media akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus
menerus selama > 3 bulan ( otitis media kronik).
4.2. Etiologi Dan Patogenesis
4.2.1. Tanda, Diagnosis Dan Penyebab
Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea,
iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat
menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, leukositosis. Manifestasi otitis media
pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti iritabilitas, demam,
terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda rhinitis, konjungtivitis.Otitis
mediaefusi ditandai dengan adanya cairan di rongga telinga bagian tengah tanpa disertai tanda
14
peradangan akut. Manifestasi klinis otitis media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea)
yang purulen sehingga diperlukan drainase.
Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran pernapasan atau setelah
terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali pada eksaserbasi akut.
Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi membran timpani dan tulang rawan.
Otitis media didiagnosis dengan melihat membrana timpani menggunakan otoscope. Tes
diagnostik lain adalah dengan mengukur kelenturan membrana timpani dengan
Tympanometer. Dari tes ini akan tergambarkan ada tidaknya akumulasi cairan di telinga
bagian tengah. Pemeriksaan lain menggunakan X-ray dan CT-scan ditujukan untuk
mengkonfirmasi adanya mastoiditis dan nekrosis tulang pada otitis maligna ataupun kronik.
Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit dibedakan
etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun pemeriksaan
menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh infeksi pernapasan atas
yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan oedema pada tuba eustachius. Hal ini berakibat
pada akumulasi cairan dan mukus yang kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling
umum menginfeksi pada anak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilusinfluenzae,
Moraxella catarrhalis .
Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang
berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain. Perforasi
membrana timpani, diikuti dengan perubahan mukosa (seperti degenerasi polipoid dan
granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang terlibat pada infeksi
kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa, Proteus species,
Staphylococcus aureus, dan gabungan anaerob menjadi nyata.
4.2.2. Penularan Dan Faktor Risiko
Oleh karena sebagian besar otitis media didahului oleh infeksi pernapasan atas, maka
metode penularan adalah sama seperti pada infeksi pernapasan tersebut. Faktor risiko untuk
mengalami otitis media semakin tinggi pada anak dengan “otitis-prone” yang mengalami
infeksi pernapasan atas.
4.2.3. Komplikasi
Komplikasi otitis media meliputi:
• Mastoiditis
15
• Paralisis syaraf ke-7
• Thrombosis sinus lateral
• Meningitis
• Abses otak
• Labyrinthitis.
4.2.4. Resistensi
Pola resistensi terhadap H. influenzae dan M. catarrhalis dijumpai di berbagai belahan
dunia. Organisme ini memproduksi enzim β-laktamase yang menginaktifasi antibiotika β-
laktam, sehingga terapi menggunakan amoxsan seringkali gagal. Namun dengan penambahan
inhibitor β-laktamase ke dalam formula amoxsan dapat mengatasi permasalahan ini.
4.3. Terapi
4.3.1.Outcome
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi nyeri, eradikasi infeksi, dan mencegah
komplikasi.
4.3.2.Terapi Pokok
Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral dan tetes bila disertai
pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah (yaitu usia > 2 th serta
tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko
tinggi. Rejimen antibiotika yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan
kedua. Antibiotika pada lini kedua diindikasikan bila:
antibiotika pilihan pertama gagal
riwayat respon yang kurang terhadap antibiotika pilihan pertama
hipersensitivitas
Organisme resisten terhadap antibiotika pilihan pertama yang dibuktikan
dengan tes sensitifitas
adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotika pilihan
kedua.
Untuk pasien dengan sekret telinga (otorrhea), maka disarankan untuk menambahkan
terapi tetes telinga ciprofloxacin atau ofloxacin. Pilihan terapi untuk otitis media akut yang
persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah menggunakan antibiotika, adalah memulai
kembali antibiotika dengan memilih antibiotika yang berbeda dengan terapi pertama.
16
Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan menggunakan amoxsan
20mg/kg satu kali sehari selama 2-6 bulan berhasil mengurangi insiden otitis media sebesar
40-50%.
Tabel 2.1. Antibiotika pada Terapi Otitis Media
Antibiotika Dosis Keterangan
Lini Pertama
Amoxsan Anak : 20 - 40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosisDewasa : 40mg/kg/hariterbagi dalam 3 dosis
Anak 80mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa : 80mg/kg/hariterbagi dlm 2 dosis
Untuk pasien risikorendah yaitu : Usia>2th,tidak mendapatantibiotika selama 3bulan terakhirUntuk pasien risikotinggi
Lini Kedua
Amoxsan klavulanat Anak:25-45mg/kg/hariterbagi dlm 2 dosisDewasa:2x875mg
Kotrimoksazol Anak: 6-12mg TMP/30-60mg SMX/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa: 2 x 1-2 tab
Cefuroksim Anak: 40mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa:2 x 250-500 mg
Ceftriaxone Anak: 50mg/kg; max 1 g;i.m.1 dosis untuk otitismedia yang baru3 hari terapi untuk otitisyang resisten
Cefprozil Anak: 30mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa: 2 x 250-500mgCefixime Anak:8mg/kg/hari terbagidlm 1-2 dosisDewasa: 2 x 200mg
17
4.4 Terapi Penunjang
Terapi penunjang dengan analgesik dan antipiretik memberikan kenyamanan
khususnya pada anak. Terapi penunjang lain dengan menggunakan dekongestan,
antihistamin, dan kortikosteroid pada otitis media akut tidak direkomendasikan,
mengingat tidak memberikan keuntungan namun justru meningkatkan risiko efek
samping .
Dekongestan dan antihistamin hanya direkomendasikan bila ada peran alergi
yang dapat berakibat kongesti pada saluran napas atas. Sedangkan kortikosteroid oral
mampu mengurangi efusi pada otitis media kronik lebih baik daripada antibiotika
tunggal. Penggunaan Prednisone 2x5mg selama 7 hari bersama-sama antibiotika
efektif menghentikan efusi .
4.5 Gambaran Klinis
Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala tersering otitis media akut
Pada bayi, demam, rewel, dan menarik-narik telinga
Anoreksia, muntah, dan diare
Rasa penuh yang tidak enak ditelinga
4.6 Patofisiologi
Tuba eustakhius pada anak berbeda dengan dewasa menyebabkan drainase
telinga tengah kurang baik.
Fungsi tuba eustakhius yang tidak normal menyebabkan refluks cairan
transudat di telinga tengah dan perkembangan bakteri.
Bakteri Penyebab:
1. Streptococcus pneumoniae (35%)
2. Haemophilus influnzae (25%)
3. Moxarella catarrhalis (10%)
18
4.7 Klasifikasi Otitis Media
Skema pembagian otitis media:
19
Otitis media supuratif akut (OMA)
OM Supuratif
Otitis media supuratif kronis (OMSK)
Otitis Media
OM Non Supuratif
Otitis media serosa akut (barotrauma)
Otitis Media Serosa Kronis (bila sekret kental / mukoid
GAMBAR . (A) GAMBAR. B
Keterangan:
Gambar (A): Infeksi telinga tengah/otitis media merupakan salah satu penyakit
infeksi yang paling sering menyerang anak-anak. Jika penyakit ini
menyerang anak-anak telinga tengah terlihat hiperemis, oedem dan
terjadi peradangan dikarenakan bakteri menyumbat di tuba eustachius.
Gambar (B): OMA dikenali apabila di dalam cairan telinga tengah terdapat infeksi
bakteri/virus yang menyebabakan produksi cairan/pus berlebihan. OMK
dikenali bila tuba eustachius tersumbat berkali-kali akibat alergi,
infeksi multipel, trauma, serta pembesaran adenoid.
20
Gambar 2. Otitis Media Akut (A) dan Kronis (B)
4.8 Stadiun OMA
4.8.1 Stadium Oklusi Tuba
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah adanya gambaran retraksi
membrana timpani akibat adanya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena
adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membrana timpani tampak normal (tidak ada
kelainan) atau warna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh alergi atau virus.
4.8.2 Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
4.9 Gejala Klinis OMA
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri ditelinga, keluhan
di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, disamping rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi sampai
21
39,5° C (pada stadiun supurasi) anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang – kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
4.10 Penegakan Diagnosis OMA
Berdasarkan defenisi otitis media akut (OMA) di atas, maka untuk dapat
menegakkan diagnosis otitis media akut klinis harus memastikan riwayat efusi dan
inflamasi telinga tengah terjadi dengan onset tiba-tiba (≤ 48 jam). Diagnosis suspek
OMA secara klinik dapat ditegakan apabila didapatkan tanda dan gejala infeksi
saluran pernafasan atas yang mendahului OMA 3-5 hari sebelumnya serta disertai
gejala nyeri telinga, iritabel (lekas merah), dan memegang telinga yang sakit. Penting
untuk diketahui, memegang telinga bukan tanda yang dapat dipercaya, tidak lebih
dari 10 % yang memegangi telinganya benar-benar mengalami OMA. Demam
biasanya kurang dari 40º C, dan sepertiga anak dengan OMA datang ke dokter tanpa
demam. Sekret purulen merupakan tanda diagnostik OMA. Selain itu tanda dan gejala
klinis beberapa pemeriksaan tambahan dapat menunjang diagnosis OMA, yaitu
otoskopi, timpanosintesis, timpanografi, dan retromerti.
Otoskopi merupakan pemeriksaan yang sering dipakai untuk menegakan
diagnosis OMA dengan melihat keadaan membran timpani. Efusi telinga tengah
ditandai dengan bulging membrana timpani karena desakan cairan dibelakangnya,
mobilitas membrana timpani menurun, atau adanya perubahan posisi pada membrana
timpani seperti retraksi, batas kabur, perubahan warna (biru, merah atau kekuningan),
atau perubahan traslusensi (opak atau tidak mengkilap). Inflamasi lokal telinga akut
ditandai dengan nyeri telinga dan atau membran timpani merah. Membrana timpani
yang bulging menunjukan adanya efusi telinga tengah dan inflamasi lokal, yang
merupakan tanda OMA.
22
Perangkat diagnostik
Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai
dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.
Penanda tulang dan refleks cahaya mungkin kabur. Otitis media dengan efusi
dapat tampak sebagai gendang teliga yang berwarna abu-abu, baik menonjol
ataupun cekung ke dalam. Otitis eksterna didiagnosis dengan teramatinya
saluran eksternal yang merah dan mengalami inflamasi.
Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (otoskop pneumatik) lebih lanjut
membantu diagnosis otitis media. Dengan menekankan balon berisi udara
yang dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam
telinga luar. Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh pemeriksa
melalui otoskop. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi,
mobilitas membran timpani berkurang.
Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada
telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani (gendang telinga) setelah
adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas
membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas
gendang telinga berkurang.
Pemeriksaan audiologi memperlihatkan defisit pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).
Komplikasi
Otitis media yang berulang atau tidak diobati dapat menyebabkan
pembentukan jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman
pendengaran secara permanen. Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut
adalah meningitis, absesotak otogenik, atau infeksi tulang mastoid.
Farmakoterapi
23
Tujuan terapi :
- Mengendalikan nyeri, menghilangkan infeksi, dan mencegah komplikasi
- Menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
- Meminimalkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD).
Penata laksanaan
Penatalaksanaan OMA harus meliputi penanganan nyeri telinga, apabila ada
nyeri telinga, dokter memberikan sedian obat untuk mengurangi rasa nyeri. Terapi
tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal lebih ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal, atau sistemik dan antipiretik.
Pemberian analgetik sistemik untuk penanganan nyeri telinga adekuat :
1. Bila ≤ 24 bulan, obati dengan antibiotik karena masih mempunyai resiko tinggi
atau terkena komplikasi
2. Bila ≥ 24 bulan, sebagian besar kasus mengalami resolusi dengan analgetik
sistemik dan tidak perlu antibiotik. Bila tanda dan gejala OMA menetap
dengan analgetik sistemik sampai 48-72 jam, terapi antibiotik.
OMA pada umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
Sekitar 80% OMA akan sembuh dengan sendirinya tanpa antibiotik. Penggunaan
antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi terutama berkurangnya
pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak
membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
Amoxicillin mempunyai efektivitas yang sama dengan antibiotik yang lain,
sebagai terapi pilihan utama, walaupun sedikitnya ¼ dari strain S. Pneumoniae
menjadi resisten terhadap amoxicillin, ¼ sampai 1/3 strain H. Influenzae resisten in
vitro tehadap amoxicillin dan semua strain dari M. Catarrhalis resisten terhadap
amoxicillin. (Kao, 2003).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosenfeld et. al. (1994) antibiotik
yang efektif pada Otitis Media Akut adalah Aminopenicillin. Pada pasien dengan
24
gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-
clavulanate (Garbutt, Jeffe, 2003). Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-
clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali
muncul dalam 14 hari.
Pada pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan
cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime. Pada alergi berat
terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin.
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak
membaik dengan amoxicillin. Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak
memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari (Garbutt,
Jeffe, 2003).
Pemilihan antibiotik
Sampai kini antibiotik lini pertama yang masih cukup efektif digunakan
untuk otitis media dan rhinosinusitis akut adalah amoxsan. Setelah dilaporkan banyak
kuman negatif gram yang telah menghasilkan enzim beta-laktamase maka pilihan
beralih pada kombinasi amoxsan dan klavunat sehingga selanjutnya kombinasi ini
sering digunakan sebagai terapi utama infeksi di bidang THT.
Efek samping antibiotik
Efek samping antibiotik pada umumnya adalah hipersensitivitas berupa
timbulnya kemerahan pada kulit atau efek gastrointestinal. Golongan sulfa seperti
kotrimoksazol perlu diwaspadai akan kemungkinan terjadinya hipersensitivitas.
Anamnesis yang cerrmat terhadap riwayat alergi obat perlu dilakukan sebagi
pencegahan. Demikian pula dengan hipersensitivitas terhadap golongan penisilin.
Kemungkinan reaksi yang sama dapat terjadi dengan antibiotik golongan betalaktam
lainnya. Efek samping gastrointestinal sering dijumpai pada amoxsan dan
sefalosporin. Efek gastrointestinal yang terjadi biasanya adalah nausea, vomiting,
feses lembek sampai diare.
25
Antibiotik pilihan
Kuman-kuman yang pada umumnya bertanggung jawab terhadap infeksi
saluran pernafasan atas adalah S. pneumonia, S. pyogenis dan S. Aureus dari
kelompok positif gram,dan H. influenza serta B. catarrhalis untuk kelompok gram
negative. Dengan pedoman itu pemilihan antibiotik menjadi lebih terarah. Pada
dasarnya tidak ada antibiotik yang betul-betul superior terhadap yang lain. Isu yang
selalu menjadi pembicaraan akhir-akhir ini besarnya jumlah strain kuman pengahasil
enzim betalaktamase, serta kuman S. Pneumonia yang resisten terhadap golongan
penisilin.
1. Golongan betalaktam
Antibiotik ini dinamakan golongan betalaktam karena dalam rumus
kimianya mempunyai cincin inti betalaktam. Penambahan gugus pada posisi
tertentu dapat meningkatkan aktifitas antibakteri atau memperbaiki absorbsi.
Beberapa antibiotik golongan betalaktam akan diuraikan di bawah ini
● Amoksilin dan ampisilin
Kedua obat ini mempunyai spektrum yang sama. Efektif terhadap kuman
gram positif maupun gram negatif. Amoxsan lebih baik penyerapannya
didalam saluran cerna sehingga dapat diberikan bersama makanan,
sedangkan ampisilin harus diberikan dalam perut kosong sehingga jarang
digunakan secara oral karena tidak praktis. Penggunaan ampisilin injeksi
masih cukup banyak untuk penanisata rawat inap karena faktor harga.
Amoxsan dan ampisilin tidak tahan terhadap enzim betalaktamase.
Penggunaan oral amoxsan adalah 3-4 kali sehari. Untuk mengatasi S.
Pneumonia yang resisten amoxsan diberikan dosis tinggi.
● Sefalosporin
Sefalosporin generasi pertama lebih efektif terhadap kuman gram positif,
termasuk kuman-kuman penyebab infeksi saluran nafas atas yang telah
26
dikemukakan. Dalam bentuk sedian oral diantaranya adalah sefeleksin,
sefradin, sefadroksil. Sebagian tahan terhadap enzim betalaktamase. Ada yang
mempunyai waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan dua kali
sehari. Sefalosporin generasi kedua mempunyai potensi lebih terhadap kuman
gram negatif. Tahan terhadap enzim betalaktamase. Dalam sedian oral
diantaranya sefuroksim aksetil, sefotiam Sefalosporin generasi ketiga pada
umumnya sangat efektif untuk kuman gram negatif kecuali P. aeuginosa
banyak tersedia dalam bentuk injeksi seperti seftriakson, sefotaksim banyak
digunakan untuk penanisata rawat inap. Beberapa antibiotik dalam bentuk
suntikan dalam kelompok ini (sefsulodin, sefoperazon, seftazidim) bahkan
efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa.
Sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan per oral antara lain adalah:
sefpodoksim, sefetamet, sefdinir, sefiksim dan sefditoren. Kelompok ini rata-
rata sangat tahan terhadap enzim betalaktamase, mempunyai spectrum yang
lebih lebar serta efektif terhadap sebagian besar kuman baik gram positif
maupun gram negatif. Rata-rata antibiotik golongan ini mempunyai waktu
paruh yang panjang sehingga dapat diberikan 1-2 kali dalam sehari. Dari
berbagai data penelitian cefditoren dilaporkan efektif dan aman dipakai pada
penyakit infeksi kuman gram positif maupun gram negatif.
2. Golongan makrolida
Antibiotik lama dalam golongan ini adalah eritromisin. Antibiotik golongan
ini menjadi pilihan lain bagi pasien yang hipersensitif terhadap golongan betalaktam.
Eritromisin cukup efektif untuk pengobatan tonsillitis karena SBHGA namun kurang
efektif untuk infeksi dengan H. influenza, sedangkan makrolida generasi baru seperti
klaritromisin, roksitromisin, azitromisin lebih lebar spektrumnya, dan juga efektif
terhadap kuman penghasil enzim betalaktamse. Disamping itu obat ini mempunyai
waktu paruh yang panjang sehingga penggunaannya lebih praktis. Azithromisin
bahkan dapat diberikan sekali sehari.
3. Golongan kuinolon
27
Termasuk dalam golongan ini di antaranya adalah : ciprofloxasin, ofloxasin
dan levofloxasin. Antibiotik golongan ini mempunyai spectrum yang cukup lebar.
Namun sayangnya belum direkomendasikan untuk digunakan pada anak-anak. Waktu
paruh cukup panjang, sehingga rata-rata digunakan 2 kali sehari. Kuinolon baru
seperti levofloxasin dilaporkan mempunyai spectrum yang lebih lebar dan waktu
paruh yang panjang sehingga dapat diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari.
Terhadap kuman S. penumoniae aktifitas antibakteri Levofloxasin dan Gatifloxasin
meskipun cukup baik akan tetapi masih dibawah ceftriaxon. Akhir-akhir ini kuinolon
menjadi alternative pilihan dalam pengobatan rinosinusitis akut bakterial dewasa.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses
subperiosteal sampai komplikasi berat seperti meningitis dan abses otak. Sekarang
setelah ada antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai
komplikasi dari Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
BAB V
TINJAUAN FARMASETIKA
28
5.1 Perhitungan Dosis
1. Amoksisillin
Dosis Anak 80 mg/kg BB sehari dibagi dalam 3 dosis maksimal 3 gram
Karena berat badan tidak ada, kita pakai Berat anak normal umur 2 tahun adalah :
12,4 kg (lampiran1)
Perhitungan dosis : untuk anak umur 2 tahun dengan BB normal 12,4 kg
1 hari pakai 80 mg x 12,4 = 992 mg
1 kali pakai 992 mg : 3 = 330,67 mg
Pada resep
1 kali pakai volume sendok teh 5 mL
3x250 mg = 750 mg
% dosis lazim750 mg
330,67 mg x100% = 226,8 %
1 hari pakai 3 x 750 mg = 2250 mg
% dosis 2250 mg992 mg
x 100% = 226,8 %
Saran :
Dosis untuk amoxsan sirup diturunkan sesuai dengan dosis lazim anak. Karena dosis
yang kita dapatkan 330,67 mg untuk 1 kali pakai kami sarankan dinaikan menjadi
375 mg (1,5 sendok teh untuk sediaan 250 mg/5 ml) untuk 1 kali pakai. Untuk
pemakaian obat selama 10 hari,membutuhkan 2 botol syrup Amoxsan forte. Jadi
perlu diberikan juga informasi tentang cara melarutkan suspensi kering.
Penurunan dosis :
1 hari pakai 80 mg x 12,4 = 992 mg
1 kali pakai 992 mg : 3 = 330,67 mg
5.2 Pemakaian Analgetik
29
Sesuai dengan penatalaksanaan terhadap penyakit OMA kami sarankan
pemberian obat analgetik untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri yang mungkin
terjadi pada anak. Pilihan pertama kita sarankan adalah Parasetamol sirup dengan
dosis 120-240 mg 1 kali pakai.
5.3 Suspensi Kering
Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air atau
pelarut yang cocok pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambah air
membentuk dispersi yang homogen maka dalam formulanya digunakan bahan
pensuspensi. Komposisi suspensi kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi,
pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer dan zat warna.
Obat yang biasa dibuat suspensi kering adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan
dalam periode waktu tertentu dengan adanya pembawa air ( sebagai contoh obat-obat
antibiotik ) sehingga lebih sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat
suspensi pada waktu akan digunakan. Biasanya suspensi kering hanya digunakan
untuk pemakaian selama 1 minggu dengan demikian maka penyimpanan dalam
bentuk cairan tidak terlalu lama.
Kriteria suspensi kering yang baik adalah
Selama penyimpanan serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi
perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak
terjadi perubahan kadar zat aktif dan tidak terjadi perubahan pH yang drastis.
Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata di
seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau
pengadukan.
Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat
diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.
Kriteria suspensi yang baik adalah :
30
Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama
dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.
Seandaianya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera
terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.
Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.
Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah
dapat dituang dari wadahnya.
Memberikan warna, rasa, bau serta tampilan yang menarik.
Penyiapan Suspensi kering Amoxsan
Siapkan suspensi sebagai berikut : Ketuk botol sampai semua serbuk
mengalir bebas. Tambahkan sekitar ⅓ dari jumlah total air untuk
rekonstitusi dan kocok untuk membasahi serbuk. Tambahkan sisa air
dan dikocok lagi .
CATATAN: KOCOK SUSPENSI ORAL DENGAN BAIK
SEBELUM MENGGUNAKAN. Obat jangan digunakan lagi bila
sudah lebih dari 7 hari sejak obat dilarutkan.
5.4 Tabel Berat Badan Normal Anak
31
BAB VI
32
TINJAUAN BIOLOGI
6.1 Biosintesa amoxsan
Amoxsan merupakan antibiotik derivat penicillin. Penisilin merupakan
antibiotik yang paling penting dan mempunyai beberapa indikasi spesifik. Penisilin
adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati beberapa jenis infeksi yang
disebabkan oleh bakteri atau juga dikenal sebagai anti bakteri.
Antibiotik seperti penisilin diproduksi oleh jamur Penicillium chrysogenum
yang membunuh mikroorganisme asing dan menghentikan replikasi mereka.
Bangun dasar dari semua penisilin adalah asam 6-aminopenisilanat, yaitu suatu
peptide bisiklik dari sistein dan valin. Berbagai senyawa penisilin alam serta hasil
sintesis parsial berbeda terutama pada asam karboksilat, yang dengan gugus
aminopada posisi 6 membentuk amida. Disamping itu, gugus karboksil pada C-2
dapat terbebas atau membentuk ester.
6.1.1 Propolis
Propolis adalah produk dari lebah madu yang berupa suatu campuran yang
kompleks antara lilin lebah, sedikit gula, dan getah pepohonan yang dikumpulkan
oleh lebah madu (Apis melifera) dari getah yang berasal dari berbagai pohon, semak-
33
semak, dan tumbuhan obat. Getah ini kemudian dicampur dengan air liur lebah dan
lilin lebah sehingga menghasilkan zat yang kental seperti damar, berwarna gelap
kekuningan hingga coklat muda yang disebut propolis atau juga disebut lem tawon.
Zat ini digunakan untuk melapisi sarang lebah, mengisi retakan dan celahnya,
mempersempit atau menutup sarang agar tidak terbuka, melindunginya dari
kontaminasi yang berasal dari luar, untuk memperkuat dan menyambung sel-sel
dalam sarang dan melindunginya dari rembesan air. Sebelum lebah ratu meletakkan
telur ke dalam sel sarangnya, terlebih dulu sel tersebut dilapisi dengan propolis agar
larva yang tumbuh tidak terkontaminasi oleh mikroba. Lebah juga menggunakan
propolis pada pintu masuk rumah mereka agar tetap steril selama mereka keluar
masuk rumah.
Preparat propolis menunjukkan in vitro sebagai obat anti mikrobial terutama
terhadap gram positif dan gram negatif bakteria, Helicobacter pylory, protozoa, jamur
(Cboyda albican) dan beberapa virus (HIV, Herpes atau Influenza). Suatu penelitian
yang dilakukan oleh Tosi, et al. menerangkan bahwa zat pelarut yang dicampurkan ke
dalam ekstrak propolis dapat mempengaruhi potensinya sebagai anti mikrobial.
Kemampuan antimikroba propolis ditentukan oleh flavonoid, pinocembrin,
galangin dan pinobanksin. Pinocembrin juga berkasiat anti jamur. Senyawa lain yang
aktif adalah bentuk ester dari kumarat (coumaric) dan asam kafeat (caffeic acid),
prenylated p-coumaric dan diterpenic acids memiliki sifat anti bakteri dan efek
sitotoksik. Anisavat caffeoylquinic acid memiliki sifat imunomodulator dan
hepatoprotective sedang furofuran menghambat pertumbuhan beberapa bakteri.
Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) juga bersifat sitotoksik terhadap sel tumor
(Castaldo et al., 2002; Pietta et al., 2002; Ansor et a1., 2003).
Junior et al., melaporkan bahwa ethanolic extract of propolis (EEP) mampu
meningkatkan efek antibakteri dari berbagai antibiotika antara lain, kloramfenikol,
gentamisin, netilmisin, tetrasiklin dan vankomisin terhadap Sthapylococcusaureus.
(Junior et al, 2005). Stepanovic et al., juga melaporkan bahwa EEP mampu
meningkatkan efek antibakteri dari antibiotika : ampisilin, ceftriakson, doksisiklin,
34
nalidixic acid dan trimetroprim/sulfametoksazol terhadap S.aureus yang resisten
terhadap antibiotika tersebut. Sedangkan pada K.pneumoniae EEP mampu
meningkatkan efek antibakteri dari ampisilin, amikasin, nalidixic acid dan
trimetroprim/sulfametoksazol (Stepanovic et al., 2003). Hegazi et al., melaporkan
bahwa propolis memiliki efek antibakteri terhadap S.aureus, E.coli dan Cboyda
albicans yang berbeda-beda tergantung pada asal dari propolis (Hegazi et al., 2001).
Telah dilaporkan bahwa propolis yang berasal dari 9 daerah berbeda di Turki
menunjukkan sifat antibakteri yang kuat terhadap bakteri gram positif seperti
S.aureus tetapi agak lemah terhadap bakteri gram negatif antara lain E.coli, yang
sering ditemukan sebagai penyebab penyakit infeksi.
6.1.2 Kembang Sore
KEMBANG SORE (Abutilon indicum (L.) Sweet)
Familia : Malvaceae
Nama Lokal : Cemplok (Jawa), Barulau, belalang sumpa (Palembang); Jeuleupa
(Aceh), Kembang sore kecil (Maluku),; Gandera ma cupa (Ternate).
Efek Farmakologis: Antipiretik, melancarkan peredaran darah, anti radang, peluruh
dahak, peluruh kencing (diuretic), pulmonary sedative, laksans, dan aphrodisiak.
35
Kandungan Kimia : Asam amino, asam organik, zat gula dan flavonoid yang terdiri
dari gossypin, gossypitrin dan cyanidin-3-rutinoside.Biji mengandung minyak
raffinose (C18 H32 O16).
Dari kandungan kimia yang berkhasiat untuk OMA adalah Flavonoidnya sebagai anti
radang.
Mekanisme kerja Flavonoid :
Flavonoid dapat bersifat koagulator protein. Protein yang menggumpal tidak
akan dapat berfungsi lagi sehingga akan mengganggu pembentukan dinding sel
bakteri. Hal tesebut dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri
(Dwijoseputro, 1998). Seyawa fenol merupakan senyawa yang berfungsi sebagai
antimikroba, mekanisme penghambatan mikroba oleh fenol dengan cara merusak
dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses pembentukan
dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran
sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi
protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja
enzim intraseluler (Pelczar dan Reid, 1972).
Bagian Yang Dipakai
Seluruh tanaman.Untuk penyimpanan, herba setelah dicuci bersih lalu dipotong-
potong seperlunya, kemudian dijemur sampai kering.
Kegunaan
Daun / Seluruh Tanaman Kembang Sore Obat :
- Pembengkakan saluran telinga yang menyebabkan rasa sakit,pendengaran menurun
atau telinga berdenging (tinnitus).
- Demam, gondongan (epidemic parotitis).
- TB paru, radang saluran napas (bronchitis).
36
- Kencing sedikit (oliguria), kencing nanah, kencing batu.
- Radang kandung kencing, radang saluran kencing (urethritis).
- Diare.
- Bisul (furunkeo, kaligata (urticaria).
- Sakit gigi, gusi bengkak.
- Rematik.
Akar Tanaman Kembang Sore Obat :
- Batuk.
- Kencing nanah.
- Diare.
- Radang telinga tengah (otitis media).
- Wasir.
- Demam.
Biji Tanaman Kembang Sore Obat :
- Disentri. Sembelit.Kencing nanah, cystitis kronis.Cacing keremi.
- Bisul.
Pemakaian
Untuk minum:
Seluruh tanaman: 15-30 g (bahan segar: 30-60 g), rebus.
Akar: 10-15 g, rebus.
Pemakaian luar: Daun dilumatkan sampai halus, untuk bisul dan koreng,
6.1.3 Jelly Gamat
37
Terbuat dari teripang Sticophus hermanii dengan konsentrasi ekstrak gamat sebanyak
34%. Didalamnya terkandung nutrisi lengkap yang mampu membunuh bakteri
penyebab radang telinga.
Menurut hasil riset dari Prof. Ridzwan Hasyim dari Universitas Kebangsaan Malaysia
menyatakan bahwa teripang Bohadshia orgus, Holothuria atra, dan H. Scobra bisa
berefek anti bakteri karena mengandung phosphate, buffered saline, yang ampuh
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.
6.1.4 Solanum torvum
38
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Bangsa :Solanales
Suku :Solanaceae
Spesies :Solanum torvum
Kandungan kimia : fenol, tannin, flavonoid, solasodine, solasonine,isoflavonoid sulfat, alkaloid steroid
Manfaat : analgetik,antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri dan antifungi
Medicinal Chemistry, 2009, Vol. 5, No. 6, www.elsevier.com/locate/phytochem
6.1.5 Bandotan
39
Spesies :Ageratum conyzoide.s L.,
Kandungan kimia: senyawa flavonoid, steroid, p-hidrokuinon, terpenoid dan tannin
INDIKASI:
Herba bandotan berkhasiat untuk pengobatan: demam,malaria, sakit tenggorok,
radang paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media), perdarahan, seperti
perdarahan rahim, luka berdarah, dan mimisan, diare, disentri, mulas (kolik), muntah,
perut kembung, keseleo, pegal linu, mencegah kehamilan, badan lelah sehabis bekerja
berat, produksi air seni sedikit, tumor rahim, dan perawatan rambut. Akar berkhasiat
untuk mengatasi : demam.
40
BAB VII
TINJAUAN KIMIA FARMASI
7.1 Amoksisilin
7.1.1 Deskripsi
- Rumus struktur
- Rumus kimia : Amoksisilin Trihidrat (C16H19N3O5S.3 H2O)
- Berat Molekul : 419,45
- Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.
- Kelarutan : 1:400 dalam air, 1:1000 dalam alkohol, 1:200 dalam
metil alkohol, praktis tidak larut dalam dalam kloroform, eter, karbon
tetra klorida dan campuran minyak.
7.1.2 Analisis
- Identifikasi
Baku pembanding, amoksisillin BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum
digunakan
Identifikasinya menggunakan spektrum serapan infra merah, zat yang
dsidispersikan dalam kalium bromide P menunjukkan maksimum hanya pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada amoksisillin BPFI.
- Penetapan kadar
41
Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Pengencer : larutkan 13,6 gram kalium fosfat monobasa P dalam 2 liter air,
atur pH hingga 5,0±0,1 dengan larutan kalium hidroksida P 45 % b/b.
Fase gerak : buat campuran pengencer dan asetonitril P (96:4) saring.
Turunkan kadar asetonitril P untuk menaikkan waktu retensi amoksisillin.
Larutan baku : timbang seksama sejumlah amoksisillin BPFI larutkan dalam
pengencer hingga kadar lebih kurang 1,2 mg/ml. gunakan larutan dalam waktu
6 jam.
Larutan uji : timbang seksama lebih kurang 240 mg, masukkan ke dalam labu
terukur 200 ml, larutkan dan encerkan dengan pengencer sampai tanda.
Gunakan larutan dalam waktu 6 jam.
Prosedur : suntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama (± 10µl )
larutan baku dan larutan uji ked lam kromatograf, rekam kromatogram dan
ukur respons puncak utama.
7.2 Parasetamol
7.2.1 Deskripsi
- Rumus bangun :
- Rumus molekul : C8H9NO2
- Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]
- Berat molekul : 151,16
42
- Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat.
- Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
- Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N;
mudah larutan dalam etanol. (Ditjen POM, 1995).
7.2.2 Analisis
- Identifikasi
Baku pembanding : paracetamol BPFI; laukukan pengeringan di atas silica
gel P selama 18 jam sebelum digunakan.
A. Spektrum serapan IR, zat yang telah dikeringkan diatas pengering yang
cocok didispersikan ke dalam kalikum bromide P, menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada
paracetamol BPFI.
B. Spektrum serapan ultra violet, larutan( 1 dalam 200.000) dalam campuran
asam klorida 0,1 N dalam metanol P ( 1 dalam 100), menunjukkan
maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti
pada paracetamol BPFI.
C. Memenuhi uji identifikasi secara kromatografi lapis tipis, gunakan larutan
1 mg/ml dalam methanol P dan fase gerak diklormetana P/methanol P
( 4:1).
- Penetapan Kadar
Larutan baku : timbang seksama sejumlah paracetamol BPFI, larutkan
dalam air hingga kadar lebih kurang 12 µg per ml
Larutan uji : timbang seksama lebih kurang 120 mg, masukkan kedalam
labu terukur 500 ml, larutkan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan
air sampai tanda. Masukkan 5,0 ml larutan ke dalam labu terukur 100 ml,
encerkan dengan air sampai tanda dan campur. Ukur serapan larutan uji
43
dan larutan baku pada panjang gelombang serapan maksimum lebih
kurang 244 nm, terhadap air sebagai blanko.
7.3 Ciprofloksasin
7.3.1 Deskripsi
- Rumus struktur
-Nama kimia : 1-cyclopropyl-6-fluoro-4-oxo-7-(piperazin-1-yl)-quinoline-
3-carboxylic acid.
-Rumus Molekul : C17H18F N 3O3
-Berat Molekul : 331.346
-Pemerian : Serbuk dengan kekuningan hingga berwarna
kuning.
-Kelarutan : Mempunyai kelarutan dalam air pada suhu 25°C.
7.3.2 Analisis
- Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV
- Penetapan kadar
penetapan kadar ciprofloxasin dilakukan secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) metode fase balik menggunakan kolom VP-
ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak yang digunakan campuran larutan
asam fosfat 0,025 M : asetonitril (80:20), laju alir 1,5 ml/menit dan
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 278 nm.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995.Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2011, Info Obat Indonesia, Edisi 3, Jakarta, Yayasan Karsa Info Kesehatan.
Anonim, 2012,MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 11 2011/2012
Anonim, Pelayanan Informasi Obat, Depkes RI
Anonim, 2005 Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.
Dwijoseputro, 1998.Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.
Hardjosaputra dkk,2008, Data Obat di Indonesia, Jakarta, PT Muliapurna Jayaterbit
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=83
Medicinal Chemistry, 2009, Vol. 5, No. 6, www.elsevier.com/locate/phytochem
Pelczar, M.J. and J.R. Reid. 1972, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Alih bahasa: R.
Hadioetomo, T. Imas, S.S, Tjitrosomo dan S. L. Angka. Penerbit
Univesitas Indonesia, Jakarta.
Susilo, B, et al., 2009. Komposisi Kimiawi Dan Aktivitas Antimikroba Propolis Dari Malang Jawa Timur, Med. Eksakta. Vol. 8, No. 1, April 2009: 23-30
DAFTAR ISI
45
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I ILUSTRASI KASUS....................................................................... 1
BAB II DRUG RELATED PROBLEM (DRP)............................................ 2
2.1 Jenis – jenis DRP...................................................................... 2
2.1.1 Pertanyaan Kepada Pasien ............................................. 2
2.1.2 Rencana Pelayanan Kefarmasian ................................... 2
2.1.3 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian............. 3
2.1.4 Follow-up ....................................................................... 3
2.2 Permintaan Menngganti Ciprofloksasin.................................... 3
2.3 Konseliing Saat Penyerahan obat.............................................. 3
2.3 Kerasionalan.............................................................................. 4
BAB III TINJAUAN APOTEK................................................... ............. 5
3.1 Skrining Resep.......................................................................... 5
3.1.1 Skrining Administratif .................................................... 5
3.1.2 Skrining Farmasetika....................................................... 5
3.1.3 Skrining Klinis................................................................. 6
3.2 Kompotitor ............................................................................... 8
...................................................................................................
46
3.3 Perhitungan harga .................................................................... 9
3.4 Copy resep, Etiket dan Kwitansi............................................... 9
3.5 Dispensing................................................................................. 10
3.6 Konseling ................................................................................. 11
3.7 Pelayanan informasi obat.......................................................... 12
3.8 Aspek Apotek............................................................................ 12
BAB IV TINJAUAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI............................... 14
4.1 Otitis Media............................................................................... 14
4.1.1 Pengertian Otitis Media ................................................... 14
4.2 Etiologi Dan Fatogenesis.......................................................... 14
4.2.1 Tanda, Diagnosis Dan Penyebab OMA .......................... 14
4.2.2 Penularan Dan Faktor Risiko........................................... 15
4.2.3 Komplikasi ...................................................................... 15
4.2.4 Resistensi ......................................................................... 16
4.3 Terapi........................................................................................ 16
4.3.1 Outcome........................................................................... 16
4.3.2 Terapi Pokok ................................................................... 16
4.4 Terapi Penunjang...................................................................... 18
4.5 Gambaran Klinis....................................................................... 18
47
4.6 Patofisiologi.............................................................................. 18
4.7 Klasifikasi Otitis Media............................................................ 19
4.8 Stadium OMA........................................................................... 21
4.8.1 Stadium Okulasi OMA .................................................... 21
4.8.2 Stadium Hiperemis ( presupurasi ) .................................. 21
4.9 Gejala Klinis OMA................................................................... 21
4.10 Penegakan Diagnosis OMA..................................................... 22
4.11 Komplikasi............................................................................... 23
4.12 Farmakoterapi.......................................................................... 24
BAB V TINJAUAN FARMASEUTIKA...................................................... 29
5.1 Perhitungan Dosis...................................................................... 30
5.2 Pemakaian Analgetik.................................................................. 30
5.3 Pengertian Suspensi Kering....................................................... 30
5.4 Tabel Berat Badan Anak Normal.............................................. 32
BAB VI TINJAUAN BIOLOGI FARMASI................................................. 33
6.1 Biosintesa Amoxan .................................................................. 33
6.1.1 Propolis ........................................................................... 33
6.1.2 Kembang Sore ................................................................ 35
6.1.3 Jelly Gamat ..................................................................... 38
48
6.1.4 Solanum Torvum ............................................................ 39
6.1.5 Bandotan ......................................................................... 40
BAB VII TINJAUAN KIMIA FARMASI...................................................... 41
7.1 Amoksisillin.............................................................................. 41
7.1.1 Deskripsi....................................................................... 41
7.1.2 Analisis......................................................................... 41
7.2 Parasetamol .............................................................................. 42
7.2.1 Deskripsi ...................................................................... 42
7.2.2 Analisis......................................................................... 43
7.3 Ciprofloksasin........................................................................... 44
7.3.1 Deskripsi....................................................................... 44
7.3.2 Analisis......................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45
49