CARBON MAPPING AND InVEST ANALYSIS in Kuantan Singingi District, Dharmasraya District and Tebo District
2014
"memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan"
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
1
With the technical support of:
Preliminary Technical Report
CARBON MAPPING AND InVEST ANALYSIS IN KUANTAN
SINGINGI DISTRICT, DHARMASRAYA DISTRICT AND
TEBO DISTRICT
PEMETAAN, PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN CARBON DI TIGA (3) KABUPATEN
PRIORITAS KORIDOR RIMBA
(Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Tebo)
In cooperation with:
2013
WWF INDONESIA
Kab. Tebo Kab. Kuantan Singingi Kab. Dharmasraya Kementerian Kehutanan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
2
Author
Ida Bagus Ketut Wedastra
With Contibutions from:
Thomas Barano1, Arif Budiman1, Gema Sakti Adzan1, Hultera1, Heri1, M. Yudi Agusrin1, Samsul
Qomar1, Warkasa1, Jonotoro2, Sigit Wijanarko3, Rahayu Subekti4, Chandra5
1 WWF Indonesia 2 BBKSDA Prov. Riau 3 Universitas Lancang Kuning 4 ICRAF 5 Masyarakat
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
3
ABSTRACT
Perubahan iklim global telah dirasakan oleh manusia di berbagai belahan dunia. Perubahan
disebabkan oleh kenaikan temperature atmosfer bumi, yang memicu dampak lingkungan global.
Dampak tersebut antara lain kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh melelehnya salju di
kutub, dan ketidakpastian musim hujan dan kemarau. (IPCC, 2007). Kenaikan suhu bumi ini menjadi
ancaman bagi kehidupan manusia dalam bentuk bencana cuaca yang ekstrim, kekeringan, banjir,
tenggelamnya pulau-pulau, kelaparan, kesehatan, dan lain-lain.
Upaya masyarakat dunia dalam mencegah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) mendapat
sambutan baik dari pemerintah Indonesia. Negara Indonesia memberikan komitmennya dalam
pencegahan perubahan iklim dunia, melalui pernyataan Presiden Republik Indonesia, yaitu: untuk
penanggulangan perubahan iklim antara lain melalui komitmen untuk penurunan emisi gas rumah
kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan dukungan
internasional pada tahun 2020. Upaya tersebut ditindaklanjuti dalam rencana, kegiatan dan program
ditingkat nasional maupun daerah.
Kajian ini bertujuan untuk mengukur, mengidentifikasi dan memetakan stok karbon dan distribusi
dalam lansekap tiga kabupaten prioritas; analisis kajian penilaian jasa ekosistem alam untuk prediksi
status stok karbon berdasarkan penggunaan lahan yang ada atau yang akan
direncanakan;menyediakan informasi /data stok dan distribusi karbon bagi kabupaten prioritas untuk
mendukung perencanaan pembangunan yang berkelanjutan berbasis rendah karbon.
Di Indonesia, perkembangan karbon telah mendapatkan kekuatan hukum yang cukup perhatian yang
cukup besar, seperti: Undang-Undang, Peraturan presiden, peraturan menteri, dan standar nasional
untuk Pembentukan lembaga/badan, petunjuk teknis, implementasi area (demonstration activities) dan
kebijakan penanaman modal serta standarisasi nasional terkait dengan karbon.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
4
PREFACE
Bumi merupakan bagian besar dari kehidupan yang dihuni oleh milyaran mahluk hidup
termasuk manusia, hewan, tumbuhan dan zat renik yang tak kasat mata, sehingga bumi
merupakan tempat hidup bersama yang apabila bumi rusak semua kehidupan akan terganggu.
Perubahan iklim saat ini menjadi fenomena yang terjadi di bumi, bumi menjadi lebih panas
akibat tidak stabilnya kondisi diatmosfernya, sehingga meningkatkan suhu udara yang
disebabkan oleh material-material karbon dioksida yang meningkat, sehingga mengakibatkan
mencairnya es di kutub, badai tropis, badai salju, banjir dan longsor yang diakibatkan curah
hujan yang tinggi serta berbagai perubahan kondisi iklim lainnya.
Untuk mencegah kerusakan yang semakin besar, maka diperlukan langkah kecil yang dapat
mengurangi laju kerusakan tersebut. Langkah kecil tersebut adalah melakukan
inventarisasi/pemetaan, pengukuran dan perhitungan karbon di wilayah lingkungan
administratifnya.
Pada kajian ini mencoba untuk melakukan pemetaan, pengukuran dan perhitungan cadangan
karbon tersimpan, serta dengan bantuan perangkat InVEST dapat memberikan informasi
cadangan karbon tersimpan sehingga membantu dalam pendekatan perencanaan
pembangunan wilayah di masing-masing kabupaten.
Langkah kecil ini juga merupakan bentuk dukungan daerah ke pemerintah Indonesia yang
telah menyatakan kepada dunia untuk berperan aktif menurunkan emisi gas rumah kaca dan
langkah kecil ini tidak menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi menjadikan ekonomi dan
lingkungan yang berkelanjutan yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Semoga kajian ini menjadi inspirasi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan
kehidupan dimasa yang akan datang.
Salam,
Penulis
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
5
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
6
Daftar Isi
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 6
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... 9
DAFTAR TABEL...................................................................................................................... 12
BAB I. MENGUKUR KARBON DI TINGKAT LANSKAP ................................................... 16
I.1. PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 16
I.2. TUJUAN ............................................................................................................................................ 17
I.3. MANFAAT ........................................................................................................................................ 17
BAB II. PERKEMBANGAN KARBON DI INDONESIA ....................................................... 19
II.1. REGULASI DAN PERUNDANGAN ................................................................................................ 19
II.1.1. REGULASI ............................................................................................................................ 19
II.1.2. KESEPAKATAN REGIONAL ................................................................................................... 20
II.1.3. KEBUTUHAN PASAR ............................................................................................................ 21
II.1.4. PERTIMBANGAN LAINNYA .................................................................................................. 22
II.2. KARBON LANSKAP .................................................................................................................... 22
II.2.1. BIOMASA/KARBON .............................................................................................................. 22
II.2.2. CARA PENGUKURAN DAN PENDUGAAN BIOMASSA ............................................................ 25
II.3. PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SIG .................................................. 30
II.3.1. PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) ........................................................................... 30
II.3.2. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM/GIS) .................... 31
II.3.3. PENUTUPAN LAHAN ATAU PENGGUNAAN LAHAN ............................................................... 32
II.4. IMPLEMENTASI KARBON ........................................................................................................... 33
II.5. KARBON MASA DEPAN ............................................................................................................. 37
BAB III. KORIDOR RIMBA ................................................................................................. 39
III.1. PENETAPAN KORIDOR RIMBA ................................................................................................. 39
III.2. TIGA (3) KABUPATEN PRIORITAS .............................................................................................. 42
III.2.1. KABUPATEN KUANTAN SINGIGI......................................................................................... 42
III.2.2. KABUPATEN DHARMASRAYA ............................................................................................ 44
III.2.3. KABUPATEN TEBO .............................................................................................................. 45
BAB IV. METODOLOGI ...................................................................................................... 48
IV.1. LOKASI ...................................................................................................................................... 48
IV.2. ALAT DAN BAHAN ..................................................................................................................... 48
IV.3. ANALISIS DESKRIPTIF KAJIAN KARBON INDONESIA ................................................................. 49
IV.4. PELATIHAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN KARBON............................................................... 49
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
7
IV.5. INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT .................................................................................. 50
IV.5.1. KOREKSI GEOMETRIK ........................................................................................................ 50
IV.5.2. KONVERSI NILAI DIGITAL MENJADI RADIAN .................................................................... 51
IV.5.3. KONVERSI NILAI DIGITAL MENJADI REFLEKTAN .............................................................. 51
IV.5.4. PENGGABUNGAN/PENAJAMAN CITRA ............................................................................... 52
IV.5.5. KLASIFIKASI CITRA ............................................................................................................ 52
IV.5.6. UJI KETELITIAN/VALIDASI ................................................................................................. 52
IV.6. ANALYSIS INVEST KARBON ..................................................................................................... 54
IV.7. SURVEY LAPANGAN .................................................................................................................. 55
IV.7.1. PERENCANAAN DAN PERSIAPAN ........................................................................................ 56
IV.7.2. PENGAMATAN, PENGUKURAN DAN PENGAMBILAN CONTOH ............................................. 58
IV.8. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON .......................................................................... 61
IV.9. PERHITUNGAN KARBON TERSIMPAN SECARA LANSKAP .......................................... 63
IV.10. ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN ................................................................ 63
IV.11. PENGHITUNGAN NILAI KETIDAKPASTIAN (UNCERTAINTIES) ................................... 64
IV.12. SKENARIO PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DENGAN
PENDEKATAN EKONOMI RENDAH KARBON .............................................................................. 64
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 67
V.1. PERKEMBANGAN KARBON DI INDONESIA .................................................................... 67
V.2. PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT ........ 67
V.3. PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN DI 3 KABUPATEN PRIORITAS ......................... 75
V.3.1. SUMBER DATA .................................................................................................................... 75
V.3.2. KLASIFIKASI CITRA ............................................................................................................. 77
V.3.3. UJI HASIL KLASIFIKASI ....................................................................................................... 87
V.4. PEMODELAN INVEST TENTANG KARBON ...................................................................... 87
V.5. PENGECEKAN LAPANGAN .................................................................................................. 92
V.5.1. KOORDINASI DENGAN PEMERINTAH DAERAH .................................................................... 93
V.5.2. PENGUKURAN KARBON ....................................................................................................... 95
V.5.3. VERIFIKASI PENUTUPAN LAHAN ....................................................................................... 123
V.6. CADANGAN KARBON PER KABUPATEN PRIORITAS .................................................. 125
V.6.1. KABUPATEN DHARMASRAYA ............................................................................................ 125
V.6.2. KABUPATEN KUANTAN SINGINGI ..................................................................................... 128
V.6.3. KABUPATEN TEBO ............................................................................................................. 132
V.7. SKENARIO PENUTUPAN LAHAN, KARBON DAN PERENCANAAN RUANG
KABUPATEN ...................................................................................................................................... 135
V.7.1. KABUPATEN DHARMASRAYA ............................................................................................ 135
V.7.2. KABUPATEN KUANTAN SINGINGI ..................................................................................... 141
V.7.3. KABUPATEN TEBO ............................................................................................................. 145
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................153
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
8
VI.1. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 153
VI.2. SARAN ................................................................................................................................... 153
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................155
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
9
Daftar Gambar
Gambar 1. Stock karbon pada berbagai tipe penutupan lahan dan jalur aliran karbon ............ 25
Gambar 2. Proses sub sistem dalam SIG .................................................................................. 32
Gambar 3. Koridor RIMBA ..................................................................................................... 41
Gambar 4. Kabupaten di dalam Kawasan Ekosistem RIMBA ................................................. 42
Gambar 5. Peta Lokasi Kegiatan Pengukuran Karbon ............................................................. 48
Gambar 6. Peta Lokasi Kegiatan Pengukuran Karbon ............................................................. 49
Gambar 7. Tools InVEST untuk pendugaan karbon dan penilaian ekonomi karbon ............... 55
Gambar 8. Sketsa satuan contoh pengukuran karbon (garis bantu 4 petak) pada
topografi datar ..................................................................................................... 58
Gambar 9. Sketsa satuan contoh pengukuran karbon (garis bantu 6 petak) pada
topografi curam ................................................................................................... 58
Gambar 10. Diagram alir Pendekatan Skenario Pembangunan berkelanjutan rendah
Karbon ................................................................................................................. 66
Gambar 11. Pembukaan Pelatihan Pemetaan dan Pengukuran Karbon ................................... 69
Gambar 12. Mozaik Citra Satelit SPOT2/4 .............................................................................. 76
Gambar 13. Mozaik Citra Satelit Landsat 8 OLI...................................................................... 77
Gambar 14. Peta Tutupan Lahan di 3 (tiga) Kabupaten dalam Koridor RIMBA .................... 78
Gambar 15. Grafik Luasan Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 ........................... 79
Gambar 16. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten Tebo .................... 80
Gambar 17. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi
dalam RIMBA tahun 2008 - 2013 ....................................................................... 82
Gambar 18. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten
Dharmasraya ........................................................................................................ 82
Gambar 19. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Dharmasraya
dalam RIMBA tahun 2008 - 2013 ....................................................................... 84
Gambar 20. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten Tebo .................... 84
Gambar 21. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Tebo dalam
RIMBA tahun 2008 – 2013 ................................................................................. 86
Gambar 22. Tampilan muka InVEST carbon ........................................................................... 88
Gambar 23. Hasil Perhitungan cadangan karbon dan valuasi ekonomi pada penutupan
lahan Tahun 2008 dengan mempergunakan InVEST Analysis. ......................... 89
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
10
Gambar 24. Hasil Perhitungan cadangan karbon dan valuasi ekonomi pada penutupan
lahan Tahun 2008 dengan mempergunakan InVEST Analysis. ......................... 91
Gambar 25. Hasil Penggunaan 2 metode penentuan lokasi Pengukuran cadangan
karbon .................................................................................................................. 95
Gambar 26. Peta Lokasi Survey Lapangan Pengukuran Karbon di 3 (tiga) Kabupaten
dalam Koridor RIMBA ....................................................................................... 97
Gambar 27. Foto kondisi PSP Bukit Selasih ............................................................................ 98
Gambar 28. Topografi PSP Bukit Selasih ................................................................................ 98
Gambar 29. Foto Kondisi Lokasi NPSP Lubuk Karak ........................................................... 101
Gambar 30. Kondisi topografi di NPSP Lubuk Karak ........................................................... 101
Gambar 31. Foto Lokasi NPSP Kampung Surau ................................................................... 103
Gambar 32. Kondisi topografi di NPSP Kampung Surau ...................................................... 104
Gambar 33. Anakan alami tumbuhan Kruing yang dapat tumbuh pada NPSP Kampung
Surau .................................................................................................................. 105
Gambar 34. Foto kondisi lokasi NPSP Timpeh ...................................................................... 106
Gambar 35. Kondisi topografi di NPSP Timpeh .................................................................... 106
Gambar 36. Foto kondisi PSP Petai ....................................................................................... 108
Gambar 37. Kondisi topografi di PSP Petai ........................................................................... 108
Gambar 38. Foto Kondisi NPSP Sentajo1 .............................................................................. 110
Gambar 39. Kondisi topografi NPSP Sentajo -1 .................................................................... 110
Gambar 40. Foto Kondisi NPSP Sentajo-2 ............................................................................ 112
Gambar 41. Kondisi topograsi di NPSP Sentajo-2 ................................................................. 113
Gambar 42. Foto Kondisi hutan di NPSP Guruh Gemurai/bukit Batabuh. ............................ 115
Gambar 43. Kondisi topografi di lokasi NPSP Guruh Gemurai/Bukit Batabuh .................... 115
Gambar 44. Foto Kondisi hutan di NPSP Sungai Cengar ...................................................... 117
Gambar 45. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Cengar .............................................. 117
Gambar 46. Foto Lokasi PSP Pemayungan ............................................................................ 119
Gambar 47. Kondisi topografi di lokasi PSP Pemayungan .................................................... 119
Gambar 48. Kondisi topografi di lokasi NPSP Dusun Simambu ........................................... 121
Gambar 49. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Karang .............................................. 121
Gambar 50. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Abang ............................................... 122
Gambar 51. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................... 126
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
11
Gambar 52. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan
2013 di Kabupaten Dharmasraya ...................................................................... 127
Gambar 53. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten
Kuantan Singingi ............................................................................................... 129
Gambar 54. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan
2013 di Kabupaten Kuantan Singingi ............................................................... 130
Gambar 55. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten
Tebo ................................................................................................................... 132
Gambar 56. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan
2013 di Kabupaten Tebo ................................................................................... 133
Gambar 57. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................... 136
Gambar 58. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan
Potensi Cadangan Karbon tahun 2013 .............................................................. 138
Gambar 59. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan
Potensi Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon tahun 2013 ................................. 139
Gambar 60. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten Kuantan
Singingi ............................................................................................................. 141
Gambar 61. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan
Potensi Cadangan Karbon tahun 2013 .............................................................. 143
Gambar 62. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan
Potensi Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon tahun 2013 ................................. 144
Gambar 63. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten Tebo ................ 146
Gambar 64. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Tebo dengan Potensi Cadangan
Karbon tahun 2013 ............................................................................................ 148
Gambar 65. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan
Potensi Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon tahun 2013 ................................. 149
Gambar 66. Cadangan karbon tiga kabupaten dalam koridor rimbaError! Bookmark not defined.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
12
Tabel 1. Perundangan dan peraturan karbon di Indonesia. ................................................................ 19
Tabel 2. Karbon Tersimpan Pada Berbagai Penggunaan Lahan ........................................................ 23
Tabel 3. Karbon Tersimpan pada Masing-masing Tipe Penutupan Lahan di Indonesia .................... 24
Tabel 4. Model-model alometrik biomassa untuk menduga biomass pohon diatas permukaan
tanah ..................................................................................................................................... 27
Tabel 5. Daftar Persamaan Alometrik Pendugaan Cadangan Karbon di atas permukaan tanah
yang digunakan Dibeberapa Tipe ekosistem hutan di Indonesia. ........................................ 28
Tabel 6. Rasio biomasa bawah permukaan dengan biomasa atas permukaan atau root shoot
rasio ...................................................................................................................................... 29
Tabel 7. Karakteristik Landsat 8 ........................................................................................................ 31
Tabel 8. Klasifikasi penutupan lahan SNI 7645 ................................................................................. 34
Tabel 9. Indikator Pemilihan Lokasi Survei Lapangan dan Faktor Prioritas ..................................... 56
Tabel 10. Perbandingan Ukuran Plot Sampel ...................................................................................... 57
Tabel 11. Agenda Pelatihan ................................................................................................................. 68
Tabel 12. Citra Satelit Landsat 8 dan Tahun Perekaman ..................................................................... 76
Tabel 13. Citra Satelit SPOT 2/4 dan Tahun Perekamannya ............................................................... 76
Tabel 14. Klasifikasi Penutupan Lahan ................................................................................................ 77
Tabel 15. Luas Penutupan Lahan di tiga Kabupaten pada Tahun 2008 dan Tahun 2013 .................... 79
Tabel 16. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Dharmasraya dalam RIMBA tahun 2008 –
2013 ...................................................................................................................................... 83
Tabel 17. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Tebo dalam RIMBA tahun 2008 – 2013 .................. 85
Tabel 18. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Kuantan Singingi dalam RIMBA tahun 2008 –
2013 ...................................................................................................................................... 81
Tabel 19. Uji Ketelitian Hasil Klasifikasi ............................................................................................ 87
Tabel 20. Perkiraan cadangan karbon per penutupan lahan ................................................................. 88
Tabel 21. Karbon Total Per Penutupan Lahan Tahun 2008 ................................................................. 90
Tabel 22. Valuasi Ekonomi dari Karbon pada Penutupan Lahan Tahun 2008 .................................... 90
Tabel 23. Karbon Total Per Penutupan Lahan Tahun 2013 ................................................................. 91
Tabel 24. Valuasi Ekonomi dari Karbon pada Penutupan Lahan Tahun 2013 .................................... 92
Tabel 25. Jumlah titik Survey di 3 Kabupaten ..................................................................................... 95
Tabel 26. Lokasi Pengukuran Cadangan Karbon ................................................................................. 96
Tabel 27. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di PSP Bukit Selasih ............................ 100
Tabel 28. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di NPSP Lubuk Karak ......................... 102
Daftar Tabel
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
13
Tabel 29. Identifikasi Jenis Pohon di NPSP Sentajo-1....................................................................... 111
Tabel 30. Identifikasi Jenis Pohon di plot NPSP Sentajo – 2 ............................................................. 113
Tabel 31. Identifikasi Jenis Pohon ..................................................................................................... 115
Tabel 32. Total cadangan karbon pool per plot contoh untuk penutupan lahan Hutan. ..................... 123
Tabel 33. Uji Kesesuaian Klasifikasi ................................................................................................. 123
Tabel 34. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Dharmasraya ....................... 126
Tabel 35. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Dharmasraya ....................... 126
Tabel 36. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................................... 128
Tabel 37. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................................... 128
Tabel 38. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Kuantan Singingi ................ 129
Tabel 39. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Kuantan Singingi ................ 129
Tabel 40. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten
Kuantan Singingi ................................................................................................................ 130
Tabel 41. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten
Kuantan Singingi ................................................................................................................ 131
Tabel 42. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Tebo .................................... 132
Tabel 43. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Tebo .................................... 133
Tabel 44. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten
Tebo.................................................................................................................................... 134
Tabel 45. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten
Tebo.................................................................................................................................... 134
Tabel 46. Estimasi Karbon tersimpan per kabupaten ......................................................................... 134
Tabel 47. Luas penutupan Lahan tahun 2008 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................................... 137
Tabel 48. Luas Penutupan Lahan tahun 2013 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten
Dharmasraya ...................................................................................................................... 137
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
14
MRV = Measuring, Reporting and Verification
REL = Reference Emission Level
REDD = Reductions Emission from Deforestation and Degradation
Baseline = Emisi gas rumah kaca yang akan terjadi tanpa adanya intervensi kebijakan
atau kegiatan
Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah
= badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
Carbon Stock = Jumlah karbon dalam suatu pool
Deforestasi/Deforestation = Konversi hutan menjadi bukan hutan secara permanen
Gas Rumah Kaca (GRK)
/Greenhouse gases
(GHGs)
= Gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan
global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah karbon
dioksid (CO2), metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O). Gas-gas rumah
kaca yang kurang umum (tetapi sangat kuat) adalah hydrofluorocarbons
(HFCs), perfluorocarbons (PFCts) dan sulphur hexafluoride (SF6).
Intergovernmental Panel
on Climate Change
(IPCC)
= Organisasi Meteorologi Dunia dan Program Lingkungan PBB (UNEP)
dibentuk pada tahun 1998
Land use, land-use
change, and forestry
(LULUCF)
= Sektor inventarisasi gas rumah kaca yang meliputi emisi dan pemindahan
gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas pemanfaatan lahan secara
langsung oleh manusia, perubahan lahan dan kehutanan.
Pembangunan
Berkelanjutan
= Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Penginderaan
Jauh/Remote Sensing
= Sebuah metode untuk mengukur deforestasi dan/atau degradasi hutan
dengan menggunakan alat perekam yang tidak berhubungan secara fisik
dengan hutan, seperti satelit atau foto udara.
Penyerapan Karbon = Proses memindahkan karbon dari atmosfir dan menyimpannya dalam
reservoir.
Pool karbon = Suatu sistem yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau
melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomasa hutan, produk-produk
kayu, tanah dan atmosfer.
REDD, atau reducing
emissions from
deforestation and forest
degradation
(Pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi
hutan)
= Sebuah mekanisme untuk mengurangi emisi GRK dengan cara memberikan
kompensasi kepada pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi
dan degradasi hutan.
REDD+ = Kerangka kerja REDD yang lebih luas dengan memasukkan konservasi
hutan, pengelolaan hutan lestari atau peningkatan cadangan karbon agar
partisipasi untuk menerapkan REDD semakin luas serta untuk memberikan
penghargaan kepada negara-negara yang sudah berupaya melindungi
hutannya.
Glossary
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
15
Serap karbon/Carbon
sink
= Media atau tempat penyerapan dan penyimpanan karbon dalam bentuk
bahan organik, vegetasi hutan, laut dan tanah.
Serapan (Sink) = Proses, aktivitas atau mekanisme yang menghilangkan gas rumah kaca,
aerosol atau cikal bakal gas rumah kaca dari atmosfer. Hutan dan vegetasi
lainnya dianggap sebagai sinks karena memindahkan karbon dioksida
melalui fotosintesa.
UNFCCC (United
Nations Framework
Convention on Climate
Change)
= Konvensi Kerangka PPB tentang Perubahan Iklim, diadopsi pada tahun
1992 dan mulai berlaku sejak tahun 1994. Konvensi ini merupakan salah
satu hasil dari Konvensi Rio de Janeiro tahun 1992
Voluntary Carbon
Standard
= Skema sertifikasi untuk kredit emisi yang tidak diatur di dalam Protokol
Kyoto
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
16
BAB I. Mengukur Karbon di Tingkat Lanskap
I.1. Pendahuluan
Perubahan iklim global telah dirasakan oleh manusia di berbagai belahan dunia. Perubahan
disebabkan oleh kenaikan temperature atmosfer bumi, yang memicu dampak lingkungan
global.
Dampak tersebut antara lain kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh melelehnya
salju di kutub, dan ketidakpastian musim hujan dan kemarau. (IPCC, 2007). Kenaikan suhu
bumi ini menjadi ancaman bagi kehidupan manusia dalam bentuk bencana cuaca yang
ekstrim, kekeringan, banjir, tenggelamnya pulau-pulau, kelaparan, kesehatan, dan lain-lain.
Perdebatan penyebab kenaikan temperature bumi masih terus berlangsung. Sebagian ahli
masih ada yang mempercayai bahwa kenaikan dan penurunan bumi adalah gejala alam.
Namun para ahli yang tergabung di dalam panel expert IPCC mempercayai bahwa kenaikan
tersebut disebabkan oleh kenaikan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK), yaitu karbon
dioksida (CO2), Methana (CH4), Nitru oxide (NOx) dan Sulphur Oxida (Sox), yang
dikeluarkan karena aktivitas manusia. Sumber GRK berasal dari berbagai aktivitas
pembakaran bahan bakar fossil dari sector industry, rumah tangga, dan transportasi, serta
emisi dari sector pertanian dan kehutanan. Negara maju penyumbang emisi GRK terbesar dari
sektor industry, sedangkan untuk Negara berkembang di belahan tropika, sumber emisi GRK
banyak disebabkan oleh aktivitas pertanian dan kehutanan (deforestasi). Hilangnya hutan
merupakan salah satu faktor yang berkontribusi secara signifikan dalam perubahan iklim. Di
sisi lain, kemungkinan memperluas penyimpanan karbon di hutan diidentifikasi sebagai cara
yang lebih berpotensi dalam mitigasi perubahan iklim (FAO, 2001; deFries et al., 2000).
Upaya masyarakat dunia dalam mencegah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK)
mendapat sambutan baik dari pemerintah Indonesia. Negara Indonesia memberikan
komitmennya dalam pencegahan perubahan iklim dunia, melalui pernyataan Presiden
Republik Indonesia, yaitu: untuk penanggulangan perubahan iklim antara lain melalui
komitmen untuk penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan
sampai dengan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020.
Upaya pemerintah Indonesia tersebut perlu ditindaklanjuti sebagai bagian dari rencana,
kegiatan dan program ditingkat nasional maupun daerah. Oleh karena itu diperlukan kekuatan
hukum yang mengikat agar dapat terlaksananya tujuan penurunan emisi tersebut, selain
perangkat hukum diperlukan juga ketersediaan sumber daya manusia dan ketersediaan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
17
informasi. Ketersediaan informasi ini diperlukan koordinasi yang kuat untuk membuat
informasi tersebut menjadi satu kesatuan data. Saat ini ketersediaan informasi tersebut masih
berada dalam masing-masing sektor. Penggunaan teknologi maju juga menjadi salah satu
penunjang untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan (accountable),
terukur (measurable), memiliki nilai ilmiah dan keterbukaan (accessible).
Penggunaan teknologi tinggi seperti teknologi penginderaan jauh/satelit terkini telah
menunjukkan bahwa pengurangan deforestasi dapat digambarkan dengan nyata, permanen,
dan pengurangan emisi dapat di-verifikasi dengan pengukuran yang dapat dipercaya dan
monitoring dan perhitungan kebocoran dengan tepat. Hambatan utama untuk keberhasilan
mekanisme penurunan efek gas rumah kaca (GRK) yang memanfaatkan kekuatan pasar
karbon untuk melestarikan lokasi keanekaragaman hayati yang luas, meningkatkan mata
pencaharian lokal di negara-negara berkembang, dan membantu mengurangi perubahan iklim
tidak lagi secara teknis, melainkan politik dan finansial. Kondisi tersebut mengakibatkan
kurangnya ketersediaan informasi mengenai kondisi biofisik lingkungan yang berdampak
pada proses penanggulangan/mitigasi bencana. Ketersediaan informasi mengenai kondisi
penutupan lahan serta cadangan karbon yang tersimpan, menjadi acuan untuk perhitungan
carbon untuk rencana aksi daerah untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan
pengurangan emisi.
I.2. Tujuan
• Mengukur, mengidentifikasi dan memetaan stok karbon dan distribusi dalam lanskap
tiga kabupaten prioritas.
• Melakukan analisis kajian penilaian jasa ekosistem alam untuk memprediksi status stok
karbon berdasarkan kondisi penggunaan lahan/tutupan lahan saat ini atau yang akan
datang.
• Menyediakan informasi/data stok dan distribusi karbon bagi kabupaten untuk
mendukung pemerintah kabupaten dalam pengkajian lingkungan hidup strategis dan
rencana tata ruang kabupaten serta rencana aksi daerah untuk penurunan gas rumah kaca
melalui pendekatan analisis InVEST.
I.3. Manfaat
Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai karbon terkait
dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, informasi mengenai cadangan dan
perubahan cadangan karbon tersimpan dan sebagai level referensi berdasarkan histori data
yang tersedia. Data dan informasi ini dapat menjadi informasi yang dalam perencanaan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
18
penataan ruang atau yang berkaitan dengan keruangan dan menjadi data daerah seperti
rencana aksi daerah terhadap penurunan emisi karbon.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
19
BAB II. Perkembangan Karbon di Indonesia
II.1. Regulasi dan Perundangan
II.1.1. Regulasi
Menjawab kebutuhan akan suatu peraturan perundang-undangan mengenai karbon baik secara
nasional maupun internasional, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan beberapa
peraturan atau perundangan terkait dengan karbon atau perubahan Iklim. Tabel 1.
Mendeskripsikan peraturan dan peraturan yang telah di publikasi.
Tabel 1. Perundangan dan peraturan karbon di Indonesia.
REGULASI TANGGAL TENTANG
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 tahun 1994
1994 Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai
Perubahan Iklim (UNFCC)
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2004
2004 Pengesahan Kyoto Protocol to the United
Nations Framework Convention on Climate
Change (Protokol Kyoto atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Perubahan Iklim)
Peraturan Menteri Kehutanan
P.68/Menhut-II/2008
2008 Penyelenggaraan Demonstration Activities
(DA) Pengurangan Emisi dari Deforestasi
dan Degradasi Hutan dan pembentukan
Kelompok Kerja Perubahan Iklim lingkup
Departemen Kehutanan
Peraturan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 46 tahun 2008
2008 Dewan Nasional Perubahan Iklim
Peraturan Menteri Kehutanan
P.30/Menhut-II/2009
2009 Tata Cara Pengurangan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan
P.36/Menhut-II/2009
2009 Tata Cara Perijinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon
pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
SK.624/Menhut-II/2010
2010 Surat keputusan ini tentang Pembentukan
Komite Pengarah dan Kelompok Kerja
Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan
Keputusan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 19 tahun 2010
2010 Satuan Tugas Persiapan Pembentukan
Kelembagaan REDD+
Peraturan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 61 Tahun 2011
2011 Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas
Rumah Kaca
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
20
REGULASI TANGGAL TENTANG
Keputusan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 25 Tahun 2011
2011 Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan
Reducing Emissions From Deforestation
And Forest Degradation (REDD+)
Peraturan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 71 Tahun 2011
2011 Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional
Peraturan Menteri Kehutanan
P.20/Menhut-II/2012
2012 Penyelenggaraan Karbon Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan
P.25/Menhut-II/2012
2012 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penugasan
Sebagian Urusan Pemerintah Bidang
Kehutanan Tahun 2012 Kepada Bupati
Berau, Bupati Malinau dan Bupati Kapuas
Hulu Dalam Rangka Demonstrasi Activities
REDD
Peraturan Presiden Republik
Indonesia
Nomor 16 Tahun 2012
2012 Rencana Umum Penanaman Modal
Peraturan Menteri Kehutanan
P.28/Menhut-II/2013
2013 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penugasan
Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang
Kehutanan Tahun 2013 Kepada Bupati
Berau, Bupati Malinau dan Bupati Kapuas
Hulu Dalam Rangka Demonstration
Activities REDD
SNI 7724: 2011 2011 Pengukuran dan Penghitungan Cadangan
Karbon untuk Penaksiran Cadangan Karbon
Hutan.
SNI 7725: 2011 2011 Penyusunan Alometrik untuk Mendukung
Penaksiran Cadangan Karbon Hutan
berdasarkan Pengukuran Lapangan
SNI 7645: 2010 2010 Klasifikasi Penutup Lahan
SNI 7848:2013 2013 Penyelenggaraan demonstration activity
(DA) REDD+
Pemerintah Republik Indonesia sangat memperhatikan perubahan iklim dan berperan aktif
dalam upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 1994. Pembentukan lembaga/badan, petunjuk
teknis, implementasi area (demonstration activities) dan kebijakan penanaman modal serta
standarisasi nasional terkait dengan karbon.
II.1.2. Kesepakatan Regional
Implementasi Permenhut No. 30/Menhut-II/2009 tentang tata laksana pelaksanaan REDD,
implementasi REDD+ di Indonesia menggunakan pendekatan nasional dan implementasi di
sub nasional sehingga diperlukan standar nasional menyangkut metodologi pengukuran dan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
21
penghitungan karbon untuk menjaga konsistensi dan comparability hasil. Untuk
menindaklanjuti standar nasional tersebut maka Badan Standarisasi Nasional (BSN)
mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 7724:2011 tentang Pengukuran dan
Penghitungan Cadangan Karbon untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan dan SNI Nomor
7725:2011 tentang Penyusunan Alometrik untuk Mendukung Penaksiran Cadangan Karbon
Hutan berdasarkan Pengukuran Lapangan. SNI 7724 ini memberikan panduan untuk
pengukuran lapangan dan penghitungan cadangan karbon pada lima pool karbon untuk
mendukung monitoring perubahan cadangan karbon dengan tingkat kerincian (tier) 3
sedangkan SNI 7725 menyediakan panduan untuk menyusun persamaan alometrik yang
diperlukan dalam penggunaan standar untuk pengukuran karbon di lapangan guna menduga
cadangan karbon hutan, apabila belum tersedia persamaan alometrik yang sesuai dengan
kondisi biogeografis yang bersangkutan. Dan SNI Nomor 7645:2010 tentang Klasifikasi
Penutup Lahan. SNI ini telah dilakukan penyesuaian dengan kategorisasi penutupan lahan dan
perubahan penutupan lahan menurut IPCC serta SNI 7846:2013 tentang Penyelenggaraan
demonstration activity (DA) REDD+.
II.1.3. Kebutuhan Pasar
Adanya tuntutan pasar terhadap tranparansi dan kredibilitas, comparability, dan consistency
hasil kegiatan REDD+. Pemerintah Indonesia menanggapi kebutuhan ini kemudian
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman
Modal dan Peraturan Menteri Kehutanan P.36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Perijinan
Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan
Hutan Lindung.
Berdasarkan peraturan tersebut, maka peluang investasi di bidang lingkungan semakin
mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia dengan memberikan Arah kebijakan
Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan (Green Investment) seperti: bersinergi
dengan kebijakan dan program pembangunan lingkungan hidup, khususnya program
pengurangan emisi gas rumah kaca pada sektor kehutanan, transportasi, industri, energi, dan
limbah, serta program pencegahan kerusakan keanekaragaman hayati, Pengembangan sektor-
sektor prioritas dan teknologi yang ramah lingkungan, serta pemanfaatan potensi sumber
energi baru dan terbarukan, Pengembangan ekonomi hijau (green economy), Pemberian
fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif penanaman modal diberikan kepada penanaman modal
yang mendorong upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup termasuk pencegahan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
22
pencemaran, pengurangan pencemaran lingkungan, serta mendorong perdagangan karbon
(carbon trade)6.
II.1.4. Pertimbangan Lainnya
Keinginan Kementerian Kehutanan dan BSN untuk mengangkat isu tersebut ke tingkat
internasional terutama terkait dengan implementasi aktifitas percontohan (demonstration
activities). Keputusan Conference of Parties (COP) United Nation of Framework Convention
on Climate Change (UNFCCC) terkait pelaksanaan Demonstration Activities (DA) REDD+
dimulai pada COP-13 di Bali tahun 2007 yang mengamanatkan kepada Negara pihak untuk
meng-explore kegiatan, mengidentifikasi opsi dan meningkatkan upaya, termasuk kegiatan
Demonstration Activities (DA). Saat ini sejumlah Demonstration Activities (DA) REDD+
telah dibangun di beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia dengan skala, pendekatan,
dan ruang lingkup kegiatan yang beragam. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan sinergi
antara inisiatif-inisiatif di tingkat sub-nasional serta menjaga konsistensi dengan upaya-upaya
di tingkat nasional dalam rangka mempersiapkan implementasi REDD+ secara penuh (full
implementation) di Indonesia. Kegiatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan
P.28/Menhut-II/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penugasan Sebagian Urusan
Pemerintahan Bidang Kehutanan Tahun 2013 Kepada Bupati Berau, Bupati Malinau dan
Bupati Kapuas Hulu Dalam Rangka Demonstration Activities REDD dan SNI 7848:2013
tentang penyelenggaraan demonstration activity (DA) REDD+.
II.2. Karbon Lanskap
II.2.1. Biomasa/Karbon
Biomassa berasal dari kata bio yang artinya hidup dan masa yang artinya berat, sehingga
biomassa dapat diartikan sebagai bobot bahan hidup. Biomasa tumbuhan adalah jumlah berat
kering dari seluruh bagian tumbuhan yang hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang
dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, bunga, buah, ranting, cabang dan
batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar). Biomassa hutan adalah jumlah total
bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh
organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas
(ton/ha) (Anwar et al., 1984).
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon
dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997 dalam Indriyanto
6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
23
2006). Di permukaan bumi terdapat kurang lebih 90% biomassa yang terdapat dalam hutan
dalam bentuk pokok kayu, dahan, daun, akar, serasah, hewan, dan jasad renik. Biomassa
tersebut merupakan hasil dari fotosintesis yang berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan
lemak, pati, protein, dammar, fenol, dan berbagai senyawa lainnya. Pendugaan biomassa
hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon dan untuk tujuan lain.
Pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan
karbon dan efek dari deforestasi serta penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon
secara global (Ketterings et al. 2001). Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer
ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah penebangan,
kebakaran atau gangguan lainnya (Hairiah et al. 2001). Sehingga jangka panjang
penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung pada pengelolaan hutannya
sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi
(Murdiyarso et al. 1999). Selain itu menurut (Hairiah et al. 2001), potensi penyerapan karbon
oleh ekosistem tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur,
dan sebaran umur (khusus untuk hutan).
Beberapa penelitian telah mendapat nilai biomassa dari beberapa tipe penutupan lahan di
Indonesia, Tabel 2 menunjukan nilai karbon tersimpan dari tipe penggunaan lahan;
Tabel 2. Karbon Tersimpan Pada Berbagai Penggunaan Lahan
Tipe Penutupan Lahan Karbon Tersimpan
/BBA (Ton C/Ha) Sumber
Hutan alam dipterokarpa 204,92 – 264,70 Dharmawan dan
Siregar (2009);
Samsoedin et al.
(2009)
Hutan lindung 211,86 Noor’an (2007)
Hutan sekunder bekas kebakaran
hutan
7,5 – 55,3 Hiratsuka et al.
(2006)
Hutan mangrove sekunder 54,1 – 182,5 Dharmawan dan
Siregar(2009),
Dharmawan dan
Siregar (2008)
Hutan sekunder bekas tebangan 171,8 – 249,1 Dharmawan et
al. (2010)
Rahayu et al.
(2006)
Hutan alam primer dataran
rendah
230,10 - 264,70
Samsoedin et al.
(2009)
Hutan alam primer dataran tinggi 103,16 Dharmawan (2010)
Hutan sekunder dataran tinggi 113,20 Dharmawan (2010)
Hutan sekunder dataran tinggi 39,48 Dharmawan (2010
Hutan gambut 200 Agus (2007)
Hutan alam gambut bekas Bekas tebangan (126,01) Rochmayanto
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
24
Tipe Penutupan Lahan Karbon Tersimpan
/BBA (Ton C/Ha) Sumber
tebangan dan sekunder Sekunder (83,49) (2009)
Hutan tanaman Acacia mangium 91,2 Gintings (1997)
Hutan Tanaman Acacia
crassicarpa
Metode konversi biomassa:
rata-rata potensi serapan karbon
menurut kelas umur (1-8 thn)
dari bagian akar, batang, cabang
dan daun: 64,14 ton/ha
Adiriono (2009)
Hutan tanaman Acacia mangium Cadangan karbon pada berat
kering biomassa adalah 50%,
dan jumlah karbon diperkirakan
sekitar 3.02 C/
ha/tahun.
Heriansyah, 2003
Savana/padang rumput
Jambi
Indonesia
6,0
10,0
Prasetyo (2000) dan
Peace (2007) dalam
Muzahid (2008)
Semak belukar 15.0 Prasetyo (2000)
dalam Muzahid
(2008)
Kebun campuran 77.18 (rata-rata) Yuli (2003)
Karet dan coklat 113,85 Sorel (2007)
Kelapa sawit Min: 19.2; max:68.84 Purba, K.D. (2013)
Sumber: Pulitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kemenhut, 2010 (modifikasi)
Tabel 3. Karbon Tersimpan pada Masing-masing Tipe Penutupan Lahan di Indonesia
Tipe Penutupan Lahan Karbon
Tersimpan Tipe Penutupan Lahan
Hutan Lahan Kering Primer 195.4 Ditjenplan Kemenhut,
Desember 20127
Hutan Lahan Kering Sekunder 169.7
Hutan Mangrove Primer 170
Hutan Rawa Primer 196
Hutan Tanaman 64
Semak Belukar 30
Perkebunan 63
Permukiman 5
Tanah Terbuka 2.5
Rumput 4.5
Hutan Mangrove Sekunder 120
Hutan Rawa Sekunder 155
Belukar Rawa 30
Pertanian Lahan Kering 10
Pertanian Lahan Kering Campur 30
Sawah 2
7 http://www.sekretariat-rangrk.org/english/home/9-uncategorised/173-baulahan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
25
Tipe Penutupan Lahan Karbon
Tersimpan Tipe Penutupan Lahan
Tambak 0
Bandara/Pelabuhan 0
Transmigrasi 10
Pertambangan 0
Rawa 0
Cairns et al. (1997) mengemukakan bahwa biomassa di bawah permukaan tanah umumnya
berupa akar yang memiliki sumbangan lebih dari 40% total biomassa. Terdapat hubungan
antara biomassa di bawah tanah (B) suatu pohon dengan diameter akar (D) dengan persamaan
B = ∑ aDb (Hairiah et al. 2001).
Biomassa di bawah tanah dapat dihitung dengan biomassa di atas tanah dibagi dengan rasio
tajuk – akar. Nilai rasio tajuk akar tergantung dari kondisi lahan, untuk lahan hutan tropik
basah (upland) normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah (wet sites) bernilai
lebih dari 10, dan pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Menurut Mac
Dicken (1997), estimasi kadar biomassa di bawah tanah suatu pohon tidak kurang dari 15%
dari biomassa di atas tanah.
Gambar 1. Stock karbon pada berbagai tipe penutupan lahan dan jalur aliran karbon
II.2.2. Cara Pengukuran dan Pendugaan Biomassa
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa
diukur dengan menggunakan metode langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non-
destructive). Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
26
berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter <
5 cm (vegetasi tumbuhan bawah) menggunakan metode secara langsung.
Pendugaan biomasa dalam metode tidak langsung mempergunakan beberapa persamaan
matematis atau allometrik sehingga dapat menduga biomasa vegetasi. Persamaan alometrik
merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah
bebas. Contohnya adalah hubungan antara volume pohon, biomassa atau masa karbon dengan
diameter dan tinggi pohon. Dalam hubungan ini volume pohon, biomassa atau masa karbon
merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi pohon yang
disebut sebagai peubah bebas. Hubungan alometrik biasanya dinyatakan dalam suatu model
alometrik. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi
dada atau diukur 1,30 m dari permukaan tanah sebagai dasar.
Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan menggunakan teknik regresi
dimaksudkan untuk mencari hubungan antar biomassa dengan peubah penaksiran yang
diperoleh pada pengukuran biomassa sejumlah pohon.
Menurut Krisnawati, 2013, bahwa perhitungan karbon diatas permukaan dilakukan melalui
beberapa pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan-1 digunakan apabila model alometrik biomasa pohon yang dikembangkan
untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu (species or
ecosystem and site specific model) tersedia.
2. Pendekatan-2 digunakan apabila model alometrik biomassa pohon yang
dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi
tertentu (species or ecosystem and site-specific model) tidak/belum tersedia, tetapi
model alometrik biomassa pohon untuk jenis atau tipe ekosistem tersebut sudah
tersedia atau dikembangkan di lokasi lain.
3. Pendekatan-3 digunakan apabila model alometrik biomassa pohon yang
dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem tertentu tidak/belum tersedia
(baik di lokasi tersebut maupun di lokasi lain) tetapi model alometrik volume pohon
yang spesifik untuk jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga sudah dikembangkan
di lokasi tersebut.
4. Pendekatan-4 digunakan apabila model alometrik volume pohon yang dikembangkan
untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu (species or
ecosystem and site-specific model) tidak/belum tersedia, tetapi model alometrik
volume pohon untuk jenis atau tipe ekosistem tersebut sudah tersedia atau
dikembangkan di lokasi lain.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
27
5. Pendekatan-5 digunakan apabila model alometrik biomassa maupun model alometrik
volume pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan
diduga tidak/belum tersedia, tetapi tersedia data tinggi (selain diameter) dari hasil
pengukuran atau inventarisasi pohon dalam tegakan.
6. Pendekatan-6 digunakan apabila kondisi berikut: (a) tidak tersedia model alometrik
biomassa pohon untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga, tetapi (b)
tersedia model alometrik volume atau data tinggi (selain diameter) yang dapat
digunakan sebagai perangkat untuk mendapatkan nilai dugaan volume sesuai dengan
jenis pohon dan tipe ekosistem yang akan diduga tersebut; dan (c) tersedia data wood
density, tetapi (d) tidak tersedia data BEF pohon.
7. Pendekatan-7 digunakan apabila terdapat kondisi berikut: (a) tidak tersedia model
alometrik biomassa pohon untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga,
tetapi (b) tersedia model alometrik volume atau data tinggi (selain diameter) yang
dapat digunakan sebagai perangkat untuk mendapatkan nilai dugaan volume sesuai
dengan jenis pohon dan tipe ekosistem yang akan diduga tersebut; dan (c) tidak
tersedia nilai wood density, baik untuk spesifik jenis atau kelompok jenis (genus,
family) yang akan diduga.
8. Pendekatan-8 digunakan apabila terdapat kondisi berikut: (a) tidak tersedia model
alometrik biomassa maupun model alometrik volume pohon yang spesifik untuk jenis
pohon atau tipe ekosistem yang akan diduga, (b) tidak tersedia data tinggi (selain
diameter) yang memungkinkan untuk menduga volume pohon menggunakan
pendekatan rumus geometrik, dan (c) tidak tersedia data wood density (baik untuk
spesifik jenis atau kelompok jenis (genus, family)).
Tabel 4. Model-model alometrik biomassa untuk menduga biomass pohon diatas permukaan tanah
Tipe
Ekosistem
Jenis
Pohon Lokasi
Model
Alometrik
Jumlah
Pohon
Contoh
DBH
(cm) R2 Sumber
HUTAN ALAM Hutan
Lahan
Kering
Campuran Kalteng InBBA=
-3.408+2.708ln(Dpkl) 40 1.1–115 0.98
Anggraeni
(2011)
Hutan
Lahan
Kering
Campuran Kaltim InBBA=
-1.201+2.196ln(D) 122 6-200 0.96
Basuki et al.
(2009)
Hutan Lahan
Kering
sekunder
Campuran Jambi InBBA=
-2.75+2.591 ln (D) 29 7.6-48.1 0.95
Ketterings et
al. (2001)
Hutan Lahan
Kering
sekunder
Campuran Jambi BBA=
0.11ρD2+0.62 29 7.6–48.1 Tad
Ketterings et
al. (2001)
Hutan Lahan
Kering
sekunder
Campuran Kaltim BBA=
0.19999D2.14 63 2–24. 0.93
Adinugroho
(2009)
Hutan Lahan
Kering Campuran Jambi
BBA=
0.0639D2.3903 21 10.3–48 0.97
Thojib et al
(2002)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
28
Tipe
Ekosistem
Jenis
Pohon Lokasi
Model
Alometrik
Jumlah
Pohon
Contoh
DBH
(cm) R2 Sumber
sekunder
Hutan
Kerangas Campuran Kalbar
InBBA= -
1.861+2.528lnD 12
2.55–
30.3 0.99 Onrizal (2004)
Hutan Rawa
Gambut Campuran Kalteng BBA=0.107 D2.486
Tidak
ada data 2-35 0.90
Jaya et al
(2007)
Hutan Rawa
Gambut
sekunder
(terbakar)
Campuran Sumsel BBA=0.153D2.40 20 2-30.2 0.98 Widyasari
(2010)
Hutan Rawa
Gambut
sekunder
(terbakar)
Campuran Sumsel BBA=0.206D2.451 30 5.3-64 0.96 Novita (2010)
Hutan
Tanaman
Akasia
auriculiform
is
DIY BBA=0.078(D2H)0.902 10 Tidak
ada data 0.96
BPKH Wil. XI
& MFP II
(2009)
Hutan
Tanaman
Akasia
crassicarpa Sumsel BBA=0.027(D2H)2.891 10 6-28 0.96 Rahmat (2007)
Hutan
Tanaman
Akasia
mangium JABAR BBA=0.199(D2H)2.148 22 1.4-18.9 0.99 Rahmat (2007)
Hutan
Tanaman
Akasia
mangium SUmsel BBA=0.070(D2H)2.58 30
8.69-
28.3 0.97
Wicaksono
(2004)
Sumber: (Krinawati H., et al., 2012 – Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi) (modifikasi)
Metode root to shoot ratio (RSR) atau rasio perbandingan antara biomasa akar (biomasa
bawah permukaan) dengan biomasa atas permukaan (BAP). IPCC (2003) juga telah
melampirkan tabel RSR global untuk pendugaan biomasa bawah permukaan (BBP) (Tabel 5).
Berikut adalah beberapa persamaan yang digunakan secara lanskap untuk pendugaan karbon
diatas permukaan tanah dan dibawah permukaan tanah secara global:
Tabel 5. Daftar Persamaan Alometrik Pendugaan Cadangan Karbon di atas permukaan tanah yang
digunakan Dibeberapa Tipe ekosistem hutan di Indonesia.
Persamaan Allometrik Referensi Ket
AGBest = π*exp(-1.499+2.148ln(D) + 0.207(ln(D))2 – 0.0281(ln(D))3) Chave et al
2005
Hutan,
lembab
AGBest = 0.118 * D2.53 Brown,
1997
Hutan,
lembab
AGBest = ρ x 0.11 x D2.62 Kattering,
2001
Pohon
bercabang
BBP = Exp (-1,0587 + 0.8836 * LN(BAP)
Cairns, et
al, 1997
dalam
Manuri,S.
et al, 2011
Biomassa
Bawah
Permukaan
(BBP)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
29
Tabel 6. Rasio biomasa bawah permukaan dengan biomasa atas permukaan atau root shoot rasio
Ecological zone Above ground
biomass
R (tonne root d.m.
(tonne shoot d.m.)-1) References
Tropical rainforest 0.37 Frittkau and Klinge, 1973
Tropical moist
deciduous forest
ABG < 125 tonnes/Ha 0.20 (0.09 – 0.25) Mokany et al., 2006
AGB > 125 tonnes/Ha 0.24 ( 0.22 – 0.33) Mokany et al., 2006
Tropical dry forest ABG < 20 tonnes/Ha 0.56 (0.28 – 0.68) Mokany et al., 2006
AGB > 20 tonnes/Ha 0.28 (0.27 – 0.28) Mokany et al., 2006
Tropical scrubland 0.40 Poupon, 1980 Sumber: (IPCC, 2006 dalam Manure S. et al,2011)
Pendugaan biomasa akar, secara teknis sangat sulit dilakukan. Karena itu penelitian mengenai
model penduga cadangan biomasa akar pun sangat terbatas. Beberapa penelitian juga telah
dilakukan untuk membangun persamaan alometrik akar di wilayah tropis:
Persamaan Alometrik dapat digunakan untuk mengestimasi stok biomassa pada vegetasi
dengan jenis yang sama. persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan
data ke area yang lebih luas. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan yang membedakan
persamaan-persamaan alometrik antara lain :
1. perbedaan struktur pohon
2. perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang dikembangkan dalam
persamaan alometriknya.
Untuk mendukung MRV perhitungan emisi termasuk REDD+ harus didasarkan kepada data
perubahan tutupan hutan dari hasil penginderaan jauh (remote sensing), penggunaan faktor
emisi dan faktor serapan lokal serta tersedianya data kegiatan seperti perubahan luas berbagai
penutupan lahan, luas sub kategori hutan, luas hutan tanaman, dari hasil kegiatan misalnya
gerhan, HTI, HTR, HR, serta angka kerusakan hutan seperti logging, kebakaran, dan data
lainnya.
Data cadangan karbon dan perubahannya didasarkan kepada IPCC-GL 2006, yang
memperhitungkan 5 sumber karbon (carbon pools). Metode pengukuran karbon di lapangan
dengan menempatkan plot-plot contoh telah dikembangkan (McDicken 1997, IPCC GL,
2006; Kurniatun dan Rahayu, 2007; GOFC-Gold, 2009). Lima sumber karbon yaitu:
1. Biomass di atas tanah (above ground biomass)
2. Biomass di bawah tanah (below ground biomass),
3. Pohon yang mati (dead wood),
4. Seresah (litter),
5. Tanah (soil)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
30
Bentuk dan ukuran petak contoh pengukuran karbon memiliki variasi yang beragam, bentuk
plot contoh dapat berbentuk lingkaran maupun persegi. Berdasarkan Hairiah, dkk. (ICRAF,
2011) pengukuran cadangan karbon di hutan alami, semak belukar dan agroforestry dengan
tingkat kerapatan pohon tinggi. Pohon yang diukur adalah pohon dengan diameter 5 cm
hingga 30 cm (atau lingkar/lilit pohon 15 cm – 95 cm). Pada kondisi ini plot menggunakan
ukuran 40 m x 5 m.
Plot ukuran 100 m x 20 m dibuat jika dalam plot tersebut terdapat pohon dengan diameter
lebih besar dari 30 cm (lingkar/lilit 95 cm). pengukuran dilakukan hanya pada pohon besar
saja dengan diameter lebih dari 30 cm. Bila kondisi tidak memungkinkan untuk membuat plot
tersebut karena terhambat oleh faktor alami seperti jurang, sungai, batu besar maka potongan
plot bisa dipindahkan ke tempat lain di dekatnya.
Plot ukuran 40 m x 40 m: plot ini khusus untuk pengukuran cadangan karbon pada lahan
perkebunan atau agroforestry dengan jarak tanam pohon yang lebar (6 m x 6 m).
II.3. Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG
II.3.1. Penginderaan Jauh (remote sensing)
Penginderaan jauh berasal dari kata remote sensing memiliki pengertian bahwa penginderaan
jauh merupakan suatu ilmu dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi dari suatu
objek di permukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung
dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jadi penginderaan jauh merupakan
ilmu dan teknologi untuk mengindera/menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh,
dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat (sensor),
yang ditempatkan pada sebuah wahana (kendaraan).
Teknologi Penginderaan Jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan
diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth
Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun
1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral
Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang
kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan
seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6, 7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang diorbitkan
pada tanggal 11 Februari 2013, Data Landsat 8 telah diproses hingga pada level L1T
(terkoreksi topografi) dan membawa dua sensor yaitu sensor Onboard Operational Land
Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
31
Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan
11) pada TIRS. Karakteristik satelit Landsat 8 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Landsat 8
Proses: Terkoreksi Topografi Level 1 T
Ukuran Piksel: OLI multispectral bands 1-7,9: 30-meters
OLI panchromatic band 8: 15-meters
TIRS bands 10-11: collected at 100 meters but resampled
to 30 meters to match OLI multispectral bands
Karakteristik Data: GeoTIFF data format
Cubic Convolution (CC) resampling
North Up (MAP) orientation
Universal Transverse Mercator (UTM) map projection (Polar
Stereographic for Antarctica)
World Geodetic System (WGS) 84 datum
12 meter circular error, 90% confidence global accuracy for OLI
41 meter circular error, 90% confidence global accuracy for
TIRS
16-bit pixel values
Format Data: .tar.gz compressed file via HTTP Download
Ukuran File: Approximately 1 GB (compressed), approximately 2 GB
(uncompressed)
Bands Spectral Band Wavelength Resolution
Band 1 - Coastal / Aerosol 0.433 - 0.453 µm 30 m
Band 2 - Blue 0.450 - 0.515 µm 30 m
Band 3 - Green 0.525 - 0.600 µm 30 m
Band 4 - Red 0.630 - 0.680 µm 30 m
Band 5 - Near Infrared 0.845 - 0.885 µm 30 m
Band 6 - Short Wavelength Infrared 1.560 - 1.660 µm 30 m
Band 7 - Short Wavelength Infrared 2.100 - 2.300 µm 30 m
Band 8 - Panchromatic 0.500 - 0.680 µm 15 m
Band 9 - Cirrus 1.360 - 1.390 µm 30 m
Band 10 - Long Wavelength Infrared
Band 11 - Long Wavelength Infrared
10.30 - 11.30 µm
11.50 - 12.50 µm
100 m
100 m
II.3.2. Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS)
Menurut Burrough (1986), SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk
memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang
mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan
perencanaan. Sedangkan menurut Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer
yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data,
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
32
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di
bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah
pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan
lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi
SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi,kondisi, tren, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya.
Gambar 2. Proses sub sistem dalam SIG
II.3.3. Penutupan lahan atau Penggunaan lahan
Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta
benda-benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan
(Arsyad, 2000). Penggunaan lahan adalah segala macam kegiatan penggunaan lahan baik
secara alami atau kegiatan manusia pada sebidang tanah (Vink, 1975). Sedangkan penutupan
lahan dibedakan atas vegetasi dan non-vegetasi.
Pengunaan lahan adalah penggunaan lahan utama atau penggunaan utama dan kedua (apabila
penggunaan berganda) dari sebidang lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput dan
sebagainya, sehingga lebih meningkatkan pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus, 2004).
Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi menjadi non-vegetasi seperti hutan menjadi
pemukiman dapat merubah albedo dan jumlah sinar matahari yang dapat diserap oleh
permukaan tanaman, selain itu juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara
global (Hairiah et al, 2001).
Berdasarkan SNI 7645 tahun 2010 tentang klasifikasi penutupan lahan dijelaskan bahwa
klasifikasi penutupan lahan di Indonesia pada peta tematik penutupan lahan skala
Tabel
Laporan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
33
1:1.000.000, 1:250.000 dan 1:50.000 atau 1:25.000. mengakomodasi keberagaman kelas
penutupan lahan yang pendetailan kelasnya bervariasi antar-shareholders atau multi sektor.
Para produsen dapat membuat dan mendetailkan kelas-kelas penutupan lahan tertentu untuk
menunjang tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dan SNI tersebut mengacu pada Land
Cover Classification System United Nation – Food and Agriculture Organization (LCCS-
UNFAO) dan ISO 19144-1 Geographic information Classification Systems – Part 1:
Classification system structure dan dikembangkan sesuai dengan fenomena yang ada di
Indonesia. Klasifikasi penutupan lahan untuk skala 1:50.000/ 1:25.000 disajikan pada Tabel 8.
II.4. Implementasi Karbon
Implementasi karbon di Indonesia tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan
P.28/Menhut-II/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penugasan Sebagian Urusan
Pemerintahan Bidang Kehutanan Tahun 2013 Kepada Bupati Berau, Bupati Malinau dan
Bupati Kapuas Hulu Dalam Rangka Demonstration Activities REDD.
Petunjuk teknis tersebut terdiri dari beberapa aktifitas seperti; pemberian pedoman, fasilitasi,
pelatihan, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi. Pelaksanaan pengembangan DA
REDD+ merupakan kegiatan yang cukup sulit, dikarenakan REDD+ merupakan sebuah
skema baru dan dalam pelaksanaannya nanti kemungkinan dihadapkan pada berbagai
tantangan seperti jumlah pihak yang terlibat, status kawasan hutan yang belum ditetapkan,
ketidakpastian status hukum dalam konteks hak-hak karbon, serta kompleksitas dan rigiditas
metodologi. Apabila semua tantangan ini dapat diatasi dan program dinyatakan sukses, tentu
hal ini akan menjadi keberhasilan/prestasi tersendiri.
Pelaksanaan DA REDD+ di tingkat lapangan dilaksanakan di 3 Kabupaten, yaitu Malinau dan
Berau di Kalimantan Timur, dan Kapuas Hulu di Kalimantan Barat dengan target akhir dari
Program adalah, minimal, rata-rata potensi pengurangan emisi di areal DA harus mencapai
300.000 – 400.000 ton CO 2 selama keseluruhan jangka waktu 7 tahun.8
8 Peraturan Menteri Kehutanan P.28/Menhut-II/2013
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
34
Tabel 8. Klasifikasi penutupan lahan berdasarkan SNI 7645
No. Tipe Penutupan Lahan Skala 1:1.000.000 Skala 1:250.000 Skala 1:50.000/1:25.000
1. Daerah Bervegetasi Daerah Pertanian Sawah Sawah Sawah irigasi
Sawah Tadah hujan
Sawah lebak
Sawah Pasang Surut Sawah pasang surut
Polder
Ladang, tegal atau Huma Ladang Ladang
Perkebunan Perkebunan Perkebunan (cengkeh, coklat, karet,
kelapa, kelapa sawit, kopi, vanili, tebu,
tembakau)
Perkebunan Campur Perkebunan Campur
Tanaman Campuran Tanaman Campuran
Daerah Bukan Pertanian Hutan Lahan Kering Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer (Hutan
bamboo, hutan campuran, hutan jati,
hutan pinus, hutan akasia, hutan kayu
putih, hutan jati putih, hutan sengon,
hutan sungkai, hutan mahoni, hutan
karet, hutan jelutung)
Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Lahan Kering Sekunder (Hutan
bambu, hutan campuran, hutan jati, hutan
pinus, hutan akasia, hutan kayu putih,
hutan jati putih, hutan sengon, hutan
sungkai, hutan mahoni, hutan karet,
hutan jelutung)
Hutan Lahan Basah Hutan Lahan Basah Primer Hutan Lahan Basah Primer (Bakau,
Campuran, nipah, sagu)
Hutan Lahan Basah Sekunder Hutan Lahan Basah Sekunder (Bakau,
Campuran, nipah, sagu)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
35
No. Tipe Penutupan Lahan Skala 1:1.000.000 Skala 1:250.000 Skala 1:50.000/1:25.000
Semak dan Belukar Semak dan Belukar Semak
Belukar
Padang Rumput, Alang-alang
dan Sabana
Padang Rumput, Alang-alang dan
Sabana
Padang Rumput
Sabana
Padang alang-alang
Rumput Rawa Rumput Rawa Rumput Rawa
2. Daerah Tidak
Bervegetasi
Lahan Terbuka Lahan Terbuka Lahar dan Lava Lahan Kaldera
Lahar dan Lava
Hamparan Pasir Pantai Hamparan Pasir Pantai
Beting Pantai Beting Pantai
Gumuk Pasir Gumuk Pasir
Gosong sungai
Permukiman dan Lahan
bukan pertanian yang
berkaitan
Lahan Terbangun Permukiman Permukiman
Bangunan Industri Bangunan Industri
Jaringan Jalan (Primer, Kolektor, lokal,
setapak)
Permukiman
Jaringan Jalan Jaringan Jalan (Arteri, Kolektor,
Lokal)
Jaringan Jalan Kereta Api Kereta Api
Lori
Jaringan listrik tegangan tinggi
Bandara Bandar udara Bandar udara
Pelabuhan Laut Pelabuhan Laut Pelabuhan Laut
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
36
No. Tipe Penutupan Lahan Skala 1:1.000.000 Skala 1:250.000 Skala 1:50.000/1:25.000
Lahan Tidak terbangun Pertambangan Pertambangan
Tempat penimbunan sampah Tempat penimbunan sampah
Perairan Danau atau Waduk Danau atau Waduk Danau
Waduk
Saluran irigasi
Rawa Rawa Rawa
Sungai Sungai Sungai
Anjir Pelayaran Anjir Pelayaran Anjir Pelayaran
Terumbu Karang Terumbu Karang Terumbu Karang
Tambak Tambak ikan
Tambak garam
Gosong Pantai/dangkalan Gosong Pantai/dangkalan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
37
II.5. Karbon Masa Depan
Beberapa kerjasama antar negara telah dilakukan terkait pengelolaan, pemanfaatan dan
pengendalian karbon di Indonesia, berikut adalah beberapa program kerjasama antar negara
yang bertujuan untuk membantu mengurangi dampak perubahan iklim dimasa depan.
Program Forest and Climate Change (ForClime) merupakan program kerjasama antara
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman, sebagai bentuk rasa kepedulian dan
tanggung jawab yang sangat tinggi kedua negara dalam merespon fenomena perubahan
iklim, dimana dalam konteks ini sebagai upaya penanganan yang serius mengurangi
emisi CO 2 dari degradasi dan deforestasi hutan. Setelah melalui proses yang cukup
panjang, perumusan rancangan Program ForClime modul kerjasama finansial (ForClime
FC) dapat terselesaikan dan saat ini memasuki tahap pelaksanaan program, dengan target
yang cukup ambisius, yaitu membangun setidaknya satu DA REDD+ di tiga kabupaten,
yaitu Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan Barat, serta Kabupaten Malinau dan
Kabupaten Berau di Kalimantan Timur.
Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat untuk melaksanakan kerjasama Joint Crediting
Mechanism (JCM) yang merupakan skema perdagangan karbon secara bilateral.
Dokumen kesepakatan telah ditandatangani oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Hatta Rajasa, di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 2013. Secara terpisah,
Menteri Luar Negeri Jepang, Fumio Kishida, telah menandatangani dokumen tersebut
pada tanggal 7 Agustus 2013 di Tokyo.9
Mekanisme JCM adalah kerjasama bilateral yang mengedepankan investasi berwawasan
lingkungan untuk mendukung pembangunan rendah karbon. Sebagai negara maju, Jepang
berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya (GRK) sampai dengan level
25% di bawah tahun 1990 pada tahun 2020. Target tersebut akan dicapai melalui kegiatan
pengurangan emisi di dalam negeri dan melalui proyek pengurangan emisi yang dibiayai
oleh pemerintah dan sektor swasta Jepang namun dilakukan di luar negeri, khususnya di
negara-negara berkembang, melalui mekanisme JCM. Mekanisme ini akan menjadi
insentif bagi perusahaan-perusahaan Jepang untuk meningkatkan investasi dalam
kegiatan rendah karbon di Indonesia. Pemerintah Jepang diuntungkan karena sebagian
dari hasil penurunan emisi GRK di proyek-proyek investasi di Indonesia akan dapat
diklaim sebagai penurunan emisi negaranya. Indonesia juga mendapatkan manfaat yang
besar, baik manfaat ekonomi maupun lingkungan, dari kerjasama JCM tersebut.
9 http://www.ekon.go.id/berita/view/indonesia--jepang-sepakati.197.html#.UoGtjeKsdM0
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
38
Bagi Indonesia, JCM menjadi salah satu langkah penting dan nyata untuk mewujudkan
komitmen yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun
2009 yaitu pengurangan emisi GRK nasional sebesar 26% dengan upaya sendiri, dan
hingga 41% dengan bantuan internasional, pada tahun 2020, dihitung dari tingkat emisi
jika Indonesia tidak melakukan upaya pengurangan emisi.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
39
BAB III. Koridor RIMBA
III.1. Penetapan Koridor RIMBA
Tata ruang adalah wujud struktur dan pola ruang tersebut. Dalam hal ini, struktur ruang berarti
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana serta sarana pendukung
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang secara hierarkis punya hubungan fungsional.
Sedangkan pola ruang berarti pembagian peruntukan ruang dalam suatu wilayah, meliputi
penyediaan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budi daya.
Penataan ruang adalah sistem untuk mengejawantahkan struktur dan pola ruang (tata ruang).
Yakni, sistem proses perencanaan dan pemanfaatan ruang, serta pengendalian atas
pemanfaatan ruang tersebut.
Pengaruh manusia terhadap kelestarian atau kerusakan ekosistem, utamanya, terkait dengan
kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumber daya alam. Maka wajar kiranya bahwa semakin padat
penduduk di suatu wilayah, akan semakin besar pula kegiatan pemanfaatan yang terjadi di
wilayah itu. Pada konteks inilah nampaknya penting untuk menentukan suatu tata ruang yang
tidak saja mengakomodasi kegiatan pelestarian, tetapi juga kegiatan pemanfaatan Misalnya,
dengan menentukan ekosistem-ekosistem alami yang berfungsi melindungi tata air, iklim,
pengendali banjir dan erosi, atau sebagai habitat tumbuhan dan satwa tertentu menjadi pola
ruang kawasan lindung. Juga menentukan ekosistem-ekosistem yang telah mengalami
adaptasi dengan adat masyarakat setempat, yang secara tradisional merupakan situs-situs
penting, menjadi pola ruang (kawasan lindung) cagar budaya. Selanjutnya, menentukan
kawasan-kawasan ekosistem yang digunakan untuk pembangunan, baik intensitasnya rendah,
sedang, atau tinggi, menjadi pola ruang kawasan budi daya. Yang terakhir ini disebut juga
ekosistem buatan, karena secara umum telah mengalami perubahan bentang lahan dan fungsi-
fungsi alami menjadi sistem yang diolah dan dikendalikan manusia guna berbagai tujuan
pemanfaatan lahan.10
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan alokasi lahan semakin
terbatas. Alokasi lahan sebagai area penunjang kehidupan serta area sebagai pemenuh
kebutuhan kehidupan. Area penunjang kehidupan mencakup kebutuhan akan air dan udara
yang memiliki kualitas yang baik, kebutuhan tersebut merupakan sumber daya alam yang
sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini, sumber daya tersebut semakin berkurang
akibat dari pemenuhan kebutuhan kehidupan atau ekonomi sedangkan penunjang kehidupan
10 Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
40
atau ekologi. Kondisi sepuluh tahun sebelumnya keberadaan ekologi atau ekosistem alam
mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya sehingga diperlukan suatu perundangan atau
peraturan yang dapat mengatur pemanfaatan sumber daya alam sehingga dapat berkelanjutan.
Untuk Pulau Sumatera, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu Peraturan
Presiden Nomor 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sumatera. RTR
Pulau Sumatera berperan sebagai perangkat operasional dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah
Pulau Sumatera.
Tujuan dari Penataan Ruang Pulau Sumatera adalah mewujudkan pusat pengembangan
ekonomi perkebunan, perikanan, serta pertambangan yang berkelanjutan; swasembada pangan
dan lumbung pangan nasional; Kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk
ketenagalistrikan; pusat industri yang berdaya saing; pusat pariwisata berdaya saing
internasional berbasis ekowisata, bahari, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran (Meeting, Incentive,
Convention and Exhibition/MICE); kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan
tetap paling sedikit 40 % (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai dengan
kondisi ekosistemnya; kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan
tropis basah; kawasan perkotaan nasional yang kompak dan berbasis mitigasi dan adaptasi
bencana, pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir timur Pulau
Sumatera.11
Peraturan Presiden ini memberikan kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan yang
memiliki keanekaragaman hayati hujan tropis basah meliputi; pelestarian dan pengembangan
keanekaragaman hayati hutan tropis basah yang bernilai konservasi tinggi dan pengembangan
koridor ekosistem antar kawasan berfungsi konservasi. Strategi untuk pengembangan koridor
ekosistem antar kawasan berfungsi konservasi meliputi:
Menetapkan koridor ekosistem antar kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan budidaya pada koridor ekosistem antar
kawasan berfungsi konservasi.
Membatasi pengembangan kawasan permukiman pada koridor ekosistem antar
kawasan berfungsi konservasi.
Mengembangkan prasarana yang ramah lingkungan pada koridor ekosistem antar
kawasan berfungsi konservasi.
11 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
41
Sedangkan strategi untuk mempertahankan, pelestarian dan peningkatan fungsi koridor
ekosistem pada kawasan lindung lainnya, di bagi ke dalam beberapa koridor, yaitu:
Koridor Aceh-Sumatera Utara yang menghubungkan TN Gunung Leuser-Tahura Bukit
Barisan Sebagai koridor satwa badak, gajah, orang utan, harimau dan burung.
Koridor RIMBA (Riau-Jambi-Sumatera Barat) yang menghubungkan suaka margasatwa
bukit Rimbang- bukit Baling, cagar alam batang pangean I-Cagar alam batang pangean
II, TN Kerinci Seblat, SM Bukit Tiga puluh, Taman Nasional Berbak, CA Maninjau
Utara, CA Bukit Bungkuk, CA Cempaka, TWA Sungai Bengkal dan Tahura Thaha
Saifuddin sebagai koridor satwa gajah, harimau dan burung. (Gambar 2).
Koridor Jambi-Bengkulu-Sumatera Selatan yang menghubungkan Taman Nasional
Kerinci Seblat dan Cagar Alam Bukit Kaba sebagai koridor satwa burung, gajah, dan
harimau;
Koridor Jambi-Sumatera Selatan yang menghubungkan Taman Nasional Berbak-Taman
Nasional Sembilang sebagai koridor satwa burung dan harimau.
Koridor Bengkulu-Sumatera Selatan-Lampung yang menghubungkan Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan-Suaka Margasatwa Gunung Raya sebagai koridor satwa harimau,
badak, dan burung.
Gambar 3. Koridor RIMBA
Berdasarkan delineasi koridor RIMBA pada masing-masing Provinsi Riau, Provinsi Jambi
dan Provinsi Sumatera Barat terdapat 19 Kabupaten/Kota di dalam kawasan koridor
ekosistem RIMBA (Gambar 3).
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
42
Berdasarkan pertemuan Convention on Biological Biodiversity (CBD) di Nagoya Tahun 2010
meluncurkan RIMBA sebagai Kawasan Demostrasi Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Pulau
Sumatera, dan berdasarkan kesepakatan antara Kementerian Dalam Negeri, Bappenas,
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan
memfokuskan kegiatan di 3 (tiga) Kabupaten Prioritas, yaitu; Kabupaten Kuantan Singingi
(Provinsi Riau), Kabupaten Tebo (Provinsi Jambi) dan Kabupaten Dharmasraya (Provinsi
Sumatera Barat). (Gambar 4).
Gambar 4. Kabupaten di dalam Kawasan Ekosistem RIMBA
III.2. Tiga (3) Kabupaten Prioritas
III.2.1. Kabupaten Kuantan Singigi
Kabupaten Kuantan Singingi berada di bagian Selatan Propinsi Riau, pada 00 Lintang Utara -
10 Lintang Selatan dan 10102’ – 101055’ Bujur Timur. Kabupaten ini berada di area seluas
7656,03 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Di Utara berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Pelalawan.
2. Di Selatan berbatasan dengan Jambi.
3. Di sebelah Barat berbatasan dengan Sumatera Barat.
4. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
43
Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari 12 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 199 desa, dengan
Taluk Kuantan sebagai Ibukota Kabupaten. Selain Taluk Kuantan, kota penting lainnya
adalah Lubuk Jambi, Muara Lembu, Benai, Baserah, Cerenti,
Lubuk Ambacang, Kampung Baru, Kota Baru, dan Inuman.
Kabupaten Kuantan Singingi beriklim tropis. Musim hujan
berlangsung dari bulan September – Februari, dan curah
hujan tertinggi pada bulan Desember.
Musim kemarau pada bulan Maret – Agustus. Kabupaten
Kuantan Singingi terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi
kira kira 400 m di atas permukaan laut. Dataran tinggi di
daerah ini cenderung berangin dan berbukit dengan
kecenderungan 5 – 300. Dataran tinggi berbukit mencapai
ketinggian 400-800 m di atas permukaan laut dan merupakan bagian dari jajaran Bukit
Barisan. Total populasi penduduk adalah 221.676 jiwa dengan kepadatan 28 orang per km2.
Kebanyakan masyarakatnya adalah berasal dari suku Melayu dengan dialek yang hampir
sama dengan dialek Minangkabau – etnis yang hidup di daerah Sumatra Barat. Mata
pencarian utama penduduk di daerah ini sebagian besar (75%) adalah bertani, sementara yang
lainnya bekerja pada bidang jasa, perdagangan, dan pegawai negeri.
Sektor agrikultur masih memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan bagi
masyarakat Kuantan Singingi. Lahan untuk padi seluas 10.237 ha pada tahun 2001, dengan
hasil produksi 41.312,16 ton. Sebagai tambahan, Kabupaten Kuantan Singingi juga
memproduksi berbagai komoditas seperti jeruk, rambutan, mangga, duku, durian, nangka,
papaya, pisang, cabai, terung, timun, kol dan tomat. Ada beberapa hasil penting yang ada di
daerah Kuantan Singingi, seperti karet, kelapa, minyak sawit, coklat, dan berbagai tanaman
lainnya.
Beberapa hewan ternak yang dipelihara antara lain: Sapi: 17.368 ekor, Kerbau: 17.132 ekor,
Ayam: 200.061 ekor, Bebek: 27.442 ekor.
Sumber potensial di sektor kehutanan antara lain:12
• Produksi hutan terbatas: 316.700 ha.
• Hutan konversi: 450.00 ha.
• Hutan lindung: 28.000 ha.
• Hutan margasatwa: 136.000 ha.
12 http://www.kemenegpdt.go.id/profildaerah/19/kabupaten-kuantan-singingi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
44
Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensial yang besar di sektor pertambangan dan
energi, yang termasuk kepada komoditas batu gamping, suntan, batu bara, gas alam, pasir
sungai, emas, dan kaolin.
Beberapa bidang industri yang memiliki potensi ekonomi yaitu:
• Industri minyak sawit.
• Industri lempengan karet.
• Industri perabotan.
• Industri pengolahan makanan tradisional.
• Industri rumah tangga.
Beberapa Bidang yang Potensial untuk Investasi
1. Pembangkit listrik dengan kapasitas kecil.
2. Pengembangan kesuburan tanaman.
3. Pengolahan air bersih.
4. Pengembangan infrastruktur transportasi.
III.2.2. Kabupaten Dharmasraya
Secara geografis Kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara Provinsi Sumatera Barat,
dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang, dan datar dengan variasi
ketinggian dari 100 m - 1.500 m di atas permukaan
laut. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten
Dharmasraya berjenis Podzolik Merah Kuning
(PMK), dengan penggunaan lahan yang
didominasi untuk peruntukan hutan hujan tropik
seluas 133.186 Ha (44,98 %) dan lahan perkebunan
seluas 118.803 Ha (40,12 %) sedangkan untuk
penggunaan lain sebesar (14.90 %). Suhu udara di
kabupaten ini berkisar antara 21 °C – 33 °C dengan
rata-rata hari hujan 14.35 hari per bulan dan rata-rata
curah hujan 265,36 mm per bulan.13
Jumlah penduduk Kabupaten Dharmasraya berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 191.422
jiwa dengan rasio jenis kelamin 107. Sedangkan jumlah angkatan kerja 80.911 orang dengan
13 http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Dharmasraya
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
45
jumlah pengangguran 5.360 orang. [8] Konsentrasi penduduk terbesar tinggal di Kecamatan
Koto Baru dan Sungai Rumbai. Sepertiga penduduk kabupaten ini merupakan transmigran
dari berbagai daerah di Pulau Jawa, yang semula dipindahkan untuk memanfaatkan ladang
tidur yang terhampar luas di kabupaten ini sekaligus membuka lapangan kerja baru. Proses
transmigrasi ini terjadi antara tahun 1976 hingga 2002, dan pusat transmigrasi berada di
Kecamatan Sitiung. Meski hampir 32% penduduknya berasal dari etnis Jawa, namun
hubungan dengan etnis Minangkabau tetap berjalan baik, dan nyaris tidak ada konflik antar
Kelompok.
Kabupaten Dharmasraya berkembang sebagai salah satu penghasil kelapa sawit atau buah
pasir menurut istilah setempat. Di samping itu, kabupaten ini juga merupakan produsen
berbagai jenis tanaman keras lainnya, seperti kulit manis, karet, kelapa, gambir, kopi, coklat,
cengkih, dan pinang. Lahan perkebunan di sana lebih didominasi karet dan sawit. Penghasil
kelapa sawit paling banyak di kabupaten ini adalah Kecamatan Sungai Rumbai. Selain itu
terdapat potensi tambang yang hingga detik ini belum tergarap, yakni batu bara, batu kapur,
pasir kuarsa, emas, lempung kuarsit, dan sebagainya. Kabupaten ini masih baru dan masih
dalam tahap mengembangkan diri dengan membuka peluang investasi seluas-luasnya.
Ditunjang dengan posisi strategisnya di Sumatera (dilintasi Jalur Lintas Tengah Sumatera
sepanjang 100 km), maka Dharmasraya cepat menjadi kawasan yang maju dan tumbuh
sebagai wilayah perdagangan dan jasa.
III.2.3. Kabupaten Tebo
Pada tanggal 12 Oktober 1999 diresmikan menjadi Kabupaten Tebo dengan empat kecamatan
dan dua kecamatan pembantu yang terdiri dari lima kelurahan
dan 82 desa.
Sebagai bumi Kajang Lako, Kabupaten Tebo memiliki logo
"SEENTAK GALAH SERENGKUH DAYUNG"
dengan lambang daerah merupakan aspirasi masyarakat
yang disampaikan melalui musyawarah tokoh masyarakat
Tua Tengganai, Lembaga Adat serta Pemerintah Daerah
Kabupaten Tebo, dan ditetapkan melalui Keputusan
Bupati No. 16 tahun 2000 sebelum ditetapkan dalam
Peraturan Daerah.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
46
Kabupaten Tebo terletak diantara 0o52’32’’ s/d 1o54'50" Lintang Selatan dan diantara
101°48'57" s/d 102°49'17” Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis, dimana 84, 96%
daerahnya berada pada ketinggian< 99 m dari permukaan laut.
Batas Wilayah Kabupaten Tebo yaitu:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten Merangin
• Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Bungo
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat.
Adapun sungai yang terletak di Kabupaten Tebo adalah: Sungai Batang Hari, Batang Tebo,
Batang Lansisip, Batang Jujuhan, Batang Sumay, dan Batang Tabir.
Luas Wilayah Kabupaten Tebo adalah 646.100 Ha (6.461 Km2). Dilihat dari jenis persebaran
tanah, 63,90 % (412.852 Ha) merupakan jenis tanah Podsolik Merah Kuning; 32,07 %
(207.198 Ha) merupakan jenis tanah latosol, dan sisanya berupa tanah alluvial dan organosol.
Sekitar 45,76% (295.515 Ha) luas wilayah di Kabupaten Tebo adalah perkebunan karet,
45,09% (21.121 Ha) adalah hutan lebat, 2,45% (15.825 Ha) adalah perkebunan kelapa sawit,
dan hanya 0.67% dari luas wilayah di Kabupaten Tebo (4.319 Ha) digunakan untuk
pemukiman penduduk.
Jumlah penduduk Kabupaten Tebo Tahun 2009 sebanyak 282.826 jiwa, atau meningkat 5,6
persen dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 142.873 jiwa, dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 139.953 dengan rasio jenis kelamin 102,09. Dilihat dari
kepadatan penduduk tahun 2009 menurut kecamatan:
• Kecamatan Tebo Ilir 62 jiwa/km2
• Kecamatan Muara Tabir 20 jiwa/km2
• Kecamatan Tebo Tengah 44 jiwa/km2
• Kecamatan Sumay 13 jiwa/km2
• Kecamatan Tengah Ilir 32 jiwa/km2
• Kecamatan Rimbo Bujang148 jiwa/km2
• Kecamatan Rimbo Ulu 97 jiwa/km2
• Kecamatan Rimbo Ilir 115 jiwa/km2
• Kecamatan Tebo Ulu 103 jiwa/km2
• Kecamatan VII Koto 30 jiwa/km2
• Kecamatan Serai Serumpun 17 jiwa/km2
• Kecamatan VII Koto Ilir 20 jiwa/km2
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
47
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Tebo pada tahun 2009 adalah 44 orang/km2,
dimana kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Rimbo Bujang sebesar 148
orang/km2. Sedangkan kepadatan penduduk terkecil berada di Kecamatan Sumay (13
orang/km2) disusul Kecamatan Serai Serumpun (17 orang/km2) karena sebagian besar
wilayahnya adalah perkebunan dan hutan.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
48
BAB IV. METODOLOGI
IV.1. Lokasi
Lokasi kegiatan dilakukan di 3 kabupaten yang berada di koridor RIMBA yang terdiri dari
Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat; Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi
Riau dan Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. (Gambar 5).
Gambar 5. Peta Lokasi Kegiatan Pengukuran Karbon
IV.2. Alat dan Bahan
Dalam pengolahan citra satelit Landsat 8, data yang digunakan adalah citra satelit LANDSAT
8 OLI yang diperoleh dari Badan Survey dan Geology Amerika Serikat (United States
Geological Survey/USGS) dan software pengolahan citra satelit menggunakan software
ENVI, IDRISI dan ArcGIS 10.
Dalam pengukuran, pengolahan data karbon, data yang digunakan adalah Peta Kerja, GPS,
clinometer, kompas, phi band, densiometer, soil tester, meteran 25m, tali plastik 100m, Patok
1.5 m, triplek ukuran 30x20 cm, kayu setinggi dbh (1.3 m), tali pita, spidol permanen,
kantong plastik sample (5 kg dan 30 kg), blok kuadran 0.5m x 0.5m, sekop, timbangan digital
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
49
(1 kg), ayakkan berpori-pori 2mm, kantong kertas semen, blok besi, ring sample, haga/
speigel-releskop dan alat tulis (Gambar 6.)
Gambar 6. Peta Lokasi Kegiatan Pengukuran Karbon
IV.3. Analisis Deskriptif Kajian Karbon Indonesia
Perkembangan inisiasi atau kontribusi Indonesia terhadap perubahan iklim yang menjadi
kesepakatan global. Bentuk dari inisiasi atau kontribusi pemerintah Indonesia
diimplemtasikan dengan membentuk perundang-undangan dan dikaji mempergunakan metode
kajian deskriptif untuk dapat melihat peran/kelembagaan, aturan teknis dan implementasinya.
IV.4. Pelatihan Pengukuran dan Pemetaan Karbon
Pengembangan kapasitas dalam pemahaman mengenai emisi karbon dan efek gas rumah kaca.
Pelatihan ini sebagai bentuk kepedulian bersama dalam menjaga alam dan lingkungan serta
mendorong pembangunan berkelanjutan di tiga (3) Kabupaten Prioritas di kawasan RIMBA
(Kabupaten Kuantan Singigi, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Tebo. Tujuan dari
dilakukannya pelatihan ini adalah memberikan pemahaman, pemetaan, pengukuran dan
Kebijakan terkait dengan penurunan emisi gas rumah kaca bagi persiapan rencana aksi daerah
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
50
di Kabupaten Kuantan Singigi, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Tebo dan manfaat
yang dapat diperoleh dari pelatihan ini adalah:
- Memberikan Pemahaman mengenai emisi gas rumah kaca.
- Memberikan Pemahaman Kebijakan Pemerintah terkait dengan emisi gas rumah Kaca
(Penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan 41 persen, mendukung
program OBIT (one billion Indonesian trees) atau penanaman satu miliar pohon setiap
tahun, serta program Pembangunan Berkelanjutan yang Pro Poor, Pro Job, Pro
Growth, dan Pro Environment).
- Pemahaman pemetaan karbon serta penggunaan tool invest dengan memanfaatkan
Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.
- Pengukuran dan Perhitungan Karbon untuk persiapan rencana aksi daerah
Metode pelatihan yang akan diberikan adalah:
1. Metode Presentasi (Materi dan Hasil)
2. Metode Praktek Analisis Desktop untuk Karbon (GIS, Invest dan Penginderaan Jauh)
3. Metode Praktek Lapangan Pengukuran Lapangan.
4. Metode Analisis Perhitungan Karbon.
IV.5. Interpretasi Citra Satelit Landsat
IV.5.1. Koreksi Geometrik
Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan distribusi keruangan
(spatial distribution). Geometrik memuat informasi data yang mengacu bumi (geo-referenced
data), baik posisi (sistem koordinat lintang dan bujur) maupun informasi yang terkandung di
dalamnya. Koreksi geometrik merupakan upaya memperbaiki citra dari pengaruh
kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara menyesuaikannya dengan koordinat
bumi, sehingga sesuai dengan koordinat peta dunia.
Proses ini memerlukan ikatan yang disebut titik kontrol medan (ground control point/GCP).
GCP tersebut dapat diperoleh dari peta, citra yang telah terkoreksi atau tabel koordinat
penjuru. GCP kemudian disusun menjadi matriks transformasi untuk rektifikasi citra. Titik-
titik yang dijadikan kontrol pada citra harus jelas dan mudah dikenali. Titik-titik kontrol
dalam studi berada di sekitar aliran tubuh air/sungai/danau, jalan raya, sudut-sudut bangunan,
dan tanah kosong yang terlihat jelas pada citra dan peta referensi.
Akurasi koreksi geometri ditunjukan dengan nilai RMS-error ( root mean square-error) yang
menunjukkan tingkat ketepatan pengambilan titik terhadap peta rupabumi yang digunakan.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
51
Semakin kecil nilai RMS – error ketepatan titik GCP semakin tinggi. Untuk menguji
keakuratan citra hasil koreksi geometrik, maka dihitung besar penyimpangan terhadap peta
referensi. Citra hasil koreksi geometrik dapat diterima apabila penyimpangan posisi tidak
melebihi satu pixel. Pada kajian ini data yang digunakan sebagai referensi adalah data jalan
yang bersumber dari peta rencanan tata ruang wilayah kabupaten atau provinsi.
IV.5.2. Konversi Nilai Digital menjadi Radian
Sensor Landsat 8 - OLI dan TIRS dikonversi menjadi nilai spektral radian dengan
menggunakan faktor peubah yang disediakan pada metadatanya. Konversi nilai digital
menjadi Radian mempergunakan formula, sebagai berikut:
Lλ = Spectral Radiance (Watts/( m2 * srad * μm))
ML = Metadata Band-specific multiplicative rescaling, dimana x adalah band
(RADIANCE_MULT_BAND_x)
AL = Metadata Band-specific additive rescaling factor, dimana x adalah band
(RADIANCE_ADD_BAND_x)
Qcal = Quantized and calibrated standard product pixel values (DN)
IV.5.3. Konversi Nilai Digital menjadi Reflektan
Sensor Landsat 8 - OLI dan TIRS dikonversi menjadi nilai spektral reflektan dengan
menggunakan faktor peubah yang disediakan pada metadatanya. Konversi nilai digital
menjadi Radian mempergunakan formula, sebagai berikut:
o ρλ‘ = Nilai reflektan tanpa koreksi terhadap sudut matahari
o Mρ = Band-specific multiplicative rescaling factor, dimana x adalah Band
(REFLECTANCE_MULT_BAND_x,)
o Aρ = Band-specific additive rescaling factor from the metadata, dimana x adalah Band
(REFLECTANCE_ADD_BAND_x,)
o Qcal = Quantized dan calibrated standard product pixel values (DN)
Konversi Nilai Reflektans terhadap sudut matahari
ρλ = ρλ
'
=
ρλ'
cos(θSZ
) sin(θSE
)
o Ρλ’ = reflectance
Lλ = M
LQcal
+ AL
ρλ
'
= Mρ
Qcal
+ Aρ
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
52
o θSE = Local sun elevation angle. The scene center sun elevation angle in degrees
(SUN_ELEVATION).
o θSZ = Local solar zenith angle; θSZ = 90° - θSE
IV.5.4. Penggabungan/Penajaman Citra
Penggabungan/Penajaman citra dilakukan untuk mendapatkan tingkat kecerahan dari object
permukaan bumi dengan mengkombinasikan beberapa Band/kanal citra menjadi citra
komposit warna merah, hijau dan biru (Red, Green, and Blue/RGB). Komposit citra yang
digunakan adalah 432, 654, 543, 753, dan 562. Penajaman juga dilakukan dengan
menggunakan persamaan Indeks Vegetasi yaitu Enhance Vegetation Index (EVI) dan
Normalize Differential Vegetation Index (NDVI), serta persamaan Brovey untuk melihat
perbedaan tutupan lahan.
IV.5.5. Klasifikasi citra
Klasifikasi citra dilakukan untuk memisahkan nilai spektral yang terdapat pada Satuan piksel
citra. Satuan nilai piksel tersebut dikelaskan menjadi beberapa kelas penutupan lahan.
Metode pengklasifikasian citra satelit mempergunakan metode kombinasi antara klasifikasi
citra tidak terbimbing dan klasifikasi citra terbimbing. Klasifikasi citra tidak terbimbing
dilakukan dengan membagi nilai piksel dari citra satelit menjadi beberapa kelas penutupan
lahan dan kemudian dilakukan proses klasifikasi citra terbimbing dengan mempergunakan
citra terklasifikasi tidak terbimbing sebagai referensi piksel untuk proses pengambilan contoh
area. Klasifikasi terbimbing mempergunakan metode Maximum likelihood yang
mengasumsikan bahwa statistik kelas pada setiap band terdistribusi secara normal. Kelas
piksel ditentukan berdasarkan tingkat probabilitas tertinggi.
IV.5.6. Uji Ketelitian/validasi
Uji ketelitian sangat penting dalam setiap hasil penelitian dari setiap jenis data penginderaan
jauh. Tingkat ketelitian data sangat mempengaruhi besarnya kepercayaan pengguna terhadap
setiap jenis data penginderaan jauh. Uji ketelitian analisis untuk identifikasi penutupan lahan
dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) Akurasi pengambilan sampel area (area sampling
accuracy) dan (2) Akurasi Pengambilan sampel titik/data survey lapangan (point sampling
accuracy)
a. Uji ketelitian Klasifikasi Berdasarkan Area Contoh
Evaluasi ketelitian citra hasil klasifikasi dapat dilakukan dengan Matrik Kekeliruan
(confusion matrix). Matrix ini didapat dengan cara membandingkan antara jumlah pixel hasil
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
53
klasifikasi citra dengan jumlah pixel dalam training area pada proses klasifikasi yang
mempresentasikan data ground truth dari kelas yang sama sebagai test pixels.
Evaluasi ketelitian pemetaan meliputi jumlah piksel sampel yang diklasifikasikan dengan
benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam
masing-masing kelas serta persentase kesalahan total.
Akurasi yang dapat dihitung adalah tingkat akurasi dari pengambilan contoh area (user’s
accuracy), akurasi dari proses klasifikasi yang dilakukan (producer’s accuracy) dan akurasi
piksel yang sesuai dengan hasil klasifikasi (overall accuracy). Secara matematis jenis-jenis
akurasi di atas dapat dinyatakan dalam:
Pengambilan area contoh di citra
Total Baris Producer
Accuracy Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D
Hasil
Klasifikasi
Citra
Kelas A X11 X12 X13 X14 X1+ X11/X1+
Kelas B X21 X22 X23 X24 X2+ X22/X2+
Kelas C X31 X32 X33 X34 X3+ X33/X3+
Kelas D X41 X42 X43 X44 X4+ X44/X4+
Total kolom X+1 X+2 X+3 X+4 N
User Accuracy X11/X+1 X12/X+2 X13/X+3 X14/X+4
𝐾𝑎𝑝𝑝𝑎 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑁 ∑ 𝑋𝑖𝑖 − ∑ 𝑋𝑖+𝑋+𝑖
𝛾𝑖
𝛾𝑖
𝑁2 − ∑ 𝑋𝑖+𝑋+𝑖 𝑥 100%
𝑈𝑠𝑒𝑟′𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑋𝑖𝑖
𝑋+𝑖 𝑥 100%
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑟′𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑋𝑖𝑖
𝑋𝑖+ 𝑥 100%
𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = ∑ 𝑋𝑖𝑖
𝛾𝑖
𝑁 𝑥 100%
b. Uji ketelitian Klasifikasi Berdasarkan Titik Contoh
Uji ketelitian/kebenaran analisis dan klasifikasi dalam penggunaan/penutupan lahan
digunakan pendekatan ’point sampling accuracy’ berdasarkan matrik kekeliruan (confusion
matrix) untuk menguji kebenaran hasil deteksi dan klasifikasi pada citra dan kondisi
dilapangan. Uji ketelitian analisis dalam deteksi tutupan lahan antara hasil analisis dan kondisi
dilapangan digunakan pendekatan ’area sampling accuracy’ berdasarkan stratified random
sampling. Point sampling accuracy Uji ketelitian ini mengikuti metode seperti yang telah
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
54
disarankan oleh Sutanto, (1994) dengan tahapan: (i) melakukan pengcekan lapangan pada
beberapa titik sampel yang dipilih dari setiap kelas penggunaan/penutupan lahan. Setiap jenis
penggunaan/penutupan lahan diambil beberapa sampel area didasarkan atas homogenitas
kenampakannya dan diuji kebenarannya di lapangan, (ii) menilai kecocokan hasil analisis
citra penginderaan jauh dengan kondisi sebenarnya di lapangan, dan (iii) membuat matrik
perhitungan setiap kesalahan (confusion matrix) pada setiap jenis penggunaan/penutupan
lahan dari hasil analisis data digital citra satelit, sehingga diketahui tingkat kesesuaiannya.
Kesesuaian analisis dibuat dalam beberapa kelas X yang dihitung dengan rumus (Sutanto,
1994):
𝑴𝑨 = 𝑿𝒄𝒓 𝑷𝒊𝒙𝒆𝒍
𝑿𝒄𝒓 + 𝑿𝒐 + 𝑿𝒄𝒐
MA : kesesuaian analisis/klasifikasi
Xcr : Jumlah pixel/site kelas yang benar
Xo : Jumlah pixel/site kelas X yang masuk ke kelas lain (omission)
Xco : jumlah pixel/site kelas X tambahan dari kelas lain (commission)
Rumus untuk Kesesuaian hasil klasifikasi (KK) adalah:
𝑲𝑲 = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒊𝒌𝒔𝒆𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒊𝒙𝒆𝒍 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
IV.6. Analysis InVEST Karbon
Dalam kegiatan pemodelan estimasi karbon tersimpan dan penyerapan karbon, InVEST
mengacu pada Model TIER 1 di mana peta tutupan lahan atau penggunaan lahan digunakan
sebagai unit analisis dan masukan data utama. Beberapa parameter yang dijadikan masukan
dalam pemodelan tersebut antara lain adalah: kadar biomassa dalam empat pool karbon
(biomassa di atas permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah, tanah, dan
cadangan bahan organik), dan beberapa parameter yang bersifat optional seperti data sosio-
ekonomi (carbon value, discount rate, etc.), peta sebaran hutan produksi dengan data jumlah
dan frekuensi produksi kayu, dan juga peta skenario perubahan penggunaan lahan di masa
mendatang (Gambar 7).
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
55
Gambar 7. Tools InVEST untuk pendugaan karbon dan penilaian ekonomi karbon
IV.7. Survey Lapangan
Ketersediaan informasi mengenai kondisi penutupan lahan serta cadangan karbon yang
tersimpan, menjadi acuan untuk perhitungan carbon untuk rencana aksi daerah untuk
mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan pengurangan emisi. Untuk mendapatkan
informasi tersebut diperlukan pengukuran langsung dilapangan, sehingga diperoleh informasi
yang lebih mendekati kondisi sebenarnya.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai dugaan cadangan dan
perubahan karbon tersimpan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten
Kuantan Singingi dan Kabupaten Tebo dan diharapkan juga bermanfaat memberikan
informasi mengenai cadangan dan perubahan cadangan karbon tersimpan dan sebagai level
referensi berdasarkan histori data yang tersedia. Data dan informasi ini dapat menjadi
informasi yang dalam perencanaan penataan ruang atau yang berkaitan dengan keruangan dan
menjadi data daerah seperti rencana aksi daerah terhadap penurunan emisi karbon.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
56
IV.7.1. Perencanaan dan Persiapan
a. Pengenalan Lokasi Survey
Pengenalan lokasi survey pada citra dengan syarat mudah dikenal dan diidentifikasi di
lapangan sebagai lokasi pengukuran posisi pada citra penginderaan jauh satelit dan
interpretasi citra penginderaan jauh. Lokasi suatu titik umumnya ditentukan oleh garis lintang
(latitude) dan bujur (longitude) atau dalam format UTM (East/West) untuk posisi dua
dimensi. Hasil klasifikasi citra merupakan informasi awal yang diperoleh sebagai acuan untuk
merencanakan lokasi titik survey yang akan dituju.
Persiapan peralatan pengukuran.
Pemilihan Lokasi Survey (Plot contoh) dan
Perencanaan rute (Peta Lapangan)
b. Penentuan lokasi plot contoh/sampel
Penentuan lokasi plot contoh (sampling plot) dilakukan pada penutupan lahan hutan, hal
tersebut didasarkan pada masih beragamnya jenis-jenis vegetasi yang ada di hutan. Sedangkan
penutupan lahan yang lainnya tidak dilakukan pembuatan plot ukur/contoh.
Pemilihan lokasi plot contoh mempergunakan data-data pendukung lainnya selain data
penutupan lahan, seperti data geologi, data curah hujan dan jenis tanah. Data-data tersebut
ditumpangsusunkan (overlay) untuk mendapatkan suatu area dengan informasi yang tersebut
diatas. Metode penentuan plot survey mempergunakan penentuan sampel acak sederhana
(simple random sampling), kemudian dilakukan pemilihan kembali dengan menggunakan
metode penentuan lokasi sampel bertujuan (purposive sampling). Penggunaan purposive
sampling bertujuan untuk memilih keterwakilan sebaran hutan di lokasi tujuan dan juga
menyesuaikan dengan waktu dan biaya yang tersedia dengan tujuan yang ingin dicapai.
Di dalam pemilihan lokasi survey perlu adanya beberapa pertimbangan yang diperhatikan,
sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, Tabel x. menyajian indikator
pemilihan lokasi survey beserta faktor prioritasnya.
Tabel 9. Indikator Pemilihan Lokasi Survei Lapangan dan Faktor Prioritas
Pertimbangan Indikator Faktor Prioritas Kondisi Hutan Baik Hutan Alam dengan Tutupan kanopi min 60 %
dan dominasi diameter pohon > 10cm.
Aspek Finansial Luas Lahan Min 100 Ha
Aksesibilitas Bisa diakses lewat Jalan darat atau sungai
Waktu 1 Plot = maks 3 Hari
Morfologi Bentuk lahan Datar - berbukit
Fungsi Kawasan Kawasan Hutan HPT, HL, CA, SM, TN, Hutan Adat
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
57
Pertimbangan Indikator Faktor Prioritas Hak atas Tanah Konsesi Tidak ada konsesi aktif yang diketahui
Keterwakilan Sebaran lanskap
hutan
Setiap lanskap hutan terwakili
Fokus Area Lokasi Kajian Koridor RIMBA
Keamanan Aman Tidak ada konflik sosial
c. Ukuran Plot Contoh/Sampel
Penggunaan data penginderaan jauh untuk informasi penutupan dan penggunaan lahan
menjadi referensi dalam pengukuran karbon tingkat lahan atau bentang lahan, sehingga perlu
adanya penyesuaian antara resolusi spasial citra yang digunakan dengan ukuran plot
pengambilan sampel, sehingga ukuran plot untuk cadangan karbon di hutan alami dengan
tingkat kerapatan pohon tinggi menggunakan plot 60m x 60m (4 piksel citra/plot) dengan
pengambilan data informasi diameter pohon lebih dari 10cm, dan kondisi area plot terdapat
pohon dengan diameter lebih dari 70 cm mempergunakan plot berukuran 120 m x 60 m.
Integrasi ini dilakukan dengan asumsi bahwa interpolasi hasil pengukuran karbon tingkat
lahan ke tingkat landscape dengan mempergunakan data interpretasi citra, memiliki ukuran
yang disesuaikan antara pengambilan sampel lapangan dengan resolusi spasial data
penginderaan jauh. Tabel 10. menyajikan ukuran plot Integrasi resolusi spasial data
penginderaan jauh dengan referensi yang dipergunakan.
Tabel 10. Perbandingan Ukuran Plot Sampel
Kondisi Integrasi dengan Resolusi
spasial data penginderaan Jauh
Hutan Alami Dengan Tingkat Kerapatan Pohon
Tinggi
60 m x 60 m
Area Terdapat Pohon Dengan Diameter Lebih
Besar Dari 70 Cm
120 m x 60 m
Tumbuhan Bawah atau Seresah 0.5 m x 0.5 m
Metode sampling yang digunakan dalam kajian ini adalah metode petak. Gambar 8. Dan
Gambar 9. Menunjukan sketsa contoh pengambilan satuan contoh dengan penggunaan garis
bantu yang berbeda berdasarkan topografi lapangan di masing-masing petak ukur (plot).
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
58
Gambar 8. Sketsa satuan contoh pengukuran karbon (garis bantu 4 petak) pada topografi datar
Gambar 9. Sketsa satuan contoh pengukuran karbon (garis bantu 6 petak) pada topografi curam
IV.7.2. Pengamatan, Pengukuran dan pengambilan contoh
a. Penutupan Lahan
Hasil Perencanaan dan Persiapan dilanjutkan dengan pelaksanaan pengamatan di lokasi yang
telah dipersiapkan. Pengamatan titik survey yang dimulai dengan titik survey atau
pengamatan yang jaraknya lebih dekat dengan posisi awal. Pengambilan titik-titik di
sepanjang perjalanan menuju titik survey dilakukan pada kondisi penutupan lahan mengalami
perbedaan. Tujuan dari pengambilan titik-titik koordinat serta tipe penutupan lahan diantara
titik survey dilakukan untuk membantu memberikan informasi lebih pada hasil pengamatan
dan perbaikkan citra hasil interpretasi penutupan lahannya.
b. Pengukuran Biomass pohon
Penentuan biomassa pohon dilakukan dengan mempergunakan metode pengukuran biomasa
pohon tanpa menyebabkan kerusakan pada pohon (nondestructive sampling).
120 m 60 m 30 m
60
m 3
0 m
UTARA
TIM
UR
/BA
RA
T
Garis Bantu di
lokasi plot contoh
120 m 60 m 30 m
60
m 1
0 m
UTARA
TIM
UR
/BA
RA
T
Garis Bantu di
lokasi plot contoh
per 10 m
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
59
Berdasarkan SNI 7724 – 2011 tentang Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon.
Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan, melalui tahapan sebagai
berikut:
1. Identifikasi nama jenis pohon
2. Pengukuran diameter setinggi dada (dbh) atau sekitar 1.3m
3. Penggunaan format lembar survey (tally sheet) untuk mencatat data jenis pohon dan
diameter.
4. Penghitungan biomassa pohon.
c. Pengukuran Biomassa serasah
Tahapan pengukuran biomassa serasah dilakukan sebagai berikut:
1. kumpulkan serasah dalam plot pengukuran;
2. timbang berat total serasah;
3. ambil sebanyak kira-kira 300 gram untuk ditimbang berat contoh;
4. lakukan pengeringan dengan menggunakan oven terhadap contoh serasah pada kisaran
suhu 70°C sampai dengan 85°C hingga mencapai berat konstan;
5. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang
semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
6. timbang berat kering serasah;
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑩𝑲 (𝒈) =𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 𝑺𝒖𝒃 𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 (𝒈)
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑩𝒂𝒔𝒂𝒉 𝑺𝒖𝒃 𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 (𝒈)𝒙 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑩𝒂𝒔𝒂𝒉 (𝒈)
Dimana BK = Berat Kering
d. Pengukuran biomassa pohon mati dan kayu mati (necromass)
- Pohon Mati
Tahapan pengukuran biomassa pohon mati dengan metode geometrik dilakukan
sebagai berikut:
1. Ukur diameter setinggi dada;
2. Ukur tinggi total pohon mati;
3. Hitung volume pohon mati dengan persamaan;
𝑽𝒑𝒎 = 𝟏
𝟒𝝅(𝒅𝒃𝒉/𝟏𝟎𝟎)𝟐 𝒙 𝒕 𝒙 𝒇
Dimana: Vpm = Volume pohon mati (m3)
dbh = diameter setinggi dada (1.3m) (cm)
t = tinggi total pohon mati (m)
f = faktor bentuk (0.6)
4. Hitung berat jenis kayu pohon mati
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
60
5. Hitung bahan organik (biomass) pohon mati
B pm = V pm x BJ pm
Keterangan:
Bpm = bahan organik pohon mati (kg)
Vpm = volume pohon mati (m3)
BJpm = berat jenis kayu pohon mati (kg/m3)
- Kayu Mati
Pengukuran biomassa kayu mati berdasarkan volume melalui tahapan sebagai berikut:
1. Ukur diameter (pangkal dan ujung)
2. Ukur panjang total kayu mati
3. Hitung volume kayu mati (dapat menggunakan rumus Brereton)
𝑽𝒌𝒎 = 𝟎. 𝟐𝟓𝝅(𝒅𝒑 + 𝒅𝒖
𝟐 𝒙 𝟏𝟎𝟎)𝟐 𝒙 𝒑
Keterangan:
V km = volume kayu mati (m3)
Dp = diameter pangkal kayu mati (cm)
Du = diameter ujung kayu mati (cm)
P = panjang kayu mati (m)
π = 22/7 atau 3,14
4. Hitung berat jenis kayu mati. Penentuan berat jenis kayu mati di lapangan
dapat dilakukan dengan metode pengamatan empiris tingkat pelapukan kayu
mati
5. Hitung biomassa kayu mati.
Bkm = Vkm x BJkm
Keterangan:
Bkm = biomassa kayu mati (kg)
Vkm = volume kayu mati (m3)
BJkm = berat jenis kayu mati (kg/m3).
Pengukuran biomassa kayu mati berdasarkan penimbangan langsung dilakukan
sebagai berikut:
1. Kumpulkan semua kayu mati pada plot pengukuran;
2. Timbang berat total dari kayu mati;
3. Ambil contoh dan timbang minimal 300 gram;
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
61
4. Lakukan pengeringan dengan menggunakan oven terhadap contoh kayu mati
pada kisaran suhu 70 °C sampai dengan 85 °C hingga mencapai berat
konstan;
5. Timbang berat kering contoh kayu mati.
e. Pengukuran biomassa di bawah permukaan tanah
Pengukuran biomassa di bawah permukaan tanah dihitung menggunakan Persamaan
Alometrik sebagai berikut:
BBP = Exp (-1,0587 + 0.8836 * LN(BAP))
(Cairns, et al, 1997 dalam Manuri,S. et al, 2011 )
Keterangan:
Bbp = biomassa di bawah permukaan tanah (kg)
Bap = nilai biomassa atas permukaan (above ground biomass)(kg)
IV.8. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON
a. Penghitungan biomasa atas permukaan berdasarkan persamaan alometrik
Persamaan alometrik menggunakan persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia dalam
Chave et al. (2005) untuk kondisi hutan beriklim lembab atau dengan curah hujan (2000mm –
4000mm). Berikut adalah beberapa persamaan yang digunakan:
AGBest = π*exp(-1.499+2.148ln(D) + 0.207(ln(D))2 – 0.0281(ln(D))3)
(Chave et al., 2005),
Dan beberapa persamaan juga digunakan sebagai pembanding dari nilai karbon, persamaan
tersebut adalah:
AGBest = 0.118 * D2.53 (Brown, 1997)
AGBest = ρ x 0.11 x D2.62 (Kattering, 2001)
Dimana:
π = berat jenis kayu
ρ = berat jenis kayu
D = Diameter Pohon
b. Penghitungan biomasa bawah permukaan
penghitungan biomasa bawah permukaan menggunakan persamaan dibawah ini, yaitu:
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
62
BBP = Exp (-1,0587 + 0.8836 * LN(BAP)
Keterangan:
Bbp = biomasa bawah permukaan (kg)
Bap = nilai biomasa atas permukaan (above ground biomass)(kg)
c. Penghitungan Karbon
Penghitungan karbon dari biomassa menggunakan rumus sebagai berikut:
Cb = B x % C organik
Keterangan:
Cb = cadangan karbon dari biomassa (kg)
B = total biomassa (kg)
%C organik = nilai persentase cadangan karbon, sebesar 0,47 atau menggunakan nilai
persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium.
d. Penghitungan cadangan karbon per hektar pada tiap plot
Penghitungan cadangan karbon per hektar untuk biomassa dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut:
𝑪𝒉𝒂 = 𝑪𝒑
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒙
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
𝒍𝒑𝒍𝒐𝒕
Keterangan:
Cha = cadangan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada tiap
plot (ton/ha)
Cp = cadangan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot (kg)
l plot = luas plot pada masing-masing pool (m2)
e. Penghitungan cadangan karbon total dalam plot
Penghitungan cadangan karbon dalam plot pengukuran menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Cplot = (Cbap + Cbbp + Cserasah + Ckm + Cpm + Ctanah)
Keterangan:
Cplot = total cadangan karbon pada plot (ton/ha)
Cbap = total cadangan karbon biomassa atas permukaan per hektar pada plot (ton/ha)
Cbbp = total cadangan karbon biomassa bawah permukaan per hektar pada plot (ton/ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
63
Cserasah = total cadangan karbon biomassa serasah per hektar pada plot (ton/ha)
Ckm = total cadangan karbon kayu mati per hektar pada plot (ton/ha)
Cpm = total cadangan karbon pohon mati per hektar pada plot (ton/ha)
Ctanah = total cadangan karbon tanah per hektar pada plot (ton/ha).
IV.9. PERHITUNGAN KARBON TERSIMPAN SECARA LANSKAP
Pengukuran karbon pada biomass hidup (living biomass) pada skala lanskap dilakukan
dengan melakukan up-scaling pengukuran pada level plot dan berdasarkan referensi cadangan
karbon dari masing-masing penutupan lahan. Teknik yang dilakukan adalah dengan perkalian
tiap luas tutupan lahan dengan cadangan karbon pada masing-masing penutupan lahan.
Penghitungan cadangan karbon dalam suatu tutupan lahan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
𝑪𝒍𝒄 = (𝜮 𝑪𝒑𝒍𝒐𝒕
𝒏𝒑𝒍𝒐𝒕) 𝒙 𝒍𝒖𝒂𝒔 𝒕𝒊𝒑𝒆 𝒕𝒖𝒕𝒖𝒑𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏
Keterangan:
Clc = total cadangan karbon dalam Lanskap (ton)
nplot = jumlah plot dalam Lanskap;
Cplot = total cadangan karbon per hektar pada plot dalam tipe tutupan lahan;
Luas tipe tutupan lahan dinyatakan dalam hektar (ha).
IV.10. ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
Citra hasil klasifikasi ditampilkan berdasarkan waktu perekaman citra untuk menghasilkan
tampilan areal perubahan penutupan lahan selama periode tahun 2008 - 2013. Analisis
perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun
2008 dan 2013 dengan cara mengoverlay ke peta tersebut sehingga akan terlihat penutupan
apa saja yang berubah selama kurun waktu tersebut. Perubahan yang terjadi selama kurun
waktu tersebut selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan dalam
melihat perubahan penutupan lahan yang terjadi. Data mengenai perubahan penutupan lahan
dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝜟𝑳𝑪 = 𝑲𝟐 − 𝑲𝟏
𝑲𝟏 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
ΔLC = Perubahan Penutupan lahan
K1 = Luas Penutupan Lahan Tahun ke 1 (Ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
64
K2 = Luas Penutupan Lahan Tahun ke 2 (Ha)
IV.11. PENGHITUNGAN NILAI KETIDAKPASTIAN (UNCERTAINTIES)
Menurut Manuri (2011) kesalahan dalam perhitungan pendugaan cadangan karbon dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
Kesalahan pengukuran, yaitu: berdampak pada kesalahan secara sistematik akibat alat;
dan secara random akibat kesalahan oleh pengukur.
Kesalahan model ekspansi biomasa atau persamaan alometrik.
Kesalahan sampling, yaitu: terjadi pada tingkatkan jumlah dan luas plot.
Kesalahan koreksi citra, yaitu: pada standarisasi citra yang digunakan.
Kesalahan klasifikasi, yaitu: menerapkan plot acak untuk ground thruthing serta
jumlah plot lebih banyak.
Data entry dan kalkulasi.
Scale up, yaitu kesalahan acak yang disebabkan perhitungan emisi dari data aktifitas
dan faktor emisi.
IPCC GPG (2003) menyarankan penghitungan nilai uncertainty dengan rumus berikut:
% 𝐔 =
𝟏𝟐 (𝐂𝐈 𝟗𝟓%)
ȳ 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
Dimana:
% U = Nilai Uncertainty (%)
CI 95% = Lebar selang Kepercayaan (95%)
ȳ = Rata-rata cadangan biomasa atau karbon
IV.12. SKENARIO PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
DENGAN PENDEKATAN EKONOMI RENDAH KARBON
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat,
dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987).
Secara garis besar, pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi yaitu, dimensi
ekologis, dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi sosial politik dan dimensi hukum-
kelembagaan (Kota, 2012).
Dari sisi dimensi ekologis, secara prinsip agar dapat terjaminnya pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) diperlukan :
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
65
1. Keharmonisan spasial (spatial suitability)
2. Kapasitas asimilasi
3. Pemanfaatan berkelanjutan
Syarat keharmonisan spasial adalah suatu wilayah pembangunan seperti kota dan kabupaten
diharapkan tidak seluruhnya diperuntukan bagi zona pemanfaatan tapi harus pula dialokasikan
sebagiannya untuk kawasan konservasi maupun preservasi. Keberadaan kawasan konservasi
dan preservasi dalam suatu wilayah pembangunan sangat vital dalam memelihara berbagai
proses penunjang kehidupan seperti membersihkan atau mengolah limbah secara alami, siklus
unsur hara dan hidrologi serta sumber keanekaragaman hayati.
Dari dimensi sosial ekonomi, pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa
sehingga total permintaannya (demand) terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
tidak melampaui kemampuan suplainya. Kualitas dan jumlah permintaan tersebut ditentukan
oleh jumlah penduduk dan standar kualitas kehidupan masyarakatnya. Secara sosial-ekonomi,
konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari
kegiatan pembangunan suatu daerah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan penduduk.
Pada kajian ini hanya membahas dua dimensi, yaitu: dimensi Ekologis dan dimensi ekonomi,
sosial dan budaya. Dimensi ekologi dan dimensi ekonomi, sosial dan budaya merupakan
dimensi yang bagian lebih besar mendapatkan dampak dari kebijakan yang telah dibuat,
sehingga dimensi ini dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk pembangunan berkelanjutan.
Parameter yang dipergunakan dalam dimensi ekologis adalah perubahan penggunaan atau
pemanfaatan lahan serta cadangan karbon dan rencana tata ruang wilayah, sedangkan pada
dimensi ekonomi, sosial dan budaya mempergunakan parameter pendekatan perdagangan
karbon dan valuasi ekonomi dari karbon. Diagram alir skenario perencanaan pembangunan
berkelanjutan disajikan pada Gambar 10.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
66
Gambar 10. Diagram alir Pendekatan Skenario Pembangunan berkelanjutan rendah Karbon
Penutupan Lahan 2008
Penutupan Lahan 2013
Valuasi ekonomi Cadangan Karbon
Sebaran dan Cadangan Karbon
Rencana Tata Ruang Wilayah
Skenario Perencanaan
Pembangunan
Berkelanjutan
Perubahan
Penutupan Lahan
2008 - 2013
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
67
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1. PERKEMBANGAN KARBON DI INDONESIA
Perkembangan mitigasi terhadap gas rumah kaca (GRK) di Indonesia semakin mendapatkan
perhatian yang lebih besar dari waktu ke waktu. Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan
aturan-aturan yang mengatur pengelolahan pemanfaatan lahan dan penggunaan alat-alat
produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari tahun 1994
hingga 2013 terhitung sudah 19 peraturan terkait dengan Penanganan efek gas rumah kaca,
yang terdiri dari 2 undang-undang, 4 peraturan Presiden, 2 Keputusan Presiden, 2 Peraturan
Menteri dan 4 Standar nasional Indonesia
V.2. PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DAN
MASYARAKAT
Pelatihan pengembangan kapasitas mengenai pemahaman emisi karbon disampaikan kepada
pemerintah daerah Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kabupaten
Tebo serta pemerintah daerah Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi
(Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Bappeda). dengan jumlah peserta sekitar 28
peserta pelaksanaan kegiatan bertempat di Hotel Sakato Jaya, Jl. Lintas Sumatera Km , Pulau
Punjung, Kabupaten Dharmasraya, pada tanggal 26-30 Agustus 2013 dan
pemateri/narasumber berasal dari ICRAF dan WWF Indonesia. Daftar hadir peserta terlampir
pada lampiran 5.
Materi pelatihan yang diberikan meliputi:
Pemahaman IPCC Guideline, Metode Pengukuran Karbon, MRV dan RL untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Metode Pengambilan Sampel above ground, Metode
Pengambilan Sampel below ground, Praktek Pengambilan Sampel AGB dan BGB, Diskusi
Perhitungan Carbon, Pengenalan Global Position System (GPS), Penginderaan Jauh Satelit,
Sistem Informasi Geografis, Persiapan Perangkat Lunak Penginderaan Jauh dan GIS,
Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Pembuatan Dataset, Koreksi Geometrik, Koreksi
radiometrik, Konversi DN ke Reflektan), Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Komposit
warna Asli, Komposit warna Semu, Interpretasi Citra terbimbing), Pengolahan Data Satelit
Landsat 8 (Uji Ketelitian Hasil Klasifikasi, Editing Hasil Klasifikasi, Statistik), Analisis
InVEST Carbon dengan ArcGIS, Pembuatan Lokasi Survey Lapangan, Input Data Lokasi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
68
Survey ke GPS, Layout Peta, Integrasi Hasil Pengukuran Carbon dengan Interpretasi Citra
dan Diskusi dan Presentasi Peserta.
Agenda pelatihan pemetaan dan pengukuran karbon di tiga kabupaten prioritas disajikan pada
tabel 11.
Tabel 11. Agenda Pelatihan
Hari/Tanggal/Jam Agenda Pembicara
Senin,
26 Agustus 2013
08.00 – 08.30 Registrasi Peserta
08.30 – 09.00 Pembukaan:
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya
Pembawa Acara
09.00 – 09.30 Rehat Teh/Kopi
09.30 – 10.30 IPCC Guideline Yudi Agusrin/Arief
Budiman
10.30 – 12.00 Metode Pengukuran Karbon ICRAF/ Yayuk Subekti
12.00 – 13.00 ISHOMA
13.00 – 14.00 MRV dan RL untuk Pembangunan
Berkelanjutan
Yudi Agusrin/Arief
Budiman
14.00 – 15.00 Metode Pengambilan Sampel above ground ICRAF/ Yayuk Subekti
15.00 – 15.30 Rehat Teh/Kopi
15.30 – 16.30 Metode Pengambilan Sampel below ground ICRAF/ Yayuk Subekti
Selasa,
27 Agustus 2013
08.00 – 09.00 Persiapan Survey Lapangan
09.00 – 10.00 Menuju Lokasi
10.00 – 12.00 Praktek Pengambilan Sampel AGB dan BGB ICRAF/ Yayuk Subekti
12.00 – 13.00 ISHOMA Di Lokasi Survey
13.00 – 15.00 Praktek Pengambilan Sampel AGB dan BGB ICRAF/ Yayuk Subekti
15.00 – 15.30 Rehat Teh/Kopi
15.30 – 16.30 Diskusi Perhitungan Carbon ICRAF/ Yayuk Subekti
Rabu,
28 Agustus 2013
08.00 – 09.30 Pengenalan Global Position System (GPS) Hultera
09.30 – 10.30 Penginderaan Jauh Satelit IB Wedastra
10.30 – 12.00 Sistem Informasi Geografis Kokok Yulianto/IB
Wedastra
12.00 – 13.00 ISHOMA
13.00 – 14.00 Persiapan Perangkat Lunak Penginderaan
Jauh dan GIS
Hultera/Kokok/Weda
14.00 – 15.00 Pengolahan Data Satelit Landsat 8
(Pembuatan Dataset, Koreksi Geometrik,
Koreksi radiometrik, Konversi DN ke
Reflektan)
IB Wedastra
15.00 – 15.30 Rehat Teh/Kopi
15.30 – 16.30 Pengolahan Data Satelit Landsat 8
(Komposit warna Asli, Komposit warna
Semu, Interpretasi Citra terbimbing)
IB Wedastra
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
69
Hari/Tanggal/Jam Agenda Pembicara
Kamis,
29 Agustus 2013
08.00 – 10.30 Pengolahan Data Satelit Landsat 8
(Uji Ketelitian Hasil Klasifikasi, Editing
Hasil Klasifikasi, Statistik)
IB Wedastra
10.30 – 12.00 Analisis InVEST Carbon dengan ArcGIS IB Wedastra
12.00 – 13.00 ISHOMA
13.00 – 14.00 Pembuatan Lokasi Survey Lapangan Hultera/Kokok
14.00 – 15.00 Input Data Lokasi Survey ke GPS Hultera/Kokok
15.00 – 15.30 Rehat Teh/Kopi
15.30 – 16.30 Layout Peta Hultera/Kokok
Jumat,
30 Agustus 2013
08.00 – 10.00 Integrasi Hasil Pengukuran Carbon dengan
Interpretasi Citra
IB Wedastra
10.00 – 11.00 Diskusi dan Presentasi Peserta Peserta
11.00 – 11.30 Penutupan Pelatihan Pemda Kab. Dharmas
Raya
1. Pembukaan Pelatihan
Pembukaan pelatihan pemetaan dan pengukuran karbon dibuka oleh kepala BAPPEDA
Kabupaten Dharmasraya, Bapak Hairudin dan WWF Indonesia yang diwakili oleh M. Yudi
Agusrin. (Gambar 11).
Gambar 11. Pembukaan Pelatihan Pemetaan dan Pengukuran Karbon
Kepala BAPPEDA Kabupaten Dharmasraya menyampaikan kata sambutan kepada para
peserta Pelatihan.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
70
Gas rumah kaca merupakan fenomena alam yang saat ini sedang menjadi topik pembicaraan
saat ini. Sehingga setiap orang perlu memahami apa itu karbon?, apa itu gas rumah kaca dan
bagaimana pemetaan, pengukuran dan perhitungannya. Hal ini suatu inisiatif yang baik yang
di inisiasi oleh WWF untuk memberikan suatu pelatihan kepada staf di SKPD Kab.
Dharmasraya. Semoga dalam pelatihan ini dapat dipahami dan dimengerti, sehingga
dikemudian hari dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan di Kabupaten
Dharmasraya. Bagi peserta perlu fokus dan konsentrasinya agar ilmu yang diberikan oleh para
pemateri dan di pahami dan dimanfaatkan untuk bidangnya masing-masing. Dan bagi peserta
yang hadir dari provinsi Riau, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera barat, Kabupaten
Kuantan Singingi, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya diucapkan selamat datang,
semoga dapat menyelesaikan seluruh materi yang disampaikan dalam pelatihan ini.
2. Pemaparan Materi
Pada hari pertama, hari Senin tanggal 26 Agustus 2013 dipaparkan materi mengenai
Pemahaman IPCC Guideline, Metode Pengukuran Karbon, MRV dan RL untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Metode Pengambilan Sampel above ground, Metode
Pengambilan Sampel below ground, Praktek Pengambilan Sampel AGB dan BGB. Pada sesi
ini peserta diharapkan dapat mengetahui perkembangan karbon dan beberapa Tehnik
pengambilan contoh sampel. Berikut adalah beberapa foto aktifitasnya:
Pengenalan Peserta
Pemaparan Pemahaman IPCC Guideline MRV dan RL
untuk Pembangunan Berkelanjutan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
71
Pemaparan Metode Pengukuran Karbon, Metode
Pengambilan Sampel above ground, Metode
Pengambilan Sampel below ground
Diskusi Peserta
Pada hari kedua, hari Selasa tanggal 27 Agustus 2013 dipaparkan materi mengenai Praktek
Pengambilan Sampel AGB dan BGB, Diskusi Perhitungan Carbon. Berikut adalah beberapa
foto aktifitasnya:
Persiapan Praktek Lapangan
Arahan Persiapan Pengambilan Sampel
Persiapan Plot Sampel
Pengambilan Serasah dan tumbuhan bawah
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
72
Pengukuran Diameter Pohon
Pengukuran Kayu Mati
Pembacaan Posisi Koordinat Plot Sampel
Pencatatan Hasil Pengukuran Data Lapangan
Kebersamaan di Lapangan
Pada hari Ketiga, hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 dipaparkan materi mengenai
Pengenalan Global Position System (GPS), Penginderaan Jauh Satelit, Sistem Informasi
Geografis, Persiapan Perangkat Lunak Penginderaan Jauh dan GIS, Pengolahan Data
Satelit Landsat 8 (Pembuatan Dataset, Koreksi Geometrik, Koreksi radiometrik, Konversi DN
ke Reflektan). Berikut adalah beberapa foto aktifitasnya:
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
73
Diskusi Perhitungan Carbon
Pengenalan Global Position System (GPS)
Penginderaan Jauh Satelit
Sistem Informasi Geografis
Persiapan Perangkat Lunak Penginderaan Jauh dan GIS
Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Pembuatan
Dataset, Koreksi Geometrik, Koreksi radiometrik,
Konversi DN ke Reflektan)
Pada hari Ke-empat, hari Kamis tanggal 29 Agustus 2013 dipaparkan materi mengenai
Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Komposit warna Asli, Komposit warna Semu,
Interpretasi Citra terbimbing), Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Uji Ketelitian Hasil
Klasifikasi, Editing Hasil Klasifikasi, Statistik), Analisis InVEST Carbon dengan ArcGIS,
Pembuatan Lokasi Survey Lapangan, Input Data Lokasi Survey ke GPS, Layout Peta, Berikut
adalah beberapa foto aktifitasnya:
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
74
Pengolahan Data Satelit Landsat 8
(Komposit warna Asli, Komposit warna Semu,
Interpretasi Citra terbimbing)
Pengolahan Data Satelit Landsat 8 (Uji Ketelitian
Hasil Klasifikasi, Editing Hasil Klasifikasi, Statistik)
Analisis InVEST Carbon dengan ArcGIS
Pembuatan Lokasi Survey Lapangan, Input Data
Lokasi Survey ke GPS, Layout Peta
Pada hari Ke-Lima, hari Kamis tanggal 30 Agustus 2013 dipaparkan materi mengenai
Integrasi Hasil Pengukuran Carbon dengan Interpretasi Citra dan Diskusi dan Presentasi
Peserta. Berikut adalah beberapa foto aktifitasnya:
Integrasi Hasil Pengukuran Carbon dengan
Interpretasi Citra
Diskusi dan Presentasi Peserta
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
75
Penutupan dan Penyerahan sertifikat pelatihan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup Kab. Dharmasraya
Foto Bersama Peserta Pelatihan
Pelatihan ini telah selesai dilaksanakan dengan Harapan bahwa pada implementasi kegiatan
pengukuran dan perhitungan karbon dapat menambah lagi pemahaman dan pengalaman
dilapangan.
V.3. PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN DI 3 KABUPATEN PRIORITAS
V.3.1. Sumber Data
Pemantauan penutupan lahan menggunakan Citra Landsat 8 OLI dan SPOT 2/4 dengan
resolusi spasial 20-30 meter sehingga diasumsikan cocok untuk melakukan pemantauan
sumber daya hutan pada skala kabupaten. Dengan resolusi spasial 20-30 meter cukup
memudahkan penafsir dalam mengidentifikasi obyek-obyek yang ada diatas citra. Sementara
itu citra resolusi sedang umumnya mampu untuk menjangkau wilayah yang relative luas
karena cakupan sapuan citra satelitnya yang cukup luas (64-185 km).
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
76
Tabel 12. Citra Satelit Landsat 8 dan Tahun Perekaman
Jenis Citra Tanggal Perekaman Penggunaan Band Sumber
LC81260602013169LGN00 18 Juni 2013 1,2,3,4,5,6,7 USGS – NASA
LC81260612013169LGN00 18 Juni 2013 1,2,3,4,5,6,7 USGS – NASA
LC81270602013176LGN00 25 Juni 2013 1,2,3,4,5,6,7 USGS – NASA
LC81270612013144LGN00 24 Mei 2013 1,2,3,4,5,6,7 USGS – NASA
Tabel 13. Citra Satelit SPOT 2/4 dan Tahun Perekamannya
Jenis Citra Tanggal
Perekaman
Penggunaan
Band Sumber
SPOT2_22703510905070335452X0 07 Mei 2009 XS1, XS2, XS3 Planet Action
SPOT2_22703520905070335542X0 07 Mei 2009 XS1, XS2, XS3 Planet Action
SPOT2_22713510811270335091X0 27 November 2008 XS1, XS2, XS3 Planet Action
SPOT2_22713520811270335171X0 27 November 2008 XS1, XS2, XS3 Planet Action
SPOT2_22733520809210325311X0 21 September 2008 XS1, XS2, XS3 Planet Action
SPOT4_42733530809190344261I0 19 September 2008 XS1, XS2, XS3, XS4 Planet Action
SPOT4_20070419SP4272353S0G2AXI 19 April 2007 XS1, XS2, XS3, XS4 LAPAN
SPOT4_20070922SP4272351S0G2AXI 22 September 2007 XS1, XS2, XS3, XS4 LAPAN
SPOT4_20070922SP4272352S0G2AXI 22 September 2007 XS1, XS2, XS3, XS4 LAPAN
SPOT2_20070929SP2274353S0G2AXS 29 September 2007 XS1, XS2, XS3 LAPAN
SPOT4_42703500805170349111I0 17 Mei 2008 XS1, XS2, XS3, XS4 WWF – US
Gambar 12. Mozaik Citra Satelit SPOT2/4
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
77
Gambar 13. Mozaik Citra Satelit Landsat 8 OLI
V.3.2. Klasifikasi Citra
Pemetaan penutupan lahan menggunakan sistem klasifikasi SNI 7645: 2010 dengan 13 kelas
penutupan lahan. Penafsiran citra dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing dengan
teknik klasifikasi menggunakan metode maximum likelihood.
Tabel 14. Klasifikasi Penutupan Lahan
No Penutupan Lahan
1. Hutan Lahan Kering
2. Akasia
3. Belukar
4. Semak
5. Pertanian lahan kering
6. Sawah
7. Perkebunan Karet
8. Perkebunan Sawit
9. Perkebunan Coklat
10. Area Pembangunan
11. Lahan Terbuka
12. Rawa
13. Perairan
14. Awan
15. Bayangan Awan
Proses Harmonisasi citra hasil klasifikasi penutupan lahan di 3 (tiga) kabupaten dalam
Koridor RIMBA dilakukan untuk membuat sama nama klasifikasi dan jumlah kelas yang
dipergunakan. Berdasarkan hasil Diskusi dengan beberapa nara sumber (ICRAF dan WWF
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
78
Indonesia) dihasilkan harmonisasi penutupan lahan dengan 15 kelas hasil klasifikasi dengan
rincian sebagai berikut:
No Penutupan Lahan
1 Hutan Lahan Kering
2 Akasia
3 Semak Belukar
4 Kebun Campur
5 Pertanian lahan kering
6 Sawah
7 Perkebunan Karet
8 Perkebunan Sawit
9 Perkebunan Coklat dan Pinang
10 Area Pembangunan
11 Lahan Terbuka
12 Rawa
13 Perairan
14 Permukiman
15 Ladang
Hasil klasifikasi citra satelit tahun 2008 dan tahun 2013 disajikan pada Gambar 13.
Gambar 14. Peta Tutupan Lahan di 3 (tiga) Kabupaten dalam Koridor RIMBA
Luasan Penutupan/penggunaan lahan untuk tiga kabupaten secara keseluruhan disajikan pada
Tabel 15.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
79
Tabel 15. Luas Penutupan Lahan di tiga Kabupaten pada Tahun 2008 dan Tahun 2013
Penutupan Lahan Tahun 2008
(Ha) %
2013
(Ha) %
Akasia 30,926.43 2.2% 76,232.07 5.3%
Area Pembangunan 11,682.36 0.8% 13,977.27 1.0%
Hutan Lahan Kering 421,821.54 29.5% 226,616.04 15.8%
Kebun Campur 100,431.36 7.0% 18,744.03 1.3%
Ladang 9,345.78 0.7% 190.71 0.0%
Lahan Terbuka 124,334.91 8.7% 81,287.19 5.7%
Pemukiman 47.34 0.0% 47.34 0.0%
Perairan 13,202.19 0.9% 12,562.29 0.9%
Perkebunan Coklat dan Pinang 2,741.49 0.2% 2,759.85 0.2%
Perkebunan Karet 254,032.65 17.7% 235,612.26 16.5%
Perkebunan Sawit 361,578.33 25.3% 555,662.97 38.8%
Pertanian lahan kering 353.70 0.0% 84,655.26 5.9%
Rawa 2,598.66 0.2% 2,130.39 0.1%
Sawah 3,932.55 0.3% 7,606.80 0.5%
Semak Belukar 94,538.88 6.6% 113,483.70 7.9%
Grand Total 1,431,568.17 100.0% 1,431,568.17 100.0%
Gambar 15. Grafik Luasan Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013
Hasil interpretasi citra satelit diperoleh informasi luasan dari penutupan lahan dari tahun 2008
dan tahun 2013. Pada tahun 2008 menunjukan bahwa luasan penutupan lahan masih
didominasi oleh Hutan Lahan Kering (29.5 %), Perkebunan Sawit (25.3%), Perkebunan Karet
(17.7%), Lahan Terbuka (8.7%), Kebun Campur (7.0%) dan Semak Belukar (6.6%). Pada
-
100,000.00
200,000.00
300,000.00
400,000.00
500,000.00
600,000.00
2008(Ha)
2013(Ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
80
Hasil klasifikasi terdapat kelas Area Pembangunan, area pembangunan adalah suatu area telah
mengalami proses pembangunan seperti, jalan, perumahan untuk pekerja perkebunan, dan
lain-lain.
Pada tahun 2013, luasan penutupan lahan didominasi oleh Perkebunan Sawit (38.8%),
Perkebunan Karet (16.5%), Hutan Lahan Kering (15.8%), Semak belukar (7.9%), Pertanian
Lahan kering (5.9%), Lahan terbuka (5.7%) dan Akasia (5.3%).
Gambar 14 menunjukan perubahan luasan dari masing-masing penutupan lahan dari tahun
2008 dan tahun 2013, beberapa penutupan lahan yang mengalami perubahan cukup besar
adalah peningkatan luas Akasia sebesar 3.1%, Penurunan Luas hutan Lahan kering sebesar
13.7%, Penurunan luas Perkebunan Karet sebesar 1.2% dan Peningkatan luas Perkebunan
sawit sebesar 13.5%. Perubahan tersebut menunjukan bahwa grafik perluasan area
perkebunan sawit masih tinggi dan juga terjadi potensi penurunan luasan Hutan Lahan
Kering.
V.3.2.1. Klasifikasi penggunaan atau penutupan lahan per kabupaten
1. Kabupaten Kuantan Singingi
Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan diperoleh luasan dari masing-masing kabupaten
adalah: Penutupan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi di dominasi oleh Hutan Lahan
Kering, Perkebunan sawit dan Kebun Campur di tahun 2008 dan pada tahun 2013 didominasi
penutupan lahan: perkebunan sawit, Hutan Lahan Kering dan Akasia.
Gambar 16. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten Tebo
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
81
Dominasi penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi mengalami
perubahan, dari tahun 2008 hingga 2013. hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi
fenomena baik dari sisi sosial, ekonomi atau budaya, perubahan pola pemanfaatan dari alami
menjadi pola pemanfaatan budidaya/perkebunan dan luas perkebunan sawit di Kabupaten
Kuantan Singingi hampir mencapai 50% dari luas Kabupaten.
Tabel 16. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Kuantan Singingi dalam RIMBA tahun 2008 – 2013
Penutupan Lahan 2008
(Ha) %
2013
(Ha) %
Akasia 30,905.82 5.907% 59,631.57 11.40%
Area Pembangunan 5,662.44 1.08% 6,748.47 1.29%
Hutan Lahan Kering 150,259.14 28.72% 85,512.96 16.35%
Kebun Campur 35,737.83 6.83% 7,391.70 1.41%
Ladang 7,499.34 1.43% 189.72 0.04%
Lahan Terbuka 32,326.47 6.18% 25,945.74 4.96%
Pemukiman 6.84 0.001% 6.84 0.001%
Perairan 3,801.06 0.73% 4,571.28 0.87%
Perkebunan Coklat dan Pinang 2,741.49 0.524% 2,759.85 0.53%
Perkebunan Karet 33,308.55 6.37% 40,561.65 7.75%
Perkebunan Sawit 182,472.12 34.88% 222,223.14 42.48%
Pertanian lahan kering 73.80 0.01% 23,272.02 4.45%
Rawa 1,480.59 0.28% 2,110.77 0.40%
Sawah 2,894.31 0.55% 2,804.49 0.54%
Semak Belukar 33,997.95 6.50% 39,437.55 7.54%
Grand Total 523,167.75 100.00% 523,167.75 100.000%
Berdasarkan data statistiknya, Kabupaten Kuantan Singingi mengalami penurunan luas hutan
lahan kering sebesar 12.37% (↓) atau sebesar 2.47% per tahunnya sama dengan ±12.943 Ha
per tahun, HTI/Akasia mengalami peningkatan luas sebesar 5.49% (↑) atau sama dengan
1.10% per tahun atau sama dengan 5.747 Ha per tahun, perkebunan karet mengalami
peningkatan sebesar 1.38% (↑) atau sama dengan 0.28% pertahun atau sama dengan ±1.444
Ha per tahunnya, Perkebunan sawit mengalami peningkatan sebesar 7.60% (↑) atau sama
dengan 1.52% per tahun atau sama dengan ±7.952 Ha per tahunnya.
Pada grafik perubahan penutupan/penggunaan lahan dari tahun 2008 hingga tahun 2013
terlihat bahwa penutupan lahan didominasi oleh Akasia, hutan lahan kering dan perkebunan
sawit.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
82
Gambar 17. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi dalam RIMBA tahun
2008 - 2013
2. Kabupaten Dharmasraya
Kondisi penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2008 di Kabupaten Dharmasraya
didominasi oleh 1. Hutan lahan kering, 2. Perkebunan sawit dan 3. Pekerbunan karet,
sedangkan pada tahun 2013 didominasi oleh 1. perkebunan sawit, 2. Hutan lahan kering, dan
3. Perkebunan karet. Jika diperhatikan pada perubahan dominasi penutupan lahan di
Kabupaten Dharmasraya, maka trens perubahan penutupan lahannya menjadi perkebunan.
Gambar 18. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten Dharmasraya
-
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
2008(Ha)
2013(Ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
83
Berdasarkan data statistik yang diperoleh menunjukan bahwa Kondisi penutupan lahan di
kabupaten Dharmasraya dari tahun 2008-2013 mengalami perubahan yang cukup besar
terutama pada kondisi penutupan lahan hutan lahan kering yang mengalami penurunan luasan
dari 29.71% menjadi 17.61% sehingga terjadi penurunan luasan hutan lahan kering sebesar
2.42% pertahunnya atau sebesar ±7.300 Ha per tahunnya. Perkebunan sawit mengalami
peningkatan luasan sebesar 13.57% atau 2.71% per tahun atau sebesar ±8.190 Ha per
tahunnya sedangkan pada perkebunan karet sebesar 1.62% atau 0.32% per tahun atau ± 977
Ha per tahun.
Tabel 17. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Dharmasraya dalam RIMBA tahun 2008 – 2013
Penutupan Lahan 2008
(Ha) %
2013
(Ha) %
Akasia 13.05 0.004% 7,872.30 2.61%
Area Pembangunan 1783.71 0.59% 2,288.88 0.76%
Hutan Lahan Kering 89,663.31 29.71% 53,153.28 17.61%
Kebun Campur 35,516.52 11.77% 3,099.15 1.03%
Ladang 1,659.69 0.55% 0.27 0.00%
Lahan Terbuka 22,435.11 7.43% 13,584.78 4.50%
Pemukiman 4.68 0.002% 4.68 0.00%
Perairan 2,460.42 0.82% 1,636.20 0.54%
Perkebunan Coklat dan Pinang - 0.0% - 0.00%
Perkebunan Karet 36,454.32 12.08% 41,346.99 13.70%
Perkebunan Sawit 89,294.13 29.59% 130,245.75 43.16%
Pertanian lahan kering 39.87 0.01% 12,929.22 4.28%
Rawa 816.12 0.27% 11.70 0.00%
Sawah 897.12 0.30% 3,651.57 1.21%
Semak Belukar 20,750.67 6.88% 31,963.95 10.59%
Grand Total 301,788.72 100.0% 301,788.72 100.0%
Pada grafik menunjukkan bahwa hutan lahan kering, kebun campur, perkebunan karet dan
perkebunan sawit mendominasi penutupan/penggunaan lahan di kabupaten Dharmasraya. Dan
dalam grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luasan perkebunan sawit
mendekati 50% dari luas wilayah kabupaten.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
84
Gambar 19. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Dharmasraya dalam RIMBA tahun 2008 -
2013
3. Kabupaten Tebo
Kondisi penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2008 di Kabupaten Tebo didominasi oleh 1.
Perkebunan Karet, 2. Hutan Lahan Kering dan 3. Pekerbunan sawit,
Gambar 20. Penutupan Lahan Tahun 2008 dan Tahun 2013 di Kabupaten Tebo
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
Aka
sia
Are
a P
emb
angu
nan
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Ke
bu
n C
amp
ur
Lad
ang
Lah
an T
erb
uka
Pe
mu
kim
an
Pe
rair
an
Pe
rke
bu
nan
Co
klat
dan
…
Pe
rke
bu
nan
Kar
et
Pe
rke
bu
nan
Saw
it
Pe
rtan
ian
lah
an k
eri
ng
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak B
elu
kar
2008(Ha)
2013(Ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
85
sedangkan pada tahun 2013 didominasi oleh 1. perkebunan sawit, 2. Perkebunan karet, dan 3.
Hutan lahan kering. Kondisi penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2013 mengalami
fenomena yang cukup menarik dimana terjadi perubahan arah ekonomi dari perkebunan karet
menjadi perkebunan sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perubahan luas perkebunan sawit
dan perubahan luas dari perkebunan karet. Pada tahun 2008, luas perkebunan sawit sebesar
14.81% dan pada tahun 2013 menjadi 33.50%, sedangkan perkebunan karet mengalami
penurunan luasan dari tahun 2008 seluas 30.38% menjadi 25.34%
Tabel 18. Luas Penutupan Lahan di Kabupaten Tebo dalam RIMBA tahun 2008 – 2013
Penutupan Lahan 2008
(Ha) %
2013
(Ha) %
Akasia 7.56 0.001% 8,728.2 1.44%
Area Pembangunan 4,236.21 0.70% 4,939.92 0.81%
Hutan Lahan Kering 181,899.09 29.99% 87,949.8 14.50%
Kebun Campur 29,177.01 4.81% 8,253.18 1.36%
Ladang 186.75 0.03% 0.72 0.0001%
Lahan Terbuka 69,573.33 11.47% 41,756.67 6.88%
Pemukiman 35.82 0.006% 35.82 0.006%
Perairan 6,940.71 1.14% 6,354.81 1.05%
Perkebunan Coklat dan Pinang - 0.000% 0 0.000%
Perkebunan Karet 184,269.78 30.38% 153,703.62 25.34%
Perkebunan Sawit 89,812.08 14.81% 203,194.08 33.50%
Pertanian lahan kering 240.03 0.04% 48,454.02 7.99%
Rawa 301.95 0.05% 7.92 0.001%
Sawah 141.12 0.02% 1,150.74 0.19%
Semak Belukar 39,790.26 6.56% 4,2082.2 6.94%
Grand Total 606,611.70 100.00% 606,611.7 100.000%
Berdasarkan data statistik yang diperoleh menunjukan bahwa Kondisi penutupan lahan di
kabupaten Tebo dari tahun 2008-2013 mengalami perubahan yang cukup besar terutama pada
kondisi penutupan lahan hutan lahan kering yang mengalami penurunan luasan dari 29.99%
menjadi 14.50% sehingga terjadi penurunan luasan hutan lahan kering sebesar 15.49% atau
sama dengan 3.10% pertahunnya atau sebesar ±18.792 Ha per tahunnya. Perkebunan sawit
mengalami peningkatan luasan sebesar 18.69% atau 3.74% per tahun atau sebesar ±22.675 Ha
per tahunnya sedangkan pada perkebunan karet mengalami penurunan sebesar 5.04% atau
1.01% per tahun atau ± 6.115 Ha per tahun.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
86
Gambar 21. Grafik trend perubahan penutupan lahan di Kabupaten Tebo dalam RIMBA tahun 2008 – 2013
Faktor utama yang mendorong perubahan lahan dari tahun 2008 hingga 2013 adalah konversi
lahan menjadi perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hasil analisis data Perekonomian pada
kelapa sawit masih menjadi unggulan untuk untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Dalam lima tahun terakhir harga sawit mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari
tahun 2008 ke tahun 2013, tabel 19 menunjukkan perkembangan harga sawit yang tercatat di
Provinsi Riau.
Tabel 19. Daftar Harga rata-rata tandan buah segar (TBS) kelapa sawit umur > 9 tahun (Rp/kg)
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
Riau 1.353,47 1.182,85 1.366,81 1.504,94 1.392,89 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau
Berdasarkan fluktuasi harga rata-rata tandan buah segar (TBS) selama lima tahun (2008 –
2013) menunjukkan bahwa harga TBS masih di atas rata-rata harga pasar.
-
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
Aka
sia
Are
a P
emb
angu
nan
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Ke
bu
n C
amp
ur
Lad
ang
Lah
an T
erb
uka
Pe
mu
kim
an
Pe
rair
an
Pe
rke
bu
nan
Co
klat
dan
…
Pe
rke
bu
nan
Kar
et
Pe
rke
bu
nan
Saw
it
Pe
rtan
ian
lah
an k
eri
ng
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak B
elu
kar
2008(Ha)
2013(Ha)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
87
V.3.3. Uji Hasil Klasifikasi
Hasil Uji ketelitian hasil klasifikasi menggunakan metode matrik kekeliruan disajikan pada
Tabel 19. Berdasarkan teknis pengolahan citra secara sistematik, Landsat 8 telah memiliki
proses koreksi atmosfer yang lebih baik dibandingkan dengan SPOT2/4. Sehingga proses uji
hasil klasifikasi pengambilan sample untuk proses klasifikasi citra menghasilkan kualitas
yang lebih baik.
Tabel 20. Uji Ketelitian Hasil Klasifikasi
Citra Satelit
Landsat 8 Overall Accuracy Kappa Statistic
1. LC81260602013169LGN00 95.84% 0.955
2. LC81260612013169LGN00 91.26% 0.899
3. LC81270602013176LGN00 81.68% 0.790
4. LC81270612013144LGN00 96.69% 0.962
Citra Satelit
SPOT 2/4 Overall Accuracy Kappa Coefficient
1. Rimba_22703510905070335452X0 0.874896711 0.8628
2. Rimba_22703520905070335542X0 0.725869894 0.6849
3. Rimba_22713510811270335091X0 0.762474227 0.7384
4. Rimba_22713520811270335171X0 0.701978 0.6603
5. Rimba_22733520809210325311X0 0.684624202 0.6075
6. Rimba_42733530809190344261I0 0.689962961 0.6627
7. Rimba_lpn_20070419SP4272353S0G2AXI 0.838895 0.823
8. Rimba_lpn_20070922SP4272351S0G2AXI 0.883796 0.8631
9. Rimba_lpn_20070922SP4272352S0G2AXI 0.871138 0.7889
10. Rimba_lpn_20070929SP2274353S0G2AXS 0.871138 0.7889
11. Rimba_lpn_20070929SP2274353S0G2AXS 0.86456 0.8247
12. Rimba_us_42703500805170349111I0 0.73547268 0.7096
Hasil dari uji klasifikasi menunjukkan bahwa tingkat akurasi terendah (< 70%) pada
pengolahan citra satelit SPOT 2/4. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi atmosfer yang
kurang baik atau kondisi atmosfer memiliki kabut atau awan tipis (haze) sehingga
berpengaruh terhadap pembagian kelas hasil pengambilan area contoh.
V.4. PEMODELAN INVEST TENTANG KARBON
Model ini menghitung tegakan Karbon dan jumlah karbon yang diserap dari waktu ke waktu
menggunakan empat dasar karbon "pools": biomassa di atas permukaan tanah , biomassa di
bawah permukaan tanah , tanah , dan bahan organik mati . Hal ini juga menghitung jumlah
karbon yang tersimpan dalam produk kayu yang dipanen dan nilai saham ini dan karbon yang
dilepaskan.
Untuk setiap jenis Penutupan lahan, model membutuhkan minimal perkiraan jumlah karbon di
masing-masing empat pool dasar yang dijelaskan di atas (di atas tanah, di bawah tanah, tanah,
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
88
dan bahan organik mati). Model merupakan pendugaan yang dilakukan berdasarkan pada
studi literatur, dan model ini dapat menghasilkan peta dasar penyimpanan karbon.
Tabel 21. Perkiraan cadangan karbon per penutupan lahan
LULC LULC_NAME C_total
1 Akasia 64
2 Area Pembangunan 5
3 Hutan Lahan Kering 185.55
4 Kebun Campur 30
5 Ladang 10
6 Lahan Terbuka 2.5
7 Permukiman 1
8 Perairan 0
9 Perkebunan Coklat dan Pinang 113.85
10 Perkebunan Karet 113.85
11 Perkebunan Sawit 68.82
12 Pertanian lahan kering 10
13 Rawa 0
14 Sawah 2
15 Semak Belukar 30
Pada Gambar 22 menunjukkan bahwa di dalam pemodelan tersebut dapat menduga valuasi
ekonominya berdasarkan nilai harga dan perkembangan harga pasar global.
Gambar 22. Tampilan muka InVEST carbon
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
89
a. Analisis INVEST Carbon stok terhadap Penutupan Lahan Tahun 2008
Gambar 22. menyajikan peta sebaran penyerapan karbon secara lanskap hasil dari pendugaan
penyerapan carbon menggunakan InVEST tools sebagai pengolah datanya. Valuasi nilai
ekonomi dari karbon dapat juga dihasilkan dengan memberikan masukan (input) data harga
kabon (dollar/ton). Berdasarkan informasi http://www.eesi.org/fact-sheet-carbon-pricing-
around-world-17-oct-2012 (sebagai salah satu referensi harga), harga karbon dunia berkisar
antara: 2.5 – 15 dollar/ton.
Hasil dari analisis pendugaan cadangan karbon mempergunakan InVEST di peroleh nilai 0.18
Ton/Piksel hingga 16.65 Ton/Piksel sehingga apabila dikonversi kedalam nilai ton/Ha maka
nilai yang dihasilkan adalah 1.8 ton/Ha – 166.5 ton/Ha..
Perhitungan nilai ekonomis dari cadangan karbon tersimpan berdasarkan atas perkiraan nilai
harga jual rata-rata ($ 5 per ton), perkiraan nilai perubahan harga jual 5% dan perkiraan rerata
potongan harga pasar karbon sebesar 5%. Hasil analisis valuasi ekonomi dari potensi karbon
yang dihasilkan adalah sebesar $ 1 - $ 100 / Piksel, dan apabila di hitung per satuan landskap
maka akan di peroleh nilai harga yang disajikan pada tabel 24.
Gambar 23. Hasil Perhitungan cadangan karbon dan valuasi ekonomi pada penutupan lahan Tahun 2008
dengan mempergunakan InVEST Analysis.
Cadangan karbon pada tahun 2008, berdasarkan penutupan/penggunaan lahan diperoleh Total
karbon (C) (TonHa) terbesar pada penutupan lahan Hutan Lahan kering sebesar 78.04 juta ton
karbon, Perkebunan Karet sebesar 28.71 juta ton karbon dan perkebunan sawit sebesar 24.59
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
90
juta ton karbon. Besarnya nilai karbon tersebut diakumulasikan dalam perkiraan valuasi
ekonominya berdasarkan rata-rata harga pasar dunia sebesar $3 dan dengan annual rate of
price change sebesar $2 dan discount market sebesar $3, maka diperoleh nilai valuasi
ekonomi di tiga kabupaten prioritas sebesar $390,184,924.50 untuk Hutan Lahan Kering.
Perkembangan pasar karbon saat ini hanya membiayai nilai cadangan karbon dari penutupan
lahan hutan lahan kering.
Tabel 22. Karbon Total Per Penutupan Lahan Tahun 2008
PENUTUPAN LAHAN 2008 C_tot/Ha Ha Total_C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 30,926.43 1,979,291.52
Area Pembangunan 5.00 11,682.36 58,411.80
Hutan Lahan Kering 185.00 421,821.54 78,036,984.90
Kebun Campur 30.00 100,431.36 3,012,940.80
Ladang 10.00 9,345.78 93,457.80
Lahan Terbuka 2.00 124,334.91 248,669.82
Pemukiman 1.00 47.34 47.34
Perairan 0 13,202.19 0
Perkebunan Coklat dan Pinang 113.00 2,741.49 309,788.37
Perkebunan Karet 113.00 254,032.65 28,705,689.45
Perkebunan Sawit 68.00 361,578.33 24,587,326.44
Pertanian lahan kering 10.00 353.70 3,537.00
Rawa 0 2,598.66 0
Sawah 2.00 3,932.55 7,865.10
Semak Belukar 30.00 94,538.88 2,836,166.40
Grand Total 633.00 1,431,568.17 139,880,176.74
Tabel 23. Valuasi Ekonomi dari Karbon pada Penutupan Lahan Tahun 2008
PENUTUPAN LAHAN 2008 Valuestorage/Ha
($) Ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 30,926.43 9,896,457.60
Area Pembangunan 25.00 11,682.36 292,059.00
Hutan Lahan Kering 925.00 421,821.54 390,184,924.50
Kebun Campur 150.00 100,431.36 15,064,704.00
Ladang 50.00 9,345.78 467,289.00
Lahan Terbuka 10.00 124,334.91 1,243,349.10
Pemukiman 5.00 47.34 236.70
Perairan - 13,202.19 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 565.00 2,741.49 1,548,941.85
Perkebunan Karet 565.00 254,032.65 143,528,447.25
Perkebunan Sawit 340.00 361,578.33 122,936,632.20
Pertanian lahan kering 50.00 353.70 17,685.00
Rawa - 2,598.66 -
Sawah 10.00 3,932.55 39,325.50
Semak Belukar 150.00 94,538.88 14,180,832.00
Total 3,165.00 1,431,568.17 699,400,883.70
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
91
b. Analisis INVEST Carbon stok terhadap Penutupan Lahan Tahun 2013
Pada tahun 2013 diperoleh cadangan karbon total sebesar 16.65 ton/piksel, nilai tersebut
diperoleh berdasarkan pada referensi rata-rata cadangan karbon (dephut, 201214) untuk hutan
lahan kering.
Gambar 24. Hasil Perhitungan cadangan karbon dan valuasi ekonomi pada penutupan lahan Tahun
2008 dengan mempergunakan InVEST Analysis.
Hasil analisis InVEST diperoleh jumlah karbon total pada tahun 2013 sebesar 41.923.715 juta Ton,
dengan nilai pendugaan valuasi ekonomi sebesar $ 209,619,837.00, hal ini dapat menunjukkan bahwa
besar potensi nilai hutan lahan kering dari penilaian cadangan karbonnya, sehingga sangat diperlukan
suatu strategi yang sesuai dengan kondisi wilayahnya.
Tabel 24. Karbon Total Per Penutupan Lahan Tahun 2013
PENUTUPAN LAHAN 2013 C_tot/Ha Ha Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 76,232.07 4,878,852.48
Area Pembangunan 5.00 13,977.27 69,886.35
Hutan Lahan Kering 185.00 226,616.04 41,923,715.60
Kebun Campur 30.00 18,744.03 562,320.90
Ladang 10.00 190.71 1,906.89
Lahan Terbuka 2.00 81,287.19 162,574.38
Pemukiman 1.00 47.34 47.34
Perairan - 12,562.29 -
14 http://www.sekretariat-rangrk.org/english/home/9-uncategorised/173-baulahan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
92
Perkebunan Coklat dan Pinang 113.00 2,759.85 311,863.05
Perkebunan Karet 113.00 235,612.26 26,624,185.38
Perkebunan Sawit 68.00 555,662.97 37,784,464.56
Pertanian lahan kering 10.00 84,655.26 846,458.54
Rawa - 2,130.39 -
Sawah 2.00 7,606.80 15,213.60
Semak Belukar 30.00 113,483.70 3,404,511.00
TOTAL 633.00 1,431,568.17 116,586,000.07
Tabel 25. Valuasi Ekonomi dari Karbon pada Penutupan Lahan Tahun 2013
PENUTUPAN LAHAN 2013 Valuestorage/Ha
($) Ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 76,232.07 24,394,262.40
Area Pembangunan 25.00 13,977.27 349,431.75
Hutan Lahan Kering 925.00 226,616.04 209,619,837.00
Kebun Campur 150.00 18,744.03 2,811,604.50
Ladang 50.00 190.71 9,535.50
Lahan Terbuka 10.00 81,287.19 812,871.90
Pemukiman 5.00 47.34 236.70
Perairan - 12,562.29 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 565.00 2,759.85 1,559,312.18
Perkebunan Karet 565.00 235,612.26 133,120,665.11
Perkebunan Sawit 340.00 555,662.97 188,924,792.40
Pertanian lahan kering 50.00 84,655.26 4,232,763.00
Rawa - 2,130.39 -
Sawah 10.00 7,606.80 76,068.00
Semak Belukar 150.00 113,483.70 17,022,555.00
Total 3,165.00 1,431,568.17 582,933,935.44
Hasil Analisis InVEST juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan cadangan karbon total
dari tahun 2008 hingga tahun 2013 sebesar 36,113,269.30 Ton per lima tahun atau sama
dengan 7,222,653.86 Ton/tahun dan nilai valuasi ekonomi karbon pada hutan lahan kering
juga mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun, yaitu: pada tahun 2008 sebesar
$390,184,924.50 dan pada tahun 2013 sebesar $209,619,837.00 sehingga terjadi penurunan
nilai karbon sebesar $ 180,565,087.50 selama lima tahun atau sama dengan $ 36,113,017.50
per tahun.
V.5. PENGECEKAN LAPANGAN
Kunjungan lapang diperlukan untuk mengetahui kondisi dilapangan sehingga dapat
memberikan informasi yang mendekati dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Persiapan
lapangan memerlukan beberapa tahap sehingga dalam proses pengecekan lapangan berjalan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
93
dengan baik, salah satu yang harus dilakukan adalah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
dan masyarakat di lokasi, koordinasi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
kondisi lokasi pengecekkan lapangan, informasi kondisi masyarakat, informasi pengenai
penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan di lokasi pengecekan.
V.5.1. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah
Koordinasi dengan Pemerintah daerah merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, agar
pemerintah daerah juga dapat mengetahui kegiatan yang berada di daerahnya, terkait dengan
kegiatan pemetaan, pengukuran dan penilaian cadangan karbon dan analisis InVEST.
Pada pertemuan tersebut, pemerintah kabupaten dan masyarakat mendukung kegiatan yang
dilaksanakan. Bentuk dari dukungan tersebut, beberapa dinas mengikutsertakan staf-nya
untuk dapat memahami mengikuti kegiatan hingga akhir kegiatan. Staf pemerintah daerah
yang mengikuti kegiatan terdiri dari staf wanita yang aktif dibidang lingkungan.
Foto dibawah ini adalah gambaran dari kegiatan koordinasi dengan pemerintah daerah Kab.
Dharmasraya, Kab. Kuantan Singingi, dan Kab. Tebo.
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kab. Dharmasraya
BLH, Dinas Kehutanan, Bappeda
Penjelasan Kegiatan
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kab. Kuantan Singingi
Koordinasi dengan Badan Lingkungan Hidup
Koordinasi dengan Bappeda
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
94
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kab. Tebo
Koordinasi dengan Bappeda
Diskusi lokasi Survey
Koordinasi dengan Masyarakat adat dan Pemerintah Desa
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
95
V.5.2. Pengukuran Karbon
Pengukuran cadangan karbon di lakukan di 3 (tiga) Kabupaten di Karidor RIMBA, kabupaten
tersebut adalah kabupaten Dharmasraya di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Tebo di
Provinsi Jambi dan Kabupaten Kuantan Singingi di Provinsi Riau.
V.5.2.1. Penentuan Titik Lokasi Plot
Lokasi pengukuran karbon dilakukan pada penutupan lahan berhutan alam yang masih
terdapat di ketiga kabupaten tersebut. Berdasarkan dari metode yang digunakan adalah
metode sampel acak sederhana (simple random sampling) dan metode dengan tujuan tertentu
(purposive sampling), maka untuk mendapatkan informasi lokasi menggunakan simple
random sampling digunakan data sebaran hutan, data geologi dan data curah hujan. Hasil dari
metode simple random sampling tersebut disajikan pada Gambar 24.
c. Simple Random Sampling
d. Purposive sampling
Gambar 25. Hasil Penggunaan 2 metode penentuan lokasi Pengukuran cadangan karbon
Hasil metode purposive sampling memberikan penyebaran titik survey pada penutupan lahan
hutan. Jumlah titik tujuan survey tersebut disajikan pada Tabel 25.
Tabel 26. Jumlah titik Survey di 3 Kabupaten
Kabupaten Jumlah Titik Ketinggian dpl (m)
Kabupaten Dharmasraya 45 6 – 232 m
Kabupaten Kuantan Singingi 42 107 – 209 m
Kabupaten Tebo 34 140 – 209 m
Apabila melihat jumlah titik survey yang akan dikunjungi (Tabel 27), ketersedian waktu dan
biaya yang tersedia, maka diperlukan informasi sebagai indikator pemilihan lokasi survey.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
96
Hal pertama yang perlu dikaji adalah ketersediaan anggaran dan waktu lama pengerjaan untuk
1 plot contoh. Berdasarkan ketersediaan anggaran yang tersedia waktu yang tersedia adalah
selama 2 minggu per kabupaten sehingga jumlah titik yang dimungkinkan berdasarkan lama
pengerjaan dalam 1 plot contoh adalah maksimum 3 hari, maka jumlah plot yang dapat
dikerjakan adalah 4-5 plot per kabupaten. Sehingga total keseluruhan plot adalah 12–15 plot.
Pemilihan lokasi dari 12–15 plot contoh tersebut didasarkan kembali pada kondisi hutan yaitu
sebaran dan kerapatan hutan serta kondisi tegakan pohon yang ada dilokasi survey. Pada
aspek finansial dengan indikator luas area plot contoh minimum 100 Ha, dapat dijangkau dan
dapat dikerjakan untuk pengukuran. Pada aspek Morfologi, bentuk lahan yang akan di plot
tidak memiliki kecuraman/kelerengan yang terjal atau sulit untul melakukan pengukuran
carbon. Dan aspek keamanan, faktor keamanan menjadi penting agar tidak menimbulkan
konflik secara fisik baik dengan satwa maupun dengan manusia (adat – tempat keramat,
perambah hutan, atau penebang liar). Sehingga dari faktor-faktor tersebut diperoleh titik
survey yang akan dilakukan analisis cadangan karbonnya (Gambar 26).
Tabel 27. Lokasi Pengukuran Cadangan Karbon Id PLOT CONTOH LOKASI X Y
1 PSP Pemayungan KAB. TEBO 102.3178° BT 0.99° LS
2 Non-PSP Dusunsimambu KAB. TEBO 102.4147° BT 1.13° LS
3 Non-PSP Sungaikarang KAB. TEBO 102.1983° BT 1.01° LS
4 Non-PSP Sungaiabang KAB. TEBO 102.0489° BT 0.93° LS
5 PSP Petai - Rimbang KAB. KUANTAN
SINGINGI 101.1904° BT 0.32° LS
6 Non-PSP Sentajo1 KAB. KUANTAN
SINGINGI 101.5733° BT 0.48° LS
7 Non-PSP Sentajo2 KAB. KUANTAN
SINGINGI 101.5727° BT 0.48° LS
8 Non-PSP Bk.
Batabuh/guruh Gemurai
KAB. KUANTAN
SINGINGI 101.4178° BT 0.67° LS
9 Non-PSP S. Cengar KAB. KUANTAN
SINGINGI 101.5037° BT 0.74° LS
10 Non-PSP Timpeh KAB. DHARMASRAYA 101.5952° BT 0.87° LS
11 Non-PSP Kp. Surau KAB. DHARMASRAYA 101.5149° BT 0.88° LS
12 PSP Bkt Selasih KAB. DHARMASRAYA 101.5376° BT 0.94° LS
13 Non-PSP Lubuk Karak KAB. DHARMASRAYA 101.2266° BT 0.94° LS
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
97
Gambar 26. Peta Lokasi Survey Lapangan Pengukuran Karbon di 3 (tiga) Kabupaten dalam Koridor RIMBA
V.5.2.2. Pengukuran dan Pengambilan Contoh
V.5.2.2.1. PSP Bukit Selasih
PSP (permanent sampling plot) Bukit Selasih berada pada Kabupaten Dharmasraya berada
pada posisi 101.5376° BT; 0.94° LS. Kondisi lapangan Bukit Selasih dapat dilihat pada
Gambar 27 dibawah ini.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
98
Gambar 27. Foto kondisi PSP Bukit Selasih
Bukit Selasih dipilih sebagai permanen plot dikarenakan kondisi tutupan hutannya masih
dalam kondisi yang bagus dan masyarakat adat menjaga hutan tersebut sebagai hutan
masyarakat adat, sehingga lokasi Bukit selasih relatif terjaga dalam jangka waktu yang lama.
Kondisi topografi Bukit Selasih memiliki kelerengan yang curam, sehingga cukup sulit untuk
menjangkau lokasi plot untuk melakukan pengukuran dan pengumpulan sampel data, Gambar
22 adalah topografi Bukit selasih secara bidang datar.
Gambar 28. Topografi PSP Bukit Selasih
Pada lokasi PSP diberikan tanda/Patok permanen yang bertujuan untuk
monitoring/pengukuran ulang pada lokasi yang sama atau sebagai petunjuk lokasi plot
permanen. Pemasangan batas plot dengan menggunakan tali pembatas sepanjang 60 m x 60 m
sebagai pembatas luar dari plot. Penggunaan garis bantu 6 petak yang dibuat sejajar dengan
ketinggian dapat mempermudah pengambilan data, sehingga surveyor tidak berjalan turun
naik topografi tetapi mengikuti alur dari garis bantu 6 petak/alur.
Topografi PSP Bukit Selasih
1101009080706050403020100
150
145
140
135
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
99
Berikut adalah beberapa foto kegiatan pemasangan Patok permanen, pengukuran diameter
pohon (diameter > 10 cm), pemasangan plat nomor pohon, pengambilan serasah dan
kayu/pohon mati.
Pemasangan Patok permanen
Pengukuran kerapatan tajuk menggunakan
Densiometer
Pemberian tanda DBH dan Plat nomor Pohon
Pengambilan contoh Serasah dan ranting
Pengukuran Pohon Mati
Pencatatan data hasil identifikasi jenis pohon dan
pengukuran lainnya
Hasil dari identifikasi Jenis Pohon (Tabel 29) diperoleh 146 pohon dengan 78 jenis pohon
dengan diameter pohon lebih dari 10 cm.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
100
Tabel 28. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di PSP Bukit Selasih
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Actinodaphne glabra 1 41 Macaranga kingii 2
2 Aglaia macrostigma 2 42 Mallotus cf penangensis 3
3 Aglaia malaccensis 1 43 Mesua racemosa 1
4 Alseodaphne nigrensis 1 44 Mezzetia cf leptopoda 3
5 Alstonia scholaris 1 45 Monocarpia marginalis 10
6 Antidesma sp 1 46 Myristica gigantea 2
7 Aporosa frutescens 1 47 Nephelium cuspidatum 16
8 Aporosa nitida 1 48 Nephelium sp 1
9 Artocarpus maingayi 2 49 Nephelium subfalcatum 1
10 Artocarpus nitidus 1 50 Ochanostachys amentacea 2
11 Baringtonia reticulata 2 51 Osmelia maingayi 1
12 Blumeodendron tokbrai 3 52 Parashorea lucida 2
13 Buchanania sessifolia 2 53 Parinari sp 2
14 Callophyllum soulatrii 1 54 Pimeleodendron griffitianum 1
15 Carallia cf eugenioidea 1 55 Polyalthia cinnamomea 1
16 Castanopsis rhamnifolia 1 56 Polyalthia rumphii 2
17 Castanopsis sp 1 57 Polyalthia sumatrana 1
18 Cinnamomum cuspidatum 3 58 Polyalthia xanthopetala 1
19 Dehaasia cuneata 1 59 Pometia pinnata 2
20 Diospyros elliptifolia 1 60 Porterandia anysophylla 1
21 Diospyros pilosanthera 1 61 Ryparosa javanica 1
22 Dysoxylum acutangulum 4 62 Ryparosa kunstlerii 2
23 Endospermum diadenum 2 63 Sapium baccatum 7
24 Ficus sp 1 64 Shorea gibbosa 1
25 Ficus variegata 1 65 Shorea guiso 1
26 Flacourtia sp 1 66 Sizygium iahii 1
27 Garcinia cuspidata 1 67 Sizygium pseudosubtilis 1
28 Garcinia penangiana 1 68 Sp 1 1
29 Garcinia sumatrana 1 69 Sp 2 1
30 Girroniera hirta 1 70 Streblus elongatus 1
31 Grewia sumatrana 1 71 Strombosia javanica 3
32 Heritiera borneensis 2 72 Syzygium napiforme 1
33 Horsfeldia brachiata 1 73 Syzygium garcinifolium 1
34 Hydnocarpus castanea 3 74 Syzygium longiflora 1
35 Hydnocarpus woodii 1 75 Syzygium pseudosubtilis 4
36 Koompassia malaccensis 1 76 Tabernaena montana sp 1
37 Lithocarpus cyclophorus 5 77 Vatica pallida 2
38 Lithocarpus urceolaris 1 78 Xylopia malayana 1
39 Litsea odorata 2
40 Macaranga gigantea 1 Total 146
Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa beberapa jenis pohon yang telah diidentifikasi telah
masuk dalam categori IUCN (International Union for The Conservation of nature and Nature
Resources) dan CITES (Convension on International Trade in Endangered Species) sebanyak
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
101
8 Jenis pohon sebanyak 11 pohon, yaitu: Aglaia macrostigma, Aglaia malaccensis, Alstonia
scholaris, Callophyllum soulatrii, Parashorea lucida, Koompassia malaccensis, Shorea
guiso, Vatica pallida.
V.5.2.2.2. NPSP Lubuk Karak
Non-PSP (non-permanent sampling plot) Lubuk Karak berada pada kabupaten Dharmasraya
berada pada posisi 101.2266° BT - 0.94° LS. Kondisi lapangan NPSP Lubuk Karak dapat
dilihat pada Gambar 28 dibawah ini.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan lokasi plot contoh ini merupakan hutan sekunder
yang telah mengalami penebangan oleh masyarakat sekitar. Kondisi topografi NPSP Lubuk
karak memiliki kelerengan yang agak curam, dengan kondisi tanah yang lembab basah,
Gambar 29 adalah topografi NPSP Lubuk Karak secara bidang datar.
Gambar 29. Foto Kondisi Lokasi NPSP Lubuk Karak
Gambar 30. Kondisi topografi di NPSP Lubuk Karak
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
102
Dan hasil dari pengukuran dan identifikasi jenis pohon (Tabel 29) diperoleh jumlah pohon
yang teridentifikasi sebanyak 172 pohon dan 89 jenis pohon dengan diameter pohon lebih dari
10 cm.
Tabel 29. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di NPSP Lubuk Karak
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Actinodaphne glabra 2 46 Litsea paludosa 1
2 Actinodaphne macrophylla 1 47 Litsea sp 2
3 Aglaia glabriflora 1 48 Macaranga gigantea 1
4 Alseodaphne nigrensis 1 49 Macaranga gigantea 4
5 Alseodaphne sp 1 50 Macaranga kingii 1
6 Anthocephalus cadamba 1 51 Macaranga triloba 5
7 Aporosa nitida 2 52 Mangifera sp 3
8 Archidendron ellipticum 1 53 Monocarpia marginalis 1
9 Arenga pinnata 1 54 Nephelium cuspidatum 5
10 Artocarpus elasticus 1 55 Nephelium sp 1
11 Artocarpus elasticus 4 56 Ochanostachys amentacea 4
12 Artocarpus integra 1 57 Osmelia maingayi 1
13 Baccaurea pyriformis 1 58 Palaquium hexandrum 1
14 Baccaurea reticulata 1 59 Parashorea lucida 9
15 Baringtonia reticulata 1 60 Parinari sp 1
16 Bhesa paniculata 1 61 Parkia sp 1
17 Blumeodendron tokbrai 1 62 Pentace curtisii 11
18 Buchanania sessifolia 1 63 Polyalthia rumphii 2
19 Buchanania sessifolia 2 64 Pometia pinnata 1
20 Camnosperma auriculata 1 65 Pternandra rostata 3
21 Canarium apertum 1 66 Pygeum sp 2
22 Carallia sp 3 67 Santiria conferta 2
23 Castanopsis sp 1 68 Santiria rubiginosa var rubiginosa 1
24 Chisocheton macrophyllus 1 69 Sapium baccatum 1
25 Chisocheton sp 1 70 Scapium macropodum 1
26 Cyathocalyx carinatus 2 71 Scorodocarpus borneensis 1
27 Dehaasia cuneata 1 72 Shorea acuminata 5
28 Dialium platysephalum 1 73 Shorea bracteolata 1
29 Diospyros elliptifolia 2 74 Shorea gibbosa 8
30 Diospyros pilosanthera 1 75 Shorea parvifolia Dyer ssp parvifolia 4
31 Diospyros pilosanthera var oblonga 2 76 Sindhora leiocarpa 2
32 Diospyros rumphii 1 77 Sindhora wallichii 1
33 Durio cf malaccensis 1 78 Sp 1 1
34 Dysoxylum acutangulum 1 79 Sterculia cordata 1
35 Elaeocarpus nitidus 1 80 Sterculia macrophylla 1
36 Endospermum diadenum 2 81 Streblus elongatus 6
37 Ficus retusa 2 82 Strombosia javanica 2
38 Ficus variegata 1 83 Swintonia floribunda 1
39 Gluta aptera 2 84 Swintonia floribunda 3
40 Grewia sumatrana 1 85 Syzygium napiforme 2
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
103
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
41 Heritiera simplicifolia 1 86 Syzygium garcinifolium 1
42 Hydnocarpus castanea 3 87 Syzygium rugosa 1
43 Knema latericia 2 88 Trema orientalis 1
44 Kokoona ochraceae 3 89 Vernonea arborea 1
45 Litsea odorata 1
Grand Total 172
Pada NPSP Lubuk karak diperoleh 172 Pohon dengan 89 Jenis Pohon, dan yang masuk ke
dalam IUCN/CITES sebanyak 3 Jenis Pohon dengan jumlah pohon sebanyak 15 Pohon, yaitu:
Parashorea lucida, Shorea acuminate dan Shorea bracteolate.
V.5.2.2.3. NPSP Kp. Surau
NPSP (Non-permanent sampling plot) Kampung Surau berada pada kabupaten Dharmasraya
berada pada posisi 101.5149° BT - 0.88° LS. Kondisi lapangan Kampung surau dapat dilihat
pada Gambar 31 dibawah ini.
Gambar 31. Foto Lokasi NPSP Kampung Surau
Lokasi plot contoh NPSP Kampung surau berdampingan dengan kebun kelapa sawit
masyarakat, menurut kepala jorong/kepala desa hutan ini dijaga oleh masyarakat adat,
sehingga setiap bentuk pengambilan hasil hutan ini harus mendapatkan persetujuan dari tetua
adat.
Bentuk lahan atau topografi lokasi plot contoh NPSP Kampung Surau memiliki topografi
yang berbukit hingga curam, gambar dibawah ini adalah gambaran kondisi topografi di plot
contoh.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
104
Gambar 32. Kondisi topografi di NPSP Kampung Surau
Hasil dari pengukuran dan identifikasi jenis pohon (Tabel 30) diperoleh 160 pohon dengan 84
jenis pohon.
Tabel 30. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di NPSP Kampung Surau.
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Actinodaphne macrophylla 1 43 Hydnocarpus woodii Merr 2
2 Aglaia macrostygma 1 44 Knema cinerea 1
3 Aglaia rubescens 1 45 Koompassia malaccensis 3
4 Alseodaphne nigrensis 1 46 Lithocarpus ewyckii 1
5 Alseodaphne sp 1 47 Lithocarpus lucidus 1
6 Aporosa nitida 1 48 Litsea firma 1
7 Archidendron bubalinum 2 49 Litsea odorata 1
8 Artocarpus elasticus 1 50 Litsea paludosa 1
9 Artocarpus nitidus 1 51 Macaranga gigantea 5
10 Atuna sp 1 52 Macaranga triloba 4
11 Baccaurea pyriformis 2 53 Malicope sp 1
12 Baccaurea reticulata 2 54 Mangifera sp 1
13 Baringtonia reticulata 4 55 Melicope sp 1
14 Blumeodendron tokbrai 1 56 Mesua nuda 1
15 Bouea oppositifolia 1 57 Mezzetia cf leptopoda 1
16 Buchanania sessifolia 1 58 Monocarpia marginalis 1
17 Carallia sp 1 59 Nephelium cuspidatum 15
18 Castanopsis argentea 2 60 Nephelium sp 5
19 Castanopsis javanica 4 61 Ochanostachys amentacea 10
20 Chisocheton macrophyllus 1 62 Palaquium hexandrum 1
21 Cinnamomum cuspidatum 1 63 Parashorea lucida 2
22 Cyathocalyx carinatus 3 64 Parinari sp 4
23 Dacryodes incurvata 1 65 Polyalthia rumphii 1
24 Dacryodes macrocarpa 2 66 Polyalthia sumatrana 3
25 Dehaasia cuneata 1 67 Polyalthia xanthopetala 1
26 Dialium platysephalum 1 68 Pouteria malaccensis 1
27 Diospyros elliptifolia 1 69 Pternandra rostata 3
28 Diospyros pilosanthera 1 70 Pterospermum javanicum 1
29 Diospyros rumphii 1 71 Pygeum sp 2
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
105
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
30 Diplospora kunstleri 1 72 Quercus argentata 3
31 Diplospora kunstlerii 2 73 Sandoricum beccarianum 1
32 Dipterocarpus gracilis 2 74 Santiria apiculata 2
33 Durio malaccensis 1 75 Santiria conferta 2
34 Dysoxylum acutangulum 2 76 Santiria oblongifolia 3
35 Endospermum diadenum 1 77 Santiria rubiginosa var
rubiginosa 1
36 Ficus sp 3 78 Shorea gibbosa 4
37 Girroniera nervosa 1 79 Shorea macroptera ssp
macroptera 1
38 Glochidion sp 1 80 Strombosia javanica 2
39 Grewia antidesmaefolia 1 81 Syzygium garcinifolium 1
40 Grewia sumatrana 1 82 Syzygium kiahii 2
41 Hydnocarpus castanea Hk.f 1 83 Syzygium palembanicum 2
42 Hydnocarpus woodii 1 84 Vernonea arborea 1
Grand Total 160
Berdasarkan hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon diperoleh 84 jenis pohon dan
jumlah pohon sebanyak 160 pohon. Untuk kategori UICN/CITES terdapat 6 Jenis dengan
jumlah pohon 11 pohon, yaitu : Aglaia macrostygma, Koompassia malaccensis, Mesua nuda,
Parashorea lucida, Dipterocarpus gracilis, Syzygium kiahii. Selain itu, NPSP Kampung surau
juga mempunyai potensi pohon kruing yang merupakan pohon dengan nilai ekonomis tinggi,
hal tersebut dapat di lihat secara visual pada tumbuhan semai yang terdapat di NPSP
Kampung surau (Gambar 33)
Gambar 33. Anakan alami tumbuhan Kruing yang dapat tumbuh pada NPSP Kampung Surau
V.5.2.2.4. NPSP Timpeh
NPSP (Non-permanent sampling plot) Timpeh berada pada kabupaten Dharmasraya berada
pada posisi 101.5952° BT - 0.87° LS. Kondisi lapangan Kampung surau dapat dilihat pada
Gambar 34 dibawah ini.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
106
Gambar 34. Foto kondisi lokasi NPSP Timpeh
NPSP Timpeh merupakan lokasi hutan sekunder yang telah mengalami gangguan akibat
aktifitas manusia. Sehingga pohon telah mengalami penebangan. Kondisi topografi plot
contoh ini berbukit dan sebagian curam (Gambar 35).
Gambar 35. Kondisi topografi di NPSP Timpeh
Hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon pada NPSP Timpeh (Tabel 31) diperoleh 122
pohon dan 68 jenis pohon.
Tabel 31. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di NPSP Timpeh
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Actinodaphne macrophylla 1 35 Ixonanthes reticulata 1
2 Aglaia glabriflora 2 36 Knema latericia 1
3 Aglaia macrostigma 1 37 Lansium sp 1
4 Aglaia malaccensis 2 38 Litsea costalis 1
5 Alseodaphne nigrensis 2 39 Litsea odorata 1
6 Aporosa frutescens 1 40 Macaranga gigantea 1
7 Aquilaria microcarpa 1 41 Macaranga kingiii 1
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
107
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
8 Artocarpus elasticus 4 42 Macaranga triloba 1
9 Artocarpus integra 1 43 Madhuca montleyana 2
10 Artocarpus maingayi 1 44 Melicope sp 1
11 Artocarpus nitidus 2 45 Mesua racemosa 1
12 Atuna sp 1 46 Monocarpia marginalis 2
13 Baccaurea reticulata 1 47 Myristica gigantea 1
14 Baccaurea sumatrana 3 48 Nephelium cuspidatum 8
15 Blumeodendron tokbrai 1 49 Nephelium sp 1
16 Buchanania sessifolia 2 50 Ochanostachys amentacea 7
17 Callophyllum soulatrii 1 51 Oncosperma sp 2
18 Castanopsis javanica 1 52 Parashorea lucida 1
19 Cleistanthus myrianthus 2 53 Parinari sp 5
20 Dacryodes incurvata 3 54 Pimeleodendron griffitianum 9
21 Dacryodes macrocarpa 1 55 Polyalthia xanthopetala 1
22 Dialium platysephalum 3 56 Porterandia anisophylla 1
23 Diplospora kunstleri 1 57 Pternandra rostata 1
24 Dysoxylum acutangulum 2 58 Ryparosa kunstlerii 2
25 Endospermum diadenum 1 59 Santiria rubiginosa var rubiginosa 1
26 Eudia glabra 1 60 Scapium macropodum 6
27 Ficus sp 1 61 Shorea acuminata 2
28 Garcinia lanceolata 1 62 Strombosia javanica 2
29 Garcinia parvifolia 1 63 Styrax benzoin 1
30 Garcinia sumatrana 1 64 Swintonia floribunda var floribunda 1
31 Girroniera nervosa 1 65 Syzygium dyerianum 1
32 Gonystylus macrophyllus 1 66 Syzygium garcinifolium 1
33 Grewia sumatrana 2 67 Syzygium palembanicum 1
34 Irvingia malayana 1 68 Vernonea arborea 2
Grand Total 122
Berdasarkann hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon di plot NPSP Timpeh diperoleh
68 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 122 pohon dengan potensi pohon yang masuk
daftar IUCN/CITES adalah sebanyak 7 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 9 Pohon,
yaitu: Aglaia macrostigma, Aglaia malaccensis, Aquilaria microcarpa, Callophyllum soulatrii, Parashorea
lucida, Shorea acuminate, dan Syzygium dyerianum.
V.5.2.2.5. PSP Petai
PSP (permanent sampling plot) Petai berada pada kabupaten Kuantan Singingi berada pada
posisi 101.1904° BT; 0.32° LS. Kondisi lapangan Petai dapat dilihat pada Gambar 35
dibawah ini.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
108
Gambar 36. Foto kondisi PSP Petai
Kondisi hutan di PSP Petai merupakan hutan Sekunder dengan kondisi penutupan tajuk yang
rapat, hutan ini berada di dalam Cagar Alam bukit Rimbang Baling. Akan tetapi kondisi nya
telah mengalami gangguan dari aktifitas manusia (Perambahan hutan, Pembukaan lahan dan
Tambang).
Kondisi topografi plot contoh PSP adalah datar, dan dapat di akses dengan mudah
dikarenakan posisinya berdampingan dengan pos pemantau harimau WWF Indonesi. Gambar
di bawah ini adalah kondisi topografinya:
Gambar 37. Kondisi topografi di PSP Petai
Hasil pengukuran dan identifikasi jenis Pohon (Tabel. 32) diperoleh 178 pohon dan 98 jenis
pohon.
Tabel 32. Inventarisasi Jenis Pohon dalam Plot 60m x 60m di PSP Petai
No Jenis Pohon Jumlah No Jenis Pohon Jumlah
1 Aquilaria malaccensis 1 50 Macaranga triloba 5
2 Artocarpus elasticus 9 51 Macarangga gigantea 1
3 Artocarpus kemando 1 52 Macarangga triloba 1
4 Artocarpus nitidus 3 53 Madhuca motleyana 2
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
109
No Jenis Pohon Jumlah No Jenis Pohon Jumlah
5 Baringtonia 1 54 Medang Kuning 1
6 Bocaorea reticulata 1 55 Mynistica gigantea 2
7 Bouea 1 56 Myristica gigantea 4
8 Cananga odorata 1 57 Myristica iner 1
9 Cerbera 2 58 Myristica sp. 1
10 Cinamomum einerum 1 59 Neesia malayana 3
11 Dilennia alba 1 60 Nephelium cuspidatum 2
12 Dilennia excellsa 1 61 Nephelium incrasatum 2
13 Diospyros philosanthera 1 62 Nephelium meurroto 1
14 Docryodes 1 63 Nephelium sp. 1
15 Docryodes incurvata 1 64 Nephellium incrasatum 1
16 Ebenaceae 1 65 Nesia malayana 2
17 Elaeocarpus glaber Blume 1 66 Pentace floribunda 1
18 Elaeocarpus griffithii 2 67 Peronema 6
19 Garcinia bancana 2 68 Peronema canescens 2
20 Gironiera 1 69 Pimeleodendron griffitianum Hook.f 2
21 Gironniera subaequalis Planch 1 70 Polyanthia rumpii 1
22 Girroniera hirta 1 71 Pometia 1
23 Girroniera nervosa 6 72 Pometia pinnata 2
24 Gluta elegans 1 73 Pometia sp. 3
25 Gymnacranthera sp. 2 74 Pterospermum 3
26 Hopea Mengerawan 1 75 Pterospermum javanicum 2
27 Hopea merawan 1 76 Quercus 1
28 Hortieldia 1 77 Querqus sp. 1
29 Hortieldia brachiata 1 78 Ryparosa kunstleri 1
30 Irvingia malayana 1 79 Sandoricum beccarianum 1
31 Ixonantes tcosandra 1 80 Santiria apiculata 1
32 Ixora 6 81 Santiria rubiginosa 1
33 Kepayang 1 82 Santiria tomentosa 1
34 Knema latericia 1 83 Santria apiculata 1
35 Knema laurina 3 84 Scorpium morcodum 1
36 Knema orientalis 1 85 Shorea hypocra 3
37 Knema sp. 1 86 Shorea hypoleuca 1
38 Kompasia 1 87 Shorea parvi 1
39 Lithocarpus ewickii Korth 4 88 Shorea parvifolia 1
40 Lithocarpus lucidus 1 89 Shorea pauciflora 3
41 Lithocarpus sp. 1 90 Sonti rubiginosa 1
42 Lithocarpus wrayi King 2 91 Sterculia 1
43 Litsea costalis 4 92 Sterculia macrophyla 1
44 Litsea grandis 1 93 Strombosis javanica 1
45 Litsea pallidosa 1 94 Syzigium garcinifolium 1
46 Litsea robusta 2 95 Syzigium palembanicum 1
47 Litsea sp. 2 96 Syzigium rugosa 5
48 Macaranga gigantea 3 97 Syzygium khiahii 1
49 Macaranga hypoleuca 9 98 Syzygium spp. 1
Grand Total 178
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
110
Berdasarkann hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon di plot PSP Petai diperoleh 98
Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 178 pohon dengan potensi pohon yang masuk daftar
IUCN/CITES adalah sebanyak 3 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 5 Pohon, yaitu:
Hopea Mengerawan, Shorea hypocra dan Syzygium khiahii.
V.5.2.2.6. NPSP Sentajo – 1
NPSP (non-permanent sampling plot) Sentajo 1 berada pada kabupaten Kuantan Singingi
berada pada posisi 101.5733° BT - 0.48° LS. Kondisi lapangan NPSP Sentajo-1 dapat dilihat
pada Gambar 38 dibawah ini.
Gambar 38. Foto Kondisi NPSP Sentajo1
NPSP Sentajo-1 ini merupakan hutan dataran renah yang tersisa setelah hutan dataran rendah
di Taman Nasional Teso Nilo, keberadaan hutan sentajo-1 ini di lindung oleh kearifan lokal
masyarakat Sentajo dan juga pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi. Hutan ini masih dalam
kondisi yang sangat baik. Topografi dari NPSP Sentajo-1 ini mempunyai bentuk lahan dataran
(Gambar 39).
Gambar 39. Kondisi topografi NPSP Sentajo -1
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
111
Pengukuran dan identifikasi pohon dilakukan dalam ukuran plot 60m x 60m hasil identifikasi
tersebut disajikan pada tabel dibawah ini;
Tabel 33. Identifikasi Jenis Pohon di NPSP Sentajo-1
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Aglaia tomentosa 1 49 Litsea paludosa Kosterm 2
2 Aporosa sp 2 50 Litsea robusta Bl 1
3 Archydendron buballinum 3 51 Macaranga triloba 6
4 Artocarpus DM 1 52 Mesua nuda Kosterm 1
5 Artocarpus elasticus Reinw 3 53 Monocarpia marginalis Scheff 1
6 Artocarpus integra Merr 3 54 Myristica gigantea King 3
7 Artocarpus nitidus Miq 2 55 Myristica iners 3
8 Baccaurea pyriformis Gage 4 56 Nephelium cuspidatum Blume 8
9 Baccaurea reticulata Hook 4 57 Nephelium incufata 3
10 Baccaurea sumatrana Mull.Arg 4 58 Nephelium incurfata 1
11 Baringtonia reticulata Miq 3 59 Nephelium maingayi Hyern 4
12 Bouea oppositifolia Roxb 2 60 Ochanostachys amentacea Mast 4
13 Caleria artoporpurea 1 61 Palaquium hexandrum Engl 1
14 Callophyllum inophyloide 1 62 Palaquium samaram 2
15 Callophyllum pulcherimum Wall 4 63 Parashorea aptera Slooten 3
16 Callophyllum soulatrii Burm 1 64 Pentace triptera 3
17 Canarium apertum Lam 1 65 Pimeleodendron griffitianum Hook.f 13
18 Carallia sp 1 66 Polyalthia sumatrana Merr 2
19 Cotylelobium melanoxylon Slooten 2 67 Polyalthia xanthopetala Merr 2
20 Cratoxylum formosum Dyer 1 68 polyalthua xantopetala 1
21 Dacryodes incurvata Lam 12 69 Pternandra rostata Nayar 1
22 Dialium platysephalum Baker 5 70 Randia anisophylla Wall 1
23 Durio cf malaccensis Planch 7 71 Ryparosa 4
24 Dysoxylum acutangulum Miq 3 72 Ryparosa sp. 1
25 Endiandra 6 73 Santiria apiculata var ruba 1
26 Flacourtia rukam 1 74 Santiria laevigata 2
27 Ganua spp. 1 75 Santiria oblongifolia Blume 4
28 Garcinia parvifolia Planch 1 76 Santiria rubiginosa 2
29 Garcinia sp 1 77 Santiria rubiginosa var nana 8
30 Garcinia sumatrana Hk.f 1 78 Santiria tomentosa Blume 1
31 Girroniera nervosa Planch 3 79 Scapium macropodum Miq 1
32 Glochidion sp 1 80 Shore macrantha 1
33 Glutha aptera 1 81 Shorea acuminata Dyer 3
34 Gonystylus afinis 1 82 Shorea bracteolata 1
35 Gonystylus brunnescens Airy Shaw 1 83 Shorea johorensis Foxw 2
36 Gonystylus macrophyllus Miq 2 84 shorea macrantha 2
37 Horsfeldia brachiata King 1 85 Shorea macroptera Dyer ssp
macroptera 2
38 Hydnocarpus castanea Hk.f 3 86 Shorea ovalis 3
39 Hydnocarpus kastania 1 87 Sindora leocarpa 1
40 Hydnocarpus woodii Merr 1 88 Sindora walicii 1
41 Ixonanthes reticulata Jack 3 89 Strombosia javanica 10
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
112
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
42 Knema orientalis 1 90 Syzygium dyerianum King 1
43 Koompassia malaccensis Maingay 6 91 Syzygium garcinifolium King 1
44 Lithocarpus ewyckii Korth 1 92 Syzygium kiahii Hend 5
45 Lithocarpus lucidus Roxb 1 93 Syzygium napiforme 4
46 Lithocarpus wrayii 1 94 Syzygium palembanicum Miq 1
47 Litsea costalis Kosterm 2 95 Syzygium polyanthum Wight 1
48 Litsea grandis 1 96 Syzygium rugosa Korth 1
Grand Total 243
Berdasarkan hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon di plot NPSP Sentajo-1 diperoleh
96 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 243 pohon dengan potensi pohon yang masuk
daftar IUCN/CITES adalah sebanyak 12 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 26 Pohon,
yaitu: Aglaia tomentosa, Callophyllum soulatrii Burm, Gonystylus macrophyllus Miq,
Koompassia malaccensis Maingay, Mesua nuda Kosterm, Shore macrantha, Shorea
acuminata Dyer, Shorea bracteolate, Shorea johorensis Foxw, Shorea macrantha, Syzygium
dyerianum King dan Syzygium kiahii Hend
Dan terdapat 5 pohon dengan diameter lebih dari 70 cm, sehingga dilakukan pengambilan plot
kembali pada sisi kira dari plot contoh NPSP Sentajo-1.
V.5.2.2.7. NPSP Sentajo-2
NPSP (non-permanent sampling plot) Sentajo 1 berada pada kabupaten Kuantan Singingi
berada pada posisi 101.5727° BT - 0.48° LS. Kondisi lapangan NPSP Sentajo-2 dapat dilihat
pada Gambar 40 dibawah ini.
Gambar 40. Foto Kondisi NPSP Sentajo-2
NPSP Sentajo-2 memiliki karakteristik bentuk lahan dan kondisi hutan yang sama dengan
NPSP Sentajo-1, akan tetapi karena NPSP Sentajo-1 terdapat diameter lebih dari 70 cm
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
113
sehingga pengukuran dan identifikasi jenis pohon dilakukan berdampingan dengan plot
sebelumnya yaitu NPSP Sentajo-1. Topografi dari NPSP Sentajo-2 ini mempunyai bentuk
lahan dataran (Gambar 41).
Gambar 41. Kondisi topograsi di NPSP Sentajo-2
Pengukuran dan identifikasi pohon dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan
kembali pada blok hutan yang sama, hasil identifikasi tersebut disajikan pada tabel dibawah
ini;
Tabel 34. Identifikasi Jenis Pohon di plot NPSP Sentajo – 2
no Row Labels Jumlah. no Row Labels Jumlah
1 Archidendron ellipticum BL 1 37 Mezetia sp. 1
2 Artocarpus DM 1 38 Myristica iners 1
3 Artocarpus elasticus Reinw 1 39 Neesia malayana 2
4 Artocarpus integra Merr 5 40 Nephelium cuspidatum Blume 4
5 Artocarpus nitidus Miq 5 41 nephelium incurfata 2
6 Artocarpus rigidus Miq 1 42 Nephelium maingayi Hyern 4
7 Baccaurea sumatrana
Mull.Arg
1 43 Nephelium sp 2
8 Baringtonia reticulata 1 44 Ochanostachys amentacea
Mast
3
9 Baringtonia reticulata Miq 1 45 Palaquium samaram 2
10 Caleria artoporpurea 1 46 Parashorea aptera Slooten 1
11 Callophyllum javanicum 1 47 Pentace triptera 3
12 Callophyllum pulcherimum
Wall
4 48 Pimeleodendron griffitianum
Hook.f
11
13 Cananga odorata 1 49 Polyalthia rumphii BL 1
14 Coleostegia griffithii Benth 2 50 Polyalthia sumatrana Merr 2
15 Cratoxylum formosum Dyer 1 51 Polyalthia xanthopetala Merr 1
16 Dacryodes incurvata Lam 6 52 Ryparosa 1
17 Dialium platysephalum
Baker
5 53 Santiria apiculata var ruba 2
18 Diospyros pilosanthera var
oblonga
1 54 Santiria oblongifolia Blume 4
19 Durio cf malaccensis Planch 6 55 santiria rubiginosa 1
20 Dysoxylum acutangulum 2 56 Santiria rubiginosa var nana 6
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
114
no Row Labels Jumlah. no Row Labels Jumlah
Miq
21 Garcinia sumatrana Hk.f 1 57 Sarcotheca diversifolia Miq 1
22 Girroniera nervosa Planch 2 58 Scorodocarpus borneensis
Becc
3
23 Gonystyllus brunescen 1 59 Shorea acuminata Dyer 2
24 Gonystyllus macrophyllus 2 60 Shorea bractheolata 2
25 Horsfeldia brachiata 1 61 Shorea falcifera 2
26 Hydnocarpus castanea Hk.f 11 62 Shorea foxworthyi 1
27 Ixonanthes icosandra Jack 3 63 Shorea johorensis Foxw 4
28 Ixonanthes reticulata Jack 5 64 Shorea macroptera Dyer ssp
macroptera
4
29 Knema oriantalis 2 65 Shorea materialis 1
30 Koompassia malaccensis
Maingay
2 66 Shorea parvifolia 1
31 Lansium sp 6 67 shorea parvifolia ssp
parvifolia
1
32 Lithocarpus ewickii 1 68 Strombosia javanica 6
33 Litsea artocarpifolia Gamb 2 69 Syzygium dyerianum King 2
34 Litsea costalis Kosterm 5 70 Syzygium kiahii Hend 3
35 Litsea paludosa Kosterm 4 71 syzygium napiforme 1
36 Macaranga triloba 1 72 Syzygium polyanthum Wight 1
73 Syzygium rugosa Korth 2
Grand Total 187
Berdasarkann hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon di plot NPSP Sentajo-2 diperoleh
73 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 187 pohon dengan potensi pohon yang masuk
daftar IUCN/CITES adalah sebanyak 10 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 21 Pohon,
yaitu: Gonystyllus macrophyllus, Koompassia malaccensis Maingay, Shorea acuminata Dyer, Shorea
bractheolata, Shorea falcifera, Shorea foxworthyi, Shorea johorensis Foxw dan Shorea materialis.
V.5.2.2.8. NPSP Guruh Gemurai
NPSP (non-permanent sampling plot) Guruh gemurai/bukit Batabuh berada pada kabupaten
Kuantan Singingi berada pada posisi 101.4178° BT - 0.67° LS. Kondisi lapangan NPSP
Guruh gemurai dapat dilihat pada Gambar 40 dibawah ini.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
115
Gambar 42. Foto Kondisi hutan di NPSP Guruh Gemurai/bukit Batabuh.
Guruh Gemurai merupakan kawasan wisata alam yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi
dengan luas kurang dari 100 Ha. Hutan ini dijaga oleh masyarakat sekitar di karenakan hutan
ini memiliki pohon yang besar dan dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Dan hutan ini
juga menjadi pelindung bagi wisatawan yang berada di dekat air terjun dari panasnya sinar
matahari.
Kondisi topografi dari NPSP Guruh Gemurai ini disajikan pada gambar dibawah ini:
Gambar 43. Kondisi topografi di lokasi NPSP Guruh Gemurai/Bukit Batabuh
Sedangkan hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon yang berada didalam plot contoh
NPSP Gurauh Gemurai disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 35. Identifikasi Jenis Pohon di NPSP Guruh gemurai/Bukit Batabuh
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Archidendron elipticum 3 47 Mangifera spp. 1
2 artcarpus integra 1 48 mezetia 1
3 Artocarpus elasticus Reinw 4 49 Monocarpia marginalis Scheff 4
4 Artocarpus integra Merr 5 50 Myristica gigantea King 7
5 artocarpus kemando 1 51 myristica iners 1
6 Artocarpus rigidus Miq 2 52 Nephelium cuspidatum Blume 4
(m)
(m)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
116
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
7 Baccaurea pyriformis Gage 2 53 Nephelium incurfata 4
8 Baccaurea reticulata Hook 3 54 Nephelium maingayi Hyern 3
9 Baccaurea sumatrana Mull.Arg 3 55 Nephelium sp 2
10 Baringtonia reticulata Miq 3 56 Ochanostachys amentacea Mast 12
11 Bouea oppositifolia Roxb 6 57 Palaquium burckii 1
12 Callophyllum hossei 1 58 Palaquium hexandrum Engl 4
13 callophyllum incrasatum 1 59 Palaquium obovatum Engl 1
14 Callophyllum pulcherimum Wall 1 60 Palaquium samaram 1
15 Callophyllum soulatrii Burm 2 61 Parashorea aptera Slooten 3
16 Canarium apertum Lam 4 62 Pentace triptera 1
17 caralia artoporpurea 3 63 Pimeleodendron griffitianum
Hook.f 17
18 Coleostegia griffithii Benth 1 64 Polyalthia rumphii BL 4
19 Cratoxylum formosum Dyer 2 65 Polyalthia sumatrana Merr 1
20 Cyathocalyx carinatus 1 66 Polyalthia xanthopetala Merr 1
21 Dacryodes incurvata Lam 4 67 Pouteria malaccensis Baehni 1
22 Dehaasia cuneata BL 4 68 Rhodamnia cinerea 1
23 Dialium platysephalum Baker 6 69 ryparosa 1
24 Dillenia reticulata 1 70 Sandoricum beccarianum Bailon 3
25 Diospyros rumphii 1 71 Santiria apiculata var ruba 4
26 Durio cf malaccensis Planch 6 72 santiria rubiginosa 6
27 Dysoxylum acutangulum Miq 1 73 Santiria rubiginosa var nana 1
28 Garcinia parvifolia Planch 1 74 Sarcotheca diversifolia Miq 2
29 girroniera hirta 1 75 Scapium macropodum Miq 1
30 Girroniera nervosa Planch 4 76 Scorodocarpus borneensis Becc 1
31 Glutha pubescen 3 77 Shorea acuminata Dyer 2
32 Gonystyllus brunescen 1 78 Shorea leprosula Miq 1
33 Heritieria spp. 1 79 Shorea macroptera Dyer ssp
macroptera 2
34 Horsfeldia brachiata King 6 80 shorea parvifolia 1
35 Irvingia malayana Oliv 1 81 shorea parvifolia ssp parvifolia 1
36 Kayea spp. 1 82 Sindora leocarpa 2
37 Knema latericia Elmer 7 83 Sterculia macrophylla Vent 4
38 Koompassia malaccensis
Maingay 9 84 Strebolus elongatus 2
39 Lithocarpus cyclophorus Endl 4 85 strombosia javanica 10
40 Lithocarpus ewyckii Korth 5 86 Swintonia floribunda var
floribunda 1
41 Lithocarpus lucidus Roxb 4 87 Syzygium dyerianum King 4
42 lithocarpus sp 1 88 Syzygium fastigatum Blume 1
43 lithocarpus wrayii 2 89 Syzygium kiahii Hend 1
44 Litsea costalis Kosterm 4 90 syzygium lineata 2
45 Litsea lanceolata 1 91 Syzygium polyanthum Wight 5
46 Litsea paludosa Kosterm 3 92 Terminalia spp. 1
Grand Total 265
Berdasarkan hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon di plot NPSP Guruh Gemurai
diperoleh 92 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 265 pohon dengan potensi pohon yang
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
117
masuk daftar IUCN/CITES adalah sebanyak 6 Jenis Pohon dan jumlah pohon sebanyak 19
Pohon, yaitu: Callophyllum soulatrii Burm, Koompassia malaccensis Maingay, Shorea
acuminata Dyer, Shorea leprosula Miq, Syzygium dyerianum King, dan Syzygium kiahii
Hend.
V.5.2.2.9. NPSP Sungai Cengar
NPSP (non-permanent sampling plot) Sungai Cengar berada pada kabupaten Kuantan
Singingi berada pada posisi 101. 5037° BT - 0. 74° LS. Kondisi lapangan NPSP Guruh
gemurai dapat dilihat pada Gambar 44 dibawah ini.
Gambar 44. Foto Kondisi hutan di NPSP Sungai Cengar
Sungai cengar merupakan kawasan hutan produksi dengan kondisi hutan yang masih cukup
baik, dan lokasi Sungai Cengar ini terancam akan terambah oleh masyarakat untuk dijadikan
lahan perkebunan sawit atau karet.
Topografi lokasi plot memiliki kondisi lahan yang datar hingga berbukit dengan ketinggian
lokasi dari permukaan laut setinggi 160 – 170 m dpl. Gambar 44 menyajikan pola topografi
lokasi plot.
Gambar 45. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Cengar
Inventarisasi dan pengukuran jenis pohon pada lokasi plot disajikan pada Tabel 36 dalam
ukuran plot sebesar 60 x 60 m.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
118
Tabel 36. Identifikasi Jenis Pohon di plot NPSP Sungai Cengar
No Jenis Pohon Jumlah
1 Anisoptera costata 7
2 Artocarpus integra 2
3 Calophyllum soulattri 2
4 Dialium maingayi 7
5 Diospyros macrophylla 4
6 Dyera costulata 1
7 Garcinia mallacensis 1
8 Gluta aptera 6
9 Irvingia malayana 4
10 Knema sp 1
11 Koompassia malaccensis 2
12 Litsea firma 12
13 Mangifera quadrifida Jack 1
14 Nephelium maingayi 5
15 Ochanostachys amentacea 8
16 Palaquium microphyllum 26
17 Pongamia pinnata 2
18 Quercus sp 5
19 Santalum album 1
20 Santiria tomentosa 6
21 Scaphium macropodum 10
22 Shorea acuminatissima (meranti Kuning) 3
23 Shorea johorensis (Meranti Merah terang) 7
24 Shorea kunstleri (Balau Merah) 3
25 Shorea lamellate (Meranti Putih) 4
26 Sindhora wallichii 10
27 Sloetia elongata 8
28 Syzygium kiahii 6
29 Syzygum lineata 27
Grand Total 181
Hasil identifikasi dang pengukuran jenis pohon di plot NPSP Sebrang Cengar diperoleh 29
jenis pohon dengan jumlah pohon sebanyak 181 pohon, pada lokasi ini pohon yang ada lebih
seragam dibandingkan dengan lokasi plot lainnya. NPSP Sebrang Cengar juga teridentifikasi
memiliki jenis pohon yang masuk ke dalam daftar IUCN/CITES sebanyak 8 Jenis Pohon yang
terdiri dari: Anisoptera costata, Koompassia malaccensis, Ochanostachys amentacea, Santalum
album, Shorea acuminatissima (meranti Kuning), Shorea johorensis (Meranti Merah terang), Shorea
kunstleri (Balau Merah), Shorea lamellate (Meranti Putih) dengan total pohon sebanyak 35 pohon .
hal ini menunjukkan bahwa lokasi NPSP Sebrang Cengar merupakan lokasi yang sesuai dengan pohon
bernilai ekonomis.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
119
V.5.2.2.10. PSP Pemayungan
PSP (permanent sampling plot) Pemayungan berada pada kabupaten Tebo berada pada posisi
101. 3178° BT - 0. 99° LS. Kondisi lapangan PSP Pemayungan dapat dilihat pada Gambar 45
dibawah ini.
Gambar 46. Foto Lokasi PSP Pemayungan
Lokasi plot contoh di Pemayungan merupakan sebagian dari kawasan hutan yang masih
dijaga oleh masyarakat setempat dan kondisinya masih relatif baik, Desa Pemayunga masih
secara proaktif melakukan pengawasan pada lokasi ini sehingga dipilih untuk menjadi Plot
Permanen pengukuran karbon di Kabupaten Tebo.
Kodisi topografi dari lokasi plot (Gambar 47) datar hingga berbukit dengan tutupan kanopi
hutan relatif rapat
Gambar 47. Kondisi topografi di lokasi PSP Pemayungan
Hasil identifikasi dan pengukuran jenis pohon yang ada di PSP Pemayungan disajikan pada
Tabel 37.
Tabel 37. Identifikasi Jenis Pohon di PSP Pemayungan
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
120
No. Jenis Pohon Jumlah No. Jenis Pohon Jumlah
1 Actinodaphne glabra 1 40 Litsea firma 1
2 Actinodaphne macrophylla 3 41 Litsea grandis 1
3 Aglaia glabriflora 2 42 Litsea odorata 1
4 Aglaia malaccensis 1 43 Litsea robusta 1
5 Aglaia rubescens 1 44 Litsea sp 1
6 Aglaia sp 1 45 Macaranga triloba 1
7 Alseodaphne nigrensis 2 46 Mangifera sp 1
8 Alseodaphne sp 1 47 Melicope sp 1
9 Aporosa frutescens 1 48 Monocarpia marginalis 1
10 Archidendron bubalinum 1 49 Myristica gigantea 1
11 Baccaurea reticulata 1 50 Nauclea officinalis 3
12 Bhesa paniculata 2 51 Nephelium cuspidatum 9
13 Blumeodendron sp 4 52 Nephelium cuspidatum ssp eriopetalum 1
14 Cananga odorata 9 53 Nephelium laurimum 5
15 Carallia sp 1 54 Nephelium uncrinatum 4
16 Chisocheton sp 1 55 Ochanostachys amentacea 1
17 Cleistanthus myrianthus 2 56 Parinari sp 2
18 Cryptocarya sp 1 57 Pellacalyx axillaris 1
19 Cryptocarya teysmanniana 1 58 Pellacalyx axillaris 1
20 Cyathocalyx carinatus 3 59 Pertusadina eurhyncha 1
21 Dacryodes incurvata 1 60 Polyalthia sumatrana 2
22 Dillenia albifrost 1 61 Polyalthia xanthopetala 1
23 Dillenia indica 5 62 Pometia pinnata 5
24 Dillenia obovata 1 63 Pternandra rostata 1
25 Diospyros rumphii 1 64 Pterospermum diversifolium 2
26 Diplospora kunstleri 1 65 Pterospermum javanicum 7
27 Durio zibethinus 1 66 Quercus sp 1
28 Endospermum diadenum 1 67 Santiria rubiginosa var nana 1
29 Eudia glabra 1 68 Santiria tomentosa 1
30 Garcinia cuspidata 2 69 Shorea acuminata 2
31 Girroniera nervosa 6 70 Shorea leprosula 1
32 Knema cinerea var sumatrana 1 71 Shorea parvifolia Dyer ssp parvifolia 2
33 Knema hookeriana 1 72 Sp 1 1
34 Knema latericia 1 73 Sterculia macrophylla 2
35 Knema sp 1 74 Strombosia javanica 1
36 Lansium sp 2 75 Syzygium napiforme 1
37 Lithocarpus cyclophorus 1 76 Syzygium dyerianum 1
38 Lithocarpus ewyckii 2 77 Syzygium fastigatum 1
39 Litsea costalis 2 Grand Total 142
Berdasarkan hasil pengukuran dan identifikasi jenis pohon diperoleh 77 jenis pohon dan
jumlah pohon sebanyak 142 pohon. Untuk kategori IUCN/CITES terdapat 3 Jenis dengan
jumlah pohon 4 pohon, yaitu : Aglaia malaccensis, Shorea acuminata, dan Syzygium
dyerianum.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
121
V.5.2.2.11. NPSP Dusun Simambu
NPSP (non-permanent sampling plot) Dusun Simambu berada pada kabupaten KTebo berada
pada posisi 101. 4147° BT - 0. 13° LS. Kondisi lapangan NPSP Dusun Simambu dapat dilihat
pada Gambar 44 dibawah ini.
Gambar 48. Kondisi topografi di lokasi NPSP Dusun Simambu
V.5.2.2.12. NPSP Sungai Karang
NPSP (non-permanent sampling plot) Sungai Karang berada pada kabupaten Tebo berada
pada posisi 101. 1983° BT - 1.01° LS. Kondisi lapangan NPSP Sungai Karang dapat dilihat
pada Gambar 44 dibawah ini.
Gambar 49. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Karang
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
122
V.5.2.2.13. NPSP Sungai Abang
NPSP (non-permanent sampling plot) Sungai Abang berada pada kabupaten Tebo berada pada
posisi 101. 0489° BT - 0.93° LS. Kondisi lapangan NPSP Sungai Karang dapat dilihat pada
Gambar 44 dibawah ini.
Gambar 50. Kondisi topografi di lokasi NPSP Sungai Abang
V.5.2.3. Perhitungan cadangan Karbon
Hasil perhitungan total cadangan karbon pool untuk keseluruhan plot disajikan pada Tabel 38.
Hasil total karbon total terendah berada pada plot PSP Petai (Kab. Kuansing), NPSP Sungai
karang (Kab. Tebo), sedangkan nilai tertinggi berada di plot NPSP Guruh Gemurai/Bukit
Batabuh dan NPSP Sungai Cengar.
Ditingkat Kabupaten, Kabupaten Dharmasraya memiliki cadangan karbon yang terendah
sebesar 112.21 dan tertinggi berada pada Kabupaten Kuantan Singingi. Secara keseluruhan
pada bentang lahan 3 kabupaten di rimba memiliki cadangan karbon sebesar 153.77 Ton/Ha
dalam ukuran plot 60 m x 60 m.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
123
Tabel 38. Total cadangan karbon pool per plot contoh untuk penutupan lahan Hutan.
V.5.3. Verifikasi Penutupan Lahan
Verifikasi penutupan lahan dilakukan dengan mempergunakan informasi dari lapangan,
informasi yang diambil merupakan informasi penutupan lahan. Informasi penutupan lahan
tersebut dihubungkan dengan data posisi koordinat yang diperoleh dari alat penentu posisi
(GPS/global position system). Berikut adalah hasil dari pengambilan titik dilapangan dan
dipergunakan untuk memverifikasi informasi yang dipetak dan informasi dilapangan.
Verifikasi dilakukan pada penutupan lahan hasil interpretasi citra yang memiliki
ketidakpastian penutupan lahan antara penutupan lahan kebun campur dengan sawit muda,
sawit muda dengan semak belukar, sawah dengan perairan/rawa, pemukiman dengan lahan
terbuka dan lain sebagainya. Sehingga verifikasi di lakukan dengan fokus pada lokasi-lokasi
tersebut.
Tabel 39. Uji Kesesuaian Klasifikasi
Ak
asia
Are
a
Pem
ban
gu
nan
Hu
tan
Lah
an
Ker
ing
Keb
un
Cam
pu
r
Lah
an
Ter
bu
ka
Per
aira
n
Co
kla
t d
an
Pin
ang
Kar
et
Saw
it
Per
tan
ian
lah
an k
erin
g
Sem
ak
Bel
uk
ar
Saw
ah
Gra
nd
To
tal
Akasia 10 1 11
Belukar 2 2
campur 1 1
Coklat,
Kelapa,
Pinang 1 1
hutan 8 1 2 1 12
Hutan
Sekunder 4 4
Hutan
semak 2 2
No Kabupaten Plot X Y Cabg Cbgb Cserasah Cnecromasa Ctanah Cplot Cave/kab
1 PSP Pemayungan 102.32 -0.99 122.98 24.37 0.21 0.22 0.00 147.78
2 Non-PSP Dusuns imambu 102.41 -1.13 128.93 19.99 0.27 0.64 0.00 149.83
3 Non-PSP Sungaikarang 102.20 -1.01 74.60 11.95 0.29 0.44 0.00 87.28
4 Non-PSP Sungaiabang 102.05 -0.93 90.88 18.65 0.14 0.96 0.00 110.63
5 PSP Petai - Rimbang 101.19 -0.32 67.03 14.25 0.25 0.30 0.00 81.83
6 Non-PSP Sentajo1 101.57 -0.48 166.72 31.88 0.27 0.59 0.00 199.46
7 Non-PSP Sentajo2 101.57 -0.48 135.70 26.58 1.52 0.38 0.00 164.18
8 Non-PSP Bk. Batabuh 101.42 -0.67 332.81 58.73 0.26 1.34 0.00 393.13
9 Non-PSP S. Cengar 101.50 -0.74 180.56 34.21 0.24 1.04 0.00 216.05
10 Non-PSP Timpeh 101.60 -0.87 97.18 14.78 0.29 0.71 0.00 112.96 112.21
11 Non-PSP Kp. Surau 101.51 -0.88 92.11 14.91 0.30 0.20 0.00 107.52
12 PSP Bkt Selas ih 101.54 -0.94 91.76 14.08 0.34 1.40 0.00 107.59
13 Non-PSP Lubuk Karak 101.23 -0.94 103.85 16.23 0.34 0.37 0.00 120.79
153.77
KABUPATEN
TEBO
KABUPATEN
KUANTAN
SINGINGI
KABUPATEN
DHARMASRAYA
RATA-RATA CADANGAN KARBON TOTAL
123.88
210.93
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
124
Karet 1 1 2 14 3 21
karet
campur
semak 1 1
Karet,
Belukar 7 1 8
Karet/sawit
muda 1 1
Kebun
Campur 1 1 1 2 5
Kebun
Campur/Pe
mukiman 1 15 16
kelapa
coklat 5 5
lahan
terbuka 5 5
Pabrik 1 1
Pemukiman 3 2 1 6
pemukiman/
karet 2 2
pemukiman/
sawit 1 1
sawah 1 9 10
sawit 1 18 1 1 21
sawit muda 1 1
sawit muda/
belukar 23 1 24
sawit/karet 1 1
sawit/
semak 1 1
sawit+
semak 1 1
Semak
Belukar 1 1
semak
belukar/
sawit muda 1 1
tambang 5 15 20
Grand Total 11 12 12 16 24 1 6 24 52 3 16 177
Jumlah yang sesuai = 167
Jumlah Total = 177
Kesesuaian Klasifikasi = 94.4 %
Hasil analisis menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh dari analsis klasifikasi citra
satelit dan hasil survey lapangan menunjukan kesesuaian informasi penutupan lahan hasil
interpretasi citra dengan informasi penutupan lahan hasil survey lapangan pada penutupan
lahan yang memiliki ketidakpastian informasi dapat diminimalisi.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
125
Kesesuaian Klasifikasi sebesar 94.4 % merupakan nilai kesesuaian klasifikasi pada area yang
memiliki kekeliruan dalam proses klasifikasi sebagai contoh antara semak dengan sawit
muda, antara sawah dengan perairan, antara semak dengan ladang, dan lain-lain, sehingga
nilai kesesuaian klasifikasi ini meningkatkan nilai kesesuaian hasil klasifikasi.
V.6. CADANGAN KARBON PER KABUPATEN PRIORITAS
hasil pengukuran lapangan dan hasil analisis menghasilkan cadangan karbon pada plot PSP
Petai sebesar 81.83 Ton/ha, NPSP Sentajo-1 sebesar 199.46 Ton/Ha, NPSP Sentajo-2 sebesar
164.18 Tonn/Ha, NPSP Bukit Batabuh sebesar 393.13 Ton/Ha dan NPSP Sungai Cengar
sebesar 216.05 Ton /Ha. (Tabel 28)
Total karbon per plot contoh yang besar menunjukkan bahwa kondisi hutan di Kabupaten
Kuansing masih memiliki kondisi hutan yang relatif bagus dan apabila dirata-ratakan maka
total cadangan karbon perplot di Kabupaten Kuantan Singingi adalah 210.93 Ton/Ha.
Cadangan karbon pada plot PSP Bukit Selasih sebesar 107.59 Ton/ha, NPSP Lubuk Karak
sebesar 120.79 Ton/Ha, NPSP Kp. Surau sebesar 107.52 Tonn/Ha, NPSP Timpeh sebesar
112.96 Ton/Ha dan rata-rata cadangan karbon Kabupaten Dharmas raya sebesar 112.21.
cadangan karbon pada plot PSP Pemayongan sebesar 147.78 Ton/ha, NPSP Simambu sebesar
149.83 Ton/Ha, NPSP Sungai Karang sebesar 87.28 Ton/Ha, NPSP Sungai Abang sebesar
110.63 Ton/Ha dan rata-rata cadangan karbon Kabupaten Tebo sebesar 123.88.
V.6.1. Kabupaten Dharmasraya
a. Cadangan Karbon
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
126
Gambar 51. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten Dharmasraya
Tabel 40. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Dharmasraya
PENUTUPAN LAHAN 2008 C_tot/Ha Ha Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 13.05 835.20
Area Pembangunan 5.00 1,783.71 8,916.57
Hutan Lahan Kering 112.00 89,663.31 10,042,191.09
Kebun Campur 30.00 35,516.52 1,065,495.60
Ladang 10.00 1,659.69 16,595.06
Lahan Terbuka 2.00 22,435.11 44,870.22
Pemukiman 1.00 4.68 4.68
Perairan - 2,460.42 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 113.00 36,454.32 4,119,338.16
Perkebunan Sawit 68.00 89,294.13 6,071,901.62
Pertanian lahan kering 10.00 39.87 398.66
Rawa - 816.12 -
Sawah 2.00 897.12 1,794.24
Semak Belukar 30.00 20,750.67 622,520.10
TOTAL 446.99 301,788.72 21,994,861.20
Tabel 41. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Dharmasraya
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
127
PENUTUPAN LAHAN 2013 C_tot/Ha Ha Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 7,872.30 503,827.20
Area Pembangunan 5.00 2,288.88 11,441.86
Hutan Lahan Kering 112.00 53,153.28 5,953,108.30
Kebun Campur 30.00 3,099.15 92,974.50
Ladang 10.00 0.27 2.70
Lahan Terbuka 2.00 13,584.78 27,169.56
Pemukiman 1.00 4.68 4.68
Perairan - 1,636.20 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 113.00 41,346.99 4,672,209.87
Perkebunan Sawit 68.00 130,245.75 8,856,566.28
Pertanian lahan kering 10.00 12,929.22 129,277.83
Rawa - 11.70 -
Sawah 2.00 3,651.57 7,303.14
Semak Belukar 30.00 31,963.95 958,918.50
TOTAL 446.99 301,788.72 21,212,804.42
b. Valuasi Ekonomi
Gambar 52. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten
Dharmasraya
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
128
Tabel 42. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten
Dharmasraya
PENUTUPAN LAHAN
2008
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 13.05 4,176.00
Area Pembangunan 25.00 1,783.71 44,592.75
Hutan Lahan Kering 560.00 89,663.31 50,211,453.60
Kebun Campur 150.00 35,516.52 5,327,478.00
Ladang 50.00 1,659.69 82,984.50
Lahan Terbuka 10.00 22,435.11 224,351.10
Pemukiman 5.00 4.68 23.40
Perairan - 2,460.42 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 565.00 36,454.32 20,596,650.30
Perkebunan Sawit 340.00 89,294.13 30,359,904.98
Pertanian lahan kering 50.00 39.87 1,993.50
Rawa - 816.12 -
Sawah 10.00 897.12 8,971.20
Semak Belukar 150.00 20,750.67 3,112,600.50
Total 2,235.00 301,788.72 109,975,179.83
Tabel 43. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten
Dharmasraya
PENUTUPAN LAHAN
2013
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 7,872.30 2,519,136.00
Area Pembangunan 25.00 2,288.88 57,222.00
Hutan Lahan Kering 560.00 53,153.28 29,765,836.80
Kebun Campur 150.00 3,099.15 464,872.50
Ladang 50.00 0.27 13.50
Lahan Terbuka 10.00 13,584.78 135,847.80
Pemukiman 5.00 4.68 23.40
Perairan - 1,636.20 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 565.00 41,346.99 23,361,003.41
Perkebunan Sawit 340.00 130,245.75 44,283,410.28
Pertanian lahan kering 50.00 12,929.22 646,461.00
Rawa - 11.70 -
Sawah 10.00 3,651.57 36,515.70
Semak Belukar 150.00 31,963.95 4,794,592.50
Total 2,235.00 301,788.72 106,064,934.89
V.6.2. Kabupaten Kuantan Singingi
a. Cadangan Karbon
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
129
Gambar 53. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten Kuantan
Singingi
Tabel 44. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Kuantan Singingi
PENUTUPAN LAHAN
2008 C_tot/Ha Ha
Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 30,905.82 1,977,972.48
Area Pembangunan 5.00 5,662.44 28,305.91
Hutan Lahan Kering 210.00 150,259.14 31,554,252.45
Kebun Campur 30.00 35,737.83 1,072,134.90
Ladang 10.00 7,499.34 74,985.07
Lahan Terbuka 2.00 32,326.47 64,652.94
Pemukiman 1.00 6.84 6.84
Perairan - 3,801.06 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 113.00 2,741.49 309,788.37
Perkebunan Karet 113.00 33,308.55 3,763,866.15
Perkebunan Sawit 68.00 182,472.12 12,407,901.41
Pertanian lahan kering 10.00 73.80 737.92
Rawa - 1,480.59 -
Sawah 2.00 2,894.31 5,788.62
Semak Belukar 30.00 33,997.95 1,019,938.50
TOTAL 657.99 523,167.75 52,280,331.55
Tabel 45. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Kuantan Singingi
PENUTUPAN LAHAN
2013 C_tot/Ha Ha
Jumlah C_tot
(Ton)
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
130
Akasia 64.00 59,631.57 3,816,420.48
Area Pembangunan 5.00 6,748.47 33,734.85
Hutan Lahan Kering 210.00 85,512.96 17,957,626.59
Kebun Campur 30.00 7,391.70 221,751.00
Ladang 10.00 189.72 1,896.99
Lahan Terbuka 2.00 25,945.74 51,891.48
Pemukiman 1.00 6.84 6.84
Perairan - 4,571.28 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 113.00 2,759.85 311,863.05
Perkebunan Karet 113.00 40,561.65 4,583,466.45
Perkebunan Sawit 68.00 222,223.14 15,110,926.61
Pertanian lahan kering 10.00 23,272.02 232,694.34
Rawa - 2,110.77 -
Sawah 2.00 2,804.49 5,608.98
Semak Belukar 30.00 39,437.55 1,183,126.50
TOTAL 657.99 523,167.75 43,511,014.15
b. Valuasi Ekonomi
Gambar 54. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten Kuantan
Singingi
Tabel 46. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Kuantan
Singingi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
131
PENUTUPAN LAHAN
2008
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 30,905.82 9,889,862.40
Area Pembangunan 25.00 5,662.44 141,561.00
Hutan Lahan Kering 1,050.00 150,259.14 157,772,097.00
Kebun Campur 150.00 35,737.83 5,360,674.50
Ladang 50.00 7,499.34 374,967.00
Lahan Terbuka 10.00 32,326.47 323,264.70
Pemukiman 5.00 6.84 34.20
Perairan - 3,801.06 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 565.00 2,741.49 1,548,938.80
Perkebunan Karet 565.00 33,308.55 18,819,293.74
Perkebunan Sawit 340.00 182,472.12 62,040,318.05
Pertanian lahan kering 50.00 73.80 3,690.00
Rawa - 1,480.59 -
Sawah 10.00 2,894.31 28,943.10
Semak Belukar 150.00 33,997.95 5,099,692.50
Total 3,290.00 523,167.75 261,403,337.00
Tabel 47. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Kuantan
Singingi
PENUTUPAN LAHAN
2013
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 59,631.57 19,082,102.40
Area Pembangunan 25.00 6,748.47 168,711.75
Hutan Lahan Kering 1,050.00 85,512.96 89,788,608.00
Kebun Campur 150.00 7,391.70 1,108,755.00
Ladang 50.00 189.72 9,486.00
Lahan Terbuka 10.00 25,945.74 259,457.40
Pemukiman 5.00 6.84 34.20
Perairan - 4,571.28 -
Perkebunan Coklat dan Pinang 565.00 2,759.85 1,559,312.18
Perkebunan Karet 565.00 40,561.65 22,917,287.18
Perkebunan Sawit 338.89 222,223.14 75,308,953.00
Pertanian lahan kering 50.00 23,272.02 1,163,601.00
Rawa - 2,110.77 -
Sawah 10.00 2,804.49 28,044.90
Semak Belukar 150.00 39,437.55 5,915,632.50
Total 3,288.89 523,167.75 217,309,985.52
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
132
V.6.3. Kabupaten Tebo
a. Cadangan Karbon
Gambar 55. Peta Pendugaan Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten Tebo
Tabel 48. Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Tebo
PENUTUPAN LAHAN
2008 C_tot/Ha Ha
Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 7.56 483.84
Area Pembangunan 5.00 4,236.21 21,176.34
Hutan Lahan Kering 123.00 181,899.09 22,373,385.96
Kebun Campur 30.00 29,177.01 875,310.30
Ladang 10.00 186.75 1,867.29
Lahan Terbuka 2.00 69,573.33 139,146.66
Pemukiman 1.00 35.82 35.82
Perairan - 6,940.71 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 113.00 184,269.78 20,822,485.14
Perkebunan Sawit 68.00 89,812.08 6,107,121.65
Pertanian lahan kering 10.00 240.03 2,400.03
Rawa - 301.95 -
Sawah 2.00 141.12 282.24
Semak Belukar 30.00 39,790.26 1,193,707.80
TOTAL 457.99 606,611.70 51,537,403.08
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
133
Tabel 49. Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Tebo
PENUTUPAN LAHAN
2013 C_tot/Ha Ha
Jumlah C_tot
(Ton)
Akasia 64.00 8,728.20 558,604.80
Area Pembangunan 5.00 4,939.92 24,694.11
Hutan Lahan Kering 123.00 87,949.80 10,817,727.68
Kebun Campur 30.00 8,253.18 247,595.40
Ladang 10.00 0.72 7.20
Lahan Terbuka 2.00 41,756.67 83,513.34
Pemukiman 1.00 35.82 35.82
Perairan - 6,354.81 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 113.00 153,703.62 17,368,509.06
Perkebunan Sawit 68.00 203,194.08 13,816,971.67
Pertanian lahan kering 10.00 48,454.02 484,486.36
Rawa - 7.92 -
Sawah 2.00 1,150.74 2,301.48
Semak Belukar 30.00 42,082.20 1,262,466.00
TOTAL 457.99 606,611.70 44,666,912.92
b. Valuasi Ekonomi
Gambar 56. Peta Pendugaan Valuasi Ekonomi Cadangan Karbon Tahun 2008 dan 2013 di Kabupaten Tebo
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
134
Tabel 50. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2008 di Kabupaten Tebo
PENUTUPAN LAHAN
2008
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 7.56 2,419.20
Area Pembangunan 25.00 4,236.21 105,905.25
Hutan Lahan Kering 615.00 181,899.09 111,867,738.24
Kebun Campur 150.00 29,177.01 4,376,551.50
Ladang 50.00 186.75 9,337.50
Lahan Terbuka 10.00 69,573.33 695,733.30
Pemukiman 5.00 35.82 179.10
Perairan - 6,940.71 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 565.00 184,269.78 104,112,220.96
Perkebunan Sawit 340.00 89,812.08 30,536,007.41
Pertanian lahan kering 50.00 240.03 12,001.50
Rawa - 301.95 -
Sawah 10.00 141.12 1,411.20
Semak Belukar 150.00 39,790.26 5,968,539.00
Total 2,290.00 606,611.70 257,688,044.15
Tabel 51. Valuasi ekonomi dari Karbon total per penutupan lahan tahun 2013 di Kabupaten Tebo
PENUTUPAN LAHAN
2013
Valuestorage/ha
($) ha
Total Valuestorage
($)
Akasia 320.00 8,728.20 2,793,024.00
Area Pembangunan 25.00 4,939.92 123,498.00
Hutan Lahan Kering 615.00 87,949.80 54,089,029.28
Kebun Campur 150.00 8,253.18 1,237,977.00
Ladang 50.00 0.72 36.00
Lahan Terbuka 10.00 41,756.67 417,566.70
Pemukiman 5.00 35.82 179.10
Perairan - 6,354.81 -
Perkebunan Coklat dan Pinang - - -
Perkebunan Karet 565.00 153,703.62 86,842,374.52
Perkebunan Sawit 340.00 203,194.08 69,085,761.43
Pertanian lahan kering 50.00 48,454.02 2,422,701.00
Rawa - 7.92 -
Sawah 10.00 1,150.74 11,507.40
Semak Belukar 150.00 42,082.20 6,312,330.00
Total 2,290.00 606,611.70 223,335,984.43
Tabel 52. Estimasi Karbon tersimpan per kabupaten
No. Kabupaten Estimasi Karbon Tersimpan (ton)
Sekuestrasi Karbon (ton) Th. 2008 Th. 2013
1. Dharmasraya 19,673,100 17,408,600 -2,264,470
2. Tebo 41,895,000 29,980,400 -11,914,700
3. Kuantan Singingi 49,683,800 38,972,800 -10,711,000
Total 111,251,900 86,361,800 -24,890,170
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
135
Tabel 53. Estimasi Valuasi Ekonomi Karbon per kabupaten
No. Kabupaten Valuasi Ekonomi ($) Kehilangan
Valuasi Ekonomi ($) Th. 2008 Th. 2013
1 Dharmasraya 109,975,179.83 106,064,934.89 -3,910,244.94
2 Tebo 257,688,044.15 223,335,984.43 -34,352,059.72
3 Kuantan Singingi 261,403,337.00 217,309,985.52 -44,093,351.48
Total 629,066,560.98 546,710,904.84 -82,355,656.14
V.7. SKENARIO PENUTUPAN LAHAN, KARBON DAN PERENCANAAN
RUANG KABUPATEN
V.7.1. Kabupaten Dharmasraya
Perencanaan ruang Kabupaten Dharmasraya telah diputuskan dengan Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2012 (tanggal 19 Oktober 2012) tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten
Dharmasraya tahun 2011 – 2031. Ruang Kabupaten Dharmasraya merupakan satu kesatuan
ruang dengan cakupan luas sebesar 302.599 Hektar atau 3.025,99 Km 2 yang terdiri atas 11
Kecamatan yang meliputi komponen ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.15
Kawasan lindung terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat,
kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam,
kawasan lindung geologi dan kawasan lndung lainnya. Kawasan budidaya terdiri atas
kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan
pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan
peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman dan
kawasan peruntukan pengembangan baru.
Pada dasarnya ruang mempunyai sifat hubungan komplementer dengan kegiatan manusia,
baik kehidupan sehari-hari maupun kegiatan-kegiatan usaha. Semua kegiatan manusia
membutuhkan ruang dan terkait dengan pengembangan wilayah melalui lokasi dan besaran
kegiatan tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu ruang tertentu pada dasarnya dapat
dimanfaatkan untuk menampung berbagai kegiatan, demikian juga suatu kegiatan tertentu
dapat berlokasi pada beberapa alternatif ruang.
1. RTRW Kabupaten Dharmasraya dan Penutupan Lahan
Kebutuhan manusia akan ruang tersebut memerlukan lahan dalam berkegiatan, sehingga akan
merubah penutupan lahan yang ada, Perubahan penutupan lahan tersebut dapat dipantau
15 Perda Kabupaten Dharmasraya No. 10 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011 - 2013
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
136
dengan mempergunakan data citra satelit secara berkala. Gambar 48. menunjukan hubungan
pola ruang RTRW Kabupaten Dharmasraya dan penutupan lahan di Kabupaten Dharmasraya.
Keserasian pola ruang kabupaten secara kewilayahan perlu dilakukan sehingga didapatkan
Harmonisasi antara kabupaten yang berdampingan memiliki kesamaan peruntukan lahan,
sebagai contoh peruntukan lahan di perbatasan antara dua kabupaten harus memiliki
kesamaan peruntukan seperti hutan lindung di perbatasan kabupaten a dan hutan lindung di
perbatasan kabupaten b, sehingga kabupaten a dan b memiliki pengelolaan bersama kawasan
hutan lindung.
Gambar 57. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten Dharmasraya
Pada Tabel 54 dan Tabel 55, hasil perhitungan menyajikan bahwa pada peruntukan Kawasan
lindung dalam pola ruang RTRW telah terdapat berbagai penutupan lahan lainnya di tahun
2008 yang tidak berfungsi sebagai kawasan lindung seperti: Akasia, area pembangunan,
kebun campur, ladang, lahan terbuka, perkebunan karet, perkebunan sawit pertanian lahan
kering, dan sawah. Pada penutupan lahan di pola ruang (RTRW) dari tahun 2008 hingga
tahun 2013 terjadi penurunan luas hutan lahan kering pada kawasan lindung sebesar ±5.181
Ha dan pada kawasan budidaya sebesar ± 31.310 Ha; dan peningkatan Luas Akasia di
kawasan lindung sebesar ± 1.042 Ha dan pada kawasan budidaya sebesar ± 6.810 Ha;
Peningkatan perkebunan karet di kawasan lindung sebesar ± 262 Ha dan di kawasan budidaya
sebesar ± 4.629 Ha, untuk Perkebunan Sawit di kawasan lindung meningkat sebesar ± 9.295
dan pada kawasan budidaya sebesar ±31.647 Ha dan Pertanian Lahan Kering di kawasan
lindung meningkat sebesar ± 2.012 Ha dan di kawasan budidaya meningkat sebesar ± 10.875
Ha.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
137
Tabel 54. Luas penutupan Lahan tahun 2008 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Dharmasraya
POLA RUANG
KAB.
DHARMASRAYA
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2008
Grand Total A
kas
ia
Are
a
Pem
ban
gun
an
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Keb
un C
ampu
r
Lad
ang
Lah
an T
erbuk
a
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
un
an
Kar
et
Per
keb
un
an
Saw
it
Per
tania
n
lah
an k
erin
g
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak B
eluk
ar
Kawasan Lindung 4.05 110.70 20,802.51 6,562.26 1,190.07 4,265.19 2.07 1,316.70 4,778.37 18,214.74 8.55 162.45 45.81 3,343.50 60,806.97
Kawasan Budidaya 9.00 1,673.01 68,816.70 28,951.29 469.17 18,164.52 2.61 1,142.01 31,672.71 71,055.09 31.32 653.67 851.31 17,404.56 240,896.97
Total 301,703.94
Tabel 55. Luas Penutupan Lahan tahun 2013 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Dharmasraya
POLA RUANG
KAB.
DHARMASRAYA
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2013
Grand Total
Akas
ia
Are
a
Pem
ban
gunan
Huta
n
Lah
an K
erin
g
Keb
un C
ampur
Lad
ang
Lah
an T
erb
uka
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
unan
Kar
et
Per
keb
unan
Saw
it
Per
tania
n
lahan
ker
ing
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak B
elukar
Kawasan Lindung 1,046.34 243.72 15,621.39 529.65 0.27 1,728.18 2.07 1,153.53 5,041.17 27,510.57 2,020.68 1.35 85.14 5,822.91 60,806.97
Kawasan Budidaya 6,819.75 2,044.98 37,506.69 2,569.23 - 11,853.36 2.61 481.23 36,301.95 102,702.42 10,906.38 10.35 3,566.43 26,131.59 240,896.97
Total 301,703.94
2. RTRW Kabupaten Dharmasraya dan Cadangan Karbon
Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada penutupan lahan yang mengalami perubahan
luasan berdampak pada cadangan karbon yang tersimpan sehingga mengakibatkan
peningkatan emisi karbon yang terjadi. Pada Gambar 58 dan Tabel 56 - 57, menunjukan
bahwa pada perencanaan ruang untuk kawasan budidaya memiliki potensi Carbon sebesar
17,560,730.64 (80%) dari total Carbon pada tahun 2008, sedangkan pada kawasan lindung
memiliki cadangan Carbon sebesar 4,426,990.21 (20%). Pada tahun 2013 pada kawasan
budidaya memiliki cadangan karbon pada kawasan budidaya sebesar 16,734,083.50 (78.9%)
dan kawasan lindung sebesar 4,472,515.58 (21.1%). Sehingga terdapat kehilangan karbon
atau emisi yang terjadi pada kawasan budidaya sebesar 1.1% dan kawasan lindung mengalami
peningkatan cadangan karbon sebesar 1.1%. peningkatan cadangan karbon diakibatkan
adanya peningkatan pada cadangan karbon sedang sebesar 592,216.67 ton, hal ini dapat
menjadi potensi cadangan karbon dapat lebih meningkat.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
138
Gambar 58. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan Potensi Cadangan Karbon
tahun 2013
Tabel 56. Pola ruang Kabupaten Dharmasraya terhadap cadangan karbon tahun 2008
POLA RUANG KAB. DHARMASRAYA
2008 Total 2008
Carbon Rendah
Carbon Sedang
Carbon Tinggi
Kawasan Budidaya 51,401.81 6,222,918.67 11,286,410.17 17,560,730.64
Kawasan Lindung 21,162.32 1,536,014.08 2,869,813.82 4,426,990.21
Grand Total 72,564.12 7,758,932.75 14,156,223.98 21,987,720.85
Tabel 57. Pola ruang Kabupaten Dharmasraya terhadap cadangan karbon tahun 2013
POLA RUANG KAB. DHARMASRAYA
2013 Total 2013
Carbon Rendah
Carbon Sedang
Carbon Tinggi
Kawasan Budidaya 150,116.50 8,281,139.05 8,302,827.96 16,734,083.50
Kawasan Lindung 25,054.29 2,128,230.75 2,319,230.53 4,472,515.58
Grand Total 175,170.79 10,409,369.80 10,622,058.49 21,206,599.08
3. RTRW Kabupaten Dharmasraya dan Potensi Valuasi Ekonomi
Potensi valuasi ekonomi dari karbon (Tabel 58) pada kawasan budidaya di tahun 2008 sebesar
$87,804,328.21 (79.9%) sedangkan pada kawasan lindung sebesar $ 22,135,149.55 (20.1%),
pada tahun 2013, potensi valuasi ekonomi dari karbon sebesar $83,671,113.95 (78.9%),
sedangkan pada kawasan lindung sebesar $22,362,793.93 (20.1%). Sehingga terdapat
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
139
kehilangan potensi valuasi ekonomi dari tahun 2008-2013 di kawasan budidaya sebesar 1 %
dan pada kawasan lindung terjadi peningkatan sebesar 1%.
Gambar 59. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan Potensi Valuasi Ekonomi
Cadangan Karbon tahun 2013
Tabel 58. Pola ruang Kabupaten Dharmasraya terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2008
POLA RUANG KAB.
DHARMASRAYA
2008
Total
2008 Valuasi Ekonomi
Rendah
Valuasi Ekonomi
Sedang
Valuasi Ekonomi
Tinggi
Kawasan Budidaya 257,021.10 31,114,909.15 56,432,397.96 87,804,328.21
Kawasan Lindung 105,818.85 7,680,151.36 14,349,179.34 22,135,149.55
Grand Total 362,839.95 38,795,060.51 70,781,577.30 109,939,477.76
Tabel 59. Pola ruang Kabupaten Dharmasraya terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2013
POLA RUANG KAB. DHARMASRAYA
2013 Total 2013
Valuasi Ekonomi
karbon Rendah
Valuasi Ekonomi
karbon Sedang
Valuasi Ekonomi
Karbon Tinggi
Kawasan Budidaya 750,654.45 41,406,151.69 41,514,307.81 83,671,113.95
Kawasan Lindung 125,284.05 10,641,276.03 11,596,233.85 22,362,793.93
Grand Total 875,938.50 52,047,427.72 53,110,541.66 106,033,907.88
4. Skenario Pembangunan Rendah Karbon Kabupaten Dharmasraya
Penentuan skenario pembangunan harus melibatkan para pemangku keputusan ditingkat kabupaten,
sehingga diperoleh kesepakatan dan kesepahaman mengenai arah pembangunan di wilayahnya. Pada
kajian ini, skenario pembangunan ekonomi rendah karbon dilakukan dengan pendekatan fungsi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
140
kawasan, cadangan karbon dan potensi valuasi ekonomi cadangan karbon berdasarkan pendugaan nilai
karbon pada skema perdagangan karbon di tingkat global.
Skenario pertama adalah penurunan emisi di kawasan budidaya dan skenario ke dua adalah penurunan
emisi di kawasan lindung. Skenario pertama dilakukan dengan pendekatan cadangan karbon dan
valuasi ekonomi pada kawasan budidaya, kawasan dengan tingkat karbon tinggi harus dipertahankan
dan tetap dijaga dengan beberapa pendekatan, yaitu: melindungi dan meningkatkan manfaat
biodiversity dan jasa lingkungan serta menerapkan manajemen yang lebih baik, bagi kawasan
budidaya dengan tingkat karbon rendah dan sedang, diupayakan dengan pengelolaan lahan yang baik
dan ramah lingkungan atau pengelolaan tanpa api. Dengan penerapan pendekatan skenario tersebut
diharapkan akan mempertahankan karbon dan potensi valuasi ekonomi.
Skenario ke dua adalah mempertahankan dan meningkatkan cadangan karbon di kawasan lindung
dengan beberapa pendekatan pengelolaan partisipatif bersama masyarakat terhadap tempat penting
masyarakat, pelestarian biodiversity dan peningkatan manfaat jasa ekosistem, rehabilitasi, restorasi
dan reboisasi lahan di kawasan lindung dan pengayaan bibit lokal/endemik.
Tabel 60. Skenario dan Potensi valuasi ekonomi dari jasa karbon di Kabupaten Dharmasraya
RTRW Skenario Potensi Valuasi
Ekonomi jasa karbon
Kawasan Budidaya 1. melindungi dan meningkatkan manfaat
biodiversity dan jasa lingkungan,
sehingga tingkat karbon tinggi dapat
dipertahankan.
2. penerapkan manajemen yang lebih baik,
bagi kawasan budidaya dengan tingkat
karbon rendah dan sedang.
3. pengelolaan lahan yang baik dan ramah
lingkungan atau pengelolaan tanpa api
pada semua tingkat karbon.
4. Akses perekonomian global dengan
kualitas yang telah tersertifikasi.
$ 98,589,204.10
Kawasan Lindung 1. Pelestarian Biodiversity dan jasa
lingkungan di seluruh tingkat Karbon
2. Rehabilitasi dan reboisasi lahan pada
tingkat karbon rendah dan sedang.
3. Peningkatan pengelolaan partisipatif
kawasan lindung bersama dengan
masyarakat.
4. Pengayaan bibit lokal/species endemik
oleh masyarak untuk kegiatan
restorasi/reboisasi kawasan hutan dengan
tingkat karbon rendah
$ 25,115,739.42
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
141
V.7.2. Kabupaten Kuantan Singingi
Rencana tata ruang wilayah kabupaten Kuantan singingi saat ini masih dalam proses
persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah.
Sehingga dalam kajian ini dipergunakan data draf RTRW Kabupaten Kuantan Singingi yang
diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi.
Berdasarkan dokumen draft rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kuantan Singingi tersebut
diperoleh bahwa kawasan lindung sebesar 23% dan Kawasan budidaya sebesar 77% dari luas
kabupaten Kuantan Singingi sebesar 523,100.52 Ha.
1. RTRW Kabupaten Kuantan Singingi dan Penutupan Lahan
Kawasan lindung dalam pola ruang RTRW Kabupaten Kuantan Singingi telah terdapat
berbagai penutupan lahan lainnya di tahun 2008 yang berada didalam kawasan lindung
seperti: Akasia, area pembangunan, kebun campur, ladang, lahan terbuka, perkebunan karet,
perkebunan sawit pertanian lahan kering, dan sawah. Pada penutupan lahan di pola ruang
(RTRW) dari tahun 2008 hingga tahun 2013 terjadi penurunan luas hutan lahan kering pada
kawasan lindung sebesar ±14,315 Ha dan pada kawasan budidaya sebesar ± 50,420 Ha; dan
peningkatan Luas Akasia di kawasan budidaya sebesar ± 28,725 Ha; Peningkatan perkebunan
karet di kawasan lindung sebesar ± 704 Ha dan di kawasan budidaya sebesar ± 6.457 Ha,
untuk Perkebunan Sawit di kawasan lindung meningkat sebesar ± 5.281Ha dan pada kawasan
budidaya sebesar ±34.466 Ha dan Pertanian Lahan Kering di kawasan lindung meningkat
sebesar ± 4.688 Ha dan di kawasan budidaya meningkat sebesar ± 18.507 Ha (Tabel 61 – 62).
Gambar 60. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
142
Berdasarkan analisis perubahan hutan lahan kering mengalami penurunan luas dari tahun
2008 sebesar 28.7% menjadi 16.3% hutan lahan kering tersisa pada tahun 2013, jika tidak ada
upaya penyelamatan hutan, maka akan lebih banyak lagi ekosistem yang akan hilang.
Tabel 61. Luas penutupan Lahan tahun 2008 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Kuantan
Singingi
POLA RUANG
PENUTUPAN LAHAN
2008
Grand
Total
Ak
asia
Are
a
Pem
ban
gun
an
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Keb
un
Cam
pur
Lad
ang
Lah
an
Ter
buk
a
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
un
an
Cok
lat
dan
Pin
ang
Per
keb
un
an
Kar
et
Per
keb
un
an
Saw
it
Per
tania
n l
ahan
ker
ing
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak
Bel
uk
ar
Kawasan Lindung 1,049.76 97.20 91,065.42 661.68 296.10 1,078.65 0.36 52.20 150.66 2,398.14 16,825.68 1.62 15.39 15.75 8,051.22 121,759.83
Kawasan Budidaya 29,851.20 5,563.89 59,160.06 35,075.61 7,202.97 31,237.02 6.48 3,747.69 2,590.83 30,909.87 165,633.66 72.18 1,465.20 2,878.56 25,945.47 401,340.69
Total 523,100.52
Tabel 62. Luas penutupan Lahan tahun 2013 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Kuantan
Singingi
POLA RUANG KABUPATEN
KUANTAN
SINGINGI
PENUTUPAN LAHAN
2013
Grand
Total
Ak
asia
Are
a
Pem
ban
gun
an
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Keb
un
Cam
pur
Lad
ang
Lah
an
Ter
buk
a
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
un
an
Cok
lat
dan
Pin
ang
Per
keb
un
an
Kar
et
Per
keb
un
an
Saw
it
Per
tania
n
lah
an k
erin
g
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak B
eluk
ar
Kawasan Lindung 1,044.0 119.4 76,750.3 859.2 1.4 4,884.8 0.4 142.7 150.8 3,102.8 22,107.5 4,689.7 0.5 10.3 7,896.0 121,759.8
Kawasan Budidaya 58,576.9 6,626.9 8,739.5 6,532.2 188.3 21,053.5 6.5 4,427.8 2,609.0 37,457.7 200,100.2 18,579.5 2,110.2 2,794.2 31,538.3 401,340.7
Total 523,100.5
2. RTRW Kabupaten Kuantan Singingi dan Cadangan Karbon
Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada penutupan lahan yang mengalami perubahan
luasan berdampak pada cadangan karbon yang tersimpan sehingga mengakibatkan
peningkatan emisi karbon yang terjadi. Pada Gambar 61 dan Tabel 63 - 64, menunjukan
bahwa pada perencanaan ruang untuk kawasan budidaya memiliki potensi cadangan Carbon
sebesar 31,381,934.33 ton (60%) dari total Carbon pada tahun 2008, sedangkan pada
kawasan lindung memiliki cadangan Carbon sebesar 20,890,002.52 ton (40%). Pada tahun
2013 pada kawasan budidaya memiliki cadangan karbon pada kawasan budidaya sebesar
25,128,925.58 ton (57.8%) dan kawasan lindung sebesar 18,375,183.37 ton (42.2%). Total
cadangan karbon di Kabupaten Kuantan Singingi mengalami penurunan dari tahun 2008
hingga tahun 2013 sebesar 8,767,827.91 ton
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
143
Gambar 61. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan Potensi Cadangan Karbon tahun
2013
Tabel 63. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap cadangan karbon tahun 2008
POLA RUANG KAB. KUANSING
2008 Total
C Tot Rendah C Tot Sedang C Tot Tinggi
Kawasan Lindung 5,651.92 1,472,699.18 19,411,651.42 20,890,002.52
Kawasan Budidaya 168,794.32 15,004,014.04 16,209,125.97 31,381,934.33
Total 174,446.25 16,476,713.23 35,620,777.38 52,271,936.86
Tabel 64. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap cadangan karbon tahun 2013
POLA RUANG KAB. KUANSING
2013 Total
C Tot Rendah C Tot Sedang C Tot Tinggi
Kawasan Lindung 73,790.47 1,647,912.88 16,653,480.02 18,375,183.37
Kawasan Budidaya 1,874,635.24 15,977,459.10 7,276,831.23 25,128,925.58
Total 1,948,425.71 17,625,371.98 23,930,311.26 43,504,108.95
3. RTRW Kabupaten Kuantan Singingi dan Potensi Valuasi Ekonomi
Potensi valuasi ekonomi dari karbon (Tabel 65) pada kawasan budidaya di tahun 2008 sebesar
$156,910,770.59 (60%) sedangkan pada kawasan lindung sebesar $ 104,450,592.67 (40%)
dari total potensi valuasi ekonomi karbon sebesar $261,361,363.26, pada tahun 2013 (Tabel
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
144
66.), potensi valuasi ekonomi dari karbon dikawasan budidaya sebesar $125,423,551.18
(57.7%), sedangkan pada kawasan lindung sebesar $91,851,925.28 (42.3%) dari total potensi
valuasi ekonomi karbon sebesar $217,275,476.47. total potensi valuasi ekonomi karbon
mengalami penurunan sebesar $44,085,886.79 dalam jangka waktu lima tahun.
Gambar 62. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan Potensi Valuasi Ekonomi
Cadangan Karbon tahun 2013
Tabel 65. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2008
POLA RUANG
KAB. KUANSING
2008
Total Valuasi Ekonomi
Rendah
Valuasi Ekonomi
Sedang
Valuasi Ekonomi
Tinggi
Kawasan Lindung 28,261.80 7,363,570.70 97,058,760.17 104,450,592.67
Kawasan Budidaya 844,042.95 75,020,806.36 81,045,921.28 156,910,770.59
Total 872,304.75 82,384,377.07 178,104,681.45 261,361,363.26
Tabel 66. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2013
POLA RUANG
KAB. KUANSING
2013
Total Valuasi Ekonomi
Rendah
Valuasi Ekonomi
Sedang
Valuasi Ekonomi
Tinggi
Kawasan Lindung 286,496.55 9,139,349.50 82,426,079.23 91,851,925.28
Kawasan Budidaya 1,342,571.40 92,266,893.70 31,814,086.08 125,423,551.18
Total 1,629,067.95 101,406,243.20 114,240,165.32 217,275,476.47
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
145
4. Skenario Pembangunan Rendah Karbon Kabupaten Kuantan Singingi
Cadangan Karbon tersimpan di Kabupaten Kuantan Singingi memiliki cadangan yang cukup besar,
sehingga diperlukan pendekatan yang hati-hati terhadap faktor sosial ekonomi dan budaya dan harus
melibatkan para pemangku keputusan ditingkat kabupaten dan masyarakat dalam skenario
perencanaan pembangunannya dan diperoleh kesepakatan dan kesepahaman mengenai arah
pembangunan di wilayahnya. Pada kajian ini, skenario pembangunan ekonomi rendah karbon
dilakukan dengan pendekatan fungsi kawasan, cadangan karbon dan potensi valuasi ekonomi
cadangan karbon berdasarkan pendugaan nilai karbon pada skema perdagangan karbon di tingkat
global dan Sosial budaya masyarakat.
Skenario pertama adalah penurunan emisi di kawasan budidaya dan skenario ke dua adalah penurunan
emisi di kawasan lindung. Skenario pertama dilakukan dengan pendekatan cadangan karbon dan
valuasi ekonomi pada kawasan budidaya, kawasan dengan tingkat karbon tinggi harus dipertahankan
dan tetap dijaga dengan beberapa pendekatan, yaitu: melibatkan peran serta masyarakat adat terhadap
kawasan lindung setempat/lokal, melindungi dan meningkatkan manfaat biodiversity dan jasa
lingkungan serta menerapkan manajemen yang lebih baik, bagi kawasan budidaya dengan tingkat
karbon rendah dan sedang, diupayakan dengan pengelolaan lahan yang baik dan ramah lingkungan
atau pengelolaan tanpa api.
Skenario ke dua adalah mempertahankan dan meningkatkan cadangan karbon di kawasan lindung
dengan beberapa pendekatan yaitu: pelibatan masyarakat adat dalam mempertahankan budaya
menjaga kelestarian alam,
Tabel 67. Skenario dan Potensi valuasi ekonomi dari jasa karbon di Kabupaten Kuantan Singingi
RTRW Skenario Potensi Valuasi
Ekonomi jasa karbon
Kawasan Budidaya 1. melindungi dan meningkatkan manfaat
biodiversity dan jasa lingkungan,
sehingga tingkat karbon tinggi dapat
dipertahankan.
2. penerapkan manajemen yang lebih baik,
bagi kawasan budidaya dengan tingkat
karbon rendah dan sedang.
3. pengelolaan lahan yang baik dan ramah
lingkungan atau pengelolaan tanpa api
pada semua tingkat karbon.
4. Akses perekonomian lokal ke
perekonomia global dengan kualitas yang
telah tersertifikasi.
$ 174,655,386.38
Kawasan Lindung 1. Mempertahankan budaya lokal dalam
menjaga kawasan lindungnya
2. Pelestarian Biodiversity dan jasa
lingkungan di seluruh tingkat Karbon
3. Rehabilitasi dan reboisasi lahan pada
tingkat karbon rendah dan sedang.
4. Peningkatan pengelolaan manfaat jasa
$ 106,484,606.22
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
146
ekosistem secara partisipatif pada
kawasan lindung bersama dengan
masyarakat
5. Pengayaan bibit lokal/species endemik
oleh masyarak untuk kegiatan
restorasi/reboisasi kawasan hutan dengan
tingkat karbon rendah
V.7.3. Kabupaten Tebo
1. RTRW Kabupaten Tebo dan Penutupan Lahan
Hutan lahan kering di kawasan lindung tahun 2008 memiliki luasan sebesar 80 % dari luas
kawasan lindung dan terdapat perkebunan sawit sebesar 2.33% serta perkebunan karet sebesar
4.29%, lahan terbuka sebesar 3.04%, semak belukar sebesar 1.95% dan area pemabangunan
sebesar 0.33%. Pada tahun 2013, kondisi hutan lahan kering memiliki luasan sekitar 69% dan
31% adalah non hutan. Sehingga terjadi penurunan luasan hutan lahan kering di kawasan
lindung sebesar 11% dalam jangka waktu lima tahun.
Gambar 63. Hubungan Pola Ruang dengan Penutupan lahan di Kabupaten Tebo
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
147
Pada kawasan budidaya terdapat hutan lahan kering di tahun 2008 sebesar 25% dan non hutan
sebesar 75% sedangkan pada tahun 2013, kondisi hutan lahan kering sebesar 9% dan non
hutan sebesar 91%. Kehilangan luasan hutan lahan kering dari tahun 2008 hingga 2013
sebesar 16% dalam jangka waktu lima tahun.
Tabel 68. Luas penutupan Lahan tahun 2008 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Tebo
POLA RUANG
KAB. TEBO
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2008
Grand
Total
Ak
asia
Are
a
Pem
ban
gun
an
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Keb
un
Cam
pur
Lad
ang
Lah
an
Ter
buk
a
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
un
an
Kar
et
Per
keb
un
an
Saw
it
Per
tania
n
lah
an k
erin
g
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak
Bel
uk
ar
Kawasan Lindung 2.07 180.63 44,298.90 508.77 - 1,684.53 6.03 3,867.39 2,376.81 1,288.35 24.48 19.71 17.55 1,080.72 55,355.94
Kawasan Budidaya 5.40 4,055.40 137,561.85 28,665.99 186.75 67,885.38 29.70 3,067.02 181,875.15 88,501.95 215.37 282.24 123.57 38,708.37 551,164.14
Total 606,520.08
Tabel 69. Luas penutupan Lahan tahun 2013 terhadap Pola Ruang RTRW Kabupaten Tebo
POLA RUANG
KAB. TEBO
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2013
Grand
Total
Ak
asia
Are
a
Pem
ban
gun
an
Hu
tan
Lah
an K
erin
g
Keb
un
Cam
pur
Lad
ang
Lah
an
Ter
buk
a
Pem
ukim
an
Per
aira
n
Per
keb
un
an
Kar
et
Per
keb
un
an
Saw
it
Per
tania
n
lah
an k
erin
g
Raw
a
Saw
ah
Sem
ak
Bel
uk
ar
Kawasan Lindung 50.49 442.98 38,221.20 430.56 - 1,639.08 6.03 3,845.52 2,219.04 3,470.40 1,797.21 0.18 55.35 3,177.90 55,355.94
Kawasan Budidaya 8,677.62 4,496.58 49,705.74 7,820.64 0.72 40,112.28 29.70 2,503.17 151,471.89 199,691.73 46,652.85 7.74 1,095.30 38,898.18 551,164.14
Total 606,520.08
2. RTRW Kabupaten Tebo dan Cadangan Karbon
Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada penutupan lahan yang mengalami perubahan
luasan khusus nya pada hutan lahan berdampak pada cadangan karbon yang tersimpan
sehingga mengakibatkan peningkatan emisi karbon yang terjadi. Pada Gambar 64 dan Tabel
69 - 70, menunjukan bahwa pada perencanaan ruang untuk kawasan budidaya memiliki
potensi cadangan Carbon sebesar 45,671,798.17 ton (88.6%) dari total Carbon pada tahun
2008, sedangkan pada kawasan lindung memiliki cadangan Carbon sebesar 5,857,276.47 ton
(11.4%) dari luas cadangan karbon pada kawasan lindung sebesar 51.529.074,63 ton. Pada
tahun 2013 pada kawasan budidaya memiliki cadangan karbon pada kawasan budidaya
sebesar 39,337,229.03 ton (88.1%) dan kawasan lindung sebesar 5,322,964.56 ton (11.9%)
dari total cadangan karbon sebesar 44,660,193.59 ton. Total cadangan karbon di Kabupaten
Kuantan Singingi mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga tahun 2013 sebesar
6,868,881.04 ton
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
148
Gambar 64. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Tebo dengan Potensi Cadangan Karbon tahun 2013
Tabel 70. Pola ruang Kabupaten Tebo terhadap cadangan karbon tahun 2008
POLA RUANG
KAB. TEBO
2008 Grand Total
C Tot Rendah C Tot Sedang C Tot Tinggi
Kawasan Lindung 4,557.91 135,423.55 5,717,295.01 5,857,276.47
Kawasan Budidaya 160,340.85 8,039,610.66 37,471,846.65 45,671,798.17
Grand Total 164,898.76 8,175,034.21 43,189,141.66 51,529,074.63
Tabel 71. Pola ruang Kabupaten Tebo terhadap cadangan karbon tahun 2013
POLA RUANG
KAB. TEBO
2013 Grand Total
C Tot Rendah C Tot Sedang C Tot Tinggi
Kawasan Lindung 23,579.40 347,468.50 4,951,916.65 5,322,964.56
Kawasan Budidaya 571,406.63 15,535,748.04 23,230,074.36 39,337,229.03
Grand Total 594,986.03 15,883,216.54 28,181,991.01 44,660,193.59
3. RTRW Kabupaten Tebo dan Potensi Valuasi Ekonomi
Potensi valuasi ekonomi dari karbon di Kabupaten Tebo (Tabel 72) pada kawasan budidaya di tahun
2008 sebesar $228,359,818.23 (88.6%) sedangkan pada kawasan lindung sebesar
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
149
$29,286,583.46 (11.4%) dari total potensi valuasi ekonomi karbon sebesar $257,646,401.69,
pada tahun 2013 (Tabel 73.), potensi valuasi ekonomi dari karbon dikawasan budidaya
sebesar $196,687,369.44 (88.1%), sedangkan pada kawasan lindung sebesar $26,615,018.06
(11.9%) dari total potensi valuasi ekonomi karbon sebesar $223,302,387.50. total potensi
valuasi ekonomi karbon mengalami penurunan sebesar $34,344,014.19 dalam jangka waktu
lima tahun.
Gambar 65. Peta Hubungan Pola Ruang RTRW Kab. Kuantan Singingi dengan Potensi Valuasi
Ekonomi Cadangan Karbon tahun 2013
Tabel 72. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2008
POLA RUANG
2008
Total Valuasi Ekonomi
Rendah
Valuasi Ekonomi
Sedang
Valuasi Ekonomi
Tinggi
Kawasan Lindung 22,790.70 677,123.47 28,586,669.29 29,286,583.46
Kawasan Budidaya 801,729.00 40,198,446.66 187,359,642.57 228,359,818.23
Grand Total 824,519.70 40,875,570.13 215,946,311.86 257,646,401.69
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
150
Tabel 73. Pola ruang Kabupaten Kuantan Singingi terhadap Valuasi Ekonomi karbon tahun 2008
POLA RUANG
2013
Total Valuasi Ekonomi
Rendah
Valuasi Ekonomi
Sedang
Valuasi Ekonomi
Tinggi
Kawasan Lindung 117,909.45 1,737,357.94 24,759,750.67 26,615,018.06
Kawasan Budidaya 2,857,317.30 77,679,627.72 116,150,424.42 196,687,369.44
Grand Total 2,975,226.75 79,416,985.66 140,910,175.09 223,302,387.50
4. Skenario Pembangunan Rendah Karbon Kabupaten Tebo
Cadangan Karbon tersimpan di Kabupaten Tebo memiliki cadangan yang hampir sama besar dengan
Kabupaten Kuansing, sehingga pendekatan yang dilakukan juga sama dengan pendekatan yang
dilakukan di Kabupaten Kuanstan Singingi.
Pelibatan para pemangku keputusan ditingkat kabupaten dan masyarakat dalam perencanaan skenario
perencanaan pembangunannya dan diperoleh kesepakatan dan kesepahaman mengenai arah
pembangunan di wilayahnya. Pada kajian ini, skenario pembangunan ekonomi rendah karbon
dilakukan dengan pendekatan fungsi kawasan, cadangan karbon dan potensi valuasi ekonomi
cadangan karbon berdasarkan pendugaan nilai karbon pada skema perdagangan karbon di tingkat
global dan Sosial budaya masyarakat.
Skenario pertama adalah penurunan emisi di kawasan budidaya dan skenario ke dua adalah penurunan
emisi di kawasan lindung. Skenario pertama dilakukan dengan pendekatan cadangan karbon dan
valuasi ekonomi pada kawasan budidaya, kawasan dengan tingkat karbon tinggi harus dipertahankan
dan tetap dijaga dengan beberapa pendekatan, yaitu: melibatkan peran serta masyarakat adat terhadap
kawasan lindung setempat/lokal, melindungi dan meningkatkan manfaat biodiversity dan jasa
lingkungan serta menerapkan manajemen yang lebih baik, bagi kawasan budidaya dengan tingkat
karbon rendah dan sedang, diupayakan dengan pengelolaan lahan yang baik dan ramah lingkungan
atau pengelolaan tanpa api.
Skenario ke dua adalah mempertahankan dan meningkatkan cadangan karbon di kawasan lindung
dengan beberapa pendekatan yaitu: pelibatan masyarakat adat dalam mempertahankan budaya
menjaga kelestarian alam,
Tabel 74. Skenario dan Potensi valuasi ekonomi dari jasa karbon di Kabupaten Kuantan Singingi
RTRW Skenario Potensi Valuasi
Ekonomi jasa karbon
Kawasan Budidaya 1. melindungi dan meningkatkan manfaat
biodiversity dan jasa lingkungan,
sehingga tingkat karbon tinggi dapat
dipertahankan.
2. penerapkan manajemen yang lebih baik,
bagi kawasan budidaya dengan tingkat
karbon rendah dan sedang.
3. pengelolaan lahan yang baik dan ramah
$ 267,896,587.59
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
151
lingkungan atau pengelolaan tanpa api
pada semua tingkat karbon.
4. Akses perekonomian lokal ke
perekonomia global dengan kualitas yang
telah tersertifikasi.
Kawasan Lindung 1. Mempertahankan budaya lokal dalam
menjaga kawasan lindungnya
2. Pelestarian Biodiversity dan jasa
lingkungan di seluruh tingkat Karbon
3. Rehabilitasi dan reboisasi lahan pada
tingkat karbon rendah dan sedang.
4. Peningkatan pengelolaan manfaat jasa
ekosistem secara partisipatif pada
kawasan lindung bersama dengan
masyarakat
5. Pengayaan bibit lokal/species endemik
oleh masyarak untuk kegiatan
restorasi/reboisasi kawasan hutan dengan
tingkat karbon rendah
$ 30,441,936.68
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
152
Potensi karbon total dan valuasi ekonomi dari setiap kabupaten memberikan nilai yang sangat
besar, yaitu $ 233,129,366.10 untuk Kabupaten Dharmasraya, $ 396,471,629.70 untuk
Kabupaten Kuantan Singingi dan $ 394,776,296.10 untuk Kabupaten Tebo.
Luas
(Ha)
Karbon Total
(Ton)
Value Total
($)
Persentase
terhadap Luas
($/Ha)
Kabupaten Tebo 606,613.85 39,477,629.61 394,776,296.10 650.79
Kabupaten Dharmasraya 301,785.08 23,312,936.61 233,129,366.10 772.50
Kabupaten Kuantan Singingi 523,169.58 39,647,162.97 396,471,629.70 757.83
Akan tetapi apabila dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten, maka diperoleh besaran
untuk Kabupaten Tebo sebesar $ 650.79/Ha, Kabupaten Dharmasraya sebesar $ 772.50/Ha
dan Kabupaten Kuantan Singingi sebesar $ 757.83/Ha.
Sehingga berdasarkan hasil analisis menggunakan InVEST dapat di prediksikan bahwa
potensi ekonomi dari cadangan karbon sangat besar/tinggi. Sehingga perlu adanya
pengembangan atau suatu kajian yang lebih mendalam/detail untuk dapat mengetahui secara
pasti besarnya potensi karbon pada masing-masing wilayah Kabupaten.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
153
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. KESIMPULAN
kegiatan pemetaan, pengukuran dan perhitungan cadangan karbon dan InVEST Analisis di
tiga kabupaten dalam Koridor RIMBA memberikan pemahaman, peningkatan kapasitas
pemerintah daerah dan informasi cadangan karbon serta pendugaan valuasi ekonominya
sehingga dapat dijadikan bahan untuk perencanaan wilayah di masing-masing kabupaten.
Pembahasan perundang-undangan mengenai gas rumah kaca yang ada atau telah ditetapkan di
Indonesia perlu disebarluaskan atau disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat
mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan lebih menjaga lingkungannya.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sangat membantu dalam memberikan informasi
penutupan lahan sehingga dapat menghitung cadangan karbon dalam skala lanskap yang
merupakan juga batas administrasi dari 3 kabupaten itu sendiri.
Survey lapangan sangat perlu dilakukan untuk dapat memberikan validasi yang diinginkan.
Peta survey lapangan berbentuk cetak atau soft copy pada perangakat sangat dibutuhkan
untuk dapat menentukan perencanaan perjalanan survey lapangan yang lebih terarah.
Identifikasi jenis pohon/vegetasi sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi cadangan
karbon yang lebih akurat per tipe vegetasi/pohon.
InVEST dapat dimanfaatkan sebagai model pengukuran karbon secara bentang alam/lanskap
dan dapat dipergunakan untuk membuat perencanaan karbon ke depan berdasarkan
pendugaan valuasi ekonominya.
Informasi cadangan karbon dan valuasi ekonomi di tiga kabupaten prioritas ini menjadi
pendekatan, referensi awal atau skenario atau langkah-langkah perencanaan dalam upaya
penerapan konsep ekonomi rendah karbon (low carbon economy) ke dalam penataan ruang,
baik didalam perumusan tujuan, kebijakan, dan strategi sehingga aspek keberlanjutan serta
kebijakan ekonomi hijau (green economy), dan kebijakan pengurangan emisi karbon dapat
tercapai dan terimplementasikan.
VI.2. SARAN
Berbagai keterbatasan didalam pelaksanaan kegiatan pemetaan, pengukuran dan perhitungan
cadangan karbon/biomasa di tiga kabupaten prioritas dan penggunaan InVEST untuk analisi
carbon, seperti waktu, biaya dan tenaga, maka diperlukan beberapa peningkatan kualitas
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
154
informasi didalam kegiatan yang serupa di masa depan. Beberapa saran yang dapat
disampaikan adalah:
Penggunaan data citra satelit dengan resolusi yang lebih tinggi maksimum 5 m dapat
memberikan informasi yang lebih mendekati dengan kondisi aslinya.
Persiapan survey yang baik dapat membantu kinerja didalam pengumpulan data stok
karbonnya. Termasuk penggunaan GPS yang mudah dilapangan.
Peningkatan kapasitas dari pemerintah daerah dan masyarakat mengenai penggunaan
InVEST sebagai model perencanaan wilayah berbasis jasa ekosistem.
Informasi cadangan karbon ini diharapkan dapat ditingkatkan lagi dengan melakukan
pengukuran karbon pada lokasi yang berbeda, sehingga diharapkan Penyebaran titik
sample lebih merata.
Masukan dari beberapa pemangku pengambil keputusan menjadi masukan yang sangat
bermanfaat dalam penerapan skenario/langkah-langkah perencanaan wilayah bagi
kabupaten.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
155
Daftar Pustaka
Anwar J, Damanik SJ, Hisyam N, Whitten AJ. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dokter-Kota, 2012, http://dokter-kota.blogspot.com/2012/09/pembangunan-berkelanjutan-
sustainable.html (Di akses pada hari Senin, 11 November 2013)
Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi
& Geomatika). Penerbit Informatika, Bandung.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari
Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World
Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB),
Malang, Indonesia.
Krisnawati, H., W.C. Adinugroho dan R. Imanuddin. 2012. Monograf: Model-model
Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan
di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.
Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon
Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ.
Palembang.
Sugandhy, Aca dan Rustam Hakim, 2007, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan, Cet. I, Bumi Aksara, Jakarta.
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1):
Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA – Balai Pustaka. Jakarta.
ISBN 979-666-308-2. Hal. 7.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
156
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2011 tentang RAN GRK
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 61 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA AKSI NASIONAL
PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa posisi geografis Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari
perubahan iklim sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan melalui
mitigasi perubahan iklim;
b. bahwa dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali Action Plan pada
The Conferences of Parties (COP) ke-13 United Nations Frameworks
Convention on Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP-15 di
Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta memenuhi komitmen Pemerintah
Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan emisi gas
rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika
mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya
rencana aksi (bussines as usual/BAU), maka perlu disusun langkah-langkah
untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca;
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
157
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Framework Convention on Climate Change (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3557);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol
Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang
Perubahan Iklim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4403);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP) Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4700);
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
158
9. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 23);
10. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 –2014;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL
PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
4. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disebut
RAN-GRK adalah dokumen rencana kerja untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang
secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan
target pembangunan nasional.
5. Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disebut RAD-
GRK adalah dokumen rencana kerja untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara
langsung dan tidak langsung menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan target
pembangunan daerah.
6. Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disebut GRK adalah gas yang terkandung dalam
atmosfer baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali
radiasi inframerah.
7. Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka
waktu tertentu.
8. Tingkat emisi GRK adalah besarnya emisi GRK tahunan.
9. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung
oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara
global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada
kurun waktu yang dapat dibandingkan.
10. Mitigasi perubahan iklim adalah usaha pengendalian untuk mengurangi risiko akibat
perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi/meningkatkan
penyerapan GRK dari berbagai sumber emisi.
11. Kegiatan inti adalah kegiatan yang berdampak langsung pada penurunan emisi GRK dan
penyerapan GRK.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
159
12. Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang tidak berdampak langsung pada penurunan
emisi GRK tapi mendukung pelaksanaan kegiatan inti.
Pasal 2
(1) RAN-GRK terdiri dari kegiatan inti dan kegiatan pendukung. (2) Kegiatan RAN-GRK
meliputi bidang:
a. Pertanian;
b. Kehutanan dan lahan gambut;
c. Energi dan transportasi;
d. Industri;
e. Pengelolaan limbah;
f. Kegiatan pendukung lain.
(2) RAN-GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran
I dan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perpres ini.
Pasal 3
RAN-GRK merupakan pedoman bagi:
a. Kementerian/lembaga untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring
dan evaluasi rencana aksi penurunan emisi GRK.
b. Pemerintah daerah dalam penyusunan RAD-GRK.
Pasal 4
RAN-GRK menjadi acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan perencanaan
dan pelaksanaan penurunan emisi GRK.
Pasal 5
(1) Menteri/pimpinan lembaga melaksanakan RAN-GRK sesuai tugas dan fungsi masing-
masing.
(2) Pelaksanaan dan pemantauan RAN-GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
(3) Pelaksanaan RAN-GRK pada masing-masing kementerian/ lembaga diatur lebih lanjut
oleh menteri/pimpinan lembaga, sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-
masing.
Pasal 6
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
160
(1) Untuk menurunkan emisi GRK di masing-masing wilayah provinsi, Gubernur harus
menyusun RAD-GRK.
(2) Penyusunan RAD-GRK berpedoman pada:
a. RAN-GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan
b. Prioritas pembangunan daerah.
(3) Penyusunan RAD-GRK diselesaikan dan ditetapkan dengan peraturan gubernur paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkan Peraturan Presiden ini.
(4) RAD-GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 7
Penyusunan RAD-GRK difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri bersama dengan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Lingkungan Hidup.
Pasal 8
Pedoman penyusunan RAD-GRK ditetapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala BAPPENAS selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan Peraturan
Presiden ini.
Pasal 9
(1) RAN-GRK dapat dikaji ulang secara berkala sesuai dengan kebutuhan nasional dan
perkembangan dinamika internasional.
(2) Kaji ulang RAN-GRK dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan dikoordinasikan oleh
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS.
(3) Hasil kaji ulang RAN-GRK dilaporkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala BAPPENAS kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan
tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
(4) Hasil kaji ulang dapat dijadikan dasar penyesuaian RAN-GRK.
Pasal 10
(1) Menteri/pimpinan lembaga melaporkan pelaksanaan kegiatan RAN-GRK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan
tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Lingkungan
Hidup secara berkala paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
161
(2) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melaporkan pelaksanaan RAN-GRK yang
terintegrasi kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.
Pasal 11
Pendanaan RAN-GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersumber dari APBN, APBD
dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 September 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
ttd.
Retno Pudji Budi Astuti
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
162
Lampiran 2. Referensi Biomass dan Cadangan Carbon.
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
Dry Lowland Forest
rather closed canopy
mixed dipterocarps-dense
stocking, flat to undulating
Sarawak Brown (1997) 355,0 367
183,5
mixed dipterocarps-medium
stocking, flat to mountainous
Sarawak Brown (1997) 305,0
old-growth dipterocarp Philippines Brown (1997) 445,0
closed-broadleaf tropical forest Indonesia Lasco (2002) 508,0
natural forest Indonesia Hairiah et al. (2001) 508,0
medium humus podzol Sarawak Bruenig (1977) 452,0
shallow humus podzol Sarawak Bruenig (1977) 350,0
evergreen needleleaf forest Asia Michel et al. (2005) 367,0
evergreen broadleaf forest Asia Michel et al. (2005) 233,5
deciduous needleleaf forest Asia Michel et al. (2005) 189,0
deciduous broadleaf forest Asia Michel et al. (2005) 200,0
mixed forest Asia Michel et al. (2005) 222,5
tropical forest Malaysia Brown and Gaston (1996) 230,0
primary forest Central
Kalimantan,
Barito Ulu
Brearly et al. (2004)
358,0
primary forest East Kalimantan Prakoso (2006) 155,5
lowland forest Indonesia Garzuglia et al (2003) 240,0
lowland evergreen rainforest Malaysia, Pasoh MacKinnon et al. (1996) 664,0
lowland evergreen rainforest Malaysia, Pasoh MacKinnon et al. (1996) 475,0
lowland evergreen rainforest
broad ridge crest
Sarawak, Mula MacKinnon et al. (1996) 650,0
lowland evergreen rainforest
valley alluvium
Sarawak, Mula MacKinnon et al. (1996) 250,0
mixed dipterocarp Borneo MacKinnon et al. (1996) 650,0
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
163
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
limestone Borneo MacKinnon et al. (1996) 380,0
Asia tropical forest undistrubed Asia Brown et al. (1993) 438,0
tropical rainforest Asia insullar Asia IPCC (2006) 350,0
Hutan alam diterokapa Kalteng & Kaltim Dharmawan & Siregar,
2009; Samsoedin et al.,
2009
204,92 -
264,70
Hutan primer Nunukan, Kaltim Rahayu et al., 2006
230,1
Hutan alam primer dataran rendah Malinau, Kaltim Samsoedin et al., 2009
230.10 -
264,70
Hutan alam primer dataran tinggi Sukabumi, Jabar Dharmawan, 2010
103,16
Dry Lowland Forest
medium open canopy
forest fallow Malaysia,
Peninsular
Brown et al. (1997) 140,0 264
132
logged dipterocarp Philippines Brown et al. (1997) 335,0
commercial logging Indonesia Hairiah et al. (2001) 300,0
logged forest Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 310,4
old secondary forest Central
Kalimantan,
Barito Ulu
Brearly et al. (2004)
264,0
secondary forest East Kalimantan Prakoso (2006) 89,0
Asia tropical forest distrubed Asia Brown et al. (1993) 248,0
Hutan sekunder dataran tinggi Sukabumi, Jabar Dharmawan, 2010
39,48 - 113,20
Hutan sekunder bekas tebangan Kaltim Dharmawan et al., 2010;
Rahayu et al., 2006 171,8 - 249,1
Dry Lowland Forest
very open canopy
burnt primary forest East Kalimantan Prakoso (2006) 73,0 73
36,5
Forest on Sandstone
rock rather closed
canopy
Hutan kerangas West Kalimantan Onrizal, 2004
338.4
169,2
lowland evergreen rainforest Sarawak, Mula MacKinnon et al. (1996) 470,0
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
164
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
heath forest
kerangas Borneo MacKinnon et al. (1996) 470,0
Forest on Sandstone
rock medium open
canopy
118,4
Forest on Sandstone
rock very open canopy
33,8
Limestone Forest rather
closed canopy
lowland evergreen rainforest over
limestone
Sarawak, Mula MacKinnon et al. (1996) 380,0
limestone Borneo MacKinnon et al. (1996) 380,0
Limestone Forest
medium open canopy
Limestone Forest very
open canopy
Peat Swamp Forest
rather closed canopy
mixed swamp forest Central
Kalimantan
Waldes and Page (2001) 312,0 281
140,5
low pole forest Central
Kalimantan
Waldes and Page (2001) 249
tall interior forest Central
Kalimantan
Waldes and Page (2001) 643
shallow peat bog Sarawak Bruenig (1977) 246
Hutan gambut Indonesia Agus (2007)
200,0
Peat Swamp Forest
medium open canopy
234
117,0
Hutan gambut bekas tebangan Pelawan, Riau Rochmayanto, 2009
126,01
Hutan gambut sekunder Pelawan, Riau Rochmayanto, 2009
83,49
Peat Swamp Forest very
open canopy
62
31,0
Swamp Forest rather
closed canopy
freshwater swamp Malaysia,
Peninsular
Brown (1997) 220,0 220
110,0
swamp forest Indonesia Garzuglia et al (2003) 211,0
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
165
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
alluvial Borneo MacKinnon et al. (1996) 250,0
Swamp Forest medium
open canopy
disturbed freshwater swamp Malaysia,
Peninsular
Brown (1997) 285,0 173
86,5
logged freshwater swamp Malaysia,
Peninsular
Brown (1997) 185,0
logged freshwater swamp forest Malaysia Brown et al. (1989) 161,7
disturbed freshwater swamp
forest
Malaysia Brown et al. (1989) 99,2
Swamp Forest very open
canopy
44
22,0
Mangrove Forest rather
closed canopy
mangrove forest Indonesia Garzuglia et al (2003) 187 187
93.5
Mangrove Forest
medium open canopy
140
70
Hutan mangrove sekunder Purwakarta, Jabar Dharmawan & Siregar,
2008 & 2009 54,1 - 182,5
Mangrove Forest very
open canopy / Young
Mangrove
37
18.5
Accacia Plantation /
Young Accacia
Plantation
broadleaf plantation Asia IPCC (2006)
220 207
Carbon
100,6
ton/ha
nilai
tengah
dari
sumber
yang
ada
Acacia decurrens Willd (12 years) Indonesia Suharlan et al. (1993) 194 104
Hutan tanaman Acacia mangium
(umur 6 th)
Benakat, Sumsel Gintings, 1997
91,2
Coconut Plantation coconut plantation Malaysia Henson (2005) 80 80
40
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
166
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
Rubber Plantation
48,5
Rubber Plantation, broadleaf
plantation
Asia IPCC (2006) 220 220
Small Holder Rubber
178
89,0
Paraserianthes
Plantation
Paraserianthes falcataria (12
years)
Indonesia Suharlan et al. (1993) 242 242
Hutan tanaman Paraserianthes
falcataria (umur 8-18 th)
Jawa Gintings, 1997; Siregar &
Dharmawan, 2006 112,8 - 122,7 117.7
Oil Palm Plantation /
Young Oil Palm
Plantation
oil palm plantation South East Asia IPCC (2006)
136 109 54.5 72,7
nilai
tengah
54,5 -
91,0
Perkebunan Sawit (umur 20 th) Nunukan, Kaltim Tomich et al., 1998 dalam
Asyisanti, 2004 91,0
Mahogany Plantation Hutan tanaman Swietenia
macrophylla (Mahoni)
Benakat, Sumsel Gintings, 1997
64,1 - 166,6 131
nilai
tengah
64,1 -
198,0
Perkebunan Mahoni Indonesia, ? Hairiah et al, 2010
198,0
Hutan tanaman
Peronema canescens
(Sungkai)
Hutan tanaman Peronema
canescens (umur 10 - 25 th)
Sumatra Gintings, 1997
35,7 - 71,8 71.8
nilai
tengah
35,7 -
71,8
Hutan tanaman Schima
wallichi (Puspa)
Hutan tanaman Schima wallichi
(umur 25 th)
Tanjungan,
Lampung
Gintings, 1997
74,4 74.4
Hutan tanaman Aleurites
mollucana (Kemiri)
Hutan tanaman Aleurites
mollucana (umur 15-25 th)
Sumatra Siregar & Dharmawan,
2008; Gintings, 1997
69,1 - 177,2 123.2
nilai
tengah
69,1 -
177,2
Hutan tanaman Pinus
merkusii
Hutan tanaman Pinus merkusii
(umur14-24 th)
Jawa Gintings, 1997
74,6 - 217,5 116.3
nilai
tengah
15,04 -
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
167
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
217,5
Perkebunan Pinus (umur 30 th) Indonesia Hairiah et al, 2010
183,0
Hutan tanaman Tusam/Pinus
(umur 5-20 th)
Indonesia Heriyanto et al, 2010
15,04 - 161,04
Perkebunan Damar Hutan tanaman Agathis
loranthifolia (umur 40 th)
Jawa Tengah Siregar & Dharmawan,
2007
123,40 156.7
nilai
tengah
123,4 -
190
Perkebunan Damar (umur 40 th) Indonesia Hairiah et al, 2010
190,0
Perkebunan Cengkeh Perkebunan Cengkeh (umur 35
th)
Indonesia Hairiah et al, 2010
142,0 142
Hutan rakyat pohon Jati Aminudin, 2008
68,73 68.73
Hutan rakyat pohon
Afrika
Hutan rakyat pohon Afrika (umur
0,5-7,5 th)
Asyisanti, 2004
15,56 - 194,97 105.3
nilai
tengah
15,56 -
194,97
Agroforestri tegakan
murni
Rusolono, 2006
15,4 - 80,2 47.8
nilai
tengah
15,4 -
80,2
Agroforestri kebun
campuran
Rusolono, 2006
10,4 - 73,8 42.1
nilai
tengah
10,4 -
73,8
Forest Re-growth
(Belukar)
37
18.5
Forest Re-growth on
Swamp
37
18.5
Shrubs (Semak/Belukar
Muda)
37
18.5
Semak belukar Nunukan, Kaltim Lusiana, 2005
19,4
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
168
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
Semak belukar Jambi Prasetyo, 2000
15,0
Shrubs on Swamp
37
18.5
Grassland
37
18.5
Swamp
Grasses/Fernland
37
18.5
Forest Re-growth
(Belukar) / Forest Re-
growth on Swampy /
Grassland / Hutan Kota /
Mixed Garden /
Overgrowing Clear cut-
Shrubs / Shrubs
(Semak/Belukar Muda) /
Shrubs on Swampy
Imperate cylindrica Indonesia de Groot et al. (2005)
5 30
15
Grassland Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 12
Grassland tropics Murdiyasso and Wasrin
(1995) 30
Grassland Asia Michel et al. (2005) 13
Woodland Asia Michel et al. (2005) 100
Wooded grassland Asia Michel et al. (2005) 33
Closed shrubland Asia Michel et al. (2005) 72
Open shrubland Asia Michel et al. (2005) 16
Savannah tropics Murdiyasso and Wasrin
(1995) 80
Savannah tropics Murdiyasso and Wasrin
(1995) 200
Bush/shrub Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 30
Savana/Padang rumput Jambi Prasetyo, 2000
6,0
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
169
land cover classes Class description Region Literature Source
Biomass
Specifications
[t/ha]
Biomass used
for Calculations
[t/ha]
Carbon
Specification
s [t/ha]
Carbon
used for
Calculation
s [t/ha]
Note
Savana/Padang rumput Indonesia Peace, 2007
10,0
Imperata Nunukan, Kaltim Rahayu et al.
4,2
Swamp Grasses /
Fernland
44
22
Mixed Agriculture /
Paddy Field
Cropland Asia Michel et al. (2005) 51,0 56
28
Cultivated lands and secondary
vegetation
Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 71,0
Upland rice/bush fallow rotation Indonesia Hairiah et al. (2001) 148,0
Cash crops plantation Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 56,0
Paddy field Sumatra, Pasir
Mayang
Prasetyo et al. (2000) 15,0
Padi Nunukan, Kaltim Rahayu et al.
4,8
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
170
Lampiran 3. Foto-foto Aktifitas Pengumpulan Data Karbon di Kabupaten Kuantan Singingi
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
171
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
172
Pemetaan, Pengukuran Dan Perhitungan Carbon dan InVest Analisis Di Tiga (3) Kabupaten Prioritas Koridor Rimba
173