Simulasi Kasus
INFEKSI CACING TAMBANG DISERTAI ANEMIA
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Rahmad Budianto, S. KedI1A001058
Pembimbing :
Dr. Agung Biworo, M.Kes
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANLABORATORIUM FARMASI
BANJARBARU
November, 2006
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing tambang merupakan masalah besar yang terjadi di beberapa
negara berkembang.(Chan,1997) Infeksi tersebut diperkirakan dialami oleh 1,3 milyar
orang di seluruh dunia.(Albonico,1998) Seringkali, infeksi cacing tambang menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi. Anemia yang terjadi disebabkan karena cacing
tambang mengambil makanan dari darah dengan cara merusak kapiler darah pada
mukosa usus halus mengakibatkan perdarahan gastrointestinal, hilangnya protein
serum, dan inflamasi pada usus halus. Selain anemia, infeksi cacing tambang juga
menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif pada
anak-anak.(Held,2006)
Spesies cacing tambang yang sering menyebabkan terjadinya infeksi pada
manusia antara lain Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
(Chan,1997,Albonico,1998,Held,2006) Necator americanus cenderung tumbuh di daerah iklim
tropis, sedangkan Ancylostoma duodenale lebih cenderung tumbuh di daerah
dengan iklim yang lebih dingin dan lebih kering. Akan tetapi, distribusi geografis
kedua spesies cacing ini sangat luas dan endemik pada banyak wilayah.(Albonico,1998)
Penatalaksanaan infeksi cacing tambang ditujukan untuk mengontrol
dampak infeksi cacing tambang tersebut terhadap gangguan nutrisi pada anak-
anak dikombinasikan dengan terapi antihelmintik dan pemberian suplemen zat
besi. Hal ini dikarenakan terjadinya defisiensi mikronutrien esensial, contohnya
1
zat besi dapat memicu terjadinya infeksi lain yang disebabkan oleh berbagai virus
atau bakteri patogen.(Held,2006)
Berikut ini akan disampaikan simulasi kasus mengenai infeksi cacing
tambang yang disertai oleh anemia pada seorang anak yang berumur 8 tahun.
1.2 Definisi
Ankilostomiasis adalah infeksi pada usus halus yang disebabkan oleh satu
atau lebih spesies cacing tambang (Ancylostoma duodenale,Necator americanus).
(Montresor,2004)
1.3 Epidemiologi
Cacing tambang diperkirakan menginfeksi lebih dari 1300 juta orang di
seluruh dunia (WHO 2002). Infeksi cacing tambang yang terjadi meliputi populasi
yang hidup di daerah tropis dan subtropis terutama pada iklim dan higiene
lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan cacing tambang yang sesuai dengan
daur hidupnya. Di negara-negara maju, infeksi cacing tambang jarang terjadi.
Infeksi biasanya dibawa oleh pengunjung atau imigran yang datang dari negara-
negara berkembang maupun negara miskin.(Montresor,2004)
1.4 Patofisiologi
Hampir semua infeksi cacing tambang disebabkan oleh Ancylostoma
duodenale atau Necator americanus. Parasit ini hidup di usus halus dan
bereproduksi secara seksual. Cacing betina mengeluarkan telurnya ke dalam feses
manusia dan menyebar ke lingkungan di sekitarnya. Pada kondisi iklim yang
sesuai, telur cacing tambang akan menempel di tanah dan menghasilkan larva
2
yang infektif. Infeksi terjadi melalui penetrasi larva melalui kulit, tetapi pada
spesies A.duodenale juga dapat menginfeksi manusia secara oral. Setelah
penetrasi ke dalam tubuh manusia, larva akan bermigrasi melalui sistem peredaran
darah, termasuk pula ke dalam sistem peredaran darah pulmoner. Hal ini
dikarenakan larva cacing tambang tersebut memasuki pembuluh darah kapiler dan
berpenetrasi ke parenkim paru-paru, kemudian larva memasuki saluran
pernapasan dan tertelan ke saluran pencernaan. Di dalam usus halus, larva
berkembang menjadi stadium dewasa. Waktu yang diperlukan dari tertelannya
telur atau dari saat penetrasi larva hingga menimbulkan infkesi adalah 28-50 hari
untuk A.duodenale dan 40-50 hari untuk N.americanus. Cacing dewasa dapat
berada di saluran pencernaan hingga bertahun-tahun.(Montresor,2004)
3
4
Gambar 1. Daur hidup cacing tambang(Watson,2006)
1.5 Anamnesa/gejala klinis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa/gejala klinis(Garekar,2005,Pohan,1999)
Adanya rasa gatal di tempat penetrasi/masuknya larva merupakan gejala awal
yang terjadi.
Batuk dan mengi dapat terjadi setelah satu minggu setelah terpapar cacing
diakibatkan larva yang bermigrasi ke paru-paru.
Rasa tak enak pada perut, kembung, mual, muntah, tidak nafsu makan, sering
mengeluarkan gas (flatus), dan diare merupakan gejala iritasi cacing terhadap
usus halus yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan
penetrasi ke dalam kulit.
Infeksi yang sedang sampai berat dapat menyebabkan hilangnya darah secara
bermakna, yang dapat dimanifestasikan dengan terjadinya melena. Apabila
cadangan zat besi dalam tubuh telah habis, maka gejala anemia akan tampak.
Anemia biasanya akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan
walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala
anemia tersebut tentunya bergantung pula pada keadaan gizi pasien.
Pemeriksaan Fisik(Garekar,2005)
Infeksi akut
Eritema dengan papul atau vesikel kecil akan tampak pada tempat masuknya
larva, seringkali terdapat di kaki. Seringkali terjadi selama 1-2 minggu.
Terdapatnya bekas garukan yang dapat menimbulkan terjadinya infeksi
bakterial sekunder cukup banyak ditemukan.
5
(a) (b) (c)
Wheezing yang jelas dapat terdengar apabila larva telah bermigrasi ke sistem
pulmoner.
Infeksi kronik
Pucat, chlorosis (kulit berwarna kehijauan), takikardi, dan gejala lain
kegagalan cardiac output yang disebabkan oleh anemia.
Edema yang disebabkan oleh hipoproteinemia.
Adanya tanda-tanda malnutrisi.
1.6 Pemeriksaan Penunjang/pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan feses dan sputum
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang adalah dengan ditemukannya telur
A.duodenale di dalam tinja pasien. Telur cacing tambang ini biasanya lebih mudah
terdeteksi apabila jumlah di dalam tinja sebanyak 1200 telur/mL atau lebih.
Ukuran telur cacing tambang ini kira-kira sebesar 60x40 µm. Metode yang umum
digunakan untuk mengidentifikasi telur cacing ini adalah teknik Kato-Katz.
(Garekar,2005) Selain dalam tinja, larva dapat juga ditemukan dalam sputum penderita.
(Pohan,1999)
6
Gambar 2. (a) Telur A.duondenale; (b) Larva A.duodenale; (c) Cacing dewasa A.duodenale(Watson,2006)
Pemeriksaan darah lengkap
Eosinofilia pada darah tepi seringkali mengawali terjadinya infeksi cacing
tambang yang asimptomatik. Hal ini biasanya terjadi ketika larva mulai
bermigrasi ke dalam paru-paru. Selain itu, infeksi cacing tambang memiliki
karakteristik terjadinya anemia defisiensi besi (anemia hipokromik mikrositik).
(Garekar,2005)
1.7 Pengobatan
Tujuan pengobatan pada infeksi cacing tambang antara lain :
1. Membasmi keberadaan cacing tambang yang berada di dalam tubuh manusia
2. Memperbaiki keadaan umum penderita yang diakibatkan oleh infeksi cacing
tambang yang terjadi, misalnya dengan memperbaiki anemia yang
ditimbulkan dan pemberian multivitamin.
Antelmintik
Obat pilihan pertama untuk infeksi cacing tambang terutama yang
diakibatkan oleh A.duodenale ialah mebendazol. Selain mebendazol, terapi pilihan
yang juga dapat diberikan ialah pirantel pamoat. Antelmintik lain yang juga dapat
diberikan pada infeksi cacing tambang ialah albendazol.(Sukarban,1995)
7
Berikut adalah antelmintik yang bisa dipakai pada pengobatan infeksi
cacing tambang yang diakibatkan oleh A.duodenale :
1. Nama obat Mebendazol
Farmakodinamik Mebendazol menghambat kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinestrase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing. Cacing akan mati perlahan-lahan dan hasil terapi memuaskan setelah 3 hari pemberian obat. Obat ini juga menimbulkan sterilitas pada cacing tambang sehingga telur gagal berkembang menjadi larva. Tetapi larva yang sudah matang tidak dapat dipengaruhi oleh mebendazol.(Sukarban,1995)
Farmakokinetik Mebendazol hampir tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorpsinya buruk. Obat ini memiliki bioavaibilitas sistemik yang rendah, disebabkan absorsinya yang buruk dan mengalami first pass hepatic metabolism yang cepat. Diekskresi terutama lewat urin dalam bentuk utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam tempo 48 jam. Juga ditemukan metabolit dalam bentuk konyugasi yang diekskresi bersama empedu. Absorpsi mebendazole akan meningkat bila diberikan bersama dengan makanan berlemak.(Sukarban,1995)
Dosis Dewasa : 2 x 100 mg selama 3 hari
Anak-anak : 2 x 100 mg selama 3 hari(Sukarban,1995)
Efek samping dan kontraindikasi
Mebendazol tidak menyebabkan efek sistemik toksik mungkin karena absorpsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun malnutrisi. Mebendazol dikontraindikasikan pada penderita dengan riwayat hipersensitivitas.(Sukarban,1995)
Interaksi Karbamazepin dan fenitoin menurunkan efek kerja mebendazol. Sedangkan simetidin meningkatkan konsentrasi plasma mebendazol.(Garekar,2005)
Perhatian Tidak direkomendasikan diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester pertama. Pemakaian dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan enzim hati.(Garekar,2005)
2. Nama obat Pirantel pamoat
Farmakodinamik Pirantel pamoat menghambat menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls,
8
sehingga cacing mati dalam keadaan spastis. Pirantel pamoat juga berefek menghambat enzim kolinestrase sehingga meningkatkan kontraksi otot pada cacing.(Sukarban,1995)
Farmakokinetik Pirantel pamoat diabsorpsinya di usus tidak baik dan sifat ini memperkuat efeknya yang selektif pada cacing. Ekskresi pirantel pamoat sebagian besar bersama tinja, dan kurang dari 15% diekskresi bersama urin dalam bentuk utuh.(Sukarban,1995)
Dosis Dewasa : 10 mg/kgBB selama 3 hari
Anak-anak : 10 mg/kgBB selama 3 hari(Sukarban,1995)
Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara, misalnya keluhan saluran cerna, demam, dan sakit kepala. Penggunaan obat ini pada wanita hamil dan anak dibawah usia 2 tahun tidak dianjurkan. Dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, karena dapat meningkatkan SGOT pada beberapa penderita.(Sukarban,1995)
Interaksi Pirantel pamoat tidak boleh diberikan bersama piperazin karena efek kerjanya berlawanan.
Perhatian Hati-hati pada gangguan fungsi hati.
3. Nama obat Albendazol
Farmakodinamik Obat ini bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya cacing akan mati. Obat ini memiliki efek membunuh telur cacing tambang.(Sukarban,1995)
Farmakokinetik Pada pemberian per oral, obat ini diserap dengan cepat oleh usus. Obat ini dimetabolisir terutama menjadi albendazol sulfoksida dalam urin.
Dosis Dewasa : 400 mg (dosis tunggal)(Sukarban,1995)
Anak-anak : 400 mg (dosis tunggal)
Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, insomnia. Pada studi toksisitas kronik dengan hewan coba ditemukan adanya diare, anemia, hipotensi, depresi SST, kelainan fungsi hati, fetal toxicity. Dikontraiindikasikan untuk anak kurang dari 2 tahun, wanita hamil, dan sirosis hati, serta riwayat
9
hipersensitivitas.(Sukarban,1995)
Interaksi Pemberian bersama karbamazepin dapat menurunkan efektifitas albendazol. Deksametason, simetidin, dan prazikuantel dapat meningkatkan toksisitas albendazol.(Garekar,2005)
Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko
Perhatian Pasien dengan gangguan fungsi hati harus benar-benar dievaluasi sebelum diberikan terapi albendazol, sebab albendazol dimetabolisme di hati dan memiliki efek hepatotoksik.(Garekar,2005)
Antianemia
Antianemia yang diberikan pada penderita infeksi cacing tambang ialah
berupa suplemen zat besi. Hal ini dikarenakan infeksi cacing tambang seringkali
mengakibatkan terjadinya penurunan zat besi secara berlebihan.
Sejumlah besar preparat besi tersedia di pasaran. Karena besi dalam
bentuk fero paling diabsorpsi maka hanya garam fero yang digunakan. Fero sulfat,
fero glukonat, dan fero fumarat semua efektif dan tidak mahal serta
direkomendasikan pada pasien. Tambahan vitamin C atau zat makanan lain pada
umumnya tidak perlu. Preparat besi bentuk lepas lambat dan salut enterik jangan
digunakan, karena besi paling baik diabsorpsi di duodenum dan jejunum
proksimal.(Ries-Katzung,1998)
Garam besi yang berbeda menyediakan besi bebas dalam jumlah yang
berbeda-beda. Pada individu yang defisiensi besi, kira-kira 50-100 mg besi dapat
bergabung ke dalam hemoglobin harian, dan kira-kira 25% besi yang diberikan
per oral sebagai garam besi dapat diabsorpsi. Karena itu, 200-400 mg besi bebas
10
harus diberikan setiap hari untuk memperbaiki defisiensi besi paling cepat.(Ries-
Katzung,1998)
Tabel 1. Rekomendasi preparat besi per oral yang paling sering digunakan(Ries-Katzung,1998)
Preparat Ukuran
tablet
Besi bebas per tablet
Dosis Dewasa (tablet per hari)
Fero sulfat, terhidrasi
Fero sulfat, terdesikasi
Fero glukonat
Fero fumarat
Fero fumarat
325 mg
200 mg
320 mg
200 mg
325 mg
65 mg
65 mg
37 mg
66 mg
106 mg
3-4
3-4
3-4
3-4
2-3
Pasien dengan besi per oral harus dilanjutkan untuk 3-6 bulan. Ini tidak
hanya memperbaiki anemianya tetapi juga untuk mengisi kembali besi cadangan.
Respons pertama yang dapat diukur sebagai hasil terapi berhasil dapat dilihat
kurang dari seminggu. Efek samping umum dari terapi besi per oral antara lain
mual, rasa tidak enak epigastrium, kejang perut, konstipasi, dan diare. Efek
samping ini biasanya berhubungan dengan dosis dan dapat diatasi dengan
menurunkan dosis harian atau makan tablet segera setelah atau bersama-sama
makanan. Beberapa pasien mengalami efek samping gastrointestinal yang ringan
dengan salah satu garam besi dibandingkan dengan yang lain dan mendapat
keuntungan dengan mengganti preparat.(Ries-Katzung,1998)
1. Nama preparat besi Fero sulfat
Indikasi Anemia defisiensi besi
Dosis Dewasa : 2-3 x 300 mg selama 6 bulan setelah makan.(Depkes,2000)
11
Efek samping Iritasi saluran cerna, mual, nyeri epigastrik, konstipasi, tinja berwarna hitam.(Depkes,2000)
2. Nama preparat besi Fero fumarat
Indikasi Anemia defisiensi besi
Dosis Dewasa : 3 x 200-400 mg
Bayi : 0,6 – 2,4 ml/kg/hr (sirup)
Anak : 2,5 – 5 ml/kg/hr (sirup) (Depkes,2000)
Efek samping Iritasi saluran cerna, mual, nyeri epigastrik, konstipasi, tinja berwarna hitam.(Depkes,2000)
3. Nama preparat besi Fero glukonat
Indikasi Anemia defisiensi besi
Dosis Dewasa : 600-800 mg/hr dosis terbagi(Sukarban,1995)
Anak : 300 mg/hr dosis terbagi (Depkes,2000)
Efek samping Iritasi saluran cerna, mual, nyeri epigastrik, konstipasi, tinja berwarna hitam.(Depkes,2000)
Multivitamin
Vitamin B Kompleks
Vitamin B Kompleks menyediakan intake untuk absorbsi vitamin B1, B6,
B12, niasin, asam pantotenat, biotin, kolin, inositol, asam paraamino benzoat, dan
asam folat.(Sukarban,1995)
1.8 Prognosis
Prognosis pada infeksi cacing tambang akan baik apabila terapi
antelmintik dan terapi zat besi diberikan secara tepat. Selain itu, perbaikan anemia
dan malnutrisi yang adekuat juga mendukung perbaikan pada infeksi cacing
12
tambang ini. Akan tetapi, dilaporkan beberapa kasus penurunan fungsi
intelegensia pada penderita yang mengalami infeksi cacing tambang.(Garekar,2005)
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1 Kasus
Anamnesa
Seorang anak bernama Bobby berumur 8 tahun saat ini duduk di kelas III
SD memiliki keluhan tidak nafsu makan. Keluhan ini sudah berbulan-bulan dan
anak menjadi kurus. Perut anak agak buncit dan mengeluh agak mual. Anak
kadang-kadang mengalami diare encer, tapi sembuh sendiri.
13
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak seperti kurang gizi
Tanda vital : TD = 110/70 mmHg N = 88 x/menit
RR = 20 x/menit t = 37,5 0 C
Wajah : konjungtiva agak anemis
Toraks : tidak ada kelainan
Abdomen : perut agak buncit, tidak ada splenomegali/hepatomegali
Pemeriksaan Penunjang
Feses : Telur Ancylostoma duodenale (+)
Diagnosis : Infeksi cacing tambang disertai anemia
2.2 Tujuan Pengobatan
Pengobatan kausatif : menghilangkan keberadaan cacing tambang
Ancylostoma duodenale sebagai sumber infeksi.
Pengobatan simptomatik : mengurangi gejala anemia yang terjadi akibat
infeksi cacing tambang.
Pengobatan suportif : pemberian multivitamin sebagai nutrisi pendukung
dan penambah nafsu makan.
2.3 Daftar kelompok obat dan jenisnya yang berkhasiat untuk infeksi cacing tambang yang disertai anemia pada kasus ini
Kelompok Obat Jenis Obat
1. Antielmentik Mebendazol, Pirantel pamoat
2. Antianemia Fero sulfat, fero fumarat
14
3. Multivitamin Vitamin B12
2.4 Perbandingan Kelompok Obat Menurut Khasiat, Keamanan dan Kecocokannya Untuk Kasus Tersebut
No Jenis Obat Khasiat Keamanan(Efek Samping
Obat)
Kecocokan (Kontraindikasi)
1 Mebendazol Antielmintik Efek sampingnya:Mebendazol tidak menyebabkan efek sistemik toksik mungkin karena absorpsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun malnutrisi.reaksi alergi : demam, eosinofilia, eksantem.(Sukarban,1995)
Kontraindikasi : Mebendazol dikontraindikasikan pada penderita dengan riwayat hipersensitivitas.(Sukarban,1995)
2. Pirantel pamoat
antielmintik Efek samping :
Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara, misalnya keluhan saluran cerna, demam, dan sakit kepala.(Sukarban,1995)
Kontraindikasi : Penggunaan obat ini pada wanita hamil dan anak dibawah usia 2 tahun tidak dianjurkan. Dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, karena dapat meningkatkan SGOT pada beberapa penderita.(Sukarban,1995)
3. Fero sulfat Antianemia Efek sampingnya : Iritasi saluran cerna, mual, nyeri epigastrik, konstipasi, tinja berwarna hitam.(Depkes,2000)
Kontraindikasi :Pasien dengan striktur dan divertikulum usus.(Depkes,2000)
4. Fero fumarat
Antianemia Efek sampingnya : Iritasi saluran
Kontraindikasi :Pasien dengan striktur dan
15
cerna, mual, nyeri epigastrik, konstipasi, tinja berwarna hitam.(Depkes,2000)
divertikulum usus.(Depkes,2000)
5. Vitamin B Kompleks
Multivitamin
2.5 Pilihan Obat dan Alternatif Obat Yang Digunakan
Antielmintik
No.
Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
1. Nama Obat Mebendazol Pirantel pamoat2 BSO (generik, paten,
kekuatan)Generik : MebendazolBSO : sirup 10 mg/ml
Tablet 100 mgPaten : Vercid®
BSO : tablet 100 mg
Generik : Pirantel pamoatBSO : sirup 50 mg/ ml
Tablet 125,250 mgPaten : Combantrin®
BSO : sirup 25 mg/ ml Tablet 125,250 mg
3. BSO yang diberikan Tablet karena anak sudah bisa menelan
Tablet karena anak sudah bisa menelan
4. Dosis referensi 2 x 100 mg selama 3 hari
10 mg/kgBB selama 3 hari
5. Dosis pada kasus 2 x 100 mg 250 mg 6. Frekuensi pemberian 3 kali sehari 1 kali sehari7. Cara pemberian Per oral, karena anak
masih bisa menelanPer oral, karena anak masih bisa menelan
8. Saat pemberian Bersama makanan, karena absorpsinya meningkat bersama makanan
Sebelum makan, karena absorpsinya terganggu apabila diberikan bersama makanan
9. Lama pemberian 3 hari 3 hari
Antianemia
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Fero sulfat Fero fumarat2 BSO (generik,
paten, kekuatan)Generik : Fero sulfatBSO : sirup 150 mg/5 ml, tablet 200,300 mg
Generik : Fero fumaratBSO : Tablet 200,300 mg, Kaptab 200 mg
16
Paten : Iberet®
BSO : sirup 150 mg/5 ml, tablet 200,300 mg
Paten : Hemobion®
BSO : Kapsul 200 mg
3. BSO yang diberikan
Tablet karena anak sudah bisa menelan
Tablet karena anak sudah bisa menelan
4. Dosis referensi 2-3 x 300 mg selama 6 bulan
3 x 200-400 mg selama 6 bulan
5. Dosis pada kasus 2 x 200 mg 3 x 200 mg 6. Frekuensi
pemberian2 kali sehari 3 kali sehari
7. Cara pemberian Per oral, karena anak masih bisa menelan
Per oral, karena anak masih bisa menelan
8. Saat pemberian Sebelum makan Sebelum mkan9. Lama pemberian 2 minggu 2 minggu
Multivitamin
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Vitamin B complex -2 BSO (generik,
paten, kekuatan)Generik : Vitamin B complexPaten : Bekamin B Complex®
BSO : tiap tablet salut : vit.B1 2 mg, vit B2 2,5 mg, vit B6 2 mg, vit B12 10 ug, nikotinamida 20 mg,kalsium pantotenat 10mg.
-
4. Dosis referensi 2 x 1 tablet5. Dosis pada kasus 2 x 1 tablet6. Frekuensi
pemberian2 kali sehari
7. Cara pemberian Per oral, karena anak masih bisa menelan
8. Saat pemberian Sebelum makan9. Lama pemberian 2 minggu
2.6 Resep Yang Tepat dan Rasional Untuk Kasus Tersebut
17
Terapi Utama
Dr. Rahmad BudiantoSIP. 07/03/2006
Alamat Rumah :Jl. A. Yani Km. 36 No.27 BanjarbaruTelp (0511) 7455900
Alamat Praktek :Jl. A. Yani Km 38 No.120BanjarbaruTelp (0511) 7455890
Banjarbaru, 14 November 2006
R/ Mebendazol tab 100 mg No.VI S 2.d.d I dc
R/ Ferro sulfat tab 200 mg No.XV S 2.d.d I ac
R/ Bekamin B Complex tab No.XV S 2.d.d I ac
Pro : An. RyanUmur : 8 tahunAlamat : Jl. Kutilang No.64 Banjarbaru
Terapi Alternatif
Dr. Rahmad BudiantoSIP. 07/03/2006
Alamat Rumah :Jl. A. Yani Km. 36 No.27 BanjarbaruTelp (0511) 7455900
Alamat Praktek :Jl. A. Yani Km 38 No.120BanjarbaruTelp (0511) 7455890
Banjarbaru, 14 November 2006
R/ Pirantel pamoat tab 250 mg No.III S 1.d.d I dc
R/ Ferro fumarat tab 200 mg No.XX S 3.d.d I ac
18
R/ Bekamin B Complex tab No.XV S 2.d.d I ac
Pro : An. RyanUmur : 8 tahunAlamat : Jl. Kutilang No.64 Banjarbaru
2.7 Pengendalian Obat
Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, frekuensi
pemberian, cara pemberian, saat pemberian, lama pemberian dan efek samping.
Bila timbul efek samping, obat harus dihentikan dan dapat diganti dengan obat
lain yang khasiatnya sama. Pada kasus ini, untuk mengatasi anemia defisiensi besi
seharusnya diberikan selama 6 bulan. Namun, pada pasien ini terapi untuk
mengatasi anemia diberikan selama 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk
mengevaluasi apakah terapi yang diberikan selama 2 minggu tersebut efektif
mengatasi anemia defisiensi besi yang dapat terjadi.
Pengobatan terpenting adalah dengan mengetahui penyebab utama
sehingga dapat diberikan obat yang tepat. Bila penyakit bertambah parah atau
tidak sembuh sampai obat habis dapat dilakukan pemeriksaan dan kontrol ulang.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Chan MS, Bradley M, Bundy DAP. Transmission patterns and the epidemiology of hookworm infection. Int J Epidemiol 1998; 26(6):1392-40
2. Albonico M, Stolzful RJ, Savioli, Tielsch JM, Chwaya HM et al. Epidemiological evidence for a differential effect of hookworm species, Ancylostoma duodenale or Necator americanus, on iron status of children. Int J Epidemiol 1998; 27:530-7
3. Held MR, Bungiro RD, Harrison LM, Hamza I, Cappello M. Dietary iron content mediates hookworm pathogenesis in vivo. Am J Clin Nutr 2006; 74(1):289-95
4. Montressor A, Savioli L. Ankylostomiasis. Orphanet Encyclopedia 2004. (online) Available from: URL:http://www.orpha.net
20
5. Watson C, Hickey PW. Hookwor infection. eMedicine J 2006. (online) Available from: URL:http://www.emedicine.com
6. Garekar S, Asmar B. Ancylostoma infection. eMedicine J 2005. (online) Available from: URL: http://www.emedicine.com
7. Pohan HT. Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996
8. Sukarban S, Santoso SO. Antelmintik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI, 1995
9. Ries CA, Santi DV. Obat-obat yang digunakan pada anemia; faktor-fator pertumbuhan hematopoitieik dalam Farmakologi Dasar Dan Klinik edisi 6. Jakarta: EGC, 1998
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2000
21