Daftar Isi
PENDAHULUAN 3RUANG LINGKUP 7KERANGKA & SKEMA PENILAIAN INTEGRITAS 8METODE PENGUMPULAN DATA 9HASIL SURVEI K/L/PD SPI 2018 13
(THE INTEGRITY ASSESSMENT IS) ONE OF THE NEWEST AND MOST AMBITIOUS
EVALUATION AND COMMUNICATION STRATEGIES…
AS A RESULT OF THIS ‘NAMING AND SHAMING’ STRATEGY, ORGANIZATIONS THAT WERE RANKED LOW IN THE ASSESSMENTS
HAVE GENERALLY MADE PROACTIVE EFFORTS AND INITIATED SPECIFIC MEASURES TO IMPROVE THEIR ASSESSMENT RESULTS
GOING FORWARD.
OECD report. “Public Sector Integrity: A Framework for Assessment” November, 2005
Tindak pindana korupsi masih merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh Indonesia yang menghambat pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Segenap upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan meliputi serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas (menindak) tindak pidana korupsi. Survei Penilaian Integritas (SPI) merupakan upaya yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) dalam rangka mencegah korupsi. SPI menggunakan pendekatan yang diadaptasi oleh Anti-corruption & Civil Rights Commission (ACRC) Korea dan telah diterapkan secara luas dibeberapa negara dengan nama Integrity Assessment.
PENDAHULUAN
4
SPI BERTUJUAN UNTUK
Memetakan isu/permasalahan integritas peserta SPI 2018 untuk meningkatkan kesadaran akan risiko korupsi. Kesadaran risiko korupsi diharapkan mendorong inisiatif peserta untuk melakukan perbaikan sistem pencegahan korupsi
APA SIH MANFAAT SPI? A. Untuk Institusi
1. Mengidentifikasi area perbaikan yang rentan terhadap korupsi
2. Menilai upaya pencegahan korupsi dan aktivitas antikorupsi yang sudah dilakukan di K/L/PD
3. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap K/L/PD
B. Untuk publik1. Mendorong peran serta
masyarakat dalam peningkatan integritas
2. Mengetahui fakta korupsi di K/L/PD
5
$$
$$
$$
Syed Husssein AlatasKorupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi. hal. viii, LP3ES,
Jakarta, 1987.
ESENSI KORUPSI ADALAH PENCURIAN MELALUI PENIPUAN DALAM SITUASI YANG
MENGKHIANATI KEPERCAYAAN.
6
“SPI ini sangat membantu kami untuk memberikan gambaran yang nyata
terkait identifikasi area rentan korupsi, indikator keberhasilan kegiatan
korupsi, dan peningkatan kepercayaan publik. Manfaatnya banyak sekali, mungkin saja banyak hal yang kami
tidak ketahui terjadi di belakang sana. Juga jadi mengetahui pendapat
eksternal mengenai Pemkot Surabaya untuk bahan perbaikan”
– Sigit Sugiharsono, Pemerintah Kota Surabaya
7
SPI 2018 dilaksanakan pada 26 K/L/PD dengan target sampel pada setiap K/L/PD sebanyak 130 responden yang terdiri dari 60 responden internal (pegawai K/L/PD), 60 responden eksternal (pengguna layanan) dan 10 responden eksper (sumber ahli).
RUANG LINGKUP
6 Kementerian/Lembaga, yaitu:1. Mahkamah Agung2. Kepolisian RI3. Kementerian Kesehatan4. Kementerian Perhubungan5. Kementerian Keuangan6. Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (KemenATR/BPN)
20 Pemerintah Provinsi, yaitu: 1. Provinsi Aceh2. Provinsi Sumatera Utara3. Provinsi Sumatera Barat4. Provinsi Riau5. Provinsi Jambi6. Provinsi Bengkulu7. Provinsi Kepulauan Riau8. Provinsi DKI Jakarta9. Provinsi Jawa Barat10. Provinsi Jawa Tengah
11. Provinsi Jawa Timur12. Provinsi Banten13. Provinsi Nusa Tenggara
Barat14. Provinsi Nusa Tenggara
Timur15. Provinsi Kalimantan Tengah16. Provinsi Kalimantan Selatan17. Provinsi Kalimantan Timur18. Provinsi Sulawesi Tengah19. Provinsi Sulawesi Selatan20. Provinsi Gorontalo
12
3 4
5
6
7
89 10 1112
13 14
15
16
1718
19
20
8
Survei Penilaian Integritas (SPI) adalah penilaian yang dilakukan untuk memetakan risiko korupsi dan mencegah korupsi melalui penguatan sistem anti korupsi. SPI menggunakan kombinasi pendekatan persepsi dan pengalaman (langsung maupun tidak langsung) pemangku kepentingan. Integritas dinilai dengan melihat bagaimana organisasi (diwakili pegawai/pejabat publik) melaksanakan tugas melakukannya secara transparan, akuntabel, dan anti-korupsi. Penilaian diberikan oleh pegawai (internal), pengguna layanan (eksternal) dan narasumber ahli (eksper) dan disesuaikan oleh faktor koreksi.
KERANGKA & SKEMA PENILAIAN INTEGRITAS
Variabel yang dinilai untuk dimensi umum adalah:Budaya organisasi > kejelasan informasi, suap, gratifikasi, calo, pungli, penyalahgunaan wewenang, dan konflik kepentingan internal
Sistem Antikorupsi > perlindungan whistleblower, pengaduan pelaku dan media pengaduan korupsi, dan sosialisasi antikorupsi
Pengelolaan SDM > konflik kepentingan dalam seleksi dan promosi pegawai, integritas karyawan, dan peningkatan kualitas SDM
Pengelolaan anggaran > penyelewengan anggaran, dan perjalanan dinas dan honor fiktif
Indeks PenilaianInternal(0,4189)
BudayaKorupsi Transparansi
LaporanPengaduan
(1/3)
Sistem AntiKorupsi
Sistem AntiKorupsi
LaporanKepatuhan
LHKPN (1/3)
PengelolaanSDM
IntegritasPegawai
PengarahanInstansi Sebelum
Survei (1/3)
PengelolaanAnggaran
Indeks PenilaianEksternal(0,2962)
Indeks Penilaian
Eksper(0,2849)
Indeks Penilaian
Eksper(0,2849)
9
Lokus Survei· Kementerian/Lembaga adalah
unit kerja setara Eselon II yang memberikan pelayanan publik tertentu yang menjadi fokus perhatian KPK.
· Pemerintah Provinsi : Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendapatan Daerah, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULP).
Target Sampel1. Responden internal (ASN)2. Responden eksternal
(Pengguna layanan)
3. Responden eksper (Narasumber ahli)
Pemilihan Sampel A. InternalASN yang telah bekerja minimal 1 tahun. Kuota sampel disebar secara proporsional dengan ketentuan berikut:
· Jabatan Eselon II atau setingkat dipilih semua sebagai sampel
· Jabatan Eselon III & IV dan Staf dipilih sampel secara proporsional
B. Eksternal1. Pelayanan Loket· Pemilihan sampel eksternal
loket dilakukan pada waktu tersibuk layanan.
· Pengguna layanan yang sudah pernah akses layanan loket sampai selesai dalam 12 bulan terakhir
· Loket yang memberikan pelayanan dari pertama sampai akhir
2. Pelayanan Non Loket· Pemilihan responden
stakeholder ditentukan secara sistematik dengan menggunakan daftar pengguna layanan (customer list)
C. EksperSepuluh 10 kriteria ahli/tokoh yang bisa dijadikan sampel eksper, yaitu:
METODE PENGUMPULAN DATA
10
I. Akademisi yang memiliki reputasi melakukan kajian terhadap tema pemerintahan/sektor terkait
II. Jurnalis yang memiliki pengalaman bekerja di desk hukum atau politik/pemerintah
III. Sekretariat DPR/DPRD komisi bidang pemerintah
IV. Inspektorat/Pengawas internal, Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
V. OmbudsmanVI. Pensiunan (pejabat
minimal setara eselon II yang pensiun tidak lebih dari lima tahun yang lalu)
VII. LSM yang fokus pada kinerja pemerintah atau antikorupsi
11
MESKI KEBERADAAN KORUPSI HANYA TERJADI DI 1 DARI 100 ORANG DI
SUATU INSTANSI, NAMUN YANG PERLU DIPERHATIKAN ADALAH KERUGIAN YANG
DIHASILKAN. BAGAIMANA JIKA DIKALIKAN DENGAN JUMLAH INSTANSI DI INDONESIA?
12
“SPI sangat penting, bisa mengukur hal-hal yang di luar jangkauan.
Masyarakat akan lebih terbuka jika disurvei melalui SPI dan dijadikan
sebagai tolak ukur untuk perbaikan-perbaikan.”
– Kamaruddin, Pemerintah Kabupaten Pinrang
13
HASIL SURVEI K/L/PD SPI 2018
Profil Responden Internal
39,8% 60,2%20-29 th: 5,2%30-39 th: 27,4%40-49 th: 33,3%50-59 th: 33,9% >59 th: 0,1%
Setara Eselon I/IIPejabat Utama/Pratama
Setara Eselon IV/Pejabat Pengawas
Staf/fungsional umum
Setara Eselon III/Pejabat Administrator
Setara Eselon V/Kaur/Pelaksana
Fungsional tertentu
8,3%
12,4%
61,3%
9,2%
1,2%
7,7%
SMP ataulebih rendah
Diploma
Pascasarjana
SMA
Sarjana
0,3%
9,8%
34,9%
12,5%
42,5%
Profil Jenis Kelamin Responden Internal
Profil Usia Responden Internal
Profil Jabatan Responden Internal Profil Pendidikan Terakhir Responden Internal
N: 1514
14
33,6% 66,4%20-29 th: 33,1%30-39 th: 28,1%40-49 th: 23,2%50-59 th: 11,1% >59 th: 3,3%
Profil Jenis Kelamin Responden Internal
Profil Usia Responden Internal
Profil Pekerjaan / Kegiatan Sehari-hari Responden Eksternal
SMP
SD
Tidak tamat SD / Tidak
Sekolah
Diploma
Pascasarjana
SMA
Sarjana
3,0%1,2%0,2%
15,9%
4,9%
32,7%
42,2%
Profil Pendidikan Terakhir Responden Internal
N: 1525
Profil Responden Eksternal
PNS
8,3%
TNI/Polri
0,5%
Petani/Nelayan
0,4%
Tidak Bekerja
3,5%
Lainnya
6,0%
IbuRumah Tangga
3,7%Pelajar/Mahasiswa
4,9%
Wiraswasta
21,1%Karyawan swasta
51,5%
15
Profil Responden Internal
12,2% 87,8%Profil Jenis Kelamin Responden Eksper
Profil Usia Respoden Eksper
Profil Pendidikan Terakhir Responden Eksper
<20 th: 0,0%20-29 th: 3,4%30-39 th: 16,4%40-49 th: 34,0%50-59 th: 34,4% >59 th: 11,5%
S1 ke bawah
49,6%Pascasarjana
50,4%
N: 262
16
Hasil Indeks Integritas SPI 2018 pada 26 K/L/PD
*) Nilai Indeks Integritas Kepolisian Republik Indonesia dan Provinsi Sulawesi Tengah tidak dapat ditampilkan karena kecukupan sampel tidak terpenuhi
Tahukah Anda?1. Semakin tinggi angka
indeks menunjukkan tingkat integritas K/L/PD yang semakin baik.
2. Nilai Indeks tinggi mendekati 100 menunjukkan risiko korupsi rendah dan adanya kemampuan sistem untuk merespon kejadian korupsi dan pencegahannya secara lebih baik.
3. Nilai tinggi tidak berarti kejadian korupsi tidak akan terjadi karena korupsi sebagaimana tindak pidana lain dapat terjadi meski dalam sistem yang sudah mapan sekalipun.
Rata-rata K/L/PD
Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah
Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Kementrian Kesehatan
Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat
Pemerintah Provinsi Gorontalo
Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau
Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Kementrian Keuangan (Dirjen
Bea Cukai)
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur
Kementrian Perhubungan
Pemerintah Provinsi Bengkulu
Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah
Pemerintah Provinsi Banten
Badan Pertahanan Nasional
Pemerintah Provinsi Aceh
Pemerintah Provinsi Jambi
Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan
Pemerintah Provinsi Riau
Mahkamah Agung
Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tengah*
Kepolisian RI*
68,75
78,26
74,96
74,75
74,63
73,85
73,34
73,13
72,97
70,2
68,76
68,45
67,65
67,55
66,99
66,47
66,13
66
65,88
64,67
64,24
63,87
63,85
62,33
61,11
N/A
N/A
17
Hasil Khusus Kementerian/ Lembaga SPI 2018
Hasil Khusus Pemerintah Daerah SPI 2018
Rata-rata PD
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Gorontalo
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Bengkulu
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Banten
Provinsi Aceh
Provinsi Jambi
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Riau
69,07
78,26
74,96
74,63
73,85
73,34
73,13
72,97
68,76
68,45
67,65
67,55
66,47
66,13
66
65,88
64,24
63,87
63,85
62,33
Rata-rata K/L
Kementrian Kesehatan
Kementrian Keuangan (Dirjen
Bea Cukai)
Kementrian Perhubungan
Badan Pertahanan Nasional
Mahkamah Agung
67,54
74,75
70,2
66,99
64,67
61,11
18
BAHAYA KORUPSI TIDAK BISA DIUKUR HANYA DARI SIAPA DAN BERAPA BANYAK ORANG YANG MELAKUKAN KEJAHATAN TERSEBUT TETAPI BERAPA BESAR DAMPAK YANG DIAKIBATKAN. SATU ORANG YANG MEMILIKI KEWENANGAN LUAS MELAKUKAN KORUPSI DAPAT
MEMILIKI DAMPAK MERUSAK MELAMPAUI DIMENSI INSTANSI KARENA ITU PRINSIP ZERO TOLERANCE DAN ONE IS TOO MANY MENJADI
PRINSIP YANG PENTING DALAM PENCEGAHAN KORUPSI
19
“SPI jangan dilihat hanya nilai, jika hanya dilihat nilai maka hanya mengejar target nilai. Yang dilihat
adalah tujuan untuk membuat Indonesia menjadi bersih. Jika Indonesia bersih akan berdampak
pada kemajuan bangsa Indonesia sendiri, dan akan meningkatkan rasa kepercayaan terhadap Indonesia.
Jika semua institusi terutama yang publik itu punya nilai integritas maka Saya yakin kita akan
mendorong Indonesia menjadi lebih maju. “- Nanang Prasetyo Ernawan, Kementerian Keuangan
20
Indeks Integritas Institusi SPI 2018
PenilaianInternal(81,65)
Indeks IntegritasInstitusi
BudayaOrganisasi(79,52)
Sistem AntiKorupsi(81,65)
Transparansi(72,05)
Pengelolaan SDM(81,31)
Pengelolaan Anggaran(84,52)
SistemAnti-Korupsi(66,93)
Integritas Pegawai(71)
PenilaianEksternal(70,06)
PenilaianEksper(48,17)
Kejelasan Informasi
1. 1 dari 3 ahli merasa kualitas transparansi layanan publik masih buruk.2. 8% pegawai mengatakan bahwa belum disediakan informasi yang lengkap terkait pelayanan.3. 4% pengguna layanan merasa informasi yang disediakan mengenai tata cara, persyaratan, dan biaya pelayanan di K/L/PD masih tidak jelas.
Calo
1. 42% ahli mengatakan masih banyaknya praktik percaloan di K/L/PD. 2. Namun, 22% pegawai pernah melihat dan mendengar adanya keberadaan calo di instansi. Terjadi kenaikan angka jika dibandingkan dengan tahun 2017.3. Fakta keberadaan calo ini muncul di semua instansi yang menjadi target sampling (26/26).
21
2017
2017
2017
2017
2018
2018
2018
2018
14,7%
45,00%
35,1%
39,5%
10,1%
44,6%
41,1%
47,3%
Pegawai
Perorangan (bukan) pegawai
Perorangan (bukan) pegawai dengan surat kuasa
Biro jasa
Pelaku Percaloan di K/L/PD 2017-2018
5. Saat ini peran calo adalah: 1. “Calo itu yang memberikan
informasi kepada kami jika harus memberikan sesuatu (uang/ barang/ fasilitas) kepada petugas.”
2. “Calo yang menentukan nilai/ besar uang/ barang/ fasilitas/ucapan yang harus diberikan (suap).”
Suap
1. Menurut ahli angka terjadinya suap masih sangat besar di K/L/PD, 56% yang mengatakan bahwa masih sering terjadi praktik suap di K/L/PD.2. 2 dari 3 pegawai yang pernah melihat/ mendengar adanya pegawai yang menerima pemberian/ suap
4. Menurut pegawai, mayoritas calo berasal dari perorangan (bukan) pegawai. Sedangkan tahun 2017 mayoritas berasal dari birojasa.
22
dari masyarakat atau pihak swasta.3. 1 dari 3 pegawai yang beranggapan bahwa besar kemungkinan petugas di K/L/PD menerima pemberian berupa uang/ barang/fasilitas (suap).4. 5% pengguna layanan pernah melihat/ mendengar pegawai menerima suap.5. Kejadian gratifikasi/suap muncul di semua instansi yang disurvei (26/26) pada SPI tahun 2018. Suap terjadi ketika:
• Pegawai menginginkan promosi jabatan
• Pengguna layanan menginginkan dipermudahnya urusan layanan
Pungli
1. 50% ahli berpendapat sering terjadinya petugas memungut pungli.
Perlindungan Whistleblower
1. 27% pegawai memiliki persepsi bahwa pelapor korupsi akan mendapatkan respon yang negatif seperti dikucilkan, diberi
sanksi, dimutasi, karirnya dihambat, dll. 2. 23% pengguna layanan tidak percaya bahwa whistleblower (masyarakat) yang melaporkan adanya korupsi akan mendapat perlindungan, merupakan angka yang tidak terlalu berubah dengan tahun 2017 (20%).3. 3% pegawai pernah melihat/ mendengar pelapor korupsi mendapat respon negatif. Persentase yang lebih rendah dari tahun 2017.4. Fakta pelapor korupsi mendapat respon negatif muncul di 20 dari 26 instansi peserta.
Pengaduan Pelaku dan Media Pengaduan Korupsi
1. 32% pegawai belum pernah melihat pelaku korupsi terungkap dan diproses secara hukum.2. Pengguna layanan (19%) tidak percaya bahwa laporan dari masyarakat tentang korupsi akan ditindaklanjuti.3. Fakta mengenai pegawai yang belum pernah melihat pelaku korupsi terungkap dilanjutkan ke aparat penegak hukum muncul di 24 dari 26 instansi peserta.4. Ahli (32%) juga berpendapat bahwa sistem pengaduan korupsi yang dimiliki K/L/PD masih buruk, angka yang
23
tidak jauh berbeda dengan tahun 2017 (31%) Hal ini mengindikasikan belum adanya perbaikan berarti terkait sistem pengaduan korupsi.
Konflik Kepentingan
a. Dalam Pelayanan1. 3 dari 10 pegawai percaya
masih adanya pengaruh suku, agama, hubungan kekerabatan, almamater, dan sejenisnya dalam pelaksanaan tugas pegawai di K/L/PD.
2. 2 dari 10 pengguna layanan percaya suku, agama, kekerabatan, almamater, dan sejenisnya yang memengaruhi proses perizinan atau memberi pelayanan.
b. Dalam Seleksi Pegawai dan Promosi Jabatan
1. 7 dari 10 ahli berpendapat masih banyaknya konflik
kepentingan dilakukan oleh pegawai.
2. 25% pegawai pernah melihat/ mendengar konflik kepentingan dalam penerimaan pegawai.• Mayoritas mengatakan
hubungan kekerabatan dan kedekatan dengan pejabat merupakan faktor yang sangat berpengaruh kepada penerimaan pegawai.
3. 6% pegawai pernah melihat/ mendengar suap dalam promosi karir.• Mayoritas mengatakan
hubungan kekerabatan, kedekatan dengan pejabat dan almamater merupakan faktor yang sangat berpengaruh kepada promosi atau mutasi.
Hal ini menggarisbawahi bahwa isu penanganan konflik kepentingan menjadi penting karena berpengaruh tidak hanya dalam layanan tetapi juga masuk dalam pengelolaan SDM terutama terkait seleksi dan promosi.
24
“KEJADIAN KORUPSI MENYERUPAI FENOMENA GUNUNG ES, SERINGKALI MUNCUL BERSAMA KOLUSI DAN SECARA ALAMI
DILAKUKAN OLEH LEBIH DARI SATU ORANG UNTUK MEMPERBESAR PELUANG KEBERHASILAN, KARENA ITU SATU KEJADIAN BISA
MENGINDIKASIKAN BANYAK HAL (KEJADIAN KORUPSI)”
25
“Adanya SPI KPK sangat membantu kami. Untuk mengukur integritas tidaklah mudah, dengan
bantuan KPK lembaga menjadi lebih terbuka untuk disurvei. SPI membantu kami ketika membuat pedoman untuk lembaga menjadi lebih baik”
– Nanih Kusnani, Kementerian Hukum dan HAM
26
Peningkatan Kualitas SDM
1. 35% ahli mengganggap objektifitas kebijakan SDM di K/L/PD masih buruk.
2. Namun hanya 2,3% pegawai mengatakan pernah melihat/ mendengar pemberian atau balas budi dalam peningkatan kualitas SDM.
Penyelewengan Anggaran
1. 6% pegawai pernah melihat/ mendengar adanya penyelewengan anggaran di tempat kerja.
• Bentuk penyelewengan anggaran: a. 7% penggelembungan
anggaran (mark up)b. 8% pengadaan barang/
jasa yang tidak sesuai prosedur
c. 7% hasil output pengadaan barang/jasa tidak sesuai
d. 7% hasil output pengadaan barang/ jasa tidak bermanfaat
2. Fakta penyelewengan anggaran ini muncul di 92% (24 dari 26) instansi peserta.
Dinas dan Honor Fiktif
1. 11% pegawai mengatakan pernah melihat/ mendengar adanya perjalanan dinas fiktif. Adanya sedikit peningkatan karena pada tahun 2017, hanya 7% pegawai yang percaya. • Fakta adanya
perjalanan dinas fiktif ini muncul di 85% (22 dari 26) instansi peserta.
2. 9% pegawai mengatakan pernah melihat/ mendengar adanya penerimaan honor tidak sesuai SPJ. Adanya sedikit penurunan karena pada tahun 2017, 7% pegawai yang percaya. • Fakta adanya
perjalanan dinas fiktif ini muncul di 88% (23 dari 26) instansi peserta.
Integritas Karyawan
1. 24% pengguna layanan tidak percaya bahwa semua pegawai yang melayani di unit pelayanan terbebas dari kepentingan
pribadi. Angka tersebut mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2017.
1. 5% pengguna layanan pernah melihat/ mendengar adanya penerimaan suap oleh pegawai di instansi.
2. Hal ini selaras dengan pendapat ahli (25%) yang mengatakan bahwa integritas pegawai masih buruk dan angka tersebut tidak jauh berbeda selama 2 tahun.
Sosialisasi Antikorupsi
1. Pada tahun 2017 dan 2018, 88% dan 91% pegawai mengaku sudah pernah mendapatkan sosialisasi antikorupsi. Pegawai yang mengaku mengetahui adanya sosialisasi antikorupsi dalam 1 tahun terakhir pada tahun 2017 dan 2018 adalah 90% dan 93%.
1. Sosialisasi antikorupsi sudah dilakukan di 100% (26 dari 26) instansi peserta.
2. Hal ini mengidikasikan bahwa sosialisasi anti korupsi sudah dilakukan di instansi peserta. Fakta
kejadian korupsi dilain sisi menunjukkan masih terjadi pengalaman korupsi yang dialami oleh pemangku kepentingan mempertanyakan efektivitas sosialisasi yang dilakukan dalam merubah perilaku.
SPI menjadi salah satu upaya untuk membantu menilai integritas agar instansi menjadi lebih baik, dan meningkatkan kepercayaan publik.
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI EFEKTIF MEMERLUKAN KOMBINASI
SERANGKAIAN TINDAKAN UNTUK MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI SERTA DUKUNGAN PERAN
SERTA MASYARAKAT. PEMBERANTASAN KORUPSI MEMBUTUHKAN AKSI BERSAMA
DAN PARTISIPASI AKTIF DARI SEGENAP PEMANGKU KEPENTINGAN.
96,2% pegawai & 91,20% pengguna
layanan percaya bahwa SPI mampu
membantu pencegahan
korupsi pada pemerintahan.
N: 3039
Sumber: SPI 2018