LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI
BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA
DI KOTA BANDUNG
Disusun oleh: Kelompok 10 B
Putri Indah Pertiwi 10506003
Johan Kartono 10706018
Herdi Arman Putra 12206037
Hidayatus Syufyan 12206087
M. Fajar Gunawan 13204241
Fatimatuz Zahra 15405032
DEPARTEMEN SOSIOTEKNOLOGI
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2009
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... i
BAB I Pendahuluan .................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................................................................. 1
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................................................................. 2
1.4 Sistematika Laporan .......................................................................................................................... 2
BAB II Landasan Teori ............................................................................................................................... 3
2.1. Teori Antropologi ....................................................................................................................... 3
2.2. Sistem Angkutan Kota Bandung ................................................................................................. 3
2.2.1. Izin operasi angkot .................................................................................................................... 3
2.2.2. Trayek angkutan kota Bandung ................................................................................................. 4
2.2.3. Tarif angkutan kota ................................................................................................................... 5
2.2.4. Retribusi angkutan kota Bandung ............................................................................................. 6
2.3. Unsur-Unsur Budaya ................................................................................................................... 7
BAB III Metodologi Penelitian ................................................................................................................... 8
BAB IV Pembahasan .................................................................................................................................. 9
3.1. Kepemilikan Angkot ................................................................................................................... 9
3.2. Jam Kerja .................................................................................................................................... 9
3.3. Retribusi .................................................................................................................................... 10
3.4. Pembahasan terhadap unsur budaya .......................................................................................... 11
3.4.1 Bahasa ............................................................................................................................... 11
3.4.2 Pendidikan dan Teknologi ................................................................................................. 12
3.4.3 Ekonomi ............................................................................................................................ 13
3.4.4 Sosial ................................................................................................................................. 19
BAB V Penutup ........................................................................................................................................ 22
Kesimpulan ........................................................................................................................................... 22
Saran ..................................................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ........................................................................................................................................... 23
1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota,
terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem transportasi
merupakan hal krusial dalam menentukan keefektifan suatu kota. Pergerakan penduduk dan
aktivitas ekonomi yang menggerakkan kota sangat tergantung pada sistem transportasi tersebut.
Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, oleh karena itu sistem transportasinya
merupakan hal yang penting. Salah satu sistem transportasi umum yang ada di Bandung adalah
Angkutan Kota.
Angkutan kota (angkot) sudah menjadi kebutuhan utama dalam mendukung kehidupan
sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat kota Bandung. Posisi angkutan kota yang menjadi
kebutuhan utama ini menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan angkutan kota di Kota
Bandung. Angkutan kota yang banyak akhirnya menyebabkan para pengemudi angkutan kota
memiliki komunitasnya sendiri, yang juga memiliki sistem budayanya sendiri, yang berbeda
dengan sistem budaya masyarakat Bandung yang lain.
Pengemudi angkutan kota yang memiliki prinsip atau budaya hidup yang berbeda dengan
pekerja lain ini mendapat respon yang beragam di masyarakat. Budaya pengemudi angkutan kota
ini mendapatkan baik respon yang positif maupun yang negatif. Budaya para pengemudi
angkutan kota dan respon-respon terhadap budaya tersebut merupakan hal yang menarik untuk
dipelajari dan diteliti.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian mengenai budaya sopir angkot di kota Bandung ini adalah:
a. Mengetahui sistem penyelenggaraan usaha angkot di kota Bandung
b. Mengenal profil umum sopir angkot di kota Bandung
c. Mengetahui budaya supir angkot di Kota Bandung
2
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini mencakup dua batasan ruang lingkup. Pertama adalah ruang lingkup
wilayah, yang dalam penelitian ini adalah angkutan kota di Kota Bandung. Dipilih wilayah kota
agar bisa mendapatkan data secara keseluruhan. Kedua adalah ruang lingkup pembahasan, yang
fokus hanya kepada perilaku supir angkutan kota di Kota Bandung. Fokus ini dipilih agar
penelitian ini menjadi suatu penelitian yang padat dan tidak melenceng kemana-mana sehingga
memudahkan yang membaca.
1.4 Sistematika Laporan
Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan, metodologi penelitian, dan
sistematika laporan.
BAB II. LANDASAN TEORI
Berisikan tinjauan umum tentang angkutan kota dan ilmu antropologi yang mendasari
penyusunan laporan penelitian ini.
BAB III. PEMBAHASAN
Berisikan analisis terhadap penelitian tentang angkutan kota yang telah dilakukan
penulis.
BAB IV. PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran.
3
BAB II
Landasan Teori
2.1. Teori Antropologi
Ilmu antropologi menyediakan banyak teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli.
Penulis memilih beberapa di antaranya yang mendasari penelitian yang dilakukan oleh penulis
mengenai angkot ini, yaitu:
Teori Geertz:
“Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman
atau penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia”
Teori R. Firth:
“Kebudayaan adalah seluruh perilaku manusia dalam organisasi dan pranata yang
mengatur penggunaan sumber -sumber terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dalam suatu masyarakat tertentu.”
Teori Sathe:
“Kebudayaan adalah gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi penting yang dimiliki suatu
masyarakat yang menentukan atau mempengaruhi komunikasi, pembenaran, dan perilaku
anggota-anggotanya”
2.2. Sistem Angkutan Kota Bandung
Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan
umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum
dengan dipungut bayaran. Salah satu kendaraan umum yang beroperasi di kota Bandung adalah
angkutan perkotaan atau biasa disebut angkot.
2.2.1. Izin operasi angkot
Pengoperasian angkot di kota Bandung diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung
bekerjasama dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung. Setiap pemilik
angkot yang ingin mengoperasikan angkotnya harus memiliki izin dari Pemkot Bandung, dalam
4
hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung. Menurut Perda Kota Bandung No. 02/2008
pasal 131, izin untuk menyelenggarakan usaha angkot terdiri dari:
a. Izin Usaha Angkutan (IUA);
b. Izin Trayek;
c. Izin Operasi;
Izin Usaha Angkutan adalah izin yang diperlukan oleh seorang pengusaha angkot yang
memperbolehkannya memiliki unit angkutan dan menjalankan unit angkutan itu untuk berusaha
di jalanan. Izin Trayek adalah izin yang dibutuhkan suatu unit angkutan kota untuk menjalankan
usahanya berdasarkan trayek tertentu. Sedangkan, Izin Operasi adalah izin jalan untuk suatu unit
angkutan kota.
Izin-izin tersebut diberikan oleh Dishub Kota Bandung dengan melengkapi persyaratan-
persyaratan tertentu.
2.2.2. Trayek angkutan kota Bandung
Angkot-angkot yang beroperasi di kota Bandung melintasi berbagai jalanan di kota
Bandung yang terbagi dalam 38 trayek atau jurusan. Tiap trayek memiliki nomor dan ciri-ciri
angkot tersendiri. Adapun trayek-trayek angkot di kota Bandung adalah sebagai berikut:
Trayek angkot Jarak
(km)
Jumlah
(unit)
1 Abdul Muis – Cicaheum Via Binong 16 369
2 Abdul Muis – Cicaheum Via Aceh 11 100
3 Abdul Muis – Dago 11 273
4 Abdul Muis – Ledeng 13 245
5 Abdul Muis – Elang 10 101
6 Cicaheum – Ledeng 15 214
7 Cicaheum – Ciroyom 15 206
8 Cicaheum – Ciwastra – Derwati 17 200
9 Cicaheum – Cibaduyut 18,4 150
10 Stasiun Hall – Dago 11 52
11 Stasiun Hall – Sadang Serang 9 150
12 Stasiun Hall – Ciumbuleuit Via Eykman 9 60
13 Stasiun Hall – Ciumbuleuit Via Cihampelas 8 40
14 Stasiun Hall – Gede Bage 21 200
15 Stasiun Hall – Sarijadi 7,7 75
16 Stasiun Hall – Gunung Batu 8 55
5
Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun 2003
2.2.3. Tarif angkutan kota
Tarif penggunaan jasa angkutan kota yang dibebankan kepada penumpang juga diatur
oleh Peraturan Daerah Kota Bandung, terutama yang terbaru pada Perda Kota Bandung No. 2
Tahun 2008, mengatur sebagai berikut:
Pasal 153 ayat (1): Besarnya tarif angkutan kota yang sepenuhnya beroperasi di Daerah
ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar.
Pasal 153 ayat (3): Tarif angkutan kota dan angkutan pedesaan yang beroperasi di
wilayah perbatasan, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antar Bupati/Walikota
yang terkait dalam kerjasama transportasi antar daerah.
Jadi, besaran tarif yang dikenakan bergantung kepada jarak yang ditempuh selama
menggunakan jasa angkot. Besaran tarif ditetapkan melalui kesepakatan antara masyarakat kota
Bandung, yang diwakili oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan Organisasi Angkutan
Darat (Organda) Kota Bandung yang mewakili pengusaha dan pekerja angkot.
17 Margahayu Raya – Ledeng 23 125
18 Dago – Riung Bandung 21 201
19 Pasar Induk Caringin – Dago 22 140
20 Panghegar Permai – Dipatiukur – Dago 18,9 155
21 Ciroyom – Sarijadi 12 97
22 Ciroyom – Bumi Asri 9 115
23 Ciroyom – Cikudapateuh 15 125
24 Sederhana – Cipagalo 13,9 276
25 Sederhana – Cijerah 8 67
26 Sederhana – Cimindi 9 55
27 Ciwastra – Ujungberung 17,9 32
28 Cisitu – Tegallega 10,7 82
29 Cijerah – Ciwastra – Derwati 20 200
30 Elang – Gede Bage – Ujungberung 22 115
31 Abdul Muis – Mengger 6 25
32 Cicadas – Elang 19 300
33 Antapani – Ciroyom 15 160
34 Cicadas – Cibiru – Panyileukan 15 200
35 Bumi Panyileukan – Sekemirung 20 125
36 Sadang Serang – Caringin 21 200
37 Cibaduyut – Karang Setra 18,2 201
38 Cibogo – Elang 6 35
6
Tarif angkot yang berlaku saat ini adalah minimal Rp 1.250,- dan bertambah sesuai jarak
yang ditempuh.
2.2.4. Retribusi angkutan kota Bandung
Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai Pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang Pribadi dan/atau Badan. Dalam hal ini, retribusi yang dibayarkan atas izin
yang diberikan Pemerintah Kota Bandung untuk beroperasi di jalan-jalan kota Bandung serta
retribusi terhadap penggunaan terminal.
Menurut Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2008, tata cara penagihan retribusi adalah
sebagai berikut:
Pasal 6 ayat (1): Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
Pasal 7 ayat (1): Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas.
Sedangkan, beberapa jenis retribusi yang dikenakan terhadap pengoperasian suatu
angkutan kota meliputi:
1. Retribusi Pengujian kendaraan bermotor pertama kali, sebesar Rp.
90.000,00/kendaraan
2. Pengujian Berkala Perpanjangan, sebesar Rp. 50.000,00/kendaraan/6 bulan
3. Penilaian Kondisi Teknis Kendaraan, sebesar Rp. 50.000,00/ kendaraan
4. Retribusi Izin Usaha Angkutan ( IUA) penumpang dan barang, sebesar Rp.
1.500.000,00 tiap perusahaan selama usaha.
5. Retibusi Izin Trayek angkutan, sebesar Rp. 150.000,00/kendaraan/5 tahun.
6. Retribusi pelayanan jasa terminal penumpang: Rp. 1.500,00/hari/terminal
Pengujian berkala dikenakan setiap 6 bulan dan setiap pengujian mendapatkan tanda
stiker yang ditempelkan di bagian samping badan mobil angkot.
Selain retribusi resmi dari pemerintah, ada juga retribusi yang dibayarkan kepada
organisasi angkot (Organda) yang diwakili setiap Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib
(Kobanter) Baru. Besarannya ditentukan oleh setiap Kobanter Baru yang berbeda-beda sesuai
trayeknya.
7
2.3. Unsur-Unsur Budaya
Ada tujuh unsur budaya yang menjadi dasar melakukan penelitian dalam ilmu
antropologi, yaitu:
1. Bahasa
2. Religi
3. Pendidikan
4. Teknologi
5. Ekonomi
6. Sosial
7. Kesenian
Penelitian ini sendiri hanya membahas lima unsur dari tujuh unsur yang disebutkan di
atas, yaitu bahasa, ekonomi, sosial, pendidikan dan teknologi. Dua unsur yang tidak dimasukkan,
religi dan kesenian, dijadikan bahan penelitian dikarenakan tidak dapat melakukan penelitian
secara spesifik dan kurang relevan dengan objek yang diteliti.
8
BAB III
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam mengerjakan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode primer
a. Penelitian kuantitatif.
Kuesioner dibagikan kepada 100 orang pengguna jasa angkot yang mengamati
perilaku-perilaku sopir angkot seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner.
b. Pengamatan pasif terhadap sopir angkot.
Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilaku sopir angkot di kota
Bandung di setiap mobil angkot yang ditumpangi oleh peneliti dengan melihat dan
mencatat perilaku-perilaku sopir angkot tersebut.
c. Pengamatan aktif terhadap sopir angkot.
Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilakuu sopir angkot di kota
Bandung yang ditumpangi oleh peneliti dengan berinteraksi secara aktif atau
wawancara kepada sopir angkot tersebut.
2. Metode sekunder
Dilakukan dengan studi literatur terhadap buku-buku, jurnal, paper, ataupun sumber-
sumber lainnya dari internet. Studi literatur dilakukan terhadap materi yang terkait
dengan topik penelitian.
9
BAB IV
Pembahasan
3.1. Kepemilikan Angkot
Angkot yang beroperasi di kota Bandung terbagi dalam dua macam kepemilikan, yaitu
angkot yang dimiliki sendiri dan angkot yang dimiliki oleh orang lain, dalam hal ini adalah
pengusaha angkot yang menyewakan angkotnya untuk dikemudikan oleh sopir angkot.
Pemilik angkot di kota Bandung ada yang sekaligus menjadi sopir angkotnya sendiri.
Pemilik angkot ini membeli angkot dengan modal sendiri sehingga awalnya memiliki orientasi
untuk mengembalikan modal pembelian angkot. Namun, karena angkotnya dimiliki sendiri, tidak
ada target pendapatan (setoran) yang harus dicapai setiap hari, tetapi tetap mengejar pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, ada juga pemilik usaha angkot yang hanya bertindak sebagai pemilik saja
dengan menyerahkan pengoperasian angkot kepada pekerja/sopir yang sudah bersepakat
sebelumnya. Kesepakatan itu terutama mengenai besarnya biaya yang harus disetorkan kepada
pemilik angkot setiap harinya. Pendapatan bersih yang didapat sopir angkot setiap harinya adalah
pendapatan sopir angkot di hari itu dikurangi yang disetorkan. Ada juga kesepakatan mengenai
siapa yang menanggung bahan bakar angkot, serta perawatan angkot.
Pemilik usaha angkot umumnya tidak hanya memiliki satu angkot saja, dan bisa jadi
bukan hanya satu trayek saja yang dimilikinya. Semuanya bebas, yang penting memiliki izin
menyelenggarakan usaha angkot seperti yang diatur oleh pemerintah. Namun, banyaknya jumlah
angkot yang beroperasi juga diatur dan diawasi oleh Dinas Perhubungan kota Bandung.
Penulis tidak berhasil mendapatkan jumlah angkot yang dimiliki sendiri dan dimiliki
pengusaha angkot di kota Bandung, sehingga tidak dapat membahas lebih lanjut mengenai hal
ini.
3.2. Jam Kerja
Setiap trayek angkot memiliki waktu beroperasi yang berbeda-beda. Angkot-angkot yang
melewati terminal utama di kota Bandung, seperti terminal Cicaheum, Kebon Kalapa (Abdul
Muis), dan Leuwipanjang, beroperasi selama 24 jam penuh. Meski tidak semua angkot di trayek-
trayek tersebut yang beroperasi selama 24 jam, tetapi penumpang yang ingin menggunakan jasa
10
angkot di trayek-trayek tersebut masih dapat dilayani karena ada angkot yang masih beroperasi.
Di luar itu, angkot-angkot hanya beroperasi sampai dengan batas waktu tertentu, dan beroperasi
kembali keesokan harinya lagi.
Waktu bekerja seorang sopir angkot di kota Bandung berbeda-beda. Ada yang
mengoperasikan angkotnya sendiri selama sehari, ada yang berbagi waktu kerja mengemudikan
satu angkot dengan sopir lain, dan ada menggunakan sistem sopir “tembak”. Angkot yang
dioperasikan sendirian bisa dimiliki sendiri atau disewakan oleh pengusaha angkot.
Keuntungannya, pendapatan yang diperoleh bisa lebih besar, tetapi konsekuensinya lebih
menguras tenaga dan waktu beristirahat.
Ada juga yang satu angkot tetapi berbagi waktu mengemudikannya antara dua sopir
angkot. Berapa lama atau berapa rit waktu bekerja satu sopir disepakati bersama antar dua sopir
angkot tersebut. Jika angkot tersebut disewakan pengusaha angkot, maka setoran untuk
pengusaha angkot juga dibagi dua antara dua sopir angkot. Pendapatan seorang sopir angkot
dihitung dari kelebihan setorannya. Pendapatan memang bisa lebih sedikit dibanding sendirian,
tetapi waktu kerja lebih singkat.
Selain dua cara di atas, ada juga sopir angkot yang menyerahkan pengoperasian angkot
kepada orang lain yang sebelumnya tidak bekerja secara tetap sebagai sopir angkot, atau biasa
disebut sopir “tembak” atau sopir “batangan”. Sopir angkot menuntut setoran untuknya sebesar
tertentu, tetapi angkot dioperasikan oleh sopir “tembak” ini.
Seberapa banyak sistem angkot di kota Bandung menganut berbagai sistem tersebut,
peneliti tidak mendapatkan datanya.
3.3. Retribusi
Retribusi yang harus dibayarkan sopir angkot adalah sebesar Rp. 1.500,00/hari/ terminal.
Pada kenyataannya, yang dibayarkan oleh sopir angkot berbeda dengan yang telah diatur oleh
Perda Kota Bandung No. 12/2008. Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang dilakukan
terhadap beberapa sopir angkot di Bandung, jumlah dan cara pembayaran retribusi terminal ini
tidak sesuai dengan Perda Kota Bandung tersebut.
Setiap trayek memiliki dua terminal di masing-masing ujung rutenya. Oleh karena itu,
retribusi terminal yang dibayarkan seharusnya adalah sebesar Rp. 3.000,00/hari. Namun, yang
ditagihkan oleh petugas dari Dishub adalah sebesar Rp. 6.000,00/hari. Cara penagihannya pun
11
dengan cara diborong 4 kali sekaligus, yang seharusnya menurut peraturan seperti yang
disebutkan di bab sebelumnya bahwa penagihan retribusi tidak dapat diborongkan.
3.4. Pembahasan terhadap unsur budaya
3.4.1 Bahasa
Pengamatan yang dilakukan mendapatkan data bahasa yang digunakan sopir angkot
di kota Bandung sehari-hari dalam berkomunikasi dengan penumpang dan lain-lain sebagai
berikut:
Grafik 1. Bahasa yang digunakan sopir angkot
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa sopir angkot lebih banyak menggunakan
bahasa Sunda daripada bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sopir
angkot berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah. Pergaulan masyarakat
golongan ini memang lebih banyak menggunakan bahasa daerah, dalam hal ini adalah
bahasa Sunda. Meskipun sopir angkot tersebut bukan berasal dari masyarakat Sunda, tetapi
mereka juga terbiasa menggunakan bahasa Sunda. Percampuran dengan bahasa Indonesia
dikarenakan kebiasaan atau agar penumpang angkot, yang semuanya tidak dapat berbahasa
Sunda dengan baik, dapat mengerti dan saling berkomunikasi.
44%
16%
40%Sunda
Indonesia
Campur
Bahasa Yang Digunakan
12
3.4.2 Pendidikan dan Teknologi
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sopir angkot, rata-rata pendidikan
terakhir seorang sopir angkot adalah SD dan SMP.
Unsur teknologi yang diamati disini adalah kepemilikan telepon genggam
(handphone) oleh sopir angkot. Setidaknya, sopir angkot yang memiliki handphone tahu
cara menggunakan perangkat telekomunikasi modern tersebut. Dari pengamatan ini,
didapatkan data sebagai berikut:
Grafik 2. Kepemilikan telepon genggam (handphone) oleh sopir angkot
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar sopir angkot telah memiliki
handphone sehingga penguasaan teknologi bisa dikatakan cukup baik.
Selain itu, beberapa sopir angkot yang diwawancarai mengakui bahwa mereka
setidaknya mengerti sedikit tentang mesin mobil angkot. Hal ini dikarenakan mereka pernah
memeriksa atau memperbaiki sendiri mobil angkot tersebut. Setidaknya, pengetahuan akan
mesin ini dipelajari sedikit demi sedikit dari orang lain, kemudian menjadi terbiasa dan
akhirnya menjadi tahu juga.
Mobil angkot di kota Bandung jarang yang dilengkapi dengan fasilitas radio tape.
Namun, pada beberapa angkot dapat ditemukan radio tape terpasang meskipun dengan
speaker yang kecil. Bahkan, ada angkot yang sudah dilengkapi dengan pemutar compact
54%
46%
Ya
Tidak
Kepemilikan Handphone
13
disc (CD). Kejarangan adanya fasilitas multimedia di mobil ini lebih disebabkan biaya
pemasangannya, yang umumnya tidak ditanggung oleh sopir angkot.
3.4.3 Ekonomi
Sistem ekonomi pekerja angkot adalah sistem “kejar setoran”, maka sopir-sopir
angkot menerapkan kebiasaan-kebiasaan berikut untuk memenuhi target harian mereka:
“Ngetem”
Ngetem adalah kegiatan kendaraan umum masal/non personal (angkot, metro mini,
bis gede) berhenti sementara untuk mendapatkan penumpang.
Grafik 3. Seberapa sering angkot ngetem
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, diketahui bahwa sebagian besar angkot di
Bandung ngetem, bisa sebentar dan bahkan bisa lama. Bahkan, di spot-spot/tempat-tempat
tertentu menjadi tempat ngetem. Jika sebelumnya angkot tersebut kosong, ngetem bisa lama
yang menyebabkan penumpang yang menunggu menjadi kesal.
Kebanyakan sopir angkot ngetem di terminal atau tempat-tempat tertentu untuk
memenuhi kapasitas angkot sehingga target setoran terpenuhi. Selain itu, sambil ngetem,
sopir angkot juga dapat beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Bukan hanya penumpang,
angkot juga terkadang harus menunggu gilirannya untuk ngetem terdepan. Dengan begitu,
74%
26%
Ya
Tidak
Angkot ngetem?
14
waktu ngetem lebih lama dan jumlah rit dalam sehari bisa berkurang. Namun,
keuntungannya bagi sopir angkot, penumpang penuh setelah ngetem dapat memberi
pendapatan yang maksmimal di satu rit itu. Selain itu, dengan ngetem dan menjadikan penuh
kapasitas angkot dapat menghemat bahan bakar. Jika angkot jalan terus, dengan resiko sepi
penumpang, maka hanya akan menghabiskan bahan bakar saja.
Ngetem yang dilakukan oleh sopir angkot berbeda-beda lamanya. Hasil pengamatan
memberikan perbandingan seperti pada grafik berikut:
Grafik 4. Hasil pengamatan tentang berapa lama amgkot ngetem
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, penumpang angkot tidak menyukai angkot
yang ngetem terlalu lama. Karena itu pula, pengamatan tidak memasukkan data angkot yang
ngetem lebih dari 15 menit, meskipun banyak terjadi seperti di terminal atau pada malam
hari yang memang penumpangnya jarang.
Perilaku “ngetem” ini memiliki efek berbeda bagi pengguna dan pengemudi angkot.
Ngetem lama, penumpang jadi kesal. Tidak ngetem, pendapatan berkurang.
30%
51%
19%
1-5 menit
5-10 menit
10-15 menit
Lama ngetem
15
Memaksa 7-5
Ada lagi istilah “7-5”, yaitu banyaknya penumpang yang bisa memenuhi tempat
duduk di kanan dan kiri dalam angkot. 7 orang di sebelah kanan dan 5 orang di sebelah kiri
adalah kapasitas maksimal di bangku tersebut, bahkan sebetulnya untuk beberapa angkot,
tidak mencapai “7-5” sudah terasa sempit dan penumpang yang dipaksakan masuk tidak
mendapatkan tempat duduk yang layak. Hal ini dilakukan sopir angkot, yaitu memaksakan
“7-5” adalah demi memaksimalkan kapasitas angkot untuk memperoleh pendapatan yang
maksimal.
Belum lagi ditambah dengan adanya “bangku tempel” atau “bangku artis” yang
ditempatkan pada ujung pintu angkot, berkapasitas 1 -2 orang. Bahkan, tempat duduk di
depan samping sopir yang sebetulnya diperuntukkan untuk satu orang, tetapi demi
memaksimalkan kapasitas, dapat ditempati oleh dua orang penumpang. Namun, hal ini tidak
hanya ada pada angkot di kota Bandung, tetapi di daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di
Jakarta, Bogor, dan kota-kota lainnya.
Jika dihitung, jumlah penumpang yang dipaksakan ini menjadi 17 orang dalam satu
angkot termasuk sopir. Padahal, kapasitas layak yang diizinkan Dinas Perhububungan untuk
angkot adalah sekitar 11 – 12 orang saja. Namun, tidak ada tindakan apa-apa dari petugas
terkait terhadap hal ini.
Grafik 5. Perbandingan sopir angkot yang memaksakan kapasitas “7-5” pada angkotnya
68%
32%
Ya
Tidak
Memaksakan "7-5"?
16
Kesesuaian tarif
Tarif angkot yang dibebankan kepada pengguna jasa angkot di kota Bandung
didasarkan pada jarak yang ditempuh penumpang tersebut selama menaiki angkot tersebut.
Makin jauh jarak tempuhnya, maka tarif yang dibebankan juga lebih besar. Menurut
kesepakatan terakhir antara Dishub Kota Bandung dan Organda Kota Bandung, disepakati
bahwa tarif minimum pengguna jasa angkot, dalam artian untuk jarak dekat, tarifnya adalah
Rp 1.250,-. Namun, pada kenyataannya, tarif minimum yang dibayarkan penumpang angkot
adalah sebesar Rp 1.500,-.
Sopir angkot rata-rata masih berpegang pada tarif sebelumnya, padahal yang terbaru
sudah diturunkan sebesar Rp 250,-. Salah satu penyebab lain sopir angkot masih berpegang
pada tarif yang lama adalah masalah susah memberikan kembaliannya.
Selain itu, terkadang sopir angkot suka menaikkan tarif secara sepihak dimana dia
meminta tarif yang harus dibayar lebih besar daripada biasanya atau bisa juga
mengembalikan uang lebih dengan kurang dari seharusnya. Hal ini dilakukan sopir angkot
demi mengejar setoran, ini terbukti dari hasil pengamatan berikut ini:
Grafik 6. Perbandingan apakah tarif yang dikenakan sudah sesuai atau tidak.
85%
15%
Ya
Tidak
Sesuaikah tarif yang dibebankan?
17
Grafik 7. Perbandingan apakah kembalian uang lebih yang diterima penumpang angkot sudah
sesuai atau belum.
Putar balik (kasus khusus)
Ada kalanya angkot tidak berjalan mengikuti rute yang semestinya. Salah satu
kasusnya adalah angkot yang sebelum sampai ke tujuannya, tetapi memutar arah kembali ke
arah rute sebaliknya. Ini dinamakan putar balik. Akibatnya, jika masih ada penumpang di
dalam angkot tersebut terpaksa diturunkan di tempat angkot tersebut memutar arah. Alasan
sopir angkot melakukan putar balik adalah karena rute tersebut sedang sepi sedangkan rute
sebaliknya diperkirakan ramai atau memang ada keperluan tertentu kea rah sebaliknya.
Cukup jarang memang kasus ini, maka dari itu penulis menyebutnya kasus khusus.
Berdasarkan pengamatan, hanya 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik
seperti ditunjukkan grafik berikut:
33%
67%Ya
Tidak
Sesuaikah kembalian yang diterima?
18
Grafik 8. Perbandingan apakah sopir angkot melakukan putar balik atau tidak
Dari 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik tersebut, alasan-alasan
angkot tersebut melakukan putar balik ditunjukkan oleh grafik berikut:
Grafik 9. Perbandingan alasan sopir angkot melakukan putar balik
Penumpang yang ada di dalam angkot pada saat angkot melakukan putar balik
terpaksa diturunkan, dan kadang sopir angkot bertanggung jawab dengan tidak meminta tarif
22%
78%
Ya
Tidak
Melakukan putar balik?
86%
14%
Sepi penumpang
Mau pulang
Alasan memutar balik?
19
karena hal-hal seperti ini biasanya di luar perkiraan. Persentase hasil pengamatan cukup
banyak yang tidak perlu membayar ongkos, tetapi lebih banyak yang diminta untuk
membayar penuh ongkos angkot. Grafiknya sebagai berikut:
Grafik 10. Perbandingan tarif yang dibayar oleh penumpang saat sopir angkot melakukan
putar balik
3.4.4 Sosial
Sopir angkot dalam profesinya tidaklah sendiri. Mereka berkelompok sesuai dengan
trayek dimana mereka bekerja, meski tak jarang antar sopir angkot yang berbeda trayek juga
saling kenal. Pergaulan antar sopir angkot terutama di terminal-terminal sembari menunggu
penumpang. Namun, cara pergaulan ini tergantung masing-masing pribadi sopir angkot juga.
Ada yang sering mengobrol, dan ada pula yang hanya sebatas kenal nama saja.
Pergaulan antar sopir angkot ini tidak dibatasi oleh usia, tetapi berdasarkan
wawancara yang dilakukan, bahwa sopir-sopir angkot memang lebih sering berkumpul
dengan sopir-sopir angkot lain yang usianya setara. Dari survey atas 100 responden berikut,
terlihat sopir angkot paling banyak berada pada kelompok usia antara 30-40 tahun.
50%
9%
41%Bayar penuh
Bayar setengahnya
Tidak bayar
Tarif yang dibayar?
20
Grafik 11. Perbandingan sopir angkot berdasarkan usianya.
Data di atas tidak dapat dijadikan kesimpulan akhir mengenai rata-rata usia sopir angkot di
Bandung, tetapi sebatas pengamatan ini dapat dianalisis bahwa usia di antara 30-40 tahun
mendominasi pekerjaan sopir angkot. Usia di bawah 30 tahun mungkin lebih memilih pekerjaan lain
dibandingkan sebagai sopir angkot. Sedangkan, usia di atas 40 tahun sudah tergeser oleh sopir-
sopir angkot yang lebih muda.
Angkot-angkot ini juga terkumpul dalam suatu organisasi, yaitu Organisasi Angkutan Darat
(Organda) Kota Bandung meskipun keberadaanya bukan di bawah pemerintah. Namun, posisinya
justru sering mewakili angkot-angkot pada rapat dengan pemerintah. Organisasi ini juga memungut
iuran/retribusi kepada anggota-anggotanya yang pemanfaatannya juga untuk kesejahteraan
anggota-anggotanya. Organda Bandung ini membawahi Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib
(Kobanter) Baru yang mewakili setiap trayek angkot Bandung.
Sopir-sopir angkot Bandung juga memiliki solidaritas yang tinggi antar sesamanya. Ini
terbukti dari beberapa kejadian baru-baru ini, yaitu pada demo kenaikan tarif karena peningkatan
harga BBM dan akan beroperasinya bis Trans Metro Bandung (TMB). Pada kejadian pertama, sopir-
sopir angkot yang diorganisasi Organda sepakat untuk melakukan mogok massal dan semua
mengikuti. Sedangkan, yang kedua mogok massal dilakukan angkot-angkot yang beroperasi di
sepanjang Jalan Soekarno-Hatta. Meskipun, solidaritas ini sepertinya terkesan dipaksakan.
Berbeda halnya dengan rasa sosial yang ditunjukkan oleh sopir angkot terhadap pengguna
jalan lainnya. Hal ini terlihat dari seringnya sopir-sopir angkot melanggar atau mengabaikan
27%
65%
8%
20 - 30 Tahun
30 - 40 Tahun
Di atas 40 Tahun
Usia sopir angkot
21
peraturan-peraturan lalu lintas sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada pengguna jalan
lainnya. Selain itu, penumpang di dalam angkot juga sering merasakan ketidaknyamanan terhadap
perilaku menyetir angkot oleh sopirnya. Berikut ini adalah hasil pengamatan tentang jumlah sopir
angkot yang menyetir angkotnya dengan “kasar” atau tidak:
Grafik 12. Perbandingan cara pembawaan dalam menyetir mobil angkot
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, memang lebih sedikit sopir yang menyetir angkotnya
dengan “kasar” dibanding yang tidak. Dari jumlah seperti itu, sudah menimbulkan keresahan bagi
orang lain, tetapi kurang bisa disimpulkan bahwa sopir angkot memiliki rasa sosial yang rendah.
39%
61%Kasar
Tidak
Pembawaan dalam menyetir angkot
22
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Perilaku-perilaku sopir angkot yang berhasil diamati adalah
1. „Ngetem‟
2. Memaksa 7-5
3. Putar balik
4. Ugal-ugalan
5. Menaikkan ongkos secara sepihak
Perilaku-perilaku di atas menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jasa angkot
maupun pengguna jalan raya lainnya.
Sopir angkot Bandung mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa
Indonesia maupun bahasa Sunda.
Sopir angkot secara pengetahuan dan teknologi sudah cukup baik.
Secara sosial sopir angkot memiliki organisasi untuk membantu mereka sehingga ikatan
antar mereka cukup kuat.
Sistem perangkutan angkot di Bandung rata-rata menggunakan sistem setoran.
Pemungutan retribusi oleh pemerintah kota Bandung tidak sesuai dengan peraturan
daerah mengenai retribusi.
Saran
Sopir angkot sebaiknya mengurangi perilaku-perilaku yang menimbulkan
ketidaknyamanan orang lain.
Sopir angkot hendaknya selalu taat kepada aturan-aturan lalu lintas yang berlaku di jalan
raya sehingga stigma negatif dari masyarakat.
Pengguna angkot juga hendaknya lebih menghormati profesi sopir angkot, dan jangan
sembarangan naik dan turun dari angkot di tempat-tempat yang kurang memungkinkan.
Pemerintah harusnya mengaplikasikan peraturannya dengan baik.
23
Daftar Pustaka
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Perhubungan di Kota Bandung. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung
(http://www.bandung.go.id/)
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Retribusi di Bidang
Perhubungan. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung (http://www.bandung.go.id/)
Bandung Dalam Angka Tahun 2003. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung
(http://www.bandung.go.id/)
Ngetem And The Never Ending Circle. Sumber:
http://www.titiw.com/2009/02/03/ngetem-and-the-never-ending-circle/
Ayu Humairoh, “Teori Sosiologi dan Antropologi”. Sumber:
http://ayuhumairoh.blogspot.com/2009/09/teori-sosiologi-dan-antropologi.html
A.E. Dumatubun, “Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif Antropologi
Kesehatan,” Jurnal Antropologi Papua, vol. 1, no. 1, Agustus 2002.
Roger M. Keesing, “Theories of Culture”, Annual Review of Anthropology, 1974.
Dr. Chairil N. Siregar, M.Sc, “Materi Kuliah Antropologi”.
Chabib Mustofa, “Antropologi Budaya”.