BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2021 KEMENKEU. Insentif Pajak. Wajib Pajak
Terdampak Pandemi. COVID-19. Pencabutan.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9/PMK.03/2021
TENTANG
INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK
PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 merupakan
bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi
dan produktivitas masyarakat sebagai pekerja maupun
pelaku usaha sehingga perlu dilakukan upaya
pengaturan pemberian insentif pajak untuk mendukung
penanggulangan dampak Corona Virus Disease 2019;
b. bahwa untuk melakukan penanganan dampak pandemi
Corona Virus Disease 2019, perlu dilakukan
perpanjangan waktu insentif perpajakan yang diperlukan
selama masa pemulihan ekonomi nasional dengan
memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih
luas;
c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -2-
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk
WajibPajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease
2019 dinilai masih terdapat kekurangan, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal
17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Pasal 113 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 9 ayat (4d)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 112
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan
dimaksud;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi
Corona Virus Disease 2019;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Pasal 113 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -3-
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Pasal 111 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Pasal 112 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam
rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -4-
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6214);
10. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang
Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG INSENTIF
PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI
CORONA VIRUS DISEASE 2019.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -5-
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Pasal 113 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya
disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Pasal 111 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang
selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 112 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
4. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang PPh.
5. PPh Pasal 21 adalah PPh yang dipotong berdasarkan
ketentuan Pasal 21 Undang-Undang PPh.
6. PPh Pasal 22 Impor adalah PPh yang dipungut
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-
Undang PPh.
7. PPh Pasal 25 adalah PPh yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang
PPh.
8. Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik
merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau
unit, termasuk Instansi Pemerintah, yang membayar gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran
lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh Pegawai.
9. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi
Kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -6-
baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang
dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi
Kerja.
10. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya
disebut KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Pengembalian, dan/atau Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor Industri Kecil dan Menengah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan.
11. Perusahaan KITE adalah badan usaha yang telah
memenuhi ketentuan dan ditetapkan melalui keputusan
Menteri Keuangan untuk mendapatkan fasilitas KITE
sesuai perundang-undangan di bidang kepabeanan.
12. Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat
untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang
berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna
diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor
untuk dipakai sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kepabeanan.
13. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum
yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
14. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha
Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha
Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan
kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan
Kawasan Berikat.
15. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara
di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB
adalah badan hukum yang melakukan kegiatan
pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam
Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat
yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -7-
16. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
17. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
18. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga)
digit terakhir 000.
19. Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga)
digit terakhir selain 000.
20. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang KUP.
21. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
22. Surat Pemberitahuan Tahunan, yang selanjutnya disebut
SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
23. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat,
instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah
desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta
memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan
anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -8-
24. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.
25. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang
dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan
dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
26. Surat Keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2018, yang selanjutnya disebut Surat
Keterangan, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal
Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2018.
27. Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi
yang selanjutnya disebut P3-TGAI adalah program
perbaikan, rehabilitasi, atau peningkatan jaringan irigasi
dengan berbasis peran serta masyarakat petani yang
dilaksanakan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air,
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air, atau Induk
Perkumpulan Petani Pemakai Air.
28. Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya
disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah
layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara
demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi.
29. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang
selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah
P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air
irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok
sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu
daerah irigasi.
30. Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya
disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -9-
bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi
dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer,
gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.
31. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK
adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk
mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
rangka pelaksanaan P3-TGAI di Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air.
32. Wajib Pajak Penerima P3-TGAI adalah P3A, GP3A,
dan/atau IP3A yang melaksanakan P3-TGAI sebagaimana
telah ditetapkan oleh PPK dan disahkan oleh Kepala
Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai atau Balai
Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
33. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN
adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang PPN.
34. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB II
INSENTIF PPh PASAL 21
Pasal 2
(1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai wajib
dipotong PPh sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21
Undang-Undang PPh oleh Pemberi Kerja.
(2) PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima
Pegawai dengan kriteria tertentu.
(3) Pegawai dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -10-
a. menerima atau memperoleh penghasilan dari
Pemberi Kerja yang:
1. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kode
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak
Yang Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21
Ditanggung Pemerintah (DTP) yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini;
2. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
3. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau
izin PDKB;
b. memiliki NPWP; dan
c. pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau
memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap
dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a angka 1 adalah sebagaimana kode
Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam:
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 atau
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
yang telah dilaporkan, bagi Pemberi Kerja yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019 dalam hal kode Klasifikasi
Lapangan Usaha sama dengan data yang terdapat
dalam administrasi perpajakan (masterfile); atau
b. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan
(masterfile) bagi:
1. Pemberi Kerja yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2019 namun:
a) tidak menuliskan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019; atau
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -11-
b) salah mencantumkan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019;
2. Wajib Pajak Berstatus Pusat yang belum atau
tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak 2019; atau
3. Instansi Pemerintah.
(5) PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dibayarkan secara tunai
oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan
kepada Pegawai, termasuk dalam hal Pemberi Kerja
memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung
PPh Pasal 21 kepada Pegawai.
(6) Dikecualikan dari diberikan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dalam hal penghasilan yang diterima Pegawai berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan PPh Pasal
21 telah ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang diterima oleh
Pegawai dari Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang
dikenakan pajak.
(8) Dalam hal Pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah menyampaikan SPT Tahunan
orang pribadi Tahun Pajak 2021 dan menyatakan
kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang
berasal dari PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah tidak
dapat dikembalikan.
(9) Contoh penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -12-
Pasal 3
(1) Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan kepada
kepala KPP tempat Pemberi Kerja terdaftar melalui
saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan
menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Contoh Surat Pemberitahuan
Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP) dan/atau Pengurangan Besarnya
Angsuran PPh Pasal 25 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2).
(3) Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat dengan
kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 1 dan memiliki
cabang, berlaku ketentuan:
a. pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah baik untuk pusat maupun
cabang dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat;
dan
b. Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak
Berstatus Cabang mengikuti Klasifikasi Lapangan
Usaha pusatnya.
(4) Insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), mulai
dimanfaatkan sejak Masa Pajak pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan.
(5) Kepala KPP menerbitkan surat pemberitahuan:
a. berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah dalam hal Pemberi Kerja
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf a; atau
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -13-
b. tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah dalam hal Pemberi Kerja
tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a,
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Contoh Surat Pemberitahuan
Berhak Memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP) dan/atau Pengurangan Besarnya
Angsuran PPh Pasal 25 atau Contoh Surat
Pemberitahuan Tidak Berhak Memanfaatkan Insentif PPh
Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) dan/atau
Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4
(1) Pemberi Kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu
pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan
format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Formulir Laporan Realisasi PPh Pasal 21
Ditanggung Pemerintah (DTP) yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pemberi Kerja harus membuat Surat Setoran Pajak atau
cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh
PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK
NOMOR …/PMK.03/2021" pada kolom uraian
pembayaran Surat Setoran Pajak atau kolom uraian
aplikasi pembuatan kode billing atas PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2).
(3) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diisi dengan data yang lengkap dan valid sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, antara lain Nama dan
NPWP pegawai penerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -14-
(4) Pemberi Kerja yang menyampaikan laporan realisasi PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan membuat Surat Setoran Pajak atau
cetakan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk Wajib Pajak Berstatus Pusat dan/atau Wajib
Pajak Berstatus Cabang yang telah memanfaatkan
insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah.
(5) Pemberi Kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
(6) Pemberi Kerja yang tidak menyampaikan laporan realisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2) untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
(7) Pemberi Kerja dapat menyampaikan pembetulan atas
laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat akhir
bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Pembetulan laporan realisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dengan menggunakan format Lampiran
Formulir Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP).
(9) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib
menyetorkan PPh Pasal 21 terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk Masa Pajak yang
bersangkutan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -15-
BAB III
INSENTIF PPh FINAL BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018
Pasal 5
(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikenai
PPh final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
jumlah peredaran bruto.
(2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi
dengan cara:
a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu; atau
b. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau
Pemungut Pajak.
(3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditanggung Pemerintah.
(4) PPh final ditanggung Pemerintah yang diterima oleh Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan
pajak.
(5) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melakukan transaksi yang merupakan objek
pemotongan atau pemungutan PPh dengan Pemotong
atau Pemungut Pajak, untuk menerapkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak harus
menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan
terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi
Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak melakukan pemotongan atau
pemungutan PPh terhadap Wajib Pajak yang telah
menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan telah
terkonfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -16-
(7) Contoh penghitungan PPh final ditanggung Pemerintah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Contoh
Penghitungan PPh Final Ditanggung Pemerintah yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 6
(1) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
harus menyampaikan laporan realisasi PPh final
ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada
laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format
sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Formulir Laporan Realisasi PPh Final Ditanggung
Pemerintah yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(2) Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh
PPh final yang terutang atas penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak termasuk dari transaksi dengan
Pemotong atau Pemungut Pajak.
(3) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) diberikan berdasarkan laporan
realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
disampaikan oleh Wajib Pajak.
(4) Pemotong atau Pemungut Pajak harus membuat Surat
Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi
cap atau tulisan "PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2021" pada kolom uraian
pembayaran Surat Setoran Pajak atau kolom uraian
aplikasi pembuatan kode billing atas transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
(5) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh
final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -17-
(6) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
(7) Wajib Pajak dapat menyampaikan pembetulan atas
laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib
menyetorkan PPh final terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) untuk Masa Pajak yang
bersangkutan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
(9) Penyampaian laporan realisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bagi Wajib Pajak yang belum memiliki Surat
Keterangan, dapat diperlakukan sebagai pengajuan Surat
Keterangan dan terhadap Wajib Pajak tersebut dapat
diterbitkan Surat Keterangan sepanjang memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
yang mengatur mengenai pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu.
BAB IV
INSENTIF PPh FINAL JASA KONSTRUKSI
Pasal 7
(1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan
Peraturan Pemerintah mengenai PPh atas penghasilan
dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat
final.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -18-
(2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi
dengan cara:
a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran,
dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong
Pajak; atau
b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal
pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak.
(3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Penerima P3-TGAI ditanggung Pemerintah.
(4) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam
pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-
TGAI tidak melakukan pemotongan PPh final.
(5) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan
yang dikenakan pajak.
Pasal 8
(1) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi
PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu
pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan
format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Formulir Laporan Realisasi PPh Final Jasa
Konstruksi Ditanggung Pemerintah (DTP) yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(2) Pemotong Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak
atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan
“PPh FINAL JASA KONSTRUKSI DITANGGUNG
PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2021” pada
kolom uraian pembayaran Surat Setoran Pajak atau
kolom uraian aplikasi pembuatan kode billing atas PPh
final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3).
(3) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi
PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -19-
pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
(4) Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan laporan
realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
(5) Pemotong Pajak dapat menyampaikan pembetulan atas
laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
wajib menyetorkan PPh final terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) untuk Masa Pajak yang
bersangkutan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Pasal 9
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2), PPh final ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), dan PPh final
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai
mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak
ditanggung Pemerintah.
BAB V
INSENTIF PPh PASAL 22 IMPOR
Pasal 10
(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak
melakukan impor barang.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -20-
(2) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Peraturan Menteri
mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
(3) PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang:
a. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kode
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang
Mendapatkan Insentif Pembebasan PPh Pasal 22
Impor yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini;
b. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
c. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB, pada saat pengeluaran barang dari Kawasan
Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.
(4) Kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a adalah sebagaimana kode
Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam:
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 atau
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
yang telah dilaporkan, bagi Wajib Pajak yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019 dalam hal kode Klasifikasi
Lapangan Usaha sama dengan data yang terdapat
dalam administrasi perpajakan (masterfile); atau
b. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan
(masterfile) bagi:
1. Wajib Pajak yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2019 namun:
a) tidak menuliskan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019; atau
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -21-
b) salah mencantumkan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019;
2. Wajib Pajak yang belum atau tidak memiliki
kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019.
(5) Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui Surat
Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(6) Wajib Pajak mengajukan permohonan Surat Keterangan
Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melalui
saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan
menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran Formulir Permohonan Surat
Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(7) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22
Impor dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf
b, atau huruf c; atau
b. Surat Penolakan dalam hal Wajib Pajak tidak
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, huruf b, atau huruf c,
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran Formulir Surat Keterangan
Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor atau Formulir
Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas
Pemungutan PPh Pasal 22 Impor yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal
22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan.
(9) Wajib Pajak yang telah mendapatkan pembebasan PPh
Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf a harus menyampaikan laporan realisasi
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -22-
pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui
saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan
menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Formulir Laporan Realisasi
Pembebasan PPh Pasal 22 Impor yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10) Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi
pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
BAB VI
INSENTIF ANGSURAN PPh PASAL 25
Pasal 11
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan
yang masih harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam:
a. Pasal 25 Undang-Undang PPh; dan/atau
b. Peraturan Menteri mengenai penghitungan angsuran
Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala dan Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang:
a. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kode
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang
Mendapatkan Insentif Pengurangan Besarnya
Angsuran PPh Pasal 25 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -23-
b. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
c. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB;
diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal
25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11.
(2) Kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana kode
Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam:
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 atau
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
yang telah dilaporkan, bagi Wajib Pajak yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019 dalam hal kode Klasifikasi
Lapangan Usaha sama dengan data yang terdapat
dalam administrasi perpajakan (masterfile); atau
b. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan
(masterfile) bagi:
1. Wajib Pajak yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2019 namun:
a) tidak menuliskan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019; atau
b) salah mencantumkan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019;
2. Wajib Pajak yang belum atau tidak memiliki
kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019.
(3) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada
kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran
tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan
menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Contoh Surat Pemberitahuan
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -24-
Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP) dan/atau Pengurangan Besarnya
Angsuran PPh Pasal 25 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini untuk
memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran
PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan
surat pemberitahuan:
a. berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam
hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf
c; atau
b. tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25
dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, atau huruf c,
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Contoh Surat Pemberitahuan
Berhak Memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP) dan/atau Pengurangan Besarnya
Angsuran PPh Pasal 25 atau Contoh Surat
Pemberitahuan Tidak Berhak Memanfaatkan Insentif PPh
Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) dan/atau
Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 13
(1) Dalam hal Wajib Pajak selain Wajib Pajak baru, bank,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala dan Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu telah memanfaatkan insentif
pengurangan PPh Pasal 25 sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -25-
Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan
sebelum SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020
disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan Tahun Pajak 2020 sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir Tahun Pajak 2020
setelah pemanfaatan insentif angsuran PPh Pasal 25.
(2) Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berlaku
sejak:
a. Masa Pajak SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020
dilaporkan dalam hal pemberitahuan pengurangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) disampaikan
sebelum atau bersamaan dengan SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2020 dilaporkan sampai batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020;
atau
b. Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3) disampaikan dalam hal
disampaikan setelah SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2020 dilaporkan.
(3) Bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengurangan besarnya angsuran
PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) berlaku sejak Masa Pajak pemberitahuan
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)
disampaikan.
(4) Contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran
PPh Pasal 25 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Contoh Penghitungan Pengurangan Besarnya Angsuran
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -26-
PPh Pasal 25 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
(1) Wajib Pajak yang memanfaatkan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap
bulan melalui saluran tertentu pada laman
www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai
contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Formulir
Realisasi Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(2) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
BAB VII
INSENTIF PPN
Pasal 15
(1) PKP dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-
Undang PPN.
(2) PKP yang diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Kode Klasifikasi
Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang
Mendapatkan Insentif Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran PPN yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -27-
b. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
c. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB.
(3) PKP harus memilih pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 9 ayat
(4c) Undang-Undang PPN pada Surat Pemberitahuan
Masa PPN untuk memperoleh pengembalian
pendahuluan pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PKP
harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN
lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(5) Kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a adalah sebagaimana kode
Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum dalam:
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 atau
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
yang telah dilaporkan, bagi Wajib Pajak yang
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019 dalam hal kode Klasifikasi
Lapangan Usaha sama dengan data yang terdapat
dalam administrasi perpajakan (masterfile); atau
b. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan
(masterfile) bagi:
1. Wajib Pajak yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2019 namun:
a) tidak menuliskan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019; atau
b) salah mencantumkan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha pada SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2019;
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -28-
2. Wajib Pajak pusat yang belum atau tidak
memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan
PPh Tahun Pajak 2019.
(6) Ketentuan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Wajib
Pajak Berstatus Pusat maupun Wajib Pajak Berstatus
Cabang.
(7) PKP yang telah mendapatkan fasilitas KITE sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b harus melampirkan
Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai
perusahaan yang mendapat fasilitas KITE, dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN yang diajukan permohonan
pengembalian pendahuluan.
(8) PKP yang telah mendapatkan izin Penyelenggara
Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau
izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
harus melampirkan Keputusan Menteri mengenai izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
Berikat, atau izin PDKB, dalam Surat Pemberitahuan
Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian
pendahuluan.
(9) Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberikan
pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN
termasuk pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN
yang disampaikan paling lama akhir bulan setelah Masa
Pajak pemberian insentif berakhir.
(10) Termasuk yang diperhitungkan dalam pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yaitu
kompensasi kelebihan pajak dari Masa Pajak sebelumnya
yang diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak yang dimintakan pengembalian pendahuluan
sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(11) Pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada
ayat (9), tetap diberikan kepada PKP meskipun kelebihan
pajak disebabkan adanya kompensasi Masa Pajak
sebelumnya.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -29-
(12) PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan pengembalian pendahuluan
berdasarkan kriteria tertentu.
(13) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (12)
meliputi:
a. PKP dimaksud tidak perlu menyampaikan
permohonan penetapan sebagai PKP berisiko
rendah;
b. Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan
keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP
berisiko rendah; dan
c. PKP memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kode
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang
Mendapatkan Insentif Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran PPN yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
fasilitas KITE atau izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB yang diberikan kepada PKP masih berlaku
pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan lebih
bayar restitusi.
(14) Petunjuk bagi PKP berisiko rendah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk mengajukan permohonan
pengembalian pendahuluan melalui Surat Pemberitahuan
Masa PPN sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Petunjuk Permohonan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak Sebagai PKP Berisiko
Rendah merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(15) Tata cara atas pengembalian pendahuluan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali penelitian terhadap
pemenuhan kegiatan tertentu, dilakukan sesuai dengan
Peraturan Menteri mengenai tata cara pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -30-
BAB VIII
KEWAJIBAN PEMBERI KERJA ATAU WAJIB PAJAK
Pasal 16
(1) Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 yang
akan memanfaatkan insentif:
a. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
b. PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
c. PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3);
d. pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3);
e. pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
dan/atau
f. pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2),
harus telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun
Pajak 2019.
(2) Ketentuan penyampaian SPT Tahunan PPh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Wajib Pajak
yang belum atau tidak memiliki kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019.
Pasal 17
Direktur Jenderal Pajak melakukan pembinaan, penelitian,
pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib
Pajak yang memanfaatkan insentif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -31-
BAB IX
JANGKA WAKTU PEMBERIAN INSENTIF PAJAK
Pasal 18
(1) Jangka waktu pemberian insentif:
a. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
b. PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
c. PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3);
d. pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
e. pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2),
diberikan untuk Masa Pajak Januari 2021 sampai
dengan Masa Pajak Juni 2021.
(2) Jangka waktu pemberian insentif pembebasan dari
pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal
30 Juni 2021.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah
menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah, mengajukan
permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22
Impor, dan/atau pemberitahuan pemanfaatan insentif
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
berdasarkan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk
Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -32-
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk
Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019; dan/atau
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
110/PMK.03/2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk
Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019,
harus menyampaikan kembali permohonan dan/atau
pemberitahuan berdasarkan Peraturan Menteri ini untuk
dapat memanfaatkan insentif pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 10 ayat (3),
dan/atau Pasal 12 ayat (1).
(2) Pemberi Kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan
pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf c
dan belum menyampaikan laporan realisasi dapat
menyampaikan laporan realisasi paling lambat tanggal 28
Februari 2021 untuk dapat memanfaatkan insentif PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah Tahun Pajak 2020.
(3) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
belum menyampaikan laporan realisasi PPh final
ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
menyampaikan laporan realisasi paling lambat tanggal 28
Februari 2021 untuk dapat memanfaatkan insentif PPh
final ditanggung Pemerintah Tahun Pajak 2020.
(4) Pemotong Pajak yang belum menyampaikan laporan
realisasi PPh final jasa konstruksi ditanggung Pemerintah
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dapat menyampaikan laporan realisasi
paling lambat tanggal 28 Februari 2021 untuk dapat
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -33-
memanfaatkan insentif PPh final ditanggung Pemerintah
Tahun Pajak 2020.
(5) Pemberi Kerja, Wajib Pajak, atau Pemotong Pajak yang
tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) tidak dapat memanfaatkan insentif PPh
Pasal 21 ditanggung Pemerintah atau insentif PPh final
ditanggung Pemerintah untuk Masa Pajak yang belum
dilaporkan pada Tahun Pajak 2020.
(6) Pemberi Kerja atau Wajib Pajak dapat memanfaatkan
insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan
insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) sejak
Masa Pajak Januari 2021 dengan menyampaikan
pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah dan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal 15
Februari 2021.
Pasal 20
Pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah dalam
rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) yang telah berjalan sebelum Peraturan Menteri ini
berlaku, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif
Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 781) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020 tentang
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -34-
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak
Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 918), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 22
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -35-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -36-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -37-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -38-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -39-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -40-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -41-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -42-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -43-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -44-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -45-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -46-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -47-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -48-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -49-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -50-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -51-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -52-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -53-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -54-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -55-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -56-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -57-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -58-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -59-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -60-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -61-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -62-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -63-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -64-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -65-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -66-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -67-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -68-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -69-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -70-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -71-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -72-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -73-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -74-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -75-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -76-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -77-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -78-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -79-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -80-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -81-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -82-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -83-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -84-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -85-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -86-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -87-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -88-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -89-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -90-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -91-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -92-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -93-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -94-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -95-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -96-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -97-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -98-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -99-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -100-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -101-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -102-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -103-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -104-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -105-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -106-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -107-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -108-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -109-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -110-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -111-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -112-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -113-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -114-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -115-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -116-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -117-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -118-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -119-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -120-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -121-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -122-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -123-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -124-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -125-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -126-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -127-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -128-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -129-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -130-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -131-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -132-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -133-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -134-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -135-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -136-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -137-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -138-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -139-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -140-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -141-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -142-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -143-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -144-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -145-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -146-
www.peraturan.go.id
2021, No. 83 -147-
www.peraturan.go.id