METODE CALISTUNG ANAK USIA DINI
DENGAN BERMAIN BERSAMA
Sujud Marwoto
Pamong Belajar SKB Pekalongan
Abstrak
Calistung tetap harus diajarkan pada anak usia di bawah lima tahun. Namun pengajaran calistung sendiri harus dibuat menyenangkan sesuai dengan perkembangan usia anak. Anak-anak usia empat hingga lima tahun, harus diajarkan Calistung. Pada usia lima tahun, mereka harus memiliki kompetensi meniru bunyi huruf, pada usia enam tahun mereka harus mengenal huruf. Namun mengajarkan anak-anak Calistung itu harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar mereka tidak merasa tertekan dan bosan.
Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela. "Misalnya anak-anak diberikan alternatif pilihan dalam belajar huruf. Kalau anak-anak kinestetik diajarkan meniru huruf dengan gerakan anggota tubuh. Anak-anak juga bisa bermain kata, misalnya diminta menyebutkan nama buah-buahan dengan awalan 'pa'.Intinya, ajaklah anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka gembira dan seolah sedang bermain. Hal-hal yang membuat senang anak di antaranya mendengarkan musik, aktivitas bermain, juga aktivitas melakukan gerakan.
Saat belajar menulis huruf, anak-anak diberikan pilihan menggunakan alat misalnya crayon, pensil warna, atau spidol. Jangan hanya memberikan satu macam alat tulis saja, mereka akan bosan, intinya harus terdapat banyak ragam main.
Sebenarnya, problemnya bukan apa yang diajarkan, namun bagaimana cara mengajarkannya. Kalau anak-anak usia dini tidak diajarkan Calistung malah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Pada akhirnya semua balita pasti bisa membaca dan menulis, hanya waktunya yang mungkin berbeda-beda. Karena perkembangan tiap anak berbeda. Ada yang bisa membaca pada usia 4 tahun atau baru ketika usia 5 tahun. Jadi jangan khawatir bila balita lain sudah menguasai keterampilan tertentu sementara balita Anda belum. Lihat kisaran usianya saja. Jangan memaksa belajar membaca terlalu dini!
Pendahuluan
Sudah lama pro dan kontra timbul mengenai mengajarkan calistung pada
anak prasekolah. Ada ahli yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah tidak
boleh belajar dan diajarkan calistung karena usia ini adalah usia bermain
dan anak secara mental belum siap calistung hingga usia 6 tahun.
Orangtua diingatkan bahwa dalam keadaan apapun tidak seharusnya
mengajarkan membaca sebelum menginjak usia ini. Anak-anak akan tertekan jika
diajari membaca karena belum siap menerima pengajaran yang diberikan.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal,
Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, seperti dikutip Kompas (12/1/12) pernah
mengingatkan bahwa jenjang PAUD seharusnya tidak membebani anak dengan
kemampuan calistung. Siswa baru boleh diajar calistung di SD.
Metode pendekatan di PAUD, kata Lydia, tidak didasarkan pada aspek kognitif,
tetapi pada aspek motorik. Karena perkembangan anak usia 0-5 tahun masih
terfokus pada aspek motorik, seharusnya metode pembelajarannya lebih
menekankan pengembangan soft skill dengan cara bermain.
Bola liar calistung ini membuat Mendikbud, Dr. Muhammad Nuh,
membuat pernyataan publik pada acara Rembuk Nasional Pendidikan dan
Kebudayaan (RNPK) di Depok, 11 Januari yang lalu. Beliau menegaskan bahwa
mengajarkan calistung adalah kewajiban SD, bukan PAUD. Anak yang akan
masuk sekolah tidak boleh dituntut sudah menguasai calistung (Situs resmi PAUD
Kemdikbud RI).
Alasan kontra tersebut selaras dengan penelitian seorang ahli psikolog
perkembangan anak dari Swiss, Jean Piaget, Ia menyatakan bahwa pendidikan
membaca, menulis dan berhitung jangan sampai diperkenalkan kepada anak-anak
dibawah usia 7 tahun. Alasannya, karena pada masa itu anak-anak belum dapat
berpikir operasional konkret sehingga ditakutkan pelajaran tersebut akan
membebani mereka yang belum mampu untuk berpikir secara terstruktur.
Sementara itu kegiatan calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang
memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak sesuai bila diajarkan pada
anak usia dibawah 7 tahun. Apalagi pada anak-anak usia bayi dan balita. Piaget
mengkhawatirkan otak anak-anak tersebut menjadi terbebani dan tujuan awal
mencerdaskan anak menjadi dilema karena justru anak-anak menjadi tidak
bahagia dan tidak bisa menikmati kehidupan mereka.
Pendapat yang kontra dengan pemikiran para ahli di atas adalah anggota
Badan Akreditasi Nasional Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Netty Herawati, mengatakan Calistung tetap harus diajarkan pada anak
usia di bawah lima tahun. Namun pengajaran calistung sendiri harus dibuat
menyenangkan sesuai dengan perkembangan usia anak.
Netty tidak setuju kalau ada pihak yang melarang Calistung untuk
diajarkan pada anak-anak usia dini. Pada dasarnya anak-anak itu sudah siap
belajar Calistung buktinya mereka bisa mengenal kata. Anak-anak usia empat
hingga lima tahun, harus diajarkan Calistung. Pada usia lima tahun, mereka harus
memiliki kompetensi meniru bunyi huruf, pada usia enam tahun mereka harus
mengenal huruf. Namun, mengajarkan anak-anak Calistung itu harus dilakukan
dengan cara yang menyenangkan agar mereka tidak merasa tertekan dan bosan.
(Replubika.com Jakarta, Senin, 16/12/13).
Sementara itu, Kepala Departemen Program Plan Indonesia, Nono
Sumarsono, mengatakan berdasarkan studi mengungkapkan bahwa anak-anak
yang mengikuti pendidikan di PAUD lebih siap dalam menghadapi pendidikan di
sekolah dasar. "Anak-anak dididik calistung dengan cara bermain secara
kelompok maupun individu. Pendekatan PAUD seperti ini mampu merangsang
seluruh potensi kecerdasan anak agar dapat berkembang secara optimal karena
anak merasa aman dan menikmati kegiatan yang menyenangkan."
Pada kenyataannya, pendapat Jean Piaget menimbulkan kebingungan
tersendiri bagi para orang tua yang tetap ingin mengembangkan potensi
intelektual anaknya tanpa harus menunggu usia 7 tahun. Dapat dibayangkan
betapa anak-anak kita kesulitan untuk mengikuti pelajaran ketika mereka masuk
SD. Padahal di SD mereka sudah langung menerima pelajaran dengan buku paket
yang banyak, dan anak-anak diharapkan sudah mampu mandiri belajar sendiri.
Bagaimana mungkin mereka melakukan itu, kalau basic untuk membaca, menulis
dan berhitungnya saja belum ada? Kurikulum di SD pun tidak terdapat pelajaran
khusus untuk membaca, menulis dan berhitung. Guru di SD tinggal terima beres
akan kemampuan anak didiknya dalam membaca, menulis dan berhitung. Guru
SD bahkan mungkin sudah hampir lupa bagaimana mengajari anak membaca,
menulis dan berhitung.
Fenomena tentang perlunya belajar membaca, menulis dan berhitung
sejak anak usia dini akhirnya banyak memunculkan berbagai metode dan teori.
Pendapat Jean Piaget tersebut banyak disangkal oleh beberapa peneliti lainnya.
Diantara yang kontra dengan Jean Piaget adalah Howard Gardner (dengan
kecerdasan majemuknya), Dr. Glenn Doman (dengan Flash Cardsnya), Dr.
Marian Diamon (berapaun umur dari lahir hingga meninggal dunia dimungkinkan
meningkatkan kemampuan calistung), Elisabeth G. Hainstock (calistung bukan
sesuatu yang rumit untuk diajarkan pada anak). (Ladislaus Naisaban 2004: 161).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada karya tulis ilmiah
ini adalah:
1. Bagaimanakah mengajarkan calistung secara efektif pada anak usia dini?
2. Bagaimanakah langkah-lanhkah metode belajar sambil bermain dalam
pembelajaran calistung pada anak usia dini?
Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mendreskripsi pengajaran calistung yang efektif pada anak usia dini
2. Mendeskripsi langkah-langkah metode belajar sambil bermain dalam
pembelajaran calistung pada anak usia dini.
Kontroversi Teori Perkembangan Anak
Berikut adalah kontroversi teori tentang perkembangan yang mengulas
kegiatan membaca, menulis, dan berhitung semenjak anak usia balita hingga usia
5 tahun dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini:
Jean Piaget
Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama
ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan bahkan
pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan
berhitung secara tidak langsung dilarang untuk
diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun.
Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak
belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah
fase, di manaanak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu,
kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan
cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK
yang masih berusia balita.
Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung
diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak,
akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan
menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.
Pesan yang ditangkap dari teori Piaget sering kali berhenti pada
“larangan belajar calistung”. Padahal perkembangan dalam pembelajaran di era
informasi sekarang ini sebenarnya sudah semakin jauh berubah. Topik pelajaran
bukanlah persoalan yang akan menghambat seseorang, pada usia berapapun,
untuk mempelajarinya. Syaratnya hanyalah mengubah cara belajar, disesuaikan
dengan kecenderungan gaya belajar dan usianya masing-masing sehingga terasa
menyenangkan dan membangkitkan minat untuk terus belajar.
Pada kegiatannya, pendapat Jean Peaget menimbulkan kebingungan
tersendiri bagi para orang tua yang tetap ingin anak-anaknya sedini mungkin bisa
mengembangkan potensi intelektualnya tanpa harus menunggu usia 7 tahun.
Dapat dibayangkan betapa anak-anak kita akan dianggap “tidak pintar” ketika
mereka duduk di bangku SD sama sekali belum bisa membaca, menulis, dan
berhitung. Apalagi kurikulum sekolah dasar sekarang tidak lagi menyertakan
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah dasar sekarang sudah
beranjak ke pelajaran bahasa Indonesia dan matematika, yang tentu saja sudah
lain konteksnya. Guru SD bahkan mungkin sudah hampir lupa bagaimana
mengajari anak membaca, menulis, dan berhitung.
Berbagai metode dan teori yang menyayangkan pendapat dari Jean Piaget
adalah sebagai berikut :
1. Howard Gardner
Howard Gardner adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan. Dia lahir pada
tanggal 11Juli 1943 di Scranton, Pennsylvania. DaIam
perjalanan karirnya, pada tahun1995-sekarang dia
menjabat sebagai ketua tim Proyek Zero di Harvard
Graduate School of Education, yaitu kelompok
penelitian yang bertujuan untuk memperkuat
pendidikan seni. Melalui penelitian di proyek itulah dia
menemukan teori kecerdasan majemuk yang kemudian dipublikasikan
pertama kali dengan terbitnya buku Frames of Mind pada tahun 1983.
( Ladislaus Naisaban 2004; 158-160)
Kecerdasan majemuk terdiri atas:
a. Kecerdasan Linguistik (bahasa), kemampuan membaca, menulis dan
berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa seperti penulis, jurnalis,
penyair, orator dan pelawak. Contoh: Charles Dickens, Abraham
Lincoln, T. S Eliot, Sir Winston Churchill.
b. Kecerdasan Logis-Matematis, kemampuan berpikir (menalar) dan
menghitung, berpikir logis dan sistematis seperti ilmuwan, ekonom,
akuntan, detektif dan para profesi hukum. Contoh yang terkenal Albert
Enstein.
c. Kecerdasan Visual-Spasial, kemampuan berpikir menggunakan gambar,
memvisualisasikan hasil masa depan. Ini jenis ketrampilan yang
dikembangkan oleh arsitek, pemahat, pelaut, penjelajah dan fotografer.
Contoh: Picasso, Frank Lloyd Wright, Colombus.
d. Kecerdasan Musikal, kemampuan mengubah atau mencipta musik, dapat
bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengapresiasi musik, serta
menjaga ritme. Hal ini biasanya menempel pada para musisi, komposer
dan perekayasa rekaman. Contoh: Mozart, David Foster.
e. Kecerdasan Kinestetik-Tubuh, kemampuan menggunakan tubuh secara
terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau
mengemukakan gagasan dan emosi seperti atlet, penari, aktor, ahli bedah,
atau dalam bidang kontruksi atau bangunan. Contoh: Charlie Chaplin,
Michael Jordan.
f. Kecerdasan Interpersonal (sosial), kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan
empati dan pengertian, memperhatikan motivatsi dan tujuan mereka.
Pemilik kecerdasan ini biasanya adalah guru yang baik, fasilisator,
penyembuh, politisi, pemuka agama. Contoh: Gandhi, Ronald Reagan,
Mother Teresa, Oprah Winfrey.
g. Kecerdasan Intrapersonal, kemampuan menganalisa diri dan
merenungkan diri mampu merenung dalam kesunyian dan menilai
prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan
terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak
dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini dimiliki oleh filsuf,
penyuluh, pembimbing, contoh: Eleanor Roosevelt, Plato.
Pada tahun 1996, Gardner memutuskan menambah jenis kecerdasan
kedelapan yaitu:
h. Kecerdasan Naturalis, kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan
pemilihan runtut dalam dunia kealaman dan menggunakan kemampuan
ini secara produktif, misalnya berburu, bertani atau melakukan penelitian
biologi. Contoh: Charles Darwin. (Paul Suparno 2008: 33)
Kecerdasan majemuk adalah teori yang dicetuskan oleh Howard
Gardner untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap individu memiliki
banyak kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan dan menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode
yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu.
(Howard Gardner 1993: 7).
Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk,
sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang
perlu diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga
sama dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan
kecerdasan bergaul ataupun musikal.
2. Dr. Glenn Doman
Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar
membaca dan matematika bagi anak-anak usia dini.
Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori
perkembangan Jean Piaget. Doman adalah seorang
dokter bedah otak. Ia berhasil membantu
menyembuhkan orang-orang yang mengalami cedera
otak lewat flash cards. Ia membuat kartu-kartu kata
yang ditulis dengan tinta berwarna merah pada karton tebal, dengan ukuran
huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si pasien
dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada
otak pasiennya membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan
bayi.
Glenn Doman hanya merekomendasikan pembelajaran membaca dan
matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa
sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu
sangatlah kecil. Tak heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir
membaca dan juga menjadi sangat suka serta tentu saja tidak menolak untuk
belajar membaca dengan pendekatan tersebut.
Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung
secara menyenangkan, mungkin akan lebih baik daripada melarang pelajaran
calistung pada anak usia dini secara keseluruhan, tanpa memberikan solusi
untuk mengatasi persoalan baca-tulis di sekolah dasar. Bukan pelajarannya
yang harus dipersoalkan, tetapi cara menyajikannya.
a. Metode Pengajaran Membaca Anak Glenn Doman
Ada tiga faktor penting dalam Metode Glenn Doman ini adalah sebagai
berikut :
1) Sikap dan pendekatan orang dewasa. Syarat terpenting adalah,
bahwa diantara orang dewasa dan anak harus ada pendekatan yang
menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang
bagus sekali. Biasakan anak membaca dengan suatu kegemaran, bisa
dibuat permainan menarik untuknya
2) Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-
betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin
menghentikannya.
3) Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa
kemauan dia sendiri.
b. Tahap Pembelajaran dengan flash cards
1) Untuk tahap pertama, persiapkan kertas karton kaku warna putih dan
spidol besar yang ujungnya rata (selebar satu sentimeter) berwarna
merah. Selain itu, juga spidol ukuran 0,5 sentimeter warna hitam.
Kertas karton digunting-gunting sepanjang 60 sentimeter dengan
lebar 15 sentimeter, sediakan pula yang selebar 12,5 sentimeter.
2) Tuliskan kata di atas guntingan kertas karton dengan huruf kecil
(bukan kapital), huruf yang sederhana dan konsisten. Untuk tahap
pertama, buatlah 15 kata di atas 15 lembar karton, dibagi menjadi
tiga. Misalnya, lima lembar pertama adalah nama-nama anggota
keluarga (set A), lalu lima lembar kedua bertuliskan nama-nama
organ tubuh (set B), sedangkan lembar ketiga bertuliskan nama-
nama bunga (set C). Yang jelas, gunakan nama-nama yang tidak
asing bagi dia, terutama nama benda yang sering anak jumpai setiap
hari. Dengan demikian, anak akan lebih mudah mengingatnya.
3) Pada hari pertama belajar, hanya ditunjukkan lima lembar pertama
(set A) kepada anak dengan membacanya, tiga kali sehari. Pada hari
kedua, tunjukkan dan bacakan set A dan set B, juga tiga kali sehari.
Sementara pada hari ketiga, bacakan set A, B, dan C selama tiga kali
sehari. Pada hari keempat, lakukan seperti hari ketiga. Ini dilakukan
terus sampai kartu-kartu terbaca 15-25 kali. Perlu diingat bahwa
urutan kata harus sama dari setiap setnya. Agar tidak terjadi
kekeliruan, setiap kertas bisa diberi nomor di sebaliknya, sehingga
waktu kita menunjukkannya kepada anak urutannya tetap sama.
( http://fatonipgsd071644221.wordpress.com).
3. Dr. Marian Diamon
Profesor dari Universyty of California, Berkeley dari tahun 1965 sampai
dengan sekarang. Ilmuwan peneliti otak, yang telah
menghabiskan waktu tiga puluh tahun mengadakan
rangkaian percobaan otak menyimpulkan bahwa :
Pada umur berapapun sejak lahir hingga mati, adalah
mungkin untuk meningkatkan kemampuan mental
melalui rangsangan lingkungan. Sejauh menyangkut
otak, ungkapan lama use it or lose it menunjukkan
bahwa semakin terangsang otak kita dengan aktifitas intelektual dan interaksi
lingkungan semakin banyak jalinan yang dibuat antara sel-sel. Potensi otak
dianggap tidak terbatas. Sebaliknya jika kita tidak menggunakannya maka
kita akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkannya. So, pick your
choice. Dr. Marian Diamond yang sering dipanggil Berlian menyimpulkan
bahwa pada umur berapapun semenjak manusia lahir sampai kelak meninggal
dunia sangat dimungkinkan untuk meningkatkan kemampuan mental melalui
rangsangan lingkungan. (Afin Murtie 2013:60).
4. Elisabeth G. Hainstock
Inilah masa puncak anak secara alamiah dan
antusiasme menyerap kecakapan-kecakapan
membaca. � Membaca sesungguhnya bukan suatu
proses yang begitu rumit untuk diajarkan, dan tidak
dibenarkan jika orangtua merasa ragu mengajarkan
dasar-dasar membaca kepada anak-anaknya
sebelum mereka masuk sekolah. Sekedar informasi,
Montessori telah mengajarkan Matematika dan
Bahasa (termasuk membaca) pada anak berusia 3 dan 4 tahun. (Metode
Pengajaran Montessori Elizabeth G. Hainstock. Hal 126) . Anak-anak
prasekolah tidak hanya dapat diajarkan membaca tetapi
bahwa inilah masa puncak anak secara alamiah dan
antusias menyerap kecakapan kecakapan membaca. Ditegaskan oleh G.
Hainstock Puncak perkembangan otak anak adalah pada usia prasekolah.
Dari beberapa pendapat tandingan terhadap teori Jean Piaget di atas,
akhirnya dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebenarnya pelajaran calistung atau
membaca, menulis, dan berhitung sendiri dapat diberikan pada usia berapa pun
dan lebih efektif kalau diberikan pada masa prasekolah. Namun, semua tergantung
pada metode atau cara yang sebaiknya dipergunakan agar anak-anak tidak bosan
dan tidak rewel. Pendek kata, usahakan anak tidak merasa tertekan terhadap
semua tranfer pengetahuan tentang membaca, menulis, maupun berhitung yang
dilakukan orang tua dan guru-gurunya di sekolah.
Setelah mempelajari beberapa teori tentang perkembangan, kontroversi,
dan beberapa kreativitas di dalamnya, saya dapat menyimpulkan bahwa membuat
anak bisa membaca, menulis, dan berhitung semenjak balita tidaklah tabu, sangat
bisa, dan benar-benar tetap membuat mereka bahagia. Kuncinya hanya terletak
pada caranya, cara menyajikan pengetahuan membaca, menulis, dan berhitung
tersebut kepada anak-anak secara tepat dan efisien. Cara yang nyaman dan
mengena pada tujuan orang tua tentu perlu diselarakan dengan cara-cara yang
tetap dapat membuat bayi dan balita kita tersenyum dan ceria.
Pengetian Calistung
Tahapan perkembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
(calistung) bukanlah keterampilan yang dapat begitu saja dikuasai anak. Terdapat
keterampilan-keterampilan pendahuluan yang harus dimiliki anak untuk akhirnya
bisa membaca, menulis, dan berhitung.
1. Membaca. Melihat gambar adalah bentuk membaca yang paling sederhana.
Balita usia 3-5 tahun diharapkan sudah memiliki ketertarikan untuk
“membaca” gambar, simbol, dan logo yang ada disekitarnya. Untuk itu salah
satunya anak membutuhkan exposure yang tinggi pada buku bergambar. Pada
usia 4-5 tahun balita baru mulai diharapkan mampu membaca gambar,
simbol, dan logo. Misalnya melihat gambar Colonel Anderson ia membaca
“Kentucky” atau melihat logo Carrefour ia sudah bisa mengenalinya.
Membaca dengan pola diharapkan mulai dikuasai balita pada usia 5-6 tahun.
Selain mengenali bentuk dan pola, anak juga harus bisa memegang buku
dengan baik dan mampu membalikkan dari kiri ke kanan. Keterampilan ini
sangat berhubungan erat dengan perkembangan keterampilan motorik anak.
2. Menulis. Jauh sebelum anak bisa memegang pensil dengan baik, ia perlu
belajar “menjumput” (memegang benda dengan telunjuk dan ibu jari). Ia perlu
mengetahui bahwa tulisan itu memiliki arti. Kembali lagi bisa dikembangkan
dengan memperlihatkan berbagai buku.
3. Berhitung. Anak perlu memahami konsep berhitung, bahwa satu untuk satu
benda (one-to-one correspondence). Jadi sebelum mengajarkan anak
menghitung satu-dua-tiga, ajarkan anak untuk membagikan satu benda untuk
satu orang atau satu benda ke dalam satu lubang (bisa memakai congklak).
Seperti disebutkan diatas, mengenali simbol termasuk angka baru diharapkan
setelah anak berusia 4-6 tahun.(www.ayahbunda.co.id)
Metode Calistung pada Anak Usia Dini
Apapun metode yang kita pergunakan, yang perlu kita ingat dalam
mengajarkan calistung pada anak usia dini adalah:
a. Pergunakan metode yang bervariatif sesuai dengan gaya dan kebutuhan anak.
Hal ini mengingat bahwa setiap anak mempunyai kepekaan cara calistung
yang berbeda satu sama lain.
b. Aktifitas dilakukan sambil bermain, bermain sambil belajar dan tidak formal.
Masa anak-anak adalah masa bermain jadi sebaiknya tidak membebani anak
dengan aktifitas pembelajaran formal yang menegangkan.
c. Ciptakan suasana yang nyaman, suasana yang menyenangkan dan penuh
keakraban. Dalam mengajarkan anak calistung selama hal ini dilakukan
dengan suasana santai dan akrab, maka anak akan cepat menangkap apa yang
diajarkan.
d. Tidak perlu lama- lama. Kurang lebih 10 - 15 menit, tapi rutin dan konsisten.
Hal ini mengingat bahwa kemampuan konsentrasi pada anak usia dini
tidaklah lama.
e. Berhenti sebelum anak merasa bosan. Kita harus peka terhadap reaksi anak
pada saat mengajarkan calistung. Dan tidak ada paksaan. Pada saat anak
mulai tidak berkonsentrasi atau tidak tertarik lagi maka berhentilah.
f. Ingatlah bahwa setiap anak berkembang dengan iramanya sendiri. Tidak
jarang seorang anak maju pada satu bidang tetapi lambat pada bidang lain.
Metode Calistung Dengan Bermain Bersama
Berikut ini saya mencoba mengklasifikasikan cara-cara mulai dari tahap
balita usia 2-3 tahun sampai pada usia 4-5 tahun. Perkembangan buah hati kita
untuk dapat terbiasa membaca, menulis, dan berhitung dengan bahagia melalui
permainan yang menyenangkan.(Afin Murtie 2013: 75)
1. Tahap Balita Usia 2-3 tahun
Pada tahapan usia ini, anak mulai banyak berkata-kata dan bahkan
menyusun kalimat sederhana. Dia mulai mempergunakan kata saya atau aku,
bertanya tentang berbagai hal, mengerti perintah dan larangan dengan jelas,
banyak bergerak, melompat, memanjat, menggambar, dan bermain dengan
anak lain yang berada di sekitarnya.
Kita bisa tetap memberikan buku-buku cerita anak yang penuh
gambar, tanpa konflik berlebihan sehingga membuat balita menjadi bingung.
Permainan lain yang bisa ditambahkan adalah permainan petak umpet
sederhana dengan tebak-tebakan kata sebagai selingannya, memasang poster
bersama-sama, dan mengeksplorasi alam sekitar dengan sepeda maupun
berjalan kaki. Membaca anak ke alam bebas, memperkenalkannya dengan
berbagai jenis hewan, membacakan setiap keterangan tentang hewan di taman
safari atau kebun binatang, bermain pasir sambil menorehkan gambar bentuk
huruf dan angka pasti sangat menyenangkannya. Yang pasti, semua yang
dilakukan untuk mentransfer ilmu calistung pada balita harus dilaksanakan
secara menyenangkan dan penuh kebahagiaan.
2. Tahap Balita Usia 3-4 Tahun
Pada usia ini anak semakin mengekplorasi lingkungan sekitar. Senang
bermain dengan teman sebaya, mengunjungi tetangga. sudah bisa membuka
dan memakai baju sendiri. Mulai belajar membuat garis silang, garis
lengkung, menggambar bentuk sederhana seperti pemandangan, matahari dan
pelangi, hewan menurut caranya sendiri.
Stimulasi yang diberikan adalah mengeksplorasi dunia luar selain di dalam
rumah akan semakin mengesankan buat anak. Membacakan segala yang kita
temui. Dia akan kagum terhadap gurunya karena serba tahu.
3. Tahap balita Usia 4-5 Tahun
Tahapan ini dimana anak sudah mulai bisa membaca lancar dan menulis
kalimat pendek. Setelah melewati pembiasaan yang dilakukan guru dan orang
tua dengan metode bermain, maka capaian yang diharapkan selambat-
lambatnya usia 5 tahun maka anak sudah bisa calistung secara sederhana.
Maksudnya secara sederhana adalah sudah bisa membaca kalimat-kalimat
pendek. Permainan-permaianan yang dilakukan adalah sebagai penjual,
petugas bank, atau seorang ibu yang sedang berbelanja, yang terlebih dahulu
mencatat keperluan belanjaannya.
Permainan yang disarankan adalah bermain puzzle, berolahraga, berenang,
bersepeda. Bermain music juga merupakan cara yang baik untuk
menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri. Sehinggga anak akan menjadi
sopan, berpikir baik, dan tidak memiliki sifat-sifat buruk untuk mencelakakan
orang lain.
Bentuk-bentuk permainan
Berikut akan diuraikan berbagai permainan yang bisa dilakukan oleh
pendidik maupun orang tua, agar anak pandai calistung tanpa merasa terbebani,
dan tetap merasa gembira sebagaimana kehidupan anak usia dini. .(Afin Murtie
2013: 88-91)
Permainan Pertama
Membaca dengan Keras, Melagukan, dan Bercerita Menjelang Tidur
Untuk permaianan pertama ini, alat bermain yang dibutuhkan pastilah
sebuah buku cerita. Buku ini bisa dibeli di toko buku. Ibu juga bisa membuatnya
sendiri dengan mengambil gambar yang ditemui di majalah ataupun membuat
gambar sendiri. Gambar tersebut diwarnai, digunting, kemudian ditempelkan di
karton tebal. Setelah dijilid, siap dipergunakan. Pembacaan cerita dengan keras
harus disesuaikan dengan usia bayi atau balita kita. Ibu bisa membacakan cerita
tersebut dengan nada suara sedang (tidak terlalu pelan, tetapi juga tidak
membentak), jelas, serta nyaman. Kuncinya adalah mudah dipahami si kecil.
Menggunakan buku tentang kisah teladan, buku berirama dan bersajak,
buku dongeng menjelang tidur, fabel, norma agama, buku alfabet, buku berhitung,
buku pengetahuan umum, seperti pengetahuan tentang binatang dan alat
transportasi.
Permainan Kedua
Adaptasi Flash Cards Glenn Doman
Secara teori metode flash cards oleh Glenn Doman ini menyarankan para guru
untuk bermain dengan si kecil sekita 15 menit saja dan dapat diulang selama 2-3
kali setiap harinya, tetapi konsisten, rutin, dan dilakukan setiap hari. Ketika anak
dalam keadaan segar, ceria, dan penuh konsentrasi ibu memangku si kecil
kemudian membacakan kartu flash secara cepat (tidak lebih dari 1 detik). Diawali
dengan kartu yang memuat satu kata, seperti ibu, ayah, kakak, adik; atau
kelompok kata lain, seperti kelompok buah dan kelompok sayur yang terdiri atas
dia suku kata. Membacakan pertama kali dengan 4 kartu kemudian berkembang
setiap harinya dengan kartu dan kata-kata baru, begitu terus bertahap dengan tiga
suku kata, dua kata dan akhirnya menjadi satu kalimat utuh.
Metode Doman ini bisa divariasikan sendiri oleh kita sesuai kreativitas dan
kesukaan masing-masing anak. Terkadang anak tidak bisa duduk diam di
pangukan meskipun hanya 15 menit, terutama untuk anak-anak yang sudah bisa
merangkak apalabi berjalan. Maka kartu flash bisa saja ditempelkan di dinding
kamar anak atau ruang bermain dengan selotip dan diganti setiap harinya dengan
kata-kata yang baru. Kartu flas bisa saja dibeli jadi atau dibuat sendiri dengan
ukuran karton tinggi 15 cm, panjang 60 cm, ukuran huruf tinggi 12,5 cm, lebar 10
cm, dan jarak tiap huruf 1.25 cm. Kartu ini bisa juga ditumpuk begitu saja di meja
atau disebaran di lantai sehingga anak tertarik memegang dan melihatnya.
Kemudia dia akan menunjuka dan bertanya, inilah kesempatan bermain tebak
gambar, tebak kata, dan penjelasan singkat tentang fungsi benda yang disebutkan
dalam kartu kata tersebut oleh ibu kita.
Kelompok kata yang terdapat dalam kartu flash Doman biasanya terdiri
atas kata yang berhubungan dengan diri anak, rumah, alat transportasi,
penampakan alam, dan kalimat pendek yang menggabungkan keempatnya. Yang
pasti, dalam permaianan variasi kartu flash ini kita benar-benar harus dalam
keadaan sehat dan tidak lelah. Kita harus sabar menjawab berbagai pertanyaan
anak, menekankan tiap suku kata, bukan mengeja per huruf, dan selalu
menampakkan kegembiraan ketika bersama anak-anak.
Permainan Ketiga
Tempel di Dinding
Permainan ini saya sebut dengan Tempel di Dinding karena memang isinya adalah
menempelkan segala sesuatu yang berhubungan dengan calistung di dinding
kamar atau ruang bermain bayi dan balita kita. Dengan menempelkan huruf, kata,
gambar, kalimat, angka, hitungan, cerita, dan bahan senderhana lain di dinding,
anak akan tertarik untuk melihat, mengamati, memegang, dan kemudian bisa kita
sebutkan bacaan yang ditunjuk si kecil. Setelah itu dari hari ke hari dia akan
semakin tertarik, semakin pandai, dan semakin menguasai membaca, menulis, dan
berhitung tanpa paksaan dan terkesan sebagai permainan yang menyenangkan.
Beberapa item yang ditempelkan di dinding bisa kita beli di toko buku ataupun
membuatnya sendiri bersama si kecil. Ini berarti permaianan baru lagi bagi
mereka, asalkan kita tetap sabar dan tidak lelah mendampingi bayi dan balita yang
sedang dalam masa pertumbuhan pesat dengan keingintahuan yang tinggi.
Beberapa benda yang bisa ditempelkan di dinding antara lain:
Huruf dinding
Menempelkan huruf A-Z di dinding yang sering dilewati si kedil, baik ketika
mereka merangkak maupun berjalan. Ketika kita menjumpai anak berdiam diri
di depan huruf tersebut, sebutkanlah bacaan huruf tersebut dengan nada yang
riang. Apabila dia kurang tertarik, cobalah kita membacanya sendiri ketika
melewati huruf tersebut sambil menunjukkan hurufnya. Nanti lama-kelamaan
anak akan tertarik dan mengamatinya dari dekat. Bisa juga kita menyanyikan
lagu alfabet sambil menunjukkan huruf-huruf tersebut. Jangan malu bertindak
seperti anak-anak karena kita memang sedang masuk ke dalam duniany.
Memasang poster huruf dan gambar
Selain memasang huruf-huruf alfabet dengan warna yang mencolok di dinding,
kita juga bisa memasang poster bergambar hewan beserta namanya. Contohnya
adalah alat transportasi, sayuran, buah-buahan, foto keluarga, anggota tubuh,
serta beberapa pengetahauan umum lainnya. Semua gambar harus lengkap
menggunakan tulisan nama masing-masing benda.
Poster bisa dibeli langsung di toko buku terdekat atau juga bisa dibuat sendri
dengan cara menyediakan karton tebal seukuran 30 cm x 50 cm. Kemudian
ambil beberapa gambar dari majalah. Gunting dan tempel potongan gambar itu
di karton. Namai masing-masing gambar dengan huruf yang jelas untuk dibaca.
Setelah itu, metode memperkenalkannya sama dengan memperkenalkan huruf
di atas. Segera sebutkan nama benda yang diamati anak atau kita yang
menunjuk benda-benda tersebut sambil menyebutkan namanya. Mungkin anak
akan terlihat tidak memperhatikan. Tidak perlu khawatir, percayalah! Justru
anak akan merasa nyaman dan tetap berada dalam kegiatannya sendiri, tetapi
ternyata ia hafal semua nama yang kita sebutkan.
Permainan keempat
Ajak si Kecil Mencintai Buku
Mencintai buku bisa dipupuk semenjak dini sebagai permainan yang
menyenangkan bagi si kecil. Begitu luas dan tak terhingga segala pengetahuan
dan keterampilan yang bisa kita dapat dari berbagai buku. Cinta buku adalah hal
mutlak yang diperlukan anak-anak kita sebagai bekal mereka pada masa
mendatang. Permainan yang berkaitan dengan pembiasaan yang bisa kita lakukan
agar anak-anak mencintai buku antara lain:
Kita (Ibu) harus cinta buku terlebih dulu
Tunjukkan rasa cinta kita terhadap buku-buku, tersenyumlah setiap kali
memegang buku terutama apabila berada di hadapan si kecil. Bacalah buku
setiap ada kesempatan. Nanti si kecil akan penarasan dengan kebiasaan yang
kita lakukan. Dengan melihat kita yang sangat mencintai buku, anak-anak juga
akan mengikuti jejek kita untuk mencintai buku. Bukankah mereka adalah
peniru kita?
Sediakan rak buku yang terjangkau oleh anak
Mungkin kita sudah menyediakan rak buku, tetapi tingginya ternyata 1,5 m
dari lantai. Wah, bagaimana bisa si kecil menjangkaunya? Carilah rak buku
yang pendek dan mudah terjangkau, letakkan beberapa rak buku di sudut-sudut
ruangan, bukan terfokus hanya pada sebuah ruang saja, dan biarkan anak
menata bukunya sendiri. Usahakan agar anak merasa degnan dan nyaman
berada bersama buku, dan kecintaan anak terhadap membaca dan
pengetahuannya terhadap calistung pun akan berjalan beriringan.
Permainan Kelima
Jalan-jalan ke Toko Buku dan Perpustakaan
Apabila selama ini kita suka berjalan-jalan ke toko baju, sempatkanlah mengajak
si kecil berbelok ke toko buku. Banyak toko buku yang memiliki zona khusus
untuk anak-anak kita. Berjalan-jalan ke toko buku biasanya dilakukan pada saat
tanggal muda. Kita sebaiknya memberi anggaran khusus bagi keperluan anak
untuk membeli buku. Kalau kita menanamkan pengertian bahwa buku adalah
sebuah mainan, tidak akan sulit bagi anak menganggap buku itu menyenangkan
dan perlu dikoreksi.
Pada tanggal tua, cobalah ajak anak berkunjung ke perpustakaan daerah. Saat ini,
perpustakaan daerah telah menjadi tempat bermain anak-anak sambil membaca
buku. Banyak perpustaaan daerah yang memiliki ruang baca khusus untuk anak
dengan kondisi sangat nyaman. Ruangannya dingin ber-AC. Desain interiornya
modern, ada pula yang menyerupai kafe. Fasilitas jaringan nirkabel juga banyak
disediakan secara gratis. Ketika berkunjung ke perpustakaan daerah Sidoarjo dan
Surabaya, saya sangat tercengang melihat pengunjungnya yang sangat antusias
membaca buku. Mulai dari anak bayi sampai para veteran tampak asyik dengan
buku kegemarannya. Di perpustakaan daerah Surabaya, ruang baca anak dibuat
khusus, kursinya berwarna-warni, karpetnya tebal, AC-nya dingin, bukunya
sangat banyak. Di sini disediakan pula alat permainan edukatif yang bisa dipakai
balita jika bosan dengan buku-buku yang ada.
Permainan Keenam
Membaca Buku ke Mana Pun Kita Pergi
Kita akan mengajak anak-anak bertamasya? Jangan lupa membaca buku bacaan,
buku tulis, kertas gambar, dan peralatan tulis lainnya. Pendek kata, ke mana pun
perginya, kita biasakan untuk selalu membawa buku. Taruh buku itu di tas
masing-masing anak, di mobil, atau di tempat lain yang terjangkau. Jadikan buku
sebagai penghilang jenuh pada saat perjalanan jauh. Pertemuan reuni yang
membosankan bagi anak, acara keluarga, dan berbagai acara lain dengan waktu
yang cukup lama bisa cair oleh keberadaan buku anak. Biasakanlah untuk
menghibur anak-anak dengan buku. Buatlah mereka betah untuk mengamati serta
membaca buku di kala senggang. Hasilnya, kita tidak perlu repot membujuknya
untuk tidak rewel. Anak juga merasa senang serta tetap bersemangat ketika diajak
ke mana pun.
Permainan Ketujuh
Mendongeng dengan alat peraga, Bercakap-cakap, dan Bermain Peran
Sebenarnya permainan ini tidak jauh berbeda dengan permainan membaca
cerita maupun cerita sebelum tidur. Ada sedikit tambahan dalam permaianan ini.
Kita menggunakan alat peraga berupa boneka jari, boneka kain, atau boneka
Barbie. Ada juga alat peraga lain yang berupa gambar dan huruf yang ditulis
berwarna-warni di atas karton. Boleh juga digunakan alat-alat permainan
keterampilan kegiatan sehari-hari, seperti dokter-dokteran dan masak-masakan.
Yang pasti kita bisa menanamkan nilai-nilai normatif dan keagamaan, karena
membaca cerita dengan alat peraga ini baru bisa dilakukan ketiaka bayi mulai bisa
duduk atau sekitar usia 6 bulan ke atas.
Setelah anak menginjak usia 2 tahun ke atas, kita bisa melibatkan mereka
dalam cerita, baik dengan peran tertentu maupun terlibat untuk mengambil alat
peraga yang akan dipergunakan sesuai dengan cerita yang didongengkan. Kerja
sama menggunakan alat peraga dalam mengongen ini akan terkesan buat si kecil,
membuat mereka percaya diri, dan tentu saja melatih kemampuan berbahasa, kosa
kata, dan calistung mereka. Untuk memulai mendongeng, kita perlu
mempersiapkan cerita yang menarik bagi balita dan mempersiapkan alat peraga
sesuai topik cerita tersebut.
Bermain peran dan bercakap-cakap dengan ibu juga sangat disukai si kecil,
Hal ini akan meningkatkan kemampuan berbahasa dan pengetahuan serta
keterampilannnya di berbagai bidang. Kadang kala keikutsertaan ayah atau
anggota keluarga lain seperti kakak dalam permainan peran cukup menyenangkan
bagi si kecil. Apabila kalalu peran tersebut berkaitan dengan hobinya. Misalnya,
peran putri atau putra mahkota untuknya dan peran pemburu untuk ayah. Setelah
permaianan terasa melelahkan, kegiatan bisa diakhiri dengan mewarnai gambar
tokoh yang diperankan tadi.
Permainan Kedelapan
Bermain Puzzle Huruf dan Angka
Permainan ini juga mulai bisa dilakukan ketika bayi sudah dapat duduk sendiri.
Dengan bermain bersama kita, anak-anak merasa bergembira dan merasa
disayang. Di antara permainan yang menyenangkan dan penuh tantangan adalah
bermain puzzle. Semua puzzle bisa dipakai. Namun, untuk lebih menekankan
pada kebiasaan membaca, menulis, dan berhitung, kita pilihkan permaianan
puzzle huruf dan angka. Seperti pada umumnya permainan lainnya, kita perlu
mencari waktu yang tepat agar bayi dan balita tidak merasa bosan, memancing
rasa ingin tahu mereka dengan memainkan lebih dahulu puzzlenya. Dalam
permainan apa pun, selama ini saya menggunakan cara untuk “memancing” rasa
ingin tahu anak, dan bukan dengan cara mengajaknya. Karena terkadang anak
kurang tertarik dengan ajakan kita. Namun, begitu melihat kita bermain dan dia
menganggapnya menarik, dia akan datang sendiri dan bergabung. Dengan cara
memancing perhatian ini, anak juga mendapatkan pelajaran bagaimana harus
memilih dan bertanggung jawab terhadap pilihannya. Dia akan menjadi sosok
pemimpin dan pandai menentukan sikap sendiri tidak hanya bergantung kepada
keputusan orang lain.
Permainan Kesembilan
Menggambar dan Menulis
Menggambar adalah awal dari permainan menulis. Sebelum anak-anak diarahkan
untuk dapat menulis huruf, coba kita sediakan dulu kertas kosong tanpa garis,
buku mewarnai, dan berbagai alat tulis dan gambar. Dengan menyediakan
berbagai perlengkapan tadi, kita bisa memancingnya dengan mulai mewarnai
buku mewarna atau bisa juga dengan menggambar beberapa garis, bentuk lurus,
lingkaran, dan menggambar coretan-coretan mudah sehingga anak tertarik untuk
mencobanya.
Ketika anak mencoba dan dapat menggambar coretan yang kita contohkan,
rasa percaya dirinya akan muncul. Hasilnya, dia terpacu untuk terus berusaha
memperbagus hasil gambarnya, meniru beberapa gambar lain, dan pada akhirnya
meniru menggambar huruf sebagai awal latihan menulis.
Menggambar juga bisa dilakukan dengan jari, dengan manik-manik yang
ditempel, dan beberapa peralatan lainnya, seperti sikat gigi, sisir, buah, dan
sayuran untuk menggambar stempel. Semakin sering anak bermain dan
menggambar, selanjutnya anak akan lebih siap berlatih menulis, yang juga
dianggapnya sebagai permainan yang menyenangkan.
Permainan Kesepuluh
Mengenal Komputer dan alat Musik
Meskipun tidak wajib, tekonologi komputer hendaknya kita perkenalkan
kepada balita ketika mereka telah siap menghadapinya dan merasa tertarik ketika
mendapatinya di meja kerja ayah atau meja belajar sang kakak. Kita tetap perlu
mendampingi dan memilihkan permainan komputer yang bermanfaat, dengan
waktu yang tidak terlampau lama. Hanya sekedar memperkenalkan, tidak
membuatnya canggung dan bisa diisi dengan kegiatan penunjang bermain
calistung, seperti puzzle alfabet di komputer, tebak huruf, tebak jumlah, dan
beberapa education games lainnya.
Yang tak kalah pentingnya adalah memperkenalkan peralatan musik pada
balita, atau mungkin sekedar mendendangkan lagu dan menari bersamanya. Balita
yang semenjak awal mengenal alat musik tampak lebih bisa mengontrol dirinya,
lebih matang, dan kinerja otaknya seimbang antara kanan dan kiri. Selain daya
imajinasi yang tinggi, mengenal musik juga dapat mencerdaskan pikiran dan
melatih daya konsentrasi sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
besar bagi mereka dalam menjalani kehidupannya kelak.
Penutup
Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah
perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah
merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap
kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang
berbentuk sebuah permainan.
Pada usia lima tahun, mereka harus memiliki kompetensi meniru bunyi
huruf, pada usia enam tahun mereka harus mengenal huruf. Namun, mengajarkan
anak-anak Calistung itu harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar
mereka tidak merasa tertekan dan bosan.
Memang benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa
belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan
gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak
menyenangkan.
Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk,
sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang perlu
diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga sama
dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan kecerdasan
bergaul ataupun musikal.
Problemnya bukan apa yang diajarkan, namun bagaimana cara
mengajarkannya. Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang
menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela.
Intinya mengajak anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka gembira
dan seolah sedang bermain.
DAFTAR PUSTAKA
Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolag terkemuka Dunia: Riwajat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya. Jakarta : Grasindo.
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York: Basic Books.
Fatoni. 2009. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com (diunduh tanggal 2 Mei 2014).
Murtie, Afin. 2013. Mengajari Anak Calistung dengan Bermain: Panduan Praktis untuk Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suparno, Paul. 2008. Teori lntetigensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Toeri Multiple lntellligences Howard Gardner, Yogyakarta: Kanisius
http://en.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget
http://www.glenndomanindonesia.com/
http://en.wikipedia.org/wiki/Howard_Gardner
http://www.academicroom.com/users/marian-diamond
http://www.goodreads.com/author/show/109959.Elizabeth_G_Hainstock