123
BAB XIV
KEBUTUHAN AKAN SUPERLEADERSHIP
Charles C. Manz dan Henry P. Sims Jr.
Bisnis Amerika mengalami jaman besar. Produktivitas pegawai dan
kualitas produk memang mulai memburuk di beberapa waktu terakhir, dan bisnis
Amerika dianggap merosot di mata dunia. Peluang meraih hal besar dan
merasakan pencapaian kerja dan hidup juga menyempit. Meski begitu, kemajuan
medis dan peningkatan standar hidup berhasil membuat orang hidup lebih lama.
Peluang pendidikan juga luas, dan perang kepada kebodohan mulai
dimenangkan dengan menjamurnya sekolah. Kemajuan ilmiah juga
memunculkan teknologi baru seperti pabrik otomatis, robot, superkomputer,
biotechnology, dan sebagainya, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Jika kita menumpuk peluang positif bagi korporasi dan pegawai, maka kita sulit
mengabaikan itu.
Tapi, di lain pihak, tantangannya juga besar. Orang jarang mudah
mempelajari sesuatu yang dibutuhkan agar sukses dalam karirnya karena
materinya berbeda dari jaman sekolah. Pembelajaran seumur hidup tidak lagi
barang mewah. Ini menjadi sebuah kebutuhan untuk survive. Orang tidak bisa
dipaksa memiliki semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk bekerja optimal di
waktu tertentu. Karena itu, mereka harus melakukan pembelajaran kontinyu dan
meraih keuntungan dari pengetahuan orang lain.
Dunia memang rumit, dan ini bisa berubah tanpa diduga. Sayangnya,
banyak praktek manajemen tidak sejalan dengan perubahan ini. Salahsatu
peluang terbesar untuk perubahan dan kemajuan, karena itu, dipusatkan pada
mobilisasi usaha manusia dan perilaku inovatifnya. Faktanya, banyak perubahan
ini memang membutuhkan cara inovatif dalam memimpin dan mengurus orang
di pekerjaan. Keuntungan dari ini juga besar. Saat ini, orang terdidik lebih baik
dan menuntut lebih dari pekerjaan, bukan hanya gaji. Dalam studi terbaru di
beberapa ribuan pegawai di sebuah perusahaan komputer, pekerja muda (dalam
kelompok umur baby boomer) melaporkan kualitas kehidupan kerjanya yang
rendah dibanding pekerja yang lebih tua. Kesimpulan yang ditarik adalah bahwa
metode manajemen-leadership di jaman dulu tidak cocok bagi pekerja saat ini.
Seringkali, mereka lebih berkomitmen ke profesi daripada ke perusahaan. Ini
124
berarti bahwa banyak orang tidak mau diperintah selamanya, dan mereka tidak
segan membuang bakat dan kemampuannya begitu saja. Dalam bukunya The
Gold-Collar Worker, Robert E. Kelley mengulas signifikansi angkatan kerja muda
dan terdidik. Dia mendiskusikan perihal “bibit baru pekerja” dan meminta bisnis
menyesuaikan diri dengan karakteristik ini.
Karena ada pengalaman di organisasi bisnis, maka diskusi difokuskan ke
sana. Meski begitu, diyakin bahwa tantangan dasar ini terus menusuk ke semua
aspek kehidupan kita – baik di dalam hubungan, cara kita membesarkan anak,
proses pendidikan, dan sebagainya.
14.1 Apa Yang Dimaksud Self-Leadership Dan Superleadership
Selama 10 tahun terakhir, lewat konsultasi, penelitian dan tulisan, kita
membuat ide yang kita yakini bisa membantu menjawab tantangan memimpin
“bibit baru pekerja”. Kita menggunakan label self-leadership dan
SuperLeadership untuk menggambarkan pendekatan berbeda ke leadership.
Karena istilah ini adalah batu pijakan dari ide yang dimaksud, maka perlu
didefinisikan.
Self-leadership adalah sebuah set strategi ekstensif yang difokuskan ke
perilaku dan pikiran yang bisa digunakan untuk menghasilkan self-influence. Self-
leadership adalah apa yang dilakukan orang untuk memimpin dirinya sendiri. Di
beberapa cara, self-leadership bisa dianggap sebagai bentuk followership yang
bertanggungjawab, tepatnya, jika diberi otonomi dan tanggungjawab untuk
mengontrol hidupnya, apa yang bisa dilakukan follower yang nantinya menjadi
self-leader untuk menjawab tantangan dalam cara yang bertanggungjawab?
Kita pernah mendengar pegawai mengkomplain, “Mereka mengatakan
bahwa mereka menggunakan “manajemen partisipatif”. Saat ini, saya diminta
“berpartisipasi”. Saya tidak paham artinya. Apa saya harus melakukan hal lain?”
Untuk jawabnya, self-leadership memberikan sebuah set panduan bagaimana
seorang pegawai bisa menjawab tantangan manajemen partisipatif dalam cara
yang bertanggungjawab.
SuperLeadership bisa digunakan ke manajer dan eksekutif yang memiliki
tanggungjawab untuk memimpin orang lain, khususnya pegawai bawahan. Lebih
spesifiknya, seorang SuperLeader adalah orang yang memimpin lainnya untuk
memimpin dirinya sendiri. SuperLeader mendesain dan mengimplementasikan
125
sistem yang membantu dan mengajari pegawai agar menjadi self-leader.
Pendekatan ini berisi set perilaku ekstensif, yang semuanya dimaksudkan untuk
memberikan skill perilaku dan kognitif bagi follower yang dibutuhkan untuk
melakukan self-leadership. SuperLeader normalnya bertanya “Apa yang bisa saya
lakukan untuk memimpin orang lain agar bisa memimpin dirinya sendiri”.
Di sini, kita akan mengulas ide tersebut secara detail. Pertama, kita
membahas strategi terfokus-perilaku dan terfokus-pikiran yang menjadi inti dari
self-leadership. Memahami self-leadership adalah sebuah langkah penting untuk
memahami SuperLeadership. Kemudian, kita perlu mengulas skill yang disebut
SuperLeadership. Kita berharap bahwa ide ini tidak menjadi obat – memang
bukan – tapi sebagai rencana permainan yang dibuat secara hati-hati, dan
digunakan untuk mengumpulkan potensi jangka panjang setiap pegawai.
14.2 Mengenal Self-Leadership Pegawai
Ada pendekatan berbeda dalam memimpin orang, dan ini penting untuk
masa depan. Pendekatan tersebut adalah SuperLeadership, yaitu memimpin
orang lain untuk memimpin dirinya sendiri. Untuk awal, kita perlu melihat
dasarnya. Ide ini didasarkan, bagian, pada pandangan bahwa semua kontrol atas
pegawai pada akhirnya adalah bersifat self-imposed (ditekankan oleh dirinya
sendiri). Dimanapun kontrol itu berasal (contoh, dari bos atau kebijakan perus),
efek yang dirasakan ditentukan oleh bagaimana kontrol tersebut dievaluasi,
diterima, dan diterjemahkan oleh setiap pegawai menjadi komitmen.
Persis seperti ketika organisasi memberikan stadar, evaluasi dan reward
dan hukuman ke pegawai, pegawai juga bisa memberikan dan merasakan
elemen ini dari dalam dirinya sendiri. Pegawai memiliki harapan akan kinerjanya,
dan bereaksi positif atau negatif ke dirinya sendiri sebagai jawaban atas self-
evaluation.
Ini adalah point paling penting. Usaha organisasi untuk meningkatkan
kontrol pegawai tidak lalu menentukan peran “self” dari orang yang dimaksud.
Standar organisasi tidak akan mempengaruhi perilaku pegawai meski jika standar
itu tidak diterima. Reward organisasi tidak lalu memberikan efek yang diinginkan
jika ini tidak dinilai sebagai reward oleh pegawai. Apapun cara menghargai
kinerja pegawai, evaluasi kinerja yang memberikan bobot terbanyak adalah
evaluasi yang dibuat pegawai sendiri.
126
Semua ini berarti bahwa agar efektif, leader harus mempengaruhi cara
orang untuk mempengaruhi dirinya sendiri. Alat penting untuk menciptakan
komitmen dan antusiasme yang dibutuhkan untuk meraih kesempurnaan jangka
panjang di sebuah organisasi adalah membebaskan potensi self-leadership di
dalam diri setiap orang. Kontrol eksternal ketat yang meminimkan atau meredam
sistem self-control dari pegawai bisa jadi menghasilkan kepatuhan. Namun,
komitmen ke kesempurnaan berasal dari potensi leadership yang kuat dari dalam
diri sendiri.
Penggunaan kontrol eksternal yang tidak mempertimbangkan kapasitas
self-leadership seseorang bisa memberikan hasil disfungsional. Sebuah
pendekatan eksternal ke kontrol bisa menyebabkan perilaku birokratik, seperti
ketika orang hanya fokus ke apa yang diukur dan direward organisasi, dan
mengabaikan aktivitas penting lainnya; pemberian data tidak akurat ke sistem
informasi manajemen, yang hanya meningkatkan kedudukan kinerja individu;
memicu kepatuhan, bukan komitmen; dan sejumlah masalah lain.
Sistem penilaian-kinerja rigid untuk salespeople, contohnya, yang
menfokuskan ke prosedur sales dan standar sales bisa efektif dalam
menghasilkan kenaikan sales jangka pendek. Tapi, kinerja jangka panjang bisa
buruk karena minimnya perhatian ke klien. Selain itu, proses kontrol-eksternal
bisa merusak kreativitas dan minat pegawai untuk mengekspresikan diri dan
untuk berkomitmen ke pekerjaan.
Emphasis yang terlalu besar ke reward eksternal tapi mengurangi reward
internal (atau “alami”) bisa melemahkan aspek motivasi individu. Jika emphasis
diberikan ke apa yang didapat orang dalam bekerja (uang, promosi, dan
sebagainya), bukan pada aspek positif dari tugas itu sendiri, yaitu kenikmatan
alami dari sebuah pekerjaan, maka komitmen ke kesempurnaan bisa surut. Ini
berarti bahwa cara melihat kontrol dan leadership di sebuah tempat menjadi
terlalu dibatasi. Ada pandangan baru yang melawan ini, yaitu bahwa kontrol
eksternal harus dibuat untuk menstimulasi dan membantu pegawai
meningkatkan pengaruh dan energi internalnya.
14.3 Superleadership: Sebuah Pendekatan Dasar Ke Leadership
SuperLeadership secara dasar bisa berbeda dari pandangan tradisional
leadership. Tujuan utamanya adalah menstimulasi dan membantu kapabilitas
127
dan praktek self-leadership, dan menciptakan proses self-leadership yang
menjadi target sentral dari pengaruh eksternal. Self-influence dilihat sebagai
sebuah peluang untuk meraih kesempurnaan bukan ancaman ke kontrol dan
otoritas eksternal. Faktanya, jika leader ingin bawahannya berkembang menjadi
performer tinggi, maka perlu diberikan otonomi dan tanggungjawab untuk lebih
bertanggungjawab ke dirinya sendiri dan pekerjaannya.
Di penelitian ini, kita akan membahas perbedaan pegawai dalam cara
merasakan pekerjaannya. Tapi perbedaan ini belum seberapa dibanding
perbedaan antara pabrik manufaktur yang dikelola secara “tradisional” dan
pabrik yang dijalankan oleh tim self-managed.
Dalam pabrik tradisional yang berbasis-otoritas, kita menemukan adanya
ketegangan manajemen-pekerja, masalah alkohol dan obat, dan apathi dan
ketidakpuasan pekerja, yang semuanya memberikan efek negatif ke kinerja
pegawai. Pegawai tidak begitu digunakan. Sebaliknya, dalam pabrik yang
menggunakan tim self-managed, pekerja membuat banyak keputusan terkait-
pekerja, seperti tugas ke mesin, penanganan masalah kualitas dan personel,
penyesuaian ke jadwal shift kerja, rekomendasi budget, ataupun pertimbangan
lain yang menjadi tanggungjawab tradisional dari manajemen. Pegawai juga
menyebut area kerjanya sebagai “bisnis kami”, sekaligus secara aktif berusaha
memecahkan masalah kualitas dan meningkatkan produktivitas, menyelesaikan
masalah teknis, dan yang paling sering dilakukan, bekerja tanpa harus melawan
manajemen untuk membuat “perusahaan”-nya lebih profit. Pekerja bahkan
melakukan sesuatu yang ”gila” seperti tetap bekerja setelah shiftnya selesai
untuk membantu jika dibutuhkan dan bahkan masuk di akhir pekan, tanpa
dibayar, untuk memastikan bahwa mesinnya telah dimatikan dengan benar.
Pegawai ini sepertinya meyakini dan berkomitmen ke pekerjaannya dalam kadar
lebih besar dibanding sebelumnya.
Dalam sebuah studi di Honeywell, Inc, ditemukan pentingnya delegasi
dan otonomi untuk menghasilkan manajer yang baik. Studi ini menunjukkan
bahwa manajer yang baik adalah bukan dilahirkan, tapi diolah dalam sebuah
perusahaan. Beberapa studi menyarankan perlunya mendidik bawahan dengan
mendelegasikan proyek penting ke mereka dan memberikan otonomi,
melibatkan bawahan dalam perencanaan jangka panjang, dan memberikan
128
bawahan dengan atasan yang bisa menjadi model peran yang menunjukkan
standar tinggi dan bersikap terbuka ke ide dan pertanyaan bawahan.
Diyakini bahwa usaha memaksa orang untuk menyesuaikan diri ke aturan
eksternal bukan hanya melemahkan potensi individu, tapi juga mengurangi
peluang jangka panjang organisasi untuk meraih kesempurnaan. Orang hanya
perlu melihat track record dari hubungan manajemen-union bila ingin tahu ada
sesuatu yang salah dari pendekatan tradisional. Realita yang ada adalah bahwa
tidak peduli kuat atau “benar” kedudukan manajemen, komitmen ke
kesempurnaan tidak bisa dipaksa dari luar. Ini bukan berarti bahwa semua
pengaruh luar kuat adalah buruk. Tapi, ini berarti bahwa tujuan leadership perlu
dirubah, yaitu seorang leader harus membebaskan bakat orang dengan
menstimulasi kemampuannya untuk self-leadership.
Pembebasan self-leadership adalah cara berbeda dalam melihat proses
leadership dan kontrol. Pendekatan tersebut, meski begitu, bukanlah praktek
baru. Faktanya, beberapa trend menunjukkan bahwa perubahan tersebut telah
dijalankan. Contoh, dalam buku best-selling Megatrends, John Naisbitt
mengidentifikasi beberapa trend untuk masa depan yang konsisten dengan
peningkatan emphasis pada self-control. Empat dari sepuluh trend yang
ditemukannya adalah perpindahan dari sentralisasi ke desentralisasi; dari
bantuan institusi ke self-help; dari demokrasi representatif ke demokrasi
partisipatif; dan dari hirarki ke networking. Trend ini, yang merepresentasikan
sebuah gerakan dari struktur dan institusi formal ke keragaman lebih besar, dan
emphasis pada akar rumput di masyarakat, mencerminkan sebuah rekognisi
orang sebagai individu, dan sebagai sumberdaya yang berharga. Pembelajaran
untuk menjadi self-leader bisa dikatakan persis seperti teori Naisbitt dalam
Megatrends.
Satu contoh, peningkatan jumlah orang yang bekerja otonom di
rumahnya (telecommuter) dengan bantuan terminal komputer dan teknologi
kontemporer lainnya bisa memunculkan sebuah trend signifikan ke penggunaan
self-leadership di dalam praktek organisasi. Selain itu, banyak organisasi,
seringkali yang berkinerja baik, adalah yang menitikberatkan ke partisipasi dan
berbagai bentuk otonomi sebagai alat untuk meningkatkan kapabilitas dan
kinerja angkatan kerjanya. Minat ke lingkaran kualitas, kelompok self-managed,
sistem manajemen Jepang, dan manajemen partisipatif menunjukkan besarnya
129
kesadaran bahwa pendekatan manajemen yang baru adalah dibutuhkan. Dalam
bestseller-nya, In Search of Excellence, Thomas J. Peters dan Robert H.
Waterman, Jr., mengatakan bahwa perusahaan ekselen bisa menciptakan
lingkungan dimana orang bisa meningkatkan martabatnya, dan berpartisipasi
secara sukacita ke perusahaan dan keseluruhan masyarakat. Maksud dari ini
adalah membuat strategi dan perilaku yang menguatkan emphasis ke orang.
Perspektif baru dari leadership yang dimaksud di sini adalah sebuah
pandangan yang mengenali peran penting dari sistem self-control dari pegawai
dan potensinya untuk memimpin dirinya sendiri. Ketika orang Amerika diserang
laporan pesimis tentang jatuhnya bisnis US di dunia, susutnya sumberdaya
penting di masyarakat maju dan sebagainya, kita harus tetap optimis dengan
masa depan karena kita sadar bahwa kitalah yang menjadi sumberdaya dari
kemajuan sosial dan ekonomi nantinya – potensi kemajuan dan ekselensi dalam
setiap orang. Power kuat dari orang yang berkomitmen, termotivasi, dan
memimpin dirinya sendiri, adalah kunci bagi kemajuan sosial dan ekonomi di luar
dunia.
Sayangnya, metode kontrol tradisional tidak lalu bisa dilepas begitu saja.
Selama beberapa tahun, organisasi US terbiasa dengan kepatuhan pegawai,
bukan komitmen, dan terbiasa dengan produktivitas dan kualitas menengah, dan
ketidakpuasan antar angkatan kerjanya. Peningkatan daya saing internasional
membuat organisasi sadar bahwa kontrol tradisional tidak bisa ditoleransi jika
perusahaan ingin survive dan jika United States ingin kuat lagi di dunia. Untuk
meraih ideal komitmen ke kesempurnaan membuahkan sebuah era baru yang
membantu, bukan mengecilkan, energi dan potensi internal orang. Tantangan ini
bisa dijawab lewat SuperLeadership.
Sumber : Hasil Kajian Politik dan Tata Pemerintahan, FIA – UB, 2011. Super
Leadership. Manz dan Sims. (1990)
• Manz dan Sims (1990). Super Leadership.
131
BAB XV
SELF-LEADERSHIP: STRATEGI PERILAKU UNTUK
MEMPENGARUHI DIRI SENDIRI
Charles C. Manz dan Henry P. Sims Jr.
Selama beberapa dekade perusahaan Amerika telah menggunakan alat
negatif eksesif untuk mengontrol pegawai di semua level organisasi. Sayangnya,
pendekatan manajerial ini – kontrol eksternal ketat, sering bersifat menghukum,
untuk memastikan bahwa perilaku pegawai telah cocok dengan tujuan organisasi
– mengabaikan bentuk kontrol yang terkuat, yaitu kontrol dari dalam diri orang.
Di sini, kita akan membahas kontrol dari dalam. Ini disebut kekuatan self-
leadership –yaitu memimpin diri sendiri menuju kesempurnaan.
Beberapa orang mengatakan bahwa perusahaan Jepang telah mengenal
ini lebih baik dari lainnya, dan memberikan emphasis ke nilai dan keyakinan
bersama, dan menjaga lingkungan kerja yang mirip keluarga. Pegawai Jepang
bukan sengaja tidak patuh aturan, tapi menunjukkan komitmen ke kelangsungan
perusahaan, dan menanamkan tujuan perusahaan ke dalam diri sampai mereka
tidak perlu dikontrol lagi.
Tapi, orang Jepang bukan orang Amerika, dan tidak tepat pula bila
menyamakannya. Karena, orang Amerika menekankan individualisme, maka
United States pun bisa menciptakan jenis lingkungan yang ditemukan di Jepang.
Pemahaman tentang Jepang bisa menjadi panduan dalam memahami korporasi
US dan merumuskan pertanyaan tentang itu. Contoh, bila dibutuhkan teamwork,
pendekatan apa yang dibutuhkan untuk mengisi kekosongan budaya yang sering
menghambat kerjasama dan menguatkan kompetisi dan konflik? Kita yakin
bahwa SuperLeadership bisa memberikan sebuah alternatif ke praktek
manajemen Amerika top-down yang sering menimbulkan dilema.
SuperLeadership berarti menghasilkan self-leadership di pihak lain.
Efektivitas SuperLeader meski begitu ditentukan oleh praktek self-leadership dari
bawahan. Hal penting di proses leadership ini adalah bahwa follower sekarang
diperlakukan seperti, dan menjadi, leader. Karena setiap orang adalah self-
leader, dan sering membutuhkan peningkatan dalam pola self-leadershipnya,
maka SuperLeadership membutuhkan banyak power, meski power ini tidak
langsung dan cenderung lunak. Tugas utama dari SuperLeader adalah membantu
132
mengembangkan, mendorong, meningkatkan, menguatkan dan mengkoordinasi
praktek self-leadership dari pihak lain.
Kontradiksi yang ada saat memimpin orang lain untuk memimpin dirinya
sendiri membutuhkan beberapa penyesuaian mental. Contoh, jika bawahan
memimpin dirinya sendiri, maka apakah leader masih dikatakan memimpin?
Jawabannya adalah ya, meski perilaku leader spesifik menjadi sangat berbeda.
Leader memimpin bawahan untuk menjadi self-leader terbaik. Inti dari
perbedaannya bukan pada emphasis ke perintah dan instruksi. SuperLeader
membuat orang lain memerintah dan menginstruksikan dirinya sendiri.
Pendekatan ini menantang leader untuk merubah asumsi dasar tentang
praktek leadership dan hubungan otoritasnya. Dalam jangka panjang ,meski
begitu, usaha ini memberikan keuntungan seperti peningkatan kinerja, inovasi,
dan pemenuhan kebutuhan leader dan follower (self-leader). Karena self-
leadership dari bawahan adalah penting, maka kita akan membahasnya detail.
Self-leadership adalah mesin dan memberikan energi yang dibutuhkan
untuk sukses. Self-leadership adalah inti dari followership efektif.
SuperLeadership memberikan sebuah konteks untuk self-leadership, sebuah
sarana mengkoordinasi self-leadership antar individu, dan sebuah mekanisme
dukungan bagi perkembangan lebih jauh. Pendeknya, SuperLeadership
menginspirasi dan membantu self-leadership dalam pegawai bawahan.
Ada tiga asumsi dasar yang mendasari self-leadership. Pertama, setiap
orang menjalankan self-leadership sampai kadar tertentu ,tapi tidak setiap orang
menjadi self-leader yang efektif. Kedua, self-leadership efektif bisa dipelajari, dan
karena itu, tidak terbatasi pada orang yang terlihat sebagai “self-starter, self-
directed, atau self-motivated”. Ketiga, self-leadership adalah relevan bagi
eksekutif, manajer atau non-manajer – tepatnya bagi setiap orang yang bekerja.
Ada dua kelas dari strategi self-leadership. Pertama menfokuskan pada
perilaku dan aksi efektif – strategi terfokus-perilaku. Yang kedua menekankan
pada pikiran dan perasaan efektif – strategi terfokus-kognitif. Di bab ini, kita
berkonsentrasi pada strategi perilaku – aksi yang dilakukan untuk membantu
memimpin diri sendiri. Di bab selanjutnya, kita akan mengulas pertanyaan
bagaimana pikiran dan perasaan konstruktif bisa menghasilkan kemampuan self-
leadership.
133
15.1 Self-Leadership: Strategi Terfokus-Perilaku Untuk Perilaku Konstruktif
Satu pendekatan self-leadership difokuskan ke perilaku, dan ini
membantu manajer dan pegawai dalam memimpin diri mereka sendiri untuk
melakukan tugas yang sulit, tapi yang dibutuhkan. Beberapa strategi spesifik
dikemukakan, termasuk tujuan buatan sendiri, latihan, observasi diri, reward ke
diri sendiri, dan hukuman ke diri sendiri.
Kondisi semacam ini mirip dengan pengusaha yang energetik dan
mengatur dirinya sendiri. Untuk menggambarkan logika strategi self-leadership
perilaku ini, kita akan mendiskusikan masing-masing aspek di atas dengan lebih
detail. Strategi self-leadership tersebut bisa membantu menciptakan
kesempurnaan personal.
A. Tujuan Buatan Sendiri
Tujuan yang dibuat sendiri adalah bahan penting untuk self-leadership
sukses. Dengan menetapkan tujuan untuk tugas kerja yang dilakukannya dan
raihan karir jangka panjangnya, seorang pegawai bisa menciptakan arahan dan
prioritas diri. Membatasi obrolan informal sampai 45 menit di hari kerja normal
bisa menjadi tujuan buatan sendiri dari seorang pegawai yang sulit berbicara
banyak. Melakukan enam hubungan sales sehari atau meningkatkan sales
sebesar 8 persen selama kuarter fiskal adalah tujuan buatan sendiri dari orang di
sales. Kuliah malam untuk gelar MBA atau menjadi wakil direktur adalah satu
contoh dari tujuan personal jangka panjang. Pengetahuan tentang proses
penetapan tujuan juga penting, karena tujuan yang dibuat harus tetap
menantang, tapi masih bisa dicapai dan spesifik agar bisa memberikan efek
optimal.
B. Manajemen Petunjuk
Dengan mengatur petunjuk di dalam lingkungan kerja sekitar, aksi yang
diinginkan bisa diambil, dan aksi yang tidak diinginkan diabaikan. Menunda
hubungan telepon selama waktu hari kerja, menghapus noise dengan menutup
pintu, atau seorang eksekutif yang mengajak anggota terbaik untuk memberikan
hasil terbaik, semuanya mencerminkan strategi petunjuk berbeda. Sebuah
kantor, contohnya, bisa didekorasi dan dilengkapi dengan sesuatu yang
menstimulasi kinerja. Alat sederhana seperti tanda yang ditempatkan di tempat
134
strategis bisa memberikan manfaat bagi beberapa orang. Pesan seperti “Apakah
anda telah menggunakan waktu dengan efektif?” adalah sebuah petunhjuk bagi
manajemen waktu yang efektif. Faktanya, gerakan manajemen-waktu populer
sering didasarkan pada strategi penetapan petunjuk.
Dunia ini mempengaruhi perilaku lewat pandangan, suara dan
kecenderungan untuk bersaing meminta perhatian. Pegawai bisa menggunakan
strategi petunjuk untuk mengolah lingkungan kerja dan hidupnya, meningkatkan
stimuli yang diinginkan dan menghapus stimuli yang tidak diinginkan, dan karena
itu, mengelola diri secara lebih efektif.
C. Latihan
Latihan atau praktek adalah strategi self-leadership anteseden yang baik.
Praktek adalah hal alami untuk peningkatan skill dalam golf atau tenis – dan bisa
alami untuk bagian hidup lainnya, seperti kerja. Memikirkan dan mempraktekkan
tugas penting sebelum dilakukan bisa meningkatkan kinerja. Melatih presentasi
formal yang menentukan alokasi budget tahunan departemen sebelum ini
dilakukan di hadapan komite budget adalah contoh nyata dari strategi ini. Tapi,
banyak aktivitas kurang formal malah berpotensi menjadi praktek. Beberapa
menit latihan mental sebelum berhubungan dengan klien, mempraktekkan
bagian sensitif dari review kinerja bawahan, menjalankan langkah-langkah
penting untuk menyalakan mesin secara aman dan efisien, dan sebagainya,
adalah cara menggunakan sebuah strategi praktek. Permainan peran, contohnya,
sering digunakan dalam pelatihan penilaian-kinerja. Lee Iacocca mengemukakan
keuntungan dari latihan, yaitu “Mempelajari skill salesman butuh waktu dan
tenaga. Anda bisa mempraktekkannya berkali-kali sampai anda paham”.
D. Pengamatan Diri
Strategi self-leadership lainnya difokuskan ke konsekuensi kinerja kerja,
yaitu apa yang terjadi setelah melakukan tugas. Pertama, seorang pegawai
membutuhkan informasi tentang seberapa baik tugas dilakukan. Pengamatan diri
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk self-leadership yang efektif.
Dengan mengamati apa yang menghasilkan perilaku yang diinginkan dan tidak
diinginkan, seorang pegawai bisa menemukan apa yang perlu dirubah dan
beberapa petunjuk untuk merubahnya. Strategi ini bisa kuat jika disertai dengan
135
informasi yang menjelaskan perilaku yang menjadi target perbaikan. Catatan
sederhana apa yang menghasilkan sebuah perilaku, frekuensi, berapa lama
efeknya, dan kapan ini bisa dilakukan atau tidak dilakukan, bisa memberikan
informasi yang dibutuhkan.
Contoh, jika pegawai tidak puas dengan produktivitas kerjanya, dia bisa
mengamati dan mencatat perilaku yang non-produktif. Perilaku ini bisa berupa
obrolan informal, kerja sibuk yang tidak perlu, dan sebagainya. Dia bisa mencatat
frekuensi dan durasi perilaku, dan kejadian yang merusak usaha produktif. Jika
pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata 17 jam seminggu digunakan untuk
obrolan informal, maka masalahnya sudah jelas. Jika ditunjukkan bahwa banyak
obrolan ini terjadi di perjalanan menuju mesin penyedia kopi, maka perlu diambil
langkah untuk membatasi perilaku ini – seperti menyediakan teko kopi di kantor.
(Meski begitu, perlu hati-hati, karena obrolan di mesin kopi adalah bentuk
“manajemen dengan berkeliling” dan bisa jadi informasi penting didapat dari
sana).
Lebih jauh, teknik pengamatan diri bisa memberikan informasi bagi
evaluasi diri. Dengan menganalisa informasi yang didapat, orang bisa menilai
efektivitas usaha kerjanya.
E. Reward Ke Diri Sendiri
Apa yang menjadi imbalan dari usaha adalah sebuah faktor penting dalam
menentukan motivasi dan pemilihan aktivitas di masa depan. Konsekuensi yang
diterima organisasi dan pihak lain perlu dijadikan fokus perhatian, tapi reward
dan hukuman ke diri sendiri juga sama penting. Reward ke diri sendiri bisa
menjadi strategi yang pantas untuk memotivasi pegawai guna melakukan tugas
yang dianggap sulit. Reward ke diri sendiri bisa konkrit dan fisik, seperti makan
malam di luar atau istirahat di sore hari sambil tiduran dan baca koran setelah
menyelesaikan tugas yang menantang. Liburan akhir pekan di pantai sebagai
reward setelah mengerjakan sistem komputer kantor baru atau setelah
melakukan big sale, bisa membantu memotivasi kesuksesan masa depan anda.
Kadang, reward ke diri sendiri bisa dilakukan dengan menunda sesuatu, sampai
tugas tertentu dilakukan. Reward juga bisa berupa penciptaan mental yang
privat – seperti membayangkan tempat liburan favorit untuk kesuksesan, atau
membayangkan keuntungan dari usaha kerja sukses. Mengatur reward fisik dan
136
mental ke diri sendiri untuk kinerja tinggi bisa dilakukan untuk menjaga motivasi
dan usaha.
F. Hukuman Ke Diri Sendiri
Hukuman ke diri sendiri bisa menjadi bagian dari proses, meski ini tidak
sangat efektif. Hukuman ke diri sendiri cenderung sifatnya mental atau kognitif.
Rasa bersalah yang kecil kadang juga berguna, tapi ketika menjadi besar atau
kebiasaan, ini melemahkan motivasi dan usaha. Kebiasaan bersalah dan kritik ke
diri sendiri bisa menimbulkan depresi, dan menjadi sebuah masalah yang perlu
diatasi karena ini mengganggu konfidensi dan martabat diri dari orang. Kuncinya
adalah mempelajari pola kritik ke diri sendiri dengan bertanya, “Seberapa sering
saya menyesali diri sendiri? Apakah kritik ke diri sendiri membantu atau
menghambat kinerja saya?” Dengan mempelajari kegagalan, mencoba belajar
dari itu, dan menfokuskan energi lagi untuk merasa baik ke pencapaian adalah
alternatif yang baik.
Lee Iacocca memberikan beberapa wawasan penting ketika dia
membicarakan tentang kesalahannya: “Kesalahan adalah bagian dari hidup, dan
anda tidak bisa menghindarinya. Anda bisa berharap bahwa kesalahan ini tidak
mahal, dan tidak membuat anda bersalah dua kali.”
Sebaliknya, bersikap lunak ketika bertindak dalam cara yang tidak
menyenangkan bisa jadi sebuah kesalahan. Ada waktunya untuk memaki diri
sendiri. Umumnya, berkonsentrasi ke reward ke diri sendiri untuk perilaku yang
menyenangkan bisa lebih efektif daripada menggunakan hukuman ke diri sendiri.
15.2 Contoh Self-Leadership Terfokus-Perilaku
Di beberapa setting kerja, strategi self-leadership terfokus-perilaku
adalah membantu pegawai meningkatkan kinerjanya. Terapan ini melibatkan
manajer di berbagai pekerjaan seperti retail, manufaktur, layanan publik, iklan
dan setting lain, termasuk posisi lini dan staff. Di berbagai kasus, perilaku spesifik
untuk self-leadership bisa berupa waktu yang digunakan untuk telpon,
penyelesaian formulir belanja tepat waktu, dan sebagainya.
Contoh, strategi terfokus-perilaku bisa juga ditunjukkan oleh pekerja
produksi kerah-biru untuk tujuan self-leadership. Di satu pabrik berkinerja tinggi
yang ditata berdasarkan konsep tim self-managed (sebuah sistem yang ditata
137
oleh dan berisi tim pekerja yang bertanggungjawab untuk mengatur dirinya
sendiri), kita bisa melihat selebaran catatan yang ditempel ke mesin untuk
menjadi petunjuk buatan sendiri bagi pekerja. Untuk menghasilkan petunjuk,
pekerja juga bisa menggunakan strategi lain seperti pengamatan diri, latihan,
pujian ke diri sendiri dan kritik ke diri sendiri.
Strategi semacam ini memang berguna untuk meningkatkan kinerja kerja
pada tugas yang sulit dan tidak menarik. SuperLeader bisa menciptakan self-
leadership pegawai dengan memberikan teladan, mendorong, memandu, dan
memberdayakan penggunaan jenis alat oleh bawahan. Meski begitu, kita perlu
menjelaskan strategi self-leadership yang memiliki potensi untuk memotivasi
orang agar meraih kesempurnaan dalam kerja, termasuk agar mereka suka
melakukan itu. Strategi kognitif ini bisa digunakan untuk menciptakan pikiran
konstruktif tentang pekerjaan.
Sumber : Hasil Kajian Politik dan Tata Pemerintahan, FIA – UB, 2011. Super
Leadership. Manz dan Sims. (1990)
• Manz dan Sims (1990). Super Leadership.
139
BAB XVI
SELF-LEADERSHIP LEBIH BANYAK: STRATEGI UNTUK PIKIRAN
DAN PERASAAN PRODUKTIF
Charles C. Manz dan Henry P. Sims Jr.
Di beberapa tahun lalu, analisis self-leadership dilakukan dengan
berkonsentrasi ke strategi perilaku saja. Meski begitu, cara orang secara kognitif
merasakan dan memproses informasi tentang pekerjaanya memberikan dampak
ke kemampuan self-leadership. Karena itu, ide awal dari self-leadership diperluas
hingga meliputi strategi kognitif.
Strategi self-leadership kognitif mempertimbangkan isu bagaimana
individu bisa secara kognitif menata pola pikirnya, sehingga mempengaruhi
perilaku.
Disini, kita membagi strategi self-leadership basis-kognitif menjadi dua
bagian, tapi masih saling terkait. Pertama, kita mempelajari cara menggunakan
reward alami yang didapat dari tugas untuk menghasilkan pikiran dan perasaan
konstruktif tentang usaha seseorang. Kemudian, kita juga perlu mempelajari
pertanyaan luas tentang cara individu menghasilkan pola pikir produktif.
16.1 Menciptakan Reward Alami Ke Tugas
Kita masih sering tidak sependapat soal apakah penciptaan reward alami
ke sebuah tugas adalah sebuah strategi perilaku atau kognitif. Pendekatan ini
berisi perilaku yang nantinya dijalankan. Tapi, tujuan utamanya adalah
mendefinisikan pekerjaan dan tugas dalam cara yang menciptakan sebuah
kondisi kognitif.
Point utamanya adalah bahwa pekerjaan, bahkan jenis yang paling
monoton, memiliki beberapa kadar tertentu. Banyak pekerjaan bisa dilakukan
sampai kadar tertentu dan dijalankan dengan komitmen, bukan sekedar patuh,
bila pendekatan yang benar bisa dikemukakan dan diterima. Bisa dikatakan
bahwa pendekatan benar biasanya berisi mencari dan menciptakan reward alami
dari tugas. SuperLeader bisa memainkan peran penting dalam meneladankan,
memandu, dan memberdayakan temuan dan manajemen reward alami di
kalangan bawahan, karena ini adalah kunci self-leadership konstruktif untuk
pikiran dan perasaan.
140
A. Apa Yang Dimaksud Reward Alami?
Ada dua tipe reward. Yang paling menonjol adalah reward yang diberikan
orang luar seperti kenaikan gaji, liburan, promosi, award, bonus, dan sebagainya.
Pujian pun juga reward eksternal. Tipe reward kedua adalah yang jarang
direkognisi dan jarang dipahami, tapi tetap penting. Ini disebut reward alami. Ini
berhubungan dengan tugas atau aktivitas tertentu. Contoh, seseorang yang suka
membaca koran atau pergi ke pacuan kuda disebut melakukan aktivitas yang
dideskripsikan sebagai yang memberikan reward alami. Insentif yang tidak
diberikan oleh orang luar atau diri sendiri adalah yang memotivasi perilaku ini.
Insentif ini adalah alami, dan diciptakan ke dalam tugas. Bermain bola tangan di
sore hari Sabtu adalah contoh dari ini.
B. Mengapa Beberapa Aktivitas Memberikan Reward Alami?
Ada tiga elemen yang memotivasi pegawai untuk kinerja tinggi. Elemen
ini membantu menghasilkan pikiran dan perasaan positif dan konstruktif tentang
pekerjaan. Ini adalah perasaan (1) kompetensi, (2) self-control, dan (3) tujuan.
Keuntungan kinerja bisa diraih bila pegawai diberi kekuatan untuk menyesuaikan
kerjanya sehingga mereka bisa merasakan perasaan dan pikiran. Diskusi
didasarkan pada ide sederhana, yaitu keinginan menggunakan reward alami
(memotivasi aktivitas dan tugas) untuk menghasilkan self-leadership yang efektif.
Kita akan mengulas ini secara terpisah.
Perasaan kompetensi. Satu aspek dari aktivitas reward alami adalah bahwa ini
sering membuat orang lebih kompeten. Ini memberikan kesan “self-efficacy”.
Orang cenderung suka dengan tugas yang dikerjakannya dengan baik. Beberapa
pukulan baik di hole terakhir di lapangan golf membuat orang ingin bermain lagi,
dan kinerja efektif di sebuah kerja membuat pekerjaan lebih menarik secara
alami.
Tentu saja, aktivitas yang meningkatkan perasaan kompeten kadang juga
dihubungkan dengan reward eksternal, tapi reward alami yang diciptakan ke
tugas bisa menjadi kekuatan motivasi kuat di dalam diri. Perasaan kompeten bisa
menjadi reward kuat jika tidak ada pujian atau tidak ada reward materi. Perasaan
ini penting apakah pegawai adalah top executive atau pekerja lini-produksi.
141
SuperLeader bisa mengenali kebutuhan penting ini dengan memberikan
bawahan dengan peluang menjawab tantangan. Seorang SuperLeader juga
membantu bawahan untuk mengembangkan konfidensi dan menguasai skill yang
dibutuhkan untuk kerja, dengan memberikan otonomi atau panduan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Perasaan self-control. Karakteristik kedua dari aktivitas yang menyenangkan
alami adalah bahwa aktivitas tersebut membuat individu memiliki self-control
lebih besar. Banyak orang memiliki kecenderungan alami untuk mengontrol
nasibnya. Dari bayi yang suka merangkak sampai orang dewasa yang ingin
menjadi bos, keinginan akan kontrol diri, bukan kontrol eksternal, sudah ada.
Banyak orang ingin merasakan independensi.
Kombinasi keinginan merasa kompeten dan self-control bisa
memunculkan pola perilaku yang menarik. Pola ini memunculkan pencarian
tantangan agar orang mampu menguasai skill dan memperluas usaha untuk
menguasai itu. Contoh jenis pola ini adalah melatih pukulan di golf atau berusaha
meningkatkan kinerja tugas. Memahami tantangan bisa memberikan reward
alami karena memenuhi tantangan ini bisa menghasilkan perasaan kompeten
dan self-control.
Seorang SuperLeader sadar akan pola ini dan berusaha memberikan
bawahannya kebebasan untuk mencari peluang menantang. Bawahan yang lebih
sukses adalah yang mampu merasakan tantangan, dan semakin sukses dirinya di
masa depan. Karena bawahan bisa berusaha untuk berkinerja baik, maka
seorang SuperLeader tinggal membiarkan mereka begitu.
Perasaan tujuan. Satu fitur penting dari aktivitas yang memberikan reward alami
adalah kemampuan memberikan kesan tujuan. Meski jika tugas membuat
pegawai merasa lebih kompeten dan lebih memiliki self-control, tugas bisa
dibenci jika pegawai tidak menganggapnya bernilai. Orang cenderung rindu
tujuan dan makna. Salesman rokok yang kompeten, yang bebas memilih profesi,
dan yang berusaha keras, tidak suka dengan pekerjaannya jika ragu dengan etika
kerjanya.
Tapi, darimana asal perasaan tujuan dan makna? Banyak pakar
mengatakan bahwa meningkatkan atau mengekspresikan goodwill ke pihak lain
bisa menciptakan kesan tujuan. Dalam tulisannya tentang stress manusia, Dr.
142
Hans Selye mengatakan bahwa cara terbaik menjalani gaya hidup yang
mereward tanpa stress adalah dengan melakukan apa yang disebut “egoisme
altruistik”. Intinya, ini melibatkan sikap membantu orang lain dan “mendapat
cinta mereka”, sekaligus di saat sama menyadari kebutuhan diri anda sendiri dan
meningkatkan kadar individu kita (egoisme). Filosofi menegaskan bahwa individu
hanya bisa mendapat hidup senang ketika memadukan sifat self-sentrisnya
sebagai manusia dengan usaha altruistik untuk memenangkan goodwill dan
hormat dari orang lain. Bukti dari penelitian biologi dan psikologi menunjukkan
bahwa motif altruistik bisa muncul pada seseorang yang jauh dari motif
egoistiknya.
Bagaimana pun cara altruisme bisa memberikan tujuan ke sebuah tugas,
atau ke hidup, ini tidak boleh diabaikan. Ini adalah kunci meraih perasaan tujuan
dan makna. Yang menarik, pabrik manufaktur yang menggunakan pendekatan
kelompok self-managed dan yang menunjukkan pekerja berkomitmen dan
termotivasi tinggi, memiliki moto “Orang membantu orang”. Penelitian di
organisasi kerja Jepang juga menunjukkan sebuah pertimbangan sama dengan ini
(altruistik).
Tantangan bagi seorang SuperLeader adalah membantu bawahan
menemukan apa yang membuatnya merasakan tujuan, dan memberikan peluang
untuk merasakan makna dari kerjanya. Ini mungkin baik bagi orang, karena
bentuk altruisme adalah jantung dari kebutuhan hidupnya.
16.2 Tugas Yang Disesuaikan Sendiri
Ada dua cara penggunaan reward alami untuk meningkatkan efektivitas
self-leadership, yaitu (1) memasukkan fitur menyenangkan secara alami ke
dalam tugas, dan (2) membuat aspek reward alami pekerjaan menjadi fokus pikir
dalam pekerjaan. Pendekatan ke self-leadership, pada dasarnya, berisi
identifikasi aspek tugas yang menyenangkan secara alami, dan mencoba
meningkatkan ini sewajar mungkin.
Meski begitu, masih ada banyak strategi lain untuk membuat pekerjaan
lebih memotivasi secara alami. Dalam satu contoh, sebuah pertemuan bisnis bisa
dilakukan dalam sebuah lokasi yang menarik. Isu yang sering dibicarakan di ruang
konferensi formal di sebuah gedung perusahaan bisa dinilai berbeda bila
dibicarakan di ruang pertemuan rileks di sebuah resort yang indah. Jika pegawai
143
senang saat mengobrol langsung dengan teman sejawatnya, maka komunikasi
tatap muka menjadi sangat baik di saat itu dibanding harus menggunakan memo
tulis.
Point yang ingin ditunjukkan adalah bahwa ada beberapa cara dan
strategi berbeda untuk melakukan tugas kerja. Dengan menyelesaikan tugas
dengan sarana yang disukai, pegawai bisa menciptakan reward alami untuk
usahanya. Contoh, jika seorang wanita berlari memutari sebuah track oval setiap
hari sebagai sarana untuk menjaga kebugaran fisiknya, dia tidak peduli dengan
cara membuat itu menjadi menyenangkan. Berlari sepanjang pesisir pantai atau
di jalan setapak di hutan bisa juga memberikan pengalaman gembira. Lari bisa
dilakukan di pagi hari atau di sore hari sekaligus melihat cakrawala yang terang.
Lari bisa memberikan reward alami bagi pelari yang memiliki cara seperti itu,
begitu juga dengan pekerjaan pegawai di organisasi.
Selain memilih konteks kerja yang menyenangkan, pegawai bisa
meningkatkan kesenangan alami kerjanya dengan mencari dan menciptakan
aktivitas yang memberikan perasaan kompeten, self-control dan tujuan. Kerja
dan kehidupan bisa memberikan reward alami jika orang cukup serius untuk
bermain dengan itu dan menciptakan kesenangan di dalamnya.
Waktu atau jadwal kerja juga penting. Contoh, beberapa orang adalah
“orang malam”, sedangkan lainnya adalah “orang pagi”. Satu orang melakukan
90 persen kerja di pagi hari, dan berusaha melakukan pertemuan tatap muka di
sore hari. Kadar jadwal kerja dari pegawai yang cocok dengan ritme psikologis
dan preferensi psikologisnya bisa meningkatkan produktivitas personal.
Jelasnya, ada batasan pada seberapa jauh orang menyesuaikan
pekerjaannya. Kadang, perlu mengimplementasikan penyesuaian kerja lewat
caranya sendiri – keluar dan kerja di tempat lain. Tapi, orang malah bertanya
“mengapa ini tidak bisa dilakukan”. Ini adalah pikiran negatif dan disfungsional.
Pendekatan produktif dan efektif adalah mencari langkah kecil sederhana
dengan melakukan sesuatu yang lebih menyenangkan. Dalam jangka panjang,
kesenangan dalam kerja bisa diwujudkan dengan mencari konteks kerja dan
aktivitas yang menyenangkan, yang memberikan perasaan kompeten, self-
control dan tujuan.
Beberapa peneliti sadar bahwa diskusi tugas yang disesuaikan sendiri
adalah didasarkan pada teori dan penelitian sebelumnya tentang motivasi
144
intrinsik dan bisa memperkaya karakteristik kerja. Perbedaan besar yang
ditemukan di sini adalah adanya tanggungjawab dan aksi pribadi dari pegawai
dalam mencari reward alami yang berasal dari tugasnya sendiri. Bukannya
mengandalkan manajemen atau orang lain untuk melakukan, setiap pegawai,
meski dalam cara minor, bisa menemukan peluang untuk menyesuaikan
tugasnya sendiri.
16.3 Mengolah Fokus Pikiran Orang
Pendekatan kedua untuk meningkatkan power reward alami adalah pada
cara orang berpikir, ketika menjalankan tugas. Individu memiliki opsi seputar
cara menfokuskan perhatiannya. Contoh, mereka bisa berpikir tentang, berbicara
tentang, dan memberikan fokus ke bagian kerja yang dibencinya, yang bisa
memberikan perasaan negatif dari kerjanya. Cara lainnya, pegawai bisa fokus ke
reward yang diharap dari kerjanya (seperti uang, pujian, rekognisi, dan
sebagainya), dan karena itu, termotivasi oleh imej masa depannya. Pendekatan
ini adalah sebuah peningkatan definit dibanding pikiran negatif. Sebagai opsi
ketiga, pegawai bisa menfokuskan diri ke aspek menyenangkan alami dari
kerjanya dan menikmati aktivitas apapun nilainya nanti. Fokus terakhir ini adalah
kunci menciptakan kesenangan alami dan menjadi motivasi alami ke kinerja lebih
tinggi.
Semua pegawai bisa mengidentifikasi fitur menyenangkan dan tidak
menyenangkan di dalam pekerjaannya. Kadang, kita menggunakan prosedur
berikut sebagai latihan training: “Pertama, ambil kertas dan buat sebuah garis di
tengah, membentuk dua kolom. Kemudian, isilah dengan aspek kerja anda
berdasarkan kategori menyenangkan dan tidak menyenangkan. Yang mana yang
lebih panjang – menyenangkan atau tidak menyenangkan? Partisipan sering
terkejut bahwa daftar menyenangkan lebih panjang. Kemudian, ketika bekerja,
anda bisa memfokuskan pikiran anda ke fitur menyenangkan di satu waktu, dan
merubah fokus anda ke fitur tidak menyenangkan di satu waktu lain”. Pegawai
bisa menyukai kerja lebih banyak ketika menfokuskan diri ke fitur yang lebih
menyenangkan, dan memberikan reward.
SuperLeader menjadi teladan dan mendorong dilakukannya pikiran
konstruktif oleh bawahan. Menyesuaikan pekerjaan ke orang yang
mengerjakannya bisa meningkatkan kinerja. Contoh, pegawai bisa mempelajari
145
fitur kerja “tidak menyenangkan” agar bisa menyesuaikan atau menggantinya
dengan cara efektif tapi menyenangkan dalam menyelesaikan kerja. SuperLeader
membantu bawahan mengolah pikiran kerjanya, atau juga metode kinerja
fisiknya.
Perhatikan dua manajer di sebuah perusahaan Amerika besar yang
memiliki tanggungjawab sama. Manajer A bukan hanya cenderung memikirkan
kesulitan kerjanya, tapi juga mengeluhkan defisiensi kinerjanya. Dia seperti
menggunakan “pikiran hambatan” yang berlebih. Manajer B menfokuskan
pikirannya ke penyelesaian, dan berusaha mewujudkan kebutuhannya. Dia
menggunakan “pikiran peluang”. Dia pernah mengatakan bahwa dia merasa
lebih hidup ketika bekerja satu hari dibanding orang bekerja seminggu. Meski
kondisi kerjanya sama, perbedaan bisa muncul antara pikiran hambatan dan
pikiran peluang.
Beberapa orang menghubungkan cara pandang orang yang berbeda ini
dengan perbedaan kepribadian. Meski begitu, interpretasi ini terlalu sederhana.
Meski kepribadian juga penting, pandangan self-leadership menyatakan bahwa
orang bisa mempengaruhi dirinya sendiri dan cara mereka dalam memikirkan
kerjanya, dan bahwa mereka bisa belajar merubah pola pikir dan perilakunya.
Bagian penting dari peran SuperLeader adalah membantu bawahan melakukan
itu.
Ringkasnya, ada strategi yang membuat pekerjaan jauh lebih memberikan
reward alami. Ini berupa (1) menciptakan reward alami ke dalam tugas dengan
memilih konteks kerja yang menyenangkan dan menitikberatkan ke aktivitas
yang memberikan perasaan kompeten, self-control dan tujuan; dan (2)
menfokuskan diri ke aspek reward alami dari tugas, sekaligus menjalankannya.
Sebagian peran SuperLeader adalah membantu bawahan belajar dan
menerapkan strategi ini secara efektif.
16.4 Menciptakan Pola Pikir Konstruktif
Pelaksanaan proses self-leadership bisa membutuhkan emphasis besar ke
pikiran. Meski strategi perilaku juga penting, pikiran adalah inti dari inti, tepatnya
proses pikiran individu bisa menjadi inti self-leadership, yang nantinya menjadi
inti dari SuperLeader leadership. Sebuah cara untuk memahami komponen
penting dari self-leadership adalah prinsip pola pikir. Orang sering menunjukkan
146
kecenderungan perilaku kebiasaan di setiap saat ketika mereka menunjukkan
pola pikir kebiasaan. Tantangan yang ada adalah mengatur pola pikir kebiasaan
dalam cara agar efektivitas personal dalam pekerjaan dan hidup bisa naik.
Tentu saja, ini tidak mudah. Masalah besar di bidang psikologi adalah
bagaimana mengatasi sesuatu yang tidak bisa dilihat atau tidak bisa dipahami.
Meminta orang untuk “berpikir berbeda” atau merubah pola pikir lewat
kemauan bukanlah cara produktif. Di lain pihak, beberapa sarana bisa membantu
mewujudkan ini. Alat ini bisa tepat untuk usaha jangka panjang guna merubah
pola pikir yang ada, dan menciptakan pola pikir baru. Selain itu, SuperLeader bisa
membantu bawahan mendapatkan alat ini, tapi mereka harus mempelajari itu
lebih jauh. Secara khusus, ini berisi pengaturan keyakinan, imajinasi pengalaman,
dan self-talk.
A. Keyakinan
Keyakinan atau asumsi adalah dasar dari pikiran. Karakteristik dari
keyakinan adalah bahwa ini sering terwujud. Apa yang diyakini terjadi seringkali
terjadi. Dalam cara itu, apa yang diyakini orang sebagai tidak mungkin terjadi,
pasti sudah gagal sejak awal. Rational Emotive Therapy, sebuah pendekatan ke
psikoterapi yang digagas Dr. Albert Ellis, menyatakan bahwa keyakinan bisa
menjadi basis dari perubahan. Teori di balik ini adalah bahwa ketika orang sulit
mengatasi situasi tertentu, ketidakefektifannya dihubungkan dengan keyakinan
yang tidak rasional. Contoh dari ini adalah rasa takut untuk menunjukkan
keyakinan yang ditolak oleh pendengar. Ini adalah sebuah bentuk pikiran
hambatan. Dengan melawan keyakinan disfungsional ini, barulah orang bisa
mengatasi masalah.
Mungkin, salahsatu keyakinan paling penting yang mempengaruhi
kemampuan self-leadership seseorang adalah harapan-diri. Apakah saya yakin
bisa melakukannya? Penelitian menunjukkan bahwa harapan individu menjadi
ramalan yang terwujud sendiri, yaitu bahwa harapan positif bisa meningkatkan
kemungkinan perwujudan. Sebaliknya, harapan negatif bisa mengurangi
probabilitasnya. Kondisi pikiran seseorang bisa memberikan dampak jelas ke
kinerja akhir.
Menciptakan dan merubah keyakinan adalah sebuah proses sulit.
Keyakinan sering sudah melekat dalam kepribadian sehingga orang memiliki
147
masa sulit untuk mengenalnya dan memahami bagaimana ini bisa
mempengaruhi aksi. Akibatnya, mengidentifikasi dan melawan keyakinan
disfungsional adalah langkah pertama yang harus ditempuh. Selanjutnya, tujuan
harus diarahkan untuk meningkatkan pola pikir, yang menjadi komponen dasar
dari set keyakinan.
B. Imajinasi Pengalaman
Komponen penting lain dari pola pikir adalah imajinasi. Imej mental dari dunia,
seperti bayangan tentang hasil dari masalah, bisa mempengaruhi aksi dan
orientasi ke kerja dan hidup. Orang bisa membawa dunia yang unik ke dalam
kepalanya. Bentuk bayangan dari dunia psikologi ini berisi imajinasi pengalaman.
Imej ini terjadi secara alami dan bisa memberikan pengaruh konstruktif atau
bahkan destruktif. Membayangkan sebuah kinerja yang buruk dan malu di
hadapan orang lain (seperti ski air, golf, bicara di depan orang banyak, dsb) bisa
membuat orang tidak melakukan itu sejak awal. Jika dia mencoba, imej mental
disfungsional bisa melemahkan konfidensinya, merusak kesenangannya, dan
menyebabkan dia takut gagal.
Meski begitu, orang bebas melawan kebiasaan mentalnya dengan
memilih membentuk imej mental konstruktif. Contoh, orang bisa duduk di kursi
dan membayangkan pantai berpasir putih di tepi laut yang biru dan diterangi
matahari. Dengan praktek itu, ada kemungkinan menggunakan imej mental
konstruktif ketika dihadapkan dengan masalah atau tantangan. Imej mental
positif bisa digunakan untuk melatih aktivitas atau melawan pengalaman
imajinasi destruktif yang masuk ke dunia psikologi. Ini bukanlah tugas mudah,
tapi memungkinkan untuk menciptakan pola pikir positif. Ralph Waldo Emerson
memberikan gambaran ini: “Karakteristik orang adalah seperti apa yang dia
pikirkan selama sehari penuh”. Setiap kali, seseorang bisa memperbaiki dirinya
dengan mengolah pola pikir kebiasaannya. Imej mental adalah bahan kuat untuk
memperkenalkan perubahan tersebut.
C. Self-Talk
Aspek pola pikir yang paling cepat berubah adalah dialog internal. Meski
sering disangkal, orang sering berbicara dengan dirinya sendiri. Pembicaraan ini
biasanya terjadi di level internal (atau di dalam hati). Pegawai yang gagal sering
148
memaki dirinya sendiri – “Bodoh kamu! Mengapa kamu melakukan itu? Kenapa
bisa salah?” – adalah contohnya. Tentu saja, melakukan kritik verbal internal ini
bukan memberikan keuntungan lebih jauh. Pendekatan yang lebih konstruktif
atau analitik bisa lebih memberikan hasil positif, seperti “Apanya yang salah?
Padahal saya mampu melakukan itu. Akan saya lakukan lebih baik setelah ini”.
Orang jarang melakukan bicara-sendiri atau tidak merubahnya. Ironisnya,
orang sering memikirkan cara bicara dengan orang lain, khususnya dalam situasi
sensitif. Mereka kurang peduli dengan dirinya sendiri. Psikolog Doland
Meichenbaum dan Roy Cameron mengemukakan ide tentang ini. Selama
beberapa tahun, terapis psikolog berusaha merubah cara klien berbicara dengan
terapis, tapi Meichenbaum dan Cameron yakin inilah waktunya untuk membantu
klien merubah cara mereka dalam bicara ke dirinya sendiri. Pengamatan diri ke
pola dialog internal dan usaha mengganti pikiran disfungsional dengan
pernyataan diri yang konstruktif bisa membantu ada secara efektif mengolah
pikiran. Inilah saatnya anda bicara dengan diri anda tentang subyek yang
dimaksud. Jarang kita bisa menemukan pendengar yang baik yang mau
mendengar keluhan anda, dan yang bisa meraih keuntungan dari keluhan anda.
Selembar kertas yang dibagi menjadi dua kolom bisa digunakan untuk
mengolah pola pikir (yaitu, keyakinan atau asumsi, imej mental, dan self-talk).
Pertama, orang bisa mengidentifikasi situasi hambatan yang mempengaruhi
pikirannya secara negatif. Dia juga bisa mendaftar pikiran disfungsional tentang
situasi di satu kolom dan mengisi pikiran konstruktif di lain kolom. Contoh,
setelah berdebat dengan bawahan di pekerjaan, dia berpikir “Dia suka melawan
otoritas dan dia adalah pegawai bermasalah yang bisa melemahkan kinerja di
unit kerja”. Tapi, setelah memeriksa situasi dengan hati-hati, dia sadar bahwa dia
bisa menggantinya dengan pikiran konstruktif, seperti “dia sepertinya
mengekspresikan inisiatif dan kreativitas. Dengan mendebat saya, dia
menunjukkan motivasi, dan jauh lebih baik dari apatis dan patuh. Apa yang bisa
dilakukan untuk menyalurkan energinya? Ini adalah peluang kinerja positif”.
Lewat analisis sistematik, seorang individu bisa mengolah pikirannya dan
menciptakan pola konstruktif baru di dalam pikirannya.
Penelitian menyimpulkan bahwa pola pikir bisa mempengaruhi
kesehatan, umur, kesuksesan dan skor ujian. Penelitian ini menjadi perbaikan
dari penelitian sebelumnya tentang ramalan aspek hidup yang terwujud sendiri.
149
Menurut Edward E. Jones, psikolog di Princeton University, “Pengalaman bukan
hanya mempengaruhi cara kita melihat realita, tapi juga mempengaruhi realita
itu sendiri”.
Dr. Martin Seligman, seorang peneliti terkemuka di bidang ini,
mengatakan bahwa “firasat saya menunjukkan level intelejensi saya, sehingga
prestasi anda adalah sebuah fungsi, bukan bakat, dan juga mencerminkan
kapasitas melawan kekalahan”. Jadi, yang menjadi ukuran adalah apakah
individu tetap maju meski dalam keadaan frustasi.
Dalam sebuah studi di lebih dari 3.000 manajer yang bekerja di korporasi
Fortune 100, ditemukan hubungan antara level kinerja manajer dan cara mereka
melihat hambatan kinerja. Meski performer tinggi lebih memberikan konsentrasi
ke hambatan eksternal dalam lingkungan kerjanya, performer rendah cenderung
berpikir tentang defisiensi skill-personalnya. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah
bahwa mengenali hambatan adalah OK, tapi memikirkan kelemahan personal,
dalam self-leadership contohnya, bisa melemahkan efisiensi dan kemampuan
kinerja orang.
Meski gaya pikir ini cenderung stabil di umur hidup seseorang
Dr. Seligman yakin bahwa gaya bisa dirubah. Dalam satu studi penelitian, dia
menemukan bahwa perubahan di dalam gaya pikir individu dari pesimis menjadi
optimis bisa bertahan satu tahun setelah perubahan terjadi.
Ringkasnya, bagian penting dari self-leadership dipusatkan ke manajemen
pola pikir. Agar sukses di proses yang sulit, setiap orang perlu menganalisa,
melawan, dan mengolah keyakinan, imajinasi pengalaman, dan self-talk. Seorang
SuperLeader bisa membantu bawahannya mendapat skill yang dibutuhkan untuk
meraih inti SuperLeadership – pola pikir internal. Pertama, SuperLeader bisa
memberikan teladan pola pikir efektif. Lebih jauh, SuperLeader bisa mendorong,
memandu, memberdayakan, dan membantu self-leadership bawahan lewat pola
pikir konstruktif. Strategi SuperLeadership spesifik untuk membantu ini dan skill
self-leadership lainnya di bawahan akan diulas secara detail di bab selanjutnya.
16.5 Kesimpulan
Di United States ada pendapat bahwa metode manajemen tradisional
tidak cocok lagi diterapkan. Satu kelemahan dasar dari metode ini adalah
diabaikannya kapabilitas self-leadership pegawai. Kapabilitas ini adalah
150
sumberdaya alam terbesar yang belum diolah saat ini. Dengan mengetahui
bahwa sumberdaya ini memang ada bisa memberikan harapan besar ke masa
depan perusahaan, khususnya di Amerika.
SuperLeadership bisa membantu bawahan mempelajari dan
mempraktekkan self-leadership secara efektif. Pertama, seorang SuperLeader
bisa memahami apa yang dimaksud dengan self-leadership. Strategi self-
leadership yang dijelaskan di beberapa bab sebelumnya diringkas di Tabel di
bawah ini. Dengan menguasai strategi self-leadership yang terfokus-perilaku,
seperti tujuan buatan sendiri dan reward ke diri sendiri, orang bisa menjalankan
tugas yang sulit dan kadnag tidak menarik. Lebih jauh, dengan menciptakan
reward alami ke pekerjaan yang menghasilkan perasaan kompeten, self-control
dan tujuan, pekerja bisa melihat dirinya mampu meraih kinerja tinggi lewat
kesenangan alami. Terakhir, penciptaan pola pikir efektif lewat manajemen
keyakinan, imajinasi pengalaman, dan self-talk bisa menghasilkan kemajuan
sampai ke ekselensi. Dengan memberikan teladan, mendorong,
memberdayakan, dan membantu proses self-leadership di bawahan, seorang
leader bisa menjadi seorang SuperLeader.
STRATEGI SELF-LEADERSHIP
STRATEGI TERFOKUS-PERILAKU
Perilaku Strategi
Tujuan Buatan Sendiri Menetapkan tujuan untuk usaha kerja
sendiri.
Latihan Menata dan merubah petunjuk dalam
lingkungan kerja untuk membantu
perilaku personal yang diinginkan.
Pengamatan Diri Praktek fisik atau mental dari aktivitas
kerja sebelum anda melakukannya.
Reward Ke Diri Sendiri Mengamati dan mengumpulkan
informasi tentang perilaku spesifik
yang ditargetkan untuk perubahan.
Hukuman Ke Diri Sendiri Memberikan reward personal untuk
menyelesaikan perilaku yang
diinginkan.
151
STRATEGI TERFOKUS-PERILAKU
Perilaku Strategi
Menciptakan Reward Alami
Ke Dalam Tugas
Penyesuaian dimana dan bagaimana
cara anda melakukan pekerjaan untuk
meningkatkan level reward alami di
dalam pekerjaan anda. Reward alami
yang menjadi bagian, bukan terpisah
dari, pekerjaan (yaitu, pekerjaan,
seperti hobi, menjadi reward) berasal
dari aktivitas yang membuat anda
merasakan:
• perasaan kompetensi
• perasaan self-control
• perasaan tujuan
Menfokuskan Pikiran Ke
Reward Alami
Menfokuskan pikiran anda ke fitur
reward alami di dalam pekerjaan anda.
Menciptakan Pola Pikir
Konstruktif
Menciptakan kebiasaan atau pola
konstruktif dan efektif di dalam pikiran
(misal, kecenderungan unutkm encari
peluang, bukan hambatan di dalam
tantangan) dengan mengolah:
• keyakinan dan asumsi
• imej mental
• self-talk internal
Dalam banyak cara, mempelajari skill self-leadership adalah inti dari followership
efektif, khususnya dalam sistem keseluruhan yang disebut manajemen
partisipatif. Ini membantu menjawab pertanyaan pegawai: “Ada manajemen
partisipatif di sini, dan saya harus terlibat. Apa yang perlu saya lakukan?”
Seorang sopir limosin bisa memberikan pengendaraan yang nyaman dan
efisien jika diberi peluang ikut dalam manajemen untuk memutuskan cara
terbaik untuk melakukan itu. Kita juga yakin bahwa kinerja dari pekerja Amerika
di semua level bisa membaik jika diberi peluang menjalankan self-leadership dan
juga dorongan dan panduan untuk melakukan itu.
Sejalan dengan pemikiran Manz dan Sims (1990), Sangkala (2002)
mengatakan bahwa The SuperLeaders, adalah tipe kepemimpinan yang
mengarahkan orang lain untuk memimpin dirinya sendiri. Tipe pemimpin seperti
152
ini dikenal juga sebagai pemimpin yang memberdayakan orang lain
(empowerment). Pemimpin menjadi “super” karena memiliki kekuatan dan
kearifan terhadap semua orang dengan membantu para karyawan untuk mampu
melepaskan diri dari belenggu ketidakmampuan menyalurkan seluruh
kemampuan dari pengikut, dengan baik. SuperLeader melipatgandakan kekuatan
yang dimiliki melalui kekuatan orang lain. Tugas dari tipe pemimpin ini adalah
membantu para karyawan untuk mengembangkan keterampilan SelfLeadership-
nya untuk disumbangkan sepenuhnya kepada organisasi.
Dengan munculnya kecenderungan dimana depan yang memposisikan
karyawan sebagai individu yang lebih berdaya, maka berimplikasi kepada
munculnya bentuk-bentuk struktur organisasi yang lebih memungkinkan sistem
pengambilan keputusan yang tidak terlalu kaku.
Bentuk struktur organisasi yang lebih sesuai adalah munculnya struktur
organisasi yang dikenal dengan “networked organization”; yakni suatu tipe
konsorsium atau aliansi legal. Dengan bentuk yang demikian, maka organisasi
akan banyak meninggalkan bentuk-bentuk integrasi vertikal, tetapi sebaliknya
lebih memiliki melakukan jaringan kerjasama dan integrasi jaringan suplai.
Perekat dari semua ini karena adanya “b2b” (internet-based business to-
business) jaringan komunikasi, dimana informasi mengalir melalui jaringan
internet (atau intranet) yang sangat cepat.
Munculnya kebutuhan pemimpin yang memiliki gaya “SuperLeadership”
lebih dikarenakan tuntutan kondisi para karyawan yang cenderung lebih
berdaya. Hal ini berarti para karyawan akan lebih diharapkan untuk lebih kreatif,
lebih mandiri, lebih mampu mengambil keputusan, atau lebih memiliki
kewenangan dibanding pada masa-masa sebelumnya. Dengan demikian para
karyawan lebih diharapkan untuk mampu memimpin dirinya sendiri
(SelfLeadership). Menurut Manz dan Sims (2001) SelfLeadership adalah
pencaharian yang luas mengenai strategi yang berfokus kepada perilaku,
pemikiran, dan perasaan yang digunakan untuk mempengaruhi dirinya sendiri.
SelfLeadership adalah apa yang orang lakukan untuk memimpin diri mereka
sendiri. Dalam pengertian lain SelfLeadership berfokus kepada diri sendiri yang
memungkinkan mereka untuk menentukan kembali mengenai kepengikutannya,
mereka diberikan otonomi dan tanggungjawab untuk mengawasi kehidupannya
sendiri.
153
Saat ini daya saing organisasi sangat dipengaruhi, oleh kepemilikan
organisasi terhadap “knowledge worker”, karena pada hakekatnya merekalah
yang dapat menciptakan atau mengkreasi pengetahuan yang bermuara kepada
munculnya inovasi-inovasi. Namun disadari bahwa kemampuan karyawan untuk
mengkreasi pengetahuan tidak serta merta dapat dengan mudah tercipta,
manakala mereka tidak diberi kondisi yang dapat mendukung aktivitas mereka.
Hal yang sangat dibutuhkan sebenarnya oleh karyawan adalah diberikannya
mereka kebebasan untuk berekspresi, berinisiatif, kreatif serta kewenangan yang
dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan bidang
tugasnya. Istilah ini dikenal dengan “empowerment”.
Lebih diberdayakannya para karyawan berimplikasi kepada adanya
kewenangan yang lebih besar kepada mereka untuk lebih mampu mengatur
dirinya sendiri dalam menjalankan tugas-tugasnya. Disinilah dibutuhkan peran
seorang pemimpin yang dapat mendorong para karyawan untuk dapat
memimpin diri mereka sendiri (Self-Leader). SelfLeader akan mendorong
karyawan lebih memiliki tanggungjawab dan otonomi untuk mengatur dirinya
sendiri. Lebih menfokuskan diri kepada strategi mempergunakan perilaku,
pemikiran dan perasaan untuk mempengaruhi dirinya sendiri. Pemimpin yang
mendorong karyawan untuk dapat menjadi SelfLeadership disebut sebagai
pemimpin yang memiliki gaya “SuperLeadership”.
Sumber : Hasil Kajian Politik dan Tata Pemerintahan, FIA – UB, 2011. Super
Leadership. Manz dan Sims. (1990)
• Manz dan Sims (1990). Super Leadership.