BAB IV
PENGUJIAN TARIK
4.1 Definisi Kekuatan Tarik
Tarikan merupakan sebuah gaya yang diberikan kepada suatu material berupa
gaya tarik yang berlawanan arah.
Kekuatan tarik merupakan kemampuan suatu material untuk menerima gaya
atau tegangan berupa tarikan sampai material tersebut patah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa uji tarik adalah salah satu
metode pengujian bahan guna mengetahui kekuatan tarik suatu material. Uji tarik
dilakukan dengan cara penarikan uji dengan gaya tarik secara terus menerus,
sehingga material (perpanjangannya) terus menerus meningkat dan teratur sampai
putus dengan tujuan untuk menentukan nilai tarik. Dalam pengujian tarik suatu
material dapat diketahui apakah material itu ductile (ulet) atau brittle (getas).
Ductile (ulet) sendiri merupakan sifat dari material yang mampu
berdeformasi terhadap beban tarik sebelum benar - benar patah (rupture).
Brittle (getas) merupakan sifat material yang tidak mampu berdeformasi
plastis sebelum material itu patah.
4.2. Hubungan Tegangan dan Regangan
Tegangan merupakan tahanan material terhadap gaya atau beban serta diukur
dalam bentuk gaya per satuan luas. Tegangan dapat dirumuskan :
σT = FA0
Dimana :
σ𝑇 = Tegangan tarik
F = Gaya
A0 = Luas penampang awal
Regangan adalah perubahan ukuran atau bentuk material dari panjang awal
sebagai hasil dari gaya yang menarik atau yang menekan pada material. Regangan
dapat dirumuskan : ℰ= Δll0
Dimana :ℰ= Regangan (%) 𝑙0= Panjang awal (mm)
Δl = Pertambahan panjang (mm)
Gambar 4.1 Grafik Tegangan dan ReganganSumber : ebook Uji Tarik UNY http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bab
%202%20Tarik.pdf
Batas elastis σE (elastic limit) merupakan batas tegangan dimana material
masih bisa kembali lagi ke bentuk semula apabila bahan dihilangkan. Pada daerah
batas elastis ini berlaku hukum Hooke, yaitu bahwa tegangan sebanding dengan
regangan, namun kesebandingan ini tidak berlaku diseluruh grafik. Kesebandingan
antara tegangan dan regangan berakhir setelah melewati batas.
Batas proporsional σp (proportional limit) merupakan batas dimana material
apabila diberi tegangan tidak bisa kembali ke panjang semula bila tegangannya
dihilangkan maka akan terjadi deformasi secara permanen.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) merupakan tegangan rata -
rata sebelum memasuki fase deformasi plastis.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) merupakan tegangan
maksimum sebelum memasuki peralihan dari fase elastis ke fase plastis.
Regangan luluh εy (yield strain) merupakan regangan permanen saat bahan
akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan
elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi
semula.
Regangan plastis εp (plastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan
plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan
permanen bahan.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength) pada titik C
merupakan besar nilai tegangan maksimum suatu material yang didapatkan dalam uji
tarik. Setelah melewati titik ini, tegangan akan menurun bersamaan dengan
bertambahnya regangan sampai pada titik patah.
Kekuatan patah (breaking strength) pada titik D merupakan titik dimana
terjadinya patahan akibat bertambahnya beban yanag menyebabkan material
meregang dengan sangat cepat dan luas penanmpang bahan bertambah kecil.
Gambar 4.2 Grafik Metode OffsetSumber : Pengantar Material Teknik (2010:31)
Daerah yield pada material yang bersifat getas sangat sulit ditemukan. Oleh
karena itu untuk menemukan daerah yieldnya, dilakukan dengan cara menarik garis
lurus sejajar garis elastis sebesar 0,2% regangannya. Cara ini disebut metode offset.
Grafik 4.3 Grafik tegangan - regangan pada bajaSumber : Material Science (2004 : 222)
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kadar karbon pada baja dapat
mempengaruhi kekuatan tarik pada baja tersebut.
1. Pada baja karbon rendah mengandung karbon sebesar ≤ 0,25%
2. Pada baja karbon menengah mengandung karbon sebesar 0,25% - 0,6%
3. Pada baja karbon tinggi mengandung karbon sebesar 0,6% - 1,3%
4.3 Elastisitas dan Plastisitas
a. Elastisitas
Kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula saat tegangan
yang diberikan dihilangkan. Sifat mekanis daerah elastis pada diagram tegangan-
regangan:
1. Tegangan Elastic + modulusyoung
Merupakan kemampuan untuk menerima beban tanpa terjadi deformasi
plastis (ditunjukkan oleh titik luluh) dan digunakan sebagai harga batas beban bila
digunakan dalam suatu perencanaan. Sedangkan modulusyoung dapat diartikan
secara sederhana, yaitu adalah hubungan besaran tegangan dan regangan tarik.
Rumus modulusyoung
E=Tensile StressTensile Strain =
σE =
F / A 0Δl / l0 =
F . l 0A 0. Δl
Dimana :
E = Modulusyoung
F = Gaya yang diberikan (N)
A0 = Luas penampang beban mula-mula (mm2)
Δl = Pertambahan panjang bahan (mm)
L0 = Panjang mula-mula bahan (mm)
2. Kekakuan
Merupakan kemampuan bahan menerima beban atau ketegangan tanpa
menyebabkan perubahan bentuk (deformasi atau defleksi).
3. Resilient (kelenturan)
Grafik 4.4 Grafik resilince (kelenturan)Sumber : Kekuatan bahan (2008:106)
Resilience merupakan kemampuan menyerap energi tanpa menyebabkan
terjadinya deformasi plastis. Biasanya dinyatakan dalam modulus resilient (energi
yang diserap untuk meregangkan satu satuan volume bahan sampai batas plastis).
Ur = σ y2
2 E
Dimana :
Ur = Modulus Resilience
σy2 = Yield point
E = Modulus elastisitas
b. Plastisitas
Kemampuan suatu material untuk mengalami sejumlah deformasi plastis
(permanen) tanpa mengalami patah dan dinyatakan dalam presentase
perpanjangan atau presentase pengurangan luas penampang. Keuletan
menunjukkan kemampuan logam untuk dibentuk tanpa mengalami patah,
sehingga penting untuk proses pembentukan logam. Di samping itu untuk logam
yang memiliki kualitas tinggi, kerusakan dapat diketahui secara dini dengan
melihat deformasi yang mendahului bahan tersebut patah. Sifat mekanik daerah
plastis :
1. Keuletan
Merupakan kemampuan suatu material untuk berdeformasi plastis tanpa
mengalami patah dan dinyatakan dalam presentase perpanjangan atau presentase
pengurangan luas penampang. Keuletan menunjukkan kemampuan logam untuk
dibentuk tanpa mengalami patah/retak. Untuk logam yang memiliki kualitas
tinggi, kerusakan dapat diketahui secara dini dengan melihat deformasi yang
mendahului bahan tersebut retak/patah.
2. Ketangguhan
Ketangguhan dinyatakan dalam modulus ketangguhan (banyaknya energi
yang diperlukan untuk mematahkan bahan persatuan volume) dan sangat sulit
untuk diukur karena dipengaruhi oleh cacat, bentuk, ukuran bahan, dan kondisi
pembebanan.
Gambar 4.5 Grafik ketangguhanSumber : Kekuatan bahan (2008:106)
4.4 Mekanisme Deformasi dan Slip
Mekanisme deformasi dan slip ada 4 tahap, yaitu:
1. Deformasi elastis
Deformasi elastis adalah deformasi yang segera hilang setelah gaya luar yang
mengenainya ditiadakan.
2. Deformasi plastis
Deformasi plastis adalah deformasi suatu benda yang tidak dapat kembali ke
keadaan semula walaupun beban itu dihilangkan. Kemungkinan yang
menyebabkannya adalah:
1. Sliding bidang atom yang satu dengan yang lain
2. Ikatan atom-atomnya pecah, bidang atom yang slip (disebut bidang slip),
tergantung pada kondisi pembebanan. Kebanyakan logam-logam dengan
struktur kristal BCC, FCC, HCP terjadi bidang slip
Pada saat terjadinya deformasi plastis maka melibatkan pergerakan sejumlah
dislokasi. Proses dimana deformasi terjadi karena gerakan dislokasi disebut
bidang slip. Kombinasi antara bidang slip dan arah slip disebut slip sistem.
Slip sistem memberi dampak pada struktur kristal dari logam demikian juga
distorsi atom yang mengikuti gerakan dislokasi menjadi minimum.
3. Creep (Mulur)
Creep merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi
plastik bila pembebanan yang besarnya relatif tetap dilakukan dalam waktu
yang lama pada suhu yang tinggi. Proses creep dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Creep Primer
Tahap di mana hambatan mulur bahan bertambah besar akibat pemulihan
dari deformasi yang terjadi.
b. Creep Sekunder
Tahap mulur yang kedua ini disebut mulur sekunder, proses dengan laju
mulur hampir tetap. Hal ini disebabkan oleh terjadinya keseimbangan
antara kecepatan proses pengerasan regang dan proses pemulihan. Mulur
sekunder biasa dinyatakan sebagai mulur keadaan setimbang (steady
state).
c. Creep Tersier
Mulur yang ketiga ini biasa terjadi pada uji beban tetap pada temperatur
dan tegangan-regangan yang tinggi. Mulur ini terjadi apabila terdapat
pengurangan efektif pada luas penampang lintang yang disebabkan oleh
penyempitan setempat atau pembentukan rongga internal.
4. Fracture (Patah)
Fracture atau patah bisa didefinisikan sebagai berpisahnya material
menjadi dua bagian atau lebih karena tegangan yang diberikan.
5. Mekanisme Slip
Secara mikro, perubahan bentuk baik deformasi elastis maupun plastis
disebabkan oleh bergesernya kedudukan atom-atom dari tempatnya semula.
Pada deformasi elastis adanya tegangan akan menggeser atom-atom ke
tempat kedudukannya yang baru, dan atom-atom tersebut akan kembali ke
tempatnya yang semula bila tegangan tersebut ditiadakan. Pada deformasi
plastis, atom-atom yang bergeser menempati kedudukannya yang baru dan
stabil, meskipun beban (tegangan) dihilangkan, atom-atom tersebut tetap
berada pada kedudukan yang baru.Model pergeseran atom-atom tersebut
disebut slip.
Atom-atom logam tersusun secara teratur mengikuti pola geometris
yang tertentu. Adanya tegangan geser yang cukup besar, maka atom akan
bergeser dan berpindah serta menempati posisinya yang baru.Bidang-bidang
atom yang jaraknya berjauhan adalah yang kerapatan atomnya tinggi.Maka,
bidang slip adalah bidang yang rapat atomnya tinggi.Pergeseran atom-atom
ini juga mempunyai arah, yang disebut arah slip.
Gambar 4.6 Bidang slipSumber : Material Science (2004 : 350)
4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik
1. Kecepatan pedinginan
Semakin cepat pendinginan maka kekuatan material semakin tinggi, hal ini
disebabkan oleh semakin banyak tumbuhnya butiran yang stabil. Karena
banyak tumbuh inti maka kekuatan tarik besar.
2. Heat treatment
Perlakuan panas berpengaruh pada kekuatan tarik. Pada awalnya spesimen
dipanaskan sampai fase austenite kemudian didinginkan. Pendinginan dapat
dilakukan dengan pendinginan cepat memakai media air (quenching). Maka
fasenya akan berubah dari austenite menjadi martensite yang mempunyai
kekerasan dan daya tarik tinggi. Jika dilakukan pendinginan yang lebih
lambat maka fase yang terbentuk pearlite yang lebih halus atau berkurangnya
kekerasannya. Dan jika dilakukan pendinginan yang sangat lambat maka
yang terbentuk adalah bainite yang lunak dan kekuatan tariknya rendah.
3. Unsur paduan
Unsur paduan dapat mempengaruhi mempengaruhi kekuatan tarik. Dengan
unsur paduan titanium dan silikan dapat meningkatkan kekerasan serta
kekuatan tarik, sebaliknya jika dipadukan dengan nikel dan mangan, maka
kekerasan dan kekuatan tariknya akan menurun.
4. Kadar karbon
Penambahan unsur karbon pada besi dapat meningkatkan kekuatan tarik,
tetapi penambahan kadar karbon lebih dari 0,9 malah membuat kekuatan tarik
menurun.
5. Bidang slip
Perubahan dari material metal oleh pergerakan dari luar sepanjang kristal.
Bidang slip dan arah slip terjadi pada bidang grafik dan arah atom yang
paling padat karena slip hanya membutuhkan energi kecil.
Gambar 4.7 Bidang slipSumber : Material Science (2004 : 350)
6. Ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh terhadap kekuatan material, semakin kecil ukuran
butir maka bidang yang terbentuk akan didistribusikan ke semua bidang
kontak sehingga kekuatan tarik materialnya tinggi namun pada butiran besar
bidang kontak yang terbentuk sedikit sehingga distribusi tegangan dan
regangan serta kekuatan tariknya rendah.
7. Homogenitas
Homogenitas berpengaruh terhadap kekuatan tarik suatu material. Bila arah
orientasi kristal semakin sama maka material tersebut bersifat semakin ulet
dan mempunyai kekuatan tarik yang semakin rendah. Sebaliknya, jika arah
orientasi kristal heterogen maka materialnya akan bersifat keras dan memiliki
kekuatan tarik yang tinggi. Arah orientasi dipengaruhi oleh kecepatan
pendinginan, bila pendinginan semakin cepat maka arah orietasi semakin
mempunyai arah yang berbeda, sedangkan bila semakin lambat pendinginan
maka arah orientasi akan mempunyai arah yang sama.
8. Dimensi benda
Dimensi benda yang semakin besar atau tebal akan mempunyai kekuatan
tarik yang lebih kuat dibandingkan dimensi benda yang kecil.
9. Impact strength
Impact strength berbanding terbalik dengan tensile strength atau kekuatan tarik.
Suatu material dengan kekuatan impact yang tinggi akan memiliki kekuatan tarik
yang rendah begitu juga sebaliknya