BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitianreduplikasi bahasa Kulisusu yang dilaksanakan di kelurahan
Bangkudu, kecamatan Kulisusu, kabupaten Buton Utara, provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan
empat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu. Keempat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yaitu
reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian, reduplikasi berimbuhan, dan reduplikasi bervariasi.
Pengkategorian dilakukan berdasarkan bentuk reduplikasi, fungsi reduplikasi, dan makna yang
ditimbulkan oleh proses reduplikasi bahasa Kulisusu.
Reduplikasi dalam bahasa Kulisusu mempunyai tiga fungsi yaitu:
1) pembentuk kata keterangan, 2) pembentuk kata ganti tertentu, dan 3) pembentuk kata bilangan
tak tentu. Makna perulangan bahasa Kulisusu, meliputi makna pokok dan makna di luar makna
pokok meliputi: a. Makna pluralitas, b. Makna ketidaktentuan, c. Makna melakukan, d. Makna
seluruh, e. Makna berbagai, f. Makna meskipun, g. Makna baru, h.Makna melakukan pekerjaan
berulang-ulang, i) Makna menyerupai, j) Makna kesukaan.
4.1.1 Bentuk Reduplikasi Bahasa Kulisusu
Bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yang ditemukan dalam penelitian ini ada empat
bentuk reduplikasi. Bentuk-bentuk tersebutyaitu bentuk reduplikasi penuh, bentuk reduplikasi
sebagian, bentuk reduplikasi berimbuhan, dan bentuk reduplikasi bervariasi. Dalam bahasa
Kulisusu bentuk reduplikasi penuh terdapat reduplikasi pembentuk verba, nomina, dannumeralia.
Di bawah ini diuraikan bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu, fungsi reduplikasi bahasa Kulisusu
dan makna yang ditimbulkan oleh proses reduplikasi bahasa Kulisusu.
4.1.1.1 Reduplikasi penuh
Reduplikasipenuh,yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan
tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Dalam proses reduplikasi bahasa Kulisusu
bentuk reduplikasi penuh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu verba, nomina, dan numeralia.
Data:
1) were (V) „berkobar‟ + R → were-were (V) „berkobar-kobar‟
Contoh:
mihule ita moala api, daho api ako dako were-were.
„Kalian pergi sana mengambil api, ada api tapi sementara berkobar-kobar‟
(Teks 1, alinea ke 4, halaman 70)
2) ana (N) „anak‟+ R→ ana-ana (N) „anak-anak‟
Contoh:
kasaka yaiso yipompocuduiako ana-ana hako riarua.
„Tarian itu diajarkan kepada anak-anak di sana‟
(Teks 2, alinea ke 5, halaman 78)
3) samia (Num) „sendiri‟ + R→ samia-samia (Num) „sendiri-sendiri‟
Contoh:
kai teleu henggano ndo tooriomo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.
„Ketika mereka datang, teryata mereka sudah tahu dan menyuruh mereka untuk menari
sendiri-sendiri‟
(Teks 1, alinea ke 4, halaman 69)
4) kawe (N) „sayap‟ + R → kawe-kawe (N) „sayap-sayap‟
Contoh:
kulensepo-kulensepo kawe-kawe kalua, yilensemo.
„saya menari-nari dulu sayap-sayap kelelawar, lalu dia menari‟
(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77 )
5) andi (N) „bungsu‟ + R → andi-andi (N) bungsu-bungsu‟
Contoh:
La Oheo itakoo kaweno bidhidhari andi-andi ndo.
„La Oheo menyembunyikan sayap bidadari paling bungsu‟
(Teks 2, alinea ke 1, halaman 77)
6) kulensepo (V) „menari‟ + R → kulensepo-kulensepo (V) „menari-nari‟
Contoh:
kulensepo-kulensepo kawe-kawe kalua, yilensemo.
„saya menari-nari dulu sayap-sayap kelelawar, lalu dia menari‟
(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77 )
Berdasarkan hasil penelitian selain bentuk reduplikasi penuh yang diuraikan di atasdalam
penelitian ditemukan juga Kulisusu-kulisusu, terjemahannya yaitu Kulisusu-kulisusu, dan tidak
dapat disebut reduplikasi penuh karena menunjukan nama tempat.
Analisisnya:
1) were → „berkobar‟ : bentuk dasar
were+ R → „berkobar-kobar‟ : reduplikasinya
were-were → „berkobar-kobar‟ : reduplikasi penuh
2) ana → „anak‟ : bentuk dasar
ana+ R → „anak-anak‟ : reduplikasinya
ana-ana → „anak-anak‟ : reduplikasi penuh
3) samia → „sendiri‟ : bentuk dasar
samia + R → „sendiri-sendiri : reduplikasinya
samia-samia → „sendiri-sendiri‟ : reduplikasi penuh
4) kawe → „sayap‟ : bentuk dasar
kawe + R → „sayap-sayap‟ : reduplikasinya
kawe-kawe → „sayap-sayap : reduplikasi penuh
5) andi → „bungsu‟ : bentuk dasar
andi + R → „bungsu-bungsu‟ : reduplikasinya
andi-andi → „bungsu-bungsu‟ : reduplikasi penuh
6) kulensepo → „menari‟ : bentuk dasar
kulensepo + R → „menari-nari‟ : reduplikasinya
kulensepo-kulensepo → „menari-nari‟ : reduplikasi penuh
4.1.1.2 ReduplikasiSebagian
Reduplikasi sebagian bahasa Kulisusu dalam penelitian ini yaitu reduplikasi yang terjadi
secara sebagian pada bentuk dasar. Reduplikasi bahasa Kulisusu dibagi menjadi dua kategori,
yaitu verba dan nomina.
Reduplikasi sebagian bahasa Kulisusu yang berkategori verba yang ditemukan dalam
data ditandai dengan prefiks ko-, pe-, me-, sa-, dan bha-.
Data:
1) kolagu (V) „bernyanyi‟ + R→ kolagu-lagu (V) „bernyanyi-nyanyi‟
Contoh:
sando teleu i larono kulambu aiso dha kolagu-lagu Bila a‟ai.
„Ketika mereka tiba di dalam kelambu itu, Bila sedang bernyanyi-nyanyi‟
(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)
2) penangka (V) „jalan‟ + R→ penangka-nangka (V) „berjalan-jalan‟
Contoh:
ndo ruapulu ndo penangka-nangka pimpi, ndo ruapulu ndo pesala cula bara
„Dua puluh orang berjalan-jalan di tebing, dan dua puluh orang lagi lewat di sebelah barat‟
(Teks 1, alinea ke 1, halaman 69)
3) mecula (V) „bercerita‟ + R → mecula-cula (V) „bercerita-cerita‟
Contoh:
membali iko Odhe beminsumbele kai,ako toaripo mecula-cula.
„Boleh Odhe memenggal kepala kami, tetapi nanti selesai kami bercerita-cerita‟
(Teks 1, alinea ke 6, halaman ke 70)
4) kopidhi (V) „menyembur‟ + R → kopidhi-pidhi (V) „menyembur-nyembur‟
Contoh:
matamorawu yaiso da kopidhi-pidhi e‟eno.
„Kima gerbang itu menyembur-nyembur air‟
(Teks 3, alinea ke 2, halaman 83)
5) sapasi (V) „berhambur‟ + R → sapasi-pasi (V) „berhambur-hamburan‟
Contoh:
ingkoo umate sapasi-pasi.
„Engkau mati dan berhambur-hamburan’
(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77)
6) bhalibu (V) „berkumpul‟ + R →bhalibu-libu (V) „berkumpul-kumpul‟
Contoh:
jadi, indadhe umaturuo sara aai taeno hapainda bho inawaako ai, beto pohalu bho kangkaa,
rouno bheto bhalibu-libu bheto pongkaa.
„Jadi, mereka yang mengatur sara ini dan apa yang didapatkan ini, kami akan mencari lauk,
karena kita akan berkumpul-kumpul untuk makan bersama‟
(Teks 1, alinea 12, halaman 72)
7) bhawawa (V) „bersama‟ + R→ bhawawa-wawa (V) „bersama-sama‟
Contoh:
arindo makawi inda, kadhi tolu wula ndo bhawawa-wawa teleumo utusa minai Wolio, potae
Odhe Laelani bei membali Sultan i Wolio.
„Setelah selesai dinikahkan, hanya tiga bulan mereka bersama-sama datanglah utusan dari
Wolio, bahwa Odhe Laelani akan menjadi Sultan di Wolio‟
(Teks 1, alinea ke 8, halaman 71)
8) i‟ngee (N) „menyebut‟ + R→ i‟ngee-ngee (N) „menyebut-nyebut‟
Contoh:
tempono dhahuno yi hopa i’ngee-ngee Kulisusu-kulisusu.
„Jarak anjingnya mengonggong menyebut-nyebut Kulisusu-kulisusu‟
(Teks 3, alinea ke 2, halaman 83)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa bahasa Kulisusu memiliki
reduplikasi sebagian seperti yang terlihat pada data-data di atas. Reduplikasi sebagian terjadi
pada bentuk dasar bahasa Kulisusu. Bentuk dasar tersebut misalnya wawa, terjemahannya yaitu
sama, mengalami reduplikasi sebagian pada awal suku katanya yaitu bhawawa-wawa yang
terjemahannya bersama-sama.
Bentuk bha- tidak lazim digunakan dalam bahasa Kulisusu, karena bentuk bha, hanya
bisa digunakan pada saat mengalami proses reduplikasi sebagian dalam bahasa Kulisusu. Hal
tersebut berlaku juga pada bentuk kata yang telah mengalami reduplikasi sebagian bahasa
Kulisusu seperti data yang diuraikan di atas.
Analisisnya:
1) lagu → „nyanyi‟ : bentuk dasar
lagu + R → „nyanyi-nyanyi‟ : reduplikasinya
kolagu-lagu → „bernyanyi-nyanyi‟ : reduplikasi sebagian
2) nangka → „jalan‟ : bentuk dasar
nangka+ R → „jalan-jalan‟ : reduplikasinya
penangka-nangka → „berjalan-jalan‟ : reduplikasi sebagian
3) cula → „cerita‟ : bentuk dasar
cula+ R → „cerita-cerita‟ : reduplikasinya
mecula-cula → „bercerita-cerita‟ : reduplikasi sebagian
4) pidhi → „nyembur‟ : bentuk dasar
pidhi + R → „nyembur-nyembur : reduplikasinya
kopidhi-pidhi → „menyembur-nyembur‟ : reduplikasi sebagian
5) pasi → „hambur‟ : bentuk dasar
pasi+ R → „hambur-hambur : reduplikasinya
sapasi-pasi → „berhambur-hamburan‟ : reduplikasi sebagian
6) libu → „kumpul‟ : bentuk dasar
libu + R → „kumpul-kumpul‟ : reduplikasinya
bhalibu-libu → „berkumpul-kumpul‟ : reduplikasi sebagian
7) wawa → „sama‟ : bentuk dasar
wawa + R → „sama-sama‟ : reduplikasinya
bhawa-wawa → „bersama-sama‟ : reduplikasi sebagian
8) ngee → „sebut‟ : bentuk dasar
ngee + R → „sebut-sebut‟ : reduplikasinya
i‟ngee-ngee → „menyebut-nyebut‟ : reduplikasi sebagian
4.1.1.3 Reduplikasi Berimbuhan
Reduplikasi berimbuhan bahasa Kulisusu dalam penelitian ini terbentuk dengan
mengulang bentuk dasar dan mendapatkan afiks pada hasil ulangannya. Reduplikasi berimbuhan
mempunyai frekuensi yang lebih kecil. Hal ini disebabkan adanya kehadiran syarat-syarat bagi
sebuah kata untuk berpeluang membentuk reduplikasi berimbuhan.Adapun syarat-syarat
tersebutterbagi atas dua, yakni syarat fonologis, dan syarat leksikal.
4.1.1.3.1 Syarat Fonologis
Pada bahasa Kulisusu, kata yang berbentuk reduplikasi berimbuhan hanyalah kata-kata
yang terdiri atas beberapa suku kata. Kata-kata seperti itu biasanya berbentuk reduplikasi penuh
untuk menunjukan tugas-tugas dan arti-arti yang biasanya ditunjukkan dengan mengulang bentuk
dasarnya disertai dengan imbuhan.Jenis afiks yang ditemukan dalam data adalah afiksho-, no-.
Data:
1) onto (V)„lihat‟ + R → onto-ontoho (V) „lihat-lihatkan‟
Contoh:
sabucuno ndo onto-ontoho imoiko weleno
„Setelah mereka lihat-lihatkan teryata bagus tariannya‟
(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)
2) langi (N) „langit‟ (N) + R → langi-langino (N)„langit-langitnya‟
Contoh:
ndo kulambuo picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.
„Dipasangkan kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟
(Teks 1, alinea ke 2, halaman 69)
3) cumpe (Num)„pertama‟ + R → cumpe-cumpeno (Num) „pertama-tamanya‟
Contoh:
cumpe-cumpeno pokaiano Kulisusu te Tolaki minai wawo langi.
„Awal-awalnya hubungan Kulisusu dengan Tolaki berawal dari kayangan‟
(Teks 2, alinea ke 1, halaman 77)
4) pidhi (N)„sembur‟ + R → pidhi-pidhino (N)„semburan-semburannya‟
Contoh:
pidhi-pidhino yaiso sacuncuo kampo.
„Semburan-semburannya itu sampai ke seluruh kampung‟
(Teks 3, alinea 2, halaman 83)
Analisisnya:
1) onto → „lihat‟ : bentuk dasar
onto + R → „lihat-lihat‟ : reduplikasinya
onto-ontoho → „lihat-lihatkan‟ : reduplikasi berimbuhan
2) langi → „langit‟ : bentuk dasar
langi + R → „langit-langit‟ : reduplikasinya
langi-langino → „le-langitnya‟ : reduplikasi berimbuhan
3) cumpe → „awal‟ : bentuk dasar
cumpe + R → „awal-awal‟ : reduplikasinya
cumpe-cumpeno→ „awal-awalnya‟ : reduplikasi berimbuhan
4) pidhi → „sembur‟ : bentuk dasar
pidhi + R → „sembur-sembur‟ : reduplikasinya
pidhi-pidhino → „sembur-semburannya‟ : reduplikasi berimbuhan
4.1.1.3.2 Syarat Leksikal
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa mungkin saja kata-kata yang
seharusnya bisa mendapat pengulangan dengan bentuk reduplikasi berimbuhan, kalau ditinjau
dari segi fonologis tetapi kenyataannya tidak bisa. Hal ini terjadi karena ada syarat lain yang
harus dipenuhi. Ternyata kalau ditinjau lebih jauh, jenis kata yang dipakai sebagai lingga juga
sangat menentukan setidaknya penggunaan bentuk reduplikasi sebagian, biasanya bentuk kata
kerja transitif banyak mendapat proses perulangan berimbuhan.
Data:
1) ntaa (V) „tunggu‟ + R → ntaa-ntaa‟o (V) „menunggu-nunggui‟
Contoh:
ahirino hinapoi pina-pinai arua gurundo, iusumo i tonto kai ntaa-ntaa’oi „puuno esa.
„Akhirnya belum turun-turun gurunya, dia masuk di bawah rumah gantung dan menunggu-
nunggui di tangga‟
(Teks 1, alinea ke 8, halaman 71)
2) temba (V) „tembak‟ + R → temba –tembano (V) „saling menembak‟
Contoh:
milakomo arua kami parakisaao, inaiyo meka temba-tembano.
„Kalian pergi periksa dulu, siapa yang saling menembaki‟
(Teks 1, alinea ke 10, halaman 71)
Analisisnya:
1) ntaa → „tunggu‟ : bentuk dasar
ntaa + R → „tunggu-tunggu‟ : reduplikasinya
ntaa-ntaa‟o → „menunggu-nunggui‟ : reduplikasi berimbuhan
2) temba → „tembak‟ : bentuk dasar
temba + R → „tembak-tembak‟ : reduplikasinya
temba-tembano → „saling menembak‟ : reduplikasi berimbuhan
4.1.1.4 Reduplikasi Bervariasi
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa dalam bahasa
Kulisusu juga dikenal bentuk reduplikasi bervariasi atau reduplikasi dengan perubahan fonem
yang seluruhnya berkategori verbayang ditandai dengan prefiksme-, mi-, ka-, dan in-.
Hal ini dapat dilihat pada data berikut:
1) poone (V) „naik‟ + R → mekapoo-pooneno (V) „menaik-naikan‟
Contoh:
indadhe mesalano culabara hinamo ndo sidha moncuwa, ndosikoriomo mekapoo-pooneno
pinaitako, pinoonetako laewo.
„Mereka yang lewat di sebelah barat tidak jadi meracun ikan, mereka hanya menunggu ombak
yang menaik-naikan batu karang itu‟
(Teks 1, alinea ke 2, halaman 69)
2) cula (V) „cerita‟ + R → mimpecula-culamo (V) „bercerita-ceritalah‟
Contoh:
haa ako mimpecula-culamo, miariako macula-cula mileumo beku sumbeleko miu.
„Ya sudah kalian bercerita-ceritalah, kalau sudah selesai bercerita kemari saya akan
memenggal kepala kalian‟
(Teks 1, alinea ke 6, halaman 70)
3) dhoa (V) „hitung‟+ R → midhoa-dhoa‟o (V) „hitung-hitung‟
Contoh:
kadhimo midhoa-dhoa’o taeno Odhe, ndo patopuluako umusuno lumense aiko
gurundomo, patopulu kao sadhe te gurundo.
„Kalianhitung-hitung saja katanya Odhe, kalau sudah empat puluh yang masuk menari itu
sudah gurunya, empat puluh satu dengan gurunya‟
(Teks 1, alinea ke 7, halaman 70)
4) raha (V) „bermain‟ + R → mekaraha-raha (V) „bermain-main‟
Contoh:
ibhansulemo inadhe i raha, kai pecukana “seepo taeno, mau ingkai mekaraha-raha te
walihakongku maka ndo ontoako tamando ndo laokomo kando pengkopu.”
„Dia pulang ke rumah, dan bertanya “ tunggu dulu katanya, biarpun kami sedang bermain-
main dengan teman-temanku ketika mereka melihat bapaknya, mereka langsung pergi
memeluknya”
(Teks 1, alinea ke 9, halaman 71)
5) bhele (V) „miring‟ + R → kabhele-bheleomo (V) „dimiring-miringkan‟
Contoh:
sabucuno, ndo kabhele-bheleomo yobulusa ngkeu sawiano La Oheo.
„Setelah itu, dimiring-miringkan loyang kayu tempat duduk La Oheo‟
(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77)
6) ehe „suka‟ (V) + R → inehe-eheu (V) „disuka-sukai‟
Contoh:
ndo cukanaomo Wa Ode Fitri, larono tama ndo otoluno yaai inaio inehe-eheu?
„Raja Kulisusu menanyai Wa Ode Fitri, diantara ketiga laki-laki ini siapa yang disuka-
sukai?‟
(Teks 2, alinea ke 6, halaman 78)
Analisisnya:
1) poone → „naik‟ : bentuk dasar
poone + R → „naik-naik‟ : reduplikasinya
mekapoo-pooneno → „menaik-naikan‟ : reduplikasi bervariasi
2) cula → „cerita‟ : bentuk dasar
cula + R → „cerita-cerita‟ : reduplikasinya
mimpecula-culamo → „bercerita-ceritalah‟ : reduplikasibervariasi
3) dhoa → „hitung‟ : bentuk dasar
dhoa + R → „hitung-hitung‟ : reduplikasinya
midhoa-dhoa‟o → „menghitung-hitung‟ : reduplikasi bervariasi
4) raha → „main‟ : bentuk dasar
raha+ R → „main-main‟ : reduplikasinya
mekaraha-raha → „bermain-main‟ : reduplikasi bervariasi
5) bhele → „miring‟ : bentuk dasar
bhele + R → „miring-miring‟ : reduplikasinya
kabhele-bheleomo → „dimiring-miringkan‟ : reduplikasibervariasi
6) ehe → „suka‟ : bentuk dasar
ehe + R → „suka-suka‟ : reduplikasinya
inehe-eheu → „disuka-sukai‟ : reduplikasi bervariasi
4.1.2 Fungsi Reduplikasi Bahasa Kulisusu
Reduplikasi atau pengulangan pada umumnya tidak mempunyai fungsi mengubah
golongan atau kelas kata seperti pada peristiwa afiks. Akan tetapi, ada juga reduplikasi tertentu
yang dapat mengubah kelas kata. Reduplikasi atau pengulangan bentuk dasar dapat mengubah
identitas kata disebut reduplikasi derivasional (Simatupang, 1983: 52).
Reduplikasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi gramatikal dan fungsi semantis. Fungsi
gramatikal adalah fungsi yang berkaitan dengan satuan bahasa, sedangkan fungsi semantis
adalah fungsi yang berkaitan dengan makna satuan bahasa (Ramlan, 2001: 97). Kedua fungsi
tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena perubahan suatu bahasa akan mengubah
pula identitas semantisnya.
Reduplikasi mempunyai tiga fungsi menurut Marsikan, (1982: 68) sebagai berikut:
1. Pembentuk kata keterangan
a) Keterangan waktu
Contoh:
dhaahopo ita sandino raha yaiso mau ngkaa-ngkaai.
„Masih ada simbolnya di rumah itu sampai sekarang-sekarang ini‟
(Teks 2, alinea 8, halaman 79)
b) Keterangan tempat
Contoh:
Wa ode Bilahi pompocuduimo lense leemo saraha-rahano, yi Kadhacua.
„Wa Ode Bilahi mengajarkan tarian lense di rumahnya, di Kadhacua‟
(Teks 2, alinea 8, halaman 79)
c) Keterangan tujuan
Contoh:
ahirini hinapo pina-pnai araa gurundo, iusumo i‟tonto kai ntaa-ntaa’o.
Akhirnya belum turun-turun gurunya, dia masuk di bawah rumah gantung untuk menunggu-
nunggui.
(Teks 1, alinea 8, halaman 71)
2. Pembentuk kata ganti tertentu
Contoh:
La Oheo itakoo kaweno bidhiadhari andi-andi ndo.
La Oheo menyembunyikan sayap bidadari yang bungsu.
(Teks 2, alinea 1, halaman 77)
3. Pembentuk kata bilangan tak tentu
jadi ndohulemo indadhe paraboseaiko katena-tenano bhendo hule moala api.
„jadi para pendayung itu pergi beberapa orang untuk mengambil api‟
(Teks 1, alinea 4, halaman 70)
4.1.3 Makna Reduplikasi dalam Bahasa Kulisusu
Secara umum proses perulangan mempunyai dua macam makna, yaitu makna pokok
perulangan, dan makna di luar makna pokok. Makna pokok yang dimaksud, meliputi: Pluralitas,
ketidaktentuan, dan penekanan. Sementara, makna di luar makna pokok terdiri atas makna
kausatif, makna melakukan, makna perulangan yang menyatakan makna semua, segenap,
seluruh, makna perulangan yang menyatakan makna „berbagai‟, makna perulangan yang
menyatakan makna „meskipun‟, makna perulangan yang menyatakan makna „baru‟, makna
perulangan yang menyatakan „pekerjaan berulang-ulang‟, makna perulangan yang menyatakan
makna „menyerupai‟, dan makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟.
4.1.3.1 Makna Pokok Perulangan
a. MaknaPluralitas
Makna pluralitas ini bisa muncul dalam berbagai bentuk perulangan yang melekat pada
kata dasar apa saja, tentu saja konteksnya sangat menentukan makna. Oleh karena itu, dalam
kemunculan pada berbagai bentuk perulangan, makna pluralitas dapat dikatakan sebagai arti
yang berfrekuensi tinggi.
Makna pluralitas yang muncul dalam reduplikasi, jenis kata benda dapat menunjukkan
bahwa kata itu mempunyai jumlah banyak (lebih dari satu) kalau makna pluralitas muncul dalam
kata sifat berarti bahwa proses itu, menunjuk pada yang diterangkan oleh kata sifat itu
mempunyai jumlah pluralitas, sedangkan kalau proses itu muncul kata kerja, maka makna
pluralitas menunjukan bahwa tidak dilakukan oleh pelaku lebih dari satu kali. Bila muncul dalam
kata bilangan biasanya menunjukkan pada kelompok-kelompok yang terdiri atas dua kelompok
atau lebih, tetapi bila muncul pada kata tugas kecenderungan makna pluralitas sudah kabur.
Bentuk perulangan yang paling banyak menimbulkan makna pluralitas, adalah bentuk
perulangan dwilingga, untuk jelasnya berikut akan disajikan ke dalam beberapa contoh kata
benda:
1) ndo kulambuo picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.
„Dimasukan ke dalam kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟
(Teks 1, alinea 2, halaman 77)
2) pidhi-pidhino yaiso sacuncuo kampo.
„Semburan-semburannya itu sampai ke seluruh kampung‟
(Teks 3, alinea 2, halaman 83)
Contoh kata kerja:
1) sando teleu i larono kulambu aiso dha kolagu-lagu Bila a‟ai.
„Ketika mereka tiba di dalam kelambu itu, Bila sedang bernyanyi-nyanyi‟
(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)
2) ndo ruapulu ndo penangka-nangka pimpi, ndo ruapulu ndo pesala cula bara
„Dua puluh orang berjalan-jalan di tebing, dan dua puluh orang lagi lewat di sebelah barat‟
(Teks 1, alinea 1 , halaman 69)
Contoh kata bilangan:
1) kai teleu henggano ndoto‟orimo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.
„Ketika mereka datang mereka sudah tau, dan menyuruh mereka untuk menari sendiri-
sendiri‟
(Teks 1 , alinea 4, halaman 69)
2) koburundo indadhe ya‟ai hiina kadhi saa-saadhe, yi ompole.
“Kuburnya bukan hanya satu, melainkan banyak”
(Teks 3, alinea 3, halaman 83)
b. Makna Ketidaktentuan
Makna ketidaktentuan dapat muncul dalam proses perulangan terkadang sangat susah
dibedakan dengan makna penekanan atau intensitas, untuk melihat makna yang sesungguhnya
mempunyai makna ketidaktentuan dan makna yang mempunyai arti penekanan biasanya perlu
melihat makna dan konteks menandai proses tertentu.
Makna ketidaktentuan dapat muncul dalam reduplikasi penuh dan reduplikasi
berimbuhan. Berikut disajikan contoh:
1) maina „mana‟ + R → maina-maina „mana-mana‟
maina-maina sumano kaidaaho.
„Mana-mana yang penting ada‟
(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 27)
2) malingumo „mana saja‟ + R → malingu-malingumo„yang mana saja‟
malingu-malingumo sawika i jadi, sumano kato leuhoi i raha.
„Yang mana saja kendaran boleh, yang penting kita sampai di rumah‟
(Lampiran 3,„reduplikasi berimbuhan‟, kalimat 12)
Kalau makna ketidaktentuan melekat pada kata kerja, biasanya makna itu ditentukan oleh
makna yang menunjukan tindakan. Berikut disajikan contohnya:
1) ibansulemo inadhe i‟raha , kai pecukana “seepo mau ingkai mekaraha-raha tewalihakongku
maka ndo ontoako tamando ndolakomo kando pengkopu”
Mereka pulang di rumah, setelah itu dia bertanya “ kenapa meskipun kami sedang bermain-
main kalau mereka lihat bapaknya mereka langsung pergi memeluknya”
(Teks 1, Alinea 9, halaman71)
2) padhano membuku yaai, ndo siko-sikoriomo ndo ruapulu a‟ai.
Di bawah pantai membuku itu, mereka menunggu-nunggui sekitar dua puluh orang.
(Teks 1, alinea 2, halaman 72)
Makna contoh di atas kata mekaraha-raha menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan
oleh pelaku tidak tentu, sedangkan kata siko-sikoriomo dapat menunjukkan bahwa objek
tindakan itu tidak jelas/ tidak tentu.
c. Makna penekanan
Makna penekanan dapat muncul, baik dalam proses perulangan bentuk reduplikasi penuh,
dan reduplikasi sebagian, bahkan kalau suatu proses bentuk tertentu mendapat proses lain seperti
imbuhan-imbuhan, perubahan suara seperti pada kata mekaraha-raha dan sebagainya, proses
perulangan itu menimbulkan makna penekanan, makna tersebut baik muncul baik dalam jenis
kata benda, kata kerja, kata bilangan, maupun kata tugas.
Contoh kata benda:
1) ndo kulambu‟o picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.
„Dipasangkan kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟
(Teks 1, alinea 2, halaman 69)
2) mihule ita moala api, daaho api , ako dako were-were.
„Pergi sana mengambil api, ada api tapi sementaraberkobar-kobar’
(Teks 1, alinea 4, halaman 70)
Contoh kata kerja:
1) taeno, kulensepo-kulensepo ngkawe-ngkawe ngkalua, yi lensemo. „
„Katanya saya menari-nari sayap-sayap kelelawar, dia langsung menari‟
(Teks 2, alinea 2, halaman 77)
2) sando teleu i‟larono kulambu a‟iso, dhaa kolagu-lagu bial a‟ai.
„Setibanya di dalam kelambu itu, Bila sementara bernyanyi nyanyi’
(Teks 1, alinea 3, halaman 69)
Contoh kata bilangan:
1) kai teleu henggano ndoto‟orimo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.
“Ketika mereka datang mereka sudah tau, dan menyuruh mereka untuk menari satu-persatu”
(Teks1, alinea 4, halaman 69)
2) koburundo indadhe ya‟ai hiinakadhi saa-saadhe, yi ompole.
“Kuburnya bukan hanya satu, melainkan banyak”
(Teks 3, alinea 3, halaman 86)
4.1.3.2 Makna diLuar Makna Pokok
Karena kata tugas perulangan yangberbeda-beda, makna proses perulangan dalam
bahasa Kulisusu terkadang mengalami perubahan, proses perulangan tersebut merupakan variasi
makna yang juga terdapat dalam proses perulangan bahasa Kulisusu. Makna yang dimaksud
adalah makna kausatif, makna melakukan, makna perulanganyang menyatakan makna
semua,segenap, seluruh, makna perulangan yangmenyatakan makna„berbagai‟, makna
perulangan yang menyatakan makna „meskipun‟, makna perulangan yang menyatakan makna
„baru‟, makna perulangan yang menyatakan „pekerjaan berulang-ulang‟, makna perulangan yang
menyatakan makna „menyerupai‟, dan makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟.
a. Makna Kausatif
Makna Kausatif mengandung pengertian bahwa tindakan yang ditunjukkan kata kerja
dapat menyebabkan seseorang melakukan kegiatan (tindakan) mempunyai sesuatu atau benda
dalam keadaan tertentu.
Contoh: Momapu-mapu merupakan reduplikasi yang mengandung makna yang sesuai dengan
makna dingin atau segar. Maksud dari momapu-mapu disini adalah sesuatu yang membuat atau
menyebabkan keadaan dingin atau segar.
Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kata yang dapat berarti kausatif ialah bahwa kata
dasar dari reduplikasi itu harus berubah. Setelah mendapat perulangan perubahan-perubahan itu
dapat bersifat:
1. Dari kata sifat berubah menjadi kata benda.
Kata sifat yang dipakai sebagai dasar perulangan dan bila kata sifat itu berubah jenis
katanya menjadi kata benda sesudah mendapat proses perulangan makna yang dikandung oleh
proses perulangan itu ialah makna kausatif. Berikut ini disajikan contohnya:
a) merara „panas‟ + R → merara-rara „panas-panas‟
merara-rara ntonga oleo ngkaai, tei sanaa to pondou akono soronso.
„Panas-panas matahari siang begini, sangat enak kita minumkan es buah‟
(Lampiran 3,„reduplikasi sebagian‟, kalimat 35)
b) momapu „dingin‟ + R → momapu-mapu „dingin-dingin‟
momapu-mapungkaai, sanaa tou topongkaa bakso.
„Dingin-dingin begini, sangat enak kita makanbakso‟
(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 36)
Berdasarkan contoh di atas makna perulangan yang dikandung reduplikasi merara-rara
ialah menjadipanas, makna reduplikasi momapu-mapu yaitu menjadi segar atau menyebabkan
segar.
2. Dari kata sifat berubah menjadi kata kerja
Kalau kata kerja dalam bahasa Kulisusu merupakan bentuk reduplikasi yang mempunyai
kata dasar kata sifat, arti proses perulangan yang tampak juga menunjukkan kausatif.
Contoh:
a) entaa „tinggi‟ + R → pinaentaa-entaa „ditinggi-tinggikan‟
telau pinaenta-entaa gau aiko, mangakano kadio gau kawuci.
„Terlalu ditinggi-tinggikan cerita itu, padahal hanya cerita bohong‟
(Lampiran 3, „reduplikasi bervariasi‟, kalimat 14)
b) mobula „putih‟ + R→ pinamobu-mobula „diputih-putihkan‟
hapai wuumu pinamobu-mobula akono kamalo?
„Mengapa rambutmu diputih-putihkan dengan cat?
(Lampiran 3,„reduplikasi bervariasi‟, kalimat 15)
b. Makna melakukan
Selain dua variasi yang telah dijelaskan di atas,masih ada juga variasi lain dari proses
perulangan variasi makna dimaksud adalah makna melakukan. Proses perulangan ini hanya
merupakan makna kata kerja biasa saja, namun karena kata kerja itu muncul sebagai akibat
proses perulangan, maka makna melakukan ini dapat menjadi arti proses perulangan itu.
Contoh:
1) temba „tembak‟ + R → mekatemba-tembano „saling menembaki‟
milakomo arua kami parakisaa,o, inaio meka temba-tembano.
„Kalian pergi periksa dulu sana, siapa yang saling menembaki‟
(Teks 1, alinea 10, halaman 71)
2) cerita „main‟ + R → macula-cula „sedang bercerita-cerita‟
membali iko Odhe bemisumbelekai ako toaripo mecula-cula.
„Boleh Odhe memotong leher kami, asalkan kami selesai bercerita-cerita‟
(Teks 1, alinea 6, halaman 70)
c. Makna perulangan yang menyatakan makna semua, segenap, seluruh
Contoh:
1) saluwuo raha-raha modakino bea ndopopoikohomo.
„Semua rumah-rumah yang rusak kecuali diperbaiki‟
(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 16)
2) rapo-rapo mocu‟ano,beamibincukiomo.
„Kacang-kacang yang sudah tua,harus dicabut‟
(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 30)
d. Makna perulangan yang menyatakan makna „berbagai‟
Contoh:
1) malingu bara-bara kadiomooneharagaa.
„Setiapbarang-barang harganya naik‟
(Lampiran 3, no 31 „reduplikasi penuh‟, halaman 97)
2) malingukapombula-kapombulakadio mate.
„Setiap tanaman-tanaman pada mati‟
(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟,kalimat 32)
e. Makna perulangan yang menyatakan makna „meskipun‟
Contoh:
1) mau ikidi-ikidi hinai pohapai sumano daaho.
„Meskipun kecil-kecil tidak apa-apa yang penting ada‟
(Lampiran 3, „reduplikasi penuh, kalimat 33)
2) mau mohali-hali, ndo olio duka rounodaamo nsuereno.
„Meskipun mahal-mahal, mereka beli juga karena sudah tidak ada yang lain‟
(Lampiran 3, reduplikasi sebagian‟, kalimat 38)
f. Makna perulangan yang menyatakan makna „baru‟
Contoh:
1) kadipoteleu-teleu pomonimo mongkaa.
„Barudatang-datang sudah minta makan‟
(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟, kalimat 34)
2) tabea momale-male, kamingkolelelo.
„Kecualicapek-capek, baru kalian istirahat‟
(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 39)
g. Makna perulangan yang menyatakan makna „melakukan pekerjaan berulang-ulang‟
Contoh:
1) itoniakurongeo da komeke-meke.
„Tadi saya dengar dia batuk-batuk‟
(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat40)
2) itonia andiu pobere-bere boku buri‟a”
„Tadi adikmu merobek-robek buku tulis‟
(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 41)
h. Makna perulangan yang menyatakan makna „menyerupai‟
Contoh:
1) Didi dame ka’oto-oto.
„Didi sedang bermain mobil-mobilan‟
(Lampiran 3,„reduplikasi sebagian‟, kalimat 42)
2) Dedi damekamia-mia.
„Dedi sedang bermain orang-orangan‟
(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 43)
i. Makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟
Contoh:
1) mia asoa karajaano kadio mondo’u-mondo’u pinaraci saa-saalo.
„Orang sana kerjanyahanya minum-minum pinaraci setiap malam’
(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟, kalimat38)
2) Rani kadimo mesaka-saka’itewalihakono, hinai pekamposisu.
„Rani kerjanya hanya bermain-main dengan teman-temannya, tidak belajar‟
(Lampiran 3,„reduplikasi bervariasi‟, kalimat16)
Berdasarkan contoh di atas, maka makna perulangan yang dikandung akibat proses
perulangan adalah:
a. Makna pokok meliputi pluralis, ketidaktentuan, dan penekanan
b. Makna di luar makna pokok meliputi makna kausatif, mempunyai melakukan,
semua, berbagai, meskipun, baru, tindakan berulang-ulang, menyerupai dan kesukaan.
4.2 Pembahasan
Bahasa daerah merupakan bahasa ibu yang perlu dilestarikan karena bahasa daerah
merupakan bagian dari kebudayaan daerah dan juga merupakan unsur dari kebudayaan nasional.
Bahasa daerah harus tetap dipertahankan, salah satunya adalah bahasa Kulisusu. Selain itu,
bahasa daerah Kulisusu berfungsi sebagai bahasa pengantar di sekolah pada tingkat permulaan
untuk memperlancar pembelajaran bahasa Indonesia. Bahasa kulisusu juga digunakan sebagai
satuan mata pelajaran muatan lokal pada Sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Buton Utara
yaitu di sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dalam hubungannya dengan bahasa indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1)
pendukung bahasa nasional (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat
permulaan untuk memperlancar pelajaran bahasa indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat
pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah (Amrun Halim dalam Fachrudin, 1983: 4-5).
Ada tiga kaitan yang harus didukung dalam relevansi hasil penelitian dengan pembelajaran
bahasa daerah di sekolah antara lain: kaitannya dengan teori, kaitannya dengan kondusif di
sekolah, dan kontribusi dalam pembelajaran bahasa daerah di sekolah.
Bahasa daerah selain sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial, juga mempunyai
peranan sebagai alat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kebudayaan sekaligus bagian dari
kebudayaan sendiri (Sudaryanto dkk, 1992: 1). Undang-undang no.2 tahun 1989 pasal 42 ayat 1
yang mengatakan bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan atau keterampilan tertentu
(Alwi dalam Sugono, 2001: 39). Bahasa daerah dapat dimasukan dalam materi kurikulum
sebagai muatan lokal. Hal ini sesuai dengan kebijakan bahasa daerah yang disampaikan oleh
Alwi, (2011: 44) bahwa bahasa daerah dapat dijadikan sebagai mata pelajaran dengan
mempertimbangkan lokasi sekolah dan kepentingan murid.
Konsep pembelajaran kurikulum 2013 yang berbasis sains dan bahasa sebagai kunci
dalam pembelajaran bermakna mengarah pada proses pengambilan bahan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan siswa, sehingga mata pelajaran muatan lokal sangat tepat
bahan pembelajarannya diambil dari bahasa ibu siswa atau bahasa daerah. Pembelajaran bahasa
daerah merupakan komoditas andalan daerah dalam pengenalan bahasa daerah di Sekolah-
sekolah sedini mungkin. Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara yang
mengukuhkan bahasa daerah sebagai bahan pembelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah-
sekolah permulaan yaitu di Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pembelajaran di sekolah pada dasarnya mempunyai dua tujuan yakni tujuan umum dan
tujuan khusus. 1) Secara umum, pembelajaran bahasa daerah bertujuan membina dan
melestarikan kebudayaan daerah yang menjadi modal dasar bagi pembinaan dan pengembangan
kebudayaan nasional, dan mengembangkan keperibadian anak didik menjadi manusia seutuhnya
yang menghayati dan mengamalkan pancasila. 2) Secara khusus, bertujuan membina peserta
didik agar memiliki pengetahuan tentang bahasa daerah dan budaya, mengembangkan
keperibadian anak didik yang mampu berpikir dengan penalaran dan daya kritis yang
membangun, serta memiliki sikap positif terhadap budaya daerah.
Bahasa daerah dijadikan sebagai satuan mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum
muatan lokal akan menjadi tantangan besar bagi guru-guru yang mengajarkan bahasa daerah
untuk selalu memahami bahasa daerah itu sendiri, baik dari segi penulisan, maupun
pengucapannya. Hubungannya dengan kesuksesan kegiatan belajar mengajar, guru merupakan
tombak dalam kesuksesan pembelajaran, demikian pula dalam pembelajaran bahasa daerah/
muatan lokal. Kemampuan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang berbasis pada siswa
sangat perlu, karena gurulah yang menjadi kunci utama bagi berhasil tidaknya pembelajaran
tersebut. Aspek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah proses reduplikasi bahasa
Kulisusu.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para guru dan siswa
untuk kepentingan pembelajaran muatan lokal pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di
Kabupaten Buton Utara. Pada mata pelajaran muatan lokal memuat kompetensi dasar memahami
kata ulang/ reduplikasi tersebut diajarkan pada unit pelajaran II pertemuan III. Kontribusi
terhadap pembelajaran bahasa daerah di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pengembangan kurikulum muatan lokal.
b. Sebagai pengembangan desain pembelajaran yang harus dipenuhi oleh guru.
c. Sebagai penambahan materi pembelajaran tata bahasa daerah.
d. Untuk melestarikan bahasa lokal.
e. Mempererat hubungan kekeluargaan sesama pengguna bahasa daerah Kulisusu.
Dengan dasar inilah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada guru
untuk disampaikan kepada siswa-siswanya sebagai bahan pembelajaran muatan lokal yang
disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan sekolah.