BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN
JAMINAN
2.1 Pengertian Kredit
Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum,
seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa istilah kredit dipadankan dengan cara menjual barang dengan pembayaran
pengembalian secara mengangsur.
Dilihat dari sudut bahasa,kredit dapat berarti kepercayaan yaitu seseorang
yang menerima kredit dari suatu bank adalah seseorang yang dipercayai oleh bank
pemberi kredit.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang
berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari
bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini
menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah
debitor adalah kepercayaan.1
1Hermansyah, op.cit, h. 57.
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa kredit :
“The abillityof a business man to borrow money, or obtain goods on time,
inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his
solvency and reliability”.2
Pengertian kredit menurut Collins Dictionary Law adalah :
“1. to put money into a person’s account;in contrast to debit which is the
taking of money from an account. 2. A period given to someone before he
has to ake payment. 3. In the law of evidence, credit is synonymous with
credibility; objections that were formely sufficient to make a witness
incompetent are now, in general, only available as affecting his credit or
worthiness to be believed”.3
2.2 Unsur-Unsur Kredit
Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah
adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai
debitur.
2Henry Black Campbell, 1990, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St.
Paul Minn, h. 367. 3W.J. Steward and Robert Burgess, 1996, Collins Dictionary Law, Harper Collins Publisher,
Sidney, h. 108.
Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan
persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan
peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain.4
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa
kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) akan benar-
benar diterima kembali di masa datang sesuai dengan jangka waktu
kredit. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana
dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang
nasabah. Penelitian dan penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui
kemauan dan kemampuan penerima kredit dalam membayar kredit yang
disalurkan.
2. Kesepakatan
Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan
4Hermansyah, op.cit, h. 58.
penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah.
3. Jangka waktu
Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit
yang sudah disepakati kedua belah pihak.Untuk kondisi tertentu jangka
waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
4. Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian
yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya dan
resiko yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat
terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih
sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian
(jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin
besar resikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Resiko ini
menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun resiko
yang tidak disengaja.
5. Balas jasa
Dalam bank konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga.
Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga merupakan
keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syari’ah balas
jasanya ditentukan dengan bagi hasil.5
2.3 Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian
suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan
dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.6
Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Personality
Dalam hal ini pihak bank mencari data lengkap mengenai kepribadian si
pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya , pengalamannya
dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini
diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh
pemohon kredit.
2. Purpose
Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga
harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai
line of business kredit bank yang bersangkutan.
3. Prospect
26Kasmir,2006, Manajemen Perbankan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 74 27Hermansyah, op.cit, h.63
Bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang
bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya, apakah
usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek
dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
4. Payment
Bank harus mengetahui dengan jelas mengnai kemampuan dari pemohon
kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang
bersangkutan.
Mengenai Formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Character
Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti
sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar
belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui
apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi
kewajibannya.
2. Capacity
Yang dimaksud dengan capacity adalah kemampuan calon nasabah debitur
untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa
depan, sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan memberikan
keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi hutang kreditnya
dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3. Capital
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang
dikelolanya. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan
penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.
Penyelidikan ini tidaklah semata-mata berdasarkan pada besar kecilnya
modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal
ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah
ada dapat berjalan secara efektif
4. Collateral
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan sarana pengaman ( back up) atas resiko yang mungkin terjadi
atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi
kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit
baik hutang pokok maupun bunganya.
5. Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum
dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari
bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan
oleh kondisi ekonomi tersebut.7
7Hermansyah, op.cit, h. 64
Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya
pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip,
yaitu :
1. Prinsip kepercayaan
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada
nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai
kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah
debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama bank percaya nasabah
debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga
dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Prinsip kehati-hatian
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit
kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip
kehati-hatian. Prinsip ini antra lain diwujudkan dalam bentuk penerapan
secara konsisten berdasarka itikad baik terhadap semua persyaratan dan
peraturan periundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh
yang bersangkutan.8
8 Hermansyah, op.cit, hal. 65.
2.4 Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II
Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan puhak lainnya. Yang sesuai adalah pernyataannya, karena kehendak itu
tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum dalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat
hukum. Seseorang dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia
sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun
belum berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian
menurut pasal 1330 KUHPerdata ialah orang yang belum dewasa, orang yang
dibawah pengampuan, dan wanita bersuami ( menurut hukum nasional Indonesia
sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi
tidak perlu ijin suami).
3. Ada hal tertentu
Yang dimaksud hal tertentu merupakan objek perjanjian yang merupakan
prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan
menjadi hak kreditur.
4. Ada suatu sebab yang halal (causa)
Kata causa berasal dari bahasa Latin yang berarti sebab. Sebab adalah suatu
yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Suatu perjanjian
haruslah dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku.
Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi
dasar dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antara
pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut.
Perjanjian kredit adalah ikatan antara bank dengan nasabah peminjam dana
yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang
berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui dan disepakati bersama
akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan.
2.5 Bentuk Perjanjian Kredit
Dalam praktek perbankan ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :
1. Perjanjian kredit di bawah tangan
Perjanjian kredit dibawah tangan dinamakan dengan akta dibawah tangan.
Menurut pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksudkan dengan akta dibawah tangan
adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat
yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti.
2. Perjanjian dibuat oleh dan di hadapan notaries
Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris atau pengikatan
yang dilakukan dihadapan notaris dinamakan dengan akta otentik atau akta notariil.
Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai
umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Notaris merumuskan apa yang
diinginkan para pihak yang bersangkunan dan dirumuskan dalam bentuk akta notariil
atau akta otentik.
2.6 Pengertian Jaminan Kredit
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid
atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya
tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-
barangnya.
Dalam KUHPerdata memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa
yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal
1132 KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut.
Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa jaminan adalah
segala kebendaan si berhutang (debitur), baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada dikemudian hari menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.9
Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut mengandung asas bahwa
setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggungjawab yang mana berupa
penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu
dijual untuk melunasi hutang-hutangnya.
2.7 Fungsi Jaminan Kredit
Dalam hal pemberian kredit kepada debitur pihak bank harus tetap berhati-
hati karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tindak debitur yang
wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk membayar hutang
(mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Jaminan kredit umumnya dipersyaratkan dalam suatu pemberian kredit.10
Oleh karena itu dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan sebagai
upaya pengamanan pihak bank, karena dengan adanya jaminan bank mendapatkan
keyakinan bahwa dana yang dipinjamkan akan dapat kembali.
9Sutarno, op.cit, h. 145
10M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 102
Berdasarkan hal tersebut, jaminan merupakan persyaratan dalam
permohonan kredit karena jaminan memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh debitur yang
bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun
sebagian akan merupakan kerugian bagi bank.11 Kerugian yang menunjukkan jumlah
yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha
bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada
debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis
kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai
jaminan kredit, untuk pengamanannya dapat ditemukan baik pada tahap analisis kredit
maupun melalui penerapan ketentuan hukum.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan
dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sehingga merupakan upaya lain atau alternatif
yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur
inkar janji kepada bank.12
11Ibid, h. 103
12M.Bahsan, loc.cit.
Bila dikemudian hari debitur inkar janji, yaitu tidak melinasi hutangnya
kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan
(penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan. Hasil pencairan jaminan
kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur
yang telah dinyatakan sebagai kredit macet.13
Cara pencairan jaminan kredit tersebut wajib dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara pencairan jaminan kredit terkait
dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau
tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitur untuk bekerjasama dengan bank,
bentuk dan jenis jaminan kredit, kemampuan bank untuk menangani pencairan jaminan
kredit, dan sebagainya.
Fungsi Jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan
muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi
oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan
kredit akan dikembalikan kepada debitur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
hukum dan perjanjian kredit.14
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat
berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitur yang
sering dikatakan mengandung resiko.
13M.Bahsan, loc.cit. 14M.Bahsan, op.cit, h. 104.
Dengan adanya jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku, pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat
debitur inkar janji.15
2. Jaminan kredit sebagai pendorong motivasi debitur
Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan
oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan hartanya
tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada
bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karean harus
dicairkan oleh bank.16
Umumnya sesuai dengan peraturan intern masing-masing bank, nilai
jaminan kredit yang diserahkan diatur kepada bank lebih besar bila dibandingkan
dengan nilai kredit yang diberikan bank kepada debitur yang bersangkutan.
Hal tersebut memberikan motivasi kepada debitur untuk menggunakan
kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usahanya dengan baik, mengelola kondisi
keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya agar dapat
menguasai kembali hartanya.tidak dapat dipungkiri siapapun juga pasti tidak ingin
kehilangan harta kekayaanya karena merupakan sesuatu yang dibutuhkan, mempunyai
nilai-nilai tertentu, atau disayangi.
3. Fungsi yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan perbankan
15M. Bahsan, loc.cit. 16M. Bahsan, loc.cit.
Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia, misalnya dapat diperhatikan dari ketentuan-ketentuan yang
mengatur tentang penilaian agunan sebagai faktor pengurang dalam penghitungan
PPA, persyaratan agunan untuk restrukturisasi kredit yang dilakukan dengan
carapemberian tambahan fasilitas kredit, penilaian terhadap jaminan kredit dalam
rangka manajemen resiko kredit, dan sebagainya. PBI No. 7/2/ PBI/ 2005 beserta
perubahannya sebagaimana yang telah diuraikan diatas mengatur dalam sebagian
ketentuannya tentang agunan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA, yaitu
mengenai besarnya presentase nilai agunan sebagai faktor pengurang dan syarat-syarat
yang harus dipenuhi bagi masing-masing jenis agunan yang dijadikan faktor
pengurang. Ketentuan PBI tersebutmenunjukkan adanya fungsi dari jaminan kredit
dalam pembentukan PPA yang dikaitkan dengan kualitas kreditnya.17
Keterkaitan dengan ketentuan-ketentuan dari berbagai peraturan
perundang-undangan tentang perbankan seperti yang tersebut diatas merupakan fungsi
lain dari jaminan kredit dan mendukung keharusan penilaian jaminan kredit seacra
lengkap oleh bank sehingga akan merupakan jaminan yang layak dan berharga.18
2.8 Macam-Macam Jaminan Kredit
Secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
17M.Bahsan, op.cit, h.105.
18M.Bahsan, loc. cit.
1. Jaminan perorangan
Jaminan perorangan (personal guarantee) adalah jaminan berupa
pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang
bersangkutan cidera janji.19
Menurut Hermansyah, yang dimaksud dengan jaminan perorangan atau
jaminan pribadi adalah seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur.20 Dalam pengertian lain dikatakan
bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang yang berpiutang
(kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban si berutang (debitur).
Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur
(bank) dan pihak ketiga. Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu
hak yang hanya dapat dipertahakan terhadap orang tertentu dalam perjanjian.21
Dalam perjanjian jaminan perorangan pihak ketiga bertindak sebagai
penjamin dalam pemenuhan kewajiban debitur apabila debitur inkar janji
(wanprestasi).
Dalam Pasal 1820 KUHPerdata dikemukaan bahwa penanggungan adalah
suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan pihak yang
19H. R Daeng Naja, op.cit, h.210. 20Hermansyah, op cit, h.74. 21H.R Daeng Naja, loc.cit.
berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya pihak yang berutang
dalam hal ia tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Dari pengertian tersebut dapatlah ditemukan unsur-unsur dalam suatu
penanggungan hutang, yaitu :
b. Adanya hubungan hutang piutang (antara si berhutang dan si
berpiutang);
c. Disepakatinya persetujuan penanggungan hutang dengan masuknya
pihak ketiga (penanggung) dalam hubungan hukum tersebut di atas;
d. Masuknya pihak ketiga dinyatakan dalam suatu persetujuan yang
berisi kesanggupan penanggung untuk memenuhi perikatan debitur
jika ia melakukan wanprestasi.22
2. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda
tertentu yang menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan
bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur inkar janji.
Menurut Hermasyah, jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan
berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya, atau antara
kreditur dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban dari debitur.23
22H.R Daeng Naja, op.cit, h.211. 23Hermansyah, op.cit, h.74.
Jaminan yang bersifat kebendaan memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai
hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap
siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dan dapat diperalihkan.
Contohnya seperti gadai, hipotik, dan lain-lain.
Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya,
tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berhutang (debitur).
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian
dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan
(pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat berupa
kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga.
Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi
keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada
penyindiran atau penyediaan khusus itu, bagian dari kekayaan tadi seperti halnya
dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang
debitur.