10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Hukum Lingkungan dan Pencemaran Lingkungan
1. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang ada dalam
ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.8 Lingkungan
hidup menurut Munadjat Danusaputro adalah semua benda dan kondisi
termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat
dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.9
Lingkungan hidup dalam perspektif teoretis dipandang sebagai
bagian mutlak dari kehidupan manusia, tidak terlepas dari kehidupan
manusia itu sendiri.10
Dalam kamus hukum, lingkungan hidup diartikan
sebagai:
“The totally of phsycal, economic, cultural, aesthetic and social
cirscumstances and factors wich surround and affect the
desirability and value at poperty and which also effect the quality
of peoples lives” (Keseluruhan lingkungan fisik, ekonomi,
budaya, kesenian dan lingkugan sosial serta beberapa faktor di
sekeliling yang memengaruhi niliai kepemilikan dan kualitas
kehidupan masyarakat).11
8 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada Press, 2001), halaman 52. 9 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan II Nasional, (Bandung; Binacipta, 2001),
halaman 36. 10
N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan, (Jakarta: Pancuran Alam, 2009), halaman 2. 11
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 7th
Etion – 2nd Book, Etor in Chief:
Bryan A. Garner, (St. Paul, Minn : West Group, 2004), halaman 369.
11
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat
UU-PPLH) yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah: “Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain”.12
Dari beberapa pengertian lingkungan hidup tersebut, terdapat
unsur-unsur dari lingkungan hidup adalah :
a. Manusia, baik secara individu maupun sebagai bagian dari kelompok
sosial,
b. Lingkungan, baik berupa jasad hidup maupun benda mati,
c. Interaksi hubungan timbal balik antara lingkungan dan manusia.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh menyeluruh
dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu tersebut mengalami
kerusakan, maka rusak pula lingkungan tersebut, sehingga sangat penting
keseimbangan antar unsur tersebut.
2. Hukum Lingkungan
Hukum lingkungan dalam literatur berbahasa Inggris disebut
dengan Enviromental Law, di Belanda disebut dengan Millieu Recht, di
12
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 1.
12
Perancis disebut dengan Droit de Environment, dan Malaysia dengan
bahasa melayu memberi nama hukum alam sekitar .13
Menurut Jur Andi Hamzah, hukum lingkungan adalah masalah
lingkungan berkaitan pula dengan gejala sosial, seperti pertambahan
penduduk, migrasi, dan tingkah laku sosial dalam memproduksi,
mengkonsumsi dan rekreasi, jadi permasalahannya tidak semata-mata
menyangkut ilmu alam, tetapi juga berkaitan dengan gejala sosial.14
Pengertian hukum lingkungan menurut P. Joko Subagyo adalah
seperangkat aturan hukum yang berisi unsur-unsur untuk mengendalikan
dampak manusia terhadap lingkungan.15
Seorang pakar hukum lingkungan
Drupsten mengemukakan bahwa: “Hukum lingkungan (milieu recht)
adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk
millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan
dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan”.16
Munadjat Danusaputro memberikan pengertian hukum
lingkungan secara sederhana, yaitu hukum yang mengatur tata lingkungan
(hidup), selanjutnya dibedakan antara hukum lingkungan klasik yang
berorientasi kepada lingkungan (environment oriental law), dan hukum
13
Jur Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
halaman 7. 14
Ibid., halaman 2. 15
P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2012), halaman 16. 16
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1997), halaman 33.
13
lingkungan modern yang berorientasi pada penggunaan lingkungan (use
oriented law).17
Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, hukum lingkungan di
Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Hukum tata lingkungan, mengatur penataan lingkungan guna
mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan
lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun
lingkungan hidup sosial budaya.
b. Hukum perlindungan lingkungan,
c. Hukum kesehatan lingkungan,
d. Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan
pencemaran oleh industri dan sebagainya),
e. Hukum lingkungan nasional/internasional (dalam kaitannya
dengan hubungan antar negara), dan
f. Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan
misal penyelesaian masalah ganti rugi dan sebagainya).18
Mendasarkan pada penjelasan di atas, maka yang dimaksud
dengan hukum lingkungan adalah:
Hukum yang mengatur tentang tata ruang dan peruntukan ruang
bagi ekosistem yang diharapkan mampu mendukung
berkesinambunganya ekosistem yang saling membutuhkan dalam
rangka menjaga keajegan keseimbangan antar ekosistem,
menjaga keserasian kehidupan, tata lingkungan didalamnya juga
mengatur tentang tata guna ruang yang bertujuan untuk tetap
mengendalikan kerusakan lingkungan yang tidak diharapkan. 19
3. Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan adalah suatu masalah yang
merupakan akibat daripada suatu masalah lingkungan yang lebih
mendasar, yaitu cara pengelolaan lingkungan hidup yang tidak terencana
17
Danusaputro, op.cit., halaman 37. 18
Hardjasoemantri, op.cit., halaman 34. 19
Ibid., halaman 35.
14
dan tidak terpadu. Masalah pencemaran lingkungan erat kaitannya dengan
aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain karena:
a. Kegiatan industri dalam bentuk limbah yang berupa zat
buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radioaktif
dan lainnya,
b. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan
instalasi, kebocoran, rusaknya lahan bekas penambangan,
c. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, kebisingan
kendaraan bermotor, transportasi laut berupa tumpahan kapal
tanker, dan
d. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian
pestisida dan obat pertanian lainnya. 20
UU-PPLH menjelaskan ada 2 bentuk perilaku manusia yang
dapat menimbulkan kerugian atau dampak negatif bagi lingkungan, yaitu
pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan. Pengertian
pencemaran lingkungan menurut Pasal 1 angka 14 UU-PPLH adalah:
“Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Dari definisi tersebut, unsur-unsur dari pencemaran lingkungan
adalah sebagai berikut:
a. Masuk atau dimasukkannya zat, energy, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup, baik disengaja maupun tidak
yang berbahaya dan mengakibatkan berubahnya tatanan
lingkungan hidup,
b. Adanya kegiatan manusia, dan
c. Mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan dan
berkurangnya atau tidak dapat berfungsinya lingkungan
sesuai peruntukannya.21
20
Subagyo, op.cit., halaman 47. 21
Ibid.
15
Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian perusakan
lingkungan menurut Pasal 1 angka 17 UU-PPLH adalah: “Perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup”.
Dari definisi tersebut, unsur-unsur dari perusakan lingkungan
adalah sebagai berikut:
a. Adanya perubahan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan hayati lingkungan,
dan
b. Berkurang atau turunnya fungsi lingkungan dalam menunjang
kehidupan. 22
Uraian penjelasan UU-PPLH tersebut menyatakan bahwa
pencemaran lingkungan hidup adalah dikaitkan dengan siapa yang
melakukan pencemaran terhadap lingkungan hidup. Dari ketentuan UU-
PPLH, dapat ditarik kesimpulan bahwa pencemaran dapat terjadi karena
akibat perbuatan manusia. Pengertian ini memberikan definisi yang jelas
bahwa pelaku pencemaran lingkungan adalah manusia dalam kegiatannya.
Namun pencemaran lingkungan tidak selalu karena ulah manusia. Alam
juga dapat menjadi pengaruh dalam pencemaran lingkungan hidup, seperti
terjadinya bencana alam.
22
Ibid.
16
B. Tinjauan tentang Izin Lingkungan
1. Pengertian Izin Lingkungan
Salah satu instrumen konkrit pengelolaan lingkungan hidup
adalah izin. Izin dalam arti luas (perizinan) ialah suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
perundangan”.23
Makna hukum yang dapat ditemukan dalam izin menurut
pendapat di atas adalah adanya perkenan untuk melakukan sesuatu yang
semestinya dilarang,24
sehingga akan dapat ditemukan dalam berbagai
wujud perizinan, seperti izin, dispensasi, lisensi, konsesi, rekomendasi,
dan lain sebagainya.25
Menurut W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, izin diartikan
dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu perbuatan
yang tidak dilarang oleh peraturan yang bersifat umum”.26
Selanjutnya,
Sjachran Basah sebagaimana dikutip I Made Arya Utama menyatakan, izin
sebagai perbuatan Hukum Administrasi pemerintah bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan
23
Spelt. N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh
Philipus M. Hadjon, (Surabaya: Yuridika, 1993), halaman 2. 24
Ibid. 25
I Made Arya Utama, “Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Hidup Dalam
Mewujudkan Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan (Studi Terhadap Pemerintahan di Wilayah
Pemerintah Daerah Provinsi Bali)”, Disertasi, Program Pascasarjana Unpad, Bandung, 2006,
halaman 120. 26
W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1998), halaman 72.
17
dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.27
Izin merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis preventif,
dan digunakan sebagai instrument administrasi untuk mengendalikan
perilaku masyarakat. Karena itu, sifat suatu izin adalah preventif, karena
dalam instrument izin, tidak bisa dilepaskan dengan perintah dan
kewajiban yang harus ditaati oleh pemegang izin.28
Selain itu, fungsi izin adalah represif. Izin dapat berfungsi
sebagai instrument untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan
aktivitas manusia yang melekat dengan dasar perizinan. Artinya, suatu
usaha yang memperoleh izin atas pengelolaan lingkungan, dibebani
kewajiban untuk melakukan penanggulangan pencemaran atau perusakan
lingkungan yang timbul dari aktivitas usahanya.
Perizinan merupakan wujud keputusan pemerintah dalam hukum
administrasi negara. Sebagai keputusan pemerintah, maka izin adalah
tindakan hukum pemerintah berdasarkan kewenangan publik yang
membolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau
badan hukum untuk melakukan sesuatu kegiatan.29
Instrument perizinan
diperlukan pemerintah untuk mengkokritkan wewenang pemerintah.
Tindakan ini dilakukan melalui penerbitan keputusan tata usaha negara.
27
Utama, op.cit., halaman 121. 28
Siahaan, op.cit., halaman 239. 29
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, “Tata Perizinan Pada Era Otonomi
Daerah”, Makalah, Surabaya, Nopember 2001, halaman 1.
18
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat berbagai aspek
hukum diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN) yang terdiri dari
Pasal 4 sampai kepada Pasal 82 yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Hal ini
juga terjabar dalam berbagai bentuk peraturan, antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Dari ketentuan di atas, segi hukum administrasi (bestuur recht)
berkaitan dengan peran pemerintah untuk memberikan perizinan pendirian
usaha dan melakukan langkah pengamanan atau upaya yang bersifat
preventif untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lingkungan dan
memberikan sanksi administrasi terhadap pelanggaran atas perizinan
lingkungan yang telah diberikan, dan gugatan administrasi.
Perizinan adalah suatu contoh yang baik tentang berbarengnya
fungsi instrumental dan normatif dari hukum lingkungan. Segi
instrumental dari perizinan antara lain terdiri dari hal bahwa kebijaksanaan
lingkungan dilaksanakan dengan perantaraan perizinan itu. Siti Sundari
Rangkuti, dalam hal ini mengatakan bahwa:
Perizinan adalah suatu alat untuk menstimulasi perilaku yang
baik untuk lingkungan atau untuk mencegah perilaku yang tidak
dikehendaki. Segi normatif dari perizinan adalah bahwa hukum
menentukan peraturan-peraturan mana yang dapat kita cakupkan
untuk dipakai bagi suatu perizinan. Kaidah-kaidah hukum
19
lingkungan memperoleh isi yang konkrit karena pemberian izin
dan karena mengkaitkan peraturan-peraturan pada perizinan itu.30
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 35 UU-PPLH, yang dimaksud
dengan izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-
UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam UU-PPLH ini, izin lingkungan merupakan syarat untuk
mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan, orang atau badan hukum, terlebih dahulu mengurus dan
mendapatkan izin lingkungan. Sementara izin lingkungan itu sendiri
diperoleh setelah memenuhi syarat-syarat dan menempuh prosedur
administrasi.
2. Ruang Lingkup Izin Lingkungan
Dalam UU-PPLH, selain mengatur tentang izin lingkungan diatur
juga tentang izin usaha dan/atau kegiatan. Pasal 1 angka 36 UU-PPLH,
menyebutkan bahwa: “Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan”.
Usaha atau kegiatan tertentu tidak dapat dilakukan tanpa izin dari
organ pemerintah yang berwenang. Kenyataan tersebut dapat dimengerti
karena berbagai hal sering kali terkait dengan kegiatan yang akan
30
Siti Sundari Rangkuti, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2002), halaman 17.
20
dilakukan oleh pemohon izin. Izin menjadi alas hak dan kewajiban
pemohon untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan tertentu.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa, izin lingkungan merupakan
salah satu syarat memperoleh izin usaha atau kegiatan. Izin usaha atau
kegiatan yang wajib izin lingkungan tersebut adalah aktivitas atau kegiatan
usaha yang wajib Amdal ataupun wajib UKL dan UPL.
Berdasarkan hal di atas, izin usaha atau kegiatan tidak dapat
diterbitkan jika tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Selain itu, untuk
mendapatkan izin lingkungan harus menempuh prosedur dan memenuhi
persyaratan tertentu. Pasal 123 UU-PPLH menyatakan:
“Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah
dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin
lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
ditetapkan”.
Penjelasan Pasal 123 UU-PPLH ini, “Izin dalam ketentuan ini, misalnya,
izin pengelolaan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin
pembuangan air limbah ke sumber air”. Jadi, berdasarkan Pasal 123 dan
penjelasannya, ruang lingkup izin lingkungan yakni izin pengelolaan
limbah, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air
limbah ke sumber air.
Mendasarkan pada penjelasan tersebut, maka izin lingkungan
yang termuat dalam UU-PPLH menggabungkan proses pengurusan
keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin pembuangan limbah cair, dan
izin limbah bahan beracun berbahaya (B3). Selain penyatuan dalam bentuk
21
izin lingkungan, juga ditegaskan bahwa izin lingkungan merupakan syarat
mendapatkan izin usaha atau kegiatan.
Sebetulnya ketentuan adanya izin lingkungan pada masa UU
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah ada,
namun belum disatukan seperti Pasal 123 UU-PPLH. Izin lingkungan pada
masa UU Nomor 23 Tahun 1997 diberikan secara terpisah dan “seolah”
tidak mengikat pengusaha untuk melaksanakan. Hal ini disebabkan tidak
jelasnya hubungan hukum antara izin-izin lingkungan dengan izin usaha
atau kegiatan. Siti Sundari Rangkuti bahkan menyatakan pada saat itu,
walaupun jenis-jenis izin lingkungan diatur dalam PP No. 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air, namun tidak mempunyai landasan
hukum.31
Dengan demikian, sebelum berlakunya UU-PPLH, izin
lingkungan tidak disebut sebagai suatu sistem. Pada peraturan pelaksana
UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat izin pengelolaan limbah B3, izin
pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke
sumber air, termasuk izin HO. Walaupun izin-izin berkaitan dengan izin
usaha atau kegiatan, namun mekanisme perizinannya terpisah dengan izin
usaha atau kegiatan.
31
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2005), halaman 119.
22
Dengan kata lain, pada saat berlakunya UU Nomor 23 Tahun
1997, keputusan kelayakan lingkungan hidup diurus diawal kegiatan
usaha. Bidang pertambangan, misalnya, diurus sebelum pembangunan
konstruksi tambang. Setelah konstruksi selesai, pengusaha harus mengurus
izin pembuangan limbah cair dan B3.
Sekarang ketiga perizinan itu digabungkan, diurus satu kali
menjadi izin lingkungan. Syaratnya jelas, yaitu analisis mengenai dampak
lingkungan (Amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan
upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Tanpa ketiga dokumen
tersebut, izin lingkungan tak akan diberikan. Bahkan pada beberapa tulisan
mengenai izin lingkungan, menyatakan bahwa studi kelayakan lingkungan
juga termasuk izin lingkungan.
Siti Sundari Rangkuti dalam hal ini menyatakan bahwa 14
perizinan lingkungan saat ini antara lain sebagai berikut:
a. Izin HO (Hinder Ordonnantie, Stb. 1926 No. 226, Pasal 1),
b. Izin Usaha Industri,
c. Izin Pembuangan Limbah,
d. Izin operasi penyimpanan, pengumpulan, pamantauan,
pengolahan dan atau penimbunan limbah B3,
e. Izin pengangkutan limbah B3,
f. Izin pemanfaatan limbah B3,
g. Izin operasi alat pengolahan limbah B3,
h. Izin lokasi pengolahan dan penimbunan limbah B3,
i. Izin melakukan dumping,
j. Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan
emisi dan/atau gangguan, dan
k. Izin lokasi.32
32
Ibid., halaman 120.
23
Perizinan lingkungan yang dimaksudkan oleh Siti Sundari
Rangkuti di atas, adalah izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada UU-
PPLH.33
Helmi, dalam hal ini mengatakan bahwa:
Jika demikian, ruang lingkup izin lingkungan paling tidak jenis-
jenis yang dikemukakan di atas. Terhadap izin-izin di atas, pada
UU-PPLH disatukan menjadi izin lingkungan. Jadi UU-PPLH
satu sisi menyederhanakan sistem izin lingkungan dengan cara
mengintegrasikan izin-izin lingkungan. Seseorang atau badan
hukum yang akan melakukan izin usaha atau kegiatan yang
berdampak terhadap lingkungan, wajib memiliki izin
lingkungan.34
Di sisi lain, integrasi dalam satu izin lingkungan merupakan
upaya untuk perlindungan lingkungan. Hal ini disebabkan, satu izin
sebenarnya terkait dengan izin lainnya. Jika pengalaman masa lalu tingkat
ketaatan terhadap izin-izin lingkungan rendah, berdasarkan UU-PPLH
pengusaha wajib melaksanakan izin lingkungan.
Hal yang menarik berkaitan dengan integrasi izin lingkungan ini
yakni penyederhanaan merupakan instrumen pengendalian dan
pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegiatan. Jika sebelumnya,
orang harus mengurus berbagai izin, justru berdasarkan UU-PPLH
pengusaha terhindari dari ekonomi biaya tinggi karena cukup mengurus
izin lingkungan saja. Artinya, izin lingkungan bukan beban, justru
meringankan beban mendapatkan izin usaha atau kegiatan.
33
Helmi, Hukum Lingkungan dan Perizinan Bidang Lingkungan Hidup Dalam Negara
Hukum Kesejahteraan, (Bandung: Unpad Press, 2010), halaman 83. 34
Ibid., halaman 82.
24
C. Tinjauan tentang Pencemaran Logam
1. Pengertian Logam
Logam merupakan bahan atau zat murni organik dan anorganik
yang berasal dari kerak bumi. Secara alami siklus perputaran logam adalah
dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke makhluk hidup, ke dalam air,
selanjutnya mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi lagi.35
Di bumi ini sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia
yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam.36
Berbeda dengan logam
biasa, logam adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok
logam dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3.37
Dalam perairan atau air, logam dapat ditemukan dalam bentuk
terlarut dan tidak terlarut. Logam terlarut adalah logam yang membentuk
komplek dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam yang
tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan
senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang
tersuspensi.
Menurut Palar, berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam ini
dapat dibagi dalam dua jenis.
Jenis pertama adalah logam esensial, di mana keberadaannya
dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup,
namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun. Contoh logam ini diantaranya Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.
35
Darmono, op.cit., halaman 45. 36
H. Palar, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
halaman 39. 37
H.P. Hutagalung, Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Beberapa Perairan
Indonesia, (Jakarta: Puslitbang, Oseanologi LIPI, 2001), halaman 45 – 59.
25
Jenis kedua adalah logam tidak essensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya
atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, dan Cr.38
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Alloway,
sebagaimana dikutip oleh Widowati, yang menyatakan bahwa:
Pada dasarnya logam di bagi menjadi dua kelompok, yakni
logam yang bersifat esensial (Cr, Cu, Mn, Ni, Se, Zn) dan logam
yang bersifat non-esensial (Ag, As, Ba, Cd, Hg, TI, Pb, Sb).
Logam esensial adalah logam yang dibutuhkan oleh tubuh
organisme untuk melaksanakan proses-proses fisiologis dalam
tubuhnya. Apabila dalam tubuh terjadi kekurangan logam
essensial, maka akan mengakibatkan munculnya penyakit atau
bahkan kematian pada mahluk hidup, baik pada tumbuhan
maupun pada hewan. Logam non esensial adalah logam yang
keberadaanya di dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya,
bahkan bersifat toksik.39
Sementara itu, berdasarkan kegunaannya, logam dapat dibedakan
atas dua golongan, yaitu: a) golongan yang dalam konsentrasi tertentu
berfungsi sebagai mikronutrien yang bermanfaat bagi kehidupan
organisme perairan seperti Zn, Fe, Cu dan Co; b) golongan yang sama
sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme perairan seperti Hg, Cd
dan Pb.40
2. Pencemaran Logam
Logam biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan
toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan
hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam
38
Palar, op.cit., halaman 40. 39
W. Widowati, dkk, Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan
Pencemaran, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008), halaman 13. 40
Ibid.
26
arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. H.P. Hutagalung, dalam
hal ini mengatakan bahwa:
Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam
yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara
terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi
menyebabkan terkumpulnya logam dalam sedimen dan biota
perairan. Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat
dipakai sebagai indikator pencemaran logam yaitu air, sedimen
dan organisme hidup.41
Menurut Hamidah, limbah yang mengandung logam ini akan
terbawa oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber
pencemar logam yang potensial bagi pencemaran laut. Dalam perairan
atau air, logam-logam ditemukan dalam bentuk antara lain;
a. Terlarut yaitu ion logam bebas air dan logam yang
membentuk kompleks dengan senyawa organik dan
anorganik.
b. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan
senyawa kompleks metal yang terabsorpi pada zat
tersuspensi.42
Menurut Laws sebagaimana dikutip oleh Palar, bahwa tingginya
kandungan logam di suatu perairan atau air dapat menyebabkan
kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti
biota, sedimen, air dan sebagainya.43
Adanya logam di perairan atau air, berbahaya baik secara
langsung terhadap kehidupan organisme, maupun secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. A. Nontji, dalam hal ini mengatakan bahwa:
41
Ibid. 42
Hamidah, Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan, (Jakarta: Pewarta Oseana,
2000), halaman 59. 43
Palar, op.cit., halaman 40.
27
Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam yaitu sulit didegradasi,
sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat
terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan dan
akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi
organisme tersebut.44
44
A. Nontji, Laut Nusantara, (Jakarta: Djambatan, 2003), halaman 22.