6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Penalaran Matematika
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mampu
melakukan penalaran. Menurut Russeffendi (dalam Suwangsih, 2006 : 3)
matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan
menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk
karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan idea, proses, dan
penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia
dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses dalam
dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif
sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika.
Menurut Suriasumantri (1999 : 42) penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut Fadjar Shadiq (dalam Wardhani, 2008 : 11) penalaran adalah suatu
proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau
proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar
berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan
atau diasumsikan sebelumnya.
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan
penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Jadi pola pikir
6
7
yang dikembangkan matematika seperti yang dijelaskan di atas memang
membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif.
Ada dua tipe penalaran yang digunakan dalam menarik sebuah
kesimpulan yaitu :
1. Penalaran induktif merupakan proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah
diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran
induktif berkaitan dengan empiris, bersumber pada empiri atau fakta.
2. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan
tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang
sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Penalaran
deduktif berkaitan dengan rasionalisme, bersumber pada rasio.
Menurut Suriasumantri (1999 : 43) sebagai suatu kegiatan berpikir
maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya
suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran
adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu
kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis. Analisis pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu.
8
Indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:
1. Mengajukan dugaan
Kemampuan mengajukan dugaan merupakan kemampuan siswa dalam
merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
Contoh soal :
Suatu prisma segi empat yang alasnya berbentuk persegi mempunyai
volume 144 cm3. Bila dibuat prisma dengan panjang rusuk 2 cm, berapa
banyaknya prisma semacam itu yang dapat dibuat!
Penyelesaian :
Diketahui : V prisma besar = 144 cm3
panjang rusuk prisma kecil = 2 cm
Ditanya : Banyaknya prisma kecil yang dapat dibuat
Jawab : V prisma kecil = L.alas x tinggi
= (s x s) x t
= (2 x 2) x 2
= 8 cm3
Jadi banyaknya prisma kecil yang dapat dibuat adalah 18 buah.
9
2. Melakukan manipulasi matematika
Kemampuan manipulasi matematika merupakan kemampuan siswa dalam
mengerjakan atau menyelesaikan suatu permasalahan dengan
menggunakan cara sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki.
Contoh soal :
Sebuah pengki (alat pengumpul sampah) berbentuk seperti prisma tegak
segitiga dengan ukuran yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Apabila pengki (tanpa pegangan)
itu dibuat dari bahan plastic,
tentukanlah luas bahan plastik
yang dibutuhkan untuk membuat
pengki!
Penyelesaian :
Diketahui : Pengki (berbentuk prisma)
Alas berbentuk segitiga siku-siku
a segitiga = 15 cm
t segitiga = 8 cm
t prisma = 20 cm
Ditanya : Luas bahan plastik yang diperlukan
Jawab : Sebuah pengki terdiri dari dua buah bidang segitiga
kongruen serta dua buah bidang persegi panjang.
20 cm
15 cm
8 cm
10
panjang persegi L. + panjang persegi L. segitigaL.x2bahanL.
20) x (8 + 20) x (15t)xax21(x2
160 + 3008)x15x
21(x2
46060x2
= 580 cm2
Jadi, luas bahan plastik yang diperlukan untuk membuat pengki adalah
580 cm2.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi
Siswa mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan
atau bukti terhadap kebenaran solusi apabila siswa mampu menunjukkan
lewat penyelidikan.
Contoh soal :
Kardus pepsodent alasnya berbentuk persegi, bagaimanakah cara
menemukan luas permukaan kardus pepsodent tersebut?
Penyelesaian :
Kardus pepsodent merupakan prisma segi empat yang terdiri dari dua buah
bidang persegi yang kongruen serta empat buah bidang persegi panjang.
Jika prisma tersebut dibuka, maka akan membentuk jaring-jaring.
11
x t)(s + x t)(s + x t)(s + x t)(s + s) x (s + s) x (spepsodentkarduspermukaanL.
t)x(4ss) x sx2(
t)xalas(K.+alas)L.x(2
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan
Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan merupakan proses
berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk
menghasilkan sebuah pemikiran.
Contoh soal :
Ada sebuah jaring-jaring yang mempunyai lima sisi berbentuk segitiga
sama kaki dan satu buah sisi berbentuk segi lima beraturan. Jaring-jaring
apakah itu? Gambarkan!
Penyelesaian :
Limas segi lima beraturan.
12
5. Memeriksa kesahihan suatu argumen
Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen merupakan kemampuan
yang menghendaki siswa agar mampu menyelidiki tentang kebenaran dari
suatu pernyataan yang ada.
Contoh soal :
Sebuah tempat makanan berbentuk prisma dengan alasnya belah ketupat
dengan panjang diagonal-diagonalnya adalah 7 cm dan 14 cm. Tingginya
15 cm. Benarkah volume tempat makanan tersebut 735 cm3?
Penyelesaian :
Diketahui : Tempat makanan (berbentuk prisma)
Alas berbentuk belah ketupat
panjang diagonal = 7 cm dan 14 cm
t = 15 cm
Ditanya : Benarkah volume tempat makanan tersebut 735 cm3
Jawab : txalasL.prismaV.
tx)dxdx21( 21
15x14)x7x21(
3cm 735
Jadi, benar volume tempat makanan tersebut 735 cm3.
13
6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi
Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi merupakan kemampuan siswa dalam menemukan
pola atau cara dari suatu pernyataan yang ada sehingga dapat
mengembangkannya ke dalam kalimat matematika.
Contoh soal :
Alas sebuah prisma berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang alas
segitiga 9 cm dan tinggi segitiga 12 cm. Hitunglah volume prisma tersebut
jika tinggi prisma 20 cm!
Penyelesaian :
Diketahui : Prisma dengan alas berbentuk segitiga siku-siku
a segitiga = 9 cm
t segitiga = 12 cm
t prisma = 20 m
Ditanya : Volume prisma
Jawab : txalasL.prismaV.
txt)xax21(
20x12)x9x21(
3cm1080
Jadi, volume prisma tersebut adalah 1080 cm3.
(Wardhani, 2008 : 14)
14
Penalaran merupakan salah satu tujuan dari mata pelajaran
matematika. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, tentunya tidak
terlepas dari upaya pembelajaran di sekolah. Walaupun pembelajaran di
sekolah selama ini memiliki peran tinggi pada keaktifan siswa, misalnya
melalui pembentukan kelompok belajar, namun ternyata dampaknya terhadap
kemampuan penalaran siswa belum terlihat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan
proses pembelajaran yaitu melalui penerapan strategi metakognitif. Menurut
Sudiarta strategi metakognitif dapat mendorong siswa untuk belajar mencari
alasan terhadap solusi yang benar dan lebih mendorong siswa untuk
membangun, mengkonstruksi, dan mempertahankan solusi-solusi yang
argumentatif dan benar. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi merupakan salah satu indikator kemampuan penalaran. Oleh karena itu
cara untuk meningkatkan kemampuan penalaran yaitu dengan perbaikan
proses pembelajaran melalui penerapan strategi metakognitif.
Adapun kendala dalam penalaran matematika antara lain :
1. Siswa kurang atau tidak dibiasakan mengemukakan gagasan.
Contoh : Guru harus dapat melatih siswa untuk mengemukakan gagasan
dari suatu masalah baik lisan maupun tulisan. Dengan melatih
siswa untuk mengemukakan gagasan maka siswa akan menjadi
terbiasa memecahkan suatu masalah dengan baik.
15
2. Guru kesulitan dalam membimbing siswa merumuskan suatu konjektur
(dugaan) dari data yang ada.
Contoh : Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda oleh
karena itu pada saat guru membimbing siswa untuk
merumuskan suatu konjektur dari data yang ada mengalami
kesulitan, siswa ada yang cepat tanggap dan ada pula yang
lambat.
(Shadiq, 2006)
B. Strategi Belajar Mengajar
Menurut Djamarah (2006 : 5) secara umum strategi mempunyai
pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar
mengajar, strategi diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan.
Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal
berikut :
1. Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang
diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
16
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan
oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem
instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
C. Strategi Metakognitif
Menurut Flavell (dalam Mahmud, 1989 : 140) metakognisi ialah
pengetahuan seseorang mengenai proses-proses dan produk-produk
kognitifnya sendiri atau sesuatu yang bertalian dengan dengannya, misalnya
data-data yang ada kaitannya dengan belajar. Sebagai contoh, siswa diberi
tugas membaca suatu bab tentang bangun ruang sisi datar.
Menurut Wuryani (2008 : 168) metacognitive adalah pengetahuan
yang berasal dari proses kognitif kita sendiri beserta hasil-hasilnya. Ketika
anak-anak berkembang, mereka menjadi lebih cermat dalam pengertian
bagaimana mengontrol dan memonitor belajar mereka sendiri, bagaimana
menggunakan bahasa, dan sebagainya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang bagaimana proses
untuk mengontrol dan memonitor diri mereka sendiri.
17
Menurut Mahmud (1989 : 141) metakognisi memiliki dua komponen,
yaitu :
1. Kesadaran akan adanya ketrampilan, strategi dan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melakukan tugas secara efektif, dengan perkataan lain
mengetahui apa yang harus diperbuat.
Yang termasuk dalam komponen ini adalah :
Mengidentifikasi gagasan pokok
Mengulang-ulang informasi
Membentuk asosiasi-asosiasi dan gambaran batin
Mengorganisir atau menyusun bahan yang baru agar lebih mudah
diingat
Menerapkan teknik-teknik menempuh ujian
Membuat garis besar dan mencatat.
2. Kemampuan menggunakan mekanisme pengaturan diri (self regulatory
mechanism) untuk menjamin penyelesaian tugas secara berhasil, dengan
perkataan lain mengetahui kapan dan bagaimana melakukan sesuatu atau
apa itu.
Yang termasuk dalam komponen ini adalah :
Mengecek apakah kita mengerti
Memperkirakan hasil
Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas
Merencanakan langkah berikutnya
Menguji strategi
18
Menentukan cara membagi waktu dan kegiatan
Merevisi atau berganti dengan strategi-strategi lain untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Menurut Weinstern dan Mayer (dalam Mahmud, 1989 : 142) ada lima
unsur yang mendasari strategi metakognitif, yaitu :
a. Rehearsal strategy
Dengan strategi ini, seseorang secara aktif mengulang-ulang bahan
yang dipelajari, baik secara lisan maupun secara tertulis, ataupun
memusatkan perhatian pada bagian-bagian yang penting. Untuk bahan-
bahan hafalan, strategi ini berupa mengulang-ulang bahan dengan suara
keras agar mudah diingat. Untuk hal-hal yang lebih rumit, strategi ini
berupa mengulang istilah-istilah kunci dengan suara keras atau dalam hati,
atau menggaris bawahi bagian-bagian yang penting.
Contoh : Guru meminta siswa untuk mengulangi kembali bagaimana cara
menemukan rumus luas permukaan prisma dan limas.
b. Elaboration strategy
Strategi ini berupa membuat hubungan antara bahan yang baru
dengan bahan yang sudah lebih dulu dimiliki. Strategi ini berwujud
dengan membuat kalimat-kalimat yang menghubungkan bahan-bahan
yang harus dipelajari.
Contoh : Guru membuat hubungan antara materi luas pada bangun datar
dengan materi luas permukaan pada prisma dan limas.
19
c. Organizational strategy
Dengan strategi ini orang menyusun bahan dengan jalan
mengelompok-kelompokkan menjadi bagian-bagian dan melihat
hubungan-hubungannya satu dengan yang lain. Untuk bahan-bahan belajar
yang sederhana, strategi ini berupa menyusun bahan menjadi kelompok-
kelompok yang lebih kecil. Sedangkan untuk bahan-bahan yang lebih
rumit berupa membuat garis besar bahan-bahan belajar.
Contoh : Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi mengenai
unsur-unsur prisma dan limas.
d. Comprehension monitoring strategy
Dengan strategi ini orang tetap sadar dan tetap pendirian pada
tugas-tugas belajar yang harus diselesaikannya, kalau perlu tetap
menggunakan strategi yang telah dipilihnya dan tetap waspada terhadap
keberhasilan yang telah dicapainya serta menyesuaikan perilakunya sesuai
dengan strategi tersebut. Untuk strategi ini, guru meminta siswa untuk
melakukan suatu tindakan atau bertanya apabila ada bahan atau materi
pelajaran yang belum dipahami, serta guru menyiapkan pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa.
Contoh : Guru memberi pertanyaan kepada siswa seputar materi prisma
dan limas.
20
e. Affective strategy
Pada pokoknya, strategi ini berupa menghilangkan perasaan-
perasaan yang mengganggu belajar. Dalam strategi ini, guru meminta
siswa untuk tetap berkonsentrasi dalam proses pembelajaran serta
mengatur waktu sebaik-baiknya.
Contoh : Guru meminta siswa untuk memperhatikan apa yang
disampaikan oleh guru.
Menurut Elawar (dalam Maulana, 2008 : 8) strategi metakognitif
diupayakan melalui tiga tahap, antara lain adalah :
a. Diskusi awal
Pertama-tama guru menjelaskan tujuan tentang topik yang sedang
dipelajari. Siswa diberi materi, dan penanaman konsep berlangsung
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam pemberian materi
tersebut. Kesalahan siswa diminimalkan dengan pemantauan.Siswa
dibimbing untuk menanamkan kesadaran dengan bertanya kepada diri
sendiri saat menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Pada akhir pemahaman konsep, diharapkan siswa memahami
semua uraian materi dan sadar apa yang dilakukannya, bagaimana
melakukannya, bagian mana yang belum dipahami, pertanyaan apa yang
timbul, dan bagaimana upaya untuk mencari solusinya.
21
b. Kemandirian
Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan
mengerjakannya secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan
feedback secara individual. Feedback metakognitif akan menuntun siswa
untuk memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk
agar siswa dapat mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa
mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar
ketika siswa membuat kesalahan.
c. Penyimpulan
Penyimpulan yang dilakukan siswa merupakan rekapitulasi dari
apa yang dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri,
dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
Adapun kelebihan dan kelemahan strategi metakognitif adalah sebagai
berikut :
Kelebihan
- Kerjasama dan bantuan dari guru yang bertindak sebagai observer dan
teman diskusi dalam menyelesaikan setiap kendala yang dihadapi
dalam proses pembelajaran.
- Keterlibatan siswa secara aktif untuk dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik.
Kelemahan
- Waktu yang tersedia relatif sedikit untuk melakukan pengembangan-
pengembangan dalam pembelajaran.
22
- Kesulitan dalam membuat kelompok diskusi dengan anggota
kelompok yang beragam tingkat kemampuan matematikanya, sehingga
diharapkan dalam masing-masing kelompok terjadi kegiatan diskusi
kelompok yang produktif.
(Maulana, 2008: 11)
D. Materi Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas
1. Mengidentifikasi sifat-sifat prisma dan limas serta bagian-bagiannya.
Menyebutkan unsur-unsur prisma dan limas : rusuk, bidang sisi,
diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal.
2. Membuat jaring-jaring prisma dan limas.
Membuat jaring-jaring prisma tegak dan limas.
3. Menghitung luas permukaan dan volume prisma dan limas.
Menemukan rumus luas permukaan prisma dan limas.
Menghitung luas permukaan prisma dan limas.
Menemukan rumus volume prisma dan limas.
Menghitung volume prisma dan limas.
23
E. Kerangka Pikir
Indikator kemampuan penalaran matematika 1. Mengajukan dugaan 2. Melakukan manipulasi matematika 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi Berdasarkan hasil observasi bahwa indikator-indikator di atas dinyatakan masih rendah.
Tahap-tahap strategi metakognitif yaitu : 1. Diskusi awal 2. Kemandirian 3. Penyimpulan
Dengan adanya perlakuan strategi metakognitif diharapkan indikator-indikator kemampuan penalaran matematika yang telah disebutkan di atas dapat meningkat.
Pembelajaran dengan strategi metakognitif dilaksanakan melalui tiga
tahap, dimana di dalamnya terdapat unsur-unsur strategi metakognitif. Unsur-
unsur strategi metakognitif ini yang akan digunakan untuk meningkatkan
indikator-indikator kemampuan penalaran matematika.
Indikator mengajukan dugaan akan muncul pada tahap diskusi awal
(affective strategy dan elaboration strategy), siswa dapat memanfaatkan
sumber belajar atau lingkungan belajar yang ada di sekitarnya secara optimal
dan merespon stimulus belajar yang diberikan oleh guru. Hal ini terjadi pada
saat siswa diminta berkonsentrasi selama pelajaran, memperhatikan penjelasan
24
hubungan materi yang lalu dengan materi yang akan diajarkan, dan penjelasan
materi secara rinci.
Indikator melakukan manipulasi matematika akan muncul pada tahap
diskusi awal (elaboration strategy dan rehearsal strategy), siswa banyak
mengajukan pertanyaan baik kepada guru maupun kepada siswa lainnya. Hal
ini terjadi pada saat siswa mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum
dipahami.
Indikator menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan
atau bukti terhadap kebenaran solusi, dan memeriksa kesahihan suatu
argument akan muncul pada tahap kemandirian (comprehension monitoring
strategy), siswa lebih banyak mengajukan pendapat terhadap informasi yang
disampaikan oleh guru atau siswa lain. Hal ini terjadi pada saat siswa
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun siswa
lain. Siswa juga memberi respon nyata terhadap stimulus belajar yang
diberikan oleh guru, hal ini terjadi pada saat siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Siswa berkesempatan melakukan penelitian sendiri
terhadap hasil pekerjaannya, sekaligus memperbaiki dan menyempurnakan
pekerjaan yang dianggapnya masih belum sempurna. Hal ini terjadi pada saat
siswa menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis.
Indikator menarik kesimpulan dari pernyataan dan menemukan pola
atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi akan muncul pada
tahap penyimpulan (organizational strategy), siswa membuat sendiri
25
kesimpulan materi dengan bahasa dan cara masing-masing. Hal ini terjadi
pada saat siswa menyimpulkan materi dan membuat rangkuman.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah melalui strategi metakognitif kemampuan
penalaran matematika siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Purwokerto
meningkat.