4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri atas bahan organik
dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Standar
Nasional Indonesia No. 19-3964-1994a).
2.2 Timbulan Sampah
Timbulan sampah, adalah banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan di
satu wilayah. Hal ini penting, karena untuk merencanakan jumlah peralatan yang
diperlukan, merencanakan fasilitas TPA (Tchobanoglous et al, 1993),
merencanakan rute pengumpulan dan merencanakan jumlah armada pengangkut.
Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah timbulan sampah adalah
pengukuran berat dan volume. Volume merupakan ukuran yang penting dalam
penentuan kendaraan pengangkut sampah, karena jumlah muatan yang dapat
dimuat oleh satu kendaraan dibatasi oleh volume. Menurut SNI, 19-3964-1994a,
Berat dapat mengukur timbulan secara langung, dan apabila menggunakan
volume sebagai metode penentuan, maka harus diperhatikan kembali derajat
kepadatannya, atau berat spesifik sampah penyimpanan.
2.2.1 Definisi Timbulan Sampah
Dikutip dari Standar Nasional Indonesia nomor 19-2454-2002 Tahun
2002, timbulan sampah ialah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat
dalam satuan volume atau berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau
perpanjang jalan (SNI 19-2454-2002).
2.2.2 Sumber Timbulan Sampah
Menurut SNI nomor 19-3983-1995, timbulan sampah terbagi atas dua
bagian besar, yaitu sumber timbulan non-perumahan dan sumber timbulan
perumahan. Dari dua sumber timbulan tersebut, dapat dibagi lagi menjadi:
5
a) Sumber sampah non-perumahan
- Pasar
- Toko
- Sekolah
- Kantor
- Tempat ibadah
- Hotel
- Restoran
- Industri
- Jalan
- Rumah sakit
- Fasilitas umum lainnya
b) Sumber sampah perumahan
- Rumah non-permanen
- Rumah semi permanen
- Rumah permanen
2.2.3 Besar Timbulan Sampah
Besar timbulan sampah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan
klasifikasi kota dan komponen-komponen sumber sampah (SNI, 19-3983-1995
Tahun 1995). Standar besar timbulan dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2
Tabel 2.1 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
No. Satuan
Klasifikasi Kota
Volume
(liter/orang/hari)
Berat
(kg/orang/hari)
1. Kota sedang 2,75–3,25 0,70–0,80
2. Kota kecil 2,5–2,75 0,625–0,70
Sumber: SNI,1995
6
Tabel 2.2 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah
No. Komponen Sumber
Sampah
Satuan
Volume (liter)
Berat (kg)
1. Rumah permanen Per orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah semi permanen Per orang/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3. Rumah non permanen Per orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4.
Kantor Per
pegawai/hari
0,50-0,75
0,025-0,100
5.
Toko/ruko Per
petugas/hari
2,50-3,00
0,150-0,350
6. Sekolah Per murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8. Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Per meter/hari 0,05-0,10 0,005-0,025
10.
Pasar Per
meter2/hari
0,20-0,60
0,10-0,30
Sumber: SNI,1995
2.2.4 Standar Timbulan Sampah
Standar timbulan sampah atau bisa disebut juga dengan spesifikasi
timbulan sampah adalah standar hasil timbulan yang diproduksi oleh sumber
sampah. Standar ini disusun, oleh Badan Standar Nasional dengan maksud untuk
memberikan kriteria perencanaan persampahan di kota kecil maupun sedang di
Indonesia, dan untuk kota besar diharuskan melakukan pengukuran serta
pengambilan contoh timbulan sampah (SNI, 19-3983-1995 Tahun 1995).. Adapun
yang dimaksud dengan kota kecil dan kota sedang adalah:
- Kota kecil yaitu kota yang memiliki jumlah penduduk kurang dari 100.000
jiwa
- Kota sedang adalah kota yang memiliki jumlah penduduk berkirsaran 100.000
dan 500.000 jiwa
- Kota besar yaitu kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 500.000 jiwa
7
Denpasar merupakan masuk kategori kota besar, karena memiliki jumlah
penduduk lebih dari 500.000 jiwa, maka untuk mengetahui banyaknya jumlah
timbulan sampahnya harus dilakukan pengukuran secara langsung.
2.2.5 Jenis Sampah
yaitu:
Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008, sampah dibagi menjadi 3,
1. Sampah rumah tangga, sampah yang dihasilkan oleh kegiatan sehari-hari dari
rumah tangga, tidak termasuk tinja,dan sampah spesifik lainnya.
2. Sampah sejenis rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kawasan
industri, kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas sosisal dan fasilitas
lainnya.
3. Sampah spesifik, sampah yang meliputi:
a. Sampah yang mengandung limbah berbahaya dan beracun.
b. Sampah yang timbul akibat bencana.
c. Puing bongkaran bangunan.
d. Sampah yang timbul secara periodik.
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.
Selain itu Penggolongan Sampah dapat dibagi atas beberapa kriteria, yaitu
asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat, dan jenis-jenisnya, yaitu:
1. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya.
Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang sama,
sehingga, komponen-komponen penyusunannya juga akan sama. Karena itu
berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya
termasuk golongan ini. Sampah dari kantor sering terdiri atas kertas, kertas
karbon, karton, dan masih digolongkan dalam sampah yang seragam.
b. Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal
dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.
2. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya.
Sampah dari rumah makan pada umumnya merupakan sisa air pencuci, sisa
makanan yang bentuknya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan
8
beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu atau sampah-
sampah berbentuk padatan. Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada dua
macam sampah, yaitu:
a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng,
plastik, dsb.
b. Sampah berbentuk cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci,
bahan cairan yang tumpah. Limbah industri banyak juga yang berbentuk
cair atau bubur, misalnya blotong (tetes) yaitu sampah dari pabrik tebu.
3. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya.
Baik di kota maupun luar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuk-tumpuk.
Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dapat dibedakan:
a. Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar.
b. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di luar perkotaan, misalnya
di desa, permukiman, dan di daerah pantai.
4. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya.
Berdasarkan atas proses terjadinya, dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Sampah alami, adalah sampah yang terjadi karena proses alami, misalnya
rontoknya daun-daun tanaman di pekarangan rumah.
b. Sampah non-alami, adalah sampah yang terjadi karena kegiatan-kegiatan
manusia.
5. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya.
Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan, yaitu:
a. Sampah organik, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton,
tulang, sisa makanan ternak, sayur dan buah. Sampah organik, dan oleh
karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen.
Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikroba.
b. Sampah anorganik, yang terdiri dari kaleng, plastik, besi dan logam-logam
lainnya, gelas, mika, atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-
senyawa organik. Sampah ini tidak didegradasi oleh mikroba.
9
2.3 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah sebagai kontrol terhadap timbulan sampah,
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, proses dan pembuangan akhir sampah,
dimana seluruh hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk
kesehatan, ekonomi, konservasi, estetika lingkungan, keteknikan/enginering, dan
juga sikap masyarakat.
Dalam menentukan strategi pengelolaan sampah ini diperlukan informasi
mengenai timbulan sampah, laju penimbunan sampah, serta komposisi dan
karakteristik sampah.
2.3.1 Teknik operasional pengelolaan sampah
Teknik operasional pengelolaan sampah merupakan sebuah proses
kegiatan dalam mengelola sampah mulai dari pewadahan sampah, pengangkutan
hingga pembuangan akhir yang bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan
dari sumber.
Pada Gambar 2.1 dapat dilihat Skema Teknik Operasional Pengelolaan
Persampahan.
TIMBULAN
SAMPAH
PEMILAHAN, PEWADAHAN, DAN PENGOLAHAN DI SUMBER
PENGUMPULAN
PEMINDAHAN
PENGANGKUTAN
PEMILAHAN DAN
PENGOLAHAN
PEMBUANGAN
AKHIR
Gambar 2.1 Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan Sumber: SNI 19-2454-2002
10
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah
Menurut SNI nomor 19 - 2454 - 2002 Tahun 2002 dijelaskan ada
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengolahan sampah,
diantaranya:
1. Karakteristik lingkungan dan sosial ekonomi;
2. Kepadatan dan penyebaran penduduk;
3. Timbulan dan karakteristik sampah;
4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat;
5. Jarak dari sumber ke tempat pembuangan akhir sampah;
6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota;
7. Sarana· pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir
sampah;
8. Biaya yang tersedia;
9. Peraturan daerah setempat.
2.3.3 Faktor penentu kualitas operasional pelayanan
Beberapa faktor yang mempengaruhi operasional pelayanan adalah
sebagai berikut:
1. Tipe kota
2. Frekuensi pelayanan
3. Sampah terangkut dari lingkungan
4. Jenis peralatan dan jumlahnya
5. Restribusi
6. Peran aktif masyarakat
7. Timbulan sampah
8. K3 (kesehatan, keamanan, dan keselamatan)
2.3.4 Frekuensi pelayanan
Berdasarkan hasil penentuan skala kepentingan daerah pelayanan,
frekuensi pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Pelayanan intensif antara lain: untuk jalan protokol, pusat kota, dan daerah
komersil.
11
2. Pelayanan menengah antara lain: untuk kawasan permukiman teratur.
3. Pelayanan rendah antara lain: untuk daerah pinggiran kota.
2.4 Teknik Operasional
Dalam penentuan pemilihan teknik operasional yang akan digunakan,
diperlukan beberapa faktor, yaitu faktor kondisi topografi, lingkungan daerah
pelayanan, kondisi sosial, ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah, dan jenis
timbulan sampah. Berdasarkan SNI 19 - 2454 - 2002, ada beberapa tahapan yang
akan dilalui sampah sebelum sampah tersebut sampai di TPA. Adapun tahapan-
tahapan tersebut diantaranya:
2.4.1 Tahap pewadahan sampah
Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara yang
lakukan oleh penghasil sampah. Aktivitas ini menggunakan tempat sampah atau
kantong plastik yang besarnya disesuaikan dengan tingkat volume sampah yang
dihasilkan oleh masing-masing sumber sampah. Pola pewadahan sampah
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pewadahan individual adalah proses penampungan sampah sementara dalam
suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu.
2. Pewadahan komunal adalah proses penampungan sampah sementara dalam
suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum.
2.4.2 Tahap Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya
mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal
(bersama) melainkan juga mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik
dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung (SNI, No. 19-2454-2002
Tahun 2002).
Pola pengumpulan sampah berdasarkan SNI No. 19-2454-2002 Tahun 2002
adalah:
1. Pola individual langsung (door to door) adalah kegiatan pengambilan sampah
dari rumah-rumah/sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat
12
e. Bagi penghuni yang beroperasi di jalan protokol.
eteran
.
pembuangan akhir tanpa melalui kegiatan pemindahan, sesuai dengan gambar
2.2, dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Kondisi topografi bergelombang (>15-40%), hanya alat pengumpul mesin
yang dapat beroperasi.
b. Kondisi jalan yang cukup lebar dan tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya.
c. Kondisi dan jumlah alat memadai.
d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari.
. . . . . .
. . . . . Gambar 2.2 Pola Individual Langsung
TPA
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
: Sumber timbulan sampah pewadahan individual.
K gan untuk gambar 2.2:
: Gerakan alat pengangkut.
: Gerakan alat pengumpul.
2. Pola individual tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari
sumber-sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan untuk kemudian
diangkut ke tempat pembuangan akhir, sesuai dengan gambar 2.3, dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif, lahan untuk lokasi
pemindahan tersedia.
b. Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan
alat pengumpul non-mesin (gerobak, becak).
c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.
d. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
13
pamakai jalan lainnya.
e. Harus ada organisasi pengumpulan sampah
14
eteran
.
TPA
. . . . . .
. . . .
. . . . . . Gambar 2.3 Pola Individual tidak langsung
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
: Sumber timbulan sampah pewadahan individual.
K gan untuk gambar 2.3:
: Lokasi Pemindahan.
: Gerakan alat pengangkut.
: Gerakan alat pengumpul.
3. Pola komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-
masing titik komunal dan diangkut ke lokasi pembuangan akhir, sesuai
dengan gambar 2.4, dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bila alat angkut terbatas.
b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual
(kondisi daerah berbukit, gang/jalan sempit).
d. Peran serta masyarakat tinggi.
e. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
f. Untuk permukiman tidak teratur.
15
terang
.
TPA
Gambar 2.4 Pola komunal langsung
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
: Sumber timbulan sampah pewadahan individual.
Ke an untuk gambar 2.4:
: Pewadahan Komunal.
: Gerakan alat pengangkut.
: Gerakan alat pengumpul.
: Gerakan penduduk ke arah komunal.
4. Pola komunal tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari
masing-masing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan untuk
diangkut selanjutnya ke tempat pembuangan akhir, sesuai dengan gambar 2.5,
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Peran serta masyarakat tinggi.
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
c. Wadah komunal di tempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengumpul.
d. Tempat dengan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat
menggunakan alat pengumpul non-mesin (gerobak, becak), bagi kondisi
topografi > 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer
kecil beroda dan karung.
16
e. Kondisi/lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya.
17
eranga
:
:
.
f. Harus ada organisasi pengumpulan sampah.
TPA
Gambar 2.5 Pola Komunal Tidak Langsung
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Sumber timbulan sampah pewadahan individual.
Ket n untuk gambar 2.5:
Pewadahan Komunal.
: Lokasi Pemindahan.
: Gerakan alat pengangkut.
: Gerakan alat pengumpul.
: Gerakan penduduk ke arah komunal
5. Pola penyapuan jalan adalah kegiatan pengumpulan sampah hasil penyapuan
jalan, khususnya untuk jalan protokol, lapangan parkir, lapangan rumput dan
lain-lain. Hasil penyapuan diangkut ke lokasi pemindahan untuk kemudian
diangkut ke TPA, penanganan dilakukan berbeda untuk setiap daerah sesuai
fungsi daerah yang dilayani, seperti gambar 2.6.
18
TPA
19
eteran
Gambar 2.6 Pola Penyapuan Jalan
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
. : Sumber timbulan sampah pewadahan individual.
K gan untuk gambar 2.6:
: Pewadahan Komunal.
: Gerakan alat pengangkut.
: Gerakan alat pengumpul.
17
Gambar 2.7 Jenis–Jenis Pola Pengumpulan Sampah
(Sumber : SNI 19-2454-2002)
18
2.4.3 Pemindahan Sampah
Pemindahan sampah adalah proses kegiatan memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan
akhir. Tipe pemindahan (transfer) ditampilkan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tipe Pemindahan (Transfer)
No. Uraian Transfer Depo
Tipe I
Transfer Depo
Tipe II
Transfer Depo
Tipe III
1
2.
3.
Luas
lahan
Fungsi
Daerah
pemakai
> 200 m2
tempat pertemuan
peralatan pengumpul
dan pengangkutan
sebelum
pemindahan.
tempat penyimpanan
atau kebersihan.
bengkel sederhana.
kantor wilayah
/pengendali.
tempat pemilahan.
tempat
pengomposan.
baik sekali untuk
daerah yang mudah
mendapat lahan.
60 m2
– 200 m2
tempat
pertemuan
peralatan
pengumpul
dan
pengangkutan
sebelum
pemindahan.
tempat parkir
gerobak.
tempat
pemilahan.
10 m2– 20 m
2
tempat
pertemuan
gerobak dan
kontainer (6-
10 m3).
lokasi
penempatan
kontainer
komunal (1-10
m3).
- daerah yang
sulit mendapat
lahan yang
kosong dan
daerah
protokol.
Sumber: Standar Nasional Indonesia Nomor 19-2454-2002
19
2.4.4 Pengangkutan sampah
Pengangkutan sampah adalah proses memindahkan sarnpah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir). Menurut Standar Nasional Indoesia 19 - 2454 – 2002,
pengangkutan sampah dibagi menjadi 3 pola pengangkutan, yaitu:
1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individu langsung (door
to door), yaitu:
a. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sarnpah pertama
untuk mengambil sampah;
b. Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya
sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;
c. Selanjutnya diangkut ke TPA sampah;
d. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah
berikutnya Sampah terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.
Pada gambar 2.8 adalah tahapan kegiatan dari pola pengangkutan sampah
sistem individual langsung.
Dump Truck
Tong/Bin TPA
Compactor Truck
Gambar 2.8 Pola Pengangkutan Sampah Sistem Individual Langsung
(Sumber : SNI 19-2454-2002)
2. Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer depo tipe I dan
II, pada pola ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi
pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA.
b. Dari kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada
rute berikutnya.
Pool Kendaraan
Transfer depo
Tipe I dan II TPA
Gambar 2.9 Pola Pengangkutan Sistem Transfer Depo
(Sumber: SNI 19-2454-2002)
20
Keterangan untuk gambar 2.9
Pengangkutan sampah
Kembali ke transfer depo untuk ritasi berikutnya
3. Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer transfer depo tipe (III). Pola
pengangkutan sampah ini dapat dibagi menjadi 4 pola pengangkutan:
(1) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1.
Tahapan kegiatan dari sistem pengosongan container adalah sebagai
berikut:
1. Kendaraan dari pool bergerak menuju lokasi kontainer pertama
yang berisi penuh sampah.
2. Kendaraan membawa kontainer isi dari lokasi awal kontainer
pertama menuju ke TPA.
3. Setelah isi kontainer dikeluarkan, kontainer yang sudah kosong
dikembalikan ke tempat semula.
4. Kendaraan menuju lokasi kontainer yang berisi sampah berikutnya.
5. Kembali kendaran membawa kontainer yang berisi sampah ke
TPA.
6. Setelah isi kontainer dikeluarkan, kontainer yang sudah kosong
dikembalikan ke tempat semula.
7. Proses ini terus berlangsung hingga semua kontainer yang berisi
sampah dikosongkan dan dikembalikan ke tempat asal semula
kontainer.
8. Kendaran kembali ke pool.
21
ISI KOSONG
A B A B A B
1
POOL
4 7
5 6
8 9
3 2
TPA
Gambar 2.10 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1
Keterangan gambar 2.10:
A = Kontainer isi
B = Kontainer kosong
= Pengangkutan sampah
(2) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II
Tahapan kegiatan dari sistem pengosongan container adalah sebagai
berikut:
1. Kendaraan dari pool menuju ke lokasi kontainer isi sampah pertama.
2. Kendaraan membawa kontainer yang berisi sampah pertama ke TPA.
3. Dari TPA Kendaraan membawa kontainer kosong menuju lokasi
kedua untuk menukar kontainer kosong dengan container isi.
4. Kendaraan membawa kontainer isi sampah kedua ke TPA.
5. Dari TPA Kendaraan membawa kontainer kosong menuju lokasi
ketiga untuk menukar kontainer kosong dengan container isi.
6. Kendaraan membawa kontainer isi ketiga ke TPA.
7. Kendaraan dari TPA dengan kontainer kosong menuju lokasi pertama
untuk menurunkan kontainer kosong, kemudian kembali ke pool.
22
Kosong Isi
B A B A B A
7 1
2 POOL
6
4
3 5
6
TPA
Gambar 2.11 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II
Keterangan gambar 2.11:
A = Kontainer isi
B = Kontainer kosong
=Kembali ke transfer depo untuk ritasi berikutnya
= Pengangkutan sampah
(3) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III, Adapun
tahapan kegiatannya:
1. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke
lokasi kontainer isi pertama untuk mengganti / mengambil kontainer
kosong dengan kontainer isi.
2. Kendaraan membawa kontainer isi pertama ke TPA.
3. Kendaraan dari TPA membawa kontainer kosong ke lokasi kedua
untuk mengganti/menukar kontainer kosong dengan kontainer isi
4. Kendaraan membawa kontainer isi kedua ke TPA.
5. Kendaraan dari TPA membawa kontainer kosong ke lokasi ketiga
untuk mengganti/menukar kontainer kosong dengan kontainer isi
6. Kendaraan membawa kontainer isi ketiga ke TPA.
7. Kendaraan dari TPA kembali ke pool.
23
KOSONG ISI
B A B A B A
1
2 POOL
7
4 3 5
6
TPA
Gambar 2.12 Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer
cara III
Keterangan pada gambar 2.12:
A = Kontainer isi
B = Kontainer kosong
= Pengangkutan sampa
Jumlah dan Waktu ritasi yang dapat dilakukan kendaraan sampah per hari
dapat dihitung dengan persamaan (Tchobanoglous,Theisen,Vigil,1993):
THCS = PHCS + S + h………………………………………………(2.1)
dimana:
THCS = Waktu per trip dari sistem kontainer bergerak (jam/trip)
PHCS = Waktu menuju lokasi berikut setelah meletakkan kontainer
kosong di lokasi sebelumnya, waktu mengambil kontainer
penuh dan waktu mengembalikan kontainer kosong
S = Waktu terpakai di lokasi untuk menunggu dan membongkar
sampah di TPA, jam/trip
h = waktu perjalanan menuju TPA dari lokasi kontainer
Untuk hauled container system nilai PHCS dan S relativ konstan,
tetapi waktu perjalanan dari TPS ke TPA tergantung pada jarak dan
kecepatan yang ditempuh oleh kendaraan. Nilai h dapat ditentukan dari
persamaan berikut:
h = a + (b.x) ……………………………………………………(2.2)
dimana:
24
h = hauled time konstan (jam/trip)
a,b = konstanta, bersifat empiris, a (jam/trip) dan b (jam/km)
x = jarak rata-rata lokasi kontainer/TPS ke TPA, km/trip
Tabel 2.4 Konstanta empiris waktu angkut a dan b
No. Batas kecepatan a B
km/jam mil/jam jam/trip jam/km jam/mil
1. 88 55 0,016 0,011 0,018
2. 72 45 0,022 0,014 0,022
3. 56 35 0,034 0,018 0,029
4. 40 25 0,050 0,025 0,040
Sumber: Tchobanoglous, 1993
Dengan demikian didapat persamaan:
THCS = PHCS + S + a +(b.x)……………………………………...(2.3)
Waktu pick up per trip (PHCS) untuk hauled container system
dirumuskan sebagai berikut:
PHCS = pc + uc + dbc ……………………………………………(2.4)
dimana:
pc = waktu meletakkan sampah dari truk (jam/trip)
uc = waktu mengangkut sampah ke truk (jam/trip)
dbc = waktu tempuh antara kontainer (jam/trip)
Jumlah trip per hari:
Nd = { H (1 – W ) – ( t1 – t2 ) } / THcs …………………………...(2.5)
dimana:
Nd = jumlah trip (trip/hari)
H = waktu kerja per hari (jam/hari)
W = faktor waktu non produktif ( waktu untuk checking pagi dan
sore, perbaikan dan hal tak terduga lainnya diperkirakan )
t1 = waktu dari pool ke lokasi pertama (jam)
t2 = waktu dari lokasi terakhir ke pool (jam)
25
(4) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer tetap, biasanya
untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump
truk atau truk biasa. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1. kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah di dalam
container dituangkan ke dalam truk compactor dan meletakkan
kembali kontainer yang kosong
2. kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh. untuk
kemudian langsung ke TPA
3. `demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
Gambar 2.13 Pola pengangkutan dengan sistem kontainer tetap
Keterangan gamabar 2.13:
= Kontainer isi
= Kontainer kosong
= Pengangkutan sampa
= meletakan kembali kontainer
= rute kendaraan
2.5 Jenis Kendaraan Pengangkut Sampah
Kendaraan pengangkutan sampah adalah kendaraan pengumpul sampah
dan mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sampah menuju ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir). Di berbagai negara kendaraan pengangkut sampah
26
mempunyai standar bentuk konstruksi, ukuran, dan cara kerja yang berbeda. Oleh
karena itu, berdasarkan penggeraknya, kendaraan pengangkut sampah dapat
digolongkan menjadi dua. Yaitu kendaraan konvesional atau kendaraan tradisional
yang digerakkan dengan tenaga manusia atau hewan, seperti gerobak sampah dan
becak sampah. Sadangkan yang kedua adalah kendaraan modern atau kendaraan
yang digerakkan dengan motor atau mesin seperti arm-roll truck. Berikut adalah
penjelasan lebih lengkap dari masing-masing jenis kendaraan pengangkut sampah.
2.5.1 Gerobak
Gerobak adalah alat pengangkut sampah yang menggunakan tenaga
manusia untuk menariknya. Terdapat berbagai macam bentuk dan volume
gerobak pengangkut sampah. Volume gerobak 0,8 m3
sampai dengan 1,5 m3.
Umumnya gerobak terbuat dari bahan plat besi, namun ada juga yang terbuat dari
kayu dan papan. Gerobak dioperasikan sampai dengan 200 kepala keluarga (KK).
Jumlah rit gerobak bervariasi antara 1-4 rit/hari, tergantung jarak perjalanan
pengumpulan sampah.
2.5.2 Mobil Angkutan Bak Terbuka (Pick Up)
Mobil pick up adalah sejenis kendaraan bak terbuka yang digunakan untuk
mengumpulkan dan mengangkut sampah. Kendaraan jenis ini tidak dilengkapi
dengan peralatan hidrolik sehingga proses pembongkaran sampah di TPA
berlangsung secara manual. Konstruksi bak kendaraan jenis ini biasanya terbuat
dari plat besi dengan volume pengangkutanya antara 1,5 sampai 2 m3. Banyak
keunggulan yang dimiliki oleh mobil pick up, mobil jenis ini mampu melewati
jalan-jalan sempit dan biaya operasinya lebih rendah dibandingkan dengan dump
truck. Maka dari itu banyak pengelola sampah swasta yang menggunakan mobil
pick up untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah.
2.5.3 Truk Datar
Truk datar adalah truk pengangkut sampah tanpa dilengkapi peralatan
hidrolik, Sehingga proses pembongkaran sampah di TPA berlangsung secara
manual. Truk datar hampir mirip dengan pick up, bedanya konstruksi bak truk
datar biasanya terbuat dari kayu yang mudah diperbaiki dan murah, dapat
27
mengangkut sampah 8-10 m3. Bagian atas terbuka dan selama pengangkutan
ditutup dengan jaring plastik agar sampah tidak berjatuhan.
2.5.4 Truk Hidrolik (Dump Truck)
Dump truck adalah truk dengan bak terbuat dari plat besi/baja yang bisa
ditumpahkan dengan alat hidrolik. Dapat mengangkut sampah sampai dengan 8
m3. Pemuatan sampah di tempat pembuangan sementara lebih lama dibandingkan
dengan arm-roll truck, karna dikerjakan dengan manual, tetapi pembongkaran di
tempat pembuangan akhir lebih cepat dibandingkan dengan truk datar. Dump
truck jauh lebih murah dibandingkan dengan arm roll truck, tetapi lebih mahal
dibandingkan dengan truk datar. Jumlah rit yang dapat ditempuh dump truck
dihitung berdasarkan jarak menuju TPA. Untuk jarak dibawah 20 km jumlah rit
maksimal sebanyak 4 kali, dan 2-3 rit untuk jarak antara 30-40 km. Namun
perhitungan ini juga tergantung dengan waktu memuat sampah.
2.5.5 Truk Lengan Tarik Hidrolik (Arm-Roll Truck)
Arm roll truck adalah truk chasis yang dilengkapi dengan lengan tarik
hidrolik untuk mengangkat kontainer. Kontainer yang dibawa oleh arm roll truck
dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan volumenya, yaitu kontainer bervolume 6
m3
dan kontainer 8 m3. Arm roll truck relatif efektif dan efisien untuk mengangkut
kontainer sampah karena waktu memuat dan membongkar sampah lebih singkat
dibandingkan dengan alat pengangkut sampah yang lainnya sehingga harganya
pun jauh lebih mahal. Jumlah rit arm roll truck dihitung sebanyak 6 kali sehari
untuk jarak dibawah 20 km, dan 3-4 rit untuk jarak 30-40 km.
2.6 Analisis Tingkat Pelayanan Pengangkutan sampah
Yang dimaksud dengan sistem pengankutan sampah adalah sistem
pengumpulan dan pengangkutan sampah secara keseluruhan. Metode sistem
pengankutan barang tidak jauh beda dengan sistem angkutan barang atau sistem
angkutan manusia. Indikator yang di gunakan untuk mengukur tingkat pelayanan
pengangkutan sampah adalah rasio sampah terangkut, kecepatan perjalanan
kecepatan memuat sampah, rasio tenaga kerja dan indeks efisiensi ppengangkutan.
28
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menganalisis tingkat pelayanan
pengangkutan sampah adalah:
a. Jumlah penduduk dan jaumlah timbulan sampah orang per hari.
b. Volume sampah
c. Jarak perjalan mengangkut sampah
d. Waktu perjalan mengangkut sampah
e. Waktu memuat sampah
f. Jenis, dan jumlah rit kendaraan pengankut sampah
g. Jumlah tenaga kerja
2.6.1 Rasio sampah terangkut
Rasio sampah terangkut adalah perbandingan antara jumlah sampah yang
dapat dikumpulkan dan diangkut ke TPA dengan jumlah sampah yang dihasilkan
salam satu daerah tertentu. Untuk daerah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daerah Kecamatan Denpasar Utara. Dalam menghitung rasio sampah
terangkut, digunakan persamaan berikut ini:
RST =
VSt …................................................................................... (2.6) VS
dengan:
RST = Rasio sampah yang terangkut
VSt = Volume sampah yang terangkut ( M3
)
VS = Volume sampah yang dihasilkan pada satu daerah
Jika,
RST < 1 maka dibutuhkan kendaraan/jumlah rit (supply) tampahan
RST = 1 maka volume yang terangkut dan yang dihasilkan seimbang
RST > maka sistem perangkutanya tidak efisien
2.6.2 Kecepatan perjalanan
Kecepatan perjalanan adalah kecepatan rata-rata kendaraan pengumpulan
dan pengangkutan sampah. Nilai ini diperoleh dari perbandigan jarak perjalanan
dan waktu perjalanan. Bila nilai kecepatan semakin besar maka semakin tinggi
pola pengumpulan/pengankutan dan kendaraan. Persamaan yang digunakan
adalah:
29
Jp v = …................................................................................... (2.7)
Wp
dengan:
v = Kecepatan rata-rata perjlanan (km/jam)
Jp =jarak perjalanan ( km )
WM= Waktu perjalanan (jam)
2.6.3 Kecepatan Memuat Sampah
Kecepatan memuat sampah (loading time) ialah kecepatan rata-rata
memuat sampah ke kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah. Nilai ini di
peroleh dari perbandingan volume bak kendaraan dengan waktu memuat sampah.
Semakin besar nilai kecepatan memuat sampah, maka semakin tinggi efiensi pola
dan kendaraan pengangkutan dan pengupulan. Persamaan rumus yang digunakan
sebagai berikut:
vm =
VB …................................................................................... (2.8) WM
dengan:
vm = Kecepatan rata-rata memuat sampah (m3/jam)
VB= Volume bak/ kontainer ( M3
)
WM= Waktu memuat sampah (jam)
2.6.4 Rasio Tenaga Kerja
Rasio tenaga kerja adalah perbandingan antara jumlah tenaga kerja dalam
satu kendaraan dengan kapasitas kontainer/bak kedaraan yang digunakan.
Semakin kecil nilai rasio tenaga kerja berarti semakin tinggi tingkat efisiensi pola
pengankutan dan kendaraan. Rumus persamaan yang digunakan adalah:
RTK =
dengan:
NTK …................................................................................. (2.9) VB
RTK = Rasio Tenaga Kerja (orang/m3)
VB = Volume bak/ kontainer ( M3
)
NTK = Jumlah Tenaga Kerja dalam satu kendaraan (orang)
30
2.6.5 Estimasi Kebutuhan Jumlah Perangkat Sampah
Untuk memperkirakan jumlah kendaraan dan jenis perangkutan sampah
dilakukan perhitungan berdasarkan dengan jumlah timbulan sampah per daerah
dibagi dengan perkalian antara volume kontainer/bak dan jumlah rit kendaraan.
Rumus persamaan yang digunakan untuk estimasi kebutuhan jumlah perangkat
sampah adalah:
NK = VS
NRK .VB
…......................................................................... (2.10)
dengan:
NK = Jumlah kendaraan (unit)
VS = Volume sampah ( m3
)
NRK =Jumlah rit kendaraan dalam satu hari
VB = Volume bak/ kontainer ( m3
)
2.6.6 Metode pengambilan sampel
Sebelum melakukan pengambilan sampel, dilakukan perhitungan dengan
metode standar dari SNI 19-3954-1994, yang bertujuan agar kita mengetahui
berapa sampel yang kita jadikan rata-rata timbulan sampah perharinya. Ada pun
rumus persamaannya sebagai berikut:
Jumlah sampel.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah sebagai berikut
1. Jumlah sampel jiwa dan KK dihitung berdasarkan persamaan 2.11
dan 2.12
S = Cd ……………………………………….(2.11)
Dimana:
S : jumlah sampel ( jiwa )
Cd : Koefisien Perumahan
Dengan
Koefisien kota besar = 1
Koefisien kota kecil sampai sedang = 0.5
Ps : Populasi ( Jiwa )
(Sumber: SNI 19-3954-1994)
31
K = ………………………………………………(2.12)
Dimana:
K: Jumlah sampel (KK)
N: Jumlah jiwa per keluarga
2. Jumlah timbulan dari perumahan sebagai berikut:
- Sampel dari perumahan semi permanen = (S1xK)keluarga
- Samapel dari perumahan permanen = (S2 x K)keluarga
- Samapel dari perumahan non-permanen = (S3 x K)keluarga
Dimana:
S1 = proporsi jumlah KK semi permanen (%)
S2 = proporsi jumlah KK permanen (%)
S3 = proporsi jumlah KK non-permanen (%)
(Sumber: SNI 19-3954-1994)
3. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dikarenakan agar
kita dapat mempredikisi jumlah sampah yang diproduksi oleh
penduduk yang tumbuh. Perhitungan pertumbuhan penduduk dapat
dihitung dengan menggunakan dua cara, sebagai berikut:
- Laju pertumbuhan penduduk eksponensial
Laju pertumbuhan penduduk yang menggunakan asumsi bahwa
pertumbuhan penduduk berlangsung terus-menerus akibat adanya
kelahiran dan kematian di setiap waktu. Dengan rumus:
Pt= Poert………………………………………………(2.13)
Atau
r= In( )……………………………………………(2.14)
dimana:
Pt = Jumlah penduduk pada Tahun t
Po = Jumlah penduduk pada Tahun dasar
t = jangka waktu
r = laju pertumbuhan penduduk
e = bilangan eksponensial yang besarnya 2,718281828
32
- Laju pertumbuhan penduduk geometrik
Laju pertumbuhan penduduk menggunakan asumsi bahwa laju
pertumbuhan penduduk sama setiap Tahunnya. Dengan rumus:
……………………………………………(2.15)
Atau
( ) ……………………………………………(2.16)
Dimanan
= jumlah penduduk pada Tahun t
= jumlah penduduk pada Tahun dasar
t = jangka waktu
r = laju pertumbuhan penduduk
(google, rumus pertumbuhan penduduk)
Jumlah sampel timbulan sampah dari non perumahan dihitung berdasarkan
Rumus 2.17
S = Cd Ts ……………………………………………………… (2.17)
(Sumber: SNI 19-3954-1994)
dengan:
S : jumlah sampel masing-masing sumber sampah non perumahan
Cd : koefisien non perumahan
koefisien kota besar (jumlah penduduk > 500.000 jiwa) = 1
koefisien kota sedang (jumlah penduduk 100.000-500.000 jiwa)= 0,5
koefisien kota kecil (jumlah penduduk < 100.000 jiwa) = 0,5
Ts : jumlah sumber non perumahan
33